• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROPOSAL TUGAS AKHIR PTK docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PROPOSAL TUGAS AKHIR PTK docx"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE BAMBOO DANCING UNTUK MENINGKATKAN

PEMAHAMAN KONSEP PEMBENTUKAN TANAH

PADA SISWA KELAS V SDN SAMPANGAN 26

Disusun guna memenuhi tugas akhir mata kuliah Penelitian Tindakan Kelas Dosen Pengampu:

PROPOSAL

Disusun oleh:

Novianti Putri Dwi Setyani K7112166

STRATA 1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...2

BAB I PENDAHULUAN...3

A. Latar Belakang...3

B. Rumusan Masalah...6

C. Tujuan Penelitian...6

D. Manfaat Penelitian...6

BAB II KAJIAN TEORI...8

A. Tinjauan Pustaka...8

1. Pemahaman Konsep Proses Pembentukan Tanah...8

2. Hakikat Metode Bamboo Dancing...22

3. Penerapan Metode Bamboo Dancing dalam Pembelajaran IPA Materi Pembentukan Tanah...30

B. Penelitian yang Relevan...31

C. Kerangka Berpikir...32

D. Hipotesis Tindakan...34

BAB III METODE PENELITIAN...35

A. Tempat dan Waktu Penelitian...35

1. Tempat Penelitian...35

2. Waktu Penelitian...35

B. Subjek dan Objek Penelitian...35

C. Sumber Data...36

D. Teknik Pengumpulan Data...36

E. Validitas Data...38

F. Teknik Analisis Data...39

G. Indikator Kinerja...40

H. Prosedur Penelitian...40

(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah pengetahuan yang mempelajari alam semesta dengan cara pengamatan yang dilakukan oleh manusia melalui pengalaman secara langsung, dengan prosedur yang tepat, dan kesimpulan yang benar. Subelo, dkk. (2003: 1) mengemukakan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang mempelajari alam dengan segala isinya, atau secara sederhana merupakan sesuatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis tentang gejala alam. Gejala alam tersebut dapat dipisahkan menjadi gejala alam fisik (fisika) dan gejala alam hayati (biologi).

Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar menekankan pada pemberian pengalaman langsung dan kegiatan praktis untuk mengembangkan kompetensi tertentu agar siswa mampu menjelajah dan memahami alam seisinya secara ilmiah. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar hendaknya dapat mendorong siswa untuk aktif dan rasa ingin tahu yang tinggi agar dapat memahami konsep-konsep materi IPA. IPA juga dipandang sebagai suatu proses, prosedur, dan produk, sehingga mengindikasikan bahwa IPA bukan hanya kumpulan pengetahuan dan fakta yang dihafal melainkan serangkaian kegiatan yang membutuhkan siswa aktif dalam pembelajaran dengan menggunakan pikiran untuk mempelajari alam sekitar melalui pengamatan dan percobaan atau praktikum.

(4)
(5)

tanah merupakan hasil dari pelapukan yang terjadi pada batuan. Pelapukan adalah hancurnya batuan dari gumpalan atau ukuran besar menjadi butiran yang kecil, sampai menjadi sangat halus (menjadi tanah). Pelapukan dapat terjadi melalui tiga cara, yaitu pelapukan mekanik, pelapukan kimiawi, dan pelapukan biologi. Pembelajaran IPA materi proses pembentukan tanah yang dilakukan oleh guru selama ini hanya memberikan pengantar materi, kemudian menyuruh siswa untuk membaca sendiri materi yang terdapat pada buku pelajaran. Setelah selesai guru memberikan tugas untuk mengerjakan soal. Proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru tersebut mengakibatkan hasil belajar siswa rendah. Karena guru tidak melakukan konfirmasi ulang terhadap proses pembelajaran yang telah dilakukan, guna mengetahui sejauh mana pemahaman konsep siswa terhadap proses pembentukan tanah.

Berdasarkan hasil observasi terhadap proses pembelajaran IPA dan hasil wawancara dengan guru kelas V SD Negeri Sampangan 26, ternyata pada pembelajaran IPA guru cenderung menggunakan pembelajaran konvensional. Metode ceramah yang rutin digunakan pada pembelajaran sehingga keaktifan hanya berpusat pada guru. Hal ini mengakibatkan siswa pasif dan kurang memperhatikan penjelasan dari guru pada saat pembelajaran. Guru tidak menggunakan media pembelajaran yang mendukung proses kegiatan belajar mengajar (KBM). Siswa menjadi bosan dan tidak berkonsentrasi dalam mengikuti proses pembelajaran. Pada pembelajaran IPA seharusnya siswa dilibatkan secara langsung melalui percobaan agar siswa dapat mengamati, mengalami, dan melakukan apa yang dipelajari dalam materi tersebut. Maka, apabila guru dalam pembelajaran IPA selalu menggunakan medote ceramah akan mengakibatkan hasil pembelajaran yang diinginkan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan sehingga nilainya tidak memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu 70.

(6)

pratindakan ini dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran yang telah dilakukan kurang berhasil, karena masih banyak siswa yang belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM). Maka dari itu, pembelajaran IPA materi proses pembentukan tanah perlu diperbaiki.

Berdasarkan hasil penelitian pratindakan di atas diperlukan sebuah alternatif yang dapat meningkatkan pemahaman konsep proses pembentukan tanah dalam pembelajaran IPA kelas V SD Negeri Sampangan 26 yaitu dengan model kooperatif tipeBamboo Dancing.

MenurutLie (2005: 67) mengemukakan bahwa metode Bamboo Dancing

adalah suatu teknik pengembangan metode Inside Outside Circle dimana dalam pelaksanaannya siswa berdiri berdiri berhadapan dengan pasangannya sambil berdiskusi mengenai suatu topik untuk berbagi informasi dalam waktu yang bersamaan kemudian siswa bergeser searah jarum jam untuk berganti pasangan dan berbagi informasi dengan pasangan yang baru.

