PENGEMBANGAN BUKU CERITA BERGAMBAR BERBASIS
PENDIDIKAN ANTI KORUPSI UNTUK PEMBELAJARAN
MEMBACA SISWA KELAS IV A SD NEGERI DAYUHARJO
TAHUN AJARAN 2016/2017
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh:
Sirilus Prasetya Nugraha
NIM: 131134052
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
i
PENGEMBANGAN BUKU CERITA BERGAMBAR BERBASIS
PENDIDIKAN ANTI KORUPSI UNTUK PEMBELAJARAN
MEMBACA SISWA KELAS IV A SD NEGERI DAYUHARJO
TAHUN AJARAN 2016/2017
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh:
Sirilus Prasetya Nugraha
NIM: 131134052
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv PERSEMBAHAN
Karya ini penulis persembahkan kepada:
TUHAN YANG MAHA ESA
Orang tua penulis, Bapak Stefanus Singgih Nugraha dan Ibu Elizabeth Tri Ganef
Astuti yang selalu memberi kasih sayang, semangat, doa, dan dukungan serta
uang saku.
Kakak sekeluarga, Laurentius Eliffe Satya Nugraha, Valentina Heni Puspita, dan
keponakan penulis Giacinta Ayu Natasha yang tidak pernah lelah memberikan
hiburan dan canda tawa selama penulisan skripsi ini.
Guru kehidupan penulis, Yuniardi Arfiyanto yang tidak pernah lelah mengajak
penulis untuk belajar arti kehidupan selama kurang lebih 10 tahun terakhir.
Seseorang yang spesial, Ristiana Putri yang selalu direpotkan penulis dalam
bentuk perasaan, pikiran, tenaga, ataupun materi.
Teman-teman BadBoyz Racing yang telah memberikan hiburan dalam bentuk
apapun termasuk ngetrail bersama selama penyusunan skripsi ini.
Saudara-saudara, teman-teman, sahabat-sahabat penulis yang selalu memberikan
bantuan dalam bentuk apapun kepada penulis.
Semua teman-teman PGSD angkatan 2013 yang telah berdinamika bersama.
Almamater Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan seluruh pendidik dalam
v MOTTO
“Veni, Vidi, Vici”
vi PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 28 April 2017
Penulis
vii LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Sirilus Prasetya Nugraha
Nomor Mahasiswa : 131134052
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
PENGEMBANGAN BUKU CERITA BERGAMBAR BERBASIS PENDIDIKAN ANTI KORUPSI UNTUK PEMBELAJARAN MEMBACA
SISWA KELAS IV A SD NEGERI DAYUHARJO TAHUN AJARAN 2016/2017
beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan
dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,
mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media
lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun
memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 28 April 2017
Yang menyatakan
viii ABSTRAK
PENGEMBANGAN BUKU CERITA BERGAMBAR BERBASIS PENDIDIKAN ANTI KORUPSI UNTUK PEMBELAJARAN MEMBACA
SISWA KELAS IV A SD NEGERI DAYUHARJO TAHUN AJARAN 2016/2017
Sirilus Prasetya Nugraha Universitas Sanata Dharma
2017
Membaca merupakan salah satu keterampilan dalam bidang bahasa. Keterampilan membaca perlu diajarkan dengan benar kepada siswa di sekolah. Agar minat membaca siswa meningkat perlu adanya media bacaan yang menarik. Penelitian ini difokuskan pada pengembangan buku cerita berbasis pendidikan anti korupsi untuk pembelajaran membaca siswa kelas IV A SD Negeri Dayuharjo tahun ajaran 2016/2017.
Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan produk dan mendeskripsikan kualitas produk. Penelitian ini merupakan jenis penelitian dan pengembangan. Produk berupa buku cerita bergambar ini menggunakan prosedur pengembangan modifikasi Borg and Gall dan Sugiyono. Modifikasi produk terdiri dari 6 langkah, yaitu (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, dan (6) uji coba produk. Instrumen dalam penelitian ini adalah daftar pertanyaan wawancara dan lembar kuesioner. Wawancara digunakan sebagai analisis kebutuhan kepada guru kelas IV A SD Negeri Dayuharjo. Kuesioner digunakan untuk validasi desain kepada satu ahli bahasa Indonesia, satu guru kelas IV A SD Negeri Dayuharjo, dan siswa kelas IV A SD Negeri Dayuharjo serta uji coba produk kepada enam siswa kelas IV A SD Negeri Dayuharjo.
Berdasarkan hasil validasi, didapat skor oleh ahli bahasa Indonesia sejumlah 4,94, guru kelas IV A memperoleh skor 4,58, dan siswa kelas IV A memperoleh skor 4,45. Rerata skor validasi yaitu 4,65 dengan kategori “sangat baik”. Sedangkan uji coba produk kepada enam siswa kelas IV A memperoleh hasil rerata sejumlah 4,72 dengan kategori “sangat baik”. Penilaian buku cerita bergambar ini ditinjau dari tiga aspek, yaitu (1) sampul buku, (2) isi buku cerita, dan (3) anatomi buku.
ix ABSTRACT
THE DEVELOPMENT OF ANTI-CORRUPTION EDUCATION BASED PICTURE STORY BOOKS FOR READING LESSON FOR IV A STUDENTS IN SD NEGERI DAYUHARJO ACADEMIC YEAR 2016/2017
Sirilus Prasetya Nugraha Sanata Dharma University
2017
Reading is one of language skills. Reading skill should be taught properly to students in schools. Attractive reading media are needed to increase students’ interest in reading. This study focuses on the development of anti-corruption education based picture story books for reading lesson for IV A students in SD Negeri Dayuharjo academic year 2016/2017.
The study aims to develop a product and describe the quality of the product. This study is research and development study which employs modified developmental procedure by Borg and Gall and Sugiyono to produce a picture story books. Product modifications consist of 6 steps which include (1) potential and problem (2) data gathering (3) product design (4) design validation (5) design revision and (6) test product. The instruments used in this study were interview and questionnaire. The interview served as needs analysis of home teachers in Class IV A SD Negeri Dayuharjo. The questionnaire was used as design validation for one Indonesian language expert, one home teacher in Class IV A SD Negeri Dayuharjo, and students of Class IV A SD Negeri Dayuharjo.
Based on the validation result, score 4.94 was obtained from Indonesian language expert, home teacher of Class IV A obtained score of 4.58, and students of Class IV A obtained score of 4.45. The mean of validation score was 4.65 with the category of “excellent”, while the test product to students of Class IV A earned the mean of 4.72 with the category of “excellent”. The evaluation was based on three aspects; (1) book cover, (2) story book content, and (3) book anatomy.
x KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkah dan rahmatNya, sehingga skripsi yang berjudul Pengembangan buku
cerita bergambar berbasis pendidikan anti korupsi untuk pembelajaran
membaca siswa kelas IV A SD Negeri Dayuharjo tahun ajaran 2016/2017 dapat
terselesaikan. Maksud dan tujuan skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Menyadari penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak,
maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1) Rohandi, Ph.D., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
2) Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd., Kaprodi PGSD.
3) Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd., Wakaprodi PGSD dan
dosen pembimbing II yang telah memberikan arahan dan masukan
dalam penyelesaian skripsi.
4) Brigitta Erlita Tri Anggadewi, M.Psi., dosen pembimbing I yang telah
membimbing dan memotivasi penulis dalam penyelesaian skripsi.
5) Ahli bahasa Indonesia selaku validator yang telah membantu
memaksimalkan produk penelitian.
6) Guru kelas IV A SD Negeri Dayuharjo selaku narasumber dan
validator.
7) Siswa-siswi kelas IV A SD Negeri Dayuharjo selaku validator dan
subjek uji coba produk.
8) Para dosen PGSD Universitas Sanata Dharma yang telah mendidik dan
memberikan ilmunya kepada penulis selama kuliah.
9) Kepala sekolah dan para guru SD Negeri Dayuharjo yang telah
mengizinkan dan membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.
10)Orang tua penulis, Bapak Stefanus Singgih Nugraha dan Ibu Elizabeth
Tri Ganef Astuti yang selalu memberi kasih sayang, semangat, doa,
xi 11)Kakak sekeluarga, Laurentius Eliffe Satya Nugraha, Valentina Heni
Puspita, dan keponakan penulis Giacinta Ayu Natasha yang tidak
pernah lelah memberikan hiburan dan canda tawa selama penulisan
skripsi ini.
12)Guru kehidupan penulis, Yuniardi Arfiyanto yang tidak pernah lelah
mengajak penulis untuk belajar arti kehidupan selama kurang lebih 10
tahun terakhir.
