• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan buku cerita bergambar berbasis pendidikan anti korupsi untuk pembelajaran membaca siswa kelas II B SD Negeri Dayuharjo tahun pelajaran 2016 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan buku cerita bergambar berbasis pendidikan anti korupsi untuk pembelajaran membaca siswa kelas II B SD Negeri Dayuharjo tahun pelajaran 2016 2017"

Copied!
158
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN BUKU CERITA BERGAMBAR BERBASIS

PENDIDIKAN ANTI KORUPSI UNTUK PEMBELAJARAN

MEMBACA SISWA KELAS II B SD NEGERI DAYUHARJO

TAHUN PELAJARAN 2016-2017

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Hilarius Alvin Krisnawan NIM : 131134030

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan penulis kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberikan nikmat sehat, berkat, sempat,

juga penyertaan sehingga penulis dapat dengan lancar menyelesaikan skripsi

ini.

2. Bapak Andreas Ismono dan Ibu Theresia Rina Titik Kristanti yang selalu

memberikan doa, semangat, dan dukungan kepada penulis sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi dengan lancar.

3. Adik saya Vincentia Indira Oktaviani yang selalu memberikan semangat

kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi dengan baik dan lancar.

4. Agnes Rahayu Epifani yang selalu memberikan dukungan, penyertaan, dan

juga motivasi pada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

5. Teman dekat juga sahabat yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu

terima kasih atas keceriaan, semangat dan kebersamaan selama ini.

6. Teman-teman angkatan 2013 terima kasih atas kebersamaan selama kurang

(5)

MOTTO

“Siapa pun yang pada saat bekerja tidak mencintai pekerjaannya, itulah buruh.”

(presiden, dalang, ibu rumah tangga, dll)

“Sudjiwotedjo”

“Tidak hanya ilmu, doa, kesempatan, maupun keberuntungan yang mendekatkan pada pintu rezeki, tetapi juga teman”

(Hilarius Alvin K)

“Doa tanpa usaha itu bohong

Usaha tanpa doa itu sombong”

(Bambang Widoyoko)

“Ojo dumeh, ojo gumunan”

(6)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang sudah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 4 Mei 2017

Peneliti

(7)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Hilarius Alvin Krisnawan

Nomor Mahasiswa : 131134030

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

PENGEMBANGAN BUKU CERITA BERGAMBAR BERBASIS PENDIDIKAN ANTI KORUPSI UNTUK PEMBELAJARAN MEMBACA SISWA KELAS II B SD NEGERI DAYUHARJO

TAHUN PELAJARAN 2016-2017

beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada

Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan

dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,

mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media

lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun

memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 4 Mei 2017

Yang menyatakan

(8)

ABSTRAK

PENGEMBANGAN BUKU CERITA BERGAMBAR BERBASIS PENDIDIKAN ANTI KORUPSI UNTUK PEMBELAJARAN MEMBACA

SISWA KELAS II B SD NEGERI DAYUHARJO TAHUN PELAJARAN

2016-2017

Hilarius Alvin Krisnawan Universitas Sanata Dharma

2017

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang berawal dari permasalahan dan juga adanya potensi terkait dengan pendidikan anti korupsi. Masalah yang dihadapi adalah belum adanya media penunjang terkait penanaman nilai pendidikan anti korupsi. Penelitian ini difokuskan pada pembuatan media berupa buku cerita bergambar berbasis pendidikan anti korupsi untuk pembelajaran membaca siswa kelas II B SD Negeri Dayuharjo.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian dan pengembangan (Research and Development atau R&D). Penelitian ini bertujuan mengembangkan produk dan mendeskripsikan kualitas buku cerita bergambar untuk siswa kelas II B SD Negeri Dayuharjo. Penelitian ini melalui tujuh langkah pengembangan penelitian yaitu (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, (6) uji coba produk, dan (7) revisi produk. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah daftar pertanyaan wawancara analisis kebutuhan dan kuisioner. Wawancara yang digunakan untuk analisis kebutuhan kepada guru kelas II B SD Negeri Dayuharjo, sedangkan kuesioner digunakan untuk validasi kualitas media bahan ajar oleh dosen ahli dan guru kelas II B SD Negeri Dayuharjo. Uji coba produk melalui kuisioner dilakukan kepada 6 siswa kelas II B SD Negeri Dayuharjo sebagai subjek penelitian.

Hasil validasi dosen ahli dan guru kelas II B SD Negeri Dayuharjo dengan total skor keseluruhan 4,31 dengan kategori “sangat baik”. Hasil uji coba produk kepada 6 siswa kelas II B SD Negeri Dayuharjo dengan total skor keseluruhan 4,31dengan kategori “sangat baik”.

(9)

ABSTRACT

THE DEVELOPMENT OF PICTURE STORY BOOKS BASED ON ANTI-CORRUPTION EDUCATION ON READING

LEARNING TO ELEMENTARY SCHOOL

STUDENTS CLASS II B OF DAYUHARJO STATE ELEMENTARY SCHOOL YEAR 2016 – 2017

Hilarius Alvin Krisnawan Sanata Dharma University

2017

This research was a development research that came from problem and other potential related to Anti-Corruption Education. The problem was there was no supported media that planted values related to Anti-Corruption Education. This research focused on making media such as picture books based on anti-corruption on reading learning for second grade B student of Dayuharjo state elementary school.

This Research and Development or R & D aimed to develop product and know the quality of picture books for second grade B students of Dayuharjo state elementary school. This research used 7 steps of development, those were (1) problem and potential, (2) data collection, (3) product design, (4) design validation, (5) design revision, (6) product trials, and (7) product revision. Instrument used in this research was a question list for interview about needs analysis and questioner. The interview about needs analysis was for second grade B teacher of Dayuharjo state elementary school, and the questioner was used for quality validation in teaching materials by lecture and second grade B teacher of Dayuharjo state elementary school. The product trial through questioner was for 6 second grade student B of Dayuharjo State Elementary School as the subject of this research.

The lecture and teacher‟s validation result was 4,31 in total that was including in category of “very good”. The product trial result of 6 second grade B student of Dayuharjo state elementary school was 4,31 in total that was “very good.”

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan nikmat sehat

dan penyertaan sehingga peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi yang

berjudul “Pengembangan Buku Cerita Bergambar Berbasis Pendidikan Anti Korupsi Untuk Pembelajaran Membaca Siswa Kelas II B SD Negeri Dayuharjo

Tahun Ajaran 2016-2017” dengan lancar dan tepat waktu. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Peneliti menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini, peneliti

mendapatkan banyak bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak

terkait kepentingan dalam penyelesaian tugas akhir ini. Maka pada kesempatan ini

peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma.

2. Christiyanti Aprinastuti S.Si., M.Pd. selaku Kepala Program Studi PGSD.

3. Apri Damai Sagita Krisandi, S.S., M.Pd. selaku Wakaprodi Program Studi

PGSD.

4. Brigita Erlita Tri Anggadewi, S.Psi., M.Psi. selaku Dosen Pembimbing I

yang telah membimbing dan memberi dukungan kepada peneliti sehingga

dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi ini.

5. Apri Damai Sagita Krisandi, S.S., M.Pd. selaku Dosen Pembimbing II

yang telah membimbing dan juga mendukung sehingga peneliti dapat

menyelesaikan skripsi ini.

6. Para validator yang telah berkenan meluangkan waktu dan juga membantu

dalam proses validasi produk.

7. Drs. Abu Yamin Kepala Sekolah SD Negeri Dayuharjo yang telah

(11)

8. Guru SD Negeri Dayuharjo yang telah membantu pelaksanaan analisis

kebutuhan dan mengijinkan siswa untuk berpartisipasi dalam uji coba

produk yang dikembangkan oleh peneliti.

9. Seluruh siswa kelas II B SD Negeri Dayuharjo yang telah bersedia

berpartisipasi dalam pelaksanaan uji coba produk.

10.Bapak Andreas Ismono dan Ibu Theresia Rina Titik Kristanti yang selalu

memberikan doa, semangat, cinta kasih, dan dukungan kepada penulis

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan lancar.

11.Adik Vincentia Indira Oktaviani yang selalu memberikan semangat kepada

penulis untuk segera menyelesaikan skripsi dengan baik dan lancar.

12.Agnes Rahayu Epifani yang selalu memberikan dukungan, penyertaan, dan

juga motivasi pada penulis dalam menyelesaikan skripsi. Terima kasih

untuk setiap chat yang selalu mengingatkan dalam mencicil tugas skripsi.

GBU

13. Teman-teman PGSD angkatan 2013, teman-teman PPL, teman payung

skripsi dan teman-teman lain yang mendukung serta ikut mendoakan.

14. Member To School For School : Spesial Muhammad Ais Erwin & Dyah

Nevi Anggraini. Terima kasih Arif Sae, Iyus, Danang, Albertin, Ristiana

Putri, dan teman-teman lain yang telah membantu.

15.Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah

memberikan dukungan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

Peneliti menyadari bahwa penulisan skripsi ini memiliki banyak

kekurangannya. Oleh karena itu, peneliti sangat membutuhkan kritik dan saran

dari berbagai pihak demi perbaikan karya ilmiah ini.