Model kooperatif menurut Kamulyan & Risminawati (2012: 19) dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa yang didasarkan pada pemanfaatan pengaruh teman dalam memahami suatu permasalahan yang dihadapi bersama-sama. Dalam mata pelajaran IPA khususnya materi proses pembentukan tanah dianggap cukup sulit oleh sebagian besar siswa karena diperlukan suatu pemahaman dalam pengerjaannya.

Penerapan model kooperatif tipe Bamboo Dancing diharapkan mampu meningkatkan keaktifan siswa, ketrampilan berbicara siswa, tanggung jawab, suasana akrab, mengolah informasi. Metode Bamboo Dancing adalah metode pembelajaran yang dalam pelaksanaanya guru menentukan tema, kemudian mengenalkan tema tersebut pada siswa. Lalu kelas dibagi menjadi dua kelompok besar, dibagi lagi menjadi dua kelompok kecil untuk berdiri berjajar pada masing-masing kelompok dan berhadap-hadapan dengan kelompok lain. Pasangan pertama disebut pasangan awal. Guru memberikan suatu topik untuk didiskusikan dengan pasangan masing-masing.

(7)

kesempatan untuk mengolah informasi, dan dapat berlatih ketrampilan berbicara juga membangun sikap percaya diri untuk menyampaikan pendapat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode Bamboo Dancing dapat meningkatkan pengetahuan siswa tentang konsep pembentukan tanah, karena siswa dapat mengolah banyak informasi, menciptakan pembelajaran IPA yang menarik, menjadikan siswa antusias menjadikan siswa tidak jenuh dan melatih ketrampilan berbicara siswa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Apakah penerapan metode Bamboo Dancing dapat meningkatkan pemahaman konsep pembentukan tanah pada siswa kelas V SDN Sampangan 26 Surakarta tahun ajaran 2015/2016?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman konsep pembentukan tanah dengan menerapkan metode Bamboo Dancing pada siswa kelas V SDN Sampangan 26 Surakarta tahun ajaran 2015/2016.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu refrensi metode inovatif yaitu penggunaan metode Bamboo Dancing di lapangan. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai contoh penerapan metode Bamboo Dancing dalam pembelajaran pembentukan tanah di SD. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dalam meningkatkan mutu pendidikan.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa

(8)

3. Menghilangkan rasa bosan sehingga meningkatkan minat siswa dalam pembelajaran pembentukan tanah.

b. Bagi Guru

1. Guru dapat menerapkan metode pembelajran inovatif, salah satunya adalah metode Bamboo Dancing dalam meningkatkan pemahaman konsep pembentukan tanah.

2. Guru dapat termotivasi dan terinspirasi dalam merancang metode pembelajaran yang kreatif, tepat dan menarik untuk membantu tercapainya tujuan pembelajaran.

c. Bagi Sekolah

1. Sebagai acuan dalam upaya pengadaan inovasi metode pembelajaran di sekolah.

(9)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Pemahaman Konsep Proses Pembentukan Tanah

a. Pengertian Pemahaman Konsep Proses Pembentukan Tanah

Keberhasilan seseorang dalam mempelajari suatu fakta yang baru dibutuhkan kemampuan pemahaman yang baik. Pemahaman tidak hanya sekedar menghafal akan tetapi mengerti akan sesuatu yang dipelajari, hal ini sesuai dengan pendapat Winkel (2004: 274) adalah “Mencakup kemampuan untuk menangkap makna dan fakta dari bahan yang dipelajari”. Pemahaman atau comprehension seperti yang dikemukakan oleh Daryanto (2012: 106) yaitu “Memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa harus menghubungkannya dengan hal – hal lain”.

Menurut Samino & Marsudi (2012: 59) pemahaman atau

comprehension dapat diartikan menguasai sesuatu dengan pikiran.

Comprehension atau pemahaman memiliki arti yang sangat mendasar yang meletakkan bagian-bagian belajar pada proporsinya. Tanpa itu, skill pengetahuan dan sikap tidak bermakna. Untuk itu memahami sesuatu biasanya dimulai dari bagian-bagian menuju keseluruhan atau sebaliknya dari keseluruhan dulu menuju bagian-bagian.

(10)

psikomotor dibagi menjadi enam yaitu: persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, dan kreativitas.

Berdasarkan penjelasan tersebut pemahaman termasuk dalam salah satu domain kognitif pada taksonomi Bloom. Dengan pemahaman, siswa diharapkan mampu membuktikan bahwa ia telah memahami apa yang sudah dipelajari baik fakta ataupun konsep. Terhadap pengertian konsep, beberapa ahli berpendapat. Menurut Winkel (2004: 113) konsep atau pengertian ialah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri-ciri sama. Orang yang memiliki konsep, mampu mengadakan abstraksi terhadap segala objek yang dihadapi, sehingga objek ditempatkan dalam golongan tertentu (klasifikasi). Sedangkan Hamalik (2010: 162 ) menyatakan bahwa suatu konsep adalah suatu kelas atau kategori stimuli yang memiliki ciri-ciri umum.

Menurut Dahar (2011: 63) menjelaskan bahwa konsep adalah “Suatu yang mewakili satu kelas objek, kejadian, kegiatan, atau hubungan yang mempunyai atribut yang sama”. Konsep dibedakan menjadi dua macam yaitu konsep kongkrit dan konsep yang harus didefinisikan. Konsep kongkrit adalah pengertian yang merujuk pada objek-objek dalam lingkungan fisik seperti meja, kursi, buku dan sebagainya. Sedangkan konsep yang harus didefinisikan adalah konsep yang mewakili realitas hidup, tetapi tidak langsung merujuk pada realitas dalam lingkungan hidup fisik, karena realitas itu tidak berbadan dan hanya dapat dirasakan keberadaannya melalui proses mental. Misalnya perkawinan, belajar, saudara sepupu dan sebagainya.

Pemahaman konsep adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan siswa mampu memahami arti dari konsep, situasi, serta fakta yang diketahuinya. Pemahaman konsep merupakan hasil belajar yang akan dicapai dalam proses kegiatan pembelajaran. Pemahaman konsep pada setiap siswa tidaklah sama.

