ANALISIS JENIS KALIMAT
PADA KARANGAN GURU-GURU SD MAHAKAM ULU
KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2015
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Oleh:
Herningdyah Cahyaning Ratri NIM: 121224035
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
ANALISIS JENIS KALIMAT
PADA KARANGAN GURU-GURU SD MAHAKAM ULU
KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2015
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Oleh:
Herningdyah Cahyaning Ratri NIM: 121224035
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya perembahkan untuk:
1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu menyertai dan memberikan pertolongan tepat pada
waktu-Nya.
2. Orang tua tercinta, bapak Heru Sigit Cahyanto dan Ibu Sri Budiningsih serta Bapak
Ardi Suryanto dan Ibu Pandom Triasati yang selalu mendoakan dan memberikan
semangat.
v MOTO
Kalau kamu tetap bertahan, kamu akan memperoleh hidupmu
(Lukas 21:19)
Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam
doa (Roma 12:12)
Labora-vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah dsebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 28 Februari 2017
Penulis
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Herningdyah Cahyaning Ratri
Nomor Mahasiswa : 121224035
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul Analisis Jenis Kalimat
pada Karangan Guru-Guru SD Mahakam Ulu Kalimantan Timur Tahun 2015.
Dengan demikian, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma
hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam
bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di
internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari
saya maupun royalti kepada saya selama mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 28 Februari 2017
Saya yang menyatakan,
viii ABSTRAK
Ratri, Herningdyah Cahyaning. 2017. Analisis Jenis Kalimat pada Karangan Guru-Guru SD Mahakam Ulu Kalimantan Timur Tahun 2015. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini mengkaji jenis kalimat dalam karangan guru-guru SD Mahakam Ulu, Kalimantan Timur, pada tahun 2015. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan: (1) jenis kalimat berdasarkan jumlah klausa dan (2) jenis kalimat berdasarkan bentuk sintaksis pada karangan guru-guru SD Mahakam Ulu Kalimantan Timur.
Penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif kualitatif. Objek penelitian ini adalah jenis kalimat berdasarkan jumlah klausa dan bentuk sintaksis. Sumber data penelitian ini adalah karangan tentang lingkungan yang dibuat para guru SD Mahakam Ulu, Kalimantan Timur. pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan dokumen berupa karangan. Tahap analisis data berupa identifikasi, klasifikasi, dan interpretasi.
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan menjadi dua hal. 1) Berdasarkan jumlah klausa, jenis kalimat yang digunakan pada karangan guru-guru SD Mahakam Ulu, Kalimantan Timur berupa kalimat tunggal dan kalimat majemuk. Kalimat tunggal ada empat jenis, yakni kalimat tunggal dengan predikat verba, nomina, adjektiva dan numeral. Sementara itu, kalimat majemuk ada tiga tipe, yakni kalimat majemuk setara, bertingkat, dan campuran. 2) Berdasarkan bentuk sintaksis, jenis kalimat yang digunakan pada karangan guru-guru SD Mahakam Ulu, Kalimantan Timur adalah kalimat deklaratif, kalimat imperatif, dan kalimat interogatif.
Implikasi penelitian ini adalah kemampuan menulis guru-guru SD Mahakam Ulu sudah baik tetapi dapat ditingkatkan dalam penggunaan jenis kalimat terutama pada kalimat tunggal dengan predikat frasa preposisional, kalimat majemuk setara konjungsi penanda pemilihan, majemuk bertingkat anak kalimat pengandaian, pembandingan, cara, alat dan perkecualian serta kalimat eksklamatif. Oleh sebab itu, sebaiknya para guru khususnya guru-guru SD Mahakam Ulu, Kalimantan Timur mempelajari berbagai macam jenis kalimat secara lebih mendalam dengan berbagai pelatihan.
ix ABSTRACT
Ratri, Herningdyah Cahyaning. 2017. An Analysis of Type of Sentence Used in Essays Written by Elementary Teachers of Mahakam Ulu, East Kalimantan 2015. A Thesis. Yogyakarta: Indonesian Language and Literature Study Program, Faculty of Teachers Training and Education, Sanata Dharma University.
This research analyzed the type of sentence used in essays written by Elementary Teachers of Mahakam Ulu, east Kalimantan in 2015. This research was aimed to describe: (1) type of sentence based on the amount of clause on essays written by Elementary Teachers of Mahakam Ulu and (2) type of sentence based on the form of syntax on essays written by Elementary Teachers of Mahakam Ulu, East Kalimantan.
The research was a qualitative descriptive research. The object of the research was type of sentence based on the amount of clause and the form of syntax. The sources of this research was essays about environment written by elementary teachers of Mahakam Ulu, East Kalimantan. The technique to collect the data was conducted by using documentation method. The stages of data analysis were identification, classification, and interpretation.
The result of the research can be concluded be two things. 1) Based on the number of clauses, the teachers of SD Mahakam Ulu, East Borneo used the simple and complex sentences in the written essays. There were four types of simple sentence, simple sentence with verb, noun, adjective, and numerals predicate. Furthermore, there were three types of complex sentence, compound sentence, complex sentence, and compound-complex sentence. 2) Based on the form of syntax, type of sentence used in essays written by Elementary Teachers of Mahakam Ulu, east Kalimantan were declarative sentence, imperative sentence, and interrogative sentence.
The implication of this research was the writing ability of Elementary Teachers Mahakam Ulu are good but can be improved on the use of type of sentence, especially in the simple sentence with phrases prepositionalpredicate,compound sentence equivalent conjunctions marker election , compound, comparison , way , tools and the exception and eksklamative sentence. Therefore, it is better for the Elementary teachers in Mahakam Ulu, east Kalimantan to have a depth training in various type of sentence.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Jenis Kalimat pada
Karangan Guru-Guru SD Kabupaten Mahakam Ulu, Kaimantan Timur Tahun 2015
dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Kelancaran dan keberhasilan proses pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini
tentunya tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak.
Oleh sebab itu, peneliti ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma.
2. Dr. Yuliana Setyaningsih, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Bahasa Sastra Indonesia.
3. Dr. B. Widharyanto, M.Pd., selaku dosen pembimbing pertama yang telah
bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing, memberikan
saran, serta kritikan yang membangun dalam proses penyusunan skripsi ini.
4. Dr. Y. Karmin, M.Pd., selaku dosen kedua yang telah bersedia meluangkan
waktu dan pikirannya untuk membimbing, memberikan saran, motivasi dan
kritikan yang membangun dalam proses penyusunan skripsi ini.
5. Septina Krismawati, S.S, M.A selaku triangulator yang telah bersedia
meluangkan waktu dan pikirannya untuk menvalidasi hasil analisis data dalam
penelitian ini.
6. Segenap dosen Prodi PBSI, dosen MKU, dan dosen MKK yang telah mendidik
dan membimbing penulis selama mengikuti kuliah.
7. Robertus Marsidiq, selaku staf sekretariat Prodi PBSI yang selama ini telah
xi
8. Orang tua terkasih, bapak Heru Sigit Cahyanto dan Ibu Sri Budiningsih serta
Bapak Ardi Suryanto dan Ibu Pandom Triasati yang selalu mendoakan dan
memberikan semangat.
9. Kakak tercinta, Putri Hambawani Setyaningrum dan Dyah Ayu Wikandari yang
selalu mendengarkan keluh kesah dan memberikan semangat selama proses
penulisan skripsi ini.
10. Nety Putri Perdani, Maria Magdalena Damar Isti Nugraheni, Francisca Dewi
Wulansari, Brigitta Swaselia Kasita, dan Septian Purnomo Aji teman kelompok
skripsi payung yang sudah menyemangati, berbagi waktu dan pikiran selama
penulisan skripsi ini.
11. Karmelia Galih Runti Sari, Yuhacim Titto S, Hendra Sigalingging, Natalia
Harsanti, Romo Margareta Dina yang selalu memberikan bantuan doa, semangat,
dan perhatian kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
12. Teman-teman mahasiswa PBSI angkatan 2012 yang tidak dapat disebutkan satu
per satu yang telah bersama menjalani dinamika belajar di PBSI USD selama
empat tahun ini.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, terimakasih atas
dukungannya kepada penulis.
Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Namun,
penulis berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk para peneliti selanjutnya
terutama dalam bidang pendidikan.
