• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Work Engagement pada Guru SD Negeri "X" di Kota Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Work Engagement pada Guru SD Negeri "X" di Kota Bandung."

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

v Universitas Kristen Maranatha  

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui gambaran mengenai work engagement pada guru SD Negeri “X” di Kota Bandung. Sesuai dengan tujuan penelitian ini, maka rancangan yang digunakan adalah metode deskriptif dengan teknik survey. Pemilihan sampel pada penelitian ini menggunakan target populasi yaitu seluruh populasi dengan jumlah 33 orang.

Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner yang diadaptasi dari UWES (Utrecht Work Engagement Scale) yang dikembangkan oleh Schaufeli dan terdiri dari 17 item. Berdasarkan uji validitas dengan mengunakan Rank Spearman dan reliabilitas dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach, diperoleh 17 item valid dengan validitas sebesar 0,584 sampai dengan 0,905 dan reliabilitas sebesar 0,934. Data diolah secara statistik melalui distribusi frekuensi dan tabulasi silang faktor yang memengaruhi dengan menggunakan bantuan program IBM SPSS 16.

Hasil pengolahan data memerlihatkan bahwa 51,5% guru memiliki derajat work engagement yang tergolong tinggi dan 48,5% guru lainnya tergolong rendah. Guru-guru dengan derajat work engagement yang tergolong tinggi memiliki derajat yang tinggi pada ketiga aspek vigor, dedication dan absorption, sedangkan guru dengan derajat work engagement yang tergolong rendah memiliki derajat yang bervariasi pada setiap aspek work engagement.

(2)

vi Universitas Kristen Maranatha  

ABSTRACT

This research is conducted to determine an illustration about work engagement on SD Negeri “X” teachers in Bandung City. In regard of the objectives of this research, therefore research method used is descriptive method with survey technique. Sample selection in this research uses population target, with overall population of 33 teachers

Measurement tool used in this research is questionnaire adapted from UWES (Utrecht Work Engagemet Scale) which was developed by Schaufeli and stand for 17 items. Based on validity test using Spearman Rank and reliability test using Alpha Cronbach formula, 17 items are found valid with validity score of 0,584 to 0,905 and reliability score of 0,934. Data is processed statistically by frequency distribution and cross tabulation factor.that influences using IBM SPSS 16.

The result of data processing shows that 51,5% of the teachers have work engagement level that are high and the other 48,5% are classified as low. Teachers with high work engagement level have high level of 3 aspects, vigor, dedication and absorption, while teachers with low work engagement level have varied level in every aspect of work engagement.

(3)

ix Universitas Kristen Maranatha  

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR BAGAN ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang Masalah ... 1

1.2.Identifikasi Masalah ... 11

1.3.Maksud dan Tujuan Penelitian ... 11

1.4.Kegunaan Penelitian ... 12

1.4.1.Kegunaan Teoritis ... 12

1.4.2.Kegunaan Praktis ... 12

1.5.Kerangka Pikir ... 13

(4)

x Universitas Kristen Maranatha  

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 22

2.1.Pengertian Work Engagement ... 22

2.2.Aspek Work Engagement ... 23

2.3.Faktor-faktor Work Engagement ... 25

2.4.Konsekuensi Work Engagement ... 30

2.5.Work Engagement dan Performance ... 31

2.6.Konsep Lain yang Berkaitan dengan Work Engagement ... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 41

3.1.Prosedur Penelitian ... 41

3.2.Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 41

3.2.1.Variabel Penelitian ... 41

3.2.2.Definisi Operasional Work Engagement ... 42

3.3.Alat Ukur Work Engagement ... 42

3.3.1.Data Pribadi dan Data Penunjang ... 45

3.3.1.1.Data Pribadi ... 45

3.3.1.2.Data Penunjang ... 45

3.3.2.Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 46

3.3.2.1. Validitas Alat Ukur Work Engagement ... 46

3.3.2.2. Reliabilitas Alat Ukur Work Engagement ... 47

3.4.Populasi ... 49

3.4.1.Populasi Sasaran ... 49

3.4.2.Karakteristik Populasi ... 50

(5)

xi Universitas Kristen Maranatha  

4.1.Gambaran Responden ... 52

4.1.1.Gambaran Responden Berdasarkan Jabatan ... 52

4.1.2.Gambaran Responden Berdasarkan Status Kepegawaian ... 53

4.1.3.Gambaran Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 53

4.1.4.Gambaran Responden Berdasarkan Lama Bekerja ... 54

4.2.Hasil Penelitian ... 54

4.2.1.Derajat Work Engagement Responden ... 55

4.2.2.Derajat Aspek Work Engagement (WE) ... 55

4.2.3.Tabulasi Silang Work Engagement dan Aspek-aspek ... 56

4.2.3.1.Tabulasi Silang WE dengan Vigor ... 56

4.2.3.2.Tabulasi Silang WE dengan Dedication ... 57

4.2.3.3.Tabulasi Silang WE dengan Absorption ... 58

4.3.Pembahasan ... 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

5.1.Kesimpulan ... 70

5.2.Saran ... 71

5.2.1.Saran Teoritis ... 71

5.2.2.Saran Praktis ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 72

(6)

