• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perancangan Ulang Tata Letak Fasilitas dengan Metode Fuzzy Analytical Hierarchy Process, BLOCPLAN dan CORELAP pada PT. Indojaya Agrinusa Chapter III VII

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perancangan Ulang Tata Letak Fasilitas dengan Metode Fuzzy Analytical Hierarchy Process, BLOCPLAN dan CORELAP pada PT. Indojaya Agrinusa Chapter III VII"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Tata Letak Pabrik4

Tata letak pabrik adalah perancangan susunan fisik suatu unsur kegiatan

yang berhubungan dengan industri manufaktur. Perencanaan tataletak mencakup

desain atau konfigurasi dari bagian-bagian, pusat kerja, dan peralatan yang

membentuk proses perubahan dari bahan mentah menjadi barang jadi.

Rekayasawan rancang fasilitas menganalisis, membentuk konsep, merancang dan

mewujudkan sistem bagi pembuatan barang atau jasa. Dengan kata lain,

merupakan pengaturan tempat sumber daya fisik yang digunakan untuk membuat

produk. Rancangan ini umumnya digambarkan sebagai rencana lantai yaitu suatu

susunan fasilitas fisik (perlengkapan, tanah, bangunan, dan sarana lain) untuk

mengoptimumkan hubungan antara petugas pelaksana, aliran bahan, aliran

informasi dan tata cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan usaha secara

efesien ekonomis dan aman.

Beberapa tujuan perancangan tata letak fasilitas yaitu:5

1. Memanfaatkan area yang ada.

Perancangan tata letak yang optimal akan memberikan solusi dalam

penghematan penggunaan area yang ada, baik area untuk produksi, gudang,

service dan untuk departemen lainnya.

4

James M. Apple, Tataletak Pabrik dan Pemindahan Bahan, Penerbit ITB, Bandung, 1990, h. 2-4.

5

Hari Purnomo, Perencanaan & Perancangan Fasilitas, Graha Ilmu, Yogyakarta,

(2)

2. Pendayagunaan pemakaian mesin, tenaga kerja dan fasilitas produksi lebih

besar.

Pengaturan yang tepat akan dapat mengurangi investasi di dalam peralatan dan

perlengkapan produksi. Peralatan-peralatan dan perlengkapan dalam proses

produksi dapat dipergunakan dalam tingkat efisiensi yang cukup tinggi. Begitu

juga dengan fasilitas produksi lainnya akan dapat berdaya guna.

3. Meminimumkan material handling.

Selama proses produksi akan selalu terjadi aktivitas perpindahan baik itu

bahan baku, tenaga kerja, mesin ataupun peralatan produksi lainnya. Proses

perpindahan ini memerlukan biaya yang cukup besar. Dengan demikian,

perancangan tata letak yang baik harus mampu meminimalkan

aktivitas-aktivitas pemindahan bahan. Tata letak sebaiknya dirancang sedemikian rupa

sehingga jarak angkut dari masing-masing fasilitas dapat diminimalisir.

4. Mengurangi waktu tunggu dan mengurangi kemacetan.

Waktu tunggu dalam proses produksi yang berlebihan dapat dikurangi dengan

pengaturan tata letak yang terkoordinasi dengan baik. Banyaknya perpotongan

dari suau lintasan produksi menyebabkan terjadinya kemacetan-kemacetan.

5. Memberikan jaminan keamanan, keselamatan dan kenyamanan bagi tenaga

kerja.

Para tenaga kerja tentu saja menginginkan bekerja di dalam lingkungan yang

aman, nyaman dan menyenangkan. Hal-hal yang dianggap membahayakan

bagi kesehatan dan keselamatan kerja harus dihindari.

(3)

Dengan memperpendek jarak antara operasi satu dengan operasi berikutnya,

maka waktu yang diperlukan dari bahan baku untuk berpindah dari suatu

stasiun kerja ke stasiun kerja lainnya dapat dipersingkat pula. Dengan

demikian, total waktu produksi juga dapat dipersingkat.

7. Mengurangi persediaan setengah jadi.

Persediaan barang setengah jadi (work in process inventory) terjadi karena

belum selesainya proses produksi dari produk yang bersangkutan. Persediaan

barang setengah jadi yang tinggi, tidak menguntungkan perusahaan karena

dana yang tertanam tersebut sangat besar. Perancangan tata letak yang baik

hendaknya memperhatikan kesinambungan lintasan (line balancing), karena

menumpuknya barang setengah jadi salah satunya disebabkan oleh tidak

seimbangnya lintasan produksi.

8. Memperudah aktivitas supervisi.

Penempatan ruangan supervisor yang tepat akan memberikan keleluasaan bagi

supervisor untuk mengawasi aktivitas yang sedang berlangsung di area kerja.

3.2. Pengertian Umum Pemindahan Bahan6

Pemindahan bahan (material handling) dirumuskan oleh American

Material Handling Society, yaitu sebagai suatu seni dari ilmu yang meliputi

penanganan (handling), pemindahan (moving), pembungkusan / pengepakan

(packaging), penyimpanan (storing) sekaligus pengendalian pengawasan

(controlling) dari bahan atau material dengan segala bentuknya. Dalam kaitannya

6

Sritomo Wigniosobroto, Tata Letak Pabrik dan pemindahan Bahan, (Surabaya,

(4)

dengan pemindahan bahan, maka proses pemindahan bahan ini akan dilaksanakan

dari satu lokasi ke lokasi yang lain. Demikian pula lintasan ini dapat dilaksanakan

dalam suatu lintasan yang tetap atau berubah-ubah.

7

1. Jarak Euclidean

Terdapat beberapa macam system yang digunakan untuk melakukan

pemgukuran jarak dari suatu lokasi terhadap lokasi lain, seperti euclidean, square

euclidean, rectilinear, aisle distance dan adjacency.

Jarak diukur lurus dari satu fasilitas ke fasilitas lainnya. Jarak euclidean dapat

diiliustrasikan sebagai conveyor lurus yang memotong dua buah stasiun kerja.

Formula yang digunakan adalah:

] ) (

)

[(Xi Xj 2 Yi Yj 2

dij = − + −

Ket: Xi : koordinat X pada pusat fasilitas i

Yi : koordinat Y pada pusat fasilitas i

Dij : jarak antar pusat fasilitas i ke j

2. Jarak Rectilinear

Jarak diukur sepanjang lintasan dengan menggunakan garis tegak lurus

(orthogonal) satu dengan yang lainnya. Sebagai contoh perhitungan jarak antar

fasilitas dimana peralatan pemindahan bahan hanya dapat bergerak secara

tegak lurus. Formula yang digunakan adalah:

dij = |Xi-Xj| + |Yi-Yj|

3. Squared Euclidean

7

(5)

Jarak diukur dengan mengkuadratkan bobot terbesar suatu jarak antar dua

fasilitas yang berdekatan.relatif untuk beberapa persoalan terutama

menyangkut persoalan lokasi fasilitas diselesaikan dengan penerapan square

euclidean. Formula yang digunakan adalah:

dij = (Xi-Xj)2 + (Yi-Yj)2

4. Aisle

Aisle distance akan mengukur jarak sepanjang lintasan yang dilalui alat

pengangkut pemindah bahan. Dari Gambar 3.1 (a) ukuran jarak aisle antara

departemen K dan M merupakan jumlah dari a, b dan d. Sedang Gambar 3.1

(b) jarak aisle departemen 1 dengan departemen 3 merupakan jumlah dari a,

c, f dan h. Aisle distance pertama kali diaplikasikan pada masalah tata letak

dari proses manufaktur.

a

c

d

Dept M Dept L Dept K

Dept 1 Dept 2 Dept 3

Dept 4 Dept 5 Dept 6 a

b c d

e f g

h

1. (b)

(6)

2. Adjacency

Adjacency merupakan ukuran kedekatan antara fasilitas-fasilitas atau

departemen-departemen yang terdapat dalam suatu perusahaan. Dalam

perancangan tata letak dengan metode SLP, sering digunakan ukuran

adjacency yang biasa digunakan untuk mengukur tingkat kedekatan antara

departemen satu dengan departemen lainnya. Kelemahan ukuran jarak

adjacency adalah tidak dapat memberi perbedaan secara riil jika terdapat dua

pasang fasilitas di mana satu dengan lainnya tidak berdekatan. Sebagai contoh

(Gambar 3.2.) jarak antara departemen K dan departemen N yang tidak saling

berdekatan berjarak 40 m, dan jarak antara departemen M dan departemen N

yang berjarak 75 m, hal ini bukan berarti antara departemen K dan departemen

N mempunyai tingkat kedekatan yang lebih tinggi. Dalam hal ini

kedua-duanya baik dkn (tingkat kedekatan departemen K dan N) dan dmn (tingkat

kedekatan departemen M dan N) dalam adjacency akan sama-sama diberi nilai

0. Sebaliknya meskipun departemen M dan departemen N masing-masing jika

diukur dengan jarak rectilinear maupun jarak euclidean sama dengan

departemen L, bukan berarti mempunyai nilai adjacency yang sama. Bisa saja

antara departemen M dan departemen L mempunyai jarak adjacency yang

lebih dibandingkan jarak adjacency antara departemen N dan departemen L.

