• Tidak ada hasil yang ditemukan

REPRESENTASI BUDAYA KORUPSI ( Studi Semiotik Terhadap Representasi Budaya Korupsi Dalam Iklan Rokok Djarum 76 Versi “Wani Piro” di Televisi ).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "REPRESENTASI BUDAYA KORUPSI ( Studi Semiotik Terhadap Representasi Budaya Korupsi Dalam Iklan Rokok Djarum 76 Versi “Wani Piro” di Televisi )."

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

( Studi Semiotik Terhadap Representasi Budaya Korupsi Dalam

Iklan Rokok Djarum 76 Versi “Wani Piro” di Televisi )

SKRIPSI

OLEH :

RIFQI KURNIA HADI

NPM: 0643010315

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

JAWA TIMUR

SURABAYA

(2)

DISUSUN OLEH :

Rifqi Kurnia Hadi

0643010315

Telah disetujui mengikuti Ujian Proposal Skripsi

Menyetujui,

Pembimbing

Zainal Abidin A, S.Sos, M.Si, MEd

NPT : 373 05 99 00 1701

Mengetahui

Ketua Program Studi

(3)

hidayahnya sehingga penyusunan skripsi dengan judul REPRESENTASI BUDAYA

KORUPSI. Iklan ini yang di jadikan sebagai studi semiotik oleh penulis dapat

berjalan dengan lancar serta penyusunan dan penulisan skripsi ini dapat terselesaikan

dengan baik.

Dalam Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari segala bimbingan dan

dukungan semua pihak dan pada kesempatan ini saya mengucapkan terimakasih

yang sebesar-besarnya kepada pihak yang telah membantu menyelesaikan dalam

menyelesaikan laporan magang, diantaranya :

1.

Ibu Dra. Hj. Suparwati,M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

UPN “Veteran” Jawa Timur

2.

Bapak Juwito,S.Sos, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu komunikasi Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.

3.

Bapak Zainal Abidin A. S. Sos, Med, M. Si selaku dosen pembimbing skripsi

penulis.

4.

Dosen-dosen Program Studi Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu dan

dorongan dalam penyelesaian skripsi ini.

5.

Staff-staff dan pegawai di TU yang telah membantu saya dalam mempersiapkan

(4)

7.

Sahabat saya, Freelance community, Little Breakin Crew dan yang lainnya yang

tidak bisa disebutkan satu-satu.

8.

Semua pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan skripsi ini banyak terdapat

kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak yang

sangat di harapkan demi kesempurnaan skripsi ini dan pada akhirnya dengan segala

keterbatasan yang penulis miliki semoga laporan ini dapat bermanfaat pada bagi

semua pihak umumnya dan penulis pada khususnya.

Surabaya, 8 Juni 2011

(5)

HALAMAN PENGESAHAN ...

ii

DAFTAR ISI ...

iii

KATA PENGANTAR ……….

v

ABSTRAKSI ………

vii

BAB I

PENDAHULUAN ...

1

1.1.

Latar Belakang Masalah ...

1

1.2.

Perumusan Masalah ...

6

1.3.

Tujuan Penelitian ...

7

1.4.

Kegunaan Penelitian ...

7

1.4.1.

Kegunaan Teoritis ...

7

1.4.2.

Kegunaan Praktis ...

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA ...

8

2.1.

Landasan Teori ...

8

2.1.1.

Peranan dan Fungsi Iklan ...

8

2.1.2.

Televisi Sebagai Media Iklan ...

11

2.1.3.

Jenis-jenis Iklan Televisi dan Elemen-elemennya ..

13

2.1.4.

Konsep Makna ...

15

2.1.5.

Pendekatan Semiotik Dalam Iklan Televisi ...

16

2.1.6.

Pengertian dan Arti Korupsi………. 21

2.1.7.

Semiologi John Fiske ...

22

2.1.8.

Iklan Djarum 76 Versi “Wani Piro” ...

28

2.1.9.

Kerangka Berpikir ...

29

BAB III

METODE PENELITIAN ...

31

3.1.

Konsep Penelitian ...

32

3.2.

Korpus Penelitian ...

33

3.3.

Unit Analisis ...

36

3.4.

Teknik Pengumpulan Data ...

37

3.5.

Teknik Analisis Data ...

38

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 40

4.1. Gambaran Umum Perusahaan ……….

40

4.2. Penyajian Data ………

43

4.3. Analisis Data ………. ..

45

(6)

4.3.1.5. Tampilan Visual Scene ……… 57

4.3.1.6. Tampilan Visual Scene ……… 60

4.3.1.7. Tampilan Visual Scene ……… 63

4.4. Narasi Iklan Rokok Djarum 76 Versi “Wani Piro”………… 66

4.5. Makna Iklan Rokok Djarum 76 versi “Wani Piro” di Televisi

Dengan Pendekatan Semiotika John Fiske ………..

66

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN……….

68

5.1. Kesimpulan ………..

68

5.2. Saran ………

68

DAFTAR PUSTAKA ...

70

(7)

Representasi Budaya Korupsi (Studi Semiotik Terhadap

Representasi Budaya Korupsi Dalam Iklan Rokok Djarum 76

Versi “Wani Piro” di Televisi)

Tujuan dari penelitan ini adalah untuk mengetahui representasi budaya

korupsi yang terkandung pada iklan rokok Djarum 76 Versi “Wani Piro” di

televisi.

Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah kode televisi

John Fiske yang membaginya menjadi 3 level yaitu : level realitas, level

representasi, dan level ideologi. Sumber atau teori tersebut di gunakan sebagai

dasar atau acuan dalam pembahasan penelitian.

Korpus dari penelitian ini adalah tiap potongan

scene

iklan produk rokok

Djarum 76 versi “Wani Piro” di televisi. Total potongan

scene

dalam iklan

Djarum 76 versi “Wani Piro” ini terdiri dari 9

scene.

. Analisis semiotik ini di

interpretasikan dengan menggunakan pendekatan John Fiske.

Dari hasil interpretasi, maka representasi budaya korupsi pada iklan rokok

Djarum 76 versi “Wani Piro” dipersepsikan bahwa korupsi dan pungutan liar

sering kali terjadi dan bahkan sudah membudaya di semua lapisan masyarakat

negara kita.

(8)

1.1. Latar Belakang Masalah

Iklan (advertising) berasal dari kata yunani yang kurang lebih artinya

adalah menggiring orang pada gagasan. proses penyampaian pesan atau informasi

kepada sebagian atau seluruh khalayak dengan menggunakan media. Iklan atau

periklanan didefinisikan sebagai kegiatan berpromosi atau berkampanye melalui

media masa ( Wibowo, 2003 : 5 )

Iklan dapat digunakan untuk membangun citra jangka panjang suatu

produk atau sebagai pemicu penjualan-penjualan cepat. Disadari atau tidak, iklan

dapat berpengaruh tetapi juga dapat berlalu begitu cepat. Oleh karenanya, aktifitas

perpindahan informasi tentang produk yang diiklankan pada khalayak harus

mengandung daya tarik setelah pemirsa atau khalayak mengetahui sehingga

mampu menggugah perasaan. Untuk menampilkan kekuatan iklan tidak hanya

sekedar menampilkan pesan verbal tetapi juga harus menampilkan pesan

nonverbal yang mendukung iklan ( Widyatama, 2006:16 )

Ada dua sudut pandang tujuan periklanan, yaitu sudut pandang

perusahaan dan sudut pandang konsumen. Dari sudut pandang perusahaan,

menurut Robert V. Zacher (Sumartono, 2002:66), tujuan periklanan diantaranya

adalah :

a. Menyadarkan komunikan dan member informasi tentang suatu barang dan jasa atau ide.

(9)

c. Meyakinkan komunikan akan kebenaran tentang apa yang dianjurkan dalam iklan dan karenanya menggerakkan untuk berusaha memiliki atau menggunakan barang atau jasa yang dianjurkan.”

Sedangkan dari sudut pandang konsumen, iklan dipandang sebagai suatu

media penyedia informasi tentang kemampuan ,harga, fungsi produk maupun

atribut lainnya yang berkaitan dengan suatu produk

Iklan sangat erat kaitannya dengan media massa, karena iklan

menggunakan media massa untuk sebagai medianya untuk beriklan. Media massa

sendiri terbagi menjadi 2 yaitu media cetak (Surat kabar, Tabloid, Majalah) dan

media elektronik yaitu televisi dan radio yang juga menyajikan berbagai

informasi.Dengan adanya iklan melalui media cetak maupun media elektronik

diharapkan dapat memberikan nilai yang lebih, untuk menjamin ketertarikan

konsumen terhadap barang dan jasa yang diiklankan. Terkadang sebuah iklan

senantiasa diingat oleh konsumen dari tanda-tandanya, seperti gambarnya yang

menarik atau hiasannya yang unik (bukan nama pengiklan atau penawaran yang

diajukannya). Karena pada akhirnya jika seorang mengingat tanda-tanda khas dari

suatu iklan ia akan terdorong untuk mengingat dan mengidentifikasikan hal-hal

yang penting lainnya yang tertera pada iklan tersebut. (Jefkins, 1995:16-17).

Media elektronik melakukan perkembangan sesuai permintaan pasar.

