• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Perbandingan Mengenai Adult Attachment terhadap Ibu dan Pasangan pada Mahasiswa yang Mengalami On-Off Relationship di Universitas "X" Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Perbandingan Mengenai Adult Attachment terhadap Ibu dan Pasangan pada Mahasiswa yang Mengalami On-Off Relationship di Universitas "X" Bandung."

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

ii

Universitas Kristen Maranatha

1

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan attachment style terhadap ibu dan terhadap pasangan pada Mahasiswa Universitas “X” Bandung yang mengalami on-off relationship. Penelitian dilakukan kepada 100 orang mahasiswa Universitas “X” Bandung, menjalani hubungan pacaran minimal 1 tahun, pernah mengalami on-off relationship minimal 2 kali, dan berusia 18 – 25 tahun. Metode yang digunakan adalah metode komparatif. Teknik penarikan sampel menggunakan snowball sampling. Alat ukur yang digunakan adalah modifikasi dari Experiences in Close Relationship-Revised (ECR-R) dari Fraley, Waller, & Brennan (2000). Pada alat ukur ECR-R terhadap Ibu didapatkan 31 item yang valid dengan kisaran 0,357-0785, sementara pada ECR-R terhadap pasangan terdapat 27 item yang valid dengan kisaran 0,313 – 0,828. Reliabilitas ECR-R terhadap Ibu 0,917, sementara reliabilitas ECR-R terhadap Pasangan 0,869. Attachment style terhadap Ibu dan terhadap Pasangan kemudian dibandingkan menggunakan McNemar Test dengan program SPSS 22.0.

Berdasarkan pengolahan data didapatkan nilai signifikansi = 0,362 dengan P ≤ 0,05 yang berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara attachment style terhadap Ibu dan terhadap Pasangan pada mahasiswa yang menjalani on-off relationship di Universitas “X” Bandung, artinya attachment style relatif stabil. Dalam penelitian ini juga tidak terdapat kecenderungan keterkaitan antara faktor-faktor yang memengaruhi attachment style orang dewasa dengan attachment style terhadap pasangan. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh adanya faktor spesifik lainya yang mempengaruhi, dan penilaian kognitif yang positif dari mahasiswa.

(2)

iii

Universitas Kristen Maranatha

2

Abstract

The research was conducted to see the difference between Attachment Style to mother and on-off relationship partner on College Student in ‘X’ University Bandung. Sample of 100 college students who currently being in relationship for at least 1 year, have experienced on-off relationship for approximately twice, and age between 18-25 was asked to join this research.

The method used in this research is comparative method. Snowball sampling technique was used. The measuring tool used is modification of Experiences in Close Relationships Revised (ECR-R) from Fraley, Waller, and Brennan (2000). After validity testing obtained 31 valid items for the ECR-R to mother ranged from 0,357-0785 and 27 valid items for the ECR-R to partner ranged from 0,313 – 0,828. The reliability is 0,917 for ECR-R to mother, 0,869 for ECR-R to partner. The data of student’s attachment style to mother and partner was compared using using McNemar test in SPSS 22.0.

Based on data processing, the significant value = 0,362 with P ≤ 0.05 which means there are no differences between student’s attachment style to mother and on-off relationship partner. There’re no relation between factors that influence student’s attachment style with attachment style to partner. This may be caused by other spesific factors and student’s cognitive appraisal.

(3)

iv

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN………..i

Abstrak……….ii

Abstract………...…iii

KATA PENGANTAR………iv

DAFTAR ISI……….vii

DAFTAR TABEL………..xi

DAFTAR BAGAN………xii

DAFTAR LAMPIRAN………xiii

BAB I PENDAHULUAN………....1

1.1 Latar Belakang Masalah………...1

1.2 Identifikasi Masalah………...10

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian………...10

1.3.1 Maksud Penelitian………..10

1.3.2 Tujuan Penelitian………...10

1.4 Kegunaan Penelitian………..11

1.4.1 Kegunaan Teoritis………..11

1.4.2 Kegunaan Praktis………...11

1.5 Kerangka Pemikiran………...11

1.6 Asumsi Penelitian………..22

(4)

v

Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………...24

2.1 Attachment……….24

2.1.1 Definisi Attachment………...24

2.1.2 Attachment pada Masa Anak–Anak………...25

2.1.3 Attachment pada Orang Dewasa………30

2.1.4 Stabilitas Attachment……….34

2.1.5 Faktor yang Mempengaruhi………...39

2.2 Tahap Perkembangan Dewasa Awal……….40

3.3 Variabel dan Definisi Operasional……….50

3.3.1 Variabel Penelitian……….50

(5)

vi

Universitas Kristen Maranatha

3.4.4 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur………...55

3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel……….57

3.5.1 Populasi Sasaran………...57

3.5.2 Karakteristik Populasi………....58

3.5.3 Teknik Penarikan Sampel………...58

3.6 Teknik Analisis Data………..58

3.7 Hipotesis Statistik………...59

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………...60

4.1 Gambaran Sampel Penelitian...60

4.1.1 Berdasarkan Jenis Kelamin………...60

4.1.2 Berdasarkan Usia………...61

4.1.3 Berdasarkan Durasi Menjalani Hubungan Pacaran…………...61

4.2 Gambaran Hasil Penelitian………...62

4.2.1 Gambaran Adult Attachment Style………...62

4.2.2 Gambaran Perbedaan Adult Attachment Style terhadap Ibu dan Pasangan pada Mahasiswa yang Mengalami On-off Relationship di Universitas “X” Bandung………...63

4.2.3 Gambaran Perbandingan Adult Attachment Style Stabil dengan Adult Attachment Style Tidak Stabil………...64

(6)

vii

Universitas Kristen Maranatha 4.2.5 Tabulasi Silang Antara Adult Attachment Style terhadap Pasangan dengan

Kepribadian Big Five………...65

4.3 Pembahasan………...66

4.4 Diskusi………...72

BAB V SIMPULAN DAN SARAN…...73

5.1 Simpulan...73

5.2 Saran…...75

5.2.1 Saran Teoritis...75

5.2.2 Saran Praktis...75

DAFTAR PUSTAKA………...77

(7)

viii

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-kisi Alat Ukur Adult Attachment terhadap Ibu dan Pasangan...50

Tabel 3.2 Sistem Penilaian...51

Tabel 3.3 Koefisien Validitas Alat Ukur...53

Tabel 3.4 Koefisien Realibilitas Alat Ukur...54

Tabel 4.1 Gambaran Sampel Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin...57

Tabel 4.3 Gambaran Sampel Penelitian Berdasarkan Usia...58

Tabel 4.5 Gambaran Sampel Penelitian Berdasarkan Durasi Menjalani Hubungan Pacaran ...58

