• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA PADA KAWASAN SOZIONA KABUPATEN NIAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA PADA KAWASAN SOZIONA KABUPATEN NIAS"

Copied!
263
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA PADA KAWASAN SOZIONA

KABUPATEN NIAS

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) Pada Program Studi Ilmu Administrasi Publik

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

OLEH:

MEDLIN ANGGREYNI HURA 160903049

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2020

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Pemerintah memiliki peran penting dalam mengembangkan pariwisata.

Terlebih dengan adanya otonomi daerah, maka daerah memiliki kewenangan dalam mengurus dan mengelola potensi yang dimiliki oleh daerahnya sendiri, di antaranya termasuk pariwisata karena pariwisata merupakan salah satu potensi yang dimiliki daerah. Dalam rangka mengembangkan pariwisata diperlukan adanya upaya-upaya yang dilakukan dalam implementasi kebijakan pengembangan pariwisata. Maka dari itu, diharapkan pelaksanaan kebijakan pengembangan pariwisata dapat berjalan dan tepat sasaran.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Peneliti menggunakan teori Van Meter dan Van Horn yang terdiri dari enam variabel, yaitu Standar dan Sasaran Kebijakan, Sumber Daya, Komunikasi Antar Badan Pelaksana, Karakteristik Pelaksana, Sikap/Kecenderungan (disposisi) Pelaksana, Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan kebijakan pengembangan pariwisata pada Kawasan Soziona sudah berjalan dengan baik terkhusus variabel karakteristik pelaksana. Akan tetapi variabel yang belum optimal terkait dengan standar dan sasaran kebijakan yang belum tercapai, sumber daya finansial yang terbatas serta keterbatasan sumber daya manusia yang memiliki latar belakang pendidikan pariwisata. Komunikasi antaristansi pelaksana sudah baik namun koordinasinya belum maksimal karena masalah keterbatasan anggaran dan masalah sinkronisasi program antarinstansi yang dibatasi oleh tugas pokok instansi di wilayah lain dan lebih berfokus pada program yang ada di renstranya masing-masing. Terkait dengan sikap pelaksana masih kurang tanggap dalam melaksanakan tugasnya serta kondisi sosial, ekonomi dan politik masih belum optimal dalam mendukung pelaksanaan pengembangan pariwisata.

Kata Kunci: Implementasi Kebijakan, Pengembangan Pariwisata, Sumber Daya, Anggaran yang terbatas

(6)

ABSTRACT

The government has an important role in developing tourism. Especially with the existence of regional autonomy, regions have the authority to manage and manage the potential of their own regions, including tourism because tourism is one of the potentials owned by the region. In order to develop tourism, it is necessary to make efforts to implement tourism development policies. Therefore, it is hoped that the implementation of tourism development policies can run and be right on target.

The method used in this research is the descriptive qualitative research method. The researcher used the Van Meter and Van Horn theory which consisted of six variables, namely Standards and Policy Targets, Resources, Communication between Implementing Agencies, Implementing Characteristics, Attitudes / Tendencies (Dispositions) of Implementers, Economic, Social and Political Environment.

The results showed that the implementation of tourism development policies in the Soziona area had gone well, especially the variable characteristics of the executor. However, the variables that are not yet optimal are related to the standards and policy targets that have not been achieved, limited financial resources and limited human resources who have a background in tourism education. Communication between implementing agencies is good but the coordination is not optimal due to budget constraints and program synchronization problems between agencies which are limited by the main tasks of agencies in other regions and are more focused on programs that are in their respective plans. Regarding the attitude of the implementers who are still not responsive in carrying out their duties and the social, economic and political conditions are still not optimal in supporting the implementation of tourism development.

Keywords: Policy Implementation, Tourism Development, Resources, Limited Budget

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih dan berkatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Implementasi Kebijakan Pengembangan Pariwisata Pada Kawasan Soziona Kabupaten Nias”.

Penyusunan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana (S1) Administrasi Publik di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara.

Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis mendapatkan banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini dengan penuh ketulusan penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Dr. Tunggul Sihombing, M.A. selaku Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Sumatera Utara dan juga selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam proses penulisan skripsi ini. Terimakasih banyak untuk ilmu, arahan, waktu, ketulusan dan kesabaran yang diberikan dalam membantu penulis

(8)

menjalani setiap proses dalam penulisan skripsi ini. Kiranya Tuhan Yesus Kristus senantiasa memberkati dan menyertai Bapak.

4. Ibu Drs. Asima Yanty S. Siahaan, M.A, Ph.D selaku sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Sumatera Utara

5. Seluruh jajaran Dosen atau staf Pengajar dan staf Administrasi Program Studi Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

6. Kepala Bappeda Kabupaten Nias dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum yang sudah bersedia menjadi informan dalam penelitian ini.

7. Bapak Drs. Kharisman Halawa, M.Si selaku Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Nias yang bersedia menerima dan membantu penulis selama melakukan penelitian di Dinas Pariwisata Kabupaten Nias.

8. Bapak Rorogӧ Waruwu, S.E selaku Kepala Bidang Pengembangan Destinasi Pariwisata di Dinas Pariwisata Kabupaten Nias yang bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing penulis selama melakukan Penelitian di Dinas Pariwisata.

9. Seluruh Pegawai Dinas Pariwisata Kabupaten Nias atas dukungan dan bantuannya dalam membantu penulis untuk melengkapi data dan informasi yang dibutuhkan.

10. Seluruh informan yang sudah bersedia untuk diwawancarai dan membantu penulis dalam proses menyelesaikan penulisan Skripsi ini.

11. Orang tua tercinta Papa dan Mama, Drs. Ingati Hura dan Mesrawatty Zebua yang selalu memberikan semangat, nasihat, doa dan dukungan baik

(9)

dari segi moril dan materil serta Kakak Grace Valentine Hura yang menjadi tempat bertukar pikiran dan adik-adik Vebby, Kezia, Alan dan sepupu Mercy, Jovita, Elsa dan Irene yang selalu memberikan dukungan dan semangat.

12. Terimakasih kepada Kelompok Kecil Hazael, yaitu PKKku Kak Nova Gultom, Kak Dearma, Yudi, Rion dan Ridho yang selalu mendoakan dan memberi semangat serta menjadi teman untuk berbagi cerita.

13. Kepada sahabat tercinta di Administrasi Publik “Pejabat Negara” Asnita, Betaria, Jenny, Sherin dan terkhusus untuk Rica, Duma, Lestari yang menjadi teman untuk berdiskusi dan bertukar pikiran. Terimakasih untuk kalian yang menjadi tempat berbagi cerita dan selalu mendukung.

14. Seluruh mahasiswa Ilmu Administrasi Publik FISIP USU.

15. Dan seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, baik dari segi bahasa, isi dan penulisan yang digunakan karena masih terbatasnya kemampuan dan pengetahuan penulis. Akhir kata, penulis berharap semoga hasil penelitian dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Medan, November 2020 Penulis

Medlin Anggreyni Hura

(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR DIAGRAM ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah... 10

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Manfaat penelitian ... 10

TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1 Kebijakan Publik ... 12

2.1.1 Unsur-Unsur Kebijakan Publik ... 17

2.2 Tahap-Tahap Kebijakan Publik ... 20

2.3 Implementasi Kebijakan Publik ... 23

2.3.1 Model – Model Implementasi Kebijakan ... 25

2.4 Pariwisata ... 30

2.4.1 Pengembangan Pariwisata ... 34

2.5 Definisi Konsep ... 37

2.6 Hipotesis Kerja ... 39

METODE PENELITIAN ... 40

3.1 Bentuk Penelitian ... 40

3.2 Lokasi Penelitian ... 41

3.3 Informan Penelitian ... 42

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 47

(11)

3.5 Teknik Analisis Data ... 48

3.6 Teknik Keabsahan Data ... 49

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 52

4.1.1 Kabupaten Nias ... 52

4.1.2 Dinas Pariwisata Kabupaten Nias ... 53

4.2 Implementasi Kebijakan Pengembangan Pariwisata Pada Kawasan Soziona Kabupaten Nias ... 61

4.2.1 Standar dan Sasaran Kebijakan ... 64

4.2.2 Sumber Daya ... 105

4.2.3 Karakteristik Pelaksana ... 127

4.2.4 Komunikasi Antar Pelaksana ... 136

4.2.5 Sikap (Disposisi) Pelaksana ... 152

4.2.6 Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik ... 158

KESIMPULAN DAN SARAN ... 170

5.1 Kesimpulan ... 170

5.2 Saran ... 173

DAFTAR PUSTAKA ... 177 LAMPIRAN

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1: Jumlah Kunjungan wisatawan di Kabupaten Nias: ... 3