(11)

materi yang diajarkan, menangkap makna materi yang dipelajari, dan memanfaatkan isi materi yang dipelajari sehingga dapat memecahkan masalah yang berkaitan dengan materi yang dipelajari.

Pemahaman konsep diperoleh siswa dengan cara mengenal, memahami, dan merumuskan data yang menjadi ciri dari suatu konsep. Dengan memahami konsep yang benar maka siswa dapat menyerap, menguasai, dan menyimpan materi yang dipelajarinya dalam jangka waktu yang lama.

Dalam pembelajaran IPA di kelas V Sekolah Dasar terdapat beberapa macam konsep materi yang perlu dipahami oleh siswa. Semua materi tersebut sangat penting bagi siswa, namun dalam penelitian ini peneliti mengkaji materi mengenai proses pembentukan tanah. Proses adalah runtutan perubahan (peristiwa) dalam perkembangan sesuatu. Menurut Winarti, Winarto & Sunarno (2009: 92) tanah merupakan bagian dari kerak bumi. Tanah sangatlah penting bagi makhluk hidup. Semua makhluk hidup bergantung pada tanah. Baik secara langsung maupun tidak langsung. Tanah mempunyai ukuran dan kesuburan yang berbeda-beda. Tanah terdiri atas bagian-bagian tertentu yang merupakan hasil pelapukan bahan dan sisa-sisa makhluk hidup.

Pembentukan tanah berasal dari pelapukan batuan. Menurut Maryanto & Purwanto (2009: 145) pelapukan adalah proses penghancuran batuan dari ukuran besar hingga menjadi kecil. Pelapukan dapat terjadi akibat pengaruh cuaca, percampuran air dan udara, serta kegiatan makhluk hidup. Berdasarkan proses terbentuknya, Azmiyawati, Omegawati & Kusumawati (2008: 125) menyebutkan terdapat tiga jenis batuan yang menyusun lapisan kerak bumi. Tiga jenis batuan tersebut yaitu batuan beku, batuan endapan, dan batuan malihan.

(12)

yang berasal dari pelapukan batuan akibat pengaruh cuaca serta kegiatan mahluk hidup dalam jangka waktu tertentu yang akhirnya akan menjadi butiran-butiran yang sangat kecil atau tanah, sehingga siswa dapat mengerti konsep tersebut.

b. Karakteristik Pemahaman Konsep

Pemahaman konsep memiliki keistimewaan tertentu yang dapat membantu proses pembelajaran. Karakteristik pemahaman menurut Wiggins & McTighe (2012: 570-571) memiliki enam tingkat yaitu:

1. Menjelaskan: menyediakan catatan secara menyeluruh, terdukung, dan dibenarkan dari fenomena, fakta, dan data.

2. Menginterpretasi: menceritakan cerita bermakna; menawarkan terjemahan yang tepat; memberikan dimensi historis atau pribadi yang terungkap terhadap ide dan peristiwa; membuat sesuatu yang pribadi atau dapat diakses melalui gambar, anekdot, analogi, atau model.

3. Mengaplikasi: secara efektif menggunakan dan menyesuaikan pengetahuan ke dalam konteks yang beragam.

4. Memiliki perspektif: melihat dengan sudut pandang, dengan mata kritis dan telinga; melihat gambaran besar.

5. Berempati: masuk, menemukan nilai dalam apa yang orang lain mungkin temukan aneh, asing, atau tidak masuk akal; merasa sensitive, berdasarkan pengalaman langsung sebelumnya.

6. Memiliki pengetahuan diri: merasakan gaya pribadi, prasangka, proyeksi, dan kebiasaaan pikiran yang membentuk dan menghambat pemahaman; menyadari apa yang dipahami dan mengapa sangat sulit dimengerti.

Adapun menurut Hamalik (2010: 162-163) menyebutkan ciri-ciri konsep sebagai berikut:

1. Atribut konsep adalah suatu sifat yang membedakan antara konsep satu dengan konsep lainya sehingga adanya keragaman antara konsep-konsep sebenarnya ditandai oleh adanya atribut yang berbeda.

(13)

atribut. Konsep menjadi bermacam-macam karena jumlah nilai yang berbeda. Suatu konsep mungkin mempunyai rentang nilai yang luas. Jadi atribut konsep sangat luas, maka konsep tersebut dapat saja diidentifikasi berdasarkan atribut-atribut lainnya.

3. Jumlah atribut juga bermacam-macam antara satu konsep dengan konsep lainnya. Semakin kompleks suatu konsep semakin banyak jumlah atribut dan semakin sulit untuk mempelajarinya.

4. Kedominanan atribut, menunjuk pada kenyataan bahwa beberapa atribut lebih dominan (obvius) daripada yang lainnya. Jadi, dominan menunjuk kepada konsep sebagaimana atribut. Sehingga konsep dominan mimiliki atribut dominan.

obvius ) daripada yang lainnya. Jadi, dominan menunjkepada konsep sebagaimana atribut. Sehingga konsep dominan mimiliki atribut dominan.

Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik pemahaman konsep yaitu:

1. Merupakan suatu abstraksi. Konsep merupakan gagasan umum atau gambaran mental yang perlu diingat berdasarkan informasi yang telah diterima.

2. Membutuhkan suatu pengalaman. Pemahaman konsep dapat dipahami melalui pengalaman langsung atau tidak langsung.

3. Bukan sekedar suatu kata-kata melainkan dibutuhkan suatu identifikasi untuk membedakan komponen-komponen atau elemen suatu fakta, konsep, pendapat, dan kesimpulan.