xii Universitas Kristen Maranatha  

DAFTAR TABEL

Tabel Cara Penilaian Alat Ukur Work Engagement ... 43

Tabel Kisi-kisi Alat Ukur Work Engagement ... 44

Tabel Gambaran Responden Berdasarkan Jabatan ... 52

Tabel Gambaran Responden Berdasarkan Status Kepegawaian ... 53

Tabel Gambaran Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 53

Tabel Gambaran Responden Berdasarkan Lama Bekerja... 54

Tabel Derajat Work Engagement Responden ... 55

Tabel Derajat Aspek-aspek Work Engagement ... 55

Tabel Tabulasi Silang Work Engagement dengan Vigor ... 56

Tabel Tabulasi Silang Work Engagement dengan Dedication ... 57

(7)

xiii Universitas Kristen Maranatha  

(8)

xiv Universitas Kristen Maranatha  

DAFTAR LAMPIRAN

Letter Of Consent dan Kata Pengantar Lampiran 1

Identitas dan Data Penunjang Lampiran 2

Alat Ukur Work Engagement (WE) Lampiran 3

Perbandingan Kuesioner Asli dan Terjemahan Lampiran 4 Kisi-kisi Alat Ukur Work Engagement (WE) Lampiran 5 Validitas Alat Ukur Work Engagement (WE) Lampiran 6-1 Reliabilitas Alat Ukur Work Engagement (WE) Lampiran 6-2 Hasil Alat Ukur Work Engagement (WE) Lampiran 7 Data Utama dari Alat Ukur Work Engagement (WE) Lampiran 7-1

Data Aspek Vigor Lampiran 7-2

Data Aspek Dedication Lampiran 7-3

Data Aspek Absorption Lampiran 7-4

Hasil Keseluruhan Lampiran 7-5

Tabulasi Silang WE dengan Aspek-aspek Lampiran 7-6

Data Demografis Lampiran 8

Tabulasi Silang WE dengan Data Demografis Lampiran 8-1 Data Faktor-faktor Work Engagement (WE) Lampiran 9

Tabulasi Silang WE dengan Job Demands Lampiran 9-1 Tabulasi Silang WE dengan Job Resourcse Lampiran 9-2 Tabulasi Silang WE dengan Personal Resources Lampiran 9-3

(9)

1 Universitas Kristen Maranatha PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dalam membangun negara yang sejahtera dan mampu menyejahterakan rakyatnya, kualitas sumber daya manusia memegang peran yang cukup penting, termasuk di negara berkembang Indonesia. Indonesia memiliki visi pembangunan nasional yaitu untuk menjadikan bangsa Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur. Upaya menuju bangsa Indonesia yang mandiri dan berdaya saing tinggi terkait erat dengan program pendidikan nasional. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa, “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara”.

(10)

2  

Universitas Kristen Maranatha  karena proses dimulainya seseorang dalam menempuh dunia pendidikan. SD merupakan pendidikan dasar yang didalamnya terdapat kegiatan pembekalan pengetahuan, sikap, dan keterampilan selama enam tahun berturut-turut.

Proses pembekalan pengetahuan, sikap, dan keterampilan tersebut tidak lepas dari eksistensi seorang guru SD. Guru merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik (Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 Pasal I Ayat I). Sebagai salah satu faktor signifikan dalam dunia pendidikan, guru SD bukanlah pekerjaan yang berorientasi pada materi semata. Jenis pekerjaan ini menghasilkan jasa pelayanan bidang pendidikan kepada peserta didik. Tidak hanya mengajar, namun mereka bertugas melayani masyarakat untuk membimbing dan menjaga peserta didik agar pandai, berakhlak baik, dan berbudi pekerti baik.

(11)

 

Universitas Kristen Maranatha  kelayakan guru dalam berperan sebagai agen pembelajaran, meningkatkan proses dan mutu pendidikan, meningkatkan martabat guru dan meningkatkan profesionalisme. Seorang guru wajib mengikuti sertifikasi sebanyak satu kali selama guru tersebut mengajar.

Bila dibandingkan dengan SMP dan SMA, materi ajar pendidikan dasar memang lebih sederhana, namun para guru SD diharuskan untuk menguasai berbagai mata pelajaran. Seorang guru SD juga berhadapan dengan siswa-siswa yang sedang mengalami perkembangan dalam berbagai hal. Oleh karena itu, lebih sulit untuk mengelola siswa di pendidikan dasar dibandingkan dengan SMP dan SMA atau SMK. Selain itu, guru SD juga harus berhati-hati dalam memberikan pola didik kepada siswa-siswanya. Jika terdapat kesalahan dalam pemberian pola didik, maka akan berpengaruh besar terhadap masa depan anak. Karakter yang terbentuk semasa SD cenderung tidak banyak berubah pada tingkat lanjutan (edukasi.kompasiana.com/2012/08/16/inilah-kasta-pendidik-indonesia-479946). Dalam hal ini, guru dituntut untuk profesional saat menjalankan tugasnya serta senantiasa meningkatkan kualitas sebagai pendidik. Hal tersebut dikarenakan kualitas seorang guru SD berperan dalam mutu pendidikan dan menentukan kualitas sekolah yang baik.