Tabel 3. 1: Matriks Informan Penelitian... 43

Tabel 4. 1: Data Jumlah Kunjungan Wisatawan Kabupaten Nias... 100

Tabel 4. 2: Data Anggaran Pembangunan Destinasi Wisata di Kawasan Soziona Kabupaten Nias ... 109

Tabel 4. 3: Daftar Pegawai Dinas Pariwisata Kabupaten Nias Tahun 2020 ... 113

Tabel 4. 4: Peta Jabatan Dinas Pariwisata Kabupaten Nias ... 118

Tabel 4. 5: Peta Jabatan Dinas Pariwisata Kabupaten Nias ... 119

Tabel 4. 6: Peta Jabatan Dinas Pariwisata Kabupaten Nias ... 120

Tabel 4. 7: Rencana Kerja Pemerintah Daerah Dinas Pariwisata Tahun 2020 .. 154

(13)

DAFTAR DIAGRAM

Diagram Presentase Pegawai Latar Belakang Pendidikan D3 Pariwisata dan Pendidikan lainnya ... 117

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4. 1 Peta Administrasi Kabupaten Nias ... 52

Gambar 4. 2 Dinas Pariwisata Kabupaten Nias ... 53

Gambar 4. 3 Struktur Organisasi Dinas Pariwisata Kabupaten Nias ... 55

Gambar 4. 4 Perda Kabupaten Nias Nomor 12 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Nias No. 13 Tahun 2016 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Nias Tahun 2016-2021. ... 62

Gambar 4. 5 Pantai Tagaule Onolimbu dan Pantai Bozihӧna ... 63

Gambar 4. 6 Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2019 Tentang Rencana Induk Kepariwisataan Daerah. ... 66

Gambar 4. 7 Fasilitas pada Pantai Bozihӧna ... 76

Gambar 4. 8 Fasilitas pada Pantai Tagaule ... 77

Gambar 4. 9 Akses jalan menuju objek wisata Pantai Tagaule... 82

Gambar 4. 10 Akses jalan menuju objek wisata Pantai Bozihӧna ... 82

Gambar 4. 11 Ship wreck/ Kapal Karam di Pulau Onolimbu ... 85

Gambar 4. 12 Pelaksanaan event Sail Nias Tahun 2019 ... 91

Gambar 4.13 Facebook Sebagai Salah Satu Media Promosi Pariwisata Kawasan Soziona... 98

Gambar 4. 14 Pemasangan Lampu Jalan Di Objek Wisata ... 104

Gambar 4. 15 Jalan yang sudah di buka oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Nias di sepanjang Kawasan Soziona... 132

Gambar 4. 16 Notulen hasil rapat koordinasi Panitia Sail Nias yang dihadiri oleh instansi terkait. ... 140

Gambar 4. 17 Notulen hasil rapat koordinasi Panitia Sail Nias yang dihadiri oleh instansi terkait. ... 141

Gambar 4. 18 Pelaksanaan Sosialisasi Sail Nias, 2019. ... 149

Gambar 4. 19 Kondisi Lingkungan Pantai Tagaule ... 164

Gambar 4. 20 Kondisi Lingkungan Pantai Bozihӧna ... 164

(15)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Pedoman Wawancara

Lampiran 2 Pedoman Observasi Lampiran 3 Pedoman Dokumentasi Lampiran 4 Transkrip Wawancara Lampiran 5 Transkrip Observasi

(16)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri dari pulau-pulau.

Keindahan alam dan ragam budaya yang dimiliki membuat sektor pariwisata sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Saat ini Pemerintah Indonesia memprioritaskan sektor pariwisata untuk meningkatkan devisa dan investasi. Oleh karena itu, pengembangan pariwisata di Indonesia sedang gencar dilakukan, mengingat Indonesia memiliki potensi yang sangat menjanjikan untuk dikembangkan. Potensi ini dapat dilihat dari keindahan dan kekayaan alam yang luar biasa.

Potensi pariwisata di Indonesia tersebar dari sabang sampai merauke sehingga untuk memudahkan pengembangannya maka masing-masing daerah mempunyai wewenang sendiri dalam mengembangkan pariwisata yang ada. Hal ini juga berdasarkan pada pelaksanaan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menyebutkan bahwa pemerintah daerah bertanggung jawab untuk mengembangkan dan mengelola segala potensi yang ada di daerahnya masing-masing. Hal tersebut juga berlaku untuk pariwisata, karena pariwisata merupakan salah satu potensi yang dimiliki oleh suatu daerah.

Pengelolaan potensi pariwisata yang ada diharapkan dapat memberikan dampak yang positif terhadap kemajuan suatu daerah. Pemanfaatan potensi pariwisata yang ada dilakukan dengan menetapkan kebijakan-kebijakan yang efektif untuk memajukan pariwisata. Perkembangan pariwisata salah satunya dapat dilihat dari tingkat kunjungan wisatawan. Dengan meningkatnya jumlah

(17)

kunjungan wisatawan dapat mengindikasikan bahwa suatu objek wisata merupakan kawasan wisata yang cukup dilirik oleh para wisatawan. Untuk itu sektor kepariwisataan harus diupayakan pengembangannya agar dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sektor andalan dalam kegiatan perekonomian daerah. Berkembangnya kegiatan pariwisata di suatu daerah akan memberikan pengaruh dan dorongan pembangunan sektor-sektor lainnya, khususnya dalam memperluas lapangan kerja dan peluang usaha.

Pariwisata dipandang sebagai kegiatan yang mempunyai multidimensi dari rangkaian suatu proses pembangunan. Hal tersebut sejalan dengan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 Tentang Kepariwisataan yang menyatakan bahwa penyelenggaraan kepariwisataan ditujukan untuk meningkatkan pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja, mendorong pembangunan daerah, memperkenalkan dan mendayagunakan objek dan daya tarik wisata di Indonesia serta memupuk rasa cinta tanah air dan mempererat persahabatan antarbangsa. Perkembangan pariwisata juga mendorong dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.

Pulau Nias merupakan wilayah yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara dan mempunyai potensi wisata alam dan budaya yang dapat dikembangkan. Pulau Nias lebih dikenal dengan wisata bahari dan budayanya serta memiliki keindahan pantai dan memiliki ombak yang tinggi sehingga wisatawan lokal maupun wisatawan asing tertarik untuk menikmati keindahan wisata bahari, baik itu dengan berselancar, menyelam ataupun sekedar rekreasi bersama keluarga.

(18)

Pulau Nias yang terdiri dari 4 (empat) kabupaten dan satu kota, yaitu Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Nias Utara, Kabupaten Nias Selatan dan Kota Gunungsitoli. Setiap kabupaten/kota memiliki pantai-pantai yang tersebar di seluruh kecamatan dan memiliki keunikannya masing-masing.

Saat ini, salah satu kabupaten yang sedang berupaya melakukan pengembangan pariwisata yaitu Kabupaten Nias.

Perkembangan pariwisata di Kabupaten Nias dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari pertambahan pengunjung setiap tahunnya. Hal ini mengindikasikan bahwa, pengembangan pariwisata di Kabupaten Nias membuahkan hasil. Jumlah kunjungan wisatawan di Kabupaten Nias dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 1. 1: Jumlah Kunjungan wisatawan di Kabupaten Nias:

Tahun Banyaknya pengunjung

2017 9.869 orang

2018 15.810 orang

2019 19.013 orang

Sumber: Dinas Pariwisata Kabupaten Nias.

Dari tabel 1.1 di atas dapat dilihat bahwa jumlah kunjungan wisatawan tertinggi terjadi pada tahun 2019 yaitu sebanyak 19.013 orang. Pertambahan jumlah kunjungan wisatawan pada tahun tersebut tidak terlepas dari upaya pemerintah Kabupaten Nias dalam mengembangkan pariwisata di Kabupaten Nias yang terwujud dalam penyelenggaraan Event Sail Nias. Penyelenggaraan Event Sail Nias tersebut merupakan salah satu komitmen pengembangan pariwisata dari empat kabupaten dan satu kota yang tersebar di Kepulauan Nias.