4. Keinklusifan ditunjukkan pada jumlah contoh-contoh yang terlibat dalam konsep itu.

5. Ketepatan yaitu suatu konsep menyangkut apakah ada sekumpulan aturan-aturan untuk menbedakan dari non contoh-contoh suatu konsep. c. Tujuan Pemahaman Konsep

(14)

siswa karena dengan belajar pemahaman konsep akan memberikan pengaruh positif bagi siswa dalam memahami suatu konsep pembelajaran sehingga pembelajaran akan lebih bermakna. Tujuan pemahaman yaitu:

1. Pemahaman yang baik dan benar terhadap suatu konsep akan menjadikan pemahaman tidak rancu atau menimbulkan makna yang berlainan. 2. Dengan pemahaman yang benar maka siswa akan memahami atau

mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa harus menghubungkan dengan hal-hal lain.

3. Dengan pemahaman yang baik dan benar siswa mampu menjelaskan, mengidentifikasi, dan menyebutkan suatu konsep secara luas dengan tepat.

Hamalik (2010: 164-166) menyebutkan tujuan konsep sebagai berikut:

1. Mengurangi kerumitan lingkungan. Lingkungan adalah sangat kompleks. Untuk mempelajarinya tentu saja sulit jika tidak dirinci menjadi unsur-unsur yang lebih sederhana. Karena itu lingkungan yang luas dan rumit dapat dikurangi kerumitannya dengan menjabarkan menjadi sebuah konsep (suatu kelas stimuli).

2. Membantu kita mengidentifikasi objek-objek yang ada di sekitar kita. Konsep berguna untuk mengidentifikasi objek-objek yang ada di dunia sekitar kita dengan cara mengenali ciri-ciri masing-masing objek.

3. Membantu kita untuk mempelajari sesuatu yang baru, lebih luas, dan lebih maju.

4. Mengarahkan kegiatan instrumental. Berdasarkan konsep dan prinsip yang telah diketahui, maka seseorang dapat menentukan tindakan-tindakan apa yang selanjutnya perlu dilakukan.

5. Memungkinkan pelaksanaan pengajaran.

6. Mempelajari dua hal yang berbeda dalam kelas yang sama.

(15)

memanfaatkan isi materi yang dipelajari sehingga dapat memecahkan masalah yang berhubungan dengan materi yang dipelajari. Konsep diperoleh apabila seseorang mengenal, memahami, dan merumuskan data yang menjadi suatu konsep. Dengan pemahaman konsep dapat membuat siswa tidak perlu mengulang-ulang pencarian arti setiap kali menemukan informasi baru, kemudian pemahaman konsep membantu proses mengingat dan membantunya menjadi lebih efisien dalam belajar. Selain itu dapat menyederhanakan dan meringkas informasi, komunikasi dan waktu yang digunakan untuk memahami informasi tersebut, sehingga pemahaman konsep merupakan dasar untuk proses mental yang lebih tinggi.

d. Ruang Lingkup Materi Proses Pembentukan Tanah

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di tingkat SD/ MI/ SDLB. Mata pelajaran IPA merupakan mata pelajaran yang bertujuan untuk: 1) dasar teknologi / tulang punggung pembangunan, 2) melatih / mengembangkan kemampuan berpikir kritis, 3) membentuk kepribadian anak secara keseluruhan.

IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang tersusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Winaputra bahwa IPA merupakan:

(16)

tentang benda atau mahluk hidup, tetapi memerlukan kerja, cara berpikir, dan cara memecahkan masalah (Samatowa, 2011: 3). Salah satu ciri pendidikan IPA adalah lebih dari sekedar kumpulan yang dinamakan fakta, melainkan kumpulan pengetahuan dan juga kumpulan proses. Bagaimanapun juga, kebanyakan anak tidak berkembang dalam hal pemahaman konsep-konsep ilmiah dan prosesnya secara terintegrasi dan fleksibel. Sebagai contoh, mereka dapat menghafalkan berbagai konsep dan fakta, tetapi tidak dapat menggunakannya untuk menjelaskan fenomena dalam kehidupan yang berhubungan dengan konsep tersebut. Konsekuensinya, untuk memperkecil permasalahan ini, pembelajaran IPA di sekolah diharapkan memberikan berbagai penelusuran ilmiah yang relevan.

Menurut Samatowa (2011: 9) pembelajaran IPA dengan hafalan dan pemahaman konsep, anak harus diberi kesempatan untuk mengembangkan sikap ingin tahu dan berbagai penjelasan logis. Hal ini akan mendorong anak untuk mengekspresikan kreativitasnya. Anak juga didorong untuk mengembangkan cara berpikir logis dan kemampuan untuk membangkitkan penjelasan ilmiah untuk alasan yang bersifat hakiki dan praktis. Dari berbagai ide mengenai pembelajaran IPA, kegiatan anak di kelas diantisipasi menjadi serupa dengan apa yang sesungguhnya dilakukan para ilmuwan dalam percobaan mereka, namun dalam situasi yang berbeda. Para ilmuwan melakukan berbagai percobaan untuk menghasilkan berbagai teori, sedangkan anak melakukan kegiatan serupa untuk memahami dan memahami konsep baru atau menguji berbagai ide.

Proses pembentukan tanah merupakan salah satu materi yang termasuk dalam mata pelajaran IPA kelas V semester 2. Dalam jurnal internasional yang ditulis Dudal, R. (2004: 2) menyatakan bahwa,“Of the classical factors of soil formation, climate, relief, parent material, time and organisms, it is the latter factor which discretely includes human impact”

.

