• Tidak ada hasil yang ditemukan

bab 1 5 belum dirapihin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "bab 1 5 belum dirapihin"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Seiring dengan bertambahnya pertumbuhan dan perkembangan penduduk yang setiap tahunya meningkat ,otomatis kebutuhan penduduk pun semakin banyak. Selain itu, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) pun semakin meningkat pesat dan berbanding lurus dengan pembangunan industri guna untuk memenuhi semua kebutuhan penduduk yang dinamis dan untuk mendukung keberlangsungan hidup serta kepuasan penduduk.

Menurut UU NO 03 Tahun 2014 tentang Perindustrian ,Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku dan / atau memanfaatkan sumber daya industri sehingga menghasilkan barang yang mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi .Industri di bangun di indonesia salah satunya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat indonesia, telah banyak industri yang dibangun di indonesia , seperti industri textile,industri makanan dan minuman,industri peralatan elektronik , dan masih banyak yang lainnya.

(2)

Perkembangan pembangunan industri di indonesia juga dapat membantu membuka lapangan pekerja bagi masyarakat semakin luas ,kegiatan tersebut juga mendukung penggunaan peralatan atau mesin dan bahan-bahan kimia dalam proses produksi untuk menghasilkan produk atau jasa yang bagus agar dapat bersaing di pasaran , Namun ,disisi lain kemajuan dan perkembangan tersebut memicu berbagai masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3),seperti bertambahnya sumber bahaya , meningkatnya potensi bahaya ,penyakit akibat kerja di tempat kerja (Notoadmodjo,2007).

(3)

Berdasarkan artikel yang ditulis Kementrian Kesehatan Indonesia mencantumkan bahwa berdasarkan data International Labour Organiation (ILO) tahun 2013 , 1 pekerja di dunia meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja. Tahun sebelumnya (2012) ILO mencatat angka kematian dikarenakan kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK) sebanyak 2juta kasus setiap tahun.

Berdasarkan latar belakang tersebut, kami sebagai mahasiswi Politeknik Kesehatan Bandung, khususnya Jurusan Kesehatan Lingkungan tertarik untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya dilapangan mengenai aspek sanitasi lingkungan dan program K3 yang sudah berjalan di suatu industri, terutama industri tekstil, maka dari itu kami menjadikan PT. TRISULA sebagai tempat untuk melakukan praktek belajar lapangan, agar kami dapat mengiplementasikan teori perkuliahan tentang sanitasi industri dan mengetahui gambaran secara umum maupun spesifik, serta mendapatkan pengalaman secara langsung mengenai pengawasan dan pemeriksaan sanitasi industri serta SMK3 di lapangan.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Konsep Sanitasi Industri di PT.Trisula Textile Industries? 2. Bagaimana Konsep Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT.Trisula

Textile Industries? 1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan umum

1. Mengetahui Konsep Sanitasi Industri di PT. Trisula Textile Industries 2. Mengetahui Konsep Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT. Trisula

Textile Industries 1.3.2. Tujuan khusus

1. Mengetahui diagram alur produksi yang ada di PT.Trisula Textile Industries

2. Mengetahui kualitas udara fisik ruangan produksi di PT.Trisula Textile Industries

(4)

4. Mengetahui kualitas makanan dan minuman di PT.Trisula Textile Industries

5. Mengetahui penyakit akibat kerja yang ada di PT. Trisula Textile Industries

6. Mengetahui potensi bahaya dan faktor resiko lingkungan kerja serta dampak terhadap kesehatan di setiap tahapan produksi di PT.Trisula Textile Industries

7. Mengetahui Alat Pelindung Diri (APD) yang wajib digunakan di setiap tahapan produksi di PT.Trisula Textile Industries

8. Mengetahui kualitas sanitasi industri di PT.Trisula Textile Industries 9. Mengetahui cara melakukan monitoring lingkungan kerja di

PT.Trisula Textile

10. Mengetahui Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) di PT.Trisula Textile.

1.4. Manfaat

1.4.1. Manfaat bagi Mahasiswa:

1. Mahasiswa dapat mengidentifikasi masalah sanitasi lingkungan dan K3 di PT. Trisula Textile Industries pada setiap tahapan produksi. 2. Mahasiswa dapat menentukan faktor penyebab masalah sanitasi

lingkungan dan K3 di PT. Trisula Textile Industries pada setiap tahapan produksi.

3. Mahasiswa dapat menyusun pemecahan masalah sanitasi lingkungan dan K3 di PT. Trisula Textile Industries pada setiap tahapan produksi.

4. Mahasiswa dapat membuat/menyusun rencana untuk penaggulangan masalah sanitasi dan K3 di PT. Trisula Textile Industries

5. Mahasiswa mendapatkan pengalaman praktek belajar lapangan di PT. Trisula Textile Industries.

1.4.2. Manfaat bagi PT. Trisula Textile Industries:

1. PT. Trisula Textile Industries dapat mengetahui masalah sanitasi industri dan K3 pada setiap tahapan produksi.

(5)

3. PT. Trisula Textile Industries mendapatkan saran-saran dari mahasiswa mengenai aspek penting sanitasi industri dan K3 pada setiap tahapan produksi.

1.4.3. Manfaat bagi pembaca:

1. Pembaca dapat mengetahui tentang gambaran umum PT. Trisula Tekstil Industries

2. Pembaca dapat mengetahui permasalahan yang ada, serta saran tindak untuk menyelesaikan masalah tersebut pada setiap tahapan produksi di PT. Trisula Tekstil Industries

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kesehatan

Menurut UU no 36 tahun 2009 kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Menurut WHO kesehatan adalah keadaan fisik , mental dan kesejahteraan sosial dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan. Menurut WHO, ada empat komponen penting yang merupakan satu kesatuan dalam definisi sehat yaitu:

1. Sehat Jasmani

Sehat jasmani merupakan komponen penting dalam arti sehat seutuhnya, berupa sosok manusia yang berpenampilan kulit bersih, mata bersinar, rambut tersisir rapi, berpakaian rapi, berotot, tidak gemuk, nafas tidak bau, selera makan baik, tidur nyenyak, gesit dan seluruh fungsi fisiologi tubuh berjalan normal.

2. Sehat Mental

Sehat Mental dan sehat jasmani selalu dihubungkan satu sama lain dalam pepatah kuno “Jiwa yang sehat terdapat di dalam tubuh yang sehat “(Men Sana In Corpore Sano)”.

(6)

a. Selalu merasa puas dengan apa yang ada pada dirinya, tidak pernahmenyesal dan kasihan terhadap dirinya, selalu gembira, santai dan menyenangkan serta tidak ada tanda-tanda konflik kejiwaan.

b. Dapat bergaul dengan baik dan dapat menerima kritik serta tidak mudah tersinggung dan marah, selalu pengertian dan toleransi terhadap kebutuhan emosi orang lain.

c. Dapat mengontrol diri dan tidak mudah emosi serta tidak mudah takut, cemburu, benci serta menghadapi dan dapat menyelesaikan masalah secara cerdik dan bijaksana.

3. Kesejahteraan Sosial

Batasan kesejahteraan sosial yang ada di setiap tempat atau negara sulit diukur dan sangat tergantung pada kultur, kebudayaan dan tingkat kemakmuran masyarakat setempat. Dalam arti yang lebih hakiki, kesejahteraan sosial adalah suasana kehidupan berupa perasaan aman damai dan sejahtera, cukup pangan, sandang dan papan. Dalam kehidupan masyarakat yang sejahtera, masyarakat hidup tertib dan selalu menghargai kepentingan orang lain serta masyarakat umum.

4. Sehat Spiritual

Spiritual merupakan komponen tambahan pada definisi sehat oleh WHO dan memiliki arti penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Setiap individu perlu mendapat pendidikan formal maupun informal, kesempatan untuk berlibur, mendengar alunan lagu dan musik, siraman rohani seperti ceramah agama dan lainnya agar terjadi keseimbangan jiwa yang dinamis dan tidak monoton.

Keempat komponen ini dikenal sebagai sehat positif atau disebut sebagai “Positive Health” karena lebih realistis dibandingkan dengan definisi WHO yang hanya bersifat idealistik semata-mata.

(7)

dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan nasional. Setiap upaya pembangunan harus dilandasi dengan wawasan kesehatan dalam arti pembangunan nasional harus memperhatikan kesehatan masyarakat dan merupakan tanggung jawab semua pihak baik Pemerintah maupun masyarakat.

2.2 Pengertian Kesehatan Kerja

Upaya untuk meningkatkan kualitas hidup tenaga kerja melalui berbagai upaya peningkatan kesehatan, pencegahan gangguan kesehatan atau penyakit yang mungkin dialami oleh tenaga kerja akibat pekerjaan atau tempat kerja.