(19)

Event Sail Nias yang diselenggarakan pada tahun 2019 memberikan dampak terhadap jumlah kunjungan wisatawan di Kabupaten Nias pada tahun tersebut. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.1 di atas bahwa jumlah kunjungan wisatawan meningkat pada Tahun 2019 dan terdapat pertambahan jumlah kunjungan sebanyak 3.203 kunjungan dari tahun sebelumnya. Akan tetapi, apabila dibandingkan dengan pertambahan jumlah kunjungan wisatawan pada tahun 2018 yaitu meningkat sebanyak 5.941 kunjungan dari tahun 2017, tentunya dapat dikatakan bahwa tingkat pertumbuhan jumlah kunjungan dari tahun ke tahun semakin menurun. Penurunan tingkat pertumbuhan jumlah kunjungan tersebut dapat mengindikasikan bahwa, pengembangan pariwisata di Kabupaten Nias masih belum maksimal.

Salah satu upaya pengembangan pariwisata di Kabupaten Nias yaitu dengan mengembangkan pariwisata di Kawasan Soziona. Kawasan Soziona merupakan kawasan peruntukkan pariwisata berdasarkan hasil pemetaan potensi wilayah yang terdapat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Nias.

Pengembangan Kawasan Soziona tertuang di dalam Peraturan Daerah Kabupaten Nias No. 12 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Nias No. 13 Tahun 2016 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Nias Tahun 2016-2021 sebagai penjabaran dari visi misi Bupati dan Wakil Bupati Nias. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Nias tersebut, pengembangan Kawasan Soziona bertujuan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat sebagaimana tertuang dalam lima agenda prioritas pembangunan daerah. Maka untuk mewujudkan hal tersebut Dinas Pariwisata

(20)

selaku leading sector di bidang pariwisata berupaya melakukan pengembangan pariwisata pada objek-objek wisata yang ada di Kawasan Soziona.

Sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 (pasal 28 ayat 8) tentang Kepariwisataan dijelaskan bahwa pemerintah berwenang memelihara, mengembangkan dan melestarikan aset nasional yang menjadi daya tarik wisata dan aset potensial yang belum tergali. Untuk menindaklanjuti Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan tersebut, maka pemerintah daerah Kabupaten Nias menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Nias No. 1 Tahun 2019 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Nias Tahun 2018-2019 sebagai pedoman dalam melaksanakan pembangunan kepariwisataan di Kabupaten Nias.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Nias No. 1 Tahun 2019 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Nias Tahun 2018-2019 dikatakan bahwa pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan prinsip pembangunan yang terintegrasi antarsektor dan antarwilayah, pemerataan pembangunan, pembangunan pariwisata berbasis masyarakat, pembangunan pariwisata bertanggung jawab dan pembangunan pariwisata berkelanjutan.

Kebijakan pengembangan pariwisata pada Kawasan Soziona, yaitu Pantai Tagaule dan Pantai Bozihӧna diwujudkan melalui pemenuhan sarana dan prasarana, peningkatan aksesibilitas dan promosi. Akan tetapi pelaksanaannya masih belum maksimal, masih ditemukan masalah yang menghambat dalam pengimplementasiannya. Meskipun telah dilakukan upaya untuk pemenuhan sarana dan prasarana pendukung kegiatan kepariwisataan, pada kenyataannya

(21)

sarana dan prasarana yang ada masih belum memadai. Sarana dan prasarana yang ada dinilai masih kurang dalam mendukung kegiatan kepariwisataan, dalam hal ini fasilitas-fasilitas yang ada masih sangat terbatas dan minim dalam perawatannya. Selain itu, aksesibilitas menuju objek wisata masih belum memadai, kondisi jalan yang sempit dan tidak rata menimbulkan ketidaknyamanan bagi wisatawan.

Berdasarkan observasi peneliti pada saat pra penelitian, sarana dan prasarana pendukung kegiatan pariwisata pada Pantai Tagaule dan Pantai Bozihӧna masih sangat terbatas. Pada Pantai Tagaule terdapat gazebo-gazebo yang dapat digunakan oleh pengunjung akan tetapi gazebo-gazebo tersebut sangat terbatas terlebih pada saat hari libur di mana terjadi lonjakan pengunjung.

Keterbatasan gazebo-gazebo tersebut membuat para pengunjung menggelar tikar yang dibawa dari rumah masing-masing. Pada Pantai Bozihӧna gazebo-gazebo yang ada sangat minim perawatannya ditemukan cat yang sudah mulai memudar dan mengelupas. Pada kedua objek wisata tersebut fasilitas yang bersifat menghibur masih belum ada, hanya sebatas adanya jeti apung atau dermaga apung yang menarik minat pengunjung untuk mengambil foto, ketersediaan air bersih juga masih belum ada, hanya menggunakan tampungan air hujan. Selain itu, akses menuju kedua objek wisata tersebut masih belum memadai, masih diperlukan perbaikan karena masih terdapat kondisi jalan yang sempit dan tidak rata (Observasi: 22 Desember 2019).

Masalah dalam pengembangan pariwisata yaitu adanya keterbatasan anggaran, selain itu masih minimnya sumber daya manusia yang memadai dalam

(22)

hal ini sumber daya manusia yang memiliki kompetensi di bidang pariwisata. Di mana dalam pengembangan pariwisata dibutuhkan sumber daya manusia yang berkompetensi di bidangnya sehingga pengembangan pariwisata dapat berjalan dengan baik. Selain itu, dalam hal koordinasi dengan instansi lain masih belum maksimal karena instansi-instansi lain lebih memprioritaskan tupoksinya masing- masing secara sektoral dan adanya keterbatasan anggaran. Hal ini berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Kepala Dinas Pariwisata pada saat pra penelitian 23 Desember 2019:

“Pengembangan pariwisata ini terkendala dalam hal komunikasi lintas sektoral. Sebenarnya koordinasi lintas sektoral dalam pengembangan kepariwisataan sudah mulai diimplementasikan meskipun dalam skala kecil karena masih ada program atau kegiatan masing-masing organisasi perangkat daerah yang lebih memprioritaskan tuntutan tupoksinya masing-masing secara sektoral. Dalam pengembangan pariwisata juga sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dalam pengembangan pariwisata masih belum memadai, masyarakat juga masih rendah jiwa usahanya sehingga pelaku usaha yang berfokus dalam pengembangan usaha pariwisata terbatas, pemahaman masyarakat dalam mendukung program kebijakan pengembangan pariwsata masih minim. Dari segi dukungan pendanaan atau penganggaran dalam melaksanakan program pengembangan pariwisata ini juga masih kurang.”

Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa selain keterbatasan sumber daya manusia yang berkompetensi di bidang pariwisata, aksesibilitas dan sarana prasarana masih belum memadai, koordinasi lintas sektoral yang masih belum maksimal, keterbatasan anggaran juga merupakan masalah yang dihadapi dalam implementasi kebijakan pengembangan pariwisata pada Kawasan Soziona.

Rendahnya jiwa usaha masyarakat dan pemahaman masyarakat masih minim dalam mendukung kebijakan pengembangan pariwisata pada Kawasan Soziona.

Berdasarkan uraian permasalahan di atas permasalahan dalam implementasi kebijakan pengembangan pariwisata pada Kawasan Soziona dapat dikelompokkan

(23)

ke dalam beberapa kategori, yaitu Sumber Daya dan Komunikasi Antar Badan Pelaksana. Sumber daya dan Komunikasi Antar Badan Pelaksana terdapat dalam model implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh Van Meter & Van Horn.

Van Meter & Van Horn mengemukakan terdapat 6 (enam) variabel dalam implementasi kebijakan, yaitu standar dan sasaran kebijakan, sumber daya, karakteristik agen pelaksana, sikap/kecenderungan (disposisi) badan pelaksana, komunikasi antar badan pelaksana, lingkungan ekonomi, sosial dan politik.

Adanya permasalahan dalam implementasi kebijakan pengembangan pariwisata juga dikemukakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Pallewa (2016) tentang Implementasi Kebijakan Pengembangan Pariwisata Pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Toraja Utara. Dalam penelitian tersebut dikemukakan pemerintah kurang melakukan komunikasi melalui sosialisasi dan edukasi terkait rencana kebijakan pariwisata sehingga koordinasi dan sinkronisasi kebijakan pengembangan pariwisata kurang dipahami oleh pemangku kebijakan yang lain, hal tersebut berdampak terhadap program kurang berjalan sebagaimana yang ditargetkan. Selain itu, dukungan berupa komitmen semua pihak tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan karena penyaluran (transmission) komunikasi kepada pemangku kebijakan (orang-orang yang tepat) sebagai pelaksana/implementor tidak terlaksana dengan baik (tidak terkoneksi). Selain itu terdapat faktor penghambat lainnya yaitu sumber daya dan ketersediaan sumber dana sehingga implementasi kebijakan pariwisata masih bersifat ego sektoral dengan menjabarkan kebijakan berdasarkan tupoksi dari masing-masing OPD.

