• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buku Isbd Baru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Buku Isbd Baru"

Copied!
161
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

Oleh : Drs H Misno A Lathief, M.Pd 1. Visi, Misi, dan Tujuan ISBD

Visi dapat diartikan sebagai jangkauan pandangan ke depan yang merupakan idealisasi dari suatu usaha atau perjuangan. Dalam konsep yang lebih abstrak dapat disetarakan dengan dengan suatu cita-cita, namun cita-cita yang lebih dekat jangkauannya, sehingga sangat berpeluang untuk direalisasikan melalui usaha atau perjuangan tersebut.

Sementara itu misi merupakan suatu usaha atau perjuangan yang dilakukan untuk mencapai suatu visi. Visi dan misi ibarat kedua sisi mata uang, di mana masing-masing sisinya berfungsi saling melengkapi dan memaknai substansinya, sehingga bisa difungsikan untuk mewujudkan harapan dari subyek yang memilikinya. Ketiadaan satu sisi dari mata uang tersebut akan menghilangkan makna sisi lainnya.

Ilmu Sosial dan Budaya Dasar sebagai komponen pengetahuan dasar diberikan di perguruan tinggi memiliki visi ; berkembangnya mahasiswa sebagai manusia terpelajar yang kritis, peka dan arif dalam memahami keragaman, kesetaraan, dan kemartabatan manusia yang dilandasi nilai-nilai estetika, etika, dan moral dalam kehidupan bermasyarakat. Sedangkan misinya ialah memberikan landasan dan wawasan yang luas, serta menumbuhkan sikap kritis, peka, dan arif pada mahasiswa untuk memahami keragaman, kesetaraan, dan kemartabatan manusia dalam kehidupan bermasyarakat selaku individu dan makhluk sosial yang beradab serta bertanggungjawab terhadap sumber daya dan lingkungannya.

Adapun tujuan dari Ilmu Sosial dan Budaya Dasar diberikan di perguruan tinggi adalah sebagai berikut.

1) Mengembangkan kesadaran mahasiswa menguasai pengetahuan tentang keanekaragaman, kesetaraan, dan kemartabatan manusia sebagai individu dan makhluk sosial dalam kehidupan bermasyarakat.

2) Menumbuhkan sikap kritis, peka dan arif dalam memahami keragaman, kesederajatan, dan kemartabatan manusia dengan landasan nilai estetika, etika, dan moral dalam kehidupan bermasyarakat.

3) Memberikan landasan pengetahuan dan wawasan yang luas serta keyakinan kepada mahasiswa sebagai bekal bagi hidup bermasyarakat, selaku individu dan mahkluk sosial yang beradab dalam mempraktikkan pengetahuan akademik

(2)

dan keahliannya dan mampu memecahkan masalah sosial budaya secara arif.

2. Pengertian Fungsi dan Ruang Lingkup

Sebelum mempelajari matakuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (ISBD), ada baiknya kalau kita mengenali lebih awal pengertian tentang ilmu baik secara etimologis maupun definitif. Dengan mengenali konsep dasarnya kita akan dapat mengidentifikasi, apakah matakuliah ISBD termasuk suatu ilmu pengetahuan, pengetahuan dasar, atau sekedar pengetahuan. Masing-masing istilah ini mempunyai arti yang sangat berbeda. Apalagi kalau dilihat dari kaca mata keilmuan.

Secara etimologis kata ilmu merupakan kata serapan dari kata ‘ilman (bahasa Arab) yang artinya pengetahuan. Kata ilman sendiri berasal dari kata kerja ‘alima (fi’il madli/pasttense) , artinya “tahu” atau telah mengetahui. Sedang kan kata kerja masa kininya (fi’il mudlori’/presenttense) ialah “ya’lamu” yang berarti sedang mengetahui. Sementara kata bendanya (noun) dari kata ‘alima tersebut adalah ilman; yang berarti pengetahuan. Jadi kata ilman inilah yang kemudian diserap kedalam bahasa Indonesia menjadi ilmu.

Diakui perbendahaaraan bahasa Indonesia banyak yang menyerap dari bahasa asing, apakah itu bahasa Arab, Inggris, Belanda, Cina, atau yang lainnya. Jangankan bahasa Indonesia bahasa daerah (Jawa misalnya), juga banyak menyerap dari bahasa asing. Sebagai contoh kata “full” (Inggris) diserap menjadi “pol” artinya penuh. Atau “empthy” diserap menjadi “entek” artinya kosong atau habis. Kata “mripat” adalah serapan dari kata “ma’rifat” (bahasa Arab) artinya mata atau melihat. Contoh yang yang lain, kata seperti botol, bakso, administrasi, transportasi, semuanya adalah serapan dari unsur bahasa asing; Belanda, Cina, dan Inggris yang sekarang telah menjadi bahasa Indonesia.

Kembali pada konsep awal bahwa ilmu secara etimologis atau harfiyah artinya ialah pengetahuan. Pengetahuan di sini menyangkut berbagai aspek kehidupan dan benda yang ada di sekitar manusia. Semua benda atau yang lainnya yang dikenali lewat indera dapat dikatakan pengetahuan. Indera mata dapat mengenali ujud, warna, dan sifat atau kualita dari suatu benda. Pelangi kelihatan indah karena indera mata yang mampu memberikan sifat atau kualita pada pelangi sehingga dikatakan indah. Hal demikian tidak bisa dikenali oleh indera lainnya, karena masing-masing memiliki bidang yang terpisah.

Suara seseorang yang melantunkan suatu lagu, ternyata bisa dinikmati begitu nyaman oleh penggemarnya. Dari kejauhan tempat masjid suara muadzdzin dapat didengar sayup sampai,

(3)

dan juga desiran daun-daun tumbuhan yang diterpa angin semuanya dapat didengar oleh telinga. Hal ini berarti bahwa indera telingga mendapat pengetahuan tentang “suara” tersebut. Namun demikian telingga tidak mampu mengidentifikasi bagaimana rasanya garam, gula, buah-buahan, atau lezatnya makanan yang diolah dengan resep mutakhir. Ini berarti telingga tidak mampu menangkap pengetahuan tentang “rasa” kecuali hanya indera pengecap yang dapat melakukannya.

Demikian juga kondisi suatu benda apakah kasar atau halus, hal seperti ini tidak dapat ditangkap oleh indera-indera tersebut. Yang dapat menangkap pengetahuan tentang keadaan suatu benda kasar atau halus hanya indera peraba. Hal ini berarti bahwa indera peraba bisa mendapatkan pengetahuan tentang “halus” atau “kasar”nya suatu benda.

Selanjutnya bagaimana “aroma” suatu benda abstrak yang tidak tampak ujudnya, ternyata bisa ditangkap oleh indera penciuman atau hidung. Dengan kemampuan kepekaannya, manusia selalu bisa merasakan kehidupan ini dengan aman dan nyaman. Ia akan berbinar wajahnya sambil tersenyum tatkala indera hidungnya menangkap aroma yang kebetulan sangat disukainya. Ia benar-benar bisa menikmati betapa sedap, harum, lezat atau rasa apa saja sehingga ia menjadi senang ketika hidungnya menangkap aroma pengetahuan “bau” tersebut. Sebaliknya dengan kemampuan indera ini manusia bisa menghindarkan diri dari aroma bau yang ternyata tidak sesuai dengan seleranya. Suatu misal ketika seseorang berada dalam suatu kerumunan tiba-tiba ia ribut sendiri, ngedumel sambil menutup lobang hidungnya. Ia berteriak-teriak sambil mengumpat yang tidak jelas kepada siapa umpatannya ditujukan. Sementara itu temannya yang merasa melepas benda abstrak tersebut tenang-tenang saja, bahkan bisa tersenyum karena dengan lepasnya gas tersebut, ia bisa terhindar dari rasa mual atau sakit perut. Begitu juga yang kebetulan menghirup aroma bau yang tidak disukainya itu, mereka berusaha menutup lobang hidungnya agar terhindar dari ketidaknyamanan yang sedang dihadapinya.

Semua yang dijelaskan di atas adalah gambaran bahwa pengetahuan tidak terbatas dan memiliki bidang yang sangat luas, sehingga dapat dikatakan bahwa semua hal yang dikenali atau diketahui oleh indera manusia dapat disebut pengetahuan. Pengetahuan seperti ini belum ada spesifikasi, belum terkelompokkan secara khusus dan masih bersifat umum, sehingga menjadikan pengetahuan tampak sangat luas dan kompleks.

(4)

Berbeda dengan ilmu pengetahuan yang di dalamnya sudah terdapat suatu pengelompokan berdasarkan obyek kajiannya, maka ilmu pengetahuan sifatnya terbatas pada bidang yang bersangkutan. Namun dengan sifat yang telah membatasi diri ini, kajian ilmu pengetahuan menjadi sangat mendalam. Dengan sifatnya yang demikian lahirlah berbagai bidang ilmu pengetahuan, seperti Ilmu Pendidikan, Ilmu Kedokteran Umum, Ilmu Hukum, Ilmu Ekonomi, Ilmu Politik, dan lainnya. Berdasarkan uraian tersebut akhirnya dapat didefinisikan secara sederhana bahwa ilmu pengetahuan pada dasarnya adalah suatu pengetahuan yang telah dihimpun dan disusun secara obyektif, metodis, dan sistematis.

