• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR."

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

Hilda Mardiana,2013

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET

DI SEKOLAH DASAR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh

HILDA MARDIANA NIM 0903556

PROGRAM S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

KAMPUS TASIKMALAYA 2013

(2)

Hilda Mardiana,2013

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR

HILDA MARDIANA

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET

DI SEKOLAH DASAR

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING :

Pembimbing I,

Drs. Edi Hendri Mulyana, M.Pd. NIP 19600825 198603 1 002

Pembimbing II,

Drs. H. Rd. Setiawan Leo, M.Pd. NIP 19560813 198811 1 001

Diketahui oleh

Ketua Program Studi S1 PGSD UPI Kampus Tasikmalaya,

(3)

Hilda Mardiana,2013

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrohmaanirrohiim

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia yang melimpah kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan proposal ini dengan judul “Pengembangan Desain Pembelajaran IPA Berbasis Konstruktivisme tentang Gaya Magnet di Sekolah Dasar”. Shalawat dan salam semoga selalu terlimpahkan curahkan kepada baginda Rasulullah SAW, beserta keluarga, sahabat, dan orang-orang yang mengikuti beliau hingga hari akhir.

Skripsi ini penulis sajikan, untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi PGSD di Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmalaya. Penulis menyadari sepenuhnya dalam menyusun skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kriti dan saran yang sifatnya membangun. Penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis, umumnya bagi semua pembaca.

Tasikmalaya, Juni 2013

Penulis

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa bahwa skripsi dengan judul “Pengembangan Desain Pembelajaran IPA Berbasis Konstruktivisme Tentang Gaya Magnet Di Sekolah Dasar” beserta seluruh isinya adalah sepenuhnya karya saya sendiri. Saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan.

(4)

Hilda Mardiana,2013

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR

Tasikmalaya, Juni 2013 Yang membuat pernyataan

UCAPAN TERIMA KASIH

Skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. Cece Rakhmat, M.Pd., Direktur UPI Kampus Tasikmalaya; 2. Drs. Yusuf Suryana, M.Pd., Sekretaris UPI Kampus Tasikmalaya;

3. Drs. Rustono WS, M.Pd., Ketua Program Studi PGSD UPI Kampus Tasikmalaya;

4. Drs. Edi Hendri Mulyana, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing I; 5. Drs. H. Rd. Setiawan Leo, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing II; 6. Dra. Hodidjah, M.Pd., Dosen Pembimbing Akademik;

7. Staf pengajar dan staf tenaga teknis PGSD-FIP UPI Kampus Tasikmalaya; 8. Kepala Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik dan Kepala Dinas Pendidikan

Kota Tasikmalaya serta Kepala UPTD Pendidikan Kecamatan Mangkubumi Kota Tasikmalaya;

9. Kepala Sekolah, guru, dan siswa-siswi SDN Sindangasih dan SDN Mangkubumi 3 Kecamatan Mangkubumi Kota Tasikmalaya;

10. Penghargaan dan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orangtua: Ayahanda Sunandar dan ibunda Dede Entin serta adik tercinta Heldi Yulianti yang selalu memberikan dukungan, kasih sayang dan doa serta bantuan baik

moril maupun materil sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

(5)

Hilda Mardiana,2013

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

12. Rekan-rekan seperjuangan Ayu, Nira, Ina dan semua rekan-rekan Interes IPA Reguler UPI Kampus Tasikmalaya.

Seluruh pihak yang tidak mungkin disebutkan satu demi satu pada ruang yang terbatas ini, atas partisipasi dan konstribusi yang diberikan sehingga skripsi ini

(6)

Hilda Mardiana,2013

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET

DI SEKOLAH DASAR

ABSTRAK

Penelitian ini didasarkan pada pergeseran paradigma pendidikan yang telah bergeser pada filsafat konstruktivisme di mana pengetahuan merupakan hasil bentukan sendiri. Hambatan belajar atau learning obstacle siswa tentang gaya magnet salah satunya disebabkan oleh kurang maksimalnya desain pembelajaran. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan metode Didactical Design Research. Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes, wawancara, angket, observasi, dan dokumentasi. Sumber data pada penelitian ini adalah siswa kelas V SDN Sindangasih dan SDN Mangkubumi 3. Hasil penelitian menunjukkan hambatan belajar atau learning obstacle siswa tentang gaya magnet mengalami penurunan. Pada saat studi pendahuluan berada pada kategori sedang (47,46%), implementasi desain 1 (22,25%), dan implementasi desain 2 (11%) berada pada kategori rendah. Desain pembelajaran IPA berbasis konstruktivisme dapat dijadikan alternatif guru dalam menyusun desain pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam mengatasi hambatan belajar atau learning obstacle.

(7)

v

Hilda Mardiana,2013

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR GRAFIK ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Penelitian ... 1

B.Fokus Penelitian ... 8

C.Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 9

D.Tujuan Penelitian ... 10

E. Manfaat Penelitian ... 11

F. Struktur Organisasi Skripsi ... 12

BAB II KAJIAN TEORI ... 13

A.Penelitian Desain Didaktis (Didactical Design Research) ... 13

B.Metapedadidaktik ... 14

C.Filsafat Konstruktivisme ... 18

D.Hakikat Belajar Menurut Filsafat Konstruktivisme ... 21

E. Pandangan Konstruktivisme dalam Pendidikan ... 24

F. Ciri dan Prinsip Pembelajaran Konstruktivisme ... 29

G.Hambatan Belajar atau Learning Obstacle ... 30

H.Konstruktivisme dalam Pembelajaran IPA ... 37

(8)

Hilda Mardiana,2013

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR

Halaman

BAB III METODE PENELITIAN ... 57

A.Lokasi dan Subjek Sumber Data Penelitian ... 57

B.Desain Penelitian ... 58

C.Metode Penelitian ... 60

D.Definisi Operasional ... 62

E. Instrumen Penelitian ... 64

F. Pengembangan Instrumen Penelitian ... 65

G.Teknik Pengumpulan Data ... 71

H.Teknik Analisis Data ... 74

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 75

A. Hasil Penelitian ... 75

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 121

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 139

A. Kesimpulan ... 139

B. Rekomendasi ... 140

DAFTAR PUSTAKA ... 142

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 146

(9)

vii

Hilda Mardiana,2013

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR TABEL

Halaman

3.1. Interpretasi Indeks Kesukaran ... 70

3.2. Tingkat Kesukaran Instrumen Soal Tes Penguasaan Siswa tentang Gaya Magnet ... 70

3.3. Interpretasi Indeks Daya Pembeda ... 71

3.4. Daya Pembeda Instrumen Soal Tes Penguasaan Siswa tentang Gaya Magnet ... 71

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 73

4.1 Tabel Pemahaman Siswa ... 77

4.2 Learning Obstacle Tipe 1 ... 78

4.3 Learning Obstacle Tipe 2 ... 79

4.4 Learning Obstacle Tipe 3 ... 80

4.5 Learning Obstacle Tipe 4 ... 81

(10)

Hilda Mardiana,2013

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1. Bagan Segitiga Didaktis yang Dimodifikasi (Suryadi, 2011) ... 16

2.2. Bagan Langkah Pembelajaran Konstruktivisme ... 42

2.3. Bagan Desain Pembelajaran sebagai Proses Sistematis yang Bersifat Linear ... 44

2.4. Pintu Lemari Es Memanfaatkan Gaya Magnet ... 50

2.5. Bentuk-Bentuk Magnet Buatan ... 51

2.6. Garis Medan Magnet antara Dua Kutub Magnet Senama ... 52

2.7. Garis Medan Magnet antara Dua Kutub Magnet Tidak Senama ... 52

2.8. Garis Gaya Magnet ... 52

2.9. Pola Garis yang Dibentuk Serbuk Besi ... 52

2.10. Magnet dapat Menembus Penghalang ... 53

2.11. Benda atau Alat yang Menggunakan Magnet ... 54

2.12. Pembuatan Magnet secara Induksi ... 55

2.13. Pembuatan Magnet dengan Cara menggosok ... 55

2.14. Pembuatan Magnet dengan Cara Mengalirkan Listrik ... 56

3.1 Bagan Desain Penelitian ... 59

3.2 Bagan Metode Penelitian Didactical Design Research ... 61

4.1. Respons Siswa pada LKS Pembelajaran 1 Desain I ... 94

4.2. Respons Siswa pada LKS Pembelajaran 2 Desain I ... 95

4.3. Respons Siswa pada LKS Pembelajaran 3 Desain I ... 96

4.4. Respons Siswa pada LKS Pembelajaran 1 Desain II ... 113

4.5. Respons Siswa pada LKS Pembelajaran 2 Desain II ... 114

4.6. Respons Siswa pada LKS Pembelajaran 2 Desain II ... 115

4.7. Respons Siswa pada LKS Pembelajaran 3 Desain II ... 116

(11)

ix

Hilda Mardiana,2013

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR GRAFIK

Halaman

4.1. Learning Obstacle Siswa ... 77

4.2. Learning Obstacle Setelah Implementasi Desain I ... 97

4.3. Learning Obstacle Setelah Implementasi Desain II ... 118

(12)

