Dalam Iklan Fruit Tea Versi ”Pulo Gadung”
Di Televisi)
SKRIPSI
Disusun Oleh :
Bagoes Narendra Paripurna 0343010292
YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “Pemaknaan Karikatur “Ancang-Ancang Cicak vs Buaya” (Studi Semiotik
Tentang Pemaknaan Karikatur “Ancang-Ancang Cicak vs Buaya” Pada Majalah
Tempo Edisi 3-9 Agustus 2009)”
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan akademis bagi
mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini atas
bimbingan dan bantuan yang diberikan oleh berbagai pihak. Pada kesempatan ini,
penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang
terhormat :
1. Ibu Dra. Ec. Hj. Suparwati, MSi., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
UPN “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Juwito, S. Sos., MSi., Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas
Ilmu Sosial dan Politik UPN “Veteran” Jawa Timur
3. Bapak Drs. Saifuddin Zuhri, MSi. M. Ed., Dosen Pembimbing Utama yang
senantiasa memberikan waktu pada penulis dalam penyusunan skripsi
penelitian ini.
4. Seluruh staf dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan
Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.
ii keikhlasan kepada penulis.
6. Berbagai pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini dengan baik
Semoga Tuhan YME melimpahkan rahmat serta karuniaNya atas
jasa-jasanya yang telah diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Karena
apabila terdapat kekurangan didalam menyusun skripsi ini, peneliti dengan senang
hari menerima segala saran dan kritik demi sempurnanya skripsi ini.
Surabaya, Juni 2010
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
ABSTRAKSI ... vii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 6
1.3. Tujuan Penelitian ... 7
1.4. Kegunaan Penelitian ... 7
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Landasan Teori ... 8
2.1.1. Kepribadian ... 8
2.1.2. Sikap ... 9
2.1.2.1. Pengertian Sikap ... 9
2.1.2.2. Pembentukan Sikap... 10
2.1.2.3. Struktur Sikap ... 11
2.1.2.4. Fungsi Sikap... 13
2.1.3. Pelajar... 14
2.1.4. Kenakalan Remaja ... 17
2.1.4.1. Bentuk dan Aspek-Aspek Kenakalan Remaja ... 18
2.1.4.2. Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kecenderungan
2.1.6. Sejarah Periklanan Di Indonesia ... 30
2.1.7. Perikalanan ... 32
2.1.8. Unsur-unsur Iklan ... 37
2.1.9. Representasi ... 40
2.1.10. Psikologi Warna ... 43
2.1.11. Pendekatan Semiotik Dalam Iklan Televisi ... 44
2.1.12. Iklan Fruit Tea Versi “Pulo Gadung” ... 47
2.2. Kerangka Berpikir ... 47
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian ... 49
3.2. Kerangka Konseptual ... 50
3.2.1. Corpus ... 50
3.2.2. Definisi Operasional Konsep ... 51
3.2.2.1.Representasi ... 51
3.2.2.2.Pelajar... 51
3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 52
3.4. Teknik Analisis Data ... 52
BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Objek dan Penyajian Data ... 55
4.1.1. Gambaran Umum Objek ... 55
4.2. Penyajian Data ... 57
tea versi “Pulo Gadung” dengan Pendekatan Semiotik
John Fiske ... 58
4.3.2. Tampilan Visual dalam Scene ... 58
4.3.3. Makna Representasi Di Iklan Fruit Tea Versi
“Pulo Gadung” ... 94
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ... 97
5.2. Saran ... 98
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Tea Versi ”Pulo Gadung” (Studi Semiotik Tentang Representasi Kenakalan Remaja Dalam Iklan Fruit Tea Versi ”Pulo Gadung” Di Televisi)
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui representasi kenakalan remaja dalam iklan Fruit Tea versi “Pulo Gadung”.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori semiotika John Fiske. Teknik analisis data dalam penelitian ini analisis semiotika pada corpus penelitian pada Representasi Kenakalan Remaja Dalam Iklan Fruit Tea Versi ”Pulo Gadung” setelah melalui tahapan pengkodean maka selanjutnya peneliti akan menginterpretasikan tanda-tanda tersebut untuk diketahui maknanya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa iklan Fuit Tea versi ”Pulo Gadung” merupakan sebuah iklan yang menyampaikan sebuah kritik sosial kenakalan pelajar yang sering terjadi saat ini dan diakibatkan oleh pelajar – pelajar di kota – kota besar. Tokoh-tokoh dalam iklan, karakter yang dimainkan, aktivitas-aktivitas yang dilakukan menjadi representasi kenakalan pelajar dalam iklan ini berhasil disampaikan kepada khalayak pemirsa iklan Fruit Tea di televisi. Seperti iklan-iklan Fruit Tea sebelumnya, iklan Fruit Tea versi “Pulo Gadung” juga tidak menampilkan keterkaitan langsung antara iklan and produknya, namun awarness akan produk kembali ditampilkan Fruit Tea dengan memposisikan produknya melalui iklan yang sarat akan kritik. Dalam iklan versi ”Pulo Gadung”, repesentasi nilai-nilai kenakalan pelajar dipilih untuk menjadi salah satu media kritik sosial atas praktek kenakalan pelajar yang sudah merasuk dalam masyarakat.
Kata kunci : semiotik, iklan, fiske
1.1.Latar Belakang Masalah
Iklan adalah proses penyampaian pesan atau informasi kepada
sebagian atau seluruh khalayak dengan menggunakan media. Menurut
Wibowo (2003:5) iklan atau periklanan didefinisikan sebagai kegiatan
berpromosi atau memberikan informasi melalui media massa.
Salah satu media untuk menyampaikan pesan berupa iklan adalah
televisi. Hal ini dikarenakan peranan televisi memiliki kelebihan jika
dibandingkan dengan media lain dalam upaya membantu proses keberhasilan
penyebaran iklan. Karenanya memperbincangkan masalah iklan televisi
amatlah menarik, selain memiliki sisi kreasi dan inovasi dalam hal ini
mengedepankan informasi, hiburan, dan pendidikan atau gabungan dari
semuanya. iklan televisi juga mampu mempengaruhi emosi masyarakat yang
bertempat tinggal tersebar dan heterogen dalam memenuhi standar dan gaya
hidup pemirsanya. Dengan didukung karakteristiknya yang audio dan visual,
televisi mampu membangkitkan selera pemirsa terutama atas rangsangan
visual, sehingga menjadikannya sebagai medium yang intim dan personal.
Seperti diketahui iklan adalah struktur informasi dan susunan
komunikasi nonpersonal yang biasanya dibiayai oleh produsen dan bersifat
persuasive, tentang produk – produk (barang, jasa dan gagasan) oleh sponsor
yang teridentifikasi melalui berbagai macam media. Sedangkan yang disebut
media periklanan adalah suatu metode komunikasi umum yang membawa
pesan periklanan melalui televisi, radio, koran, majalah, iklan luar rumah (out
of home) atau iklan luar ruang (outdoor) (Shimp, 2003: 504).
Siaran iklan televisi akan selalu menjadi pusat perhatian audien pada
saat iklan itu ditayangkan. Jika audien tidak menekan remote control-nya
untuk melihat program stasiun televisi lain maka ia harus menyaksikan
tayangan iklan televisi satu per satu. Perhatian audien akan tertuju hanya
kepada siaran iklan dimaksud ketika iklan itu muncul di layar televisi, tidak
kepada hal-hal lain. Pembaca surat kabar dapat mengabaikan iklan yang
berada di sudut kiri bawah halaman surat kabar yang tengah dibacanya, atau
melewatkan halaman tertentu dan hanya membaca kolom olah raga. Tidak
demikian halnya dengan siaran iklan televisi. Audien harus menyaksikannya
dengan fokus perhatian dan tuntas. (Morrisan, 2004: 188)
Dalam aktivitas perpindahan informasi tentang produk yang
diiklankan pada khalayak, iklan tentunya harus mengandung daya tarik
dimana setelah pemirsa atau khalayak mengetahuinya mampu menggugah
perasaan. Jadi untuk menampilkan kekuatan iklan tidak hanya sekedar
menampilkan pesan verbal tetapi juga harus menampilkan pesan non verbal
Salah satu iklan yang menampilkan pesan verbal adalah iklan Fruit
Tea versi “Pulo Gadung”. Iklan ini adalah iklan yang berisi beberapa pelajar
sekolah yang masih memakai pakain pelajar dan melakukan hal yang tidak
pantas dilakukannya sebagai pelajar, sikap yang jaduh dari sikap seorang
pelajar adalah ketika mereka sehabis pulang sekolah atau malah bolos sekolah
yang masih terlihat nongkrong dipinggir jalan dan ketiak ada orang yang
bertanya mereka seakan – akan meremehkannya dan tidak mempunyai sikap
yang sopan.