Ilmu pengetahuan disusun secara obyektif, artinya ilmu pengetahuan itu disusun berdasarkan obyek yang menjadi bidang kajiannya. Obyek suatu ilmu pengetahuan ada dua macam. Pertama disebut dengan obyek materia, dan kedua disebut obyek forma.

Obyek materia yaitu obyek kajian bidang ilmu yang bersifat masih sangat umum atau makro. Karena obyeknya yang sangat umum ini, maka dapat terjadi kesamaan obyek materia antara satu ilmu pengetahuan tertentu dengan ilmu pengetahuan yang lain. Sebagai contoh : Obyek materia Ilmu Pendidikan adalah manusia. Hal ini sama dengan obyek materia Ilmu Kedokteran Umum, Ekonomi, dan Hukum. Namun demikian walaupun berbagai jenis ilmu pengetahuan tersebut mempunyai obyek materia yang sama, tetapi obyeknya formanya pasti dan harus berbeda, sebab apabila suatu ilmu pengetahuan memiliki obyek forma yang berbeda dengan ilmu pengetahuan yang lain, maka sebenarnya di antara keduanya adalah termasuk ilmu pengetahuan yang sama.

Obyek forma yaitu obyek kajian suatu ilmu pengetahuan yang sudah bersifat khusus, spesifik atau mikro. Artinya secara khusus dan mendalam ilmu pengetahuan mempelajari, mengkaji, mengembangkan, dan menyebarluaskan, obyek formanya demi untuk kepentingan kesejahteraan manusia. Atau dengan kata lain obyek forma suatu ilmu pengetahuan adalah “sesuatu” yang diperjuangkan oleh ilmu pengetahuan yang bersangkutan demi untuk kemanusiaan. Kalau obyek materia Ilmu Pendidikan, Ilmu Kedokteran Umum, Ilmu Hukum, dan Ilmu Ekonomi semuanya adalah sama, yaitu manusia, maka obyek forma masing-masing dari ilmu pengetahuan tersebut ialah “apa” yang diperjuangkan oleh masing-masing. Namun perlu diingat bahwa muara dari semua kajian dan pengembangan ilmu pengetahuan ialah untuk kesejahteraan atau kebahagiaan hidup manusia. Kalau terjadi sebaliknya, berarti secara azas moral keilmuan berarti terjadi suatu penyimpangan. Biasanya yang demikian ini merupakan

(5)

ulah dari keserakahan manusia dalam hidup yang hanya ingin memuaskan ambisinya sekalipun harus mengorbankan orang lain.

Ilmu pengetahuan bersifat metodis, hal ini berarti bahwa ilmu penge-tahuan tersebut dalam upaya mengembangkan jati dirinya untuk kemanusiaan, memiliki metode-metode penyelidikan. Artinya metode-metode penyelidikan yang ada dalam dunia keilmuan selalu dipergunakan sebagai cara alat atau cara untuk menyelidiki obyek formanya. Selain ditujukan untuk kepentingan kesejahteraan manusia, upaya penyelidikannya ini juga untuk perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri. Keberadaan suatu ilmu pengetahuan yang semula sederhana akhirnya terus berkembang menjadi semakin kompleks. Keberhasilan penemuan kapal terbang yang pada awalnya hanya bisa terbang selama 12 detik dengan dikayuh kaki beberapa orang, kini sudah sangat jauh kondisinya. Kecepatan kapal terbang generasi masa kini sudah melampaui kecepatan suara, sehingga mampu menembus ruang angkasa sampai ke bulan, mars, atau planet lainnya.

Metode-metode penyelidikan ilmu pengetahuan antara lain berupa metode; observasi, wawancara, angket, demonstrasi, eksperimen, catatan anekdot, sosiometri, dan lainnya. Tidak semua jenis metode penyelidikan ini selalu dipergunakan secara bersamaan, melainkan disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Selain itu masing-masing metode penyelidikan memiliki kelebihan dan kekurangan. Oleh sebab itu dalam penggunaannya kadang-kadang beberapa metode dipadukan secara bersamaan. Dengan cara ini kekurangan suatu metode dapat dibantu oleh kelebihan metode yang lain.

Seorang dokter dalam menghadapi pasien ia akan mempergunakan beberapa metode sekaligus. Tujuannya tidak ada lain kecuali untuk memberikan suatu layanan sebaik mungkin agar pasiennya bisa memperoleh kesembuhan. Ketika menghadapi pasien dokter biasanya akan menanyakan apa yang anda keluhkan ?, sejak kapan ? dan seterusnya (metode wawancara). Kemudian dokter meminta kepada pasien agar membuka mulutnya, kemudian dilihat dengan menggunakan alat senter kecil, dicek denyut jantungnya, tensinya (observasi) kemudian dibuatkan suatu resep (eksperimen) dengan pesan (wawancara) agar obatnya diambil di apotik dan diminum misalnya 3 kali sehari, masing-masing 1 tablet. Ada kalanya sambil diberi pesan “kalau tiga hari belum baik silahkan datang lagi ke sini ya”. Begitu seterusnya hingga pasien betul-betul memperoleh kesembuhan.

Berbagai metode tersebut bisa juga dipergunakan oleh bidang ilmu pengetahuan yang lain. Misalnya dalam bidang

(6)

hukum, ketika seorang polisi bertanya kepada saksi tentang kejadian suatu perkara (wawancara), penyelidikan di tempat kejadian perkara (observasi), rekonstruksi kejadian suatu perkara (demonstrasi), dan seterusnya. Melalui penggunaan metode-metode tersebut, maka suatu rangkaian kejahatan dapat diungkap, sehingga pelaku dapat dikenai suatu hukuman sesuai dengan pasal-pasal yang dilanggarnya.

Selanjutnya ilmu pengetahuan bersifat sistematis, maksudnya ialah bahwa ilmu pengetahuan itu sudah memiliki pembidangan sesuai dengan jatidirinya. Sudah dikelompokkan sesuai dengan bidangnya, sehingga tidak bercampur baur dengan ilmu pengetahuan yang lain. Namun demikian ilmu pengetahuan satu dengan yang lain tidak selalu dikhotomis, sebab ada sebagian ilmu pengetahuan yang berhubungan erat dengan ilmu pengetahuan yang lain, sehingga pembahasannya kadang-kadang bersinggungan.

Selain itu sifat sistematis ilmu pengetahuan yaitu terletak pada sifat pemaparannya yang runtut. Artinya suatu ilmu pengetahuan yang ditulis selalu mengikuti logika tertentu, sehingga akan membantu konsumennya untuk “segera” bisa memahami substansi dari ilmu pengetahuan tersebut. Sebuah artikel yang ditulis oleh seseorang dapat dipastikan telah disusun secara sistematis, agar pemaparan buah pikiran penulisnya mudah dipahami oleh pembaca. Atau contoh yang lebih konkrit lagi, sebuah buku yang ditulis oleh pengarangnya, dipaparkan mulai dari bab I, bab II, bab III, dan seterusnya adalah gambaran sebuah sistematika pembahasan yang runtut atau sistematis. Pengertian Ilmu Sosial dan Budaya Dasar

a. Latarbelakang

Pada mulanya ISBD merupakan dua jenis matakuliah terpisah yang masing- masing berdiri sendiri dengan nama Ilmu Sosial Dasar (ISD) dan Ilmu Budaya Dasar (IBD). Dalam struktur kurikulum perguruan tinggi kedua matakuliah termasuk komponen matakuliah umum (MKU), yaitu matakuliah yang diorientasikan kepada upaya untuk membantu perkembangan kepribadian mahasiswa sebagai calon akademisi agar tidak terjebak ke dalam keahlian atau disiplin ilmu yang ditekuni. Dengan memperoleh matakuliah umum, kepekaan dan kepedulian mahasiswa terhadap persoalan-persoalan sosial dan budaya yang berkembang dalam masyarakat akan semakin tajam, terutama jika nantinya telah terjun dalam masyarakat.

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tuntutan masyarakat terhadap lulusan perguruan tinggi juga semakin kritis. Kualitas lulusan menjadi bahan perbincangan kalangan calon penggunanya. Masyarakat

(7)

menghendaki agar lulusan perguruan tinggi dapat secara langsung diterima di berbagai bidang lapangan pekerjaan yang dibutuhkan. Kondisi seperti ini mengharuskan dunia pendidikan terutama perguruan tinggi segera meresponnya. Departemen Pendidikan Nasional dalam hal ini tanggap terhadap tuntutan masyarakat tersebut. Kurikulum nasional di perguruan tinggi yang berlaku saat itu terus diupayakan untuk dikembangkan agar mampu menjawab tuntutan masyarakat yang semakin kompleks. Upaya ini diawali dengan lahirnya Surat Keputusan Mendiknas No. 232 tahun 2000, tentang Pedoman Penyusunan Kuri-kulum Pendidikan Tinggi, dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa. Berdasarkan surat keputusan tersebut, pemerintah tidak lagi menyiapkan kurikulum perguruan tinggi secara nasional, melainkan setiap perguruan tinggi supaya mengembangkan sendiri kurikulumnya, sesuai dengan kebutuhan stake holders setempat. Oleh karena itu di dalam merancang kurikulum, perguruan tinggi diharapkan melibatkan masyarakat, terutama masyarakat calon pengguna lulusan atau stake holders tersebut.