Misalkan antara departemen M dan L nilai adjacency sebesar 3, sedang antara

(7)

Dept L Dept K

Dept M Dept N

Gambar 3.2. Adjacency Distance

3.2.1. Tujuan Utama Kegiatan Pemindahan Bahan8

b. Fleksibilitas untuk memenuhi ketentuan-ketentuan dan kondisi-kondisi

khusus dalam memindahkan bahan ditinjau dari sifatnya. Tujuan kegiatan pemindahan bahan itu antara lain:

1. Meningkatkan kapasitas produksi

Peningkatan kapasitas produksi ini dapa dicapai melalui:

a. Peningkatan produksi kerja per man-hour

b. Peningkatan efisiensi mesin atau peralatan dengan mengurangi down-time

c. Menjaga kelancaran aliran kerja dalam pabrik

d. Perbaikan pengawasan terhadap kegiatan produksi.

2. Mengurangi limbah buangan (waste)

Untuk mencapai tujuan ini, maka dalam kegiatan pemindahan bahan harus

memperhatikan hal-hal berikut ini :

a. Pengawasan yang sebaik-baiknya terhadap keluar masuknya persediaan

material yang dipindahkan

8

(8)

c. Fleksibilitas untuk memenuhi ketentuan-ketentuan dan kondisi-kondisi

khusus dalam memindahkan bahan ditinjau dari sifatnya.

3. Memperbaiki kondisi area kerja

Pemindahan bahan yang baik akan dapat memenuhi tujuan ini, dengan cara:

a. Memberikan kondisi kerja yang lebih nyaman dan aman

b. Mengurangi faktor kelelahan bagi pekerja/operator

c. Menigkatkan perasaan nyaman bagi operator

d. Memacu pekerja untuk mau bekerja lebih produktif lagi.

4. Memperbaiki distribusi material

Dalam hal ini, kegiatan material handling memiliki sasaran :

1. Mengurangi terjadinya kerusakan terhadap produk selama proses

pemindahan bahan dan pengiriman

2. Memperbaiki jalur pemindahan bahan

c. Memperbaiki lokasi dan pengaturan dalam fasilitas penyimpanan (gudang)

d. Maningkatkan efisiensi dalam hal pengiriman barang dan penerimaan.

5. Mengurangi biaya

Pengurangan biaya ini dapat dicapai melalui :

a. Penurunan biaya inventory

b. Pemanfaatan luas area untuk kepentingan yang lebih baik

c. Peningkatan produktivitas.

Masalah pemindahan bahan mencakup kemungkinan bahwa sumber atau

(9)

3.3. Analytical Hierarchy Process (AHP)9

Menurut Saaty, ada tiga prinsip dalam memecahkan persoalan dengan

AHP, yaitu prinsip menyusun hirarki (Decomposition), prinsip menentukan

prioritas (Comparative Judgement), dan prinsip konsistensi logis (Logical

Consistency). Hirarki yang dimaksud adalah hirarki dari permasalahan yang akan Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli

matematika. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan

dengan efektif atas persoalan yang kompleks dengan menyederhanakan dan

mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan

tersebut ke dalam bagian - bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam

suatu susunan hirarki, member nilai numerik pada pertimbangan subjektif

tentang pentingnya tiap variabel d an mensintesis berbagai pertimbangan ini

untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan

bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Metode AHP ini

membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur suatu

hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan, hasil dan dengan menarik

berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas. Metode ini

juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada

berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam

menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana yang

dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat.

9

Antono Adhi, Pengambilan Keputusan Pemilihan Handphone Terbaik dengan Analytical

(10)

dipecahkan untuk mempertimbangkan kriteria-kriteria atau

komponen-komponen yang mendukung pencapaian tujuan. Dalam proses menentukan

tujuan dan hirarki tujuan, perlu diperhatikan apakah kumpulan tujuan beserta

kriteria-kriteria yang bersangkutan tepat untuk persoalan yang dihadapi.

Setelah persoalan didefinisikan maka perlu dilakukan decomposition,

yaitu memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika ingin

mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan juga dilakukan terhadap

unsur-unsurnya sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan tadi. Karena

alasan ini maka proses analisis ini dinamai hirarki (Hierarchy). Prinsip

Comparatif Judgement berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif

dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat yang

diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena akan berpengaruh

terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil dari penilaian ini akan ditempatkan

dalam bentuk matriks yang dinamakan matriks pairwise comparison. Dalam

melakukan penialaian terhadap elemen-elemen yang diperbandingkan terdapat

tahapan-tahapan, yakni:

a. Elemen mana yang lebih (penting/disukai/berpengaruh/lainnya)

b. Berapa kali sering (penting/disukai/berpengaruh/lainnya

Dalam penyusunan skala kepentingan ini, digunakan acuan seperti pada

(11)

Tabel 3.1. Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan AHP

Intensitas Kepentingan Keterangan

1 Kedua elemen sama pentingnya

3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang

lainnya

5 Elemen yang satu lebih penting daripada yang lainnya

7 Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya

9 Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya

2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan-pertimbangan yang

berdekatan

Dari setiap matriks pairwise comparison kemudian dicari nilai

eigen vectornya untuk mendapatkan local priority. Karena matriks-matriks

pairwise comparison terdapat pada setiaptingkat, maka untuk mendapatkan

global priority harus dilakukan sintesis antara local priority. Pengurutan

elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesis dinamakan priority

setting. Konsistensi memiliki dua makna, pertama adalah objek-objek yang

serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi. Arti

kedua adalah menyangkut tingkat hubungan antara objek-objek yang didasarkan

pada kriteria tertentu.

AHP dapat digunakan dalam memecahkan berbagai masalah diantaranya

untuk mengalokasikan sumber daya, analisis keputusan manfaat atau biaya,

men entukan peringkat beberapa alternatif, melaksanakan perencanaan ke masa

depan yang diproyeksikan dan menetapkan prioritas pengembangan suatu unit

usaha dan permasalahan kompleks lainnya. Secara umum, langkah-langkah

(12)

1. Mendefinisikan masalah dan menetapkan tujuan. Bila AHP digunakan untuk

memilih alternatif atau penyusunan prioritas alternatif, maka pada tahap

ini dilakukan pengembangan alternatif.

2. Menyusun masalah dalam struktur hirarki. Setiap permasalahan yang

kompleks dapat ditinjau dari sisi yang detail dan terstruktur.

3. Menyusun prioritas untuk tiap elemen masalah pada tingkat hirarki. Proses ini

menghasilkan bobot elemen terhadap pencapaian tujuan, sehingga elemen

dengan bobot tertinggi memiliki prioritas penanganan. Langkah pertama

pada tahap ini adalah menyusun perbandingan berpasangan yang

ditransformasikan dalam bentuk matriks, sehingga matriks ini disebut

matriks perbandingan berpasangan. Pendekatan yang dilakukan untuk

memperoleh nilai bobot kriteria adalah dengan langkah-langkah berikut:

1. Menyusun matriks perbandingan

2. Matriks perbandingan hasil normalisasi

3. Melakukan pengujian konsistensi terhadap perbandingan antar elemen yang

didapatkan pada tiap tingkat hirarki. Konsistensi perbandingan ditinjau

dari per matriks perbandingan dan keseluruhan hirarki untuk memastikan

bahwa urutan prioritas yang dihasilkan didapatkan dari suatu rangkaian

perbandingan yang masih berada dalam batas-batas preferensi

yang logis. Setelah melakukan perhitungan bobot elemen, langkah

selanjutnya adalah melakukan pengujian konsistensi matriks. Untuk

(13)

yang nilainya untuk setiap ordo matriks dapat dilihat pada tabel berikut

ini:

Tabel 3.2. Harga Random Consistency Index

N 2 3 4 5 6 7 8 9 10

RI 0 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,51

Dengan tetap menggunakan matriks di atas, pendekatan yang

digunakan dalam pengujian konsistensi matriks perbandingan adalah:

1. Melakukan perkalian antara bobot elemen dengan nilai awal matriks &

membagi jumlah perkalian bobot elemen & nilai awal matriks dengan

bobot untuk mendapatkan nilai eigen.

2. Mencari nilai matriks. Nilai matriks merupakan nilai rata-rata dari

nilai eigen yang didapatkan dari perhitungan sebelumnya.

3. Mencari nilai Consistency Index (CI).

Dimana CI = Zmaks – N/(N-1), dan N adalah jumlah elemen dalam

matriks.

4. Mencari nilai Consistency Ratio (CR) Dimana CR = CI / RI

(14)

3.4. Logika Fuzzy untuk Pendukung Keputusan10

1. Manajer pergudangan mengatakan pada manajer produksi seberapa banyak

persediaan pada akhir minggu, kemudian manajer produksi akan

menetapkan jumlah yang akan diproduksi

Dalam banyak hal, logika fuzzy digunakan sebagai suatu cara untuk

memetakan permasalahan dari input menuju ke output yang diharapkan. Sebagai

contoh adalah sebagai berikut:

2. Ketika pelayan memberikan pelayanan terhadap tamu dan tamu akan

memberikan tip sesuai baik atau tidak pelayanannya.

