BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemiskinan menjadi salah satu masalah di Indonesia sejak dulu hingga sekarang. Kemiskinan di Indonesia semakin memburuk sejak terhempas dengan
krisis ekonomi dan moneter yang terjadi sejak tahun 1997. Kemiskinan seringkali dipahami sebagai gejala rendahnya tingkat kesejahteraan semata padahal kemiskinan itu mencakup gejala yang bersifat komplek dan multidimensi.
Rendahnya tingkat kehidupan sering dikaitkan sebagai alat ukur kemiskinan yang pada hakekatnya nerupakan salah satu dari munculnya lingkaran kemiskinan.
Beban kemiskinan paling besar terletak pada kelompok-kelompok tertentu. Kaum perempuan pada umumnya merupakan pihak yang dirugikan, mereka sering menanggung beban hidup yang lebih berat daripada kaum pria. Demikian
pula dengan anak-anak yang menderita akibat kualitas hidup masa depan mereka terancam oleh karena kekurangan gizi, rendahnya tingkat kesehatan dan
pendidikan serta keterbelakangan dalam banyak hal.
Keadaan perekonomian dunia dewasa ini sangat memprihatinkan bukan hanya di Indonesia saja tetapi bahkan negara lain juga mengalami hal yang sama.
Perbedaan terletak pada proporsi atau besar kecilnya tingkat kesenjangan dan angka kemiskinan yang terjadi, serta tingkat kesulitan mengatasinya. Semakin
kemiskinan, masalah pengangguran, masalah lingkungan hidup dan masalah
lainnya yang menyangkut banyak jiwa penduduk di Indonesia. Permasalahan tersebut akibat semakin meningkatnya keadaan ekonomi yang tidak disesuaikan dengan kondisi masyarakat menengah kebawah. Kemiskinan merupakan masalah
besar dimana kemiskinan sesungguhnya telah menjadi masalah dunia sejak berabad-abad tahun lalu. Realitasnya hingga kini kemiskinan masih menjadi
bagian dari persoalan terberat dan paling krusial didunia.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari ribuan pulau. Ribuan pulau itu telah dihuni oleh banyaknya penduduk. Hingga saat ini menurut
data yang telah diperoleh mengatakan bahwa penduduk Indonesia telah mencapai 237,6 juta jiwa lebih. Bukan jumlah yang sedikit, tetapi sangat banyak sehingga
menempatkan Indonesia berada di lingkaran 10 besar negara dengan penduduk terbanyak. Banyaknya penduduk telah mengakibatkan kesulitan pemerintah dalam menangani kebutuhan masyarakat dalam menjalankan pelayanan terhadap
masyarakat. Sehingga dapat menyebabkan angka kemiskinan semakin meningkat.
(http://www.kabarbisnis.com
Pada tahun 2000 sampai tahun 2005, jumlah penduduk miskin cenderung
menurun dari 38,70 juta orang pada tahun 2000, menjadi 35,10 juta juta orang pada tahun 2005. Secara relative juga terjadi penururnan persentasi penduduk
miskin dari 19,14% pada tahun 2000, menjadi 15,97% pada tahun 2005. Pada tahun 2006, terjadi kenaikan jumlah pendudukan miskin dari 35,10 juta orang (15,97) pada bulan Ferbuari 2005, menjadi 39,30 juta orang (17,75) pada Maret
2006. Pada Maret 2008, jumlah penduduk miskin mencapai 34,96 juta orang (15,42%). Dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada Maret 2007
mencapai 37,17 juta orang (16,58%) berarti jumlah penduduk miskin turun
sebesar 2,21 juta orang (http://www.bps.go.id Diakses pada tanggal 30 Maret 2013 pukul 18:30 WIB.