Yogyakarta, 28 Februari 2017
Penulis,
xii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1Latar Belakang Masalah ... 1
1.2Rumusan Masalah ... 4
1.3Tujuan Penelitian ... 4
1.4Manfaat Penelitian ... 4
1.5Batasan Istilah ... 5
1.6Sistematika Penyajian ... 6
BAB II STUDI KEPUSTAKAAN ... 7
2.1 Penelitian Terdahulu ... 7
2.2 Landasan Teori ... 9
2.2.1 Kalimat ... 9
xiii
2.2.1.2 Fungsi Sintaksis Unsur Kalimat ... 13
2.2.1.3 Pola Kalimat ... 18
2.2.1.4 Jenis Kalimat ... 20
2.2.2 Karangan ... 35
2.2.3 Kompetensi Guru Sekolah Dasar (SD) ... 39
2.2.4 Kerangka Berpikir ... 40
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 43
3.1 Jenis Penelitian ... 43
3.2 Data dan Sumber Data ... 44
3.3 Objek Penelitian ... 45
3.4 Instrumen Penelitian ... 45
3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 46
3.6 Teknik Analisis Data ... 47
3.7 Triangulasi ... 49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 50
4.1 Deskripsi Data ... 50
4.1.1 Data Kalimat Berdasarkan Jumlah Klausa... 51
4.1.1.1 Kalimat Tunggal dengan Predikat Nomina ... 53
4.1.1.2 Kalimat Tunggal dengan Predikat Verba ... 53
4.1.1.3 Kalimat Tunggal dengan Predikat Adjektiva ... 54
4.1.1.4 Kalimat Tunggal dengan Predikat Numeral... 54
4.1.1.5 Kalimat Majemuk Setara ... 54
4.1.1.6 Kalimat Majemuk Bertingkat... 55
4.1.1.1.7 Kalimat Majemuk Campuran ... 55
4.1.2 Data Kalimat Berdasarkan Bentuk Sintaksis ... 56
4.1.2.1 Kalimat Deklaratif... 57
xiv
4.1.2.3 Kalimat Interogatif ... 58
4.2. Analisis Data ... 58
4.2.1 Jenis Kalimat berdasarkan Jumlah Klausa ... 58
4.2.1.1 Kalimat Tunggal ... 59
4.2.1.2 Kalimat Majemuk ... 68
4.2.2 Jenis Kalimat berdasarkan Bentuk Sintaksis ... 84
4.2.2.1 Kalimat Deklaratif... 84
4.2.2.2 Kalimat Imperatif ... 86
4.2.2.3 Kalimat Interogatif ... 87
4.3. Pembahasan Hasil Penelitian ... 88
4.3.1 Jenis Kalimat berdasarkan Jumlah Klausa ... 88
4.3.2 Jenis Kalimat berdasarkan Bentuk Sintaksis ... 93
BAB V PENUTUP ... 97
5.1 Kesimpulan ... 97
5.2 Implikasi Hasil Penelitian ... 99
5.3 Saran ... 100
DAFTAR PUSTAKA ... 102 LAMPIRAN
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Perbedaan Objek dan Pelengkap ... 17
Tabel 2 Pola-Pola Kalimat Dasar ... 19
Tabel 3 Nama Guru dan Judul Karangan ... 44
Tabel 4 Kode Fungsi Sintaksis ... 48
Tabel 5 Kode Penomoran Karangan ... 48
Tabel 6 Data Kalimat berdasarkan Jumlah Klausa ... 52
Tabel 7 Data Kalimat berdasarkan Bentuk Sintaksis ... 56
DAFTAR BAGAN Bagan 1 Jenis-Jenis Kalimat ... 21
Bagan 2 Hubungan Koordinasi Kalimat ... 28
Bagan 3 Hubungan Subordinasi Kalimat ... 30
Bagan 4 Hubungan Antarklausa dalam Kalimat Majemuk Campuran ... 32
Bagan 5 Alur Kerangka Berpikir ... 42
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Panduan Analisis ... 104
Lampiran 2 Hasil Analisis Data dan Triangulasi ... 107
Lampiran 3 Karangan Guru ... 196
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Dunia karang-mengarang sudah tidak asing lagi bagi pendidikan di
Indonesia dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Para pelajar sudah
terbiasa belajar mengenai karangan. Buku-buku pelajaran pun termasuk dalam
wujud karangan. Karangan yang dipelajari dari mulai tataran sekolah dasar hingga
tataran perguruan tinggi merupakan salah satu hasil kegiatan menulis.
Menurut The Liang Gie (1992: 17), karangan adalah bentuk gagasan
seseorang dalam bahasa tulis yang dapat dibaca dan dimengerti oleh pembaca.
Dalam proses membuat karangan diperlukan media untuk membawa gagasan dari
pikiran penulis kepada pihak pembaca. Gagasan itu diwujudkan ke dalam bentuk
kata-kata yang dirangkai menjadi ungkapan atau frasa, beberapa frasa digabung
menjadi anak kalimat dan anak kalimat-anak kalimat itu membangun kalimat
yang utuh. Kalimat-kalimat yang disusun menjadi paragraf-paragraf yang padu
nantinya akan berkembang menjadi sebuah karangan.
Hasan Alwi, dkk (2010: 317) mengatakan bahwa kalimat merupakan
satuan bahasa terkecil dalam bentuk lisan maupun tulisan dan digunakan untuk
mengungkapkan pikiran secara utuh. Hal ini menunjukkan bahwa kalimat
yang padu, seseorang harus menyusun karangan itu dengan kalimat yang baik dan
benar.
Sebuah kalimat yang baik dan benar tentunya memiliki struktur yang baik
dan benar pula. Struktur kalimat dalam bahasa Indonesia berkaitan dengan unsur
subjek (S), predikat (P), objek (O), dan keterangan (K). Menurut Hasan Alwi
(dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, 2010: 328), kalimat yang baik harus
memiliki sekurang-kurangnya konstituen pengisi unsur subjek dan predikat.
Kehadiran konstituen lainnya ditentukan oleh kedua konstituen tersebut.
Pengetahuan tentang struktur kalimat itu dapat menjadi dasar seseorang
menentukan jenis-jenis kalimat yang akan dibuat. Pengetahuan tentang jenis
kalimat juga perlu dikuasai oleh seorang penulis agar ia dapat memvariasikan
jenis-jenis kalimat itu dalam karangannya. Menurut Abdul Chaer (2009: 45), jenis
kalimat dapat dibagi menjadi tiga golongan yakni, berdasarkan kategori
klausanya, berdasarkan jumlah klausanya, dan berdasarkan modusnya.
Jenis kalimat merupakan salah satu hal penting dalam pengembangan
kalimat yang harus dikuasai oleh para guru bahasa dalam mengajarkan
keterampilan menulis, khususnya menulis karangan. Salah satu faktor penentu
keberhasilan pelajar terletak pada kemampuan mengajar guru bahasa Indonesia
dalam menulis karangan.
Banyak faktor yang melatarbelakangi guru bahasa tidak optimal dalam
memberikan materi pengajaran kepada siswa atau pelajar. Salah satunya adalah
yang tidak memiliki kemampuan dalam bidang studi tertentu harus mengajarkan
bahasa Indonesia di kelas. Akibat dari hal itu adalah banyak kekeliruan dan
keterbatasan dalam menyampaikan materi pelajaran kepada anak didik.
Keterbatasan jumlah pendidik banyak dialami sekolah-sekolah yang
terletak di daerah terpencil. Permasalahan seperti fenomena tersebut dialami juga
oleh guru-guru SD di daerah Mahakam Ulu, Kalimantan Timur. Daerah Mahakam
Ulu merupakan daerah baru di Kalimantan Timur. Daerah baru ini masih dalam
taraf pembangunan dalam berbagai bidang diantaranya dalam bidang pendidikan.
Sebuah situs di internet (disdik.kaltimprov.go.id) menunjukkan bahwa sumber
daya guru di sana masih terbatas jumlahnya. Oleh sebab itu, masih banyak guru
yang merangkap mengajar pada bidang yang tidak sesuai dengan keahliannya.
Guru dengan latar belakang yang tidak sesuai dengan mata pelajaran bahasa
Indonesia kemungkinan sangat terbatas mengajarkan bahasa Indonesia kepada
para pendidiknya. Hal inilah yang mungkin menimbulkan kekeliruan-kekeliruan
berbahasa, termasuk dalam menulis karangan. Untuk itulah, dalam penelitian ini,
peneliti ingin melihat kemampuan guru-guru dalam memahami bahasa Indonesia,
khususnya dalam keterampilan menulis karangan.
Penulis meneliti kalimat pada karangan guru-guru SD Kabupaten
Mahakam Ulu, Kalimantan Timur dari segi sintaksis dengan fokus penelitian pada
faktor-faktor gramatikalnya saja. Peneliti ingin melihat penggunaan jenis kalimat
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah penelitian ini dirumuskan sebagai
berikut.
a. Apa sajakah jenis kalimat berdasarkan jumlah klausa pada karangan
yang digunakan guru-guru SD Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan
Timur?
b. Apa sajakah jenis kalimat berdasarkan bentuk sintaksis pada karangan
yang digunakan guru-guru SD Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan
Timur?
1.3Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Mendeskripsikan jenis kalimat berdasarkan jumlah klausa pada
karangan guru-guru SD Kabupaten Mahakam Ulu.
b. Mendeskripsikan jenis kalimat berdasarkan bentuk sintaksis pada
karangan guru-guru SD Kabupaten Mahakam Ulu.
