• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT TANPA AGUNAN ANTARA BANK DENGAN PENERIMA KREDIT (Studi Pada PT. BNI (Persero) Tbk Cabang Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT TANPA AGUNAN ANTARA BANK DENGAN PENERIMA KREDIT (Studi Pada PT. BNI (Persero) Tbk Cabang Medan)"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Pada PT. BNI (Persero) Tbk Cabang Medan)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh : BANIA PRIMSA NIM : 130200339

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)

(Studi Pede PT. B1\II (Pcrscro)

Tbk

Cabang

Mcdrn)

SKRIPSI

Diajuken untuk Melengkepi rngns Akhir den Memenuhi

syarat-sprrt

Guna Menperoleh Gelar SerJene Eukum Oleh:

BAniIA PRII,ISA

,

I\IM:130200339

DEPARTEMEN EUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKEUSUSAN PERI'ATA BW

Ilocen Pembimbing

II

mlfrL

Puspo

Mellti

Hrsibuen.. SE M.Eum

Nip ; 196E0128194002001

Nip:

1fi108012001121m4

FAI(ULTAS HUKUM

T]NTI{ERSITAS

SI]MATERA TITARA MEDAII

2019

(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan berkat yang dilimpahkanNya sehingga penulis dapat memulai, menjalani dan mengakhiri masa perkuliahan serta dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

Adapun skripsi ini berjudul: “Pelaksanaan Perjanjian Kredit Tanpa Agunan Antara Bank Dengan Penerima Kredit (Studi Pada PT. BNI (Persero) Tbk Cabang Medan)”.

Pelaksanaan penulisan skripsi ini diakui banyak mengalami kesulitan dan hambatan, namun berkat bimbingan, arahan, serta petunjuk dari dosen pembimbing, maka penulisan ini dapat diselesaikan dengan baik. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang banyak membantu, membimbing, dan memberikan motivasi. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. OK. Saidin, SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Puspa Melati Hasibuan, SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Pembimbing I yang banyak membantu penulis, dalam memberikan masukan, arahan-arahan serta bimbingan didalam pelaksanaan penulisan skripsi ini.

(4)

4. Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum, selaku ketua Departemen Hukum Perdata Universitas Sumatera Utara.

6. Zulfi Chairi, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang banyak membantu penulis, dalam memberikan masukan, arahan-arahan serta bimbingan didalam pelaksanaan penulisan skripsi ini

7. Kepada Ayahanda tersayang dan Ibunda atas segala perhatian, dukungan, doa dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih mempunyai banyak kekurangan di dalam penulisannya, oleh karena itu penulis berharap adanya masukan dan saran yang bersifat membangun untuk dimasa yang akan datang. Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, atas segala kesalahan dan kekurangan saya mohon maaf. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Medan, Maret 2019 Penulis

BANIA PRIMSA

(5)

ABSTRAK

PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT TANPA AGUNAN ANTARA BANK DENGAN PENERIMA KREDIT

(Studi Pada PT. BNI (Persero) Tbk Cabang Medan)

Bania Primsa* Puspa Melati Hasibuan **

Zulfi Chairi ***

Perjanjian Kredit Tanpa Agunan (KTA) merupakan salah satu produk bank yang memberikan kemudahan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat untuk melakukan pinjaman. Dengan limit pinjaman dana yang cukup membantu untuk seseorang yang ingin memiliki dana untuk kebutuhannya. Perumusan masalah dalam penelitian skripsi adalah bagaimana pelaksanaan perjanjian kredit tanpa agunan pada PT. BNI (Persero) Tbk Cabang Medan, akibat hukum apakah yang timbul dalam perjanjian kredit tanpa agunan pada PT. BNI (Persero) Tbk Cabang Medan dan agaimana upaya penyelesaian yang dilakukan oleh PT. BNI (Persero) Tbk Cabang Medan terhadap nasabah yang bermasalah.

Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai penelitian yuridis normatif yaitu membahas doktrin-doktrin atau asas-asas dalam ilmu hukum. Sumber data yang digunakan data sekunder, primer dan tersier. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan studi kepustakaan (Library Research) dan penelitian juga melakukan dengan wawancara dengan salah satu staf PT. BNI (Persero) Tbk Cabang Medan.

Analisis data yang dilakukan berupa analisis kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian penulis dapat disimpulkan bahwa Pelaksanaan perjanjian kredit tanpa agunan sebelum ditandatangani, hendaknya pihak bank menjelaskan secara detail dan terperinci kepada debitur mengenai ketentuan yang telah ditetapkan yaitu mengenai kewajiban debitur mengenai tanggal jatuh tempo angsuran, denda dan larangan mengalihkan, memindahtangankan atau menjual barang jaminan sebelum angsuran lunas. Dalam menyalurkan kreditnya kepada

(6)

masyarakat untuk menghindari terjadinya wanprestasi, maka perlu sekali bagi petugas bank untuk mensurvey calon debitur dengan seksama dan juga melakukan pendekatan dan pengawasan secara kontinyu terhadap usaha nasabah agar resiko terjadinya wanprestasi dikemudian hari dapat terminimalisasi. Pemberian produk KTA menuntut suatu perubahan sikap dari perilaku dari perbankan di Indonesia yang dalam pemberian kreditnya sebelumnya aman dalam lindungan regulasi jaminan yang berbentuk agunan. Oleh karena itu perlu dilakukan perubahan dan pengembangan kebijakan pemberian kredit dari perbankan itu sendiri beserta sumber daya manusianya agar lebih mampu meningkatkan daya inovasi dan analisisnya secara efisien dan efektif secara profesional dan beritikad baik dengan berlandaskan pada peraturan dan perundang-undangan yang berlaku sebagai penerapan dari prinsip kehati-hatian.

Kata kunci : Bank, Perjanjian, Kredit, Agunan

*) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**) Pembimbing I

***) Pembimbing II

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 9

D. Tinjauan Pustaka ... 10

E Keaslian Penulisan ... 15

F. Metode Penelitian... 16

G. Sistematika Penulisan ... 18

BAB II : PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT TANPA AGUNAN DI PT. BNI (PERSERO) Tbk CABANG MEDAN ... 20

A. Profil dan Jenis Perjanjian Kredit dalam Praktis PT. BNI (Persero) Tbk ... 20

B. Prosedur pemberian kredit tanpa agunan di PT. BNI (Persero) Tbk ... 38

C. Bentuk Pelaksanaan Perjanjian Kredit Tanpa Agunan Antara Bank dengan Penerima Kredit ... 45

BAB III : AKIBAT HUKUM YANG DITIMBULKAN DALAM PERJANJIAN KREDIT TANPA AGUNAN DI PT. BNI (PERSERO) TBK CABANG MEDAN ... 51

A. Akibat Ingkar Janji (Wansprestasi) ... 51

B. Pembatalan Perjanjian Kredit Tanpa Agunan ... 56

C. Eksekusi Kredit Tanpa Agunan ... 59

(8)

BAB IV : UPAYA PENYELESAIAN HUKUM YANG DILAKUKAN OLEH PT. BNI (PERSERO) Tbk CABANG MEDAN TERHADAP

NASABAH (PENERIMA KREDIT) YANG BERMASALAH .. 63 A. Penyebab terjadinya kredit macet dalam perjanjian kredit tanpa

agunan ... 63 B. Perlindungan Hukum bagi Nasabah dalam Pemberian Kredit

Tanpa Agunan ... 65 C. Penyelesaian Hukum dalam perjanjian Kredit Tanpa Agunan .. 80 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 87 A. Kesimpulan ... 87 B. Saran ... 88 DAFTAR PUSTAKA

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bank sebagai lembaga keuangan memiliki banyak kegiatan, salah satunya adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman/kredit dan sejenisnya. Pemberian kredit adalah merupakan pelayanan yang nyata dari bank dalam kehidupan serta pengembangan perekonomian di Indonesia. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang menyatakan bahwa :

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya dalam kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Berdasarkan ketentuan undang-undang tersebut maka dapat dilihat bahwa fungsi pokok dari perbankan, adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dana yang telah dihimpun tersebut kembali pada masyarakat yang memerlukannya dalam bentuk kredit. Pemberikan kredit kepada debitur selalu berpedoman pada prinsip-prinsip dalam pemberian kredit.