Tabel 4.6 Gambaran Adult Attachment Style terhadap Ibu...59

Tabel 4.7 Gambaran Adult Attachment Style terhadap Pasangan...59

Tabel 4.8 Gambaran Perbedaan Adult Attachment Style terhadap Ibu dan Pasangan Pada Mahasiswa yang Mengalami On-off Relationship di Universitas “X” Bandung...60

Tabel 4.9 Hasil Uji Statistik McNemar...61

(8)

ix

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR

BAGAN

Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pikir………...19

(9)

x

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kisi-kisi Alat Ukur ECR-R Ibu...L-1 Lampiran 2 Kisi-kisi Alat Ukur ECR-R Pasangan...L-6 Lampiran 3 Lembar Kata Pengantar dan Lembar Persetujuan...L-11 Lampiran 4 Alat Ukur Adult Attachment terhadap Ibu dan Pasangan...L-12 Lampiran 5 Hasil Perhitungan Validitas Alat Ukur ECR-R Ibu...L-21 Lampiran 6 Hasil Perhitungan Validitas Alat Ukur ECR-R Pasangan...L-23 Lampiran 7 Hasil Perhitungan Reliabilitas Alat Ukur ECR-R terhadap Ibu dan

Pasangan...L-25 Lampiran 8 Hasil Uji McNemar...L-26 Lampiran 9 Gambaran Sampel Penelitian...L-27 Lampiran 10 Hasil Uji Crosstab Faktor yang Mempengaruhi terhadap Attachment Style

(10)

1

Universitas Kristen Maranatha

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perilaku pacaran di Indonesia bukan lagi dianggap sebagai suatu hal yang tabu. Semakin maraknya pasangan yang berani menunjukan kemesraan di depan publik membuat perilaku berpegangan tangan, berpelukan, dan berciuman menjadi hal–hal yang umum. Hubungan pacaran biasanya dimulai ketika seseorang menginjak masa transisi remaja menunju dewasa yang biasanya disebut dewasa awal, dan berakhir ketika seseorang tersebut memutuskan untuk menikah dengan pasangannya. Sebuah penelitian yang dilakukan di Indonesia menghasilkan angka yang cukup tinggi, dimana 90% dewasa awal di Indonesia sudah pernah menjalin hubungan pacaran (Husna, 2015). Hubungan pacaran merupakan suatu relasi yang lebih mendalam yang dibentuk seseorang dengan lawan jenisnya, yang memiliki derajat ketertarikan yang sama satu sama lain (Knight, 2004 dalam El-Hakim, 2014).

(11)

Universitas Kristen Maranatha Rasa ketidakcocokan dengan pasangan biasanya adalah awal dari terbentuknya masalah-masalah dalam hubungan pacaran. Pasangan dewasa awal yang tidak mampu menyelesaikan masalah ketidakcocokan tersebut pada akhirnya akan memilih untuk berpisah. Dalam masa perpisahan tersebut, biasanya seseorang merasakan perasaan tidak menyenangkan seperti sedih, marah, dan kesepian karena ketiadaan sosok pasangan yang selama ini menjadi figure attachment mereka (Harlow, 1959). Pasangan sebagai figure attachment berfungsi menyediakan

rasa cinta, kasih sayang, dan perhatian bagi pasangan lainnya. Kehilangan perasaan dicintai dan disayangi tersebut akan mendorong mereka untuk mencari kembali sumber rasa aman mereka yaitu pasangan mereka sebelumnya. Hal tersebut berfungsi untuk meredakan perasaan–perasaan tidak nyaman yang muncul ketika mereka berpisah dengan pasangan mereka (Harlow, 1959 dalam Mikulincer & Shaver, 2007).

Perasaan-perasaan tidak nyaman yang sebelumnya muncul akibat adanya perpisahan dengan pasangan mereka, segera tergantikan dengan perasaan nyaman, dicintai, dan kasih sayang yang mereka dapatkan kembali dari pasangan mereka segera setelah mereka memutuskan untuk kembali. Namun pasangan-pasangan yang pernah mengalami kondisi on – off relationship seperti yang dikatakan oleh Meekin (2012, dalam Meekin, Manning, Giordano, & Longmore, 2012), mereka menjadi lebih rentan terhadap konflik yang terjadi dimasa depan. Mereka yang pernah mengalami kondisi tersebut akan cenderung lebih mudah memutuskan kembali hubungan mereka dengan pasangan mereka dan kembali ketika mereka merasa keterpisahan tersebut memberikan dampak munculnya perasaan tidak nyaman dalam diri mereka.

Perilaku tersebut mendorong terbentuknya situasi pacaran yang disebut on - off relationship. On - off relationship merupakan hubungan antar dua individu dimana keduanya

(12)

Universitas Kristen Maranatha untuk menjalankannya karena adanya konflik berkepanjangan. Konflik tersebut biasanya seputar masing-masing pasangan memiliki suatu kualitas yang sangat disukai dari pasangannya, namun demikian disaat yang bersamaan pasangan memiliki satu hal yang sangat tidak disukai seperti tidak dapat dipercaya, perasaan tidak cocok, dan lain-lain. Kombinasi dari kedua hal tersebut yang biasanya menyulitkan individu untuk memilih melanjutkan hubungan tersebut atau tidak (Meekin, Manning, Giordano, & Longmore, 2012).

Sebuah penelitian menemukan bahwa 60% individu yang berpacaran pernah mengalami on-off relationship, bahkan 40% di antaranya bahkan mengalami on-off relationship lebih dari

satu kali. Tingginya angka individu yang mengalami on-off relationship lebih banyak dialami oleh dewasa awal. Hal tersebut dikarenakan pada jenjang tersebut, salah satu tugas utama seorang dewasa awal adalah belajar membentuk dan menjaga hubungan romantis yang terjalin dalam rangka pemenuhan tuntutan tugas perkembangan yang diemban seorang dewasa awal. Berkurangnya angka on-off relationship pada individu dewasa dikarenakan pada masa tersebut, individu lebih mampu mempertahankan dan menjaga hubungan yang dibentuknya, serta lebih tingginya komitmen yang mereka bentuk dengan pasangan mereka (Meekin, Manning, Giordano, & Longmore, 2012).

(13)

Universitas Kristen Maranatha pasangan mereka dibandingkan dengan pasangan yang tidak pernah mengalami pengalaman on-off relationship dalam hubungan mereka.

Hubungan pacaran yang dibentuk oleh seorang dewasa awal itu sendiri pada dasarnya merupakan hubungan romantis yang dijalin secara lebih dekat dan mendalam, serta memiliki dampak yang kuat bagi orang-orang yang terlibat didalamnya (Weiten, 1997 dalam El-Hakim, 2014). Mereka yang terlibat dalam hubungan pacaran akan merasakan ikatan yang kuat satu sama lain, menyayangi dan mencintai satu sama lain, serta membutuhkan satu sama lain. Sebuah penelitian menujukan 50% dari antara pasangan yang menjalani hubungan pacaran sudah merencanakan pernikahan mereka karena perasaan cocok dan pengertian yang diberikan satu sama lain, bahkan 30% diantara mereka mengatakan bahwa faktor ekonomi tidak menjadi patokan dalam pengambilan keputusannya untuk menikahi pasangannya. Perasaan cocok, dicintai, dan dimengerti pasangannya sudah menjadi dasar yang kuat untuk memutuskan menikah (Nainggolan, 2015).