Yogyakarta, 4 April 2017

Peneliti,

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka ... 11

2.1.1 Pendidikan Anti Korupsi ... ... 11

2.1.1.1 Pengertian Korupsi ... 11

2.1.1.2 Tujuan Pendidikan Anti Korupsi ... . 16

(13)

2.1.1.3.1 Kejujuran ... 19

2.1.2 Buku Cerita Bergambar ... 22

2.1.2.1 Unsur-Unsur Cerita ... 24

2.1.2.2 Kriteria Buku Cerita yang Baik bagi Anak...28

2.1.3 Pengertian Membaca ... .29

2.1.3.1 Tujuan Membaca ... 30

2.1.3.2 Gerakan Literasi Sekolah ... 31

2.1.3.3 Prinsip-Prinsip Literasi Sekolah ... 33

2.1.3.4 Langkah-Langkah Kegiatan Membaca Literasi ... 34

2.1.3.4.1 Membacakan Nyaring ... 35

2.1.3.4.2 Membaca Dalam Hati ... 37

2.1.4 Tahap Perkembangan Anak ... 38

2.1.4.1 Perkembangan Anak SD Kelas Bawah ... 42

2.2 Penelitian yang Relevan ... 45

2.3 Kerangka Berpikir ... 49

2.4 Pertanyaan Penelitian ... 51

BAB III METODE PENELITIAN 3.1Jenis Penelitian ... 52

3.2Prosedur Pengembangan ... 59

3.2.1 Potensi dan Masalah ... 60

3.2.2 Pengumpulan Data ... 61

3.2.3 Desain Produk ... 61

(14)

3.2.5 Revisi Desain ... 62

3.5Instrumen Penelitian... 65

3.5.1 Wawancara ... 66

3.5.2 Kuisioner ... 67

3.6Teknik Analisis Data ... 70

3.6.1 Teknik Analisa Data Kualitatif ... 70

3.6.2 Teknik Analisa Data Kuantitatif ... 70

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 4.1Hasil Penelitian Pengembangan ... 73

4.1.1 Proses Pengembangan Buku Cerita ... 73

(15)

4.1.1.3.10 Teknik Cetak ... 84

4.1.1.4 Validasi... 84

4.1.1.4.1 Data Hasil Validasi Dosen Ahli ... 85

4.1.1.4.2 Data Hasil Validasi Guru Kelas II B ... 88

4.1.1.5 Revisi Desain ... 89

4.1.1.6 Uji Coba Produk ... 93

4.2Kualitas Buku Cerita ... 95

4.3 Pembahasan ... 96

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 101

5.2 Keterbatasan Pengembangan ... 102

5.3 Saran ... 102

DAFTAR PUSTAKA ... 103

LAMPIRAN ... 106

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tahap Membaca Nyaring ...35

Tabel 2.2 Tahapan Membaca dalam Hati ...37

Tabel 3.1 Daftar Pertanyaan Wawancara ...66

Tabel 3.2 Pedoman Uji Validasi Produk untuk Pakar dan Guru ...68

Tabel 3.3 Contoh Instrumen Kuesioner Uji Validasi Pakar dan Guru ...68

Tabel 3.4 Konversi Nilai Skala Lima ...71

Tabel 4.1 Rangkuman Hasil Wawancara ...75

Tabel 4.2 Pengenalan Tokoh Harsa ...78

Tabel 4.3 Hasil Validasi Buku Cerita Bergambar oleh Dosen...85

Tabel 4.4 Komentar Buku Cerita Bergambar oleh Guru Kelas ...88

Tabel 4.5 Revisi Desain Buku Cerita Bergambar oleh Dosen ...89

Tabel 4.6 Ringkasan Hasil Uji Coba Produk ...93

(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Judul Buku ... 80

Gambar 4.2 Gambar Sketsa Tangan... 81

Gambar 4.3 Gambar Sketsa Tangan yang Belum diberikan Warna ... 82

Gambar 4.4 Gambar Sesudah Diwarnai Menggunakan Adobe Photoshop CS6 ... 82

Gambar 4.5 Font untuk Judul Buku ... 83

Gambar 4.6 Font untuk Isi Cerita ... 84

Gambar 4.7 Sampul Depan Sebelum Revisi ... 90

Gambar 4.8 Sampul Depan Setelah Revisi Diberi Gradasi Warna ... 90

Gambar 4.9 Gambar Sampul Depan Awal ... 91

Gambar 4.10 Gambar Sampul Setelah Revisi ... 91

Gambar 4.11 Box Caption Sebelum Revisi ... 92

Gambar 4.12 Box Caption Setelah Revisi... 92

Gambar 4.13 Gambar Gaya Tipografi Sebelum Revisi ... 94

Gambar 4.14 Gambar Gaya Tipografi Setelah Revisi ... 94

Gambar 4.15 Diagram Batang Rekapitulasi Hasil Validasi ... 96

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Wawancara dengan Guru Kelas II B ... 107

Lampiran 2. Hasil Validasi Dosen Ahli ... 109

Lampiran 3. Hasil Validasi Guru Kelas II B ... 112

Lampiran 4. Hasil Uji Coba Produk 6 Siswa ... 116

Lampiran 5. Surat Izin Penelitian... 134

Lampiran 6. Surat Keterangan Melakukan Penelitian ... 135

Lampiran 7. Dokumentasi ... 136

Lampiran 8. Buku Cerita Bergambar (Dicetak Terpisah) ... 138

(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Pendidikan anti korupsi dalam Syarbini dan Arbain (2014 : 7) adalah usaha

sadar untuk memberi pemahaman dan pencegahan terjadinya perbuatan korupsi

yang dilakukan dari pendidikan formal di sekolah, pendidikan informal pada

lingkungan keluarga, dan pendidikan non formal di masyarakat. Pendidikan anti

korupsi dapat dikatakan sebagai sikap penolakan terhadap berkembangnya budaya

korupsi. Korupsi menurut Wijaya (2014 : 4) memiliki pengertian sebagai

sekumpulan kegiatan yang menyimpang dan merugikan orang lain. Tindakan

korupsi meliputi berbagai bentuk perbuatan, dimulai dari skala kecil hingga yang

berpengaruh terhadap kepentingan orang banyak.

Penolakan terhadap tindakan korupsi merupakan mentalitas dalam membina

kemampuan generasi mendatang untuk mampu mengidentifikasi berbagai

kelemahan dari sistem nilai yang mereka warisi dan memperbaharui sistem nilai

warisan dengan situasi-situasi tertentu (Mukodi dan Burhanuddin, 2014 : 114).

Pembinaan generasi muda terhadap bahaya budaya korupsi dapat dilakukan

melalui institusi pendidikan seperti halnya sekolah. Sekolah menjadi wahana yang

strategis dalam pengenalan nilai-nilai pendidikan anti korupsi. Dikatakan strategis

karena disadari atau tidak, anak-anak memeroleh pengetahuan, sikap, dan

(20)

menjadi waktu bagi guru dalam menginternalisasi nilai-nilai terkait suatu mata

pelajaran tertentu, seperti halnya nilai-nilai pendidikan anti korupsi.

Pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD), istilah korupsi mungkin akan

terasa asing di telinga anak terutama bagi anak kelas II. Pemahaman terkait

nilai-nilai pendidikan anti korupsi penting untuk diberikan sejak dini terutama pada

anak usia SD. Berdasarkan hasil wawancara pada guru kelas II B SD Negeri

Dayuharjo, menuturkan bahwa pendidikan anti korupsi penting untuk diberikan

pada anak. Menurut narasumber pendidikan anti korupsi secara tidak langsung

disampaikan melalui penanaman nilai-nilai anti korupsi yang diimplementasikan

dalam 2 mata pelajaran yaitu Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dan Bahasa

Indonesia.

Pentingnya penanaman nilai anti korupsi menurut narasumber berdasarkan

pengaplikasian nilai pendidikan anti korupsi yang selalu bersinggungan dengan

dunia anak. Narasumber memberikan contoh bahwa nilai pendidikan anti korupsi

hadir semisal mengajarkan akan nilai kejujuran yang diimplementasikan dalam

mata pelajaran PKn. Nilai ini dapat ditemukan dalam bab yang membahas nilai

kejujuran maupun terdapat dalam soal. Selain itu, penggambaran nilai pendidikan

anti korupsi juga dapat dimunculkan dalam cerita pada bacaan terkait amanat

maupun karakter tokoh pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Hal ini menjadi

alasan mengapa pendidikan anti korupsi perlu diberikan pada anak SD terutama

kelas bawah.