3. Saat kita tahu seberapa sejuk ruangan tersebut, kita akan mengatur putaran

kipas yang terdapat di ruangan tersebut

Kotak hitam tersebut berisi cara atau metode yang dapat digunakan untuk

mengolah data input menjaudi output dalam bentuk informasi yang baik,

lihat Gambar 3.3.

Gambar 3.3. Pemetaan Input-Output

Ada beberapa alasan mengapa orang menggunakan logika fuzzy, antara

lain :

10

Sri. Kusumadewi, Aplikasi Logika Fuzzy untuk Pendukung Keputusan, Graha

Ilmu, Yogyakarta, 2004, h. 1-8

KOTAK HITAM

RUANG INPUT

(15)

a. Konsep logika fuzzy mudah dimengerti. Karena logika fuzzy menggunakan

dasar teori himpunan, maka konsep matematis yang mendasari penalaran fuzzy

tersebut cukup mudah dimengerti.

b. Logika fuzzy sangat fleksibel, artinya mampu beradaptasi dengan

perubahan-perubahan, dan ketidakpastian yang menyertai permasalahan.

c. Logika fuzzy memiliki toleransi terhadap data yang tidak tepat. Jika diberikan

sekelompok data yang cukup homogeny, dan kemudian ada beberapa data

yang “eksklusif”, maka logika fuzzy memiliki kemampuan untuk menangani

data eksklusif tersebut.

d. Logika fuzzy mampu memodelkan fungsi-fungsi nonlinear yang sangat

kompleks.

e. Logika fuzzy dapat membangun dan mengaplikasikan

pengalaman-pengalaman para pakar secara langsung tanpa harus melalui proses pelatihan.

Dalam hal ini, sering dikenal dengan nama Fuzzy Expert Systems menjadi

bagian terpenting.

f. Logika fuzzy dapat bekerjasama dengan teknik-teknik kendarli secara

konvensional. Hal ini umumnya terjadi pada aplikasi di bidang teknik mesin

maupun teknik elektro.

g. Logika fuzzy didasarkan pada bahasa alami. Logika fuzzy menggunakan

bahasa sehari-hari sehingga mudah dimengerti.

Keanggotaan fuzzy memberikan suatu ukuran terhadap pendapat atau

(16)

suatu hasil bernilai benar dalam jangka panjang. Himpunan fuzzy memiliki 2

atribut, yaitu :

1. Linguistik, yaitu penamaan suatu grup yang mewakili suatu keadaan atau

kondisi tertentu dengan menggunakan bahasa alami.

2. Numeris, yaitu suatu nilai (angka) yang menunjukkan ukuran dari suatu

variable.

Ada beberapa hal yang perlu diketahui dalam memahami sistem fuzzy, yaitu :

a. Variabel fuzzy

Variabel fuzzy merupakan variabel yang hendak dibahas dalam suatu sistem

fuzzy. Pada penelitian ini diasumsikan sebagai kriteria-kriteria penentu

penurunan kadar akhir logam terlarut yang melalui SPE, yaitu arus listrik,

besar medan magnet, pasir besi, lama penyaringan, sifat kemagnetan logam,

kadar awal logam.

b. Himpunan fuzzy

Himpunan fuzzy merupakan suatu grup yang mewakili suatu kondisi atau

keadaan tertentu dalam suatu variabel fuzzy. Dalam penelitian ini diasumsikan

sebagai alternatif dari masing-masing kriteria (subkriteria) yaitu kuantitas

besar, kuantitas kecil, magnetic, non magnetic.

c. Semesta pembicaraan

Semesta pembicaraan adalah keseluruhan nilai yang diperbolehkan untuk

dioperasikan dalam suatu variabel fuzzy. Pada penelitian ini dapat diasumsikan

(17)

d. Domain

Domain himpunan fuzzy adalah keseluruhan nilai yang diizinkan dalam

semesta pembicaraan dan boleh dioperasikan dalam suatu himpunan fuzzy.

Dalam penelitian ini diasumsikan sebagai besar TFN dan definisi dari besaran

tersebut.

Fungsi keanggotaan (membership function) adalah suatu kurva yang

menunjukkan pemetaan titik-titik input data ke dalam nilai keanggotaannya

(sering juga disebut dengan derajat keanggotaan) yang memiliki interval antara 0

sampai 1. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan nilai

keanggotaan adalah dengan melalui pendekatan fungsi

Dalam pengambilan keputusan fuzzy terdiri dari empat prinsip utama

yaitu:11

1. The Fuzzification Interface

Pada tahap ini dilakukan pengukuran terhadap nilai dari variabel input dan

output, menterjemahkan rentang nilai tersebut ke dalam himpunan fuzzy dan

merubah himpunan fuzzy tersebut menjadi bahasa natural seperti tinggi,

rendah dan sangat rendah.

2. The Knowledge Base

Sebuah database yang berisi expert knowledge dari aplikasi dan

aturan-aturan proses. Fungsi keanggotaaan ditentukan pada tahap ini dan

digunakan pada tahap fuzzification interface

11

Fikri Dweri, Fuzzy Development of Crisp Activity Relationship Chart for Facility

(18)

3. The Decision Making Logic

Logika ini memiliki kemampuan dalam mensimulasikan pengambilan

keputusan oleh manusia yang dilakukan dengan memperkirakan alasan

untuk mencapai suatu strategi yang diinginkan. Kebanyakan logika

pengambilan keputusan ini disusun dalam bentuk aturan if-then. Nilai

keanggotaan dari tahap ini diperoleh dengan aturan niali minimum dari

nilai keanggotaan variabel input.

4. The Defuuzification Interface

Tahap ini mengkonversikan output fuzzy menjadi nilai yang tegas (crisp).

Metode yang digunakan dalam proses defuzzifikasi adalah center of area

(COA) yang dirumuskan sebagai berikut:

Ro = Nilai crisp akhir dari sebuah aktivitas

� = Rating fuzzy kedekatan departemen untuk suatu aturan

i = Jumlah aturan yang digunakan

R = Rating numerik kedekatan departemen untuk suatu aturan

µ = derajat keanggotaan departemen untuk suatu aturan

3.4.1. Fuzzy Analytical Hierarchy Process12

Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah metode yang biasa digunakan

dalam pengambilan keputusan multi kriteria. Dalam perencanaan, dan proses

12

Cengiz Kahraman, Fuzzy Multi Criteria Decision Making, Turki, Istanbul

(19)

pengambilan keputusan diperlukan langkah yang logika dan sistematis. Teori

fuzzy dapat menjadi metode yang umum digunakan dalam menganalisa

pengambilan keputusan dengan banyak kriteria. Fuzzy AHP merupakan metode

dengan pendekatan yang sistematis untuk menyeleksi alternatif dan mendapatkan

masalah sebenarnya dengan konsep fuzzy dan struktur hirarki. Chang

memperkenalkan pendekatan baru dalam menangani fuzzy AHP dengan

menggunakan triangular fuzzy number untuk membuat skala perbandingan

berpasangan dan menggunakan metode extent analysis. Skala perbandingan

berpasangan fuzzy AHP dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan Fuzzy AHP

Variabel Linguistik Nilai AHP Triangular Fuzzy Number (TFN)

Reciprocal (Kebalikan

Kedua elemen sama penting 1 (1,1,1) (1,1,1)

Kedua elemen mendekati sama penting 2 (1/2,1,3/2) (2/3,1,2) Elemen yang satu mendekati sedikit lebih penting

daripada elemen yang lainnya

3 (1,3/2,2) (1/2,2/3,1)

Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya

4 (3/2,2,5/2) (2/5,1/2,2/3)

Elemen yang satu mendekati lebih penting daripada yang lainnya

5 (2,5/2,3) (1/3,2/5,1/2)

Elemen yang satu lebih penting daripada yang lainnya

6 (5/2,3,7/2) (2/7,1/3,2/5)

Satu elemen mendekati mutlak lebih penting daripada elemen lainnya

7 (3,7/2,4) (1/4,2/7,1/3)

Satu elemen mutlak lebih penting daripada elemen lainnya

8 (7/2,4,9/2) (2/9,1/4,2/7)

(20)

13

Sebelum memulai proses FAHP, maka disusun kriteria dan sub kriteria

secara hierarki berdasarkan metode Chang. Kemudian sub kriteria dari

masing-masing kriteria tersebut dievaluasi menggunakan bilangan TFN dengan batasan

seperti Tabel 3.3. Setelah masing-masing sub kriteria diberikan penilaian

kemudian disusun ke dalam bentuk matrik berpasangan sebagai berikut :

(3.1)

merupakan matrik TFN dari penilaian masing-masing subkriteria.

Langkah 1: nilai dari tambahan sintetik fuzzy terhadap objek ke I

didefenisikan sebagai

(3.2)

merupakan penjumlahan dari masing-masing nilai TFN pada matrik

berpasangan . Dimana adalah nilai

terendah dari TFN, adalah nilai tengah dari TFN, dan adalah nilai tertinggi

dari TFN pada matrik berpasangan. Sedangkan merupakan

invers dari operasional penjumlahan TFN yaitu

.

Setelah operasional fuzzy lanjutan, selanjutnya dilakukan proses pencarian derajat

kemungkinan (degree of possibility) dari hasil operasional fuzzy lanjutan.