Perkembangan media elektronik dapat dilihat dalam berbagai bentuk. Bentuk TV

digital mendapat kemajuan menjadi TV kabel dan situs Youtube yang fenomenal

dalam hal video online merupakan salah satu dari beberapa bentuk perkembangan

media elektronik tersebut. Pada dunia penyiaran televisi, perkembangan ini juga

(10)

Televisi merupakan salah satu media dalam beriklan yang menggunakan

warna, suara, gerakan dan musik atau dapat disebut sebagai media audio visual

sehingga televisi sebagai media beriklan terbukti merupakan media komunikasi

yang paling efektif dan efisien sebagai media untuk informasi produk dan citra

perusahaan dan meyakinkan komunikan akan kebenaran tentang apa yang

dianjurkan dalam iklan dan karenanya menggerakkan untuk berusaha memiliki

atau menggunakan barang atau jasa yang dianjurkan. Kelebihan dan kekuatan

teknologis yang dimilikinya, memungkinkan tercapainya tingkat efektifitas dan

efisiensi yang diharapkan oleh suatu perusahaan atau lembaga lainnya. Luasnya

jangkauan televisi yang dapat ditempuh dalam waktu bersamaan secara serentak,

pesan dan informasi yang disampaikan melalui televisi mampu menjangkau jutaan

khalayak sasarannya ( Sumartono, 2001:20 )

Televisi merupakan salah satu media yang termasuk dalam kategori

above the line. Sesuai dengan karakternya, iklan televisi mengandung unsur suara,

gambar dan gerak, oleh karena itu pesan yang disampaikan melalui media ini

sangat menarik perhatian dan impresif.

Iklan pada televisi pun beraneka ragam dan apabila dilihat dari

tujuannya, ada beberapa jenis iklan menurut (Ratno, 2002: 108) :

a. Iklan Komersial yaitu iklan yang bertujuan untuk mendukung kampanye pemasaran suatu produk atau jasa.

b. Iklan yang bertujuan membangun citra suatu perusahaan yang pada akhirnya diharapkan juga membangun citra positif produk-produk atau jasa yang diproduksi oleh perusahaan tersebut.

c. Iklan Layanan Masyarakat merupakan bagian dari kampanye social marketing yang bertujuan menjual gagasan atau ide untuk kepentingan atau pelayanan masyarakat”.

(11)

Dari sekian banyak iklan komersial pada televisi, rokok termasuk ke

dalam kategori iklan yang terbatas dalam menvisualisasi kelebihan produknya

dibandingkan iklan lainnya. Oleh karena itu, iklan rokok hanya boleh

menampilkan image atau citra produk tanpa adanya perwujudan dari produk

rokok tersebut. Banyak produk iklan rokok yang lari dengan menggunakan

pendekatan citra.

Peraturan tentang iklan rokok di televisi tercantum dalam Tata Krama

dan Tata Cara Periklanan Indonesia ( TKTCPI ) ini tercantum sebagai berikut:

a. Iklan tidak boleh mempengaruhi atau merangsang orang untuk mulai merokok.

b. Iklan tidak boleh menyarankan bahwa merokok adalah hal yang sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan.

c. Iklan tidak boleh menggambarkan orang merokok dalam kegiatan-kegiatan yang dapat membahayakan keselamatan. d. Iklan tidak boleh menampilkan ataupun ditujukan terhadap

anak-anak di bawah usia 16 tahun dan wanita hamil.

e. Iklan rokok tidak boleh dimuat pada media periklanan yang khalayak sasaran utamanya adalah anak-anak di bawah usia 16 tahun.”

(http://www.p3i‐pusat.com)

Tata krama dan tata cara periklanan Indonesia (TKTCPI) diatas semakin

mempersempit ruang gerak para produsen beserta biro iklan rokok. Untuk

menampilkan ide-ide atau konsep-konsep yang lebih kreatif, sehingga untuk

memvisualisasikan sebuah iklan rokok tanpa harus menampilkan bentuk dan

perwujudan rokok akan tetapi dapat mengetahui jenis produk yang diiklankan.

Para pembuat iklan rokok di televisi dalam menampilkan produknya

harus berpikir dua kali di dalam pembuatan iklan produk mereka dan berusaha

untuk lebih berpikir kreatif dalam pembuatan iklan produk mereka di televisi.

(12)

Semakin menarik iklan yang ditampilkan maka akan semakin banyak khalayak

yang tertarik dengan iklan itu.

Melalui biro-biro iklannya, perusahaan rokok berusaha untuk

menciptakan karakter yang kuat atas produknya. Hal tersebut mendorong tim

kreatif biro iklan televisi berusaha untuk mencari ide-ide segar dan inovatif dalam

penyusunan konsep sebuah iklan rokok. Misalnya iklan rokok dalam televisi,

Djarum Super menampilkan maskulinitas dan petualangsejati, kebudayaan dan

alam Indonesia sebagai tampilan iklan rokok Djarum Coklat, Cita rasa yang

ringan dari Sampoena Mild, dan Gudang Garam Merah dengan slogan “Selera

Pemberani”.

Sejauh ini hampir semua iklan rokok di televisi pada umumnya

menampilkan laki-laki macho, pemberani dan pahlawan. Di dalam iklan ini

mereka terlihat jelas sisi maskulinitasnya, misalnya aktifitas olahraga menantang,

memperlihatkan otot, kejantanan dan keberanian yang kebanyakan dilakukan di

alam bebas. Dengan demikian iklan rokok berkreasi dengan pendekatan citra yang

mencerminkan produknya, khalayak sasarannya, atau perusahaannya. Pesan iklan

rokok membawa nilai dan makna budaya tertentu yang menjadi citra khas produk

rokok dan ingin disampaikan pada target marketnya.

Iklan rokok selalu memiliki kreatif dalam menyampaikan pesannya yang

mengandung makna. Ketertarikan peneliti pada pemilihan iklan rokok Djarum 76

versi Wani Piro sebagai obyek penelitian karena selain iklan tersebut masih

ditayangkan dan baru serta ranah pesan dengan 2 (dua) bahasa Jawa dan

(13)

perpaduan dari 2 bahasa Jawa dan Indonesia sehingga penampilan orang yang

terlibat memiliki variasi dalam iklan

Visualisasi teks iklan tersebut diawali dengan adanya seorang warga

yang datang mengurus admnistrasi di kantor instansi (Pajak, karena ada sosok

mirip Gayus-nya). Seorang warga itu selanjutnya digambarkan tengah menghadap

petugas mirip Gayus. Dengan kode dan isyarat jari, sosok mirip Gayus itu pun

digambarkan meminta uang sogokan atau pungli (pungutan liar). Melihat tindakan

sosok mirip Gayus itu, si warga pun mengumpat. Si warga kemudian berjalan

keluar meninggalkan kantor. Saat berjalan, ia kemudian tersandung Poci. Tak

disangka poci itu berisi Jin Jawa yang siap mengabulkan satu permintaan dari

orang yang membebaskannya (si warga). Si warga pun meminta korupsi, pungli,

sogokan hilan g dari muka bumi. Sambil mengelus dada dan pasang muka sok

bijak, si Jin pun meminta sogokan juga.

Berdasarkan uraian di atas maka pada penelitian ini, peneliti tertarik

untuk melakukan sebuah studi semiologi untuk mengetahui pemaknaan dari iklan

rokok Djarum 76 versi “Wani Piro” dengan menggunakan pendekatan semiologi

Roland Barthes.

1.2. Perumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang peneliti uraikan di atas, maka

permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut:

(14)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui makna iklan rokok

Djarum 76 versi “Wani Piro” di televisi

1.4. Kegunaan Penelitian

1.4.1. Kegunaan Teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan atas wawasan serta

bahan referensi bagi mahasiswa komunikasi pada jenis penelitian semiologi, serta

seluruh mahasiswa pada umumnya agar dapat diaplikasikan untuk perkembangan

ilmu komunikasi.

1.4.2. Kegunaan Praktis

a. Diharapkan dapat menjadi bagian kerangka acuan bagi pihak

produsen maupun biro iklan untuk menghasilkan strategi kreatif iklan

yang lebih inovatif dan variatif dalam menggambarkan iklan sebagai

realitas kehidupan, cermin budaya masyarakat, sehingga mudah

dipahami oleh masyarakat.

b. Menambah referensi bagi mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi UPN

“Veteran” Jawa Timur, khususnya mengenai studi semiologi tentang

(15)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Peranan dan Fungsi Iklan

Periklanan adalah metode komunikasi umum yang membawa pesan

berupa fenomena bisnis modern yang dimana suatu cara untuk menciptakan

kesadaran pilihan. Tidak ada perusahaan yang ingin maju dan memenangkan

kompetisi bisnis tanpa mengandalkan iklan. Demikian pentingnya peran iklan

dalam bisnis modern sehingga salah satu bonafiditas perusahaan terletak pada

berapa besar dana yang dialokasikan untuk iklan tersebut. Di samping itu, iklan

juga merupakan jendela kamar dari sebuah perusahaan. Keberadaannya

menghubungkan perusahaan dengan masyarakat, khususnya konsumen.