Sebuah bentuk dari adanya jaminan kesehatan yang diberikan pada seseorang pada saat melakukan sebuah pekerjaan. Sedangkan keselamatan kerja menurut Wordl Health Organization, kesehatan kerja merupakan sebuah upaya yang bertujuan untuk dapat peningkatan dan juga pemeliharaan terhadap derajat kesehatan baik secara fisik, mental ataupun sosial bagi pekerja untuk semua jenis pekerjaan yang dilakukan.

Menurut Suma’mur kesehatan kerja adalah sebuah spesialisasi yang terdapat didalam ilmu kesehatan. Hal ini agar masyarakat pekerja dapat memperoleh derajat kesehatan dengan baik, baik fisik atau pun mental dan juga sosial dengan berbagai usaha-usaha prevantif dan juga kuratif terhadap berbagai jenis penyakit dan berbagai gangguan-gangguan kesehatan yang bisa terjadi karena diakibatkan oleh faktor-faktor pekerjaan atau lingkungan kerja.

2.3 Pengertian Keselamatan Kerja

(8)

kerja juga merupakan keselamatan yang berkaitan dengan mesin, pesawat alat kerja, bahan dan proses pengelolaannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukam pekerjaan.

Menurut Suma’mur 1996, Keselamatan Kerja merupakan sebuah sarana yang di lakukan untuk melakukan upaya pencegahan terhadap adanya kecelakaan, cacat, ataupun kematian sebagai bentuk akibat dari kecelakaan kerja.

Bagi mereka para pekerja, keselamatan kerja merupakan sebuah gerbang keamanan tenaga kerja yang menyangkut pada proses produksi dan juga distribusi baik berupa barang maupun jasa. Ada banyak kaitan dari keselamatan kerja yakni seperti halnya dengan mesin pesawat, alat kerja, bahan, dan juga berbagai proses pengolahan dalam melakukan pekerjaan.

2.4 Pengertian Kecelakaan Kerja

Penyakit Akibat kerja adalah istilah yang dipakai dalam peraturan yang dibuat atas dasar UndangUndang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, sedangkan Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja merupakan istilah yang erat kaitannya dengan kompensasi (ganti rugi) kecelakaan kerja.

Penyakit Akibat Kerja maupun Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja sebetulnya mempunyai pengertian yang sama yaitu penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Dengan kata lain, Penyakit Akibat Kerja sama dengan Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja

2.4.1 Penyebab Kecelakaan Kerja

Penyebab kecelakaan kerja dibagi menjadi tiga bagian yaitu: 1. Prinsiple faktor ( Pekerjaan, lingkungan kerja)

2. Primary factor ( agent bahan kimia, fisik, ergonomi) 3. Contributory factor ( memperberat /mencetus terjadinya

penyakit)

(9)

1. Penyebab berhubungan dengan pekerja

2. Pegawai selalu kontak dengan bahan penyebab dalam pekerjaan 3. Sebelumnya belum pernah menderita penyakit

2.5 Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) 2.5.1 Pengertian

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan ma-syarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja.Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan.K3 bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident).

Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang memberi keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang.

2.5.2 Pengertian K3 Menurut Para Ahli

1. Menurut Mangkunegara, keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur.

2. Menurut Suma’mur (1981: 2), keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan.

(10)

4. Mathis dan Jackson, menyatakan bahwa keselamatan adalah merujuk pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cidera yang terkait dengan pekerjaan. Kesehatan adalah merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum.

5. Menurut Ridley, John (1983), mengartikan kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut.

6. Jackson, menjelaskan bahwa kesehatan dan keselamatan kerja menunjukkan kepada kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan.

7. Lalu Husni, 2003: 138, ditinjau dari sudut keilmuan, kesehatan dan keselamatan kerja adalah ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja di tempat kerja

2.5.3 Tujuan K3

Tujuan K3 menurut ILO dan WHO, sebagai berikut :

1. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-tingginya baik jasmani maupun rohani.

2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi kerja.

3. Melindungi tenaga kerja dari bahaya kesehatan yang timbul akibat pekerjaan.

4. Menempatkan tenaga kerja pada suatu lingkungan kerja yang sesuai dengan kondisi fisik, faal tubuh dan mental pskologis tenaga kerja yang bersangkutan.

2.5.4 Ruang Lingkup K3

(11)

1990) :

1. Kesehatan dan keselamatan kerja diterapkan di semua tempat kerja yang di dalamnya melibatkan aspek manusia sebagai tenaga kerja, bahaya akibat kerja dan usaha yang dikerjakan. 2. Aspek perlindungan dalam hyperkes meliputi :

a. Tenaga kerja dari semua jenis dan jenjang keahlian b. Peralatan dan bahan yang dipergunakan

c. Faktor-faktor lingkungan fisik, biologi, kimiawi, maupun sosial.

d. Proses produksi

e. Karakteristik dan sifat pekerjaan f. Teknologi dan metodologi kerja

3. Penerapan Hyperkes dilaksanakan secara holistik sejak perencanaan hingga perolehan hasil dari kegiatan industri barang maupun jasa.

4. Semua pihak yang terlibat dalam proses industri/perusahaan ikut bertanggung jawab atas keberhasilan usaha hyperkes. 2.6 Sumber-sumber Bahaya Bagi Kesehatan

Sumber-sumber bahaya yang dapat mengganggu kesehatan tenaga kerja antara lain dapat digolongkan sebagai berikut :

1. Fisik, yakni gangguan fisik seperti kebisingan, getaran, suhu/panas terlalu tinggi atau rendah, cahaya, radiasi partikel ion atau non ion.

a. Suara yang terlalu bising menyebabkan ketulian. b. Suhu (temperatur), meliputi :

1) Panas (suhu tinggi), menyebabkan heat stroke, heat creamp, heat exhauster dan hyperpyrexia.

2) Dingin (suhu rendah), menyebabkan frostbite, chilblain, transfoot dan hypertemia.

(12)

2. Kimia, yakni pengaruh bahan kimia yang berupa gas, uap maupun debu beracun dan fume. Bahan kimia dapat berupa :

a. Gas/uap b. Cairan c. Debu-debu

d. Butiran Kristal dan bentuk-bentuk lain

e. Bahan-bahan kimia yang mempunyai sifat-sifat beracun, karsinogenik, menggigit dan menimbulkan alergi.

3. Biologis, yakni yang disebabkan oleh organisme mikro dan debu tanaman yang biasa menyebabkan alergi, terdiri dari :

a. Bakteri, virus, jamur, cacing, serangga, parasit.

b. Tumbuh-tumbuhan dan lain-lain yang atau timbul dalam lingkup tempat kerja.

4. Faal/ergonomik, yakni disebabkan sikap dan cara kerja yang tidak benar atau sesuai prosedur serta penggunaan peralatan yang tidak tepat.

a. Sikap benar yang tidak baik/cara kerja yang keliru dapat menyebabkan :

1) Sakit otot. 2) Sakit pinggang. 3) Cidera punggung. 4) Kelelahan fisik. 5) Perubahan fisik tubuh.

b. Peralatan yang tidak sesuai atau tidak cocok dengan tenaga kerja. c. Kerja yang senantiasa berdiri atau duduk.

d. Proses, sikap, cara kerja yang monoton.

e. Bebas bekerja yang melampaui batas kemampuan.

5. Psikologis, yakni gangguan kejiwaan yang disebabkan hubungan kerja yang tidak serasi yang meliputi :

a. Kerja yang terpaksa/dipaksakan yang tidak sesuai dengan kemampuan.

(13)

c. Pikiran yang senantiasa tertekan terutama karena sikap atasan atau teman kerja yang tidak sesuai.

d. Pekerjaan yang cenderung lebih mudah menimbulkan kecelakaan. (LK3I, 2001 dan Depnaker, 1996).

2.7 Penyakit Akibat Kerja

Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian Penyakit Akibat Kerja merupakan penyakit yang artifisial atau man made disease.

WHO membedakan empat kategori Penyakit Akibat Kerja terdiri atas:

1. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya Pneumoconiosis.

2. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya Karsinoma Bronkhogenik.

3. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktor-faktor penyebab lainnya, misalnya Bronkhitis khronis.

4. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada sebelumnya, misalnya asma.

Faktor penyebab Penyakit Akibat Kerja sangat banyak, tergantung pada bahan yang digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja, sehingga tidak mungkin disebutkan satu per satu. Pada umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan:

1. Golongan fisik : suara (bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang sangat tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik.

2. Golongan kimiawi : bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun yang terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan, awan atau kabut.

(14)

4. Golongan fisiologis : biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja dan cara kerja

5. Golongan psikososial : lingkungan kerja yang mengakibatkan stress 2.8 Dasar Hukum

1 Kepmenkes No.1405 Tahun 2002 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri.

2 Peraturan Mentri Lingkungan Hidup No. 05 tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air Limbah “lampiran XII Tentang Air Limbah Bagian Usaha dan atau Kegiatan Industri Textile.