(12)

4  

Universitas Kristen Maranatha  tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 yang menyatakan bahwa jumlah maksimal peserta didik setiap rombongan belajar SD seharusnya 28 peserta didik. Selain itu, tiga dari 24 guru bertanggung jawab memegang dua kelas. Namun, para guru SD Negeri “X” di Kota Bandung menjadikan hal itu sebagai tantangan.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara kepada petugas TU dan Kepala Sekolah, pada SD Negeri “X” di Kota Bandung terdapat beberapa siswa yang merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK). Walaupun SD ini tidak tercatat sebagai sekolah inklusi, namun pihak sekolah masih menerima siswa-siswa tersebut. Pihak sekolah juga mengakui sarana dan prasarana di SD ini belum lengkap. Lapangan olahraga yang kurang memadai, jumlah ruangan kelas yang kurang, alat penunjang proses mengajar yang tidak lengkap, serta kelas yang berada di lantai 2 seringkali menjadi keluhan para guru di SD Negeri “X” ini. Dari hasil wawancara terhadap lima orang dari 33 orang guru, tiga guru (60%) menghayati hal tersebut menghambat dan membebani mereka sedangkan dua guru (40%) lainnya menganggap hal tersebut sebagai tantangan.

(13)

 

Universitas Kristen Maranatha  didik serta melaksanakan tugas tambahan (Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru Pasal 52).

Selain itu, para guru SD Negeri “X” harus melibatkan diri dengan masalah-masalah administratif dari mulai perencanaan pembelajaran hingga menilai hasil pembelajaran. Misalnya saja, para guru tersebut harus menyusun kurikulum pembelajaran kelas kemudian menyusun silabus pembelajaran dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Survey awal menunjukkan bahwa kelima orang guru mengeluhkan terlalu banyaknya administrasi yang wajib mereka lengkapi. Di satu sisi mereka harus mengajar anak didik mereka, di sisi lain mereka harus selalu melengkapi administrasi. Administrasi yang telah dilengkapi masih harus di validasi oleh pihak Kepala Sekolah dan atau Pengawas. Jika terdapat satu administrasi saja yang tidak mereka kerjakan, Dinas Pendidikan Nasional (Diknas) akan melayangkan Surat Peringatan.

(14)

6  

Universitas Kristen Maranatha  Kelima orang guru (100%) mengaku terbebani dengan adanya pergantian kurikulum karena mereka harus beradaptasi kembali terhadap perubahan tersebut.

Setelah pelaksanaan pembelajaran selesai, tugas selanjutnya adalah menilai hasil pembelajaran dengan menggunakan tes kemudian menganalisis hasil penilaian pembelajaran tersebut. Jika terdapat siswa yang memiliki nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 75, maka selanjutnya akan diadakan bimbingan khusus atau perbaikan nilai (remedial) pada siswa yang bersangkutan. Penilaian, evaluasi, serta analisis tersebut akan dicantumkan pada buku nilai yang mencakup evaluasi materi dan bagaimana kemampuan daya serap peserta didik tentang materi yang mereka ajarkan. Hal tersebut digunakan sebagai bahan feedback bagi guru yang bersangkutan dengan kemampuan mereka dalam

mengajar.

Selain itu, guru SD Negeri “X” juga bertugas untuk membimbing dan melatih peserta didik yang biasa mereka lakukan di luar jam mengajar. Tugas guru yang terakhir yaitu melaksanakan tugas tambahan. Pada SD Negeri “X” di Kota Bandung, guru-guru dituntut untuk melaksanakan piket guru yang bertujuan untuk mengantisipasi jika ada guru kelas yang berhalangan hadir sehingga guru kelas yang lain dapat menggantikannya. Piket guru ini dilaksanakan setelah dan/atau sebelum guru mengajar di kelas. Saat tahun ajaran baru dan penerimaan siswa baru, guru-guru tersebut juga wajib mengikuti kepanitiaan penerimaan peserta didik baru (PPPDB).

(15)

 

Universitas Kristen Maranatha  berhadapan dengan siswa-siswa yang memiliki sifat dan tingkat kemampuannya masing-masing. Pada SD Negeri “X” di Kota Bandung terdapat siswa yang cepat menangkap materi ajar yang diberikan guru, siswa yang sulit untuk memahami materi ajar tersebut, siswa yang sulit diatur saat kegiatan belajar mengajar berlangsung, bahkan ada siswa yang tidak termotivasi untuk belajar. Selain itu, terdapat pula siswa yang merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK). Sesuai dengan hasil survey awal, terdapat dua orang guru yang menganggap hal tersebut sebagai tantangan dan tiga orang guru lainnya menganggap hal itu sebagai beban dan tekanan.