Periklanan selain merupakan kegiatan pemasaran juga merupakan

kegiatan komunikasi. Kegiatan pemasaran meliputi strategi pemasaran, yakni

sebagai logika pemasaran yang dimana dipakai sebagai unit bisnis untuk

mencapai tujuan pemasaran (Kotler, 1991:416). Kegiatan komunikasi adalah

sebagai penciptaan interaksi perorangan dengan menggunakan tanda-tanda yang

tegas (Liliweri, 1991:20). Komunikasi juga berarti pembagian unsur-unsur

perilaku, atau cara hidup dengan eksistensi seperangkat ketentuan dan pemakaian

tanda-tanda. Dari segi komunikasi, rekayasa unsure pesan sangat tergantung dari

siapa khalayak sasaran yang dituju, dan melalui media apa sajakah iklan tersebut

(16)

Periklanan menurut kacamata periklanan Indonesia adalah suatu pesan

yang dibayar dan disampaikan melalui sarana media, antara lain : pers, radio,

televisi, bioskop, yang bertujuan membujuk konsumen untuk melakukan tindak

membeli atau mengubah perilakunya (Nuradi, 1996:4). Iklan pada dasarnya

adalah produk kebudayaan massa. Produk kebudayaan masyarakat industry yang

ditandai oleh produksi dan konsumsi massa. Massa dipandang tidak lebih dari

konsumen dimana nilai-nilai kebudayaan massa hanya sebagai kepraktisan dan

pemuasan jangka pendek (Jefkins, 1996:27). Hubungan konsumen dengan

produsen adalah hubungan komersial semata saja. Interaksinya, tidak ada fungsi

lain selain memanipulasi kesadaran, selera, dan perilaku konsumen. Iklan

merupakan cara yang efektif untuk menyebarkan pesan, apakah itu bertujuan

membangun preferensi merek atau mengedukasi masyarakat. Iklan lebih

diarahkan untuk membujuk orang supaya membeli. Iklan memiliki empat fungsi

utama, yaitu : informative, persuading, reminding, dan Entertanment. Dari

keempat fungsi utama iklan tadi dimanfaatkan sedemikian rupa oleh creator iklan

(dalam hal ini advertising agency dan Production House (PH), atas kesepakatan

ide dengan pengiklan) untuk menciptakan pesan yang menarik. Sehingga tak

jarang creator iklan baik versi cetak dan elektronik (yang ada di radio dan

televisi) menggunakan ide-ide nakal, unik dan membuat orang penasaran.

Iklan sebagai salah satu bentuk manisfestasi budaya pop, tidak

semata-mata bertujuan menawarkan dan mempengaruhi pada (calon) konsumen untuk

membeli produk-produk barang atau jasa, melainkan juga turut menanamkan

(17)

(1983) menyatakan bahwa iklan merekayasa kebutuhan dan menciptakan

ketergantungan psikologis (Deddy Mulyana dan Idi Subandy Ibrahim, 1997:158).

Dalam penyampaian pesannya, iklan selalu menyesuaikan dengan kondisi social

budaya dalam masyarakat yang akan mereka tuju.

Iklan mempunyai fungsi sangat luas menurut Alo Weri dalam

(Widyatama, 2006:144-146), yaitu adalah :

1. Fungsi Pemasaran.

Fungsi pemasaran adalah fungsi iklan yang diharapkan untuk membantu pemasaranatau menjual produk. Artinya iklan digunakan untuk mempengaruhi khalayak untuk member dan mengkonsumsi produk. Hampir semua iklan komersial memiliki fungsi pemasaran”.

2. “Fungsi Komunikasi

Fungsi komunikasi adalah sebentuk pesan dari komunikator kepada khalayaknya. Sama halnya dengan berbicara kepada orang lain, maka iklan juga merupakan pesan yang menghubungkan antara komunikator dengan komunikan”. 3. Fungsi Pendidikan

Fungsi ini mengandung makna bahwa iklan merupakan alat yang dapat membantu mendidik khalayak mengenai sesuatu, agar mengetahui dan mampu melakukan sesuatu. Mendidik dalam hal ini cenderung diartikan dalam perspektif kepentingan komersialisme, industrialism, dan kapitalisme. Artinya situasi khalayak yang sudah terdidik tersebut dimaksudkan agar khalayak siap menerima produk yang dihasilkan produsen”.

4. Fungsi Ekonomi

Fungsi ekonomi mengandung makna bahwa iklan mampu menjadi penggerak ekonomi agar kegiatan ekonomi tetap dapat berjalan. Fungsi ini terjadi karena melalui iklan, masyarakat menjadi terbujuk untuk membeli barang dan melakukan konsumerisme”.

5. Fungsi Sosial

Dalam fungsi ini, iklan telah mampu menghasilkan dampak social psikologis yang cukup besar. Iklan membawa berbagai pengaruh dalam masyarakat, seperti munculnya budaya konsumerisme, menciptakan status social baru, menciptakan budaya pop dan sebagainya.”

(18)

Selain itu, iklan juga mampu berfungsi sebagai penyambung komunikasi

antar personal. Sering terjadi di tengah kehidupan masyarakat, iklan dijadikan

sebagai sarana untuk berbasa-basi guna mengawali komunikasi maupun

mencairkan suasana yang terjadi antara seseorang dengan orang lain.

2.1.2 Televisi Sebagai Media Iklan

Pada dasarnya media televisi bersifat hanya sekilas dan penyampai

pesannya dibatasi oleh durasi (jam, menit, detik). Pesan dari televisi tidak dapat di

ulang kecuali bila direkam. Pesan di media televisi memiliki kelebihan tersendiri

karena tidak hanya dapat didengar tetapi juga dapat dilihat dalam gambar bergerak

(audia visual). Televisi merupakan media yang paling disukai oleh para pengiklan.

Hal tersebut disebabkan keistimewaan televisi yang mempunyai unsur audio

visual sehingga para pengiklan percaya bahwa televisi mampu menambah daya

tarik iklan dibandingkan media lain. Televisi diyakini sangat berorientasi

mengingatkan khalayak sasaran terhadap pesan yang akan disampaikan

(Kasali, 1992:172).

Teknik visualisasi adalah salah satu bagian dari unsur iklan, yang

merupakan teknik-teknik pekerjaan yang dipadukan sedemikian rupa dengan

merekayasa gambar atau produk yang ingin ditampilkan secara audio visual

menjadi sebuah karya seni yang dapat mempengaruhi khalayak. Sehingga gambar

dapat menarik perhatian khalayak atau pemirsa.

Unsur-unsur iklan yang dimaksud adalah bagian-bagian dalam iklan yang

(19)

peraga (props), latar (settings), pencahayaan (lighting), grafik (graphic),

kecepatan (pacing). (Wells, Burnet & Moriarty, 1999:391-394).

1. Unsur video meliputi segala sesuatu yang ditampilkan di layar yang bias dilihat pada iklan di televisi merupakan stimulus yang merangsang perhatian khalayak atau dijadikan perhatian karena pada dasarnya manusia secara visual tertarik pada obyek yang bergerak. Dengan kata lain manusia lebih tertarik pada iklan display yang bergerak.

2. Unsur suara atau audio dalam iklan televisi, pada dasarnya sama dengan di radio, yaitu dengan memanfaatkan music, lagu-lagu singkat (jingle), atau suara orang (voice). Misalnya, seorang model iklan menyampaikan pesan, langsung kepada khalayak melalui dialog yang terekam pada kamera.

3. Unsur actor atau model iklan (talent) juga menjadi unsure penting dalam iklan. Sebagaimana banyak studi yang menunjukkan bahwa keefektifan komunikasi juga ditentukan oleh ciri-ciri dari komunikator, seperti kredibilitas dan daya tarik.

4. Alat Peraga (props) adalah peralatan-peralatan lain yang digunakan untuk mendukung pengiklanan sebuah produk. Misalnya, untuk mengiklankan sebuah rokok akan terlihat lebih menarik yang mendukung keberadaan seorang model iklan yang berpenampilan menarik. Unsur utama alat peraga ini harus merefleksikan karakter, kegunaan, dan keuntungan produk, seperti logo, kemasan dan cara penggunaan suatu produk.

5. Latar atau suasana (setting) adalah tempat atau lokasi dimana pengambilan gambar (shooting) ketika adegan tertentu dalam iklan itu berlangsung. Lokasi tersebut dipilih berdasarkan tema iklan.

6. Unsur pencahayaan (lighting) sangat penting untuk menarik perhatian khalayak dalam menerima suatu obyek tentang kejelasan gambar.

7. Unsur gambar atau tampilan yang bias dilihat pada iklan di televisi merupakan stimulus yang merangsang perhatian khalayak dalam menerima kehadiran sebuah obyek, dan diharapkan khalayak lebih mudah menerima dan mempersepsikan makna yang disampaikan. Unsur gambar ini misalnya mengandalkan kompsisi warna atau bahasa tubuh (gesture) dari pemeran iklan.

(20)

Sebagaimana teori dalam gaya bahasa bahwa sesuatu hal yang disampaikan berkali-kali bila disertai variasi akan menarik perhatian orang.”

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa suatu iklan akan

berhasil apabila memenuhi unsur-unsur yang menjadi komponen iklan.

Unsur-unsur iklan yang dimaksud adalah video, suara, model, peraga, latar,

pencahayaan, grafik, dan kecepatan. Semua komponen iklan tersebut harus

lengkap guna memperoleh hasil yang optimal, karena dengan kurangnya salah

satu komponen akan membuat iklan tersebut tidak menarik.