(24)

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Duha (2019) tentang Implementasi Kebijakan Pengembangan Objek Wisata Pantai Sorake di Kabupaten Nias Selatan dikemukakan bahwa kendala yang juga dihadapi adalah komunikasi. Tidak semua hasil koordinasi dengan dinas–dinas lain mendapat respon yang baik. Hal tersebut disebabkan karena adanya ego sektoral dinas yang menganggap bahwa itu hanya menjadi urusan dinas yang bersangkutan saja. Selain itu, ditemukan adanya kesulitan dalam membangun komunikasi dengan masyarakat setempat dalam hal kerjasama memelihara dan mendukung proses pembangunan fasilitas dan pelaksanaan program kegiatan serta adanya permasalahan terkait dengan sumber daya manusia yang kurang memadai.

Adapun perbedaan penelitian yang dilakukan peneliti yaitu, lokasi penelitian yang berbeda dengan kedua penelitian yang telah disebutkan di atas. Selain itu, terdapat perbedaan penggunaan model implementasi kebijakan yang digunakan peneliti dengan penelitian yang dilakukan oleh Pallewa. Dalam penelitian ini peneliti juga akan menjelaskan implementasi kebijakan pengembangan pariwisata terkait dengan pengembangan destinasi yang di dalamnya mencakup pemenuhan fasilitas dan aksesibilitas, kemudian terkait dengan promosi.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dalam kesempatan ini peneliti tertarik mengupayakan kajian ilmiah dengan judul

“Implementasi Kebijakan Pengembangan Pariwisata Pada Kawasan Soziona Kabupaten Nias”. Penelitian ini dilakukan menggunakan model implementasi kebijakan menurut Van Meter & Van Horn yang variabelnya terdiri dari Standar dan Sasaran Kebijakan, Sumber Daya, Karakteristik Pelaksana, Komunikasi Antar

(25)

Badan Pelaksana,, Sikap/Kecenderungan (disposisi) Pelaksana dan Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Implementasi Kebijakan Pengembangan Pariwisata Pada Kawasan Soziona Kabupaten Nias?”

1.3 Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang diajukan mempunyai sasaran yang hendak dicapai atau apa yang menjadi tujuan penelitian. Suatu riset khusus dalam pengetahuan empiris pada umumnya bertujuan untuk menentukan, mengembangkan dan menguji kebenaran ilmu pengetahuan itu sendiri. Ada pun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan secara rinci Implementasi Kebijakan Pengembangan Pariwisata Pada Kawasan Soziona Kabupaten Nias. Dalam penelitian ini Implementasi Kebijakan Pengembangan Pariwisata Pada Kawasan Soziona Kabupaten Nias akan dideskripsikan berdasarkan model implementasi kebijakan Van Meter dan Van Horn, yang terdiri dari Standar dan Sasaran Kebijakan, Sumber Daya, Karakteristik Pelaksana, Komunikasi Antar Badan Pelaksana, Sikap (disposisi) Pelaksana dan Lingkungan Ekonomi, Sosial dan politik.

1.4 Manfaat penelitian

Berdasarkan permasalahan yang menjadi fokus penelitian dan tujuan yang ingin dicapai, maka penelitian ini diharapkan memberikan manfaat antara lain :

(26)

1.4.1 Secara Ilmiah, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti dalam melatih kemampuan menulis karya ilmiah dan menambah pengetahuan ilmiah pada Studi Administrasi Publik dalam kaitan dengan Implementasi Kebijakan.

1.4.2 Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada instansi terkait terhadap Implementasi Kebijakan Pengembangan Pariwisata Pada Kawasan Soziona di Kabupaten Nias.

1.4.3 Secara Akademis, hasil penelitian ini diharapkan mampu menambahkan khasanah literatur maupun memberikan kontribusi secara langsung maupun tidak langsung bagi kepustakaan Departemen Ilmu Administrasi Publik FISIP USU.

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebijakan Publik

Dalam kamus bahasa Indonesia kebijakan berasal dari kata bijak yang berarti pandai, mahir. Kebijakan berarti kepandaian, kemahiran, kebijaksanaan dalam suatu rangkaian konsep yang menjadi garis besar dan dasar rencana pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan dan cara bertindak dalam pemerintahan atau organisasi sebagai pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran.

Kebijaksanaan diartikan sebagai kepandaian menggunakan akal budi berdasarkan pengalaman dan pengetahuan atau kecakapan bertindak apabila menghadapi kesulitan.

Menurut Thoha (2006:56), dalam arti luas kebijakan mempunyai dua aspek pokok yaitu:

a. Kebijakan merupakan praktika sosial, bukan event yang tunggal atau terisolir. Kebijakan yang dihasilkan pemerintah berasal dari segala kejadian dalam masyarakat dan dipergunakan pula untuk kepentingan masyarakat.

Praktika sosial merupakan persoalan atau problema masyarakat, problema ini kemudian dijadikan isu. Isu inilah yang selanjutnya dapat menjadi kebijakan. Oleh karena itu, kebijakan tumbuh dari suatu peristiwa yang benar-benar terjadi dalam suatu praktika dari masyarakat.

b. Kebijakan adalah suatu peristiwa yang ditimbulkan untuk mendamaikan

“claim” dari pihak-pihak yang konflik atau untuk menciptakan “incentive”

bagi tindakan bersama bagi pihak-pihak yang ikut menetapkan tujuan tetapi mendapatkan perlakuan yang tidak rasional dalam usaha bersama tersebut.

Dengan demikian jika ada pihak-pihak yang konflik, usaha untuk mengatasinya antara lain melalui pengambilan kebijakan. Selain itu, jika terjadi beberapa pihak yang bersama-sama ikut menentukan tujuan yang ingin dicapai bersama tetapi dalam perjalanannya ada pihak-pihak yang mendapatkan pelakuan yang tidak sama dan rasional, suatu tindakan yang

(28)

berupa pengambilan kebijakan yang dapat mendorong agar terciptanya situasi yang rasional.

Berdasarkan dua aspek pokok tersebut, dapat dinyatakan bahwa dalam suatu kebijakan terdapat tindakan yang dilatarbelakangi oleh isu yang terjadi dalam masyarakat. Kebijakan tersebut dapat berbentuk suatu usaha yang kompleks dan dilakukan untuk kepentingan masyarakat. Sebuah kebijakan bertujuan untuk mengatasi persoalan atau konflik sehingga terwujudnya suatu keadaan yang diinginkan. Pada Intinya kebijakan berfokus kepada kepentingan masyarakat dalam pencapaian kesejahteraannya.

Dye (dalam Wahab, 2016:14), mendefinisikan kebijakan publik sebagai “Is whatever government choose to do or not to do” dengan kata lain, kebijakan publik merupakan apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Melalui pengertian ini dijelaskan bahwa pusat dari kebijakan publik tidak hanya berfokus kepada apa yang dilakukan oleh pemerintah, melainkan termasuk juga apa saja yang tidak dilakukan oleh pemerintah. Tindakan yang tidak dilakukan oleh pemerintah akan memberikan pengaruh dan dampak yang sama besar dengan sesuatu yang dilakukan oleh pemerintah, sehingga dapat dinyatakan bahwa apapun yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah merupakan kebijakan publik. Tindakan ini tentunya sudah dipertimbangkan sebelumnya karena ada tujuan yang ingin dicapai sehingga setiap hal yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah dapat mempengaruhi keadaan ataupun situasi yang sedang terjadi. Pada sisi lain, Easton (dalam Suaib, 2016:xvi), menyatakan bahwa kebijakan publik adalah:

(29)

“The authoritative allocation of value for the whole society but it turns out that only the government can authoritative act on the whole society, and everything the government chooses to do or not to do results in the allocation of values”. Dengan kata lain, kebijakan publik adalah pengalokasian nilai-nilai secara sah/paksa kepada seluruh masyarakat. Kebijakan publik merupakan alokasi nilai yang obyektif untuk seluruh masyarakat akan tetapi hanya pemerintahlah yang dapat berbuat secara otoritarif untuk seluruh masyarakat dan semuanya yang dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan atau untuk tidak dikerjakan adalah hasil- hasil dari nilai-nilai tersebut.

