S K R I P S I
OLEH :
Marselino Steven Maspaitella
NPM. 0643010244
YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
MARSELINO STEVEN MASPAITELLA
NPM. 0643010244
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal 02 Desember 2010
PEMBIMBING TIM PENGUJI :
1. Ketua
Ir. H. Didiek Tranggono, M.Si NIP. 19581225 19900 1001
Dra. Diana Amalia, M.Si NIP. 19630907 199103 2 00 1
KATA PENGANTAR
Halleluya, Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena penyertaan-Nya dan berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan sehingga
penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.
Hanya kepada Tuhan Yesus rasa syukur yang penulis panjatkan atas
segala keberhasilan dan kelancaran selama proses mengerjakan skripsi ini.
Sejujurnya penulis akui bahwa kesulitan selalu ada di setiap proses pembuatan
penelitian skripsi ini, tetapi faktor kesulitan itu lebih banyak datang dari diri
sendiri. Kesulitan itu akan terasa lebih mudah apabila kita yakin terhadap
kemampuan yang kita miliki dan percaya bahwa Tuhan Yesus selalu menyertai
hingga terselesaikannya penelitian skripsi ini.
Semua proses kemudahan dan kelancaran pada saat pembuatan
penelitian Skripsi ini tidak lepas dari segala bantuan dari berbagai pihak yang
sengaja maupun yang tidak sengaja telah memberikan perhatian dan
sumbangsihnya. Maka penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1.Ibu Dra. H.Suparwati, Ec, Msi, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa
Timur yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk
menyelesaikan penelitian skripsi ini.
2.Bapak Juwito, S.Sos, Msi, Ketua Progdi Ilmu Komunikasi
3.Ibu Dra. Diana Amalia, Msi, Dosen Pembimbing yang telah
meluangkan waktu dan pikiran untuk memberikan bimbingan,
saran dan petunjuk sampai terselesainya penelitian skripsi ini.
4.Bapak dan Ibu Dosen Ilmu Komunikasi yang telah memberikan
ilmunya.
5.(Alm) Papa yang menjadi inspirasi dan semangat dalam
menyelesaikan studi S1. Mama dan Marsel yang telah
mendukung, membimbing dengan penuh kasih sayang yang tulus
dan perhatian secara moriil maupun materiil, serta doa restunya
demi keberhasilan penelitian skripsi ini.
6.Keluarga besar Maspaitella – Yokohael yang telah memberikan
semangat dan motivasi kepada penulis.
7.Mytha Febryani Pondaang tercinta yang selalu memberikan
motivasi, semangat, perhatian,dukungan dan kasih sayangnya
yang tidak henti-hentinya demi kelancaran dan keberhasilan
penelitian skripsi ini.
8.Renato H, Erwin Weber, Dimas Agil, Taufiq Prabowo, Immanuel
Yoyakhim, Rizqisyah Dwijaya Irawan, Cleveland Ronaldo, Dicky
Ariesta, Eko Agus C, dan seluruh teman – teman jurusan IKOM
‘06 yang telah membantu dan memberikan dorongan hingga
terselesaikannya penelitian skripsi ini.
9. Teman-teman GP dan jemaat GPIB SHALOM yang selalu
10.Teman-teman vocal group Serafika yang telah selalu memberikan
pengertian dalam pelayanan dalam Tuhan dan kelancaran dalam
menyelesaikan penelitian skripsi ini.
11.Keluarga Bapak Edi dan mas Erik yang menjadi tempat
nongkrong di saat melepas penat dengan penelitian skripsi ini.
12.Kepada mbak Tiwi yang sudah menyempatkan waktu
membimbing dan menyuport penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini.
Penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan - kekurangan dalam
penyusunan penelitian skripsi ini. Maka penulis mengharapkan saran dan kritik
yang membangun. Dan semoga penelitian skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang
menggunakannya. Terima kasih.
Surabaya, November 2010
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... x
ABTRAKSI ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 16
1.3 Tujuan Penelitian ... 16
1.4 Kegunaan Penelitian ... 16
1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 16
1.4.2 Kegunaan Praktis ... 16
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 18
2.1 Landasan Teori ... 18
vi
2.1.1 Media Massa ... 17
2.1.1.1 Surat Kabar ... 19
2.1.2 Tipografi Huruf ... 21
2.1.3 Kartun dan Karikatur ... 24
2.1.4 Karikatur Dalam Media Cetak... 26
2.1.5 Kritik Sosial ... 27
2.1.6 Teroris ... 32
2.1.7 Korupsi ... 33
2.1.8 Pengertian Hukum di Indonesia ... 34
2.1.9 Pendekatan Semiotika ... 35
2.1.10 Semiotika Charles Sanders ... 37
2.1.11 Konsep Makna ... 40
2.2 Kerangka Berpikir ... 43
BAB III METODE PENELITIAN ... 45
3.1 Metode Penelitian ... 45
3.2 Korpus ... 46
3.3 Unit Analisis ... 47
vii
3.3.1 Ikon ... 48
3.3.2 Indeks ... 48
3.3.3 Simbol ... 48
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 49
3.5 Teknik Analisis Data ... 50
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 53
4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 53
4.1.1 Gambaran Umum Harian Kompas ... 53
4.1.2 Sejarah Harian Kompas ... 54
4.2 Penyajian Data ... 57
4.3 Analisis Data ... 57
4.4 Karikatur Oom Pasikom Pada Surat Kabar Kompas “Kinerja Penegak Hukum Trehadap Kasus Teroris dan Kasus Korupsi” Edisi Sabtu, 2 Oktober 2010 ... 58
4.5 Karikatur Oom Pasikom Pada Surat Kabar Kompas “Kinerja Penegak Terhadap Kasus Teroris dan Kasus Korupsi” Edisi Sabtu, 2 Oktober 2010 Dalam Kategori Tanda Pierce ... 60
4.6 Analisis Data Pemaknaan Karikatur “Oom Pasikom” Edisi, 2 Oktober 2010 ... 66
viii
ix
4.6.1 Ikon ... 66
4.6.2 Indeks ... 68
4.6.3 Simbol ... 70
4.7 Makna Keseluruhan Pemaknaan Karikatur ”Oom Pasikom” (dalam model triangle of meaning Pierce) ... 71
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 74
5.1 Kesimpulan ... 74
5.2 Saran ... 75
DAFTAR PUSTAKA ... 76
KOMPAS EDISI, 2 OKTOBAR 2010.
(Studi Semiotik Terhadap Pemaknaan Karikatur “Oom Pasikom” Pada Surat
Kabar Kompas Edisi, 2 Oktober 2010)Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana makna yang dikomunikasikan karikatur tentang kinerja penegak hukum terhadap kasus teroris dan kasus korupsi pada surat kabar Kompas “Oom Pasikom” yang dimuat 2 Oktober 2010.
Teori yang digunakan adalah semiotika Charles Sanders Peirce yang mengemukakan membagi antara tanda dan acuannya tersebut menjadi kategori yaitu : ikon, indeks, simbol adalah tanda yang hubungan antara penanda dan penandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Kerangka berpikir yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan pada Frame of Reference (berdasarkan pengetahuan) serta Field of Experience (latar belakang pengalaman).
Metode semiotik dalam penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, yaitu sebuah metode yang lebih mudah menyesuaikan bila dalam penelitian ini kenyataannya ganda, menyajikan secara langsung hubungan antara peneliti dengan objek peneliti, lebih peka serta dapat menyesuaikan diri dengan banyak pengaruh terhadap pola-pola nilai yang dihadapi Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu data yg dikumpulkan berupa kata-kata dan gambar.
Hasil yang didapat dari interpretasi karikatur adalah adanya sebuah kinerja penegak hukum terhadap kasus teroris dan kasus korupsi yang digambarkan karikaturis dalam sebuah karikatur.
Kesimpulan yang didapat adalah karikatur memberikan pesan agar penindak lanjutan dalam menindak kasus-kasus yang ada di Indonesia tanpa tebang pilih dan lebih merata dalam penindakannya.
Media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk
menyampaikan pesan dari komunikator pada khalayak. Masyarakat haus
akan informasi, sehingga media massa sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
Media massa terdiri dari media massa cetak, dan media massa elektronik.