Berbeda dengan yang berlaku sebelumnya, di mana setiap terjadi perkembangan atau perubahan kurikulum, pemerintah melalui Dirjen Dikti selalu menyiapkan kurikulum nasional atau kurikulum inti. Perguruan tinggi tinggal melaksanakan kurikulum tersebut. Namun tidak demikian sebagaimana dituangkan dalam SK no. 232 tahun 2000 tersebut, di mana setiap perguruan tinggi diberi kewenangan mengembangkan kurikulum sendiri, sehingga punya ciri khas perguruan tinggi yang bersangkutan. Dengan mengembangkan kurikulum sendiri, maka kebutuhan masyarakat terhadap lulusan perguruan tinggi akan teradopsi. Di sinilah sisi pentingnya perguruan tinggi melibatkan masyarakat (stake holders) dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum.

Namun dalam perjalanan yang memakan waktu hampir dua tahun belum semua perguruan tinggi siap menghasilkan kurikulum seperti yang dikehendaki oleh Dirjen Dikti. Menyikapi kondisi tersebut pemerintah melalui Mendiknas segera mengambil langkah, yaitu dengan mengeluarkan SK No. 045 tahun 2002, tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi. Di dalam SK tersebut terdapat pengelompokan sejumlah matakuliah yang ada di perguruan tinggi. Pengelompokan tersebut meliputi: matakuliah pengembangan kepribadian (MPK), matakuliah keilmuan dan keterampilan (MKK), matakuliah keahlian berkarya (MKB), matakuliah prilaku berkarya, dan matakuliah berkehidupan bermasyarakat (MBB).

Kelompok matakuliah pengembangan kepribadian (MPK) merupakan kelompok bahan kajian dan pelajaran untuk

(8)

mengembangkan manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, berkepribadian mantap dan mandiri, serta mempunyai rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan (Matakuliah Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia).

Kelompok matakuliah keilmuan dan keterampilan (MKK) merupakan kelompok bahan kajian dan pelajaran yang ditujukan terutama untuk memberikan landasan penguasaan ilmu dan keterampilan tertentu. Kelompok matakuliah keahlian berkarya merupakan kelompok bahan kajian dan pelajaran yang bertujuan menghasilkan tenaga ahli dengan kekaryaan berdasarkan ilmu dan keterampilan yang dikuasai. Kelompok matakuliah perilaku berkarya (MPB) merupakan bahan kajian dan peajaran yang bertujuan untuk membentuk sikap dan prilaku yang diperlukan seseorang dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan keterampilan yang dikuasai.

Sedangkan kelompok matakuliah berkehidupan bermasyarakat (MBB) adalah kelompok bahan kajian dan peajaran yang diperlukan seseorang untuk dapat memahami kaidah kehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya (ISBD dan IAD).

Untuk kelompok matakuliah MBB secara nasional telah disiapkan rambu-rambu pelaksanaannya. Rambu-rambu ini dituangkan dalam SK Dirjen Dikti No. 30/ Dikti/Kep/2003, tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Matakuliah Berkehidupan Bermasyarakat di Perguran Tinggi Indonesia. Di dalam surat keputusan tersebut kedua matakuliah (ISD dan IBD) yang semula berdiri sendiri dan termasuk matakuliah pengembangan kepribadian (MPK) disatukan menjadi matakuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, dan masuk komponen Matakuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB).

Walaupun telah diterbitkan SK tersebut, namun kenyataan di lapangan masih ada perguruan tinggi yang belum merespon positip terhadap keberadaan matakuliah berkehidupan bermasyarakat. Jurusan dan atau program studi mengembangkan kurikulum sesuai spesifikasinya sendiri-sendiri. Bahkan ada yang secara tegas tidak memasukkan MBB ke dalam kurikulumnya, sehingga matakuliah ISBD bagaikan ditelan zaman. Kondisi ini akhirnya teratasi dengan lahirnya SK Dirjen Dikti No. 43/Dikti/Kep/2006, tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) di Perguruan Tinggi, dan No. 44/Dikti/Kep/2006, tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Kelompok Matakuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB) di Perguruan Tinggi. Dengan lahirnya kedua surat keputusan tersebut keberadaan matakuliah

(9)

pengembangan kepribadian dan matakuliah berkehidupan masyarakat menjadi semakin jelas dan mantap. Berdasarkan kedua surat keputusan tersebut, semua kurikulum perguruan tinggi wajib memuat kedua kelompok matakuliah tersebut, yaitu Matakuliah Pengembangan Kepribadian yang terdiri atas; matakuliah Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Agama, dan bahasa Indonesia, dan Matakuliah Berkehidupan Bermasyarakat yang terdiri atas; matakuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (ISBD), dan Ilmu Kealaman dasar (IAD). Semua jenis matakuliah ini sudah harus diberlakukannya pada semester ganjil 2006/2007.

b. Pengertian Ilmu Sosial dan Budaya dasar

Seperti dijelaskan di atas bahwa matakuliah ini pada mulanya adalah matakuliah yang berasal dari dua matakuliah yang terpisah dan berdiri sendiri-sendiri. Namun dalam perjalanannya akhirnya berdasarkan surat keputusan Dirjen Dikti Depdiknas No. 30/Dikti/Kep.2003 kedua matakuliah (ISD dan IBD) digabung menjadi satu matakuliah dengan nama Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (ISBD). Sehubungan dengan itu untuk memahaminya kiranya perlu dikenali dari konsep awalnya masing-masing, yaitu sebagai Ilmu Sosial Dasar (ISD) dan Ilmu Budaya Dasar (IBD).

Istilah Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar, dan satu lagi Ilmu Alamiah dasar, sama sekali tidak mengatakan bahwa matakuliah dengan nama-nama tersebut masing-masing memperkenalkan dasar-dasar dari ilmu-ilmu sosial, ilmu-ilmu budaya, dan ilmu-ilmu alamiah. Yang benar adalah bahwa masing-masing matakuliah tersebut ingin membuka pagar-pagar yang membatasi disiplin-disiplin yang membentuk masing-masing kelompok ilmu tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut yang dimaksudkan dengan disiplin ilmu adalah: scientific study of some aspect or segment of reality (penyelidikan ilmiah terhadap beberapa aspek atau segmen realita). Contoh disiplin ilmu misalnya: sosiologi, filsafat, fisika, dan lainnya.

Biasanya disiplin-disiplin ilmu yang tergolong IAD adalah: fisika, kimia, astronomi, geologi, meteorologi, dan biologi. Lima ilmu yang mendahului ini mewujudkan ilmu-ilmu fisis, sedangkan yang terakhir ilmu-ilmu biotis dengan rincian utama: zologi, fitologi, dan fisiologi manusia. Adapun ilmu sosial dasar meliputi dua kelompok utama, yaitu: studi manusia dan masyarakat, dan studi lembaga-lembaga sosial. Yang terdahulu terdiri atas: psikologi, sosiologi, dan antropologi, sedangkan yang kemudian terdiri atas ekonomi dan politik. Ilmu Budaya dasar bisanya

(10)

dibagi menjadi tiga kelompok. Pertama seni (sastra, musik, seni rupa, seni tari dan berpidato), sejarah, agama dan filsafat.

Sejak manusia hidup dalam kondisi sederhana, seni menempati posisi yang penting dalam kehidupannya sehri-hari. Sejarah umat manusia juga menunjukkan bahwa di dalam seni itu terdapat beberapa dari kebanyakan ekspresi manusia yang menonjol dalam pengertiannya atas eksistensinya sendiri. Sastra yang diajarkan di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi berpendekatan kritik literer, di dalamnya tercakup hakikat sastra, analisisnya, evaluasinya, dan tempatnya di dalam kehidupan manusia. Adapun seni rupa dan musik seringkali masih sekedar diajarkan untuk keterampilan seni belaka, jadi belumlah sebagai pemberian bekal pemerkaya pemilikan budaya intelek bersama.

Sejarah yang diajarkan sebagai disiplin yang menelaah manusia di dalam dimensi waktu dengan mengutamaan telaahnya pada masa lampaunya. Manusia di situ dilukiskan sebagai ciptaan Allah, makhluk pencipta budaya dan makhluk pencipta peradaban. Melalui perubahan budaya dan perubahan peradaban pengajar sejarah bermaksud memahamkan isi pengalaman buat manusia di masa lampau serta kondisinya sekarang sebagaimana terdapat berbagai kelompok kehidupan. Mahasiswa yang mempelajari sejarah diharapkan menemukan identitasnya sebagai pribadi, sebagai anggota masyarakat agama, sebagai warga suatu bangsa, dan warga umat manusia. Sehubungan dengan sejarah kebudayaan haruslah lebih ditonjolkan dari sejarah politik dan sejarah ekonomi.