2.1.3 Jenis-jenis Iklan Televisi dan Elemen-elemennya

Iklan pada televisi memiliki beberapa jenis iklan apabila dilihat dari

tujuannya dapat dibedakan menjadi 3, yaitu :

a. Iklan Komersial (Comercial Advertising) yaitu iklan yang bertujuan

untuk mendukung kampanye pemasaran suatu produk atau jasa. Iklan

komersial ini sendiri terbagi menjadi beberapa macam.

b. Iklan Layanan Masyarakat (Public Service Advertising) yaitu Iklan

Layanan Masyarakat merupakan bagian dari kampanye social

marketing yang bertujuan menjual gagasan atau ide untuk

kepentingan atau pelayanan masyarakat.

c. Iklan korporat (Corporate Advertising) yaitu Iklan yang bertujuan

membangun citra suatu perusahaan yang pada akhirnya diharapkan

juga membangun citra positif produk-produk atau jasa yang

(21)

Untuk mengetahui apakah iklan suatu produk sesuai dengan keinginan 

atau dapat menarik perhatian masyarakat maka iklan memiliki elemen‐elemen 

atau unsur‐unsur yaitu : 

a. Elemen heard words

Maksudnya adalah kata-kata yang terdengar dalam iklan yang dapat

membuat audiens semakin mengerti akan maksud pesan iklan yang

disampaikan.

b. Elemen Music

Maksudnya adalah musik yang terdapat dalam tayangan iklan

termasuk iringan musik maupun lagu yang ditampilkan.

c. Elemen seen words

Maksudnya adalah kata-kata yang terlihat pada tayangan iklan yang

dapat mempengaruhi benak pemirsa.

d. Elemen picture

Maksudnya adalah gambar atau tayangan iklan meliputi obyek yang

digunakan, figur yang digunakan, adegan yang ditampilkan.

e. Elemen colour

Maksudnya adalah komposisi atau keserasian warna gambar serta

pengaturan cahaya yang terdapat dalam tampilan tayangan iklan.

(22)

Maksudnya adalah gerakan yang ada terlihat pada tayangan iklan yang

dapat mempengaruhi emosi seseorang untuk larut di dalamnya

meliputi fragmen cerita dari adegan yang ditampilkan.

2.1.4 Konsep Makna

Bentuk makna diperhitungkan sebagai istilah, sebab bentuk ini

mempunyai konsep dalam bidang ilmu tertentu, yakni dalam bidang ilmu

linguistik. Dalam penjelasan Umberto Ecco, makna dari sebuah wahana tanda

adalah satuan budaya yang diperagakan oleh wahana-wahana tanda yang lainnya.

Ada tiga hal dijelaskan para fulsuf dan linguist sehubungan dengan usaha

menjelaskan istilah makna, yaitu :

1. Menjelaskan makna secara alamiah. 2. Mendeskripsikan kalimat secara alamiah. 3. Menjelaskan makna dalam proses komunikasi.” (Kempson, 1977:11 dalam Sobur, 2003:256)

Pemaknaan lebih menurut pada kemampuan integratif manusia,

indrawinya, daya pikirnya dan akal budinya. Pemaknaan dapat menjangkau yang

etik maupun transcenedental. Dalam kegiatan simbolik orang

menginterpretasikan objek dengan cara yang bermakna dan dengan membentuk

citra mental tentang objek tertentu yang lebih kenkret lagi (Nimon, 1993:79-80)

Ada beberapa teori makna yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam

melakukan pemaknaan, seperti yang dirumuskan oleh Wendell Johnson, yakni :

a. Makna dalam diri manusia. Makna tidak terletak pada kata-kata

(23)

mendekati makna yang ingin kita komunikasikan. Akan tetapi,

kata-kata inipun tidak secara sempurna dan lengkap menggambarkan

makna yang kita maksud.

b. Makna sangat dinamis. Meskipun kata-kata relatif status namun

makna selalu berubah, sesuai dengan perkembangan jaman dan

cultural meaning.

c. Makna membutuhkan acuan. Walaupun tidak semua komunikasi

mengacu pada dunia nyata, komunikasi dikatakan nyata bila

mempunyai kaitan dengan dunia atau lingkungan eksternal.

d. Penyingkatan yang berlebihan akan mengubah makna. Misal : Public

Relation menjadi Purel.

e. Karena dinamis maka, makna tidak terbatas jumlahnya.

f. Keluasan makna memiliki amplikasi negatif (timbulnya perbedaan

pemaknaan atas suatu tanda / relative interpretative).

g. Makna yang dikomunikasikan hanya sebagian. Makna yang kita

peroleh dari suatu teks bersifat multi aspek dan sangat kompleks,

hanya sebagian saja yang dapat dijelaskan.

2.1.5 Pendekatan Semiotik Dalam Iklan Televisi

Pendekatan makna memfokuskan pada bagaimana sebuah pesan atau teks

berinteraksi dengan orang disekitarnya untuk dapat menghasilkan sebuah makna.

Ini berhubungan dengan peranan teks dalam budaya kita dan seringkali

menimbulkan kegagalan komunikasi karena pemahaman yang berbeda antara

(24)

signifikasinya dan bukan pada kejelasan pesan yang disampaikan. Pendekatan

yang berasal dari perspektif tentang teks (iklan) dan budaya ini dinamakan

pendekatan semiotik. Teks dilihat sebagai sistem tanda yang terkodekan. John

Fiske (1990) menekankan bahwa teks televisi bersifat ambigu, media tersebut

bersifat polisemik (penuh kode dan tanda) (Burton, 2000:47)

Semiotik adalah teori filsafat umum yang berkenaan dengan produksi

tanda dan simbol sebagai bagian dari sistem kode yang digunakan untuk

mengkomunikasikan informasi. Semiotik meliputi tanda-tanda visual dan verbal

serta semua tanda atau sinyal yang bisa diakses dan bisa diterima oleh seluruh

indera yang kita miliki ketika tanda-tanda tersebut membentuk sistem kode yang

secara sistematis menyampaikan informasi atau pesan secara tertulis di setiap

kegiatan dan perilaku manusia. Tanda dapat diartikan sebagai perangkat yang

dipakai dalam upaya mencari jalan di dunia ini, di tengah manusia dan bersama

manusia.

Secara terminologis, semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang

mempelajari sederetan luas obyek-obyek, peristiwa-peristiwa seluruh kebudayaan

sebagai tanda (ecco dalam Sobur, 2001). Semiotik ingin membongkar bahasa

secara keseluruhan. Dalam kaitan dengan televisi pesan dibangun dengan tidak

semata-mata, rangkaian gambar dalam iklan adalah gambar bergerak yang dapat

menciptakan imaji dan sistem penandaan.

Menurut Fiske pada bukunya (Fiske, 1990:40) analisis semiotik pada

(25)

1. Level Realitas

Pada level ini realitas dapat dilihat dari kostum pemain, tata rias,

lingkungan, gerak tubuh, ekspresi, suara, perilaku, ucapan, dan

lainnya sebagai kode budaya yang ditangkap melalui kode-kode

teknis.

2. Level Representasi

Meliputi kerja kamera, pencahayaan, editting, suara dan casting.

3. Level Ideologi

Meliputi Suatu kesatuan dan penerimaan sosial seperti kelas,

patriarki, dan gender.

Pada semiotik film (iklan) model linguistic menggeneralisasikan secara

kasar bahwa dalil-dalil dalam film (iklan) sama dengan bahasa tulis seperti, frame

sebagai kata, shot sebagai kalimat, scene sebagai paragraf, dan squence sebagai

bab. Unit analisis sebuah film (iklan) adalah shot yang dibatasi oleh cut dan

movement. Shot adalah hasil pengambilan gambar sejak kamera menyala (on)

hingga padam (off). Scene adalah kumpulan atau rangkaian beberapa shot hingga

membentuk adegan tertentu (Atmaja, 2007:49). Penerapan semiotik pada iklan

televisi harus memperhatikan aspek medium televisi yang berfungsi sebagai tanda

yaitu jenis pengambilan kamera (shot) dan kerja kamera. Dengan cara tersebut

peneliti bisa memakai shot apa saja yang muncul dan bagaimana maknanya. Ada

banyak istilah dalam pengambilan gambar, secara umum ada empah shot yakni :

(1) Close Up, (2) Medium Shot, (3) Full Shot, (4) Long Shot. Sedangkan gerakan

(26)

kamera bergerak dari atas ke bawah, dan tracking, kamera bergerak mendekati

atau menjauhi gambar (Atmaja, 2007:126-130)

Selain shot dan camera work, suara juga penting untuk diperhatikan.

Suara meliputi sound effect dan musik. Televisi sebgai media audio visual tidak

hanya mengandung unsur visual tetapi juga suara, karena suara merupakan aspek

kenyataan hidup. Suara keras, menghentak, lemah, memiliki makna yang

berbeda-beda. Setiap suara mengekspresikan sesuatu yang unik.

Ada tiga jenis shot gambar yang paling dasar yaitu meliputi:

1. Longshot (LS) yaitu shot gambar yang jika objeknya adalah

manusia maka dapat diukur antara lutut kaki hingga sedikit ruang

di atas kepala. Dari jenis shot ini dapat dikembangkan lagi yaitu

extreme Long Shot (LES), mulai dari sedikit ruang di bawah kaki

hingga ruang tertentu di atas kepala. Long Shot ini

menggambarkan dan memberikan informasi kepada penonton

mengenai penampilan tokoh (termasuk bahasa tubuh, mulai dari

ujung rambut sampai dengan ujung kaki) yang kemudian

mengarah pada karakter serta situasi dan kondisi yang sedang

terjadi pada adegan itu

2. Medium Shot (MS), yaitu shot gambar yang jika objeknya adalah

manusia, maka dapat diukur sebatas dada hingga sedikit ruang di

atas kepala. Dari medium shot dapat dikembangkan lagi, yaitu

Wide Medium Shot (WMS), gambar medium shot tapi agak

(27)

shot menggambarkan dan memberikan informasi kepada

penonton tentang ekspresi dan karakter, secara lebih dekat

dibandingkan long shot.