Media massa cetak terdiri dari majalah, surat kabar, dan buku. Sedangkan
media massa elektronik terdiri dari televisi, radio, film, internet, dan lain -
lain. Media cetak seperti, majalah, buku, surat kabar justru mampu
memberikan pemahaman yang tinggi kepada pembacanya, karena ia sarat
dengan analisa yang mendalam dibanding media lainnya. (Cangara,
2005:128)
Selama ini media cetak seperti surat kabar tidak hanya berperan
sebagai pencarian informasi yang utama dalam fungsinya, tetapi bisa juga
mempunyi suatu karakteristik yang menarik yang perlu di perhatikan untuk
memberikan analisis yang sangat kritis yang akan menumbuhkan motivasi,
mendorong serta dapat mengembangkan pola pikir bagi masyarakat agar
semakin kritis dan selektif dalam menyikapi berita-berita yang ada di dalam
media. Belakangan ini media pers Indonesia menampilkan komik kartun
dan karikatur sebagai ungkapan kritis terhadap berbagai masalah yang
berkembang secara tersamar dan tersembunyi. Pembaca di ajak berpikir,
merenungkan dan memahami pesan-pesan yang tersurat dan tersirat dalam
gambar tersebut. (Sobur, 2006:140)
Keberadaan karikatur pada surat kabar, bukan berarti hanya
melengkapi surat kabar dan memberikan hiburan selain berita-berita utama
yang di sajikan. Tetapi juga dapat memberikan informasi dan tambahan
pengetahuan terhadap masyarakat. Karikatur membangun masyarakat
melalui pesan-pesan sosial yang dikemas secara kreatif dengan pendekatan
simbolis. Sayangnya muatan pesan verbal dan pesan visual yang di
tuangkan pada karikatur terlalu banyak. Secara visual, desain karikatur yang
disajikan pun jelek, tidak komunikatif, kurang cerdas, dan terkesan
menggurui. Akibatnya masyarakat luas diposisikan sebagai target sasaran
dari karikatur dengan serta merta mengabaikan pesan sosial yang ingin
disampaikan oleh karikatur. (www.desaingrafisindonesia.com).
Digunakannya gambar karikatur dari harian Kompas edisi Oktober
2010 sebagai objek penelitian dikarenakan gambar karikatur tersebut
merupakan penggambaran suatu dari peristiwa yang sedang dialami bangsa
Indonesia yaitu membrantas para teroris yang berganti motif penyerangan
dengan perampokan di bank CIMB Niaga Medan dan polsek Hamparan
Perak yang dilakukan di Deli Serdang Sumatera Utara. Dan kasus korupsi
yang belum tuntas dan pemberian hukuman yang terlalu ringan pada
tersangka atau koruptor. Bahkan pemberian vonis bebas kepada koruptor
Terorisme menjadi problem yang seakan tak bisa lagi dipisahkan
dengan Indonesia. Semenjak bom bali satu di Legian Bali hingga
perampokan perampok yang di duga aksi teroris yang menggalang dana
untuk aksi beriktutnya. Belakangan, masalah terorisme pun kembali
mencuat. Sabtu (2/10), ratusan Polisi dari berbagai kesatuan, juga masih
mengejar komplotan bersenjata yang diduga sebagai teroris, di Kabupaten
Serdang Bedagai, Sumatera Utara (Sumut).
Kasus terorisme sangat sering terjadi di Indonesia. Dari berbagai
catatan yang berhasil dihimpun, sejak 2000, Markas Besar Kepolisian RI
telah menembak mati 44 pelaku terduga teroris dan 10 teroris yang tercatat
melakukan aksi bunuh sebanyak 10 orang. (Blora, CyberNews)
Setelah Imam Samudera dan Hambali telah menjalani hukuman
mati. Dan yang terakhir Nurdin M Top yang meninggal dalam penyergapan
Densus88. Aksi teroris kini kembali muncul dengan aksi yang frontal
dengan melakukan perampokan dan serangan ke markas polisi. Kapolri
menjelaskan, tersangka teroris menganggap perampokan yang di lakukan
terhadap bank sebagai perampokan terhadap harta benda milik orang kafir
(fa’i). Dengan dana itu, mereka membiayai kegiatan terorisme, yaitu
membangun kekuatan militer, melakukan latihan, serta membeli sanjata api
Di dalam kegiatan teroris terjadi pergeseran pola yang di kontrol
oleh Abu Tholut sebagai pimpinan menurut kepolisian. Ada tiga aspek
terjadinya pergeseran pola yaitu :
Ada masalah pergeseran target masalah target sasaran serang far
enemy (musuh jauh), yaitu simbol-simbol kepentingan Amerika dan
sekutunya seperti kedutaan asing, hotel, bar, kafe dan mall. Ke near enemy
(musuh dekat) yang lebih tertuju kepada aparat kepolisian terlebih Densus
88. Ada tiga alasan teroris menyerang kepolisian. Pertama, polimereka
perlu dihukum karena menjadi thoghut (penguasa yang lalim) karena
termasuk aparat pemerintah yang dianggap sekuler. Kedua, Densus 88
dituding sebagai antek-antek asing, terutama Amerika dan Australia yang
melatih kepolisian. Yang terakhir, Densus 88 di yakini melanggar HAM
karena telah melakukan extra judicial killing dan penyiksaan terhadap
tindak terorisme.
Aspek ke dua, adalah perubahan dari cara penyerangan dari bom
bunuh diri ke penggunaan senjata api yang di barengi dengan kemampuan
urban guerilla warfare. Aspek ke tiga, adalah saat donatur dari luar ataupun
internal kelompok mulai kekurangan dana, perampokan menjadi cara yang
efisien untuk mendapatkan dana segar dan ini ukan pola baru. Tahun 2002
Imam Samudra merampok toko emas di Serang untuk mendanai aksi bom
Kinerja penegak hukum dalam mengungkap jaringan-jaringan
teroris di Indonsia sangat baik terutama kepolisian. Hal ini terbukti dengan
tertangkapnya para klomplotan perampok bersenjata yang melakukan aksi
di Bank CIMB Niaga Medan yang di curigai sebagai teroris. Dan
melakukan pengerjaran sampai kota Serdang Begadai Sumatera Utara di
mana menjadi sarang para perampok teroris. Dan sebagian para pelaku
mulai terdesak dan menyerahkan diri ke kepolisian setempat karena ruang
geraknya telah terlacak oleh polisi. Tetapi kinerja penegak hukum dalam
mengungkap korupsi sangatlah bertolak belakang dengan pemberantasan
aksi teroris. Pengadilan umum dinilai masih mengobral vonis bebas
terhadap terdakwa kasus korupsi. Selama semester pertama tahun 2010 saja,
pengadilan telah memvonis bebas lebih dari separuh terdakwa korupsi.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis
besar mencakup unsur-unsur sebagai berikut. Yang pertama, perbuatan
melawan hukum. Ke dua, penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau
sarana. Ke tiga, memeperkaya diri sendiri, orang lain dan korporasi. Yang
terakhir, merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain,
diantaranya. Memberikan atau menerima hadiah atau janji, penggelapan
dalam jabatan, pemerasan dalam jabatan, ikut serta dalam pengadaan (bagi
pegawai atau penyelenggara negara), dan menerima gratifikasi (bagi
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah
penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk
pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya
korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan
pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai
dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi
adalah kleptokrasi, yang arti harfiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di
mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa
berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering
memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian
uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja.
Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting
untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas kejahatan. Tergantung
dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang
dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada
yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.
Menurut Indoneisa Corruption Watch (ICW), sebanyak 54,82
persen atau 91 terdakwa atas kasus korupsi di vonis bebas oleh pengadilan
umum dalam enam bulan pertama tahun 2010. Berdasarkn catatan ICW,
sepanjang 2010 pengadilan umum telah menyidang 166 terdakwa korupsi
ringan para terdakwa. Dari 166 orang tersebut, yang dihukum satu-dua
tahun berjumlah 38 terdakwa (22,89 persen), sedangkan hukuman dua
hingga lima tahun dijatuhkan kepada 30 terdakwa (18,07 persen). Rata-rata
para pelaku koruptor yang di vonis bebas adalah orang yang berlatar
belakang birokrat, anggota DPRD/DPR, pengusaha atau swasta, dan
pegawai BUMD.
Contoh kasus, pembebasan mantan Bupati Kutai Kartanegara
Syaukani Hassan Rais dengan kasus Rp 7,18 miliar untuk studi kelayakan
pembangunan bandara yang dilakukan PT Mahakam Diastar Internasional.
Soal dana bantuan sosial, hakim menilai Syaukani tidak dapat
mempertanggungjawabkan dana Rp 6,27 miliar. Pada Desember 2007, ia
dijatuhi hukuman dua setengah tahun penjara. Hukuman diperberat
Mahkamah Agung, yang menjatuhkan vonis enam tahun penjara plus denda
Rp 49,36 miliar pada September tahun lalu. Tapi mendapat vonis bebas
karena tersangka mengidap penyakit berat. Dia pulangkan dan tinggal di
pendapa Kabupaten Kutai Kartanegara, tempatnya dulu ketika menjadi
bupati.