(14)

Universitas Kristen Maranatha Attachment itu sendiri merupakan suatu ikatan emosional antar individu yang terbentuk

melalui interaksinya dengan figure attachment yang menciptakan kondisi aman serta perasaan nyaman yang didukung oleh tingkah laku lekat (attachment behavior) yang dirancang untuk memelihara hubungan tersebut (Hazan & Shaver, 1987 dalam Mikulincer & Shaver 2007).

Menurut Hazan (Mikulincer & Shaver, 2007), kemampuan seorang dewasa awal menjalin hubungan yang intim dengan orang lain dipengaruhi oleh attachment style yang dimilikinya. Attachment style yang dimiliki seorang dewasa awal merupakan manifestasi dari attachment

stylenya dengan ibu yang telah terbentuk sewaktu mereka anak-anak (Bowlby, 1956). Sebuah

penelitian yang dilakukan Ainsworth (1967, dalam Mikulincer & Shaver, 2007) menunjukan bahwa attachment style yang terbentuk antara seorang anak dan ibu dapat diklasifikasikan menjadi dua, diantaranya adalah secure dan insecure. Attachment style tersebut dibentuk oleh dimensi avoidant, dan anxiety. Anak-anak yang dikategorikan sebagai anak yang insecure, akan memiliki derajat yang tinggi baik pada salah satu maupun kedua dimensi yang membentuk attachment. Sebaliknya, anak yang dikategorikan sebagai anak yang secure, akan memiliki

derajat yang rendah pada kedua dimensi yang membentuk attachment. Pendapat tersebut sekaligus mengatakan bahwa anak-anak dengan attachment secure akan membentuk attachment yang secure pula dengan pasangannya ketika mereka dewasa, dan anak – anak dengan attachment insecure akan membentuk attachment yang insecure pula

(15)

Universitas Kristen Maranatha didapatkan fakta bahwa attachment dapat dijadikan dasar untuk mempelajari suatu hubungan romantis yang terjalin pada orang dewasa.

Hal ini sekaligus mengatakan bahwa anak yang secure akan tetap menjadi dewasa awal yang secure pula ketika menjalin hubungan pacaran. Mereka akan merasa nyaman dengan ikatan yang mereka jalin dengan pasangan mereka, mereka akan menganggap pasangan mereka sebagai sumber rasa aman, cinta, dan kasih sayang mereka. Mereka merasa nyaman ketika harus saling bergantung satu sama lain. Ketika mereka berjauhan dengan pasangan mereka pun, mereka tidak mengalami perasaan sedih berlebih dan masih mampu beradaptasi dengan lingkungannya tanpa kehadiran pasangan mereka. Sedangkan anak dengan attachment style yang insecure akan terus memiliki attachment style yang insecure pula ketika mereka menjalin hubungan dengan pasangan mereka. Terkadang, mereka akan merasa kesulitan bergantung dengan pasangan mereka, mereka merasa tidak nyaman ketika harus berdekatan dengan pasangan mereka. Dewasa awal dengan attachment style insecure dengan pasangan mereka pun terkadang menunjukan perilaku sedih berlebih ketika mereka harus berada dalam kondisi terpisah dengan pasangan mereka, mereka merasa harus menjadi sedemikian dekat dengan pasangan mereka, terkadang hingga membuat pasangan mereka menjadi tidak nyaman dengan perilaku tersebut.

(16)

Universitas Kristen Maranatha yang terjadi di lingkungan orang tersebut. Hal ini juga sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Ijzendoorn (1995, dalam Mikulincer & Shaver, 2007) yang mengatakan bahwa attachment tidak seharusnya dilihat sebagai sesuatu yang tetap ataupun kaku selama seseorang itu hidup. Terdapat faktor-faktor lain dalam kehidupan manusia seperti life event dan keterbukaan terhadap pengalaman hidup yang terjadi yang dapat mempengaruhi stabil atau tidaknya attachment yang ada dalam diri seseorang (Owens et al., 1995; Ijzendoorn, 1996).

Data-data tersebut mendorong peneliti melakukan sebuah penelitian terhadap attachment style yang dimiliki pasangan yang mengalami on - off relationship. Hal tersebut menarik

perhatian peneliti karena terdapatnya perbedaan pendapat diantara ahli yang mengatakan bahwa attachment style merupakan suatu konstruk yang stabil (Bowlby, 1958 dalam Mikulincer &

Shaver, 2007), dan pendapat lainnya yang mengatakan bahwa attachment style yang ada pada seseorang akan berubah seiring pengalaman hidup yang terjadi pada dirinya (Shaver & Ijzendoorn, 1995 dalam Mickulincer & Shaver, 2007). Fakta lainnya yang mendorong ketertarikan peneliti adalah tingginya angka pasangan dewasa awal di luar Indonesia yang mengalami on-off relationship. Hal tersebut mendorong peneliti melakukan sebuah survey di Universitas “X” terhadap pasangan dewasa awal yang sedang berpacaran. Berdasarkan survey

tersebut, ditemukan hasil bahwa 100% dari 30 pasangan dewasa awal yang sedang menjalin hubungan berpacaran pernah mengalami on-off relationship selama menjalani hubungan pacaran dengan pasangan mereka saat ini.

(17)

Universitas Kristen Maranatha bahwa permasalahan selingkuh dan diselingkuhi sebagai penyebab utama mereka memilih berpisah dengan pasangan mereka, dan 10% sisanya meliputi berbagai macam alasan lainnya seperti persetujuan orang tua, komunikasi yang tidak lancar, serta alasan jenuh dengan pasangan mereka. Survey tersebut juga menghasilkan data dimana 100% dari mereka mengatakan bahwa on-off relationship merupakan suatu hal yang wajar terjadi ketika mereka menjalin hubungan

pacaran.