3. Close-Up (CU), yaitu shot gambar yang jika objeknya adalah

manusia, maka diukur dari bahu hingga sedikit ruang di atas

kepala. Pengambilan gambar close-up menggambarkan dan

memberikan informasi kepada penonton tentang penguatan

ekspresi dan dialog penting untuk lebih diperhatikan penonton.

Extreme Close-Up, menggambarkan secara details ekspresi

pemain dari suatu peristiwa (lebih detail pada ekspresi tubuh,

seperti mata, bibir, tangan, dan sebagainya).

Sedangkan untuk teknik perpindahan kamera antara lain :

1. Zoom, yaitu gerakan kamera yang secara pelan dan cepat, baik

sesungguhnya maupun buatan, menuju suatu objek. Juga diterapkan

ketika menjauhi objek (Suryanto, 2005:155). Biasanya digunakan

untuk memberi kejutan pada penonton, penekanan dialog dan atau

tokoh, setting serta informasi tentang situasi dan kondisi.

2. Dollying (trucking), yaitu pergerakan kamera pengambilan gambar

dengan menggunakan kendaraan beroda yang mengakomodasikan

kamera dan operator kamera. Kecepatan dollying ini mampu

mempengaruhi perasaan penonton.

3. Follow shot, yaitu pengambilan gambar dengan kamera bergerak

(28)

4. Swish Pan, yaitu gerakan panning ketika kamera digerakkan secara

cepat dari satu sisi ke sisi lain, menyebabkan gambar di film menjadi

kabur untuk memunculkan kesan gerakan mata secara cepat dari satu

sisi ke sisi lain (Suryanto, 2000:174)

2.1.6 Pengertian dan Arti Korupsi

Korupsi berasal dari bahasa Latin, yaitu corruptio (penyuapan) dan

corruptus (merusak). Menurut W.J.S. Poerwadarminta dalam kamus umum

Bahasa Indonesia (1976), arti harfiah dari korupsi adalah “perbuatan yang buruk,

seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya”. Adapun

menurut Subekti dan Tjitrosoedibio dalam kamus hukum (1996), corruptie adalah

korupsi, perbuatan curang, tindak pidana yang merugikan keuangan negara.

Jadi secara harflah, korupsi merupakan sesuatu yang busuk, jahat dan

merusak. Jika membicarakan tentang korupsi memang akan menemukan

kenyataan semacam itu karena korups (menyangkut segi-segi moral, sifat dan

keadaan yang busuk. Jabatan dalam instansi atau aparatur pemerintah,

penyelewengan kekuasaan dalam jabatan, faktor ekonomi dan politik, serta

penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan

jabatannya.

Dengan demikian, secara farifah dapat ditarik kesimpulan bahwa

sesungguhnya istilah korupsi memiliki arti yang sangat luas, yaitu:

a. Korupsi ialah penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau

(29)

b. Korupsi adalah busuk, rusak, suka memakai barang atau uang yang

di percayakan kepadanya. dapat disogok (melalui kekuasaannya

untuk kepentingan pribadi).

2.1.7 Semiologi John Fiske

Menurut John Fiske, dalam bukunya Cultural And Communication

Studies, disebutkan bahwa terdapat dua perspektif dalam mempelajari ilmu

komunikasi. Perspektif yang pertama melihat komunikasi sebagai transmisi pesan.

Sedangkan perspektif yang kedua melihat komunikasi sebagai produksi dan

pertukaran makna. Berkaitan dengan penelitian ini, maka peneliti hanya akan

menggunakan perspektif yang kedua, yaitu dari sisi produksi dan pertukaran

makna.

Perspektif produksi dan pertukaran makna memfokuskan bahasanya pada

bagaimana sebuah pesan ataupun teks berinteraksi dengan orang-orang di

sekitarnya untuk dapat menghasilkan sebuah makna. Hal ini berhubungan dengan

peranan teks tersebut dalam budaya. Perspektif ini seringkali menimbulkan

kegagalan dalam berkomunikasi karena pemahaman yang berbeda antara

pengirim pesan dan penerima pesan. Meskipun demikian, yang ingin dicapai

adalah signifikasinya dan bukan kejelasan sebuah pesan disampaikan. Untuk

itulah pendekatan yang berasal dari perspektif tentang teks dan budaya ini

dinamakan pendekatan semiotic. (Fiske, 2006 :9)

Definisi semiotic yang umum adalah studi mengenai tanda-tanda. Studi ini tidak

(30)

dibuatnya tanda-tanda terbentuk. Bentuk-bentuk tanda disini antara lain berupa

kata-kata, images, suara, Gesture, dan objek. Bila kita mempelajari tanda tidak

bisa memisahkan tanda yang satu dengan tanda-tanda yang lain yang membentuk

sebuah system, dan kemudian disebut system tanda. Lebih sederhananya semiotic

mempelajari bagaimanasistem tanda membentuk sebuah makna. Menurut John

Fiske dan John Hartley, konsentrasi semiotic adalah pada hubungan yang timbul

antara sebuah tanda dan makna yang dikandungnya. Juga bagaimana tanda-tanda

tersebut dikomunikasikan dalam kode-kode. (Chandler,2002: www.aber.ac.uk)

Konotasi mencakup seleksi atas apa yang masuk dalam bingkai (frame),

fokus, rana, sudut pandang kamera, mutu film dan sebagainya. Denotasi adalah

apa yang difoto dan konotasi adalah bagaimana memfotonya (John Fiske,

1990:118-119). Penanda konotasi dibangun tanda dari sistem denotasi, konotasi

memiliki komunikasi yang sangat dekat dengan budaya, pengetahuan, dan sejarah

(Kurniawan, 2001:68).

Fiske berpendapat bahwa realitas adalah produk pokok yang dibuat oleh

manusia. Dari ungkapan tersebut diketahui bahwa Fiske berpandangan apa yang

ditampilkan di layar kaca, seperti film, adalah merupakan realitas sosial. Fiske

kemudian membagi pengkodean dalam tiga level pengkodean tayangan televisi,

yang dalam hal ini juga berlaku pada film, yaitu :

1. Level realitas (reality)

Pada level ini, realitas dapat berupa penampilan, pakaian dan make up

(31)

ekspresi, dialog dan sebagainya yang dipahami sebagai kode budaya

yang ditangkap secara elektronik melalui kode-kode teknis.

2. Level Representasi (Representation)

Level representasi meliputi kerja kamera, pencahayaan, editing, music

dan suara, yang ditransmisikan sebagai kode-kode representasi yang

bersifat konvensional. Level representasi meliputi :

a. Teknik kamera :

Jarak dan sudut pengambilan

1. Long shot (LS) : Pengambilan yang menunjukkan semua

bagian dari objek, menekankan pada background. Shot ini

biasanya dipakai dalam tema-tema sosial yang

memperlihatkan banyak orang dalam shot yang lebih lama

dan lingkungannya dari pada individu sebagai fokusnya.

2. Estabilishing shot : Biasanya digunakan untuk membuka

suatu adegan.

3. Medium Shot (MS) : Shot gambar yang jika objeknya

adalah manusia, maka dapat diukur sebatas dada hingga

sedikit ruang di atas kepala. Dan Medium Shot dapat

[image:31.612.184.500.252.519.2]

dikembangkan lagi, yaitu Wide Medium shot (WMS),

gambar medium shot tetapi agak melebar kesamping kanan

kiri. Pengambilan gambar medium shot menggambarkan

(32)

ekspresi dan karakter, secara lebih dekat lagi dibandingkan

long shot.

4. Close Up : Menunjukkan sedikit dari scane, seperti

karakter wajah dalam detail sehingga memenuhi layar, dan

mengaburkan objek dengan konteksnya, Pengambilan ini

memfokuskan pada perasaan dan reaksi dari seseorang, dan

kadangkala digunakan untuk menunjukkan emosi

seseorang.

5. View Point : Jarak dan sudut nyata darimana kamera

memandang dan merekam objek.

6. Point of View : Sebuah pengambilan kamera yang

mendekatkan posisinya pada pandangan seseorang yang

ada, yang sedang memperlihatkan aksi lain.

7. Selective Focus : Memberikan efek dengan menggunakan

peralatan optikal untuk mengurangi ketajaman dari image

atau bagian lainnya.

8. Eye Level View : Pengambilan gambar dari level yang

sejajar dari mata manusia biasa untuk memperlihatkan

tokoh-tokoh yang ada di adegan tersebut.

9. Full Shot (FS) : Pengambilan gambar yang menunjukkan

satu karakter penuh dari ujung kepala sampai dengan ujung

(33)

10. Insert Frame : Dimana salah satu karakter masuk ke dalam

adegan tertentu yang sudah berjalan sebelumnya.

Perpindahan

1. Zoom :Perpindahan tanpa memindahkan kamera, hanya

lensa difokuskan untuk mendekati objek. Biasanya untuk

memberikan kejutan kepada penonton.

2. Following pan : Kamera berputar untuk mengikuti

perpindahan objek. Kecepatan perpindahan terhadap objek

menghasilkan mood tertentu yang menunjukkan hubungan

dengan subjeknya.