Prinsip ini dikenal dengan istilah Prinsip 5C yang terdiri dari Character (watak kepribadian), Capital (modal), Collateral (jaminan/agunan), Capacity (kemampuan), dan Condition of Economy (kondisi ekonomi). Agunan (collateral) dapat berupa benda bergerak dan tidak bergerak, yang diserahkan debitur kepada kreditur untuk menjamin apabila fasilitas kredit tidak dibayar kembali sesuai

(10)

waktu yang ditetapkan. Jika hal demikian terjadi, maka benda tersebut dapat dijual untuk pelunasan fasilitas kredit tersebut.1

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan (selanjutnya disebut Undang-Undang Perbankan), Pasal 8, menyatakan :

1. “Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.

2. Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.”

Sehubungan dengan ketentuan undang-undang yang mengatur tentang pelaksanaan pemberian kredit tersebut, maka Bank wajib melakukan analisis kredit yang mendalam terhadap permohonan kredit yang diajukan calon debitur, dan memiliki serta mnerapkan pedoman perkreditan dalam pelaksanaan perkreditannya.2

Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut tidak hanya menentukan bahwa harta kekayaan seseorang debitur demi hukum menjadi agunan bagi kewajiban yang berupa membayar utangnya kepada kreditur yang mengutanginya (berdasarkan perjanjian kredit atau perjanjian pinjam-meminjam uang), tetapi juga menjadi agunan bagi semua kewajiban lain yang timbul karena perikatan-perikatan lain, baik perikatan yang timbul karena undang-undang maupun karena perjanjian selain perjanjian kredit atau perjanjian pinjam- meminjam uang. Sementara dalam jaminan khusus, kreditur mempunyai hak

1 Try Widiyono, Agunan Kredit Dalam Financial Enginering, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 6.

2 M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Penerbit Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2008, hal 79-82

(11)

preferent seperti yang terdapat pada Pasal 1133 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menetapkan bahwa hal untuk didahulukan diantara orangorang berpiutang terbit dari hak istimewa, dari gadai dan dari hipotik, dimana gadai dan hipotik lebih tinggi dari pada hak istimewa (Pasal 1134 ayat 2 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata).

Dalam Pasal 8 Undang-undang Perbankan yang baru hanya menegaskan bahwa dalam memberikan kredit, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad baik dan kemampuan debitur serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan hutang dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. Dari pasal ini persyaratan adanya jaminan untuk memberikan kredit tidak menjadi keharusan. Bank hanya diminta untuk meyakini berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad baik debitur dan kemampuan dari debitur.3

Salah satu prinsip yang dipedomani adalah prinsip Agunan (Collateral).

Prinsip Collateral (agunan) menghendaki adanya pemberian agunan oleh debitur.

Pemberian agunan adalah salah satu upaya untuk menjamin adanya pengembalian kredit atau pelunasan kredit dari debitur. Dalam hal debitur wanprestasi, maka pihak bank dapat mengeksekusi agunan dari debitur sebagai kompensasi pelunasan hutang- hutangnya. Akan tetapi menurut Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang Perbankan yang menyatakan bahwa “Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan, sehingga

3 Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Penerbit Alfabeta, Bandung, 2003, hal. 140-141.

(12)

Kredit Tanpa Agunan sangat dimungkinkan karena Undang-Undang Perbankan ini tidak secara ketat menentukan agunan karena dalam pemberian kredit kepercayaan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur yang merupakan hal penting, sedangkan agunan hanya merupakan unsur pendukung, bukan unsur utama dalam pemberian kredit. Undang-undang ini memberikan kelonggaran dan kemudahan kepada debitur yang tidak mempunyai agunan.

Dalam pemberian kredit, dana yang dipergunakan sebagian besar merupakan titipan masyarakat yang berbentuk deposito, tabungan, giro, yang berbentuk jangka pendek. Sedangkan kredit yang dipergunakan oleh bank sebagian besar merupakan pinjaman jangka panjang. Oleh karena itu bank dikatakan dapat membantu memulihkan perekonomian Indonesia. Sehingga setiap bank selalu berusaha meningkatkan mutu fasilitas kreditnya.

Dalam pemberian kredit terkait sekali perlunya suatu jaminan untuk menghindarkan resiko debitur tidak melunasi kreditnya. Selain jaminan berupa melunasi utangnya, bank juga mengutamakan agunan dalam pemberian kredit.

Sebagaimana Pasal 1 (23) UU Perbankan yang bunyinya : “agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah.”

Dalam suatu perusahaan, pembiayaan dan peralatan modal sering dilakukan melalui sistem perbankan dan lembaga keuangan non-bank, misalnya dengan tersedianya jasa kredit (pinjaman) dari bank. Permasalahan mengenai penggunaan jasa ini muneul, misalkan, pada perusahaan yang baru didirikan, yang belum mempunyai asset untuk dijadikan jaminan (collateral) bagi pinjaman yang akan diperoleh dari bank. Untuk mengatasi masalah ini, dapat digunakan fasilitas Kredit

(13)

Tanpa Agunan (selanjutnya disingkat dengan KTA) sebagai alternatif perkreditan, karena dalam KTA pengusaha tidak perlu menyediakan jaminan. Rangkaian produknya dimulai dari pengelolaan dana, fasilitas pembiayaan perdagangan dan valuta asing, hingga layanan pribadi seperti kartu kredit dan fasilitas KTA.

Walaupun telah ada pembahasan mengenai UndangUndang Perkreditan Perbankan, tetapi sampai sekarang undang-undang atau peraturan lain yang mengatur mengenai KTA maupun perkreditan di Indonesia secara khusus belum terealisasi, seh ingga dirasakan belum tercapai kepastian hukum mengenai hal terse but di dalam industri perkreditan. Industri perkreditan berjalan dengan bersandarkan pada ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan alas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia baik dalam bentuk Surat Keputusan (SK), Surat Edaran (SE) maupun Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan ketentuan perjanjian yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pada buku ketiga mengenai perjanj ian pada umumnya.

Munculnya fasilitas KTA ini merupakan suatu aliernatif yang menarik bagi pengusaha karena pada saat ini memang sulit didapat dana rupiah untuk jangka waktu menengah dan panjang. Sementara itu, melalui KTA mereka (pengusaha) dan juga perseorangan dapat memperoleh dana untuk membiayai pembelian barang-barang modal atau juga untuk kegiatan konsumsi dengan jangka pengembalian antara I tahun hingga 3 tahun (atau hingga 5 tahun) dengan persyaratan yang ringan.

Dengan adanya fasilitas KTA ini, selain untuk menambah pilihan pembiayaan usaha (sebagai alternatif selain fasilitas kredit bank pada umumnya

(14)

dan fasilitas pembiayaan leasing) juga ditujukan untuk mendorong industri perkreditan di Indonesia. Namun, dalam pelaksanaan kredit ini temyata terdapat pelanggaran atas asas kekebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pelanggaran tersebut terkait dengan pelanggaran pembatasan dalam asas kebebasan berkontrak. Dalam praktik terdapat adanya bentuk kontrak perjanjian baku dari farmulir aplikasi KTA yang memuat klausula baku, dan tidak adanya keterbukaan dalam pembuatan perjanjian (penandatangan perjanjian).4

KTA merupakan salah satu produk bank yang memberikan kemudahan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat untuk melakukan pinjaman. Dengan limit pinjaman dana yang cukup membantu untuk seseorang yang ingin memiliki dana untuk kebutuhannya. Di samping itu, nasabah juga harus mengetahui jangka waktu KTA, karena KTA memiliki jangka waktu kredit yang cukup pendek, Karena KTA merupakan jenis Kredit yang konsumtif dan KTA juga dibebani bunga, bunga yang diberikan berbeda sesuai dengan kebijakan masing-masing bank. Itu sebabnya, bank juga harus bisa memberikan penjelasan kepada masyarakat bagaimana proses untuk memperoleh kredit KTA.