Fungsi media sebagai kontrol sosial dan persuasif secara sadar atau
tidak dapat mengarahkan khalayak untuk mengikuti pola pikir yang di
sajikan media. Kebutuhan khalayak akan berita yang paling penting adalah
nilai “kebaruan”, nilai ini pada media cetak terletak pada surat kabar.
menyajikan informasi yang berupa visualisasi karikatur. Informasi yang
ringan dan humoris namun tetap kritis dan faktual membuat khalayak
terhibur dan tertarik dengan informasi tersebut. (Effendy. 2000;92)
Selama ini kita tahu bahwa surat kabar tidak hanya saja sebagai
pencarian informasi yang utama dalam fungsi - fungsinya, tetapi bisa juga
mempunyai suatu karakteristik yang menarik yang perlu diperhatikan untuk
memberikan analisis yang sangat kritis yang akan menumbuhkan motivasi,
mendorong serta mengembangkan pola pikir bagi masyarakat untuk
semakin kirits dan selektif dalam menyikapi berita - berita yang ada di
dalam media, khususnya surat kabar. (Sumadria, 2005:86)
Surat kabar saat ini, seiring dengan perkembangan zaman,
perubahan - perubahan dalam isi atau content yang ditampilkan oleh koran
sangat bervariasi, mulai dari informasi berita (baik dalam maupun luar),
hiburan, gaya hidup, informasi lowongan pekerjaan, iklan dan tips - tips
kesehatan. Koran (dari Bahasa Belanda : Krant, dari Bahasa Perancis :
Courant) atau surat kabar adalah suatu penerbitan yang ringan dan mudah
dibuang, biasanya dicetak pada kertas berbiaya rendah yang disebut kertas
koran, yang berisi berita - berita terkini dalam berbagai topik. Topiknya bisa
berupa even politik, kriminalitas, olahraga, tajuk rencana, cuaca. Surat
kabar juga berisi komik, TTS dan hiburan lainnya. Ada juga surat kabar
yang dikembangkan untuk bidang - bidang tertentu, misalnya berita untuk
industri tertentu, penggemar olahraga tertentu, penggemar seni atau
setiap hari, kecuali pada hari - hari libur. Selain itu, juga terdepat surat
kabar mingguan yang biasanya lebih kecil dan kurang prestisius dengan
surat kabar harian dan isinya biasanya lebih bersifat hiburan. Kebanyakan
negara mempunyai setidaknya satu surat kabar nasional yang terbit di
seluruh bagian negara. Di Indonesia contohnya adalah Kompas. Pemilik
surat kabar atau penanggung jawab adalah Penerbit, orang yang
bertanggung jawab terhadap isi surat kabar disebut Editor.
Saat ini media massa lebih menyentuh persoalan - persoalan yang
terjadi di masyarakat secara aktual, seperti harus lebih spesifik dan
proporsional dalam melihat sebuah persoalan sehingga mampu menjadi
media edukasi dan informasi sebagaimana diharapkan oleh masyarakat.
Sebagai lembaga edukasi, media massa harus dapat memilah kepentingan
pencerahan dengan kepentingan media massa sebagai lembaga produksi
sehingga kasus - kasus pengaburan berita tidak harus terjadi dan merugikan
masyarakat.
Dalam buku Desain Komunikasi Visual, Kusmiati (1999:36),
mengatakan bahwa Visualisasi adalah cara atau sarana untuk membuat
sesuatu yang abstrak menjadi lebih jelas secara visual yang mampu menarik
emosi pembaca, dapat menolong seseorang untuk menganalisa,
merencanakan dan memutuskan suatu problema dengan mengkhayalkannya
pada kejadian yang sebenarnya. Media verbal gambar merupakan media
yang paling cepat untuk menanamkan pemahaman. Informasi bergambar
gambar jauh lebih mudah dan sederhana. Gambar berdiri sendiri, memiliki
subjek yang mudah dipahami dan merupakan “simbol” yang jelas dan
mudah dikenal (Waluyanto, 2000:128).
Karikatur sebagai wahana penyampai kritik sosial seringkali kita
temui didalam berbagai media massa baik media cetak maupun media
elektronik. Didalam media ini, karikatur menjadi pelengkap artikel dan
opini. Keberadaannya biasanya disajikan sebagai selingan atau dapat
dikatakan sebagai penyejuk setelah para pembaca menikmati artikel -
artikel yang lebih serius dengan sederetan huruf yang cukup melelahkan
mata dan pikiran. Meskipun sebenarnya pesan - pesan yang disampaikan
dalam sebuah karikatur sama seriusnya dengan pesan - pesan yang
disampaikan lewat berita dan artikel, namun pesan - pesan dalam karikatur
lebih mudah dicerna karena sifatnya yang menghibur. Seringkali gambar itu
terkesan lucu dan menggelikan sehingga membuat kritikan yang
disampaikan oleh karikatur tidak begitu dirasakan melecehkan atau
mempermalukan. (Indarto, 1999: 5).
Karikatur sebenarnya memiliki arti sebagai gambar yang
didistorsikan, diplesetkan atau dipelototkan secara karakteristik tanpa
bermaksud melecehkan si pemilik wajah. Karikatur membangun
masyarakat melalui pesan-pesan sosial yang dikemas secara kreatif dengan
pendekatan simbolis. Jika dilihat dari wujudnya, karikatur mengandung
tanda-tanda komunikatif. Lewat bentuk-bentuk komunikasi itulah pesan
pesan yang ada pada karikatur diharapkan mampu mempersuasi khalayak
yang dituju. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji tanda verbal (terkait
dengan judul, subjudul, dan teks) dan tanda visual (terkait dengan ilustrasi,
logo, tipografi dan tata visual) karikatur dengan pendekatan semiotika.
Dengan demikian, analisis semiotika diharapkan menjadi salah satu
pendekatan untuk memperoleh makna yang terkandung dibalik tanda verbal
dan tanda visual dalam iklan layanan masyarakat.
Dalam sebuah karikatur yang baik, kita menemukan perpaduan
dari unsur - unsur kecerdasan, ketajaman, dan ketepatan berpikir secara
kritis serta ekspresif melauli seni lukis dalam menanggapi fenomena
permasalahan yang muncul dalam kehidupan masyarakat luas, yang secara
keseluruhan dikemas secara humoris, dengan demikian memahami
karikatur juga perlu memiliki referensi - referensi sosial agar mampu
menangkap pesan yang ingin disampaikan oleh karikaturisnya. Tokoh, isi,
maupun metode pengungkapan kritik yang dilukiskan secara karikatural
sangat bergantung pada isu besar yang berkembang yang dijadikan
headline.
Dari uraian diatas, dapat dilihat bahwa karikatur merupakan salah
satu wujud lambang (symbol) atau bahasa visual yang keberadaannya
dikelompokkan dalam kategori komunikasi non verbal dan dibedakan
merupakan ungkapan ide atau pesan dari karikaturis kepada publik yang
dituju melalui simbol yang berwujud gambar, tulisan dan lainnya.
Gagasan menampilkan tokoh atau simbol yang realistis
diharapkan membentuk suasana emosional, karena gambar lebih mudah
dimengerti dibandingkan tulisan. Sebagai sarana komunikasi, gambar
merupakan pesan nonverbal yang dapat menjelaskan dan memberikan
penekanan tertentu pada isi pesan. Gambar dalam karikatur sangat
berpengaruh, karena gambar lebih mudah diingat daripada kata - kata,
paling cepat pemahamannya dan mudah dimengerti, karena terkait dengan
maksud pesan yang terkandung dalam isi dan menampilkan tokoh yang
sudah dikenal. Gambar mempunyai kekuatan berupa fleksibilitas yang
tinggi untuk menghadirkan bentuk atau perwujudan gambar menurut
kebutuhan informasi visual yang diperlukan. Simbol atau tanda pada sebuah
karikatur mempunyai makna yang dapat digali kandungan faktualnya.
Dengan kata lain, bahasa simbolis menciptakan situasi yang simbolis pula.
Dimana didalamnya terkandung makna, maksud dan arti yang harus
diungkap.
Simbol pada gambar merupakan simbol yang disertai maksud
(signal). Sobur (2003: 163) menyatakan bahwa pada dasarnya simbol
adalah sesuatu yang berdiri atau ada sesuatu yang lain, kebanyakan
diantaranya tersembunyi atau tidak jelas. Sebuah simbol dapat berdiri untuk
bahwa simbol atau tanda pada sebuah gambar memiliki makna yang dapat
digali, dengan kata lain, bahasa simbolis menciptakan situasi yang simbolis
pula atau memiliki sesuatu yang mesti diungkap maksud dan artinya.
Sementara itu, pesan yang dikemukakan dalam pesan karikatur,
disosialisasikan kepada khalayak sasaran melalui tanda. Secara garis besar,
tanda dapat dilihat dari dua aspek, yaitu tanda verbal dan tanda visual.
Tanda verbal akan didekati dari ragam bahasanya, tema dan pengertian
yang didapatkan, sedangkan tanda visual akan dilihat dari cara
menggambarkannya apakah secara ikon, indeks, maupun simbolis.