Hilda Mardiana,2013

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A Instrumen Penelitian ... 147

Lampiran A.1 Kisi-Kisi Instrumen Learning Obstacle Materi Gaya Magnet ... 148

Lampiran A.2 Instrumen Learning Obstacle Materi Gaya Magnet ... 149

Lampiran A.3 Uji Validitas Instrumen Tes ... 158

Lampiran A.4 Uji Reliabilitas Instrumen ... 162

Lampiran A.5 Tingkat Kesukaran Instrumen Tes ... 165

Lampiran A.6 Daya Pembeda Instrumen Tes ... 166

Lampiran A.7 Kuesioner Desain Pembelajaran Guru ... 167

Lampiran A.8 Kuesioner Desain Pembelajaran Siswa ... 169

Lampiran A.9 Format Observasi Kompetensi Guru ... 170

Lampiran A.10 Pedoman Wawancara... 172

Lampiran A.7 Kisi-Kisi Wawancara ... 172

Lampiran B Studi Pendahuluan ... 173

Lampiran B.1 Kisi-Kisi Instrumen Learning Obstacle Materi Gaya Magnet (Revisi) ... 174

Lampiran B.2 Instrumen Learning Obstacle Materi Gaya Magnet (Revisi) 175

Lampiran B.3 Analisis Butir Soal ... 182

Lampiran B.4 Analisis Indikator Pencapaian Kompetensi ... 210

Lampiran B.5 Kuesioner Desain Pembelajaran Guru ... 211

Lampiran B.6 Kuesioner Desain Pembelajaran Siswa ... 213

Lampiran B.7 Format Observasi Keterampilan Guru ... 214

Lampiran B.8 Transkrip Wawancara ... 216

Lampiran C Implementasi Desain Pembelajaran IPA Berbasis Konstruktivisme I ... 219

(13)

xi

Hilda Mardiana,2013

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Halaman

Konstruktivisme Materi Gaya Magnet Desain I

(Pembelajaran 1) ... 221

Lampiran C.3 Bahan Ajar Gaya magnet Pembelajaran 1 Desain I ... 226

Lampiran C.4 Lembar Kerja Siswa Pembelajaran 1 Desain I ... 228

Lampiran C.5 Evaluasi Pembelajaran 1 Desain I... 232

Lampiran C.6 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Berbasis Konstruktivisme Materi Gaya Magnet Desain I (Pembelajaran 2) ... 235

Lampiran C.7 Bahan Ajar Gaya Magnet Pembelajaran 2 Desain I ... 240

Lampiran C.8 Lembar Kerja Siswa Pembelajaran 2 Desain I ... 242

Lampiran C.9 Evaluasi Pembelajaran 2 Desain I... 248

Lampiran C.10 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Berbasis Konstruktivisme Materi Gaya Magnet Desain I (Pembelajaran 3) ... 251

Lampiran C.11 Bahan Ajar Gaya magnet Pembelajaran 3 Desain I ... 256

Lampiran C.12 Lembar Kerja Siswa Pembelajaran 3 Desain I ... 259

Lampiran C.13 Evaluasi Pembelajaran 3 Desain I... 263

Lampiran C.14 Hasil Evaluasi Implementasi Desain I ... 266

Lampiran D Implementasi Desain Pembelajaran IPA Berbasis Konstruktivisme II ... 268

Lampiran D.1 Silabus Pembelajaran ... 269

Lampiran D.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Berbasis Konstruktivisme Materi Gaya Magnet Desain II (Pembelajaran 1) ... 271

Lampiran D.3 Bahan Ajar Gaya magnet Pembelajaran 1 Desain II ... 276

Lampiran D.4 Lembar Kerja Siswa Pembelajaran 1 Desain II ... 278

Lampiran D.5 Evaluasi Pembelajaran 1 Desain II ... 282 Lampiran D.6 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Berbasis

(14)

Hilda Mardiana,2013

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR

Halaman

(Pembelajaran 2) ... 285

Lampiran D.7 Bahan Ajar Gaya magnet Pembelajaran 2 Desain II ... 290

Lampiran D.8 Lembar Kerja Siswa Pembelajaran 2 Desain II ... 292

Lampiran D.9 Evaluasi Pembelajaran 2 Desain II ... 297

Lampiran D.10 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Berbasis Konstruktivisme Materi Gaya Magnet Desain II (Pembelajaran 3) ... 300

Lampiran D.11 Bahan Ajar Gaya magnet Pembelajaran 3 Desain II ... 305

Lampiran D.12 Lembar Kerja Siswa Pembelajaran 3 Desain II ... 308

Lampiran D.13 Evaluasi Pembelajaran 3 Desain II ... 312

Lampiran D.14 Hasil Evaluasi Implementasi Desain II... 315

Lampiran E Produk Penelitian ... 317

Lampiran E.1 Panduan Pengembangan Perangkat Pembelajaran ... 318

Lampiran E.2 Silabus Pembelajaran ... 323

Lampiran E.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pembelajaran 1 . 326

Lampiran E.4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pembelajaran 2. 341

Lampiran E.5 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pembelajaran 3. 357

Lampiran F Dokumentasi ... 373

Lampiran F.1 SK Dosen Pembimbing Skripsi ... 374

Lampiran F.2 Surat Izin Penelitian dari Lembaga ... 375

Lampiran F.3 Surat Izin Penelitian dari KESBANG Kota Tasikmalaya ... 376

Lampiran F.4 Surat Izin Penelitian dari Dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya ... 378

Lampiran F.5 Surat Izin Penelitian dari UPTD Pendidikan Kecamatan Mangkubumi Kota Tasikmalaya ... 379

Lampiran F.6 Surat Keterangan Penelitian dari Sekolah ... 380

(15)

1

Hilda Mardiana,2013

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Penelitian

Paradigma pendidikan yang dianut saat ini telah mengalami pergeseran. Paradigma pendidikan yang dianut sebelumnya lebih menekankan pada stimulus dan respons serta proses pembelajaran lebih didominasi oleh guru sedangkan siswa bersifat pasif dan hanya menerima pengetahuan saja. Paradigma pendidikan saat ini lebih menekankan pada proses pembentukan pengetahuan. Aunurrahman (2012, 15), menyatakan bahwa “pergeseran paradigma yang sebelumnya lebih menitikberatkan pada peran guru, fasilitator, instruktur yang demikian besar, dalam perjalanannya semakin bergeser pada pemberdayaan peserta didik atau siswa dalam mengambil inisiatif dan partisipasi di dalam kegiatan belajar.” Dengan kata lain paradigma pendidikan saat ini telah bergeser dan bertumpu pada konstruktivisme.

Sejalan dengan itu, McDonald dan Hershman (2011: 225) mengemukakan bahwa “cara belajar terbaik siswa adalah pada saat mereka mengalami sesuatu dan menambahkan pengalaman tersebut ke pengetahuan dasar yang telah dimilikinya atau skema.” Sedangkan Kamdi dalam Aunurrahman (2012: 2) berpendapat bahwa ‘pembelajaran akan berfokus pada pengembangan kemampuan intelektual yang berlangsung secara sosial dan kultural, mendorong siswa membangun pemahaman dan pengetahuannya sendiri dalam konteks sosial, dan belajar dimulai dari pengetahuan awal dan perspektif budaya.’