3 Permenkes Republik Indonesia No. 416 tahun 1990 Tentang Persyaratan Kualitas Air Bersih dan Air Minum.

4 Peraturan Mentri kesehatan Republik Iindonesia No. 1096 tahun 2011 Tentang Higiene Sanitasi Jasa Boga.

5 Keputusan Mentri Kesehatan No. 1098 Tahun 2003 Tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran.

6 Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. 7 Undang-Undang No. 36 Tahun 1996 Tentang Kesehatan.

8 Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2001 Tentang Limbah B3.

9 Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 Tentang Pencemaran Udara. 10 Undang- Undang No. 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian.

11 Peraturan Pemerintah No. 20 Tentang Penerapan Sistem Manajemem Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

12 Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Lingkungan.

13 Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 205 Tahun 1996 Tentang Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak.

2.9. Sanitasi Lingkungan Kerja Industri

2.9.1 Pengertian Sanitasi Lingkungan Kerja industri

(15)

perusahaan mempunyai karakteristik mendasar sebagi ilmu kesehatan lingkungan yang menghususkan garapnya untuk mengantisipasi, menegakan, menilai dan mengawasi faktor lingkungan industri atau perusahaan yang akan atau berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat. 2.9.2 Persyaratan Sanitasi Lingkungan Kerja industri

1. Air Bersih A. Pengertian

Air bersih adalah air yang dipergunakan untuk keperluan sehari-hari dan kualitasnya memenuhi persyaratan kesehatan air bersih sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dilengkapi alat pengolah air bersih sesuai dengan kebutuhan.

B. Persyaratan

Tersedia air bersih untuk kebutuhan karyawan dengan kapasitas minimal 60 lt/orang/hari.Kualitas air bersih memenuhisyarat kesehatan yang meliputi persyaratan fisika, kimia, mikrobiologi dan radioaktif sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

C. Tata Cara Pelaksanaan

1) Air bersih untuk keperluan industri dapat diperoleh dari Perusahaan Air Minum (PAM), Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) sumber air tanah atau sumber lain yang telah diolah sehingga memenuhi persyaratan kesehatan.

2) Tersedia air bersih untuk kebutuhan karyawan sesuai dengan persyaratan kesehatan.

3) Distribusi air bersih untuk perkantoran harus menggunakan sistim perpipaan.

4) Sumber air bersih dan sarana distribusinya harus bebas dari pencemaran fisik, kimia dan bakteriologis.

(16)

2. Udara Ruangan

Suhu dan Kelembaban A. Pengertian

Suhu udara adalah besaran yang menyatakan derajat panas dingin suatu benda dan alat yang digunakan untuk mengukur suhu adalah thermometer. Persyaratan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran Dan Industri standar Suhu adalah 18°C – 28°C.

Kelembaban adalah konsentrasi uap air diudara. Alat yang digunakan untuk mengukur kelembaban disebut dengan Hygrometer. Persyaratan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran Dan Industri standart Kelembaban adalah 40 % - 60 % .

Dampak dari suhu dan kelembaban yaitu jika kelembaban relative rendah < 20% dapat menyebabkan kekeringan selaput lendir membran.Jika kelembaban >60% dapat menjadi tempat pertumbuhan bakteri.Sedangkan suhu jika lebih dari 28˚C menyebabkan dehidrasi bagi pekerja.

B. Tata Cara Pelaksanaan

Agar ruang kerja industri memenuhi persyaratan kesehatan perlu dilakukan upaya-upaya sebagai berikut :

1) Tinggi langit-langit dari lantai minimal 2,5 m

2) Bila suhu udara > 30⁰Cperlu menggunakan alat penata udara seperti Air Conditioner (AC), kipas angin, dll

3) Bila suhu udara luar <18⁰C perlu menggunakan alat pemanas ruang (heater).

(17)

5) Bila kelembaban udara ruang kerja < 65 % perlu menggunakan humidifier (misalnya : mesin pembentuk aerosol).

Debu

A. Pengertian

Debu adalah partikel padat yang dapat dihasilkan oleh manusia atau alam dan merupakan hasil dari proses pemecahan suatu bahan. Debu merupakan partikel-partikel zat padat yang disebabkan oleh kekuatan-kekuatan alami atau mekanis seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan dan lain-lain dari bahan-bahan baik organik maupun anorganik, misalnya batu, kayu, arang batu, bijih logam dan sebagainya. Debu juga merupakan salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang melayang di udara (Suspended Particulate Matter / SPM) dengan ukuran 1 mikron sampai dengan 500 mikron.

B. Persyaratan

Kandungan debu maksimal didalam udara ruangan dalam pengukuran rata-rata 8 jam adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1

Persyaratan Konsentrasi Debu Maksimal No. Jenis Debu Konsentrasi Maksimal

1. Debu total 10 mg/m3

2. Asbes bebas 5 serat/ml udara dengan panjang serat 5 µ (Mikron) 3. Silicat total 50 mg/m3

Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1405/Menkes/Sk/Xi/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri

C. Tata Cara Pelaksanaan

(18)

a. Pada sumber dilengkapi dengan penangkap debu (dust enclosure).

b. Untuk menangkap debu yang timbul akibat proses produksi, perlu dipasang ventilasi lokal (lokal exhauster) yang dihubungkan dengan cerobong dan dilengkapi dengan penyaring debu (filter).

c. Ruang proses produksi dipasang dilusi ventilasi (memasukkan udara segar).

3. Limbah A. Pengertian

Pengertian limbah berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 18/1999 Jo.PP 85/1999, limbah didefinisikan sebagai sisa atau buangan dari suatu usaha dan/atau kegiatan manusia.

Limbah merupakan suatu barang (benda) sisa dari sebuah kegiatan produksi yang tidak bermanfaat/bernilai ekonomi lagi. Limbah sendiri dari tempat asalnya bisa beraneka ragam, ada yang limbah dari rumah tangga, limbah dari pabrik-pabrik besar dan ada juga limbah dari suatu kegiatan tertentu.

B. Persyaratan

1. Limbah padat domestik Pengumpulan, pengangkutan dan pemusnahan sampah domestik harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Limbah cair Kualitas limbah cair hasil proses pengolahan harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3)

4. Penanganan limbah B3 harus sesuai dengan perturan perundang-undangan yang berlaku.

5. Limbah gas emisi limbah gas harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(19)

a) Limbah padat yang dapat dimanfaatkan kembali dengan pengolahan daur ulang dan pemanfaatan sebagian (Re-use, recycling, recovery) agar dipisahkan dengan limbah padat yang non B3.

b) Limbah B3 dikelola ke tempat pengolahan limbah B3 sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c) Limbah radioaktif dikelola sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2) Limbah cair

a) Saluran limbah cair harus kedap air, tertutup, limbah cair dapat mengalir dengan lancar dan tidak menimbulkan bau.

b) Semua limbah cair harus dilakukan pengolahan fisik, kimia atau biologis sesuai kebutuhan

4. Pengelolaan Sampah Organik dan Anorganik 1) Jenis dan Sumber Sampah

Pada umumnya jenis sampah di industri terdiri dari sampah domestik, sampah komersial, sampah-sampah yang berasal dari perkantoran, Bahan Beracun Berbahaya (B3). Sedangkan sumber sampah diantaranya berasal dari kantor, ruang produksi, kantin, gudang, ruang tunggu, dan sebaginya.

2) Tahap pengumpulan dan pengangkutan ( Collection Phase )

Pengumpulan sampah adalah kegiatan yang tidak hanya proses pengumpulan atau pengambilan sampah dari berbagai sumbernya, tetapi termasuk pengangkutannya sampai ke tempat-tempat untuk mengosongkan alat pengumpul sampah. Sistem pengumpul sampah dapat dilakukan dengan menggunakan gerobak pengangkut sampah dari sumber sampah sampai ke TPS dan ke alat pengangkut yang lebih besar, harus memiliki persyaratan sebagai berikut :

(20)

kurang dari yang dibutuhkan untuk mengangkut sampah tersebut agar tidak terjadi penumpukan sampah bila tidak diangkut oleh truk pengangkut sampah.

b. Dinding bagian dalam gerobak, harus dilapisi seng atau terbuat dari bahan logam (Anti Karat ).

c. Konstruksi kuat tidak bocor dan ada penutup atau pintu untuk membongkar sampah dan selesai dipakai harus segera dibersihkan.

d. Untuk petugas yang melayani harus disediakan Alat Pelindung Diri (APD), minimal terdiri dari : Pakaian kerja, sarung tangan, masker, topi, sepatu boots.

3) Tahap Penyimpanan Sementara (Storage Phase)

Sampah yang dihasilkan dari industri dipisahkan antara B3 dan Non B3.Setelah itu, untuk sampah Non B3 dibuang ke Tempat pengelolaan sampah untuk dimanfaatkan kembali. Hal yang mendapat perhatian dalam tahap penyimpanan ini adalah pemilihan tong atau kontainer yang baik, penempatan dan pemeliharaannya, antara lain :

a. Tong atau kontainer sampah yang baik. b. Harus terbuat dari bahan yang kedap air

c. Harus dalam konstruksi atau struktur yang kuat, sehingga tahan terhadap perlakuan kasar atau tidak mudah rusak.

d. Tahan terhadap korosif

e. Diperlengkapi dengan tutup yang rapat

f. Diberikan label dan warna yang berbeda sesuai jenis sampah 4) Pembuangan Akhir/Pemusnahan dan Pemanfaatan Kembali

Pembuangan atau pemusnahan akhir dapat dilakukan melalui insenerator dan TPA. Selain itu, sampah juga dapat dimanfaatkan kembali menjadi barang yang berguna sehingga dapat mengurangi kuantitas sampah.

(21)

Pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif.

B. Persyaratan

Tabel 2.2

Baku Mutu Tingkat Intensitas Pencahayaan

Jenis Kegiatan

& terus menerus 200

Pekerjaan dengan mesin dan perakitan kasar. Pekerjaan rutin 300

R. administrasi, R. Kontrol, pekerjaan mesin & perakitan/penyusun.

Pekerjaan agak

halus 500

Pembuatan gambar atau bekerja dengan mesin kantor

pekerja pemeriksaan atau pekerjaan dengan mesin.

Pekerjaan halus 1000

Pemilihan warna, pemprosesan tekstil, pekerjaan mesin halus &

(22)

bayangan dan perakitan yang sangat halus.

Pekerjaan terinci

3000 Tidak menimbulkan

bayangan

Pemeriksaan pekerjaan, perakitan sangat halus. Sumber KepMenKes RI No 1405/MenKes/Sk/XI/2002

C. Tata Cara Pelaksanaan

Agar pencahayaan memenuhi persyaratan kesehatan perlu dilakukan tindakan sebagai berikut :

a. Pencahayaan alam maupun buatan diupayakan agar tidak menimbulkan kesilauan dan memilki intensitas sesuai dengan peruntukannya.

b. Kontras sesuai kebutuhan, hindarkan terjadinya kesilauan atau bayangan.

c. Untuk ruang kerja yang menggunakan peralatan berputar dianjurkan untuk tidak menggunakan lampu neon.

d. Penempatan bola lampu dapatmenghasilkan penyinaran yang optimum dan bola lampu sering dibersihkan.

e. Bola lampu yang mulai tidak berfungsi dengan baik segera diganti. 6. Kebisingan

A. Pengertian

Berdasarkan SK Menteri Negara Lingkungan Hidup No.Kep.Men 48/MENLH/11/1996, kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan, termasuk ternak, satwa, dan sistem alam. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki dan dapat mengganggu kesehatan, kenyamanan serta dapat menimbulkan ketulian.

(23)

Tingkat pajanan kebisingan maksimal selama 1 (satu) hari pada ruang proses adalah sebagai berikut :

Tabel 2.3

Persyaratan Pajanan Kebisingan Maksimal Selama 1 Hari N

o

Tingkat Kebisingan (dBA) Pemaparan harian

1 85 8 jam

2 88 4 jam

3 91 2 jam

4 94 1 jam

5 97 30 menit

6 100 15 menit

Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1405/Menkes/Sk/Xi/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri

C. Tata Cara Pelaksanaan

Agar kebisingan tidak mengganggu kesehatan atau membahayakan perlu diambil tindakan sebagai berikut :

a. Pengaturan tata letak ruang harus sedemikian rupa agar tidak menimbulkan kebisingan.

b. Sumber bising dapat dikendalikan dengan cara antara lain : meredam, menyekat, pemindahan, pemeliharaan, penanaman pohon, membuat bukit buatan, dan lain-lain.

7. Getaran A. Pengertian

Menurut Keputusan Mentri No. 51 Tahun 1999 getaran adalah gerakan yang teratur dari benda atau media dengan arah bolak-balik dari kedudukan keseimbangan. Sedangkan menurut Sugeng Budiono tahun 2003, getaran terjadi saat mesin atau alat dijalankan dengan motor, sehingga pengaryhnya bersifat mekanis.

(24)

Tingkat getaran maksimal untuk kenyamanan dan kesehatan karyawan pada masing-maing ruangan lingkungan industri sebagai berikut:

Tabel 2.4

Persyaratan Tingkat Getaran Maksimal No

.

Frekuens i

Tingkat Getaran Maksimal (dalam mikron = 106 M)

1 4 >100

2 5 >80

3 6,3 >70

4 8 >50

5 10 >37

6 12,5 >32

7 16 >25

8 20 >20

9 25 >17

10 31,5 >12

11 40 >9

12 50 >8

13 63 >6

Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

(25)

C. Tata Cara Pelaksanaan

Agar getaran tidak mengganggu kesehatan atau membahayakan perlu diambil tindakan sebagai berikut :

a. Melengkapi ruang kerja dengan peredam getar. b. Memperbaiki/memelihara sistem penahan getaran.

c. Mengurangi getaran pada sumber, misalnya dengan memberi bantalan pada sumber getaran.

8. Radiasi A. Pengertian

Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk panas, partikel atau gelombang elektromagnetik/cahaya (foton) dari sumber radiasi. Ada beberapa sumber radiasi yang kita kenal di sekitar kehidupan kita, contohnya adalah televisi, lampu penerangan, alat pemanas makanan (microwave oven), komputer, dan lain-lain. Radiasi dalam bentuk gelombang elektromagnetik atau disebut juga dengan foton adalah jenis radiasi yang tidak mempunyai massa dan muatan listrik. Misalnya adalah gamma dan sinar-X, dan juga termasuk radiasi tampak seperti sinar lampu, sinar matahari, gelombang microwave, radar dan handphone, (BATAN, 2008)

B. Persyaratan

Tingkat pajanan oleh radiasi medan listrik dan medan magnit listrik adalah sebagai berikut :

1. Medan listrik :

a. Sepanjang hari kerja : maksimal 10 kV/m. b. Waktu singkat sampai dengan 2 jam per hari : maksimal 30 kV/m. 2.Medan magnit listrik :

(26)

C. Tata Cara Pelaksanaan

a. Pencegahan terhadap radiasi medan listrik

b. Merancang instalasi yang sesuai dengan peraturan

c. Menyediakan alat pelindung (isolasi) radiasi pada sumber d. Pencegahan terhadap radiasi medan magnet listrik :

1. Lokasi perkantoran jauh/tidak berada dibawah Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUT) atau Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), jarak vertikal bangunan dari sumber maksimal 10 m dan jarak horisontal minimal 20 m.

2. Untuk pengguna kabel umum tegangan menengah tidak dipergunakan sebagai tempat kerja (20 kV)

9. Vektor Penyakit A. Pengertian

a. Vektor adalah artropoda yang dapat menularkan,memindahka dan/atau menjadi sumber penular penyakit terhadap manusia.

b. Pengendalian vektor adalah semua kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk menurunkan populasi vektor serendah mungkin sehingga keberadaannya tidak lagi berisiko untuk terjadinya penularan penyakit tular vektor di suatu wilayah atau menghindari kontak masyarakat dengan vektor sehingga penularan penyakit

tular vektor dapat dicegah. B. Persyaratan

1) Serangga penular penyakit

a. Indeks lalat : maksimal 8 ekor/fly grill (100 x 100 cm) dalam pengukuran 30 menit.

b. Indeks kecoa : maksimal 2 ekor/plate (20 x 20 cm) dalam pengukuran 24 jam.

c. Indeks nyamuk Aedes aegypty container indeks tidak melebihi 5%.

(27)

Setiap ruang kerja industri harus bebas tikus. C. Tata Cara Pelaksanaan

a. Pengendalian secara fisika

1) Konstruksi bangunan tidak memungkinkan masuk dan

berkembang biaknya vektor danreservoar penyakit kedalam ruang kerja dengan memasang alat yang dapat mencegah masuknya serangga dan tikus.

2) Menjaga kebersihanlingkungan, sehingga tidak terjadi penumpukan sampah dan sisa makanan.

3) Pengaturan peralatan dan arsip secara teratur. 4) Meniadakan tempat perindukan serangga dan tikus. b. Pengendalian dengan bahan kimia

Yaitu dengan melakukanpenyemprotan, pengasapan, memasang umpan, membubuhkan abate pada tempat penampungan air bersih. c. Pengendalian penjamu dengan listrik frekwensi tinggi.

d. Cara mekanik dengan memasang perangkap.

10. Ruang dan Bangunan A. Persyaratan

Bangunan harus kuat, terpelihara, bersih dan tidak memungkinkan terjadinya gangguan kesehatan dan kecelakaan. 1. Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata,

dan tidak licin, pertemuan antara dinding dengan lantai berbentuk conus.

2. Dinding harus rata, bersih dan berwarna terang, permukaan dinding yang selalu terkena percikan air terbuat dari bahan yang kedap air.

3. Langit-langit harus kuat, bersih, berwarna terang, ketinggian minimal 3,0 m dari lantai.

(28)

11. Toilet

A. Pengertian

Toilet adalah sarana sanitasi di industri yang meliputi kamar mandi, WC, dan westafel yang disediakan atau dipergunakan oleh karyawan selama jam kerja.

B. Persyaratan

Toilet karyawan wanita terpisah dengan toilet untuk karyawan pria. Setiap industri harus memiliki toilet dengan jumlah wastafel, jamban dan peturasan minimal sepertipada tabel-tabel berikut :

a. Untuk Karyawan Pria :

Tabel 2.5

Persyaratan Jumlah Toilet Karyawan Pria No

Setiap penambahan 40-100 karyawan harus ditambah saru kamar mandi, satu jamban, dan satu peturasan

Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/Menkes/Sk/Xi/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri

b. Untuk karyawan wanita :

Tabel 2.6

(29)

No. Jumlah Karyawan Jumlah Kamar Mandi

Jumlah Jamban

Jumlah Wastafel

1. S/d 20 1 1 2

2. 21 s/d 40 2 2 3

3. 41 s/d 70 3 3 5

4. 71 s/d 100 4 4 6

5. 101 s/d 140 5 5 7

6. 141 s/d 180 6 6 8

Setiap penambahan 40-100 karyawan harus ditambah satu kamar mandi, satu jamban, dan satu peturasan

Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/Menkes/Sk/Xi/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri

C. Tata Cara Pelaksanaan

a. Toilet harus dibersihkan minimal 2 kali sehari.

b. Tidak menjadi tempat berkembang biaknya serangga dan tikus. 12. Instalasi

A. Pengertian

Instalasi adalah penjaringan pipa/kabeluntuk fasilitas listrik, air limbah, air bersih, telepon dan lain-lain yang diperlukan untuk menunjang kegiatan industri.

B. Persyaratan

1) Instalasi listrik, pemadam kebakaran,air bersih, air kotor, air limbah, air hujan harus dapat menjamin keamanan sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku.

2) Bangunan kantor yang lebih tinggi dari 10 meter atau lebih tinggi dari bangunan lain disekitarnya harus dilengkapi dengan penangkal petir.

C. Tata Cara Peaksanaan

(30)

2) Diupayakan agar tidak terjadihubungan silang dan aliran balik antara jaringan distribusi air limbah dengan air bersih sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3) Jaringan Instalasi agar ditata sedemikian rupa agar memenuhi syarat estetika.

4) Jaringan Instalasi tidak menjadi tempat perindukan serangga dan tikus.

5) Pengoperasian instalasi sesuai dengan prosedur tetap yang telah ditentukan.

6) Konstruksi instalasi diupayakan agar sesuai dengan standard desain yang berlaku.

13. Makanan dan Minuman A. Pengertian Makanan

Makanan menurut WHO merupakan semua substansi yang diperlukan oleh tubuh kecuali air, obat, dan substansi lain yang digunakan untuk pengobatan.

Makanan menurut Departemen Kesehatan (DEPKES) merupakan semua keadaan baik dalam bentuk alami/buatan yang dimakan kecuali air dan obat-obatan.

B. Syarat Bahan Makanan

a. Bahan makanan dalam kondisi baik, tidak rusak, dan tidak membusuk.

b. Bahan makanan berasal dari sumber resmi yang terawasi.

c. Bahan makanan kemasan, bahan tambahan makanan dan bahan penolong memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

d. Bahan makanan terolah seperti mie instan, sarden, susu kental sesuai persyaratan kesehatan.

e. Aman, bebas dari cemaran mikroorganisme, kimia dan fisik.

(31)

C. Pengaruh Lingkungan Terhadap Makanan

Lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas makanan.Dari sudut kesehatan lingkungan pengaruh makanan dan minumanterhadap kesehatan yang harus diperhatikan adalah peranan makanan dan minuman sebagai vektor atau agen penyakit yang ditularkan melalui makanan dan minuman . Makanan dan minuman disini secara umum adalah semua bahan , baik dalam bentuk alamiah maupun buatan kecuali air dan obat-obatan.(Depkes RI,1994)

Bermacam-macam penyakit dapat ditularkan melalui makanan ,oleh karena keadaan lingkungan yang kurang baik . Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi makanan dan minuman dapat digolongkan menjadi 3 golongan ,yaitu:

1. Lingkungan Fisik

Lingkungan fisi meliputi air,tanah ,udara,dan suhu. 2. Lingkungan Kimia

Lingkungan kimia meliputi: Pestisida ,food additive(BTM),antibiotika dan logam-logam.

3. Lingkunan Biologi

Lingkungan Biologi meliputi : jasad renik, tumbuh-tumbuhan,hewan dan manusia . (Buckle,1987)

2.10 Alat Pelindung Diri

Alat Pelindung Diri menurut peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi republik indonesia nomor per.08/men/vii/2010 tentang alat pelindung diri adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja.

Kelebihan dan Kekurangan APD: A. Kekurangan :

(32)

2) Fungsi dari APD ini hanya untuk mengurangi akibat dari kondisi yang berpotensi menimbulkan bahaya bukan untuk menyelamatkan nyawa.

3) Tidak menjamin pemakainya bebas kecelakaan karena hanya melindungi bukan mencegah

4) Cara pemakaian APD yang salah karena kurangnya pengetahuan tentang penggunaan APD yang baik dan benar, APD yang tidak memenuhi syarat standar karena perawatannya tidak baik dan kualitasnya buruk .

5) APD yang sangat sensitif terhadap perubahan tertentu

6) APD yang mempunyai masa kerja tertentu,seperti kanister,filter (digunakan untuk menahan frekuensi tertentu pada tahanan yang berubah dan lain-lain ) dan penyerap (cartridge).

7) APD dapat menularkan penyakit bila dipaai bergantti-ganti B. Kelebihan :

1) Mengurangi resiko akibat kecelakaan kerja yang terjadi baik sengaja maupun tidak disengaja.

2) Melindungi seluruh / sebagian tuuhnya pada kecelakaan

3) Sebagai usaha terakhir apabila sistem pengendalian teknik dan administrasi tidak berfungsi dengan baik

4) Memberikan perlindungan bagi tenaga kerja di tempat kerja agar terlindungi dari bahaya kerja.

1. Macam – macam Alat Pelindung Diri A. Safety Helmet (Helm Pengaman )

(33)

selalu dilakukan. Helm yang dipakai harus tahan terhadap benda keras dan fleksibel seperti shock breaker menahan goncangan.

B. Safety Gloves (sarung tangan pengaman)

Sarung tangan dapat melindungi dari terkena kontak langsung dengan bahan beracun, dan melindungi tangan dan kulit dari terkena material tajam atau menghindari lecek karena mengoperasikan alat. Sebelum menggunakan sarung tangan, tangan harus bersih, kering, dan periksa sarung tangan jangan sampai menimbulkan efek bahay pada tangan.

C. Safety Shoes (Sepatu Pengaman)

Sepatu pengaman mencegah terjadinya cedera kaki akibat benda jatuh, mecegah cedera terjepit benda berat, mencegah terjadinya ancaman bahaya dari segala penjuru termasuk sengatan ular dan serangga berbisa, paku, jarum, atau barang-barang tajam lainnya.

D. Safety Googles (Kacamata Pengaman)

Ada banyak macam desain safety goggles, akan tetapi harus disesuaikan dengan indikasi pemakaian. Setiap jenis alat ada indikasi tentang penggunaan alat untuk keperluan-keperluan tertentu. Penggunaan alat ini untuk mencegah cedera dari arah depan dan berbagai jurusan. Indikasi pemakaian biasanya untuk pengelasan atau welding, scaling, grinding, pekerjaan kayu, operasi mesin, dan lain-lain. Frame kacamata terbuat dari plastik.

E. Ear Plugs dan Ear Muff

Alat ini digunakan pada saat bekerja di tempat yang penuh dengan suara bising atau intensitas suara tinggi seperti suara yang ditimbulkan oleh mesin danlain-lain

(34)

Baju Pelindung Badan ini digunakan untuk keperluan penanganan bahan-bahan kimia berbahaya.

G. Safety Belt / Harness (Sabuk Pengaman dan Tali kekang )

Alat pengaman ini digunakan untuk bekerja di ketinggian seperti pengecetan/perawatan/perbaikan gedung atau menara, penanganan listrik di atas tiang, dan lain sebagainya.

H. Gas Respirators (Alat Pernafasan)

Alat pernafasan diperlukan dalam keadaan darurat yaitu apabila udara terkontaminasi gas-gas berbahaya. Industri sebagaimana yang kita ketahui, dapat menghasilkan kontaminan udara seperti kegiatan welding/pengelasan, grinding, metal casting, polishing, spraying, dan migas. Tipe-tipe kontaminan terdiri dari debu, mist, fume (uap logam yang keluar ketika pengelasan, atau kegiatan pemanasan logam lainnya), gas, vapor, asap, aerosol (gas hasil penyemprotan), dan lain-lain. Ada banyak tipe respirator, yaitu; Air Purifer Respirator, Atmosphere supplied respirator, dan Self Contained Breathing Apparatus (SCBA).

2.10 Faktor Lingkungan Kerja 1. Kebisingan

A. Definisi Kebisingan

Berdasarkan Keputusan Menteri Republik Indonesia NOMOR 1405/MENKES/SK/XI/2002 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkanttoran dan Industri, Kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki sehingga menggangggu atau membahayakan kesehatan.

B. Gangguan Pendengaran

(35)

Normal : Tidak mengalami kesulitan dalam percakapan biasa (6m) Sedang : Kesulitan dalam percakapan sehari-hari mulai jarak >1,5

m

Menengah : Kesulitan dalam percakapan keras sehari-hari mulai jarak >1,5 m

Berat : Kesulitan dalam percakapan keras / berteriak mulai jarak >1,5 m

Sangat berat : Kesulitan dalam percakapan keras / berteriak mulai jarak >1,5 m

Tuli Total : Kehilangan kemampuan pendengaran dalam berkomunikasi Menurut ISO derajat ketulian adalah sebagai berikut :

1. Jika peningkatan ambang dengar antara 0 - < 25 dB, masih normal

2. Jika peningkatan ambang dengar antara 26 - 40 dB, disebut tuli ringan

3. Jika peningkatan ambang dengar antara 41 - 60 dB, disebut tuli sedang

4. Jika peningkatan ambang dengar antara 61 – 90 dB, disebut tuli berat

5. Jika peningkatan ambang dengar antara > 90 dB, disebut tuli sangat berat

C. Mengukur Tingkat Kebisingan

Untuk mengetahui intensitas bising di lingkungan kerja, digunakan Sound Level Meter.Untuk mengukur nilai ambang batas pendengaran digunakan Audiometer. Untuk menilai tingkat pajanan pekerja lebih tepat digunakan Noise Dose Meter Karen apekerja umumnya tidak menetap pada suatu tempat kerja selam 8 jam ia bekerja. Nilai ambang batas (NAB) intensitas bising adalah 85 dB dan waktu bekerja maksimum adalah8 jam per hari.

(36)

Nilai ambang batas kebisingan adalah angka yang dianggap aman untuk sebagian besra tenaga kerja bila bekerja 8 jam/hari atau 40 jam/minggu. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kopersi No. SE-01/MEN/1978, Nilai Ambang Batas untuk kebisingan di tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan nilai rata-rata yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar tetap untuk waktu terus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari atau 40 jam seminggunya.

D. Jenis Kebisingan

Berdasarkan sifat dan spectrum frekuensi bunyi, bising dapat dibagi atas :

1. Bising yang kontinyu dengan spectrum frekuensi yang luas. Frekuensi bising ini kurang lebih 5 dB untuk periode 0,5 detik berturut-turut,.misalnya mesin, kipas angin, dapur pijar.

2. Bising yang kontinyu dengan spectrum frekuensi yang sempit. Frekuensi 500, 1000, dan 4000 Hz, misalnya gergaji serkuler, katup gas.

3. Bising terputus-putus (Intermitten), misalnya suara lalu lintas, kebisingan di lapangan terbang.

4. Bising Impulsif, misalnya tembakan, suara ledakan mercon, meriam.

5. Bising Impulsif berulang, misalnya mesin tempa. E. Pengaruh Bising Terhadap Tenaga Kerja

Bising menyebabkan berbagai gangguan terhadap tenaga kerja, seperti gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian, atau ada ynag menggolongkan gangguannya berupa gangguan auditory, misalnya gangguan terhadap pendengaran dan gangguan non auditory seperti komunikasi terganggu, ancaman bahay keselamatan, menurunnya performance kerja, kelelahan dan stress.

a. Tuli Sementara (Temporary Treshold Shift = TTS)

(37)

sementara. Biasanya waktu pemaparannya terlalu singkat. Apabila kepada tenaga kerja diberikan waktu istirahat secara cukup, daya dengarnya akan pulih kembali kepada ambang dengar semula dengar sempurna.

b. Tuli menetap (Permanent Treshold Shift = TTS)

Biasanya akibat waktu paparan yang lama (kronis). Besarnya PTS dipengaruhi oleh factor-faktor berikut :

1. Tingginya level suara 2. Lama pemaparan 3. Spektrum suara

4. Temporal pattern, bila kebisingan yang kontinyu maka kemungkinan terjadinya TTS akan lebih besar

5. Kepekaan individu

6. Pengaruh obat-obatan, beberapa obat dapat memperberat (pengruh synergistic) ketulian apabila diberikan bersamaan dengan kontak suara. Misalnya quinine, aspirin, streptomycin, kansmycin dan beberapa obat lainnya

7. Keadaan kesehatan

F. Faktor yang Berpengaruh Terhadap Ketulian

Sebenarnya ketulian dapat disebabkan oleh pekerjaan (occupational hearing loss), misalnya akibat kebisingan, trauma akustik, dapat pula disebabkan oleh bukan karena kerja (non-occupational hearing loss).

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ketulian akibat kerja (occupational loss), adalah sebagai berikut :

1) Intensitas suara yang terlalu tinggi 2) Usia karyawan

3) Ketulian yang sudah ada sebelum bekerja (Pre-employment hearing impairment).

(38)

6) Jarak dari sumber suara

7) Gaya hidup pekerja di luar tempat kerja 2. Pencahayaan

A. Pengertian Pencahayaan

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia NOMOR 1405/MENKES/SK/XI/2002 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, Pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif.

B. Pengendalian Pencahayaan

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia NOMOR 1405/MENKES/SK/XI/2002 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri ,Agar Pencahayaan memenuhi persyaratan kesehatan perlu dilakukan tindakan sebagai berikut:

1. Pencahayaan alam maupun buatan diupayakan agar tidak menimbulkan kesilauan dan memilki intensitas sesuai dengan peruntukannya.

2. Kontras sesuai kebutuhan, hindarkan terjadinya kesilauan atau bayangan.

3. Untuk ruang kerja yang menggunakan peralatan berputar dianjurkan untuk tidak menggunakan lampu neon.

4. Penempatan bola lampu dapat menghasilkan penyinaran yang optimum dan bola lampu sering dibersihkan

5. Bola lampu yang mulai tidak berfungsi dengan baik segera diganti.

(39)

Pencahayaan yang teerlalu tinggi dapat mengakibatkan ketidaknyamanan pada indera penglihatan dan mudah membuat mata lelah serta bisa membuat kepala terasa pusing,begitu juga jika pencahayaan dalam ruangan itu kurang akan membuat kesulitan pada saat bekerja dikarenakan daya menglihat menjadi kurang.

D. Cara Penanggulangan Pencahayaan

Untuk mengurangi kelelahan akibat dari penerangan yang kurang dikaitkan dengan objek dan umur pekerja ini dapat dilakukan hal – hal sebagai berikut :

a. Perbaikan kontras dimana warna objek yang dikerjakan kontras dengan latar belakang objek tersebut misalnya : cat tembok disekeliling tempat kerja harus berwarna kontras dengan warna objek yang dikerjakan

b. Meningkatkan penerangan, sebaiknya dua kali dari penerangan di luar tempat kerja

c. Pengaturan tenaga kerja dalam ship sesuai dengan umur masing – masing tenaga kerja.

Disamping akibat-akibat pencahayaan yang kurang seperti diatas, penerangan atau pencahayaan baik kurang maupun cukup kadang-kadang juga menimbulkan masalah apabila pengaturannya kurang baik yakni silau, silau juga menjadi bahan tambahan bagi pekerja maka harus dilakukan pengaturan atau dicegah.Pecegahan silau dapat dilakukan antara lain:

a. Pemulihan jenis lampu yang tepat misalnya neon.

b. Menempatkan sumber-sumber cahaya/penerangan sedemikian rupa sehingga tidak langsung mengenai bidang yang mengkilap.

(40)

d. Penggunaan alat-alat pelapis bidang yang tidak mengkilap e. Mengusahakan agar tempat-tempat kerja agar tidak

terhalang oleh bayangan suatu benda.

Penerangan yang silau buruk (kurang maupun silau) dilingkungan kerja akan menyebabkan hal-hal sebagai berikut:

a. Kelelahan mata yang akan berakibat berkurangnya daya dan efisiensi kerja

b. Kelemahan mental

c. Kerusakan alat penglihatan (mata).

d. Keluhan pegal didaerah mata dan sakit kepala disekitar mata.

e. Meningkatnya kecelakaan kerja.

Sehubungan hal-hal tersebut diatas maka dalam mendirikan bangunan tempat keja (pabrik, kantor, sekolahan, dsb) sebaiknya mempertimbangkan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

a. Jarak antara gedung dan bangunan lain tidak menggangu masuknya cahaya matahari ketempat kerja.

b. Jendela-jendela dan lubang angin untuk masuknya cahaya matahari harus cukup, seluruhnya sekurang-kurangnya 1/6 dari luas bangunan .

c. Apabila cahaya matahari tidak mencukupi ruangan tempat kerja, harus diganti dengan penerangan lampu yang cukup. d. Penerangan tempat kerja tidak menimbulkan suhu ruangan

panas (tidak melebihi 32oC).

(41)

harus menghasilkan daya penerangan yang tetap dan menyebar serta tidak berkedip-kedip.

C. Suhu dan Kelembaban 1. Suhu

Tekanan panas di suatu lingkungan kerja merupakan perpaduan antara faktor iklim: suhu udara, kelembaban, radiasi dan kecepatan angin dan faktor non-iklim: panas metabolisme tubuh, pakaian kerja dan tingkat aklimatisasi (Widarto, 1991).Pencegahan terhadap tekanan panas (Phoon, 1988 )

Dua faktor yang memiliki pengaruh yang besar tehadap suhu ditempat kerja adalah sifat kerja yang dilakukan dan lamanya kerayawan mengalami suhu eksterm itu. Pada pekerjaan mental dan kognitif subjek yang bekerja dibawah pengaruh suhu tinggi yang berkepanjangan mebuat lebih banyak kesalahan dibandingkan dengan subjek yang berada dibawah suhu yang lebih rendah. Akan tetapi pada pekerjaan manual biasanya akan lebih terpengaruh oleh suhu yang sangat dingin.

2. Kelembaban

Kelembaban adalah salah satu indikator udara fisik yang sangat mempengaruhi akan tenaga kerja terutama suasana kenyamanan, karena jika kelembaban terlalu tinggi maka akan menyebabkan udara terlalu basah, sebaliknya, jika kelembaban terlalu rendah maka akan menyebabkan udara terlalu kering an panas.

3. Dampak Suhu Dan Kelembaban

(42)

4. Pengendalian Suhu dan Kelembaban

Agar ruang kerja perkantoran memenuhi persyaratan kesehatan perlu dilakukan upaya-upaya sebagai berikut :

a. Tinggi langit-langit dari lantai minimal 2,5 m. b. Bila suhu udara > 30 0C perlu menggunakan alat

penata udara seperti Air Conditioner (AC), kipas angin, dll.

c. Bila suhu udara luar < 180C perlu menggunakan pemanas ruang.

d. Bila kelembaban udara ruang kerja > 95 % perlu menggunakan alat dehumidifier.

e. Bila kelembaban udara ruang kerja < 65 % perlu menggunakan humidifier (misalnya : mesin pembentuk aerosol).

2.11 Industri Tekstil

Industri tekstil dan produk tekstil merupakan salah satu industri yang di prioritaskan untuk dikembangkan karna memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional ,yaitu sebagai penyumbang devisa negara, menyerap tenaga kerja dalam jumlah cukup besar,dan sebagai industri yang diandalkan untuk memenuhi kebutuhan sandang nasional. Proses produksi yang berlangsung dalam industri tekstil sangat bervariasi tergantung pada bahan baku tekstil yang akan dipergunakan dan kualitas tekstil yang diharapkan. Serat diproses untuk menghasilkan produk akhir. Proses ini meliputi pengambilan kotoran dari wol dan kapas (debu, pasir dan minyak), pengambilan impurities (sizing, bahan-bahan kimia yang mengotori), pewarnaan serat dengan zat warna (dyeing), dan finishing untuk mendapatkan hasil tertentu.

(43)

dimaksud proses basah adalah suatu proses yang banyak melibatkan air. Sedangkan proses kering adalah suatu proses yang tidak melibatkan air.

(44)

BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 RancanganPenelitian 3.1.1 Populasi

Menurut Sugiyono populasi adalah suatu wilayah yang bersifat general yang terdiri dari subjek atau objek dengan karakteristik tertentu (2005:90)

Populasi lingkungan dalam kegiatan ini adalah bangunan, sarana dan prasarana di wilayah lingkungan kerja PT. Tisula Textile Industries, aspek lingkungan udara, air bersih, air limbah, makanan dan minuman serta vektor. Sedangkan populasi manusia adalah seluruh karyawan yang berada di PT. Trisula Textile Industries dengan jumlah karyawan sebanyak 720 orang.

3.1.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang dianggap mewakili populasinya (Notoatmodjo, 2010). Dalam observasi ini, yang dijadikan sampel yaitu sebagian dari populasi di PT. Trisula Textile Industries yang meliputi sampel lingkungan dan manusia.

1. Sampel lingkungan meliputi : a. Prasarana dan Bangunan

1) Seluruh bangunan yang digunakan untuk proses produksi 2) Mushola

3) Toilet 4) Kantin 5) Dapur

(45)
(46)

c. Lingkungan

Observasi Sanitasi Lingkungan Industri mengacu kepada Kepmenkes RI No. 1405 tahun 2002 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, yang meliputi:

1) Pengukuran Kualitas Lingkungan Fisik a. Pencahayaan Ruangan

Lokasi sampel pengukuran pencahayaan dilakukan pada ruang produksi weaving dan Sizing

b. Kebisingan

Lokasi sampel pengukuran kebisingan dilakukan pada ruang produksi weaving, sizing, dan twisting.

c. Getaran

Lokasi sampel pengukuran getaran dilakukan pada ruang produksi weaving

d. Suhu dan Kelembaban

Lokasi sampel pengukuran suhu dan kelembaban dilakukan pada ruuang produksi sizing , twisting, dan weaving

2) Pengukuran Kualitas Kimia

Pengambilan sampel untuk pengukuran kualitas kimia dilakukan pada kran air bersih terjauh, kran air bersih terdekat, dan air minum. 3) Pengelolaan Limbah di PT.Trisula Textile Industries.

Kami hanya mengambil sampel limbah cair di tempat pengelolaan limbah yaitu IPAL.

4) Pengelolaan Makanan dan Minuman PT. Trisula Textile Industries. Pengambilan sampel dan observasi dilakukan di tempat pengolahan makanan yaitu dapur.

5) Pengendalian Vektor dan Binatang Pengganggu PT. Trisula Textile Industries

Observasi untuk pengendalian vektor dan binatang penggangu dilakukan di dapur, gudang, dan TPS.

3.2.2. Menentukan Jumlah Titik Pengukuran 1. Twisting

(47)

2. Sizing

a. Titik koordinat pengukuran kebisingan, suhu dan kelembaban

b. Titik koordinat pengukuran itensitas cahaya ruang produksi

(48)

3. Weaving

a. Titik koordinat pengukuran getaran

b. Titik koordinat pengukuran kebisingan, suhu dan kelembaban

c. Titik koordinat pengukuran intensitas cahaya ruang produksi

(49)

a. Titik Koordinat pengukuran intensitas cahaya meja kerja

5. Macher Color

a. Titik koordinat pengukuran intensitas cahaya meja kerja

6. TPS PT. Trisula Textile Industries

a. Titik koordinat pengukuran kepadatan lalat

Keterangan:

= Sumber sampah

(50)

a. Titik koordinat pengukuran kepadatan lalat

= Sumber sampah

8. Pengambilan Sampel air Bersih

= Sumber Air Bersih

3.2.3. Lokasi dan Waktu Pengambilan Sampel

Kami melakukan pengambilan sampel di PT. Trisula Textile Industries dengan waktu pengambilan sampel serta deteksi pada tanggal 26 September-11 Oktober 2016

3.2 Rencana Pengumpulan Data

3.2.1 Rencana Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data yang dilakukan meliputi:

1) Entry

Merupakan hasil atau jawaban responden berdasarkan kuisioner dan observasi mengenai sanitasi industri dan keselamatan kesehatan kerja di PT. Trisula Textile Industries

2) Editing

Melengkapi hasil data responden, serta mengecek lembar jawaban apakah terisi semua atau tidak terisi. Jika terdapat bagian yang tidak diisi maka bagian tersebut tidak masuk pada saat pengukuran atau biasa disebut exclude.

(51)

Pemberian kode pada jawaban-jawaban responden yang diperoleh berdasarkan rencana awal.

4) Cleaning

Mengoreksi kembali kesalahan yang ada pada lembar kuesioner dan tahapan-tapan awal sampai akhir pengolahan data.