13

(21)

Langkah 2: Degree of possibility diasumsikan dari dimana

dan adalah sebagai berikut :

(3.3)

Sehingga diperoleh degree of possibility :

(3.4)

Untuk membandingkan dan diperlukan nilai dan

.

Langkah 3: Jika derajat ketidakpastian (degree of possibility) dari bilangan

TFN lebih besar dari konstanta bilangan fuzzy

diasumsikan sebagai berikut :

.

Persamaan (3.4) dapat diilustrasikan seperti Gambar 3.4.

Gambar 3.4. Grafik Persimpangan dan

(22)

(3.5)

dimana . Selanjutnya diperoleh vektor prioritas

(vector priority) :

(3.6)

dengan .

Langkah 4: Setelah melalui normalisasi diperoleh persamaan vektor

prioritas (weight vector) yaitu :

(3.7)

14

3.5. Activity Relationship Chart (ARC)

Pendekatan fuzzy AHP digunakan dalam mengatasi masalah derajat

kedekatan dalam ARC. Dalam meranking derajat kedekatan ARC biasanya

mengalami keambiguan pada faktor kualitatif atau kuantitatif. Fuzzy AHP

digunakan untuk memastikan tingkat konsistensi perancang dengan melihat bobot

masing-masing faktor. ARC yang didapat tersebut berupa crisp activity

relationship chart yang dapat digunakan menjadi input derajat kedekatan

menggunakan CORELAP, dan lain-lain dalam mengembangkan tata letak.

15

Activity Relationship Chart (ARC) dikembangkan untuk menentukan

derajat kedekatan (degree of closeness). Degree of closeness menjelaskan perlu

14

Op. Cit, Fikri Dweri 15

Sukaria Sinulingga, Pengantar Teknik Industri, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2008,

(23)

tidaknya satu bagian ditempatkan berdekatan dengan bagian lain, dan hal ini

bergantung pada derajat hubungan kedua bagian tersebut.

ARC dikembangkan oleh Robert Muther. Untuk menggambarkan derajat

kedekatan hubungan antar seluruh kegiatan atau bagian digunakan symbol-simbol

A, E, I, O, U dan X, yaitu:

A = Absolutely necessary yaitu hubungan bersifat mutlak

E = Especially important yaitu hubungan bersifat sangat penting

I = Important yaitu hubungan bersifat cukup penting

O = Ordinary yaitu bersifat biasa-biasa saja

U = Undesireable yaitu hubungan yang tidak diinginkan

X = Hubungan yang sangat tidak diinginkan

(24)

3.6. Computer Aided Layout16

3.6.1. Algoritma BLOCPLAN

Perkembangan teknologi komputer yang demikian pesat terutama sejak

tahun 1970-an telah dimanfaatkan secara efektif dalam berbagai bidang termasuk

di bidang perencanaan layout. Sejumlah program komputer yang dikembangkan

sebagai alat bantu dalam análisis layout telah dikembangkan dan tersedia untuk

dimanfaatkan. Masing-masing program komputer tersebut memiliki kekhususan

sesuai dengan karakteristik layout yang dirancang.

17

BLOCPLAN merupakan system perancangan tata letak fasilitas yang

dikembangkan oleh Donaghey dan Pire pada Departemen Teknik Industri,

Universitas Houston. Program ini membuat dan mengevaluasi tipe-tipe tata letak

dalam merespon data masukan. BLOCPLAN mempunyai kemiripan dengan Craft

dalam penyusunan departemen. Perbedaan antara BLOCPLAN dan Craft adalah

bahwa BLOCPLAN dapat meggunakan keterkaitan sebagai input data, sedangkan

Craft hanya menggunakan peta dari-ke (from to chart). Biaya tata letak dapat

diukur baik berdasarkan ukuran jarak maupun dengan kedekatan. Jumlah baris di

dalam BLOCPLAN ditentukan oleh program dan biasanya dua atau tiga baris.

Sama halnya dengan Craft, BLOCPLAN juga mempunyai kelemahan

yaitu tidak akan menangkap layout secara akurat. Pengembangan tata letak hanya

dapat dicari dengan melakukan perubahan atau pertukaran letak departemen satu

16

James A. Tompkins, Facilities Planning, John Wiley & Sons, Inc., New York, 1996),

h.326-358. 17

(25)

dengan yang lainnya. Selain peta keterkaitan BLOCPLAN, kadang-kadang juga

menggunakan input data lain yaitu peta from to chart, hanya saja kedua input

tersbut hanya digunakan salah satu saja saat melakukan evaluasi tata letak.

BLOCPLAN merupakan singkatan dari Block Layout Overview with

Computerized Planning using Logic and Algorithm. Data-data yang dipakai dalam

algoritma BLOCPLAN dapat berupa data kuantitatif yang dibentuk dengan

menggunakan Activity Relationship Chart (ARC) maupun data kuantitatif yang

berupa aliran produk dan ukuran dari area bangunan (departemen) yang akan

ditempati oleh fasilitas. Setelah semua data dimasukkan akan dihasilkan layout

secara random dimana pertukaran letak fasilitas-fasilitas terus dilakukan hingga

tercapai layout yang lenih baik tetapi jumlah iterasi terbatas yaitu maksimal 20.

BLOCPLAN dapat menganalisa maksimal 18 fasilitas dalam suatu tataletak

(layout). BLOCPLAN dapat menghasilkan layout dengan beberapa cara yaitu:

1. Random

BLOCPLAN menghasilkan layout secara acak memperhatikan data ARC

2. Improvemen Algorithm

Menggunakan sebuah layout awal yang nantinya akan dikembangkan oleh

BLOCPLAN.

3. Automatic Search Algorithm

BLOCPLAN akan mengembangkan layout baru dengan jumlah iterasi

(26)

Layout terbaik dilihat dari nilai R-Score yang paling besar. Layout score

diperoleh dari hasil pembagian total score pada pembobotan ARC yang dapat

tercapai dengan total score keseluruhan dikalikan 2 .

Layout score = 2

Nilai rel disk score diperoleh dari penjumlahan semua nilai rel disk score

pada tiap departemen i ke departemen j.

Rel-disk score = ij

dij = Jarak rectilinier antara fasilitas i dan j

rij = nilai hubungan kedekatan antara fasilitas i dan j

R-Score dari masing-masing layout yang mungkin dengan layout yang

terbaik adalah dengan R-Score yang paling besar. Nilai R-Score adalah antara 0

dan 1 (0≤ R-Score ≤1). Dimana

Artinya nilai d (nilai d adalah jarak antar fasilitas terendah) dengan nilai s (nilai s

adalah hubungan kedekatan antara fasilitas) terendah kemudian nilai d tertinggi

selanjutnya dikalikan dengan nilai s terendah, demikian seterusnya.

(27)

Artinya nilai d (nilai d adalah jarak antara fasilitas) terendah dengan nilai s (nilai s

adalah nilai hubungan kedekatan antara fasilitas) terendah kemudian nilai d

terendah selanjutnya dikalikan dengan nilai s terendah berikutnya, demikian

seterusnya.

i. Algoritma CORELAP18

Algoritma CORELAP (Computerized Relationship Layout Planning)

menggunakan peringkat hubungan kedekatan yang dinyatakan dalam Total

Closeness Rating (TCR) dalam pemilihan penempatan stasiun kerja. Algoritma ini

merupakan suatu algoritma yang digunakan untuk menghasilkan rancangan layout

baru yang tidak bergantung atau tidak memerlukan initial layout. Adapun prinsip

dari analisis yang dilakukuan oleh CORELAP adalah menghitung layout score

dan nilai layout score yang terbesar adalah yang paling baik kerena menunjukkan

tingkat hubungan yang lebih dekat dan menghitung jarak departemen baru yang

terbentuk secara rectilinear.

Pengerjaan algoritma CORELAP ini dimulai dengan perhitungan TCR

yang diperoleh dari huruf-huruf hubungan kedekatan dalam ARC yang

dikonversikan dalam angka yaitu :

18

Sunderesh Heragu, Facility Design, (Boston: PWS Publishing Company, 1997),

(28)

Tabel 3.4. Kode, Nilai dan Kontribusi Activity Relationship Chart

Kode Nilai Kontribusi

A : Absolutely Important/Mutlak didekatkan 5 +

E : Especially Important/Sangat penting didekatkan 4 +

I : Important/Penting didekatkan 3 +

O : Ordinary important 2 +

U : Unimportant/Tidak penting didekatkan 1 +

X : Undesirable/Tidak boleh didekatkan 0 +

TCR suatu departemen menyatakan jumlah nilai-nilai hubungan/kedekatan

departemen tersebut terhadap departemen-departemen yang lain, secara matematis

dapat ditulis sebagai berikut :

TCR (i) =

Dimana : m menyatakan jumlah departemen dalam rancangan, rij menyatakan

nilai hubungan kedekatan dari stasiun kerja i terhadap stasiun kerja j.

Berikut ini merupakan langkah-langkah algoritma CORELAP secara

manual

1. Penentuan Urutan Pengalokasian

1. Pilih salah satu departemen dengan TCR maksimum. Jika terdapat lebih dari 1

(29)

2. Departemen yang dialokasikan kedua, pilih departemen yang mempunyai

hubungan A dengan departemen yang telah terpilih

- Jika terdapat beberapa maka pilih yang mempunyai TCR terbesar.

