• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN MODEL KOOPERATIF TIPE INSIDE-OUTSIDE CIRCLE (IOC) UNTUK MENINGKATKAN KERJA SAMA SISWA DI KELAS III SD N KEPEK PENGASIH KULON PROGO TAHUN AJARAN 2016/2017.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGGUNAAN MODEL KOOPERATIF TIPE INSIDE-OUTSIDE CIRCLE (IOC) UNTUK MENINGKATKAN KERJA SAMA SISWA DI KELAS III SD N KEPEK PENGASIH KULON PROGO TAHUN AJARAN 2016/2017."

Copied!
286
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN MODEL KOOPERATIF TIPE INSIDE-OUTSIDE CIRCLE

(IOC) UNTUK MENINGKATKAN KERJA SAMA SISWA DI KELAS III SD N KEPEK PENGASIH KULON PROGO

TAHUN AJARAN 2016/2017

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Dyah Ayu Intan Ratnasari NIM 12108244139

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)

ii

PERSETUJUAN

Skripsi yang berjudul

“PENGGUNAAN

MODEL KOOPERATIF

TIPE

INSIDE-OUTSIDE

CIRCLE

(IOC)

UNTUK MENINGKATKAN KERJA SAMA

SISWA DI

KELAS

III

SD

N

KEPEK

PENGASIH KULON

PROGO TAHUN AJARAN

2016/2017”

yang

disusun

oleh

Dyah

Ayu

Intan

Ratnasari,

NIM

12108244139 ini

telah

diketahui

dan

disetujui

untuk

diujikan.

st

2017

(3)

iii

SURAT

PERNYATAAN

Dengan

ini

saya

menyatakan

bahwa skripsi ini benar-benar karya

saya

sendiri.

Sepanjang pengetahuan

saya,

tidak terdapat karya

atau

pendapat

yang

ditulis

atau

diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan

atau

kutipan

dengan mengikuti

tata

penulisan

karya ilmiah

yang

lazim.

Tanda

tangan

dosen penguji

yang tertera

dalam halaman pengesahan adalah asli. Jika

tidak asli saya siap menerima sanksi ditunda yudisium periode berikutnya.

Yogyakarta,

20 April 2017

Yang menyatakan,

-

\

Dyah

Ayu Intan

Ratnasari

(4)

iv

PENGESAHAN

Skripsi yang berjudu!“PENGGUNAAN

MODEL KOOPERATIF

TIPE

INSIDE-OUTSIDE CIRCLE

(IOC)

UNTUK

MENINGKATKAN

KERJA

SAMA

SISWA

DI

KELAS UI SD N KEPEK

PENGASIH

KULON

PROGO TAHUN AJARAN

2016/2017”yang disusun oleh Dyah Ayu

Intan

Ratnasari,

NIM

12108244139 ini

telah dipertahankan di depan

Dewan

Penguji pada tanggal 6 April 2017 dan dinyatakan

lulus.

'AN

I

*

Tangan

Jabatan

Nama

Tanggal

„!V

I’/j”

L

Ketua

Penguji

'Ms,

SekretarisPenguji

Penguji

Utama

ApriliaTina

Lid;

liv

Agung

Hastorao,M.

Suyantiningsih,

M.Ed.

X

2

I

APR

2017

Yogyakarta,

Fakultas IlmuPendidikan

iiaiÿersitasNegeriYogyakarta

1

'fMMl

!

!

II

m

Hi

fo,

M.Pd.
(5)

v MOTTO

Kebersamaan adalah permulaan. Menjaga bersama adalah kemajuan. Bekerja

bersama adalah keberhasilan.

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Seiring rasa syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan rahmat-Nya, karya ini penulis persembahkan kepada:

1. Bapak dan Ibuku tercinta. 2. Almamaterku.

(7)

vii

PENGGUNAAN MODEL KOOPERATIF TIPE INSIDE-OUTSIDE CIRCLE

(IOC) UNTUK MENINGKATKAN KERJA SAMA SISWA DI KELAS III SD N KEPEK PENGASIH KULON PROGO

TAHUN AJARAN 2016/2017 Oleh

Dyah Ayu Intan Ratnasari NIM 12108244139

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kerja sama melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Inside-Outside Circle (IOC) pada siswa kelas III SD N Kepek Pengasih, Kulon Progo Tahun Ajaran 2016/2017.

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) model Kemmis dan Mc. Taggart. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas III SD N Kepek, Pengasih, Kulon Progo Tahun Ajaran 2016/2017 yang berjumlah 25 siswa. Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus. Data penelitian diperoleh dari data observasi dan skala kerja sama. Analisis data yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerja sama siswa meningkat melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Inside-Outside Circle (IOC). Pada pra tindakan, sebanyak 28% siswa kerja samanya berada pada kategori baik. Nilai rata-rata kelas adalah 6,5 (berkategori cukup). Pada siklus I, sebanyak 52% siswa kerja samanya berada pada kategori baik. Nilai rata-rata kelas adalah 7,1 (berkategori baik). Pada siklus II, sebanyak 84% siswa kerja samanya berada pada kategori baik. Nilai rata-rata kelas adalah 7,9 (berkategori baik). Hasil tersebut menunjukkan bahwa di siklus II kerja sama siswa telah mencapai kriteria keberhasilan dalam penelitian ini yaitu 75 % siswa kelas III mencapai kerja sama pada kategori baik.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaykum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Penggunaan Model Kooperatif Tipe Inside-Outside Circle (IOC) untuk

Meningkatkan Kerja Sama Siswa di Kelas III SD N Kepek Pengasih Kulon Progo

Tahun Ajaran 2016/2017”. Shalawat dan salam kepada Rasulullah, Nabi Muhammad

SAW. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini mendapatkan banyak bantuan, bimbingan, nasihat dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menuntut ilmu di Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan izin penelitian dan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penyusunan skripsi.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan izin penulis untuk menyusun skripsi ini.

(9)

ix

5.

Bapak

Sumardiyana,

S.

Pd,

selaku

kepala Sekolah Dasar

Negeri

Kepek

Pengasih yang telahmemberikanbantuan selamaprosespenelitian.

6. Ibu Parsiyati,

A.

Ma.

Pd,

selaku

guru

kelas

III SD

Negeri Kepek Pengasih

yangtelah bersedia menjadi mitradan memberikanbantuan dalam penelitian

ini.

7. Siswa kelas

III

SD

Negeri Kepek Pengasih yang telah banyak

membantu

selama proses penyusunan skripsi.

8.

Orang

tua penulis,Bapak Latif,

S.Pd

dan

Ibu

Waliyati yang selalu menjadi

motivatordalam menyelesaikan pendidikan penulis.

9.

Semua

pihak yangmemberikanbantuan,doa,

dan

motivasi.

Penulisberharap semoga keikhlasandan

ketulusan

dalam

mendukung

penyusunankarya ini

mendapat balasan

yang

baik

dari

Allah

SWT.

Selain

itu, penulismenyadariada kekurangan dalam penulisan karyaini.

Saran

dankritik

yang membangun sangat penulis harapkan guna perbaikan dalam penelitian

selanjutnya.

Semoga

karya ini bermanfaat.

Wassalamu’alaykum

Wr.

Wb.

Yogyakarta,20 April 2017 Penulis

Cklg*\

DyahAyu

Intan

Ratnasari
(10)

x DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

SURAT PERNYATAAN... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 10

C. Batasan Masalah ... 12

D. Rumusan Masalah ... 12

E. Tujuan Penelitian ... 12

F. Manfaat Penelitian ... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian tentang Kerja Sama ... 14

1. Pengertian Kerja Sama ... 14

2. Syarat Kerja Sama ... 19

3. Penggolongan Kerja Sama ... 26

4. Bentuk Kerja Sama ... 28

5. Tahap-tahap Kerja Sama... 31

(11)

xi

7. Elemen Dasar Kerja Sama ... 40

8. Meningkatkan Kerja Sama Siswa ... 41

B. Kajian tentang Model Pembelajaran Kooperatif tipe Inside-Outside Circle (IOC) ... 42

1. Model Pembelajaran Kooperatif ... 42

2. Syarat dan Unsur Model Pembelajaran Kooperatif ... 45

3. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif ... 47

4. Konsep Utama Model Pembelajaran Kooperatif ... 47

5. Tujuan dan Manfaat Model Pembelajaran Kooperatif ... 49

6. Pengertian dan Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Inside-Outside Circle (IOC) ... 51

7. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif tipe Inside-Outside Circle (IOC) ... 54

8. Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Inside-Outside Circle (IOC) ... 61