13)Seseorang yang spesial, Ristiana Putri yang selalu direpotkan penulis
dalam bentuk perasaan, pikiran, tenaga, ataupun materi.
14)Teman-teman BadBoyz Racing yang telah memberikan hiburan dalam
bentuk apapun termasuk ngetrail bersama selama penyusunan skripsi
ini
15)Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu dan turut
membantu dalam penyelesaian skripsi.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan rahmatNya
serta membalas segala amal budi serta kebaikan pihak-pihak yang telah membantu
penulis dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan
manfaat dan berguna bagi banyak pihak.
Penulis
xii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
1.6 Spesifikasi Produk yang Dikembangkan ... 7
1.7 Analisis Kebutuhan ... 7
BAB II LANDASAN TEORI ... 9
xiii
2.1.1 Karakteristik Perkembangan Anak ... 9
2.1.1.1 Tahap Perkembangan Anak ... 9
2.1.1.2 Perkembangan Anak SD Kelas Tinggi ... 12
2.1.2 Pengertian Membaca ... 14
2.1.2.1 Tujuan Membaca ... 15
2.1.2.2 Jenis-jenis Membaca ... 17
2.1.3 Media Buku Cerita Bergambar ... 20
2.1.3.1 Pengertian Media ... 20
2.1.3.2 Jenis Media Pembelajaran ... 21
2.1.3.3 Buku Cerita Bergambar ... 25
2.1.3.4 Kriteria Buku Cerita yang Baik ... 26
2.1.3.5 Unsur-unsur Cerita ... 28
2.1.4 Pendidikan Anti Korupsi ... 29
2.1.4.1 Tujuan Pendidikan Anti Korupsi ... 32
2.1.4.2 Nilai-nilai dalam Pendidikan Anti Korupsi ... 33
2.1.5 Gerakan Literasi Sekolah ... 39
2.2 Penelitian yang Relevan ... 40
2.3 Kerangka Berpikir ... 44
2.4 Pertanyaan Penelitian ... 45
BAB III METODE PENELITIAN ... 47
3.1 Jenis Penelitian ... 47
3.2 Prosedur Pengembangan ... 53
xiv
3.4.2 Subjek Uji Coba Terbatas ... 57
3.4.3 Teknik Pengumpulan Data ... 58
3.4.3.1 Wawancara ... 58
3.4.3.2 Kuesioner ... 60
3.4.4 Instrumen Penelitian ... 60
3.4.4.1 Kuesioner ... 61
3.4.5 Teknik Analisis Data ... 65
3.4.5.1 Teknik Analisis Data Kualitatif ... 65
3.4.5.2 Teknik Analisis Data Kuantitatif ... 66
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 70
4.1 Hasil Penelitian Pengembangan ... 70
4.1.1 Proses Pengembangan Buku Cerita Bergambar ... 70
4.1.1.1 Potensi dan Masalah ... 70
4.1.1.4.1 Data Hasil Validasi Ahli Bahasa Indonesia ... 80
xv
4.1.1.4.3 Data Hasil Validasi Satu Siswa Kelas IV A ... 81
4.1.1.5 Revisi Desain ... 81
4.1.1.6 Uji Coba Produk ... 84
4.1.2 Kualitas Buku Cerita Bergambar ... 85
4.2 Pembahasan ... 86
4.2.1 Buku Cerita Mudah Dipahami Anak ... 87
4.2.2 Buku Cerita Menggunakan Ilustrasi yang Menarik ... 88
4.2.3 Judul buku Cerita dan Sampul Buku Menarik Minat Siswa untuk Membaca ... 89
4.2.4 Buku Cerita Dirancang dengan Anatomi yang Sesuai untuk Anak ... 90
BAB V PENUTUP ... 92
5.1 Kesimpulan ... 92
5.2 Keterbatasan Penelitian ... 93
5.3 Saran ... 93
DAFTAR PUSTAKA ... 94
LAMPIRAN ... 97
xvi DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Pedoman pertanyaan wawancara guru kelas IV ... 59
Tabel 3.2 Acuan skor kuesioner validasi produk dan uji coba produk ... 61
Tabel 3.3 Kisi-kisi uji validasi produk untuk ahli dan guru ... 62
Tabel 3.4 Instrumen kuesioner uji validasi produk untuk ahli dan guru ... 62
Tabel 3.5 Kisi-kisi uji validasi produk untuk siswa ... 64
Tabel 3.6 Instrumen kuesioner validasi dan uji coba produk untuk siswa.. 64
Tabel 3.7 Rumus presentase kelayakan produk ... 66
Tabel 3.8 Konversi nilai skala lima menurut Sukardjo ... 66
Tabel 3.9 Kriteria skala lima (Sukardjo, 2008: 101) ... 69
Tabel 4.1 Rangkuman hasil wawancara guru SD kelas IV A ... 71
Tabel 4.2 Masukan ahli dan revisi produk ... 81
Tabel 4.3 Data rekapitulasi hasil uji coba produk terbatas siswa ... 85
xvii DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Literatur map penelitian yang relevan ... 43
Bagan 3.1 Lngkah prosedur pengembangan model Borg and Gall... 52
Bagan 3.2 Langkah prosedur pengembangan model Sugiyono ... 52
Bagan 3.3 Langkah prosedur pengembangan modifikasi model
xviii DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Judul buku cerita bergambar ... 75
Gambar 4.2 Sketsa digital ... 76
Gambar 4.3 Foto objek yang akan dijadikan sketsa gambar ... 76
Gambar 4.4 Hasil sketsa digital ... 77
Gambar 4.5 Hasil pewarnaan sketsa digital ... 77
Gambar 4.6 Hasil editing menggunakan Cartoonize.net ... 78
Gambar 4.7 Hasil akhir sketsa ... 78
Gambar 4.8 Revisi sampul produk ... 82
xix DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Wawancara dengan Guru Kelas IV A SD Negeri
Dayuharjo ... 98
Lampiran 2 Data Hasil Validasi Ahli Bahasa Indonesia ... 100
Lampiran 3 Data Hasil Validasi Guru Kelas IV A SD Negeri Dayuharjo .. 103
Lampiran 4 Data Hasil Validasi Siswa Kelas IV A SD Negeri Dayuharjo ... 106
Lampiran 5 Data Hasil Uji Coba Produk Terbatas pada Siswa Kelas IV A SD Negeri Dayuharjo ... 109
Lampiran 6 Rekapitulasi Data Hasil Validasi ... 127
Lampiran 7 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Produk Terbatas ... 128
Lampiran 8 Surat Izin Penelitian ... 129
Lampiran 9 Surat Keterangan Melakukan Penelitian ... 130
Lampiran 10 Dokumentasi ... 131
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Dewasa ini di era globalisasi banyak tuntutan yang harus dipenuhi salah
satunya adalah menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan kreatif.
Salah satu cara untuk mencapai sumber daya manusia yang berkualitas yaitu
dengan pendidikan. Pendidikan sangat berperan dalam mendukung terciptanya
sumber daya manusia yang berkualitas yaitu pendidikan yang dapat
mengembangkan bakat dan potensi siswa. Pendidikan dasar merupakan kunci
membentuk karakter siswa dalam sikap maupun penanaman konsep materi
pelajaran. Sekolah dasar adalah salah satu lembaga formal yang memfasilitasi
siswa dalam membentuk karakter dan menanamkan konsep materi pelajaran.
Proses penanaman konsep materi pelajaran tidak lepas dari buku bacaan. Siswa
juga harus lancar dalam membaca untuk kelangsungan proses pembelajaran.
Menurut Tarigan (dalam Muchlisoh, 1993: 119) menegaskan bahwa membaca
adalah proses pemerolehan pesan yang disampaikan oleh seorang penulis melalui
tulisan. Kegiatan membaca dilakukan untuk memperoleh ilmu atau pandangan
dari penulis mengenai hal/konsep yang bersangkutan.
Minat membaca siswa yang tinggi harus mendapat dukungan dari sekolah.
Fasilitas berupa perpustakaan dengan buku yang lengkap dan beragam serta
kompleks. Perpustakaan yang pengelolaannya benar dan baik mampu mendorong
minat siswa untuk berkunjung serta membaca buku. Sekolah berusaha untuk
2 menghambat seperti fasilitas, pendidik, maupun siswa itu sendiri. Siswa yang
belum lancar membaca juga menghambat dalam proses pembelajaran.