Saat ini bila membicarakan masalah remaja, tampaknya seperti tidak
pernah selesai, selalu bila tidak pernah tuntas dan remaja hanya dipandang
sebagai subyek yang selalu menjadi sumber penyebab dan dipandang sebagai
kambing hitam belaka. Tiada pihak yang mau bertanggung jawab, semua
pihak saling menyalahkan, saling menuduh, sehingga masalahnya tidak
menemukan jalan keluar dan selalu harus berputar, akhirnya tidak pernah
tuntas. Oleh karena itu untuk menghindari masalah tersebut, tampaknya perlu
dikaji tentang sifat, karakteristik yang menyertai perilaku remaja. Remaja
merupakan suatu masa suatu usia kehidupan yang sangat menarik, karena pada
masa ini penuh dengan segala macam kejadian yang menyertainya, sejalan
dengan perkembangan pribadinya. Masa remaja, juga merupakan masa transisi
dari masa anak ke masa dewasa, pada saat ini remaja tidak mau dianggap
karena itu, remaja berusaha mencari bentuk dan identitas dirinya, baik dari
keluarga maupun dari lingkungan dimana ia berada. Lingkungan teman sebaya
inilah yang lebih memegang peranan penting dan paling berpengaruh terhadap
kehidupan psikis remaja. Karakteristik yang terjadi, sesuai dengan tumbuh dan
berkembangnya keadaan fisik yang dialami. Remaja mengalami perubahan
hormonal yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan
fisiknya serta terhadap perilakunya.
(http://pustaka.unpad.ac.id/archives/10880/)
Terlihat dari aspek reaksi-reaksi emosinya yang tidak stabil. Sering
cepat terpengaruh dan timbul perilaku yang emosional. Kondisi inilah yang
merangsang munculnya perilaku yang agresif bahkan brutal, seperti
perkelahian antar pelajar yang banyak terjadi akhir-akhir ini. Proses sosialisasi
terjadi dalam kehidupan sehari-hari melalui interaksi sosial dengan
menggunakan media atau lingkungan sosial tertentu. Oleh sebab itu, kondisi
kehidupan lingkungan tersebut akan sangat mewarnai dan mempengaruhi
input dan pengetahuan yang diserap. Salah satu variasi dari teori yang
menjelaskan kriminalitas di daerah perkotaan, bahwa beberapa tempat di kota
mempunyai sifat yang kondusif bagi tindakan kriminal oleh karena lokasi
tersebut mempunyai karakteristik tertentu.
Penelitian ini berusaha mengungkap representasi pelajar dalam iklan
iklan mampu diklasifikasikan berdasarkan tanda, kode, dan makna yang
terkandung di dalamnya, iklan tersebut tersebut menampilkan sebuah cerita
yang didalamnya berisi sikap dari seorang pelajar yang tidak mengerti arti
sopan santun di jalan serta beesikap seperti seorang preman yang tidak
mencerminkan sebagai seorang pelajar.
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji
tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha
mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama
manusia.
Dengan pemilihan model semiotika Pierce yang digunakan di dalam
penelitian, karena sebagaimana pengertiannya tentang tanda – tanda dan
berbagai hal yang berhubungan dengan iklan, cara berfungsi, hubungannya
dengan tanda – tanda lain, pengiriman dan penerimaan pesan, serta cara
mengkomunikasikannya.
Peneliti tertarik menggunakan semiotika Pierce karena memang
analisis yang digunakan tentang esensi tanda mengarah pada pembuktian
bahwa setiap tanda ditentukan oleh obyeknya. Pertama dengan mengikuti
sebuah obyek, ketika kita menyebut tanda sebuah ikon dalam iklan ini ikonnya
adalah seragam putih, celana perempuan, model remaja dan warung, menjadi
kenyataan dan keberadaannya berkaitan dengan obyek individual, ketika kita
ketawa, mengejek, tulisan ”Fruit Tea”, tulisan ”Gokil Nih”, tulisan ”SOSRO
ahlinya teh”. Ketiga, kurang lebih perkiraan yang pasti bahwa hal itu
dinterpretasikan sebagai obyek denotatif sebagai akibat dari suatu kebiasaan
ketika kita menyebut tanda sebuah simbol, simbol dari penelitian ini yaitu as,
warung, gesture talent, ketawa, mengejek (Sobur, 2006:35).
Sementara itu, pesan yang dikemukakan dalam pesan iklan tersebut,
disosialisasikan kepada khalayak sasaran melalui tanda. Secara garis besar,
tanda dapat dilihat dari dua aspek, yaitu tanda verbal dan tanda visual. Tanda
verbal akan didekati dari ragam bahasanya, tema, dan pengertian yang
didapatkan. Sedangkan tanda visual akan dilihat dari cara
menggambarkannya, apakah secara ikonis, indeksikal, atau simbolis, dan
bagaimana cara mengungkapkan idiom estetiknya. Tanda-tanda yang telah
dilihat dan dibaca dari dua aspek secara terpisah, kemudian diklasifikasikan,
dan dicari hubungan antara yang satu dengan lainnya
(http://www.desaingrafisindonesia.com/2007/10/15/semiotika-iklan-sosial/).
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang
representasi kenakalan remaja dalam iklan Fruit Tea versi ”Pulo Gadung”.
1.2.Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka perumusan masalah dalam penelitian
ini adalah bagaimanakah representasi kenakalan remaja dalam iklan Fruit Tea
1.3.Tujuan Penelitian
Dari perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan
dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui representasi kenakalan remaja
dalam iklan Fruit Tea versi “Pulo Gadung”.
1.4.Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan praktis
Diharapkan dapat menjadi kerangka acuan bagi pihak Editor untuk
menghasilkan iklan yang lebih inovatif dan variatif dalam
menggambarkan realitas kehidupan, cermin budaya masyarakat,
sehingga mudah dipahami oleh masyarakat.
2. Kegunaan teoritis
Sebagai bahan acuan serta menambah referensi perpustakaan khususnya
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Kepribadian
Kepribadian adalah organisasi dinamik dari suatu sistem psikologis
yang terdapat dalam diri seseorang yang pada gilirannya menentukan
penyesuaianpenyesuaian khas yang dilakukan terhadap lingkungannya.
Artinya, kepribadian dapat diartikan sebagai keseluruhan cara yang digunakan
oleh seseorang untuk bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain (Siagian,
1995 : 94).
Ditambahkan bahwa ada tiga faktor yang dapat membentuk
kepribadian seseorang, yakni faktor-faktor yang dibawa sejak lahir
(keturunan), lingkungan, dan faktor-faktor situasi. Sebaliknya, Indrawijaya
(1989 : 36) menyatakan bahwa kepribadian adalah fungsi dari hereditas atau
pembawaan sejak lahir dan lingkungan/pengalaman. Dapat disimpulkan
sebagai berikut.
a. Keturunan
Kepribadian seseorang merupakan struktur-struktur yang berhubungan
dengan asas-asas keturunan. Faktor-faktor keturunan ini dibawa sejak lahir
sehingga diwarisi dari orang tuanya yang berkisar pada komposisi
biologis, fisiologis dan psikologis, yang secara inheren terdapat dalam diri
seseorang.
b. Lingkungan
Kepribadian seseorang dipengaruhi oleh pengalamannya, yakni interaksi
dengan lingkungannya. Indrawijaya mengatakan bahwa faktor lingkungan
di sini adalah faktor kebudayaan dan faktor kelas sosial dan nilai kerja.
Lebih lanjut diterangkan oleh Robbins (1991 : 90) dan Siagian (1995 : 94)
bahwa pengalaman seseorang dengan lingkungannya seperti ajaran disiplin
dalam keluarga, kultur tempat seseorang dibesarkan.
c. Situasi
Kepribadian seseorang dipengaruhi oleh situasi-situasi khusus. Reaksi
seseorang terhadap situasi tertentu bisa berbeda pada waktu yang
berlainan.
2.1.2. Sikap
2.1.2.1.Pengertian Sikap
Menurut Rakhmat (2002:40) Sikap adalah kecenderungan bertindak,
berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau
nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk
berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh
berupa benda, orang, tempat, gagasan atau situasi, atau kelompok.
Menurut Secord & Backman (1964) dalam Azwar (2007:5), sikap
didefinsikan sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi),
pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap
terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang yaitu komponen kognitif
(cognitive), komponen afektif (affective), dan komponen konatif (conative).
Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu
pemiliki sikap, komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut
aspek emosional, dan komponen konatif merupakan aspek kecenderungan
berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. (Azwar,
2007:24)
Sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Sikap bukan sekedar
rekaman masa lalu, ettapi juga menentukan apakah orang harus pro atau
kontra terhadap sesuatu, menentukan apa yang disukai, diharapkan, dan
diinginkan, mengesampingkan apa yang tidak diinginkan, apa yang harus
dihindari (Sherif, 1956 dalam Rakhmat, 2002:40)
2.1.2.2.Pembentukan Sikap
Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh
individu. Interaksi sosial mengandung arti lebih daripada sekedar adanya
kontak sosial dan hubungan antar individu sebagai anggota kelompok sosial.
Dalam interaksi sosial, terjadi hubungan saling mempengaruhi di antara
individu yang satu dengan yang lain, terjadi hubungan timbal balik yang turut
mempengaruhi pola perilaku masing-masing individu sebagai anggota
masyarakat. Lebih lanjut, interaksi sosial itu meliputi hubungan antara
individu dengan lingkungan fisik maupun lingkungan psikologis di
Dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap
tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Diantara
berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman
pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi
atau lembaga pedidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri
individu. (Azwar, 2007:30)
2.1.2.3.Struktur Sikap
Mengikuti skema triadik, struktur sikap terdiri atas tiga komponen
yang saling menunjang yaitu (Azwar, 2007:23):
1. Komponen Kognitif
Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai
oleh individu-individu pemilik sikap. Komponen kognitif berisi
kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar
bagi objek sikap. Kepercayaan datang dari apa yang dilihat atau apa yang
telah diketahui. Berdasarkan apa yang telah dilihat itu kemudian terbentuk
suatu ide atau gagasan mengenai sifat atau karakteristik umum suatu
objek.
Sekali kepercayaan itu telah terbentuk, maka ia akan menjadi dasar
pengetahuan seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari objek
tersebut. Dengan demikian, interaksi kita dengan pengalaman di masa
datang serta prediksi mengenai pengalaman tersebut akan lebih
maka fenomena dunia di sekitar kita pasti menjadi terlalu kompleks untuk
dihayati dan sulitlah untuk ditafsirkan artinya.
Kepercayaan sebagai komponen kognitif tidak selalu akurat.
Kadnag-kadang kepercayaan itu terbentuk justru dikarenakan kurang atau
tidaknya informasi yang benar mengenai objek yang dihadapi.
2. Komponen Afektif
Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif
seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara umum, komponen ini
disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Namun,
pengertian perasaan pribadi seringkali sangat berbeda perwujudannya bila
dikaitkan dengan sikap.
Pada umumnya, reaksi emosional yang merupakan komponen afektif
ini banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang kita percayai
sebagai benar dan berlaku bagi objek termaksud.
3. Komponen Perilaku
Komponen perilaku atau komponen konatif dalam struktur sikap
menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang
ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.
Kaitan ini didasari oleh asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak
mempengaruhi perilaku. Maksudnya, bagaimana orang berperilaku dalam
situasi tertentu dan terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh
bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut.
dan perasaan ini membentuk sikap individual. Karena itu, adalah logis
untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang akan dicerminkannya dalam
bentuk tendensi perilaku terhadap objek.
Konsistensi antara kepercayaan sebagai komponen kognitif, perasaan
sebagai komponen afektif, dengan tendensi perilaku sebagai komponen
konatif seperti itulah yang menjadi landasan dalam usaha penyimpulan
sikap yang dicerminkan oleh jawaban terhadap skala sikap.
Pengertian kecenderungan berperilaku menunjukkan bahwa
komponen konatif meliputi bentuk perilaku yang tidak ahnya dapat dilihat
secara langsung saja, akan tetapi meliputi pula bentuk –bentuk perilaku
berupa pernyataan atau perkataan yang diucapkan oleh seseorang.
2.1.2.4.Fungsi Sikap
Menurut Sutisna (2003:103) mengaklasifikasikan sikap antara lain
yaitu:
1. Fungsi utilitarian
Fungsi utilitarian berhubungan dengan prinsip-prinsip dasar imbalan dan
hukuman. Konsumen mengembangkan beberapa sikap terhadap produk
atas dasar apakah produk itu memberikan kesenangan atau justru
kekecewaan.
2. Fungsi Ekspresi Nilai
Sikap yang dikembangkan oleh konsumen terhadap suatu merek produk
bukan didasarkan atas manfaat produk itu, tetapi lebih didasarkan atas
dirinya, Ketika kosnumen membeli suatu merek produk, manfaat inti dari
produk itu tidak lagi menjadi perhatiannya, tetapi pusat perhatiannya
adlaah apakah merek produk itu mampu membantu dirinya dalam
mengekspresikan nilai-nilai yang diinginkannya.
3. Fungsi Mempertahankan Ego
Sikap yang dkembangkan oleh konsumen cenderung untuk melindunginya
dari tantangan eksternal maupun perasaan internal, sehingga membentuk
fungsi mempertahankan ego.
4. Fungsi Pengetahuan
Sikap membantu konsumen mengorganisasikan informasi yang begitu
banyak yang setiap hari dipaparkan pada dirinya. Dari seluruh informasi
itu konsumen memilah-milah informasi yang relevan dan tidak relevan
dengan kebutuhannya. Infromasi yang tidak relevan akan diabaikan begitu
saja. Fungsi pengetahuan juga bisa membantu mengurangi ketidakpastian
dan kebingungan. Jika seseorang konsumen sebelumnya telah mengetahui
kualitas merek produk yang akan dibelinya, maka hal itu akan mengurangi
ketidakpastian atas resiko pembelian.
2.1.3. Pelajar
Remaja adalah usia transisi. Seorang individu, telah meninggalkan usia
kanak-kanak yang lemah dan penuh kebergantungan, akan tetapi belum
mampu ke usia yang kuat dan penuh tanggung jawab, baik terhadap dirinya
maupun terhadap masyarakat. Banyaknya masa transisi ini bergantung kepada
masyarakat semakin panjang usia remaja, kaerna ia harus mempersiapkan diri
untuk menyesuaikan diri dalam masyarakat yang banyak syarat dan
tuntutannya. (http://gudanginfo.info/tag/arti-pelajar/)
Pelajar SLTA ini termasuk dalam katagori masa remaja yang usianya
kisaran 15 sampai dengan 18 tahun. Pelajar itu sendiri terdiri dari beberapa
tingkatan yaitu pelajar Sekolah Dasar yang usianya bekisar 6 tahun sampai
dengan 12 tahun, Pelajar Sekolah Menengah Pertama yang usianya berkisar 13
tahun sampai dengan 15 tahun, dan pelajar Sekolah Menengah Atas yang
usianya berkisar antara 16 tahun sampai dengan 18 tahun. Pelajar SLTA itu
sendiri adalah anak-anak yang usianya berkisar dari 16 tahun sampai dengan
18 tahun yang memperoleh pendidikan formal di sekolah.
Ada beberapa ciri utama dari pada masa remaja atau pubertas yaitu :
Pertama, ciri primer, yaitu matangnya organ seksual yang ditandai dengan
adanya menstruasi ( menarche) pertama pada anak wanita dan produksi cairan
sperma pertama ( nocturnal seminal emisión ) pada anak laki-laki. Yang
dimaksud dengan peristiwa menarche ( menstruasi ) ahíla terjainya
pendarahan pertama pada alat kelamin wanita. Hal ini disebabkan karena
kelenjar wanita ( ovarium ) mulai berfungsi yaitu memasakkan sel telur (
ovum ) dan sel telur yang masak itu lalu keluar dari indung telur ( ovarium ).
Peristiwa ini dinamai ovulasi. Bila sel telur ( ovum ) yang masak itu
disalurkan ke saluran telur kemudian tidak dibuahi maka ia akan keluar
bersama darah, yang berasal dari permukaan rahim.
Menurut ilmu kedokteran telur yang sedang masak itu menghasilkan
perempuan ini baik jasmaniah maupun rohaniah. Pada peristiwa menarche ini
anak wanita tidak mengalami kesenangan malah lebih banyak mengalami
gangguan seperti sakit perut, sakit kepala, badan tidak enak, dan lain-lain.
Kedua ciri sekunder, meliputi perubahan pada bentuk tubuh pada
kedua jenis kelamin itu. Anak wanita mulai tumbuh buah dada, pinggul
membesar, paha membesar karena tumpukan zat lemak dan tumbuh bulu-bulu
pada alat kelamin dan ketiak. Pada anak laki-laki terjadi peubahan otot, bahu
melebar, suara mulai berubah, tumbuh bulu-bulu pada alat kelamin dan ketiak
serta kumis pada bibir. Disamping itu terjadi pula pertambahan berat badan
pada kedua jenis kelamin itu.
Ketiga, ciri terrier, yang dimaksud dengan ciri tertier ahli ciri-ciri yang
tampak pada perubahan tingkah laku. Perubahan ituerat juga sangkut pautnya
dengan perubahan psikis, yaitu perubahan tingkah laku yang tampak seperti
perubahan minat, antara lain minat belajar berkurang, timbul minat terhadap
jenis kelamin lainnya, juga minat terhadak kerja menurun. Anak perempuan
mulai sering memperhatikan dirinya. Perubahan lain tampak juga pada emosi,
pandangan hidup, sikap dan sebaginya. Karena perubahan tingkah laku inilah
maka jiwanya selalu gelisah. Dan sering pula konflik dengan orang tua karena
adanya perbedaan sikap dan pandangan hidup. Kadang-kadang juga
bertentangan dengan lingkungan masyarakat dikarenakan adanya perbedaan
norma yang dianutnya dengan norma yang berlaku dalam lingkungan.
2.1.4. Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja biasa disebut dengan istilah Juvenile berasal dari
bahasa Latin juvenilis, yang artinya anak-anak, anak muda, ciri karakteristik
pada masa muda, sifat-sifat khas pada periode remaja, sedangkan delinquent
berasal dari bahasa latin “delinquere” yang berarti terabaikan, mengabaikan,
yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, nakal, anti sosial, kriminal,
pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau peneror, durjana dan lain
sebagainya. Juvenile delinquency atau kenakalan remaja adalah perilaku jahat
atau kenakalan anakanak muda, merupakan gejala sakit (patologis) secara
sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk
pengabaian sosial, sehingga mereka mengembangkan bentuk perilaku yang
menyimpang. Istilah kenakalan remaja mengacu pada suatu rentang yang luas,
dari tingkah laku yang tidak dapat diterima sosial sampai pelanggaran status
hingga tindak kriminal. (Kartono, 2003)
Mussen dkk (1994), mendefinisikan kenakalan remaja sebagai perilaku
yang melanggar hukum atau kejahatan yang biasanya dilakukan oleh anak
remaja yang berusia 16-18 tahun, jika perbuatan ini dilakukan oleh orang
dewasa maka akan mendapat sangsi hukum. Hurlock (1973) juga menyatakan
kenakalan remaja adalah tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh
remaja, dimana tindakan tersebut dapat membuat seseorang individu yang
melakukannya masuk penjara. Sama halnya dengan Conger (1976) & Dusek
dilakukan oleh seseorang individu yang berumur di bawah 16 dan 18 tahun
yang melakukan perilaku yang dapat dikenai sangsi atau hukuman.
Sarwono (2002) mengungkapkan kenakalan remaja sebagai tingkah
laku yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana, sedangkan
Fuhrmann (1990) menyebutkan bahwa kenakalan remaja suatu tindakan anak
muda yang dapat merusak dan menggangu, baik terhadap diri sendiri maupun
orang lain. Santrock (1999) juga menambahkan kenakalan remaja sebagai
kumpulan dari berbagai perilaku, dari perilaku yang tidak dapat diterima
secara sosial sampai tindakan kriminal.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
kecenderungan kenakalan remaja adalah kecenderungan remaja untuk
melakukan tindakan yang melanggar aturan yang dapat mengakibatkan
kerugian dan kerusakan baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain yang
dilakukan remaja di bawah umur 17 tahun.
2.1.4.1.Bentuk dan Aspek-Aspek Kenakalan Remaja
Menurut Kartono (2003), bentuk-bentuk perilaku kenakalan remaja
dibagi menjadi empat, yaitu :
a. Kenakalan terisolir (Delinkuensi terisolir)
Kelompok ini merupakan jumlah terbesar dari remaja nakal. Pada
umumnya mereka tidak menderita kerusakan psikologis. Perbuatan nakal
mereka didorong oleh faktor-faktor berikut :
1) Keinginan meniru dan ingin konform dengan gangnya, jadi tidak ada
2) Mereka kebanyakan berasal dari daerah kota yang transisional sifatnya
yang memiliki subkultur kriminal. Sejak kecil remaja melihat adanya
gang-gang kriminal, sampai kemudian dia ikut bergabung. Remaja
merasa diterima, mendapatkan kedudukan hebat, pengakuan dan
prestise tertentu.
3) Pada umumnya remaja berasal dari keluarga berantakan, tidak
harmonis, dan mengalami banyak frustasi. Sebagai jalan keluarnya,
remaja memuaskan semua kebutuhan dasarnya di tengah lingkungan
kriminal. Gang remaja nakal memberikan alternatif hidup yang
menyenangkan.
4) Remaja dibesarkan dalam keluarga tanpa atau sedikit sekali
mendapatkan supervisi dan latihan kedisiplinan yang teratur, sebagai
akibatnya dia tidak sanggup menginternalisasikan norma hidup
normal. Ringkasnya, delinkuen terisolasi itu mereaksi terhadap tekanan
dari lingkungan sosial, mereka mencari panutan dan rasa aman dari
kelompok gangnya, namun pada usia dewasa, mayoritas remaja nakal
ini meninggalkan perilaku kriminalnya, paling sedikit 60 % dari
mereka menghentikan perilakunya pada usia 21-23 tahun. Hal ini
disebabkan oleh proses pendewasaan dirinya sehingga remaja
menyadari adanya tanggung jawab sebagai orang dewasa yang mulai
b. Kenakalan neurotik (Delinkuensi neurotik)
Pada umumnya, remaja nakal tipe ini menderita gangguan kejiwaan yang
cukup serius, antara lain berupa kecemasan, merasa selalu tidak aman,
merasa bersalah dan berdosa dan lain sebagainya. Ciri - ciri perilakunya
adalah :
1) Perilaku nakalnya bersumber dari sebab-sebab psikologis yang sangat
dalam, dan bukan hanya berupa adaptasi pasif menerima norma dan
nilai subkultur gang yang kriminal itu saja.
2) Perilaku kriminal mereka merupakan ekspresi dari konflik batin yang
belum terselesaikan, karena perilaku jahat mereka merupakan alat
pelepas ketakutan, kecemasan dan kebingungan batinnya.
3) Biasanya remaja ini melakukan kejahatan seorang diri, dan
mempraktekkan jenis kejahatan tertentu, misalnya suka memperkosa
kemudian membunuh korbannya, kriminal dan sekaligus neurotik.
4) Remaja nakal ini banyak yang berasal dari kalangan menengah, namun
pada umumnya keluarga mereka mengalami banyak ketegangan
emosional yang parah, dan orangtuanya biasanya juga neurotik atau
psikotik.
5) Remaja memiliki ego yang lemah, dan cenderung mengisolir diri dari
lingkungan.
6) Motif kejahatannya berbeda-beda.
c. Kenakalan psikotik (Delinkuensi psikopatik)
Delinkuensi psikopatik ini sedikit jumlahnya, akan tetapi dilihat dari
kepentingan umum dan segi keamanan, mereka merupakan oknum
kriminal yang paling berbahaya. Ciri tingkah laku mereka adalah :
1) Hampir seluruh remaja delinkuen psikopatik ini berasal dan dibesarkan
dalam lingkungan keluarga yang ekstrim, brutal, diliputi banyak
pertikaian keluarga, berdisiplin keras namun tidak konsisten, dan
orangtuanya selalu menyia-nyiakan mereka, sehingga mereka tidak
mempunyai kapasitas untuk menumbuhkan afeksi dan tidak mampu
menjalin hubungan emosional yang akrab dan baik dengan orang lain.
2) Mereka tidak mampu menyadari arti bersalah, berdosa, atau
melakukan pelanggaran.
3) Bentuk kejahatannya majemuk, tergantung pada suasana hatinya yang
kacau dan tidak dapat diduga. Mereka pada umumnya sangat agresif
dan impulsif, biasanya mereka residivis yang berulang kali keluar
masuk penjara, dan sulit sekali diperbaiki.
4) Mereka selalu gagal dalam menyadari dan menginternalisasikan
normanorma sosial yang umum berlaku, juga tidak peduli terhadap
norma subkultur gangnya sendiri.
5) Kebanyakan dari mereka juga menderita gangguan neurologis,
sehingga mengurangi kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri.
Psikopat merupakan bentuk kekalutan mental dengan karakteristik
orangnya tidak pernah bertanggung jawab secara moral, selalu
mempunyai konflik dengan norma sosial dan hukum. Mereka sangat
egoistis, anti sosial dan selalu menentang apa dan siapapun. Sikapnya
kasar, kurang ajar dan sadis terhadap siapapun tanpa sebab.
d. Kenakalan defek moral (Delinkuensi defek moral)
Defek (defect, defectus) artinya rusak, tidak lengkap, salah, cedera, cacat,
kurang. Delinkuensi defek moral mempunyai ciri-ciri: selalu melakukan
tindakan anti sosial, walaupun pada dirinya tidak terdapat penyimpangan,
namun ada disfungsi pada inteligensinya. Kelemahan para remaja
delinkuen tipe ini adalah mereka tidak mampu mengenal dan memahami
tingkah lakunya yang jahat, juga tidak mampu mengendalikan dan
mengaturnya, mereka selalu ingin melakukan perbuatan kekerasan,
penyerangan dan kejahatan, rasa kemanusiaannya sangat terganggu,
sikapnya sangat dingin tanpa afeksi jadi ada kemiskinan afektif dan
sterilitas emosional. Terdapat kelemahan pada dorongan instinktif yang
primer, sehingga pembentukan super egonya sangat lemah. Impulsnya
tetap pada taraf primitif sehingga sukar dikontrol dan dikendalikan.