C. Kerangka Pikir ... 62

D. Hipotesis ... 67

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 68

B. Subjek dan Objek Penelitian ... 71

C. Setting Penelitian ... 71

D. Rencana Tindakan ... 72

E. Definisi Operasional Variabel ... 74

F. Teknik Pengumpulan Data ... 76

G. Instrumen Penelitian... 80

H. Teknik Analisis Data ... 88

I. Indikator Keberhasilan ... 91

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian... 92

(12)

xii

2. Kondisi Non Fisik Sekolah ... 93

B. Hasil Penelitian ... 94

1. Pra Tindakan ... 94

2. Siklus I ... 101

a. Perencanaan... 102

b. Pelaksanaan Tindakan dan Pengamatan... 108

c. Refleksi ... 137

3. Siklus II ... 143

a. Perencanaan... 143

b. Pelaksanaan Tindakan dan Pengamatan... 152

c. Refleksi ... 181

C. Pembahasan ... 185

D. Keterbatasan Penelitian ... 191

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 192

B. Saran ... 194

DAFTAR PUSTAKA ... 196

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Rencana Pelaksanaan PTK... 73

Tabel 2. Validitas Butir-butir Skala Kerja Sama Siswa. ... 83

Tabel 3. Kisi-kisi Skala Kerja Sama Siswa ... 84

Tabel 4. Aturan Skoring Skala Kerja Sama Siswa ... 85

Tabel 5. Kisi-kisi Observasi Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Inside-Outside Circle (IOC) oleh Guru. ... 86

Tabel 6. Kisi-kisi Observasi Kerja Sama Siswa melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe Inside-Outside Circle (IOC). ... 87

Tabel 7. Pedoman Penilaian dalam Standar 10 ... 89

Tabel 8. Rekapitulasi Nilai Skala Kerja Sama Siswa Kelas III SD N Kepek pada Pra Tindakan ... 96

Tabel 9. Nilai Setiap Sub Indikator Kerja Sama Siswa Kelas III SD N Kepek pada Pra Tindakan ... 99

Tabel 10. Rekapitulasi Nilai Observasi kerja Sama Siswa kelas III SD N Kepek pada Siklus I ... 133

Tabel 11. Hasil Observasi Kerja Sama Siswa kelas III SD N Kepek pada Siklus I per Sub Indikatornya ... 134

Tabel 12. Rekapitulasi Nilai Skala Kerja Sama Siswa SD N Kepek pada Siklus I .. 136

Tabel 13. Refleksi Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Inside-Outside Circle (IOC) pada Siklus I ... 138

Tabel 14. Rekapitulasi Nilai Observasi kerja Sama Siswa kelas III SD N Kepek pada Siklus II ... 177

Tabel 15. Hasil Observasi Kerja Sama Siswa pada Siklus II per Sub Indikatornya ... 178

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

hal Gambar 1. Visualisasi Tahap Pertama Model Pembelajaran Kooperatif

Tipe Inside-Outside Circle (IOC) ... 57 Gambar 2. Visualisasi Tahap Pertama Model Pembelajaran Kooperatif

Tipe Inside-Outside Circle (IOC) ... 58 Gambar 3. Visualisasi Tahap Pertama Model Pembelajaran Kooperatif

Tipe Inside-Outside Circle (IOC) ... 59 Gambar 4. Visualisasi Tahap Pertama Model Pembelajaran Kooperatif

Tipe Inside-Outside Circle (IOC) ... 66 Gambar 5. Skema Kerangka Berpikir ... 69 Gambar 6. Model Spiral Kemmis & Taggart ... 75 Gambar 7. Diagram Batang Kerja Sama Siswa Kelas III

pada Pra Tindakan ... 97 Gambar 8. Diagram Batang Kerja Sama Siswa Kelas III SD N Kepek

pada Siklus I ... 136 Gambar 9. Diagram Batang Kerja Sama Siswa Kelas III SD N Kepek

pada Siklus II... 180 Gambar 10. Skema Kerja Sama Siswa kelas III SD N Kepek

pada pra tindakan, siklus I dan siklus II ... 181

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

hal Lampiran 1. Skala Kerja Sama Siswa ... 198 Lampiran 2. Hasil Uji Coba Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian... 200 Lampiran 3. Data Perbandingan Nilai Skala Kerja Sama Siswa

pada Pra Tindakan, Siklus I, dan Siklus II ... 203 Lampiran 4. Pedoman Observasi Kerja Sama Siswa melalui Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Inside-Outside Circle (IOC) ... 204

Lampiran 5. Rubrik Pedoman Penilaian Observasi Kerja Sama Siswa ... 206 Lampiran 6. Rekapitulasi Hasil Observasi Kerja Sama Siswa melalui

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Inside-Outside Circle

(IOC) pada Siklus I Pertemuan I ... 211

Lampiran 7. Rekapitulasi Hasil Observasi Kerja Sama Siswa

melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Inside-Outside Circle

(IOC) pada Siklus I Pertemuan II ... 213

Lampiran 8. Rekapitulasi Hasil Observasi Kerja Sama Siswa melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Inside-Outside Circle

(IOC) pada Siklus II Pertemuan I ... 215

Lampiran 9. Rekapitulasi Hasil Observasi Kerja Sama Siswa melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Inside-Outside Circle

(IOC) pada Siklus II Pertemuan II ... 217

Lampiran 10. Pedoman Observasi Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Inside-Outside Circle (IOC) Oleh Guru ... 219 Lampiran 11. Hasil Observasi Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif

Tipe Inside-Outside Circle (IOC) oleh Guru Siklus I Pertemuan I ... 220 Lampiran 12. Hasil Observasi Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif

Tipe Inside-Outside Circle (IOC) oleh Guru Siklus I Pertemuan II .. 222 Lampiran 13. Hasil Observasi Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif

Tipe Inside-Outside Circle (IOC) oleh Guru Siklus II Pertemuan I .. 224 Lampiran 14. Hasil Observasi Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif

(16)

xvi

Lampiran 17. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II Pertemuan I ... 240

Lampiran 18. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II Pertemuan II ... 247

Lampiran 19. Bintang Prestasi Siswa (Reward) ... 256

Lampiran 20. Hasil Observasi Penelitian ... 257

Lampiran 21. Surat Izin untuk Uji Instrumen ... 262

Lampiran 22. Surat Izin Penelitian dari FIP UNY ... 263

Lampiran 23. Surat Izin Penelitian Kesbangpol DIY ... 264

Lampiran 24. Surat Izin Penelitian dari Dinas Terpadu Kulon Progo ... 265

(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak-anak pada masa usia sekolah dasar mempunyai sifat-sifat khas yang membedakannya dengan usia remaja dan dewasa. Masa usia sekolah dasar terbagi menjadi dua yaitu masa kelas rendah sekolah dasar (usia 6 atau 7 tahun sampai usia 9 atau 10 tahun) dan masa kelas tinggi sekolah dasar (usia 9 atau 10 sampai usia 12 atau 13 tahun). Pada masa-masa ini, anak mempunyai tugas-tugas perkembangan yang harus dicapai dengan baik. Salah satu tugas perkembangan yang dimiliki anak usia sekolah dasar adalah perkembangan sosial yang merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosialnya.

(18)

2

Soerjono (2010:60) menjelaskan bahwa kontak sosial yang bersifat positif akan menghasilkan kerja sama, sedangkan yang bersifat negatif mengarah pada suatu pertentangan atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan suatu interaksi sosial. Terdapat tiga bentuk dari interaksi sosial yang dilakukan oleh manusia yaitu kerja sama (cooperation), persaingan (competition), dan pertikaian (conflict). Anita (2005: 28) menegaskan bahwa kerja sama adalah kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup, tanpa bekerja sama, tidak akan ada individu, keluarga, organisasi, atau sekolah. Karenanya melalui kerja sama anak mendapatkan apa yang mereka butuhkan yaitu untuk hidup bersama dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Hidup bersama orang lain memenuhi kebutuhan anak untuk dicintai, ingin diakui, dan dihargai. Anak berkeinginan pula untuk dihitung dan mendapatkan tempat dalam kelompoknya.

(19)

3

sebaya. Papalia, dkk (2014: 366) menambahkan, anak-anak mendapatkan keuntungan dari melakukan aktivitas bersama kelompoknya.

Pada saat ini, siswa berada pada era cyber, era dimana teknologi banyak diandalkan salah satunya gadget. Gadget digunakan sebagai media untuk bersosialisasi, berkomunikasi, dan bermain. Tuhana (2011: 68-70) menjelaskan bahwa siswa yang terlalu sering menggunakan gadget cenderung berkurang dalam berkomunikasi secara verbal, cenderung bersikap egois, cenderung menginginkan hasil yang serba instan dan serba mudah tanpa memahami prosesnya, cenderung memiliki sifat egosentris, dapat tumbuh menjadi orang dewasa yang tidak peduli lingkungan atau individualis, serta berdampak pada kondisi fisik siswa.