Pada bulan Maret 2010 sampai bulan September 2012 angka kemiskinan
Indonesia mulai mengalami penurunan. Tahun 2010 jumlah penduduk miskin mencapai 31,02 juta orang (13,33 persen), kemudian mengalami penurunan di
bulan Maret 2011 dengan jumlah penduduk miskin 30,02 juta orang (12,49 persen), dan berkurang 1 juta orang (0,84 persen). Di tahun yang sama tepatnya bulan September 2012 angka kemiskinan mengalami penurunan lagi menjadi
29,89 juta orang (12,36 persen) dan berkurang 13 ribu orang (0,13 persen). Dan pada Maret 2012 angka penduduk miskin mencapai 29,13 juta orang (11,96
persen), penduduk miskin berkurang 76 ribu orang (0,4 persen). Pada bulan September 2012, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 28,59 juta orang (11,66 persen), berkurang sebesar 0,54 juta orang (0,30 persen) dibandingkan
dengan penduduk miskin pada Maret 2012 yang sebesar 29,13 juta orang (11,96 persen).
Selama periode Maret-September 2012, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang 0,14 juta orang (dari 10,65 juta orang pada Maret 2012 menjadi 10,51 juta orang pada September 2012), sementara di daerah
pedesaan berkurang 0,40 juta orang (dari 18,48 juta orang pada Maret 2012 menjadi 18,08 juta orang pada September 2012. Selama periode Maret
Maret 2012 menjadi 14,70 persen pada September 2012 (http://www.bps.go.id
diakses pada tanggal 30 Maret 2013 pukul 18.55 wib.)
Dari data yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pemerintah dapat mengurangi angka kemiskinan dalam beberapa kurun waktu. Kendati pun
demikian, pemerintah belum dapat berbangga hati karena program yang dilakukan belum dapat dinilai secara menyeluruh karena hanya sebagian kecil saja yang
terealisasi, sementara kemiskinan masih tetap menjamur dimana-mana. Hal ini didukung oleh Bank Dunia yang mengkritik Pemerintah Indonesia bahwa pemerintah lambat dalam proses pengentasan kemiskinan. Menurut Bank Dunia,
untuk mencapai sasaran pengentasan kemiskinan pemerintah Indonesia harus menyusut angka kemiskinan di tahun 2014 menjadi 8-10 persen, tetapi faktanya
pemerintah masih hanya mampu mengurangi angka kemiskinan diantara 11-12 persen. (http://www.kabarbisnis.com
Perekonomian Indonesia sangat memprihatinkan. Pertumbuhan ekonomi
yang pesat membuat penduduk harus menyesuaikan diri dengan mekanisme pasar. Tidak semua penduduk dapat menyesuaikannya dikarenakan ketidakmampuan
memiliki ekonomi yang baik atau tidak mempunyai uang. Sehingga keadaan tersebut mengakibatkan masyarakat yang tidak mendapat sentuhan pemerintah semakin merosot dibawah garis kemiskinan. Pengangguran menjadi masalah besar
bagi Indonesia, karena ketidakseimbangan antara lapangan pekerjaan dan pencari kerja. Hal ini membuat masyarakat terus mendesak pemerintah agar mampu untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat dengan program-programnya. Hal ini dilakukan supaya masyarakat dapat melakukan fungsi socialnya menjadi yang lebih baik dan dapat menyesuiakan diri dengan mekanisme pasar.
Tingginya angka kemiskinan Indonesia tidak hanya disebabkan oleh satu
atau beberapa provinsi saja, melainkan seluruh daerah Indonesia “menyumbang” angka kemiskinan sehinggga mengalami pembengkakan angka. Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi pertama yang penduduk miskinnya terbanyak di
Indonesia sebanyak 5 juta lebih orang, diikuti oleh Provinsi Jawa Tengah dengan jumlah 4,9 juta lebih orang kemudian Provinsi Jawa Barat dengan jumlah 4,4 juta
lebih orang. Provinsi Sumatera Utara kemudian menyusul dengan jumlah penduduk miskin 1,4 juta orang lebih kemudian diikuti provinsi lainnya. Provinsi yang penduduk miskinnya paling sedikit adalah Provinsi Bangka Belitung dengan
jumlah 71 ribu orang. Sangat berbanding jauh dengan jumlah penduduk miskin yang dimiliki beberapa provinsi Jawa Timur. Menjadi tugas yang berat bagi
pemerintah untuk mengurangi angka kemiskinan itu diakses pada tanggal 30 Maret 2013 pukul 19.20)
Pertumbuhan penduduk yang signifikan merupakan suatu permasalahan di
Indonesia. Banyaknya jumlah penduduk menyebabkan pemerintah mengalami kesulitan dalam memberikan pelayanan bagi masyarakatnya, seperti pekerjaan.