Melalui pernyataan di atas, dapat dinyatakan bahwa pada hakikatnya pemerintah merupakan pihak yang memiliki otoritas penuh atas pelaksanaan kebijakan untuk kepentingan masyarakat. Pemerintah yang akan memutuskan apakah akan melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

Senada dengan Easton, Edward III & Sharkanky (dalam Suntoro & Hariri, 2015:4), mengartikan kebijakan publik sebagai “…is what governments say and do, or do not do. It is the goals or purposes of government programs….” dengan kata lain, kebijakan adalah apa yang dinyatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah. Kebijakan negara itu berupa sasaran atau program- program pemerintah.

Melalui pengertian yang dikemukakan oleh Edward III & Sharkanky di atas, dapat dinyatakan bahwa kebijakan publik dapat ditetapkan secara jelas dalam peraturan perundang-undangan atau dalam bentuk pidato-pidato pejabat teras pemerintah ataupun dapat berupa program-program dan tindakan-tindakan yang dilakukan pemerintah. Ketika pemerintah memutuskan untuk melakukan, menyatakan dan tidak melakukan sesuatu, maka itu termasuk kebijakan publik.

Sementara itu, Anderson (dalam Suntoro & Hariri, 2015:4), menyatakan “Public policies are those policies developed by government bodies and officials” dengan

(30)

kata lain, kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah.

Berdasarkan beberapa pengertian kebijakan publik di atas, dapat dinyatakan bahwa kebijakan publik merupakan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah.

Tindakan terebut dilakukan berdasarkan keputusan yang telah dipertimbangkan sebelumnya, baik itu dengan mempertimbangkan dampak dan seberapa jauh tindakan itu dapat menjawab dan menyelesaikan persoalan-persoalan, permasalahan maupun menyelesaikan konflik yang terjadi di dalam masyarakat.

Keputusan tersebut dapat berupa tindakan, pernyataan, maupun program-program pemerintah yang dilakukan untuk masyarakat sehingga tercapai keadaan atau tujuan yang diinginkan.

Dari definisi yang telah dikemukakan di atas perlu diketahui bahwa kebijakan adalah keputusan, akan tetapi tidak semua keputusan merupakan kebijakan. Tanpa mengetahui sifat khusus atau ciri khas suatu kebijakan maka akan sulit untuk membedakan kebijakan dengan keputusan biasa dalam birokrasi pemerintahan. Wahab (dalam Suntoro & Hariri, 2015:10), mengemukakan ciri-ciri kebijakan publik yaitu sebagai berikut :

a. Kebijakan publik lebih merupakan tindakan yang mengarah pada tujuan daripada sekedar perilaku atau tindakan serba acak dan kebetulan, melainkan tindakan yang direncanakan.

b. Kebijakan publik hakikatnya terdiri atas tindakan-tindakan yang saling berkaitan dan berpola mengarah pada tujuan tertentu yang dilakukan pejabat pemerintah bukan merupakan keputusan yang berdiri sendiri. Misalnya:

kebijakan tidak hanya mencakup keputusan untuk membuat Undang- Undang dalam bidang tertentu, akan tetapi diikuti pula keputusan-keputusan yang berkaitan dengan implementasi dan pemaksaan pemberlakuannya.

c. Kebijakan bersangkut paut dengan apa yang dilakukan oleh pemerintah dalam bidang-bidang tertentu, dalam arti setiap kebijakan pemerintah itu diikuti dengan tindakan-tindakan konkrit.

(31)

d. Kebijakan publik berbentuk positif maupun negatif, dalam bentuk positif kebijakan mencakup beberapa bentuk tindakan pemerintah yang dimaksudkan untuk mempengaruhi masalah tertentu, sementara itu bentuk yang negatif, kebijakan meliputi keputusan para pejabat-pejabat pemerintah untuk tidak bertindak atau tidak melakukan apapun dalam masalah-masalah di mana campur tangan pemerintah justru diperlukan.

Suatu tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dapat disebut kebijakan publik apabila terdapat peraturan-peraturan yang mengatur. Suatu tindakan disebut sebagai kebijakan apabila tindakan tersebut tidak semata-mata dilakukan hanya karena keinginan pemerintah saja melainkan merupakan suatu tindakan yang terencana dan dilatarbelakangi oleh suatu isu atau permasalahan yang ingin diselesaikan. Pelaksanaan tindakan tersebut akan diatur sesuai prosedur yang berlaku dari awal perencanaan hingga pada tahap pelaksanaannya. Tindakan tersebut diikuti oleh sikap melakukan sesuatu yang konkrit dalam mencapai tujuan yang sudah ditetapkan ataupun memilih untuk tidak melakukan sesuatu. Tindakan tersebut harus mengarah pada pencapaian tujuan supaya setiap tindakan yang dilakukan akan terus berkesinambungan dan terencana sampai pada tahap implementasinya sehingga tindakan yang dilakukan dapat terarah, terukur dan jelas pelaksanaannya bukan hanya sekedar tindakan yang dilakukan secara acak dan kebetulan.

Kebijakan publik merupakan kebijakan pemerintah untuk mengatasi atau memecahkan permasalahan yang ada dalam masyarakat yang menghasilkan produk kebijakan. Produk kebijakan tersebut bermacam-macam bentuknya, menurut Abidin (2004:86), bahwa kebijakan publik dapat dibedakan dalam beberapa bentuk sebagai berikut:

(32)

a. Berupa aturan atau ketentuan yang mengatur kehidupan masyarakat (Undang-Undang), peraturan pemerintah dan keputusan presiden. Sebagai aturan yang mengatur tata kehidupan masyarakat, kebijakan dapat berubah sesuai dengan perubahan masyarakat dan sasaran yang ingin dicapai pada suatu waktu.

b. Distribusi atau alokasi sumber daya. Kebijakan ditujukan untuk mengimbangi berbagai kesenjangan antargolongan dan antardaerah dalam suatu negara.

c. Redistribusi atau realokasi. Kebijakan ini merupakan perbaikan kepincangan sebagai akibat dari kesalahan kebijakan distribusi.

d. Pembekalan dan pemberdayaan. Kebijakan ini dimaksudkan untuk memodali atau melengkapi masyarakat dengan sarana-sarana yang perlu agar dapat berdiri sendiri.

e. Etika. Aturan-aturan moral berdasarkan kaedah-kaedah yang berlaku, baik yang berupa aturan agama ataupun adat yang dapat dijadikan arah atau pedoman bagi tindakan pemerintah.

Dari kelima bentuk kebijakan publik di atas, dapat dinyatakan bahwa bentuk kebijakan publik berbeda-beda. Kebijakan publik tidak hanya berupa peraturan- peraturan saja melainkan berupa tindakan atau program yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

2.1.1 Unsur-Unsur Kebijakan Publik

Menurut Abidin (2004:4), dilihat dari segi struktur, unsur kebijakan terdiri dari unsur tujuan kebijakan, unsur masalah, unsur tuntutan (demand), unsur dampak (outcomes), unsur sarana atau alat kebijakan (policy instrument).

1. Unsur Tujuan Kebijakan

Sebuah kebijakan dibuat karena ada tujuan yang ingin dicapai. Jika tidak terdapat tujuan maka kebijakan tidak perlu dibuat. Maka dari itu, tujuan menjadi unsur utama dari suatu kebijakan. Kebijakan yang baik tentunya memiliki tujuan yang baik. Menurut Abidin (2004:4), Tujuan yang baik minimal memenuhi empat kriteria yang diinginkan untuk dicapai, yaitu:

(33)

a. Tujuan yang diinginkan berarti pertama-tama dapat diterima banyak pihak karena kandungan isinya tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut banyak pihak dan kedua mewakili kepentingan mayoritas atau didukung golongan yang kuat dalam masyarakat.

b. Tujuan rasional merupakan pilihan yang terbaik dari beberapa alternatif yang diperhitungkan atas dasar kriteria yang relevan dan masuk akal. Sisi lain dalam kaitan dengan kriteria rasional adalah realistis. Tujuan biasanya ditetapkan setelah memperhitungkan kedudukan organisasi, peraturan yang berlaku dan sumber daya yang dimiliki atau dapat dikuasai. Sumber daya yang dimaksud disini adalah faktor-faktor pendukung. Faktor-faktor pendukung dalam manajemen biasa disebut dengan istilah 6M (man, money, material, machine, method dan market). Faktor pendukung manajemen publik ini human resources, finance, logistics, information, participation dan legitimation.

c. Tujuan yang baik masuk akal (logis) dan mempunyai gambaran yang jelas.

Pola pikirnya runtun dan mudah dipahami langkah-langkah mencapainya.