Berdasarkan observasi yang telah peneliti lakukan selama Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) tanggal 10 Agustus 2015 sampai dengan 12 September 2015, siswa pada saat itu berada di kelas II, siswa laki-laki dan perempuan sedang mengikuti pembelajaran di kelas. Guru mengondisikan siswa dalam suasana belajar kelompok. Siswa perempuan lebih senang ketika dikelompokkan dengan siswa perempuan, dan siswa laki-laki lebih suka dikelompokkan dengan siswa laki-laki. Kelompok pun dibuat oleh guru secara homogen.

(20)

4

lain, terdapat siswa yang pendapatnya tidak terlalu dihiraukan anggota kelompoknya. Terdapat siswa yang terlalu dominan dalam kelompok. Siswa yang dominan adalah siswa yang ditakuti oleh teman-temannya. Siswa tersebut mudah marah sehingga kemauannya harus dituruti. Terdapat siswa yang berjalan-jalan keliling kelas untuk sekadar melihat kelompok lain. Siswa tersebut tidak terlalu memperdulikan tanggung jawab individunya untuk menyelesaikan tugas yang menjadi bagiannya sehingga pembagian tugas menjadi belum adil. Oleh sebab itu, beberapa kelompok menyelesaikan tugasnya melebih waktu yang guru sediakan.

Kemudian waktu istirahat tiba, guru meninggalkan ruang kelas. Siswa satu per satu keluar dari kelas. Sebagian besar siswa langsung menuju kantin dan penjual yang berjualan di halaman sekolah untuk membeli snack dan minuman. Siswa laki-laki dengan siswa laki-laki dan siswa perempuan dengan siswa perempuan membentuk kelompok kecil di dekat kelas untuk makan bersama dan saling bercerita. Namun demikian, terdapat siswa yang lebih senang menyendiri, baik untuk menghabiskan makanannya atau sekadar bermain sendiri menikmati waktu istirahatnya. Siswa tidak membuka diri untuk bermain dengan semua temannya di kelas tanpa melihat perbedaan-perbedaan yang ada seperti perbedaan-perbedaan jenis kelamin.

(21)

5

bertengkar, siswa yang berada di dalam kelas tetap sibuk dengan kegiatannya masing-masing dan tidak melerai atau melapor kepada guru. Sebab pertengkaran hanya masalah yang sepele. Siswa berhenti bertengkar ketika salah satu siswa yang terlibat pertengkaran ada yang menangis.

Peneliti melakukan observasi lanjutan pada tanggal 12 Agustus 2016 dan siswa sudah berada di kelas III. Setiap pagi sebelum pelajaran dimulai, guru membuat jadwal piket kelas. Siswa yang mendapat giliran piket seharusnya membersihkan kelas dan papan tulis. Hanya ada beberapa siswa yang sedang menyapu kelas. Peneliti berkomunikasi dengan siswa yang sedang menyapu kelas, dan menanyakan siapa saja siswa yang bertugas piket hari ini. Siswa menyebutkan beberapa nama dan memberikan penjelasan bahwa tidak semua siswa bersedia membersihkan kelas padahal sudah ada jadwal piket yang dibuat oleh guru. Peneliti juga berkomunikasi dengan siswa yang bertugas piket tetapi tidak mau piket. Siswa bercerita bahwa ia malas untuk melaksanakan piket dan memang selama ini ia jarang piket. Kelas pun tidak seluruhnya bersih karena siswa tidak mau membersihkan yang bukan menjadi bagiannya.

(22)

6

ceramah dan tugas. Setelah materi selesai disampaikan, masing-masing siswa mengerjakan soal yang ada di LKS nya masing-masing.

Siswa mulai sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Beberapa siswa terlihat serius mengerjakan dan tidak memperbolehkan temannya yang ingin melihat pekerjaannya. Beberapa siswa lainnya, ada yang terlihat malas dan mengerjakan hal lainnya seperti bermain kertas lipat sendiran. Ada siswa yang mengerjakan tugasnya bersama dengan temannya. Mengerjakan tugas bersama sebenarnya tidak diperbolehkan oleh guru karena tugas yang dikerjakan adalah tugas individu. Hubungan yang terjadi antara siswa yang mengerjakan tugas individu bersama-sama adalah hubungan saling ketergantungan. Hanya saja, ini merupakan ketergantungan negatif yang tidak seharusnya dilakukan oleh siswa.

Selama pembelajaran dan waktu istirahat, siswa hampir tidak pernah membicarakan tentang materi yang baru saja dipelajari. Materi pelajaran hanya menjadi bahan perbincangan ketika pembelajaran bersama guru saja. Pada saat pembelajaran, tidak banyak siswa yang mau mengajukan pertanyaan kepada guru. Namun demikian, siswa juga tidak terlalu sering berdiskusi dengan temannya untuk menjawab persoalan-persoalan terkait materi yang belum dipahami. Siswa yang pintar di kelas pun jarang sekali memberikan bantuan belajar kepada temannya.

(23)

7

diberikan kesempatan oleh guru untuk membentuk kelompok beranggotakan tiga sampai empat orang. Siswa tidak bersedia ketika ditempatkan dengan kelompok yang anggotanya berbeda jenis kelamin. Sebelumnya, siswa laki-laki duduk dengan siswa laki-laki-laki-laki dan siswa perempuan duduk dengan siswa perempuan sebagai teman sebangkunya. Ketika dibuat kelompok, siswa berkelompok dengan teman sebangkunya dan siswa di belakang atau di depannya. Dalam pembentukan kelompok ini, terdapat satu kelompok yang anggotanya adalah siswa yang kurang disukai teman-temannya di kelas. Siswa tersebut adalah siswa yang pendiam dan tidak banyak bergaul dengan teman di kelas, siswa yang terlalu dominan dan siswa yang dianggap tidak pintar di kelas.

(24)

8

tidak begitu diperhatikan oleh anggota lainnya, dan tugas yang menjadi bagiannya pun dikerjakan oleh anggota lain.

Di saat berkelompok, hampir sebagian besar siswa yang meminjam barang temannya, tidak meminta izin atau mengucapkan tolong dan terimakasih. Ada siswa yang berteriak hanya untuk memanggil temannya. Siswa juga meninggikan nada bicaranya ketika pendapatnya kurang diterima dalam kelompok. Siswa tersebut akan tetap mempertahankan pendapatnya, dan ketika tetap tidak diterima ia marah atau diam karena kesal.

Selesai berkelompok, siswa kembali ke tempat duduknya masing-masing untuk melanjutkan pelajaran selanjutnya. Sebagian besar siswa berinteraksi dan menjalin hubungan baik sebatas pada teman sebangkunya. Ketika saling berkomunikasi, siswa jarang membicarakan materi pelajaran yang sedang dipelajari. Siswa tidak saling memberikan bantuan belajar seperti membantu temannya yang belum memahami materi. Namun demikian, siswa juga jarang memberikan pertanyaan kepada guru meskipun ia belum terlalu memahami materi yang sedang dipelajarinya. Hal ini menunjukkan bahwa belum terjalin hubungan yang kooperatif antara siswa dengan siswa lainnya dan antara siswa dengan guru.

(25)

9

Isjoni (2010: 60) menegaskan, guru perlu merancang struktur dan tugas-tugas kelompok yang memungkinkan setiap siswa untuk belajar, mengevaluasi dirinya, dan teman kelompoknya dalam penguasaan dan kemampuan memahami bahan pelajaran. Salah satu model pembelajaran yang mengondisikan siswa untuk bekerja sama dalam struktur tugas yang jelas adalah model pembelajaran kooperatif.

Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran berdasarkan paham konstruktivisme. Isjoni (2000: 46-47) menjelaskan bahwa konstruktivisme adalah suatu pandangan dimana siswa membina sendiri pengetahuan atau konsep secara aktif berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang ada. Menurut Tukiran, dkk (2012: 55), model pembelajaran kooperatif (cooperatif learning) merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur.

(26)

10

Miftahul (2015: 243-244) menjelaskan bahwa pendekatan informatif memfokuskan siswa untuk mencari pengetahuan dan informasi dengan baik dan siswa diharapkan mampu mengakses informasi, menyelesaikan dan mengolah informasi serta berperilaku tulus.

Siswa akan membentuk lingkaran dan saling bertukar pikiran saat model pembelajaran kooperatif tipe Inside-Outside Circle (IOC) diterapkan di dalam pembelajaran. Menurut Beetlestone (2013: 49) lingkaran dapat meningkatkan rasa harga diri dan perkembangan sosial siswa. Setiap siswa akan memperoleh penerimaan diri dan saling berinteraksi tanpa memandang perbedaan agama, tingkat sosial, ekonomi, dan prestasi akademiknya. Hasibuan dan Moedjiono (2006: 24) menambahkan bahwa salah satu persyaratan terjadinya kerja sama adalah komunikasi yang efektif dan interaksi antar anggota kelompok. Model pembelajaran kooperatif tipe Inside-Outside Circle (IOC) dapat menjadi alternatif pilihan guru dalam rangka meningkatkan kerja sama bagi siswanya.