Menurut Slavin dalam Trianto (2012: 74) ‘konstruktivisme merupakan teori

perkembangan kognitif yang menekankan peran aktif siswa dalam membangun

(16)

Hilda Mardiana,2013

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR

Aunurrahman (2012: 16) berpandangan bahwa ‘konstruktivisme merupakan suatu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri.’ Dengan demikian pengetahuan merupakan hasil usaha sendiri dalam menghubungkan pengalaman dan pengetahuan baru dengan pengalaman dan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.

Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat dipahami bahwa konstruktivisme merupakan suatu aliran filsafat yang menekankan bahwa proses memperoleh pengetahuan bukanlah hasil transfer dari guru kepada siswa, melainkan hasil usaha siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan baru, pengalaman dan pengetahuan awal yang dimiliki siswa. Dengan demikian proses pembelajaran didominasi oleh aktivitas siswa dalam mengeksplorasi potensi dan pengetahuan.

Menurut Von Glasersfeld dalam Suparno (2012: 18) menegaskan bahwa ‘pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan (realitas).’ Pengetahuan selalu merupakan akibat dari konstruksi kognitif melalui kegiatan siswa. Melalui proses belajar yang dilakukan, siswa membentuk skema, kategori, konsep, dan struktur pengetahuan yang diperlukan untuk suatu pengetahuan tertentu. Oleh karena itu, pengetahuan bukanlah tentang dunia yang lepas dari pengamatan, akan tetapi merupakan hasil konstruksi siswa sejauh yang dialaminya. Pengetahuan bersifat dinamis, pengetahuan baru akan terus berkembang selama siswa melakukan proses konstruksi antara pengalaman baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelummya.

(17)

3

Hilda Mardiana,2013

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

yang tidak pernah berhenti, belajar akan terus berkembang selama siswa ingin belajar, maka pengetahuan yang diperolehnya pun akan terus berkembang.

Dengan bertumpunya paradigma pendidikan pada konstruktivisme maka peranan guru dalam proses pembelajaran semakin kompleks. Untuk itu guru dituntut untuk terus mengembangkan profesionalisme kerja. Dalam PP No. 74/2008, pasal 3 ayat 2 (Suyono dan Hariyanto, 2012: 185) disebutkan bahwa:

Ada empat kompetensi guru yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh guru profesional dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Keempat kompetensi yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi pedagogik, dan kompetensi profesional.

“Kompetensi guru merupakan kemampuan dan kewenangan guru dalam melaksanakan profesi keguruannya” (Usman, 2006: 14). Sedangkan menurut konstruktivisme peran guru dalam pembelajaran adalah sebagai fasilitator. Apabila dihubungkan antara PP No. 74/2008, pasal 3 ayat 2 dengan pandangan konstruktivime maka peran guru dalam pembelajaran adalah sebagai fasilitator yang mampu mengelola siswa, membantu siswa dalam menghadapi hambatan belajar, menyediakan fasilitas dan memberi kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasi kemampuannya dalam membangun pengetahuannya sendiri tentunya dengan bimbingan dari guru. Oleh karena itu guru harus mengembangkan kompetensi pedagogik dan profesionalisme kerjanya.

Proses pembelajaran yang ideal berdasarkan paradigma pendidikan yang baru adalah dapat mengembangkan proses pembentukan pengetahuan siswa, maka seorang guru yang profesional harus menyusun sebuah desain pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa dalam belajar. Menurut Yamin (2012: 2) desain adalah:

Suatu rangkaian untuk menciptakan proses pembelajaran dengan baik dan benar, maka dari itu perlu mempertimbangkan atau menganalisis secara cermat segala kemungkinan yang mengarah pada suatu tujuan yang dikehendaki. desain pembelajaran merupakan usaha guru dalam menyusun atau merancang pembelajaran yang meliputi segenap komponennya mulai dari uji awal, strategi, sampai pada evaluasi.

(18)

Hilda Mardiana,2013

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR

Hal ini berarti desain pembelajaran diarahkan untuk menganalisa kebutuhan siswa dalam pembelajaran kemudian berupaya untuk membantu dalam menjawab kebutuhan tersebut. Dengan demikian, desain pembelajaran merupakan sajian langkah pembelajaran yang sistematis dan dibuat utuk membantu siswa untuk mengatasi hambatan belajar atau learning obstacle.

Pembelajaran merupakan suatu proses yang utuh dan tidak dapat dipandang secara parsial. Dalam pembelajaran proses berpikir guru terjadi pada tiga tahap yaitu pada sebelum, saat dan sesudah pembelajaran. Sebelum melakukan pembelajaran guru menyusun desain pembelajaran, desain pembelajaran mencakup silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang meliputi bahan ajar, Lembar Kerja Siswa, Lembar evaluasi dan alat peraga. Desain pembelajaran disusun harus memperhatikan karakteristik siswa yang beragam sebagai subjek belajar. Menurut Arends (2008:41), “memahami siswa dan kebiasaan belajarnya yang beragam merupakan salah satu tantangan dalam pengajaran.”

(19)

5

Hilda Mardiana,2013

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pada saat melaksanakan desain pembelajaran guru peran guru tidak hanya menciptakan terfokus pada pencapain tujuan pembelajaran namun harus dapat menciptakan situasi didaktis dan pedagogis yang baik. Guru harus dapat mengelola siswa, memberi kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan gagasannya, dan dapat mengatasi hambatan belajar yang dialami siswa. Namun kenyataan di lapangan pelaksanaan proses pembelajaran lebih fokus pada penyampaian materi saja. Sedangkan hubungan didaktis dan pedagogis siswa kurang diperthatikan. Hal ini menyebabkan guru tidak dapat mengatasi berbagai respons dan hambatan belajar siswa yang muncul.

Seteleh pembelajaran selesai, hal yang dilakukan guru adalah melakukan evaluasi dan refleksi. Hal ini dilakukan agar guru dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan dari desain pembelajaran, proses pembelajaran, dan hasil belajar siswa. Evaluasi dapat dilakukan dengan cara mengaitkan proses pembelajaran dan hasil belajar siswa dengan desain pembelajaran yanh telah dibuat sebelumnya. Hasilnya dapat dijadikan refleksi bagi guru dalam menyusun desain pembelajaran yang lebih baik lagi. Namun kenyataan di lapangan proses evaluasi lebih mengutamakan pada nilai hasil belajar siswa tanpa mengaitkannya dengan desain yang telah dibuat dan kesulitan-kesulitan yang dialami siswa selama proses pembelajaran.

(20)

Hilda Mardiana,2013

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR

Hal ini sangat wajar karena sejalan dengan yang ditegaskan oleh para konstruktivis bahwa pengetahuan merupakan hasil bentukan sendiri. Jadi sangatlah wajar jika siswa mengalami hambatan belajar, hal ini dikarena proses konstruksi pengetahuan yang terjadi tidak selamanya dapat berjalan dengan mulus.

Brousseau (Istiqomah, 2012: 7) mengatakan bahwa, ‘Terdapat tiga faktor penyebab munculnya hambatan belajar, yaitu hambatan ontogeni, hambatan didaktis, dan hambatan epistemologis.’ Hambatan ontogeni adalah hambatan yang disebabkan oleh kesiapan mental belajar siswa dalam menghadapi proses pembelajaran yang kurang. Hambatan didaktis adalah hambatan yang disebabkan oleh pengajaran guru atau kesiapan guru dalam menghadapi proses pembelajaran. Hambatan epistemologis adalah hambatan yang disebabkan oleh pengetahuan siswa yang memiliki konteks aplikasi yang terbatas.

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 (BSNP, 2006: 124) dijelaskan bahwa:

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari.