Retorika yang ada terbagi menjadi jenis lisan dan yang tertulis seringkali dipandang sebagai suatu keterampilan belaka dengan akibat bahwa yang dicapai melalui retorika tertulis hanyalah materi obyektif atau mekanisme mengungkapkan berdasarkan tata bahasa melalaui komposisi tertulis. Pada hal tujuan yang sebenarnya dari retorika tertulis adalah melatih mahasiswa untuk menulis prosa dengan idiom yang baik dan gaya bahasa yang berlaku berdasarkan logika yang layak. Melalui latihan yang banyak di bawah bimbingan dosen yang cakap, retorika tertulis harus mampu memberikan keterampilan untuk meneruskan, berdalih, membuktikan dan menghimbau.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, ditetapkan bahwa retorika sekedar diajarkan sebagai keterampilan itu harus lain dengan yang diberikan melalui sejarah sastra dan kritik sastra. Retorika tertulis dekat sekali pertaliannya dengan linguistik, sejarah bahasa, serta tata bahasa. Dalam mengajarkan retorika tertulis mahasiswa diajak bergaul dengan logika informal, khususnya bidang yang terkenal dengan sebutan logical fallacies atau logika semu.

(11)

Dalam kehidupan sehari-hari manusia berkomunikasi dengan sesamanya secara langsung sehingga membutuhkan retorika lisan. Ilmu Budaya Dasar jika memberikan retorika lisan haruslah pada praktek berpidato di muka umum menurut gaya bahasa yang berlaku, berdasarkan struktur bahasa yang logis dan syarat-syarat keterampilan mengungkapkan pikirannya secara lisan sama pentingnya yang secara tertulis.

Setelah mengenali pembagian ilmu pengetahuan ke dalam tiga bidang lapangan ilmu pengetahuan (ilmu-ilmu sosial, pengetahuan budaya, dan ilmu-ilmu alamiah) sebagaimana dikemukakan di atas, maka Ilmu Sosial Dasar bersama-sama dengan Ilmu Budaya Dasar dan Ilmu Alamiah Dasar pada dasarnya merupakan satuan-satuan pengetahuan yang didasarkan pada pembagian tersebut di atas, yang merupakan pengetahuan yang dikembangkan sebagai usaha pendidikan.

Ilmu sosial dasar merupakan pengetahuan yang menelaah masalah-masalah sosial, khususnya masalah-masalah yang diwujudkan oleh masyarakat Indonesia, dengan menggunakan pengertian-pengertian (fakta, konsep, teori) yang berasal dari berbagai bidang pengetahuan keahlian dalam lapangan ilmu-ilmu sosial (geografi sosial, sosiologi, antropologi sosial, ilmu politik, ekonomi psikologi sosial, dan sejarah)

Dengan demikian Ilmu Sosial Dasar merupakan suatu pengetahuan dasar yang berusaha memberikan pengetahuan umum dan pengetahuan dasar tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji gejala-gejala sosial agar daya tanggap, persepsi dan penalaran mahasiswa dalam menghadapi lingkungan sosial dapat ditingkatkan. Dengan kemampuan tersebut kepekaan mahasiswa pada lingkungan sosialnya akan menjadi lebih besar, dan pada akhirnya mahasiswa terbantu perkembangan wawasan penalaran dan kepribadiannya, khususnya berkenaan dengan sikap dan tingkah laku dalam menghadapi manusia-manusia lain, serta sikap dan tingkah laku manusia-manusia lain terhadap manusia yang bersangkutan secara timbal balik.

Dengan Ilmu Sosial Dasar mahasiswa diharapkan mempunyai tiga macam kemampuan, yaitu kemampuan personal, akademik, dan profesional.

Kemampuan personal merupakan kemampuan kepribadian yang tampak dalam penampilannya sebagai pribadi bangsa Indonesia, memahami dan mengenal nilai-nilai keagamaan, kemasyarakatan, dan kenegaraan, serta memiliki pandangan dan kepekaan yang luas terhadap berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia.

Selanjutnya kemampuan akademis merupakan kemampuan untuk mengkomunikasikan secara ilmiah, hasil lisan

(12)

maupun tulisan, menguasai teknik analisis, maupun berpikir logis, kritis, dan sistematis, memiliki kemampuan konsepsional untuk mengidentifikasikan dan merumuskan masalah yang dihadapi serta mampu menawarkan alternatif-alternatif pemecahannya.

Kemampuan profesional merupakan kemampuan di bidang profesi tenaga ahli yang bersangkutan. Dengan kemampuan ini para akademisi diharapkan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang tinggi dalam bidang profesinya.

Selanjutnya Ilmu Budaya Dasar sebagai matakuliah waib di perguruan tinggi merupakan terjemahan dari istilah Basic Humanities atau pendidikan humaniora. Humanior atau humanus dalam bahasa Latin berarti manusiawi, berbudaya, dan halus. Dengan mempelajari ilmu budaya dasar diharapkan seseorang menjadi lebih manusiawi, lebih berbudaya, dan lebih halus budi pekertinya.

Ilmu Budaya Dasar atau Basic Humanities tidak identik dengan The Humanities (Ilmu tentang Budaya). Ilmu tentang budaya mencakup keahlian filsafat, agama, seni, dan sejarah. Sedangkan Ilmu Budaya Dasar bukanlah ilmu tentang berbagai budaya, melainkan mengandung pengertian umumnya tentang konsep-konsep dan teori-teori budaya yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah kebudayaan.

Pendekatan terhadap berbagai masalah budaya tersebut dilakukan dengan menggunakan berbagai pengetahuan budaya (The Humanities), baik dengan menggunakan suatu keahlian disiplin ilmu tertentu maupun dengan menggunakan pendekatan berbagai keahlian atau inter, bahkan multidispliner. Dengan mempelajari Ilmu Budaya Dasar mahasiswa diharapkan dapat mengembangkan kepribadiannya dengan cara memperluas wawasan pemikiran dan kemampuan kritisnya terhadap masalah-masalah budaya, sehingga daya tangkap, persepsi dan penalarannya terhadap lingkungan budaya dapat menjadi lebih peka, halus dan manusiawi.

Ilmu Sosial dan Budaya Dasar pada dasarnya merupakan gabungan secara kolaboratif antara ISD dan IBD yang dilandasi SK Dirjen Dikti No, 30/Dikti/Kep/2003. Yang sedikit agak membedakan antara ISBD dengan ISD dan IBD sebelum dikolaborasi ialah terletak pada titik tekan dalam mencapai sasaran pembelajaran pada diri mahasiswa. Baik dalam ISD maupun IBD masing-masing diorientasikan pada usaha membantu perkembangan kepribadian mahasiswa. Dengan demikian aspek personal tampak menonjol.

Berbeda dengan ISD dan IBD, sasaran pembelajaran mahasiswa dalam mempelajari ISBD lebih ditekankan kepada

(13)

aspek perkembangan sosialnya yaitu dalam kerkehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu kalau ISD dan IBD masuk dalam kelompok matakuliah pengembangan kepribadian (MPK), maka ISBD masuk dalam kelompok matakuliah berkehidupan bermasyarakat (MBB).

Titik persoalannya sekarang adalah dapatkah ISBD disebut sebagai ilmu pengetahuan ?.

Seperti dijelaskan di atas, bahwa persyaratan suatu ilmu pengetahuan ialah pertama memiliki obyek, baik materia maupun forma. Kedua memiliki metode penyelidikan yang dipergunakan untuk mengkaji dan mengembangkan obyeknya, dan ketiga ialah sistematis. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (ISBD) pada dasarnya masih belum termasuk kategori sebagai kelompok ilmu pengetahuan, karena belum secara spesifik memiliki obyek forma. Bahkan ISBD dapat digolongkan sebagai pengetahuan dasar yang relatif masih sangat muda. Dikatakan sangat muda, karena ISBD merupakan perpaduan antara kedua pengetahuan dasar yang ada sebelumnya, yaitu Ilmu Sosial Dasar, dan Ilmu Budaya dasar. Masing-masing memiliki kajian fenomental yang berhubungan secara langsung dengan kehidupan manusia. Ilmu Sosial Dasar banyak mengkaji masalah-masalah sosial dalam kehidupan manusia, sedangkan Ilmu Budaya Dasar mengkaji berbagai aspek kehidupan yang terkait dengan masalah budaya. Mengingat bidang kajian kedua kelompok pengetahuan dasar ini yang relatif dekat dengan kehidupan manusia, maka berdasarkan keputusan Dirjen Dikti No30 tersebut di atas, kedua ilmu pengetahuan dasar ini dikolaborasikan, dengan nama baru Ilmu Sosial dan Budaya Dasar atau disingkat ISBD. Jadi ISBD bukanlah suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri, melainkan hanyalah suatu pengetahuan mengenai aspek-aspek yang paling dasar yang ada dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial yang berbudaya, dan masalah-masalah yang terwujud daripadanya. Oleh karena itu fungsi ISBD merupakan suatu usaha yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji gejala-gejala sosial kebudayaan agar daya tanggap, persepsi, dan penalaran mahasiswa dalam menghadapi lingkungan sosial budaya dapat ditingkatkan sehingga kepekaan mahasiswa pada lingkungannya menjadi lebih besar.

c. Ruang lingkup ISBD

Sebagai matakuliah berkehidupan bermasyarakat (MBB) mata kuliah ISBD dirancang untuk membekali mahasiswa sebagai calon akademisi agar nantinya memiliki tiga kemampuan dasar yaitu: personal, akademis, dan kemampuan profesional.