1.4Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi dunia
pendidikan khususnya para guru sekolah dasar (SD), tentang penggunaan kalimat
bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Dengan pemahaman tentang kalimat
yang baik dan benar, para guru dapat menyampaikan materi pembelajaran
penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai acuan penelitian selanjutnya terutama
dalam bidang sintaksis tentang jenis kalimat bahasa Indonesia.
1.5Batasan Istilah
a. Kalimat
Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan
yang mengungkapkan pikiran yang utuh, (TBBBI, 2010: 317).
b. Fungsi Sintaksis Unsur Kalimat
Fungsi sintaksis unsur kalimat merupakan hubungan atau relasi
gramatikal unsur-unsur kalimat. Unsur-unsur kalimat meliputi subjek (S),
predikat (P), objek (O), pelengkap (Pel), dan keterangan (K), (Khairah,
2014: 113).
c. Pola Kalimat
Pola kalimat adalah konsep sintaksis yang mencakup
konstruksi-konstruksi kalimat. (Kamus Linguistik, 2008: 196)
d. Jenis Kalimat
Jenis kalimat merupakan pengelompokan atau pengklasifikasian kalimat
berdasarkan unsur-unsur kalimatnya (TBBBI, 2010: 343).
e. Karangan
Karangan adalah hasil perwujudan gagasan seseorang dalam bahasa tulis
1.6Sistematika Penyajian
Penyajian penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab I berisi pendahuluan.
Bab ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika penyajian.
Bab II berisi landasan teori. Bab ini menguraikan penelitian yang relevan
dan kajian teori. Bab III berisi metodologi penelitian. Bab ini menguraikan jenis
penelitian, data dan sumber data penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen
penelitian, dan teknik analisis data. Bab IV berisi hasil penelitian dan
pembahasan. Bab ini menguraikan data, hasil penelitian dan pembahasan hasil
penelitian. Bab V berisi bagian penutup, bagian ini akan dipaparkan kesimpulan,
7
BAB II
STUDI KEPUSTAKAAN
2.1Penelitian Terdahulu
Ada tiga penelitian yang relevan dengan penelitian ini, yaitu (a) penelitian
Galih Puji Haryanto (2015), (b) penelitian Zahrulia Arina Rinanda (2012), dan
(c) penelitian B. Bobby Prasetya Nugraha (2010). Penelitian Galih Puji Haryanto
berjudul Analisis Struktur Kalimat dan Struktur Paragraf serta Pola
Pengembangannya pada Wacana Undang-Undang tentang Pendidikan. Penelitian
tersebut menganalisis 45 kalimat dengan tiga macam pola struktur, yaitu S-P-K,
P-K-Pel berjumlah 28 kalimat; K,(S)-P-O-K berjumlah 7 buah kalimat;
K-S-P-Konj.-P-K dan (K)-(S)-P-O-O1-O2-O3-O4-O5, P-O berjumlah 5 kalimat. Dari
ketiga struktur itu, struktur S-P-K, P-K-Pel paling banyak terdapat dalam
undang-undang pendidikan.
Penelitian yang dilakukan oleh Zahrulia Arina Rinanda berjudul Analisis
Struktur Kalimat pada Wacana Iklan Brosur Provider Telekomunikasi. Ada dua
kesimpulan dalam penelitian tersebut pertama, kalimat pada wacana iklan brosur
provider telekomunikasi digolongkan menjadi empat jenis kalimat, yakni (a)
kalimat tunggal dan majemuk, (b) kalimat deklaratif dan imperatif, (c) kalimat
lengkap dan taklengkap, (d) kalimat biasa dan inversi. Kedua, struktur kalimat
struktur, pertama yakni struktur kalimat tunggal dan kedua struktur kalimat
majemuk.
Penelitian B. Bobby Prasetya Nugraha berjudul Struktur Kalimat dalam
Kolom “Liputan Khusus” Majalah Sekolah Bikar SMA Stella Duce II Yogyakarta.
Penelitian itu mencakup analisis struktur kalimat dan analisis kelengkapan unsur
kalimat. Penelitian tersebut mengambil empat buah majalah sebagai objek
penelitian. Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam kolom “Liputan Khusus”
terdapat kalimat dengan beberapa struktur, yaitu kalimat tunggal, kalimat
majemuk setara, kalimat majemuk bertingkat dan kalimat yang tidak memiliki
kejelasan struktur. Dari beberapa jenis kalimat tersebut, dari kolom majalah itu
paling banyak ditemukan kalimat tunggal, yakni 107 kalimat. Peneliti juga
menemukan kalimat yang strukturnya tidak lengkap dalam kalimat tunggal dan
kalimat majemuk, baik majemuk setara maupun majemuk bertingkat.
Kalimat-kalimat pada kolom majalah Bikar tersebut kebanyakan memiliki kekurangan
pada unsur S (subjek), P (predikat), atau S (subjek) dan P (predikat).
Penelitian analisis jenis kalimat pada karangan guru-guru SD Mahakam
Ulu ini masih relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh ketiga peneliti di
atas. Ketiga penelitian itu juga dilakukan di bidang sintaksis yang berkaitan
dengan struktur kalimat. Namun, penelitian ini dikhususkan pada analisis struktur
kalimat pada karangan bidang pendidikan karena peneliti melihat bahasan
penelitian tentang struktur kalimat di kalangan pendidikan khususnya guru-guru
2.2 Landasan Teori
Penelitian ini menggunakan teori yang dianggap relevan dan dapat
mendukung temuan sehingga dapat memperkuat penelitian yang dilakukan. Teori
yang dimaksud adalah kalimat, jenis kalimat, jenis karangan, dan kompetensi guru
sekolah dasar (SD).
2.2.1 Kalimat
Dalam sintaksis, hal yang dikaji meliputi frasa, klausa, kalimat, dan
wacana. Namun, penelitian ini hanya akan mengkaji kalimat. Kalimat akan
dianalisis dari segi jenisnya yang dipakai dalam karangan guru-guru SD
Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur. Hasan Alwi, dkk (dalam TBBBI,
2010:317) menjelaskan bahwa kalimat adalah satuan bahasa terkecil dalam wujud
lisan maupun tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam bentuk
lisan, kalimat diucapkan dengan suara naik turun dan keras lembut disela jeda,
dan diakhiri dengan intonasi bunyi diikuti oleh kesenyapan. Dalam wujud tulisan
(Latin), kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.),
tanda tanya (?), atau tanda seru (!), sementara itu di dalamnya disertakan pula
tanda koma (,), titik dua (:), tanda pisah (-), dan spasi.
Ramlan (2005: 21) menuturkan bahwa kalimat ada yang terdiri dari satu
kata, dua kata, atau tiga kata. Sesungguhnya yang menentukan satuan kalimat
bukannya banyaknya unsur, melainkan intonasinya. Setiap satuan kalimat dibatasi
Miftaful Khairah (2014: 146) berpendapat bahwa kalimat bisa dibentuk
oleh kata, frasa, dan klausa. Satuan bahasa dapat dikategorikan sebagai kalimat
atau bukan, tidak bergantung pada banyaknya kata, melainkan pada intonasi final
dan keutuhan makna. Dengan demikian, terdapat dua hal penting berkenaan
dengan konsep kalimat, yaitu konstituen dasar dan intonasi final. Miftaful Khairah
(2014: 147) menjelaskan bahwa konstituen dasar kalimat biasanya berupa klausa
karena di dalam klausa sudah terdapat fungsi internal bahasa, yaitu fungsi
semantik, fungsi sintaksis, dan fungsi pragmatiknya. Fungsi-fungsi ini
membangun keutuhan makna sebuah klausa. Jika sebuah klausa diberi tanda baca
atau intonasi final, terbentuklah sebuah kalimat yang lengkap. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa kalimat itu merupakan satuan bahasa terkecil dari tataran
analisis bahasa. Dalam pembentukannya, kalimat tidak ditentukan oleh banyak
sedikitnya unsur kata yang membentuknya, tetapi oleh intonasi final dan keutuhan
makna yang akan disampaikan.
2.2.1.1Bagian-Bagian Kalimat
Hasan Alwi, (2010: 318) mengatakan bahwa dilihat dari bentuknya,
kalimat dapat dirumuskan sebagai konstruksi sintaksis terbesar yang terdiri atas
dua kata atau lebih. Antara kalimat dan kata terdapat dua satuan antara, yaitu frasa
dan klausa. Klausa merupakan satuan sintaksis yang terdiri dari dua kata atau
yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak mengandung unsur predikasi.
Keduanya masih termasuk ke dalam satuan tata bahasa.
Kalimat dalam banyak hal tidak berbeda dengan klausa. Keduanya
sama-sama memiliki unsur predikasi. Dilihat dari segi struktur internalnya, kalimat dan
klausa terdiri atas unsur predikat dan subjek dengan atau tanpa objek, pelengkap
atau keterangan. Perbedaan antara klausa dan kalimat hanya terdapat bagaimana
cara pandang dari kedua bentuk itu. Contoh-contoh di bawah ini dapat
memperjelas uraian tentang klausa dan kalimat.