Pengertian jelas disini tidak perlu mesti ditunjukkan secara kuantitatif.

Bagian terpenting yaitu orang dapat membedakan tercapai tidaknya tujuan dimaksud setelah suatu jangka waktu tertentu.

d. Tujuan kebijakan mempunyai orientasi kedepan. Ada tiga pengertian tentang orientasi kedepan ini:

(a). Tujuan kebijakan dimaksud menimbulkan kemajuan kearah yang diinginkan atau berdasarkan angka-angka atau kriteria tertentu terlihat peningkatan.

(b). Tujuan yang ingin dicapai dimasa depan itu terletak dalam suatu jangka waktu tertentu, sehingga setelah suatu masa tertentu dapat dilakukan evaluasi atas hasil pelaksanaan kebijakan itu.

(c). Orientasi kedepan adalah ulet. Tujuan yang berada kedepan dalam jangka waktu tertentu itu diukur dalam pengertian mencapai secara terus menerus tanpa henti.

Suatu kebijakan tentu saja terdapat tujuan di dalamnya. Tidak ada kebijakan yang tidak memiliki tujuan untuk dicapai. Melalui empat kriteria tujuan yang dikemukakan di atas dapat dinyatakan bahwa nilai-nilai yang dianut oleh banyak pihak akan mempengaruhi suatu kebijakan. Karena jika suatu kebijakan bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut dan bertentangan dengan kepentingan mayoritas masyarakat akan menyebabkan kebijakan tersebut tidak dapat diterima.

Selain itu, suatu kebijakan harus memiliki tujuan yang rasional. Maksudnya yaitu suatu tujuan harus masuk akal dan realitis. Tujuan yang ingin dicapai dalam suatu

(34)

kebijakan tentunya sudah memperhitungkan berbagai aspek. Baik itu aspek yang mendukung tercapainya tujuan maupun aspek yang akan menghambat pencapaian tujuan. Suatu tujuan tentunya harus dapat digambarkan secara jelas, tidak mengambang dan mengarah kepada kepastian pencapaian tujuan. Maka dari itu, perlu ditentukan kriteria untuk mengukur peningkatan maupun kepastian dalam jangka waktu. Suatu tujuan dapat dikatakan baik apabila sudah memenuhi kriteria yang telah dikemukakan di atas.

2. Unsur Masalah

Dalam sebuah kebijakan unsur masalah merupakan unsur yang sangat penting. Jika terdapat kesalahan dalam menentukan atau mengidentifikasi masalah maka akan menyebabkan kegagalan total dalam seluruh proses kebijakan. Jika suatu metode yang baik dilakukan untuk memecahkan masalah yang tidak tepat maka tidak akan ada artinya.

3. Unsur Tuntutan (demand)

Partisipasi merupakan salah satu indikasi dari masyarakat maju. Partisipasi dapat berupa dukungan, tuntutan dan tantangan atau kritik. Tuntutan muncul karena masyarakat merasa terabaikan kepentingannya dalam proses perumusan kebijakan, sehingga masyarakat merasa dirugikan dan tidak dipenuhi kepentingannya. Hal ini terjadi karena mereka tidak mempunyai peluang ikut dalam proses perumusan kebijakan atau karena kalah dalam persaingan antar berbagai kekuatan, meskipun jumlah mungkin tercapai atau suatu masalah terpecahkan.

(35)

4. Unsur Dampak (outcomes)

Dampak ditimbulkan dari tindakan yang telah dilakukan. Dampak timbul sebagai pengaruh dari tercapainya tujuan. Dampak dapat bersifat positif dan negatif. Besarnya dampak yang ditimbulkan dari setiap jenis kebijakan susah diperhitungkan. Hal ini disebabkan karena tidak tersedianya informasi yang cukup. Bisa saja data ada dilapangan pada tingkat lokal, tetapi tidak ada data pada instansi tingkat nasional atau daerah. Sebab itu peran serta masyarakat bawah dalam proses penyusunan dan penilaian suatu kebijakan yang sangat penting.

Selain itu dalam bidang sosial, pengaruh dari suatu kebijakan susah dipisahkan dari pengaruh kebijakan lain. Maka dari itu untuk menilai dampak dari suatu kebijakan perlu dilakukan pemisahan antarkelompok variabel yang diukur (control group) dengan kelompok variabel yang tidak diukur (non control group).

5. Unsur Sarana atau alat kebijakan (policy instrument)

Pelaksanaan suatu kebijakan dilakukan dengan menggunakan sarana.

Beberapa dari sarana ini antara lain: kekuasaan, insentif, pengembangan kemampuan, simbolis dan perubahan kebijakan itu sendiri.

2.2 Tahap-Tahap Kebijakan Publik

Tahap-tahap kebijakan publik menurut Dunn (dalam Winarno, 2008:32), terdapat 6 (enam) tahapan, yaitu Tahapan Penyusunan Agenda, Tahap Formulasi Kebijakan, Tahap Adopsi Kebijakan, Tahap Implementasi Kebijakan, Tahap Evaluasi Kebijakan.

(36)

1. Tahapan Penyusunan Agenda.

Pada tahap penyusunan agenda para pejabat menempatkan masalah pada agenda publik. Tidak semua masalah dapat masuk ke dalam agenda kebijakan.

Setiap masalah akan disaring melalui proses seleksi agar dapat masuk kedalam agenda kebijakan, sehingga hanya ada beberapa masalah yang sudah lulus seleksi yang masuk ke dalam agenda kebijakan para perumus kebijakan. Biasanya masalah akan dinilai dari tingkat kepentingannya. Oleh sebab itu, akan ada masalah yang didahulukan untuk menjadi fokus pembahasan dan dicari penyelesaiannya terlebih dahulu sementara yang lainnya harus ditunda karena pertimbangan-pertimbangan atau alasan-alasan tertentu.

2. Tahap Formulasi Kebijakan

Pada tahap ini masalah yang sudah masuk ke dalam agenda kebijakan selanjutnya akan dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tersebut kemudian diidentifikasikan dan selanjutnya akan dicari pemecahan dan penyelesaian masalah yang sesuai dan terbaik. Akan ada banyak alternatif atau pilihan kebijakan yang ada maka dari itu akan diseleksi dan dipilih alternatif kebijakan apa yang dapat menjawab penyelesaian dari masalah-masalah tersebut.

Seleksi masalah pada tahap pembuatan agenda kebijakan juga berlaku pada seleksi penyelesaian dari masalah yang sedang menjadi pokok pembahasan. Pada tahap ini para aktor akan mengusulkan berbagai pemecahan masalah yang terbaik namun tidak semua usulan akan diterima melainkan akan dicari yang terbaik di antaranya.

(37)

3. Tahap Adopsi Kebijakan

Pada tahap adopsi kebijakan, salah satu dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan akan diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.

4. Tahap Implementasi Kebijakan

Tahap implementasi kebijakan adalah tahap di mana alternatif kebijakan yang sudah diputuskan sebagai alternatif pemecahan masalah diimplementasikan.

Jika suatu program kebijakan tidak diimplementasikan maka program tersebut hanya menjadi catatan-catatan elit saja dan pastinya tidak akan dapat menyelesaikan permasalahan yang ada karena tidak diimplementasikan.

Implementasi keputusan program kebijakan dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah ditingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumber daya finansial dan manusia. Pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana (implementor), namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana.

5. Tahap Evaluasi Kebijakan

Kebijakan yang sudah dijalankan atau diimplementasikan akan dievaluasi atau dinilai, agar dapat diketahui sudah sejauh mana kebijakan yang telah dibuat mampu memecahkan dan menyelesaikan masalah. Kebijakan publik bertujuan untuk memberikan dampak yang diinginkan dan memecahkan masalah yang

(38)

dihadapi oleh masyarakat. Oleh karena itu, akan ditentukan ukuran-ukuran yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik sudah mencapai dampak yang diinginkan.

2.3 Implementasi Kebijakan Publik

Van Meter & Van Horn (dalam Suaib, 2016:81), merumuskan mengenai proses implementasi sebagai “Those actions by publik or private individuals (or groups) that are directed at the achievement of objectives set forth in prior policy decisions”. Makna dari perumusan tersebut menyatakan bahwa implementasi mengandung pengertian tindakan yang dilakukan individu atau pejabat maupun swasta yang mengarah pada tujuan yang ditetapkan. Tindakan-tindakan tersebut berupa upaya-upaya untuk mengadministrasikan dan menimbulkan dampak nyata pada masyarakat. Oleh karena itu, yang menjadi fokus perhatian implementasi kebijakan adalah memahami apa yang benar-benar terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku.