Survey tersebut dilakukan pula untuk mengetahui bagaimana penghayatan mereka ketika mengalami on-off relationship. Sebanyak 75% diantara mereka mengatakan bahwa mereka sedih dan tidak nyaman berada dalam on-off relationship. Rasa tidak nyaman itulah yang akhirnya membawa mereka memutuskan untuk kembali pada pasangan mereka. Mereka merasa kehilangan dan ingin menjalin hubungan pacaran kembali dengan pasangan mereka. Sebanyak 25% sisanya mengatakan bahwa mereka merasakan perasaan biasa saja ketika berada dalam kondisi on-off relationship. Mereka mengatakan bahwa kemungkinan terlalu seringnya frekuensi on-off relationship yang terjadi, menyebabkan hubungan mereka sudah dapat terprediksi dimana

pada akhirnya akan menjalin hubungan pacaran kembali ketika salah satu dari antara mereka meminta untuk kembali. Berdasarkan survey tersebut pula didapatkan fakta bahwa 100% dari mereka menginginkan kembali pasangan mereka menjalin hubungan pacaran karena mereka merasa membutuhkan pasangan mereka. Mereka ingin memperbaiki hubungan mereka dan tidak terjebak pada kondisi off relationship kembali. 100% dari mereka pun mengatakan bahwa on-off relationship yang mereka alami bukanlah pengalaman yang menyenangkan.

(18)

Universitas Kristen Maranatha menyenangkan dan stressfull yang dialami dewasa awal ketika mereka sedang dalam hubungan berpacaran. Hamilton (2000, dalam Mickulincer & Shaver, 2007) mengatakan bahwa kejadian-kejadian tidak menyenangkan dan stressfull yang dialami seseorang akan lebih berdampak pada konstruk attachment yang dimiliki seseorang. Pengalaman tidak menyenangkan yang dialami seseorang tersebut biasanya adalah kehilangan sosok atau figure attachment mereka, seperti perceraian orang tua, atau perpisahan dengan pasangan. Jika dilihat berdasarkan pendapat Bowlby (1989), on-off relationship sebagai life event tersebut tidak akan membawa perubahan pada attachment style yang dibentuk dewasa awal dengan pasangannya karena attachment style itu sendiri merupakan konstruk yang relatif stabil. Jadi seorang dewasa awal yang memiliki attachment style yang secure pasti akan membentuk attachment yang secure pula dengan

pasangannya walaupun ketika berpacaran mereka mengalami on-off relationship. Akan tetapi, jika dilihat kembali berdasarkan pendapat Ijzendoorn dan Shaver (1995) on-off relationship tersebut akan menyebabkan perubahan pada attachment style yang dibentuk soerang dewasa awal terhadap pasangannya. Seorang dewasa awal yang memiliki attachment style yang secure dengan ibunya belum tentu tetap memiliki attachment style yang secure pula dengan pasangan mereka setelah kondisi on-off relationship, begitu pula sebaliknya.

Dengan demikian peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai adult attachment terhadap ibu dan pasangan pada mahasiswa yang mengalami on-of relationship di Universitas “X” Bandung, dalam rangka membuktikan dan melihat lebih lanjut apakah pengalaman on-off

relationship dengan pasangan yang merupakan kejadian stressfull dan tidak menyenangkan

(19)

Universitas Kristen Maranatha berdampak pada berubahnya konstruk attachment yang mereka miliki dengan ibu, sehingga membuktikan bahwa attachment merupakan suatu konstruk yang stabil (Bowlby, 1958). Dengan demikian, penelitian ini diarahkan sebagai penelitian perbandingan dimana peneliti akan membandingkan attachment style terhadap ibu dan pasangan yang terdapat pada mahasiswa yang mengalami hubungan on-off relationship di Universitas “X” Bandung.

1.2 Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini ingin diketahui gambaran perbandingan adult attachment terhadap ibu dan pasangan pada mahasiswa yang mengalami on-off relationship di Universitas “X” di Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai perbedaan adult atachment terhadap ibu dan pasangan pada mahasiswa yang mengalami on-off relationship di

Universitas “X” Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

(20)

Universitas Kristen Maranatha 1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

1. Memperkaya pemahaman tentang adult attachment khususnya pada orang – orang yang berada dalam tahapan perkembangan dewasa awal.

2. Memberikan informasi dan pedoman bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai perbandingan adult attachment terhadap ibu dan pasangan pada mahasiswa yang mengalami on-off relationship.

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Bahan pertimbangan bagi mahasiswa yang sedang menjalin relasi berpacaran mengenali attachment style yang ada pada dirinya.

2. Bahan pertimbangan bagi mahasiswa untuk menciptakan relasi dengan lawan jenis yang lebih tepat.

3. Bahan pertimbangan bagi mahasiswa menemukan tipe pacaran yang dapat menyelaraskan gaya pacaran dengan attachment style yang dimiliki.

1.5 Kerangka Pemikiran

(21)

Universitas Kristen Maranatha Mahasiswa yang berada pada tahapan perkembangan dewasa awal, akan mengalami masa transisi dari masa remaja menuju dewasa, diiringi dengan perubahan tanggung jawab, tuntutan hidup, dan relasi sosial (Hurlock, 1990). Hurlock (1990) mengatakan bahwa perkembangan sosial masa dewasa awal adalah puncak dari perkembangan sosial seseorang. Masa dewasa awal adalah masa beralihnya pandangan egosentris menjadi sikap yang empati. Pada masa ini, penentuan relasi memegang peranan yang sangat penting. Seorang mahasiswa yang berada pada tahapan perkembangan dewasa awal harus mampu menjalin relasi mendalam baik dengan keluarga maupun dengan lawan jenisnya. Hal tersebut menjadi salah satu titik krusial yang harus dilewati mahasiswa yang berada pada tahapan perkembangan dewasa awal dalam rangka memenuhi tuntutan tugas tahapan perkembangannya yaitu mencari pasangan hidup (Hurlock, 1990).

(22)

Universitas Kristen Maranatha Dalam rangka memenuhi tuntutan tugas perkembangannya, mahasiswa yang berada pada tahapan perekembangan dewasa awal, harus membentuk suatu relasi yang lebih mendalam, hangat, dan dilandasi dengan ketertarikan satu sama lain dengan lawan jenis mereka. Relasi ini merupakan relasi yang sangat dekat dan akan membawa setiap dewasa awal yang terlibat didalamnya merasakan pengalaman emosi yang berbeda dari sebelumnya. Pengalaman emosi tersebut memiliki derajat yang lebih tinggi, lebih fluktuatif, dan berdampak sangat kuat pada mahasiswa yang berada pada tahapan perkembangan dewasa awal yang terlibat didalamnya. Relasi yang berbeda dan jauh lebih mendalam tersebut merupakan suatu relasi yang dikenal sebagai relasi berpacaran (Weiten, 1997 dalam El-Hakim, 2014).

Relasi pacaran yang dibentuk seorang mahasiswa yang berada pada tahapan perkembangan dewasa awal merupakan salah satu upaya yang dilakukan terkait tuntutan tugas perkembangannya, yaitu mencari pasangan hidup (Santrock, 2003). Masa–masa pencarian pasangan hidup merupakan suatu masa dimana seorang dewasa awal akan berusaha menemukan lawan jenis yang menarik bagi dirinya, dan dianggap memiliki kemiripan bagi masing–masing pihak. Contohnya salah satu pasangan dewasa awal akan memutuskan untuk berpacaran karena memiliki keterarikan akan suatu hal yang sama, taraf intelegensi yang relatif seimbang, agama yang sama, ataupun kelas sosial yang setara (Arnett, 2006).