Pengenalan nilai pendidikan anti korupsi pada anak dapat dilakukan dengan

(21)

menurut Nurgiyantoro (2010:152) adalah buku bacaan cerita anak yang di

dalamnya terdapat gambar-gambarnya. Bahan bacaan anak memiliki kesan penuh

gambar, warna, tersaji dengan kemasan buku yang menarik, karakter tokoh mudah

dikenali, dan alur cerita yang sederhana. Buku bergambar dipergunakan untuk

bacaan anak di usia awal sampai usia yang lebih besar dan bahkan, tidak jarang

juga, untuk orang dewasa. Buku bergambar merupakan perpaduan antara tulisan

dan gambar. Melalui gambar dapat diterjemahkan ide-ide abstrak dalam bentuk

lebih realistis (Anitah, 2009: 8). Penggambaran dalam bentuk yang lebih realistis

ditunjukkan lewat hadirnya media pembelajaran di kelas. Media tersebut seperti

gambar tokoh pahlawan, pakaian tradisional, rumah adat maupun

keanekaragaman hayati yang ditempelkan di dinding-dinding ruang kelas.

Pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan guru dan sumber belajar

pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan

oleh guru agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan

kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan di dalam diri

siswa (Wijaya, 2014 : 51). Pembelajaran di kelas dapat terselenggara dengan baik

apabila terdapat hubungan yang saling mendukung antara guru dan juga siswa.

Guru menjalankan tugas utama sebagai pendidik dan pengajar, sementara siswa

membalas bantuan yang diberikan oleh guru dengan bersikap kooperatif guna

mencapai kompetensi ataupun kecakapan yang ditetapkan oleh guru dalam

pembelajaran. Kompetensi siswa dalam proses pembelajaran dibutuhkan guna

mendukung penyampaian materi yang diberikan oleh guru. Salah satu kompetensi

(22)

Membaca merupakan suatu kegiatan berpikir untuk memahami dan

mengetahui maksud dari keterangan yang diberikan oleh penulis. Menurut

Dalman (2013: 5) membaca merupakan suatu kegiatan atau proses kognitif untuk

menemukan berbagai informasi yang terdapat dalam tulisan. Informasi hadir

melalui karya tulisan penulis berupa gagasan, pengalaman dan lain sebagainya.

Dalam usaha memperoleh informasi yang diberikan oleh penulis, pembaca harus

mampu menginterpretasikan maksud dari tulisan penulis. Dengan demikian

pembaca harus mampu menyusun pengertian-pengertian yang tertuang dalam

kalimat-kalimat yang disajikan oleh pengarang sesuai dengan konsep yang

terdapat pada diri pembaca (Haryadi, 2007:77).

Di Indonesia minat baca terbilang masih rendah. Hasil survei UNESCO

pada 2011 menunjukkan indeks tingkat membaca masyarakat Indonesia hanya

0,001 persen. Artinya, hanya ada satu orang dari 1000 penduduk yang masih mau

membaca buku secara serius (jurnalasia.id, 30/04/2016). Berdasarkan survei

tersebut, ditemukan fakta di lapangan berupa hasil wawancara yang dilakukan

pada guru kelas II B SD Negeri Dayuharjo pada 29 November 2016, yang

menunjukkan kompetensi terkait membaca belum terpenuhi oleh anak di sekolah

tersebut. Dari hasil wawancara yang dilakukan (hasil wawancara terlampir), ada

sedikitnya 1 anak dari total 29 anak kelas II B SD Negeri Dayuharjo yang belum

dapat membaca, 3 anak kurang cermat dalam mengeja dan sebagian besar kurang

memahami bacaan yang dibaca. Dari hasil wawancara tersebut, dapat diketahui

bahwa pembelajaran membaca perlu ditingkatkan pada siswa kelas bawah. Selain

(23)

kebijakan pemerintah yang diterapkan di sekolah yaitu berupa larangan

penerimaan anak baru melalui tes membaca. Oleh karena itu, ditemukan banyak

anak yang belum dapat membaca memasuki jenjang pendidikan SD dikarenakan

oleh sistem penerimaan siswa baru berdasarkan usia anak.

Membaca sebagai salah satu cara dalam memperoleh informasi terus

diusahakan hadir di sekitar lingkungan belajar anak. Hal ini terlihat dengan

adanya Gerakan Literasi Sekolah (GLS). GLS sebagai upaya menyeluruh yang

dilakukan di lingkungan sekolah memiliki tujuan menanamkan budaya membaca

sebagai kebiasaan yang menyenangkan dan ramah pada anak agar warga sekolah

mampu mengelola pengetahuan. Penanaman kebiasaan membaca anak dilakukan

dengan pembiasaan membaca oleh anak di sekolah dengan kisaran waktu 15

menit sebelum pelajaran dimulai dan sesudah pelajaran selesai. Sebagai gerakan

yang partisipatif, GLS melibatkan seluruh elemen terutama bagi peserta didik

yang diwujudkan melalui pembiasaan membaca.

Tahapan keterampilan membaca anak senada dengan perkembangan anak

yang terus berkembang dari waktu ke waktu. Perkembangan anak oleh Piaget

dibagi menurut empat tahap seperti (1) tahap sensorimotor yang berlangsung sejak

anak lahir hingga berusia dua tahun, (2) tahap praoperasional yang berlangsung

dari usia dua tahun sampai dengan anak berusia tujuh tahun, (3) tahap operasional

konkret yang berlangsung dari usia tujuh tahun sampai dengan dua belas tahun,

(4) tahap operasional formal yang berlangsung pada usia dua belas tahun sampai

dengan dewasa (Salkind, 2009: 328). Pada anak kelas II SD, anak masuk pada

(24)

sudah cukup matang untuk menggunakan pemikiran logika atau operasi, tetapi

hanya untuk objek fisik yang ada saat ini. Dalam tahap ini, anak telah hilang

kecenderungan terhadap animism dan articialisme. Egosentrisnya berkurang dan

kemampuannya dalam tugas-tugas konservasi menjadi lebih baik. Namun, tanpa

objek fisik di hadapan mereka, anak-anak pada tahap operasional konkret masih

mengalami kesulitan besar dalam menyelesaikan tugas-tugas logika. Hal ini

merupakan kecenderungan dari anak usia sekolah awal di mana perkembangan

berbanding lurus dengan logika terkait objek fisik yang abstrak. Semakin matang

pola berpikir anak, semakin dapat pula menyelesaikan tugas-tugas yang

mempergunakan logika pada objek yang berbentuk abstrak.

Berdasarkan masalah tersebut, peneliti akan mencoba mengembangkan

buku cerita bergambar berbasis pendidikan anti korupsi untuk pembelajaran

membaca siswa kelas II SD. Buku cerita bergambar ini diharapkan dapat memberi

motivasi anak untuk meningkatkan keterampilan membaca sekaligus

memperkenalkan nilai pendidikan anti korupsi disesuaikan dengan tampilan buku,

isi cerita, maupun karakter tokoh menurut karakteristik siswa kelas II SD. Buku

yang akan dikembangkan merupakan buku cerita bergambar berbasis pendidikan

anti korupsi untuk pembelajaran membaca siswa kelas II B SD Negeri Dayuharjo

(25)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan

dari penelitian ini adalah :

1. Bagaimana proses pengembangan buku cerita bergambar berbasis pendidikan

anti korupsi untuk pembelajaran membaca siswa kelas II B SD Negeri

Dayuharjo tahun pelajaran 2016/2017?

2. Bagaimana kualitas produk buku cerita bergambar berbasis pendidikan anti

korupsi yang layak untuk pembelajaran membaca siswa kelas II B SD Negeri

Dayuharjo tahun pelajaran 2016/2017?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang akan dicapai dalam

penelitian pengembangkan buku cerita bergambar berbasis pendidikan anti

korupsi adalah :

1. Menjelaskan bagaimana proses pengembangan buku cerita bergambar

berbasis pendidikan anti korupsi untuk pembelajaran membaca siswa kelas II

B SD Negeri Dayuharjo tahun pelajaran 2016/2017.

2. Mendeskripsikan bagaimana kualitas pengembangan buku cerita bergambar

berbasis pendidikan anti korupsi untuk pembelajaran membaca siswa kelas II

B SD Negeri Dayuharjo tahun pelajaran 2016/2017.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1`Bagi Siswa

Penelitian ini diharapkan mampu memotivasi dan memperkenalkan siswa

untuk mengetahui lebih dalam mengenai pendidikan anti korupsi melalui

(26)

1.4.2 Bagi Guru

Pelaksanaan penelitian ini diharapkan membuat guru dapat mempergunakan

buku cerita bergambar ini sebagai referensi dalam mengajar khususnya

mengajarkan nilai anti korupsi. Selain itu, melalui pengembangan buku cerita

bergambar ini diharapkan dapat menambah variasi pada kegiatan

pembelajaran membaca sehingga pembelajaran menjadi menyenangkan dan

menarik minat siswa dalam belajar membaca.

1.4.3 Bagi Sekolah

Pengembangan buku cerita bergambar ini diharapkan menambah

perbendaharaan buku cerita bergambar di sekolah. Selain itu, hadirnya buku

cerita bergambar ini juga dapat dipergunakan sebagai referensi milik sekolah

dalam pengenalan nilai anti korupsi pada siswa khususnya kelas bawah.