(21)

7

Hilda Mardiana,2013

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Gaya magnet merupakan salah satu sub bab dari bab gaya. Gaya magnet merupakan materi yang sangat menarik karena banyak percobaan yang harus dilakukan siswa agar siswa dapat membuktikan sendiri sifat-sifat yang dimiliki magnet. Namun karena desain pembelajaran yang disusun kurang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksikan pengetahuan yang disajikan dengan pemahaman yang telah dimiliki siswa sebelumnya, sehingga banyak siswa yang mengalami hambatan belajar atau learning obstacle pada materi gaya magnet.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di kelas V SD Negeri Sindangasih menggunakan instrumen tes objektif sebanyak 30 soal, masih banyak siswa yang mengalami hambatan belajar atau learning obstacle. Hambatan belajar atau learning obstacle pada materi gaya magnet yang muncul terkait dengan fakta-fakta, makna konsep, prosedur dan prinsip terkait gaya magnet sehingga berakibat pada kesalahan siswa dalam menjawab soal.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pujayanto dan tim di Kecamatan Tasikmadu Kabupaten Karanganyar tahun ajaran 2006/2007 dengan judul penelitian “Identifikasi Miskonsepsi IPA (Fisika) pada Siswa SD”, ditemukan beberapa hambatan belajar (learning obstacle) yang dialami siswa atau adanya miskonsepsi pada pembelajaran IPA tentang gaya magnet. Hasil penelitian menunjukkan bahwa miskonsepsi siswa tentang gaya magnet adalah sebagai berikut:

1. Paku besi di atas plastik dapat digerakkan oleh magnet batang di bawah plastik karena plastik termasuk bahan magnet. Sebanyak 14% siswa mempunyai miskonsepsi ini.

2. Batang besi dapat dijadikan magnet dengan cara digosok dengan magnet sedangkan batang besi tidak dapat dijadikan magnet dengan cara didekatkan batang magnet. Atau batang besi dapat dijadikan magnet dengan cara gosokan tetapi tidak dapat dijadikan magnet dengan cara induksi. Sebanyak 30% siswa mempunyai miskonsepsi ini.

(22)

Hilda Mardiana,2013

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR

Untuk mengatasi dan mengurangi learning obstacle atau hambatan belajar siswa dalam memahami gaya magnet dapat dilakukan dengan cara menyusun desain pembelajaran yang benar. Desain pembelajaran yang dapat dikembangkan adalah desain pembelajaran konstruktivisme. Gentry (Sanjaya, 2012: 65) berpendapat bahwa desain pembelajaran berkenaan dengan proses menentukan tujuan pembelajaran, strategi dan teknik untuk mencapai tujuan serta merancang media yang dapat digunakan untuk efektivitas pencapaian tujuan. Desain pembelajaran yang dikehendaki konstruktivisme bukanlah desain yang menekankan pada teacher center melainkan lebih menekankan pada pada student center. Dengan demikian, desain pembelajaran konstruktivisme disusun dan

dirancang untuk memberi pengalaman belajar kepada siswa sehingga membantu siswa dalam mencari makna atau mengkostruksi pengetahuan yang sedang dipelajarinya.

Menurut Gagnon dan Collay dalam Pribadi (2011: 163) dalam menyusun desain pembelajaran konstruktivisme ada beberapa komponen penting yang harus diperhatikan yaitu situasi, pengelompokkan, pengaitan, pertanyaan, eksibisi, dan refleksi. Desain pembelajaran konstruktivisme diharapkan dapat mengaktifkan siswa dalam mencari, menggali dan memperoleh pengetahuan, dengan memperhatikan interaksi antara guru dengan siswa (hubungan pedagogis), antisipasi guru dengan bahan ajar (antisipasi didaktis pedagogis), dan siswa dengan bahan ajar (hubungan didaktis).

Desain pembelajaran konstruktivisme merupakan salah satu alternatif guru dalam menyusun suatu desain pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam mengatasi hambatan belajar atau learning obstacle. Berdasarkan uraian sebelumnya peneliti tertarik untuk melakukan suatu penelitian dengan judul “Pengembangan Desain Pembelajaran IPA Berbasis Konstruktivisme tentang Gaya Magnet di Sekolah Dasar”.

B.Fokus Penelitian

(23)

9

Hilda Mardiana,2013

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

konstruktivisme melalui Didactical Desain Research tentang gaya magnet kelas V Sekolah Dasar. Karena adanya keterbatasan waktu dan cakupan materi ajar IPA kelas V Sekolah Dasar yang terdiri dari beberapa pokok bahasan sehingga tidak memungkinkan peneliti untuk mengembangkan seluruh materi ajar IPA kelas V Sekolah Dasar. Pengembangan desain pembelajaran kostruktivisme ini dilakukan untuk mengantisipasi hambatan belajar siswa dalam memahami gaya magnet agar proses pembelajaran dapat berlangsung secara optimal.

1. Tempat

Penelitian dilakukan di dua Sekolah Dasar di Gugus 2 UPTD Pendidikan Kecamatan Mangkubumi. Yakni di SD Negeri Sindangasih yang berlokasi di Kecamatan Mangkubumi Kota Tasikmalaya dan SD Negeri Mangkubumi 3 Kecamatan Mangkubumi Kota Tasikmalaya.

Pada pelaksanaan penelitian dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap pengambilan data melalui studi pendahuluan dilaksanakan di SD Negeri Sindangasih Kecamatan Mangkubumi Kota Tasikmalaya, dan implementasi desain pembelajaran konstruktivisme dilaksanakan di SD Negeri Sindangasih dan SD Negeri Mangkubumi 3 Kecamatan Mangkubumi Kota Tasikmalaya.

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian dalam studi pendahuluan adalah semua siswa kelas V SD Negeri Sindangasih Kecamatan Mangkubumi Kota Tasikmalaya sebanyak 30 siswa. Subjek penelitian pada implementasi desain didaktis akan dilaksanakan di SD Negeri Sindangasih sebanyak 30 siswa dan SD Negeri Mangkubumi 3 sebanyak 45 siswa. Total subjek penelitian mulai dari studi pendahuluan sampai implementasi desain berjumlah 75 siswa.

3. Kegiatan

(24)

Hilda Mardiana,2013

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR

C.Identifikasi dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi dan Analisis Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah sebelumnya, maka masalah penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut.

a. Konsep gaya magnet merupakan salah satu materi yang masih sulit dipahami siswa SD.

b. Learning obstacle yang terjadi pada siswa terkait konsep gaya magnet perlu ditindaklanjuti dengan menyusun desain pembelajaran.

c. Desain pembelajaran konstruktivisme merupakan salah satu alternatif desain yang dapat membantu siswa dalam mengatasi hambatan belajar atau learning obstacle.

2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Bagaimana hambatan belajar atau learning obstacle siswa tentang gaya magnet di kelas V SD Negeri Gugus 2 UPTD pendidikan Kecamatan Mangkubumi Kota Tasikmalaya tahun ajaran 2012/2013?

b. Bagaimana desain pembelajaran IPA berbasis konstruktivisme untuk mengatasi hambatan belajar atau learning obstacle siswa tentang gaya magnet di kelas V SD Negeri Gugus 2 UPTD pendidikan Kecamatan Mangkubumi Kota Tasikmalaya tahun ajaran 2012/2013?

c. Bagaimana implementasi desain pembelajaran IPA berbasis konstruktivisme tentang gaya magnet di kelas V SD Negeri Gugus 2 UPTD pendidikan Kecamatan Mangkubumi Kota Tasikmalaya tahun ajaran 2012/2013?

D.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut.

(25)

11

Hilda Mardiana,2013

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Mendeskripsikan desain pembelajaran IPA berbasis konstruktivisme untuk mengatasi hambatan belajar atau learning obstacle siswa pada pembelajaran IPA tentang gaya magnet di kelas V SD Negeri Gugus 2 UPTD pendidikan Kecamatan Mangkubumi Kota Tasikmalaya tahun ajaran 2012/2013.

3. Mendeskripsikan implementasi desain pembelajaran IPA berbasis konstruktivisme tentang gaya magnet di kelas V SD Negeri Gugus 2 UPTD pendidikan Kecamatan Mangkubumi Kota Tasikmalaya tahun ajaran 2012/2013.

4. Menghasilkan desain pembelajaran IPA berbasis konstruktivisme yang dapat mengatasi hambatan belajar atau learning obstacle siswa tentang gaya magnet di kelas V SD Negeri Gugus 2 UPTD pendidikan Kecamatan Mangkubumi Kota Tasikmalaya tahun ajaran 2012/2013.

E.Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian pengembangan desain pembelajaran IPA berbasis konstruktivisme tentang gaya magnet di sekolah dasar, diantaranya: 1. Bagi Siswa

Siswa diharapkan dapat memahami konsep magnet secara benar dan cermat dalam mengerjakan soal yang berkaitan dengan konsep magnet dalam pembelajaran IPA.