Ketidaklancaran membaca dalam proses pembelajaran juga mempengaruhi minat
membaca siswa menjadi rendah. Selain itu, fasilitas sekolah seperti perpustakaan
yang pengelolaannya tidak benar dan buku-buku bacaan yang kurang lengkap
juga mempengaruhi minat membaca siswa.
Budaya membaca di Indonesia masih lemah, hal itu dibuktikan dengan
hasil survei sebuah perguruan tinggi di Amerika Serikat yang menempatkan
Indonesia di urutan ke-60 dari 61 negara yang disurvei
(Paud-dikmas.kemdikbud.go.id). Hasil survei tersebut tidak jauh berbeda dengan data
statistic UNESCO yang dilansir pada tahun 2012, data tersebut menyebutkan
bahwa indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya setiap 1.000
penduduk, hanya satu orang yang memiliki minat baca
(Paud-dikmas.kemdikbud.go.id). Data tersebut diperkuat oleh hasil sensus Badan Pusat
Statistik (BPS) tahun 2006 yang menunjukan sebesar 85,9 persen masyarakat
Indonesia memilih menonton televisi daripada mendengarkan radio (40,3%) dan
membaca koran (23,5%) (Paud-dikmas.kemdikbud.go.id).
Media pembelajaran adalah salah satu cara yang tepat untuk meningkatkan
minat membaca siswa. Media pembelajaran mampu menunjang dalam kegiatan
belajar siswa. Media pembelajaran yang cocok digunakan terkait kegiatan
membaca adalah buku bacaan. Perkembangan intelektual pada usia sekolah dasar
menurut Piaget adalah tahap operasional konkret. Tahap operasional konkret
tersebut, anak sudah menuju ke pemikiran yang lebih logis. Sedangkan
3 adalah realistis, ingin tahu, ingin belajar, dan memiliki minat terhadap kehidupan
praktis sehari-hari yang konkret. Di dalam perkembangan usia anak tersebut salah
satu media pembelajaran membaca yang tepat digunakan untuk siswa adalah
media buku cerita bergambar. Media buku cerita bergambar dapat menumbuhkan
minat siswa untuk membaca karena didalamnya terdapat cerita yang menarik serta
didukung dengan gambar-gambar yang imajinatif.
Isi buku cerita bergambar yang benar adalah cerita yang memberikan
dampak positif untuk pembaca atau siswa itu sendiri. Cerita-cerita yang dapat
membantu siswa dalam membentuk karakter menjadi lebih baik. Isi cerita dapat
diambil dari isu-isu yang ada saat ini. Salah satunya adalah korupsi. Korupsi
merupakan keburukan, ketidakbaikan, kecurangan bahkan kedzaliman, yang
akibatnya akan merusak dan menghancurkan tata kehidupan keluarga,
masyarakat, bangsa, dan bahkan negara (Syarbini, 2014: 6). Di dalam
perkembangannya, pemerintah berupaya memberantas korupsi salah satunya
melalui bidang dunia pendidikan. Pendidikan anti korupsi adalah penanaman dan
penguatan nilai-nilai dasar yang diharapkan mampu membentuk sikap anti
korupsi dalam diri peserta didik (Wijaya, 2014: 24). Oleh sebab itu, pendidikan
berperan besar dalam membantu pemerintah untuk mengupayakan pemberantasan
korupsi melalui pendidikan anti korupsi.
Analisis kebutuhan yang dilaksanakan berupa wawancara. Wawancara
dilaksanakan pada tanggal 26 Januari 2017 dengan guru kelas IV A SD Negeri
Dayuharjo. Guru tersebut menyatakan bahwa untuk saat ini pendidikan anti
korupsi sudah diberikan pada tema tingkah laku dan penerapannya tentang nilai
4 kompleks. Guru sudah berusaha menerapkan pendidikan anti korupsi melalui
kegiatan siswa seperti saat ulangan tidak boleh mencontek dan jika melanggar ada
sanksi yang harus didapatkan siswa. Menurut guru kelas ada dua dari 24 siswa
yang mengalami kesulitan membaca. Guru kelas menegaskan bahwa kesulitan
membaca yang dihadapi siswa adalah karena kurangnya kepedulian dan waktu
belajar terbimbing dari orang tua berkaitan dengan perkembangan belajar siswa.
Sedangkan kesulitan guru kelas berkaitan pembelajaran membaca adalah didalam
kurikulum 2013 saat pembelajaran berlangsung siswa tidak dapat terfokus pada
satu materi karena saling berkaitan sementara siswa yang mengalami kesulitan
membaca semangatnya justru semakin melemah. Siswa kelas IV A tertarik
dengan buku cerita bergambar. Sekolah sendiri menyediakan banyak buku cerita
bergambar dan sekolah juga menjadwal setiap kelas untuk meminjam buku di
perpustakaan seminggu dua kali. Di dalam kenyataannya sekolah sangat
membutuhkan buku cerita bergambar berbasis pendidikan anti korupsi karena
sangat membantu pemahaman siswa dan membuat siswa lebih tertarik untuk
membaca.
Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan sebelumnya serta hasil
wawancara tersebut, peneliti melihat pentingnya kegiatan membaca dan
pendidikan anti korupsi untuk siswa kelas IV A SD Negeri Dayuharjo. Oleh
karena itu, peneliti akan melakukan pengembangan buku cerita bergambar. Buku
cerita bergambar yang dikembangkan adalah buku cerita bergambar yang
mencakup kebutuhan siswa dan guru dengan judul “Pengembangan Buku Cerita
5 1.2Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana mengembangkan buku cerita bergambar berbasis pendidikan
anti korupsi untuk pembelajaran membaca siswa kelas IV A SD Negeri
Dayuharjo?
1.2.2 Bagaimana kualitas buku cerita bergambar berbasis pendidikan anti
korupsi untuk pembelajaran membaca siswa kelas IV A SD Negeri
Dayuharjo?
1.3Tujuan Penelitian
1.3.1 Mengembangkan buku cerita bergambar berbasis pendidikan anti korupsi
untuk pembelajaran membaca siswa kelas IV A SD Negeri Dayuharjo.
1.3.2 Mendeskripsikan kualitas buku cerita bergambar berbasis pendidikan anti
korupsi untuk pembelajaran membaca siswa kelas IV A SD Negeri
Dayuharjo.
1.4Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Siswa
Produk akhir penelitian ini berupa buku cerita bergambar berbasis
pendidikan anti korupsi. Produk ini diharapkan dapat membantu siswa
dalam pembelajaran membaca agar dapat meningkatkan kemampuan
membaca dan khususnya untuk siswa yang belum lancar dalam membaca
karena produk ditunjang dengan gambar-gambar yang dapat menarik
imajinasi dan minat membaca siswa. Dengan membaca buku cerita
bergambar berbasis pendidikan anti korupsi ini, siswa diharapkan dapat
mengenal terkait pendidikan anti korupsi dan mengenal nilai-nilai yang
6 1.4.2 Bagi Guru
Buku cerita bergambar berbasis pendidikan anti korupsi ini dapat menjadi
salah satu alternatif guru sehubung dengan pembelajaran membaca dan
khususnya tentang pendidikan anti korupsi. Penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan guru sebagai salah satu variasi media pembelajaran dalam
kegiatan belajar mengajar.
1.4.3 Bagi Sekolah
Sekolah dapat menggunakan buku cerita bergambar berbasis pendidikan
anti korupsi ini sebagai acuan untuk mengembangkan buku cerita
bergambar dalam pembelajaran membaca kelas tinggi.
1.4.4 Bagi Prodi PGSD
Penelitian ini dapat menambah pustaka prodi PGSD Universitas Sanata
Dharma terkait dengan pengembangan buku cerita bergambar berbasis
pendidikan anti korupsi untuk pelajaran membaca kelas IV SD.
1.4.5 Bagi Peneliti
Memberikan pengalaman dan pengetahuan serta wawasan baru terkait
dengan pengembangan buku cerita bergambar berbasis pendidikan anti
korupsi dan terkait juga pada pembelajaran membaca. Penelitian ini
diharapkan dapat membantu mahasiswa lebih mengerti pentingnya
manfaat buku cerita bergambar, khususnya dalam pembelajaran membaca.
1.5Batasan Istilah
1.5.1 Buku cerita bergambar adalah buku yang didalamnya didesain dengan
menarik dan mengandung ilustrasi yang menghubungkan antara cerita dan
7 1.5.2 Pendidikan anti korupsi adalah proses usaha dalam mencegah
perbuatan-perbuatan yang berhubungan dengan korupsi.
1.5.3 Membaca adalah kegiatan yang dilakukan oleh pembaca untuk
mendapatkan informasi atau pesan yang hendak disampaikan oleh penulis
melalui media tulisan.