- Jika TCRnya sama maka pilih sembarang. Jika tidak ada yang

mempunyai hubungan A, pilih departemen yang mempunyai

hubungan E dengan departemen yang terpilih.

3. Ulangi proses kedua, sampai semua departemen terpilih. Jika tidak ada

departemen yang mempunyai hubungan A atau E dengan departemen yang

terpilih (semua) maka lanjutkan dengan hubungan I atau O, serta U atau X.

4. Cara Pengalokasian

Menggunakan metode sisi barat (western-edge).Departemen yang terpilih

pertama kali (urutan pertama) dialokasikan di pusat dari diagram kotak

berikut:

8 7 6

1 PUSAT 5

2 3 4

Ket. gambar : 1 s/d 8 = stasiun kerja

Gambar 3.6. Diagram Penempatan Stasiun Kerja

Nomor 2 dalam kotak merupakan lokasi yang disediakan.

Nomor 1 : selalu untuk lokasi (kotak) pada sisi terbarat dari departemen –

departemen yang telah dialokasikan. Kotak tepat bersebelahan dengan

departemen yang telah dialokasikan dalam arah vertikal/horisontal mempunyai

bobot 1. Kotak yang tepat bersebelahan dengan departemen yang telah

(30)

hubungan dari departemen yang telah dialokasikan terhadap departemen yang

akan dialokasikan. Contoh dapat dilihat pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5. Alokasi TCR

Stasiun kerja I II III IV TCR

I - A E E 13

II A - U E 10

III E U - E 9

IV E E E - 12

Berdasarkan TCR, yang dialokasikan pertama kali adalah stasiun kerja I

1. Stasiun kerja I mempunyai hubungan A dengan stasiun kerja II

2. Stasiun kerja II dialokasikan kedua.

3. Stasiun kerja I mempunyai hubungan E dengan stasiun kerja III dan IV

4. Stasiun kerja II mempunyai hubungan E dengan stasiun kerja IV

Pilih stasiun kerja IV TCR lebih besar dari stasiun kerja III

Stasiun kerja III dialokasikan terakhir sehingga urutannya sebagai berikut :

I – II – IV - III, kemudian masing ditempatkan dalam kotak/cell seperti

pada gambar 3.18.

8 7 6 1 I 5 2 3 4

Gambar 3.7. Diagram Penempatan Stasiun Kerja I

Jika stasiun kerja II di :

lokasi 1, bernilai = 1 x 5 = 5

lokasi 2, bernilai = 0,5 x 5 = 2,5

Lokasi 1 adalah lokasi terbaik untuk stasiun kerja II karena mempunyai nilai

(31)

terkecil diantara nilai-nilai penempatan yang sama (jika dibandingkan dengan

lokasi 3,5,7 ).

10 9 8 7 1 II I 6 2 3 4 5

Gambar 3.8. Diagram Penempatan Stasiun Kerja II

Jika stasiun kerja IV di :

lokasi 1, bernilai = ( 1x4 ) + ( 0 x 4 ) = 4

lokasi 2, bernilai = ( 0,5 x 4 ) + ( 0 x 4 ) = 2

lokasi 3, bernilai = ( 1 x 4 ) + ( 0,5 x 4 ) = 6

lokasi 4, bernilai = ( 0,5 x 4 ) + ( 1 x 4 ) = 6 dan seterusnya

Lokasi terbaik untuk stasiun kerja IV - lokasi 3

12 11 10 9 1 II I 8 2 IV 6 7 3 4 5

Gambar 3.9. Diagram Penempatan Stasiun Kerja IV

Jika stasiun kerja III di :

lokasi 1, bernilai = ( 0 x 4 ) + ( 1 x 1 ) + ( 0,5 x 4 ) = 3

lokasi 2, bernilai = ( 0 x 4 ) + ( 0,5 x 1 ) + ( 1 x 4 ) = 4,5

lokasi 6, bernilai = ( 0 x 4 ) + ( 0,5 x 1 ) + ( 1 x 4 ) = 4,5

dan seterusnya. Lokasi terbaik untuk stasiun kerja III adalah lokasi 6

II I IV III

(32)

Penempatan disesuaikan dengan luasan dan bentuk masing-masing stasiun

kerja dimana akan dialokasikan.

Berikut adalah perbandingan antara algoritma BLOCKPLAN dan

CORELAP yang dapat dilihata pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6. Keuntungan dan Keterbatasan dari Algoritma BLOCPLAN dan CORELAP

METODE KEUNTUNGAN KETERBATASAN

BLOCPLAN

5.Dapat menggunakan input dari peta

keterkaitan maupun from to chart

6.Melakukan iterasi secara otomatis

dengan waktu yang singkat

7.Luas departemen diperhitungkan

sebagai masukan

8.Tidak dapat menangkap layout

awal

9.Terbatas untuk 20 iterasi

10. Hanya dapat menganalisa

maksimal 18 fasilitas dalam suatu

tata letak

CORELAP

1.Membentuk tata letak baru

2.Batasan masukan dan hasil sama

3.Berdasarkan peta keterkaitan

4.Setiap langkah dapat dilihat selama

pengembangan tata letak

5.Sebagian keterkaitan diperhatikan

dengan baik

6.Tidak dihitung biaya

7.Terbatas hanya 45 departemen

8.Bentuk tata letak yang tidak

(33)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di PT. Indojaya Agrinusa yang berlokasi di Jl.

Tanjung Morawa Km. 12,8 Desa Bangunsari, Kabupaten Deli Serdang. Waktu

pelaksanaan penelitian dilakukan pada. bulan Oktober 2016 sampai dengan

Februari 2017.

4.2. Jenis Penelitian

Berdasarkan sifatnya, maka penelitian ini digolongkan sebagai penelitian

deskriptif jenis action research, yaitu penelitian yang berusaha utuk memaparkan

pemecahan masalah terhadap suatu masalah yang ada sekarang secara sistematis

dan faktual berdasarkan data.

4.3. Objek Penelitian

Objek penelitian yang diamati adalah tata letak pabrik. Penelitian ini

dilakukan untuk mendapatkan usulan tata letak PT. Indojaya Agrinusa.

4.4. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir meruapakan suatu bentuk kerangka yang dapat

(34)

penelitian ini menggunakan pendekatan ilmiah dan memperlihatkan hubungan

antar variabel dalam proses analisisnya.

Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan, permasalahan dalam

penelitian ini adalah peletakan fasilitas yang mengganggu fasilitas lainnya. Letak

gudang bahan baku in bag yang berdekatan dengan parkir karyawan mengganggu

pemindahan bahan ke bagian produksi serta mengganggu karyawan karena

material handling serta kendaraan karyawan melewati area yang sama.

Permasalahan lainnya adalah penyusunan departemen yang tidak memperhatikan

urutan aliran bahan antar departemen. Hal ini terjadi karena penyusunan tata letak

pabrik tidak mempertimbangkan aliran peralatan (seperti material handling),

aliran bahan, aliran tenaga kerja..

Solusi yang ditawarkan adalah dengan merancang ulang tata letak dengan

menggunakan Fuzzy Analytical Hierarchy Process, BLOCPLAN dan CORELAP.

Perancangan tata letak diperoleh melalui pengumpulan data, frekuensi

perpindahan bahan, frekuensi perpindahan peralatan, frekuensi perpindahan

tenaga kerja yang diolah menggunakan Fuzzy AHP sehingga menghasilkan Crisp

Activity Relationship Chart (CARC). Hasil CARC tersebut menjadi input untuk

membuat layout usulan menggunaan algoritma BLOCPLAN dan algoritma

CORELAP. Hasil dari layout usulan akan dilanjut dengan menghitung jarak antar

departemen serta momen perpindahannya. Kerangka berpikir dapat dilihat pada

(35)

Gambar 4.1. Kerangka Berpikir

4.5. Variabel penelitian

Variabel dependen ataupun variabel terikat adalah variabel yang nilainya

dipengaruhi atau ditentukan oleh nilai variabel lain. Yang menjadi variabel

dependen dalam penelitian ini adalah perancangan tata letak fasilitas.

Variabel independen ataupun variabel bebas merupakan variabel penelitian

yang mempengaruhi dan menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat.

Yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah frekuensi perpindahan

bahan, peralatan, tenaga kerja, jarak perpindahan, jumlah departemen, luas

departemen, dan proses produksi.

Defenisi Operasional:

1. Crisp Activity Relationship Chat dengan metode Fuzzy AHP

Membuat ARC dengan metode fuzzy AHP menggunakan data frekuensi

perpindahan bahan, peralatan, dan tenaga kerja. Crisp Activity

Relationship Chat dengan metode

Fuzzy AHP

Jarak Perpindahan

Jumlah Departemen

Luas Departemen

Proses Produksi

(36)

2. Jarak perpindahan

Jarak perpindahan dari satu departemen ke departemen lain yang berkaitan

dengan proses produksi.

3. Proses produksi

Urutan atau langkah-langkah produksi dimulai dari bahan masuk, pengolahan

bahan baku, hingga produk jadi selesai dan disimpan di gudang dan siap

didistribusikan.