2. Bagi Guru

Dapat membantu guru dalam meningkatkan pembelajaran yang efektif pada pembelajaran IPA tentang gaya magnet. Selain itu dapat membantu guru dalam mengantisipasi miskonsepsi siswa tentang gaya magnet sehingga meningkatkan kreativitas guru dalam menyusun desain pembelajaran yang sesuai dan dapat menunjang ketercapaian pembelajaran yang diharapkan.

3. Bagi Peneliti

(26)

Hilda Mardiana,2013

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR

4. Bagi Peneliti Lain

Diharapkan hasil penelitian ini menjadi referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan, khususnya dalam pembelajaran IPA.

F. Struktur Organisasi Skripsi

Untuk memahami lebih jelas alur penulisan skripsi ini, maka struktur organisasi atau sistematika penelitian adalah sebagai berikut:

1. Bab I Pendahuluan. Terdiri dari latar belakang penelitian, fokus penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi.

2. Bab II Kajian Pustaka. Kajian pustaka merupakan landasan teoritik dalam menyusun rumusan masalah dan tujuan penelitian. Kajian pustaka berisi konsep, teori, dalil, dan hukum yang relevan terkait bidang yang dikaji.

3. Bab III Metode Penelitian. Komponen metode penelitian terdiri dari lokasi dan subjek penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data, serta analisis data penelitian.

4. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, analisis data untuk menghasilkan temuan berkaitan tentang masalah penelitian, serta pembahasan yang dikaitkan dengan kajian pustaka.

5. Bab V Kesimpulan dan Saran. Menyajikan tentang penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian.

6. Daftar Pustaka. Memuat semua sumber yang dikutip dan digunakan dalam penulisan skripsi.

(27)

Hilda Mardiana,2013

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A.Penelitian Desain Didaktis (Didactical Design Research)

Didactical Design Research merupakan salah satu model penelitian Design

Research. Menurut Plomp dalam (Lidinillah, 2011: 4) Design Research adalah

suatu kajian sistematis tentang merancang, mengembangkan dan mengevaluasi intervensi pendidikan (seperti program, strategi dan bahan pembelajaran, produk dan sistem) sebagai solusi untuk memecahkan masalah yang kompleks dalam praktik pendidikan, yang juga bertujuan untuk memajukan pengetahuan kita tentang karakteristik dari intervensi-intervensi tersebut serta proses perancangan

dan pengembangannya.”

Menurut DeVaus (2001: 9), “The function of a research design is to ensure that the evidence obtained enables us to answer the initial question as

unambiguously as possible.” Fungsi dari Design Research adalah untuk

memastikan fakta-fakta yang diperoleh memungkinkan untuk menjawab pertanyaan awal yang masih samar-samar. Menurut Lidinillah (2011: 2) “design research sering digunakan dalam penelitian untuk mengembangkan teori-teori didaktis dari pembelajaran bidang studi tertentu mulai dari tingkat dasar maupun perguruan tinggi. Istilah lain yang digunakan yang relevan sebagai model khusus dari design research adalah didactical design research.

Menurut Lidinillah (2011: 16-17) Didactical Design Research adalah:

Bentuk khusus dari penerapan design research baik yang mengacu kepada validation study maupun development study. Hanya saja penggunaan disain didaktis (didactical design) menunjukan bahwa terdapat penekanan pada aspek didaktik dalam perancangan pembelajaran yang mengacu kepada teori pembelajaran yang lebih mikro.

Dalam Lidinillah (2011: 17) “ada dua model pengembangan dan penerapan Didactical Design Research, yaitu model yang dikembangkan oleh Hudson

(28)

Hilda Mardiana,2013

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

berfokus pada hubungan siswa dengan bahan ajar (HD). Proses desain didaktis (didactical design) Hudson mengadaptasi dari model perancangan pembelajaran (instructional design), yaitu yang meliputi tahap : (1) analisis; (2) perancangan (design); (3) pengembangan, (4) Interaksi dan (5) evaluasi.

Di Indonesia, penggunaan didactical design research sebagai model penelitian pendidikan diperkenalkan oleh Suryadi (2010) untuk menunjang teori yang telah beliau kembangkan yaitu Teori Metapedadidaktik untuk pembelajaran matematika. Dalam proses pembelajaran harus terjalin hubungan antara guru dengan siswa (HP), guru dengan bahan ajar (HD), dan siswa dengan bahan ajar (ADP). Ketiga hubungan tersebut dililustrasikan dalam segitiga didaktis. Model yang dikembangkan Suryadi lebih menekankan pada analisis metapedadidaktik, yaitu kemampuan guru dalam menganalisis segitiga didaktis sehingga menghasilkan sebuah desain didaktis.

Menurut Suryadi (2011: 12) tiga langkah berpikir guru tersebut dapat dirangkai dalam suatu kegiatan penelitian yang disebut Didactical Design Research. Didactical Design Research terdiri dari tiga tahap, yaitu :

(1) analisis situasi didaktis sebelum pembelajaran yang wujudnya berupa Desain Didaktis Hipotetis termasuk ADP, (2) analisis metapedadidaktik, dan (3) analisis retrosfektif yakni analisis yang mengaitkan hasil analisis situasi didaktis hipotetis dengan hasil analisis metapedadidaktik. Dari ketiga tahapan ini akan diperoleh Desain Didaktis Empirik yang tidak tertutup kemungkinan untuk terus disempurnakan melalui tiga tahapan DDR tersebut.

Berdasarkan pernyataan tersebut, maka desain didaktis dirancang untuk menciptakan hubungan siswa dengan materi (HD) yang sesuai dengan situasi didaktis, menciptakan hubungan guru dengan siswa (HP) yang sesuai dengan situasi pedagogis, dan menciptakan hubungan guru dengan materi (ADP) sesuai dengan situasi didaktis dan pedagogis.

Instrumen yang digunakan pada design research adalah Hypothetical learning trajectory (HLT). Simon (Lidinillah, 2011: 12) mendefinisikan HLT sebagai berikut :

(29)

15

Hilda Mardiana,2013

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

hypothetical learningprocess a prediction of how the students’ thinking and understanding will evolve inthe context of the learning activities (p. 136). HTL terdiri dari tiga komponen: tujuan pembelajaran yang mendefinisikan arah (tujuan pembelajaran), kegiatan belajar, dan hipotesis proses belajar untuk memprediksi bagaimana pikiran dan pemahaman siswa akan berkembang dalam konteks kegiatan belajar.

B.Metapedadidaktik

Pegagogik dan didaktik merupakan dua istilah yang menggambarkan suatu

proses pembelajaran. Ilmu pendidikan atau sering disebut pedagogik, merupakan

terjemahan dari bahasa inggris yaitu “pedagogics”. Pedagogics berasal dari

bahasa Yunani yaitu “pais” yang artinya anak, dan “again” yang artinya membimbing. (Sagala, 2012: 2). Menurut Piaget dalam Arends (2008: 46-47),

‘pedagogik yang baik itu: harus melibatkan penyodoran berbagai situasi di mana anak bisa bereksperimen-mengujicobakan berbagai hal untuk melihat apa yang terjadi, memanipulasi benda-benda; memanipulasi simbol-simbol, melontarkan pertanyaan dan mencari jawabannya sendiri; merekonsiliasi apa yang ditemukannya pada suatu waktu dengan apa yang ditemukannya pada waktu yang lain; membandingkan temuannya dengan temuan anak-anak lain.’

“Didaktik berasal dari kata didaskein dalam bahasa Yunani berarti pengajaran dan didaktikos berarti pandai mengajar” (Nasution, 2004: 1). Keduanya merupakan suatu kesatuan sehingga tidak dapat dipisahkan dalam proses pembelajaran. Guru yang profesional akan mampu mengembangkan pegagogik dan didaktik sehingga pembelajaran akan berlangsung secara optimal. Guru profesional harus mampu menciptakan hubungan guru, siswa, dan materi ajar terintegrasi dengan baik.

(30)

Hilda Mardiana,2013

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

hubungan didaktis (HD) antara siswa dan materi, dan hubungan antisipasi guru dan materi yang disebut sebagai antisipasi didaktis dan pedagogis (ADP).