(23)

Universitas Kristen Maranatha tinggi akan menyebabkan relasi pacaran yang dibangun oleh mahasiswa rentan terhadap berbagai macam konflik dan rentan terhadap keputusan mengakhiri relasi pacaran yang dijalin (Meekin, Manning, Giordano, & Longmore, 2012).

Kondisi tersebut mendorong terbentuknya suatu situasi baru dalam hubungan pacaran yang disebut dengan on-off relationship (Ariyanto, 2013). On-off relationship sendiri didefinisikan sebagai hubungan antar dua individu dimana keduanya berharap untuk terus menjalin hubungan romantis ataupun pacaran secara permanen namun sulit untuk menjalankannya karena adanya konflik yang berkepanjangan. Konflik tersebut biasanya seputar masing-masing pasangan memiliki suatu kualitas yang sangat disukai dari pasangannya, namun demikian disaat yang bersamaan pasangan memiliki satu hal yang sangat tidak disukai seperti tidak dapat dipercaya ataupun hal lainnya. Kombinasi kedua hal tersebut yang biasanya menyulitkan individu untuk memilih melanjutkan hubungan tersebut atau tidak (Meekin, Manning, Giordano, & Longmore, 2012).

Berbagai alasan melatarbelakangi terjadinya on-off relationship diantara mahasiswa yang berada pada tahapan perkembangan dewasa awal. Bergerak dari ekonomi, komunikasi, ketidakcocokan, sampai pertengkaran yang terjadi terus menerus, menuntun para indvidu dewasa awal untuk memutuskan hubungannya dengan pasangannya (Meekin, Manning, Giordano, & Longmore, 2012). Situasi putusnya hubungan yangyang dijalin oleh seorang individu dewasa awal, akan menciptakan suatu kondisi keterpisahan yang dikenal dengan istilah separation distress (Ainsworth, 1991; Hazan & Shaver, 1994; Hazan & Zeifman, 1994). Kondisi separation

distress merupakan kondisi yang tidak menyenangkan yang dirasakan oleh masing-masing

(24)

Universitas Kristen Maranatha akan menuntun para dewasa awal yang mengalaminya mencari kembali secure base (Bowlby, dalam Mikulincer & Shaver, 2007) mereka, untuk memperoleh kembali rasa aman, kasih sayang, dan cinta kasih yang sebelumnya diberikan oleh pasangan mereka.

Perilaku tersebut dikenal dengan istilah proximity seeking, yaitu respon alamiah yang akan dimunculkan oleh seseorang ketika mengalami kondisi tidak menyenangkan dan keterpisahan dari pasangan mereka (Bowlby, 1989 dalam Mikulincer & Shaver , 2007). Harlow (1959) mengatakan bahwa seorang dewasa awal yang mengalami kondisi keterpisahan dengan pasangan mereka, akan mencari kembali pasangan mereka dalam rangka meredakan rasa sedih, terancam, dan marah yang tercipta karena ketiadaan sosok pasangan mereka. Perilaku contact comfort tersebut akan menuntun mereka pada akhirnya kembali ke pasangan mereka masing

masing demi mendapatkan kembali rasa aman, nyaman, kasih sayang, cinta, dan emotional support dari pasangan mereka masing–masing (Harlow, 1959 dalam Mikulincer & Shaver, 2007).

(25)

Universitas Kristen Maranatha attachment pada masa bayi, dan dari hal ini individu dewasa awal mengembangkan perasaan

saling tergantung (Turner & Helms, 1995 dalam Mikulincer & Shaver, 2007).

Attachment itu sendiri merupakan suatu ikatan emosional antar individu yang terbentuk

melalui interaksinya dengan figure attachment yang menciptakan kondisi aman serta perasaan nyaman yang didukung oleh tingkah laku lekat (attachment behavior) yang dirancang untuk memelihara hubungan tersebut (Hazan & Shaver, 1987 dalam Mikulincer & Shaver 2007). Bowlby (1983) mengatakan bahwa attachment merupakan suatu konstruk yang dapat dijadikan dasar dalam mempelajari hubungan romantis. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Hazan (dalam Mickulincer & Shaver, 2007) yang mengatakan attachment dapat dijadikan suatu tolak ukur dalam mempelajari hubungan romantis yang terjalin dimasa dewasa.

Attachment style yang ada pada bayi ditentukan oleh hubungan interpersonal pertamanya

dengan orang tua (Baron & Byrne, 2004 dalam Mikulincer & Shaver, 2007). Pernyataan tersebut diperkuat oleh Hurlock (1997), yang mengatakan hubungan diantara anggota keluarga mempunyai peran yang sangat penting dalam menentukan tipe sikap dan perilaku individu kelak dalam membina hubungan dengan orang lain (Hurlock, 1997). Bowlby (1973) mengatakan bahwa attachment yang terbentuk pada seorang dewasa awal yang menjalani relasi pacaran merupakan manifestasi dari attachment yang terbentuk sejak mereka kecil. Attachment style yang terbentuk merupakan suatu konstruk yang relatif stabil dari masa anak-anak hingga dewasa. Penelititan yang banyak dilakukan untuk melihat perbedaan individual dalam attachment yang terbentuk ketika mereka dewasa, telah lebih difokuskan pada attachment style yang telah mereka bentuk sebelumnya dengan orang tua mereka khususnya ibu (Fraley & Shaver, 2000).

Attachment yang terbentuk selama masa anak-anak merupakan ikatan emosional yang

(26)

Universitas Kristen Maranatha adalah orang tua mereka terutama ibu. Figure attachment merupakan titik kunci yang akan menentukan attachment seperti apa yang dibentuk oleh anak (Fraley & Shaver, 200). Ainsworth (1967, dalam Mikulincer & Shaver, 2007) mengatakan bahwa attachment style yang terbentuk antara seorang anak dan ibu dapat diklasifikasikan menjadi dua, diantaranya adalah secure dan insecure. Attachment style tersebut dibentuk oleh dimensi avoidant, dan anxiety.

Anak-anak yang dikategorikan sebagai anak yang insecure, akan memiliki derajat yang tinggi baik pada salah satu maupun kedua dimensi yang membentuk attachment. Sedangkan anak yang dikategorikan sebagai anak yang secure, akan memiliki derajat yang rendah pada kedua dimensi yang membentuk attachment (Ainsworth, 1967).