(14)

Kemampuan personal yaitu kemampuan kepribadian, di mana para akademisi diharapkan memiliki wawasan pengetahuan dan kemampuan, sehingga mampu menunjukkan sikap, tingkah laku dan tindakan yang mencerminkan kepribadian Indonesia, memahami dan mengenal nilai-nilai keagamaan, kemasyarakatan dan kenegaraan, serta memiliki pandangan yang luas dan kepekaan terhadap berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia.

Kemampuan akademis yaitu suatu kemampuan untuk berkomunikasi secara ilmiah baik lisan maupun tulisan, menguasai berbagai teknik analisis, maupun berpikir logis, kritis, sistematis, analitis, memiliki kemampuan konsepsional untuk mengidentifikasi dan merumuskan masalah yang dihadapi, serta mampu menawarkan alternatif pemecahan.

Kemampuan profesional : kemampuan dalam bidang profesi tenaga ahli yang bersangkutan, para ahli diharapkan memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang tinggi dalam bidang profesinya.

Untuk mencapai ketiga kemampuan di atas, maka diperlukan sejumlah bahan kajian yang akan dioperasionalkan dalam bentuk pembelajaran. Bahan kajian tersebut meliputi :

1) Pendahuluan (pengantar ISBD)

2) Manusia sebagai Makhluk Budaya

3) Manusia dan Peradaban

4) Manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial

5) Keragaman dan kesetaraan

6) Manusia, nilai, moralitas, dan hukum 7) Manusia, sains, teknologi dan seni

8) Manusia dan lingkungan

3. ISBD Sebagai Komponen MBB

ISBD sebagai bagian komponen Mata Kuliah Berkehidupan bermasyarakat (MBB) mempunyai tema pokok, yaitu hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungannya. Manusia adalah makhluk yang membutuhkan interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Manusia tidak akan mampu hidup sendiri tanpa ada bantuan dari pihak lain. Dibandingkan dengan hewan, keberadaan manusia pada saat baru lahir sangat lemah, tidak berdaya dan tidak akan mungkin bisa bertahan hidup tanpa ada manusia lainnya. Naluri seorang ibu yang baru melahirkan anaknya akan otomatis tergerak untuk mau menyusui anaknya, walaupun sebelumnya belum pernah belajar bagaimana cara menyusui. Komunikasi antara anak dengan ibu melalui kontak menyusui sudah merupakan indikator ketergantungan antara satu manusia dengan lainnya. Hal ini

(15)

tentu agak berbeda dengan yang dialami oleh hewan. Seekor anak ayam yang baru menetas walaupun tanpa ada induknya, ia akan mampu berusaha mencari makanan untuk dirinya, sehingga ia mampu untuk bertahan hidup dan berkembang.

4. Pendekatan dan Metode Pembelajaran ISBD

Seperti matakuliah yang lain matakuliah ISBD disajikan kepada mahasiswa untuk dikaji bersama melalui interaksi edukatif yang disebut dengan proses pembelajaran. Yang terpenting dalam proses pembelajaran tersebut ialah bagaimana dosen mampu menyediakan lingkungan belajar yang bisa membuat mahasiswa belajar. Untuk itu proses pembelajaran ISBD akan mempergunakan berbagai pendekatan dengan prinsip mahasiswa dapat belajar.

Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku, yaitu dari belum tahu menjadi tahu (kognitif), dari belum baik menjadi baik (afektif), dan dari belum terampil menjadi terampil (psikomotorik). Ketiga ranah ini yang menjadi sasaran belajar dengan titik tekan berada pada aspek sikap (afektif), yaitu sikap berkehidupan bermasyarakat.

Semua proses pembelajaran akan diorientasikan kepada belajar yang berpusat pada aktivitas mahasiswa (student active learning). Untuk mengarah pada sasaran ini metode pembelajarannya adalah melalui: ceramah, diskusi, tanya jawab, bermain peran (demonstrasi), penelitian sosial budaya, pentas kreatifitas, apresiasi seni budaya, kolaborasi, dan problem solving.

5. Pemecahan Masalah Sosial Budaya

Masalah sosial budaya merupakan suatu kondisi atau perkembangan yang terwujud dalam masyarakat dan budayanya yang berdasarkan atas studi, mempunyai sifat yang dapat menimbulkan kekacauan terhadap kehidupan warga masyarakat secara keseluruhan. Masalah ini meliputi hal-hal sebagai berikut.

1) Berbagai kenyataan yang bersama-sama

merupakan masalah sosial budaya yang dapat ditanggapi dengan pendekatan sendiri maupun sebagai pendekatan gabungan (antar bidang).

2) Adanya keanekaragaman golongan dan kesatuan sosial lain dalam masyarakat, yang masing-masing mempunyai kepentingan kebutuhan serta pola-pola pemikiran dan pola-pola tingkah laku sendiri, yang didalamya terdapat persamaan, perbedaan, yang dapat menimbulkan pertentangan-pertentangan maupun kerjasama.

(16)

3) ISBD menggunakan pendekatan secara komprehensif dari berbagai cabang ilmu untuk memecahkan masalah sosial, di antaranya :

a) Sosiologi

b) Antropologi Sosial dan Budaya c) Ilmu Sejarah d) Ilmu Ekonomi e) Ilmu Hukum f) Ilmu Politik g) Geografi h) Psikologi sosial

6. Sistem Evaluasi Pembelajaran ISBD

Evaluasi hasil belajar keberhasilan mahasiswa akan diukur melalui dua tahap, yaitu evaluasi dalam proses dan produk. Evaluasi dalam proses dimaksudkan untuk mengukur kadar keterlibatan fisik, mental, dan emosional mahasiswa selama dalam proses pembelajaran. Evaluasi proses ini lebih dititikberatkan pada aspek pembentukan prilaku (afektif), dan keterampilan selama dalam proses pembelajaran. Proses evaluasi dilakukan melalui pengamatan sejak mahasiswa masuk di kelas; bagaimana ketepatan waktunya, sikap dan prilakunya selama di ruang kelas, aktivitas dan partisipasinya dalam proses pembelajaran.

Sementara evaluasi produk lebih menitikberatkan pada pengukuran aspek kognitif melalui tes tulis. Tes tulis dapat berupa tes insidental, ujian tengah semester (UTS) dan ujian akhir semester (UAS).

Secara rinci aspek yang dinilai baik yang menyangkut masalah penilaian proses maupun produk meliputi hal berikut. 1) Kedisiplinan dan partisipasi kuliah, termasuk dalam diskusi 2) Ujian tengah semester

3) Ujian akhir semester 4) Pertugasan.

a. Pembuatan makalah (kelompok dan mandiri) b. Presentasi di kelas

c. Partisipasi dalam perkuliahan MATRIK EVALUASI

No Bentuk penilaian Bobot Penilai

1. 2. 3. Pertugasan a. pembuatan makalah b. presentasi di kelas c. disiplin dan partisipasi dalam perkuliahan 30% 30% 40% Dosen Dosen Dosen

(17)

Ujian tengah Semester (UTS)

Ujian akhir semester (UAS)

JUMLAH 100%

RINGKASAN

Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (ISBD) sebagai komponen pengetahuan dasar diberikan di perguruan tinggi memiliki visi ; berkembangnya mahasiswa sebagai manusia terpelajar yang kritis, peka dan arif dalam memahami keragaman, kesetaraan, dan kemartabatan manusia yang dilandasi nilai-nilai estetika, etika, dan moral dalam kehidupan bermasyarakat. Sedangkan misinya ialah memberikan landasan dan wawasan yang luas, serta menumbuhkan sikap kritis, peka, dan arif pada mahasiswa untuk memahami keragaman, kesetaraan, dan kemartabatan manusia dalam kehidupan bermasyarakat selaku individu dan makhluk sosial yang beradab serta bertanggungjawab terhadap sumber daya dan lingkungannya.

Pada mulanya ISBD merupakan dua jenis matakuliah terpisah yang masing-masing berdiri sendiri dengan nama Ilmu Sosial Dasar (ISD) dan Ilmu Budaya Dasar (IBD). Dalam struktur kurikulum perguruan tinggi kedua matakuliah termasuk komponen matakuliah umum (MKU), yaitu matakuliah yang diorientasikan kepada upaya untuk membantu perkembangan kepribadian mahasiswa sebagai calon akademisi agar tidak terjebak ke dalam keahlian atau disiplin ilmu yang ditekuni

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tuntutan masyarakat terhadap lulusan perguruan tinggi juga semakin kritis. Kualitas lulusan menjadi bahan perbincangan kalangan calon penggunanya. Masyarakat menghendaki agar lulusan perguruan tinggi dapat secara langsung diterima di berbagai bidang lapangan pekerjaan yang dibutuhkan. Departemen Pendidikan Nasional dalam hal ini tanggap terhadap tuntutan masyarakat tersebut. Kurikulum nasional di perguruan tinggi yang berlaku saat itu terus diupayakan untuk dikembangkan agar mampu menjawab tuntutan masyarakat yang semakin kompleks. Upaya ini diawali dengan lahirnya Surat Keputusan Mendiknas No. 232 tahun 2000, tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi, dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa. Kemudian ditindaklanjuti dengan SK Mendiknas No. 045 tahun 2002, tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi. Di dalam SK tersebut terdapat pengelompokan sejumlah matakuliah yang meliputi : matakuliah pengembangan kepribadian (MPK), matakuliah

(18)

keilmuan dan keterampilan (MKK), matakuliah keahlian berkarya (MKB), matakuliah prilaku berkarya, dan matakuliah berkehidupan bermasyarakat (MBB).