1.6Spesifikasi Produk yang Dikembangkan
1.6.1 Buku cerita bergambar berukuran A4.
1.6.2 Judul buku cerita bergambar “Sehari Bersama Estu”.
1.6.3 Sampul buku cerita bergambar menggunakan kertas Ivory 230 gsm dengan
laminasi kering jenis doff.
1.6.4 Isi buku cerita bergambar menggunakan kertas Art Paper 150 gsm.
1.6.5 Jemis huruf yang digunakan dalam buku cerita bergambar adalah One
Stroke Script LET, Arial, dan Kristen ITC.
1.6.6 Buku cerita bergambar ini dilengkapi dengan desain yang menarik serta
cerita yang menanamkan nilai-nilai luhur mengenai kejujuran, tanggung
jawab, kedisiplinan, dan kepedulian.
1.7Analisis Kebutuhan
Langkah awal penelitian pengembangan buku cerita bergambar berbasis
pendidikan anti korupsi untuk pembelajaran membaca ini adalah dengan
melakukan analisis kebutuhan. Analisis kebutuhan ini dilaksanakan dengan
melakukan wawancara guru. Analisis kebutuhan dilaksanakan di SD Negeri
Dayuharjo yang beralamat di Jl Damai, Prujakan, Sinduharjo, Kec. Ngaglik,
8 Wawancara ditujukan kepada guru kelas IV A, yaitu Bapak Agus Rahman
pada tanggal 26 Januari 2017. Wawancara dilakukan oleh peneliti dengan tujuan
untuk mengetahui sejauh mana kemampuan membaca kelas IV A dalam
pembelajaran membaca. Wawancara ini juga untuk mengetahui sejauh mana
ketersediaan buku cerita bergambar berbasis pendidikan anti korupsi sebagai
penunjang pembelajaran membaca di SD tersebut. Selain itu, wawancara juga
dilakukan untuk memperoleh saran dalam pengembangan buku cerita bergambar
berbasis pendidikan anti korupsi. Hal ini bertujuan agar buku cerita bergambar
yang dikembangkan oleh peneliti dapat membantu dan memudahkan siswa dalam
9
Manusia pada hakikatnya mengalami perubahan, baik perubahan dalam
bentuk fisik maupun psikologis. Perkembangan itu terjadi secara terus-menerus
dan bertahap. Menurut Piaget (dalam Salkind, 2009: 311) perkembangan adalah
proses spontan dengan cakupan luas yang berakibat pada gejala pertambahan
secara terus-menerus, modifikasi, dan penyusunan ulang (reorganisasi)
struktur-struktur psikologis.
Jean Piaget membagi perkembangan intelektual menjadi empat tahap,
yaitu (1) tahapan sensorimotor yang berlangsung sejak lahir sampai usia dua
tahun, (2) tahapan praoperasional yang berlangsung dari usia dua sampai usia
tujuh tahun, (3) tahapan operasional konkret yang berlangsung dari usia tujuh
sampai 12 tahun, dan (4) tahapan operasional formal yang berlangsung dari usia
12 tahun sampai masa dewasa (Salkind, 2009: 326).
Tahap perkembangan pertama disebut dengan tahapan sensorimotor,
dimulai sejak lahir sampai berakhir pada usia dua tahun. Tahapan ini ditandai
dengan adanya refleks-refleks sederhana pada bayi yang baru lahir dengan
dimulainya pikiran simbolis pada bayi yang menggambarkan bahasa anak usia
10 subtahapan yaitu, (1) refleksif pada usia 0-1 bulan, (2) reaksi-reaksi siklus primer
pada usia 1-4 bulan, (3) reaksi-reaksi siklus sekunder pada usia 4-8 bulan, (4)
koordinasi skemata sekunder pada usia 8-12 bulan, (5) reaksi-reaksi siklus tersier
pada usia 12-18 bulan, dan (6) representasi simbolik pada usia 18-24 bulan
(Salkind, 2009: 328). Karakteristik utama dalam tahap ini adalah bahwa anak
belajar lewat koordinasi persepsi indera dan aktivitas motor serta
mengembangkan pemahaman sebab-akibat atau hubungan-hubungan berdasarkan
sesuatu yang dapat diraih atau dapat berkontak langsung (Nurgiyantoro, 2005:
50).
Tahap kedua adalah tahapan praoperasional. Ciri khas dalam tahapan ini
adalah intelegensi simbolik. Pada tahap ini anak belajar merekayasa
simbol-simbol yang merepresentasikan lingkungan termasuk bahasa. Permulaan dan
perkembangan bahasa merupakan kejadian yang paling berarti dalam tahapan ini
(Salkind, 2009: 335). Tahap praoperasional memiliki karakteristik antara lain
adalah bahwa (i) anak mulai balajar mengaktualisasikan dirinya lewat bahasa,
bermain, dan menggambar (corat-coret), (ii) jalan pikiran anak masih bersifat
egosentris, menempatkan dirinya sebagai pusat dunia, yang didasarkan persepsi
segera dan pengalaman langsung karena masih kesulitan menempatkan dirinya
diantara orang lain, (iii) anak mempergunakan simbol dengan cara elementer yang
pada awalnya lewat gerakan tertentu dan kemudian lewat bahasa dalam
pembicaraan, dan (iv) pada masa in anak mengalami proses asimilasi dimana anak
mengasimilasikan sesuatu yang didengar, dilihat, dan dirasakan dengan cara
menerima ide-ide tersebut ke dalam suatu bentuk skema di dalam kognisinya
11 Tahap ketiga adalah tahapan operasional konkret. Pada tahap ini anak
sudah menuju ke pemikiran yang berbasis logis atau logika. Anak mampu
melaksanakan konservasi, menjalankan operasi, dan menguasai berbagai macam
tugas kognitif (Salkind, 2009: 342). Ada empat karakterisitik pada tahap ini
menurut Nurgiyantoro (2005: 52) antara lain adalah (i) anak dapat membuat
klasifikasi sederhana, mengklasifikasikan objek berdasarkan sifat-sifat umum,
misalnya klasifikasi warna, klasifikasi karakter tertentu, (ii) anak dapat membuat
urutan sesuatu secara semestinya, mengurutkan abjad, angka, besar-kecil, dan
lain-lain, (iii) anak mulai dapat mengembangkan imajinasinya ke masa lalu dan
masa depan, dan (iv) anak mulai dapat berpikir argumentatif dan memecahkan
masalah sederhana, ada kecenderungan memperoleh ide-ide sebagaimana yang
dilakukan orang dewasa, namun belum dapat berpikir tentang sesuatu yang
abstrak karena jalan berpikirnya masih terbatas pada situasi konkret.
Tahap perkembangan keempat adalah tahapan operasional formal. Pada
tahap ini anak mampu menyelesaikan berbagai persoalan mengenai berbagai hal
yang berlawanan dengan kenyataan. Anak pada masa ini mampu menggunakan
pertimbangan pada masa lalu dan masa depan ketika dihadapkan dengan situasi
baru yang belum pernah dialami. Pemikiran pada tahap ini ditandai oleh kepekaan
terhadap orang lain, kemampuan untuk menghadapi pertentangan, dan
kemampuan untuk menangani logika kombinasi dan permutasi (Salkind, 2009:
350). Karakteristik penting dalam tahap ini antara lain adalah sebagai berikut, (i)
anak sudah mampu berpikir “secara ilmiah”, berpikir teoritis, berargumentasi, dan
12 mampu memecahkan masalah secara logis dengan melibatkan berbagai masalah
yang terkait (Nurgiyantoro, 2005: 53).
Di dalam penelitian ini, peneliti melaksanakan penyusunan buku cerita
bergambar dengan mempertimbangkan perkembangan kognitif operasional
konkret berdasarkan usia anak kelas IV SD yang memiliki kemampuan berpikir
secara logis namun memiliki kecenderungan belum mampu untuk berpikir secara
abstrak. Terkait dengan hal itu, peneliti menyusun buku cerita bergambar anak
yang menampilkan cerita dengan sifat nyata dan mengangkat masalah sederhana
bertemakan pendidikan anti korupsi.