(1) a. dia pandai (S + P) b. Dia pandai.
(2) a. anak itu makan kue (S + P + O) b. Anak itu makan kue.
(3) a. beliau memakai baju warna biru (S+ P + O + Pel) b. Beliau memakai baju warna biru.
Bentuk (1)a, (2)a, (3)a di atas sering diacu sebagai klausa karena terdiri
atas unsur-unsur predikasi sekurang-kurangnya unsur (S-P) tetapi tidak
memperhatikan intonasi dan tanda baca. Namun, kutipan (1)b, (2)b, (3)b dapat
dikatakan kalimat karena memperhatikan unsur-unsur predikasi dengan intonasi
atau tanda baca akhir.
Menurut Alwi, dkk (2010: 321), kalimat minimal terdiri atas unsur subjek
dan predikat. Kedua unsur kalimat itu merupakan unsur yang wajib hadir. Di
dihilangkan tanpa mempengaruhi arti dari suatu kalimat. Perhatikanlah contoh
kalimat di bawah ini!
(4) Saya bertemu Andi kemarin di parkiran.
Kalimat (4) di atas terdiri atas lima konstituen, yaitu 1) saya, 2) bertemu,
3) Andi, 4) kemarin, dan 5) di parkiran. Dari kelima konstituen kalimat itu, hanya
kemarin dan di parkiran yang dapat dihilangkan tanpa mengubah arti atau makna
kalimat itu. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dibedakan antara unsur wajib
dan unsur takwajib (manasuka). Unsur wajib terdiri dari konstituen yang tidak
dapat dihilangkan, karena jika dihilangkan akan mempengaruhi arti atau makna
kalimat. Sebaliknya, unsur takwajib terdiri atas konstituen yang dapat dihilangkan
atau manasuka. Pada umumnya, unsur keterangan pada kalimat termasuk dalam
unsur takwajib, seperti contoh di atas. Namun, pada situasi tertentu, unsur
keterangan itu harus hadir, karena sangat berpengaruh terhadap keutuhan makna
kalimat. Contoh di bawah ini menunjukkan bahwa unsur keterangan justru harus
hadir dalam sebuah kalimat.
(5) Dia menuju ke pasar. (6) *Dia menuju.
Bentuk ke pasar tidak dapat dihilangkan karena kalimat tersebut menjadi
tidak memiliki konteks pembicaraan, sehingga kalimat tersebut tidak dapat
ditafsirkan atau tidak memiliki makna. Contoh di bawah ini akan memperjelas
(7) Paman tinggal di Bandung. (8) *Paman tinggal.
Jika dilihat, kalimat (8) terasa ambigu dibanding dengan kalimat (7) yang
diikuti keterangan tempat di Bandung. Kata tinggal pada kalimat (8) bermakna
ambigu, yakni tinggal yang berarti diam atau tinggal dalam arti berdomisili.
Berbeda dengan kalimat (7) yang diikuti dengan keterangan tempat, yang berarti
Paman berdomisili di Bandung. Kedua contoh di atas membuktikan bahwa dalam
situasi tertentu konstituen atau unsur tak wajib (manasuka) dapat berubah menjadi
konstituen wajib hadir.
2.2.1.2 Fungsi Sintaksis Unsur-Unsur Kalimat
Menurut Miftaful Khairah (2014: 113), fungsi sintaksis unsur kalimat
berhubungan dengan relasi gramatikal suatu klausa. Fungsi sintaksis suatu kalimat
meliputi S (subjek) – P (predikat) – O (objek) – Pel (pelengkap) – K (keterangan).
Meskipun fungsi-fungsi sintaksis dalam suatu kalimat tidak harus muncul secara
bersamaan, kadang dalam penulisan sebuah kalimat masih sering dijumpai
kesalahan urutan fungsi-fungsi kalimat itu. Uraian di bawah ini akan membahas
fungsi subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan secara berturut-turut.
A. Subjek
Menurut Hasan Alwi, dkk (2010: 334), subjek merupakan fungsi sintaksis
terpenting yang kedua setelah predikat. Dalam sebuah kalimat majemuk fungsi
Subjek merupakan bentuk gramatikal di dalam klausa yang berpotensi
berperan sebagai pelaku, pengalaman, ukuran, peruntung dan pokok (Khairah,
2014:125). Pada umumnya, subjek berupa nomina, frasa nomina, atau pronomina.
Contoh kalimat beserta kategori kata, peran dan fungsinya akan diuraikan di
bawah ini.
(9) Semua saudaraku berkumpul.
S/FN/pelaku P
(10)Perang itu membuat fobia korbannya.
S/FN/pngalaman P O
(11) Ia mendapat nilai bagus.
S/pronomina/peruntung P O
Fungsi subjek pada kalimat (9), (10), dan (11) dapat ditempati oleh
kategori kata selain nomina, seperti frasa nomina dan pronomina. Subjek dalam
kalimat (9) berlaku sebagai pelaku, subjek pada kalimat (10) berperan sebagai
pengalaman, dan subjek dalam kalimat (11) berperan sebagai peruntung. Widjono
Hs (2007: 148) menjelaskan unsur subjek memiliki ciri-ciri, yakni 1) dapat
diketahui dari jawaban apa atau siapa, 2) subjek dapat disertai dengan pewatas
yang, dan 3) subjek tidak didahului dengan preposisi.
B. Predikat
Predikat merupakan bentuk gramatikal di dalam kalimat yang berpotensi
berperan sebagai perbuatan, proses, keadaan, pengalamaan, relasional,
eksistensial, posisi, lokasi, kuantitas, dan identitas (Khairah, 2014 : 113). Predikat
berpola S – P, predikat dapat berupa frasa nominal, frasa numeralia, atau frasa
preposisional (Alwi, 2010 : 333). Perhatikan contoh di bawah ini!
(12) Ibuku guru bahasa Inggris (P=FN) (13) Kakaknya tiga (P=FNum)
(14) Adik sedang ke sekolah (P=FPrep) (15) Andi sedang bermain (P=FV) (16) Siswa itu pintar sekali (FAdj)
Kalimat (12) hingga (16) menunjukkan bahwa unsur predikat tidak hanya
dapat diisi oleh verba atau frasa verba, tetapi juga dapat diisi oleh kategori kata
apapun sesuai dengan konteks kalimatnya. Widjono Hs (2007: 148) menguraikan
bahwa unsur predikat memiliki ciri-ciri, yakni 1) dapat diketahui dari jawaban
mengapa atau bagaimana, 2) predikat tidak bisa disertai dengan pewatas yang,
3) subjek dapat didahului dengan kata adalah, ialah, yaitu, dan yakni, dan 4)
subjek dapat didahului dengan keterangan modalitas.
C. Objek
Objek merupakan bentuk gramatikal di dalam klausa yang berpotensi
berperan sebagai sasaran, hasil, dan peruntung (Khairah, 2014: 128). Sementara
itu, Alwi, dkk (2010: 335) juga menjelaskan bahwa kehadiran objek dituntut oleh
predikat yang berupa verba transitif pada kalimat aktif. Verba aktif transitif
biasanya ditandai dengan afiks meng-, meng-kan, meng-i, memper-kan, dan
memper-i. Jadi, kehadiran objek berfungsi untuk melengkapi predikat berupa aktif
transitif. Objek pada kalimat aktif transitif akan menjadi subjek jika kalimat itu
dipasifkan. Objek biasanya berupa nomina atau frasa nomina. Perhatikanlah
(17)Ibu memberikan.
(18)Ibu memberikan uang saku kepada Andi.
S P(transitif) O K
Jika dilihat kalimat (17) dan (18), unsur objek sangat berperan ketika
predikatnya berupa aktif transitif. Kalimat (17) tersebut sudah terdiri dari
sekurang-kurangnya subjek dan predikat, tetapi kalimat tersebut belum cukup
jelas maksudnya. Kalimat tersebut masih memerlukan objek untuk memperjelas
makna kalimat itu. Unsur objek tersebut akan menentukan sasaran dari subjek dan
predikat. Oleh karena itu, kalimat (18) dapat dikatakan kalimat yang utuh.
D. Pelengkap
Pelengkap merupakan bentuk gramatikal dalam klausa yang
kedudukannya hampir mirip dengan objek (TBBBI, 2010: 336 ). Perannya pun
hampir sama dengan objek, yakni sebagai sasaran, hasil, jangkauan identitas, dan
ukuran. Pelengkap sering berwujud nomina dan menempati posisi setelah predikat
yang berupa verba. Hal inilah yang sering membingungkan antara objek dan
pelengkap, karena keduanya sama-sama dapat menempati posisi setelah predikat.