3. Tracking (dolling) : Perpindahan kamera secara pelan maju

atau menjauhi objek (berbeda dengan zoom). Kecepatan

tracking mempengaruhi perasaan penonton, jika dengan

cepat (utamanya tracking in) menunjukkan ketertarikan,

demikian sebaliknya.

b. Pewarnaan

Warna menjadi unsure media visual, karena dengan warna

lah informasi bisa dilihat. Warna ini pada mulanya hanya

merupakan unsure teknis yang membuat benda bisa dilihat. Dalm

film animasi warna bertutur dengan gambar, yang fungsinya

berkembang semakin banyak. Yakni mampu menjadi informasi

waktu, menunjang mood atau atmosfir set dan bisa menunjang

(34)

c. Teknik editing

Meliputi :

1. Cut : Merupakan secara tiba-tiba dari suatu pengambilan,

sudut pandang atau lokasi lainnya. Ada bermacam-macam

cut yang mempunyai efek untuk merubah scane,

mempersingkat waktu, memperbanyak point of view, atau

membentuk kesan terhadap image atau ide.

2. Jump cut : Untuk membuat suatu adegan yang dramatis.

3. Motivated cut : Bertujuan untuk membuat penonton segera

ingin melihat adegan selanjutnya yang tidak ditampilkan

sebelumnya.

d. Penataan Suara

1. Comentar / voice – over narration :biasanya digunakan

untuk memperkenalkan bagian tertentu dari suatu program,

menambah informasi yang tidak ada dalam gambar, untuk

menginterpretasikan kesan pada penonton dari suatu sudut

pandang, menghubungkan bagian atau sequences dari

program secara bersamaan.

2. Sound effect : untuk memberikan tambahan ilusi pada suatu

(35)

3. Music : Untuk mempertahankan kesan dari suatu fase untuk

mengiringi suatu adegan, warna emosional pada music turut

mendukung keadaan emosional atau adegan.

3. Level Ideologi (Ideology)

Level ini adalah hasil dari level realita dan level representasi yang

terorganisir atau terkategorikan kepada penerimaan dan hubungan

sosial oleh kode-kode ideologi, seperti individualisme, patriarki, ras,

kelas, materialisme, kapitalisme, dll. Posisi pembacaan ada pada posisi

sosial yang mana penggabungan antara kode-kode televisual, sosial,

dan ideologi menjadi satu untuk membuatnya menjadi berhubungan.

2.1.8 Iklan Djarum 76 Versi “Wani Piro”

Visualisasi teks iklan djarum 76 ini diawali dengan adanya seorang

warga yang datang mengurus administrasi di kantor instansi (pajak, karena ada

sosok mirip Gayus Tambunan). Seorang warga itu selanjutnya digambarkan

tengah menghadap petugas mirip Gayus. Dengan kode dan isyarat jari, sosok

mirip Gayus itu pun digambarkan meminta uang sogokan atau pungli (pungutan

liar). Melihat tindakan sosok mirip Gayus itu, si warga pun mengumpat, “Cuk,

dasar rampok!!” umpatnya dengan muka kesal. Si wargaa kemudian berjalan

keluar meninggalkan kantor. Saat berjalan, ia kemudian tersandung poci. Tak

disangka poci itu berisi Jin Berpakaian adat Jawa yang siap mengabulkan satu

(36)

Jin tersebut berbicara “Kuberi satu permintaan. Monggo...” ucap si jin

poci dengan logat jawa kental serta pakaian adat khas jawa.

Si warga pun menjawab dengan nada mantap “mau korupsi, pungli,

sogokan hilang dari muka bumi, isoh jin (bisa nggak)?”

Sambil mengelus dada dan pasang muka bijak, si jin pun menjawab “bisa

diatur...” kata jin. Namun ia menambahkan kalimatnya “Wani piro (brani bayar

brapa)?” dengan senyum dan ekspresi mengejek.

2.1.9 Kerangka Berpikir

Dengan uraian di atas maka pada penelitian ini, peneliti tertarik untuk

melakukan sebuah studi semiologi untuk mengetahui pemaknaan dari iklan rokok

Djarum 76 versi “Wani Piro” dengan menggunakan pendekatan semiologi John

Fiske

Adapun hasil dari kerangka di atas dapat digambarkan dalam bentuk

(37)
[image:37.612.144.506.113.531.2]

Gambar 2.2

Bagan Kerangka Pikir Peneliti tentang Pemaknaan Iklan Djarum 76 versi “Wani Piro” di televisi

Iklan produk rokok Djarum 76 versi “Wani Piro”

di televisi.

Analisis semiologi John Fiske : 3 Level

yaitu Level Realita, Representasi, dan

Ideologi

(38)

BAB III

METODE PENELTIAN

Penelitian ini merupakan suatu kegiatan (ilmiah) yang ditempuh melalui

serangkaian proses yang panjang. Dalam konteks ilmu sosial, kegiatan penelitian

diawali dengan adanya minat untuk mengkaji secara mendalam terhadap

munculnya fenomena tertentu (Bungin, 2007:60-67)

Analisis kulitatif berangkat dari pendekatan fenomenologisme yang

sebenarnya lebih banyak alergi terhadap pendekatan positivisme yang dianggap

terlalu kaku, hitam-putih, atau terlalu taat asas. Alasannya bahwa analisis

fenomenologisme lebih tepat digunakan untuk mengurangi persoalan subjek

manusia yang umumnya tidak taat asas, berubah-ubah dan sebagainya. Analisis

kualitatif umumnya tidak digunakan untuk mencari data yang tampak di

permukaan itu. Dengan demikian analisis kualitatif digunakan untuk memahami

sebuah fakta, bukan untuk menjelaskan fakta tersebut (Bungin, 2007:66-67).

Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode deskriptif

kualitatif dengan pendekatan semiologi, untuk menginterpretasikan penggambaran

iklan pada media elektronik yaitu televisi, yang akan dijadikan sebagai objek

penelitian ini adalah iklan produk rokok Djarum 76 versi “Wani Piro”.

Untuk menginterpretasikan objek penelitian dari iklan produk rokok

[image:38.612.132.510.248.520.2]

Djarum 76 versi “Wani Piro” terlebih dahulu harus diketahui sistem tanda dan

(39)

pendekatan semiologi untuk menganalisa atau menafsirkan makna yang terdapat

dalam iklan tersebut (Christomy dan Yuwono, 2004 :99).

Selain itu pada dasarnya pendekatan semiologi bersifat kualitatif pada

tanda dan teks sebagai objek kajiannya, serta bagaimana peneliti menafsirkan dan

memahami kode (decoding) dibalik tanda dan teks tersebut (Piliang, 2003:270).

3.1 Konsep Penelitian

3.1.1 Semiotika Dalam Iklan Djarum 76 versi “Wani Piro”

Dalam penelitian iklan Djarum 76 versi “Wani Piro” ini peneliti

menggunakan semiotika khususnya kode-kode televisi John Fiske karena peneliti

menganggap semiotika tersebut sesuai dan efektif untuk meneliti iklan tersebut.

Dalam iklan rokok Djarum 76 versi “Wani Piro” di televisi menampilkan

adat kebudayaan sebagai salah satu unsur utama yang ditampilkan dalam iklan

tersebut. Ada beberapa bagian dari iklan ini yang menjadi daya tarik penonton

yaitu bagian yang menampilkan budaya Jawa yaitu dalam segi busana dan yang

utama adalah tata bahasa yang digunakan dalam iklan ini.

Untuk menganalisis iklan tersebut menggunakan kode televisi John Fiske

maka iklan tersebut dikelompokkan pada tiga level, yaitu :

a. Level Realitas : penampilan, kostum tata rias, tingkah laku,

cara berbicara dan gerak tubuh.

b. Level Representasi : naratif, konflik, karakter, aksi, dialog,

(40)

c. Level Ideologi : yang terorganisir kepada penerimaan

hubungan sosial oleh kode-kode ideologi, seperti individualisme,

patriarki,ras, kelas, materialisme, kapitalisme, dll.

3.2 Korpus Penelitian

Korpus merupakan sekumpulan bahan terbatas yang ditentukan pada

perkembangannya oleh analisa dengan semacam kesemenaan. Corpus haruslah

cukup luas untuk memberi harapan yang beralasan bahwa unsur-unsurnya dan

memelihara sebuah system dari kemiripan serta perbedaan yang lengkap. Corpus

juga bersifat sehomogen mungkin, baik homogeny pada taraf substansi maupun

homogeny pada taraf waktu (sinkroni) (Kurniawan, 2001 : 70).

Sebagai analisis, corpus bersifat terbuka pada konteks yang beraneka

ragam yang memungkinkan untuk memahami khalayak aspek dari sebuah teks

yang tidak dapat ditangkap atas dasar suatu analisis yang bertolak dari unsur

tertentu yang terpisah dan berdiri dari teks yang bersangkutan (Arkoun, 2003:40).

Korpus adalah kata lain dari sample, bertujuan tetapi khusus untuk

analisis semiologi dan analisis wacana. Pada penelitian kualitatif ini memberikan

peluang yang besar bagi dibuatnya interpretasi alternatif. Korpus dari penelitian

ini adalah tiap potongan scene iklan produk rokok Djarum 76 versi “Wani Piro” di

televisi. Total potongan scene dalam ilkna Djarum 76 versi “Wani Piro” ini terdiri

(41)

1.

2.

(42)

4.

5.

(43)

7.

Adapun alasan peneliti membagi memilih dan membagi scene tersebut

ialah karena masing-masing scene dapat mewakili tiap-tiap level pada kode

(44)

3.3 Unit Analisis

Untuk menjawab pemaknaan budaya jawa dan korupsi dalam iklan

produk rokok Djarum 76 versi “Wani Piro” di televisi dalam penelitian ini adalah

keseluruhan tanda-tanda dalam komposisi pada iklan tersebut. Kemudian di

interpretasikan dengan menggunakan pendekatan John Fiske.