Anak-anak yang memiliki attachment style secure dengan ibu akan menunjukan reaksi menangis namun tidak berlebihan ketika ditinggalkan oleh ibu dan masih memiliki minat untuk melakukan aktivitas serta mengeksplore lingkungan. Ketika mereka dipertemukan kembali dengan ibu seteleh kondisi keterpisahan tersebut, mereka akan menyambut ibu mereka dengan hangat dan penuh kegembiraan. Anak-anak dengan attachment style yang secure menganggap ibu mereka sebagai sumber cinta, kasih sayang, dan perlindungan mereka. Anak-anak yang memiliki attachment style anxiety dengan ibu, memiliki derajat yang tinggi pada dimensi anxiety. Mereka akan menunjukan reaksi menangis secara berlebihan, memperlihatkan respon distress yang sangat parah ketika dihadapkan pada kondisi terpisah dengan ibu, dan terlihat kebingungan merespon ibu ketika mereka dipertemukan kembali dengan ibu mereka. Anak-anak yang memiliki attachment style avoidant dengan ibu, memiliki derajat yang tinggi pada dimensi avoidant. Mereka menunjukan reaksi biasa saja bahkan cenderung cuek dan tidak peduli ketika

(27)

Universitas Kristen Maranatha menanggapi kehadiran ibu ketika dipersatukan kembali setelah kondisi keterpisahan. Mereka tidak merespon kehadiran ibu mereka dengan hangat dan penuh kegembiraan (Ainsworth, 1967).

Bowlby (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) mengatakan bahwa attachment pada dasarnya merupakan suatu konstruk yang relatif stabil dari masa anak-anak hingga dewasa namun tidak menutup kemungkinan terjadinya perubahan karena attachment itu sendiri terbuka terhadap perubahan. Hal ini sekaligus mengimplikasikan bahwa anak dengan attachment style yang secure dengan orang tuanya, akan memiliki attachment style yang sama juga dengan pasangannya ketika menjalin hubungan pacaran. Sebaliknya anak dengan attachment yang insecure, baik avoidant maupun anxiety, akan tetap menunjukan tipe yang sama ketika menjalin

hubungan berpacaran saat mereka dewasa (Bowlby, 1973).

(28)

Universitas Kristen Maranatha Ijzendoorn dan Shaver (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) sekaligus menolak pendapat Bowlby (1989) yang mengatakan bahwa attachment merupakan suatu konstruk yang relatif stabil selama seseorang hidup. Seseorang yang memiliki attachment yang secure dengan ibu belum tentu menjadi seseorang yang securely attached terhadap pasangannya. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perubahan attachment pada diri seseorang. Menurut Hamilton (2000, dalam Mikulincer & Shaver, 2007) kejadian – kejadian yang tidak menyenangkan dan stressfull yang terjadi seiring dengan perjalanan hidup seseorang, dapat mempengaruhi attachment. Contohnya adalah perceraian, perpisahan dengan significant figure bisa merupakan ibu maupun pasangan, ataupun meninggalnya salah satu figure ayah atau ibu dalam suatu keluarga. Kejadian – kejadian yang tidak menyenangkan tersebut dapat merubah attachment seorang yang secure menjadi insecure (Shaver & Ijzendoorn, 1995).

Davila, Kerney, & Bradbury (1999) pun mengatakan terdapat beberapa faktor yang mampu mempengaruhi perubahan konstruk attachment yang ada pada diri seseorang. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan attachment yang ada pada diri seseorang diantaranya adalah kepribadian, perubahan skema relasi, kondisi situasional dan perubahan (Davila, Karney, & Bradbury, 1999). Faktor-faktor tersebut merupakan faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap konstruk attachment yang ada terdapat mahasiswa yang berada pada tahapan perkembangan dewasa awal.

Sejalan dengan pengalaman tentang kondisi on-off relationship yang dialami seorang mahasiswa yang berada dalam tahapan perkembangan dewasa awal. Pengalaman tentang on-off relationship yang dialami oleh mahasiswa dewasa awal yang berpacaran, merupakan suatu

(29)

Universitas Kristen Maranatha perubahan pada attachment style yang dibentuk mahasiswa dengan pasangannya. Hal tersebut berarti attachment style yang dimiliki oleh mahasiswa dewasa awal yang menjalin relasi pacaran akan sama dengan attachment style yang dibentuknya dengan pasangannya. Jadi, mahasiswa dewasa awal dengan attachment style yang secure dengan ibunya akan tetap membentuk attachment style yang secure pula dengan pasangannya walaupun mengalami pengalaman on-off

relationship.

Mahasiswa dewasa awal yang memiliki attachment style secure dengan pasangannya biasanya biasanya relatif mudah untuk menjalin kedekatan dengan masing-masing pasangan mereka. Mereka juga akan merasakan kenyamanan ketika bergantung satu sama lain, ataupun ketika pasangannya bergantung kepada dirinya. Mereka tidak mengalami kecemasan berlebih ketika pasangan mereka mengabaikan dirinya ataupun mereka dekat dengan orang lain. Mereka juga tetap merasa aman ketika pasangannya berjauhan dengan mereka.

Sebaliknya, pengalaman akan situasi on-off relationship jika ditarik kembali berdasarkan pendapat Shaver & Ijzendoorn (1995, dalam Mikulincer & Shaver, 2007) akan menghasilkan dampak berubahnya konstruk attachment yang dimiliki seseorang. Hal ini berarti mahasiswa dengan attachment style yang secure dengan ibu sebelumnya, belum tentu membentuk attachment style yang secure pula dengan pasangannya. Kehadiran situasi on-off relationship

tersebut bisa saja merubah attachment style yang terdapat pada mahasiswa yang berada pada tahapan perkembangan dewasa awal dari secure menjadi insecure, baik tinggi pada salah satu dimensi pembentuk attachment yaitu dimensi anxiety ataupun dimensi anxiety, dan tinggi pada kedua dimensi pembentuk attachment.

(30)
(31)

Universitas Kristen Maranatha 1.6 Asumsi Penelitian

1. Adult attachment yang ada pada mahasiswa di Universitas “X” di Kota Bandung dapat berupa konstruk yang stabil dari mahasiswa tersebut kecil hingga dewasa atau bisa juga berubah seiring dengan kejadian yang terjadi pada lingkungan yang mengakibatkan adult attachment tersebut berubah.

2. Terdapat dua dimensi adult attachment pada mahasiswa yang mengalami on-off relationship yaitu dimensi anxiety dan avoidant.

3. Mahasiswa yang mengalami on-off relationship akan memiliki suatu attachment style yang secure dan ataupun insecure dengan ibu.

(32)

Universitas Kristen Maranatha 4. Mahasiswa yang mengalami on-off relationship akan membentuk suatu attachment

style yaitu secure atau insecure dengan pasangan mereka.

1.7 Hipotesis Penelitian

(33)

73

Universitas Kristen Maranatha

5

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini, peneliti akan memaparkan hasil interpretasi dan analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya beserta saran yang terarah sesuai dengan hasil penelitian.