Oom Pasikom merupakan opini redaksi media Kompas yang
dituangkan dalam bentuk gambar karikatur yang menggambarkan berbagai
permasalahan bangsa ini. Baik masalah sosial, ekonomi, politik, budaya,
bahkan musibah yang sedang dialami masyarakat. Isi pesan dari gambar
tersebut biasanya ditujukan untuk mengkritik kebijakan atau langkah
pemerintah atau lembaga dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang
berkaiatan dengan kepentingan masyarakat luas. Tentu saja kritik yang
diopinikan media tersebut adalah kritik yang membangun, kritik yang
ditujukan kearah perbaikan untuk semua pihak yang bersangkutan.
Dalam gambar editorial Oom Pasikom edisi 2 Oktober 2010,
ditampilkan di antaranya dengan visualisasi gambar orang laki-laki
menggunakan topi dengan mata yang melotot. Orang itu berusaha
pada badan belut. Dan seorang laki-laki dengan berpakaian gelap memakai
topi baja atau helm perang dan membawa senjata berkata “ Nangkap belut
lebih sulit dari nengkap teroris, ya pak? TEMBAK DI TEMPAT SAJA !! “.
Peneliti memilih Kompas karena merupakan salah satu media yang
memberikan porsi pada idelaisme yang termasuk pula pada visinya
“Amanat Hati Nurani Rakyat” yang sekaligus menjadi merek dagang
Kompas yang membidik pasar kelas menengah ke atas. Media Kompas
merupakan salah satu saluran komunikasi politik di Indonesia sela era
reformasi, relaitas media dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Di
samping menggunakan bahasa tulis sebagai media utama penyampaian
informasi, juga dapat menggunakan dengan memaknai gambar kartun.
Sebagai Koran Nasional peredaran Kompas meliputi hampir seluruh kota di
Indonesia dan selalu menjadi market leader.
Dalam rubrik karikatur Kompas yang di sebut “Oom Pasikom”,
Kompas lebih kritis dan menggambarkan situasi sosial yang terjadi di
masyarakat. Sekmen Karikatur pada koran Kompas yaitu Oom Pasikom
lebih berani dalam mengkritisi sosial yang sedang terjadi. Oom pasikom
berani menggambarkan seorang koruptor dengan hewan melatah yaitu
seekor belut. Dalam kasus teroris dan kasus teroris kompas berani
mengkritik dengan menggunakan sisi lain yaitu hewan dalam gambar
karikatur tersebut. Hal ini yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan
Dari beberapa uraian di atas, pemilihan gambar karikatur Oom
Pasikom yang bertema “Kinerja Penegak Hukum Terhadap Kasus Teroris
dan Kasus Korupsi” sebagai objek penelitian karena gambar karikaturnya
yang unik, karena apa yang disajikan dalam gambar karikatur editorial
tersebut seakan - akan menggambarkan tanggapan permasalahan yang
terjadi dalam sudut pandang masyarakat Indonesia yang diwakili oleh
kartunis. Dalam mengungkapkan makna pesan gambar karikatur tersebut,
peneliti menggunakan pendekatan Semiotik menurut Charles Sanders
Peirce yaitu tanda atas ikon, indeks dan simbol yang berhubungan dengan
acuannya.
Semiotik untuk studi media massa tidak hanya terbatas sebagai
kerangka teori, namun sekaligus juga sebagai metode analisis (Sobur, 2004:
83). Menurut Peirce salah satu bentuk tanda adalah kata. Sedangkan objek
adalah sesuatu yang dirujuk tanda. Sesuatu yang digunakan agar tanda
dapat berfungsi, oleh Peirce disebut ground. Sementara itu, pesan yang
dikemukakan dalam pesan karikatur, disosialisaikan kepada khalayak
sasaran melalui tanda. Secara garis besar, tanda dapat dilihat dari dua aspek,
yaitu tanda verbal dan tanda visual. Tanda verbal akan didekati dengan
ragam bahasanya, tema, dan pengertian yang didapatkan. Sedangkan tanda
visual akan dilihat dari cara menggambarkan, apakah secara ikonis,
indeksikal, atau simbolis, dan bagaimana cara mengungkapkan idiom
estetiknya dimana hal tersebut terangkum dalam teori Charles Sanders
terpisah, kemudian diklasifikasikan dan dicari hubungan antara yang satu
dengan yang lainnya. (Sobur, 2004: 86)
1.2 Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut : “Bagaimana makna karikatur “Oom
Pasikom” pada Koran Kompas Edisi Sabtu, 2 Oktober 2010 ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana makna
yang dikomunikasikan karikatur “Oom Pasikom” pada Koran Kompas
Edisi Sabtu, 2 Oktober 2010 dengan menggunakan pendekatan semiotika.
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran pada Ilmu Komunikasi mengenai karikatur “Oom
Pasikom” pada Koran Kompas Edisi Sabtu, 2 Oktober 2010.
1.4.2 Kegunaan Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi
semiotik sehingga dapat memberi makna bagi para pembaca Koran Kompas
mengenai makna dari karikatur.
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Media Massa
Media massa merupakan “kependekan” dari komunikasi massa.
Media massa lahir untuk menjembatani komunikasi antar massa. Massa
adalah masyarakat luas yang heterogen, tetapi saling bergantung satu sama
lain. Ketergantungan antar massa menjadi penyebab lahirnya media yang
mampu menyalurkan hasrat, gagasan dan kepentingan masing - masing agar
diketahui dan dipahami oleh yang lain. Penyaluran hasrat, gagasan dan
kepentingan tersebut dinamai pesan (message). Dengan demikian, pada
hakikatnya media massa adalah saling - silang pesan antar massa. Oleh
karena itu, kita patut memahami posisi (kedudukan) media massa dan saling
- silang pesan. (Pareno: 2005,7). Media massa yang kita kenal saat ini
adalah :
1. Media cetak, terdiri dari surat kabar, tabloid, majalah.
2. Media elektronik, terdiri dari radio siaran, televise siaran
(Abdullah: 2001, 9)
18
Menurut Pareno (2005:7) dalam berbagai wacana tentang fungsi
media massa, disebutkan empat fungsi media massa yaitu : penyalur
informasi, fungsi mendidik, fungsi menghibur, dan fungsi mempengaruhi.
Keempat fungsi tersebut melekat dalam media massa secara utuh, dalam arti
luas harus dilaksanakan secara bersama - sama, tidak boleh mengutamakan
satu atau dua fungsi tapi mengabaikan fungsi - fungsi lainnya.
Media juga mengubah bentuk kontrol sosial. Paul Lazarsfeld dan
Robert K. Merton (Rivers dan Peterson, 2003:39) juga melihat media dapat
menghaluskan paksaan sehingga tampak sebagai bujukan. Mereka
mengatakan bahwa kelompok - kelompok kuat kian mengandalkan teknik
manipulasi melalui media untuk mencapai apa yang diinginkannya,
termasuk agar mereka bisa mengontrol secara lebih halus.
Sebagai suatu sistem, media massa berinteraksi dengan system -
system sosial, politik, dan ekonomi. Sistem media massa dengan sistem
tersebut saling mempengaruhi dan saling bergantung. Artinya, sistem media
massa tidak dapat berjalan apabila system - system lainnya itu juga tidak
dapat berjalan sebagaimana mestinya. Demikian juga sebaliknya, sistem
sosial ataupun sistem politik atau juga system ekonomi tidak berfungsi
manakala sistem media massa juga tidak berfungsi. (Pareno: 2005, 69)
2.1.1.1 Surat Kabar
Salah satu komunikasi massa dalam bentuk media cetak
adalah surat kabar. Dengan sendirinya surat kabar juga mempunyai
fungsi - fungsi komunikasi massa. Hal ini dapat diketahui batasan
ataupun kriteria standard surat kabar.
Menurut Assegaf (1991: 140) surat kabar adalah
penerbitan yang berupa lembaran yang berisi berita - berita,
karangan - karangan dan iklan yang dicetak dan terbit secara tetap
dan periodik dan dijual untuk umum. Selain itu surat kabar juga
mempunyai beberapa karakteristik. Menurut Pareno (2005 : 24)
karakteristik surat kabar adalah sebagai berikut :
1) Berita merupakan unsur utama yang dominan.
2) Memiliki ruang yang relatif lebih leluasa.
3) Memiliki waktu untuk “dibaca ulang” lebih lama.
4) Umpan balik relatif lebih lamban.
5) Kesegaran (immediately) relatif lebih lamban.
6) Dalam hal kenyataan relatif kurang kredibel.
7) Ditentukan oleh jalur distribusi.
Ada beberapa alasan orang membaca surat kabar.