Kelompok matakuliah berkehidupan bermasyarakat (MBB) adalah kelompok bahan kajian dan pembelajaran yang diperlukan mahasiwa untuk memahami kaidah kehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya (ISBD dan IAD). Kelompok matakuliah ini secara nasional telah disiapkan rambu-rambu pelaksanaannya yang dituangkan dalam SK Dirjen Dikti No. 30/ Dikti/Kep/2003. Di dalam surat keputusan tersebut kedua matakuliah (ISD dan IBD) yang semula berdiri sendiri dan termasuk matakuliah pengembangan kepribadian (MPK) disatukan menjadi matakuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, dan masuk komponen Matakuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB). Selanjutnya pelaksanaannya di atur dalam SK Dirjen Dikti No. 43/Dikti/ Kep/2006, tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Kelompok Matakuliah Pengem-bangan Kepribadian (MPK) di Perguruan Tinggi, dan No. 44/Dikti/ Kep/ 2006, tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Kelompok Matakuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB) di Perguruan Tinggi. Berdasarkan kedua surat keputusan tersebut, semua kurikulum perguruan tinggi wajib memuat kedua kelompok matakuliah tersebut, yaitu Matakuliah Pengembangan Kepribadian yang terdiri atas; matakuliah Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Agama, dan Bahasa Indonesia, dan Matakuliah Berkehidupan Bermasyarakat yang terdiri atas; matakuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, dan Ilmu Kealaman Dasar (IAD). Semua jenis matakuliah ini sudah harus diberlakukannya pada semester ganjil 2006/2007.

Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (ISBD) pada dasarnya masih belum termasuk kategori sebagai kelompok ilmu pengetahuan, karena belum secara spesifik memiliki obyek forma. Bahkan ISBD dapat digolongkan sebagai pengetahuan dasar yang relatif masih sangat muda. Dikatakan sangat muda, karena ISBD merupakan perpaduan antara kedua pengetahuan dasar yang ada sebelumnya, yaitu Ilmu Sosial Dasar dan Ilmu Budaya dasar.

Tugas Untuk Diselesaikan.

1. Himpun sedikitnya 10 definisi tentang

ilmu menurut pakar yang berbeda-beda.

2. Lakukan suatu analisis terhadap

masing-masing definisi ilmu tersebut sehingga dapat diklasifikasi perbedaan dan persamaan yang terdapat pada masing-masing definisi.

(19)

3. Coba buat rumusan definisi ilmu menurut bahasa Saudara berdasarkan definisi-definisi yang telah Saudara himpun tersebut.

4. Himpun pula definisi tentang ilmu

sosial dan ilmu tentang budaya dari berbagai literatur.

5. Lakukan suatu analisis di mana letak

titik tekan antara ilmu sosial dan ilmu tentang budaya dalam hubungannya dengan kehidupan manusia.

6. Tugas-tugas tersebut akan lebih

berbobot pembahasannya apabila Saudara lakukan bersama dengan teman lain dalam suatu kelompok kecil antara 3 – 5 orang.

Selamat Belajar

BAB II

MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BUDAYA

Oleh : Linda Dwi Eriyanti, S.Sos

1. Pengertian dan Fungsi Kebudayaan

Kebudayaan adalah salah satu istilah teoritis dalam ilmu-ilmu social. Secara umum, kebudayaan diartikan sebagai kumpulan pengetahuan yang secara social diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Makna ini kontras dengan pengertian kebudayaan sehari-hari yang hanya merujuk pada bagian tertentu warisan social, yakni tradisi sopam santun dan kesenian. Istilah kebudayaan ini berasal dari bahasa latin Cultura dari kata dasar colere yang berarti berkembang atau tumbuh.i

Dalam ilmu-ilmu social istilah kebudayaan sesungguhnya memiliki makna bervariasi yang sebagian diantaranya bersumber dari keragaman model yang mencoba menjelaskan hubungan natara masyarakat, kebudayaan dan individu.

Fungsi Akal Dan Budi Bagi Manusia

Akal adalah kemampuan pikir manusia sebagai kodrat alami yang dimiliki manusia. Berpikir adalah perbuatan operasional yang mendorong untuk aktif berbuat demi kepentingan dan peningkatan hidup manusia. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa fungsi akal adalah untuk berfikir. Kemampuan berfikir manusia mempunyai fungsi mengingat kembali apa yang telah diketahui sebagai tugas dasarnya untuk memecahkan masalah dan akhirnya membentuk tingkah laku.

(20)

Budi adalah akal yang merupakan unsur rohani dalam kebudayaan. Budi diartikan sebagai batin manusia, panduan akal dan perasaan yang dapat menimbang baik buruk segala sesuatu.

Jadi jelas bahwa fungsi akal dan budi manusia adalah menunjukkan martabat manusia dan kemanusiaan sebagai pemegang amanah makhluk tertinggi di alam raya ini.

Masyarakat manusia yang terdiri dari individu-individu yang terlibatdalam berbagai kegiatan yang mengharuskan mereka beradaptasi terhadap kondisi lingkungan dan hal itu harus dilakukan secara terus menerus demi mempertahankan keberadaan masyarakat dan terpenuhinya kebutuhan individu yang menjadi anggotanya.

Kegiatan-kegiatan ini dipelajari melalui peniruan dan pelajaran satu manusia dengan manusia lainnya, sehingga semuanya menjadi bagian dari warisan social atau kebudayaan dari suatu masyarakat. Kegiatan-kegiatan yang dipelajari dari satu generasi ke generasi berikutnya itu tidak mengalami perubahan yang berarti kecuali jika ada factor eksternal yang memperngaruhi pola tindak yang harus dilakukan demi memenuhi kebutuhan-kebutuhan social dan individual.

Kegiatan-kegiatan yang dipelajari itu merupakan salah satu bagian dari kebudayaan masyarakat secara keseluruhan. Didalamnya juga termasuk artefak dan berbagai kontruksi proporsi kompleks yang terekspresikan dalam system symbol yang kemudian terhimpun dalam bahasa. Melalui symbol-simbol itulah tercipta keragaman entitas yang sangat kaya yang kemudian disebut sebagai obyekkonstruksi cultural sepoerti uang, system kenegaran, pernikahan, permainan, hukum, dan sebagainya, yang keberadaannya sangat ditentukan oleh kepatuhan terhadap system aturan yang membentuknya.ii

System gagasan dan simbolik warisan social itu sangatlah penting karena kegiatan-kegiatan adaptif manusia sedemikian kompleks dan beragam sehingga mereka tidak bisa mempelajari semuanya sendiri sejak awal.

Manusia Sebagai Animal Simbolicum

- Simbol : segala sesuatu (benda, peritiwa, kelakuan, tindakan manusia, ucapan) syang telah ditempati suatu arti tertentu menurut kebudayaannya

- Adalah komponen utama perwujudan kebudayaan karena setiap hal yang dilihat dan dialami, diolah menjadi simbol - Kebudayaan : pengetahuan yang mengorganisasi

simbol-simbol

- Fungsi simbol :

o Faktor pengembangan kebudayaan

(21)

Warisan social itu juga mengandung karakter normative. Artinya individu-individu dari suatu komunitas terikat oleh kebersamaan dan rasa memiliki atas warisan social mereka, yang terekspresikan sebagai kesamaan tata cara, atau persamaan persepsi mengenai dunia di sekelilingnya yang diwujudkan dalam symbol-simbol tertentu, yang didukung oleh seperangkat aturan sanksi. Artinya, bagi mereka yang mematuhinya akan ada puian, sedangkan bagi mereka yang menentangnya telah tersedia hukuman.

Pengertian Budaya dan Kebudayaan

Setiap individu menjalankan kegiatan dan menganut keyakinannya sesuai dengan warisan social atau kebudayaannya. Hal ini bukan semata-mata karena adanya sanksi tersebut, atau karena mereka merasa menemukan unsure-unsur motivasional dan emosional yang memuaskan dengan menekuni kegiatan-kegiatan dan keyakinan cultural tersebut.