Bagan di bawah ini akan menunjukkan persamaan dan perbedaan antara objek dan
Tabel 1. Perbedaan Objek dan Pelengkap (TBBBI, 2010 : 336)
Objek Pelengkap
Berwujud frasa nominal atau klausa. (19) Contoh: Badai Tsunami
melanda Jepang.
Berwujud frasa nominal, frasa adjektival, frasa verbal atau klausa.
(20)Saksi itu berkata jujur (Adj) (21)Artis itu pandai menari (V) Berada langsung di belakang
predikat. Contoh:
(22) Hakim itu memberikan S P
tersangka beberapa pilihan. O Pel
Berada langsung di belakang predikat jika tak ada objek (contoh a) dan jika ada objek berada langsung di belakang objek itu (contoh b). Contoh:
(23)Negara harus berlandaskan
hukum.
(24) Ahmad menuliskan adiknya S P O surat.
Pel Menjadi subjek setelah pemasifan
kalimat. Contoh:
(25) Jepang dilanda bencana banjir S P O
Tidak dapat menjadi pelengkap setelah pemasifan kalimat. Contoh:
(26)*Hukum harus dilandaskan negara
Dapat diganti dengan pronomina -nya. Contoh :
(27)Presiden memanggil Menteri
Pertanian
(28)Presiden memanggilnya.
Tidak dapat diganti dengan –nya. Contoh:
(29) Presiden bertemu beberapa
menteri.
(30)*Presiden bertemunya.
E. Keterangan
Keterangan merupakan fungsi sintaksis yang paling beragam dan paling
mudah berpindah letaknya (TBBBI, 2010: 337). Keterangan dapat berada di akhir,
Menurut Khairah (2014:131), keterangan berfungsi memberikan
penjelasan tambahan bagi unsur inti. Oleh karena itu, dalam struktur kalimat,
keterangan termasuk unsur periferal atau tambahan. Letaknya pun paling mudah
untuk berpindah. Konstituen keterangan, biasanya berupa frasa nominal, frasa
preposisional, atau frasa adverbial. Perhatikan contoh di bawah ini!
(31)Dia memotong rambutnya kemarin. (Ket.Waktu) (32)Kemarin dia memotong rambutnya.
(33)Dia kemarin memotong rambutnya.
Kata kemarin dalam kalimat (31), (32), dan (33) merupakan unsur
keterangan yang tidak terikat. Maksudnya adalah kata kemarin dapat
berubah-ubah letaknya baik di depan subjek, di belakang subjek maupun di belakang
objek.
2.2.1.3 Pola Kalimat
Harimurti Kridalaksana (dalam Kamus Linguistik, 2008:196) mengatakan
bahwa pola kalimat merupakan konsep sintaksis yang mencakup
konstruksi-konstruksi pembentuk kalimat itu. Adanya pola kalimat itu memudahkan penulis
dalam membuat kalimat yang benar secara gramatikal. Selain itu, pola kalimat
dapat menyederhanakan berbagai kalimat agar mudah dipahami.
Hasan Alwi, dkk (dalam TBBBI, 2010: 326) mengatakan bahwa kalimat
dasar adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa, unsur-unsurnya lengkap,
susunan unsur-unsurnya menurut urutan paling umum dan tidak mengandung
pertanyaan atau pengingkaran. Dengan kata lain, kalimat dasar tersebut identik
lazim. Urutan unsur-unsur tersebut adalah S-P-(O)-(Pel)-(K) dengan catatan
bahwa unsur objek, pelengkap, dan keterangan yang ditulis di antara tanda kurung
tidak selalu hadir. Hasan Alwi, dkk (2010: 329) memaparkan bahwa umumnya
ada enam pola kalimat dasar yang dapat diturunkan dari pola S-P-(O)-(Pel)-(K).
Pola kalimat dasar tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2. Pola-Pola Kalimat Dasar
Fungsi Tipe
Subjek Predikat Objek Pelengkap Keterangan
S-P Dina Mandi - - -
S-P-O Tito Membeli Bola - -
S-P-Pel Dia Menjadi - ketua kelas -
S-P-Ket Saya Bermain - - di halaman
S-P-O-Pel Ibu membelikan Adik Baju -
S-P-O-Ket Ayah menjemput Tono - di sekolah
Dalam pengembangannya, suatu kalimat dasar itu dapat berubah sesuai
dengan konteksnya, sehingga dapat berubah bentuk menjadi kalimat majemuk
setara, kalimat majemuk bertingkat, ataupun kalimat majemuk campuran. Ada
pula kalimat yang unsur-unsurnya atau fungsi sintaksinya tidak selalu hadir
bersamaan, paling tidak ada konstituen subjek dan predikat. Konstituen lainnya
banyak ditentukan oleh konstituen pengisi predikat.
Pada umumnya, banyak dari kalimat yang ditemukan urutan unsurnya
letak keterangan dan letak predikat terhadap subjek kalimat. Keterangan memiliki
banyak jenis dan letaknya dapat berpindah-pindah di dalam kalimat, baik di awal,
tengah maupun di akhir kalimat. Banyak juga kalimat yang predikatnya
mendahului subjek kalimat.
Urutan fungsi dalam bahasa Indonesia bisa dikatakan mengikuti pola
S-P-(O)-(Pel)-(K). Namun, ada satu pola kalimat dalam bahasa Indonesia yang
predikatnya selalu mendahului subjek. Perhatikan contoh di bawah ini.
(34) Ada pencuri di halaman itu. (35) Demikianlah hasil rapat hari ini.
Verba ada dan demikianlah pada kalimat (34) dan (35) terletak di depan
nomina. Dengan kata lain, urutan fungsinya adalah P-S-(O)-(Pel)-(Ket). Namun,
susunan itu dapat diubah kembali menjadi urutan fungsi biasa yakni subjek
mendahului predikat. Kalimat-kalimat yang predikatnya mendahului subjek
tersebut disebut kalimat inversi (TBBBI, 2010: 372).
2.2.1.4 Jenis Kalimat
Menurut Hasan Alwi (dalam TBBBI 2010: 343), jenis kalimat dapat
digolongkan menjadi empat, yaitu 1) jenis kalimat berdasar jumlah klausa,
2) jenis kalimat berdasar bentuk sintaksis, 3) jenis kalimat berdasar kelengkapan
unsur, dan juga 4) jenis kalimat berdasar urutan fungsi sintaksis. Dari keempat
jenis kalimat di atas, hanya akan dibahas dua jenis kalimat, yakni kalimat
Berdasarkan jumlah klausanya, kalimat dapat digolongkan menjadi
kalimat tunggal dan kalimat majemuk. Hasan Alwi,dkk (2010: 343) menuturkan
bahwa kalimat tunggal dapat dibeda-bedakan lagi berdasarkan kategori
predikatnya menjadi lima golongan yakni 1) kalimat berpredikat verba, 2) kalimat
berpredikat adjektiva, 3) kalimat berpredikat nomina dan pronomina, 4) kalimat
berpredikat numeral, dan 5) kalimat berpredikat frasa preposisional.
Kalimat majemuk juga dapat dibedakan lagi menjadi kalimat majemuk
setara dan kalimat majemuk bertingkat. Menurut bentuknya atau kategori
sintaksisnya, kalimat dapat pula digolongkan menjadi kalimat deklaratif, kalimat
imperatif, kalimat interogatif , dan kalimat ekslamatif (Alwi, dkk, 2010: 344).
Bagan 1. Jenis-jenis Kalimat
\
Jenis Kalimat
Jumlah Klausa
Tunggal
Majemuk
Bentuk/Kategori Sintaksis
Deklaratif
Imperatif
Interogatif
A. Kalimat berdasarkan Jumlah Klausa
Jenis kalimat dapat digolongkan berdasarkan jumlah klausanya.
Berdasarkan jumlah klausanya, kalimat dapat dibagi atas kalimat tunggal dan
kalimat majemuk.
1) Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa. Hal itu
berarti bahwa konstituen untuk setiap unsur kalimat, seperti S dan P hanya ada
satu. Dalam kalimat tunggal tentu ada unsur wajib yang diperlukan. Di samping
itu, tidak menutup kemungkinan jika ada unsur-unsur manasuka yang
ditambahkan di dalamnya, seperti keterangan, pelengkap, dan objek. Dengan
demikian, kalimat tunggal tidak selalu berwujud pendek. Perhatikanlah contoh
berikut!
(36) Toni akan pergi.
(37) Mereka akan membentuk kelompok belajar.
(38) Guru Bahasa Indonesia kami akan dikirim ke luar negeri. (39) Pekerjaan Anwar mengurus tanaman di kebun raya Bogor.
Contoh kalimat (36) hanya memiliki satu unsur subjek (Toni) dan satu
unsur predikat (akan pergi). Kalimat (37) lebih lengkap karena ada unsur objek.
Meskipun demikian, setiap unsurnya hanya ada satu. Kalimat (38) dan (39) juga
hanya memiliki unsur wajib, yakni S dan P dan disertai unsur manasuka seperti O,
Pel dan K, tetapi semua unsurnya hanya ada satu, baik berupa kata maupun frasa.