Seseorang ingin tahu sesuatu karena berbagai alasan : untuk meraih
prestise, menghilangkan kebosanan, agar merasa lebih dekat
dengan lingkungannya, atau untuk menyesuaikan perannya di
masyarakat. Bagi sebagian orang, koran merupakan sumber
informasi dan gagasan tentang berbagai masalah publik yang
seruis. Bagi sebagian yang lain, koran bukan untuk mencari
informasi, melainkan untuk mengisi rutinitas. Sebagian pembaca
juga menjadikan koran sebagai alat kontak sosial. Ada pula yang
menjadikan koran untuk membuang kejenuhan dari kehidupan
sehari - hari. (Rivers dan Peterson, 2003: 313)
2.1.2 Tipografi Huruf
Tipografi didefinisikan sebagai suatu proses seni untuk menyusun
bahan publikasi menggunakan huruf cetak. Oleh karena itu, “menyusun
meliputi merancang bentuk huruf cetak hingga merangkainya dalam sebuah
komposisi yang tepat untuk memeroleh suatu efek tampilan yang
dikehendaki. Huruf cetak memang huruf yang akan dicetakkan pada suatu
media tertentu, baik menggunakan mesin cetak offset, mesin cetak desktop,
cetak sablon pada body pesawat terbang, bordir pada kostum pemain sepak
bola, maupun publikasi di halaman web.
Pemilihan huruf tidak semudah yang dibayangkan, ribuan bahkan
jutaan jumlah huruf menyebabkan desainer harus cermat dalam memilih
tipografi yang tepat untuk karyanya. Rangkaian huruf dalam sebuah kata
atau kalimat bukan saja bisa berarti suatu makna yang mengacu kepada
sebuah objek ataupun gagasan, tetapi juga memiliki kemampuan untuk
menyuarakan suatu citra ataupun kesan secara visual. Hal itu dikarenakan
terdapatnya nilai fungsional dan nilai estetika dalam suatu huruf. Pemilihan
jenis uruf disesuakan dengan citra yang ingin diungkapkan.
Ada berbagai cara pendekatan untuk memperdalam ilmu maupun
wawasan mengenai ilmu tentang huruf :
- Melalui pengenalan sejarah tentang huruf
- Mengenali anatomi bentuk huruf
- Membandingkan ciri masing-masing bentuk huruf
- Mempelajari tata letak huruf
- Mempelajari komposisi penggabungan huruf
- Mempelajari ilmu wara
- Mempelajari cirri bentuk huruf dengan emosi pesan yang hendak
disampaikan. ( Kusrianto, 2007 : 190 )
Teks menurut Aart Van Zoest, tak pernah lepas dari ideologi dan
memiliki kemampuan untuk memanipulasi pembaca kearah suatu ideologi
(Zoest, 1991 : 70). Ideologi adalah sistem ide-ide yang diungkapkan dalam
komunikasi.
Tipografi juga merupakan bagian dari teks. Tipografi, atau sering
juga disebut jenis huruf. Biasanya, jenis huruf yang dipakai dalam
pembuatan poster tidak banyak, maksimal 3 jenis. Itu pun, huruf-huruf yang
jelas-tegas, tidak berkaitan. Teorinya: jangan menyulitkan audience
memahami pesan anda! Dibuat mudah saja orang sering malas membaca,
apalagi kalau tulisannya tidak jelas dan ada bayang-bayangnya. (Putra, 2007
: 74)
Perancang poster dapat memilih jenis-jenis huruf yang tersedia, ada
begitu banyak pilihan, dengan mempertimbangkan keindahan dan
karakternya.
Sebagai contoh :
1. Broadway
2. Kodchiang UPC
3. Lucida Bright
4. Arial Black
5. AvantGarde Md BT
6. Bodoni MT Black
7. Gill Sans Ultra Bold
8. Century, Century Gothic
9. Britanic Bold (Putra, 2007 : 74).
Arial dirancang untuk jenis yang satu pada tahun 1982 oleh Robin
Saunders Patricia Nicholas dan desain A kontemporer sans serif, Arial berisi
karakteristik lebih humanis daripada banyak dari pendahulunya dan sebagai
tersebut lebih cocok dengan suasana dekade terakhir abad kedua puluh.
Perlakuan keseluruhan kurva adalah lebih lembut dan lebih lengkap
dibandingkan di sebagian besar industri gaya sans serif wajah. stroke
Terminal yang dipotong diagonal yang membantu untuk memberikan wajah
penampilan kurang mekanis. Arial adalah sebuah keluarga yang sangat
serbaguna dari tipografi yang dapat digunakan dengan keberhasilan yang
sama bagi teks pengaturan dalam laporan, presentasi, majalah dll, dan untuk
menampilkan digunakan dalam surat kabar, periklanan dan promosi
(http://www.searchfreefonts.com/font/arial.htm).
2.1.3 Kartun dan Karikatur
Secara singkat dapat dijelaskan, bahwa karikatur seperti halnya
kartun strip, kartun gags (kartun kata), kartun komik dan kartun animasi
adalah bagian dari apa yang dinamakan kartun.
Karikatur adalah produk suatu keahlian seorang karikaturis, baik
dari segi pengetahuan, intelektual, teknik melukis, psikologis, cara melobi,
referensi bacaan, maupun bagaimana dia memilih topik isu yang tepat.
Karena itu, kita bisa mendeteksi intelektual seorang karikaturis dari sudut
ini. Juga, cara dia mengkritik yang secara langsung membuat orang yang
dikritik justru tersenyum (Sobur, 2006: 140)
Karikatur adalah bagian dari opini penerbit yang dituangkan dalam
bentuk gambar-gambar khusus. Semula, karikatur ini hanya merupakan
selingan atau ilustrasi belaka. Namun, pada perkembangan selanjutnya,
karikatur dijadikan sarana untuk menyampaikan kritik yang sehat.
Dikatakan kritik yang sehat karena penyampaiannya dilakukan dengan
gambar-gambar lucu dan menarik (Sobur, 2006: 40).
Kartun sendiri merupakan produk keahlian seorang kartunis, baik
dari segi pengetahuan, intelektual, teknik menulis, psikologis, cara melobi,
referensi, bacaan, maupun bagaimana tanggapan atau opini secara subjektif
terhadap suatu kejadian, tokoh, suatu soal, pemikiran, atau pesan tertentu,
karena itu kita bisa mendeteksi tingkat intelektual sang kartunis dari sudut
ini. Juga cara dia mengkritik yang secara langsung membuat orang yang
dikritik justru tersenyum (Sobur, 2003: 140).
Kartun merupakan symbolic speech (komunikasi tidak langsung),
artinya bahwa penyampaian pesan yang terdapat dalam gambar kartun tidak
dilakukan secara langsung tetapi dengan menggunakan bahasa simbol.
Dengan kata lain, makna yang terkandung dalam gambar kartun tersebut
merupakan makna yang terselubung. Simbol - simbol pada gambar kartun
tersebut merupakan simbol yang disertai signal (maksud) yang digunakan
dengan sadar oleh orang yang mengirimnya dan mereka yang menerimanya.
2.1.4 Karikatur Dalam Media Cetak
Komunikasi massa secara umum diartikan sebagai komunikasi
yang dilakukan melalui media cetak seperti majalah, surat kabar, radio,
televisi dan lain sebagainya. Komunikasi massa merupakan komunikasi
dimana penyampaian pesan kepada sejumlah orang dilakukan melalui media
cetak. Baik kartun maupun karikatur di Indonesia belakangan ini sudah bisa
menjadi karya seni yang menyimpan gema panjang, sarat oleh pesan dan
estetika, disamping kadar humornya. Karikatur penuh dengan
perlambangan-perlambangan yang kaya akan makna, oleh karena itu
karikatur merupakan ekspresi dari situasi yang menonjol di dalam
masyarakat. Setajam atau sekeras apapun kritik yang diampaikan sebuah
gambar karikatur, tidak akan menyebabkan terjadinya evolusi. Dengan kata
lain, karikatur dapat mengetengahkan suatu permasalahan yang sedang
hangat di permukaan.
Menurut Anderson, dalam memahami studi komunikasi politik di
Indonesia akan lebih mudah dianalisa mengenai konsep politik Indonesia
dengan membedakan dalam dua konsep, yaitu dengan Direct Speech
(komunikasi langsung) dan Symbolic Speech (komunikasi tidak langsung).
Komunikasi langsung merupakan konsepsi politik yang analisanya dipahami
sejauh penelitian tersebut ditinjau dari komunikasi yang bersifat langsung,
seperti humor, gossip, diskusi, argumen, intrik, dan lain - lain. Sedangkan
komunikasi tidak langsung, tidak dapat secara langsung dipahami maupun
diteliti seperti patung, monument dan simbol - simbol lainnya (Bintoro
dalam Marliani, 2004: 49).
Peran karikatur yang tertulis seperti yang telah diuraikan di atas,
merupakan alasan utama dijadikannya karikatur sebagai objek studi ini.
Selain karena karikatur merupakan suatu penyampaian pesan lewat kritik
yang sehat dan juga suatu keahlian karikaturis adalah bagaimana dia
memilih topik - topik isu yang tepat dan masih hangat.