[image:30.595.113.515.181.602.2]

Hubungan-hubungan tersebut harus dijadikan bahan pertimbangan dalam menyusun desain pembelajaran. Hubungan pedagogis (HP) tercermin dalam gaya, teknik, atau metode yang digunakan dalam pembelajaran. Hubungan didaktis (HD) tercermin dalam kemampuan guru merancang LKS, tes, dan tugas. Sedangkan antisipasi didaktis pedagogis tercermin dalam bahan ajar yang disiapkan guru atau penguasaan guru tentang kedalaman dan keluasan bahan ajar, antisipasi yang dilakukan guru terhadap respons siswa pada saat pembelajaran, antisipasi ini dibuatkan saat menyusun desain pembelajaran berdasarkan prediksi respons siswa.

Gambar 2.1 Bagan Segitiga Didaktis yang Dimodifikasi (Suryadi, 2011: 4) Suryadi (2011: 4) menyatakan bahwa peran guru yang paling penting dalam konteks segitiga didaktis adalah:

Menciptakan suatu situasi didaktis (didactical situation) sehingga terjadi proses belajar dalam diri siswa (learning situation). Ini berarti bahwa seorang guru selain perlu menguasai materi ajar, juga perlu memiliki pengetahuan lain yang terkait dengan siswa serta mampu menciptakan situasi didaktis yang dapat mendorong proses belajar secara optimal.

Dalam megembangkan situasi didaktis guru harus menyesuaikan dengan milieu (lingkungan pergaulan) sehingga siswa memiliki kesempatan untuk

(31)

17

Hilda Mardiana,2013

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Dalam proses pembelajaran banyaknya respons yang diberikan siswa atas situasi didaktis yang dihadapi, menuntut guru untuk melakukan tindakan didaktis melalui teknik scaffolding yang bervariasi sehingga tercipta beberapa situasi didaktis berbeda. Kompleksitas situasi didaktis, merupakan tantangan tersendiri bagi guru untuk mampu menciptakan situasi pedagogis yang sesuai sehingga interaktivitas yang berkembang mampu mendukung proses pencapaian kemampuan potensial masing-masing siswa (Suryadi, 2011: 8).

Menurut Brousseau dalam Suryadi (2011: 8) ‘untuk menciptakan situasi didaktis maupun pedagogis yang sesuai, dalam menyusun rencana pembelajaran guru perlu memandang situasi pembelajaran secara utuh sebagai suatu obyek.’ Situasi didaktis dan pedagogis dalam proses pembelajaran bersifat kompleks, sehingga guru harus mampu mengembangkan kemampuan yang dapat memandang proses pembelajaran secara utuh.

Menurut Suryadi (2011: 8-9), kemampuan yang perlu dimiliki guru adalah metapedadidaktis yang dapat diartikan sebagai kemampuan guru untuk:

(32)

Hilda Mardiana,2013

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Komponen kedua adalah fleksibilitas. Prediksi respons siswa yang telah dibuat oleh guru tidak selalu terjadi. Hal menuntut kemampuan guru dalam mengidentifikasi dan menganalisis situasi didaktis dan situasi pedagosis yang terjadi sehingga guru dapat dengan cepat dan cermat dapat memodifikasi antisipasi selama proses pembelajaran agar antisipasi belajar tersebut sesuai dengan kenyataan yang terjadi.

Komponen ketiga adalah koherensi atau pertalian logis. Antisipasi respons yang diberikan menciptakan situasi didaktis dan situasi pedagogis yang baru. Hal ini menunjukkan bahwa situasi didaktis dan situasi pedagogis bersifat dinamis. Perubahan situasi yang terjadi selama proses pembelajaran harus dikelola guru dengan memperhatikan aspek koherensi atau pertalian logis, agar selama proses pembelajaran HD, HP, dan ADP dapat terkoordinasi dengan baik. Suasana pembelajaran yang kondusif mendukung siswa dalam mencapai hasil belajar secara optimal.

Aktivitas berpikir guru terjadi pada tiga tahap, yaitu sebelum, saat, dan setelah pembelajaran. Aktivitas berpikir guru sebelum pembelajaran disebut prospective analysis, meliputi rekontekstualisasi, repersonalisasi, prediksi

respons, dan antisipasi respons. Aktivitas berpikir guru saat pembelajaran menekankan pada kemampuan metapedadidaktik. Aktivitas berpikir guru setelah pembelajaran disebut retrospective analysis atau refleksi terhadap desain pembelajaran dengan pembelajaran yang telah dilakukan. Hal ini sangat penting dilakukan untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan selama proses pembelajaran, kemudian direfleksikan dengan desain pembelajaran guna perbaikan dalam menyusun desain pembelajaran selanjutnya.

C.Filsafat Konstruktivisme

1. Gagasan Dasar Konstruktivisme

(33)

19

Hilda Mardiana,2013

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

karena itu banyak teori atau hukum yang berubah karena maknanya sudah tidak sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu pengetahuan selalu berevolusi sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan.

Menurut Von Glasersfeld dalam Suparno (2012: 18) menegaskan bahwa

‘pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan (realitas).’ Pengetahuan selalu merupakan akibat dari konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang. Melalui proses belajar yang dilakukan, seseorang membentuk skema, kategori, konsep, dan struktur pengetahuan yang diperlukan untuk suatu pengetahuan tertentu. Oleh karena itu, pengetahuan bukanlah tentang dunia yang lepas dari pengamatan, akan tetapi merupakan hasil konstruksi manusia sejauh yang dialaminya. Menurut Piaget dalam Aunurrahman (2012: 16), ‘pembentukan ini tidak pernah mencapai titik akhir, akan tetapi terus menerus berkembang setiap kali mengadakan reorganisasi karena adanya suatu pemahaman yang baru.’

Menurut Von Glasersfeld dalam Suparno (2012: 19) ‘pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang sewaktu dia berinteraksi dengan lingkungannya. Lingkungan dapat berati dua macam. Pertama, bila kita berbicara tentang diri kita sendiri, lingkungan menunjuk pada keseluruhan objek dan semua relasinya yang kita abstraksikan dari pengalaman. Kedua, bila kita memfokuskan diri pada suatu hal tertentu, lingkungan menunjuk pada sekeliling hal itu yang

telah kita isolasikan.’

Menurut Lorsbach & Tobin dalam Suparno (2012: 21) ‘para konstruktivis percaya bahwa pengetahuan itu ada dalam diri seseorang yang sedang mengetahui. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak sesorang (guru) ke kepala orang lain (siswa). Siswa sendirilah yang harus mengartikan apa yang telah dipelajarinya dengan menyesuaikan tehadap pengalaman-pengalaman yang telah dimiliki siswa sebelumnnya.’

(34)

Hilda Mardiana,2013

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

a. Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek.

b. Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang perlu untuk pengetahuan.

c. Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang. Struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila konsepsi itu berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang.

Sedangkan Merril dalam Suyono dan Hariyanto (2012: 106) mengungkapkan asumsi-asumsi dasar konstruktivisme adalah sebagai berikut:

a. Pengetahuan dikostruksikan melalui pengalaman;

b. Belajar adalah penafsiran seseorang tentang dunia nyata;

c. Belajar adalah sebuah proses aktif di mana makna dikembangkan berlandaskan pengalaman;

d. Pertumbuhan konseptual berasal dari negosiasi makna, saling berbagi tentang perspektif ganda dan pengubahan representasi mental melalui pembelajaran kolaboratif;

e. Belajar dapat dilakukan dalam setting nyata, ujian dapat diintegrasikan dengan tugas-tugas dan tidak merupakan aktivitas yang terpisah (penilaian autentik).

2. Hakikat Konstruktivisme

Berikut beberapa pendapat ahli tentang konstruktivisme: a. Menurut Pribadi (2013: 157):

Asal kata konstruktivisme yaitu “to construct” yang berarti

“membentuk”. Konstruktivisme adalah salah satu aliran filsafat yang

mempunyai pandangan bahwa pengetahuan yang kita miliki adalah hasil konstruksi atau bentukan diri kita sendiri.

(35)

21

Hilda Mardiana,2013

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

menghubungkan pengalaman dan pengetahuan baru dengan pengalaman dan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.’

c. Menurut Brooks & Brooks dalam Supardan konstruktivisme adalah lebih merupakan suatu filosofi dan bukan suatu strategi pembelajaran.