Dalam rumusan ini , istilah warisan social disamakan dengan istilah kebudayaan. Lebih jauh, model tersebut menyatakan bahwa kebudayaan atau warisan social lebih adaptif baik secara social maupun individual, mudah dipelajari, mampu bertahan dalam waktu lama, normative dan mampu menimbulkan motivasi. Namun tinjauan empiris terhadapnya memunculkan definisi terbaru tentang kebudayaan seperti yang diberikan EB Tayloriii, “Kebudayaan adalah keseluruhan

kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adapt, serta kemampuan dan kebisaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat”

Kebanyakan ilmuwan social membatasi definisi kebudayaan sehingga hanya mencakup aspek tertentu dari warisan social. Biasanya pengertian kebudayaan dibatasi pada warisan social yang bersifat mental atau non fisik. Sedangkan aspek fisik dan artefak sengaja disisihkan. Hanya saja definisi yang terlanjur berkembang adalah definisi sebelumnya dimana kebudayaan diartikan bukan sekedar istilah deskriptif bagi sekumpulan gagasan, tindakan dan obyek, melainkan juga merujuk pada entitas-entitas mentalyang menjadi pijakan tindakan dan munculnya obyek tertentu.

Consensus yang kini dianut oleh para ilmuwan social masih menyisihkan aspek emosional dan motivasional dari istilah kebudayaan, dan mereka tetap terfokus maknanya sebagai himpunan pengetahuan, pemahaman atau proposisi. Namun mereka mengakui bahwa, sebagian proposisikultural membangkitkan emosi dan motivasi yang kuat. Dalam kasus ini proposisi tersebut dikatakan telah terinternalisasi.iv

(22)

Sebagian ilmuwan social bahkan berusaha membatasi lagi pengertian istilah kebudayaan tersebut hingga hanya “mencakup bagian-bagian warisan social yang melibatkan representasi atas hal-hal yang dianggap penting, tidak termasuk norma-norma atau pengethauan procedural mengenai bagaimana sesuatu harus dikerjakan” (Schneider, 1968)v Sementara itu ada pula

yang membatasi pegertian kebudayaan sebagai makna-makna simbolik yang mengandung muatan representasi dan mengkomunikasikannya dengan peristiwa nyata. Geertz menggunakan makna ini secara eksklusif sehingga ia tidak saja mengesampingkan aspek-aspek afektif, motivasional, dan normative dari warisan social namun juga mempermasalahkan penerapan makna kebudayaan dalam individu. Menurutnya, “kebudayaan hanya berkaitan dengan makna-makna public yang terus berlaku meskipun berada diluar jangkauan pengetahuan individu ; contohnya mungkin adala lajabar yang dianggap selalu benar dan berlaku, meski sedikit saja orang yang menguasainya”.vi

Perselisihan mengenai definisi kebudayaan itu mengandung argument-argumen implicit tentang sebab-sebab atau asal mula warisan social. Misalnya saja ada kontroversi mengenai koheren atau tidaknya kebudayaan itu sehingga lebih lanjut kita dapat mempertanyakan sifat alamiahnya. Disisi lain para ilmuwan social memendang keragaman dan kontradiksi di seputar pengertian atau definisi kebudayaan itu sebagai sesuatu yang wajar. Meskipun hamper setiap elemen kebudayaan dapat ditemukan pada hubungan-hubungan natar elemen seperti yang ditunjukkan oleh Malinowski dalam Argonauts of the Western Pacifis (1922)vii. Tidak banyak bukti yang mendukung dugaan

akan adanya pola tunggal hubungan tersebut seperti yang dikemukakan oleh Ruth Benedict dalam bukunya Pattern of Culture (1934)viii.

Berbagai persoalan yang melingkupi upaya intergrasi definisi-definisi kebudayaan terkait dengan masalah lain, yakni apakan kebudayaan itu merupakan suatu entitas padu atau tidak. Jika kebudayaan dipandang sebagai suatu kumpulan elemen yang tidak memebentuk kesatuan koheren, maka yang harus diperhitungkan adalah fakata bahwa warisan social senantiasa melebur dalam suatu masyarakat. Sebaliknya jika kita menganggap kebudayaan itu sebagai suatu kesatuan koheren, maka kumpulan elemen-elemennya bisa dipisahkan dan dibedakan satu sama lain.ix

Kerancuan tersebut lebih jauh membangkitkan minat untuk menelaah koherensi dan integrasi kebudayaan, mengingat dalam kenyataannya pengetahuan anggota masyarakattentang kebudayaan mereka tidaklah sama. Hanya saja tidak ada

(23)

metodeyang telah terbukti handal untuk mengukur sejauh mana koherensi dan 8integrasi sebuah kebudayaan. Bahkan muncul bukti-bukti yang menunjukkan bahwa elemen-elemen budaya cenderung dapat digolongkan menjadi dua bagian besar. Pertama adalah sejumlah kecil elemen yang hampir dipunyai oleh semua anggota masyarakat sehingga diantara mereka dapat tercipta suatu consensus pengertian. (misalnya lampu merah berarti tanda berhenti), sedangkan yang kedua adalah elemen-elemenkultural yang hanya diketahui oleh sebagian anggota masyarakat yang menyandang status social tertentu. (misalnya, pelanggaran ketentuan kontrak tidak bisa diterima)x

Dibalik kerancuan definisi ini terdapat masalah-masalah penting lainnya yang juga harus dipecahkan. Keragaman definisi kebudayaan itu sendiri dapat dipahami sebagai giatnya upaya mengungkap hubungan kausalitas antara berbagai elemen warisan social. Sebagai contoh , dibalik pembatasan definisi kebudayaan pada aspek-aspek presentasional dari warisan social itu terletak hipotesis yang menyatakan bahwa norma-norma, reaksi emosional, motivasi dan sebagainya sangat ditentukan oleh kesepakatan awal tentang keberadaan, hakekat dan label atas sesuatu hal. Misalnya saja norma kebersamaan dan perasaan terikat dalam kekerabatan hanya akan tercipta jika ada system kategori yang membedakan kerabat dan non kerabat. Demikian pula definisi cultural kerabat sebagai ‘orang-orang yang memiliki hubungan darah’ mengisyaraktkan adanya kesamaan identitas yang memudahkan pembedaannya. Jika representasi cultural memang memiliki hubugan kausalitas dengan norma-norma, sentiment dan motif, maka pendefinisian kebudayaan sebagai representasi telah memusatkan perhatioan pada apa yang paling penting. Hanya saja keuntungan dari focus yang tajam itu dipunahkan oleh ketergantungan definisi itu terhadap asumsi-asumsi yang melandasinya, yang acapkali kelewat sederhana.xi

Komponen utama kebudayaan : o Individu

o Masyarakat o alam

Dari catatan Supartono, 1992, terdapat 170 definisi kebudayaan. Catatan terakhir Rafael Raga Manan ada 300 buah, beberapa diantaranya :

 Ki Hajar Dewantara

Kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup dan penghidupannya guna

(24)

mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.

 Robert H Lowie

Kebudayaan adalah segala sesuatu yang diperoleh individu dari masyarakat, mencakup kepercayaan, adat istiadat, norma-norma artistic, kebiasaan makan, keahlian yang diperoleh bukan dari kreatifitasnya sendiri melainkan merupakan warisan masa lampau yang didapat melalui pendidikan formal atau informal

 Keesing

Kebudayaan adalah totalitas pengetahuan manusia, pengalaman yang terakumulasi dan yang ditransmisikan secara sosial

 Koentjaraningrat

Kebudayaan berarti keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar beserta keseluruhan dari hasil budi pekertinya

 Rafael Raga Manan

Kebudayaan adalah cara khas manusia beradaptasi dengan lingkungannya, yakni cara manusia membangun alam guna memenuhi keinginan-keinginan serta tujuan hidupnya, yang dilihat sebagai proses humanisasi.

 Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardixii

Kebudayaan merupakan hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah. Fungsi kebudayaan

Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat. Bermacam kekuatan yang harus dihadapi masyarakat dan anggota-anggotanya seperti kekuatan alam, maupun yang bersumber dari persaingan manusia itu sendiri untuk mempertahankan kehidupannya. Manusia dan masyarakat memerlukan pula kepuasan baik dibidang materiil maupun spiritual. Kebutuhan-kebutuhan tersebut diatas, untuk sebagian besar dipenuhi oelh kebudayaan yang bersumber dari masyarakat itu sendiri. Hasil karya masyarakat menghasikan teknologi atau kebudayaan kebendaan yang mempunyai kegunaan utama melindungi masyarakat terhadap lingkungan. Pada masyarakat yang taraf kebudayaannya lebih tinggi, teknologi memungkinkan untuk pemanfaatan hasil alam bahkan munghkin untuk menguasai alam. Di sisi lain karsa masyarakat mewujudkan norma dan nilai-nilai social yang sangat perlu untuk mengadakan tata tertib dalam pergaulan masyarakatnya.

Kebudayaan berguna bagi manusia untuk melindungi diriterhadap alam, mengatur hubungan antar manusia, dan

(25)

sebagai wadah dari segenab perasaan manusia. Kebudayaan akan mendasari, mendukung, dan mengisi masyarakat dengan nilai-nilai hidup untuk dapat bertahan, menggerakkan serta membawa masyarakat kepada taraf hidup tertentu yaitu hidup yang lebih baik, manusiawi, dan berperikemanusiaan

2. Jenis dan Ragam Kebudayaan di Masyarakat

Mohammad Yusuf Melatoa dalam Ensiklopedia Suku Bangsa Di Indonesia menyatakan Indonesia terdiri dari 500 etnis suku bangsa yang tinggal di lebih dari 17.000 pulau besar dan kecil. Mereka masing-masing memiliki kebudayaan yang berbeda dengan yang lainnya. Perbedaan itu dalam kita lihat dengan menelaah unsur-unsur kebudayaan seperti dibawah ini.