2.1.5 Kritik Sosial
Indonesia terbangun ketika budaya tulis sudah menyebar luas,
ketika segala tatanan kehidupan dirumuskan secara tertulis dan tidak tertulis
baik dalam bentuk buku, majalah, surat kabar, radio, televisi, dan internet.
Semakin luas melalui pendidikan modern dan yang tak kalah pentingnya,
ketika segala bentuk tulisan sebagian besar menyampaikan berbagai
informasi melalui bahasa Indonesia dijadikan media resmi pendidikan
nasional dan sebagai alat komunikasi dalam birokrasi (Masoed, 1999: 42).
Dengan demikian melestarikan atau mempertahankan kritik
terselubung dalam konteks budaya yang tidak lagi menopangnya, sama saja
dengan membunuh eksistensi kritik sehingga sebuah institusi sosial yang
lahir dari kebutuhan pengembangan hidup bersama manusia. Dalam konteks
budaya tulis, budaya modern materialistis yang berpenopang pada budaya
tulis di atas pembangunan, pengembangan, dan penyebaran kritik sama
statusnya dengan pembangunan dan pengembangan, dan penyebaran kritik
itu sendiri.
Dalam beberapa pengertian kritik sosial mengandung konotasi
negatif seperti “celaan”, namun kata “kecaman” mengandung kemungkinan
kata positif yaitu dukungan, usulan, atau saran, penyelidikan yang cermat.
(Masoed, 1999: 36). Definisi “kritik” menurut kamus Oxford adalah “one
who appreises literaryor artistic work” atau suatu hal yang membentuk dan
memberikan penilaian untuk menemukan kesalahan terhadap sesuatu. Kritik
awalnya dari bahasa Yunani (Kritike = pemisahan, Krinoo = memutuskan)
dan berkembang dalam bahasa Inggris “critism” yang berarti evaluasi atau
penilaian tentang sesuatu. Sementara sosial adalah suatu kajian yang
menyangkut kehidupan dalam bermasyarakat menciptakan suatu kondisi
sosial yang tertib dan stabil (Susanto, 1986: 7).
Dalam kritik sosial, pers dan politik Indonesia kritik sosial adalah
salah satu bentuk komunikasi dalam masyarakat yang bertujuan atau
berfungsi sebagai sumber kontrol terhadap jalannya sebuah sistem sosial
atau proses bermasyarakat. Dalam konteks inilah kritik sosial merupakan
salah satu unsur penting dalam memelihara sistem sosial. Dengan kata lain,
kriti sosial dalam hal ini berfungsi sebagai wahana untuk konservasi dan
reproduksi sebuah sistem sosial atau masyarakat (Abar dalam Masoed,
1999: 47).
Kritik sosial juga dapat berarti sebuah inovasi sosial dalam arti
bahwa kritik sosial menjadi sarana komunikasi gagasan baru, sembari
menilai gagasan lama, untuk suatu perubahan sosial. Kritik sosial
konservatif, status quo dalam masyarakat untuk perubahan sosial, kritik
sosial dalam pengertian ini sering muncul ketika masyarakat atau sejumlah
orang atau kelompok sosial dalam masyarakat yang menginginkan suasana
baru, suasana yang lebih bai dan lebih maju, atau secara kritik sosial yang
demikian yang lebih banyak dianut kaum oleh kritis dan strutualis. Mereka
melihat kritik sosial adalah wahana komunikatif untuk suatu tujuan
perubahan sosial. Suatu kritik sosial selalu menginginkan perbaikan, ini
berarti bahwa suatu kritik sosial yang murni kurang didasarkan pada
peneropongan kepentingan diri saja, melainkan justru menitikberatkan dan
mengajak masyarakat atau khalayak untuk memperhatikan kebutuhan -
kebutuhan nyata dalam masyarakat. Suatu kritik sosial kiranya didasarkan
pada rasa tanggung jawab atas perkembangan lingkungan sosialnya,
sehingga diharapkan dapat menuju ke arah perbaikan dalam masyarakat
untuk mewujudkan suatu ketertiban sosial. (Susanto, 1986: 105).
Kritik sosial dapat disampaikan melalui berbagai wahana, mulai
dari cara yang paling tradisional, seperti berjemur diri, ungkapan - ungkapan
sindiran melalui komunikasi antar personal dan komunikasi sosial melalui
berbagai pertunjukan sosial dan kesenian dalam komunikasi publik, seni
sastra, dan melalui media massa. Kritik dari masyarakat ini hendaknya
ditanggapi dengan serius oleh pemerintah. Memang dalam menanggapi
kritik dari masyarakat, belum menjamin persoalan akan selesai, tetapi itu
menunjukkan adanya perhatian dari pemerintah. Perhatian inilah yang
secara akumulatif membentuk kesan, pemerintah mempunyai kepedulian
yang tinggi terhadap rakyatnya. Apabila masyarakat sudah diperhatikan
aspirasinya, masyarakat tidak akan lupa budi, sehingga apabila pemerintah
mempunyai program kerja maka partispasi masyarakat akan muncul dengan
sendirinya (Panuju, 1999: 49).
Kritik sosial itu sebenarnya merupakan sesuatu yang positif karena
ia mendorong sesuatu yang terjadi didalam masyarakat untuk kembali ke
kriteria yang dianggap wajar dan telah disepakati bersama. Menurut Aris
Susanto dalam bidang politik istilah kritik sosial seringkali memperoleh
konotasi negatif karena diartikan mencari kelemahan - kelemahan pihak lain
dalam pertarungan politik sehingga arti yang substansial dari kritik sosial itu
menjadi kabur (Masoed, 1999: 71).
Kesan oposisi sejauh mungkin harus dapat dihindarkan,
masyarakat awam menganggap kritik sama dengan oposisi, yang artinya
“pihak sana” (out group) sehingga kritik tertuju kebijaksanaan atau oknum
aparat pemerintah, diidentifikasi sebagai penentang atau melawan
pemerintah. Padahal, kritik bukanlah seperti itu. Kritik tidak selamanya
berarti melawan. Kritik itu mengandung muatan - muatan saling memberi
arti. Setidaknya menjadi masukan yang dapat dipertimbangkan dalam
merumuskan kebijaksanaan dan tindak lanjutnya. (Ali, 1999: 84).
Kritik - kritik terbaik, sesuai dengan setting sosial, politik, dan
budaya kita adalah kritik yang membuat saran kritik menangis, tapi dalam
mimik mukanya yang tetap tertawa, artinya jika kita melaksanakan kritik
kepada sasaran tertentu, kritik tersebut tidak boleh membuat malu sasaran
kritik dihadapan publik, apalagi secara meluas.
Sesuai dengan ciri makhluk rasional, maka keterbukaan dan kritik
harus mengandung beberapa unsur utama. Diantaranya adalah peningkatan
supremasi individu, kompetisi dan membuka peluang pengarahan bagi
tindakan manusia untuk meraih sukses dan keuntungan di planet bumi ini.
(Ali, 1999: 194).
Dengan demikian, melestarikan atau mempertahankan kritik
terselubung dalam konteks budaya yang tidak lagi menopangnya sama saja
membunuh eksistensi kritik sebagai sebuah institusi sosial yang lahir dari
kebutuhan pengembangan hidup kebersamaan manusia. Dalam konteks
budaya tulis, budaya modern materialistis yang berpenopang pada budaya
tulis diatas, pembangunan, pengembangan, penyebaran kritik sama
statusnya dengan pembangunan, pengembangan, dan penyebaran kritik itu
sendiri.
2.1.6 Teroris
Teroris adalah orang yang menggunakan kekerasan untuk
menimbulkan ketakutan, biasanya untuk tujuan politik. Misalnya, organisasi
“ black september “
Terorisme adalah praktek2 tindakan teror, penggunaan kekerasan
untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai suatu tujuan (
terutama tujuan politik). (Poerwadarminta 1982:1063)
Peda awal abad ke- 20, terorisme merujuk pada pengeboman yang
di lakukan kaum anarki di Rusia, Perancis, dan Spayol. Perbuatan teror
adalah pernyataan membangkang terhadap kemapanan. Sementara pada
awal abad ke- 21, terorisme menjadi konsep politik yang merujuk pada tiga
fenomena utama. Pertama, terorisme sebagai pembangkangan terhadap
pemerintahan yang sah. Kedua, aksentuasi kekerasan politik oleh negara
pada warganya. Ketiga, penggunaan kekuatan yang menyalahi rules of
engagement, misalnya penyerangan terhadap warga sipil. Terlepas kesulitan
yang muncul dari tiga difinisi di atas, terorisme sejatinya adalah strategi
politik. (kompas22/9)
2.1.7 Korupsi
Definisi korupsi (bahasa latin : corruptio dari kata kerja
corrumpere = busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok)
menurut Transparency International adalah perilaku pejabat publik, baik
politikus politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak
legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya,
dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada
mereka.
Definisi tentang korupsi dapat di pandang dari beberapa aspek,
bergantung pada disiplin ilmu yang di pergunakan sebagaimana
dikemukakan oleh Benveniste dalam Suyatno, korupsi di difinisikan menjadi
empat jenis. ( Suyatno : 2005 )
1. Discretionery corruption adalah korupsi yang dilakukan karena adanya
kebebasan dalam menentukan kebijaksanaan, sekalipun nampaknya
bersifat sah, bukanlah praktik-praktik yang dapat di terima oleh para
anggota organisasi.
2. Illegal coruption adalah suatu jenis tindakan yang bermaksud
mengacaukan bahasa atau maksud-maksud hukum, peraturan, dan
regulasi tertentu.
3. Mercenery corruption adalah jenis tindak pidana korupsi yang dimaksud
untuk memperoleh keuntungan pribadi, melalui penyalahgunaan
wewenang dan kekuasaan.
4. Ideologi corruption adalah jenis korupsi ilegal maupun discretionery
yang dimaksudkan untuk mengejar tujuan kelompok.
2.1.8 Pengertian Hukum di Indonesia
Menurut Satjipto Raharjo mennyebutkan bahwa hukum adalah
norma-norma yang berisi petunjuk-petunjuk tingkah laku. Ini merupakan
pencerminan dari kehendak menusia tentang bagaimana seharusnya
masyarakat di bina dan kemana harus di arahkan. Karena itu, hukum
mengenang dari ide-ide yang di pilih masyarakat tempat hukum itu
diciptakan. Ide-ide ini adalah ide mengenai keadilan.
Dari sisi pandangan sosiologis, hukum adalah bagian dari sebuah
fenomena sosial. Keberadaan hukum adalah untuk melayani masyarakat
karena ia melayani masyarakatnya, maka sedikit banyak juga di dikte dan di
batasi oleh kemungkinan yang bisa di sediakan oleh masyarakat.
Yang di maksud dengan tata hukum di Indonesia adalah
seperangkat peraturan hukum yang berlaku di Indonesia sedemikian rupa
sehingga merupakan suatu kesatuan yang utuh yang berdasarkan pada UUD
1945. Di Indonesia kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh dua lembaga
yaitu :
1. Mahkamah Agung dan peradilan yang berada di bawahnya
dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan
militer, dan peradilan tata usaha negara.
2. Mahkamah Konstitusi yang bertugas untuk menangani sengketa di
tingkat pertam sekaligus di tingkay akhir dalam hal menguji UU
terhadap UUD 1945.
2.1.9 Pendekatan Semiotika
Kata “semiotika” berasal dari bahasa Yunani, Semeion yang berarti
tanda, atau Seme yang berarti penafsir tanda. Semiotika sendiri berakar dari
studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika, poetika. Semiotika
adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang tanda. Tanda
terdapat dimana - mana “kata” adalah tanda, demikian pula gerak isyarat,
lampu lalu lintas, bendera, dan sebagainya. Struktur karya sastra, struktur
film, bangunan (arsitektur) atau nyanyian burung dapat dianggap sebagai
tanda. Segala sesuatu dapat menjadi tanda, tanda - tanda tersebut
menyampaikan suatu informasi atau pesan baik secara verbal maupun non
verbal sehingga bersifat komunikatif. Hal tersebut memunculkan suatu
proses pemaknaan oleh penerima tanda akan makna informasi atau pesan
dari pengirim pesan. Semiotika merupakan cabang ilmu yang semula
berkembang dalam bidang bahasa. Dalam perkembangannya kemudian
semiotika bahkan masuk pada semua segi kehidupan manusia, sehingga
Derrida (dalam kurniawan, 2008: 34), mengikrarkan bahwa tidak ada
sesuatu pun di dunia ini sepenting bahasa. “there is nothing outside
languange”. Bahasa dalam hal ini dibaca sebagai “teks” atau “tanda”. Dalam
konteks ini tanda memegang peranan penting dalam kehidupan umat
manusia sehingga : “manusia yang tak mampu mengenal tanda, tak akan
bertahan hidup” (Widagdo dalam Kurniawan, 2008). Charles Sanders Peirce
merupakan ahli filsafat dan tokoh terkemuka dalam semiotika modern
Amerika menegaskan bahwa, manusia hanya dapat berfikir dengan sarana
tanda dan manusia hanya dapat berkomunikasi dengan tanda. Tanda yang
dapat dimanfaatan dalam seni rupa berupa tanda visual yang bersifat non
verbal, terdiri dari unsur dasar berupa seperti grafis, warna, bentuk, tekstur,
komposisi, dan sebagainya. Tanda - tanda yang bersifat verbal adalah objek
yang dilukiskan, seperti objek, manusia, binatang, alam, imajinasi atau hal
hal lainnya yang abstrak. Apapun alasan (senirupawan, designer) untuk
berkarya, karyanya adalah sesuatu yang kasat mata, karena itu secara umum
bahasa digunakan untuk merangkul segala yang kasat mata dan merupakan
media atara perupa dengan pemerhati atau penonton. Seniman dan designer
membatasi bahasa rupa pada segitiga, estetis - simbolis - bercerita (story
telling). Bahasa merupakan imaji dan tata ungkapan. Imaji mencakup makna
yang luas, baik imaji yang kasat mata maupun imaji yang ada khayalnya.
Menurut Pierce model yang membahas mengenai makna dalam
studi semiotik mempunyai tiga fundamental yaitu :
1. Ikon
Adalah tanda yang berhubungan antara tanda dan acuannya
bersifat bersamaan bentuk alamiah ( berupa hubungan
kemiripan ). Misalnya adalah potret dan peta. Potret
merupakan ikonik dari pulau yang ada dalam potret tersebut,
sedangkan peta merupakan ikonik dari pulau yang ada dalam
peta tersebut.
2. Indeks
Adalah tanda yang menunjukan hubungan alamiah antara
tanda dan acuannya yang bersifat kausal atau hubungan sebab
akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataannya.
Misalnya ada asap sebagai tanda apinya.
3. Simbol
Adalah tanda yang menunjukan hubungan alamiah antara
tanda dan acuannya ( berdasarkan hubungan konvensi atau
perjanjian ). Misalnya orang yang menggelengkan kepalanya
merupakan simbol yang menandakan ketidak setujuan yang
termasuk secara konvensional. ( Sobur 2006 : 41 ).
Dalam semiotik model yang digunakan dapat berasal dari berbagai
ahli, seperti Saussure, Peirce, dan sebagainya. Pada penelitian ini yang akan
digunakan adalah model semiotik milik Peirce karena adanya kelebihan
yang dimiliki yaitu tidak mengkhususkan analisisnya pada studi linguistik.
2.1.10 Semiotika Charles Sanders Peirce
Semiotik untuk studi media massa tidak hanya terbatas sebagai
kerangka teori, namun sekaligus juga sebagai metode analisis (Sobur, 2004:
83). Bagi Peirce tanda “is something which stand to somebody for
something in some respect or capacity”. Kita misalnya dapat menjadikan
teori Segitiga Makna (Triangel Meaning), menurut Peirce salah satu bentuk
tanda adalah kata. Sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda.
Sesuatu yang digunakan agar tanda dapat berfungsi, oleh Peirce disebut
ground. Konsekuensinya, tanda (Sign atau Represetamen) selalu terdapat
dalam sebuah triadik, yakni ground, object dan interpretant (Sobur, 2004:
41).
Sementara itu interpretant adalah suatu tanda yang ada dalam
benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Apabila ketiga
elemen makna itu berinteraksi dalam benak seseorang, maka muncullah
makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut. Makna adalah
persoalan bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu
digunakan orang pada waktu berkomunikasi (Barthes dalam Kurniawan,
2008: 37).
Charles Sanders Peirce membagi antara tanda dan acuannya
tersebut menjadi kategori yaitu ikon, indeks, simbol adalah tanda yang
hubungan antara penanda dan penandanya bersifat bersamaan bentuk
alamiah. Atau dengan kata lain ikon adalah hubungan antara tanda objek
atau acuan yang bersifat kemiripan, misalnya potret dan peta. Indeks adalah
tanda yang menunjuk adanya hubungan alamiah antara tanda dan penanda
yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung
mengacu pada kenyataan. Contoh yang paling jelas ialah asap sebagai tanda
adanya api. Tanda dapat pula mengacu pada denotatum melalui konvensi.
Tanda seperti itu adalah tanda konvensional yang biasa disebut simbol. Jadi,
simbol tanda yang menunjuk hubungan alamiah antara penanda dan
petandanya. Hubungan diantaranya bersifat arbitrer atau semena, hubungan
berdasarkan konvensi atau perjanjian masyarakat (Sobur, 2004: 42).
Hubungan segitiga makna Peirce lazimnya ditampilkan dalam gambar
berikut.