Namun pemberian Kredit Tanpa Agunan mengandung lebih banyak risiko, hal ini dikarenakan jika kredit jenis ini macet dan karena tidak adanya agunan maka akan menyulitkan bank untuk pengembalian dana yang disalurkannya. Bank memiliki risiko tinggi dikarenakan dana yang disalurkan untuk pemberian kredit berasal dari simpanan nasabah, dimana bank harus membayar sebesar suku bunga

4 Nurjanatul Fajriyah, perlindungan hukum terhadap kreditur (bank) dan debitur ( nasabah) dalam perjanjian kredit Tanpa agunan (KTA) Bank X, Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun Ke- 36 No.2 April-Juli; 2006

(15)

simpanan dan apabila kredit tak terbayar maka akan dapat mempengaruhi modal bank dan juga likuiditas bank. Oleh karena itu dalam setiap pemberian kredit kepada nasabah, bank harus mencadangkan dana dengan besaran nilai tertentu, tergantung dari pada kolektibilitas kredit.

Bank Negara Indonesia (BNI) adalah salah satu bank nasional atau lembaga keuangan yang terbesar ke empat di Indonesia dalam hal total aset, total kredit, dan total dana pihak ketiga serta menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit, serta memberikan jasa-jasa pelayanan lainnya.

Salah satu jenis produk pinjaman yang diberikan oleh BNI adalah produk BNI Fleksi merupakan fasilitas KTA yang diberikan kepada pegawai aktif yang mempunyai penghasilan tetap (fixed income), untuk keperluan konsumtif yang tidak bertentangan dengan peraturan maupun undang-undang yang berlaku. BNI Fleksi adalah fasilitas KTA yang mempunyai keunggulan dan ciri khusus dibandingkan pinjaman pada umumnya BNI Fleksi sangat membantu dalam memenuhi kebutuhan masyarakat khususnya pegawai yang memiliki gaji tetap untuk melakukan pinjaman dengan limit pinjaman dana yang cukup membantu untuk seseorang yang ingin memiliki dana melalui pinjaman tanpa memikirkan agunan apa yang harus diberikan kepada bank.

BNI Fleksi memiliki jangka waktu yang cukup panjang yaitu maksimum sampai dengan lima belas tahun, karena fasilitas Kredit ini merupakan jenis fasilitas Kredit yang konsumtif dan BNI Fleksi memberikan bunga yang cukup rendah beserta biaya administrasi yang cukup ringan. Sebelum melakukan pengajuan pinjaman BNI Fleksi, seorang debitur harus mengetahui bagaimana cara

(16)

memperoleh pinjaman BNI Fleksi pada BNI dan dokumen-dokumen apa saja yang harus mereka lengkapi. Mereka juga harus tahu apa saja persyaratan-persyaratan pengajuan BNI Fleksi.

Setelah dokumen seorang debitur telah dinyatakan lengkap oleh pihak bank, seorang debitur akan diwawancarai dan disurvei langsung yang dilakukan oleh pihak BNI. Wawancara dan survei ini adalah untuk mengetahui apakah debitur tersebut layak diberikan fasilitas BNI Fleksi atau tidak. Setelah pihak bank telah menyatakan layak, seorang debitur dapat mencairkan dana pinjamannya dengan jangka waktu pencairan yang sudah disepakati. Namun, ketika proses pencairan dana nasabah dapat langsung datang ke Bank, sesuai tanggal pencairan dan perjanjian.

Dari uraian latar belakang masalah tersebut diatas yang diangkat dalam penulisan ini adalah: “Pelaksanaan Perjanjian Kredit Tanpa Agunan Antara Bank Dengan Penerima Kredit (Studi Pada PT. BNI (Persero) Tbk Cabang Medan).”

B. Rumusan Masalah

Adapun permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian kredit tanpa agunan pada PT. BNI (Persero) Tbk Cabang Medan?

2. Bagaimanakah Akibat hukum yang timbul dalam perjanjian kredit tanpa agunan pada PT. BNI (Persero) Tbk Cabang Medan?

3. Bagaimanakah upaya penyelesaian yang dilakukan oleh PT. BNI (Persero) Tbk Cabang Medan terhadap nasabah yang bermasalah?

(17)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian skripsi yang akan penulis lakukan adalah:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian kredit tanpa agunan pada PT. BNI (Persero) Tbk Cabang Medan.

2. Untuk mengetahui Akibat hukum yang timbul dalam perjanjian kredit tanpa agunan pada PT. BNI (Persero) Tbk Cabang Medan.

3. Untuk mengetahui upaya penyelesaian yang dilakukan oleh PT. BNI (Persero) Tbk Cabang Medan terhadap nasabah yang bermasalah.

Dalam penelitian ini, manfaat dari penelitian ini diharapkan tercapai, yaitu : 1. Manfaat teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan sumbangan pemikiran dalam bidang hukum perdata, umumnya dalam praktek perbankan.

b. Menemukan adanya kepastian hukum berkaitan dengan perjanjian kredit tanpa agunan pada PT. BNI (Persero) Tbk Cabang Medan.

2. Manfaat praktis

a. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa masukan baik bagi PT. BNI (Persero) Tbk Cabang Medan dan masyarakat selaku debitur, dalam rangka melaksanakan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

b. Memberikan kepastian atas penyelesaian hukum dari PT. BNI (Persero) Tbk Cabang Medan terhadap perjanjian kredit tanpa aguna.

(18)

D. Tinjauan Pustaka 1. Perjanjian

Perjanjian adalah suatu perjanjian dimana seseorang berjanji kepada seeorang lain atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.5Perjanjian adalah peristiwa dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan tertentu, biasanya secara tertulis.6

Perjanjian adalah perbuatan hukum yang menimbulkan, berubahnya, hapusnya hak, atau menimbulkan suatu hubungan hukum dan dengan cara demikian, perjanjian menimbulkan akibat hukum yang merupakan tujuan para pihak. Jika suatu perbuatan hukum adalah perjanjian orang-orang yang melakukan tindakan hukum disebut pihak-pihak.7

Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan.

Perikatan yang berasal dari perjanjian dikehendaki oleh dua orang atau dua pihak yang membuat perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang dibuat atas dasar kehendak yang berhubungan dengan perbuatan manusia yang terdiri dari dua pihak.8

2. Kredit

Dalam kehidupan perekonomian suatu negara, bank memiliki peranan penting dalam perekonomian. Menurut UU Perbankan No. 10 Tahun 1998, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

5 Arus Akbar Silondae & Andi Fariana, Aspek Hukum Dalam Ekonomi & Bisnis, Jakarta : Penerbit Mitra Wacana Media, 2013, hal 10

6 Abdul R. Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus, Jakarta : Penerbit Kencana, 2014, hal 39

7 Herlien Budiono, Ajaran Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Cetakan Ketiga, Bandung : Penerbit Citra Aditya Bakti, 2011, hal 3

8 Suharnoko, Hukum Perjanjian, Jakarta : Penerbit Prenada Media, 2004, hal. 117

(19)

simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak.

Menurut UU No 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang Perbankan, dapat disimpulkan bahwa usaha perbankan meliputi tiga kegiatan, yaitu menghimpun dana, menyalurkan dana, dan memberikan jasa bank lainnya.

Kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana merupakan kegiatan pokok bank sedangkan memberikan jasa bank lainnya hanya kegiatan pendukung. Kegiatan menghimpun dana, berupa mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan giro, tabungan, dan deposito. Biasanya sambil diberikan balas jasa yang menarik seperti, bunga dan hadiah sebagai rangsangan bagi masyarakat. Kegiatan menyalurkan dana, berupa pemberian pinjaman kepada masyarakat. Sedangkan jasa-jasa perbankan lainnya diberikan untuk mendukung kelancaran kegiatan utama tersebut.

Meninjau lebih dalam terhadap kegiatan usaha bank, maka bank (perbankan) Indonesia dalam melakukan usahanya harus didasarkan atas asas demokrasi ekonomi yang menggunakan prinsip kehati-hatian. Hal ini, jelas tergambar, karena secara filosofis bank memiliki fungsi makro dan mikro terhadap proses pembangunan bangsa.

Kata kredit berasal dari bahasa latin yaitu credere, yang diterjemahkan sebagai kepercayaan atau credo yang berarti percaya. Kredit dan kepercayaan (trust) adalah ibarat sekeping mata uang logam yang tidak dapat dipisahkan.

Pengertian kredit menurut UU No.10 Tahun 1998 tentang perubahan UU No.7 Tahun 1992 yaitu kredit adalah penyediaan uang atau tagihan-tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-

(20)

meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.9

Setiap pengajuan kredit kepada pihak bank atau lembaga keuangan lainnya harus melalui proses analisis kredit terlebih dahulu baru kemudian ditentukan keputusan persetujuan kreditnya disetujui atau ditolak. Proses analisis kredit mempunyai tujuan utama yang paling hakiki yaitu agar bank membuat satu keputusan kredit yang baik dan benar, sehingga terhindar dari keputusan kredit yang keliru yang menyebabkan kredit bermasalah.10

UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 (UU Perbankan) mendefinisikan kredit sebagai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.11

Pemberian kredit berarti memberikan kepercayaan kepada debitur oleh kreditur meskipun kepercayaan tersebut mengandung risiko yang tinggi. Karena itu dalam pemberian kredit terdapat beberapa unsur yang sering disebut sebagai unsur-unsur kredit, yaitu :

a. Kepercayaan, yaitu keyakinan pemberi kredit bahwa kredit yang diberikannya akan diterima kembali dalam jangka waktu tertentu di

9 Irham Fahmi, Bank & Lembaga Keuangan Lainnya, Teori dan Aplikasi, Penerbit Alfabeta, Bandung, 2014, hal 90

10 Maryanto Supriyono, Buku Pintar Perbankan, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2011, hal 161

11 Pasal 1 angka 11 UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998

(21)

kemudian hari.12 Kepercayaan yaitu suatu keyakinan pemberian kredit bahwa kredit yang diberikan (berupa uang, barang atau jasa) akan benar- benar diterima kembali di masa yang akan datang.13

b. Tenggang Waktu, yaitu jangka waktu antara masa pemberian kredit dan masa pengembalian kredit. Di sini terkandung arti bahwa nilai uang pada waktu pemberian kredit (nilai agio) adalah lebih tinggi daripada nilai uang yang akan diterima pada waktu pengembalian kredit di kemudian hari.14 Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati.15

c. Degress of Risk, yaitu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat jangka waktu yang memisahkan antara pemberian kredit dan pengembalian kredit di kemudian hari. Makin lama jangka waktu pengembalian kredit berarti makin tinggi pula tinggi pula tingkat risiko risikonya. Karena ada unsur risiko ini maka suatu perjanjian kredit perlu suatu jaminan.16 Risiko adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan suatu risiko tidak tertagihnya/macet pemberian kredit. Semakin panjang suatu kredit semakin besar risikonya demikian pula sebaliknya. Risiko ini menjadi tanggungan bank, baik risiko yang sengaja oleh nasabah yang lalai maupun oleh risiko yang tidak sengaja.17 Risiko yaitu adanya risiko yang mungkin akan terjadi selama jangka waktu antara pemberian dan pelunasan kredit

12 Rudyanti Dorotea Tobing, Aspek-aspek Hukum Bisnis : Pengertian, Asas, Teori dan Praktik, Penerbit LaksBang Justitia, Surabaya, 2015, hal 100

13 Thamrin Abdullah & Francis Tantri, Bank dan Lembaga Keuangan, Penerbit Rajawali Pers, Jakarta, 2013, hal 165

14 Rudyanti Dorotea Tobing, Op.Cit, hal 101

15 Thamrin Abdullah & Francis Tantri, Op.Cit, hal 165

16 Rudyanti Dorotea Tobing, Op.Cit, hal 101

17 Thamrin Abdullah & Francis Tantri, Op.Cit, hal 166

(22)

tersebut, sehingga untuk mengamankan pemberian kredit dan menutup kemungkinan terjadinya wanprestasi dari nasabah peminjam dana, maka diadakanlah pengikat jaminan dan agunan.18

d. Kesepakatan, kesepakatan ini meliputi kesepakatan antara si pemberi kredit dengan si penerima kredit. Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian di mana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya.19

e. Prestasi, yang diberikan adalah suatu prestasi yang dapat berupa barang, jasa atau barang, jasa atau uang. Dalam perkembangan perkreditan di alam modern maka yang dimaksud dengan prestasi dalam pemberian kredit dalam uang.20 Prestasi atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam entuk uang, tetapi juga dapat berbentuk barang, atau jasa. Namun, karena kehidupan ekonomi modern sekarang ini didasarkan kepada uang, maka transaksi- transaksi kredit yang menyangkut uanglah yang setiap kali kita jumpai dalam praktik perkreditan.21

Kredit Tanpa Agunan merupakan salah satu produk perbankan dalam bentuk pemberian fasilitas pinjaman tanpa adanya suatu aset yang dijadikan jaminan atas pinjaman tersebut. Oleh kerena tidak adanya jaminan yang menjamin pinjaman tersebut maka keputusan pemberian kredit semata adalah berdasarkan pada riwayat kredit dari pemohon kredit secara pribadi, atau dalam arti kata lain

18 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001, hal 238

19 Thamrin Abdullah & Francis Tantri, Op.Cit, hal 166

20 Rudyanti Dorotea Tobing, Op.Cit, hal 101

21 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Penerbit Prenadamedia Gorup, Jakarta, 2014, hal 59

(23)

bahwa kemampuan melaksanakan kewajiban pembayaran kembali pinjaman adalah merupakan pengganti jaminan.

Secara luas kredit Tanpa Agunan bermasalah adalah kredit yang tidak lancar atau kredit dimana debiturnya tidak memenuhi persyaratan yang diperjanjikan, misalnya persyaratan mengenai pembayaran bunga, mengenai pengembalian pokok pinjaman, peningkatan margin deposit, pengikatan, dan peningkatan agunan dan sebagainya.

Pihak bank biasanya dalam memberikan kredit akan menentukan terlebih dahulu apa yang menjadi jaminan atau agunan dari kredit yang dikeluarkan, misalnya dalam kredit pembelian kendaraan yang menjadi agunan biasanya adalah BPKB dari kendaraan tersebut. Buat pihak bank dengan ditentukan dari awal tentang apa yang menjadi jaminan terhadap kredit yang diberikan akan memudahkan bagi bank untuk melakukan eksekusi bila terjadi wanprestasi karena sudah tertentu apa yang menjadi agunannya.

Untuk Kredit tanpa agunan, karena pihak bank tidak menentukan dari awal apa yang menjadi agunannya, maka berdasarkan Pasal 1131 dan 1132 KUHPer, harta kekayaan milik dari debitur seluruhnya menjadi jaminan terhadap jumlah utang yang harus dibayarkan oleh debitur.