2.1.1.2 Perkembangan Anak SD Kelas Tinggi
Sekolah dasar merupakan jenjang pendidikan formal pertama didalam
tingkatannya. Di sekolah dasar, tingkatan dapat dibagi menjadi dua yaitu kelas
rendah dan kelas tinggi. Kelas rendah meliputi kelas satu, dua, dan tiga sedangkan
untuk kelas tinggi meliputi kelas empat, lima, dan enam. Pada masa ini, anak
menghabiskan sebagian besar waktunya di sekolah. Sugiyanto dan Sudjarwo
(dalam Agustina, 2014: 93) menjelaskan karakteristik anak pada masa kelas-kelas
tinggi sekolah dasar usia 10-12 tahun. Beberapa sifat khas anak-anak pada masa
ini adalah sebagai berikut:
1. Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret;
2. Amat realistis, ingin tahu, ingin belajar;
3. Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal dan mata
13 4. Sampai kira-kira umur II tahun anak dapat membutuhkan seorang guru
orang-orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugasnya dan memenuhi
keinginannya. Setelah kira-kira umur II tahun pada umumnya anak
menghadapi tugasnya dengan bebas dan berusaha menyelesaikannya
sendiri;
5. Pada masa ini anak memandang (nilai rapot) sebagai ukuran yang tepat
(sebaik-baiknya) mengenai prestasi sekolah;
6. Anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya biasanya
untuk dapat bermain bersama-sama; dan
7. Mengembangkan kata hati, moralitas suatu skala nilai-nilai Somantri
(dalam Agustina, 2014: 95).
Manusia memiliki tugas dalam setiap perkembangannya. Hasil yang
positif didapat dari perkembangan yang baik daripada manusianya sendiri.
Agustina memaparkan beberapa tugas perkembangan manusia dalam usia
sekolah. Tugas perkembangan manusia usia sekolah menurut Agustina (2014:
34-35) yakni:
1. Belajar ketangkasan fisik untuk bermain;
2. Pembentukan sikap yang sehat terhadap diri sendiri sebagai organisme
yang sedang tumbuh;
3. Belajar bergaul dan bersahabat dengan anak-anak sebaya;
4. Belajar peranan jenis kelamin;
5. Mengembangkan dasar-dasar kecakapan membaca, menulis, dan
14 6. Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan guna keperluan
kehidupan sehari-hari;
7. Mengembangkan kata hati, moralitas dan skala nilai-nilai; dan
8. Belajar membebaskan ketergantungan diri.
2.1.2 Pengertian Membaca
Kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari kegiatan membaca. Membaca
merupakan sarana dalam menemukan berbagai informasi yang ingin disampaikan
oleh penulis kepada pembaca. Menurut Subyakto-Nababan (1993: 164) membaca
adalah suatu aktivitas yang rumit atau kompleks karena bergantung pada
keterampilan berbahasa pelajar, dan pada tingkat penalarannya. Hal itu
membuktikan bahwa membaca membutuhkan keterampilan dan penalaran.
Sependapat dengan Rahim (2007: 2) membaca pada hakikatnya adalah suatu yang
rumit yang melibatkan banyak hal, tidak hanya sekedar melafalkan tulisan, tetapi
juga melibatkan aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif.
Sedangkan membaca menurut Soedarso (1988: 4) adalah aktivitas yang kompleks
dengan mengerahkan sejumlah besar tindakan yang terpisah-pisah. Keterampilan
membaca lebih ditentukan oleh tiga hal, yaitu tahap perkembangan kemampuan
membaca, teori yang digunakan untuk mendasari rancangan intervensi, dan
kualitas instruksi serta interaksi antara orang tua siswa dan guru, terapis, atau tutor
(Kumara, 2014: 21).
Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa membaca merupakan
suatu kegiatan kompleks yang memerlukan penalaran dan keterampilan diri dalam
15 membaca dan penalaran lebih dibutuhkan dalam memperoleh informasi berkaitan
dengan kegiatan membaca. Pada penelitian ini, peneliti mengajak siswa kelas IV
SD untuk belajar membaca dengan cara mengenalkan siswa pada bahan bacaan
berupa buku cerita bergambar dengan bertemakan pendidikan anti korupsi. Siswa
dibimbing untuk belajar membaca dan memahami isi cerita serta dilengkapi
dengan gambar atau ilustrasi yang mendukung. Selain belajar membaca, siswa
diharapkan mampu menangkap nilai-nilai luhur berkaitan dengan pendidikan anti
korupsi yang terdapat dalam cerita tersebut.
2.1.2.1 Tujuan Membaca
Tujuan proses membaca adalah menerima atau memahami pesan yang
terkandung dalam teks/tulisan (Kumara, 2014: 1). Kegiatan membaca mampu
memperkaya seseorang dalam memperoleh informasi. Hal ini merupakan salah
satu dari tujuan kegiatan membaca. Menurut Supriyadi (1993: 117) tujuan
membaca dikelompokkan sebagai berikut:
1. Mengisi waktu luang atau mencari hiburan;
2. Kepentingan studi (secara akademik);
3. Mencari informasi, menambah ilmu pengetahuan; dan
4. Memperkaya perbendaharaan kosakata, dan lain-lain.
Tujuan kegiatan membaca juga disampaikan oleh Subyakto-Nababan
(1993: 164-165) sebagai berikut:
1. Untuk mengerti atau memahami isi/pesan yang terkandung dalam satu
16 2. Morrow (dalam Subyakto-Nababan, 1993: 164-165) mengatakan bahwa
tujuan membaca ialah untuk mencari informasi yang, (1) kognitif dan
intelektual, yakni yang digunakan seseorang untuk menambah
keilmiahannya sendiri, (2) referensial dan faktual, yakni yang digunakan
seseorang untuk mengetahui fakta-fakta nyata di dunia ini, dan (3) afektif
dan emosional, yakni yang digunakan seseorang untuk mencari
kenikmatan dalam membaca.
Rahim menambahkan beberapa tujuan membaca. Tujuan membaca itu
sendiri mencakup (Rahim, 2007: 11-12):
1. Kesenangan;
2. Menyempurnakan membaca nyaring;
3. Menggunakan strategi tertentu;
4. Memperbaharui pengetahuannya tentang suatu topik;
5. Mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah diketahuinya;
6. Memperoleh informasi untuk laporan lisan atau tertulis;
7. Mengkonfirmasikan atau menolak prediksi; dan
8. Menampilkan sesuatu eksperimen atau mengaplikasikan informasi yang
diperoleh dari suatu teks dalam beberapa cara lain dan mempelajari
tentang struktur teks.
Berdasarkan pendapat teori di atas, tujuan membaca dikelompokan
menjadi beberapa bagian yaitu berkaitan dengan intelektual seperti menambah
ilmu pengetahuan, memperkaya perbendaharaan kosakata, dan lain-lain. Faktual
17 prediksi, dan lain. Emosional seperti mencari hiburan, kesenangan, dan
lain-lain.
2.1.2.2 Jenis-jenis Membaca
Pembelajaran membaca di SD tentu memiliki berbagai macam jenis. Dari
berbagai macam jenis tentu memiliki tujuan untuk keterampilan siswa dalam
pembelajan membaca. Macam-macam jenis membaca menurut Muchlisoh (1993:
121-156) dijabarkan sebagai berikut:
1. Membaca teknik
Membaca teknik ialah jenis membaca yang diberikan di sekolah dasar
dengan tujuan agar para siswa dapat melafalkan kata-kata bahasa
Indonesia, dapat mengintonasikan frase, mengintonasikan kalimat-kalimat
bahasa Indonesia secara benar, serta mengetahui isi bacaannya. Bahan
membaca teknik dapat diambil dari buku paket, buku pelengkap, buku
rujukan, majalah, koran dan sebagainya. Dalam membaca teknik tentu ada
tujuan yang akan dicapai. Tujuan tersebut antara lain, (1) dapat
mengucapkan kata-kata bahasa Indonesia secara tepat, (2) menguasai
tanda baca atau pungtuasi yang banyak dipakai dalam tulisan bahasa
Indonesia, (3) dapat membaca tanpa tertegun-tegun atau terbata-bata, (4)
volume suara ajeg, (5) kecepatan bacaan ajeg, (6) pembaca mengetahui
serta memahami bahan bacaan, dan (7) percaya pada diri sendiri.
2. Membaca dalam hati
Membaca dalam hati merupakan kegiatan membaca untuk orang-orang
18 belum dapat diberikan secara mutlak dan bersifat pelatihan. Siswa SD
masih diberikan kelonggaran dalam membaca dalam hati seperti membaca
dengan suara lirih seperti orang berbisik-bisik. Dalam menguji siswa, guru
memberikan pertanyaan yang sifatnya ingatan. Tujuan dari membaca
dalam hati untuk siswa SD ini adalah untuk mendapatkan informasi dari
suatu bacaan dengan memahami isi bacaan secara cepat dan cermat.
Keterampilan yang dibentuk dari kegiatan membaca dalam hati adalah, (1)
membaca tidak bersuara, (2) tanpa disertai gerakan-gerakan anggota
badan, (3) tidak perlu merisaukan isinya, meskipun tidak cocok, (4)
berkonsentrasi fisik dan mental, (5) dapat mengungkapkan kembali isi
bacaan.
3. Membaca bahasa
Membaca bahasa memiliki kesamaan dengan membaca dalam hati yaitu
sama dalam hal tidak bersuara sewaktu melaksanakan kegiatan membaca.
Di sekolah dasar membaca bahasa sudah diajarkan sejak kelas III. Tujuan
membaca bahasa yaitu bertambahnya kosakata dan bertambahnya
pengetahuan tata bentukan kata, tata kalimat, tata tulis, dan semantik para
siswa. Secara umum tujuannya ialah memperkaya wawasan bahasa
Indonesia para siswa.
4. Membaca pustaka
Membaca pustaka ini diberikan kepada para siswa di sekolah dasar.
Membaca pustaka ini bermanfaat bagi siswa dalam menambah informasi
beberapa bidang ilmu pengetahuan yang tidak diperoleh di dalam kelas,
19 yang berat, menikmati keindahan bacaan, dan sebagainya. Sumber utama
dalam membaca pustaka ini adalah sumber-sumber atau buku-buku yang
disediakan oleh perpustakaan. Kegiatan membaca pustaka dapat
membantu dalam mengisi kekosongan kelas karena adanya gangguan saat
kegiatan belajar-mengajar.
5. Membaca cepat
Membaca cepat yaitu jenis membaca yang diberikan di sekolah dasar
dengan tujuan agar para siswa dalam waktu yang singkat dapat membaca
secara lancar, serta dapat memahami isinya. Yang perlu diperhatikan guru
dalam membaca cepat adalah, (1) lingkungan kelas yang tenang, (2)
latihan memperoleh deretan kata secara maksimal harus selalu diusahakan,
(3) tidak ada suara ketika kegiatan berlangsung, dan (4) siswa dilatih
mencari atau menemukan inti paragraf atau bacaan.
6. Membaca indah (Estetika)
Membaca indah adalah membaca emosional. Tujuan dari kegiatan ini
adalah siswa dapat memperoleh keindahan dari suatu bacaan. Perhatian
utama dalam kegiatan ini adalah ketepatan melafalkan kata, ketepatan
jeda, ketepatan mengintonasikan kalimat berita, kalimat tanya, dan
jenis-jenis kalimat lainnya. Bahan ajar kegiatan ini antara lain seperti puisi,
prosa lirik, prosa, drama, komik, dan sebagainya. Di sekolah dasar
membaca indah harus memenuhi ketentuan syarat sebagai berikut, (1)
mengandung nilai-nilai pendidikan, (2) bahasanya lugas, (3) sesuai dengan
tingkat umur dan kematangan jiwa anak, dan (4) bahan diusahakan pendek
20 Berdasarkan penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis
membaca bermacam-macam. Diantaranya adalah (1) membaca teknik, (2)
membaca dalam hati, (3) membaca bahasa, (4) membaca pustaka, (5) membaca
cepat, dan (6) membaca indah. Setiap jenis kegiatan membaca tersebut memiliki
tujuan dan ketercapaian keterampilan. Macam jenis kegiatan membaca tersebut
diterapkan dan diajarkan di sekolah dasar. Dengan mempelajari jenis-jenis
membaca siswa diharapkan mampu memiliki keterampilan-keterampilan terkait
dengan kegiatan membaca.
2.1.3 Media Buku Cerita Bergambar
2.1.3.1 Pengertian Media
Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari
kata medium, yang secara harafiah berarti perantara atau pengantar. Dengan
demikian, media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur
pesan (Djamarah, 2010: 120). Menurut Sadiman (1986: 7) media adalah
bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audiovisual serta peralatannya.
Sedangkan Djamarah (2010: 121) mengungkapkan bahwa media adalah alat bantu
apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan
pengajaran. Dengan demikian, media dapat diartikan sebagai alat bantu dalam
bentuk apapun yang dapat dijadikan sebagai penyampai pesan kepada penerima
pesan. Media dapat digunakan untuk alat bantu belajar. Media yang digunakan
untuk mendukung kegiatan belajar merupakan media pembelajaran. Dengan
21 dan tujuan yang akan dicapai. Beberapa manfaat media pembelajaran yang
diutarakan oleh Sudjana (1990: 2) adalah sebagai berikut:
1. Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga menumbuhkan
motivasi belajar;
2. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih
dipahami oleh para siswa, dan memungkinkan siswa menguasai tujuan
pengajaran lebih baik;
3. Metode pengajaran akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi
verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan
dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru mengajar untuk setiap
jam pelajaran; dan
4. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya
mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati,
melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain.
Pengembangan media pembelajaran diharapkan mampu menunjang dalam
kegiatan belajar-mengajar dan memberikan dampak positif serta manfaat bagi
guru maupun siswa.
2.1.3.2 Jenis Media Pembelajaran
Djamarah (2010: 124) membagi media menjadi tiga yaitu, media auditif,
media visual, dan media audiovisual. Pengelompokkan media tersebut di atas
22 1. Media auditif atau audio
Media auditif adalah media yang hanya mengandalkan kemampuan suara
saja, seperti radio, cassette recorder, piringan hitam (Djamarah, 2010:
124). Pengertian media audio untuk pengajaran, dimaksudkan sebagai
bahan yang mengandung pesan dalam bentuk auditif (pita suara atau
piringan suara), yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan
kemauan siswa, sehingga terjadi proses belajar-mengajar (Sudjana, 1990:
129). Pesan yang akan disampaikan dituangkan ke dalam
lambang-lambang auditif, baik verbal (ke dalam kata-kata/bahasa lisan) maupun
non verbal (Sadiman, 1986: 49). Media audio memiliki karakteristik yang
berkaitan dengan keterampilan mendengarkan. Adapun pencapaian
keterampilan atau kecakapan-kecakapan yang diperoleh dari media audio
menurut Sudjana (1990: 130), antara lain:
a. Pemusatan perhatian dan mempertahankan pemusatan perhatian;
b. Mengikuti pengarahan;
c. Digunakan untuk melatih daya analisis siswa dari apa yang mereka
dengar;
d. Perolehan arti dari suatu konteks;
e. Memisahkan kata atau informasi yang relevan dan yang tidak
relevan; dan
f. Mengingat dan mengemukakan kembali ide atau bagian-bagian
dari cerita yang mereka dengar.
Namun dalam kenyataannya media audio memiliki kekurangan. Sudjana
23 a. Memerlukan suatu pemusatan pengertian pada suatu pengalaman
yang tetap dan tertentu, sehingga pengertiannya harus didapat
dengan cara belajar yang khusus;
b. Media audio yang menampilkan symbol digit dan analog dalam
bentuk auditif adalah abstrak, sehingga pada hal-hal tertentu
memerlukan bantuan pengalaman visual;
c. Karena abstrak, tingkatan pengertiannya hanya bisa dikontrol
melalui tingkatan penguasaan perbendaharaan kata-kata atau
bahasa, serta susunan kalimat;
d. Media ini hanya akan mampu melayani secara baik bagi mereka
yang sudah mempunyai kemampuan dalam berpikir abstrak; dan
e. Penampilan melalui ungkapan perasaan atau simbol analog lainnya
dalam bentuk suara harus disertai dengan perbendaharaan
pengalaman analog tersebut pada si penerima.
Penggunaan media audio bermanfaat bagi siswa yang belum memiliki
kemampuan membaca. Media audio sebagai perantara pengalaman bahasa
permulaan. Dalam penggunaannya media audio memiliki beberapa
kekurangan dan media ini kurang cocok jika digunakan oleh orang yang
memiliki gangguan pendengaran.
2. Media visual
Media visual adalah media yang hanya mengandalkan indera penglihatan
(Djamarah, 2010: 124). Media grafis termasuk media visual, dalam
24 akan disampaikan dituangkan dalam simbol-simbol komunikasi visual
(Sadiman, 1986: 28). Media visual dapat mempermudah dalam
menyampaikan pesan kepada penerima. Unsur penting dalam media ini
adalah indera penglihatan. Seringkali media visual ini digunakan dalam
kegiatan belajar-mengajar. Media ini sangat membantu guru dalam
menyampaikan pesan atau informasi pembelajaran kepada siswa. Sadiman
(1986: 29-49) mengungkapkan ada banyak jenis media visual. Beberapa
jenis diantaranya adalah, (1) gambar/foto, (2) sketsa, (3) diagram, (4)
bagan/chart, (5) grafik/graphs, (6) kartun, (7) poster, (8) peta dan globe,
(9) papan flannel/flannel board, dan (10) papan bulletin/bulletin board.
Jenis-jenis media visual ini tidak lain untuk membantu guru saat
pembelajaran berlangsung agar lebih efektif dan menarik minat siswa.
3. Media audiovisual
Media audiovisual ini merupakan penggabungan dari dua media yaitu
media audio dan media visual. Penggunaan media menggabungkan antara
indera pendengaran dan indera penglihatan. Media audiovisual sendiri
adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsur gerak (Djamarah,
2010: 124). Djamarah (2010: 125) membagi media audiovisual kedalam
beberapa jenis yaitu, (1) audiovisual diam, (2) audiovisual gerak, (3)
audiovisual murni, dan (4) audiovisual tidak murni. Dari ketiga jenis
media ini, media audiovisual yang paling efektif digunakan dalam
kegiatan belajar-mengajar oleh guru karena merupakan metode yang lebih
efektif dan ada unsur hiburan didalamnya. Namun dalam penggunaannya,
25 Berdasarkan teori di atas, media dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu
(1) media audio yaitu media yang menggunakan elemen suara, (2) media visual
yaitu media yang memanfaatkan indera penglihatan, (3) media audio-visual yaitu
penggabungan dari indera pendengaran dan indera penglihatan. Setiap jenis media
memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
2.1.3.3 Buku Cerita Bergambar
Buku bergambar pada dasarnya buku yang menampilkan unsur gambar.
Salah satu kegunaan gambar adalah untuk menarik minat pembaca. Buku
bergambar pada umumnya penuh dengan warna. Menurut Huck (dalam
Nurgiyantoro, 2005: 153) buku bergambar adalah buku yang menyampaikan
pesan melalui dua cara, yaitu melalui ilustrasi dan tulisan. Gambar dan tulisan
didalam buku tidak berdiri sendiri, melainkan saling berkaitan. Keduanya saling
berperan penting dalam menyampaikan pesan kepada pembaca. Mitchell (dalam
Nurgiyantoro, 2005: 153) mengungkapkan hal yang serupa namun lebih suka
memilih istilah picture storybooks yaitu bahwa buku cerita bergambar adalah
buku yang menampilkan gambar dan teks dan keduanya saling menjalin. Mitchell
juga mengungkapkan beberapa fungsi dan pentingnya dari buku cerita bergambar
bagi anak, sebagai berikut:
1. Buku cerita-bergambar dapat membantu anak terhadap pengembangan dan
perkembangan emosi;
2. Buku cerita-bergambar dapat membantu anak untuk belajar tentang dunia,
menyadarkan anak tentang keberadaan di dunia di tengah masyarakat dan
26 3. Buku cerita-bergambar dapat membantu anak belajar tentang orang lain,
hubungan yang ada terjadi, dan pengembangan perasaan;
4. Buku cerita-bergambar dapat membantu anak untuk memperoleh
kesenangan;
5. Buku cerita-bergambar dapat membantu anak untuk mengekspresikan
keindahan; dan
6. Buku cerita-bergambar dapat membantu anak untuk menstimulasi
imajinasi.
Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa buku cerita bergambar
adalah buku yang menampilkan cerita, dengan bahasa yang sederhana dan selalu
berkaitan dengan gambar atau ilustrasi serta dikemas dengan sampul yang
menarik. Buku cerita bergambar dibuat untuk menumbuhkan minat membaca
anak. Buku cerita bergambar juga memiliki fungsi yang penting dalam
pengembangan dan perkembangan anak.
2.1.3.4 Kriteria Buku Cerita yang Baik
Guru sebagai pendidik formal dan orang tua sebagai pendidik informal
perlu memperhatikan dan membimbing kebutuhan bacaan bagi siswa atau
anaknya dengan menuntun agar memilih bacaan yang sesuai dengan
perkembangan kebutuhan dan kematangan berpikir. Menurut Cristantiowati
(dalam Santosa, 2008: 8) buku bacaan yang baik adalah buku bacaan yang, (1)
dapat memberikan niai tambah positif pada pembacanya, misalnya, memberikan
kegembiraan, membantu memecahkan persoalan dan mampu membuka pikiran
27 penulisnya seakan ingin berbagi dengan pembaca, bukan menggurui, (3) gaya
penulisannya tidak meledak-ledak, (4) menggunakan kaidah bahasa Indonesia
yang berlaku, tidak banyak menggunakan istilah asing yang sebenarnya ada
padanannya dalam bahasa Indonesia.
Effendi, Bangsa, dan Yudani (2013) mengungkapkan hal yang serupa
yaitu buku cerita yang baik meliputi, (1) tampilan visual buku dirancang
menggunakan tampilan full color, (2) tampilan visual buku lebih dominan gambar
dibandingkan teks, (3) jenis huruf pada buku cerita memiliki tingkat keterbacaan
yang baik bagi anak-anak, (4) judul buku cerita mewakili keseluruhan isi cerita
dan menarik minat anak untuk membaca lebih lanjut, dan (5) tampilan warna
mampu memberikan kesan dan mudah ditangkap oleh indera penglihatan anak.
Menurut pendapat Mansoor (dalam Santosa, 2008: 8) buku yang
memenuhi persyaratan sebagai berikut, (1) isinya mudah dipahami pembaca, (2)
mengajak pembaca yang masih mudah itu mengenal kehidupan nyata, (3) pilihan
kata yang tepat, (4) untuk buku fiksi, buku dikatakan menarik bila pengarang
berhasil memikat pembaca untuk terus mengikuti jalan pikirannya, puncak atau
klimaks cerita harus berada di akhir cerita, sementara berbagai konflik harus
terjalin di sepanjang buku, (5) pengarang menguasai teknik bercerita sehingga
tulisannya tidak terkesan bertele-tele dan membosankan, (6) rancangan
halamannya tertata baik, artinya pemilihan jenis huruf, jarak antar baris, tata letak
halaman, luas cetak, luas margin, dan sebagainya sangat menentukan kenyamanan
pembaca, (7) sampul buku yang artistik dan reprensentatif, dimana judul, gambar,
28 Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kriteria
buku cerita yang baik adalah, (1) judul buku yang mewakili seluruh isi cerita dan
menarik minat anak untuk membaca lebih lanjut, (2) warna sampul buku
membawa pesan yang akan disampaikan, (3) isi cerita mudah dipahami oleh
pembaca, (4) isi buku cerita memberikan pembelajaran nilai-nilai moral yang
berkaitan dengan kegaitan sehari-hari, (5) buku cerita menggunakan bahasa yang
sederhana sehingga mudah dibaca dan dipahami pembaca, (6) buku cerita mampu
mengembangkan daya imajinasi dan kreativitas pembaca, (7) tampilan visual
buku lebih dominan gambar dibandingkan teks, (8) gambar buku cerita jelas dan
mudah dibedakan, (9) ilustrasi buku cerita memperjelas latar, rangkaian cerita,
penjiwaan, dan karakter, (10) gaya dan ketepatan bahasa cocok untuk pembaca
atau anak-anak, (11) isi buku berhasil memikat pembaca untuk terus mengikuti
jalan cerita, (12) rancangan halaman buku tertata dengan baik, (13) pemilihan
jenis huruf menarik perhatian pembaca, (14) jenis huruf pada buku cerita memiliki
tingkat keterbacaan yang baik bagi pembaca, dan (15) tata letak atau sistematika
penulisan tidak terlalu sempit sehingga memudahkan pembaca atau anak untuk
membaca.
2.1.3.5 Unsur-unsur Cerita
Salah satu cara yang efektif untuk mendorong anak berpikir kritis ialah
menggunakan buku sastra sebagai bahan bacaan dalam pembelajaran membaca
yang memungkinkan mereka menjadi pemikir kritis (Rahim, 2007: 90). Cerita
anak hendaknya berisi tentang pengalaman dari anak-anak itu sendiri. Isi cerita
anak tidak harus yang baik-baik saja, seperti kisah anak rajin, suka membantu ibu,
29 anak malas, anak pembohong, kucing pemalas, atau binatang yang suka makan
sebangsanya (Nurgiyantoro, 2005: 7). Di dalam cerita sebaiknya ada unsur-unsur
yang mendukung seperti unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik
adalah unsur-unsur cerita fiksi yang secara langsung berada di dalam, menjadi
bagian, dan ikut membentuk eksistensi cerita yang bersangkutan. Unsur intrinsik
meliputi tokoh dan penokohan, alur, pengaluran, dan berbagai peristiwa yang
membentuknya, latar, sudut pandang, dan lain-lain. Sedangkan untuk unsur
ekstrinsik, di pihak lain, adalah unsur yang berada diluar teks fiksi yang
bersangkutan, tetapi mempunyai pengaruh terhadap bangun cerita yang
dikisahkan, langsung atau tidak langsung (Nurgiyantoro, 2005 : 221).
