• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis jenis kalimat pada karangan guru guru SD Mahakan Ulu Kalimantan Timur tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis jenis kalimat pada karangan guru guru SD Mahakan Ulu Kalimantan Timur tahun 2015"

Copied!
237
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS JENIS KALIMAT

PADA KARANGAN GURU-GURU SD MAHAKAM ULU

KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh:

Herningdyah Cahyaning Ratri NIM: 121224035

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

ANALISIS JENIS KALIMAT

PADA KARANGAN GURU-GURU SD MAHAKAM ULU

KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh:

Herningdyah Cahyaning Ratri NIM: 121224035

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya perembahkan untuk:

1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu menyertai dan memberikan pertolongan tepat pada

waktu-Nya.

2. Orang tua tercinta, bapak Heru Sigit Cahyanto dan Ibu Sri Budiningsih serta Bapak

Ardi Suryanto dan Ibu Pandom Triasati yang selalu mendoakan dan memberikan

semangat.

(6)

v MOTO

Kalau kamu tetap bertahan, kamu akan memperoleh hidupmu

(Lukas 21:19)

Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam

doa (Roma 12:12)

(7)

Labora-vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah dsebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 28 Februari 2017

Penulis

(8)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Herningdyah Cahyaning Ratri

Nomor Mahasiswa : 121224035

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul Analisis Jenis Kalimat

pada Karangan Guru-Guru SD Mahakam Ulu Kalimantan Timur Tahun 2015.

Dengan demikian, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma

hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di

internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari

saya maupun royalti kepada saya selama mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 28 Februari 2017

Saya yang menyatakan,

(9)

viii ABSTRAK

Ratri, Herningdyah Cahyaning. 2017. Analisis Jenis Kalimat pada Karangan Guru-Guru SD Mahakam Ulu Kalimantan Timur Tahun 2015. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini mengkaji jenis kalimat dalam karangan guru-guru SD Mahakam Ulu, Kalimantan Timur, pada tahun 2015. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan: (1) jenis kalimat berdasarkan jumlah klausa dan (2) jenis kalimat berdasarkan bentuk sintaksis pada karangan guru-guru SD Mahakam Ulu Kalimantan Timur.

Penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif kualitatif. Objek penelitian ini adalah jenis kalimat berdasarkan jumlah klausa dan bentuk sintaksis. Sumber data penelitian ini adalah karangan tentang lingkungan yang dibuat para guru SD Mahakam Ulu, Kalimantan Timur. pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan dokumen berupa karangan. Tahap analisis data berupa identifikasi, klasifikasi, dan interpretasi.

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan menjadi dua hal. 1) Berdasarkan jumlah klausa, jenis kalimat yang digunakan pada karangan guru-guru SD Mahakam Ulu, Kalimantan Timur berupa kalimat tunggal dan kalimat majemuk. Kalimat tunggal ada empat jenis, yakni kalimat tunggal dengan predikat verba, nomina, adjektiva dan numeral. Sementara itu, kalimat majemuk ada tiga tipe, yakni kalimat majemuk setara, bertingkat, dan campuran. 2) Berdasarkan bentuk sintaksis, jenis kalimat yang digunakan pada karangan guru-guru SD Mahakam Ulu, Kalimantan Timur adalah kalimat deklaratif, kalimat imperatif, dan kalimat interogatif.

Implikasi penelitian ini adalah kemampuan menulis guru-guru SD Mahakam Ulu sudah baik tetapi dapat ditingkatkan dalam penggunaan jenis kalimat terutama pada kalimat tunggal dengan predikat frasa preposisional, kalimat majemuk setara konjungsi penanda pemilihan, majemuk bertingkat anak kalimat pengandaian, pembandingan, cara, alat dan perkecualian serta kalimat eksklamatif. Oleh sebab itu, sebaiknya para guru khususnya guru-guru SD Mahakam Ulu, Kalimantan Timur mempelajari berbagai macam jenis kalimat secara lebih mendalam dengan berbagai pelatihan.

(10)

ix ABSTRACT

Ratri, Herningdyah Cahyaning. 2017. An Analysis of Type of Sentence Used in Essays Written by Elementary Teachers of Mahakam Ulu, East Kalimantan 2015. A Thesis. Yogyakarta: Indonesian Language and Literature Study Program, Faculty of Teachers Training and Education, Sanata Dharma University.

This research analyzed the type of sentence used in essays written by Elementary Teachers of Mahakam Ulu, east Kalimantan in 2015. This research was aimed to describe: (1) type of sentence based on the amount of clause on essays written by Elementary Teachers of Mahakam Ulu and (2) type of sentence based on the form of syntax on essays written by Elementary Teachers of Mahakam Ulu, East Kalimantan.

The research was a qualitative descriptive research. The object of the research was type of sentence based on the amount of clause and the form of syntax. The sources of this research was essays about environment written by elementary teachers of Mahakam Ulu, East Kalimantan. The technique to collect the data was conducted by using documentation method. The stages of data analysis were identification, classification, and interpretation.

The result of the research can be concluded be two things. 1) Based on the number of clauses, the teachers of SD Mahakam Ulu, East Borneo used the simple and complex sentences in the written essays. There were four types of simple sentence, simple sentence with verb, noun, adjective, and numerals predicate. Furthermore, there were three types of complex sentence, compound sentence, complex sentence, and compound-complex sentence. 2) Based on the form of syntax, type of sentence used in essays written by Elementary Teachers of Mahakam Ulu, east Kalimantan were declarative sentence, imperative sentence, and interrogative sentence.

The implication of this research was the writing ability of Elementary Teachers Mahakam Ulu are good but can be improved on the use of type of sentence, especially in the simple sentence with phrases prepositionalpredicate,compound sentence equivalent conjunctions marker election , compound, comparison , way , tools and the exception and eksklamative sentence. Therefore, it is better for the Elementary teachers in Mahakam Ulu, east Kalimantan to have a depth training in various type of sentence.

(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Jenis Kalimat pada

Karangan Guru-Guru SD Kabupaten Mahakam Ulu, Kaimantan Timur Tahun 2015

dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Kelancaran dan keberhasilan proses pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini

tentunya tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak.

Oleh sebab itu, peneliti ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma.

2. Dr. Yuliana Setyaningsih, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Bahasa Sastra Indonesia.

3. Dr. B. Widharyanto, M.Pd., selaku dosen pembimbing pertama yang telah

bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing, memberikan

saran, serta kritikan yang membangun dalam proses penyusunan skripsi ini.

4. Dr. Y. Karmin, M.Pd., selaku dosen kedua yang telah bersedia meluangkan

waktu dan pikirannya untuk membimbing, memberikan saran, motivasi dan

kritikan yang membangun dalam proses penyusunan skripsi ini.

5. Septina Krismawati, S.S, M.A selaku triangulator yang telah bersedia

meluangkan waktu dan pikirannya untuk menvalidasi hasil analisis data dalam

penelitian ini.

6. Segenap dosen Prodi PBSI, dosen MKU, dan dosen MKK yang telah mendidik

dan membimbing penulis selama mengikuti kuliah.

7. Robertus Marsidiq, selaku staf sekretariat Prodi PBSI yang selama ini telah

(12)

xi

8. Orang tua terkasih, bapak Heru Sigit Cahyanto dan Ibu Sri Budiningsih serta

Bapak Ardi Suryanto dan Ibu Pandom Triasati yang selalu mendoakan dan

memberikan semangat.

9. Kakak tercinta, Putri Hambawani Setyaningrum dan Dyah Ayu Wikandari yang

selalu mendengarkan keluh kesah dan memberikan semangat selama proses

penulisan skripsi ini.

10. Nety Putri Perdani, Maria Magdalena Damar Isti Nugraheni, Francisca Dewi

Wulansari, Brigitta Swaselia Kasita, dan Septian Purnomo Aji teman kelompok

skripsi payung yang sudah menyemangati, berbagi waktu dan pikiran selama

penulisan skripsi ini.

11. Karmelia Galih Runti Sari, Yuhacim Titto S, Hendra Sigalingging, Natalia

Harsanti, Romo Margareta Dina yang selalu memberikan bantuan doa, semangat,

dan perhatian kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

12. Teman-teman mahasiswa PBSI angkatan 2012 yang tidak dapat disebutkan satu

per satu yang telah bersama menjalani dinamika belajar di PBSI USD selama

empat tahun ini.

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, terimakasih atas

dukungannya kepada penulis.

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Namun,

penulis berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk para peneliti selanjutnya

terutama dalam bidang pendidikan.

Yogyakarta, 28 Februari 2017

Penulis,

(13)

xii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 4

1.3Tujuan Penelitian ... 4

1.4Manfaat Penelitian ... 4

1.5Batasan Istilah ... 5

1.6Sistematika Penyajian ... 6

BAB II STUDI KEPUSTAKAAN ... 7

2.1 Penelitian Terdahulu ... 7

2.2 Landasan Teori ... 9

2.2.1 Kalimat ... 9

(14)

xiii

2.2.1.2 Fungsi Sintaksis Unsur Kalimat ... 13

2.2.1.3 Pola Kalimat ... 18

2.2.1.4 Jenis Kalimat ... 20

2.2.2 Karangan ... 35

2.2.3 Kompetensi Guru Sekolah Dasar (SD) ... 39

2.2.4 Kerangka Berpikir ... 40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 43

3.1 Jenis Penelitian ... 43

3.2 Data dan Sumber Data ... 44

3.3 Objek Penelitian ... 45

3.4 Instrumen Penelitian ... 45

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 46

3.6 Teknik Analisis Data ... 47

3.7 Triangulasi ... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 50

4.1 Deskripsi Data ... 50

4.1.1 Data Kalimat Berdasarkan Jumlah Klausa... 51

4.1.1.1 Kalimat Tunggal dengan Predikat Nomina ... 53

4.1.1.2 Kalimat Tunggal dengan Predikat Verba ... 53

4.1.1.3 Kalimat Tunggal dengan Predikat Adjektiva ... 54

4.1.1.4 Kalimat Tunggal dengan Predikat Numeral... 54

4.1.1.5 Kalimat Majemuk Setara ... 54

4.1.1.6 Kalimat Majemuk Bertingkat... 55

4.1.1.1.7 Kalimat Majemuk Campuran ... 55

4.1.2 Data Kalimat Berdasarkan Bentuk Sintaksis ... 56

4.1.2.1 Kalimat Deklaratif... 57

(15)

xiv

4.1.2.3 Kalimat Interogatif ... 58

4.2. Analisis Data ... 58

4.2.1 Jenis Kalimat berdasarkan Jumlah Klausa ... 58

4.2.1.1 Kalimat Tunggal ... 59

4.2.1.2 Kalimat Majemuk ... 68

4.2.2 Jenis Kalimat berdasarkan Bentuk Sintaksis ... 84

4.2.2.1 Kalimat Deklaratif... 84

4.2.2.2 Kalimat Imperatif ... 86

4.2.2.3 Kalimat Interogatif ... 87

4.3. Pembahasan Hasil Penelitian ... 88

4.3.1 Jenis Kalimat berdasarkan Jumlah Klausa ... 88

4.3.2 Jenis Kalimat berdasarkan Bentuk Sintaksis ... 93

BAB V PENUTUP ... 97

5.1 Kesimpulan ... 97

5.2 Implikasi Hasil Penelitian ... 99

5.3 Saran ... 100

DAFTAR PUSTAKA ... 102 LAMPIRAN

(16)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Perbedaan Objek dan Pelengkap ... 17

Tabel 2 Pola-Pola Kalimat Dasar ... 19

Tabel 3 Nama Guru dan Judul Karangan ... 44

Tabel 4 Kode Fungsi Sintaksis ... 48

Tabel 5 Kode Penomoran Karangan ... 48

Tabel 6 Data Kalimat berdasarkan Jumlah Klausa ... 52

Tabel 7 Data Kalimat berdasarkan Bentuk Sintaksis ... 56

DAFTAR BAGAN Bagan 1 Jenis-Jenis Kalimat ... 21

Bagan 2 Hubungan Koordinasi Kalimat ... 28

Bagan 3 Hubungan Subordinasi Kalimat ... 30

Bagan 4 Hubungan Antarklausa dalam Kalimat Majemuk Campuran ... 32

Bagan 5 Alur Kerangka Berpikir ... 42

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Panduan Analisis ... 104

Lampiran 2 Hasil Analisis Data dan Triangulasi ... 107

Lampiran 3 Karangan Guru ... 196

(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Dunia karang-mengarang sudah tidak asing lagi bagi pendidikan di

Indonesia dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Para pelajar sudah

terbiasa belajar mengenai karangan. Buku-buku pelajaran pun termasuk dalam

wujud karangan. Karangan yang dipelajari dari mulai tataran sekolah dasar hingga

tataran perguruan tinggi merupakan salah satu hasil kegiatan menulis.

Menurut The Liang Gie (1992: 17), karangan adalah bentuk gagasan

seseorang dalam bahasa tulis yang dapat dibaca dan dimengerti oleh pembaca.

Dalam proses membuat karangan diperlukan media untuk membawa gagasan dari

pikiran penulis kepada pihak pembaca. Gagasan itu diwujudkan ke dalam bentuk

kata-kata yang dirangkai menjadi ungkapan atau frasa, beberapa frasa digabung

menjadi anak kalimat dan anak kalimat-anak kalimat itu membangun kalimat

yang utuh. Kalimat-kalimat yang disusun menjadi paragraf-paragraf yang padu

nantinya akan berkembang menjadi sebuah karangan.

Hasan Alwi, dkk (2010: 317) mengatakan bahwa kalimat merupakan

satuan bahasa terkecil dalam bentuk lisan maupun tulisan dan digunakan untuk

mengungkapkan pikiran secara utuh. Hal ini menunjukkan bahwa kalimat

(18)

yang padu, seseorang harus menyusun karangan itu dengan kalimat yang baik dan

benar.

Sebuah kalimat yang baik dan benar tentunya memiliki struktur yang baik

dan benar pula. Struktur kalimat dalam bahasa Indonesia berkaitan dengan unsur

subjek (S), predikat (P), objek (O), dan keterangan (K). Menurut Hasan Alwi

(dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, 2010: 328), kalimat yang baik harus

memiliki sekurang-kurangnya konstituen pengisi unsur subjek dan predikat.

Kehadiran konstituen lainnya ditentukan oleh kedua konstituen tersebut.

Pengetahuan tentang struktur kalimat itu dapat menjadi dasar seseorang

menentukan jenis-jenis kalimat yang akan dibuat. Pengetahuan tentang jenis

kalimat juga perlu dikuasai oleh seorang penulis agar ia dapat memvariasikan

jenis-jenis kalimat itu dalam karangannya. Menurut Abdul Chaer (2009: 45), jenis

kalimat dapat dibagi menjadi tiga golongan yakni, berdasarkan kategori

klausanya, berdasarkan jumlah klausanya, dan berdasarkan modusnya.

Jenis kalimat merupakan salah satu hal penting dalam pengembangan

kalimat yang harus dikuasai oleh para guru bahasa dalam mengajarkan

keterampilan menulis, khususnya menulis karangan. Salah satu faktor penentu

keberhasilan pelajar terletak pada kemampuan mengajar guru bahasa Indonesia

dalam menulis karangan.

Banyak faktor yang melatarbelakangi guru bahasa tidak optimal dalam

memberikan materi pengajaran kepada siswa atau pelajar. Salah satunya adalah

(19)

yang tidak memiliki kemampuan dalam bidang studi tertentu harus mengajarkan

bahasa Indonesia di kelas. Akibat dari hal itu adalah banyak kekeliruan dan

keterbatasan dalam menyampaikan materi pelajaran kepada anak didik.

Keterbatasan jumlah pendidik banyak dialami sekolah-sekolah yang

terletak di daerah terpencil. Permasalahan seperti fenomena tersebut dialami juga

oleh guru-guru SD di daerah Mahakam Ulu, Kalimantan Timur. Daerah Mahakam

Ulu merupakan daerah baru di Kalimantan Timur. Daerah baru ini masih dalam

taraf pembangunan dalam berbagai bidang diantaranya dalam bidang pendidikan.

Sebuah situs di internet (disdik.kaltimprov.go.id) menunjukkan bahwa sumber

daya guru di sana masih terbatas jumlahnya. Oleh sebab itu, masih banyak guru

yang merangkap mengajar pada bidang yang tidak sesuai dengan keahliannya.

Guru dengan latar belakang yang tidak sesuai dengan mata pelajaran bahasa

Indonesia kemungkinan sangat terbatas mengajarkan bahasa Indonesia kepada

para pendidiknya. Hal inilah yang mungkin menimbulkan kekeliruan-kekeliruan

berbahasa, termasuk dalam menulis karangan. Untuk itulah, dalam penelitian ini,

peneliti ingin melihat kemampuan guru-guru dalam memahami bahasa Indonesia,

khususnya dalam keterampilan menulis karangan.

Penulis meneliti kalimat pada karangan guru-guru SD Kabupaten

Mahakam Ulu, Kalimantan Timur dari segi sintaksis dengan fokus penelitian pada

faktor-faktor gramatikalnya saja. Peneliti ingin melihat penggunaan jenis kalimat

(20)

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah penelitian ini dirumuskan sebagai

berikut.

a. Apa sajakah jenis kalimat berdasarkan jumlah klausa pada karangan

yang digunakan guru-guru SD Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan

Timur?

b. Apa sajakah jenis kalimat berdasarkan bentuk sintaksis pada karangan

yang digunakan guru-guru SD Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan

Timur?

1.3Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Mendeskripsikan jenis kalimat berdasarkan jumlah klausa pada

karangan guru-guru SD Kabupaten Mahakam Ulu.

b. Mendeskripsikan jenis kalimat berdasarkan bentuk sintaksis pada

karangan guru-guru SD Kabupaten Mahakam Ulu.

1.4Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi dunia

pendidikan khususnya para guru sekolah dasar (SD), tentang penggunaan kalimat

bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Dengan pemahaman tentang kalimat

yang baik dan benar, para guru dapat menyampaikan materi pembelajaran

(21)

penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai acuan penelitian selanjutnya terutama

dalam bidang sintaksis tentang jenis kalimat bahasa Indonesia.

1.5Batasan Istilah

a. Kalimat

Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan

yang mengungkapkan pikiran yang utuh, (TBBBI, 2010: 317).

b. Fungsi Sintaksis Unsur Kalimat

Fungsi sintaksis unsur kalimat merupakan hubungan atau relasi

gramatikal unsur-unsur kalimat. Unsur-unsur kalimat meliputi subjek (S),

predikat (P), objek (O), pelengkap (Pel), dan keterangan (K), (Khairah,

2014: 113).

c. Pola Kalimat

Pola kalimat adalah konsep sintaksis yang mencakup

konstruksi-konstruksi kalimat. (Kamus Linguistik, 2008: 196)

d. Jenis Kalimat

Jenis kalimat merupakan pengelompokan atau pengklasifikasian kalimat

berdasarkan unsur-unsur kalimatnya (TBBBI, 2010: 343).

e. Karangan

Karangan adalah hasil perwujudan gagasan seseorang dalam bahasa tulis

(22)

1.6Sistematika Penyajian

Penyajian penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab I berisi pendahuluan.

Bab ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika penyajian.

Bab II berisi landasan teori. Bab ini menguraikan penelitian yang relevan

dan kajian teori. Bab III berisi metodologi penelitian. Bab ini menguraikan jenis

penelitian, data dan sumber data penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen

penelitian, dan teknik analisis data. Bab IV berisi hasil penelitian dan

pembahasan. Bab ini menguraikan data, hasil penelitian dan pembahasan hasil

penelitian. Bab V berisi bagian penutup, bagian ini akan dipaparkan kesimpulan,

(23)

7

BAB II

STUDI KEPUSTAKAAN

2.1Penelitian Terdahulu

Ada tiga penelitian yang relevan dengan penelitian ini, yaitu (a) penelitian

Galih Puji Haryanto (2015), (b) penelitian Zahrulia Arina Rinanda (2012), dan

(c) penelitian B. Bobby Prasetya Nugraha (2010). Penelitian Galih Puji Haryanto

berjudul Analisis Struktur Kalimat dan Struktur Paragraf serta Pola

Pengembangannya pada Wacana Undang-Undang tentang Pendidikan. Penelitian

tersebut menganalisis 45 kalimat dengan tiga macam pola struktur, yaitu S-P-K,

P-K-Pel berjumlah 28 kalimat; K,(S)-P-O-K berjumlah 7 buah kalimat;

K-S-P-Konj.-P-K dan (K)-(S)-P-O-O1-O2-O3-O4-O5, P-O berjumlah 5 kalimat. Dari

ketiga struktur itu, struktur S-P-K, P-K-Pel paling banyak terdapat dalam

undang-undang pendidikan.

Penelitian yang dilakukan oleh Zahrulia Arina Rinanda berjudul Analisis

Struktur Kalimat pada Wacana Iklan Brosur Provider Telekomunikasi. Ada dua

kesimpulan dalam penelitian tersebut pertama, kalimat pada wacana iklan brosur

provider telekomunikasi digolongkan menjadi empat jenis kalimat, yakni (a)

kalimat tunggal dan majemuk, (b) kalimat deklaratif dan imperatif, (c) kalimat

lengkap dan taklengkap, (d) kalimat biasa dan inversi. Kedua, struktur kalimat

(24)

struktur, pertama yakni struktur kalimat tunggal dan kedua struktur kalimat

majemuk.

Penelitian B. Bobby Prasetya Nugraha berjudul Struktur Kalimat dalam

Kolom “Liputan Khusus” Majalah Sekolah Bikar SMA Stella Duce II Yogyakarta.

Penelitian itu mencakup analisis struktur kalimat dan analisis kelengkapan unsur

kalimat. Penelitian tersebut mengambil empat buah majalah sebagai objek

penelitian. Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam kolom “Liputan Khusus”

terdapat kalimat dengan beberapa struktur, yaitu kalimat tunggal, kalimat

majemuk setara, kalimat majemuk bertingkat dan kalimat yang tidak memiliki

kejelasan struktur. Dari beberapa jenis kalimat tersebut, dari kolom majalah itu

paling banyak ditemukan kalimat tunggal, yakni 107 kalimat. Peneliti juga

menemukan kalimat yang strukturnya tidak lengkap dalam kalimat tunggal dan

kalimat majemuk, baik majemuk setara maupun majemuk bertingkat.

Kalimat-kalimat pada kolom majalah Bikar tersebut kebanyakan memiliki kekurangan

pada unsur S (subjek), P (predikat), atau S (subjek) dan P (predikat).

Penelitian analisis jenis kalimat pada karangan guru-guru SD Mahakam

Ulu ini masih relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh ketiga peneliti di

atas. Ketiga penelitian itu juga dilakukan di bidang sintaksis yang berkaitan

dengan struktur kalimat. Namun, penelitian ini dikhususkan pada analisis struktur

kalimat pada karangan bidang pendidikan karena peneliti melihat bahasan

penelitian tentang struktur kalimat di kalangan pendidikan khususnya guru-guru

(25)

2.2 Landasan Teori

Penelitian ini menggunakan teori yang dianggap relevan dan dapat

mendukung temuan sehingga dapat memperkuat penelitian yang dilakukan. Teori

yang dimaksud adalah kalimat, jenis kalimat, jenis karangan, dan kompetensi guru

sekolah dasar (SD).

2.2.1 Kalimat

Dalam sintaksis, hal yang dikaji meliputi frasa, klausa, kalimat, dan

wacana. Namun, penelitian ini hanya akan mengkaji kalimat. Kalimat akan

dianalisis dari segi jenisnya yang dipakai dalam karangan guru-guru SD

Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur. Hasan Alwi, dkk (dalam TBBBI,

2010:317) menjelaskan bahwa kalimat adalah satuan bahasa terkecil dalam wujud

lisan maupun tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam bentuk

lisan, kalimat diucapkan dengan suara naik turun dan keras lembut disela jeda,

dan diakhiri dengan intonasi bunyi diikuti oleh kesenyapan. Dalam wujud tulisan

(Latin), kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.),

tanda tanya (?), atau tanda seru (!), sementara itu di dalamnya disertakan pula

tanda koma (,), titik dua (:), tanda pisah (-), dan spasi.

Ramlan (2005: 21) menuturkan bahwa kalimat ada yang terdiri dari satu

kata, dua kata, atau tiga kata. Sesungguhnya yang menentukan satuan kalimat

bukannya banyaknya unsur, melainkan intonasinya. Setiap satuan kalimat dibatasi

(26)

Miftaful Khairah (2014: 146) berpendapat bahwa kalimat bisa dibentuk

oleh kata, frasa, dan klausa. Satuan bahasa dapat dikategorikan sebagai kalimat

atau bukan, tidak bergantung pada banyaknya kata, melainkan pada intonasi final

dan keutuhan makna. Dengan demikian, terdapat dua hal penting berkenaan

dengan konsep kalimat, yaitu konstituen dasar dan intonasi final. Miftaful Khairah

(2014: 147) menjelaskan bahwa konstituen dasar kalimat biasanya berupa klausa

karena di dalam klausa sudah terdapat fungsi internal bahasa, yaitu fungsi

semantik, fungsi sintaksis, dan fungsi pragmatiknya. Fungsi-fungsi ini

membangun keutuhan makna sebuah klausa. Jika sebuah klausa diberi tanda baca

atau intonasi final, terbentuklah sebuah kalimat yang lengkap. Jadi, dapat

disimpulkan bahwa kalimat itu merupakan satuan bahasa terkecil dari tataran

analisis bahasa. Dalam pembentukannya, kalimat tidak ditentukan oleh banyak

sedikitnya unsur kata yang membentuknya, tetapi oleh intonasi final dan keutuhan

makna yang akan disampaikan.

2.2.1.1Bagian-Bagian Kalimat

Hasan Alwi, (2010: 318) mengatakan bahwa dilihat dari bentuknya,

kalimat dapat dirumuskan sebagai konstruksi sintaksis terbesar yang terdiri atas

dua kata atau lebih. Antara kalimat dan kata terdapat dua satuan antara, yaitu frasa

dan klausa. Klausa merupakan satuan sintaksis yang terdiri dari dua kata atau

(27)

yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak mengandung unsur predikasi.

Keduanya masih termasuk ke dalam satuan tata bahasa.

Kalimat dalam banyak hal tidak berbeda dengan klausa. Keduanya

sama-sama memiliki unsur predikasi. Dilihat dari segi struktur internalnya, kalimat dan

klausa terdiri atas unsur predikat dan subjek dengan atau tanpa objek, pelengkap

atau keterangan. Perbedaan antara klausa dan kalimat hanya terdapat bagaimana

cara pandang dari kedua bentuk itu. Contoh-contoh di bawah ini dapat

memperjelas uraian tentang klausa dan kalimat.

(1) a. dia pandai (S + P) b. Dia pandai.

(2) a. anak itu makan kue (S + P + O) b. Anak itu makan kue.

(3) a. beliau memakai baju warna biru (S+ P + O + Pel) b. Beliau memakai baju warna biru.

Bentuk (1)a, (2)a, (3)a di atas sering diacu sebagai klausa karena terdiri

atas unsur-unsur predikasi sekurang-kurangnya unsur (S-P) tetapi tidak

memperhatikan intonasi dan tanda baca. Namun, kutipan (1)b, (2)b, (3)b dapat

dikatakan kalimat karena memperhatikan unsur-unsur predikasi dengan intonasi

atau tanda baca akhir.

Menurut Alwi, dkk (2010: 321), kalimat minimal terdiri atas unsur subjek

dan predikat. Kedua unsur kalimat itu merupakan unsur yang wajib hadir. Di

(28)

dihilangkan tanpa mempengaruhi arti dari suatu kalimat. Perhatikanlah contoh

kalimat di bawah ini!

(4) Saya bertemu Andi kemarin di parkiran.

Kalimat (4) di atas terdiri atas lima konstituen, yaitu 1) saya, 2) bertemu,

3) Andi, 4) kemarin, dan 5) di parkiran. Dari kelima konstituen kalimat itu, hanya

kemarin dan di parkiran yang dapat dihilangkan tanpa mengubah arti atau makna

kalimat itu. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dibedakan antara unsur wajib

dan unsur takwajib (manasuka). Unsur wajib terdiri dari konstituen yang tidak

dapat dihilangkan, karena jika dihilangkan akan mempengaruhi arti atau makna

kalimat. Sebaliknya, unsur takwajib terdiri atas konstituen yang dapat dihilangkan

atau manasuka. Pada umumnya, unsur keterangan pada kalimat termasuk dalam

unsur takwajib, seperti contoh di atas. Namun, pada situasi tertentu, unsur

keterangan itu harus hadir, karena sangat berpengaruh terhadap keutuhan makna

kalimat. Contoh di bawah ini menunjukkan bahwa unsur keterangan justru harus

hadir dalam sebuah kalimat.

(5) Dia menuju ke pasar. (6) *Dia menuju.

Bentuk ke pasar tidak dapat dihilangkan karena kalimat tersebut menjadi

tidak memiliki konteks pembicaraan, sehingga kalimat tersebut tidak dapat

ditafsirkan atau tidak memiliki makna. Contoh di bawah ini akan memperjelas

(29)

(7) Paman tinggal di Bandung. (8) *Paman tinggal.

Jika dilihat, kalimat (8) terasa ambigu dibanding dengan kalimat (7) yang

diikuti keterangan tempat di Bandung. Kata tinggal pada kalimat (8) bermakna

ambigu, yakni tinggal yang berarti diam atau tinggal dalam arti berdomisili.

Berbeda dengan kalimat (7) yang diikuti dengan keterangan tempat, yang berarti

Paman berdomisili di Bandung. Kedua contoh di atas membuktikan bahwa dalam

situasi tertentu konstituen atau unsur tak wajib (manasuka) dapat berubah menjadi

konstituen wajib hadir.

2.2.1.2 Fungsi Sintaksis Unsur-Unsur Kalimat

Menurut Miftaful Khairah (2014: 113), fungsi sintaksis unsur kalimat

berhubungan dengan relasi gramatikal suatu klausa. Fungsi sintaksis suatu kalimat

meliputi S (subjek) – P (predikat) – O (objek) – Pel (pelengkap) – K (keterangan).

Meskipun fungsi-fungsi sintaksis dalam suatu kalimat tidak harus muncul secara

bersamaan, kadang dalam penulisan sebuah kalimat masih sering dijumpai

kesalahan urutan fungsi-fungsi kalimat itu. Uraian di bawah ini akan membahas

fungsi subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan secara berturut-turut.

A. Subjek

Menurut Hasan Alwi, dkk (2010: 334), subjek merupakan fungsi sintaksis

terpenting yang kedua setelah predikat. Dalam sebuah kalimat majemuk fungsi

(30)

Subjek merupakan bentuk gramatikal di dalam klausa yang berpotensi

berperan sebagai pelaku, pengalaman, ukuran, peruntung dan pokok (Khairah,

2014:125). Pada umumnya, subjek berupa nomina, frasa nomina, atau pronomina.

Contoh kalimat beserta kategori kata, peran dan fungsinya akan diuraikan di

bawah ini.

(9) Semua saudaraku berkumpul.

S/FN/pelaku P

(10)Perang itu membuat fobia korbannya.

S/FN/pngalaman P O

(11) Ia mendapat nilai bagus.

S/pronomina/peruntung P O

Fungsi subjek pada kalimat (9), (10), dan (11) dapat ditempati oleh

kategori kata selain nomina, seperti frasa nomina dan pronomina. Subjek dalam

kalimat (9) berlaku sebagai pelaku, subjek pada kalimat (10) berperan sebagai

pengalaman, dan subjek dalam kalimat (11) berperan sebagai peruntung. Widjono

Hs (2007: 148) menjelaskan unsur subjek memiliki ciri-ciri, yakni 1) dapat

diketahui dari jawaban apa atau siapa, 2) subjek dapat disertai dengan pewatas

yang, dan 3) subjek tidak didahului dengan preposisi.

B. Predikat

Predikat merupakan bentuk gramatikal di dalam kalimat yang berpotensi

berperan sebagai perbuatan, proses, keadaan, pengalamaan, relasional,

eksistensial, posisi, lokasi, kuantitas, dan identitas (Khairah, 2014 : 113). Predikat

(31)

berpola S – P, predikat dapat berupa frasa nominal, frasa numeralia, atau frasa

preposisional (Alwi, 2010 : 333). Perhatikan contoh di bawah ini!

(12) Ibuku guru bahasa Inggris (P=FN) (13) Kakaknya tiga (P=FNum)

(14) Adik sedang ke sekolah (P=FPrep) (15) Andi sedang bermain (P=FV) (16) Siswa itu pintar sekali (FAdj)

Kalimat (12) hingga (16) menunjukkan bahwa unsur predikat tidak hanya

dapat diisi oleh verba atau frasa verba, tetapi juga dapat diisi oleh kategori kata

apapun sesuai dengan konteks kalimatnya. Widjono Hs (2007: 148) menguraikan

bahwa unsur predikat memiliki ciri-ciri, yakni 1) dapat diketahui dari jawaban

mengapa atau bagaimana, 2) predikat tidak bisa disertai dengan pewatas yang,

3) subjek dapat didahului dengan kata adalah, ialah, yaitu, dan yakni, dan 4)

subjek dapat didahului dengan keterangan modalitas.

C. Objek

Objek merupakan bentuk gramatikal di dalam klausa yang berpotensi

berperan sebagai sasaran, hasil, dan peruntung (Khairah, 2014: 128). Sementara

itu, Alwi, dkk (2010: 335) juga menjelaskan bahwa kehadiran objek dituntut oleh

predikat yang berupa verba transitif pada kalimat aktif. Verba aktif transitif

biasanya ditandai dengan afiks meng-, meng-kan, meng-i, memper-kan, dan

memper-i. Jadi, kehadiran objek berfungsi untuk melengkapi predikat berupa aktif

transitif. Objek pada kalimat aktif transitif akan menjadi subjek jika kalimat itu

dipasifkan. Objek biasanya berupa nomina atau frasa nomina. Perhatikanlah

(32)

(17)Ibu memberikan.

(18)Ibu memberikan uang saku kepada Andi.

S P(transitif) O K

Jika dilihat kalimat (17) dan (18), unsur objek sangat berperan ketika

predikatnya berupa aktif transitif. Kalimat (17) tersebut sudah terdiri dari

sekurang-kurangnya subjek dan predikat, tetapi kalimat tersebut belum cukup

jelas maksudnya. Kalimat tersebut masih memerlukan objek untuk memperjelas

makna kalimat itu. Unsur objek tersebut akan menentukan sasaran dari subjek dan

predikat. Oleh karena itu, kalimat (18) dapat dikatakan kalimat yang utuh.

D. Pelengkap

Pelengkap merupakan bentuk gramatikal dalam klausa yang

kedudukannya hampir mirip dengan objek (TBBBI, 2010: 336 ). Perannya pun

hampir sama dengan objek, yakni sebagai sasaran, hasil, jangkauan identitas, dan

ukuran. Pelengkap sering berwujud nomina dan menempati posisi setelah predikat

yang berupa verba. Hal inilah yang sering membingungkan antara objek dan

pelengkap, karena keduanya sama-sama dapat menempati posisi setelah predikat.

Bagan di bawah ini akan menunjukkan persamaan dan perbedaan antara objek dan

(33)

Tabel 1. Perbedaan Objek dan Pelengkap (TBBBI, 2010 : 336)

Objek Pelengkap

Berwujud frasa nominal atau klausa. (19) Contoh: Badai Tsunami

melanda Jepang.

Berwujud frasa nominal, frasa adjektival, frasa verbal atau klausa.

(20)Saksi itu berkata jujur (Adj) (21)Artis itu pandai menari (V) Berada langsung di belakang

predikat. Contoh:

(22) Hakim itu memberikan S P

tersangka beberapa pilihan. O Pel

Berada langsung di belakang predikat jika tak ada objek (contoh a) dan jika ada objek berada langsung di belakang objek itu (contoh b). Contoh:

(23)Negara harus berlandaskan

hukum.

(24) Ahmad menuliskan adiknya S P O surat.

Pel Menjadi subjek setelah pemasifan

kalimat. Contoh:

(25) Jepang dilanda bencana banjir S P O

Tidak dapat menjadi pelengkap setelah pemasifan kalimat. Contoh:

(26)*Hukum harus dilandaskan negara

Dapat diganti dengan pronomina -nya. Contoh :

(27)Presiden memanggil Menteri

Pertanian

(28)Presiden memanggilnya.

Tidak dapat diganti dengan –nya. Contoh:

(29) Presiden bertemu beberapa

menteri.

(30)*Presiden bertemunya.

E. Keterangan

Keterangan merupakan fungsi sintaksis yang paling beragam dan paling

mudah berpindah letaknya (TBBBI, 2010: 337). Keterangan dapat berada di akhir,

(34)

Menurut Khairah (2014:131), keterangan berfungsi memberikan

penjelasan tambahan bagi unsur inti. Oleh karena itu, dalam struktur kalimat,

keterangan termasuk unsur periferal atau tambahan. Letaknya pun paling mudah

untuk berpindah. Konstituen keterangan, biasanya berupa frasa nominal, frasa

preposisional, atau frasa adverbial. Perhatikan contoh di bawah ini!

(31)Dia memotong rambutnya kemarin. (Ket.Waktu) (32)Kemarin dia memotong rambutnya.

(33)Dia kemarin memotong rambutnya.

Kata kemarin dalam kalimat (31), (32), dan (33) merupakan unsur

keterangan yang tidak terikat. Maksudnya adalah kata kemarin dapat

berubah-ubah letaknya baik di depan subjek, di belakang subjek maupun di belakang

objek.

2.2.1.3 Pola Kalimat

Harimurti Kridalaksana (dalam Kamus Linguistik, 2008:196) mengatakan

bahwa pola kalimat merupakan konsep sintaksis yang mencakup

konstruksi-konstruksi pembentuk kalimat itu. Adanya pola kalimat itu memudahkan penulis

dalam membuat kalimat yang benar secara gramatikal. Selain itu, pola kalimat

dapat menyederhanakan berbagai kalimat agar mudah dipahami.

Hasan Alwi, dkk (dalam TBBBI, 2010: 326) mengatakan bahwa kalimat

dasar adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa, unsur-unsurnya lengkap,

susunan unsur-unsurnya menurut urutan paling umum dan tidak mengandung

pertanyaan atau pengingkaran. Dengan kata lain, kalimat dasar tersebut identik

(35)

lazim. Urutan unsur-unsur tersebut adalah S-P-(O)-(Pel)-(K) dengan catatan

bahwa unsur objek, pelengkap, dan keterangan yang ditulis di antara tanda kurung

tidak selalu hadir. Hasan Alwi, dkk (2010: 329) memaparkan bahwa umumnya

ada enam pola kalimat dasar yang dapat diturunkan dari pola S-P-(O)-(Pel)-(K).

Pola kalimat dasar tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2. Pola-Pola Kalimat Dasar

Fungsi Tipe

Subjek Predikat Objek Pelengkap Keterangan

S-P Dina Mandi - - -

S-P-O Tito Membeli Bola - -

S-P-Pel Dia Menjadi - ketua kelas -

S-P-Ket Saya Bermain - - di halaman

S-P-O-Pel Ibu membelikan Adik Baju -

S-P-O-Ket Ayah menjemput Tono - di sekolah

Dalam pengembangannya, suatu kalimat dasar itu dapat berubah sesuai

dengan konteksnya, sehingga dapat berubah bentuk menjadi kalimat majemuk

setara, kalimat majemuk bertingkat, ataupun kalimat majemuk campuran. Ada

pula kalimat yang unsur-unsurnya atau fungsi sintaksinya tidak selalu hadir

bersamaan, paling tidak ada konstituen subjek dan predikat. Konstituen lainnya

banyak ditentukan oleh konstituen pengisi predikat.

Pada umumnya, banyak dari kalimat yang ditemukan urutan unsurnya

(36)

letak keterangan dan letak predikat terhadap subjek kalimat. Keterangan memiliki

banyak jenis dan letaknya dapat berpindah-pindah di dalam kalimat, baik di awal,

tengah maupun di akhir kalimat. Banyak juga kalimat yang predikatnya

mendahului subjek kalimat.

Urutan fungsi dalam bahasa Indonesia bisa dikatakan mengikuti pola

S-P-(O)-(Pel)-(K). Namun, ada satu pola kalimat dalam bahasa Indonesia yang

predikatnya selalu mendahului subjek. Perhatikan contoh di bawah ini.

(34) Ada pencuri di halaman itu. (35) Demikianlah hasil rapat hari ini.

Verba ada dan demikianlah pada kalimat (34) dan (35) terletak di depan

nomina. Dengan kata lain, urutan fungsinya adalah P-S-(O)-(Pel)-(Ket). Namun,

susunan itu dapat diubah kembali menjadi urutan fungsi biasa yakni subjek

mendahului predikat. Kalimat-kalimat yang predikatnya mendahului subjek

tersebut disebut kalimat inversi (TBBBI, 2010: 372).

2.2.1.4 Jenis Kalimat

Menurut Hasan Alwi (dalam TBBBI 2010: 343), jenis kalimat dapat

digolongkan menjadi empat, yaitu 1) jenis kalimat berdasar jumlah klausa,

2) jenis kalimat berdasar bentuk sintaksis, 3) jenis kalimat berdasar kelengkapan

unsur, dan juga 4) jenis kalimat berdasar urutan fungsi sintaksis. Dari keempat

jenis kalimat di atas, hanya akan dibahas dua jenis kalimat, yakni kalimat

(37)

Berdasarkan jumlah klausanya, kalimat dapat digolongkan menjadi

kalimat tunggal dan kalimat majemuk. Hasan Alwi,dkk (2010: 343) menuturkan

bahwa kalimat tunggal dapat dibeda-bedakan lagi berdasarkan kategori

predikatnya menjadi lima golongan yakni 1) kalimat berpredikat verba, 2) kalimat

berpredikat adjektiva, 3) kalimat berpredikat nomina dan pronomina, 4) kalimat

berpredikat numeral, dan 5) kalimat berpredikat frasa preposisional.

Kalimat majemuk juga dapat dibedakan lagi menjadi kalimat majemuk

setara dan kalimat majemuk bertingkat. Menurut bentuknya atau kategori

sintaksisnya, kalimat dapat pula digolongkan menjadi kalimat deklaratif, kalimat

imperatif, kalimat interogatif , dan kalimat ekslamatif (Alwi, dkk, 2010: 344).

Bagan 1. Jenis-jenis Kalimat

\

Jenis Kalimat

Jumlah Klausa

Tunggal

Majemuk

Bentuk/Kategori Sintaksis

Deklaratif

Imperatif

Interogatif

(38)

A. Kalimat berdasarkan Jumlah Klausa

Jenis kalimat dapat digolongkan berdasarkan jumlah klausanya.

Berdasarkan jumlah klausanya, kalimat dapat dibagi atas kalimat tunggal dan

kalimat majemuk.

1) Kalimat Tunggal

Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa. Hal itu

berarti bahwa konstituen untuk setiap unsur kalimat, seperti S dan P hanya ada

satu. Dalam kalimat tunggal tentu ada unsur wajib yang diperlukan. Di samping

itu, tidak menutup kemungkinan jika ada unsur-unsur manasuka yang

ditambahkan di dalamnya, seperti keterangan, pelengkap, dan objek. Dengan

demikian, kalimat tunggal tidak selalu berwujud pendek. Perhatikanlah contoh

berikut!

(36) Toni akan pergi.

(37) Mereka akan membentuk kelompok belajar.

(38) Guru Bahasa Indonesia kami akan dikirim ke luar negeri. (39) Pekerjaan Anwar mengurus tanaman di kebun raya Bogor.

Contoh kalimat (36) hanya memiliki satu unsur subjek (Toni) dan satu

unsur predikat (akan pergi). Kalimat (37) lebih lengkap karena ada unsur objek.

Meskipun demikian, setiap unsurnya hanya ada satu. Kalimat (38) dan (39) juga

hanya memiliki unsur wajib, yakni S dan P dan disertai unsur manasuka seperti O,

Pel dan K, tetapi semua unsurnya hanya ada satu, baik berupa kata maupun frasa.

Berdasarkan predikatnya kalimat tunggal dapat dibagi menjadi kalimat

(39)

kalimat berpredikat numeral, dan kalimat berpredikat frasa preposisional. Di

bawah ini akan dijelaskan jenis-jenis kalimat berdasarkan jumlah klausa itu.

a.Kalimat Berpredikat Verba

Menurut TBBBI (2010 : 345), kalimat berpredikat verba dapat dibagi

pula menjadi kalimat taktransitif, kalimat ekatransitif, dan kalimat dwitransitif.

Kalimat ekatransitif dan kalimat dwitransitif merupakan bagian dari kalimat

transitif.

Kalimat tidak transitif adalah kalimat yang tidak memiliki objek dan

tidak memiliki pelengkap. Kalimat tersebut hanya memiliki dua unsur wajib, yaitu

S dan P. Biasanya predikatnya dengan prefiks ber- atau meng-. Namun, kalimat

itu dapat dilengkapi oleh unsur keterangan tempat, waktu, cara ataupun alat.