3. Bank

Bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dalam bidang keuangan, sehingga berbicara mengenai bank tidak terlepas dari masalah keuangan. Aktivitas perbankan yang pertama adalah menghimpun dana dari masyarakat luas yang dikenal dengan isitlah di dunia perbankan adalah kegiatan funding. Pengertian

(24)

menghimpun dana maksudnya adalah mengumpulkan atau mencari dana dengan cara membeli dari masyarakat luas.22

Bank dalam menyalurkan pinjaman berupa kredit mempunyai tingkat resiko yang sangat tinggi, sehingga sudah selayaknya bertindak ekstra hati-hati dan obyektif di dalam menyetujui atau permohonan pengajuan kredit oleh pihak debitur sehingga tidak berpotensi menimbulkan kerugian bagi pihak bank dikemudian hari. Menghadapi resiko tersebut, dalam Pasal 2 Undang-undang Perbankan mengamanatkan suatu prinsip agar pihak perbankan dalam melakukan kegiatan usahanya harus berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Dalam Pasal 8 UU Perbankan mengarahkan bahwa dalam memberikan kredit bank wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.23

E. Keaslian Penelitian

Adapun judul tulisan ini adalah “Pelaksanaan Perjanjian Kredit Tanpa Agunan Antara Bank Dengan Penerima Kredit (Studi Pada PT. BNI (Persero) Tbk Cabang Medan)” merupakan hasil karya yang belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sebelumnya.

Skripsi ini disusun melalui referensi buku – buku dan informasi dari media cetak maupun media elektronik. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan, terutama secara ilmiah atau secara akademik.

22 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta : Penerbit Rajawali Pers, 2013, hal 24

23 J. Andy Hartanto, Hukum Jaminan dan Kepailitan, Penerbit LaksBang Justitia Surabaya, Surabaya, 2015, hal 4

(25)

F. Metode Penelitian

Penelitian hukum senantiasa harus diserasikan dengan disiplin hukum yang merupakan suatu sistem ajaran tentang hukum sebagai norma dan kenyataan.24 Metode penelitian akan memberikan kemudahan dalam mencapai tujuan dari penelitian maka penulis menggunakan metode penelitian yakni :

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai penelitian yuridis normatif.

Penelitian yuridis normatif membahas doktrin-doktrin atau asas-asas dalam ilmu hukum25.

2. Sumber Data

Adapun sumber data yang diperoleh dari :

a. Bahan hukum Primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat. Bahan hukum primer,26 bera peraturan atau ketentuan perundang-undangan antara lain: Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

b. Bahan hukum sekunder yaitu memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer,27 misalnya buku-buku, literatur, atau karya ilmiah/jurnal yang berkaitan dengan penelitian ini.

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan atau petunjuk terhadap bahan hukum primer dan sekunder.28

24 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013, hal 20

25 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Penerbit Sinar Grafika, 2014, hal 24

26 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Penerbit Rajawali Pers, Jakarta, 2012, hal 113

27Ibid., hal 114

28 Ibid.,

(26)

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka digunakan teknik pengumpulan data dengan cara : Studi kepustakaan, dilakukan dengan mempelajari dan menganalisis yang berkaitan dengan topik penelitian, sumber-sumber kepustakaan dapat diperoleh dari: buku-buku, jurnal, makalah, internet, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain29 yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini. Selain itu, dalam penelitian ini juga akan dilakukan dengan wawancara dengan Rico Rizal Budidarmo yang menjabat sebagai Penyelia Analisis Kredit dan Penyelia Mailing Room PT. BNI (Persero) Tbk Cabang Medan.

4. Analisis Data

Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode kualitatif30 dilakukan guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif berupa data-data yang akan diteliti dan dipelajari sesuatu yang utuh.

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sebagai berikut :

29 Ediwarman, Metodologi Penelitian Hukum, PT Sofmedia, Medan, 2015, hal 127

30 Zainuddin Ali, Op.Cit, hal 107

(27)

Bab I, Pendahuluan, berisi gambaran tentang latar belakang masalah, permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, tinjuana pustaka, keaslian penulisan, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II, Pelaksanaan perjanjian kredit tanpa agunan di PT. BNI (Persero) Tbk Cabang Medan. Pada bab ini akan membahas mengenai Perjanjian Kredit Tanpa Agunan, Profil dan Jenis Perjanjian Kredit dalam Praktis PT. BNI (Persero) Tbk, Prosedur pemberian kredit tanpa agunan di PT. BNI (Persero) Tbk dan Bentuk Pelaksanaan Perjanjian Kredit Tanpa Agunan Antara Bank dengan Penerima Kredit

Bab III, Akibat hukum yang ditimbulkan dalam perjanjian kredit tanpa agunan di PT. BNI (Persero) Tbk Cabang Medan, pada bab ini akan membahas mengenai akibat Ingkar Janji (Wansprestasi), Pembatalan Perjanjian Kredit Tanpa Agunan, dan Eksekusi Kredit Tanpa Agunan.

Bab IV, Upaya penyelesaian hukum yang dilakukan oleh PT. BNI (Persero) Tbk Cabang Medan terhadap nasabah (penerima kredit) yang bermasalah, pada bab ini akan membahas mengenai Penyebab terjadinya kredit macet dalam perjanjian kredit tanpa agunan, Perlindungan Hukum bagi Nasabah dalam Pemberian Kredit Tanpa Agunan dan Penyelesaian Hukum dalam perjanjian Kredit Tanpa Agunan.

Bab V, Kesimpulan dan Saran, pada bab ini akan membahas mengenaibab penutup dari seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya, yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini, yang dilengkapi dengan saran-saran.

(28)

BAB II

PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT TANPA AGUNAN DI PT. BNI (PERSERO) Tbk CABANG MEDAN

A. Profil dan Jenis Perjanjian Kredit dalam Praktis PT. BNI (Persero) Tbk Kata kredit berasal dari bahasa latin yaitu credere, yang diterjemahkan sebagai kepercayaan atau credo yang berarti percaya. Kredit dan kepercayaan (trust) adalah ibarat sekeping mata uang logam yang tidak dapat dipisahkan.

Pengertian kredit menurut UU No.10 Tahun 1998 tentang perubahan UU No.7 Tahun 1992 yaitu kredit adalah penyediaan uang atau tagihan-tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam- meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.31

Dalam arti luas kredit diartikan sebagai kepercayaan. Maksudnya adalah ia percaya kepada si penerima kredit bahwa kredit yang disalurkannya pasti akan dikembalikan sesuai perjanjian. Sedangkan bagi si penerima kredit merupakan penerimaan kepercayaan sehingga mempunyai kewajiban untuk membayar sesuai jangka waktu.32

Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang kepada seseorang yang lain atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal atau suatu persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan menaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu.33 Perjanjian adalah suatu perjanjian dimana seseorang berjanji kepada seeorang lain atau dimana dua orang

31 Irham Fahmi, Op.Cit, hal 90

32 Thamrin Abdullah & Francis Tantri, Op.Cit, hal 164

33 Hermansyah, Op.Cit, hal 71

(29)

saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.34Perjanjian adalah peristiwa dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan tertentu, biasanya secara tertulis.35

Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan.

Perikatan yang berasal dari perjanjian dikehendaki oleh dua orang atau dua pihak yang membuat perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang dibuat atas dasar kehendak yang berhubungan dengan perbuatan manusia yang terdiri dari dua pihak.36

Menurut ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

“Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Perjanjian diartikan sebagai suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antar dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.37

Perjanjian kredit adalah perjanjian pokok (prinsipiil) yang bersifat riil.