Berdasarkan predikatnya kalimat tunggal dapat dibagi menjadi kalimat
kalimat berpredikat numeral, dan kalimat berpredikat frasa preposisional. Di
bawah ini akan dijelaskan jenis-jenis kalimat berdasarkan jumlah klausa itu.
a.Kalimat Berpredikat Verba
Menurut TBBBI (2010 : 345), kalimat berpredikat verba dapat dibagi
pula menjadi kalimat taktransitif, kalimat ekatransitif, dan kalimat dwitransitif.
Kalimat ekatransitif dan kalimat dwitransitif merupakan bagian dari kalimat
transitif.
Kalimat tidak transitif adalah kalimat yang tidak memiliki objek dan
tidak memiliki pelengkap. Kalimat tersebut hanya memiliki dua unsur wajib, yaitu
S dan P. Biasanya predikatnya dengan prefiks ber- atau meng-. Namun, kalimat
itu dapat dilengkapi oleh unsur keterangan tempat, waktu, cara ataupun alat.
Contoh-contoh kalimat yang menggunakan predikat tak transitif dapat dilihat pada
kutipan (40), (41), serta (42) ini.
(40) Bu Dina sedang berbelanja. (41) Padi itu telah menguning.
(42) Samiun belum datang sejak tadi pagi.
Kalimat ekatransitif adalah kalimat yang berobjek tetapi tidak
berpelengkap. Kalimat tersebut memiliki tiga unsur wajib yaitu subjek, predikat,
dan objek. Dari segi makna semua verba ekatransitif memiliki makna perbuatan.
Di bawah ini merupakan contoh-contoh kalimat yang menggunakan predikat
ekatransitif.
Kalimat dwitransitif adalah kalimat yang predikatnya dapat
mengungkapkan hubungan tiga wujud. Maksudnya adalah satu predikat dapat
menentukan unsur-unsur yang mengikutinya dengan makna yang berbeda pula.
Contoh-contoh kalimat yang menggunakan predikat dwitransitif dapat dilihat pada
kalimat (45), (46), dan (47) ini.
(45) Ida sedang mencari pekerjaan. (46) Ida sedang mencarikan pekerjaan.
(47) Ida sedang mencarikan adiknya pekerjaan.
Dari kalimat (45), dapat dijelaskan yang mencari pekerjaan adalah Ida.
jika ditambahkannya sufiks –kan pada predikat mencari, kalimat (46) berubah
makna menjadi Ida mencari pekerjaan untuk orang lain. Kalimat (47) terdapat
objek dan pelengkap yang berdiri di belakang verba dan semakin jelas bahwa
makna yang dimaksud adalah Ida mencari pekerjaan untuk adiknya.
b. Kalimat Berpredikat Ajektiva
Menurut TBBBI (2010, 357), kalimat berpredikat adjektiva adalah
kalimat statif. Kalimat statif kadang menggunakan verba untuk memisahkan
subjek dengan predikatnya apabila subjek atau predikatnya sama-sama panjang.
Perhatikan contoh berikut!
(48) Gerakan badan penari pendet itu adalah anggun dan mempesona.
Kata adalah dalam kalimat (48) dapat digunakan untuk memisahkan
dan mempesona. Kata adalah dapat digunakan jika subjek atau predikat atau
keduanya sama-sama panjang.
c.Kalimat Berpredikat Nomina
Dua nomina yang dijejerkan atau frasa nomina dapat menjadi kalimat
apabila syarat untuk subjek dan predikatnya terpenuhi (TBBBI, 2010: 358). Syarat
untuk kedua unsur itu penting. Jika tidak terpenuhi, jejeran nomina tadi tidak
dapat membentuk kalimat. Perhatikan contoh berikut!
(49)Buku cetakan Bandung itu. . . (50)Buku itu cetakan Bandung.
Urutan kata seperti pada contoh (49) tersebut membentuk satu frasa dan
bukan kalimat, karena cetakan Bandung merupakan pewatas (pembatas) dan
bukan predikat. Sebaliknya, contoh (50) dapat disebut kalimat karena penanda
batas itu memisahkan kalimat menjadi dua frasa, yakni buku itu sebagai subjek
dan cetakan Bandung sebagai predikat.
d.Kalimat Berpredikat Numeralia
Selain macam-macam kalimat berpredikat verbal, adjektival, nominal,
ada pula kalimat yang berpredikat numeral atau frasa numeral. Perhatikanlah
contoh berikut!
(51)Anaknya banyak. (52)Bekalnya hanya sedikit.
(53)Tinggi pohon itu lebih dari tiga meter.
Contoh (51) dan (52) menunjukkan bahwa kalimat dengan predikat
penggolongan. Sebaliknya, kalimat (53) menunjukkan predikat yang berupa
numeralia tentu dapat diikuti penggolongan seperti orang, ekor, buah, dan wajib
diikuti ukuran seperti meter (TBBBI, 2010: 360).
e. Kalimat Berpredikat Frasa Preposisional
Predikat kalimat dalam bahasa Indonesia juga dapat berupa frasa
preposisional. Contoh-contoh kalimat di bawah ini menggunakan predikat
berfrasa preposisi.
(54)Ibu sedang ke pasar. (55)Andi sedang di sekolah. (56)Kue itu untuk Bagus.
(57)Rumah saya di antara rumah Bela dan Ani.
Tidak semua frasa preposisi dapat dijadikan sebagai predikat kalimat.
Kalimat-kalimat di bawah ini terasa tidak pas jika tidak disertai verba.
(58)Toko itu sepanjang malam. (59)Toni dengan Andi.
(60)Tas itu kepada Aji.
Kalimat (58), (59), dan (60) di atas menunjukkan bahwa tidak semua
frasa preposisi dapat menduduki fungsi predikat. Frasa sepanjang malam, dengan
Andi, kepada Aji meskipun merupakan frasa preposisi tetapi tidak dapat menjadi
predikat, sehingga kalimat-kalimat tersebut tidak memiliki makna.
2)Kalimat Majemuk
Menurut Ramlan (2005: 43), kalimat majemuk adalah kalimat yang
terdiri dari dua klausa atau lebih antara klausa yang satu dan yang lain saling
dua jenis, yakni koordinasi (majemuk setara) dan subordinasi (majemuk
bertingkat).
a.Kalimat Majemuk Setara
Hubungan koordinasi dalam suatu kalimat biasa disebut dengan kalimat
majemuk setara. Hubungan koordinasi menggabungkan dua klausa atau lebih
yang masing-masing mempunyai kedudukan yang setara dalam struktur
konstituen kalimat (Alwi dalam TBBBI, 2010: 392). Maksudnya di sini adalah
hubungan antarklausa tersebut tidak saling terikat atau bergantung satu sama lain.
Klausa yang satu tidak bergantung dengan klausa yang lain, karena klausa yang
satu bukanlah bagian dari klausa yang lain. Hubungan koordinasi dalam suatu
kalimat tersebut dapat dilihat pada contoh di bawah ini.
(61) Stres akan memicu ketegangan di otak. (62) Stres membuat energi otak habis
(63) Stres akan memicu ketegangan di otak dan membuat energi otak habis.
Kalimat (63) di atas terdiri dari dua klausa yang tidak saling terikat,
yakni klausa (61) dan klausa (62) dan dihubungkan dengan konjungsi dan.
Kalimat (62) juga terjadi pelesapan (penghilangan salah satu unsur kalimat) yakni
unsur subjek pada klausa kedua setelah digabungkan, agar kalimat lebih efektif.
Untuk lebih jelas, di bawah ini terdapat bagan tentang hubungan koordinasi
Bagan 2. Hubungan Koordinasi Kalimat
Bagan di atas menunjukkan bahwa konjungtor tidak termasuk ke dalam
klausa mana pun, tetapi merupakan konstituen tersendiri. Kedudukan klausa yang
satu dengan klausa yang lain juga terlihat sejajar. Hal itu berarti klausa yang satu
tidak menjadi bagian dari klausa yang lain. Alwi, dkk (2010: 398), menjelaskan
bahwa ada beberapa konjungtor untuk menyusun hubungan koordinasi, yaitu
sebagai berikut.
“dan, atau, tetapi, serta, lalu, kemudian lagipula, hanya, padahal, sedangkan, baik... maupun..., tidak... tetapi..., bukan(nya)... melainkan...”
Ramlan (2008: 40) membagi beberapa konjungtor koordinasi dalam
beberapa golongan berdasarkan sifat hubungannya. Ada lima golongan
konjungtor koordinatif jika dilihat dari hubungan semantisnya.
(a) Konjungsi yang menandai pertalian semantik penjumlahan: dan,
dan lagi, lagi pula, dan serta.
(b) Konjungsi yang menandai pertalian semantik pemilihan: atau. (c) Konjungsi yang menandai pertalian semantikperurutan: kemudian
dan lalu.