Constructivism is not an instructional strategy to be deployed under appropriate conditions. Rather, constructivism is an underlying philosophy or

way of seeing the world.’

d. Menurut Slavin dalam Trianto (2012: 74) ‘konstruktivisme merupakan teori perkembangan kognitif yang menekankan peran aktif siswa dalam membangun

pemahaman mereka tentang realita.’

e. Anita Woolfolk dalam Pribadi (2013: 156) mengemukakan bahwa pendekatan konstruktivisme sebagai ’... pembelajaran yang menekankan peran aktif siswa dalam membangun pemahaman dan memberi makna terhadap informasi dan peristiwa yang dialami.’

f. Gagnon dan Collay dalam Pribadi (2013:156) mengemukakan bahwa ‘... pendekatan konstruktivistik merujuk kepada asumsi bahwa manusia mengembangkan dirinya dengan cara melibatkan diri baik dalam kegiatan secara personal maupun sosial dalam membangun ilmu pengetahuan.’

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli dapat penulis pahami bahwa konstruktivisme adalah suatu aliran filsafat yang menekankan bahwa pengetahuan yang diperoleh merupakan hasil usaha sendiri.

D.Hakikat Belajar Menurut Filsafat Konstruktivisme

(36)

Hilda Mardiana,2013

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

“Belajar menurut konstruktivisme adalah suatu proses mengasimilasikan dan mengaitkan pengalaman atau pelajaran yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dimilikinya, sehingga pengetahuannya dapat dikembangkan” (Cahyo, 2011: 34). Siswa merupakan manusia yang unik. Siswa sebagai subjek belajar mempunyai potensi dan karakter yang berbeda. Untuk itu pemerolehan dan pengembangan pengembangan pengetahuan harus dibentuk sendiri sesuai langkah-langkah siswa sendiri. Menurut pandangan konstruktivisme siswa merupakan pusat (student center) dalam proses pembelajaran, peran guru adalah sebagai fasilitator bagi siswa.

1. Teori Belajar Konstruktivisme Jean Piaget

Ahli psikologi kognitif Jean Piaget, melihat anak sebagai siswa aktif seperti saintis kecil. Hal ini menunjukkan bahwa sejak kecil anak sudah mempunyai potensi sebagai saintis yang aktif mencari tahu bagaimana dan mengapa sesuatu bisa terjadi sesuai dengan dunia dan cara pandang mereka.

Menurut Piaget dalam Cahyo (2013: 37) ‘manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti sebuah kotak-kotak yang masing-masing mempunyai makna yang berbeda-beda.’ Ketika seseorang mendapatkan informasi atau pengalaman yang sama, setiap individu akan memaknai informasi atau pengalaman tersebut secara berbeda-beda. Hal ini dikarenakan kotak-kotak atau struktur pengetahuan awal manusia yang berbeda pula. Menurut Piaget pada saat manusia belajar terjadi dua proses dalam dirinya, yaitu proses organisasi informasi dan adaptasi. Proses organisasi adalah proses ketika manusia menghubungkan informasi atau pengalaman (pengetahuan) baru dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Sedangkan adaptasi adalah proses asimilasi pengetahuan baru dengan pengetahuan lama sehingga terjadi keseimbangan (equilibrium) pengetahuan.

(37)

23

Hilda Mardiana,2013

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

a. Skemata

Skemata adalah struktur kognitf yang selalu berkembang dan berubah. Menurut Wadsworth dalam Suparno (2012: 31) ‘skemata adalah hasil kesimpulan atau bentukan mental, konstruksi hipotesis, seperti intelek, kreativitas, kemampuan, dan naluri.’ Hal ini ditunjukkan dengan cara manusia menyesuaikan dengan lingkungannya. Proses ini mengakibatkan perubahan struktur psikologis sesuai dengan fase perkembangan tingkah laku dan berpikir manusia. Struktur ini disebut struktur pikiran (intellectual scheme). Skemata berfungsi untuk memproses dan mengidentifikasi stimulus yang diterima. Manusia dewasa mempunyai banyak skema, karena manusia dewasa sudah mampu membedakan stimulus yang diterimanya.

b. Asimilasi

Asimilasi merupakan proses kognitif dengan cara mengintegrasikan stimulus dengan persepsi, konsep, pengalaman dan skemata yang sudah ada. Menurut Wadsworth dalam Suparno (2012: 31), ‘asimilasi tidak menyebabkan perubahan/pergantian skemata, melainkan memperkembangkan skemata.’ Proses asimilasi terjadi secara terus-menerus selama proses perkembangan intelektual siswa.

c. Akomodasi

Suatu proses struktur kognitif yang berlangsung sesuai dengan pengalaman baru. Akomodasi berbeda dengan asimilasi. Proses asimilasi mengakibatkan perubahan skema. Setiap stimulus, informasi atau pengalaman baru tidak selalu sesuai dan dapat diterima dengan skema yang ada. Oleh karena itu proses akomodasi akan menghasilkan skemata baru jika skemata yang ada tidak cocok dengan stimulus dan skemata yang lama akan dimodifikasi disesuaikan dengan stimulus yang baru.

(38)

Hilda Mardiana,2013

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Dalam proses perkembangannya siswa harus mencapai keseimbangan (equilibrium). Equilibrium merupakan suatu keadaan di mana seseorang dapat mengatur dirinya untuk mencapaui keseimbangan atara asimilasi dan akomodasi.

2. Teori Belajar Konstruktivisme Vygotsky

Menurut Slavin dalam Cahyo (2013: 43) mengemukakan bahwa karya Vygotsky didasarkan pada dua ide utama. Pertama, perkembangan intelektual dapat dipahamai apabila ditinjau dari konteks histori dan budaya pengalaman anak. Kedua, perkembangan bergantung pada sistem-sistem isyarat mengacu pada simbol-simbol yang diciptakan oleh budaya untuk membantu orang berpikir, berkomunikasi, dan memecahkan masalah.

Menurut Slavin dalam Cahyo (2013: 42-43), Vygotsky mengemukakan ada empat prinsip yang berkaitan dengan pembelajaran yaitu:

a. Pembelajaran sosial (sosial learning)

Vygotsky menyatakan bahwa siswa belajar melaui interaksi bersama dengan orang dewasa atau teman yang lebih cakap.

b. ZPD (zone of proximal development)

Siswa akan mempelajari konsep-konsep dengan baik jika berada dalam ZPD. Siswa bekerja dalam ZPD jika siswa tidak dapat memecahkan masalah sendiri, tetapi dapat memecahkan masalah itu setelah mendapat bantuan dari orang dewsa atau teman.

c. Masa magang kognitif (cognitive apprenticeship)

Suatu proses yang menjadikan siswa sedikit demi sedikit memperoleh kecakapan intelektual melalui interaksi dengan orang yang lebih ahli, orang dewasa, atau teman yang lebih pandai.

(39)

25

Hilda Mardiana,2013

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Vygotsky menekankan pada scaffolding. Siswa diberi masalah yang kompleks, sulit, dan realistis, kemudian diberi bantuan secukupnya dalam memecahkan masalah siswa.

Sedangkan Ratumanan dalam Cahyo (2013: 45-46) menguraikan lima prinsip konstruktivisme Vygotsky yaitu: (1) penekanan pada hakikat sosiokultural belajar; (2) daerah perkembangan terdekat (zone of proximal development = ZPD); (3) pemagangan kognitif; (4) perancahan (scaffolding); (5) bergumam (private speech).

Kedua pendapat tersebut pada umumnya mempunyai makna yang sama, hanya saja Ratmanan lebih spesifik dan menambahkan satu prinsip yaitu bergumam. Berguman adalah berbicara dengan diri sendiri atau berbicara dalam hati bertujuan untuk membimbing dan mengarahkan diri sendiri. Menurut Vygotsky dalam Cahyo (2013: 48), ‘private speech dapat memperkuat interaksi sosial anak dengan orang lain.’

E.Pandangan Konstruktivisme dalam Pendidikan 1. Tujuan Umum Pendidikan

(40)

Hilda Mardiana,2013

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

atau anak yang memiliki kemampuan berpikir untuk menyelesaikan persoalan

yang dihadapi.”

2. Kurikulum

Grundy dalam Suparno (2012:,75) menyatakan bahwa ‘kurikulum itu kumpulan semua pengalama belajar, termasuk siswa, bahan, guru, prasarana, masyarakat, sistem sekolah, dan lain-lain. Ini lebih cocok dengan konstruktivisme yang memandang kurikulum tidak lepas dari siswa yang belajar dan lingkungan tempat ia belajar.’

Sedangkan Suyono dan Hariyanto (2012: 122) menyimpulkan:

Konstruktivisme tidak memerlukan kurikulum yang distandarisasikan. Oleh karena itu, lebih diperlukan kurikulum yang telah disesuaikan dengan pengetahuan awal siswa. juga diperlukan kurikulum yang lebih mmenekankan keterampilan pemecahan masalah (hands-on problem solving). Dengan kata lain kurukulum harus dirancang sedemikian rupa, sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan maupun keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik.

Duit dan Confrey dalam Suparno (2012: 74-75) merangkum beberapa prinsip penting teori konstruktivis sebagai arah pembaruan kurikulum pendidikan sains dan matematika sebagai berikut:

a. Pendekatan yang menekankan penggunaan matematika dan sains dalam situasi yang sesuai dengan minat siswa. Ditekankan pengetahuan berdasarkan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari.

b. Meta-pengetahuan. Artinya, bukan hanya menekankan isi matematika dan sains, tetapi juga konteks dan prinsip-prinsipnya. Dalam hal ini penting bagi pengajar mengerti bagaimana latar belakang penemuan-penemuan dalam bidang sains dan matematika.

c. Tekanan lebih pada konstruksi, interpretasi, koordinasi, dan juga multiple idea. d. Menekankan agar siswa atif. Bahan lebih dipandang sebagai sarana interaksi

(41)

27

Hilda Mardiana,2013

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

e. Penting diperhatikan adanya perspektif alternatif dalam kelas. Diusahakan agar ada peluang dan rangsangan bagi munculnya alternatif, terlebih dalam gagasan dan interpretasi mengenai bahan pelajaran.

3. Proses Pembelajaran a. Hakikat Guru

‘Menurut prinsip konstruktivis, seorang pengajar atau guru berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar murid berjalan dengan baik’ (Suparno, 2012: 65). Menurut Suparno dalam Cahyo (2013: 54-55) fungsi sebagai mediator dan fasilitator ini dapat dijabarkan dalam beberapa tugas sebagai berikut:

1) Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa ikut bertanggung jawab dalam membuat desain, proses, dan penelitian.

2) Guru menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa, membantu siswa mengekspresikan gagasan mereka dan mengomunikasikan ide ilmiahnya.

3) Memonitor, mengevaluasi, dan menunjukkan apakah pemikiran siswa itu jalan atau tidak.

4) Guru perlu belajar mengerti cara berpikir siswa, sehingga dapat membantu memodifikasinya, terutama dilihat dari bagaimana jalan berpikir mereka terhadap persoalan yang ada.

5) Dalam sistem konstruktivisme, guru dituntut untuk menguasai bahan ajar secara luas dan mendalam.

b. Hakikat Siswa

(42)

Hilda Mardiana,2013

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

diharapkan selalu aktif dalam mencari, menemukan dan membangun pengetahuan yang dipelajarinya.

c. Hubungan Guru dan Siswa

Menurut kostruktivisme guru bukanlah seseorang yang maha tahu akan segala hal dan siswa hanyalah kertas kosong yang tidak mengetahui apa-apa. Dalam pembelajan konstruktivisme guru merupakan fasilitator yang membantu siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri. Dengan demikian siswa memegang peranan utama dan guru berperan sebagai fasilitaor atau mediator.

Cahyo (2013: 89) mengidentifikasi karakteristik hubungan guru-siswa dalam pembelajaran konstruktivisme sebagai berikut:

1) Hubungan antara guru dengan siswa diupayakan terjadi secara optimal.

2) Pembelajaran perlu difokuskan pada kemampuan siswa untuk menguasai konsep dan mengutarakan pandangannya.

3) Evaluasi siswa terintegrasi dalam proses belajar mengajar melalui observasi terhadap siswa yang umumnya bekerja dalam kelompok.

4) Aktivitas siswa lebih ditekankan pada pengembangan generalisasi dan demonstrasi.

5) Aktivitas pembelajaran relatif tergantung pada isi yang menyebabkan siswa berpikir.

d. Isi Pembelajaran

Belajar secara konstruktivisme siswa harus membentuk suatu gagasan dari berbagai sudut pandang, maka proses pembelajaran harus dikaitkan dengan dunia riil dan informasi dari berbagai sumber.

Sedangkan proses pembelajaran menurut Suyono dan Hariyanto (2012: 122) adalah sebagai berikut:

Di bawah teori konstruktivime, pendidik berfokus terhadap bagaimana menyusun hubungan antar fakta-fakta sera memperkuat perolehan pengetahuan baru bagi siswa. guru harus memperhatikan menyusun strategi pembelajarannya dengan memperhatika respons/tanggapan dari siswa serta mendorong siswa untuk menganalisis, menafsirkan dan meramalkan informasi.

(43)

29

Hilda Mardiana,2013

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tugas guru sebagai fasilitator harus membantu siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan sesuai dengan situasi konkret, maka strategi mengajar yang digunakan guru harus disesuaikan dengan kebutuhan siswa. driver dan Oldham dalam Suparno (2012: 69-70) mengemukakan bahwa ciri mengajar konstruktivisme adalah sebagai berikut:

1) Orientasi. Siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam mempelajari suatu topik.

2) Elicitasi. Siswa dibantu untuk mengungkapkan idenya secara jelas dengan berdiskusi, menulis, membuat poster, dan lain-lain.

3) Restrukturisasi ide. Dalam hal ini ada tiga hal, yaitu:

a) Klarifikasi ide yang dikontraskan dengan ide-ide orang lain melalui diskusi. b) Membangun ide baru. Hal ini dilakukan apabila dalam diskusi ide yang

dimiliki siswa bertentangan atau tidak dapat menjawab ide dan pertanyaan siswa lain.

c) Mengevaluasi ide baru dengan eksperimen. Kalau dimungkinkan, ada baiknya ide atau gagasan baru diuji dengan suatu percobaan atau persoalan yang baru. 4) Penggunaan ide dalam banyak situasi. Ide atau penggetahuan yang dibentuk

siswa harus diaplikasikan pada situasi yang berbeda-beda.

5) Review, bagaimana ide itu berubah. Dalam proses aplikasi pada situa

Gambar

Tabel Pemahaman Siswa .......................................................................
Gambar 2.1 Bagan Segitiga Didaktis yang Dimodifikasi (Suryadi, 2011: 4)
Gambar 2.2 Bagan Langkah Pembelajaran Konstruktivisme
Gambar 2.3 Bagan Desain Pembelajaran sebagai
+7

Referensi

Dokumen terkait

DESAIN PEMBELAJARAN KONSEP BUNYI BERBASIS MODEL INKUIRI TERBIMBING BERDASARKAN ANALISIS KESULITAN BELAJAR (LEARNING OBSTACLE) SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR NEGERI

Media kartun IPA pokok bahasan gaya magnet menyajikan materi gaya magnet dengan tampilan yang lebih menarik melalui visualisasi gambar-gambar kartun dan juga

Namun peneliti juga akan menggunakan instrumen berupa test untuk mengetahui Learning Obstacle terhadap materi yang berhubungan dengan perubahan kenampakan bumi

Hasil temuan dan pembahasan peneliti adalah desain didaktis awal yang dibuat peneliti berhasil mengurangi learning obstacle yang dialami siswa kelas V sekolah dasar

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan, unutk mengetahui apakah desain didaktis dengan scaffolding dapat mengatasi learning obstacle (hambatan

Desain didaktis merupakan rancangan bahan ajar yang disusun berdasarkan penelitian mengenai hambatan belajar (learning obstacle) suatu materi pembelajaran dengan harapan

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan desain didaktis rekomendasi dalam mengatasi hambatan belajar siswa pada pembelajaran operasi hitung pembagian pecahan di

Respon Peserta Didik Respon peserta didik diketahui dengan cara memberikan angket pada peserta didik setelah proses belajar mengajar dengan menggunakan media pembelajaran papan magnet