Lapangan pekerjaan di Indonesia tak sebanding dengan jumlah pelamar kerja. Beberapa upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengurangi jumlah penduduk lewat program-program seperti Keluarga Berencana (KB). Hal ini dimaksud agar
untuk setiap rumah tangga tidak terlalu sulit untuk menghidupi kerluarga. Kendati demikian masih banyak dijumpai keluarga yang mempunyai anak banyak.
berkurang. Hal ini akan membuat tingginya masyarakat yang bekerja di sektor
informal.
Banyak program telah dilakukan pemerintah dalam rangka pengentasan kemiskinan, tetapi tidak menunjukkan hasil yang siginifikan. Tingginya jumlah
penduduk menjadi penghalang bagi pemerintah. Ketika jumlah penduduk menjadi penghalang bagi pemerintah, bagi masyarakat awam yang menjadi permasalahan
kemiskinan adalah kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat. Salah satu kebijakan pemerintah yang dapat dilihat adalah dengan menjadikan perkotaan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi. Pembangunan pusat perekonomian seperti
mall, kantor-kantor dan lainnya terjadi dimana-mana. Ruang menjadi semakin sempit sementara lahan tidak bisa bertambah. Hal ini dapat dilihat dari jumlah
padatnya suatu perkotaan.
Menjadikan perkotaan sebagi basis perekonomian adalah hal yang salah, karena tingkat kemiskinan tertinggi sebenarnya berada di pedesaan. Pembangunan
yang terjadi diperkotaan merupakan suatu kesempatan bagi penduduk desa untuk mengubah hidupnya. Masyarakat berbondong-bondong melakukan perpindahan
dari desa ke kota untuk mengadu nasib, sementara pekerjaan yang ada tidak sebanding dengan jumlah pendatang dari desa. Desa yang ditinggalkan oleh penduduk akan mengakibatkan tidak ada perkembangan, tetapi sebaliknya yaitu
penurunan pertumbuhan ekonomi.
Pekerjaan yang mempunyai penghasilan banyak biasanya akan membuat
pendapatan. Masyarakat akan mencari pekerjaan yang sesuai dengan kebutuhan,
sehingga pandangan masyarakat yang mengatakan di perkotaan lebih baik tidak mengatakan demikian, justru sebaliknya mereka hanya menjadi masyrakat miskin perkotaan yang bekerja di sektor informal.
Pemulung adalah salah satu pekerjaan di sektor informal dan merupakan suatu penyakit sosial yang sering dikenal sebagai penyandang masalah
kesejahteraan sosial (PMKS) .Pekerja di sektor informal di persampahan muncul karena terbatasnya penyediaan lapangan pekerjaan terutama pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan mereka. Selama pertumbuhan ekonomi dibawah standar
maka sektor informal akan terus berkembang. Artinya hanya dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi maka pekerjaan di sektor informal dapat
berkurang. Selain itu pemerataan pertumbuhan ekonomi baik di pedesaan maupun perkotaan juga perlu diperhatikan. Selama pertumbuhan dan pemerataan tidak sejalan, maka keberadaan sektor informal akan terus meningkat dan jumlah
migrasi penduduk dari desa ke kota untuk mencari lapangan pekerjaan akan meningkat pula.
Pemulung sangat sering dijumpai khususnya dikota-kota besar dimana sampah-sampah banyak dijumpai bahkan di tempat pembuangan akhir (TPA). Para pemulung berlomba-lomba dengan sesamanya demi mendapatkan sampah
untuk dipilah-pilah dan dijual kembali kepada pengumpul untuk mendapatkan uang. Ketiadaan pekerjaan yang tetap mengakibatkan banyak orang menjadi
pemulung.
malam pekerjaan hanya mencari dan memilah sampah. Dengan adanya sampah
semakin membuat pemulung menggantungkan nasibnya kepada sampah. Dalam satu keluarga tak jarang ditemui seluruh anggota keluarga pekerjaannya adalah pemulung, sehingga mata rantai kemiskinan tidak akan terputus tetapi akan
semakin memanjang.