Dilihat dari bentuknya, umumnya perjanjian kredit perbankan menggunakan bentuk perjanjian baku (standar contract).38 Arti riil adalah bahwa terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh pihak bank kepada

34 Arus Akbar Silondae & Andi Fariana, Aspek Hukum Dalam Ekonomi & Bisnis, Jakarta : Penerbit Mitra Wacana Media, 2013, hal 10

35 Abdul R. Saliman, Op.Cit, hal 39

36 Suharnoko, Hukum Perjanjian, Jakarta : Penerbit Prenada Media, 2004, hal. 117

37Wirjono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Perjanjian, Bandung : Penerbit Mandar Maju, 2011, hal 4

38 Herman, Op.Cit, hal 71

(30)

debitur.39 Perjanjian kredit adalah bentuk kesepakatan antara nasabah/debitur dengan bank di lakukan setelah terjadi keputusan kredit.40

Setiap kredit yang telah disetujui dan sepakati antara pihak kreditur dan debitur maka wajib dituangkan dalam perjanjian kredit secara tertulis. Dalam praktisi perbankan bentuk dan format dari perjanjian kredit diserahkan sepenuhnya kepada bank yang bersangkutan. Akan tetapi, ada hal-hal yang tetap harus dipedomani, yaitu bahwa perjanjian tersebut rumusannya tidak boleh kabur atau tidak jelas, juga perjanjian tersebut sekurang-kurangnya harus memperhatikan keabsahan dan persyaratan secara hukum, sekaligus pula harus memuat secara jelas mengenai jumlah besarnya kredit, tata cara pembayaran kembali kredit serta persyaratan lainnya yang lazim dalam perjanjian kredit.41

Syarat sahnya suatu perjanjian seperti yang terdapat dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata merupakan syarat sahnya perjanjian dimana perjanjian merupakan salah satu jenis dari perjanjian. Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa syarat dari sahnya perjanjian adalah :

1. Sepakat Mereka yang Mengikatkan Dirinya

Sepakat mereka yang mengikat dirinya mengandung makna bahwa para pihak yang membuat perjanjian telah sepakat ataua ada persesuaian kemauan atau saling menyetujui kehendak masing-masing, yang dilahirkan oleh pihak

39 Iswi Haryani, Restrurisasi dan Penghapusan Kredit Macet, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 2010, hal 19

40 Ade Arthesa dan Edia Handiman, Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, PT.

Indeks, Jakarta, 2006, hal 179

41 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012, hal 440-441

(31)

dengan tidak ada paksaan, kekeliruan dan penipuan.42 Syarat pertama untuk terjadinya perjanjian ialah “sepakat mereka yang mengikatkan dirinya”.

Sepakat tersebut mencakup pengertian tidak saja “sepakat” untuk mengikatkan diri, tetapi juga “sepakat” untuk mendapatkan prestasi.43

Menurut Pasal 1321 KUHPerdata menyebutkan jika didalam suatu perjanjian terdapat kekhilafan, paksaan dan penipuan, maka berarti di dalam perjanjian itu terjadi cacat pada kesepakatan antar para pihak dan karena itu perjanjian tersebut dapat dibatalkan.44 Terjadinya kesepakatan dapat terjadi secara tertulis dan tidak tertulis, yang mana kesepakatan yang terjadi secara tidak tertulis tersebut dapat berupa kesepakatan lisan, simbol-simbol tertentu atau diam-diam. Seseorang yang melakukan kesepakatan secara tertulis biasanya dilakukan baik dengan akta di bawah tangan maupun dengan akta autentik.45 2. Kecakapan Untuk Membuat Suatu Perikatan

Cakap (bekwaam) merupakan syarat umum untuk dapat melakukan perbuatan hukum secara sah yaitu harus sudah dewasa, sehat akal pikiran dan tidak dilarang oleh suatu peraturan perundang-undangan untuk melakukan sesuatu perbuatan tertentu.46 Untuk mengadakan kontrak, para pihak harus cakap, namun dapat saja terjadi bahwa para pihak ataua salah satu pihak yang mengadakan kontrak adalah tidak cakap menurut hukum.47 Kecakapan adalah

42 H. Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Penerbit PT. Alumni, Bandung, 2004, hal 205.

43 Herlien Budiono, Ajaran Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Cetakan Ketiga, Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung, 2011, hal 73.

44 Mariam Darus Badrulzaman, Hukum Perikatan dalam KUH Perdata, PT Citra Aditya Bakti. Bandung, 2015, hal 25.

45 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Perancang Kontrak, Penerbit Rajawali Pers, Jakarta, 2011, hal 14.

46 H. Riduan Syahrani, Op.Cit, hal 208.

47 Ahmadi Miru, Op.Cit, hal 29.

(32)

ketentuan umum, Sedangkan ketidakcakapan merupakan pengecualian darinya. Terminologi yang digunakan undang-undang, kecakapan (bekwaamheid) dan ketidakcakapan (onbekwaamheid) harus dimaknai secara berbeda dari arti umum yang diberikan padanya dalam pergaulan sehari-hari dan juga tidak merujuk pada sifat alamlah seseorang. Tidak cakap menurut hokum adalah mereka yang oleh undang-undang dilarang melakukan tindakan hukum, terlepas dari apakah secara faktual ia mampu memahami konsekuensi tindakan-tindakannya.48

Menurut Pasal 1329 KUHPerdata menyebutkan setiap orang adalah cakap untuk membuat suatu perikatan, kecuali jika undang – undang menyatakan bahwa orang tersebut adalah tidak cakap, orang – orang yang tidak cakap membuat perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa dan mereka yang ditaruh di bawah pengampunan.49

3. Suatu Hal Tertentu

Suatu hal tertentu dalam perjanjian adalah barang yang menjadi obyek suatu perjanjian. Menurut Pasal 1333 BW barang yang menjadi obyek suatu perjanjian ini harus tertentu, setidak-tidaknya harus ditentukan jenisnya, sedangkan jumlahnya tidak perlu ditentukan, asalkan saja kemudian dapata ditentukan atau diperhitungkan.50Sebagaimana disebutkan di dalam ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata yang dimaksud dengan “suatu hal tertentu” tidak

48 Herlien Budiono, Op.Cit, hal 103.

49 H. Riduan Syahrani, Op.Cit, hal 25.

50 Ibid., hal 210.

(33)

lain adala apa yang menjadi kewajiban dari debitor dan apa yang menjadi hak dari kreditor.51

Menurut Pasal 1332 KUHPerdata menyebutkan hanya barang – barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu perjanjian. Pasal 1334 KUHPerdata menyebutkan barang-barang yang baru akan ada, di kemudian hari dapat menjadi suatu pokok perjanjian.52

4. Suatu Sebab Yang Halal

Istilah kata halal bukanlah lawan kata haram dalam hokum islam, tetapi yang dimaksud sebab yang halal adalah bahwa isi kontrak tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. 53Suatu sebab yang halal merupakan syarat yang keempat untuk sahnya perjanjian. Mengenai syarat ini Pasal 1335 BW menyatakan bahwa suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang tidak mempunyai kekuatan.54 Kausa yang palsu dapat terjadi jika suatu kausa yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya atau kausa yang disimulasikan. Kemungkinan juga telah terjadi kekeliruan terhadap kausanya. Dengan demikian, yang penting adalah bukan apa yang dinyatakan sebagai kausa, melainkan apa yang menjadi kausa yang sebenarnya.55 Pengertian suatu sebab yang halal ialah bukan hal yang menyebabkan perjanjian, tetapi isi perjanjian itu sendiri. Isi

51 Herlien Budiono, Op.Cit, hal 107.

52 H. Riduan Syahrani, Op.Cit, hal 210.

53 Ahmadi Miru, Op.Cit, hal 30.

54 H. Riduan Syahrani, Op.Cit, hal 211

55 Herlien Budiono, Op.Cit, hal 112

(34)

perjanjian tidak boleh bertentangan dengan undang-undang kesusilaan maupun ketertiban umum menurut Pasal 1337 KUHPerdata.56

Agunan adalah jaminan, yang biasanya disebut sebagai agunan atau jaminan, bukan hanya jaminan nama baik tetapi jaminan barang yang bisa dicarikan menjadi uang tunai andaikata hal buruk terjadi pada si pengutang.

Agunan pun ada agunan pokok dan ada agunan tambahan. Kredit tanpa agunan hanya membutuhkan kartu slip gaji sebagai karyawan sebuah perusahaan.57 Bank atau lembaga pembiayaan yang memberikan kredit tanpa agunan akan bekerjasama dengan bendahara di perusahaan untuk setiap bulan langsung memotong gaji sebaai uang angsuran utang. Pinjaman kredit tanpa agunan ini mudah prosesnya.58

Agunan adalah benda bergerak dan tidak bergerak yang diserahkan debitur kepada kreditur, untuk menjamin apabila fasilitas kredit tidak dibayar kembali sesuai dengan waktu yang ditentukan.”59 Agunan adalah merupakan salah satu faktor penting dalam pemberian kredit, dimana agunan yang diserahkan kepada bank dapat meningkatkan tingkat kepercayaan kreditur kepada nasabah debitur.

Mengenai fungsi dari agunan itu sendiri dalam praktek sehari-hari bahwa agunan memiliki fungsi yang sama dengan fungsi jaminan, sehingga dapat dilihat bahwa fungsi/ kegunaan agunan kredit adalah sebagai berikut:

1. Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapat pelunasan dari agunan apabila debitur melakukan cidera janji yaitu untuk membayar kembali utangnya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian;

56 Mariam Darus Badrulzaman, Hukum Perikatan dalam KUH Perdata, PT Citra Aditya Bakti, Bandung. 2015, hal 26

57 Peni R. Pramono, Haruskah Berutang Bikin Usaha Mengelola Utang Menjadi Laba, PT.

Elex Media Komputindo, Jakarta, 2008, hal 24

58 Agoeng Widyatmoko, Cara Jitu Mendapatkan Kredit Bank Panduan Untuk UKM, Penerbit Mediakita, Jakarta, 2005, hal 23

59 Try Widiyono, Op.Cit, hal.6.

(35)

2. Menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usaha atau proyeknya dengan merugikan diri sendiri atau perusahaannya dapat dicegah atau sekurang-kurangnya kemungkinan untuk berbuat demikian dapat diperkecil;

3. Memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya, khususnya mengenai pembayaran kembali dengan syarat-syarat yang disetujui agar debitur dan/ atau pihak ketiga yang ikut menjamin tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan kepada bank.60

Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Perbankan 1998 menyatakan bahwa :

”... Mengingat agunan menjadi salah satu unsur jaminan pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah diperoleh keyakinan atas kemampuan debitur mengembalikan utangnya, maka agunan dapat hanya berupa barang, proyek, hak tagih yang dibiayai dari kredit kredit yang bersangkutan. Tanah yang pemiliknya didasarkan pada hukum adat, yaitu tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk, dan lain-lain yang sejenis dapat digunakan sebagai agunan. Bank tidak wajib meminta agunan berupa barang yang tidak berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan agunan tambahan...”

Agunan merupakan jaminan tambahan yang diperlukan dalam hal pemberian fasilitas kredit. Dalam hal pemberian fasilitas kredit, pada praktiknya agunan malahan lebih dominan atau diutamakan, sehingga sebenarnya agunan lebih dipentingkan daripada hanya sekadar jaminan yang berupa keyakinan atas kemampuan debitur untuk melunasi utangnya.61

Agunan diperlukan oleh kreditur (bank) karena merupakan salah satu upaya untuk mengintisipasi resiko yang mungkin timbul dalam tenggang waktu antara pelepasan dan pelunasan kredit tersebut. Bila, debitur lalai melunasi kredit yang

60 Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta 2009, hal.

286.

61 Iswi Haryani, Op.Cit, hal 25

(36)

diberikan, maka bank dapat menarik kembali dana yang disalurkan dengan memanfaatkan agunan tersebut. Agunan atau jaminan tambahan ini dapat berupa jaminan materiil (berwujud), yang berupa barang-barang bergerak atau benda tetap. Ataupun jaminan immateriil (tak berwujud), misalnya tagihan piutang, sertifikat deposito, tabungan, obligasi, saham dan lain-lain.62

Adanya kemudahan dam hal agunan kredit ini, merupakan realisasi dari perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi dengan fungsi utamanya sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat, memiliki strategis untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Agunan mempunyai tugas untuk melancarkan dan mengamankan pemberian kedi, yaitu dengan memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan pelunasan dari barang-barang yang diagunkan tersebut apabila debitur wanprestasi.63

Dilihat dari agunanya, kredit dapat dibagi menjadi berikut :

1. Kredit dengan agunan umum, yaitu berdasarkan Pasal 1131 KUHPerdata 2. Kredit dengan agunan khusus, termasuk diantaranya jaminan fidusia, hak

tanggungan, hipotik, gadai, hak penanggungan (personal Guarantee dan Corporate Guarantee).

3. Pembagian agunan berdasarkan jenis agunan cas atau noncash. Dalam hal agunan berupa simpanan (deposito, giro, tabungan dan sejenisnya)

62 Perpustakan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT), Panduan Bantuan Hukum di Indonesia : Panduan Memahami dan Menyelesaikan Masalah Hukum, Penerbit YLBHI, Jakarta, 2007, hal 140

63 Muhammad Djumhana, Op.Cit, hal 452-453

(37)

dinamakan noncash collateral, sebaliknya jua agunan berupa nonsimpanan dinamakan noncash collateral.64

Secara umum di dalam prakteknya bahwa kredit adalah identik dengan adanya jaminan atau agunan. Dimana dalam pemberian kredit pihak kreditur sering meminta barang/ harta si debitur sebagai jaminan atau agunan untuk pelunasan utang debitur apabila si debitur tidak melakukan pelunasan/pembayaran atas utang- utangnya. Namun pada saat sekarang ini bank memberikan peluang kepada nasabah debitur yang ingin memperoleh fasilitas kredit tanpa disertai dengan adanya agunan/ suatu aset yang dijadikan jaminan atas pinjaman tersebut, dengan fasilitas ini akan sangat meringankan dalam melakukan pinjaman, kredit ini disebut dengan nama Kredit Tanpa Agunan.

Kredit tanpa agunan (KTA) merupakan kredit yang diberikan pada seseorang, tanpa harus memberikan sebuah jaminan pada pemberi kredit (kreditor).

Kredit ini banyak ditawarkan bank-bank swasta maupun pemerintah untuk membantu nasabah dalam memenuhi kebutuhan. Jumlah pengajuan kredit biasanya akan dibatasi oleh bank karena tanpa agunan yang menjadi jaminan. Jika dilihat dari peruntukannya, kredit tanpa agunan (KTA) yang beredar di masyarakat antara lain:

1. Renovasi rumah. Umur rumah yang semakin tua, menyebabkan berbagai kerusakan pada rumah tersebut, belum lagi akibat bencana yang terkadang susah ditebak. Masyarakat pun harus segera memperbaikinya agar rumah tersebut nyaman ditempati. Adapun kredit renovasi rumah pada ban-bank yang menawarkan jasa kredit tanpa agunan. Kredit untuk keperluan rumah

64 Try Widiyono, Op.Cit, hal 285

(38)

cukup diminati masyarakat karena selain prosesnya cepat, pemohon kredit juga tidak perlu menyiapkan jaminan.

2. Pernikahan. Pernikahan merupakan sebuah kejadian yang sangat berharga dalam kehidupan setiap manusia. Namun, saat ini biaya untuk melangsungkan pernikahan sangatlah mahal. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, masyarakat dapat mengajukan kredit untuk pernikahan. Namun, jumlah biaya yang diajukan sebaiknya masyarakat perkirakan agar tidak menjadi beban saat pengembaliannya nanti.