3.2.2 Teknik Pengumpul Data

Teknik pengumpulan data yang kami lakukan terdapat tiga meliputi: 1. Observasi

Kami melakukan pengamatan langsung pada setiap objek sanitasi lingkungan serta keselamatan dan kesehatan kerja di PT. Trisula Textile Industries untuk mendapatkan data mengenai sanitasi industri dan keselamatan dan kesehatan kerja

2. Deteksi (pengukuran)

Pengukuran dilakukan pada objek yang telah di tentukan 1) Pengukuran Kebisingan

Alat : Sound Level Meter, Stopwatch, Tripod, Bahan : Lembar Pengukuran Kebisingan dan Alat Tulis. Langkah Kerja:

a. menyiapkan alat yang akan digunakan dan lokasi yang akan dilakukan pengukuran.

b. menyimpan Sound Level Meter pada Tripod membentuk sudut 45o.

c. menyalakan alat dengan menekan tombol “ON”. d. menunggu hingga pada display muncul “SPL”.

e. menekan “Run” lalu catat Loc yang muncul di display. f. menunggu 10 menit kemudian tekan “Run/Pause”.

g. menekan “Memory” pilih Loc yang muncul pertama pada display lalu tekan “Enter”.

h. menekan ▲▼ , kemudian catat LEQ , LMIN dan LMAX. i. Kemudian memindahkan hingga di display muncul --- SPL lalu

tekan “Enter”.

j. menekan “Memory” untuk mengembalikan ke display pengukuran.

k. Untuk mematikan alat tekan “ON/OFF” hingga pada display terdapat tulisan OFF, lalu lepaskan.

2) Pengukuran Pencahayaan

(52)

Alat : Lux Meter, dan Meteran.

Bahan : Lembar Pengukuran Pencahayaan Langkah Kerja :

a. menyiapkan alat yang akan digunakan dan tentukan lokasi yang akan dilakukan pengukuran.

b. menghitung luas ruangan menggunakan meteran. Untuk pengukuran pencahayaan ruangan :

1. Apabila luas ruangan < 10 m2 titik pengukuran setiap 1m. 2. Apabila luas ruangan antara 10-100 m2 maka titik

pengukuran setiap 3 m.

3. Apabila luas ruangan > 100 m2 maka titik pengukuran setiap 6 m.

3) Pengukuran Suhu dan Kelembababan

Hari, Tanggal Pengukuran : Kamis, 29 September 2016 Waktu pengukuran : 13.57 WIB

Alat : Thermohygrometer

Bahan : Lembar pengukuran suhu dan kelembaban

Langkah Kerja :

1. mepersiapkan alat yang akan digunakan. 2. melakukan uji fungsi alat dan kalibrasi alat.

3. membaca petunjuk penggunaan alat sebelum alat dioperasikan. 4. mengoperasikan alat

5. memegang alat 1-1,5 m dari lantai, 1 m dari dinding dan 1 m dari atap

6. menggeserkan tombol on/off ke arah on

7. memperhatikan angka yang tertera pada display

8. menunggu hingga angka yang tertera pada display konstan 9. melakukan pengukuran sebanyak 3 x

10. mencatat hasil pengukuran pada lembar pengukuran 11. menghindarkan alat dari panas sinar matahari langsung. 4) Pengukuran Getaran

Hari, Tanggal Pengukuran : Kamis, 29 September 2016 Waktu pengukuran : 14.15 WIB

Alat : Vibration meter

Bahan : lembar pengukuran suhu dan kelembaban Langkah Kerja :

1. mempersiapkan alat yang akan digunakan.

2. melakukan uji fungsi alat dan kalibrasi alat pada tembok yang rata dan tidak bergetar.

3. membaca petunjuk penggunaan alat sebelum alat dioperasikan. 4. mengoperasikan alat dengan menekankan alat kepada mesin

(53)

5. Untuk memindahkan dari velocity, acceleration dan displacment, pindahkan tombol yang berada di bagian atas alat kearah kanan. 6. mencatat hasil pengukuran.

5) Pengukuran Kepadatan Lalat

Hari, Tanggal Pengukuran : Kamis, 29 September 2016 Waktu pengukuran : 15.47 WIB

Lokasi pengukuran : Belakang Kantin dan TPS domestik Alat : flygrill, meteran

Bahan : lembar pengukuran suhu dan kelembaban Langkah Kerja :

1. Menentukan lokasi pengukuran

meletakkan Fly grill di tempat datar dengan jarak 1 m pada 4 titik 2. menyiapkan alat tulis dan alat hitung serta jam tangan atau

stopwatch

3. menghitung jumlah lalat yang hinggap di fly grill selama 30 detik 4. mengulangi hingga 10 kali perhitungan di satu titik sampel 5. merata-ratakan dari setiap titik pengamatan.

6. Jumlahkan nilai rata-rata dari setiap titik pengamatan. Rata-ratakan kembali.

6) Pengukuran kepadatan jentik

Hari, Tanggal Pengukuran : Rabu, 28 September 2016 Waktu pengukuran : 10.37 WIB

Lokasi pengukuran : seluruh kontainer/bak di toilet

Alat : senter, gayung, botol sampel jentik, dan pipet

Langkah Kerja :

1. Menyiapkan alat yang digunakan

2. melakukan pengamatan pada setiap container yang ada 3. Jika terdapat jentik, maka ambil dan amati

Cara Pembacaan :

a. Lakukan perhitungan Angka bebas jentik. Berikut cara perhitungannya :

(54)

+¿ ¿ jentik jumlah kontainer¿

CI=¿

7. Pemeriksaan ALT alat makan

Hari, Tanggal Pengukuran : Senin, 3 Oktober 2016 Waktu pengukuran : 09.00 WIB

Lokasi pemeriksaan : Laboratorium Mikrobiologi Lingkungan

Alat : paket alat makan, tabung reaksi + rak, bunsen.

Langkah Kerja : a) Pengambilan Sampel

1. Mengisi tabung reaksi dengan PBS steril sebanyak 10 ml 2. Membersihkan meja kerja dan tangan menggunakan kapas

dan alkohol

3. Menyalakan api bunsen

4. Mengambil tabung reaksi yang telah berisi PBS steril, lidah apikan kemudian masukan lidi kapas steril sampai terendam

5. Melakukan usap alat makan pada masing-masing alat makan

6. Mengambil tabung reaksi kemudian lidah apikan dan tutup kembali

7. Memasukkan thermos es dengan suhu 4oC untuk pemeriksaan (1-36 jam)

8. Memberi label sampel b) Pemeriksaan ALT

1. Menyiapkan tabung tiga tabung reaksi yang telah berisi PBS steril sebanyak 9 ml kemudian beri label 10-1 , 10-2 , 10-3

2. Melakukan pengenceran usap alat hingga 10-3

3. Membuka tutup tabung kemudian lidahapikan kemudian homogenkan dengan cara menghisap lepas

4. Mengambil 1 ml dari tabung 10-1, masukan ke konsentasi 10-2 homogenkan

Gambar

Tabel 2.2Baku Mutu Tingkat Intensitas Pencahayaan
Tabel 2.4Persyaratan Tingkat Getaran Maksimal
Tabel 4.1Bahan Baku Dan Penolong Di Unit Weaving
Tabel 4.3Hasil Observasi Fasilitas Air Bersih di PT. Trisula Textile Industries
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan tingkat aksesibilitas yang lebih tinggi maka masyarakat Suku Bajo di Desa Lagasa lebih  mempunyai  kesempatan  untuk  melakukan  berbagai  aktivitas 

Jawaban : Untuk program CSR pemberian kapal motor dari Patra Jasa Anyer media yang efektif untuk mengkomunikasikan program dengan komunikasi langsung secara lisan,

Steganografi merupakan seni atau ilmu yang digunakan untuk menyembunyikan pesan rahasia dengan segala cara sehingga selain orang yang dituju, orang lain tidak akan menyadari

Tujuan pembelajaran mata kuliah ini adalah memberikan bekal pengetahuan d.asar tentang ruang lingkup matematika Diskrit yang meliputi Logika, Himpunan, Relasi, Fungsi,

Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah angket(kuesioner) dan soal pilihan ganda. Metode analisis data yang digunakan adalah regresi ganda. Hasil

Dari semua paparan tersebut menurut harga konstan tahun 1993 sektor pertanian memberikan sokongan yang begitu besar bagi PDRB kabupaten Labuhanbatu, akan tetapi dengan

 Tujuan matakuliah seminar juga untuk melatih para mahasiswa agar dapat berpikir dan berbicara secara kritis dalam membicarakan topik tertentu...  Oleh karena itu kegiatan

Dalam sistem SMS Gateway memiliki fasilitas auto respon dan dengan mengadopsi aplikasi dari sistem gammu untuk menjembatani antara database SMS Gateway