4. Jumlah departemen

Banyaknya departemen yang akan diolah dengan menggunakan algoritma

BLOCPLAN dan CORELAP.

5. Luas Area Departemen

Luas masing –masing departemen yang akan diolah dengan menggunakan

algoritma BLOCPLAN.

4.6. Populasi dan Sampel

Pada proses penentuan jumlah sampel, peneliti menggunakan metode

Judgement Sampling. Hal ini didasari karena peneliti melihat pertimbangan

penilaian terhadap variabel yang digunakan bersifat komprehensif sehingga

diperlukan responden yang paham dan mengerti perusahaan secara

keseluruhan dan juga mengenal tataletak pabrik perusahaan dengan baik.

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kepala sub. departemen

produksi, kepala sub. departemen teknik, dan kepala sub. departemen gudang.

(37)

Mulai

Studi

Pendahuluan Studi Literatur

Tujuan:

1. Menganalisis dan merencanakan peletakan setiap departemen yang berkaitan dengan kegiatan produksi. 2. Membandingkan total perpindahan yang diperoleh pada layout aktual dan layout alternatif

3. Menghitung efisiensi material handling yang dari layout aktual dan layout alternatif

Pengumpulan Data: 1. Penggambaran block layout awal 2. Perhitungan jarak antar departemen 3. Menyusun struktur hirarki AHP 4. Membuat kuesioner AHP

5. Pembentukan Crisp Activity Relationship Chart

6. Pengolahan data menggunakan algoritma BLOCPLAN dan CORELAP

Gambar 4.2. Block Diagram Proses Penelitian

(38)

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data kualitatif dan

data kuantitatif, baik yang berupa data primer maupun data sekunder.

1. Data Primer.

Data primer diperoleh dengan cara pengamatan ataupun wawancatra

untuk mendapat data. Data primer yang diperoleh adalalah melalui

pengamatan adalah frekuensi perpindahan antar departemen, urutan aliran

bahan, urutan proses produksi, serta menggunakan kuesioner untuk

mendapatkan data bobot variabel performansi tataletak fasilitas.

2. Data Sekunder.

Data sekundar didapat berdasarkan catatan-catatan perusahaan yang

berhubungan dengan data yang dibutuhkan. Data tersebut yaitu data luasan

total area pabrik, layout awal perusahaan, sejarah perusahaan, dan struktur

organisasi

4.8. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan mengikuti beberapa tahapan,yaitu:

1. Menyusun Struktur Hirarki AHP

Pada tahap ini dilakukan untuk mengolah kuesioner menjadi matriks

berhubungan yang selanjutnya dihitung nilai bobot dan rasio konsistensinya

2. Fuzzification Interface

Pada tahap ini pengubahan nilai input menjadi suatu bentuk himpunan fuzzy

yaitu berupa variabel linguistik untuk masing-masing variabel. Tahapannya

(39)

melakukan pengukuran secara langsung. Selanjutnya variabel tersebut

dikonversikan dalam variabel linguistik yang berguna untuk mengubah

variabel kuantitatif menjadi variabel linguistik beserta derajat

keanggotaannya.

3. Knowledge Base

Menyusun seluruh fungsi keanggotaan dari masing-masing variabel yang

disusun berdasarkan aturan pengambilan keputusan dengan bentuk IF-THEN

untuk menentukan nilai derajat hubungan antar variabel linguistic.

4. Proses defuzzifikasi

Merupakan tahan akhir pada defuzzification interface. Pada tahap ini tingkat

kedekatan masing-masing variabel digabungkan menjadi tingkat kedekatan

hubungan keseluruhan yang kemudian dikonversikan menjadi suatu bialngan

crisp.

5. Pembentukan Crisp Activity Relationship Chart.

Hasil dari deffuzifikasi kemudian dimasukkan ke dalam tabel ARC sesuai

dengan kedekatan antar tiap departemen. Pada tiap kedekatan diketahui derajat

keanggotaan yang menunjukkan tingkat hubungan dari variabel linguistic

tersebut. Hubungan kedekatan antar fasilitas merupakan data kualitatif yang

diperlukan sebagai input bagi algoritma BLOCPLAN dan CORELAP

6. Pengolahan data menggunakan algoritma BLOCPLAN

Pemecahan masalah dengan algoritma BLOCPLAN dilakukan dengan

menggunakan software BLOCPLAN melalui langkah-langkah berikut ini:

(40)

Data mengenai jumlah depertemen, nama departemen, dan ukuran luas

masing – masing departemen/ stasiun kerja dimasukkan ke input data

software BLOCPLAN

b. Melakukan input data derajat kedekatan antar departemen

Nilai derajat kedekatan yang sudah dihitung di ARC digunakan sebagai

data masukkan berikut juga dengan penentuan bobot dari masing-masing

nilai kedekatan.

c. Mencari solusi layout terbaik

Setelah semua data dikumpulkan maka software akan mencari alternatif

pemecahan masalah tataletak tersebut sampai maksimal 20 kali iterasi.

Layout terbaik dilihat dari nilai R-score yang paling besar.

7. Pengolahan data dengan menggunakan algoritma CORELAP

Pengolahan data dengan algoritma CORELAP dilakukan dengan membuat

ARC untuk melihat hubungan kedekatan dari masing-masing departemen

kemudian hitung TCR untuk setiap departemen. Pilih salah satu departemen

dengan nilai TCR maksimum. Tentukan pengalokasian departemen berikutnya

berdasarkan hubungan kedekatan dan hitung nilai pembobotan untuk

masing-masing penempatan. Pilih penempatan dengan bobot terbesar kemudian ulangi

sampai semua departementelah ditempatkan. Perhitungan momen merupakan

perhitungan terakhir terhadap data yang diperoleh sebelum dilakukan analisis.

Blok diagram dari langkah-langkah algoritma BLOCPLAN dan CORELAP ini

(41)

Melakukan Input data nilai hubungan pada masing-masing aktivitas

Melakukan Input data Nama Departemen dan Luas Area Melakukan Input data jumlah departemen yang akan disusun

Memilih ratio untuk layout pemecahan masalah : automatic

search

Pilih Single-Story Layout Menu

Menganalisis tabel hasil pemecahan masalah yang tersimpan Memilih cara pencarian pemecahan

masalah : automatic search

Me-reviewlayout dengan nilai R-score tertinggi

(42)

Pembuatan Activity Relationship Chart (ARC)

Perhitungan Total Closeness Rating untuk

setiap Departemen

Pemilihan Departemen Pusat Berdasarkan Derajat

Kedekatan

Pengalokasian Departemen Berdasarkan Derajat

Kedekatan

Perhitungan Nilai Departemen pada Setiap

Penempatan

Penempatan Departemen pada Bagian dengan Nilai

Terbesar

Perhitungan Jumlah Momen Perpindahan dari Alternatif

Rancangan Seluruh Departemen

Telah Dialokasikan?

No

Yes

MULAI

SELESAI

(43)

4.9. Analisis dan Pembahasan

Analisis hasil dilakukan terhadap hasil pemecahan masalah yang dalam hal

ini melakukan perancangan ulang dengan metode Fuzzy Analytical Hierarchy

Process, BLOCKPLAN, dan, CORELAP. Hal-hal yang dianalisis adalah:

1. Analisis terhadap masing-masing variabel menjadi variabel performansi

2. Analisis Crisp Activity Relationship Chart

3. Analisis kondisi layout aktual

4. Analisi layout usulan BLOCPLAN dan CORELAP

4.10. Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan berisikan hal-hal penting dari penelitian yang merupakan

tujuan dari penelitian. Selain dari kesimpulan, diberikan juga saran yang

membangun bagi perusahaan usulan perbaikan kepada pihak perusahaan untuk

(44)

BAB V

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Pengumpulan Data

5.1.1. Struktur Hierarki Nilai Kedekatan Departemen

Struktur hierarki bertujuan untuk mengetahui variabel performansi

tata letak yang akan digunakan. Kriteria-kriteria ini disusun ke dalam bentuk

hierarki seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5.1.

Nilai Kedekatan antar Departemen

Bahan (K1)

Peralatan (K2)

Tenaga Kerja (K3) Level 1

Level 2

Gambar 5.1. Struktur Hierarki Variabel Tata Letak

Berikut penjelasan kriteria yang digunakan dalam pemilihan variabel

performansi tata letak.