Unsur-Unsur kebudayaan menurut C Kluckhohn dalam bukunya Universal Categories of Culture meliputi Cultural universals yaituxiii

 Peralatan dan perlengkapan hidup ( pakaian, perumahan, alat-alat produksi, transportasi)

 Mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi (pertanian, peternakan, sistem produksi, distribusi )

 Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, perkawinan)

 Bahasa (lisan maupun tertulis)

 Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak dll)  Sistem pengetahuan

 Religi (system kepercayaan)

Cultural universals tersebut dapat dijabarkan lagi kedalam unsure-unsur yang lebih kecil. Ralph Linton menyebutnya kegiatan-kegiatan kebudayaan atau cultural activity.xiv Sebagai

contoh cultural universals pencaharian hidup dan ekonomi antara lain mencakup kegiatan-kegiatan seperti pertanian, peternakan, system produksi, dll. Kesenian misalnya meliputi kegiatan seni tari, seni rupa dll. Selanjutnya Ralph Linton merinci kegiatan-kegiatan kebudayaan tersebut menjadi unsure-unsur yang lebih kecil lagi yang disebutnya trait-complex. Misalnya kegiatan pertanian menetap meliputi unsure-unsur irigasi, sistem pengolahan tanah dengan bajak, system hak milik atas tanah, dan sebagainya. Selanjutnya trait complex mengolah tanah dengan bajak akan dapat dipecah ke dalam unsure yang lebih kecil umpamanya hewan-hewan yang menarik bajak, teknik pengendalian bajak, dan sebagainya. Akhirnya sebagai unsure kebudayaan yang terkecil membentuk trait adalah items. Bila diambil contoh alat bajak terdiri dari gabungan alat-alat yang lebih kecil yang dapat dilepaskan, tetapi pada hakekatnya merupakan satu kesatuan. Apabila salah satu bagian bajak

(26)

tersebut dihilangkan, maka tak dapat menjalankan fungsinya sebagai bajak.

Ciri Kebudayaan :

• Bersifat menyeluruh

• Berkembang dalam ruang / bidang geografis tertentu • Berpusat pada perwujudan nilai-nilai tertentu

Wujud kebudayaan

• Ide : tingkah laku dalam tata hidup • Produk : sebagai ekspresi pribadi • Sarana hidup

• Nilai dalam bentuk lahir Sifat kebudayaan

• Beraneka ragam

• Diteruskan dan diajarkan • Dapat dijabarkan :

– Biologi – Psikologi

– Sosiologi : manusia sebagai pembentuk kebudayaan • Berstruktur terbagi atas item-item

• Mempunyai nilai • Statis dan dinamis

• Terbagi pada bidang dan aspek

3. Manusia sebagai pencipta dan pengguna kebudayaan Manusia sebagai pencipta kebudayaan

Manusia memiliki kemampuan daya sebagai berikut :  Akal, intelegensia dan intuisi

Dengan kadar intelegensia yang dimiliki manusia mampu belajar sehingga menjadi cerdas, memiliki pengetahuan dan mampu menciptakan teknologi. Intuisi menurut Supartono sering setengah disadari, tanpa diikuti proses berfikir cermat, namun bisa menuntun pada suatu keyakinan.

 Perasaan dan emosi

Perasaan adalah kemampuan psikis yang dimiliki seseorang, baik yang berasal dari rangsangan di dalam atau diluar dirinya. Emosi adalah rasa hati, sering berbentuk perasaan yang kuat, yang dapat menguasai seseorang, tetapi tidak berlangsung lama

 Kemauan

Kemauan adalah keinginan, kehendak untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Kemauan dalam arti positif adalah dorongan kehendak yang terarah pada tujuan hidup yang dikendalikan oleh akal budi.

(27)

 Fantasi

Fantasi adalah paduan unsur pemikiran dan perasaan yang ada pada manusia untuk menciptakan kreasi baru yang dapat dinikmati.

 Perilaku

Perilaku adalah tabiat atau kelakuan, merupakan jati diri seseorang yang berasal dari lahir sebagai factor keturunan yang kemudian diwarnai oleh factor lingkungannya.

Ada hubungan dialektika antara manusia dan kebudayaan. Kebudayaan adalah produk manusia, namun manusia sendiri adalah produk kebudayaan. Peter L Berger menyebutnya sebagai dialektika fundamental yang terdiri dari tiga tahap yaitu :

- Tahap eksternalisasi, yaitu proses pencurahan diri manusia secara terus menerus kedalam dunia melalui aktifitas fisik dan mental

- Tahap obyektifitas, yaitu tahap aktifitas manusia menghasilkan realita obyektif, yang berada diluar diri manusia

- Tahap internalisasi, yaitu tahap dimana realitas obyektif hasil ciptaan manusia dicerap oleh manusia kembali. Manusia sebagai makhluk budaya adalah pencipta kebudayaan. Kebudayaan adalah ekspresi eksistensi manusia didunia.

Memanusiakan manusia melalui pemahaman terhadap konsep budaya dasar

1. Keadilan

Keadilan adalah salah satu moral dasar bagi kehidupan manusia. Keadilan mengacui pada suatu tindakan baik yang mesti dilakukan oleh setiap manusia.

2. Penderitaan

Penderitaan adalah teman paling setia kemanusiaan. Ini melengkapi cirri paradoksal yang menandai eksistensi manusia didunia.

3. Cintakasih

Cintakasih adalah perasaan suka kepada seseorang yang disertai belas kasihan. Cinta merupakan sikap dasar ideal yang memungkinkan dimensi sosial manusi menemukan bentuknya yang khas manusiawi

4. Tanggungjawab

Tanggungjawab adalah kwajiban melakukan tugas tertentu yang dasarnya adalah hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk yang mau menjadi baik dan memperoleh kebahagiaan.

(28)

Pengabdian diartikan sebagai perihal memperhamba diri kepada tugas-tugas yang dianggap mulia

6. Pandangan hidup

Pandangan hidup berkenaan dengan eksistensi manusia didunia dalam hubungannya dengan Tuhan, dengan sesame dan dengan alam tempat kita berdiam.

7. Keindahan

Eksistensi manusia didunia diliputi dan digairahkan oleh keindahan. Manusia tidak hanya penerima pasif tetapi juga pencipta keindahan bagi kehidupan.

8. Kegelisahan

Kegelisahan merupakan gambaran keadaan seseorang yang tidak tenteram hati maupun perbuatannya, merasa khawatir tidak tenang dalam tingkah laku, dan merupakan salah satu ekspresi kecemasan.xv

4. Proses dan Perubahan Kebudayaan :

Proses pembudayaan adalah tindakan yang menimbulkan dan menjadikan sesuatu lebih bermakna untuk kemanusiaan. Proses tersebut diantaranya :

a. Internalisasi

Merupakan proses pencerapan realitas obyektif dalam kehidupan manusia.

b. Sosialisasi

Proses interaksi terus menerus yang memungkinkan manusia memperoleh identitas diri serta ketrampilan-ketrampiulan sosial. Dalam keseharian sosialisasi bisa dikatakan sebagai proses menjelaskan sesuatu kepada anggota masyarakat agar mengetahui adanya suatu konsep, kebijakan, suatu peraturan yang menyangkut hak dan kwajiban mereka.

c. Enkulturasi

Enkulturasi adalah pencemplungan seseorang kedalam suatu lingkungan kebudayaan, dimana desain khusus untuk kehidupan kelihatan sebagai sesuatu yang alamiah belaka.

d. Difusi

Meleburnya suatu kebudayaan dengan kebudayaan lain sehingga menjadi satu kebudayaan.

e. Akulturasi

Akulturasi adalah percampuran dua atau lebih kebudayaan yang dalam percampuran itu masing-masing unsurnya masih kelihatan.

Gambar

Gambar Kondisi Lingkungan dan Hereditas terhadap Perkembangan  Individu
Gambar : Extended family dan Nuclear Family
Gambar Keluarga Orientasi dan Prokreasi

Referensi

Dokumen terkait

Mahasiswa yang menempuh kuliah di Universitas Kristen Petra Surabaya berasal dari berbagai macam daerah, dari kota Surabaya, dari luar kota Surabaya, bahkan luar pulau

Pada tahun 1922 pes masuk Indonesia dan pada tahun , 1934, dan 1935 terjadi epidemi di beberapa tempat, tama di pulau Jawa. Kemudian mulai tahun 1935 dilakukan

Berdasarkan data BPKH Wilayah XI, Jawa-Madura (2012), dari 98 juta hektare kawasan hutan negara di Indonesia, hanya sekitar 3,38 persen yang tercatat berada di pulau ini.. Luas hutan

Mahasiswa yang menempuh kuliah di Universitas Kristen Petra Surabaya berasal dari berbagai macam daerah, dari kota Surabaya, dari luar kota Surabaya, bahkan luar pulau Jawa. Bagi