1.4.4 Bagi prodi PGSD

Penelitian pengembangan buku cerita bergambar berbasis pendidikan anti

korupsi ini dapat menambah pustaka prodi PGSD Universitas Sanata Dharma

terkait dengan pengembangan buku cerita bergambar untuk pembelajaran

membaca kelas II SD.

1.4.5 Bagi Peneliti

Memberikan tambahan wawasan dan pengalaman bagi peneliti dalam

mengembangkan buku cerita bergambar berbasis pendidikan anti korupsi.

Peneliti mengharapkan melalui hadirnya buku cerita bergambar berbasis

pendidikan anti korupsi ini dapat membantu dalam pembelajaran membaca

anak sekaligus memperkenalkan nilai anti korupsi yang bersinggungan

(27)

1.5 Definisi Operasional

1. Membaca adalah kegiatan aktif yang dilakukan untuk memperoleh

informasi terkait makna tulisan penulis yang didapatkan melalui berbagai

media tulis atau media lainnya.

2. Buku cerita bergambar adalah buku yang dibuat dengan memadukan cerita,

gambar dan bahasa yang sederhana serta dikemas halaman sampul yang

menarik.

3. Pendidikan anti korupsi adalah usaha sadar dan terencana dalam

memberikan penanaman dan penguatan nilai-nilai dalam membentuk sikap

anti korupsi yang diharapkan mampu diwujudkan generasi muda dalam

usaha melawan korupsi.

1.6 Spesifikasi Produk

Spesifikasi produk yang dihasilkan adalah :

1. Disesuaikan menurut tahap perkembangan anak yaitu konkret dan bahasa

yang digunakan sederhana.

2. Pembuatan buku cerita bergambar didesain penuh warna dan dikemas

menarik supaya meningkatkan minat anak dalam membaca.

3. Dilengkapi dengan komponen kata pengantar, panduan penggunaan buku,

kesimpulan, dan refleksi.

4. Bersifat kontekstual atau terkait dengan lingkungan sekitar anak.

5. Buku cerita bergambar dicetak dengan menggunakan kertas ivory 230 pada

bagian sampul buku, sedangkan isi buku dicetak dengan kertas AP (Art

(28)

6. Buku ini dibuat menggunakan gambar manual yang dipadukan ke dalam

Adobe Photoshop CS6.

7. Produk buku cerita bergambar memiliki jumlah halaman sebanyak 26 lembar

(29)

BAB II

LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Pendidikan Anti Korupsi 2.1.1.1 Pengertian Korupsi

Korupsi merupakan permasalahan yang banyak dihadapi oleh negara-negara

di dunia tak terkecuali di Indonesia. Korupsi bagaikan penyakit yang sukar

disembuhkan dan merupakan fenomena yang kompleks (Wijaya, 2014 : 4). Istilah

korupsi dalam Syarbini dan Arbain (2014 : 4) berasal dari bahasa Latin

“corruptus” atau “corruptio” yang berarti “to abuse” (menyalahgunakan) atau

“to deviate” (menyimpang). Korupsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

(dalam Wijaya, 2014 : 4) adalah busuk, palsu, suap.

Korupsi adalah tindakan yang menyebabkan negara menjadi bangkrut dengan

pengaruh luar biasa seperti hancurnya perekonomian, pelayanan kesehatan tidak

memadai, dan rusaknya sistem pendidikan sehingga membudaya dalam kehidupan

bangsa indonesia. Korupsi menurut Hamzah (dalam Syarbini dan Arbain, 2014 :

7) adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak

bermoral, penyimpangan dari kesucian, dan kata-kata atau ucapan yang

memfitnah. Korupsi diartikan secara lebih luas adalah perbuatan yang merugikan

orang lain dan juga menyimpang. Perbuatan merugikan dan menyimpang ini perlu

mendapat perhatian khusus oleh negara. Di Indonesia, korupsi tergolong ekstra

ordinary crime, karena telah merusak tidak hanya keuangan Negara dan potensi

(30)

moral, politik, dan tatanan hukum dan keamanan sosial (Syarbini dan Arbain,

2014 : 27).

Lebih lanjut, untuk menganalisis secara detail tentang konsep korupsi, Harahap

(dalam Mukodi dan Burhanuddin, 2014 : 12) membagi korupsi menjadi 7 (tujuh)

tipologi, yakni:

a. Korupsi Transaktif (transactive corruption), yaitu kesepakatan timbal balik

antara pihak pemberi dan penerima demi keuntungan kedua belah pihak dan

dengan aktif diusahakan keuntungan oleh kedua-duanya. Misalnya, transaksi

ilegal luar negeri, transaksi penyelundupan, dan menyalahgunakan dana.

b. Korupsi Memeras (exportive corruption), yaitu perilaku dengan pihak pemberi

dipaksa menyuap guna mencegah kerugian yang mengancam dirinya,

kepentingannya, atau orang-orang yang bersamanya, seperti intimidasi,

penyiksaan, menawarkan jasa perantara dan konflik kepentingan.

c. Korupsi Investif (investivecorruption), adalah pemberian barang dam jasa tanpa

ada pertalian langsung dengan keuntungan tertentu, selain keuntungan yang

dibayangkan akan diperoleh di masa mendatang. Misalnya penyuapan dan

penyogokan, meminta komisi, menerima hadiah uang jasa, dan uang pelicin.

d. Korupsi Perkerabatan (nepotisic corruption) adalah menunjuk perilaku yang

tidak sah terhadap teman atau sanak saudara memegang jabatan atau tindakan

yang memberikan perlakuan khusus dalam bentuk uang atau bentuk lain

kepada mereka yang bertentangan dengan norma dan peraturan yang berlaku,

(31)

e. Korupsi Defensif (defensive corruption) adalah perbuatan korban korupsi

pemerasan demi mempertahankan diri, seperti menipu, mengecoh, mencurangi

dan memperdayai, serta memberi kesan salah.

f. Korupsi Otogenik (autogenic corruption) adalah korupsi yang dilakukan sendiri

tanpa melibatkan orang lain, seperti menipu, mencuri, merampok, tidak

menjalankan tugas, memalsu dokumen, menyalahgunakan telekomunikasi, pos,

stempel, kertas surat kantor, dan hak istimewa jabatan.

g. Korupsi Dukungan (support corruption) adalah korupsi yang secara tidak

langsung menyangkut uang atau imbalan langsung dalam bentuk lain, tindakan

yang dilakukan untuk melindungi dan memperkuat korupsi kekuasaan yang

sudah ada, seperti memalsu peraturan, menjegal pemilihan umum dan lain

sebagainya.

Menyikapi fenomena tersebut diperlukan suatu upaya yang holistik dalam

pemberantasan korupsi baik dari segi aparat penegak hukum, kebijakan

pengelolaan negara sampai ke pendidikan formal di sekolah (Aditjondro, 2002).

Di lingkungan sekolah banyak ditemukan praktik korupsi mulai dari yang paling

sederhana seperti menyontek, berbohong, melanggar aturan sekolah, masuk

sekolah terlambat, sampai menggelapkan uang pembangunan sekolah yang

bernilai puluhan juta rupiah (Wijaya, 2014 : 4). Terkait contoh tersebut, apabila

dihubungkan pada konsep korupsi menurut tipologi, perbuatan menyontek,

berbohong, melanggar aturan sekolah, masuk sekolah terlambat maupun

penggelapan uang sekolah termasuk konsep tipologi korupsi defensif dan

otogenik. Kebijakan pengelolaan sebagai antisipasi terkait tindakan korupsi di

(32)

beberapa mata pelajaran di sekolah. Pengintegrasian nilai-nilai luhur tersebut

dilakukan sebagai upaya membentuk perilaku siswa yang anti korupsi. Melalui

perilaku anti korupsi, mata rantai virus korupsi dapat terputus.

Upaya pemberantasan korupsi melalui jalur pendidikan harus dilaksanakan

karena tidak bisa dipungkiri bahwa pendidikan merupakan wahana yang sangat

strategis untuk membina generasi muda agar menanamkan nilai-nilai kehidupan

termasuk anti korupsi (Wijaya, 2014 : 24). Pendidikan menurut John Dewey

(dalam Syarbini dan Arbain, 2014 : 3) adalah proses pembentukan

kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama

manusia. Pengertian pendidikan juga dikemukakan oleh Undang-Undang Nomor

20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional juga mengemukakan

pengertian pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Usaha ini termasuk dalam

pengembangan potensi peserta didik dalam segala aspek dalam diri (intern peserta

didik), kemudian pada lingkup yang lebih luas seperti lingkup masyarakat dalam

hidup berbangsa dan bernegara.

Melihat peran sentral pendidikan bagi pemberantasan korupsi, pendidikan

anti korupsi penting ditanamkan pada generasi muda sebagai upaya sadar dan

terencana menanggulangi bahaya tindakan korupsi. Pendidikan anti korupsi dalam

pengertiannya adalah usaha sadar untuk memberi pemahaman dan pencegahan

(33)

pendidikan informal pada lingkungan keluarga, dan pendidikan non formal di

masyarakat. Pendidikan anti korupsi tidak berhenti pada pengenalan nilai-nilai

anti korupsi saja, akan tetapi, berlanjut pada pemahaman nilai, penghayatan nilai

dan pengamatan nilai anti korupsi menjadi kebiasaan hidup sehari-hari.