1. Aliran Bahan (K1) : Perpindahan bahan yang terjadi antar departemen.

2. Aliran Peralatan (K2) : Perpindahan peralatan yang terjadi antar

departemen

3. Aliran Tenaga Kerja (K3) : Perpindahan tenaga kerja yang terjadi antar

departemen

Kriteria yang dijelaskan di atas akan dicantumkan pada kuesioner AHP

(45)

5.1.2. Matriks Perbandingan Berpasangan (Pairwise Comparison) 5.1.2.1.Level 2 (Kriteria)

Matriks perbandingan berpasangan pada level 2 (kriteria) diperoleh dari

hasil kuesioner yang merupakan bagian dari AHP. Matriks ini bertujuan untuk

melihat perbandingan setiap kriteria dan tingkat kepentingan dari kriteria yangsatu

dengan kriteria yang lainnya. Berikut data pengumpulan hasil kuesioner

responden dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Matriks Perbandingan Berpasangan Variabel Performansi Tata Letak Responden 1

Kriteria K1 K2 K3

K1 1 3 1

K2 1/3 1 1/3

K3 1 3 1

Responden 2

Kriteria K1 K2 K3

K1 1 1 2

K2 1 1 3

K3 ½ 1/3 1

Responden 3

Kriteria K1 K2 K3

K1 1 1/3 3

K2 3 1 1

K3 1/3 1 1

Sumber: Pengumpulan Data

5.1.3. Data Spesifikasi Responden

Data yang digunakan untuk analisis pemilihan variabel performansi tata

letak, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang

diperoleh dengan cara mencari/ menggali secara langsung dari sumbernya

oleh peneliti. Instrumen yang digunakan dalam analisis pemilihan variabel

(46)

AHP ini disebarkan kepada kepala sub departemen produksi, kepala sub

departemen gudang, kepala sub departemen teknik yang memiliki kemampuan

dan pengetahuan dalam hal tata letak dan pengambilan keputusan dalam

aliran bahan, peralatan dan tenaga kerja pabrik.

5.1.4. Pengumpulan Data Frekuensi untuk Masing-Masing Variabel

Data yang dikumpulkan adalah data frekuensi untuk satu bulan pada

periode tahun 2016 di PT. Indojaya Agrinusa. Metode yang dilakukan yaitu

dengan metode pengamatan dan wawancara kepada pihak pabrik PT. Indojaya

Agrinusa. Frekuensi perpindahan aliran yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Frekuensi aliran bahan antar departemen

2. Frekuensi aliran peralatan antar departemen

3. Frekuensi aliran tenaga kerja antar departemen

5.1.5. Layout Awal

Layout awal beserta lintasan material handling dapat dilihat pada Gambar

(47)
(48)

Hasil perhitungan jarak antar departemen yang dilewati bahan, peralatan maupun

tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 5.9.

Tabel 5.9. Jarak Tempuh Bahan, Peralatan dan Tenaga Kerja Layout Awal

Departemen Jarak (m)

Gudang Bahan Baku Curah - Bagian Produksi 131

Gudang Bahan Baku In Bag- Bagian Produksi 282

Gudang Vitamin- Bagian Produksi 49

Gudang Garam- Bagian Produksi 90

Bagian Produksi-Gudang Produk Jadi 132

Ukuran tiap departemen beserta luas area dapat dilihat pada Tabel 5.10

Tabel 5.10. Data, Ukuran dan Luas Area Departemen

Departemen Ukuran (m) Luas Area (m2)

Bagian Produksi 47 x 75 3525

Gudang Bahan Baku Curah 48 x 75 3600

Gudang Bahan Baku In Bag 46 x 84 3864

Gudang Vitamin 38 x 60 2280

Silo Jagung 60 x 68 4080

Gudang Produk Jadi 54 x 72 3888

Gudang Garam 11,5 x 8 92

Timbangan 10 x 16 160

Parkir Karyawan 15 x 58 870

Kantin 5 x 12 60

Pos Satpam 17,5 x 6 105

Ruang Loker 12 x 8,5 102

Power House & Trafo 31 x 11 341

Bengkel & Ruang Peralatan 36,15 x 41,5 1500,225

Kantor & DO 38 x 24,5 931

Musholla 23 x 16 368

Kamar mandi karyawan 10 x 4 40

(49)

5.2. Pengolahan Data

5.2.1. Perhitungan Rata-rata Pembobotan untuk Setiap Kriteria dan Alternatif

Dalam AHP, perhitungan rata-rata pembobotan dilakukan dengan

menggunakan rata-rata geometrik. Nilai rata-rata geometrik dianggap sebagai

hasil penilaian kelompok dari nilai-nilai yang diberikan oleh responden.Berikut

ini adalah contoh perhitungan rata-rata geometrik untuk elemen level 2 antara

kriteria bahan dan informasi.

Tabel 5.11. Matriks Perbandingan Berpasangan Level 2

Responden 1

Kriteria K1 K2 K3

K1 1 3 1

K2 1/3 1 1/3

K3 1 3 1

Responden 2

Kriteria K1 K2 K3

K1 1 1 2

K2 1 1 3

K3 ½ 1/3 1

Responden 3

Kriteria K1 K2 K3

K1 1 1/3 3

K2 3 1 1

K3 1/3 1 1

Sumber : Pengumpulan Data

Contoh perhitungan rata-rata geometri hubungan K1 ke K2

Responden 1 : 3

Responden 2 : 1

(50)

Maka rata-rata geometrinya adalah:

=

= 3,000

Dengan cara yang sama didapat rata-rata pembobotan untuk setiap elemen

(kriteria) dicari dan hasil rekapitulasinya dapat dilihat pada Tabel 5.12.

Tabel 5.12.Perhitungan Rata-rata Pembobotan untuk Elemen Level 2

Kriteria K1 K2 K3 K1 1,0000 1,0000 1,8171

K2 1,0000 1,0000 1,0000

K3 0,5503 1,0000 1,0000 Sumber: Pengolahan Data

5.2.2. Perhitungan Bobot Parsial dan Konsistensi Matriks

Perhitungan rasio konsistensi dan konsistensi matriks menggunakan

rumus-rumus berikut ini (Saaty, 1994):

1. Perhitungan Rasio Konsistensi

Rasio Konsistensi = (Matriks Perhitungan Rata-Rata Pembobotan) x

(Vektor Bobot tiap baris)

2. Perhitungan Konsistensi Vektor

Konsistensi Vektor = (Rasio Konsistensi):(Bobot Parsial tiap baris)

(51)

4. Consistency Index (CI)

5. Consistency Ratio (CR)

Jawaban responden dianggap konsisten bila nilai CR < 0,1.

5.2.2.1.Perhitungan Bobot Parsial dan Konsistensi Matriks untuk Elemen Level 2 (Kriteria)

Perhitungan bobot parsial dari matriks perbandingan pasangan antar

kriteria, terlebih dahulu dilakukan penjumlahan pada masing-masing kolom

seperti yang terlihat pada Tabel 5.13.

Tabel 5.13. Penjumlahan Kolom Matriks Perbandingan Level 2

Kriteria K1 K2 K3 K1 1,0000 1,0000 1,8171 K2 1,0000 1,0000 1,0000 K3 0,5503 1,0000 1,0000 Total 2,5503 3,0000 3,8171

Sumber: Pengolahan Data

Setelah dilakukan penjumlahan, setiap kriteria dibagi dengan hasil

penjumlahan yang telah didapatkan seperti yang terlihat pada Tabel 5.14. Bobot

parsial dihitung dengan mencari nilai rata-rata dari tiap baris pada matriks

perbandingan berpasangan.

(52)

Kriteria K1 K2 K3 Bobot Parsial K1 0,3921 0,3333 0,4760 0,4005 K2 0,3921 0,3333 0,2620 0,3291 K3 0,2158 0,3333 0,2620 0,2704

Jumlah 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000

Sumber: Pengolahan Data

Langkah-langkah pencarian nilai rasio konsistensi dan konsistensi matriks

adalah sebagai berikut.

1. Rasio konsistensi dicari dengan rumus sebagai berikut

=(Matriks Perhitungan Rata-rata Pembobotan) x (Vektor Bobot tiap Baris)

0,3921 0,3333 0,4760

X

0,4005 =

0,3955

0,3921 0,3333 0,2620 0,3291 0,3376

0,2158 0,3333 0,2620 0,2704 0,2670

2. Perhitungan Konsistensi Vektor

Nilai konsistensi vektor didapatkan melalui pembagian setiap nilai dari rasio

konsistensi dengan bobot dari masing-masing baris.

Konsistensi Vektor = (Rasio Konsistensi :Bobot Parsial setiap Baris)

0,3955 : 0,4005 = 0,9874

0,3376 : 0,3291 = 1,0256

0,2670 : 0,2704 = 0,9874

(53)

4. Perhitungan Consistency Index

5. Perhitungan Consistency Ratio

dimana nilai Random Consistency Index dari nilai n = 3 adalah 0,58

Nilai CR < 0,1 maka jawaban yang diberikan oleh responden konsisten.

5.2.2.2. Konversi Matriks Perbandingan Berpasangan AHP ke Nilai Matriks Perbandingan Berpasangan Fuzzy

Nilai elemen di setiap perbandingan matriks perbandingan berpasangan

tegas (crisp) yang sudah diuji kekonsistensiannya dikonversikan menjadi nilai

fuzzy. Nilai matriks berpasangan Fuzzy dapat dilihat pada Tabel 5.15.

Tabel 5.15. Matriks Perbandingan Berpasangan Fuzzy

Responden 1

Kriteria K1 K2 K3

l m u l m u l M u

K1 1 1 1 1 3/2 2 1 1 1

K2 1/2 2/3 1 1 1 1 1/2 2/3 1

K3 1 1 1 1 3/2 2 1 1 1

(54)

Responden 2

Kriteria K1 K2 K3

l m u l m u l M u

K1 1 1 1 1 1 1 1/2 1 3/2

K2 1 1 1 1 1 1 1 3/2 2

K3 2/3 1 2 1/2 2/3 1 1 1 1

Responden 3

Kriteria K1 K2 K3

l m u l m u l M u

K1 1 1 1 1/2 2/3 1 1 3/2 2

K2 1 3/2 2 1 1 1 1 1 1

K3 1/2 2/3 1 1 1 1 1 1 1

Sumber: Pengolahan Data

5.2.2.3. Perhitungan Bobot Lokal Fuzzy Level 2 (Kriteria)

Rata-rata geometris dari matriks perbandingan berpasangan antar kriteria

(level 2) dapat dilihat pada Tabel 5.16.