3. Pendidikan. Saat tahun ajaran baru, mungkin bagi masyarakat terkadang merupakan masa-masa yang sulit. Terutama yang memiliki tiga anak dan harus masuk pada tingkatan sekolah yang lebih tinggi. Kredit tanpa agunan untuk biaya pendidikan, dapat menjadi alternatif pilihan demi memajukan tingkat pendidikan anak. Untuk masalah pendidikan anak, masyarakat juga dapat mengikuti asuransi pendidikan. Dengan mengikuti asuransi, diwajibkan penyerahkan sejumlah uang pada penyedia asuransi, jika jangka waktu telah terpenuhi maka dapat mengambil uang yang selama ini nasabah simpan untuk biaya pendidikan anak.

4. Kartu kredit. Kartu kredit merupakan salah satu jenis kredit tanpa agunan yang paling digemari masyarakat. Sifat konsumtif masyarakat membuat kartu kredit sangat ramai digunakan untuk memenuhi segala kebutuhan.

Masyarakat dapat memanfaatkan kartu kredit untuk membeli barang elektronik, belanja kebutuhan bulan di supermarket hingga makan di restoran. Kemudahan dan kepraktisannya membuat masyarakat tidak perlu

(39)

membawa uang tunai dalam jumlah banyak, masyarakat tinggal menggesek kartu kredit di tempat transaksi.65

Kredit Tanpa Agunan merupakan salah satu produk perbankan dalam bentuk pemberian fasilitas pinjaman tanpa adanya suatu aset yang dijadikan jaminan atas pinjaman tersebut. Oleh kerena tidak adanya jaminan yang menjamin pinjaman tersebut maka keputusan pemberian kredit semata adalah berdasarkan pada riwayat kredit dari pemohon kredit secara pribadi, atau dalam arti kata lain bahwa kemampuan melaksanakan kewajiban pembayaran kembali pinjaman adalah merupakan pengganti jaminan.

Kredit Tanpa Agunan dapat digambarkan sebagai kredit yang bisa digunakan untuk segala macam keperluan, tanpa perlu menyerahkan barang untuk diagunkan (dijaminkan). Kredit Tanpa Agunan yang biasa disingkat KTA dapat diartikan juga dengan Pinjaman Tanpa Jaminan atau juga dikenal dengan istilah unsecured loans, adalah merupakan produk perbankan yang memberikan fasilitas pinjaman kepada peminjam tanpa adanya suatu asset yang dijadikan jaminan. Jadi keputusan pemberian kredit semata adalah berdasarkan riwayat kredit dari pemohon kredit secara pribadi, atau dalam arti kata lain kemampuan peminjam melaksanakan kewajiban pembayaran kembali pinjaman adalah merupakan pengganti jaminan.

Kredit Tanpa Agunan atau disebut juga dengan unsecured loans atau negative pladge atau clean basic dipahami sebagai makna kata apa adanya hal tersebut dapat menyesatkan calon kreditur, karena secara arti kata, makna kata tersebut tidak selaras dengan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 8

65 Natar Adri, dan Nurbekti Satriyo, Solusi Cerdas Mengatasi Hutang & Kredit, Penerbit Penebar Plus, Jakarta, 2008, hal 16

(40)

dan Penjelasannya. Dalam ketentuan tersebut, antara lain diatur bahwa dalam pemberian kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari debitur. Agunan sebagai salah satu unsur pemberian kredit, maka tidak mungkin dalam pemberian kredit tidak didukung oleh adanya agunan yang memadai karena tidak mungkin timbul keyakinan untuk memberikan fasilitas kredit jika debitur tidak mempunyai agunan yang memadai, oleh karena itu pengertian pemberian Kredit Tanpa Agunan atau disebut juga dengan unsecured loans atau negative pladge atau clean basic harus dilihat dari sudut pandang yang lain, seperti dalam hukum perdata.

BNI (Bank Negara Indonesia) pada awalnya didirikan di Indonesia sebagai Bank sentral dengan nama “Bank Negara Indonesia” berdasarkan UU No. 2 tahun 1946 tanggal 15 juli 1946. Selanjutnya, berdasarkan UU no 17 tahun 1968, BNI ditetapkan menjadi “ Bank Negara Indonesia 1946” dan statusnya berubah menjadi Bank Umum Milik Pemerintah. Berdasarkan peraturan pemerintah No. 19 tahun 1992, tanggal 29 April 1992 telah dilakukan bentuk hukum BNI menjadi perusahaan perseroan terbatas (persero). Bentuk hukum menjadi persero telaHdinyatakan dalam Akta No 131, tanggal 31 juli 1992, dibuat dihadapan Muhani Salim, S.H., yang telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No.73 tanggal 11 september 1992. Bank BNI menjadi BUMN sejak tahun 1996 merupakan Bank pertama yang menjadi perusahaan publik yang setelah mendaftarkan dan mencatatkan sahamnya di bursa efek jakarta dan bursa efek surabaya. Untuk memperkuat keuangan dan dapat bersaing di dunia perbankan nasional, BNI melakukan sejumlah aksi korporasi, antara lain proses rekapitalasi oleh pemerintah ditahun 1997, divestasi saham pemerintah ditahun

(41)

2007 dan penawaran umum saham terbatas ditahun 2010. Setelah perusahaan menjadi perusahaan publik Bank BNI merubah anggaran dasar BNI sesuai dengan akta no. 35 tanggal 17 Maret 2015. Perubahan ini dilakukan antara lain karena sebagian sahamnya sudah dimiliki oleh masyarakat. Kepemilikan saham Bank BNI sekarang60% saham-saham dari Bank BNI dimiliki oleh pemerintah dan sisanya 40% dimiliki oleh masyarakat, baik individu, domestik, dan asing.

BNI merupakan perusahaan Bank Nasional terbesar ke-4 di Indonesia, dilihat dari total aset, total kredit, maupun total dana pihak ketiga. Dalam memberikan layanan finansial secara terpadu banyak dibantu oleh sejumlah perusahaan anak, yakni BNI Syariah, BNI Multifinance, BNI Sekuritas, BNI Life Insurance, dan BNI Remittance. Produk–produk yang diberikan sangat membantu masyarakat sebab, menawarkan layanan simpanan penyimpanan dana maupun jasa pelayan. Untuk produk BNI produknya dapat di rasakan disemua kalangan baik pada kalnagan bersegmen korporasi, menengah, maupun kecil. Beberapa produk terbaik telah disesuaikan dengan kebutuhan nasabah mulai untuk anak kecil, remaja, dewasa, hingga pensiun. Berikut produkproduk yang diberikan BNI yang sangat banyak digunakan oleh masyarakat antara lain, produk pinjaman terdiri dari dua yaitu produk bagi personal dan bisnis.

Produk Funding (Simpanan) BNI mempunyai tiga produk simpanan yaitu : 1. BNI Giro

BNI Giro mempunyai dua jenis yaitu BNI Giro Perorangan dan BNI Giro non perorangan.

Referensi

Dokumen terkait

Dari keseluruhan pemakaian omae dalam 20 percakapan komik One Piece Volume 17 dikelompokkan lewat konsep uchi-soto masing-masing ada kelompok formal dan informal, omae

[r]

Upaya penanganan dan pengendalian sanitasi sehat di masyarakat akan menjadi semakin kompleks dengan semakin bertambahnya laju pertumbuhan penduduk, perkembangan permukiman

[r]

[r]

Penggabungan turbin overshot dengan turbin savonius tipe L mampu mengkonversi energi air dan angin secara bersamaan sehingga menghasilkan output tegangan yang

Changed buildings not extracted by texture extraction In order to compare the methods between the proposed method and the past method, Table 6 shows the extraction results by the

BIOTEKNOLOGI JERAMI PADI MELALUI FERMENTASI SEBAGAI BAHAN PAKAN TERNAK RUMINANSIA.. Oleh :