Iklan Djarum 76 versi “Wani Piro” pada televisi dengan durasi 30 detik

ini, secara keseluruhan dikemas berupa paradigma dan sintagma yang terdapat

pada level realitas, level representasi dan level ideologi. Paradigma adalah

sekumpulan dari sign yang merupakan anggota dari kategori-kategori yang

didefinisikan tetapi tiap-tiap signs tersebut mempunyai makna yang berbeda-beda.

Sedangkan sintagma adalah kombinasi dari signs yang berinteraksi sesuai dengan

yang kita inginkan yang membentuk sebuah makna secara keseluruhan dan

biasanya disebut sebagai rantai (chain). (Chandler, 2002:www.aber.ac.uk)

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini berasal dari data primer,

dan sekunder.

Yang pertama dengan pengumpulan Data Primer, yaitu penelitian ini

dilakukan dengan cara mengamati Iklan Djarum 76 versi “Wani Piro” yang tayang

di televisi secara langsung untuk selanjutnya dianalisis berdasarkan landasan teori

dari John Fiske daninterpretasi dari penulis. Data dari hasil penelitian ini

(45)

Piro” yang terdapat padatelevisi ke dalam sistem tanda komunikasi berupa

adegan-adegan dan teks yang ada.

Kedua dengan menggunakan Data Sekunder, yaitu data yang

dikumpulkan berasal dari bahan-bahan referensi (studi pustaka) seperti

buku-buku, jurnal, artikel-artikel, internet yang berkaitan dengan objek kajian yang

diteliti. Selanjutnya dari hasil pengamatan simbol-simbol yang terdapat pada

potongan visualisasi iklan dan data-data yang diperoleh, akan dianalisis

berdasarkan studi semiotik menurut John Fiske.

3.5 Teknik Analisis Data

Analisis data di dalam penelitian ini akan dilakukan berdasarkan sign

atau sistem tanda yang tampak pada cerita iklan Djarum 76 versi “Wani Piro” di

televisi. Kemudian dianalisis dengan menggunakan pendekatan kode-kode televisi

John Fiske, analisis semiotik pada iklan film dibagi menjadi beberapa element

yaitu level realitas, level representasi, dan level ideologi. Untuk selanjutnya akan

dianalisis di setiap level. Pada level realitas, dianalisis beberapa kode sosial yang

merupakan realitas berupa penampilan kostum, perilaku, ekspresi dan dialog.

Pada level representasi yang akan diamati, meliputi kerja kamera,

pewarnaan, dan suara yang ditransmisikan sebagai kode-kode representasi yang

bersifat konvensional. Namun dalam penelitian ini, peneliti tidak akan membahas

lebih lanjut pada teknik editing, dan music yang ada dalam level representasi,

karena keduanya dianggap tidak memiliki korelasi langsung terhadap pemaknaan

(46)

Pada level ideologi yang akan diamati, meliputi hubungan sosial oleh

kode-kode ideologi, seperti individualisme, patriarki,ras, kelas, materialisme,

(47)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Perusahaan

PT. Djarum adalah salah satu perusahaan rokok di Indonesia. Perusahaan

ini mengolah dan menghasilkan jenis rokok kretek dan cerutu. Ada tiga jenis

rokok yang kita kenal selama ini. Rokok Cerutu (Terbuat dari daun tembakau dan

dibungkus dengan kertas sigaret), rokok putih (Terbuat dari daun tembakau dan

dibungukus dengan kertas sigaret), dan rokok kretek (Terbuat dari tembakau

ditambah daun cengkeh dan dibungkus dengan kertas sigaret).

Rokok Kretek adalah sebuah produk yang racikannya ditemukan oleh H.

Djamhari (kebangsaan Indonesia) pada tahun 1880 di kota Kudus (Kudus kota

kretek). Saat itu H. Djamhari adalah seorang perokok dan ia sering perasa sesak

napas. Saat ia menderita sesak, ia menggunakan minyak cengkeh untuk mengobati

penyakitnya. Hingga suatu ketika ia mencoba meracik daun tembakau dan bunga

cengkeh untuk rokoknya. Alhasil percobaannya tersebut membuahkan hasil dan

rokok tersebut disebut kretek karena letupan api yang membakar \cengkeh

menghasilkan bunyi tek-tek-tek. (Lintasan Sejarah dan Peranan Bagi

Pembangunan Bangsa dan Negara, oleh Ong Hok Ham & Amen Budiman )

Pada tahun 1905, rokok kretek diproduksi untuk dipasarakan. M.

(48)

Tiga. Terbukti pasar untuk produk ini sangat pesat. Hal ini dibuktikan dengan

niatan M. Nitisemito yang ingin membuat lantai kamarnya dengan uang golden.

Hal ini membuat pemerintahan (Saat itu jajahan Belanda) terseinggung, tapi

dengan diplomatis pemerintah mengungkapkan bahwa beliau dapan melanjutkan

niatannya asal posisi uang golden tersebut dalam posisi berdiri. Di sini ada dua

pendapat yang belum bisa dipastikan. Pendapat pertama rencana itu dilanjutkan

dan pendapat kedua M. Nitesemito tahu bahwa itu hanya penolakan halus

pemerintah.

Perusahaan pertama dari luar negeri yang memproduksi rokok ini adalah

Nederland Indie Trade Bureau pada tahun 1908.

Djarum sendiri adalah perusahaan yang berdiri pada saat Indonesia telah

merdeka pda tahun 1951 (tepatnya 21 April 1951). Pendiri Djarum adalah Oei

Wie Gwan. Lambang jarum yang digunakan oleh perusahaan ini adalah jarum

grama phone. Pada tahun 1983 Djarum menjadi perseroan terbata, PT Djarum.

PT. Djarum memiliki nilai inti, yaitu :

1.

Fokus pada pelanggan.

2.

Profesionalisme.

3.

Organisasi yang terus belajar.

4.

Satu Keluarga.

(49)

Perusahaan yang memiliki 76 lokasi kerja (70 di Kudus, 3 di Pati, 1

di Rembang dan 2 di Jepara) ini cukup diakui masalah kesehatan dan

keselamatan kerja karyawannya. Hal ini dibuktikan dari perolehan Zero

Accident Acknowledgement pada tahun 2002. Pada tahun 2004 di Audit

External Keselamatan dan Kesehatan dengan hasil 85%. Karena hasil

auditan yang memuaskan, pada tahun 2005 memperoleh Bendera Emas.

Pada tahun 2007, hasil auditan meningkat menjadi 93% dan tahun 2008

menunggu memperoleh Bendera Emas kembali. Karena hal itulah masalah

keselamatan dan kesehatan bukan lagi menjadi masalah bagi perusahaan

ini.

Perusahaan ini juga memiliki program=program penghijauan.

Program yang dimulai sejak tahun 1977 ini telah banyak berpengaruh

untuk masyarakat sekitar. Kota Kudus yang dulu gersang, dengan adanya

program ini akhirnya kota Kudus dapat hijau kembali. Tidak hanya itu

pada tahun 1980-1985, PT Djarum membagikan bibit mangga kepada 59

desa di Kudus. Pada tahun 1995 sesuai dengan data dari Pemerintah

Propinsi mencatat bahwa penghasilan warga dari penjualan mangga

mencapai 2,5 miliaran. Hingga saat ini pun program penghijauan itu terus

berjalan.

Perusahaan yang memiliki nilai ekspor hampir 16 juta dolar

Amerika (tahun 2007) ini juga telah mampu mengolah limbah pabrik

(50)

menyebutkan limbah air, uji odorant dan juga uji emisi yang berhasil

diolah jauh dibawah baku mutu yang ditetapkan. Jadi perusahaan ini telah

mampu untuk mengolah limbah dengan baik.

4.2 Penyajian Data

Iklan rokok Djarum 76 selalu kreatif dalam membuat dan menampilkan

iklan-iklannya. Pada iklan rokok Djarum 76 versi “Wani Piro” bisa dibilang

menarik perhatian masyarakat karena iklan ini membuat lelucon terhadap

kenyataan dan realitas yang ada di Negara Indonesia dengan memunculkan sosok

Gayus Tambunan menggunakan seragam pegawai negeri dan suasana tempat di

suatu kantor birokrasi yang waktu itu sedang ramai diperbincangkan di

masyarakat.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada iklan produk rokok Djarum

76 versi “Wani Piro” di televisi dengan melakukan pengamatan unsur penanda

dan petanda dalam visualisasi pada tiap scene iklan tersebut dan dibahas melalui

teori semiotika John Fiske.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan kode televisi semiotika John

Fiske yang membagi menjadi level realitas, level representasi, level ideologi yang

(51)

Setting

iklan pada iklan ini hanya di sebuah pulau terpencil yang dimana

terdapat tiga pemuda yang sedang terdampar di pinggiran pantai yang sedang

mencari bantuan.

Berbagai macam warna

wardrobe

yang mengandung arti secara visual dan

memberikan efek psikologis diantaranya adalah coklat, merah, putih, biru,

abu-abu dan warna-warna pendukung lainnya dalam iklan.