Pendapat tokoh di atas mendasari peneliti dalam menyusun kerangka buku
cerita bergambar berbasis pendidikan anti korupsi. Buku cerita bergambar
berbasis pendidikan anti korupsi yang dikembangkan mengambil tema yang
berhubungan dengan nilai-nilai luhur anti korupsi yaitu nilai kejujuran, tanggung
jawab, kedisiplinan, dan kepedulian. Isi cerita digambarkan dengan tokoh yang
menarik, dengan latar cerita yang dekat dengan anak, dan cerita mudah dipahami.
Buku cerita didesain dengan menarik yaitu menggabungkan unsur gambar dan
tulisan. Usaha ini dilakukan agar menumbuhkan minat anak untuk belajar
membaca.
2.1.4 Pendidikan Anti Korupsi
Korupsi dalam sejarahnya sudah ada sejak jaman dulu. Dalam sejarah
Mesir, Babilonia, Ibrani, India, Cina, Yunani dan Romawi Kuno, korupsi sering
30 korupsi dewasa ini banyak dihadapi oleh Negara-negara maju maupun
berkembang termasuk di Indonesia. Arti kata korupsi itu sendiri menurut Syarbini
(2014: 4) berasal dari bahasa latin yakni corruption atau corruptus yang disalin
dalam bahasa inggris menjadi corruption atau corrupt, yang kemudian dalam
bahasa belanda disalin menjadi corruptie. Korupsi adalah pencurian melalui
penipuan dalam situasi yang mengkhianati kepercayaan (Alatas, 1987: viii).
Menurut Wijaya (2014: 4) korupsi merupakan sekumpulan kegiatan yang
menyimpang dan merugikan orang lain. Hamzah (1984: 9) menegaskan bahwa
korupsi ialah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap,
tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang
menghina atau memfitnah.
Menurut Alatas (1987: viii) ciri-ciri korupsi diringkas sebagai berikut, (1)
suatu pengkhianatan terhadap kepercayaan, (2) penipuan terhadap badan
pemerintah, lembaga swasta atau masyarakat umum, (3) dengan sengaja
melalaikan kepentingan umum untuk kepentingan khusus, (4) dilakukan dengan
rahasia, kecuali dalam keadaan di mana orang-orang yang berkuasa atau
bawahannya menganggap tidak perlu, (5) melibatkan lebih dari satu orang atau
pihak, (6) adanya kewajiban dan keuntungan bersama, dalam bentuk uang atau
yang lain, (7) terpusatnya kegiatan (korupsi) pada mereka yang menghendaki
keputusan yang pasti dan mereka yang dapat mempengaruhinya, (8) adanya usaha
untuk menutupi perbuatan korup dalam bentuk-bentuk pengesahan hukum, dan
(9) menunjukkan fungsi ganda yang kontradiktif pada mereka yang melakukan
31 Pada dasarnya perbuatan korupsi merupakan perbuatan yang menyimpang
dan melanggar hukum. Perbuatan korupsi tidak hanya terjadi di pemerintahan saja
melainkan terjadi dimana-mana termasuk didalam dunia pendidikan. Di
lingkungan sekolah, perbuatan korupsi yang terjadi seperti berbohong,
mencontek, memberi hadiah sebagai pelicin, dan lain-lain (Wijaya, 2014: 4).
Menyikapi fenomena tersebut, sekolah dasar sebagai pendidikan dasar harus
memberikan pemahaman tentang korupsi dan kesadaran mencegah tindakan
korupsi kepada para siswa. Upaya pencegahan itu bisa berasal dari pendidikan
anti korupsi. Pendidikan anti korupsi adalah usaha sadar untuk memberikan
pemahaman dan pencegahan terjadinya perbuatan korupsi yang dilakukan melalui
pendidikan formal di sekolah, pendidikan informal di lingkungan keluarga, serta
pendidikan non formal di masyarakat (Syarbini, 2014: 7). Menurut Wijaya (2014:
24) pendidikan anti korupsi adalah penanaman dan penguatan nilai-nilai dasar
yang diharapkan mampu membentuk sikap anti korupsi dalam diri peserta didik.
Upaya pemerintah melalui sekolah dalam memberantas dan mencegah perbuatan
korupsi lewat pendidikan anti korupsi adalah suatu kewajiban. Oleh sebab itu,
penting bagi dunia pendidikan terkhusus pendidikan dasar dalam melaksanakan
upaya pencegahan melalui pendidikan anti korupsi.
Penjelasan teori di atas, menegaskan bahwa korupsi adalah perbuatan
menyimpang yang melanggar hukum. Didalam perkembangannya, pemerintah
melalui sekolah mengupayakan pencegahan dengan pendidikan anti korupsi
kepada siswa. Pendidikan anti korupsi adalah usaha yang terencana dalam
memberikan dan menanamkan nilai-nilai luhur dalam membentuk sikap anti
32 korupsi di lingkungannya. Pendidikan anti korupsi diupayakan melalui
pengintegrasian dengan mata pelajaran di sekolah. Pendidikan anti korupsi adalah
salah satu cara dalam mematikan budaya korupsi melalui bidang pendidikan.
2.1.4.1 Tujuan Pendidikan Anti Korupsi
Pendidikan anti korupsi tidak lain untuk membantu pemerintah dalam
mengupayakan pemberantasan korupsi di Indonesia melalui bidang dunia
pendidikan. Adapun tujuan pendidikan anti korupsi menurut Wijaya (2014: 25)
adalah sebagai berikut:
1. Membangun kehidupan sekolah sebagai bagian dari masyarakat melalui
penciptaan lingkungan belajar yang berbudaya integritas (anti korupsi),
yaitu jujur, disiplin, adil, tanggung jawab, bekerja keras, sederhana,
mandiri, berani, peduli, dan bermartabat;
2. Mengembangkan potensi kalbu/nurani peserta didik melalui ranah afektif
sebagai manusia yang memiliki kepekaan hati dan selalu menjunjung
tinggi nilai-nilai budaya sebagai wujud rasa cinta tanah air serta didukung
wawasan kebangsaan yang kuat;
3. Menumbuhkan sikap, perilaku, kebiasaan yang terpuji sejalan dengan nilai
universal dan tradisi budaya bangsa yang religious;
4. Menanamkan jiwa kepemimpinan yang professional dan bertanggung
jawab sebagai generasi penerus bangsa; dan
5. Menyelenggarakan manajemen sekolah secara terbuka, transparan,
33 Tujuan pendidikan anti korupsi juga diutarakan oleh Syarbini (2014: 13-14)
sebagai berikut:
1. Menanamkan nilai dan sikap hidup anti korupsi kepada warga sekolah;
2. Menumbuhkan kebiasaan perilaku anti korupsi kepada warga sekolah; dan
3. Mengembangkan kreativitas warga sekolah dalam memasyarakatkan dan
membudayakan perilaku anti korupsi.
Pada dasarnya tujuan pendidikan anti korupsi adalah untuk
membudayakan kebiasaan yang terbuka, menanamkan nilai-nilai dan sikap dalam
tercapainya lingkungan belajar yang bertanggung jawab, professional, dan
transparan dalam membiasakan perilaku anti korupsi kepada warga sekolah.
2.1.4.2 Nilai-nilai dalam Pendidikan Anti Korupsi
Di dalam pendidikan anti korupsi terdapat nilai-nilai yang harus
dikembangkan. Menurut Syarbini (2014: 70-74) terdapat Sembilan nilai-nilai anti
korupsi adalah sebagai berikut:
1. Jujur
Kata jujur dapat didefinisikan sebagai lurus hati, tidak berbohong, dan
tidak curang. Sikap jujur adalah sikap utama yang harus dimiliki setiap
orang, yang diharapkan tetap menyertainya, baik dalam berhadapan
dengan orang lain maupun dengan dirinya sendiri (Wijaya, 2014: 109).
Jujur adalah salah satu sifat yang sangat penting bagi kehidupan peserta
didik. Sebagai contoh seperti, tidak mencontek, tidak melakukan