Pendidikan anti korupsi secara umum dikatakan sebagai pendidikan koreksi

budaya yang bertujuan untuk mengenalkan cara berfikir dan nilai-nilai baru

kepada peserta didik (Syarbini dan Arbain, 2014 :7).

Pendidikan anti korupsi adalah penanaman dan penguatan nilai-nilai dasar

yang diharapkan mampu membentuk sikap anti korupsi dalam diri peserta didik

(Wijaya, 2014 : 24). Melalui penanaman nilai dasar anti korupsi dapat

meningkatkan sikap tidak toleran pada tindakan korupsi sehingga mewujudkan

nilai-nilai dalam usaha melawan korupsi di kalangan generasi muda.

Upaya pemberantasan korupsi melalui jalur pendidikan bukan suatu alternatif

melainkan suatu keharusan atau kewajiban (Wijaya, 2014 : 24). Hal ini

dikarenakan oleh upaya yang dilakukan oleh pemerintahan tidak mampu

mematahkan keyakinan bahwa negara ini memang negara yang korup. Fakta

terkait kasus korupsi dapat diketahui melalui pemberitaan di televisi, surat kabar,

maupun media informasi lainnya. Tertangkapnya oknum pejabat pemerintahan,

seniman maupun oknum yang bekerja di berbagai bidang, merupakan gambaran

bahwa korupsi terjadi hampir di semua bidang dan sektor pembangunan.

Keberhasilan penanggulangan pemberantasan korupsi tidak hanya bergantung

pada penegakkan hukum saja, namun ditentukan pula pada aspek tindakan

(34)

dini dengan menguatkan pendidikan anti korupsi di sekolah/madrasah (Mukodi

dan Burhanuddin, 2014 : 113).

Melalui penjelasan di atas, peneliti mengambil kesimpulan bahwa pendidikan

anti korupsi merupakan usaha sadar dan terencana dalam memberikan penanaman

dan penguatan nilai-nilai dalam membentuk sikap anti korupsi yang diharapkan

mampu diwujudkan generasi muda dalam usaha melawan korupsi. Pendidikan

anti korupsi berwujud dalam pengintegrasian suatu mata pelajaran di sekolah.

Pendidikan anti korupsi di sekolah merupakan salah satu cara dalam memutus

mata rantai korupsi di Indonesia melalui sektor pendidikan.

2.1.1.2 Tujuan Pendidikan Anti Korupsi

Pendidikan anti korupsi merupakan langkah pencegahan sejak dini terjadinya

korupsi. Strategi ini punya dampak baik dalam penanggulangan korupsi. Hanya

saja, pendekatan preventif ini memang tidak dapat dinikmati langsung, tetapi akan

terlihat hasilnya dalam jangka panjang (Mukodi dan Burhanuddin, 2014 : 113).

Usaha dalam pemberian pengetahuan dan pemahaman mengenai korupsi tentu

saja memiliki tujuan.

Tujuan pendidikan anti korupsi menurut Syarbini dan Arbain (2014 : 13)

adalah untuk :

1. Menanamkan nilai dan sikap hidup anti korupsi kepada warga sekolah.

Penanaman nilai dan sikap hidup anti korupsi kepada warga sekolah

merupakan tujuan utama dalam menerapkan pendidikan anti korupsi di

lingkungan pendidikan. Dengan penanaman nilai dan sikap kepada warga

sekolah, secara sadar telah mengajak warga sekolah untuk dapat menjadikan

(35)

peserta didik, dan tenaga kependidikan serta warga sekolah secara menyeluruh.

Dengan adanya penanaman nilai dan sikap anti korupsi di lingkungan warga

sekolah dan menjadikan warga sekolah anti terhadap korupsi maka tujuan

pendidikan anti korupsi dapat terwujud.

2. Menumbuhkan kebiasaan perilaku anti korupsi kepada warga sekolah.

Ala bisa karena biasa. Itulah sepenggal kalimat sederhana yang sering

dilontarkan oleh kebanyakan orang. Melalui sebuah pembiasaan yang baik dan

terus-menerus dilakukan secara konsisten dalam bersikap dan berperilaku akan

menghadirkan sebuah stigma positif dalam diri setiap warga sekolah.

Kebiasaan perilaku anti korupsi kepada warga sekolah ini merupakan upaya

untuk melatih, membimbing, dan membina diri insan pendidikan dan lembaga

pendidikan untuk dapat bersikap jujur dan amanah dalam setiap perilaku yang

dilakukannya serta dapat memiliki tanggung jawab yang besar terhadap diri,

masyarakat, dan negara.

3. Mengembangkan kreativitas warga sekolah dalam memasyarakatkan dan

membudayakan perilaku anti korupsi.

Tujuan terakhir dari pendidikan anti korupsi adalah pengembangan kreativitas

masyarakat dan membudayakan perilaku anti korupsi di lingkungan sekolah.

Hal ini sangat penting dan memiliki peranan besar dalam menciptakan sekolah

yang terbebas dari korupsi. Menjadikan sekolah sebagai wahana anti korupsi

dan menjadikan sebuah kebiasaan (budaya) di sekolah adalah solusi logis untuk

dapat membebaskan sekolah dari virus-virus korupsi. Sebab, begitu banyak

lembaga pendidikan sudah terjangkiti oleh virus korupsi bahkan sudah menjadi

(36)

kiranya membudayakan perilaku anti korupsi di setiap sekolah secara universal

dan dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah dan terintegrasi dalam setiap

mata pelajaran guna menjadikan sekolah sebagai media untuk dapat

memberantas virus korupsi sampai ke akar-akarnya.

Tujuan pendidikan anti korupsi juga disampaikan oleh Wijaya (2014 : 25)

berikut ini :

1. Membangun kehidupan sekolah sebagai bagian dari masyarakat melalui

penciptaan lingkungan belajar yang berbudaya integritas (anti korupsi), yaitu

jujur, disiplin, adil, tanggung jawab, bekerja keras, sederhana, mandiri, berani,

peduli, dan bermasyarakat.

2. Mengembangkan potensi kalbu/nurani peserta didik melalui ranah afektif

sebagai manusia yang memiliki kepekaan hati dan selalu menjunjung tinggi

nilai-nilai budaya sebagai wujud rasa cinta tanah air serta didukung wawasan

kebangsaan yang kuat.

3. Menumbuhkan sikap, perilaku, kebiasaan terpuji sejalan dengan nilai universal

dan tradisi budaya bangsa yang religius.

4. Menanamkan jiwa kepemimpinan yang profesional dan bertanggung jawab

sebagai generasi penerus bangsa.

5. Menyelenggarakan manajemen sekolah secara terbuka, transparan, profesional,

serta bertanggung jawab.

Pada hakikatnya tujuan pendidikan anti korupsi adalah untuk menanamkan

nilai dan sikap dalam penciptaan lingkungan belajar yang terbuka, transparan,

profesional, serta bertanggung jawab demi menumbuhkan kebiasaan perilaku anti

(37)

2.1.1.3 Nilai-Nilai Terkait Pendidikan Anti Korupsi

Pendidikan anti korupsi secara internal sangat dipengaruhi oleh nila-nilai anti

korupsi yang tertanam dalam diri seseorang. Menurut Nanang dan Romie (dalam

Mukodi dan Burhanuddin, 2014 : 79) terdapat 9 (sembilan) nilai anti korupsi,

yaitu 1) kejujuran, 2) kepedulian, 3) kemandirian, 4) kedisiplinan, 5) tanggung

jawab, 6) kerja keras, 7) kesederhanaan, 8) keberanian, dan 9) keadilan.

2.1.1.3.1 Kejujuran

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, jujur diartikan sebagai 1) lurus hati,

tidak berbohong, berkata apa adanya, 2) tidak curang dengan mengikuti aturan

yang berlaku, 3) tulus, ikhlas. Nilai kejujuran ibarat sebuah mata uang yang

berlaku dimana-mana termasuk dalam kehidupan di sekolah/madrasah. Prinsip

kejujuran harus dipegang teguh oleh peserta didik. Nilai kejujuran di

sekolah/madrasah dapat diwujudkan oleh peserta didik dalam bentuk tidak

melakukan kecurangan akademik seperti tidak menyontek saat ujian, tidak

melakukan kecurangan akademik, tidak memalsukan nilai, dan sebagainya.

2.1.1.3.2 Kepedulian

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Offline v1.3, peduli diartikan

sebagai sikap mengindahkan, memperhatikan, menghiraukan. Nilai kepedulian

dapat diwujudkan oleh peserta didik dalam beragam bentuk, diantaranya berusaha

ikut memantau jalannya proses pembelajaran, memantau sistem pengelolaan

sumber daya di sekolah atau madrasah, memantau kondisi infrastruktur

(38)

2.1.1.3.3 Kemandirian

Menurut Nanang dan Romie dalam (Mukodi dan Burhanuddin, 2014 : 85)

kondisi mandiri bagi peserta didik diartikan sebagai proses mendewasakan diri

yaitu dengan tidak bergantung pada orang lain untuk mengerjakan tugas dan

tanggung jawabnya. Nilai kemandirian dapat diwujudkan antara lain dalam bentuk

mengerjakan tugas secara mandiri, mengerjakan ujian secara mandiri, dan

menyelenggarakan kegiatan kesiswaan dengan swadaya.