Property

terdiri dari pakaian yang dipakai oleh tokoh-tokoh dalam iklan

ini adalah : kemeja abu-abu, kemeja biru gelap seragam pegawai negeri, celana

panjang berwarna coklat, kemeja batik warna kuning emas bermotif bunga-bunga,

map berwarna kuning, kacamata, kendi, blangkon.

Ekspresi yang ada pada iklan ini yaitu, menggoda, marah, terkejut, kaget,

bingung.

Ucapan terdiri dua bahasa, yaitu bahasa indonesia dan bahasa jawa dan

musik dalam iklan ini terdapat sedikit nyanyian acapela dan diikuti suara gelak

tawa pada

backsound

.

Gender

yang tampak dalam iklan ini adalah dominan pada pria. Iklan ini

memilih

gender

pria karena produk yang diiklankan mayoritas konsumennya

(52)

4.3 Analisis Data

4.3.1 Analisis Tampilan Visual Dalam

Scene

Iklan Djarum 76 Versi “Wani

Piro “ Dengan Pendekatan Semiotika John Fiske

Tampilan Visual dalam

scene

Iklan Rokok Djarum 76 versi “Wani Piro”

di televisi ini dianalisis dengan menggunakan kerangka analisis semiotik dalam

film (iklan) yang dikemukakan oleh John Fiske yang membaginya dalam tiga

level, yaitu level realitas, level representasi, dan level ideologi. Pada level ini

realitas dapat dilihat dari setting, wardropbe, tata rias, kostum, gesture, ekspresi,

cara berbicara, dan tingkah laku. Level Representasi meliputi kerja kamera,

pencahayaan,

editting

, suara dan

casting.

Sedangkan level ideologi meliputi

tanda-tanda nonverbal yang menjadi suatu kesatuan dan penerimaan sosial seperti

(53)

4.3.1.1 Tampilan Visual dalam Scene 1

Dalam

scene

1 tampilan visual diawali dengan munculnya seseorang

pemuda dengan menaruh map berwarna kuning ke meja dengan maksud

memberikan map tersebut kepada seorang petugas di kantor.

Deskripsi visual yang ditampilkan adalah :

Level Realitas

Setting :

Setting

dalam

scene

1 ini menampilkan seorang pemuda yang sedang

duduk dan menyerahkan map berwarna kuning ke meja dan ditujukan

kepada salah satu seorang pegawai. Komposisi visualnya sebuah kondisi

dimana suasana kantor pegawai negeri dimana tugasnya adalah mengabdi

dan melayani masyarakat.

(54)

Pada

scene

1 ini seorang pemuda menggunakan kemeja abu-abu memberi

kesan formal saat mendatangi kantor pelayanan masyarakat untuk suatu

keperluan administrasi di kantor tersebut. Sedangkan seorang pegawai

tersebut menggunakan kemeja biru gelap layaknya seragam pegawai

negeri dan tampak dari belakang.

Property :

Property yang digunakan pada

scene

1 ini antara lain adalah map berwarna

kuning, meja, segelas teh di atas meja, dan tumpukan map-map serta

berkas-berkas di tumpuk di atas meja bagian kanan untuk memperkuat

kesan kantor pelayanan masyarakat yang beroperasi.

Level Representasi

Sudut pengambilan gambar

Pengambilan gambar dalam shot ini adalah menggunakan

Medium Shoot

(MS) yang bisa digunakan untuk objek dengan tampilan gambar yang jika

objeknya adalah manusia, maka dapat diukur sebatas dada hingga sedikit

ruang di atas kepala. Sudut pengambilan gambar menggunakan medium

shoot dimaksudkan untuk memperjelas ekspresi pemuda yang meletakkan

map di meja dan ekspresi yang ramah untuk mendapatkan pelayanan

(55)

Level Ideologi

Level ideologi dalam scene ini yaitu ekspresi sang warga yang senyum

dengan ramah ketika meletakkan map berwarna kuning kepada seorang

pegawai negeri yang sedang bertugas dan duduk di meja, ekspresi senyum

pemuda tersebut memberikan kesan ramah dan berharap untuk

mendapatkan pelayanan dari seorang pegawai.

Analisis

Analisis yang diperoleh dari

scene

1 yakni

scene

ini menampilkan dua

tokoh sang pemuda dan sang pegawai negeri. Dimana sang meletakkan map

berwarna kuning dengan ekspresi wajah tersenyum ramah kepada pegawai yang

sedang bertugas dengan harapan mendapatkan pelayanan administrasi dari

pegawai dan sedang duduk tampak dari belakang dengan suasana kantor. Segala

property yang digunakan sesuai dengan apa yang biasanya terdapat dalam meja

kantor. Pengambilan gambar pada scene ini menggunakan

Medium Shot

(MS)

agar menjelaskan ekspresi tokoh sang pemuda yang tersenyum ramah dan

mengharapkan pelayanan administrasi, serta latar belakang dengan settingan

(56)

4.3.1.2 Tampilan Visual dalam Scene 2

Dalam

scene

2 tampilan visual dilanjutkan dengan adanya tokoh pegawai

negeri. Disini sang pegawai negeri memberikan isyarat dengan tangan

memberikan kode minta uang.

Deskripsi visual yang ditampilkan adalah

:

Level Realitas

Setting :

Setting dalam

scene

2 ini menampilkan tokoh pegawai negeri mengenakan

yang sedang mengisyaratkan menggunakan tangannya dengan maksud

menagih uang.

Level Representasi

(57)

Pengambilan gambar dalam

shot

ini adalah menggunakan

Close Up

yang

biasa digunakan untuk menampilkan ekspresi wajah dalam detail sehingga

memenuhi layar, dan mengaburkan objek dengan konteksnya. Sudut

pengambilan gambar menggunakan close up agar dapat memfokuskan

kepada ekspresi pegawai yang sedang memberikan isyarat melalui

tangannya yang memberikan arti uang, dan maksudnya adalah untuk

melakukan tindak korupsi berupa menagih pungutan liar kepada pemuda

tersebut.

Level Ideologi

Level ideologi dalam

scene

ini yaitu ekspresi pegawai negeri yang

memberikan isyarat dengan tangan yang bermaksud menagih pungutan liar

(pungli) dan dengan ekspresi wajah yang normal untuk mendapatkan

pelayanan dari pegawai tersebut.

Analisis

Analisis yang diperoleh dari

scene

2 yakni

scene

ini yaitu

menampilkan tokoh pegawai negeri dimana pegawai tersebut memberikan

kode dengan tangan yang biasa memiliki arti uang dan bermaksud

menagih uang kepada warga untuk melakukan tindak korupsi berupa

pungutan liar. Pengambilan gambar pada scene ini menggunakan

Close Up

agar ekspresi tokoh pegawai tersebut dapat terlihat dengan jelas pada saat

memberikan kode dengan tangannya untuk melakukan tindak korupsi

(58)

4.3.1.3 Tampilan Visual dalam Scene 3

Dalam

scene

3 ini tampilan visual dilanjutkan dengan pemuda yang pergi

meninggalkan meja pegawai negeri tersebut dengan membawa map berwarna

kuning dengan ekspresi wajah yang marah lalu mengumpat “Cok, dasar rampok!”.

Deskripsi visual yang ditampilkan adalah :

Level Realitas

Setting :

Setting dalam

scene

3 ini menampilkan pemuda yang sedang berjalan

meninggalkan pegawai tersebut dimana perlengkapan yang terdapat dalam

kantor dan terlihat pegawai yang lainnya sedang duduk di mejanya

masing-masing dan salah satu pegawai yang di sebelah kanan terlihat

sedang tidur dengan posisi duduk di mejanya dan dapat menjelaskan

(59)

Property :

Property

yang digunakan pada scene 3 ini, seperti map berwarna kuning

yang dibawa oleh pemuda dan terlihat juga kantong plastik berwarna

<

Gambar

gambar dan gerak, oleh karena itu pesan yang disampaikan melalui media ini
gambar medium shot tetapi agak melebar kesamping kanan
Gambar 2.2 Bagan Kerangka Pikir Peneliti tentang Pemaknaan Iklan Djarum 76
gambar yang terdapat dalam penelitian ini. Karena itulah, peneliti menggunakan
+6

Referensi

Dokumen terkait

Penulis berpendapat bahwa kalimat:” Dalam hal kegiatan usaha dapat berjalan dan berkembang dengan baik, sangat dimungkinkan pada saatnya BUMDes mengikuti badan hukum yang

Perbaikan mesin dan pengecatan bodi sepeda motor Honda Supra V tipe NF 100, tahun 2002 yaitu: kepala silinder, blok mesin, batang piston, dan seluruh bodi sepeda

dengan jelas menggambarkan cita-cita yang akan dicapai.. akhir atau sebuah cita-cita berperan penting dalam memotivasi peserta. didik untuk berprestasi lebih tinggi agar

Power steering pada segway adalah menggunakan sistem elektrik yang dinamakan teknologi electric power steering (EPS). Pada EPS, mekanisme hidraulis pada mobil berganti menjadi

Dari hasil penelitian ini diharapkan agar perawat Rumah Sakit Umum Kota Bandung lebih memperhatikan lagi tentang pentingnya penggunaan APD ketika melakukan tindakan

[r]

Berdasarkan analisis yang diperoleh melalui data-data perusahaan, visi misi dan filosofi PT Siap Technovation Unggul, serta jasa apa yang ditawarkan, akan dapat ditentukan image

Berdasarkan analisis dan pembahasan yang diperoleh solusi optimal pada produksi minuman dalam kemasan botol yang diselesaikan dengan memodelkan ke dalam bentuk Linear