Banyak dari pemulung mencari barang bekas berbahan plastik seperti
bekas botol atau gelas air mineral. Barang bekas berbahan plastik paling banyak mereka cari karena mungkin lebih mudah untuk menjualnya kembali. Jadi bisa dikatakan bahwa pemulung adalah pengumpul barang bekas plastik dan sampah –
sampah terbuat dari plastik. Kalau dibakar maka akan menimbulkan polusi udara dan kalau dibiarkan akan menimbulkan banjir. Buktinya di sepanjang kali yang
ada di daerah- daerah di Indonesia banyak sekali terdapat sampah-sampah plastik. Mendaur ulang plastik adalah langkah yang sangat tepat untuk melestarikan tanah, udara dan air . Pemulung adalah orang yang sangat berperan penting dalam
mengurangi tercemarnya tanah oleh plastik.
Pemulung sangat mudah untuk dijumpai. Pekerjaaan pemulung tentunya
ikut membersihkan lingkungan dari sekitar tempat tinggal maupun tempat beraktifitas. Pemulung turut memainkan peranan penting dalam pengelolaan sampah di Indonesia. Mereka mencari barang yang bernilai ekonomis dari
tumpukan sampah, TPS, dan TPA maupun dari rumah kerumah. Dari jam kerja yang panjang dan tak tentu (dari pagi hingga malam), gangguaan kesehatan yang
menghalangi mereka untuk mengais sampah demi kelangsungan kehidupan
keluarganya ditengah desakan kebutuhan ekonomi yang semakin tinggi.
Di setiap kota besar pasti banyak terdapat sampah-sampah serta para pemulung yang setia setiap hari mengambil sampah. Bagi sebagian orang, seperti
pemulung dan perajin barang bekas, sampah tersebut ternyata memberikan keuntungan tersendiri. Hubungan antara keduanya sangat erat karena sampah dan
pemulung sama-sama saling membutuhkan. Sampah membutuhkan tangan-tangan para pemulung untuk mengambil sampah agar tidak mengganggu kesehatan warga dan membantu mengurangi sampah-sampah supaya tidak menumpuk di tempat
pembuangan akhir. Sebaliknya pemulung membutuhkan sampah demi memenuhi kebutuhan ekonomi agar mereka dapat mempertahankan hidup. Para pemulung
juga rela atas hidupnya di tempat sampah, hanya demi sesuap nasi.Karena hidupnya dekat dengan sampah sebagai sumber penyakit, dampak yang ditimbulkan dari sampah bermacam-macam, seperti penyakit kulit, gangguan
pernapasan dan penyakit lainnya.
Kota Medan merupakan daerah yang cukup berkembang di Provinsi
Sumatera Utara. Perkembangan kota tersebut dapat dilihat dari jumlah peningkatan penduduk dan pembangunan perumahan, perkantoran, pusat perbelanjaan, kawasan bisnis yang membentuk kota Medan sendiri. Tumbuhnya
kegiatan jasa, industri dan fasilitas lainnya di wilayah pinggiran kota Medan sampai perbatasan dengan kabupaten lainnya, seperti Kabupaten Deli Serdang.
peningkatan akan kebutuhan lahan untuk menyediakan segala fasilitas perkotaan
yang dibutuhkan oleh penduduk Kota Medan itu sendiri. Khususnya pada penyediaan sebuah fasilitas berupa tempat pembuangan akhir (TPA) sampah. Penetapan lokasi TPA sampah yang tepat serta penataan kawasan di sekitarnya
perlu dilakukan secara seksama agar tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari, terutama yang terkait dengan masalah sosial dan lingkungan.