(d) Konjungsi yang menandai pertalian semantik lebih: bahkan.
Kalimat
(e) Konjungsi yang menandai pertalian semantik perlawanan: tetapi.
akan tetapi, melainkan, namun, padahal, sebalikmya, sedangkan,
dan sedang.
b.Kalimat Majemuk Bertingkat
Hubungan subordinasi dalam suatu kalimat biasa disebut kalimat
majemuk bertingkat. Hubungan subordinasi menggabungkan dua klausa atau
lebih secara bertingkat (TBBBI, 2010: 398). Maksudnya, salah satu klausanya
menjadi bagian dari klausa yang lain. Jadi, klausa-klausa yang disusun dalam
kalimat majemuk dengan cara subordinasi itu tidak memiliki kedudukan yang
setara atau dengan kata lain hubungan subordinasi menunjukkan hubungan yang
hierarkis. Hubungan subordinasi dalam suatu kalimat tersebut dapat dilihat pada
contoh di bawah ini.
(64) Candi Gedung Songo itu menjadi mutiara kehidupan (klausa bawahan).
(65) Candi Gedung Songo menjadi sumber nafkah bagi masyarakat sekitarnya.
(66) Candi Gedung Songo menjadi mutiara kehidupan karena menjadi sumber nafkah bagi masyarakat sekitarnya.
Kalimat (66) di atas terlihat ada penggabungan dua klausa yang saling
terikat, yakni klausa (64) dan klausa (65), di mana klausa (64) menjadi klausa
utama dan klausa (65) menjadi klausa bawahan dengan konjungtor karena.
Bagan 3. Hubungan Subordinasi Kalimat
Pada bagan di atas, dapat dilihat bahwa klausa 2 berkedudukan sebagai
konstituen klausa 1 atau bagian dari klausa 1. Klausa 2 yang berkedudukan
sebagai konstituen klausa 1 disebut klausa subordinatif, sedangkan klausa 1
meru-pakan tempat dilekatkannya klausa, disebut juga klausa utama.
Menurut Alwi, dkk (2010: 400), ada sepuluh jenis konjungtor
subordinatif dalam kalimat majemuk bertingkat. Kesepuluh klausa itu akan
dijabarkan pada uraian di bawah ini.
(a) Konjungsi waktu : setelah, sesudah, sebelum, sehabis, sejak, selesai, ketika, tatkala, sewaktu, sementara, seraya, selagi, selama, sehingga, sampai.
(b) Konjungsi syarat : jika, kalau, asalkan, bila, manakala.
(c) Konjungsi pengandaian : andaikan, seandainya, andaikata, sekiranya. (d) Konjungsi tujuan : agar, supaya.
(e) Konsesif: biar(pun), meski(pun), sungguh(pun), sekalipun, walau(pun), kendati(pun).
(f) Konjungsi pembandingan atau kemiripan: seakan-akan, seolah-olah, sebagaimana, seperti, sebagai, bagaikan, laksana, daripada, alih-alih, ibarat.
(g) Konjungsi sebab atau alasan: sebab, karena, oleh karena. (h) Konjungsi hasil atau akibat : sehingga, sampai(-sampai). (i) Konjungsi cara: dengan, tanpa.
(j) Konjungsi alat: dengan, tanpa. Kalimat
Klausa 1
Ramlan (2008: 45) menambahkan tiga konjungtor subordinatif yang
belum dijelaskan dalam TBBBI (2010) tersebut. Ketiga konjungtor subordinatif
itu dapat dilihat pada uraian di bawah ini.
(a) Konjungsi isi atau komplemen: bahwa. (b) Konjungsi perkecualian: kecuali.
(c) Konjungsi penjumlahan: selain dan di samping.
c. Kalimat Majemuk Kompleks (Campuran)
Selain kedua bentuk kalimat majemuk di atas, masih ada satu bentuk
kalimat majemuk, yakni kalimat majemuk kompleks. Menurut Chaer (2011:
347), kalimat majemuk kompleks adalah kalimat yang terdiri dari tiga atau lebih
klausa. Kalimat tersebut ada yang berhubungan secara koordinatif (setara) dan
ada yang berhubungan secara subordinatif (bertingkat). Penggabungannya
biasanya dibantu dengan berbagai kata penghubung baik koordinatif maupun
subordinatif. Kalimat majemuk kompleks ini biasa disebut dengan kalimat
majemuk campuran. Perhatikan contoh berikut!
(66) Untuk pendakian gunung besok pagi, hal pertama yang harus
diperhatikan adalah kondisi fisik dan hal kedua adalah bekal makanan.
Kalimat (66) di atas merupakan kalimat majemuk kompleks karena
tersusun dari klausa bertingkat dan klausa setara. Klausa bertingkat pada kalimat
di atas menduduki fungsi subjek, yakni pada klausa hal pertama yang harus
diperhatikan. Frasa hal pertama diperluas dengan konjungsi yang lalu diikuti
dengan fungsi predikat harus diperhatikan. Klausa setara pada kalimat di atas,
frasa hal kedua, predikat pada kata adalah, dan pelengkap pada frasa bekal
makanan. Bagan di bawah ini menunjukkan hubungan antarkalimat majemuk
campuran.
Bagan 4. Hubungan Antarklausa dalam Kalimat Majemuk Campuran
B.Kalimat berdasar Bentuk Sintaksis
Berdasarkan bentuk sintaksis, kalimat dibagi atas 1) kalimat deklaratif
atau kalimat berita, 2) kalimat imperatif atau kalimat perintah, 3) kalimat
interogatif atau kalimat tanya, dan 4) kalimat eksklamatif atau kalimat seru
(TBBBI, 2010: 360). Keempat jenis kalimat tersebut akan dipaparkan pada uraian
berikut ini.
1) Kalimat Berita (Deklaratif)
Menurut Alwi, dkk (2010: 284), kalimat berita berfungsi untuk
berupa perhatian dari mitra tutur. Kadang respons atau bentuk dari perhatian itu
jawaban “ya” dari mitra tutur. Di samping itu, dalam kalimat berita tidak terdapat
kata-kata tanya seperti apa, siapa, di mana, mengapa, dan kata-kata ajakan seperti
mari, ayo, kata persilakan silakan, serta kata larangang jangan. Dalam bentuk
tulisan, kalimat berita diakhiri dengan tanda titik (.) sedangkan dalam bentuk lisan
diakhiri dengan nada menurun.
2) Kalimat Perintah (Imperatif)
Menurut Chaer (2011:356), kalimat perintah adalah kalimat yang
dibentuk untuk mengharapkan tanggapan yang berupa tindakan. Dalam bentuk
tulisnya, kalimat perintah atau kalimat imperatif biasanya diakhiri dengan tanda
seru (!). Sementara itu, dalam bentuk lisan, intonasi ditandai dengan nada rendah
diakhir tuturan. Ada tiga jenis kalimat imperatif, yaitu kalimat perintah, kalimat
larangan, dan kalimat seruan. Pada TBBBI (2010), kalimat seruan tergolong pada
kalimat eksklamatif.
3) Kalimat Tanya (Interogatif)
Kalimat tanya adalah kalimat yang berfungsi untuk mengharapkan reaksi
atau jawaban dari seseorang (Chaer, 2011: 350). Kalimat ini secara formal
ditandai dengan kehadiran kata tanya seperti apa, siapa, kapan, bagaimana, dan
mengapa. Kalimat ini memiliki pola intonasi yang berbeda dengan pola intonasi
Pada intonasi kalimat berita, bernada akhir turun, sedangkan pada kalimat tanya
bernada akhir naik.
4) Kalimat Eksklamatif
Kalimat eksklamatif atau kalimat seru, secara formal ditandai dengan
kata alangkah, betapa atau bukan main pada kalimat berpredikat adjektiva.
Kalimat eksklamatif ini berfungsi untuk menyatakaan perasaan kagum atau heran.
Menurut TBBBI (2010: 371), cara pembentukan kalimat eksklamatif sebagai
berikut.
a)Balikkan urutan unsur kalimat dari S-P ke P-S. b)Tambahkan partikel –nya pada (adjektiva) P.
c)Tambahkan kata (seru) alangkah, betapa, bukan main di depan P jika dianggap perlu.
Agar lebih jelas, di bawah ini terdapat beberapa contoh kalimat
eksklamatif. Perhatikan contoh di bawah ini!
(67) Pergaulan mereka bebas. (68) a. Bebas pergaulan mereka
b. Bebasnya pergaulan mereka!
c. Alangkah bebasnya pergaulan mereka!