(Fiske dalam Sobur, 2001: 85)
Sign
Interpretant Object
Gambar 2.1 : Hubungan Tanda, Objek, dan Interpretant Peirce
Menurut Pierce sebuah tanda itu mengacu pada sebuah acuan, dan
representasi adalah fungsi utamanya. Hal ini sesuai dengan definisi dari
tanda itu sendiri yaitu sebagai sesuatu yang memiliki bentuk fisik, dan harus
merujuk pada sesuatu yang lain dari tanda tersebut. Pierce ingin
mengidentifikasikan partikel dasar dari tanda dan mengembangkannya
kembali semua komponen dalam struktur tunggal. Dalam pendekatan
semiotik model Charles S. Pierce, diperlukan adanya 3 unsur utama yang
bisa digunakan sebagai model analisis, yaitu tanda, objek, dan interpretant.
Charles S. Peirce membagi antara tanda dan acuannya tersebut
menjadi tiga kategori, yaitu : ikon, indeks, simbol. Ketiga kategori tersebut
digambarkan dalam sebuah model segitiga sebagai berikut :
Icon
Index Simbol
Gambar 2.2 : Model Kategori Tanda Oleh Peirce
2.1.11 Konsep Makna
Para ahli mengakui, istilah makna (meaning) memang merupakan
kata dan istilah yang membingungkan. Dalam bukunya The Meaning of
Meaning, (Odgen dan Richards dalam buku Kurniawan, 2008: 27) telah
mengumpulkan tidak kurang dari 22 batasan mengenai makna.
Makna sebagaimana dikemukakan oleh Fisher (dalam Sobur, 2004:
248), merupakan konsep yang abstrak yang telah menarik perhatian para
ahli filsafat dan para teoritis ilmu sosial selama 2000 tahun silam. Semenjak
Plato mengkonseptualisasikan makna manusia sebagai salinan
“ultrarealitas”, para pemikir besar telah sering mempergunakan konsep itu
dengan penafsiran yang sangat luas yang merentang sejak pengungkapan
mental dari Locke sampai ke respon yang dikeluarkan dari Skinner.
“Tetapi”, (kata Jerold Katz dalam Kurniawan, 2008: 47), “setiap usaha
untuk memberikan jawaban yang langsung telah gagal. Beberapa seperti
misalnya Plato, telah terbukti terlalu samar dan pekulatif. Yang lainnya
memberikan jawaban salah.”
Menurut Devito, makna bukan terletak pada kata - kata melainkan
pada manusia. “Kita”, lanjut Devito, menggunakan kata - kata untuk
mendekati makna yang ingin kita komunikasikan. Tetapi kata - kata ini
secara sempurna dan lengkap menggambarkan makna yang kita maksudkan.
Demikian pula makna yang didapat pendengar dari pesan - pesan akan
sangat berbeda dengan makna yang ingin kita komunikasikan. Komunikasi
adalah proses yang kita gunakan untuk memproduksi dibenak pendengar
dan apa yang ada dalam benak kita.
Ada tiga hal yang dijelaskan para filusuf dan linguis sehubungan
dengan usaha menjelaskan istilah makna. Ketiga hal tersebut adalah (1)
menjelaskan makna secara alamiah, (2) mendeskripsikan secara alamiah, (3)
menjelaskan makna dalam proses komunikasi (Kempson dalam Sobur,
2004: 258).
Ada beberapa pandangan yang menjelaskan teori atau konsep
makna. Model konsep makna (Johnson dalam Devito 1997: 123 - 125)
sebagai berikut :
1) Makna dalam diri manusia. Makna tidak terletak pada kata - kata
melainkan pada manusia. Kita menggunakan kata - kata untuk
mendekati makna yang ingin kita komunikasikan, tetapi kata - kata
tersebut tidak secara sempurna dan lengkap menggambarkan
makna yang ingin kita gunakan untuk memproduksi dibenak
pendengar apa yang ada dalam benak kita dan proses ini adalah
proses yang bisa salah.
2) Makna berubah. Kata - kata relatif statis, banyak dari kata - kata
yang kita gunakan 200 atau 300 tahun yang lalu. Tetapi makna dari
kata - kata ini dan berubah khusus yang terjadi pada dimensi
emosional makna.
3) Makna membutuhkan acuan, walaupun tidak semua komunikasi
mengacu pada dunia nyata. Komunikasi hanya masuk akal
bilamana ia mempunyai kaitan dengan dunia atau lingkungan
eksternal.
4) Penyingkiran berlebihan akun mengubah makna. Berkaitan erat
dengan gagasan bahwa acuan tersebut kita butuhkan bilamana
terjadi masalah komunikasi yang akibat penyingkatan berlebihan
tanpa mengaitkan acuan yang diamati. Bila kita berbicara tentang
cerita, persahabatan, kebahagiaan, kejahatan dan konsep - konsep
lain yang serupa tanpa mengaitkannya dengan sesuatu yang
spesifik, kita tidak akan bisa berbagi makna dengan lawan bicara.
5) Makna tidak terbatas jumlahnya. Pada suatu saat tertentu, jumlah
kata dalam suatu bahasa terbatas, tetapi maknanya tidak terbatas.
Karena itu kebanyakan kita mempunyai banyak makna. Ini bisa
menimbulkan masalah bila ada sebuah kata diartikan secara
berbeda oleh dua orang yang sedang berkomunikasi.
Makna yang dikomunikasikan hanya sebagian. Makna yang kita
peroleh dari suatu kejadian bersifat multi aspek dan sangat kompleks. Tetapi
hanya sebagian saja dari makna - makna ini yang benar - benar dapat
dijelaskan. Banyak dari makna tersebut yang tetap tinggal dalam benak kita,
karenanya pemaknaan yang sebenarnya mungkin juga merupakan tujuan
yang ingin kita capai tetap tidak pernah tercapai (Sobur, 2003: 285 - 289).
2.2 Kerangka Berpikir
Setiap individu mempunyai latar belakang pendidikan yang
berbeda - beda dalam memahami suatu peristiwa atau obyek. Hal ini
dikarenakan latar belakang pengalaman (field of experience) dan
pengetahuan (frame of reference) yang berbeda - beda dari setiap individu
tersebut. Begitu juga penelitian yang memahami lambang dan tanda yang
ada, dalam obyek yang berdasarkan pengalaman dan pengetahuan peneliti.
Berdasarkan landasan teori yang telah disampaikan, maka peneliti
dalam memaknai kartun editorial Oom Pasikom melakukan pemaknaan
terhadap tanda dan lambing berbentuk gambar dengan menggunakan teori
sgitiga makna Pierce (triangle meaning) yang meliputi tanda, obyek, dan
interpretan sehingga diperoleh hasil intrepetasi data mengenai kartun
editorial Oom Pasikom tersebut.
Tanda yang dimaksud disini adalah gambar dalam media cetak
yang kemudian tanda tersebut dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu : ikon,
indeks, dan symbol. Obyek disini adalah karikatur Oom Pasikom pada surat
kabar Kompas yang bertema “ Kinerja Penegak Hukum Terhadap Kasus
Teroris dan Kasus Korupsi ” pada edisi Sabtu, 2 Oktober 2010. Setelah
menganalisis kategori tanda tersebut, maka peneliti akan mengetahui makna
gambar kartun editorial Oom Pasikom tersebut. Sistematika tersebut
digambarkan sebagai berikut :
Pemaknaan dengan Pendekatan Semiotika Charles Sanders Pierce
1. Ikon
Beberapa ekor belut yang dengan
bertuliskan koruptor pada badannya
2. Indeks
Tulisan “NANGKAP BELUT
LEBIH SULIT DARI PADA MENANGKAP TERORIS, YA PAK?”
Tulisan “TEMBAK SAJA DI
TEMPAT!!”
Tulisan pada badan belut
“KORUPSI”.
3. Simbol
Laki-laki yang memakai membawa
senjata api.
Hasil Interpretasi
45
3.1 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif dengan
menggunakan pendekatan semiotik. Alasan digunakannya metode deskriptif
kualitatif terdapat beberapa faktor pertimbangan, yaitu pertama metode
deskriptif kualitatif akan lebih mudah menyesuaikan bila dalam penelitian
ini kenyataannya ganda, kedua metode deskriptif kualitatif menyajikan
secara langsung hubungan antara peneliti dengan objek peneliti, ketiga
metode deskriptif kualitatif lebih peka serta dapat menyesuaikan diri dengan
banyak pengaruh terhadap pola - pola nilai yang dihadapi (Moeloeng, 2002:
33).
Selain itu pada dasarnya semiotik bersifat kualitatif interpretatif,
yaitu suatu metode yang memfokuskan dirinya pada tanda dan teks sebagai
objek kajian, serta bagaimana menafsirkan dan memahami kode dibalik
tanda dan teks tersebut (Christomy dan Yuwono dalam Marliani, 2004: 48).
Oleh karena itulah peneliti harus memperhatikan beberapa hal
dalam penelitian ini, pertama adalah konteks atau situasi sosial di seputar
dokumen atau teks yang diteliti. Disini peneliti diharapkan dapat memahami