Pada studi kebijakan publik, dikatakan bahwa implementasi bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur-prosedur rutin melalui saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu implementasi menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan. Implementasi kebijakan diperlukan karena adanya masalah kebijakan yang perlu diatasi dan dipecahkan.

Maka dari itu, implementasi kebijakan merupakan tahap yang sangat penting dari keseluruhan proses kebijakan. Tanpa adanya implementasi maka kebijakan

(39)

tersebut hanya sekedar rencana tanpa adanya tindakan lebih lanjut dan akan menjadi kesia-siaan belaka.

Menurut Lester & Steward (dalam Winarno, 2008 : 144), “Implementasi kebijakan jika dipandang dari pengertian yang luas, merupakan tahap dari proses kebijakan segera setelah penetapan Undang-Undang. Implementasi dipandang secara luas mempunyai makna pelaksanaan Undang-Undang di mana sebagai aktor, organisasi, prosedur dan teknik bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan dalam upaya untuk meraih tujuan-tujuan kebijakan atau program- program”.

Sore & Sobirin (2017:121), menyebutkan bahwa “Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik”. Suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Implementasi merupakan hal yang sangat penting. Suatu kebijakan jika tidak diimplementasikan maka akan menjadi sia-sia. Perubahan yang diinginkan tidak akan tercapai sehingga kebijakan tersebut tidak memiliki arti.

Disinilah letak pentingnya implementasi kebijakan itu sendiri. Masalah tidak akan terpecahkan jika hanya sebatas merumuskan kebijakan akan tetapi tahap implementasi merupakan langkah selanjutnya dalam usaha pemecahan masalah yang ada. Implementasi kebijakan menghubungkan antara tujuan kebijakan dan realisasinya dengan hasil kegiatan pemerintah. Ini sesuai dengan pandangan Van Meter & Van Horn (Hernawan & Patridina, Jurnal Sosial Humaniora , Vol 6, No.

2, 2015:95), bahwa tugas implementasi adalah membangun jaringan yang memungkinkan tujuan kebijakan publik direalisasikan melalui aktivitas instansi pemerintah yang melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dinyatakan bahwa implementasi kebijakan merupakan tahap yang sangat penting dalam proses kebijakan.

(40)

Implementasi kebijakan diharapkan akan mampu mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan memberikan dampak dari proses implementasi kebijakan tersebut. Dampak yang diinginkan tentunya diharapkan akan mampu memecahkan permasalahan yang ada.

2.3.1 Model – Model Implementasi Kebijakan

Dalam sub-bab ini akan dibahas mengenai model-model implementasi kebijakan menurut para ahli, yaitu model implementasi kebijakan Van Meter &

Van Horn, model implementasi Kebijakan George C. Edward III, model implementasi kebijakan Daniel Mazmanian & Paul A. Sabatier.

2.3.1.1 Model Van Meter dan Van Horn

Van Meter & Van Horn menawarkan suatu model dasar yang mempunyai enam variabel. Variabel-variabel tersebut (dalam Mulyadi, 2016:70), yaitu Standar dan Sasaran Kebijakan, Sumber Daya, Karakteristik Agen Pelaksana, Sikap/kecenderungan (disposisi) Para Pelaksana, Komunikasi Antar Organisasi dan Aktivitas Pelaksana, Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik.

a. Standar dan Sasaran Kebijakan

Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan realistis. Ketika standar dan sasaran kebijakan tidak jelas maka akan sulit untuk merealisasikan kebijakan tersebut. Selain itu, standar dan sasaran kebijakan yang jelas dan terukur akan meminimalisir terjadinya interpretasi yang menyebabkan terjadinya konflik.

(41)

b. Sumber Daya

Sumber daya merupakan salah satu faktor pendukung dalam pelaksanaan kebijakan. Sumber daya terdiri dari sumber daya manusia dan sumber daya finansial. Sumber daya yang memadai akan mendukung proses implementasi kebijakan. Sumber daya manusia dan sumber daya finansial harus seimbang karena keduanya merupakan aspek penting dalam pelaksanaan kebijakan. Jika sumber daya manusia yang berkualitas tidak diiringi dengan sumber daya finansial yang memadai maka akan menghambat proses implementasi kebijakan.

c. Karakteristik Agen Pelaksana

Sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan. Termasuk didalamnya karakteristik para partisipan yaitu mendukung atau menolak implementasi kebijakan. Jika implementor mendukung pelaksanaan kebijakan, maka implementor akan bertindak tegas dan menaati aturan dalam melaksanakan kebijakan tersebut.

d. Sikap/Kecenderungan (Disposisi) Para Pelaksana

Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan publik.

Disposisi pelaksana (dalam Mulyadi 2016:70) mencakup tiga hal penting, yaitu:

(a) Respon implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan;

(b) Kognisi, yaitu pemahamannya terhadap kebijakan;

(c) Intensitas disposisi implementor yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.

(42)

e. Komunikasi Antar Organisasi dan Aktivitas Pelaksana

Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi dan komunikasi di antara pihak- pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka kesalahan asumsi akan sangat kecil untuk terjadi dan begitu pula sebaliknya.

f. Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik

Agar implementasi kebijakan dapat berjalan dengan efektif maka hal yang harus diperhatikan selanjutnya yaitu lingkungan ekonomi, sosial dan politik.

Lingkungan eksternal dapat mendorong ataupun menghambat keberhasilan kebijakan yang telah ditetapkan. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi penyebab kegagalan kinerja implementasi kebijakan.

2.3.1.2 Model Implementasi Kebijakan George C. Edward III

Edward (dalam Indiahono, 2009: 31), menyatakan model implementasi kebijakan yang terdiri dari empat variabel yang berperan penting dalam mencapai keberhasilan implementasi, yaitu Komunikasi, Sumber Daya, Disposisi dan Struktur Birokrasi.

a. Komunikasi, komunikasi yang baik dapat meminimalisir terjadinya kesalahan dalam proses pelaksanaan kebijakan. Pelaksanaan kebijakan dapat dijalankan dengan baik jika adanya komunikasi yang efektif antara pelaksana kebijakan dan kelompok sasaran. Jika tujuan dan sasaran dari program atau kebijakan disosialisasikan dengan baik maka kekeliruan dalam pemahaman atas program atau kebijakan tersebut dapat dihindari. Jika kelompok sasaran sudah memahami program atau kebijakan yang akan

(43)

dilaksanakan maka akan dapat meminimalisir terjadinya penolakan dan konflik dalam proses implementasi program atau kebijakan tersebut.

b. Sumber daya, sumber daya yang memadai, baik itu sumber daya manusia maupun sumber daya finansial akan mendukung setiap kebijakan. Sumber daya manusia adalah kecukupan baik dari segi kuantitas maupun kualitas implementor yang dapat menjangkau seluruh kelompok sasaran. Sumber daya finansial merupakan kecukupan modal investasi atas sebuah program atau kebijakan pemerintah. Jika implementor tidak memadai dari segi kualitas dan kuantitas maka akan menyebabkan kebijakan menjadi berjalan dengan lambat dan seadanya. Disisi lain, sumber daya finansial menjamin keberlangsungan program atau kebijakan, tanpa adanya dukungan finansial yang memadai, program atau kebijakan tidak akan dapat berjalan dengan efektif dan efisien dalam mencapai tujuan dan sasaran.

c. Disposisi, merupakan karakteristik yang menempel erat kepada implementor kebijakan/program. Karakter yang penting dimiliki oleh implementor adalah kejujuran, komitmen dan demokratis. Implementor yang memiliki komitmen tinggi dan jujur akan bertahan di antara hambatan yang ditemui dalam program/kebijakan. Jika implementor memiliki komitmen yang kuat dan jujur maka akan membuat implementor konsisten dalam melaksanakan program dan tetap berada dalam arah program yang telah digariskan dalam guideline program. Sikap tersebut akan menyebabkan tingkat kepercayaan kelompok sasaran terhadap implementor semakin meningkat.

(44)

d. Struktur birokrasi, struktur birokrasi merupakan bagian penting dalam implementasi kebijakan. Struktur birokrasi mencakup dua hal penting, yaitu mekanisme dan struktur organisasi pelaksana sendiri. Mekanisme implementasi program biasanya sudah ditetapkan melalui standard operating procedur (SOP) yang dicantumkan dalam guideline program/kebijakan. SOP yang baik mencantumkan kerangka kerja yang jelas, sistematis, tidak berbelit dan mudah dipahami oleh siapa pun karena akan menjadi acuan dalam bekerjanya implementor, sedangkan struktur organisasi pelaksana sedapat mungkin menghindari hal yang berbelit-belit, panjang dan kompleks. Struktur organisasi pelaksana harus dapat menjamin adanya pengambilan keputusan atas kejadian luar biasa dalam program secara cepat.