(17)

waktu dan organisme itu adalah faktor kedua yang termasuk dampak bagi manusia. Dalam materi proses pembentukan tanah terdapat pokok materi yang harus dipelajari oleh siswa, yaitu:

1. Jenis-Jenis Batuan

Proses adalah runtutan perubahan (peristiwa) dalam perkembangan sesuatu. Proses pembentukan tanah diawali dari pelapukan batuan. Menurut Suhandi, Rahman, Hendawati, & Susilawati (2007: 6-9) berdasarkan proses terjadinya, batuan dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis yaitu:

a. Batuan Beku (Igneous Rock)

Batuan beku berasal dari bahasa latin Inis yang artinya api ( fire). Batuan beku terbentuk akibat pembekuan cairan magma baik dalam maupun di atas permukaan bumi yang mengalami pembekuan. Magma panas yang bergerak dari dalam bumi ke permukaan melalui kepundan gunung api, karena suhunya rendah sehingga akan membeku. Material magma yang mengalami pembekuan di permukaan bumi disebut batuan beku luar atau batuan ekstrusi atau

batuan vulkanis. Material magma yang membeku pada lubang kepundan atau retakan kulit bumi disebut batuan korok atau porfirik. Material magma yang membeku berada jauh di dalam bumi (15-50 km) disebut batuan beku dalam atau plutonik. Jenis batuan beku penting yang banyak terdapat di alam adalah sebagai berikut:

(1) Granit

Granit merupakan batuan beku dalam, dengan mineral butiran kasar hingga sedang. Warnanya terang karena kandungan feldspar, umumnya putih kelabu, merah jambu atau merah. Granit dapat digunakan sebagai bahan pengeras jalan, galangan kapal, bahan pemoles lantai, pondasi dan pelapis dinding.

(2) Granodiorit

(18)

dalam, mineral berbutir kasar sampai sedang, warna terang. Granodiorit dapat digunakan sebagai pengeras jalan, pondasi dan lain-lain.

(3) Diorit

Diorit termasuk batuan beku dalam, mineral berbutir kasar hingga sedang, warnanya agak gelap. Diorit digunakan untuk pengeras jalan, pondasi dan sebagainya.

(4) Andesit

Andesit terbentuk dari leleran diorit, mineralnya berbutir halus, komposisi mineral sama dengan diorite warnanya kelabu. Andesit digunakan untuk pengeras jalan, pondasi, bendungan, konkresi beton, dan yang berstruktur lembar banyak digunakan sebagai batu tempel.

(5) Gabro

Gabro berwarna hitam, mineralnya berbutir kasar sampai sedang. Batuan ini digunakan untuk pengeras jalan, pondasi, lantai dan pelapis dinding.

(6) Basal

Basal merupakan batuan leleran dari gabro, mineralnya berbutir halus dan berwarna hitam. Basal umumnya berlubang bekas gas, terutama bagian muka. Batuan ini digunakan untuk pengeras jalan, pondasi, bendungan, konkresi beton dan sebagainya.

(7) Batu kaca (Obsidian)

Batu kaca merupakan batuan yang tidak memiliki susunan dari Kristal (metamorf). Batu ini terbentuk akibat lava membeku tiba-tiba. Batukaca berwarna coklat, kelabu, kehitaman atau putih seperti kaca. Batuan ini digunakan untuk membuat mata lembing dan membuat panah pada zaman purba.

(19)

Batu apung terbentuk dari lava yang mengandung gas. Cairan lava membeku, maka gas keluar, sehingga berlubang- lubang. Lubang-lubang bekas gas menyebabkan batu apung ringan. Batuan ini digunakan untuk memperhalus kayu.

b. Batuan Sedimen

Batuan sedimen atau endapan terbentuk karena proses pengendapan material hasil endapan. Material batuan endapan terbagi dari berbagau jenis partikel, ada yang halus, kasar, berat, dan ada juga yang ringan. Berdasarkan proses pengendapannya, batuan endapan diklasifikasikan menjadi batuan sedimen klasik, batuan sedimen kimiawi, dan batuan sedimen organik.

(1) Batuan sedimen klasik

Batuan ini memiliki susunan kimia yang sama dengan susunan kimia batuan asal. Artinya, proses pembentukan batuan hanya mengalami penghancuran secara mekanik. Batuan yang besar mengalami lapuk dan hancur mejadi lebih kecil. Pecahan batu ini terjadi karena hujan, longsor atau berguling-guling masuk ke dalam sungai. Salah satu batuannya yaitu batu konglomerat. Selain itu ada batuan sedimen non klasik yang dibedakan atas dasar komposisinya. Batuan sedimen non klasik akibat batuan mengalami pemanasan, sehingga air menguap, maka sisa material tersebut membeku, seperti: batu batu gamping dan dolomite, batu garam, denhidrit dan gipsum dan batu bara. (2) Batuan sedimen kimiawi

(20)

CaCO2 ). Batu gamping larut dengan air menjadi air kapur

atau

HCO ¿ Ca¿

¿

)2 sampai ke atap gua kapur. Tetesan air kapur

ini membentuk stalaktit di atap gua dan stalakmit di dasar gua. Kedua bentukan sedimen kapur tersebut disebut batuan sedimen kimiawi.

(3) Batuan sedimen organik

Batuan ini terbentuk karena sebagian material berasal dari organisme seperti daun, ranting atau bangkai binatang terendapkan dan tertimbun di dasar laut. Berdasarkan tenaga pengankutannya, batuan sedimen dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu:

a. Angin membentuk batuan sedimen aerik (aeolis),

seperti: tanah los, tuf, dan pasir di gurun.

b. Es membentuk batuan sedimen glacial, seperti: Moraine. c. Air yang mengalir membentuk batuan sedimen aquatik,

seperti: batu pasir, batu lempung dan sebagainya.

d. Air laut membentuk batuan sedimen marin, seperti batu pasir. c. Batuan Metamorf

Batuan metamorf diakibatkan oleh proses metamorphosis. Batuan ini berasal dari batuan beku atau sedimen, karena adanya tekanan atau temperature, sehingga susunan struktur maupun kimianya berubah. Batuan Metamorfik diklasifikasikan menjadi 3 yaitu :

(1) Metamortik termik (kontak), terbentuk karena adanya kenaikan suhu, seperti: batu marmer.

(21)

(3) Metamorfik termik pneumatolitik, terbentuk karena adanya kenaikan suhu disertai masuknya zat bagian magma ke dalam batuan, seperti: azurite mineral (pembawa tembaga), topas, dan turmalin (batu permata).