Tabel 5.16. Rata-rata Geometris Matriks Perbandingan Berpasangan Fuzzy

Kriteria K1 K2 K3

l m u l m u l M u

K1 1,0000 1,0000 1,0000 0,7937 1,0000 1,2599 0,7937 1,1447 1,4422

K2 0,7937 1,0000 1,2599 1,0000 1,0000 1,0000 0,7937 1,0000 1,2599

K3 0,6934 0,8736 1,2599 0,7937 1,0000 1,2599 1,0000 1,0000 1,0000

Jumlah 2,4871 2,8736 3,5198 2,5874 3,0000 3,5198 2,5874 3,1447 3,7022

Sumber: Pengolahan Data

Berikut ini adalah perhitungan bobot lokal Fuzzy menggunakan Chang’s

Analysis Extent untuk level 2.

1. Perhitungan fuzzy synthetic extent value dengan rumus:

(55)

= (2,4871+2,5874+2,5874 ; 2,8736+3,0000+3,1447 ; 3,5198+3,5198+3,7022)

= (7,6619; 9,0183; 10,7419)

=

(1/10,7419) ;(1/9,0183) ; (1/7,6619)

= (0,0931 ; 0,1109 ; 0,1305)

K1 =

= (1,000+0,7937+0,7937;1,000+1,0000+1,1447; 1,000+1,2599+1,4422) x (0,0931 ; 0,1109 ; 0,1305)

= (0,2409 ; 0,2928 ; 0,3446)

K2 = (0,2409 ; 0,2793 ; 0,3277)

K3 = (0,2315 ; 0,2675 ; 0,3277)

2. Perhitungan degree of possibility dengan rumus:

V(M2≥ M1)

V(K1) = 1

V(K1 ≥ K2) = 1 V(K1 ≥ K3) = 1

V(K2) = 1

V(K2 ≥ K1) = karena

=

(56)

V(K3) = 1 V(K3 ≥ K1) = 0,7747 V(K3 ≥ K2) = 0,8806

Penentuan vektot terbobot (V) :

V (K1 ≥ K2; K3) = Min (1;1;1) = 1,0000

V (K2 ≥ K1; K3) = Min (1;0,8492;1) = 0,8492

V (K3 ≥ K1; K2) = Min (1;0,7747; 0,8806) = 0,7747

Normalisasi vektor terbobot (W)

W K1 = 1,0000 / (1,0000 + 0,8492 + 0,7747) = 0,3787

W K2 = 0,8492 / (1,0000 + 0,8492 + 0,7747) = 0,3279

W K3 = 0,7747 / (1,0000 + 0,8492 + 0,7747) = 0,2934

Tabel 5.17. Normalisasi Vektor Terbobot Level 2 (Kriteria)

Kriteria W

K1 0,3787

K2 0,3279

K3 0,2934

Sumber: Pengolahan Data

5.2.3. Proses Penyusunan Fungsi Keanggotaan untuk Masing-masing Variabel

Setelah didapatkan hasil pengukuran, maka hasil pengukuran tersebut

dikonversikan ke dalam bentuk variabel linguistik. Untuk itu diperlukan sebuah

(57)

5.2.3.1. Penyusunan Fungsi Keanggotaan Variabel Aliran Bahan

Sebelum menentukan fungsi keanggotaan, maka ditentukan variabel

linguistik yang akan digunakan terlebih dahulu. Untuk variabel aliran

digunakan variabel linguistik yang ditunjukkan pada Tabel 5.18. berikut.

Tabel 5.18. Variabel Linguistik untuk Variabel Aliran

Variabel Aliran

Variabel Linguistik

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah Sumber: Pengolahan Data

Langkah selanjutnya melakukan penyusunan fungsi keanggotaan dengan

metode langsung satu pakar (direct method with one expert) yang terlebih

dahulu menentukan himpunan semestanya, sedangkan untuk bobot variabel

ditampilkan menggunakan bilangan Fuzzy Triangular (TFN)

5.2.3.2. Konversi Nilai Variabel Aliran Bahan ke dalam Variabel Linguistik

Untuk pengkonversian nilai masing-masing departemen pada variabel ini

berdasarkan nilai pada bilangan Fuzzy Triangular (TFN) sebelumnya.Untuk

mengetahui daerah frekuensi perpindahan antar departemen dapat ditentukan

dengan menghitung derajat keanggotaan dan menyesuaikannya pada grafik

fungsi keanggotaan aliran

Dengan grafik ini digunakan fungsi linear turun untuk mendapatkan

(58)

5.2.3.3.Proses Penyusunan Fungsi Keanggotaan untuk Bobot Variabel

Hal yang dilakukan selanjutnya yaitu penentuan fungsi keanggotaan

untuk bobot variabel. Fungsi keanggotaan ini juga diperlukan pada proses

decision making logic. Pada proses penyusunan fungsi keanggotaan ini juga

menggunakan metode langsung dengan satu ahli (direct method with one expert)

yaitu dengan penentuan fungsi-fungsi yang representatif, yang terlebih dahulu

menentukan himpunan semestanya.

5.2.4. Penyusunan Rating Tingkat Kedekatan Antar Departemen

Pada tahap ini nilai rating kedekatan ditentukan dengan

prosesdeffuzification interface. Untuk variabel linguistik yang digunakan

disesuaikan dengan variabel pada ARC konvensional yaitu:

3. A = mutlak berdekatan

4. E = sangat penting berdekatan

5. I = penting berdekatan

6. O = tidak jadi soal

7. U = tidak perlu berdekatan

8. X = sangat tidak perlu berdekatan

5.2.5. Penyusunan Aturan IF-THEN

(59)

untuk setiap variabel berdasarkan data yang telah diolah. Metoda ini ditentukan

dengan melihat frekuensi dari masing-masing variabel lalu menetapkan variabel

linguistik untuk menyatakan tingkat kedekatan ruangan berdasarkan bobot

variabel linguistik masing-masing variabel.

Tabel 5.25. Aturan IF-THEN untuk Variabel Aliran Bahan, Peralatan dan Tenaga Kerja

Variabel Aliran Bobot Variabel

Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi

Sangat Rendah U O O O O

Rendah O O I I I

Sedang O O I I E

Tinggi O I I E E

Sangat Tinggi O I E E A

Sumber : Pengolahan Data

5.2.6. Proses Logika Pengambilan Keputusan (Decision Making Logic)

Pada proses ini dilakukan pengambilan keputusan untuk nilai kedekatan

tiap departemen pada masing-masing variabel. Adapun langkah-langkah yang ada

pada tahap ini yaitu:

1. Menentukan nilai sebuah hasil pengukuran yang telah dikonversikan ke

variabel linguistik sebelumnya dari masing-masing variabel untuk tiap

departemen dan derajat keanggotaannya (τ).

2. Menentukan tingkat kedekatan tiap departemen dengan departemen lainnya

dengan melihat Tabel aturan IF-THEN dan mendapatkan nilai derajat

keanggotaan kedekatan Departemen (σ) untuk tingkat kedekatan

Gambar

Tabel 3.3.  Skala Penilaian  Perbandingan Berpasangan Fuzzy AHP
Gambar 3.5. Activity Relationship Chart (ARC)
Tabel 3.4. Kode, Nilai dan Kontribusi Activity Relationship Chart
Gambar 4.2. Block Diagram  Proses Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Variabel linguistik sebagai faktor yang mempengaruhi tata letak, penilaian variabel ini didapat dari hasil AHP menggunakan perbandingan berpasangan antar input variabel

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mendapatkan tata letak fasilitas usulan yang meminimalkan jarak, kerusakan produk dan biaya material handling.. Tujuan khusus

Tabel 4.36 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Total Jarak dan Ongkos Material Handling Layout Usulan Group Technology Alternatif 3. Keterangan Layout GT

Dari kedua algoritma tersebut, tata letak yang optimal akan dipilih sebagai tata letak usulan berdasarkan nilai total momen perpindahan yang lebih rendah, ongkos material

ini adalah mendapatkan tata letak fasilitas usulan yang meminimalkan jarak. melalui perbandingan efisiensi momen perpindahan tataletak

Dari hasil iterasi pada Gambar 5.16 maka layout yang paling optimal. adalah layout yang memiliki R- score

Andryzio, Fifi, Lisye, Usulan Perancangan Tata Letak Fasilitas dengan Menggunakan Metode Automated Layout Design Program (ALDEP) di CV.. Kawani Tekno Nusantara, Jurnal

Popy Yuliarty, Perancangan Ulang Tata Letak Lantai Produksi Menggunakan Metode Systematic Layout Planning dengan Software BLOCPLAN Pada PT. PINDAD, Jakarta, Jurnal Ilmiah