Variabel dalam model yang dikemukakan oleh Edward tersebut saling berkaitan satu dengan yang lain dalam hal mencapai tujuan dan sasaran program atau kebijakan. Semuanya saling bersinergi dan satu sama lain akan saling mempengaruhi. Misalnya, watak dari implementor kurang demokratis akan sangat mempengaruhi proes komunikasi dengan kelompok sasaran.

2.3.1.3 Model Daniel Mazmanian dan Paul A. Sabatier

Kedua ahli ini berpendapat bahwa peran penting dari analisis implementasi kebijakan ialah mengidentifikasikan variabel-variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal pada keseluruhan proses implementasi. Variabel- variabel yang dimaksud dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori besar (dalam Suaib 2016:97), yaitu:

(45)

a. Mudah tidaknya masalah yang akan digarap dikendalikan.

b. Kemampuan keputusan kebijakan untuk menstrukturkan secara tepat proses implementasinya dan

c. Pengaruh langsung berbagai variabel-variabel politik terhadap keseimbangan dukungan bagi tujuan yang termuat dalam keputusan kebijakan tersebut.

Ketiga variabel tersebut memiliki pengaruh terhadap pencapaian tujuan dari suatu kebijakan. Menurut Mazmanian & Sabatier, suatu masalah dapat diselesaikan jika masalah tersebut tergolong mudah untuk dikendalikan. Jika masalah tersebut tidak mudah untuk dikendalikan maka akan mempersulit proses implementasi kebijakan. Mazmanian & Sabatier juga mengumukakan bahwa variabel-variabel politik akan mempengaruhi dukungan tujuan yang terdapat dalam keputusan kebijakan.

2.4 Pariwisata

Pariwisata merupakan kegiatan berpergian dari satu tempat ke tempat yang lainnya dengan tujuan rekreasi. McIntosh & Gupta (dalam Pendit, 2003:34), menyatakan bahwa pariwisata adalah gabungan gejala dan hubungan yang timbul dari interaksi wisatawan, bisnis, pemerintah tuan rumah serta masyarakat tuan rumah dalam proses menarik dan melayani wisatawan-wisatawan serta para pengunjung lainnya.

Dari pernyataan McIntosh & Gupta di atas, dapat dinyatakan bahwa ruang lingkup pariwisata tidak terlepas dari hubungan timbal balik di dalamnya.

Terdapat proses take and give yang terjadi di antara wisatawan dan pelaku penyedia jasa pariwisata. Akan tetapi, interaksi ini tidak hanya terjadi antara wisatawan, penyedia jasa pariwisata dan masyarakat sekitar saja tetapi ada juga keterlibatan pemerintah selaku pemegang otoritas penuh dalam pelaksanaan kebijakan. Sementara itu, menurut Wahab (dalam Hanief & Pramana, 2018:1), Pariwisata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu mempercepat

(46)

pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktif lainnya.

Wahab (dalam Utama, 2014:20), juga mengemukakan bahwa Pariwisata mengandung tiga unsur antara lain: manusia yakni unsur insani sebagai pelaku kegiatan pariwisata, tempat yakni unsur fisik yang sebenarnya tercakup oleh kegiatan itu sendiri dan waktu yakni unsur tempo yang dihabiskan dalam perjalanan tersebut dan selama berdiam di tempat tujuan.

Menurut Yoeti (dalam Utama, 2014:20), syarat suatu perjalanan disebut sebagai perjalanan pariwisata apabila:

a. Perjalanan dilakukan dari suatu tempat ke tempat yang lain, diluar tempat kediaman orang tersebut tinggal.

b. Tujuan perjalanan semata-mata untuk bersenang-senang dan tidak mencari nafkah di tempat atau negara yang dikunjunginya.

c. Semata-mata sebagai konsumen di tempat yang dikunjungi.

Pada masa sekarang ini, ketika berpergian masyarakat melakukan perjalanan pariwisata bukan semata-mata hanya untuk bersenang-senang dan menikmati tempat wisata yang dikunjungi. Tidak jarang masyarakat melakukan perjalanan pariwisata sembari melakukan pekerjaan, baik itu dengan bertemu dengan orang- orang penting dengan keperluan bisnis dan lain-lain. Jika ditinjau dari syarat- syarat yang dikemukakan oleh Yoeti, pada masa sekarang pariwisata sedikit mengalami pergesaran tujuan, tidak lagi dilakukan semata-mata karena ingin menikmati objek wisata melainkan tidak jarang juga terdapat kepentingan bisnis di dalamnya.

Pariwisata dipandang sebagai sumber daya ekonomi yang potensial.

Pariwisata dapat menjadi alat penarik investasi di daerah yang memiliki potensi

(47)

sangat besar. Wardiyanto & Baiquni (2011:36), mengemukakan keunggulan pariwisata sebagai berikut:

a. Pengembangan pariwisata merupakan hal yang dapat dilaksanakan dengan waktu yang paling cepat;

b. Pengembangan pariwisata dapat dilaksanakan dengan metode yang paling mudah dan sederhana;

c. Pengembangan pariwisata akan melibatkan masyarakat, sehingga banyak pihak dapat menikmati manfaatnya;

d. Pengembangan pariwisata tidak hanya memerlukan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi tinggi, tetapi juga yang berkompetensi menengah dan rendah;

e. Pengembangan pariwisata dapat mendorong pelestarian lingkungan alam, budaya dan sosial masyarakat;

f. Kendala pengembangan pariwisata relatif lebih sedikit jika dibanding dengan sektor lain. Misalnya untuk sektor pertanian, akan terkendala masalah keberlanjutan lahan dan akses terhadap pasar. Untuk pertambangan, kendala yang akan dihadapi adalah bahwa deposit akan habis dan bisa berdampak buruk pada alam dan masyarakat;

g. Pengembangan pariwisata menawarkan cara yang cepat untuk membangun industri pendukung, yakni: hotel, restoran, penyewaan bus pariwisata, penyewaan perahu, industri souvenir dan lain-lain.

Dari poin-poin yang dikemukakan oleh Wardiyanto di atas, perlu diketahui bahwa meskipun pengembangan pariwisata tergolong cepat dibandingkan dengan sektor lainnya, tetap saja dalam pengembangan pariwisata diperlukan waktu karena pengembangan pariwisata tidak terjadi begitu saja. Perkembangan pariwisata di suatu daerah akan memberikan perubahan di daerah tersebut.

Tentunya perubahan yang diinginkan adalah perubahan yang positif. Terjadinya perubahan yang positif apabila proses pengembangannya sudah dilakukan sesuai dengan prosedur yang benar. Proses perencanaan yang matang juga akan mendukung terjadinya perubahan yang positif.

Gambar

Tabel 3. 1: Matriks Informan Penelitian.
Gambar 4. 1 Peta Administrasi Kabupaten Nias
Gambar 4. 2 Dinas Pariwisata Kabupaten Nias
Gambar 4. 3 Struktur Organisasi Dinas Pariwisata Kabupaten Nias
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa implementasi kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi (KAKD) dalam usaha pengembangan ekonomi

Implementasi kebijakan pengembangan pariwisata di Kabupaten Toraja sebagaimana dikemukana oleh informan penelitian melalui wawancara serat sebagaimana amatan peneliti

pembangunan pariwisata di Teluk Palu. Rumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah: Untuk mengetahui dan menganalisis implementasi kebijakan pembangunan

Adapun sampel penelitiannya adalah pembuat kebijakan (Asdep Pengembangan Wisata Alam dan Buatan Kementerian Pariwisata, Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Terkait dengan pengembangan pariwisata, dapat dikatakan bahwa geliat sektor pariwisata di Kabupaten Nias Selatan saat ini memiliki status baik, namun harus banyak

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa implementasi kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi (KAKD) dalam usaha pengembangan ekonomi

Kepala Desa Karangrejo juga mengungkapkan bahwa, pengembangan pariwisata di Desa Karangrejo pada masa pandemi tetap dilakukan dengan melakukan evaluasi terhadap pengembangan pariwisata

NILAI STRATEGIS KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN PARIWISATA INTERNASIONAL DI KAWASAN PERBATASAN by Rendi Prayuda, Hafzana Bedasari, Andrean Dwi Saputra...