2. Proses Pembentukan Tanah Karena Pelapukan

Pelapukan menurut Suhandi, Rahman, Hendawati, & Susilawati (2007: 30-34) yaitu “Proses perusakan atau penghancuran kulit bumi oleh tenaga eksogen”. Pada pelapukan terjadi proses penghancuran massa batuan, baik secara fisika, kimiawi, maupun biologis, sehingga batuan menjadi material yang lebih kecil. Proses pelapukan batuan berlangsung dalam waktu yang lama dan sangat dipengaruhi oleh unsur cuaca. Pelapukan terjadi berbeda-beda tergantung unsur-unsur dari daerah tersebut. Batuan yang telah mengalami proses pelapukan berubah menjadi tanah. Pelapukan batuan dipengaruhi oleh faktor: Struktur batuan, topografi, cuaca, iklim, dan vegetasi.

Atas dasar proses dan penyebabnya, pelapukan dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu:

a. Pelapukan Mekanik

Pelapukan mekanik (fisis) terjadi karena batuan menjadi hancur dan lepasnya material batuan tanpa mengubah struktur kimia batuan. Pada proses batuan akan mengalami perubahan fisik, baik bentuk maupun ukurannya. Penyebab terjadinya pelapukan mekaik yaitu:

(1) Adanya perbedaan temperature yang tinggi. Peristiwa ini terutama terjadi di daerah yang beriklim kontinental atau beriklim gurun di daerah gurun temperature pada siang hari dapat mencapai 50 Celcius.

(2) Adapun pembentukan air di dalam batuan. Jika air membeku maka volumenya akan mengembang. Pengembangan ini menimbulkan tekanan, karena tekanan ini batu-batu menjadi rusak atau pecah-pecah.

(22)

garam, maka pada siang hari airnya menguap dan garam akan mengkristal. Kristal garam garam ini tajam sekali dan dapat merusak batuan pegunungan di sekitarnya, terutama batuan karang daerah pantai.

b. Pelapukan Kimiawi

Pelapukan kimiawi terjadi karena batuan menjadi hancur dan lepasnya material batuan disertai perubahan susunan kimiawi batuan. Proses ini disebut dekomposisi. Pada pelapukan ini batu-batuan mengalami perubahan umumnya berupa pengelupasan. Pelapukan kimiawi tampak jelas terjadi pada pegunungan kapur (karst). Pelapukan ini berlangsung dengan batuan air dan suhu yang tinggi. Air yang banyak mengandung CO2 (zat asam arang) dapat dengan mudah melarutkan batu kapur (CACO2).

c. Pelapukan Organik

Pelapukan batuan yang disebabkan oleh proses organisme yaitu tumbuhan, binatang, dan manusia. Pengaruh yang disebabkan oleh tumbuh-tumbuhan dapat bersifat mekanik atau kimiawi. Pengaruh sifat mekanik yaitu berkembangnya akar tumbuh-tumbuhan di dalam tanah yang dapat merusak tanah disekitarnya. Pengaruh zat kimiawi yaitu berupa zat asam yang dikeluarkan oleh akar-akar serat makanan menghisap garam makanan. Binatang yang dapat melakukan pelapukan antara lain cacing tanah dan serangga. Manusia juga berperan dalam pelapukan melalui aktifitas penebangan pohon, pembangunan dan penambangan.

Tanah menurut Heddy dan Kurniati, (1994: 50) merupakan “Daerah tempat hidup organism disebut biosfir yang meliputi atmosfir, hidrosfir, dan pedosfir”. Rini (2008: 79) mengemukakan tanah adalah tiga sistem fase yang terdiri atas kombinasi bermacam-macam padat alam. mencakup batu, mineral, bahan organik, es, cairan dan gas. Yang dimaksud tiga fase tersebut adalah:

(23)

ini).

b. Fase gas yaitu lapisan penyuplai oksigen.

c. Susunan tanah (pedogenesis) yaitu efek kombinasi dari proses fisika, kimia dan biologi terhadap bahan induk yang menghasilkan susunan horizon tanah.

Warna tanah dipengaruhi oleh mineral tanah. Mineral besi dalam tanah sangat menentukan kekerasan dan pigmentasi tanah. Besi membentuk mineral sekunder dengan warna kuning dan merah. Bahan organik membentuk campuran warna hitam dan coklat. Mangan membentuk mineral warna hitam. Pigmen pigmen inilah yang memberi warna pada tanah.

e. Urgensi Pemahaman Konsep Proses Pembentukan Tanah

Pentingnya pemahaman konsep proses pembentukan tanah karena proses pembentukan tanah merupakan materi yang terdapat dalam mata pelajaran IPA kelas V semester 2 yang harus dipelajari oleh siswa. Materi tersebut menjelaskan bagaimana proses terbentuknya tanah, yang mana tanah merupakan tempat berpijaknya manusia. Jadi anak harus mengerti tentang bagaimana proses terjadinya tanah tersebut, dari mulai asal mulanya, lalu terbentuk oleh apa, dan bagaimana proses terbentuknya. Sehingga siswa membutuhkan pemahaman konsep yang baik terhadap materi proses pembentukan tanah tersebut. Apalagi dengan terbatasnya waktu pertemuan dalam penyampaian materi proses pembentukan tanah, maka diperlukan sebuah model pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa dan menjadikan materi proses pembentukan tanah agar bisa dipahami dengan baik sehingga materi yang diterima dapat tahan lama dalam ingatan siswa.

(24)

menjelaskan hasil kerja dan prosedurnya” (Samatowa, 2011: 104). Sehingga, siswa memperoleh ide, pemahaman dan keterampilan.

2. Hakikat Metode Bamboo Dancing

a. Metode Pembelajaran

1) Pengertian Metode Pembelajaran

Keberhasilan atau keefektifan suatu proses pembelajaran mempengaruhi tercapainya tujuan pembelajaran tersebut. Untuk itu, guru hendaknya menciptakan pembelajaran yang efektif, variatif, dan menarik, dengan harapan siswa akan menjadi lebih aktif, kreatif, antusias dan tidak cepat bosan. Sebagai upaya merealisasikan hal tersebut, dibutuhkan metode pembelajaran tertentu. Guru harus selektif dalam memilih metode pembelajaran yang akan digunakan dalam menyampaikan materi kepada siswa. Hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan metode pembelajaran adalah harus sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan siswa, juga mengingat cakupan materi dan alokasi waktu.