Namo Bintang adalah salah satu TPA sampah Kota Medan. Berada di Desa Namo Bintang, bersebelahan dengan Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang. . TPA ini beroperasi sejak tahun 1985 Luasnya sekitar
16 hektare. Dari total luas itu 10 hektare sudah terisi oleh bukit sampah setinggi 10 hingga 15 meter. Udara dan pemandangannya memang tak sedap. Setiap hari
ada 120 truk sampah datang membawa sampah dengan volume 1-3 ton per truk. TPA Namo Bintang menjadi harta karun bagi masyarakat sekitar. Terkhusus bagi masyarakat yang menjadi pemulung. Sejak dibukanya TPA ini,
pemulung menggantungkan nasibnya kepada sampah. Sekitar 350 orang pemulung berkecimpung sejak TPA dibuka dan mereka adalah penduduk sekitar
TPA yaitu mayoritas dari Desa Namo Bintang dan Desa Baru.
Menurut Rusmiadi, selaku Kepala Dusun 3 Desa Baru jumlah pemulung saat ini lebih banyak dari Gang Dame Dusun 3 Desa Baru yang tak jauh dengan
TPA. Untuk mencari nafkah tak jarang dijumpai satu keluarga yang menjadi pemulung. Para pemulung terdiri dari bapak-bapak, ibu-ibu, anak-anak yang
Banyak anak usia sekolah lebih memilih menjadi pemulung. Hal ini
disebabkan karena mereka dengan mudah bisa mendapatkan uang sebanyak Rp.35.000- Rp. 100.000 dalam sehari. Sementara seperti yang diketahui bahwa anak-anak usia sekolah itu dilarang untuk bekerja, melainkan belajar dan bermain.
Fenomena ini sering terjadi dikalangan orang miskin. Kesulitan ekonomi mengharuskan anak-anak juga mencari nafkah untuk keluarga.
Bekerja sebagai pemulung di TPA bukanlah hal yang mudah. Pemulung harus bertaruh nyawa di TPA. Sampah yang sudah menggunung sewaktu-waktu dapat longsor dan mengancam nyawa. Aroma tak sedap bahkan beracun menjadi
hal yang biasa bagi mereka. Bahkan untuk kelangsungan hidup tidak dijaga. Banyak pemulung hanya menggunakan alas kaki tipis, bahkan tidak menggunakan
alas kaki sementara kaca, paku dan benda tajam lainnya dapat melukai mereka. Para pemulung tersebut bisa hidup karena sampah. Setiap hari mempunyai penghasilan rata-rata Rp. 50.000 per hari. Mereka menyebut bukit sampah adalah
harta karun. Mereka tidak hanya mendapatkan uang dari sampah-sampah, melainkan makanan dari sampah juga suatu keberuntungan bagi mereka. Setiap
sisa makanan yang ditemukan mereka memakannya bersama di bukit sampah itu, dan ada juga yang membawa kerumahnya.
Tahun 2013 adalah masa suramnya kehidupan pemulung. Betapa tidak,
sampah yang menjadi sumber kehidupan mereka tidak lagi dibuang di TPA Namo Bintang. TPA Namo Bintang ditutup dan dialihkan ke TPA Terjun Medan
M. Ginting Manik (66) atau biasa dipanggil Bulang, sudah puluhan tahun
menjadi pemulung di TPA Namo Bintang ini. Sekarang ia telah menjadi pembeli hasil pemulung. Dulu, ia bersama istrinya mengumpulkan sampah di TPA ini untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Dia tinggal di sebuah rumah kecil
berlantai tanah dan papan seadanya di dekat bukit sampah. Ketika ditanyai mengenai kesehatan dan keselamatan nyawanya, ia mengatakan belum pernah
sakit parah begitu pula istrinya.
Bulang adalah ketua kelompok pemulung Namo Bintang. Ia terpilih sejak tahun 1995 dan menjadi pengurus selama tiga tahun. Bulang terpilih karena ia
memiliki jiwa sosial yang tinggi terhadap sesama kaum miskin yang termarginalkan, sehingga pemulung lainnya menyepakati dan mengangkat Bulang
menjadi ketua kelompok.
Sejak TPA ditutup, Bulang bersama ratusan pemulung lainnya melakukan unjuk rasa di kantor walikota. Mereka menuntut agar TPA Namo Bintang dibuka
kembali, mengingat bahwa TPA merupakan sumber kehidupan bagi mereka. Hal ini sudah terjadi beberapa kali dalam satu tahun 2013 agar TPA tetap beroperasi.
Tetapi pada Juli 2013 TPA tersebut benar-benar ditutup secara umum dan pembuangan dialihkan ke TPA Terjun yang berada di Kecamatan Medan Merelan.
Sampai saat ini para pemulung tidak tahu apa alasan pasti ditutupnya TPA
Namo Bintang. Jawaban yang ada masih tergolong simpang siur. Menurut Bulang selama berunjuk rasa ke kantor Walikota Medan, Pemerintah Kota Medan
sekitar empat hektare dan dapat dipakai selama dua tahun. Tapi itulah jawaban
yang didapatkan oleh pemulung tersebut.
Beralihnya TPA sangat berdampak buruk bagi pemulung. Selama ini mereka bisa hidup karena adanya TPA tersebut, namun kini TPA telah ditutup.
Perekonomian menjadi masalah utama bagi mereka. Hidup mereka pun terancam. Keluarga makan apa, sekolah anak bagaimana, biaya sewa rumah bagaiamana,
membayar uang listrik dan air bagaimana. Itulah yang terngiang-ngiang dalam benak pikir para pemulung.
Pemulung tak putus asa. Mereka tetap berusaha bertahan hidup. Namun
pekerjaan yang mereka lakoni tetap saja menjadi pemulung, hanya saja teknik mereka yang berubah. Dulunya hanya bertahan dari TPA, kini mereka menyebar
di perkotaan Medan untuk memulung, ada yang pindah ke TPA Terjun, pergi subuh pulang malam. Pendapatan tetap rata-rata Rp.50.000 per hari, tetapi pengeluaran ketika bekerja banyak. Ongkos ke TPA Terjun dan biaya makan
menjadi tanggungan mereka. Bahkan ada juga sebagian pemulung yang pulang kerumah sekali seminggu demi mengirit biaya ongkos. Ada lagi yang tidak pergi
berpencar memulung, mereka tetap memilah-milah sisa-sisa sampah, mencari cacing untuk dijual dan membuat kompos di TPA yang lama.
Begitu berdampaknya TPA lama bagi pemulung, membuat pemulung
sangat tergantung terhadap sampah. Kehidupan pemulung menjadi berubah akibat peralihan TPA. Dampak yang paling dirasakan para pemulung adalah masalah
menjadi dampak lainnya terhadap kesejahteraan para pemulung TPA Namo
Bintang.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam lagi apakah ada “dampak peralihan TPA
Namo Bintang terhadap kesejahteraan rumah tangga pemulung di Gang Dame, Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka
masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: “ apakah ada dampak peralihan TPA Namo Bintang terhadap kesejahteraan rumah tangga pemulung di
Gang Dame, Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang?.”
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui “dampak peralihan tempat pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang terhadap
kesejahteraan rumah tangga pemulung di Gang Dame, Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang”
1.3.2 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan menjadi referensi dalam
1. Secara teoritis, penelitian ini dapat menambah wawasan, pengalaman dan
pemahaman peneliti mengenai kesejahteraan masyarakat yang menjadi penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS)
2. Secara praktis, hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan masukan
bagi pemerintah dalam rangka meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat pemulung.
3. Secara akademis, dapat memberikan kontribusi keilmuan dalam menambah referensi dan bahan kajian bagi para peneliti atau mahasiswa yang tertarik terhadap permasalahan yang berkaitan dengan masalah
sosial.
1.4 Sistematika Penulisan
Penulisan ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang penilitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penilitian.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka
pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional. BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, subjek
Bab ini berisikan sejarah singkat serta gambaran umum
mengenai lokasi/tempat peniliti melakukan penelitian. BAB V : ANALISIS DATA
Bab ini berisikan uraian data yang diperoleh dari
penelitian, beserta dengan analisisnya. BAB VI : PENUTUP