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik suatu gambaran umum mengenai perbandingan tipe adult attachment terhadap ibu dan pasangan pada mahasiswa yang mengalami on-off relationship di Universitas “X” Bandung sebagai berikut :

1. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tipe adult attachment terhadap ibu dan pasangan pada mahasiswa yang mengalami on-off relationship di Universitas “X” Bandung. Mahasiswa yang mengalami on-off relationship di Universitas “X” Bandung dengan tipe adult attachment yang secure dengan ibu cenderung membentuk tipe adult attachment yang

secure pula dengan pasangannya. Hal yang sama terjadi pada mahasiswa yang mengalami

on-off relationship dengan attachment style insecure dengan ibu, akan membentuk tipe adult

attachment yang cenderung insecure pula dengan pasangannya.

(34)

Universitas Kristen Maranatha Mahasiswa yang mengalami on-off relationship di Universitas “X” Bandung dengan tipe adult attachment secure merasa nyaman pada kedekatan dan ketergantungan mereka baik

terhadap ibu maupun pasangan. Mereka juga cenderung menjaga kedekatan emosional mereka baik terhadap ibu maupun pasangan (dimensi avoidant), serta tidak merasa khawatir mengenai keberadaan ibu dan pasangan mereka ketika ibu dan pasangan mereka tidak berada dekat dengan mereka (dimensi anxiety).

3. Tidak terdapat keterkaitan antara attachment style terhadap pasangan dengan faktor yang mempengaruhi antara lain kepribadian, perubahan skema relasi, dan situasi serta perubahan. Hal ini dapat dipengaruhi oleh karena :

- Adanya faktor lain yang mempengaruhi stabilitas attachment pada orang dewasa, yaitu coping stress dan well being mahasiswa yang mengalami on-off relationshipitu sendiri.

- Penialaian kognitif mahasiswa yang mengalami on-off relationship di Universitas “X” Bandung yang menilai pengalaman on-off relationship bukan sebagai kejadian yang stressfull dan negatif, melainkan sebagai kejadian yang bernilai positif bagi diri

masing-masing, ataupun bagi relasi berpacaran mereka. Sehingga pengalaman on-off relationship yang relevan dengan attachment itu sendiri tidak memberikan dampak bagi berubahnya konstruk attachment yang dimiliki oleh mahasiswa yang mengalami on-off relationship.

- Korelasi positif antara derajat neuroticsm yang tinggi dengan attachment style secure, mungkin saja dipengaruhi oleh pengadaptasian strategi coping stress, emotional focused strategy. Hal ini berkaitan dengan pengalaman akan on-off relationship merupakan

stressor bersifat psikologis dan sosiologis, serta merupakan pengalaman yang

(35)

Universitas Kristen Maranatha sedih, dan tidak nyamannya dibandingkan dengan mengatasi langsung akar masalah yang ada.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoritis

- Dapat dijadikan masukan kepada para peneliti lain yang ingin meneliti mengenai adult attachment pada mahasiswa yang mengalami on-off relationship.

- Sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai keterkaitan antara adult attachment dengan faktor coping stress dan well being mahasiswa yang mengalami on-off relationship.

5.2.2 Saran Praktis

- Bagi mahasiswa yang menjalani on-off relationship untuk dapat menggunakan informasi

mengenai gambaran adult attachment style sebagai bahan evaluasi diri dan hubungannya dengan pasangan. Bagi mahasiswa yang memiliki attachment style yang secure diharapkan dapat mempertahankan attahment style secure yang dimilikinya karena dapat membantunya untuk meminimalisir terjadinya on-off relationship. Bagi yang mahasiswa yang memiliki attachment style insecure diharapkan dapat mengembangkan attachment style-nya ke arah yang secure dengan berusaha mengembangkan rasa percaya terhadap

pasangan dan diri sendiri, menciptakan situasi hubungan pacaran yang sama-sama menghasilkan rasa aman dan nyaman bagi kedua belah pihak.

- Bagi mahasiswa yang mengalami on-off relationship hasil penelitian ini dapat dijadikan

(36)

Universitas Kristen Maranatha mereka, sebagai bahan acuan mereka dalam menentukan perilaku dan pola pacaran yang tepat agar on-off relationship dalam hubungan pacaran mereka tidak terulang kembali. - Bagi dosen wali, psikolog / konselor di Universitas “X” Bandung, hasil penelitian ini

dapat dijadikan informasi untuk memfasilitasi kegiatan konseling dengan mahasiswa yang menjalani on-off relationship dan yang mengalami kendala tertentu dalam hubungannya.

- Bagi psikolog / praktisi di bidang psikologi perkembangan, hasil penelitian ini dapat

menjadi bahan ketika mengadakan seminar mengenai tips mengatasi maraknya on-off relationship yang terjadi di mahasiswa ataupun individu yang berada pada tahapan

(37)

STUDI PERBANDINGAN MENGENAI ADULT ATTACHMENT

TERHADAP IBU DAN PASANGAN PADA MAHASISWA YANG

MENGALAMI ON-OFF RELATIONSHIP

DI UNIVERSITAS “X”

BANDUNG

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk memenuhi persyaratan akademik dalam mencapai gelar Strata satu pada Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung

Disusun oleh:

NURKRISTIANTI NATALIA KAIDUN

NRP: 1230075

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

(38)
(39)
(40)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kepada Tuhan yang Maha kuasa karena atas berkat dan rahmat-Nya peneliti dapat menyelesaikan rancangan penelitian ini sebagai persyaratan kelulusan mata kuliah Skripsi.

Selama menyusun skripsi yang berjudul “Studi Perbandingan mengenai Adult Attachment terhadap Ibu dan Pasangan pada Mahasiswa yang Mengalami On-Off Relationship di Universitas “X” Bandung”, peneliti banyak menemukan kesulitan, baik dalam persiapan, penyusunan,

maupun penyelesaiannya. Peneliti menyadari bahwa tidak lepas dari dukungan, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Irene P. Edwina., M.Si., Psikolog selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung.

2. Lie Fun-Fun, M. Psi., Psikolog selaku Ketua Program S1 Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung.

3. Dr. Yuspendi, M.Psi., M.Pd., Psikolog selaku dosen pembimbing satu yang telah meluangkan waktu untuk terus mengarahkan dan membimbing serta memberi dukungan selama peneliti mengerjakan skripsi.

4. Fundianto, M.Psi, Psikolog selaku pembimbing dua yang selalu meluangkan waktu, mengarahkan peneliti, mendukung dan membimbing dalam proses pengerjaan skripsi ini. 5. Trisa Genia C. Zega, M.Psi., Psikolog selaku dosen wali yang selalu memantau

(41)

v

6. Dr. Henndy Ginting, M.Si., Psikolog dan Tery Setiawan, M.Si., Psikolog selaku dosen penguji seminar usulan penelitian (UP) peneliti untuk semua pembahasan dan masukan yang diberikan kepada penelitian ini.

7. Kedua orang tua, papi dan mami, serta kakak peneliti satu-satunya, Maria Kristiana K, yang selalu memberi dukungan, doa dan pengarahan tiada henti.

8. Sandy Sasmita, S.T selaku pacar yang selalu memberikan dukungan, bantuan ketika mengolah data, meluangkan waktu untuk membantu proses editing, dan juga memberikan semangat dan penghiburan ketika mulai putus asa dalam menyelesaikan skripsi.

9. Teman-teman seperjuangan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha, khususnya Anastasia Kristiani, Rheina Vanindyani dan Gea Kersaning Gusti, Elisa Malaihollo, Esa Kristan, Rinella Chirilda, Brigitta Louise, Vina Violetta, Stephanie Sussanto, yang selalu memberikan semangat dan membantu dalam kesulitan yang dihadapi.

10.Teman seperjuangan “penelitian payung”, Rinella Chirilda Elgi untuk semua jawaban pertanyaan tentang skripsi yang peneliti ajukan, dan Stephanie Sussanto yang telah membantu peneliti memahami dan mempelajari bagian paling penting dalam skripsi ini, yaitu ‘cara mengolah data’ dan membantu peneliti dalam mengolah data, serta menjawab

semua pertanyaan kebingungan peneliti ketika mengerjakan skripsi ini.

11.Teman adik angkatan Hilda Soedjito dan Theresia Wijaya untuk membantu menyebarkan kuesioner skripsi ini, sehingga jumlah responden penelitian dapat mencapai target.

(42)

vi

13.Teman-teman “penelitian payung”, Gea Kersaning, Mike M Sitohang, Kintan, Ardine Nawa, Medya Santika, untuk masukan, dukungan, dan bantuan ketika peneliti mengalami kesulitan menerjemahkan dan memahani teori.

14.Staff perpustakaan Universitas Kristen Maranatha yang telah membantu dalam peminjaman buku-buku referensi yang dibutuhkan saat penyusunan rancangan penelitian ini.

15.Staff Tata Usaha Fakultas Psikologi Maranatha yang mau bersusah payah mengurusi setiap administrasi yang harus peneliti selesaikan.

16.Semua responden yang bersedia meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner skripsi ini, dan memberikan data yang sebenar-benarnya.

17.Semua responden yang telah membantu memberikan informasi dan data dalam pelaksanaan survey awal terkait dengan penelitian.

Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, peneliti menghargai dan dengan senang hati menerima kritik dan saran dari berbagai pihak.

Akhir kata, peneliti berharap rancangan penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan pihak-pihak lain yang memerlukannya.

Bandung, Juni 2016

(43)

77

Universitas Kristen Maranatha

1

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (1999). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek ed. rev. IV. Yogyakarta : Rineka Cipta.

Arnett, Jefrrey Jensen. (2006). Adolescence and Emerging Adulthood 3rd Edition. New Jersey : Pearson Education.

Bowlby, John. (1983). Attachment Second Edition : Attachment and Loss Series vol.1. New York : Basic Books.

Grossman, Klaus.E., Karin Grossman, dan Everett Waters. (2005). Attachment from Infancy to Adulthood : The Major Longitufinal Studies. New York : The Guilford Press.

Hakim, Luqman – eL. (2014). Fenomena Pacaran Dunia Remaja. Riau : Zafana Publishing.

Hurlock, E.B. (1993). Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (edisi kelima). Jakarta : Erlangga.

Kaplan, Robert M dan Dennis P Sacuzzo. (1992). Psychological Testing Principles : Aplication and Issue. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

McConnel, Megan & Ellen Moss. (2011). Stability Of Attachment. Australian Journal of Educational & Developmental Psychology. Vol 11, pp. 60- 77.

Meekin, Halper-S., Manning W.D., Giordano P.C., & Longmore M.A. (2012). Relationship Churning in Young Adulthood. Journal of Adolescent Research0743558412464524.

Mikulincer, Mario dan Gail S. Goodman. (2006). Dinamic Of Romantic Love : Attachment, Caregiving, and Sex. New York : The Guilford Press.

Mikulincer, Mario dan Philip Shaver. (2007). Adult Attachment. New York : The Guildford Press.

(44)
(45)

79

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR RUJUKAN

Ariyanto, Jono. 2013. Pacaran On-off relationship dan Dinamika Hubungan. http://www.psychoshare.com/file-1274/psikologi-remaja/pacaran-on-off relationship-dan-dinamika-hubungan.html/ (diakses 3 Maret 2015)

http://www.psychoshare.com/file-119/psikologi-dewasa/perkembangan-dewasa-awal.html (diakses 11 Maret 2015)

http://quls-edu.com/perkembangan-sosial-emosional-masa-dewasa-awal/ (diakses 20 Maret 2015)

http://NCBI-library.com/attachment-marriage-divorce/file-10.1111/j.1475-6811.2009.01230.html (diakses 1 September 2105)

http://m.metrotvnews.com/read/2015/03/14/498176/berapa-lama-masa-pacaran-ideal-sebelum-memutuskan-menikah.html (diakses 20 Maret 2016)

Husna, Zahratul. 2015. “Tren Pacaran Di Indonesia”. TRIBUNNEWS ACEH, 5 Agustus 2015. http://tribunnewsaceh.com/read/2015-08-05/tren-pacaran-di-indonesia.html (diakses 20 Maret 2106)

McLeod, S.A. 2008. Emotion Focused Coping and Problem Focused Coping. http://www.simplypsychology.org/stress-management.html (diakses 24 Mei 2016)

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini penulis membatasi masalah yang akan dibahas pada kinerja lulusan pendidikan dan pelatihan Jabatan Stmktural SPAMA di lingkungan Pemerintah Propinsi Jawa

gereja, maka dengan demikian upaya gereja dalam menanggulangi konflik Porto-Haria.. selama ini bukan dengan kekerasan ( violence ) melainkan tanpa kekerasan (

Penelitian ini bertujuan untuk mengujii pengaruh secara simultan dan parsial antara Rasio Likuiditas, Profitabilitas, dan Leverage terhadap Return Saham pada perusahaan

Media visual yang digunakan merupakan media promosi dengan visualisasi yang simple, yaitu hanya dengan menggunakan 2-4 warna saja dan desainnya pun eye catching

Keywords : Survival analysis, Cox-Regression model, Weibull-Regression, Bayesian, Markov Chain Monte

Skripsi ini dilatar belakangi oleh pengamatan penulis terhadap beberapa faktor yang mendukung terhadap keberhasilan sebuah tim bola tangan. Penulis beranggapan

Hasil penelitian terhadap kemampuan servis pendek forehand peserta ekstrakurikuler bulutangkis siswa putra peserta ekstrakurikuler SMP Negeri 32 Purworejo

Pada siklus ketiga peneliti tidak lagi melakukan reflksi akan tetapi peneliti menganalisis data yang telah didapat serta membuat kesimpulan atas penerapan media