Metode berarti cara atau teknik-teknik tertentu yang dianggap baik (efektif dan efisien) yang dapat dipergunakan dalam mengajar (Daryanto, 1981: 11). Sangat banyak metode atau teknik yang dapat digunakan oleh guru untuk menarik minat siswa terhadap pembelajaran. M Atar Semi (1990: 105) mendeskripsikan metode sebagai suatu prosedur untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Melengkapi pendapat tersebut Isjoni (2010: 109) menyatakan bahwa metode ialah cara untuk mencapai sesuatu. Metode pengajaran ialah media pendidikan yang termasuk dalam perencanaan kegiatan atau strategi. Sejalan dengan beberapa pendapat tersebut Winarno Surakhmad (1980: 75) mengatakan bahwa metode adalah cara, yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan.

(25)

shwon by a change in behaviour as a result of experience. Belajar adalah perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman. Ada lagi pendapat Harold Spears yang mendefinisikan learning is to observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction. Dengan kata lain belajar adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengar dan mengikuti arah tertentu (Agus Suprijono, 2012: 2).

Pembelajaran pada hakikatnya merupakan proses interaksi antara guru dengan siswa, baik interaksi secara langsung, yaitu dengan menggunakan berbagai media pembelajaran. Sejalan dengan pendapat tersebut Dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang sisdiknas Pasal 1 Ayat 20, pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan upaya menciptakan kondisi agar terjadi kegiatan belajar yaitu siswa mempelajari materi yang diberikan guru. Pembelajaran mengandung arti bahwa serangkaian kegiatan belajar itu dirancang lebih dulu agar terarah pada tercapainya perubahan tingkah laku yang diharapkan (Atwi Suparman, 2012: 10). Untuk mencapai perubahan tingkah laku dan tujuan belajar maka dibutuhkan metode pembelajaran. Menurut Hamzah Uno (2007: 2) metode pembelajaran didefinisikan sebagai cara yang digunakan guru, yang dalam menjalankan fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Metode pembelajaran digunakan guru untuk membantu peserta didik mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan (Rusman, 2010: 6).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran adalah suatu cara yang digunakan dalam pembelajaran untuk memancing peserta didik agar tertarik pada kegiatan belajar dan dapat membantu mencapai tujuan belajar.

(26)

pembelajaran yang tepat. Pemilihan metode yang tepat akan membantu tercapainya tujuan pembelajaran. Menurut Winarno Surakhmad (1990: 97) metode dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya: a) siswa, b) tujuan, c) situasi, d) fasilitas, dan e) guru. Maksudnya adalah sebelum menentukan atau memilih metode pembelajaran yang tepat dan efektif, harus memperhatikan kondisi siswa, tujuan, situasi kelas, fasilitas, dan guru yang akan menerapkan metode pembelajaran tersebut.

M Atar Semi (1990: 116) menyebutkan bahwa sebelum menentukan metode pembelajaran, perlu menganalisis hal-hal sebagai berikut: a) bahan pengajaran, b) urutan pemberian bahan, c) teknik penyajian, d) pengulangan bahan yang telah disajikan.

b. Metode Bamboo Dancing

1) Pengertian Metode Bamboo Dancing

Bamboo Dancing atau Tari Bambu adalah suatu teknik hasil modifikasi Lingkaran Kecil Lingkaran Besar, karena keterbatasan ruang kelas (Isjoni, 2010: 114). Sejalan dengan pernyataan tersebut Suprijono (2012: 98) juga mengemukakan pendapatnya bahwa metode Bamboo Dancing adalah pengembangan dari metode Inside Outside Circle karena keterbatasan ruang kelas. Pendapat lain yang berhubungan dengan pernyataan tersebut datang dari Lie (2005: 67) mengemukakan bahwa metode Bamboo Dancing adalah suatu teknik pengembangan metode

(27)

Huda (2012: 147) mengatakan bahwa

Bamboo Dancing atau Tari Bambu adalah pengembangan dan modifikasi teknik Lingkaran Kecil Lingkaran Besar atau Inside Outside Circle (IOC) dimana siswa berdiri berjajar seperti dua potong bambu untuk berdiskusi bertukar pikiran. Di beberapa kelas, teknik Lingkaran Kecil Lingkaran Besar tidak bisa dilaksanakan karena penataan ruang kelas yang tidak menunjang. Tidak ada cukup ruang di dalam kelas untuk membuat lingkaran dan tidak selalu memungkinkan untuk membawa siswa keluar dari ruang kelas dan belajar di alam bebas. Kebanyakan ruang kelas di Indonesia memang sengaja ditata dengan model klasikal/ tradisional. Bahkan banyak penataan tradisional ini dibuat permanen, kursi dan meja sulit dipindahkan. Dinamakan

Bamboo Dancing atau Tari Bambu karena dalam metode ini siswa belajar dan saling berhadapan dengan model yang mirip seperti dua potong bambu yang digunakan pada Tari bambu Filipina yang juga populer di beberapa daerah di Indonesia.

2) Langkah-langkah Metode Bamboo Dancing

Ada beberapa pendapat mengenai langkah-langkah metode Bamboo Dancing. Anita Lie (2005: 67) menyatakan teknis pelaksanaan metode

Bamboo Dancing adalah: a) membagi kelas menjadi dua kelompok besar, siswa berdiri berjajar sesuai krlompoknya, b) masing-masing kelompok berdiri berhadapan, c) dua siswa yang berpasangan berbagi informasi, d) siswa pada masing- masing kelompok bergeser bertukar informasi.

a. Separuh kelas (atau seperempat jika jumlah siswa terlalu banyak) berdiri berjajar. Jika ada cukup ruang, mereka bisa berjajar di depan kelas. Kemungkinan lain adalah siswa belajar di sela-sela deretan bangku. Cara yang kedua ini akan memudahkan pembentukan kelompok karena waktu yang diperlukan cukup singkat.

b. Separuh kelas lainnya berjajar dan menghadap kelompok lain.