(27)

11 B. Identifikasi Masalah

Sesuai dengan latar belakang dan masalah di atas yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut.

1. Siswa kelas III SD N Kepek menolak ketika ditempatkan dengan kelompok yang anggotanya berbeda jenis kelamin sehingga kelompok dibentuk secara homogen berdasarkan jenis kelamin siswa.

2. Selama mengerjakan tugas, tanggung jawab individu siswa kelas III SD N Kepek berbeda-beda antara siswa dan membuat pembagian tugas menjadi belum adil.

3. Terdapat siswa kelas III SD N Kepek yang dominan menguasai jalannya diskusi dan terdapat siswa yang pendapatnya tidak begitu diperhatikan oleh anggota lainnya karena tidak mendapat kepercayaan dari siswa lain sehingga tugas yang menjadi bagiannya pun dikerjakan oleh anggota lain. 4. Sebagian besar siswa kelas III SD N Kepek berinteraksi dan menjalin

hubungan baik sebatas pada teman sebangkunya. Siswa lainnya menjalin interaksi dan hubungan baik dengan dengan kelompok kecilnya. Namun demikian, terdapat siswa yang tidak menjalin hubungan baik meskipun dengan teman sebangkunya. Siswa tersebut lebih senang bermain sendiri tidak bergabung dengan yang lain.

(28)

12

6. Asumsi guru tentang belajar kooperatif yang belum tepat. Tidak semua belajar kelompok adalah belajar kooperatif.

7. Guru kelas III SD N Kepek belum menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Inside-Outside Circle (IOC) untuk meningkatkan kerja sama siswa dalam pembelajaran.

C. Batasan Masalah

Permasalahan yang terkait dengan judul di atas masih luas dan perlu dibatasi sehingga persoalan yang diteliti menjadi jelas dan kesalahpahaman dapat dihindari. Batasan masalah dalam penelitian ini adalahbelum digunakannya model pembelajaran kooperatif tipe Inside-Outside Circle

(IOC) untuk meningkatkan kerja sama siswa kelas III SD N KEPEK Pengasih Kulon Progo Tahun Ajaran 2016/2017.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi, dan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Meningkatkan Kerja Sama Siswa di Kelas III SD N Kepek Pengasih Kulon Progo Tahun Ajaran 2016/2017 melalui Penggunaan Model Kooperatif Tipe

Inside-Outside Circle (IOC)?”. E. Tujuan Penelitian

(29)

13

Kulon Progo Tahun Ajaran 2016/2017 melalui penggunaan model kooperatif tipe Inside-Outside Circle (IOC).

F. Manfaat penelitian

Manfaat dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis.

1. Manfaat Teoritis

Memberi kajian informatif tentang model kooperatif tipe Inside-Outside Circle (IOC) dalam rangka meningkatkan kerja sama siswa di sekolah dasar dan selanjutnya dapat digunakan untuk penelitian lebih mendalam dengan variabel-variabel lain yang masih relevan.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa

Siswa dapat meningkatkan kerja sama sebagai keterampilan sosialnya dan meningkatkan hubungan kooperatif dengan siswa lain dan guru.

b. Bagi Guru

Guru mendapatkan variasi baru model pembelajaran untuk diterapkan dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. c. Bagi Sekolah

(30)

14 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian tentang Kerja Sama Siswa 1. Pengertian Kerja Sama

Dalam ilmu psikologi sosial, manusia dan kegiatan-kegiatannya merupakan objek dari psikologi. Manusia secara hakiki merupakan makhluk individual, makhluk sosial, dan makhluk berketuhanan. Gerungan (1991: 22) mengartikan manusia sebagai makhluk sosial yang berarti setiap manusia merupakan pribadi yang khas menurut corak kepribadiannya, termasuk kecakapan-kecakapannya sendiri. Pada konteks interaksi sosial, manusia dianggap sebagai makhluk sosial karena tidak mampu hidup tanpa mendapatkan bantuan dari orang lain atau saling memberikan bantuan kepada orang lain untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Gerungan (1991: 25) menjelaskan bahwa manusia mulai membentuk kelompok-kelompok untuk berinteraksi. Manusia mulai mengakui bahwa ia mempunyai peranan dalam kelompoknya yang berdasarkan hubungan timbal balik dengan anggota lainnya. Keberadaan kelompok membantu mengembangkan kecakapan manusia untuk dapat memberikan sumbangan kepada kelompok sosialnya.

(31)

15

kelompok kecil yang dinamakan keluarga. Selanjutnya, manusia mulai menjadi anggota dari berbagai kelompok di lingkungan rumah, sekolah, tempat kerja, dan di tengah masyarakat. Di dalam kelompok, manusia membutuhkan untuk saling berinteraksi terhadap orang lain dalam kelompoknya.

(32)

16

tiga bentuk dari interaksi sosial yang dilakukan oleh manusia yaitu kerja sama (cooperation), persaingan (competition), dan pertikaian (conflict).

Soerjono (2010: 65) menambahkan bahwa berbagai ahli sosiolog menganggap kerja sama merupakan interaksi sosial yang pokok, sedangkan beberapa sosiolog lainnya menganggap kerja sama merupakan proses utama dalam interaksi sosial. Pendapat lain disampaikan oleh Anita (2004: 28) yang menganggap kerja sama sebagai kebutuhan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup, tanpa bekerja sama tidak akan ada individu, keluarga, organisasi, atau sekolah. Kerja sama memungkinkan individu untuk berinteraksi dengan individu lainnya. Setiap individu sebenarnya dekat dengan kerja sama, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan di tempat kerja atau sekolah. Hal senada disampaikan oleh Samples (2002: 211) yang mendefinisikan kerja sama sebagai kondisi yang alamiah dan merupakan ungkapan mendasar cara kerja sistem otak-pikiran.

(33)

17

sejumlah peraturan dan prosedur. Diperjelas oleh Syarbaini dan Rusdiyanta (2009: 28) bahwa kerja sama timbul karena orientasi orang terhadap kelompoknya, maka harus ada kondisi pembagian kerja yang serasi dan imbalan yang jelas. Kerja sama akan bertambah kuat apabila ada ancaman dari luar atau sesuatu yang menyinggung nilai kesetiaan, adat istiadat dari kelompok tersebut.

Soerjono (2010: 65-66) menambahkan definisi kerja sama sebagai suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Kerja sama timbul dikarenakan orientasi orang perseorangan terhadap kelompoknya (in group) dan kelompok lainnya (out group). Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa kerja sama melibatkan lebih dari satu orangyang memiliki tujuan bersama. Tidak boleh terdapat tujuan yang berbeda di dalamnya yang akan membuat kerja sama tersebut tidak berjalan semestinya.

(34)

18

diuntungkan. Apabila ada salah satu pihak yang dirugikan, maka kerja sama tidak lagi terpenuhi. Dalam upaya mencapai keuntungan atau manfaat bersama dari kerja sama, perlu adanya komunikasi yang baik antara semua pihak dan pemhaman yang sama terhadap tujuan bersama. Soerjono (2010: 61) mempertegas pentingnya komunikasi yang dilakukan oleh orang perseorangan atau antara kelompok-kelompok manusia dapat menjadi salah satu syarat terjadinya kerja sama.

Kerja sama memiliki tantangan tersendiri bagipelakunya karena setiap individu memiliki sifat dan sikap berbeda-beda sehingga dibutuhkan pemahaman antara satu dengan yang lainnya. Dijelaskan oleh Yudha (2005: 41), kerja sama akan terbentuk apabila semua orang memiliki tujuan yang sama tentang hal yang ingin dicapai. Dalam menetapkan tujuan yang sama untuk semua orang bukanlah hal yang mudah. Hampir setiap orang yang terikat dalam suatu kelompok mempunyai kepentingan sendiri yang ingin dicapai oleh keberhasilan kelompok. Oleh sebab itu, tujuan harus dapat mengakomodasikepentingan individual yang tergabung dalam suatu kelompok. Perlu adanya penerimaan bagi setiap anggota kelompok untuk menjalankan tujuan bersama yang telah disepakati dan ditetapkan.

(35)

19

mencapai satu atau beberapa tujuan dengan komitmen yang kuat agar tujuan dapat tercapai dan memberikan manfaat kepada para anggota yang saling bekerja sama. Di dalam kerja sama terdapat hubungan yang saling menguntungkan antara anggotanya, adanya tanggung jawab individu dan adanya kesadaran untuk mewujudkan tujuan yang telah disepakati.

2. Syarat Kerja Sama

Kerja sama menuntut persyaratan tertentu yang harus dipenuhi oleh setiap anggota dalam rangka mencapai tujuan kelompok yang telah disepakati dan ditetapkan. Syarat-syarat kerja sama menurut Yudha (2005: 40-42) adalah sebagai berikut.

a. Kepentingan yang sama

Kerja sama akan terbentuk apabila ada kepentingan yang sama yang ingin dicapai oleh semua anggota. Kepentingan yang sama tidak hanya menyangkut aspek materi, tetapi juga aspek non materi seperti aspek moral, rohani, dan batiniah. Hal itu bermakna bahwa setiap orang dapat terlibat untuk bekerja sama melalui kepentingan yang sama.

b. Keadilan

(36)

20

menunjukkan kontribusinya dalam pelaksanaan kegiatan kerja sama. Oleh sebab itu, perlu adanya pendistribusian tugas yang jelas di antara anggota dalam suatu kelompok. Distribusi tugas disesuaikan dengan kemampuan setiap anggota kelompok dengan tetap memperhatikan asas keadilan dalam pembagian tugasnya.

c. Saling pengertian

Kerja sama harus dilandasi oleh keinginan untuk mengerti dan memahami kepentingan dari orang-orang yang terlibat dalam kegiatan bersama itu. Pengertian ini akan merangsang timbulnya kerja sama atas dasar saling pengertian (mutual understanding). Rasa saling pengertian dapat dimunculkan melalui adanya keinginan untuk mengetahui tentang kondisi materil maupun non materil yang dimiliki oleh semua anggota kelompok. Setiap anggota kelompok perlu memahami bahwa perbedaan-perbedaan yang ada merupakan kondisi yang dimiliki oleh kelompok tersebut.

d. Tujuan yang sama

(37)

21

kelompok harus dapat mengakomodasi kepentingan setiap anggota yang tergabung dalam kelompok yang sama.

e. Saling membantu

Kerja sama merupakan dasar keberhasilan dalam mencapai suatu tujuan. Hal ini akan lebih mudah terjadi, jika setiap orang dalam kelompok bersedia untuk saling membantu teman sesama kelompok jika diperlukan. Saling membantu akan memberikan keringanan di antara teman sesama kelompok. Saling membantu juga memererat kasih sayang di antara teman sesama kelompok, dan mampu menciptakan rasa saling hormat menghormati dalam kelompok. f. Saling melayani

Kesediaan untuk saling melayani merupakan unsur yang mempercepat tejadinya suatu kerja sama. Jika ada anggota yang ingin hanya dilayani dan tidak bersedia melayani kepentingan orang lain, maka akibatnya akan terjadi kepincangan distribusi kegiatan. Kesediaan untuk melayani yang dimiliki oleh anggota kelompok seperti membantu menyiapkan hal-hal yang dibutuhkan dalam rangka memberi kemudahan yang diberikan sehubungan dengan mempercepat terjadinya suatu kerja sama.

g. Tanggung jawab

(38)

22

bertanggung jawab, biasanya akan mempengaruhi pencapaian tujuan atau kegiatan kelompok. Tujuan atau kegiatan kelompok dapat tercapai karena adanya usaha-usaha yang dilakukan oleh setiap anggota dalam kelompok.

h. Penghargaan

Seseorang akan merasa bahagia jika mendapatkan penghargaan atas kegiatan yang dilakukannya. Penghargaan ini dapat berupa

penghargaan dalam wujud „rasa hormat‟ atau dalam bentuk yang

nyata, misalnya materi atau penghargaan tertulis. Hal yang sangat penting dalam kerja sama adalah keinginan untuk saling menghargai sesama anggota kelompok. Menghargai antar sesama anggota kelompok muncul karena adanya rasa pengertian satu sama lain. i. Kompromi

Kerja sama kelompok adalah gabungan kerja dari tiap orang yang terlibat dalam kelompok sosial. Cara kerja setiap orang tidak sama, ada yang cepat, ada yang lambat, ada yang serius, dan ada yang tidak serius. Unsur kompromi penting untuk melandasi kapan suatu kegiatan akan diselesaikan.

(39)

23

yang baik di dalam suatu kelompok demokratis tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi harus dipelajari orang. Supaya dalam kelompok yang demokratis terdapat kerja sama yang efektif, berhasil baik, terdapat beberapa prinsip yang hendaknya diperhatikan. Terdapat delapan prinsip yaitu suasana, rasa aman, kepemimpinan bergilir, perumusan tujuan, fleksibilitas, mufakat, kesadaran kelompok, dan penilaian sinambung. Lebih jelasnya, Gibb, dkk (Gerungan, 1991: 124-127) menjelaskan kedepalan prinsip tersebut sebagai berikut.

a. Suasana (atmosphere)

Suasana kerja di tempat kelompok itu berada hendaknya memberi kesan kepada semua anggota, bahwa mereka dianggap setaraf. Semua anggota dalam kelompok dianggap sama dan tidak ada yang dispesialkan atau dikucilkan. Kesetaraan dalam kelompok dapat berupa pembagian tugas yang adil, posisi duduk yang memudahkan untuk saling berinteraksi dan penghargaan bagi semua anggota kelompok.

b. Rasa aman (threat reduction)

(40)

24

c. Kepemimpinan bergilir (distributive leadership)

Dalam kepemimpinan yang bergilir itu kepercayaan akan kemampuan diri sendiri dan kemampuan anggota lain makin bertambah, karena masing-masing sudah saling mengenal dalam tugas kewajibannya yang serupa, yaitu dalam memimpin. Kepercayaan akan kemampuan diri dan anggota lainnya merupakan suatu ciri yang khas dari kelompok yang melaksanakan tugasnya dengan berhasil baik. Kesempatan untuk memimpin ini dimiliki oleh semua anggota kelompok.

d. Perumusan tujuan (goal formulation)

Organisasi yang ingin bekerja dengan produktif senantiasa sadar akan tujuannya, dan tiap-tiap anggota organisasi itu hendaknya menanyakan kepada dirinya, untuk apa ia bergabung dalam organisasi tersebut, dan apakah kegiatannya di sana yang memang sebaiknya dilakukannya. Tujuan yang jelas akan memudahkan setiap anggota untuk mencapainya bersama.

e. Fleksibilitas (flexibility)

(41)

25

Kondisi ini memudahkan setiap anggota untuk menyesuaikan diri terhadap keadaan dan kebutuhan yang dimiliki kelompoknya. f. Mufakat (consensus)

Dalam suatu kelompok demokratis yang ingin bekerja secara efektif, hendaknya diambil jalan bermufakat, yaitu sesudah diadakan pertimbangan cukup lama, semua anggota pada akhirnya memufakati salah satu jalan untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Keputusan atau hasil yang diambil dengan cara mufakat harus mengakomodasi semua pendapat dari anggota kelompok. g. Kesadaran Berkelompok (process awarness)

Anggota kelompok harus belajar mengerti dan merasakan keperluan-keperluan anggotanya apabila anggota kelompok tersebut ingin bekerja sama secara efektif. Adanya pengertian dari sesama anggota kelompok dapat dimunculkan melalui pengetahuan tentang keadaan dan kebutuhan yang dimiliki oleh anggota kelompok lainnya. Seiring berjalannya waktu, anggota kelompok akan saling mengenal dan akhirnya memahami satu sama lain.

h. Evaluasi yang sinambung (continual evaluation)

(42)

26

anggota kelompok. Evaluasi ini sebaiknya dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan.

Syarat-syarat kerja sama di atas,seharusnya dipenuhi oleh setiap orang yang akan berinteraksi bersama untuk mecapai sebuah tujuan. Kerja sama adalah sebuah aktivitas yang dilakukan oleh lebih dari satu individu, sehingga perlu adanya pengetahuan dan keterampilan yang menjadi syarat kerja sama dapat terjadi. Kerja sama adalah sebuah proses yang panjang hingga tujuan dan manfaatnya dapat dirasakan oleh setiap orang yang saling bekerja sama.

3. Penggolongan Kerja Sama

Menurut Yudha (2005: 42), jika ditinjau dari kedudukan atau status pelaku kerja sama dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu sebagai berikut.

a. Kerja sama setara

(43)

27 b. Kerja sama tak setara

Suatu bentuk kerja sama yang terjadi antar orang yang berbeda posisi, namun kedua pihak saling membutuhkan untuk kepentingan masing-masing. Sebagai contoh, kerja sama antara pemilik sekolah dengan guru pelaksana di lapangan. Pemilik sekolah adalah orang yang memiliki posisi yang lebih tinggi dan merupakan unsur pemutus, tetapi guru dan staff lainnya hanya sebagai pelaksana.

Sedangkan apabila ditinjau dari proses kerjanya maka kerja sama dapat dibedakan menjadi tiga jenis seperti yang dipaparkan Yudha (2005: 42-43) yaitu sebagai berikut.

a. Kerja sama berkawan

Kerja sama berkawan adalah kerja sama yang dilakukan oleh yang bersangkutan bersama-sama mencapai tujuan yang dikehendaki. Sehingga setiap bagian memiliki tanggung jawab individu dan saling memberikan kinerja terbaiknya agar tujuan dapat tercapai.

b. Kerja sama suplementer

(44)

28 c. Kerja sama berbeda

Kerja sama yang dilakukan melalui pembagian tugas secara teratur, kegiatannya terbagi-bagi dan tidak sama antara setiap orang. Sehingga setiap bagian memiliki bagiannya masing-masing dan bertanggung jawab dengan bagiannya sendiri.

Ada pengetahuan yang perludiketahui ketika akan mengondisikan diri ke dalam situasi kerja sama. Pengetahuan tentang siapa saja individu yang akan berpartisipasi dalam situasi kerja sama. Setelah mengetahui siapa saja yang akan berpartisipasi dalam kerja sama, maka dapat disesuaikan kerja sama seperti apa yang akan dikondisikan.

4. Bentuk Kerja Sama

Kerja sama dimulai sejak individu mulai berinteraksi dengan orang lain. Seiring dengan perkembangannya, mulai terbentuk kerja sama yang berbeda-beda seiring individu tersebut beranjak dewasa. Soerjono (2010: 67) mengemukakan tentang beberapa bentuk kerja sama yaitu sebagai berikut.

a. Kerja sama spontan (spontaneous cooperation)

(45)

29

b. Kerja sama langsung (directed cooperation)

Kerja sama langsung merupakan hasil dari perintah atasan atau penguasa. Kerja sama ini dapat terjadi di dunia kerja atau sekolah. Salah satu bentuk kerja sama langsung di dunia sekolah yaitu kerja sama yang terjadi antara kepala sekolah dengan guru dan kepala sekolah dengan karyawan.

c. Kerja sama kontrak (contractual cooperation)

Kerja sama kontrak merupakan kerja sama atas dasar tertentu. Kerja sama ini dapat terjadi di dunia bisnis atau pemerintahan yang mensyaratkan adanya kerja sama karena kontrak yang telah disepakati bersama antara pihak-pihak yang akan bekerja sama. Misalnya, kerja sama antar pemilik bisnis, kerja sama pemerintah dengan lembaga, kerja sama lembaga pendidikan dengan LSM, dan sebagainya. Konsepnya sama, antara pihak pertama dan pihak kedua terdapat kesepakatan untuk menyetujui dan mencapai tujuan bersama.

d. Kerja sama tradisional (traditional cooperation)

(46)

30

Thompson dan McEwen (Soerjono, 2010: 68) juga mengemukakan tentang berbagai bentuk kerja sama yaitu sebagai berikut.

a. Kerukunan yang mencakup gotong royong dan tolong menolong. b. Bargaining, yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran

barang-barang dan jasa-jasa antara dua organisasi atau lebih. c. Kooptasi (Cooptation), yakni suatu proses penerimaan

unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi, sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan.

d. Koalisi (Coalition), adalah kombinasi antara dua organisasi atau lebih, yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama. Koalisi dapat menghasilkan keadaan yang tidak stabil untuk sementara waktu, oleh karena dua organisasi atau lebih tersebut kemungkinan mempunyai struktur yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Akan tetapi karena maksud utamanya adalah untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama, maka sifatnya adalah kooperatif.

e. Joint Venture, yaitu kerja sama dalam pengusahaan proyek-proyek tertentu, misalnya pengeboran minyak, pertambangan batubara, perfileman, perhotelan, dan seterusnya.

(47)

31

melalui kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler yang ada di sekolah seperti pramuka, karawitan, tari, paduan suara, mading kelas, dan sebagainya.

Kerja sama di sekolah tidak hanya terjadi pada pihak-pihak yang berada dalam lingkungan sekolah, melainkan juga dengan orang tua siswa. Menurut Eipstein (Coleman, 2013: 25-27), bentuk kerja sama yang terjadi di sekolah yaitu parenting, komunikasi, volunteer, keterlibatan orang tua pada pembelajaran anak di rumah, pengambilan keputusan, dan kolaborasi dengan kelompok masyarakat.

Bentuk-bentuk kerja sama dapat berkembang apabila orang dapat digerakkan dalam rangka mencapai tujuan bersama. Perlu adanya kesadaran bahwa tujuan yang dicapai akan memberikan manfaat bagi semua orang yang terlibat mencapai tujuan tersebut. Dari beberapa bentuk kerja sama yang dijelaskan oleh beberapa ahli, guru kelas dapat memilih bentuk mana yang paling tepat untuk dikondisikan dalam suasana belajar yang dapat membuat siswa saling bekerja sama. Pemilihan bentuk ini disesuaikan dengan tujuan pembelajaran dan kondisi siswa.

5. Tahap-tahap Kerja Sama

(48)

32 a. Bekerja sendiri

Pada tahap ini seseorang memerlukan waktu dan proses untuk mengenal dirinya sendiri. Siapa dia, bagaimana potensinya, apa yang mampu dilakukan dan bagaimana kecepatan melakukan sesuatu. Pemahaman tentang diri sendiri akan membantu penentuan dengan siapa dapat bekerja sama, pada bidang apa, berapa lama, dan dalam kondisi yang bagaimana. Hal ini membuat kerja sama berjalan dengan lancar karena pemahaman tentang diri telah dikuasai.

b. Mengamati dan mengenal lingkungan

Mengenal lingkungan tempat kerja sama yang akan terjadi merupakan cara yang dapat membantu seseorang dalam menentukan sikap untuk terlibat atau tidak terlibat dengan mengacu pada pemahaman potensi diri. Sehingga tidak ada lagi kecanggungan atau ketidaktahuan selama proses kerja sama tersebut karena lingkungan terjadinya kerja sama telah dikenali.

c. Merasa tertarik dan mengadakan penyesuaian diri

(49)

33

penyelamat apabila menemui perbedaan-perbedaan yang kerap mengganggu terjadinya kerja sama.

d. Terbuka untuk memberi dan menerima

Kemampuan menyesuaikan diri adalah langkah menuju keterbukaan sikap. Orang yang terlibat dalam suatu kerja sama harus mau dan mampu untuk saling memberi dan menerima. Keakuan diri harus dikikis, atau paling tidak dikurangi sehingga proses keterbukaan dapat berlangsung. Saling memahami satu sama lainnya dapat memunculkan rasa saling membutuhkan dan memiliki.

Tahap-tahap kerja sama di atas dapat dicapai individu seiring dengan perkembangan dan kemampuannya. Dengan adanya dorongan dan lingkungan yang mendukung maka seseorang dapat mencapai setiap tahap kerja sama dengan baik.

6. Kerja Sama Siswa

(50)

34

Syamsu (2006: 69-71) menyebutkan sembilan tahap perkembangan anak pada masa sekolah (6 sampai 12 tahun) adalah belajar memperoleh keterampilan fisik untuk melakukan permainan.Anak belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk biologis. Anak belajar bergaul dengan teman-teman sebaya. Anak belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis kelaminnya. Anak belajar keterampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung. Anak belajar mengembangkan konsep sehari-hari, mengembangkan kata hati, belajar memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi, serta mengembangkan sikap yang positif terhadap kelompok sosial dan lembaga-lembaga.

Pendapat lain disampaikan oleh Sullivan (Yustinus, 2013: 391-393), anak yang berusia 6-8 atau 9 tahun berada pada masa Juvenil. Pada masa ini, muncul kebutuhan bermain sejati, yaitu kebutuhan bermain bersama supaya bisa mengalami bersama. Pada masa ini, anak harus belajar untuk bersaing, berkompromi, dan bekerja sama. Kerja sama meliputi semua proses yang diperlukan untuk bergaul dengan orang lain. Menurut Selman (Papalia, dkk, 2014: 370), tahap persahabatan anak yang berusia 6-12 tahun adalah dua arah (ada kerja sama). Hal ini meliputi memberi dan menerima, tetapi masih terpisah pada ketertarikan diri, daripada ketertarikan umum dari dua teman.

(51)

35

senang apabila berada dalam kelompok yang sama jenis kelaminnya. Dipertegas oleh Hartup (Papalia, dkk: 2014: 366) bahwa anak-anak yang bermain bersama-sama biasanya dekat secara usia dan dengan jenis kelamin yang sama. Berbeda dengan Sullivan (Yustinus, 2013: 393) yang menjelaskan bahwa pada masa Juvenil (usia 6-8 atau 9 tahun) anak-anak lelaki dan anak-anak gadis bermain bersama-sama dengan tidak memperhatikan jenis kelamin dan pihak lain. Papalia, dkk (2014: 366) menyebutkan bahwa kelompok sebaya dengan jenis kelamin yang sama dapat membantu anak mempelajari perilaku gender yang sesuai dan menyatukan peran gender tersebut dalam konsep diri mereka.