Contoh-contoh kalimat yang menggunakan predikat tak transitif dapat dilihat pada

kutipan (40), (41), serta (42) ini.

(40) Bu Dina sedang berbelanja. (41) Padi itu telah menguning.

(42) Samiun belum datang sejak tadi pagi.

Kalimat ekatransitif adalah kalimat yang berobjek tetapi tidak

berpelengkap. Kalimat tersebut memiliki tiga unsur wajib yaitu subjek, predikat,

dan objek. Dari segi makna semua verba ekatransitif memiliki makna perbuatan.

Di bawah ini merupakan contoh-contoh kalimat yang menggunakan predikat

ekatransitif.

(40)

Kalimat dwitransitif adalah kalimat yang predikatnya dapat

mengungkapkan hubungan tiga wujud. Maksudnya adalah satu predikat dapat

menentukan unsur-unsur yang mengikutinya dengan makna yang berbeda pula.

Contoh-contoh kalimat yang menggunakan predikat dwitransitif dapat dilihat pada

kalimat (45), (46), dan (47) ini.

(45) Ida sedang mencari pekerjaan. (46) Ida sedang mencarikan pekerjaan.

(47) Ida sedang mencarikan adiknya pekerjaan.

Dari kalimat (45), dapat dijelaskan yang mencari pekerjaan adalah Ida.

jika ditambahkannya sufiks –kan pada predikat mencari, kalimat (46) berubah

makna menjadi Ida mencari pekerjaan untuk orang lain. Kalimat (47) terdapat

objek dan pelengkap yang berdiri di belakang verba dan semakin jelas bahwa

makna yang dimaksud adalah Ida mencari pekerjaan untuk adiknya.

b. Kalimat Berpredikat Ajektiva

Menurut TBBBI (2010, 357), kalimat berpredikat adjektiva adalah

kalimat statif. Kalimat statif kadang menggunakan verba untuk memisahkan

subjek dengan predikatnya apabila subjek atau predikatnya sama-sama panjang.

Perhatikan contoh berikut!

(48) Gerakan badan penari pendet itu adalah anggun dan mempesona.

Kata adalah dalam kalimat (48) dapat digunakan untuk memisahkan

(41)

dan mempesona. Kata adalah dapat digunakan jika subjek atau predikat atau

keduanya sama-sama panjang.

c.Kalimat Berpredikat Nomina

Dua nomina yang dijejerkan atau frasa nomina dapat menjadi kalimat

apabila syarat untuk subjek dan predikatnya terpenuhi (TBBBI, 2010: 358). Syarat

untuk kedua unsur itu penting. Jika tidak terpenuhi, jejeran nomina tadi tidak

dapat membentuk kalimat. Perhatikan contoh berikut!

(49)Buku cetakan Bandung itu. . . (50)Buku itu cetakan Bandung.

Urutan kata seperti pada contoh (49) tersebut membentuk satu frasa dan

bukan kalimat, karena cetakan Bandung merupakan pewatas (pembatas) dan

bukan predikat. Sebaliknya, contoh (50) dapat disebut kalimat karena penanda

batas itu memisahkan kalimat menjadi dua frasa, yakni buku itu sebagai subjek

dan cetakan Bandung sebagai predikat.

d.Kalimat Berpredikat Numeralia

Selain macam-macam kalimat berpredikat verbal, adjektival, nominal,

ada pula kalimat yang berpredikat numeral atau frasa numeral. Perhatikanlah

contoh berikut!

(51)Anaknya banyak. (52)Bekalnya hanya sedikit.

(53)Tinggi pohon itu lebih dari tiga meter.

Contoh (51) dan (52) menunjukkan bahwa kalimat dengan predikat

(42)

penggolongan. Sebaliknya, kalimat (53) menunjukkan predikat yang berupa

numeralia tentu dapat diikuti penggolongan seperti orang, ekor, buah, dan wajib

diikuti ukuran seperti meter (TBBBI, 2010: 360).

e. Kalimat Berpredikat Frasa Preposisional

Predikat kalimat dalam bahasa Indonesia juga dapat berupa frasa

preposisional. Contoh-contoh kalimat di bawah ini menggunakan predikat

berfrasa preposisi.

(54)Ibu sedang ke pasar. (55)Andi sedang di sekolah. (56)Kue itu untuk Bagus.

(57)Rumah saya di antara rumah Bela dan Ani.

Tidak semua frasa preposisi dapat dijadikan sebagai predikat kalimat.

Kalimat-kalimat di bawah ini terasa tidak pas jika tidak disertai verba.

(58)Toko itu sepanjang malam. (59)Toni dengan Andi.

(60)Tas itu kepada Aji.

Kalimat (58), (59), dan (60) di atas menunjukkan bahwa tidak semua

frasa preposisi dapat menduduki fungsi predikat. Frasa sepanjang malam, dengan

Andi, kepada Aji meskipun merupakan frasa preposisi tetapi tidak dapat menjadi

predikat, sehingga kalimat-kalimat tersebut tidak memiliki makna.

2)Kalimat Majemuk

Menurut Ramlan (2005: 43), kalimat majemuk adalah kalimat yang

terdiri dari dua klausa atau lebih antara klausa yang satu dan yang lain saling

(43)

dua jenis, yakni koordinasi (majemuk setara) dan subordinasi (majemuk

bertingkat).

a.Kalimat Majemuk Setara

Hubungan koordinasi dalam suatu kalimat biasa disebut dengan kalimat

majemuk setara. Hubungan koordinasi menggabungkan dua klausa atau lebih

yang masing-masing mempunyai kedudukan yang setara dalam struktur

konstituen kalimat (Alwi dalam TBBBI, 2010: 392). Maksudnya di sini adalah

hubungan antarklausa tersebut tidak saling terikat atau bergantung satu sama lain.

Klausa yang satu tidak bergantung dengan klausa yang lain, karena klausa yang

satu bukanlah bagian dari klausa yang lain. Hubungan koordinasi dalam suatu

kalimat tersebut dapat dilihat pada contoh di bawah ini.

(61) Stres akan memicu ketegangan di otak. (62) Stres membuat energi otak habis

(63) Stres akan memicu ketegangan di otak dan membuat energi otak habis.

Kalimat (63) di atas terdiri dari dua klausa yang tidak saling terikat,

yakni klausa (61) dan klausa (62) dan dihubungkan dengan konjungsi dan.

Kalimat (62) juga terjadi pelesapan (penghilangan salah satu unsur kalimat) yakni

unsur subjek pada klausa kedua setelah digabungkan, agar kalimat lebih efektif.

Untuk lebih jelas, di bawah ini terdapat bagan tentang hubungan koordinasi

(44)

Bagan 2. Hubungan Koordinasi Kalimat

Bagan di atas menunjukkan bahwa konjungtor tidak termasuk ke dalam

klausa mana pun, tetapi merupakan konstituen tersendiri. Kedudukan klausa yang

satu dengan klausa yang lain juga terlihat sejajar. Hal itu berarti klausa yang satu

tidak menjadi bagian dari klausa yang lain. Alwi, dkk (2010: 398), menjelaskan

bahwa ada beberapa konjungtor untuk menyusun hubungan koordinasi, yaitu

sebagai berikut.

“dan, atau, tetapi, serta, lalu, kemudian lagipula, hanya, padahal, sedangkan, baik... maupun..., tidak... tetapi..., bukan(nya)... melainkan...”

Ramlan (2008: 40) membagi beberapa konjungtor koordinasi dalam

beberapa golongan berdasarkan sifat hubungannya. Ada lima golongan

konjungtor koordinatif jika dilihat dari hubungan semantisnya.

(a) Konjungsi yang menandai pertalian semantik penjumlahan: dan,

dan lagi, lagi pula, dan serta.

(b) Konjungsi yang menandai pertalian semantik pemilihan: atau. (c) Konjungsi yang menandai pertalian semantikperurutan: kemudian

dan lalu.

(d) Konjungsi yang menandai pertalian semantik lebih: bahkan.

Kalimat

(45)

(e) Konjungsi yang menandai pertalian semantik perlawanan: tetapi.

akan tetapi, melainkan, namun, padahal, sebalikmya, sedangkan,

dan sedang.

b.Kalimat Majemuk Bertingkat

Hubungan subordinasi dalam suatu kalimat biasa disebut kalimat

majemuk bertingkat. Hubungan subordinasi menggabungkan dua klausa atau

lebih secara bertingkat (TBBBI, 2010: 398). Maksudnya, salah satu klausanya

menjadi bagian dari klausa yang lain. Jadi, klausa-klausa yang disusun dalam

kalimat majemuk dengan cara subordinasi itu tidak memiliki kedudukan yang

setara atau dengan kata lain hubungan subordinasi menunjukkan hubungan yang

hierarkis. Hubungan subordinasi dalam suatu kalimat tersebut dapat dilihat pada

contoh di bawah ini.

(64) Candi Gedung Songo itu menjadi mutiara kehidupan (klausa bawahan).

(65) Candi Gedung Songo menjadi sumber nafkah bagi masyarakat sekitarnya.

(66) Candi Gedung Songo menjadi mutiara kehidupan karena menjadi sumber nafkah bagi masyarakat sekitarnya.

Kalimat (66) di atas terlihat ada penggabungan dua klausa yang saling

terikat, yakni klausa (64) dan klausa (65), di mana klausa (64) menjadi klausa

utama dan klausa (65) menjadi klausa bawahan dengan konjungtor karena.

(46)

Bagan 3. Hubungan Subordinasi Kalimat

Pada bagan di atas, dapat dilihat bahwa klausa 2 berkedudukan sebagai

konstituen klausa 1 atau bagian dari klausa 1. Klausa 2 yang berkedudukan

sebagai konstituen klausa 1 disebut klausa subordinatif, sedangkan klausa 1

meru-pakan tempat dilekatkannya klausa, disebut juga klausa utama.

Menurut Alwi, dkk (2010: 400), ada sepuluh jenis konjungtor

subordinatif dalam kalimat majemuk bertingkat. Kesepuluh klausa itu akan

dijabarkan pada uraian di bawah ini.

(a) Konjungsi waktu : setelah, sesudah, sebelum, sehabis, sejak, selesai, ketika, tatkala, sewaktu, sementara, seraya, selagi, selama, sehingga, sampai.

(b) Konjungsi syarat : jika, kalau, asalkan, bila, manakala.

(c) Konjungsi pengandaian : andaikan, seandainya, andaikata, sekiranya. (d) Konjungsi tujuan : agar, supaya.

(e) Konsesif: biar(pun), meski(pun), sungguh(pun), sekalipun, walau(pun), kendati(pun).

(f) Konjungsi pembandingan atau kemiripan: seakan-akan, seolah-olah, sebagaimana, seperti, sebagai, bagaikan, laksana, daripada, alih-alih, ibarat.

(g) Konjungsi sebab atau alasan: sebab, karena, oleh karena. (h) Konjungsi hasil atau akibat : sehingga, sampai(-sampai). (i) Konjungsi cara: dengan, tanpa.

(j) Konjungsi alat: dengan, tanpa. Kalimat

Klausa 1

(47)

Ramlan (2008: 45) menambahkan tiga konjungtor subordinatif yang

belum dijelaskan dalam TBBBI (2010) tersebut. Ketiga konjungtor subordinatif

itu dapat dilihat pada uraian di bawah ini.

(a) Konjungsi isi atau komplemen: bahwa. (b) Konjungsi perkecualian: kecuali.

(c) Konjungsi penjumlahan: selain dan di samping.

c. Kalimat Majemuk Kompleks (Campuran)

Selain kedua bentuk kalimat majemuk di atas, masih ada satu bentuk

kalimat majemuk, yakni kalimat majemuk kompleks. Menurut Chaer (2011:

347), kalimat majemuk kompleks adalah kalimat yang terdiri dari tiga atau lebih

klausa. Kalimat tersebut ada yang berhubungan secara koordinatif (setara) dan

ada yang berhubungan secara subordinatif (bertingkat). Penggabungannya

biasanya dibantu dengan berbagai kata penghubung baik koordinatif maupun

subordinatif. Kalimat majemuk kompleks ini biasa disebut dengan kalimat

majemuk campuran. Perhatikan contoh berikut!

(66) Untuk pendakian gunung besok pagi, hal pertama yang harus

diperhatikan adalah kondisi fisik dan hal kedua adalah bekal makanan.

Kalimat (66) di atas merupakan kalimat majemuk kompleks karena

tersusun dari klausa bertingkat dan klausa setara. Klausa bertingkat pada kalimat

di atas menduduki fungsi subjek, yakni pada klausa hal pertama yang harus

diperhatikan. Frasa hal pertama diperluas dengan konjungsi yang lalu diikuti

dengan fungsi predikat harus diperhatikan. Klausa setara pada kalimat di atas,

(48)

frasa hal kedua, predikat pada kata adalah, dan pelengkap pada frasa bekal

makanan. Bagan di bawah ini menunjukkan hubungan antarkalimat majemuk

campuran.

Bagan 4. Hubungan Antarklausa dalam Kalimat Majemuk Campuran

B.Kalimat berdasar Bentuk Sintaksis

Berdasarkan bentuk sintaksis, kalimat dibagi atas 1) kalimat deklaratif

atau kalimat berita, 2) kalimat imperatif atau kalimat perintah, 3) kalimat

interogatif atau kalimat tanya, dan 4) kalimat eksklamatif atau kalimat seru

(TBBBI, 2010: 360). Keempat jenis kalimat tersebut akan dipaparkan pada uraian

berikut ini.

1) Kalimat Berita (Deklaratif)

Menurut Alwi, dkk (2010: 284), kalimat berita berfungsi untuk

(49)

berupa perhatian dari mitra tutur. Kadang respons atau bentuk dari perhatian itu

jawaban “ya” dari mitra tutur. Di samping itu, dalam kalimat berita tidak terdapat

kata-kata tanya seperti apa, siapa, di mana, mengapa, dan kata-kata ajakan seperti

mari, ayo, kata persilakan silakan, serta kata larangang jangan. Dalam bentuk

tulisan, kalimat berita diakhiri dengan tanda titik (.) sedangkan dalam bentuk lisan

diakhiri dengan nada menurun.

2) Kalimat Perintah (Imperatif)

Menurut Chaer (2011:356), kalimat perintah adalah kalimat yang

dibentuk untuk mengharapkan tanggapan yang berupa tindakan. Dalam bentuk

tulisnya, kalimat perintah atau kalimat imperatif biasanya diakhiri dengan tanda

seru (!). Sementara itu, dalam bentuk lisan, intonasi ditandai dengan nada rendah

diakhir tuturan. Ada tiga jenis kalimat imperatif, yaitu kalimat perintah, kalimat

larangan, dan kalimat seruan. Pada TBBBI (2010), kalimat seruan tergolong pada

kalimat eksklamatif.

3) Kalimat Tanya (Interogatif)

Kalimat tanya adalah kalimat yang berfungsi untuk mengharapkan reaksi

atau jawaban dari seseorang (Chaer, 2011: 350). Kalimat ini secara formal

ditandai dengan kehadiran kata tanya seperti apa, siapa, kapan, bagaimana, dan

mengapa. Kalimat ini memiliki pola intonasi yang berbeda dengan pola intonasi

(50)

Pada intonasi kalimat berita, bernada akhir turun, sedangkan pada kalimat tanya

bernada akhir naik.

4) Kalimat Eksklamatif

Kalimat eksklamatif atau kalimat seru, secara formal ditandai dengan

kata alangkah, betapa atau bukan main pada kalimat berpredikat adjektiva.

Kalimat eksklamatif ini berfungsi untuk menyatakaan perasaan kagum atau heran.

Menurut TBBBI (2010: 371), cara pembentukan kalimat eksklamatif sebagai

berikut.

a)Balikkan urutan unsur kalimat dari S-P ke P-S. b)Tambahkan partikel –nya pada (adjektiva) P.

c)Tambahkan kata (seru) alangkah, betapa, bukan main di depan P jika dianggap perlu.

Agar lebih jelas, di bawah ini terdapat beberapa contoh kalimat

eksklamatif. Perhatikan contoh di bawah ini!

(67) Pergaulan mereka bebas. (68) a. Bebas pergaulan mereka

b. Bebasnya pergaulan mereka!

c. Alangkah bebasnya pergaulan mereka!

Kalimat (67) di atas merupakan kalimat deklaratif, tetapi dapat

dikembangkan menjadi kalimat eksklamatif (68)a, (68)b, dan (68)c. Contoh

kalimat (68)a di atas menggunakan cara membalik urutan fungsi S-P menjadi P-S,

sehingga predikat bebas berada di awal kalimat. Contoh kalimat (68)b

menggunakan cara menambahkan partikel–nya di belakang predikat adjektif

bebas. Kalimat (68)c menggunakan cara menambahkan kata seru alangkah di

(51)

2.2.2 Karangan

Karangan merupakan hasil perwujudan gagasan seseorang dalam bahasa

tulis yang dapat dibaca atau dimengerti oleh pembaca (Gie, 1992:23). Karangan

secara umum dapat digolongkan menjadi lima jenis, yakni karangan narasi,

deskripsi, eksposisi, argumentasi, perusasi.

Narasi merupakan salah satu bentuk wacana yang berisi cerita. Narasi pada

umumnya bertujuan menggerakan aspek emosi pembaca. Dengan narasi,

penerima (pembaca) dapat membentuk citra imajinasi (Rani, dkk, 2006: 45).

Narasi memiliki unsur-unsur cerita yang penting seperti unsur waktu,

pelaku, dan peristiwa (Rani, dkk, 2006 : 45). Perhatikan contoh berikut ini!

(69)Pada bulan Januari 1946, ada sebuah kapal penumpang bertolak dari kota Surabaya menuju Jakarta. Di antaranya ada sejumlah penumpang yang merupakan sukarelawan perang berasal dari Jakarta. Mereka dikirim satuannya untuk mempertahankan kota Surabaya. Tidak jauh dari mulut Selat Madura kapal tersebut meledak dan tenggelam beserta seluruh isinya (Keraf dalam Argumentasi dan Narasi, 2007).

Unsur waktu pada kutipan di atas muncul di awal kalimat, yakni pada

bulan Januari 1946. Sementara itu, unsur pelaku pada kutipan di atas adalah

sejumlah penumpang yang merupakan sukarelawan perang. Unsur yang tidak

kalah penting dalam kutipan (69) di atas adalah unsur peristiwa. Peristiwa yang

diceritakan dalam kutipan di atas adalah kapal yang mengangkut sejumlah

(52)

Argumentasi adalah suatu bentuk retorika yang berusaha untuk

mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain, agar pembaca percaya dan akhirnya

bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh penulis (Keraf, 2007: 3). Dalam

karangan argumentasi, penulis menggunakan fakta-fakta atau bukti-bukti untuk

memperkuat pendapatnya apakah suatu hal itu benar atau tidak. Fakta-fakta

tersebut dapat menjadi dasar penulis untuk berpikir kritis dan logis, karena dasar

sebuah tulisan yang bersifat argumentatif, yakni berpikir kritis dan logis. Untuk

memperjelas uraian tersebut, di bawah ini disajikan kutipan paragraf argumentasi.

(70) Saat ini sampah berserakan di mana-mana. Hal ini dapat kita lihat di sekeliling kita. Sampah-sampah tersebut biasanya berasal dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan malas membuang sampah pada tempatnya. Sampah yang berkumpul itu menimbulkan bau yang tidak sedap sehingga dapat membuat polusi udara. Selain itu, tumpukan sampah tersebut menjadi sarang berkembangbiaknya berbahaya. Sumber penyakit itu akan terbawa dengan udara sehingga akan terhirup oleh kita. Akibatnya, kita akan menjadi sakit dan tentunya juga akan menular kepada orang lain yang ada di sekitar kita (www.kelasindonesia.com).

Kutipan (70) di atas merupakan paragraf argumentasi sebab-akibat.

Paragraf tersebut dalam pengembangannya berasal dari suatu permasalahan yang

diawali dengan sebab-sebab terjadinya permasalahan itu. Setelah itu, paragraf

tersebut mengarah pada suatu kesimpulan yang berisi pendapat dengan bentuk

akibat yang ditimbulkan dari sebab-sebab yang telah diuraikan sebelumnya.

Menurut Keraf (2007: 118), karangan persuasi bertujuan untuk

meyakinkan seseorang agar melakukan sesuatu yang dikehendaki

(53)

tidak mengambil bentuk paksaan terhadap orang yang menerimanya, tetapi

berupaya untuk merangsang pembaca mengambil tindakan sesuai dengan yang

diinginkan penulis. Upaya-upaya tersebut biasanya berupa bukti-bukti meskipun

bukti tersebut tidak setegas seperti yang dilakukan oleh karangan argumentasi.

Semua bentuk argumentasi biasanya menggunakan pendekatan emotif, yaitu

berusaha membangkitkan emosi para pembaca. Contoh paragraf persuasi dapat

dilihat pada kutipan (71) ini.

(71) Tubuh kita sangat membutuhkan berbagai macam vitamin dan mineral yang berguna bagi kebutuhan hidup kita. Vitamin dan mineral tersebut banyak terdapat pada makanan-makanan yang bergizi, seperti buah, daging, susu, sayuran dan kacang-kacangan. Jika kebutuhan vitamin dan mineral tercukupi, maka kita menjadi sehat dan tidak mudah sakit. Sebaliknya, jika kita kekurangan vitamin dan mineral maka tubuh kita akan mudah terserang penyakit. Oleh karena itu, agar tubuh selalu sehat, makanlah makanan-makanan yang bergizi. Selain itu, janganlah lupa untuk mengimbanginya dengan olahraga secara teratur (www.prbahasaindonesia.com).

Kutipan (71) di atas menunjukkan bahwa penulis ingin mempengaruhi

pembaca dengan cara memaparkan bukti-bukti tentang tubuh manusia

membutuhkan berbagai macam vitamin dan mineral. Penulis juga memaparkan

akibat seseorang jika kekurangan vitamin dan mineral. Bukti-bukti pada paragraf

persuasi bertujuan untuk membangkitkan emosi pembaca. Selain dengan

bukti-bukti, penulis juga memberikan kalimat persuasif atau ajakan agar pembaca mau

makan makanan bergizi.

(54)

Eksposisi atau pemaparan adalah salah satu bentuk tulisan atau retorika

yang berusaha untuk menerangkan dan menguraikan suatu pokok pikiran, yang

dapat memperluas pandangan atau pengetahuan seseorang yang membaca uraian

tersebut (Keraf, 1982: 3). Bila dibandingkan dengan bentuk karangan lainnya,

seperti argumentasi, deskripsi, dan narasi, pada dasarnya semua bentuk karangan

itu bertujuan memperluas pengetahuan seseorang. Namun, tujuan yang paling

menonjol pada karangan eksposisi adalah memperluas pandangan atau

pengetahuan pembaca sedangkan karangan lainnya menonjolkan aspek yang lain.

Contoh kalimat eksposisi dapat dilihat pada kutipan (72) ini.

(72) Para penjual makanan mengeluhkan kenaikan harga BBM. Pasalnya,naiknya harga BBM membuat bahan-bahan baku naik. Alhasil, para penjual harus menyiasati hal ini dengan memperkecil porsi atau menaikkan harga makanan yang mereka jual (www.belajarbahasaindonesia.com).

Hal yang paling ditonjolkan pada paragraf (72) di atas adalah tujuannya

untuk memperluas pemahaman pembaca dengan memaparkan ide pokok

pengarang. Ide pokok yang dipaparkan pada kutipan di atas adalah para penjual

makanan mengeluhkan harga BBM yang mempengaruhi kenaikan bahan-bahan

baku.

Deskripsi merupakan sebuah bentuk tulisan yang bertalian dengan usaha

para penulis untuk memberikan perincian-perincian dari objek yang sedang

dibicarakan (Keraf, 1982: 93). Dalam deskripsi, penulis memindahkan

(55)

menyampaikan sifat dan semua perincian wujud yang dapat ditemukan pada

obyek tersebut. Perhatikan contoh kalimat deskripsi berikut!

(73) Pemandangan pantai Pangandaran sangat memesona. Di sebelah kanan terlihat perbukitan yang memanjang. Sementara itu, di sisi kiri terdapat perkampungan nelayan dengan beraneka perahu tradisional. Pantai ini pun banyak dipenuhi kios cinderamata, penginapan, dan toko kelontong. Bagi para wisatawan yang ingin mengabadikan momen bersama keluarga, pantai Pangandaran sangat tepat sebagai tempat tujuan wisata air (www.slideshare.net).

Kutipan paragraf deskripsi (73) di atas bertujuan untuk memberikan

perincian-perincian berupa pemandangan pantai pangandaran. Pengarang

memerinci pemandangan pantai itu dengan cara menuliskan hasil pengamatannya

pada objek tersebut. Hasil pengamatan yang dapat dilihat pada kutipan (73)

tersebut adalah pantai pangandaran dibatasi oleh perbukitan yang memanjang di

sebelah kanannya. Sebelah kiri pantai tersebut adalah perkampungan nelayan.

Rincian-rincian letak objek tersebut merupakan salah satu contoh paragraf

deskripsi.

2.2.3 Kompetensi Guru Sekolah Dasar (SD)

Berdasarkan UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 1 ayat

(10) dinyatakan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan,

keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru

atau dosen dalam melakukan tugas keprofesionalan. Menguasai mata pelajaran

bahasa Indonesia adalah salah satu kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh

Gambar

Tabel 1 Perbedaan Objek dan Pelengkap ........................................................
Tabel 1. Perbedaan Objek dan Pelengkap (TBBBI, 2010 : 336)
Tabel 2. Pola-Pola Kalimat Dasar Subjek
Tabel 3. Nama Guru dan Judul Karangan
+5

Referensi

Dokumen terkait

Ketika seseorang dihadapkan pada suatu keadaan yang cenderung menimbulkan perasaan tertekan, maka mereka sangat membutuhkan sebuah kompensasi agar perasaan yang dirasakan

Secara keseluruhan factor inilah yang sangat mempengaruhi responden dalam memilih produk tersebut, kemudian pada keputusan pembelian factor yang lebih banyak yang

[r]

mengikuti kegiatan-kegiatan, khususnya ibadah dan persiapan. Oleh karena itu, disiplin menjadi hal yang kontroversi karena membagi dua kubuh yaitu pro dan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi aktivitas kelompok : stimulasi persepsi terhadap peningkatan harga diri pada lansia dengan harga diri

Secara umumnya kajian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berkaitan dengan komitmen belia tani yang membolehkan mereka berjaya dalam projek pertanian

Objektif ini dilihat paska special event CWFW 2018 diadakan. Melihat dari wawancara yang dilakukan dengan para tamu undangan juga menunjukkan bahwa mereka hanya

Penerapan akuntansi lingkungan terhadap pengelolaan limbah yang dilakukan pada PG Djatiroto bertujuan untuk menganalisis komponen biaya lingkungan terkait pengelolaan limbah serta