Menurut dua orang guru (40%), sifat dan tingkat kemampuan siswa yang berbeda-beda merupakan sebuah tantangan. Ketika terdapat siswa yang sulit untuk memahami materi pelajaran, mereka menghayati adanya tuntutan secara emosional, yaitu menjaga kestabilan emosi. Guru-guru tersebut juga menghayati adanya tuntutan mental dengan mencari cara agar siswa tersebut tidak tertinggal dalam segi materi pelajaran dari siswa-siswa yang lain. Mereka mencoba melakukan pendekatan secara personal terhadap siswa dan mengadakan bimbingan khusus sepulang sekolah. Dalam melakukan bimbingan, mereka dituntut secara fisik untuk mencurahkan energi dalam mengajarkan materi kembali. Mereka berkeyakinan bahwa mereka dapat membuat siswa tersebut memahami materi dengan berusaha membimbing seoptimal mungkin.

(16)

8  

Universitas Kristen Maranatha  siswa tersebut dan mencoba mengajarkan materi kembali. Terkadang, mereka merasa kurang sabar dan lelah menghadapi siswa seperti itu. Mereka juga merasa kesulitan untuk mencari cara untuk mengubah siswa yang memang sudah memiliki karakteristik tertentu.

Semua tugas-tugas yang diemban oleh para guru SD Negeri “X” di Kota Bandung, membutuhkan energi, pelibatan diri yang kuat, dan konsentrasi dalam penyelesaiannya. Berdasarkan hasil survey awal, terdapat tiga orang guru (60%) menghayati bahwa tugas-tugas guru SD yang telah diuraikan diatas merupakan tantangan dan muncul perasaan antusias saat mengerjakannya. Sedangkan dua orang guru lainnya (40%) menghayati mereka bersemangat untuk datang ke sekolah, perlunya energi yang tinggi agar dapat mengerahkan upaya untuk mengerjakan tugas dengan baik. Saat mereka mengajar para siswa dan mengerjakan administrasi, tak jarang mereka lupa waktu. Kelima orang guru (100%) tersebut memiliki konsentrasi yang tinggi saat mengerjakan tugasnya sehingga mereka merasa waktu cepat berlalu saat bekerja.

Besarnya energi yang dikeluarkan untuk mengerahkan segala kemampuannya dalam mengerjakan tugas, perasaan antusiasme terhadap pekerjaan, dan konsentrasi yang tinggi saat bekerja merupakan perwujudan dari work engagement. Smulder (2006, dalam Schaufeli 2011) mengemukakan bahwa

(17)

 

Universitas Kristen Maranatha 

Work engagement memang dibutuhkan bagi pekerja yang berhubungan

dengan organisasi dimana pekerjanya berinteraksi dengan customer, klien, pasien, dan juga dengan pelajar (Bakker, dkk, hlm. 5). Work Engagement memiliki implikasi terhadap performance karyawan. Indikator energi dan konsentrasi dalam work engagement membuat karyawan memberikan potensi penuh terhadap

pekerjaan. Kedua hal tersebut dapat meningkatkan kualitas tanggung jawab seseorang dalam bekerja. Mereka memiliki kapasitas dan motivasi untuk berkonsentrasi dalam tugas yang dihadapinya (Bakker & Leiter, 2010). Work engagement yang tinggi juga meningkatkan inisiatif individu, yang selanjutnya dapat mengembangkan inovasi dalam bekerja (Hakanen, Perhoniemi, & Toppinen-Tanner, 2008).

Work engagement didefinisikan sebagai suatu penghayatan positif dan rasa

terpenuhi pada pekerjaan yang ditandai oleh adanya vigor, dedication, dan absorption (Schaufeli et. al., 2002:74). Ketiga aspek tersebut saling berkaitan dalam menentukan derajat tinggi atau rendahnya work engagement yang dimiliki oleh seseorang. Aspek vigor ditandai dengan level energi yang tinggi dan resiliensi mental ketika bekerja, kemauan untuk mengerahkan upaya, dan persisten ketika menghadapi hambatan dalam bekerja. Individu yang memiliki tingkat vigor yang tinggi menunjukan level energi, semangat, dan stamina yang tinggi saat bekerja, sedangkan individu yang memiliki tingkat vigor yang rendah memiliki level energi, semangat, dan stamina yang rendah saat mereka bekerja.

(18)

10  

Universitas Kristen Maranatha  tantangan. Individu dengan tingkat dedication yang tinggi memiliki pelibatan diri yang kuat terhadap pekerjaannya karena mereka seringkali merasa pekerjaannya bermakna dan mereka antusias terhadap pekerjaan tersebut. Selain itu, mereka juga sering merasa bangga terhadap profesinya, menghayati bahwa pekerjaan mereka merupakan hal yang menantang serta dapat menginspirasi. Sementara itu, individu dengan tingkat dedication yang rendah memiliki pelibatan diri yang lemah dengan pekerjaannya karena ia tidak merasakan bahwa pekerjaannya itu penuh makna, menginspirasi, dan menantang. Individu tersebut juga tidak merasa antusias ataupun bangga dengan profesi mereka.

Aspek yang terakhir adalah absorption ditandai dengan konsentrasi penuh dan keasyikan ketika bekerja, dimana waktu berlalu begitu cepat, dan tidak ingin berhenti bekerja. Individu yang memiliki tingkat absorption yang tinggi akan berkonsentrasi penuh saat bekerja, merasakan keasyikan saat mereka bekerja sehingga merasa waktu berlalu begitu cepat ketika mereka sedang melakukan pekerjaannya. Individu tersebut juga sering merasakan bahwa mereka sulit untuk melepaskan diri dari pekerjaan mereka. Sedangkan, individu yang memiliki tingkat absorption yang rendah tidak merasakan keasyikan ketika bekerja ataupun “tenggelam” dalam pekerjaannya. Mereka juga tidak pernah merasa kesulitan untuk melepaskan diri dari pekerjaan ataupun melupakan segala sesuatu disekitar mereka, termasuk waktu.

(19)

 

Universitas Kristen Maranatha  dapat menghasilkan motivasi yang tinggi dan engagement saat dikombinasikan dengan job resources yang tinggi (Bakker & Demerouti, 2007). Job resources merupakan aspek-aspek dari pekerjaan yang fungsional untuk mencapai goal, yang meminimalkan efek dari job demands, atau menstimulasi personal growth (Bakker, 2010, hlm. 153). Job resources meliputi autonomy, umpan balik, dan dukungan sosial. Selain itu, job demands yang dihadapi dengan sikap yang positif seperti optimisme, keyakinan diri untuk menghadapi tuntutan yang ada, resiliensi dan mampu untuk merencanakan jalur untuk tujuan yang diinginkan meskipun terdapat hambatan, dapat meningkatkan work engagement.Sikap-sikap posiif diatas disebut dengan personal resources.

Dari uraian di atas terlihat bahwa work engagement merupakan hal yang penting untuk dimiliki oleh guru SD Negeri “X” di Kota Bandung. Hal ini mendorong peneliti untuk melakukan suatu penelitian mengenai work engagement pada guru SD Negeri “X” di Kota Bandung.

1.2. Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini ingin diketahui bagaimana work engagement pada Guru SD Negeri “X” di Kota Bandung

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

(20)

12  

Universitas Kristen Maranatha 

1.3.2 Tujuan penelitian

Mengetahui gambaran mengenai derajat work engagement dan keterkaitan faktor-faktor pada Guru SD Negeri “X” di Kota Bandung.

1.4. Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

a) Menjadi bahan masukan bagi ilmu Psikologi, khususnya dalam bidang Psikologi Industri dan Organisasi mengenai work engagement pada Guru SD Negeri “X” di Kota Bandung.

b) Memberikan sumbangan informasi kepada peneliti lain yang tertarik untuk meneliti mengenai work engagement serta mendorong dikembangkannya penelitian-penelitian lain yang berhubungan dengan topik tersebut.

1.4.2 Kegunaan Praktis

a) Memberikan informasi kepada Kepala Sekolah SD Negeri “X” di Kota Bandung mengenai work engagement para guru sehingga dapat diadakan pelatihan guna meningkatkan work engagement tersebut yang diharapkan berguna bagi pengembangan sekolah.

(21)

 

Universitas Kristen Maranatha 

1.5. Kerangka Pikir

Guru yang merupakan pendidik profesional dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari membutuhkan pengerahan energi, dedikasi, serta konsentrasi yang tinggi. Hal-hal tersebut diperlukan baik dalam merencanakan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), melaksanakan KBM maupun dalam melakukan evaluasi pembelajaran. Menurut Schaufeli et. al, pengerahan energi, dedikasi serta konentrasi dalam suatu pekerjaan disebut dengan work engagement. Guru yang engaged terhubung dengan peran kerja mereka secara fisik, kognitif, dan

emosional. Mereka merasa penuh dengan energi yang didedikasikan untuk mencapai tujuan pekerjaan mereka dan sering ‘tenggelam’ sepenuhnya dalam pekerjaan mereka (Bakker, Journal:An Evidence-Based Model of Work Engagement, hlm. 268).

Work engagement didefinisikan sebagai suatu penghayatan positif dan rasa

terpenuhi pada pekerjaan yang ditandai oleh adanya vigor, dedication, dan absorption. (Schaufeli et. al., 2002:74). Smulder (2006, dalam Schaufeli 2011) mengemukakan bahwa ada beberapa pekerjaan yang menuntut work engagement yang tinggi, diantaranya guru, enterpreuneur, dan perawat. Pekerjaan-pekerjaan tersebut memiliki satu kesamaan, yaitu pekerjaan yang melibatkan kualitas pelayanan sebagai modal utamanya.

(22)

14  

Universitas Kristen Maranatha  “X” di Kota Bandung, yaitu work pressure, emotional demands, mental demands, dan physical demands.

Work pressure pada guru SD Negeri “X” di Kota Bandung, yaitu

mentransfer ilmu pengetahuan pada anak didiknya yang memiliki tingkat kemampuan dan karakter yang berbeda-beda. Terdapat siswa yang cepat memahami materi, ada pula yang sulit untuk memahami materi. Selain itu, mereka juga dituntut untuk mengerjakan beberapa administrasi sekolah yang menyertainya dalam melakukan proses kegiatan belajar mengajar (KBM). Administrasi sekolah tersebut dikerjakan sebelum (perencanaan) proses KBM dan setelah (evaluasi) proses KBM selesai.

Emotional demands guru SD Negeri “X” di Kota Bandung merupakan

demands dari perasaan emosional yang dimiliki dalam menjalankan pekerjaannya

sebagai seorang guru. Seorang guru dituntut untuk dapat meningkatkan prestasi akademik siswa dan mendidik siswa agar memiliki perilaku atau budi pekerti yang baik. Dalam mencapai tujuan tersebut, guru diharapkan memiliki perasaan emosional yang stabil. Saat menghadapi siswa yang memiliki tingkat kemampuan dan karakter yang berbeda dari siswa lainnya, mereka dituntut untuk bersabar.

Mental demands guru SD Negeri “X” di Kota Bandung merupakan

demands dari sisi kognisi dalam mengerjakan tugasnya sebagai seorang guru,

(23)

 

Universitas Kristen Maranatha  pengajaran apa yang tepat untuk diterapkan dan yang sesuai dengan karakteristik siswa di kelasnya.

Physical demands guru SD Negeri “X” di Kota Bandung adalah demands

untuk memiliki stamina tubuh yang baik. Saat melakukan perencanaan proses KBM, pelaksanaan proses KBM dan mengevaluasi hasil pembelajaran, guru tersebut diharapkan berada dalam keadaan tubuh yang sehat. Hal tersebut dikarenakan mereka dituntut untuk melaksanakan tugasnya dengan optimal.

Disamping memiliki job demands guru SD Negeri “X” di Kota Bandung juga memiliki job resources yang merupakan sumber untuk melaksanakan tugas-tugasnya sebagai seorang guru. Menurut Bakker (2010), job resources merupakan aspek-aspek dari pekerjaan yang fungsional untuk mencapai goal, yang meminimalkan efek dari job demands, atau menstimulasi personal growth. Job resources yang dimiliki oleh guru SD Negeri “X” di Kota Bandung, yaitu

autonomi, performance feedback, dan dukungan sosial (social support).

(24)

16  

Universitas Kristen Maranatha  Performance feedback yang didapatkan guru SD Negeri “X” di Kota

Bandung berasal dari penilaian sesama rekan kerja dan kepala sekolah seperti yang tercantum pada lembar evaluasi diri untuk penilaian kinerja guru. Selain itu, feedback juga datang dari siswa itu sendiri saat proses KBM berlangsung, apakah

siswa memahami materi apa yang diajarkan oleh guru tersebut atau tidak.

Social support didapatkan guru SD Negeri “X” di Kota Bandung dari

kepala sekolah, rekan kerja sesama guru dan siswa-siswa yang mendapatkan pengajaran dari guru tersebut. Selain itu, social support juga datang dari keluarga mereka masing-masing yang ikut mendukung mereka untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas yang diemban sebagai seorang guru SD.

(25)

 

Universitas Kristen Maranatha  ditunjukkan bahwa job resources pada hari sebelumnya dapat memengaruhi personal resources pada hari berikutnya, dan pada akhirnya memengaruhi work

engagement dan performance mereka.

Tersedianya job resources dan personal resources tersebut berdampak bagi level work engagement yang terdiri dari aspek vigor, dedication, dan absorption. Aspek vigor ditandai dengan level energi yang tinggi dan resiliensi

mental ketika bekerja, kemauan untuk mengerahkan upaya, dan persisten ketika menghadapi hambatan dalam bekerja. Guru SD Negeri “X” di Kota Bandung yang memiliki tingkat vigor yang tinggi menunjukan level energi, semangat dan stamina yang tinggi saat bekerja, sedangkan guru yang memiliki tingkat vigor yang rendah memiliki level energi, semangat dan stamina yang rendah saat mereka bekerja.

Aspek kedua yaitu dedication mengacu pada pelibatan diri yang kuat terhadap pekerjaan, dan merasakan keberartian (significance), antusiasme

(enthusiasm), inspirasi (inspiration), kebanggaan (pride) dan tantangan

(challenge). Guru SD Negeri “X” di Kota Bandung dengan tingkat dedication

yang tinggi memiliki pelibatan diri yang kuat terhadap pekerjaannya karena mereka seringkali merasa pekerjaannya bermakna dan mereka antusias terhadap pekerjaan tersebut. Selain itu, mereka juga sering merasa bangga terhadap profesinya sebagai guru SD, menghayati bahwa pekerjaan mereka merupakan hal yang menantang serta dapat menginspirasi. Sementara itu, guru dengan tingkat dedication yang rendah memiliki pelibatan diri yang lemah dengan pekerjaannya

(26)

18  

Universitas Kristen Maranatha  menginspirasi dan menantang. Guru tersebut juga tidak merasa antusias ataupun bangga dengan profesi mereka.

Aspek yang terakhir adalah absorption ditandai dengan konsentrasi penuh dan keasyikan ketika bekerja, dimana waktu berlalu begitu cepat dan tidak ingin berhenti bekerja. Guru SD Negeri “X” di Kota Bandung yang memiliki tingkat absorption yang tinggi akan berkonsentrasi penuh saat bekerja, merasakan

keasyikan saat mereka bekerja sehingga merasa waktu berlalu begitu cepat ketika mereka sedang melakukan pekerjaanya. Guru-guru tersebut juga sering merasakan bahwa mereka sulit untuk melepaskan diri dari pekerjaan mereka sebagai guru SD. Sedangkan guru yang memiliki tingkat absorption yang rendah tidak merasakan keasyikan ketika bekerja ataupun “tenggelam” dalam pekerjaannya. Mereka juga tidak pernah merasa kesulitan untuk melepaskan diri dari pekerjaan ataupun melupakan segala sesuatu disekitar mereka, termasuk waktu.

Guru SD Negeri “X” di Kota Bandung yang memiliki derajat work

engagement yang tinggi akan mengerahkan energi untuk menyelesaikan

tugas-tugas dalam pekerjaannya dan tidak mudah menyerah ketika menghadapi kesulitan. Hal tersebut didukung oleh personal resources yang dimiliki dan job resources yang tersedia dalam pekerjaan mereka. Ketika sumber-sumber tersebut

(27)

 

Universitas Kristen Maranatha  Guru SD Negeri “X” di Kota Bandung yang memiliki derajat work engagement yang rendah akan mudah menyerah ketika dihadapkan dengan suatu

masalah pada pekerjaannya sebagai guru. Hal ini tak lepas dari personal resources yang dimiliki dan job resources yang tersedia dalam pekerjaan mereka. Saat personal resources yang dimiliki ada pada derajat yang rendah ditambah dengan

job resources yang tidak memadai, maka muncul perasaan kecewa terhadap

profesi mereka sebagai guru. Tuntutan-tuntutan pekerjaan pun mereka anggap sebagai beban sehingga mereka tidak memiliki semangat untuk bekerja dan merasa tidak terikat dengan pekerjaannya.

Guru SD Negeri “X” di Kota Bandung yang memiliki derajat work engagement yang rendah menghayati job resources pada pekerjaan mereka tidak

memadai dan personal resources yang dimiliki berada dalam derajat yang rendah. Job demands yang terdapat dalam pekerjaan mereka juga dianggap sebagai beban.

(28)

20  

Universitas Kristen Maranatha  Secara skematis, dapat digambarkan sebagai berikut :

Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pikir

1.6. Asumsi Penelitian

1) Dalam melaksanakan tugas sebagai guru SD yang terdiri dari merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing, dan melatih peserta didik serta melaksanakan tugas tambahan merencanakan, dibutuhkan pengerahan energi yang tinggi dan resiliensi mental yang disebut Schaufeli et. al. sebagai vigor.

Work engagement tinggi

Work engagement rendah Job Resources

● Autonomy ● Performance feedback

●Social Support Work

Engagement Guru Aspek work engagement: ●Vigor ●Dedication ●Absorption Guru SD Negeri “X” di Kota Bandung Personal Resources ● Optimism

● Self-efficacy ● Resilience ● Hope

Job Demands ● Work Pressure

● Emotional Demands

●Mental Demands

(29)

 

Universitas Kristen Maranatha  2) Sebagai seorang guru SD dengan segenap tugas yang diemban, pelibatan

diri terhadap pekerjan merupakan hal penting yang disebut dengan dedication oleh Schaufeli et. al.

3) Ketika seorang guru SD melaksanakan proses KBM dan mengerjakan administrasi berkenaan dengan perencanaan pembelajaran serta penilaian hasil pembelajaran, dibutuhkan konsentrasi penuh yang disebut Schaufeli et. al. sebagai absorption.

4) Vigor, dedication, dan absorption dinyatakan Schaufeli et al. sebagai work engagement.

5) Derajat work engagement yang dimiliki oleh guru SD Negeri "X" di Kota Bandung berbeda-beda.

(30)

70 Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka diperoleh suatu gambaran mengenai work engagement pada guru SD “X” di Kota Bandung dengan simpulan sebagai berikut :

1. Dari seluruh guru SD Negeri “X” di Kota Bandung, jumlah guru dengan derajat work engagement yang tergolong tinggi dan guru dengan derajat work engagement yang tergolong rendah hampir merata.

2. Guru-guru dengan derajat work engagement yang tergolong tinggi memiliki derajat yang tinggi pada ketiga aspek work engagement, sedangkan guru lainnya dengan derajat work engagement yang tergolong rendah umumnya memiliki derajat yang bervariasi pada setiap aspeknya. 3. Aspek work engagement yang paling lemah pada guru-guru dengan derajat

work engagement yang tergolong rendah adalah absorption.

4. Aspek dedication merupakan aspek yang paling kuat ditampilkan oleh seluruh guru.

(31)

 

71    

Universitas Kristen Maranatha  5.2. Saran

5.2.1. Saran Teoritis

1. Bagi peneliti lain dapat melakukan penelitian mengenai work engagement terhadap guru-guru SD dari wilayah lain sehingga dapat lebih tergambar work engagement guru-guru SD di Kota Bandung.

2. Bagi peneliti lain yang ingin meneliti mengenai work engagement, dapat melakukan penelitian lebih lanjut dan spesifik mengenai keterkaitan faktor-faktor anteseden dari work engagement, yaitu job resources, job demands dan personal resources dalam memunculkan work engagement.

5.2.2. Saran Praktis

1. Memberikan informasi kepada Kepala Sekolah SD Negeri “X” di Kota Bandung sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan aspek absorption melalui pemberian keleluasaan dalam cara menangani atau membimbing siswa, cara mengajar, dan pengerjaan adiministrasi.

(32)

72 Universitas Kristen Maranatha  DAFTAR PUSTAKA

Ardial & Tanjung, B.N. 2005. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Proposal, Skripsi, dan Thesis) Dan Mempersiapkan Diri Menjadi Penulis Artikel Ilmiah. Medan: Kencana.

Bakker, A.B. dan Leiter, M.P. 2010. Work Engagement : A Handbook of Essential Theory and Research. New York : Psychology Press.

Bakker, A.B., Schaufeli, W.B., Leiter, M.P., & Taris, T.W. 2008. Work Engagement : An Emerging Concept in Occupational Health Psychology. Journal of Work & Stress, 187-200.

Bakker, A.B. 2009. Building engagement in the workplace. Building Engagement,8-23.

2011. An Evidence-based model of Work Engagement. Psychological Science, 268.

Bakker, A. B, Demerouti, E. 2006. The Job Demands-Resources Model: State of The Art. Journal of Managerial Psychology. Volume 22, No. 3.

Basikin.2007.Vigor, Dedication and Absorption : Work Engagement among Secondary School English Teachers In Indonesia. Journal of Educational Psychology, 274-284.

Djiwandono, Sri Esti Wuryani. 2008. Psikologi Pendidikan (Rev-2). Jakarta : Grasindo.

Himpunan Lengkap Undang-Undang – Sistem Pendidikan Nasional. 2014. Jogjakarta: Saufa

Rachmat, Sukidjo. 2000. Pengetahuan Sosial 3B : Untuk Sekolah Dasar Kelas 3. Jakarta : Grasindo.

Schaufeli, Taris & Bakker, A.B. 2006. Dr Jekyll or Mr Hyde? On The Differences Between Work Engangement and Workaholism. USA and UK: Edward Elgard Publishing.

Simbula, S. 2009. Burnout and work engagement among teachers: An application of the Job Demands-Resource Model. University Bologna.

(33)

Universitas Kristen Maranatha Surya, Mohamad. 2004. Bunga Rampai Guru dan Pendidikan. Jakarta : Balai

Pustaka.

(34)

74

Universitas Kristen Maranatha  DAFTAR RUJUKAN

Karakteristik dan Kebutuhan Anak Usia Sekolah Dasar. (Online). (www.sekolahdasar.net, diakses tanggal 08 November 2014).

Kompasiana. 16 Agustus 2012. Inilah Kasta Pendidik Indonesia. (Online). (edukasi.kompasiana.com, diakses 04 April 2014).

Maharani, Diah Restuning. 2011. Hubungan Antara Self Efficacy dengan Burnout Pada Guru Sekolah Dasar Negeri “X” Di Kota Bogor. Skripsi. Depok : Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses. (Online). (bsnp-indonesia.org, diakses 06 November 2014).

Permatasari, Dwi Ayu. 2011. Studi Deskriptif mengenai Work Engagement pada Guru di Sekolah Menengah Atas Neger (SMAN) 5 Bandung. Skripsi. Jatinangor : Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran.

Puspita, Monica Devina. 2012. Hubungan antara Dukungan Sosial dan Makna Kerja Sebagai Panggilan (Calling) dengan Keterikatan Kerja. Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi. (Online), hal. 4-6, Volume 01, No. 01. (https://journal.ubaya.ac.id, diakses 15 April 2013).

Xanthopoulou, D., Bakker, A.B., Demerouti, E., Schaufeli, W.B. 2009. Work engagement and Financial Returns : A diary Study on The Role of Job and Personal Resources. Journal of occupational and organizational Psychology, 183-200.

Referensi

Dokumen terkait

3 A proposed Model on Kansei Engineering ( Schütte 2006) 3 4 An affective design framework of Bogor pickle based on KE 5 5 Example of semantic differential questionnaire

Sesuai dengan hasil penelitian dimana pelaksanaan sistem pembinaan profesional guru yang dilakukan oleh Kepala Sekolah dan Pengawas kepada guru SD di Kecamatan Banjaran

Jika melihat pada kenyataan yang ada, di mana sarana dan prasarana pendidikan tidak dapat menunjang proses belajar mengajar karena memang pengadaan sarana

Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah probability sampling , dengan tekhnik proportionate random sampling , hal ini dikarenakan sampel diambel

[r]

Peneliti mengajukan saran agar para anggota Pemuda VVD di Bandung meningkatkan sense of belongingness yang mereka miliki dengan menggunakan hasil penelitian ini sebagai

Hasil dari penelitian ini menunjukkan tidak terdapat hubungan negatif signifikan antara self-esteem dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa Fakultas Ilmu

Hal ini dapat diartikan bahwa semakin efektif komunikasi interpersonal antara orangtua dan anak maka sibling rivalry akan semakin rendah, karena ketika komunikasi