Kalimat (67) di atas merupakan kalimat deklaratif, tetapi dapat
dikembangkan menjadi kalimat eksklamatif (68)a, (68)b, dan (68)c. Contoh
kalimat (68)a di atas menggunakan cara membalik urutan fungsi S-P menjadi P-S,
sehingga predikat bebas berada di awal kalimat. Contoh kalimat (68)b
menggunakan cara menambahkan partikel–nya di belakang predikat adjektif
bebas. Kalimat (68)c menggunakan cara menambahkan kata seru alangkah di
2.2.2 Karangan
Karangan merupakan hasil perwujudan gagasan seseorang dalam bahasa
tulis yang dapat dibaca atau dimengerti oleh pembaca (Gie, 1992:23). Karangan
secara umum dapat digolongkan menjadi lima jenis, yakni karangan narasi,
deskripsi, eksposisi, argumentasi, perusasi.
Narasi merupakan salah satu bentuk wacana yang berisi cerita. Narasi pada
umumnya bertujuan menggerakan aspek emosi pembaca. Dengan narasi,
penerima (pembaca) dapat membentuk citra imajinasi (Rani, dkk, 2006: 45).
Narasi memiliki unsur-unsur cerita yang penting seperti unsur waktu,
pelaku, dan peristiwa (Rani, dkk, 2006 : 45). Perhatikan contoh berikut ini!
(69)Pada bulan Januari 1946, ada sebuah kapal penumpang bertolak dari kota Surabaya menuju Jakarta. Di antaranya ada sejumlah penumpang yang merupakan sukarelawan perang berasal dari Jakarta. Mereka dikirim satuannya untuk mempertahankan kota Surabaya. Tidak jauh dari mulut Selat Madura kapal tersebut meledak dan tenggelam beserta seluruh isinya (Keraf dalam Argumentasi dan Narasi, 2007).
Unsur waktu pada kutipan di atas muncul di awal kalimat, yakni pada
bulan Januari 1946. Sementara itu, unsur pelaku pada kutipan di atas adalah
sejumlah penumpang yang merupakan sukarelawan perang. Unsur yang tidak
kalah penting dalam kutipan (69) di atas adalah unsur peristiwa. Peristiwa yang
diceritakan dalam kutipan di atas adalah kapal yang mengangkut sejumlah
Argumentasi adalah suatu bentuk retorika yang berusaha untuk
mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain, agar pembaca percaya dan akhirnya
bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh penulis (Keraf, 2007: 3). Dalam
karangan argumentasi, penulis menggunakan fakta-fakta atau bukti-bukti untuk
memperkuat pendapatnya apakah suatu hal itu benar atau tidak. Fakta-fakta
tersebut dapat menjadi dasar penulis untuk berpikir kritis dan logis, karena dasar
sebuah tulisan yang bersifat argumentatif, yakni berpikir kritis dan logis. Untuk
memperjelas uraian tersebut, di bawah ini disajikan kutipan paragraf argumentasi.
(70) Saat ini sampah berserakan di mana-mana. Hal ini dapat kita lihat di sekeliling kita. Sampah-sampah tersebut biasanya berasal dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan malas membuang sampah pada tempatnya. Sampah yang berkumpul itu menimbulkan bau yang tidak sedap sehingga dapat membuat polusi udara. Selain itu, tumpukan sampah tersebut menjadi sarang berkembangbiaknya berbahaya. Sumber penyakit itu akan terbawa dengan udara sehingga akan terhirup oleh kita. Akibatnya, kita akan menjadi sakit dan tentunya juga akan menular kepada orang lain yang ada di sekitar kita (www.kelasindonesia.com).
Kutipan (70) di atas merupakan paragraf argumentasi sebab-akibat.
Paragraf tersebut dalam pengembangannya berasal dari suatu permasalahan yang
diawali dengan sebab-sebab terjadinya permasalahan itu. Setelah itu, paragraf
tersebut mengarah pada suatu kesimpulan yang berisi pendapat dengan bentuk
akibat yang ditimbulkan dari sebab-sebab yang telah diuraikan sebelumnya.
Menurut Keraf (2007: 118), karangan persuasi bertujuan untuk
meyakinkan seseorang agar melakukan sesuatu yang dikehendaki
tidak mengambil bentuk paksaan terhadap orang yang menerimanya, tetapi
berupaya untuk merangsang pembaca mengambil tindakan sesuai dengan yang
diinginkan penulis. Upaya-upaya tersebut biasanya berupa bukti-bukti meskipun
bukti tersebut tidak setegas seperti yang dilakukan oleh karangan argumentasi.
Semua bentuk argumentasi biasanya menggunakan pendekatan emotif, yaitu
berusaha membangkitkan emosi para pembaca. Contoh paragraf persuasi dapat
dilihat pada kutipan (71) ini.
(71) Tubuh kita sangat membutuhkan berbagai macam vitamin dan mineral yang berguna bagi kebutuhan hidup kita. Vitamin dan mineral tersebut banyak terdapat pada makanan-makanan yang bergizi, seperti buah, daging, susu, sayuran dan kacang-kacangan. Jika kebutuhan vitamin dan mineral tercukupi, maka kita menjadi sehat dan tidak mudah sakit. Sebaliknya, jika kita kekurangan vitamin dan mineral maka tubuh kita akan mudah terserang penyakit. Oleh karena itu, agar tubuh selalu sehat, makanlah makanan-makanan yang bergizi. Selain itu, janganlah lupa untuk mengimbanginya dengan olahraga secara teratur (www.prbahasaindonesia.com).
Kutipan (71) di atas menunjukkan bahwa penulis ingin mempengaruhi
pembaca dengan cara memaparkan bukti-bukti tentang tubuh manusia
membutuhkan berbagai macam vitamin dan mineral. Penulis juga memaparkan
akibat seseorang jika kekurangan vitamin dan mineral. Bukti-bukti pada paragraf
persuasi bertujuan untuk membangkitkan emosi pembaca. Selain dengan
bukti-bukti, penulis juga memberikan kalimat persuasif atau ajakan agar pembaca mau
makan makanan bergizi.
Eksposisi atau pemaparan adalah salah satu bentuk tulisan atau retorika
yang berusaha untuk menerangkan dan menguraikan suatu pokok pikiran, yang
dapat memperluas pandangan atau pengetahuan seseorang yang membaca uraian
tersebut (Keraf, 1982: 3). Bila dibandingkan dengan bentuk karangan lainnya,
seperti argumentasi, deskripsi, dan narasi, pada dasarnya semua bentuk karangan
itu bertujuan memperluas pengetahuan seseorang. Namun, tujuan yang paling
menonjol pada karangan eksposisi adalah memperluas pandangan atau
pengetahuan pembaca sedangkan karangan lainnya menonjolkan aspek yang lain.
Contoh kalimat eksposisi dapat dilihat pada kutipan (72) ini.
(72) Para penjual makanan mengeluhkan kenaikan harga BBM. Pasalnya,naiknya harga BBM membuat bahan-bahan baku naik. Alhasil, para penjual harus menyiasati hal ini dengan memperkecil porsi atau menaikkan harga makanan yang mereka jual (www.belajarbahasaindonesia.com).
Hal yang paling ditonjolkan pada paragraf (72) di atas adalah tujuannya
untuk memperluas pemahaman pembaca dengan memaparkan ide pokok
pengarang. Ide pokok yang dipaparkan pada kutipan di atas adalah para penjual
makanan mengeluhkan harga BBM yang mempengaruhi kenaikan bahan-bahan
baku.
Deskripsi merupakan sebuah bentuk tulisan yang bertalian dengan usaha
para penulis untuk memberikan perincian-perincian dari objek yang sedang
dibicarakan (Keraf, 1982: 93). Dalam deskripsi, penulis memindahkan
menyampaikan sifat dan semua perincian wujud yang dapat ditemukan pada
obyek tersebut. Perhatikan contoh kalimat deskripsi berikut!
(73) Pemandangan pantai Pangandaran sangat memesona. Di sebelah kanan terlihat perbukitan yang memanjang. Sementara itu, di sisi kiri terdapat perkampungan nelayan dengan beraneka perahu tradisional. Pantai ini pun banyak dipenuhi kios cinderamata, penginapan, dan toko kelontong. Bagi para wisatawan yang ingin mengabadikan momen bersama keluarga, pantai Pangandaran sangat tepat sebagai tempat tujuan wisata air (www.slideshare.net).
Kutipan paragraf deskripsi (73) di atas bertujuan untuk memberikan
perincian-perincian berupa pemandangan pantai pangandaran. Pengarang
memerinci pemandangan pantai itu dengan cara menuliskan hasil pengamatannya
pada objek tersebut. Hasil pengamatan yang dapat dilihat pada kutipan (73)
tersebut adalah pantai pangandaran dibatasi oleh perbukitan yang memanjang di
sebelah kanannya. Sebelah kiri pantai tersebut adalah perkampungan nelayan.
Rincian-rincian letak objek tersebut merupakan salah satu contoh paragraf
deskripsi.
2.2.3 Kompetensi Guru Sekolah Dasar (SD)
Berdasarkan UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 1 ayat
(10) dinyatakan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan,
keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru
atau dosen dalam melakukan tugas keprofesionalan. Menguasai mata pelajaran
bahasa Indonesia adalah salah satu kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh