( Studi Semiotik Terhadap Representasi Budaya Korupsi Dalam
Iklan Rokok Djarum 76 Versi “Wani Piro” di Televisi )
SKRIPSI
OLEH :
RIFQI KURNIA HADI
NPM: 0643010315
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JAWA TIMUR
SURABAYA
DISUSUN OLEH :
Rifqi Kurnia Hadi
0643010315
Telah disetujui mengikuti Ujian Proposal Skripsi
Menyetujui,
Pembimbing
Zainal Abidin A, S.Sos, M.Si, MEd
NPT : 373 05 99 00 1701
Mengetahui
Ketua Program Studi
hidayahnya sehingga penyusunan skripsi dengan judul REPRESENTASI BUDAYA
KORUPSI. Iklan ini yang di jadikan sebagai studi semiotik oleh penulis dapat
berjalan dengan lancar serta penyusunan dan penulisan skripsi ini dapat terselesaikan
dengan baik.
Dalam Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari segala bimbingan dan
dukungan semua pihak dan pada kesempatan ini saya mengucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada pihak yang telah membantu menyelesaikan dalam
menyelesaikan laporan magang, diantaranya :
1.
Ibu Dra. Hj. Suparwati,M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
UPN “Veteran” Jawa Timur
2.
Bapak Juwito,S.Sos, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu komunikasi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.
3.
Bapak Zainal Abidin A. S. Sos, Med, M. Si selaku dosen pembimbing skripsi
penulis.
4.
Dosen-dosen Program Studi Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu dan
dorongan dalam penyelesaian skripsi ini.
5.
Staff-staff dan pegawai di TU yang telah membantu saya dalam mempersiapkan
7.
Sahabat saya, Freelance community, Little Breakin Crew dan yang lainnya yang
tidak bisa disebutkan satu-satu.
8.
Semua pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan skripsi ini banyak terdapat
kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak yang
sangat di harapkan demi kesempurnaan skripsi ini dan pada akhirnya dengan segala
keterbatasan yang penulis miliki semoga laporan ini dapat bermanfaat pada bagi
semua pihak umumnya dan penulis pada khususnya.
Surabaya, 8 Juni 2011
HALAMAN PENGESAHAN ...
ii
DAFTAR ISI ...
iii
KATA PENGANTAR ……….
v
ABSTRAKSI ………
vii
BAB I
PENDAHULUAN ...
1
1.1.
Latar Belakang Masalah ...
1
1.2.
Perumusan Masalah ...
6
1.3.
Tujuan Penelitian ...
7
1.4.
Kegunaan Penelitian ...
7
1.4.1.
Kegunaan Teoritis ...
7
1.4.2.
Kegunaan Praktis ...
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA ...
8
2.1.
Landasan Teori ...
8
2.1.1.
Peranan dan Fungsi Iklan ...
8
2.1.2.
Televisi Sebagai Media Iklan ...
11
2.1.3.
Jenis-jenis Iklan Televisi dan Elemen-elemennya ..
13
2.1.4.
Konsep Makna ...
15
2.1.5.
Pendekatan Semiotik Dalam Iklan Televisi ...
16
2.1.6.
Pengertian dan Arti Korupsi………. 21
2.1.7.
Semiologi John Fiske ...
22
2.1.8.
Iklan Djarum 76 Versi “Wani Piro” ...
28
2.1.9.
Kerangka Berpikir ...
29
BAB III
METODE PENELITIAN ...
31
3.1.
Konsep Penelitian ...
32
3.2.
Korpus Penelitian ...
33
3.3.
Unit Analisis ...
36
3.4.
Teknik Pengumpulan Data ...
37
3.5.
Teknik Analisis Data ...
38
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 40
4.1. Gambaran Umum Perusahaan ……….
40
4.2. Penyajian Data ………
43
4.3. Analisis Data ………. ..
45
4.3.1.5. Tampilan Visual Scene ……… 57
4.3.1.6. Tampilan Visual Scene ……… 60
4.3.1.7. Tampilan Visual Scene ……… 63
4.4. Narasi Iklan Rokok Djarum 76 Versi “Wani Piro”………… 66
4.5. Makna Iklan Rokok Djarum 76 versi “Wani Piro” di Televisi
Dengan Pendekatan Semiotika John Fiske ………..
66
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN……….
68
5.1. Kesimpulan ………..
68
5.2. Saran ………
68
DAFTAR PUSTAKA ...
70
Representasi Budaya Korupsi (Studi Semiotik Terhadap
Representasi Budaya Korupsi Dalam Iklan Rokok Djarum 76
Versi “Wani Piro” di Televisi)
Tujuan dari penelitan ini adalah untuk mengetahui representasi budaya
korupsi yang terkandung pada iklan rokok Djarum 76 Versi “Wani Piro” di
televisi.
Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah kode televisi
John Fiske yang membaginya menjadi 3 level yaitu : level realitas, level
representasi, dan level ideologi. Sumber atau teori tersebut di gunakan sebagai
dasar atau acuan dalam pembahasan penelitian.
Korpus dari penelitian ini adalah tiap potongan
scene
iklan produk rokok
Djarum 76 versi “Wani Piro” di televisi. Total potongan
scene
dalam iklan
Djarum 76 versi “Wani Piro” ini terdiri dari 9
scene.
. Analisis semiotik ini di
interpretasikan dengan menggunakan pendekatan John Fiske.
Dari hasil interpretasi, maka representasi budaya korupsi pada iklan rokok
Djarum 76 versi “Wani Piro” dipersepsikan bahwa korupsi dan pungutan liar
sering kali terjadi dan bahkan sudah membudaya di semua lapisan masyarakat
negara kita.
1.1. Latar Belakang Masalah
Iklan (advertising) berasal dari kata yunani yang kurang lebih artinya
adalah menggiring orang pada gagasan. proses penyampaian pesan atau informasi
kepada sebagian atau seluruh khalayak dengan menggunakan media. Iklan atau
periklanan didefinisikan sebagai kegiatan berpromosi atau berkampanye melalui
media masa ( Wibowo, 2003 : 5 )
Iklan dapat digunakan untuk membangun citra jangka panjang suatu
produk atau sebagai pemicu penjualan-penjualan cepat. Disadari atau tidak, iklan
dapat berpengaruh tetapi juga dapat berlalu begitu cepat. Oleh karenanya, aktifitas
perpindahan informasi tentang produk yang diiklankan pada khalayak harus
mengandung daya tarik setelah pemirsa atau khalayak mengetahui sehingga
mampu menggugah perasaan. Untuk menampilkan kekuatan iklan tidak hanya
sekedar menampilkan pesan verbal tetapi juga harus menampilkan pesan
nonverbal yang mendukung iklan ( Widyatama, 2006:16 )
Ada dua sudut pandang tujuan periklanan, yaitu sudut pandang
perusahaan dan sudut pandang konsumen. Dari sudut pandang perusahaan,
menurut Robert V. Zacher (Sumartono, 2002:66), tujuan periklanan diantaranya
adalah :
a. Menyadarkan komunikan dan member informasi tentang suatu barang dan jasa atau ide.
c. Meyakinkan komunikan akan kebenaran tentang apa yang dianjurkan dalam iklan dan karenanya menggerakkan untuk berusaha memiliki atau menggunakan barang atau jasa yang dianjurkan.”
Sedangkan dari sudut pandang konsumen, iklan dipandang sebagai suatu
media penyedia informasi tentang kemampuan ,harga, fungsi produk maupun
atribut lainnya yang berkaitan dengan suatu produk
Iklan sangat erat kaitannya dengan media massa, karena iklan
menggunakan media massa untuk sebagai medianya untuk beriklan. Media massa
sendiri terbagi menjadi 2 yaitu media cetak (Surat kabar, Tabloid, Majalah) dan
media elektronik yaitu televisi dan radio yang juga menyajikan berbagai
informasi.Dengan adanya iklan melalui media cetak maupun media elektronik
diharapkan dapat memberikan nilai yang lebih, untuk menjamin ketertarikan
konsumen terhadap barang dan jasa yang diiklankan. Terkadang sebuah iklan
senantiasa diingat oleh konsumen dari tanda-tandanya, seperti gambarnya yang
menarik atau hiasannya yang unik (bukan nama pengiklan atau penawaran yang
diajukannya). Karena pada akhirnya jika seorang mengingat tanda-tanda khas dari
suatu iklan ia akan terdorong untuk mengingat dan mengidentifikasikan hal-hal
yang penting lainnya yang tertera pada iklan tersebut. (Jefkins, 1995:16-17).
Media elektronik melakukan perkembangan sesuai permintaan pasar.
Perkembangan media elektronik dapat dilihat dalam berbagai bentuk. Bentuk TV
digital mendapat kemajuan menjadi TV kabel dan situs Youtube yang fenomenal
dalam hal video online merupakan salah satu dari beberapa bentuk perkembangan
media elektronik tersebut. Pada dunia penyiaran televisi, perkembangan ini juga
Televisi merupakan salah satu media dalam beriklan yang menggunakan
warna, suara, gerakan dan musik atau dapat disebut sebagai media audio visual
sehingga televisi sebagai media beriklan terbukti merupakan media komunikasi
yang paling efektif dan efisien sebagai media untuk informasi produk dan citra
perusahaan dan meyakinkan komunikan akan kebenaran tentang apa yang
dianjurkan dalam iklan dan karenanya menggerakkan untuk berusaha memiliki
atau menggunakan barang atau jasa yang dianjurkan. Kelebihan dan kekuatan
teknologis yang dimilikinya, memungkinkan tercapainya tingkat efektifitas dan
efisiensi yang diharapkan oleh suatu perusahaan atau lembaga lainnya. Luasnya
jangkauan televisi yang dapat ditempuh dalam waktu bersamaan secara serentak,
pesan dan informasi yang disampaikan melalui televisi mampu menjangkau jutaan
khalayak sasarannya ( Sumartono, 2001:20 )
Televisi merupakan salah satu media yang termasuk dalam kategori
above the line. Sesuai dengan karakternya, iklan televisi mengandung unsur suara,
gambar dan gerak, oleh karena itu pesan yang disampaikan melalui media ini
sangat menarik perhatian dan impresif.
Iklan pada televisi pun beraneka ragam dan apabila dilihat dari
tujuannya, ada beberapa jenis iklan menurut (Ratno, 2002: 108) :
a. Iklan Komersial yaitu iklan yang bertujuan untuk mendukung kampanye pemasaran suatu produk atau jasa.
b. Iklan yang bertujuan membangun citra suatu perusahaan yang pada akhirnya diharapkan juga membangun citra positif produk-produk atau jasa yang diproduksi oleh perusahaan tersebut.
c. Iklan Layanan Masyarakat merupakan bagian dari kampanye social marketing yang bertujuan menjual gagasan atau ide untuk kepentingan atau pelayanan masyarakat”.
Dari sekian banyak iklan komersial pada televisi, rokok termasuk ke
dalam kategori iklan yang terbatas dalam menvisualisasi kelebihan produknya
dibandingkan iklan lainnya. Oleh karena itu, iklan rokok hanya boleh
menampilkan image atau citra produk tanpa adanya perwujudan dari produk
rokok tersebut. Banyak produk iklan rokok yang lari dengan menggunakan
pendekatan citra.
Peraturan tentang iklan rokok di televisi tercantum dalam Tata Krama
dan Tata Cara Periklanan Indonesia ( TKTCPI ) ini tercantum sebagai berikut:
a. Iklan tidak boleh mempengaruhi atau merangsang orang untuk mulai merokok.
b. Iklan tidak boleh menyarankan bahwa merokok adalah hal yang sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan.
c. Iklan tidak boleh menggambarkan orang merokok dalam kegiatan-kegiatan yang dapat membahayakan keselamatan. d. Iklan tidak boleh menampilkan ataupun ditujukan terhadap
anak-anak di bawah usia 16 tahun dan wanita hamil.
e. Iklan rokok tidak boleh dimuat pada media periklanan yang khalayak sasaran utamanya adalah anak-anak di bawah usia 16 tahun.”
(http://www.p3i‐pusat.com)
Tata krama dan tata cara periklanan Indonesia (TKTCPI) diatas semakin
mempersempit ruang gerak para produsen beserta biro iklan rokok. Untuk
menampilkan ide-ide atau konsep-konsep yang lebih kreatif, sehingga untuk
memvisualisasikan sebuah iklan rokok tanpa harus menampilkan bentuk dan
perwujudan rokok akan tetapi dapat mengetahui jenis produk yang diiklankan.
Para pembuat iklan rokok di televisi dalam menampilkan produknya
harus berpikir dua kali di dalam pembuatan iklan produk mereka dan berusaha
untuk lebih berpikir kreatif dalam pembuatan iklan produk mereka di televisi.
Semakin menarik iklan yang ditampilkan maka akan semakin banyak khalayak
yang tertarik dengan iklan itu.
Melalui biro-biro iklannya, perusahaan rokok berusaha untuk
menciptakan karakter yang kuat atas produknya. Hal tersebut mendorong tim
kreatif biro iklan televisi berusaha untuk mencari ide-ide segar dan inovatif dalam
penyusunan konsep sebuah iklan rokok. Misalnya iklan rokok dalam televisi,
Djarum Super menampilkan maskulinitas dan petualangsejati, kebudayaan dan
alam Indonesia sebagai tampilan iklan rokok Djarum Coklat, Cita rasa yang
ringan dari Sampoena Mild, dan Gudang Garam Merah dengan slogan “Selera
Pemberani”.
Sejauh ini hampir semua iklan rokok di televisi pada umumnya
menampilkan laki-laki macho, pemberani dan pahlawan. Di dalam iklan ini
mereka terlihat jelas sisi maskulinitasnya, misalnya aktifitas olahraga menantang,
memperlihatkan otot, kejantanan dan keberanian yang kebanyakan dilakukan di
alam bebas. Dengan demikian iklan rokok berkreasi dengan pendekatan citra yang
mencerminkan produknya, khalayak sasarannya, atau perusahaannya. Pesan iklan
rokok membawa nilai dan makna budaya tertentu yang menjadi citra khas produk
rokok dan ingin disampaikan pada target marketnya.
Iklan rokok selalu memiliki kreatif dalam menyampaikan pesannya yang
mengandung makna. Ketertarikan peneliti pada pemilihan iklan rokok Djarum 76
versi Wani Piro sebagai obyek penelitian karena selain iklan tersebut masih
ditayangkan dan baru serta ranah pesan dengan 2 (dua) bahasa Jawa dan
perpaduan dari 2 bahasa Jawa dan Indonesia sehingga penampilan orang yang
terlibat memiliki variasi dalam iklan
Visualisasi teks iklan tersebut diawali dengan adanya seorang warga
yang datang mengurus admnistrasi di kantor instansi (Pajak, karena ada sosok
mirip Gayus-nya). Seorang warga itu selanjutnya digambarkan tengah menghadap
petugas mirip Gayus. Dengan kode dan isyarat jari, sosok mirip Gayus itu pun
digambarkan meminta uang sogokan atau pungli (pungutan liar). Melihat tindakan
sosok mirip Gayus itu, si warga pun mengumpat. Si warga kemudian berjalan
keluar meninggalkan kantor. Saat berjalan, ia kemudian tersandung Poci. Tak
disangka poci itu berisi Jin Jawa yang siap mengabulkan satu permintaan dari
orang yang membebaskannya (si warga). Si warga pun meminta korupsi, pungli,
sogokan hilan g dari muka bumi. Sambil mengelus dada dan pasang muka sok
bijak, si Jin pun meminta sogokan juga.
Berdasarkan uraian di atas maka pada penelitian ini, peneliti tertarik
untuk melakukan sebuah studi semiologi untuk mengetahui pemaknaan dari iklan
rokok Djarum 76 versi “Wani Piro” dengan menggunakan pendekatan semiologi
Roland Barthes.
1.2. Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang peneliti uraikan di atas, maka
permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui makna iklan rokok
Djarum 76 versi “Wani Piro” di televisi
1.4. Kegunaan Penelitian
1.4.1. Kegunaan Teoritis
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan atas wawasan serta
bahan referensi bagi mahasiswa komunikasi pada jenis penelitian semiologi, serta
seluruh mahasiswa pada umumnya agar dapat diaplikasikan untuk perkembangan
ilmu komunikasi.
1.4.2. Kegunaan Praktis
a. Diharapkan dapat menjadi bagian kerangka acuan bagi pihak
produsen maupun biro iklan untuk menghasilkan strategi kreatif iklan
yang lebih inovatif dan variatif dalam menggambarkan iklan sebagai
realitas kehidupan, cermin budaya masyarakat, sehingga mudah
dipahami oleh masyarakat.
b. Menambah referensi bagi mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi UPN
“Veteran” Jawa Timur, khususnya mengenai studi semiologi tentang
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Peranan dan Fungsi Iklan
Periklanan adalah metode komunikasi umum yang membawa pesan
berupa fenomena bisnis modern yang dimana suatu cara untuk menciptakan
kesadaran pilihan. Tidak ada perusahaan yang ingin maju dan memenangkan
kompetisi bisnis tanpa mengandalkan iklan. Demikian pentingnya peran iklan
dalam bisnis modern sehingga salah satu bonafiditas perusahaan terletak pada
berapa besar dana yang dialokasikan untuk iklan tersebut. Di samping itu, iklan
juga merupakan jendela kamar dari sebuah perusahaan. Keberadaannya
menghubungkan perusahaan dengan masyarakat, khususnya konsumen.
Periklanan selain merupakan kegiatan pemasaran juga merupakan
kegiatan komunikasi. Kegiatan pemasaran meliputi strategi pemasaran, yakni
sebagai logika pemasaran yang dimana dipakai sebagai unit bisnis untuk
mencapai tujuan pemasaran (Kotler, 1991:416). Kegiatan komunikasi adalah
sebagai penciptaan interaksi perorangan dengan menggunakan tanda-tanda yang
tegas (Liliweri, 1991:20). Komunikasi juga berarti pembagian unsur-unsur
perilaku, atau cara hidup dengan eksistensi seperangkat ketentuan dan pemakaian
tanda-tanda. Dari segi komunikasi, rekayasa unsure pesan sangat tergantung dari
siapa khalayak sasaran yang dituju, dan melalui media apa sajakah iklan tersebut
Periklanan menurut kacamata periklanan Indonesia adalah suatu pesan
yang dibayar dan disampaikan melalui sarana media, antara lain : pers, radio,
televisi, bioskop, yang bertujuan membujuk konsumen untuk melakukan tindak
membeli atau mengubah perilakunya (Nuradi, 1996:4). Iklan pada dasarnya
adalah produk kebudayaan massa. Produk kebudayaan masyarakat industry yang
ditandai oleh produksi dan konsumsi massa. Massa dipandang tidak lebih dari
konsumen dimana nilai-nilai kebudayaan massa hanya sebagai kepraktisan dan
pemuasan jangka pendek (Jefkins, 1996:27). Hubungan konsumen dengan
produsen adalah hubungan komersial semata saja. Interaksinya, tidak ada fungsi
lain selain memanipulasi kesadaran, selera, dan perilaku konsumen. Iklan
merupakan cara yang efektif untuk menyebarkan pesan, apakah itu bertujuan
membangun preferensi merek atau mengedukasi masyarakat. Iklan lebih
diarahkan untuk membujuk orang supaya membeli. Iklan memiliki empat fungsi
utama, yaitu : informative, persuading, reminding, dan Entertanment. Dari
keempat fungsi utama iklan tadi dimanfaatkan sedemikian rupa oleh creator iklan
(dalam hal ini advertising agency dan Production House (PH), atas kesepakatan
ide dengan pengiklan) untuk menciptakan pesan yang menarik. Sehingga tak
jarang creator iklan baik versi cetak dan elektronik (yang ada di radio dan
televisi) menggunakan ide-ide nakal, unik dan membuat orang penasaran.
Iklan sebagai salah satu bentuk manisfestasi budaya pop, tidak
semata-mata bertujuan menawarkan dan mempengaruhi pada (calon) konsumen untuk
membeli produk-produk barang atau jasa, melainkan juga turut menanamkan
(1983) menyatakan bahwa iklan merekayasa kebutuhan dan menciptakan
ketergantungan psikologis (Deddy Mulyana dan Idi Subandy Ibrahim, 1997:158).
Dalam penyampaian pesannya, iklan selalu menyesuaikan dengan kondisi social
budaya dalam masyarakat yang akan mereka tuju.
Iklan mempunyai fungsi sangat luas menurut Alo Weri dalam
(Widyatama, 2006:144-146), yaitu adalah :
1. Fungsi Pemasaran.
Fungsi pemasaran adalah fungsi iklan yang diharapkan untuk membantu pemasaranatau menjual produk. Artinya iklan digunakan untuk mempengaruhi khalayak untuk member dan mengkonsumsi produk. Hampir semua iklan komersial memiliki fungsi pemasaran”.
2. “Fungsi Komunikasi
Fungsi komunikasi adalah sebentuk pesan dari komunikator kepada khalayaknya. Sama halnya dengan berbicara kepada orang lain, maka iklan juga merupakan pesan yang menghubungkan antara komunikator dengan komunikan”. 3. Fungsi Pendidikan
Fungsi ini mengandung makna bahwa iklan merupakan alat yang dapat membantu mendidik khalayak mengenai sesuatu, agar mengetahui dan mampu melakukan sesuatu. Mendidik dalam hal ini cenderung diartikan dalam perspektif kepentingan komersialisme, industrialism, dan kapitalisme. Artinya situasi khalayak yang sudah terdidik tersebut dimaksudkan agar khalayak siap menerima produk yang dihasilkan produsen”.
4. Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi mengandung makna bahwa iklan mampu menjadi penggerak ekonomi agar kegiatan ekonomi tetap dapat berjalan. Fungsi ini terjadi karena melalui iklan, masyarakat menjadi terbujuk untuk membeli barang dan melakukan konsumerisme”.
5. Fungsi Sosial
Dalam fungsi ini, iklan telah mampu menghasilkan dampak social psikologis yang cukup besar. Iklan membawa berbagai pengaruh dalam masyarakat, seperti munculnya budaya konsumerisme, menciptakan status social baru, menciptakan budaya pop dan sebagainya.”
Selain itu, iklan juga mampu berfungsi sebagai penyambung komunikasi
antar personal. Sering terjadi di tengah kehidupan masyarakat, iklan dijadikan
sebagai sarana untuk berbasa-basi guna mengawali komunikasi maupun
mencairkan suasana yang terjadi antara seseorang dengan orang lain.
2.1.2 Televisi Sebagai Media Iklan
Pada dasarnya media televisi bersifat hanya sekilas dan penyampai
pesannya dibatasi oleh durasi (jam, menit, detik). Pesan dari televisi tidak dapat di
ulang kecuali bila direkam. Pesan di media televisi memiliki kelebihan tersendiri
karena tidak hanya dapat didengar tetapi juga dapat dilihat dalam gambar bergerak
(audia visual). Televisi merupakan media yang paling disukai oleh para pengiklan.
Hal tersebut disebabkan keistimewaan televisi yang mempunyai unsur audio
visual sehingga para pengiklan percaya bahwa televisi mampu menambah daya
tarik iklan dibandingkan media lain. Televisi diyakini sangat berorientasi
mengingatkan khalayak sasaran terhadap pesan yang akan disampaikan
(Kasali, 1992:172).
Teknik visualisasi adalah salah satu bagian dari unsur iklan, yang
merupakan teknik-teknik pekerjaan yang dipadukan sedemikian rupa dengan
merekayasa gambar atau produk yang ingin ditampilkan secara audio visual
menjadi sebuah karya seni yang dapat mempengaruhi khalayak. Sehingga gambar
dapat menarik perhatian khalayak atau pemirsa.
Unsur-unsur iklan yang dimaksud adalah bagian-bagian dalam iklan yang
peraga (props), latar (settings), pencahayaan (lighting), grafik (graphic),
kecepatan (pacing). (Wells, Burnet & Moriarty, 1999:391-394).
1. Unsur video meliputi segala sesuatu yang ditampilkan di layar yang bias dilihat pada iklan di televisi merupakan stimulus yang merangsang perhatian khalayak atau dijadikan perhatian karena pada dasarnya manusia secara visual tertarik pada obyek yang bergerak. Dengan kata lain manusia lebih tertarik pada iklan display yang bergerak.
2. Unsur suara atau audio dalam iklan televisi, pada dasarnya sama dengan di radio, yaitu dengan memanfaatkan music, lagu-lagu singkat (jingle), atau suara orang (voice). Misalnya, seorang model iklan menyampaikan pesan, langsung kepada khalayak melalui dialog yang terekam pada kamera.
3. Unsur actor atau model iklan (talent) juga menjadi unsure penting dalam iklan. Sebagaimana banyak studi yang menunjukkan bahwa keefektifan komunikasi juga ditentukan oleh ciri-ciri dari komunikator, seperti kredibilitas dan daya tarik.
4. Alat Peraga (props) adalah peralatan-peralatan lain yang digunakan untuk mendukung pengiklanan sebuah produk. Misalnya, untuk mengiklankan sebuah rokok akan terlihat lebih menarik yang mendukung keberadaan seorang model iklan yang berpenampilan menarik. Unsur utama alat peraga ini harus merefleksikan karakter, kegunaan, dan keuntungan produk, seperti logo, kemasan dan cara penggunaan suatu produk.
5. Latar atau suasana (setting) adalah tempat atau lokasi dimana pengambilan gambar (shooting) ketika adegan tertentu dalam iklan itu berlangsung. Lokasi tersebut dipilih berdasarkan tema iklan.
6. Unsur pencahayaan (lighting) sangat penting untuk menarik perhatian khalayak dalam menerima suatu obyek tentang kejelasan gambar.
7. Unsur gambar atau tampilan yang bias dilihat pada iklan di televisi merupakan stimulus yang merangsang perhatian khalayak dalam menerima kehadiran sebuah obyek, dan diharapkan khalayak lebih mudah menerima dan mempersepsikan makna yang disampaikan. Unsur gambar ini misalnya mengandalkan kompsisi warna atau bahasa tubuh (gesture) dari pemeran iklan.
Sebagaimana teori dalam gaya bahasa bahwa sesuatu hal yang disampaikan berkali-kali bila disertai variasi akan menarik perhatian orang.”
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa suatu iklan akan
berhasil apabila memenuhi unsur-unsur yang menjadi komponen iklan.
Unsur-unsur iklan yang dimaksud adalah video, suara, model, peraga, latar,
pencahayaan, grafik, dan kecepatan. Semua komponen iklan tersebut harus
lengkap guna memperoleh hasil yang optimal, karena dengan kurangnya salah
satu komponen akan membuat iklan tersebut tidak menarik.
2.1.3 Jenis-jenis Iklan Televisi dan Elemen-elemennya
Iklan pada televisi memiliki beberapa jenis iklan apabila dilihat dari
tujuannya dapat dibedakan menjadi 3, yaitu :
a. Iklan Komersial (Comercial Advertising) yaitu iklan yang bertujuan
untuk mendukung kampanye pemasaran suatu produk atau jasa. Iklan
komersial ini sendiri terbagi menjadi beberapa macam.
b. Iklan Layanan Masyarakat (Public Service Advertising) yaitu Iklan
Layanan Masyarakat merupakan bagian dari kampanye social
marketing yang bertujuan menjual gagasan atau ide untuk
kepentingan atau pelayanan masyarakat.
c. Iklan korporat (Corporate Advertising) yaitu Iklan yang bertujuan
membangun citra suatu perusahaan yang pada akhirnya diharapkan
juga membangun citra positif produk-produk atau jasa yang
Untuk mengetahui apakah iklan suatu produk sesuai dengan keinginan
atau dapat menarik perhatian masyarakat maka iklan memiliki elemen‐elemen
atau unsur‐unsur yaitu :
a. Elemen heard words
Maksudnya adalah kata-kata yang terdengar dalam iklan yang dapat
membuat audiens semakin mengerti akan maksud pesan iklan yang
disampaikan.
b. Elemen Music
Maksudnya adalah musik yang terdapat dalam tayangan iklan
termasuk iringan musik maupun lagu yang ditampilkan.
c. Elemen seen words
Maksudnya adalah kata-kata yang terlihat pada tayangan iklan yang
dapat mempengaruhi benak pemirsa.
d. Elemen picture
Maksudnya adalah gambar atau tayangan iklan meliputi obyek yang
digunakan, figur yang digunakan, adegan yang ditampilkan.
e. Elemen colour
Maksudnya adalah komposisi atau keserasian warna gambar serta
pengaturan cahaya yang terdapat dalam tampilan tayangan iklan.
Maksudnya adalah gerakan yang ada terlihat pada tayangan iklan yang
dapat mempengaruhi emosi seseorang untuk larut di dalamnya
meliputi fragmen cerita dari adegan yang ditampilkan.
2.1.4 Konsep Makna
Bentuk makna diperhitungkan sebagai istilah, sebab bentuk ini
mempunyai konsep dalam bidang ilmu tertentu, yakni dalam bidang ilmu
linguistik. Dalam penjelasan Umberto Ecco, makna dari sebuah wahana tanda
adalah satuan budaya yang diperagakan oleh wahana-wahana tanda yang lainnya.
Ada tiga hal dijelaskan para fulsuf dan linguist sehubungan dengan usaha
menjelaskan istilah makna, yaitu :
1. Menjelaskan makna secara alamiah. 2. Mendeskripsikan kalimat secara alamiah. 3. Menjelaskan makna dalam proses komunikasi.” (Kempson, 1977:11 dalam Sobur, 2003:256)
Pemaknaan lebih menurut pada kemampuan integratif manusia,
indrawinya, daya pikirnya dan akal budinya. Pemaknaan dapat menjangkau yang
etik maupun transcenedental. Dalam kegiatan simbolik orang
menginterpretasikan objek dengan cara yang bermakna dan dengan membentuk
citra mental tentang objek tertentu yang lebih kenkret lagi (Nimon, 1993:79-80)
Ada beberapa teori makna yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam
melakukan pemaknaan, seperti yang dirumuskan oleh Wendell Johnson, yakni :
a. Makna dalam diri manusia. Makna tidak terletak pada kata-kata
mendekati makna yang ingin kita komunikasikan. Akan tetapi,
kata-kata inipun tidak secara sempurna dan lengkap menggambarkan
makna yang kita maksud.
b. Makna sangat dinamis. Meskipun kata-kata relatif status namun
makna selalu berubah, sesuai dengan perkembangan jaman dan
cultural meaning.
c. Makna membutuhkan acuan. Walaupun tidak semua komunikasi
mengacu pada dunia nyata, komunikasi dikatakan nyata bila
mempunyai kaitan dengan dunia atau lingkungan eksternal.
d. Penyingkatan yang berlebihan akan mengubah makna. Misal : Public
Relation menjadi Purel.
e. Karena dinamis maka, makna tidak terbatas jumlahnya.
f. Keluasan makna memiliki amplikasi negatif (timbulnya perbedaan
pemaknaan atas suatu tanda / relative interpretative).
g. Makna yang dikomunikasikan hanya sebagian. Makna yang kita
peroleh dari suatu teks bersifat multi aspek dan sangat kompleks,
hanya sebagian saja yang dapat dijelaskan.
2.1.5 Pendekatan Semiotik Dalam Iklan Televisi
Pendekatan makna memfokuskan pada bagaimana sebuah pesan atau teks
berinteraksi dengan orang disekitarnya untuk dapat menghasilkan sebuah makna.
Ini berhubungan dengan peranan teks dalam budaya kita dan seringkali
menimbulkan kegagalan komunikasi karena pemahaman yang berbeda antara
signifikasinya dan bukan pada kejelasan pesan yang disampaikan. Pendekatan
yang berasal dari perspektif tentang teks (iklan) dan budaya ini dinamakan
pendekatan semiotik. Teks dilihat sebagai sistem tanda yang terkodekan. John
Fiske (1990) menekankan bahwa teks televisi bersifat ambigu, media tersebut
bersifat polisemik (penuh kode dan tanda) (Burton, 2000:47)
Semiotik adalah teori filsafat umum yang berkenaan dengan produksi
tanda dan simbol sebagai bagian dari sistem kode yang digunakan untuk
mengkomunikasikan informasi. Semiotik meliputi tanda-tanda visual dan verbal
serta semua tanda atau sinyal yang bisa diakses dan bisa diterima oleh seluruh
indera yang kita miliki ketika tanda-tanda tersebut membentuk sistem kode yang
secara sistematis menyampaikan informasi atau pesan secara tertulis di setiap
kegiatan dan perilaku manusia. Tanda dapat diartikan sebagai perangkat yang
dipakai dalam upaya mencari jalan di dunia ini, di tengah manusia dan bersama
manusia.
Secara terminologis, semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang
mempelajari sederetan luas obyek-obyek, peristiwa-peristiwa seluruh kebudayaan
sebagai tanda (ecco dalam Sobur, 2001). Semiotik ingin membongkar bahasa
secara keseluruhan. Dalam kaitan dengan televisi pesan dibangun dengan tidak
semata-mata, rangkaian gambar dalam iklan adalah gambar bergerak yang dapat
menciptakan imaji dan sistem penandaan.
Menurut Fiske pada bukunya (Fiske, 1990:40) analisis semiotik pada
1. Level Realitas
Pada level ini realitas dapat dilihat dari kostum pemain, tata rias,
lingkungan, gerak tubuh, ekspresi, suara, perilaku, ucapan, dan
lainnya sebagai kode budaya yang ditangkap melalui kode-kode
teknis.
2. Level Representasi
Meliputi kerja kamera, pencahayaan, editting, suara dan casting.
3. Level Ideologi
Meliputi Suatu kesatuan dan penerimaan sosial seperti kelas,
patriarki, dan gender.
Pada semiotik film (iklan) model linguistic menggeneralisasikan secara
kasar bahwa dalil-dalil dalam film (iklan) sama dengan bahasa tulis seperti, frame
sebagai kata, shot sebagai kalimat, scene sebagai paragraf, dan squence sebagai
bab. Unit analisis sebuah film (iklan) adalah shot yang dibatasi oleh cut dan
movement. Shot adalah hasil pengambilan gambar sejak kamera menyala (on)
hingga padam (off). Scene adalah kumpulan atau rangkaian beberapa shot hingga
membentuk adegan tertentu (Atmaja, 2007:49). Penerapan semiotik pada iklan
televisi harus memperhatikan aspek medium televisi yang berfungsi sebagai tanda
yaitu jenis pengambilan kamera (shot) dan kerja kamera. Dengan cara tersebut
peneliti bisa memakai shot apa saja yang muncul dan bagaimana maknanya. Ada
banyak istilah dalam pengambilan gambar, secara umum ada empah shot yakni :
(1) Close Up, (2) Medium Shot, (3) Full Shot, (4) Long Shot. Sedangkan gerakan
kamera bergerak dari atas ke bawah, dan tracking, kamera bergerak mendekati
atau menjauhi gambar (Atmaja, 2007:126-130)
Selain shot dan camera work, suara juga penting untuk diperhatikan.
Suara meliputi sound effect dan musik. Televisi sebgai media audio visual tidak
hanya mengandung unsur visual tetapi juga suara, karena suara merupakan aspek
kenyataan hidup. Suara keras, menghentak, lemah, memiliki makna yang
berbeda-beda. Setiap suara mengekspresikan sesuatu yang unik.
Ada tiga jenis shot gambar yang paling dasar yaitu meliputi:
1. Longshot (LS) yaitu shot gambar yang jika objeknya adalah
manusia maka dapat diukur antara lutut kaki hingga sedikit ruang
di atas kepala. Dari jenis shot ini dapat dikembangkan lagi yaitu
extreme Long Shot (LES), mulai dari sedikit ruang di bawah kaki
hingga ruang tertentu di atas kepala. Long Shot ini
menggambarkan dan memberikan informasi kepada penonton
mengenai penampilan tokoh (termasuk bahasa tubuh, mulai dari
ujung rambut sampai dengan ujung kaki) yang kemudian
mengarah pada karakter serta situasi dan kondisi yang sedang
terjadi pada adegan itu
2. Medium Shot (MS), yaitu shot gambar yang jika objeknya adalah
manusia, maka dapat diukur sebatas dada hingga sedikit ruang di
atas kepala. Dari medium shot dapat dikembangkan lagi, yaitu
Wide Medium Shot (WMS), gambar medium shot tapi agak
shot menggambarkan dan memberikan informasi kepada
penonton tentang ekspresi dan karakter, secara lebih dekat
dibandingkan long shot.
3. Close-Up (CU), yaitu shot gambar yang jika objeknya adalah
manusia, maka diukur dari bahu hingga sedikit ruang di atas
kepala. Pengambilan gambar close-up menggambarkan dan
memberikan informasi kepada penonton tentang penguatan
ekspresi dan dialog penting untuk lebih diperhatikan penonton.
Extreme Close-Up, menggambarkan secara details ekspresi
pemain dari suatu peristiwa (lebih detail pada ekspresi tubuh,
seperti mata, bibir, tangan, dan sebagainya).
Sedangkan untuk teknik perpindahan kamera antara lain :
1. Zoom, yaitu gerakan kamera yang secara pelan dan cepat, baik
sesungguhnya maupun buatan, menuju suatu objek. Juga diterapkan
ketika menjauhi objek (Suryanto, 2005:155). Biasanya digunakan
untuk memberi kejutan pada penonton, penekanan dialog dan atau
tokoh, setting serta informasi tentang situasi dan kondisi.
2. Dollying (trucking), yaitu pergerakan kamera pengambilan gambar
dengan menggunakan kendaraan beroda yang mengakomodasikan
kamera dan operator kamera. Kecepatan dollying ini mampu
mempengaruhi perasaan penonton.
3. Follow shot, yaitu pengambilan gambar dengan kamera bergerak
4. Swish Pan, yaitu gerakan panning ketika kamera digerakkan secara
cepat dari satu sisi ke sisi lain, menyebabkan gambar di film menjadi
kabur untuk memunculkan kesan gerakan mata secara cepat dari satu
sisi ke sisi lain (Suryanto, 2000:174)
2.1.6 Pengertian dan Arti Korupsi
Korupsi berasal dari bahasa Latin, yaitu corruptio (penyuapan) dan
corruptus (merusak). Menurut W.J.S. Poerwadarminta dalam kamus umum
Bahasa Indonesia (1976), arti harfiah dari korupsi adalah “perbuatan yang buruk,
seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya”. Adapun
menurut Subekti dan Tjitrosoedibio dalam kamus hukum (1996), corruptie adalah
korupsi, perbuatan curang, tindak pidana yang merugikan keuangan negara.
Jadi secara harflah, korupsi merupakan sesuatu yang busuk, jahat dan
merusak. Jika membicarakan tentang korupsi memang akan menemukan
kenyataan semacam itu karena korups (menyangkut segi-segi moral, sifat dan
keadaan yang busuk. Jabatan dalam instansi atau aparatur pemerintah,
penyelewengan kekuasaan dalam jabatan, faktor ekonomi dan politik, serta
penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan
jabatannya.
Dengan demikian, secara farifah dapat ditarik kesimpulan bahwa
sesungguhnya istilah korupsi memiliki arti yang sangat luas, yaitu:
a. Korupsi ialah penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau
b. Korupsi adalah busuk, rusak, suka memakai barang atau uang yang
di percayakan kepadanya. dapat disogok (melalui kekuasaannya
untuk kepentingan pribadi).
2.1.7 Semiologi John Fiske
Menurut John Fiske, dalam bukunya Cultural And Communication
Studies, disebutkan bahwa terdapat dua perspektif dalam mempelajari ilmu
komunikasi. Perspektif yang pertama melihat komunikasi sebagai transmisi pesan.
Sedangkan perspektif yang kedua melihat komunikasi sebagai produksi dan
pertukaran makna. Berkaitan dengan penelitian ini, maka peneliti hanya akan
menggunakan perspektif yang kedua, yaitu dari sisi produksi dan pertukaran
makna.
Perspektif produksi dan pertukaran makna memfokuskan bahasanya pada
bagaimana sebuah pesan ataupun teks berinteraksi dengan orang-orang di
sekitarnya untuk dapat menghasilkan sebuah makna. Hal ini berhubungan dengan
peranan teks tersebut dalam budaya. Perspektif ini seringkali menimbulkan
kegagalan dalam berkomunikasi karena pemahaman yang berbeda antara
pengirim pesan dan penerima pesan. Meskipun demikian, yang ingin dicapai
adalah signifikasinya dan bukan kejelasan sebuah pesan disampaikan. Untuk
itulah pendekatan yang berasal dari perspektif tentang teks dan budaya ini
dinamakan pendekatan semiotic. (Fiske, 2006 :9)
Definisi semiotic yang umum adalah studi mengenai tanda-tanda. Studi ini tidak
dibuatnya tanda-tanda terbentuk. Bentuk-bentuk tanda disini antara lain berupa
kata-kata, images, suara, Gesture, dan objek. Bila kita mempelajari tanda tidak
bisa memisahkan tanda yang satu dengan tanda-tanda yang lain yang membentuk
sebuah system, dan kemudian disebut system tanda. Lebih sederhananya semiotic
mempelajari bagaimanasistem tanda membentuk sebuah makna. Menurut John
Fiske dan John Hartley, konsentrasi semiotic adalah pada hubungan yang timbul
antara sebuah tanda dan makna yang dikandungnya. Juga bagaimana tanda-tanda
tersebut dikomunikasikan dalam kode-kode. (Chandler,2002: www.aber.ac.uk)
Konotasi mencakup seleksi atas apa yang masuk dalam bingkai (frame),
fokus, rana, sudut pandang kamera, mutu film dan sebagainya. Denotasi adalah
apa yang difoto dan konotasi adalah bagaimana memfotonya (John Fiske,
1990:118-119). Penanda konotasi dibangun tanda dari sistem denotasi, konotasi
memiliki komunikasi yang sangat dekat dengan budaya, pengetahuan, dan sejarah
(Kurniawan, 2001:68).
Fiske berpendapat bahwa realitas adalah produk pokok yang dibuat oleh
manusia. Dari ungkapan tersebut diketahui bahwa Fiske berpandangan apa yang
ditampilkan di layar kaca, seperti film, adalah merupakan realitas sosial. Fiske
kemudian membagi pengkodean dalam tiga level pengkodean tayangan televisi,
yang dalam hal ini juga berlaku pada film, yaitu :
1. Level realitas (reality)
Pada level ini, realitas dapat berupa penampilan, pakaian dan make up
ekspresi, dialog dan sebagainya yang dipahami sebagai kode budaya
yang ditangkap secara elektronik melalui kode-kode teknis.
2. Level Representasi (Representation)
Level representasi meliputi kerja kamera, pencahayaan, editing, music
dan suara, yang ditransmisikan sebagai kode-kode representasi yang
bersifat konvensional. Level representasi meliputi :
a. Teknik kamera :
Jarak dan sudut pengambilan
1. Long shot (LS) : Pengambilan yang menunjukkan semua
bagian dari objek, menekankan pada background. Shot ini
biasanya dipakai dalam tema-tema sosial yang
memperlihatkan banyak orang dalam shot yang lebih lama
dan lingkungannya dari pada individu sebagai fokusnya.
2. Estabilishing shot : Biasanya digunakan untuk membuka
suatu adegan.
3. Medium Shot (MS) : Shot gambar yang jika objeknya
adalah manusia, maka dapat diukur sebatas dada hingga
sedikit ruang di atas kepala. Dan Medium Shot dapat
[image:31.612.184.500.252.519.2]dikembangkan lagi, yaitu Wide Medium shot (WMS),
gambar medium shot tetapi agak melebar kesamping kanan
kiri. Pengambilan gambar medium shot menggambarkan
ekspresi dan karakter, secara lebih dekat lagi dibandingkan
long shot.
4. Close Up : Menunjukkan sedikit dari scane, seperti
karakter wajah dalam detail sehingga memenuhi layar, dan
mengaburkan objek dengan konteksnya, Pengambilan ini
memfokuskan pada perasaan dan reaksi dari seseorang, dan
kadangkala digunakan untuk menunjukkan emosi
seseorang.
5. View Point : Jarak dan sudut nyata darimana kamera
memandang dan merekam objek.
6. Point of View : Sebuah pengambilan kamera yang
mendekatkan posisinya pada pandangan seseorang yang
ada, yang sedang memperlihatkan aksi lain.
7. Selective Focus : Memberikan efek dengan menggunakan
peralatan optikal untuk mengurangi ketajaman dari image
atau bagian lainnya.
8. Eye Level View : Pengambilan gambar dari level yang
sejajar dari mata manusia biasa untuk memperlihatkan
tokoh-tokoh yang ada di adegan tersebut.
9. Full Shot (FS) : Pengambilan gambar yang menunjukkan
satu karakter penuh dari ujung kepala sampai dengan ujung
10. Insert Frame : Dimana salah satu karakter masuk ke dalam
adegan tertentu yang sudah berjalan sebelumnya.
Perpindahan
1. Zoom :Perpindahan tanpa memindahkan kamera, hanya
lensa difokuskan untuk mendekati objek. Biasanya untuk
memberikan kejutan kepada penonton.
2. Following pan : Kamera berputar untuk mengikuti
perpindahan objek. Kecepatan perpindahan terhadap objek
menghasilkan mood tertentu yang menunjukkan hubungan
dengan subjeknya.
3. Tracking (dolling) : Perpindahan kamera secara pelan maju
atau menjauhi objek (berbeda dengan zoom). Kecepatan
tracking mempengaruhi perasaan penonton, jika dengan
cepat (utamanya tracking in) menunjukkan ketertarikan,
demikian sebaliknya.
b. Pewarnaan
Warna menjadi unsure media visual, karena dengan warna
lah informasi bisa dilihat. Warna ini pada mulanya hanya
merupakan unsure teknis yang membuat benda bisa dilihat. Dalm
film animasi warna bertutur dengan gambar, yang fungsinya
berkembang semakin banyak. Yakni mampu menjadi informasi
waktu, menunjang mood atau atmosfir set dan bisa menunjang
c. Teknik editing
Meliputi :
1. Cut : Merupakan secara tiba-tiba dari suatu pengambilan,
sudut pandang atau lokasi lainnya. Ada bermacam-macam
cut yang mempunyai efek untuk merubah scane,
mempersingkat waktu, memperbanyak point of view, atau
membentuk kesan terhadap image atau ide.
2. Jump cut : Untuk membuat suatu adegan yang dramatis.
3. Motivated cut : Bertujuan untuk membuat penonton segera
ingin melihat adegan selanjutnya yang tidak ditampilkan
sebelumnya.
d. Penataan Suara
1. Comentar / voice – over narration :biasanya digunakan
untuk memperkenalkan bagian tertentu dari suatu program,
menambah informasi yang tidak ada dalam gambar, untuk
menginterpretasikan kesan pada penonton dari suatu sudut
pandang, menghubungkan bagian atau sequences dari
program secara bersamaan.
2. Sound effect : untuk memberikan tambahan ilusi pada suatu
3. Music : Untuk mempertahankan kesan dari suatu fase untuk
mengiringi suatu adegan, warna emosional pada music turut
mendukung keadaan emosional atau adegan.
3. Level Ideologi (Ideology)
Level ini adalah hasil dari level realita dan level representasi yang
terorganisir atau terkategorikan kepada penerimaan dan hubungan
sosial oleh kode-kode ideologi, seperti individualisme, patriarki, ras,
kelas, materialisme, kapitalisme, dll. Posisi pembacaan ada pada posisi
sosial yang mana penggabungan antara kode-kode televisual, sosial,
dan ideologi menjadi satu untuk membuatnya menjadi berhubungan.
2.1.8 Iklan Djarum 76 Versi “Wani Piro”
Visualisasi teks iklan djarum 76 ini diawali dengan adanya seorang
warga yang datang mengurus administrasi di kantor instansi (pajak, karena ada
sosok mirip Gayus Tambunan). Seorang warga itu selanjutnya digambarkan
tengah menghadap petugas mirip Gayus. Dengan kode dan isyarat jari, sosok
mirip Gayus itu pun digambarkan meminta uang sogokan atau pungli (pungutan
liar). Melihat tindakan sosok mirip Gayus itu, si warga pun mengumpat, “Cuk,
dasar rampok!!” umpatnya dengan muka kesal. Si wargaa kemudian berjalan
keluar meninggalkan kantor. Saat berjalan, ia kemudian tersandung poci. Tak
disangka poci itu berisi Jin Berpakaian adat Jawa yang siap mengabulkan satu
Jin tersebut berbicara “Kuberi satu permintaan. Monggo...” ucap si jin
poci dengan logat jawa kental serta pakaian adat khas jawa.
Si warga pun menjawab dengan nada mantap “mau korupsi, pungli,
sogokan hilang dari muka bumi, isoh jin (bisa nggak)?”
Sambil mengelus dada dan pasang muka bijak, si jin pun menjawab “bisa
diatur...” kata jin. Namun ia menambahkan kalimatnya “Wani piro (brani bayar
brapa)?” dengan senyum dan ekspresi mengejek.
2.1.9 Kerangka Berpikir
Dengan uraian di atas maka pada penelitian ini, peneliti tertarik untuk
melakukan sebuah studi semiologi untuk mengetahui pemaknaan dari iklan rokok
Djarum 76 versi “Wani Piro” dengan menggunakan pendekatan semiologi John
Fiske
Adapun hasil dari kerangka di atas dapat digambarkan dalam bentuk
Gambar 2.2
Bagan Kerangka Pikir Peneliti tentang Pemaknaan Iklan Djarum 76 versi “Wani Piro” di televisi
Iklan produk rokok Djarum 76 versi “Wani Piro”
di televisi.
Analisis semiologi John Fiske : 3 Level
yaitu Level Realita, Representasi, dan
Ideologi
BAB III
METODE PENELTIAN
Penelitian ini merupakan suatu kegiatan (ilmiah) yang ditempuh melalui
serangkaian proses yang panjang. Dalam konteks ilmu sosial, kegiatan penelitian
diawali dengan adanya minat untuk mengkaji secara mendalam terhadap
munculnya fenomena tertentu (Bungin, 2007:60-67)
Analisis kulitatif berangkat dari pendekatan fenomenologisme yang
sebenarnya lebih banyak alergi terhadap pendekatan positivisme yang dianggap
terlalu kaku, hitam-putih, atau terlalu taat asas. Alasannya bahwa analisis
fenomenologisme lebih tepat digunakan untuk mengurangi persoalan subjek
manusia yang umumnya tidak taat asas, berubah-ubah dan sebagainya. Analisis
kualitatif umumnya tidak digunakan untuk mencari data yang tampak di
permukaan itu. Dengan demikian analisis kualitatif digunakan untuk memahami
sebuah fakta, bukan untuk menjelaskan fakta tersebut (Bungin, 2007:66-67).
Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode deskriptif
kualitatif dengan pendekatan semiologi, untuk menginterpretasikan penggambaran
iklan pada media elektronik yaitu televisi, yang akan dijadikan sebagai objek
penelitian ini adalah iklan produk rokok Djarum 76 versi “Wani Piro”.
Untuk menginterpretasikan objek penelitian dari iklan produk rokok
[image:38.612.132.510.248.520.2]Djarum 76 versi “Wani Piro” terlebih dahulu harus diketahui sistem tanda dan
pendekatan semiologi untuk menganalisa atau menafsirkan makna yang terdapat
dalam iklan tersebut (Christomy dan Yuwono, 2004 :99).
Selain itu pada dasarnya pendekatan semiologi bersifat kualitatif pada
tanda dan teks sebagai objek kajiannya, serta bagaimana peneliti menafsirkan dan
memahami kode (decoding) dibalik tanda dan teks tersebut (Piliang, 2003:270).
3.1 Konsep Penelitian
3.1.1 Semiotika Dalam Iklan Djarum 76 versi “Wani Piro”
Dalam penelitian iklan Djarum 76 versi “Wani Piro” ini peneliti
menggunakan semiotika khususnya kode-kode televisi John Fiske karena peneliti
menganggap semiotika tersebut sesuai dan efektif untuk meneliti iklan tersebut.
Dalam iklan rokok Djarum 76 versi “Wani Piro” di televisi menampilkan
adat kebudayaan sebagai salah satu unsur utama yang ditampilkan dalam iklan
tersebut. Ada beberapa bagian dari iklan ini yang menjadi daya tarik penonton
yaitu bagian yang menampilkan budaya Jawa yaitu dalam segi busana dan yang
utama adalah tata bahasa yang digunakan dalam iklan ini.
Untuk menganalisis iklan tersebut menggunakan kode televisi John Fiske
maka iklan tersebut dikelompokkan pada tiga level, yaitu :
a. Level Realitas : penampilan, kostum tata rias, tingkah laku,
cara berbicara dan gerak tubuh.
b. Level Representasi : naratif, konflik, karakter, aksi, dialog,
c. Level Ideologi : yang terorganisir kepada penerimaan
hubungan sosial oleh kode-kode ideologi, seperti individualisme,
patriarki,ras, kelas, materialisme, kapitalisme, dll.
3.2 Korpus Penelitian
Korpus merupakan sekumpulan bahan terbatas yang ditentukan pada
perkembangannya oleh analisa dengan semacam kesemenaan. Corpus haruslah
cukup luas untuk memberi harapan yang beralasan bahwa unsur-unsurnya dan
memelihara sebuah system dari kemiripan serta perbedaan yang lengkap. Corpus
juga bersifat sehomogen mungkin, baik homogeny pada taraf substansi maupun
homogeny pada taraf waktu (sinkroni) (Kurniawan, 2001 : 70).
Sebagai analisis, corpus bersifat terbuka pada konteks yang beraneka
ragam yang memungkinkan untuk memahami khalayak aspek dari sebuah teks
yang tidak dapat ditangkap atas dasar suatu analisis yang bertolak dari unsur
tertentu yang terpisah dan berdiri dari teks yang bersangkutan (Arkoun, 2003:40).
Korpus adalah kata lain dari sample, bertujuan tetapi khusus untuk
analisis semiologi dan analisis wacana. Pada penelitian kualitatif ini memberikan
peluang yang besar bagi dibuatnya interpretasi alternatif. Korpus dari penelitian
ini adalah tiap potongan scene iklan produk rokok Djarum 76 versi “Wani Piro” di
televisi. Total potongan scene dalam ilkna Djarum 76 versi “Wani Piro” ini terdiri
1.
2.
4.
5.
7.
Adapun alasan peneliti membagi memilih dan membagi scene tersebut
ialah karena masing-masing scene dapat mewakili tiap-tiap level pada kode
3.3 Unit Analisis
Untuk menjawab pemaknaan budaya jawa dan korupsi dalam iklan
produk rokok Djarum 76 versi “Wani Piro” di televisi dalam penelitian ini adalah
keseluruhan tanda-tanda dalam komposisi pada iklan tersebut. Kemudian di
interpretasikan dengan menggunakan pendekatan John Fiske.
Iklan Djarum 76 versi “Wani Piro” pada televisi dengan durasi 30 detik
ini, secara keseluruhan dikemas berupa paradigma dan sintagma yang terdapat
pada level realitas, level representasi dan level ideologi. Paradigma adalah
sekumpulan dari sign yang merupakan anggota dari kategori-kategori yang
didefinisikan tetapi tiap-tiap signs tersebut mempunyai makna yang berbeda-beda.
Sedangkan sintagma adalah kombinasi dari signs yang berinteraksi sesuai dengan
yang kita inginkan yang membentuk sebuah makna secara keseluruhan dan
biasanya disebut sebagai rantai (chain). (Chandler, 2002:www.aber.ac.uk)
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini berasal dari data primer,
dan sekunder.
Yang pertama dengan pengumpulan Data Primer, yaitu penelitian ini
dilakukan dengan cara mengamati Iklan Djarum 76 versi “Wani Piro” yang tayang
di televisi secara langsung untuk selanjutnya dianalisis berdasarkan landasan teori
dari John Fiske daninterpretasi dari penulis. Data dari hasil penelitian ini
Piro” yang terdapat padatelevisi ke dalam sistem tanda komunikasi berupa
adegan-adegan dan teks yang ada.
Kedua dengan menggunakan Data Sekunder, yaitu data yang
dikumpulkan berasal dari bahan-bahan referensi (studi pustaka) seperti
buku-buku, jurnal, artikel-artikel, internet yang berkaitan dengan objek kajian yang
diteliti. Selanjutnya dari hasil pengamatan simbol-simbol yang terdapat pada
potongan visualisasi iklan dan data-data yang diperoleh, akan dianalisis
berdasarkan studi semiotik menurut John Fiske.
3.5 Teknik Analisis Data
Analisis data di dalam penelitian ini akan dilakukan berdasarkan sign
atau sistem tanda yang tampak pada cerita iklan Djarum 76 versi “Wani Piro” di
televisi. Kemudian dianalisis dengan menggunakan pendekatan kode-kode televisi
John Fiske, analisis semiotik pada iklan film dibagi menjadi beberapa element
yaitu level realitas, level representasi, dan level ideologi. Untuk selanjutnya akan
dianalisis di setiap level. Pada level realitas, dianalisis beberapa kode sosial yang
merupakan realitas berupa penampilan kostum, perilaku, ekspresi dan dialog.
Pada level representasi yang akan diamati, meliputi kerja kamera,
pewarnaan, dan suara yang ditransmisikan sebagai kode-kode representasi yang
bersifat konvensional. Namun dalam penelitian ini, peneliti tidak akan membahas
lebih lanjut pada teknik editing, dan music yang ada dalam level representasi,
karena keduanya dianggap tidak memiliki korelasi langsung terhadap pemaknaan
Pada level ideologi yang akan diamati, meliputi hubungan sosial oleh
kode-kode ideologi, seperti individualisme, patriarki,ras, kelas, materialisme,
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Perusahaan
PT. Djarum adalah salah satu perusahaan rokok di Indonesia. Perusahaan
ini mengolah dan menghasilkan jenis rokok kretek dan cerutu. Ada tiga jenis
rokok yang kita kenal selama ini. Rokok Cerutu (Terbuat dari daun tembakau dan
dibungkus dengan kertas sigaret), rokok putih (Terbuat dari daun tembakau dan
dibungukus dengan kertas sigaret), dan rokok kretek (Terbuat dari tembakau
ditambah daun cengkeh dan dibungkus dengan kertas sigaret).
Rokok Kretek adalah sebuah produk yang racikannya ditemukan oleh H.
Djamhari (kebangsaan Indonesia) pada tahun 1880 di kota Kudus (Kudus kota
kretek). Saat itu H. Djamhari adalah seorang perokok dan ia sering perasa sesak
napas. Saat ia menderita sesak, ia menggunakan minyak cengkeh untuk mengobati
penyakitnya. Hingga suatu ketika ia mencoba meracik daun tembakau dan bunga
cengkeh untuk rokoknya. Alhasil percobaannya tersebut membuahkan hasil dan
rokok tersebut disebut kretek karena letupan api yang membakar \cengkeh
menghasilkan bunyi tek-tek-tek. (Lintasan Sejarah dan Peranan Bagi
Pembangunan Bangsa dan Negara, oleh Ong Hok Ham & Amen Budiman )
Pada tahun 1905, rokok kretek diproduksi untuk dipasarakan. M.
Tiga. Terbukti pasar untuk produk ini sangat pesat. Hal ini dibuktikan dengan
niatan M. Nitisemito yang ingin membuat lantai kamarnya dengan uang golden.
Hal ini membuat pemerintahan (Saat itu jajahan Belanda) terseinggung, tapi
dengan diplomatis pemerintah mengungkapkan bahwa beliau dapan melanjutkan
niatannya asal posisi uang golden tersebut dalam posisi berdiri. Di sini ada dua
pendapat yang belum bisa dipastikan. Pendapat pertama rencana itu dilanjutkan
dan pendapat kedua M. Nitesemito tahu bahwa itu hanya penolakan halus
pemerintah.
Perusahaan pertama dari luar negeri yang memproduksi rokok ini adalah
Nederland Indie Trade Bureau pada tahun 1908.
Djarum sendiri adalah perusahaan yang berdiri pada saat Indonesia telah
merdeka pda tahun 1951 (tepatnya 21 April 1951). Pendiri Djarum adalah Oei
Wie Gwan. Lambang jarum yang digunakan oleh perusahaan ini adalah jarum
grama phone. Pada tahun 1983 Djarum menjadi perseroan terbata, PT Djarum.
PT. Djarum memiliki nilai inti, yaitu :
1.
Fokus pada pelanggan.
2.
Profesionalisme.
3.
Organisasi yang terus belajar.
4.
Satu Keluarga.
Perusahaan yang memiliki 76 lokasi kerja (70 di Kudus, 3 di Pati, 1
di Rembang dan 2 di Jepara) ini cukup diakui masalah kesehatan dan
keselamatan kerja karyawannya. Hal ini dibuktikan dari perolehan Zero
Accident Acknowledgement pada tahun 2002. Pada tahun 2004 di Audit
External Keselamatan dan Kesehatan dengan hasil 85%. Karena hasil
auditan yang memuaskan, pada tahun 2005 memperoleh Bendera Emas.
Pada tahun 2007, hasil auditan meningkat menjadi 93% dan tahun 2008
menunggu memperoleh Bendera Emas kembali. Karena hal itulah masalah
keselamatan dan kesehatan bukan lagi menjadi masalah bagi perusahaan
ini.
Perusahaan ini juga memiliki program=program penghijauan.
Program yang dimulai sejak tahun 1977 ini telah banyak berpengaruh
untuk masyarakat sekitar. Kota Kudus yang dulu gersang, dengan adanya
program ini akhirnya kota Kudus dapat hijau kembali. Tidak hanya itu
pada tahun 1980-1985, PT Djarum membagikan bibit mangga kepada 59
desa di Kudus. Pada tahun 1995 sesuai dengan data dari Pemerintah
Propinsi mencatat bahwa penghasilan warga dari penjualan mangga
mencapai 2,5 miliaran. Hingga saat ini pun program penghijauan itu terus
berjalan.
Perusahaan yang memiliki nilai ekspor hampir 16 juta dolar
Amerika (tahun 2007) ini juga telah mampu mengolah limbah pabrik
menyebutkan limbah air, uji odorant dan juga uji emisi yang berhasil
diolah jauh dibawah baku mutu yang ditetapkan. Jadi perusahaan ini telah
mampu untuk mengolah limbah dengan baik.
4.2 Penyajian Data
Iklan rokok Djarum 76 selalu kreatif dalam membuat dan menampilkan
iklan-iklannya. Pada iklan rokok Djarum 76 versi “Wani Piro” bisa dibilang
menarik perhatian masyarakat karena iklan ini membuat lelucon terhadap
kenyataan dan realitas yang ada di Negara Indonesia dengan memunculkan sosok
Gayus Tambunan menggunakan seragam pegawai negeri dan suasana tempat di
suatu kantor birokrasi yang waktu itu sedang ramai diperbincangkan di
masyarakat.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada iklan produk rokok Djarum
76 versi “Wani Piro” di televisi dengan melakukan pengamatan unsur penanda
dan petanda dalam visualisasi pada tiap scene iklan tersebut dan dibahas melalui
teori semiotika John Fiske.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan kode televisi semiotika John
Fiske yang membagi menjadi level realitas, level representasi, level ideologi yang
Setting
iklan pada iklan ini hanya di sebuah pulau terpencil yang dimana
terdapat tiga pemuda yang sedang terdampar di pinggiran pantai yang sedang
mencari bantuan.
Berbagai macam warna
wardrobe
yang mengandung arti secara visual dan
memberikan efek psikologis diantaranya adalah coklat, merah, putih, biru,
abu-abu dan warna-warna pendukung lainnya dalam iklan.
Property
terdiri dari pakaian yang dipakai oleh tokoh-tokoh dalam iklan
ini adalah : kemeja abu-abu, kemeja biru gelap seragam pegawai negeri, celana
panjang berwarna coklat, kemeja batik warna kuning emas bermotif bunga-bunga,
map berwarna kuning, kacamata, kendi, blangkon.
Ekspresi yang ada pada iklan ini yaitu, menggoda, marah, terkejut, kaget,
bingung.
Ucapan terdiri dua bahasa, yaitu bahasa indonesia dan bahasa jawa dan
musik dalam iklan ini terdapat sedikit nyanyian acapela dan diikuti suara gelak
tawa pada
backsound
.
Gender
yang tampak dalam iklan ini adalah dominan pada pria. Iklan ini
memilih
gender
pria karena produk yang diiklankan mayoritas konsumennya
4.3 Analisis Data
4.3.1 Analisis Tampilan Visual Dalam
Scene
Iklan Djarum 76 Versi “Wani
Piro “ Dengan Pendekatan Semiotika John Fiske
Tampilan Visual dalam
scene
Iklan Rokok Djarum 76 versi “Wani Piro”
di televisi ini dianalisis dengan menggunakan kerangka analisis semiotik dalam
film (iklan) yang dikemukakan oleh John Fiske yang membaginya dalam tiga
level, yaitu level realitas, level representasi, dan level ideologi. Pada level ini
realitas dapat dilihat dari setting, wardropbe, tata rias, kostum, gesture, ekspresi,
cara berbicara, dan tingkah laku. Level Representasi meliputi kerja kamera,
pencahayaan,
editting
, suara dan
casting.
Sedangkan level ideologi meliputi
tanda-tanda nonverbal yang menjadi suatu kesatuan dan penerimaan sosial seperti
4.3.1.1 Tampilan Visual dalam Scene 1
Dalam
scene
1 tampilan visual diawali dengan munculnya seseorang
pemuda dengan menaruh map berwarna kuning ke meja dengan maksud
memberikan map tersebut kepada seorang petugas di kantor.
Deskripsi visual yang ditampilkan adalah :
Level Realitas
Setting :
Setting
dalam
scene
1 ini menampilkan seorang pemuda yang sedang
duduk dan menyerahkan map berwarna kuning ke meja dan ditujukan
kepada salah satu seorang pegawai. Komposisi visualnya sebuah kondisi
dimana suasana kantor pegawai negeri dimana tugasnya adalah mengabdi
dan melayani masyarakat.
Pada
scene
1 ini seorang pemuda menggunakan kemeja abu-abu memberi
kesan formal saat mendatangi kantor pelayanan masyarakat untuk suatu
keperluan administrasi di kantor tersebut. Sedangkan seorang pegawai
tersebut menggunakan kemeja biru gelap layaknya seragam pegawai
negeri dan tampak dari belakang.
Property :
Property yang digunakan pada
scene
1 ini antara lain adalah map berwarna
kuning, meja, segelas teh di atas meja, dan tumpukan map-map serta
berkas-berkas di tumpuk di atas meja bagian kanan untuk memperkuat
kesan kantor pelayanan masyarakat yang beroperasi.
Level Representasi
Sudut pengambilan gambar
Pengambilan gambar dalam shot ini adalah menggunakan
Medium Shoot
(MS) yang bisa digunakan untuk objek dengan tampilan gambar yang jika
objeknya adalah manusia, maka dapat diukur sebatas dada hingga sedikit
ruang di atas kepala. Sudut pengambilan gambar menggunakan medium
shoot dimaksudkan untuk memperjelas ekspresi pemuda yang meletakkan
map di meja dan ekspresi yang ramah untuk mendapatkan pelayanan
Level Ideologi
Level ideologi dalam scene ini yaitu ekspresi sang warga yang senyum
dengan ramah ketika meletakkan map berwarna kuning kepada seorang
pegawai negeri yang sedang bertugas dan duduk di meja, ekspresi senyum
pemuda tersebut memberikan kesan ramah dan berharap untuk
mendapatkan pelayanan dari seorang pegawai.
Analisis
Analisis yang diperoleh dari
scene
1 yakni
scene
ini menampilkan dua
tokoh sang pemuda dan sang pegawai negeri. Dimana sang meletakkan map
berwarna kuning dengan ekspresi wajah tersenyum ramah kepada pegawai yang
sedang bertugas dengan harapan mendapatkan pelayanan administrasi dari
pegawai dan sedang duduk tampak dari belakang dengan suasana kantor. Segala
property yang digunakan sesuai dengan apa yang biasanya terdapat dalam meja
kantor. Pengambilan gambar pada scene ini menggunakan
Medium Shot
(MS)
agar menjelaskan ekspresi tokoh sang pemuda yang tersenyum ramah dan
mengharapkan pelayanan administrasi, serta latar belakang dengan settingan
4.3.1.2 Tampilan Visual dalam Scene 2
Dalam
scene
2 tampilan visual dilanjutkan dengan adanya tokoh pegawai
negeri. Disini sang pegawai negeri memberikan isyarat dengan tangan
memberikan kode minta uang.
Deskripsi visual yang ditampilkan adalah
:
Level Realitas
Setting :
Setting dalam
scene
2 ini menampilkan tokoh pegawai negeri mengenakan
yang sedang mengisyaratkan menggunakan tangannya dengan maksud
menagih uang.
Level Representasi
Pengambilan gambar dalam
shot
ini adalah menggunakan
Close Up
yang
biasa digunakan untuk menampilkan ekspresi wajah dalam detail sehingga
memenuhi layar, dan mengaburkan objek dengan konteksnya. Sudut
pengambilan gambar menggunakan close up agar dapat memfokuskan
kepada ekspresi pegawai yang sedang memberikan isyarat melalui
tangannya yang memberikan arti uang, dan maksudnya adalah untuk
melakukan tindak korupsi berupa menagih pungutan liar kepada pemuda
tersebut.
Level Ideologi
Level ideologi dalam
scene
ini yaitu ekspresi pegawai negeri yang
memberikan isyarat dengan tangan yang bermaksud menagih pungutan liar
(pungli) dan dengan ekspresi wajah yang normal untuk mendapatkan
pelayanan dari pegawai tersebut.
Analisis
Analisis yang diperoleh dari
scene
2 yakni
scene
ini yaitu
menampilkan tokoh pegawai negeri dimana pegawai tersebut memberikan
kode dengan tangan yang biasa memiliki arti uang dan bermaksud
menagih uang kepada warga untuk melakukan tindak korupsi berupa
pungutan liar. Pengambilan gambar pada scene ini menggunakan
Close Up
agar ekspresi tokoh pegawai tersebut dapat terlihat dengan jelas pada saat
memberikan kode dengan tangannya untuk melakukan tindak korupsi
4.3.1.3 Tampilan Visual dalam Scene 3
Dalam
scene
3 ini tampilan visual dilanjutkan dengan pemuda yang pergi
meninggalkan meja pegawai negeri tersebut dengan membawa map berwarna
kuning dengan ekspresi wajah yang marah lalu mengumpat “Cok, dasar rampok!”.
Deskripsi visual yang ditampilkan adalah :
Level Realitas
Setting :
Setting dalam
scene
3 ini menampilkan pemuda yang sedang berjalan
meninggalkan pegawai tersebut dimana perlengkapan yang terdapat dalam
kantor dan terlihat pegawai yang lainnya sedang duduk di mejanya
masing-masing dan salah satu pegawai yang di sebelah kanan terlihat
sedang tidur dengan posisi duduk di mejanya dan dapat menjelaskan
Property :
Property
yang digunakan pada scene 3 ini, seperti map berwarna kuning
yang dibawa oleh pemuda dan terlihat juga kantong plastik berwarna
<