2.1.1.3.4 Kedisiplinan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, disiplin diartikan sebagai ketaatan

(kepatuhan) kepada peraturan. Sikap disiplin diperlukan dalam berkehidupan di

sekolah atau madrasah maupun masyarakat. Manfaat dari hidup yang disiplin

adalah peserta didik dapat mencapai tujuan hidupnya dengan efektif dan efisien.

Disiplin pada akhirnya juga dapat menambah rasa kepercayaan kepada orang lain.

Dalam berbagai situasi guru dituntut untuk dapat mengembangkan sikap disiplin

peserta didik.

2.1.1.3.5 Tanggung Jawab

Menurut Nanang dan Romie (dalam Mukodi dan Burhanuddin, 2014 : 88)

mendefinisikan tanggung jawab adalah menerima segala sesuatu dari sebuah

perbuatan yang salah, baik itu disengaja maupun tidak disengaja. Penerapan nilai

tanggung jawab antara lain dapat diwujudkan dalam bentuk belajar dengan

sungguh-sungguh, lulus tepat waktu dengan nilai yang baik, mengerjakan tugas

yang diberikan oleh guru, menjaga amanah dan kepercayaan yang diberikan

(39)

2.1.1.3.6 Kerja Keras

Kerja keras didasarkan atas kemauan yang tinggi. Kerja keras dapat

diwujudkan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya dalam

melakukan sesuatu menghargai proses bukan hasil semata, tidak melakukan jalan

pintas, belajar dan mengerjakan tugas-tugas akademik dengan sungguh-sungguh.

2.1.1.3.7 Sederhana

Prinsip hidup sederhana merupakan indikator bagian penting dalam menjalin

hubungan antara sesama peserta didik. Hidup sederhana menjauhkan pada bentuk

kecemburuan sosial yang tak jarang berujung pada sebuah tindakan melawan

hukum. Prinsip hidup sederhana juga menghindari seseorang dari keinginan yang

berlebihan. Nilai kesederhanaan dapat diterapkan oleh peserta didik dalam bentuk

diantaranya hidup sesuai dengan kemampuan, hidup sesuai dengan kebutuhan,

tidak suka pamer kekayaan dan sebagainya.

2.1.1.3.8 Keberanian

Berani menyampaikan pendapat adalah modal awal untuk mencegah

terjadinya korupsi. Nilai keberanian dapat dikembangkan peserta didik

diantaranya melalui berani mengatakan dan membela kebenaran, berani

bertanggung jawab terhadap segala bentuk kesalahan, berani menyampaikan

pendapat, dan sebagainya.

2.1.1.3.9 Keadilan

Keadilan diartikan dengan memberikan hak seimbang dengan kewajiban, atau

memberi sesuatu dengan kebutuhannya. Nilai keadilan dapat dikembangkan oleh

(40)

semangat pada temannnya yang tidak berprestasi, tidak memilih teman dalam

bergaul berdasarkan suku, agama, ras dan antar golongan.

Terkait dengan 9 nilai pendidikan anti korupsi di atas, peneliti berusaha

memunculkan 4 nilai anti korupsi dalam pengembangan produk buku cerita

bergambar miliknya. Nilai pendidikan anti korupsi yang dimunculkan peneliti

seperti nilai kejujuran, tanggung jawab, sederhana, dan keberanian. Peneliti

memunculkan nilai-nilai pendidikan anti korupsi dimaksudkan agar anak dapat

mengambil amanat setelah membaca cerita tersebut.

2.1.2 Buku Cerita Bergambar

Buku bergambar (picture books) menurut Huck (dalam Nurgiyantoro,

2005 : 153) adalah buku yang menyampaikan pesan lewat dua cara, yaitu ilustrasi

dan tulisan. Ilustrasi (gambar) merupakan pendukung yang menguatkan dan

mengungkapkan pesan yang ingin disampaikan dalam buku secara lebih baik dan

jelas. Pemakaian gambar dalam memperkuat suatu pesan diperjelas oleh Gerlach

dan Ely (dalam Anitah, 2009:7-8) yang menyatakan bahwa:

Gambar tidak hanya bernilai seribu bahasa, tetapi juga seribu tahun atau seribu mil. Melalui gambar dapat ditunjukkan kepada pebelajar suatu tempat, orang, dan segala sesuatu dari daerah yang jauh dari jangkauan pengalaman pebelajar sendiri. Gambar juga dapat memberikan gambaran dari waktu yang telah lalu atau potret (gambaran) masa yang akan datang.

Gambar diyakini menarik perhatian anak dalam hubungan menumbuhkan

minat terhadap bacaan. Keberadaan gambar juga dapat menambah keindahan

buku yang ditampilkan lewat sampul halaman buku yang beraneka ragam dan

(41)

harus mempergunakan bahasa yang baik dan benar. Hal ini dimaksudkan agar

cerita dapat dipahami pembaca sesuai pesan yang ingin disampaikan oleh penulis.

Bahasa yang diwujudkan dalam bentuk teks dan kata-kata merupakan

aspek yang penting dalam penulisan cerita. Menurut Huck dkk. (dalam

Nurgiyantoro, 2005 : 157) kata-kata dan teks dalam buku cerita bergambar sama

pentingnya dengan gambar ilustrasi. Hal itu akan membantu pembaca

mengembangkan sensitivitas awal ke imajinasi dalam penggunaan bahasa. Bahasa

dalam buku untuk anak-anak juga harus sederhana. Kesederhanaan tersebut

merujuk pada kemudahan pengenalan arti kata yang dapat membantu anak

memahami isi cerita. Pemahaman terkait isi cerita dibantu dengan gambar

merupakan keunggulan dari buku cerita bergambar. Oleh karena itu, buku cerita

bergambar tidak lepas dengan dunia anak-anak yang mengkreasikan gambar

menarik pada tiap halaman sampulnya. Meskipun, tidak jarang juga buku cerita

bergambar dikonsumsikan pada pembaca dewasa. Selain dilengkapi dengan

gambar yang menarik dan bahasa yang sederhana, penampilan buku secara fisik

dibuat agar menarik minat baca anak untuk membaca. Hal ini diperkuat menurut

pernyataan Nurgiyantoro (2005 : 158) yang menyatakan bahwa anak memiliki

bakat untuk menyenangi keindahan, maka hal itu perlu dipupuk lewat penampilan

keindahan bahasa dan gambar-gambar ilustrasi.

Buku cerita bergambar menurut Stewing (dalam Susanto, 2011) adalah

sebuah buku yang menjajarkan cerita dengan gambar. Sementara Mitchell (dalam

Nurgiyantoro, 2005 : 153) lebih menyukai istilah picture storybooks yaitu buku

cerita bergambar adalah buku yang menampilkan gambar dan teks dan keduanya

(42)

mengungkapkan bahwa buku cerita bergambar memadukan unsur cerita dan

gambar. Unsur cerita yang termuat pada teks, sedangkan gambar berperan sebagai

pelengkap cerita yang keduanya tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya.

Berdasarkan teori diatas, dapat disimpulkan bahwa buku cerita bergambar

merupakan buku yang dibuat dengan memadukan cerita, gambar dan bahasa yang

sederhana serta dikemas halaman sampul yang menarik. Buku cerita bergambar

dibuat menarik agar membantu meningkatkan minat baca anak.

2.1.2.1 Unsur-Unsur Cerita

Menurut Nurgiyantoro (2005 : 7) mengatakan bahwa isi cerita anak tidak

harus yang baik-baik saja, seperti kisah anak rajin, suka membantu ibu, dan

lain-lain. Anak-anak juga dapat menerima cerita yang “tidak baik” seperti anak malas,

anak pembohong, kucing pemalas, atau bintang yang suka memakan sebangsanya.

Terkait beberapa contoh isi cerita di atas merupakan kesatuan dari berbagai

elemen yang membentuknya. Elemen-elemen itu dapat dibedakan ke dalam unsur

instrinsik dan unsur ekstrinsik.

Unsur instrinsik adalah unsur-unsur cerita fiksi yang secara langsung berada

di dalam, menjadi bagian dan ikut membentuk eksistensi cerita yang

bersangkutan. Unsur fiksi yang termasuk dalam kategori ini misalnya adalah

tokoh dan penokohan, alur, pengaluran, dan berbagai peristiwa yang

membentuknya, latar, sudut pandang, dan lain-lain. Berbeda dengan unsur

ekstrinsik, di pihak lain, adalah unsur yang berada di luar teks fiksi yang

bersangkutan, tetapi mempunyai pengaruh membangun cerita yang dikisahkan,

(43)

Rampan (2012: 73) menyatakan bahwa sebuah cerita sebenarnya terdiri dari

pilar-pilar sebagai berikut. (1) tema, (2) tokoh, (3) latar, (4) alur, dan (5) gaya.

Pilar pertama merupakan tema atau disebut rancang bangun cerita yang

dikehendaki pengarang harus dilandasi amanat, yaitu pesan moral yang ingin

disampaikan kepada pembaca. Namun, amanat ini harus dijalin secara menarik,

sehingga anak-anak tidak merasa sedang membaca wejangan moral. Pembaca

dihadapkan pada sebuah cerita yang menarik dan menghibur, dan dari bacaan itu

anak-anak atau orang tua mereka dapat membangun pengertian dan menarik

kesimpulan tentang pesan yang hendak disampaikan pengarang. Umumnya tema

yang dinyatakan secara terbuka dan gamblang tidak akan menarik minat pembaca.

Pilar kedua adalah tokoh. Secara umum, tokoh dapat dibagi dua yaitu tokoh

utama (protagonis) dan tokoh lawan (antagonis). Tokoh utama ini biasanya

disertai dengan tokoh-tokoh sampingan yang umumnya ikut serta dan menjadi

bagian kesatuan cerita. Sebagai tokoh bulat, tokoh utama ini mendapat porsi

paling istimewa dibandingkan dengan tokoh-tokoh sampingan. Kondisi fisik atau

karakternya digambarkan secara lengkap, sebagaimana manusia sehari-hari.

Disamping itu, seiring pula dihadirkan tokoh datar, yaitu tokoh yang ditampilkan

secara satu isi (baik atau jahat), sehingga dapat melahirkan tanggapan memuja

atau membenci dari para pembaca. Penokohan harus memperlihatkan

perkembangan karakter tokoh. Peristiwa-peristiwa yang terbina dan dilema yang

muncul di dalam alur harus mampu membawa perubahan dan perkembangan pada

tokoh, sehingga lahir diidentifikasi pembaca pada tokoh yang muncul sebagai

(44)

Pilar ketiga adalah latar. Peristiwa-peristiwa di dalam cerita dapat dibangun

dengan menarik jika penempatan latar waktu dan tempatnya dilakukan secara

tepat, karena latar berhubungan dengan tokoh, dan tokoh berkaitan erat dengan

karakter. Bangunan latar yang baik menunjukan bahwa cerita tertentu tidak dapat

dipindahkan ke kawasan lain, karena latarnya tidak menunjang tokoh dan

peristiwa-peristiwa khas yang hanya terjadi di suatu latar tertentu saja. Dengan

kata lain, latar menunjukan keunikan tersendiri dalam rangkaian kisah, sehinggga

mampu membangun tokoh-tokoh spesifik dengan sifat-sifat tertentu yang hanya

ada pada kawasan tertentu itu. Dengan demikian, tampak latar memperkuat tokoh

dan mengidupkan peristiwa-peristiwa yang dibina di dalam alur, menjadikan

cerita spesifik dan unik.

Alur merupakan pilar keempat. Alur menuntut kemampuan utama pengarang

untuk menarik minat pembaca. Secara sederhana, alur dapat dikatakan sebagai

rentetan peristiwa yang terjadi di dalam cerita. Alur dapat dibina secara lurus,

dimana cerita dibangun secara kronologis. Peristiwa-peristiwa demi peristiwa

berkaiatan langsung satu sama lain hingga cerita berakhir. Alur juga dapat

dibangun secara episodik, dimana cerita diikat oleh episode-episode tertentu, dan

pada setiap episodenya ditemukan gawatan, klimaks dan leraian. Alur juga dapat

dibangun dengan sorot balik atau maju. Sorot balik adalah paparan informasi atau

peristiwa yang terjadi di masa lampau, dikisahkan kembali dalam situasi masa

kini, sementara alur maju merupakan wujud ancang-ancang untuk menerima

peristiwa-peristiwa tertentu yang nanti akan terjadi.

Pilar kelima adalah gaya. Disamping pilar-pilar lainnya, gaya menentukan

(45)

cerita bukan pada apa yang dikatakan, tetapi bagaimana mengatakannya.

Kalimat-kalimat yang enak dibaca, ungkapan-ungkapan yang baru dan hidup, suspence

yang menyimpan kerahasiaan, pemecahan persoalan yang rumit namun penuh

tantangan, pengalaman-pengalaman baru yang bernuansa kemanusiaan, dan

sebagainya merupakan muatan gaya yang membuat pembaca terpesona.

Disamping sebagai tanda seorang pengarang, gaya tertentu mampu menyedot

perhatian pembaca untuk terus membaca. Bersama elemen lainnya, seperti

penggunaan sudut pandang yang tepat, pembukaan dan penutup yang memberi

kesan tertentu, gaya adalah salah satu kunci yang menentukan berhasil atau

gagalnya sebuah cerita.

Penyusunan kerangka buku cerita bergambar didasari oleh teori kelima pilar

cerita di atas. Kelima pilar tersebut seperti tema yang diangkat yaitu mengenai

nilai pendidikan anti korupsi berisi nilai kejujuran, tanggung jawab, keberanian,

dan juga sederhana. Selanjutnya mengenai tokoh, pengembangan buku cerita

bergambar ini mengambil beberapa tokoh seperti tokoh utama bernama Harsa,

Ibu, Pak Teten, dan kedua teman Harsa yaitu Jujuk dan Emen. Latar yang

digunakan dalam cerita seperti rumah Harsa, warung, dan juga jalan raya. Selain

itu, alur yang digunakan dalam pembuatan buku cerita menggunakan alur maju,

sehingga pemunculan masalah hingga penyelesaian masalah terdapat pada isi

cerita. Pilar cerita yang terakhir yaitu gaya. Buku cerita dilengkapi gambar dipadu

tulisan dan warna yang diharapkan memberi kesan buku terlihat lebih menarik.

Hal ini dilakukan supaya menumbuhkan minat baca anak ketika melihat tampilan

(46)

2.1.2.2 Kriteria Buku Cerita yang Baik bagi Anak

Kebutuhan akan bahan bacaan merupakan salah satu faktor bagi

perkembangan tahap membaca anak. Oleh sebab itu, guru maupun orang tua perlu

membimbing dan memperhatikan kebutuhan bacaan bagi anak-anaknya. Perlu

diketahui bahwa buku bacaan yang baik adalah buku bacaan yang : (1) dapat

memberikan nilai positif pada pembacanya; (2) disampaikan dalam bahasa yang

sederhana, enak dibaca dan penulisnya seakan ingin berbagi dengan pembaca,

bukan menggurui; (3) gaya penulisan tidak meledak-ledak; (4) menggunakan

kaidah bahasa Indonesia yang berlaku, tidak menggunakan istilah asing yang

sebenarnya ada padanannya dalam bahasa Indonesia Christantiowati (dalam

Santosa, 2008: 9).

Pendapat serupa juga dikatakan oleh Effendi, Bangsa, dan Yudani (2013)

yang mengatakan bahwa buku cerita yang baik meliputi: (a) tampilan visual buku

dirancang menggunakan tampilan full color; (b) tampilan visual buku lebih

dominan gambar dibandingkan dengan teks; (c) jenis huruf pada buku cerita

memiliki tingkat keterbacaan yang baik bagi anak-anak; (d) judul buku cerita

mewakili keseluruhan isi cerita dan menarik minat anak untuk membaca lebih

lanjut; dan (e) tampilan warna mampu memberikan kesan dan mudah ditangkap

oleh indera penglihatan anak.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kriteria buku cerita yang

baik bagi anak dalam pengembangan buku cerita bergambar peneliti meliputi

penggunaan bahasa yang sederhana, enak dibaca bagi pembaca. Selain itu, buku

(47)

visual buku full color, gambar lebih dominan dibandingkan teks, judul buku cerita

mewakili isi cerita, dan juga dapat memberikan nilai positif bagi pembaca seperti

nilai pendidikan anti korupsi.

2.1.3 Pengertian Membaca

Membaca merupakan kegiatan dalam menemukan berbagai informasi dalam

tulisan. Tulisan memiliki makna sebagai pesan yang ingin disampaikan oleh

penulis kepada pembaca. Menurut Wassid dan Sunendar (2008 : 246) membaca

merupakan proses memperoleh makna dari apa yang tertulis dalam teks.

Mengetahui makna dari pikiran penulis merupakan cara dalam mendapatkan

informasi dengan sejelas mungkin terkait bahan bacaan yang sedang dibaca. Oleh

sebab itu, membaca juga merupakan kegiatan yang mempergunakan penalaran

dalam menangkap informasi yang diberikan oleh penulis.

Pengertian membaca juga disampaikan Subyakto (1998: 145) yang

mengemukakan membaca adalah suatu aktivitas yang rumit atau kompleks karena

bergantung pada keterampilan berbahasa pelajar, dan pada tingkat penalarannya.

Kegiatan membaca pada pernyataan sebelumnya disebut sebagai keterampilan

berbahasa dipahami serupa oleh Pratiwi, dkk. (2007: 15) mengemukakan bahwa

membaca merupakan kegiatan berbahasa yang secara aktif menyerap atau

informasi atau pesan yang disampaikan melalui media tulis, seperti buku, artikel,

modul, surat kabar, atau media tulis lainnya. Disebut aktif karena membaca bukan

hanya sekedar memahami lambang tulis, tetapi juga membangun makna,

(48)

Berdasarkan uraian teori di atas dapat disimpulkan bahwa membaca adalah

kegiatan aktif yang dilakukan untuk memperoleh informasi terkait makna tulisan

penulis yang didapatkan melalui berbagai media tulis atau media lainnya. Pada

penelitian ini, peneliti ingin mengajak siswa kelas II SD untuk belajar membaca.

Cara yang dilakukan oleh peneliti yaitu dengan memperkenalkan siswa pada

bahan bacaan berbentuk buku cerita bergambar bertemakan pendidikan anti

korupsi. Selain belajar membaca dilengkapi dengan penjelasan tampilan gambar,

siswa diharapkan mampu menangkap nilai-nilai pendidikan anti korupsi yang

terdapat di dalam cerita tersebut.

2.1.3.1 Tujuan Membaca

Informasi dapat diperoleh melalui membaca. Informasi dibutuhkan untuk

memperkaya pengetahuan dari seseorang akan suatu peristiwa, asal-usul dan lain

sebagainya. Hal ini merupakan salah satu dari tujuan yang ingin dicapai pada

kegiatan membaca. Supriyadi mengemukakan dalam (1992: 117) tujuan membaca

sebagai berikut.

a. Mengisi waktu luang atau mencari hiburan.

b. Kepentingan studi (secara akademik).

c. Mencari informasi, menambah ilmu pengetahuan.

d. Memperkaya perbendaharaan kosakata, dan lain-lain.

Selain itu, tujuan dari kegiatan membaca juga disampaikan oleh Zuchdi

dan Budiasih (2001: 24). Menurut Zuchdi dan Budiasih membaca meliputi

beberapa tujuan diantaranya sebagai berikut :

a. Mendapatkan informasi yaitu mencakup informasi tentang fakta dan kejadian

(49)

b. Membaca untuk meningkatkan citra diri,

c. Submilasi atau penyaluran yang positif,

d. Rekreatif yaitu untuk mendapatkan kesenangan atau hiburan,

e. Membaca hanya karena iseng, dan

f. Untuk mencari nilai-nilai keindahan dan nilai kehidupan.

Pada umumnya tujuan membaca adalah untuk memperoleh informasi terkait

makna tulisan penulis yang didapatkan dari berbagai media. Namun secara

khusus, setiap orang memiliki tujuan tersendiri dalam membaca seperti

menambah ilmu pengetahuan, iseng mengisi waktu luang, mendapatkan

kesenangan, dan lain sebagainya.

2.1.3.2 Gerakan Literasi Sekolah

Literasi sekolah dalam konteks Gerakan Literasi Sekolah (GLS) merupakan

kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas

melalui berbagai aktivitas, antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan

atau berbicara (dikdas.kemdikbud 2016: 2). Literasi juga bermakna praktik dan

hubungan sosial yang terkait dengan pengetahuan, bahasa, dan budaya (UNESCO,

2003).

GLS merupakan merupakan suatu usaha atau kegiatan yang bersifat

partisipatif dengan melibatkan warga sekolah (peserta didik, guru, kepala sekolah,

tenaga kependidikan, pengawas sekolah, Komite Sekolah, orang tua/wali murid

peserta didik), akademisi, penerbit, media massa, masyarakat (tokoh masyarakat

yang dapat merepresentasikan keteladanan, dunia usaha, dll.), dan pemangku

kepentingan di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan

(50)

Sebagai gerakan yang partisipatif, GLS melibatkan seluruh elemen terutama

bagi peserta didik yang diwujudkan melalui pembiasaan membaca. Pembiasaan

membaca ini selanjutnya diarahkan pada tahap pengembangan dan juga

pembelajaran. Oleh karena itu, variasi kegiatan GLS ini dapat berupa perpaduan

pengembangan keterampilan reseptif maupun produktif. Keterampilan reseptif

merupakan keterampilan yang bersifat menerima meliputi keterampilan membaca

dan menyimak. Sedangkan keterampilan produktif merupakan keterampilan yang

bersifat mengungkap meliputi keterampilan menulis dan berbicara (Muchlisoh,

1992 : 119).

GLS sebagai upaya menyeluruh yang dilakukan di lingkungan sekolah

memiliki tujuan dalam menanamkan budaya membaca sebagai kebiasaan yang

menyenangkan dan ramah pada anak agar warga sekolah mampu mengelola

pengetahuan. Penanaman kebiasaan membaca anak dilakukan dengan pembiasaan

membaca oleh anak di sekolah dengan kisaran waktu 15 menit sebelum pelajaran

dimulai dan sesudah pelajaran selesai.

Kegiatan GLS pada tahap pembiasaan ini, memiliki prinsip dalam

pelaksanaan kegiatan membaca seperti bahan bacaan yang dibaca oleh anak dalam

kegiatan ini merupakan buku bacaan, bukan buku teks pelajaran. Selain itu peserta

didik diperkenankan memilih buku bacaan sesuai minat mereka dengan memberi

keleluasaan untuk membawa buku dari rumah. Kegiatan membaca tidak diikuti

oleh tugas lain seperti menghafalkan cerita, menulis sinopsis, dan lain-lain.

Adapun dalam kegiatan membaca dapat diikuti dengan diskusi informal tentang

buku yang dibaca ataupun kegiatan yang menyenangkan lainnya terkait buku yang

(51)

lanjutan ini tidak dinilai/dievaluasi. Kegiatan membaca juga berlangsung dalam

suasana yang santai dan menyenangkan. Guru menyapa peserta didik dan

bercerita sebelum membacakan buku dan meminta mereka untuk membaca buku

(dikdas.kemdikbud 2016: 8).

2.1.3.3 Prinsip-prinsip Literasi Sekolah

Menurut Beers (2009), praktik-praktik yang baik dalam gerakan literasi

sekolah menekankan prinsip-prinsip sebagai berikut :

a. Perkembangan literasi berjalan sesuai tahap perkembangan yang dapat diprediksi.

Tahap perkembangan anak dalam belajar membaca dan menulis saling beririsan

antar tahap perkembangan. Memahami tahap perkembangan literasi peserta didik

dapat membantu sekolah untuk memilih strategi pembiasaan dan pembelajaran

literasi yang tepat sesuai kebutuhan perkembangan mereka.

b. Program literasi yang baik bersifat berimbang

Sekolah yang menerapkan program literasi berimbang menyadari bahwa tiap

peserta didik memiliki kebutuhan yang berbeda. Oleh karena itu, strategi

membaca dan jenis teks yang dibaca perlu divariasikan dan disesuaikan dengan

jenjang pendidikan. Program literasi yang bermakna dapat dilakukan dengan

memanfaatkan bahan bacaan kaya ragam teks, seperti karya sastra untuk anak dan

remaja.

c. Program literasi terintegrasi dengan kurikulum

Pembiasaan dan pembelajaran literasi di sekolah adalah tanggung jawab semua

guru di semua mata pelajaran sebab pembelajaran mata pelajaran apapun

Gambar

Gambar tidak hanya bernilai seribu bahasa, tetapi juga seribu tahun atau
gambar yang menarik dan bahasa yang sederhana, penampilan buku secara fisik
gambar. Unsur cerita yang termuat pada teks, sedangkan gambar berperan sebagai
Tabel 2.1 Tahap Membaca Nyaring
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kualitas tersebut dapat ditunjukkan dari berbagai muatan dari buku cerita bergambar teresebut antara lain buku cerita bergambar ini menggunakan bahasa dan gaya tulisan

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang telah memberikan kasih dan penyertaan-Nya sehingga skripsi berjudul Pengembangan Buku Cerita Bergambar Berbasis Pendidikan

Pendidikan anti korupsi dapat diajarkan melalui pembelajaran dengan berbagai media, salah satunya adalah menggunakan buku cerita bergambar yang menarik bagi siswa.. Tujuan

ABSTRAK PENGEMBANGAN BUKU CERITA BERGAMBAR MENGENAI KEBERAGAMAN BUDAYA UNTUK PEMBELAJARAN MEMBACA KELAS III B SD KANISIUS SOROWAJAN Angela Putri Meriyani Universitas Sanata Dharma

1. Prosedur pengembangan buku cerita bergambar berbasis pendidikan karakter peduli sosial dan literasi untuk siswa kelas IV SD menggunakan model ADDIE. Prosedur

Arif Saefudin.. Pengembangan buku cerita bergambar berbasis pendidikan lingkungan hidup untuk pembelajaran membaca siswa SD kelas atas. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan

Dari table 2 menunjukkan bahwa hasil validasi ahli materi terhadap pengembangan media pembelajaran buku cerita bergambar untuk meningkatkan minat membaca siswa kelas 2

Pengembangan buku cerita bergambar berbasis lingkungan hidup pada pembelajaran tematik kelas II SD/MI pada tema merawat hewan dan tumbuhan menggunakan Research and