Mereka merasa cepat puas dengan prestasinya, namun perbuatan mereka
sering disertai agresivitas yang meledak. Remaja yang defek moralnya
biasanya menjadi penjahat yang sukar diperbaiki. Mereka adalah para
residivis yang melakukan kejahatan karena didorong oleh naluri rendah,
impuls dan kebiasaan primitif, di antara para penjahat residivis remaja,
perkembangan mental yang salah, jadi mereka menderita defek mental.
Hanya kurang dari 20 % yang menjadi penjahat disebabkan oleh faktor
sosial atau lingkungan sekitar.
2.1.4.1.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecenderungan Kenakalan
Remaja
Faktor-faktor kenakalan remaja menurut Santrock, (1996) lebih rinci
dijelaskan sebagai berikut :
a. Identitas
Menurut teori perkembangan yang dikemukakan oleh Erikson (dalam
Santrock, 1996) masa remaja ada pada tahap di mana krisis identitas
versus difusi identitas harus di atasi. Perubahan biologis dan sosial
memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi terjadi pada kepribadian
remaja: (1) terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya
dan (2) tercapainya identitas peran, kurang lebih dengan cara
menggabungkan motivasi, nilai-nilai, kemampuan dan gaya yang dimiliki
remaja dengan peran yang dituntut dari remaja.
b. Kontrol diri
Kenakalan remaja juga dapat digambarkan sebagai kegagalan untuk
mengembangkan kontrol diri yang cukup dalam hal tingkah laku.
Beberapa anak gagal dalam mengembangkan kontrol diri yang esensial
yang sudah dimiliki orang lain selama proses pertumbuhan. Kebanyakan
remaja telah mempelajari perbedaan antara tingkah laku yang dapat
melakukan kenakalan tidak mengenali hal ini. Mereka mungkin gagal
membedakan tingkah laku yang dapat diterima dan yang tidak dapat
diterima, atau mungkin mereka sebenarnya sudah mengetahui perbedaan
antara keduanya namun gagal mengembangkan kontrol yang memadai
dalam menggunakan perbedaan itu untuk membimbing tingkah laku
mereka.
c. Usia
Munculnya tingkah laku anti sosial di usia dini berhubungan dengan
penyerangan serius nantinya di masa remaja, namun demikian tidak semua
anak yang bertingkah laku seperti ini nantinya akan menjadi pelaku
kenakalan, seperti hasil penelitian dari McCord (dalam Kartono, 2003)
yang menunjukkan bahwa pada usia dewasa, mayoritas remaja nakal tipe
terisolir meninggalkan tingkah laku kriminalnya. Paling sedikit 60 % dari
mereka menghentikan perbuatannya pada usia 21 sampai 23 tahun.
d. Jenis kelamin
Remaja laki- laki lebih banyak melakukan tingkah laku anti sosial
daripada perempuan. Menurut catatan kepolisian Kartono (2003) pada
umumnya jumlah remaja laki- laki yang melakukan kejahatan dalam
kelompok gang diperkirakan 50 kali lipat daripada gang remaja
perempuan.
e. Harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah
Remaja yang menjadi pelaku kenakalan seringkali memiliki harapan yang
tidak begitu bermanfaat untuk kehidupannya sehingga biasanya nilai-nilai
mereka terhadap sekolah cenderung rendah. Mereka tidak mempunyai
motivasi untuk sekolah.
f. Proses keluarga
Faktor keluarga sangat berpengaruh terhadap timbulnya kenakalan remaja.
Kurangnya dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian orangtua
terhadap aktivitas anak, kurangnya penerapan disiplin yang efektif,
kurangnya kasih sayang orangtua dapat menjadi pemicu timbulnya
kenakalan remaja.
g. Pengaruh teman sebaya
Memiliki teman-teman sebaya yang melakukan kenakalan meningkatkan
risiko remaja untuk menjadi nakal. Pada sebuah penelitian Santrock (1996)
terhadap 500 pelaku kenakalan dan 500 remaja yang tidak melakukan
kenakalan di Boston, ditemukan persentase kenakalan yang lebih tinggi
pada remaja yang memiliki hubungan reguler dengan teman sebaya yang
melakukan kenakalan.
h. Kelas sosial ekonomi
Ada kecenderungan bahwa pelaku kenakalan lebih banyak berasal dari
kelas sosial ekonomi yang lebih rendah dengan perbandingan jumlah
remaja nakal di antara daerah perkampungan miskin yang rawan dengan
daerah yang memiliki banyak privilege diperkirakan 50 : 1 (Kartono,
2003). Hal ini disebabkan kurangnya kesempatan remaja dari kelas sosial
masyarakat. Mereka mungkin saja merasa bahwa mereka akan
mendapatkan perhatian dan status dengan cara melakukan tindakan anti
sosial. Menjadi “tangguh” dan “maskulin” adalah contoh status yang
tinggi bagi remaja dari kelas sosial yang lebih rendah, dan status seperti ini
sering ditentukan oleh keberhasilan remaja dalam melakukan kenakalan
dan berhasil meloloskan diri setelah melakukan kenakalan.
i. Kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal
Komunitas juga dapat berperan serta dalam memunculkan kenakalan
remaja. Masyarakat dengan tingkat kriminalitas tinggi memungkinkan
remaja mengamati berbagai model yang melakukan aktivitas kriminal dan
memperoleh hasil atau penghargaan atas aktivitas kriminal mereka.
Masyarakat seperti ini sering ditandai dengan kemiskinan, pengangguran,
dan perasaan tersisih dari kaum kelas menengah. Kualitas sekolah,
pendanaan pendidikan, dan aktivitas lingkungan yang terorganisir adalah
faktor- faktor lain dalam masyarakat yang juga berhubungan dengan
kenakalan remaja.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang
paling berperan menyebabkan timbulnya kecenderungan kenakalan remaja
adalah faktor keluarga yang kurang harmonis dan faktor lingkungan terutama
teman sebaya yang kurang baik, karena pada masa ini remaja mulai bergerak
meninggalkan rumah dan menuju teman sebaya, sehingga minat, nilai, dan
norma yang ditanamkan oleh kelompok lebih menentukan perilaku remaja
2.1.5. Televisi Sebagai Media Periklanan
McLuhan mengatakan bahwa kecenderungan yang pasti dari
periklanan adalah selalu berusaha menampakkan produk sebagai salah satu
bagian integral dari produk sosial dan kebutuhan sosial yang luas. (Bungin,
2001:122). Iklan bagaikan sebuah dunia magis yang dapat mengubah
komoditas ke dalam situasi gemerlap yang memikat dan mempesona, sebuah
sistem yang keluar dari imajinasi dan muncul ke dalam dunia nyata melalui
media.
Televisi merupakan media yang paling disukai oleh para pengiklan.
Hal tersebut disebabkan keistimewaan televisi yang mempunyai unsur audio
dan visual. Sehingga para pengiklan percaya bahwa televisi mampu
menambah daya tarik iklan dibanding media lain. Televisi juga diyakini sangat
berorientasi mengingatkan khalayak sasaran terhadap pesan yang
disampaikan.
Menurut Basril Djabar dalam Sumartono (2001:5) mengungkapkan hal
yang sama mengenai pentingnya beriklan, bahwa beriklan merupakan upaya
kreatif untuk memperkenalkan suatu produk melalui media, apapun medianya.
Dengan beriklan, masyarakat akan mengenal suatu produk, dan keberhasilan
dalam mempromosikan suatu produk akan menggulirkan suatu kegiatan
ekonomi, mulai dari produsen kepada masyarakat (konsumen).
Sementara itu beriklan merupakan bentuk presentasi non personal yang
mempromosikan gagasan, produk (barang atau jasa) yang dibiayai oleh pihak
Televisi merupakan media dari jaringan komunikasi dengan ciri-ciri
yang dimiliki oleh komunikasi massa. Televisi telah banyak memberikan
pengaruh-pengaruh dalam banyak kehidupan manusia. Televisi lahir karena
perkembangan teknologi yang semakin maju. Sebagai media massa yang
muncul belakangan dibanding media cetak, televisi baru berperan selama tiga
puluh tahun. Televisi ini sendiri lahir setelah adanya beberapa penemuan
teknologi, seperti telepon, telegraf, fotografi, serta rekaman suara. Terlepas
dari semua itu, pada kenyataannya media televisi dapat dibahas secara
mendalam, baik dari segi isi pesan maupun penggunaannya (Kuswandi, 1996 :
6).
Televisi saat ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan
manusia. Banyak orang yang menghabiskan waktunya lebih lama di depan
pesawat televisi dibandingkan dengan waktu yang digunakan untuk ngobrol
dengan keluarga atau pasangan mereka. Bagi banyak orang televisi adalah
teman, televisi menjadi cermin perilaku masyarakat dan televisi dapat menjadi
candu. (Morrisan, 2004:1).
Televisi merupakan media periklanan yang efektif, karena mempunyai
kelebihan-kelebihan dalam beriklan, antara lain :
a. Lebih dapat menarik perhatian.
b. Lebih mudah -mempengaruhi khalayak.
c. Dapat memilih waktu dalam menampilkan iklan.
Televisi merupakan media yang paling disukai oleh para pemasang
iklan. Hal tersebut disebabkan keistimewaan televisi yang mempunyai unsur
audio dan visual, sehingga para pengiklan percaya bahwa televisi mampu
menambah daya tarik iklan dibanding media lainnya. Televisi juga diyakini
sangat berpotensi mengingatkan khalayak terhadap pesan yang disampaikan.
Hal ini pula yang menyebabkan nilai belanja iklan di televisi semakin lama
semakin meningkat (Kasali, 1992 : 172).
Bukti keefektifan televisi sebagai media beriklan disebabkan oleh
beberapa kekuatan yang dimiliki media televisi, sebagaimana dinyatakan oleh
Kasali (1992 : 121) sebagai berikut :
1. Efisiensi biaya
Banyak para pemasang iklan memandang televisi sebagai media yang
paling efektif untuk menyampaikan pesan-pesan komersial atau no
komersial. Salah satu keunggulannya adalah kemampuan menjangkau
khalayak sasaran yang sangat luas. Jutaan orang menonton televisi secara
teratur. Televisi tidak hanya menjangkau khalayak sasaran yang dapat
dicapai oleh media lainnya, tetapi juga khalayak yang tidak terjangkau
oleh media cetak.
2. Dampak yang kuat
Keunggulan lainnya adalah kemampuannya menimbulkan dampak yang
kuat terhadap konsumen atau penonton, dengan tekanan pada sekaligus
menciptakan kelenturan bagi pekerjaan-pekerjaan kreatif dengan
mengkombinasikan gerakan, kecantikan, suara, warna, drama dan humor.
3. Pengaruh yang kuat
Televisi mempunyai kemampuan yang kuat untuk mempengaruhi persepsi
khalayak sasaran. Sebagian besar masyarakat meluangkan waktunya di
depan televisi, sebagai sumber berita, hiburan dan sarana pendidikan.
Sebagai calon pembeli lebih percaya pada perusahaan yang mengiklankan
produknya di televisi daripada yang tidak sama sekali, sebab hal itu
merupakan cerminan bonafiditas pengiklanan.
Dari beberapa pendapat di atas tampak bahwa televisi merupakan
media komunikasi iklan yang efektif dan efisien. Hal ini bisa dilihat dari
beberapa faktor misalnya efisiensi biaya, dampak yang dihasilkan dari iklan
sangat kuat dan juga pengaruh yang dihasilkan dari media televisi juga sangat
kuat. Hal ini yang membuat para pengiklan berbondong-bondong
menggunakan televisi sebagai sarana pengiklanan, dan juga perkembangan
teknologi yang sangat cepat membuat iklan melewati media televisi lebih
menarik.
2.1.6. Sejarah Periklanan Di Indonesia
Pertumbuhan iklan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh modal swasta
di sektor perkebunan dan pertambangan pada tahun 1870. Pada jaman ini,
beredar iklan brosur untuk pertama kalinya. Iklan tersebut berisi promosi
perusahaan komersial. Selain brosur, digunakan pula iklan display.Pada awal
masalah perekonomian. Biro reklame pada masa itu dapat dikelompokkan
dalam kategori besar (biasanya dimiliki oleh orang Belanda), menengah, dan
kecil (dimiliki oleh orang Tionghoa dan bumiputera). Biro reklame Indonesia
kembali bangkit sekitar 1930-1942. Iklan yang dikeluarkan semakin beragam
(pencarian kerja, pernikahan, kematian, serta perjalanan). Iklan juga sempat
menjadi sarana propaganda Jepang di Indonesia.
(http://www.halamansatu.net/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id
=264)
Namun, pada masa itu tetap banyak iklan lain seperti pasta gigi, batik,
tawaran kursus dan tak ketinggalan iklan bioskop yang menayangkan film
Jepang. Pasca kemerdekaan, muncul iklan himbauan untuk menyumbangkan
dana bagi kepentingan perjuangan, pertahanan kemerdekaan, pembangunan
atau perbaikan sekolah dan mengaktifkan BPKKP. Iklan ini tercatat sebagai
iklan layanan masyarakat pertama dalam sejarah periklanan Indonesia.
Pada tahun 1963, berdiri perusahaan periklanan InterVista Ltd yang
dikelola (sekaligus didirikan) oleh Nuradi, mantan diplomat yang pernah
bekerja di perusahaan periklanan SH Benson cabang Singapura. Perusahaan
ini dianggap sebagai perintis periklanan modern di Indonesia dengan
pelayanan menyeluruh seperti media planning, account management, riset, dan
bidang lain.Saat ini, berbagai perusahaan periklanan di Indonesia tergabung
dalam suatu asosiasi yaitu PPPI. Asosiasi perusahaan periklanan ini terwakili
pula dalam keanggotaan Dewan Pers yang secara resmi dituangkan dalam UU
Di Indonesia, Masyarakat Periklanan Indonesia mengartikan iklan
sebagai segala bentuk pesan tentang suatu produk atau jasa yang disampikan
lewat suatu media dan ditunjukkan kepada sebagian atau seluruh masyarakat.
Sementara istilah periklanan diartikan sebagai keseluruhan proses yang
meliputi persiapan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan penyampaian
iklan. (Widyatama, 2007:16)
2.1.7. Periklanan
Definisi standar dari periklanan biasanya mengandung enam elemen.
Pertama, periklanan adalah bentuk komunikasi yang dibayar. Kedua, selain
pesan yang harus diampaikan harus dibayar, dalam iklan juga terjadi
identifikasi sponsor. Upaya membujuk dan mempengaruhi konsumen
merupakan elemen ketiga dalam definisi periklanan. Keempat, periklanan
memerlukan elemen media massa sebagai media penyampai pesan. Sifat non
personal merupakan elemen kelima dalam definisi periklanan, dan elemen
keenam adalah audiens. Berdasarkan keenam elemen tersebut, Wells, Burnett
dan Moriarty (1998) dalam Sutisna (2003:276) mendefinisikan periklanan
sebagai “Advertising is paid non personal communication from an identified
sponsor using mass media to persuade or influence an audience”.
Tiga tujuan utama dari periklanan yaitu menginformasikan, membujuk
dan mengingatkan. Periklanan informatif berarti pemasar harus merancang
iklan sedemikian rupa agar hal-hal penting mengenai produk bisa
Dari pengertian iklan sebagaimana tersebut di atas sekalipun terdapat
beberapa perspektif yang berbeda-beda, namun sebagian besar definisi
mempunyai kesamaan. Kesamaan tersebut dapat dirangkum dalam bentuk
prinsip pengertian iklan, dimana dalam iklan mengandung enam prinsip dasar,
yaitu sebagai berikut (Widyatama, 2007:17):
1. Adanya pesan tertentu
Sebuah iklan tidak akan ada tanpa adanya pesan. Tanpa pesan, iklan
tidak akan berwujud. Bila di media ia hanya ruang kosong tanpa tulisan,
gambar atau bentuk apapun, bila di media radio, tidak akan terdengar suara
apapun, bila di media televisi, tidak terlihat gambar dan suara apapun,
maka ia tidak dapat disebut iklan karena tidak terdapat pesan.
Pesan yang disampaikan oleh sebuah oleh sebuah iklan, dapat
berbentuk perpaduan antara pesan verbal dan pesan non verbal. Pesan
verbal adalah pesan yang disampaikan baik secara lisan maupun tulisan.
Di dalam pesan verbal ia merupakan rangkaian kata-kata yang tersusun
dari huruf vokal dan konsonan yang membentuk makna tertentu. Bentuk
pesan verbal lisan dapat disampaikan melalui media audio maupun media
audio visual. Sementara pesan verbal tulisan dapat disampaikan melalui
media cetak dan audio visual.
Semua pesan yang bukan pesan verbal adalah pesan non verbal.
Sepanjang bentuk non verbal tersebut mangndung arti, maka ia dapat
2. Dilakukan oleh komunikator (sponsor)
Pesan iklan ada karena dibuat oleh komunikator. Sebaliknya, bila
tidak ada komunikator, maka tidak akan ada pesan iklan. Dengan
demikian, cirisebuah iklan, adalah bahwa pesan tersebut dibuat dan
disampaikan oleh komunikator dalam iklan dapat datang dari
perseorangan, kelompok masyarakat, lembaga atau organisasi, bahkan
negara.
3. Dilakukan dengan cara non personal
Dari pengertian iklan yang diberikan, hampir semua menyepakati
bahwa iklan merupakan penyampaian pesan yang dilakukan secara non
personal. Non personal artinya tidak dalam bentuk tatap muka
penyampaian pesan dapat disebut iklan bila dilakukan melalui media (yang
kemudian disebut media periklanan).
Media yang digunakan dalam kegiatan periklanan secara umum dapat
dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu media lini atas dan media lini
bawah. Media lini atas memiliki beberapa karakter khas, antara lain:
a. Informasi yang disebarkan bersifat serempak. Artinya waktu yang
sama, infromasi yang sama dapat disebar luaskan secara sama pula
b. Khalayak penerima pesan cenderung anonim (tidak dikenali secara
personal oleh komunikator)
c. Mampu menjangkau khalayak secara luas.
a. Komunikan yang dijangkau terbatas, baik dalam jumlah maupun luas
wilayah sasaran
b. Mampu menjangkau khalayak yang tidak dijangkau media lini atas
c. Cenderung tidak serempak.
4. Disampaikan untuk khalayak tertentu
Iklan diciptakan oleh komunikator karena ingin ditunjukkan kepada
khalayak tertentu. Dalam dunia periklanan, khalayak sasaran cenderung
bersifat khusus. Pesan yang disampaikan tidak dimaksudkan untuk
diberikan kepada semua orang, melainkan kelompok target audience
tertentu. Sasaran khalayak yang dipilih tersebut didasarkan pada keyakinan
bahwa pada dasarnya setiap kelompok khusus audience memiliki
kesukaan, ekbutuhan, ekinginan, karakteristik, dan keyakinan khusus.
Dengan demikian, pesan yang diberikan harus dirancang khusus yang
sesuai dengan target khalayak. Bilamana target audience diganti, maka
sudah tentu akan mempengaruhi bentuk dan strategi pesan iklan. Sebuah
bentuk dan strategi tunggal tidak cocok untuk diterapkan atau ditunjukkan
pada semua khalayak.
5. Dalam menyampaikan pesan tersebut, dilakukan dengan cara
membayar
Penyampaian pesan yang dilakukan dengan cara bukan membayar
oleh kalangan pengiklan dewasa ini dianggap sebagai bukan iklan. Pesan
komunikasi yang disampaikan dengan cara tidak membayar, akan
Dalam kegiatan periklanan, sitilah membayar sekarang ini harus
dimaknai secara luas. Sebab, kata membayar tidak saja dilakukan dengan
alat tukar uang, melainkan dengan cara barter berupa ruang, waktu, dan
kesempatan. Jadi, alat tukar yang digunakan dalam konteks membayar
dalam kegiatan periklanan harus diartikan secara luas, tidak ahnya dengan
menggunakan uang semata.
6. Penyampaian pesan tersebut, mengharapkan dampak tertentu
Dalam sebuah visualisasi iklan, seluruh pesan dalam iklan semestinya
merupakan pesan yang efektif. Artinya, pesan yang mampu menggerakkan
khalayak agar mereka mengikuti pesan iklan. Semua iklan yang dibuat
oleh pengiklan dapat dipastikan memiliki tujuan tertentu, yaitu berupa
dampak tertentu di tengah khalayak. Aneh rasanya bila membuat pasan
iklan namun tidak bermaksud mendapatkan pengaruh tertentu sebagimana
diharapkan.
Dampak tertentu yang diharapkan oleh pengiklan dapat berupa
pengaruh ekonomis maupun dampak sosial. Pengaruh ekonomis adalah
dampak yang diharapkan dapat diwujudkan oleh iklan untuk
maksud-maksud mendapatkan keuntungan ekonomi.
Periklanan yang bersifat membujuk berperan penting bagi perusahaan
dengan tingkat persaingan yang tinggi. Iklan yang bersifat membujuk biasanya
dituangkan dalam pesan-pesan iklan perbandingan (comparative advertising).
Beberapa tipe pesan iklan menurut Sutisna (2003:278-279) yang dapat
menimbulkan daya tarik rasional,sehingga mendapat perhatian dari konsumen
yang selanjutnya konsumen memproses pesan tersebut yaitu:
1. Faktual
Tipe ini umumnya berhubungan dengan pengambilan keputusan high
involvement yaitu penerima pesan dimotivasi untuk dapat memproses
informasi.
2. Potongan kehidupan
Tipe ini menampilkan pesan iklan dalam bentuk kegiatan sehari-hari yang
sering dialami oleh banyak orang. Pengaruhnya tipe ini adalah agar terjadi
proses peniruan perilaku dari penonton.
3. Demonstrasi
Tipe ini menggunakan teknik yang hampir sama yang digunakan untuk
menyelasaikan masalah yang sering dihadapi oleh konsumen yaitu dengan
demonstrasi.
4. Iklan Perbandingan (Comparative advertising)
Tipe iklan ini berusaha membandingkan keunggulan produk yang
ditawarkan dengan produk lain sejenis.
2.1.8. Unsur - Unsur Iklan
Teknik visualisasi adalah salah satu bagian dari unsur iklan, yang
merupakan teknik-teknik pekerjaan yang dipadukan sedemikian rupa dengan
menjadi sebuah karya seni yang dapat mempengaruhi khalayak. Sehingga
gambar dapat menarik perhatian khalayak atau pemirsa.
Unsur-unsur iklan yang dimaksud adalah bagian–bagian dalam iklan
yang ditayangkan di televisi, yang terdiri dari video, suara (audio), model
(talent), peraga (props), latar (setting), pencahayaan (lighting), grafik
(grapich), kecepatan (pacing) (Wells, Burnet & Mariarty, 1999:391-394).
1) Unsur video segala sesuatu yang ditampilkan di layar yang bisa dilihat
pada iklan di televisi merupakan stimulus yang merangsang perhatian
khalayak atau dijadikan perhatian karena pada dasarnya manusia secara
visual tertarik pada obyek yang bergerak. Dengan kata lain manusia lebih
tertarik pada iklan display yang bergerak.
2) Unsur suara atau audio dalam iklan di televisi, pada dasarnya sama dengan
di radio, yaitu dengan memanfaatkan musik, lagu-lagu singkat (jingle),
atau suara orang (voice). Misalnya seorang model iklan menyampaikan
pesan, langsung kepada khalayak melalui dialog yang terekam dalam
kamera.
3) Unsur aktor atau model iklan (talent) juga menjadi unsur penting dalam
iklan. Sebagaimana banyak studi yang menunjukkan bahwa keefektifan
komunikasi juga ditentukan oleh ciri-ciri dari komunikator, seperti
kredibilitas dan daya tarik.
4) Alat peraga (props) adalah peralatan-peralatan lain digunakan untuk
mendukung pengiklan sebuah produk. Misalnya; untuk mengiklankan
seorang model iklan yang berpenampilan menarik. Fungsi utama alat
peraga ini harus merefleksikan karakter, kegunaan, dan keuntungan
produk, seperti logo, kemasan dan cara penggunaan suatu produk.
5) Latar atau suasana (setting) adalah tempat atau lokasi dimana pengambilan
gambar (shooting) ketika adegan tertentu dalam iklan itu berlangsung.
Lokasi tersebut dipilih berdasarkan tema iklan.
6) Unsur pencahayaan (lighting) sangat penting untuk menarik perhatian
khalayak dalam menerima suatu obyek tentang kejelasan gambar.
7) Unsur gambar atau tampilan yang bisa dilihat pada iklan di televisi
merupakan stimulus yang merangsang perhatian khalayak dalam
menerima kehadiran sebuah obyek, dan diharapkan khalayak akan lebih
mudah menerima dan mempersepsikan makna yang disampaikan. Unsur
gambar ini misalnya mengandalkan komposisi warna atau bahasa tubuh
(gesture) dari pameran iklan.
8) Unsur kecepatan atau pengulangan merupakan unsur yang sering dipakai,
yaitu dengan melakukan penggunaan slogan–slogan dan kata-kata.
Sebagai contoh misalnya pengulangan nama merek atau keunggulan
produk dibandingkan yang lain. Sebagaimana teori dalam gaya bahasa
bahwa sesuatu hal yang disampaikan berkali-kali bila disertai variasi akan
menarik perhatian orang.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa suatu iklan
akan berhasil apabila memenuhi unsur-unsur yang menjadi komponen iklan.
pencahayaan, grafik dan kecepatan. Semua komponen iklan tersebut harus
lengkap guna memperoleh hasil yang optimal, karena dengan kurangnya salah
satu komponen akan membuat iklan tersebut tidak menarik.
2.1.9. Representasi
Representasi merupakan tindakan yang menghadirkan sesuatu lewat
sesuatu yang lain diluar dirinya, biasanya berupa tanda atau symbol (Piliang,
2006: 24). Representasi adalah proses dan hasil yang memberi makna khusus
pada tanda. Melalui representasi, ide- ide ideologis dan abstrak mendapat
bentuk abstraknya. Representasi juga berarti sebuah konsep yang digunakan
dalam proses sosial pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia:
dialog, tulisan, video, film, fotografi, dsb. Secara ringkas, representasi adalah
produksi makna melalui bahasa. Ada empat komponen dasar dalam industri
media yang mengemas pesan dan produk:
1. Khalayak yang memperoleh pesan dan mengkonsumsi produk
2. Pesan atau produk itu sendiri
3. Teknologi yang selalu berubah, yang membentuk baik industri maupun
bagaimana pesan tersebut dikomunikasikan
4. Dan penampakan akhir dari produk itu tersebut.
Komponen- komponen ini yang secara bersamaan berinteraksi di
sekitar dunia sosial dan budaya, menempati suatu ruang yang diperjuangkan
secara terus- menerus. Perubahan garis bentuk ruang ini dapat menimbulkan
mempunyai bahasanya sendiri dengan sintaksis (susunan kalimat) dan tata
bahasa yang berbeda.
Tata bahasa ini terdiri dari bermacam unsur yang akrab, seperti
pemotongan gambar (cut) pengambilan gambar jarak dekat (close up),
pengambilan dua gambar (two shot), dan lain-lain. Akan tetapi, bahasa
tersebut juga meliputi kode-kode representasi yang lebih halus, yang tercakup
dalam kompleksitas dari penggambaran visual yang harfiah hingga
symbol-symbol yang paling abstrak dan arbitret (berubah-ubah) serta metafora.
Tingkatan representasi yang paling sederhana mencakup sekadar
penggambaran informasi budaya nyata- seorang pria berjalan pada sebuah
jalan. Akan tetapi bahasa film mulai bermain begitu kita ingin melakukan
lebih banyak: memperlihatkan wajahnya dari jarak dekat, memperlihatkan dari
depan bergerak menuju kamera, dari belakang menjauhi kamera, dan
seterusnya. Representasi gabungan akan mengedit seluruh pengambilan
gambar yang berbeda kedalam satu rangkaian. Rangkaian-rangkaian inilah
merupakan sumber dasar film.
Menurut Stuart Hall (1977) representasi adalah salah satu praktek
penting yang memproduksi kebudayaan. Kebudayaan merupakan konsep yang
sangat luas, kebudayaan menyangkut pengalaman berbagi. Seseorang
dikatakan berasal dari kebudayaan yang sama jika manusia-manusia yang ada
disitu membagi pengalaman yang sama, membagi kode-kode kebudayaan
yang sama, berbicara dalam bahasanya yang sama dan saling berbagi
Bahasa adalah medium yang menjadi perantara kita dalam memahami
sesuatu, memproduksi dan mengubah makna. Bahasa mampu melakukan
semua ini karena ia beroperasi sebagai sistem representasi lewat bahasa
(simbol-simbol dalam tanda tertulis, lisan atau gambar) kita mengungkapkan
pikiran, konsep dan ide-ide tentang sesuatu, makna sesuatu hal sangat
tergantung dari cara kita merepresentasikannya. Dengan mengamati kata-kata
dan image yang kita gunakan dalam merepresentasikan sesuatu atau bisa
terlihat jelas nilai-nilai yang kita berikan pada sesuatu tersebut.
Untuk menjelaskan bagaimana representasi makna lewat bahasa
bekerja, kita bisa memakanai representasi. Pertama adalah pendekatan
reflektif. Disini bahasa berfungsi sebagai cermin yang merefleksikan makna
yang sebenarnya dari segala sesuatu yang ada didunia. Kedua, pendekatan
intensional dimana kita menggunakan bahasa untuk mengkomunikasikan
sesuatu sesuai dengan cara pandang kita terhadap sesuatu. Sedangkan yang
ketiga, adalah pendekatan konstruksionis, pendekatan ini kita percaya bahwa
kita mengkonstruksi makna lewat bahasa yang kita pakai.
Bagi Stuart Hall, ada dua proses representasi. Pertama mental yaitu
konsep tentang sesuatu yang ada dikepala kita masing- masing (peta
konseptual). Representasi mental ini masih berbentuk sesuatu yang abstrak.
Kedua bahasa berperan penting pada proses konstruksi makna. Konsep abstrak
yang ada dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam bahasa yang lazim,
supaya kita dapat menghubungkan konsep dan ide- ide kita tentang sesuatu
Proses pertama memungkinkan kita untuk memaknai dini dengan
mengkonstruksi seperangkat rantai korespondensi antara sesuatu dengan
sistem peta konseptual kita. Dalam proses kedua kita mengkonstruksi
seperangkat rantai korespondensi antara peta konseptual dengan bahasa atau
simbol yang berfungsi dalam bahasa atau simbol adalah jantung dari produksi
makna lewat bahasa. Proses yang menghubungkan ketiga elemen ini secara
bersama- sama itulah yang dinamakan representasi. (Juliastuti, 2000: http//
kunci.or.id/ teks/ 04rep2.htm)
2.1.10.Psikologi Warna
Warna merupakan simbol yang menjadi penandaan dalam suatu hal.
Warna juga boleh dianggap sebagai satu fenomena psikologi. Respon
psikologi dari masing-masing warna
(http://www.toekangweb.or.id/07-tips-bentukwarna1.html) :
1. Hitam : Power, Seksualitas, Kecanggihan, Kematian, Misteri,
Ketakutan, Kesedihan, Keanggunan.
2. Putih : Kesucian, Kebersihan, Ketepatan, Ketidak bersalahan,
Seteril, Kematian.
3. Kuning : Optimis, Harapan, Filosofi, Ketidakjujuran, Pengecut
(untuk budaya barat), dan penghianat.
4. Hijau : Alami, sehat, keberuntungan, pembaharuan.
5. Biru : Kepercayaan, Konservatif, keamanan, Tehnologi,
6. Merah : Power, energi, kehangatan, cinta, nafsu, agresi, bahaya.
Merah jika dikombinasikan dengan putih, akan
mempunyai arti ‘bahagia’ di budaya oriental.
7. Ungu/ Jingga : Spiritual, Misteri, Kebangsawanan, Transformasi,
Kekerasan, Keangkuhan.
8. Orange : Energi, Keseimbangan, Kehangatan.
9. Coklat : Tanah/ bumi, reliability, comfort, daya tahan.
10. Abu-abu : Intelek, Masa depan (sepert warna millennium),
kesederhanaan, kesedihan.
Warna dan artinya mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap
sesuatu yang dilekatinya. Warna juga memberi arti terhadap suatu objek,
hampir semua bangsa di dunia memiliki arti tersendiri pada warna. Hal ini
dapat dilihat pada bendera nasional masing-masing, serta upacara-upacara
ritual lainnya yang sering dilambangkan dengan warna-warni. (Cangara, 2005
: 109).
2.1.11.Pendekatan Semiotik Dalam Iklan Televisi
Penerapan Semiotik pada iklan televisi, berarti kita harus
memperhatikan aspek medium televisi yang berfungsi sebagai tanda. Maka
dari sudut pandang ini jenis ambilan kamera (selanjutnya disebut shot saja)
dan kerja kamera (camera work). Dengan cara ini, peneliti bisa memahami
shot apa saja yang muncul dan bagaimana maknanya. Misalnya, Iklan Fruit
menekankan bagian wajah, makna dari (CU) shot adalah keintiman dan
sebagainya. Selain shot, yang terdapat pada camera work atau kerja kamera
yaitu bagaimana gerak kamera terhadap objek, misalnya panning-up atau
pan-up yaitu gerak kamera mendongak pada poros horizontal. Pan-up berarti
kamera melihat ke atas, dan ini bermakna adanya otoritas atau kekuasaan pada
obyek yang diambil. (Berger, 1992:37).
Lebih jauh yang harus diperhatikan tidak hanya shot dan camera work
tetapi juga suara. Suara meliputi sound effect dan musik. Televisi sebagai
media audio visual tidak hanya mengandung unsur visual, namun juga suara,
karena suara merupakan aspek kenyataan hidup. Suara yang keras,
menghentak, lemah memiliki makna yang berbeda-beda. Setiap suara
mengekspresikan sesuatu yang unik (Sumarno, 1996:71).
Diasumsikan pembuatan iklan televisi pada penelitian ini untuk
mempermudah pemotongan gambar iklan yang bergerak diperlukan teori dari
Jhon Fiske. Analisis semiotik yang dilakukan pada cinema atau film layar
lebar menurut fiske disetarakan dengan analisis film (iklan) yang ditayangkan
di televisi. Sehingga analisis yang dilakukan pada iklan Fruit Tea versi “Pulo
Gadung” dibagi menjadi dua level yaitu :
1. Level Realitas
Pada level ini, realitas dapat berupa penampilan, pakaian dan make-up
yang digunakan oleh pemain, lingkungan, perilaku, ucapan, gesture,
ekspresi, suara dan sebagainya yang dipahami sebagai kode budaya yang