Namun demikian, pada usia ini, anak-anak memiliki ciri yang khas dan membedakannya dengan masa selanjutnya. Rita, dkk (2008: 116) mendefinisikan ciri-ciri masa kelas rendah sekolah dasar yaitu, ada hubungan yang kuat antara keadaan jasmani dan prestasi sekolah. Anak suka memuji diri sendiri. Apabila tidak dapat menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan maka tugas atau pekerjaan tersebut dianggap tidak penting. Anak suka membandingkan dirinya dengan anak lain jika hal itu menguntungkan dirinya dan anak suka meremehkan orang lain.

(52)

36

kepada perasaan bahagia serta berkontribusi kepada keberhasilan selanjutnya. Sementara kegagalan akan menuntun ke arah ketidakbahagiaan karena tidak diterima oleh masyarakat lingkungannya, dan menyebabkan individu tersebut mengalami kesulitan dalam mengembangkan tugas perkembangan selanjutnya.

Syamsu (2006: 69-71) menjelaskan bahwasiswa memiliki beberapa tugas perkembangan yang harus dipenuhi. Salah satu tugas perkembangan tersebut adalah siswa belajar bergaul dengan teman-teman sebayanya dan mengembangkan sikap yang positif terhadap kelompok sosial dan lembaga-lembaga. Hakikatnya, siswa perlu mengembangkan sikap sosial yang demokratis dan menghargai hak orang lain. Sebagai contohnya, mengembangkan sikap tolong-menolong, sikap tenggang rasa, mau bekerja sama dengan orang lain, toleransi terhadap pendapat orang lain dan menghargai hak orang lain. Hidup bersama orang lain memberikan pelajaran kepada siswa untuk memiliki kemampuan tanggung jawab individu dan kemampuan bersosial yang baik, dimana hal tersebut menjadi sebuah kebutuhan bagi siswa.

(53)

37

perbendaharaan kata. Kegiatan yang ada di sekolah sebaiknya menstimulasi anak agar menggunakan keterampilan bahasanya dengan baik. Perkembangan lainnya dijelaskan oleh Syamsu (2006: 180), yaitu perkembangan sosial anak usia sekolah dasar sudah mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri (egosentris) kepada sikap yang

kooperatif (kerja sama) atau sosiosentris (mau memperhatikan kepentingan orang lain). Anak mulai menyukai adanya perluasan hubungan, dia membentuk ikatan baru selain keluarga yaitu teman sebaya. Papalia, dkk (2014: 366) anak-anak mendapatkan keuntungan dari melakukan aktivitas bersama kelompoknya. Mereka belajar kepemimpinan dan keterampilan berkomunikasi, kerja sama, beragam peranan dan aturan.

Syamsu (2006: 180) menambahkan bahwa perkembangan emosi anak usia sekolah dasar adalah adanya kesadaran bahwa pengungkapan emosi secara kasar tidaklah diterima masyarakat. Anak perlu belajar mengendalikan dan mengontrol ekspresi emosinya. Kemampuan mengontrol emosi dapat anak peroleh dari peniruan dan latihan (pembiasaan).

(54)

38

kelompok lainnya (out group). Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa kerja sama melibatkan lebih dari satu orang yang memiliki tujuan bersama. Tidak boleh terdapat tujuan yang berbeda di dalamnya yang akan membuat kerja sama tersebut tidak berjalan semestinya.

Kerja sama dapat terjadi dalam kehidupan sehari-hari maupun di tempat kerja atau sekolah. Kerja sama yang terjadi di sekolah dapat terjadi pada siswa dengan siswa, guru dengan siswa, guru dengan guru, dan guru dengan kepala sekolah sebagai bagian dari sekolah. Bentuk-bentuk kerja sama juga dapat terjadi di sekolah. Bentuk kerja sama yang terjadi di sekolah bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan mendukung setiap tahap perkembangan siswa yang dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan di sekolah.

Dalam praktiknya di sekolah, kerja sama siswa diarahkan untuk meningkatkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran untuk meningkatkan manfaat akademik dan keterampilan sosial siswa. Bentuk-bentuk kerja sama siswa sekolah dasar di Indonesia yaitu kerja bakti sekolah, piket kelas, upacara bendera, persiapan lomba dan sebagainya. Kerja sama siswa juga ditingkatkan melalui kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler yang ada di sekolah seperti pramuka, karawitan, tari, paduan suara, mading kelas, dan sebagainya.

(55)

39

melatih anak untuk terbiasa berkomunikasi, menumbuhkan keaktifan anak, memunculkan semangat dalam diri anak, dan memacu anak untuk berani mengungkapkan pendapatnya. Apabila dikaitkan dengan kerja sama yang dilakukan oleh siswa, maka kerja sama dapat dimaknai sebagai interaksi positif antar warga kelas untuk mencapai prestasi akademik yang tinggi dan meningkatkan kemampuan serta keterampilan siswa sesuai dengan perkembangannya. Kelas akan menjadi ruang yang ramai karena siswa-siswa dan gurunya saling berkomunikasi dan bekerja sama selama pembelajaran.

(56)

40 7. Elemen Dasar Kerja Sama

Kerja sama mempunyai elemen-elemen dasar seperti yang dijelaskan olehDavid (Slamet, 2005: 149) yaitu, adanya saling ketergantungan yang saling menguntungkan pada anak dalam melakukan usaha secara bersama-sama, adanya interaksi langsung diantara anak dalam satu kelompok, masing-masing anak memiliki tanggung jawab untuk bisa menguasai materi yang diajarkan, dan penggunaan kemampuan interpersonal dan kelompok kecil secara tepat yang dimiliki oleh setiap anak.

Agar kerja sama atau sikap kooperatif dapat terwujud dalam diri siswa, maka guru perlu mengondisikan terjadinya situasi tersebut dalam pembelajaran. Dalam rangka pengondisian suasana belajar yang dapat membuat siswa saling bekerja sama dan membanu satu sama lain, elemen-elemen dasar ini menjadi pegangan bagi guru untuk menentukan model pembelajaran dan memilih strategi tepat untuk menciptakan suasana belajar kerja sama (kooperatif) bagi siswa.

(57)

41 8. Meningkatkan Kerja Sama Siswa

Siswa yang sudah dikenalkan dengan nilai-nilai kerja sama sejak dini akan lebih mudah untuk ditingkatkan kemampuan kerja samanya agar memberikan dampak yang lebih bermanfaat bagi siswa. Untuk meningkatkan kerja sama siswa guru perlu mengondisikan suasana pembelajaran yang membuat siswa untuk saling bekerja sama satu dengan yang lainnya sehingga dapat menciptakan suasana kelas yang mendorong koneksi antar siswa. Dalam hal ini siswa akan terlibat interaksi dan komunikasi yang menghasilkan pertukaran informasi dengan siswa lainnya. Hal ini juga akan menciptakan kondisi kelas yang lebih terbuka dan terwujud suasana yang produktif. Oleh karenanya, siswa harus memiliki keterampilan sosial yang baik agar dapat menyesuaikan diri dengan teman-temannya yang memiliki perbedaan-perbedaan berdasarkan suku, agama, etnis, tingkat sosial ekonomi, gender, dan sebagainya.

(58)

42

Miftahul (2016: 59)juga menambahkan bahwa penghargaan (reward) membuat siswa merasa diapresiasi dan dihormati atas usahanya selama ini. Dari sinilah diharapkan komitmen mereka untuk terus belajar, antusiasme untuk bekerja dalam kelompok koperatif, dan rasa kebersamaan mereka untuk bekerja sama dapat meningkat secara berkelanjutan. Adanya penghargaan membuat bahagia untuk orang yang menerimanya. Penghargaan ini juga menjadi salah satu syarat terjadinya kerja sama yang dijelaskan oleh Yudha (2005: 40-42).

Beberapa hal tersebut sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe Inside-Outside Circle (IOC) dimana di dalam langkah-langkah pembelajarannya siswa diharuskan untuk saling mengerti dan percaya satu sama lain ketika perputaran, berkomunikasi secara baik pada sesi pertukaran informasi, saling menerima dan mendukung satu sama lain ketika berpasangan dan tidak membeda-bedakan satu dengan yang lainnya karena alasan suku, agama, etnis, tingkat sosial ekonomi, gender, dan sebagainya.

B. Model Kooperatif tipe Inside-Outside Circle (IOC) 1. Model Pembelajaran Kooperatif

(59)

43

kelompok, yang terdiri atas dua orang atau lebih, untuk memecahkan masalah. Dari pendapat ini, dapat diketahui bahwa terdapat struktur yang jelas dalam model pembelajaran kooperatif. Ditegaskan oleh Saptono (2011: 74) bahwa tidak semua kegiatan dalam kelompok bersifat kerja sama atau kooperatif. Pembelajaran kooperatif perlu dirancang sedemikian rupa agar kegiatan dalam kelompok bisa berdampak positif terhadap peningkatan prestasi akademis dn perkembangan kepribadian siswa. Sejalan dengan pendapat ini, Tukiran, dkk. (2012: 55) juga mendefiniskan pembelajaran kooperatif (cooperative learning) sebagai sebuah sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur.

Pendapat lain disampaikan oleh Isjoni (2014: 108) yang mendefinisikan model pembelajaran kooperatif sebagai sebuah strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kecil dengan tingkat kemampuan berbeda. Suhaenah (2000: 131) menambahkan bahwa pembelajaran model kooperatif menghasilkan keyakinan yang lebih kuat bahwa seseorang merasa disukai dan diterima oleh siswa lain, serta menaruh perhatian bagaimana kawannya belajar dan ingin membantu kawannya belajar.

(60)

44

pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial di antara kelompok-kelompok pembelajar yang di dalamnya setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain. Konsekuensi positif dari pembelajaran ini adalah siswa diberi kebebasan untuk terlibat secara aktif dalam kelompok mereka. Menurut Miftahul (2016: 33), dalam lingkungan pembelajaran kooperatif, siswa harus menjadi partisipan aktif dan melalui kelompoknya, dapat membangun komunitas pembelajaran (learning community) yang saling membantu antar satu sama lain. Miftahul (2015: 111) juga menambahkan bahwa sinergi yang muncul melalui kerja sama akan meningkatkan motivasi yang jauh lebih besar daripada melalui lingkungan kompetitif individual. Artinya siswa yang bekerja bersama temannya dalam satu kelompok jauh lebih termotivasi daripada bekerja sendiri.

(61)

45

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi belajar mengajar yang mengondisikan terjadinya kerja sama antara siswa yang terstruktur sehingga proses pembelajaran dapat memberikan manfaat berupa peningkatan nilai akademis siswa sekaligus membentuk keterampilan sosialnya untuk berinteraksi dengan teman-temannya dan belajar untuk memecahkan masalah.

2. Syarat dan Unsur Model Pembelajaran Kooperatif

Tidak semua kerja kelompok dapat dianggap sebagai pembelajaran kooperatif. Terdapat beberapa syarat kerja kelompok dapat disebut sebagai pembelajaran kooperatif. Seperti disampaikan oleh Jhonson dan Jhonson (Yudha, 2005: 63) syarat-syarat tersebut seperti saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok. Sehingga dalam pelaksanaannya guru harus sedemikian rupa merancang pembelajaran dan memenuhi syarat-syarat tersebut.

(62)

46 a. Saling Ketergantungan Positif

Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, penyusun perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugas sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka. Artinya, keberhasilan dapat dicapai jika semua anggota kelompok berhasil mencapai usaha atau tugasnya. b. Tanggung Jawab Perseorangan

Setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Kunci keberhasilan metode kerja kelompok adalah persiapan guru dalam penyusunan tugasnya. Tugas dibuat sedemikian rupa sehingga siswa melakukan pendistribusian tugas yang adil. Setelah setiap siswa mendatkan bagiannya masing-masing, maka setiap siswa bertanggung jawab atas bagiannya tersebut.

c. Tatap Muka

(63)

47 d. Komunikasi Antar Anggota

Sebelum menugaskan siswa dalam berkelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Soekanto (2010: 61) mempertegas bahwa komunikasi merupakan salah satu syarat terjadinya kerja sama. Meskipun tidak semua siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Rita, dkk. (2008: 108) menambhakan bahwa berbicara merupakan alat komunikasi terpenting dalam kelompok.

e. Evaluasi Proses Kelompok

Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Hasil evaluasi ini memberikan data terkait efektifitas, hambatan, taraf kemajuan, faktor keberhasilan maupun faktor kegagalan dan sebagainya.

3. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif

(64)

48

tugas, tujuan, dan penghargaan kooperatif. Karakteristik model pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Pembelajaran secara tim.

Dalam model pembelajaran kooperatif proses pembelajaran dilakukan secara tim atau kelompok. Setiap tim atau kelompok harus mampu membuat masing-masing anggota ikut berperan aktif dalam kelompoknya dan saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran. Hal ini merujuk pada kesadaran setiap anggota terhadap tanggung jawab yang mereka miliki dalam rangka mencapai tujuan bersama.

b. Didasarkan pada manajemen kooperatif yang terdiri dari tiga fungsi, fungsi manajemen sebagai perncanaan pelaksanaan, fungsi manajemen sebagai organisasi, dan fungsi manajemen sebagai kontrol.

c. Kemauan untuk bekerja sama.

Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan keberhasilan secara kelompok. Oleh karena itu, prinsip kerja sama perlu ditekankan dalam pembelajaran kooperatif. Tanpa adanya kerja sama yang baik, pembelajaran kooperatif tidak mencapai hasil yang optimal. Artinya keberhasilan kelompok ditentukan oleh keberhasilan individu-individu yang ada di dalam kelompok tersebut.

(65)

49

kritis, menyampaikan pendapat, memberi kesempatan menyalurkan kemampuan dan saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran. Saptono (2011: 75) menambahkan bahwa interaksi langsung memberikan kesempatan siswa untuk saling menjelaskan kepada yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari bersama.

Karakteristik ini menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif berbeda dengan model pembelajaran lainnya. Kemunculan karakteristik-karakteristik tersebut menunjukkan bahwa model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran kooperatif. Oleh sebab itu, semua karakteristik tersebut perlu diketahui ketika menerapkan model pembelajaran kooperatif.

4. Tujuan dan Manfaat Model Pembelajaran Kooperatif

(66)

50

Model pembelajaran kooperatif dipilih oleh guru karena memiliki manfaat-manfaat bagi pembelajaran. Menurut Miftahul (2016: 244), model pembelajaran kooperatif menjadi sarana efektif bagi guru untuk membentuk lingkungan yang kondusif bagi terciptanya interaksi antar siswa dan memberikan dukungan serta latihan yang mereka butuhkan untuk mengembangkan keterampilan sosio-emosional siswa di kehidupan nyata. Zamroni (Trianto, 2010: 109) menambahkan manfaat model pembelajaran kooperatif yaitu dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya dalam wujud input pada level individual. Di samping itu, belajar kooperatif dapat mengembangkan solidaritas sosial di kalangan siswa.

(67)

51

5. Pengertian dan Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Inside-Outside Circle (IOC)

Spencer Kagan (1990) mengembangkan Inside-Outside Circle

(IOC) sebagai sebuah strategi untuk pertama kalinya. Inside-Outside Circle (IOC) adalah sebauh strategi yang memungkinkan siswa untuk saling berbagi informasi pada waktu yang bersamaan. Inside-Outside Circle (IOC) dapat diterapkan untuk beberapa mata pelajaran, seperti ilmu pengetahuan sosial, agama, matematika, dan bahasa. Bahan pelajaran yang cocok digunakan dalam teknik ini adalah bahan-bahan yang membutuhkan pertukaran pikiran dan informasi antar siswa.

Imas dan Berlin (2016: 92) memaparkan bahwa teknik mengajar

Inside-Outside Circle (IOC) adalah model pembelajaran yang sangat dinamis ketika dipraktikkan dengan benar. Karena model ini memberikan kesempatan yang luas kepada siswa untuk bisa saling berbagi informasi pada saat yang bersamaan. Model ini memiliki struktur yang jelas sehingga memungkinkan siswa untuk berbagi dengan pasangan berbeda dengan singkat dan teratur. Selain itu siswa juga bekerja sama dengan siswa lain dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.

(68)

52

memungkinkan siswa untuk saling berbagi informasi dengan singkat dan teratur. Selain itu, siswa memiliki banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Yudha (2005: 81) juga sependapat bahwa Inside-Outside Circle (IOC) memiliki keunggulan yaitu adanya struktur yang

Gambar

Gambar 1. Visualiasi Tahap Pertama Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Inside-Outside Circle (IOC)
Gambar 2. Visualiasi Tahap Kedua Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Inside-Outside Circle (IOC)
Gambar 3. Visualiasi Tahap Ketiga Model Pembelajaran Kooperatif
Gambar 4. Visualiasi Tahap Keempat Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Inside-Outside Circle (IOC)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini rumusan masalah yang diambil adalah “Apakah pembelajaran kooperatif tipe IOC (Inside Outside Circle) dapat meningkatkan hasil belajar IPS materi Kegiatan

Perbedaan dalam melakukan penelitian yaitu dalam penelitian Azizah Rahmawati diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe IOC dengan meningkatkan pemahaman materi