(28)

d. Satu atau dua siswa yang berdiri di ujung salah satu jajaran pindah ke ujung lainnya. Jajaran ini kemudian bergeser searah jarum jam. Dengan cara ini masing-masing siswa mendapatkan pasangan yang baru untuk berbagi. Pergeseran dilakukan terus menerus sesuai kebutuhan.

Sejalan dengan pendapat tersebut, Miftahul Huda (2012: 148) menjelaskan prosedur Bamboo Dancing atau Tari Bambu Individu adalah sebagai berikut: a) kelas dibagi menjadi dua kelompok besar atau, b) siswa berdiri di sela bangku, c) separuh lainnya berjajar menghadap kelompok lain, d) siswa yang berhadapan berbagi informasi, e) siswa bergeser untuk bertukar informasi.

a. Separuh kelas (atau sepermpat jika jumlah siswa terlalu banyak) berdiri berjajar. Jika ada cukup ruang, mereka bisa berjajar di depan kelas.

b. Kemungkinan lain adalah siswa belajar di sela-sela deretan bangku. Cara yang kedua ini akan memudahkan pembentukan kelompok karena diperlukan waktu cukup singkat.

c. Separuh kelas lainnya berjajar dan menghadap jajaran yang pertama. d. Dua siswa yang berpasangan dari kedua jajaran berbagi informasi. e. Kemudian, satu atau dua siswa yang berdiri di ujung salah satu jajaran

pindah ke ujung jajaran lain. Jajaran ini kemudian bergeser searah jarum jam. Dengan cara ini masing-masing siswa mendapatkan pasangan baru untuk berbagi. Pergeseran dilakukan terus menerus sesuai kebutuhan.

(29)

kelompok besar, c) dari kedua kelompok besar dibagi lagi menjadi dua kelompok kecil berdiri berjajar dan berhadapan dengan kelompok lain, d) guru memberikan topik pada masing-masing siswa, e) siswa bergeser searam jarum jam, f) diskusi kelas.

a. Diawali dengan guru memberikan tema, guru bisa menuliskan tema tersebut di papan tulis atau dapat pula guru bertanya jawab. Ini dimaksudkan untuk mengaktifkan struktur kognitif yang telah dimiliki peserta didik agar lebih siap menghadapi pelajaran yang baru.

b. Guru membagi kelas menjadi dua kelompok besar. Jika dalam satu kelas ada 40 siswa maka setiap kelompok besar terdiri dari 20 siswa. c. Pada tiap-tiap kelompok besar, 10 siswa berhadapan dengan 10

siswa lainnya berdiri berjajar. Dengan demikian di dalam tiap-tiap kelompok mereka berpasangan. Pasangan ini di sebut pasangan awal. d. Guru lalu membagikan topik pada setiap pasangan untuk dibahas. e. 20 orang dari tiap-tiap kelompok besar yang berdiri berjajar

saling berhadapan itu bergeser mengikuti arah jarum jam. Dengan cara ini, tiap- tiap peserta didik akan mendapat pasangan baru, dan berbagi informasi. Pergeseran searah jarum jam akan berhenti jika tiap-tiap pasangan kembali ke pasangan awal.

f. Hasil diskusi tiap kelompok besar kemudian dipresentasikan kepada seluruh kelas. Guru memfasilitasi terjadinya dialog interaktif, tanya jawab dan sebagainya. Kegiatan ini dimaksudkan agar pengetahuan yang diperoleh melalui diskusi di tiap-tiap kelompok besar dapat diobjektivikasi dan menjadi pengetahuan bersama seluruh kelas, sehingga siswa mendapatkan informasi dari seluruh kelompok.

3) Kelebihan dan Kelemahan Metode Bamboo Dancing

(30)

kelas tidak memungkinkan untuk membentuk lingkaran kecil lingkaran besar. Berdasarkan beberapa pendapat tentang langkah-langkah pelaksanaan metode Bamboo Dancing di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa metode Bamboo Dancing memiliki beberapa kelebihan, antara lain:

a. Dapat dignakan dalam ruang kelas yang tidak begitu luas. b. Dapat digunakan pada semua tingkatan usia.

c. Tidak memakan banyak waktu dalam pembentukan kelompok. d. Mempunyai struktur yang jelas.

e. Siswa dapat berganti-ganti pasangan dengan waktu yang singkat dan teratur.

f. Siswa mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi. g. Meningkatkan ketrampilan berbicara siswa.

h. Menumbuhkan suasana akrab antar siswa, karena dapat bekerjasama dan berbagi informasi. Menghindarkan dari sifat pilih-pilih teman, karena pasangan tidak dipilih sendiri.

i. Melatih tanggungjawab, karena mau tidak mau siswa harus mencari informasi dan memberi informasi pada siswa lainnya.

Metode Bamboo Dancing juga mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya sebagai berikut:

a. Metode ini jika dibentuk kelompok besar guru harus menyiapkan topik yang banyak pula. Hal ini dapat disiasati dengan pada setiap pasangan awal diberikan satu topik untuk didiskusikan. Jadi guru tidak memberikan satu topik pada masing-masing siswa.

b. Topik yang terlalu banyak akan berakibat pada saat diskusi kelas membutuhkan waktu yang relatif lama. Dengan memberikan satu topik bahasan pada masing-masing pasangan awal, dapat menyingkat waktu pada saat diskusi kelas.

(31)

tugas untuk membuat cacatan dari simpulan diskusi kelas, ini dapat melatih kognitif siswa. Bisa juga dalam pembelajaran IPA guru mengkombinasikan dengan metode ekperimen dan observasi pada kegiatan ekplorasi, dengan demikian dapat melatih psikomotor siswa, lalu pada kegiatan elaborasi bermain dengan metode

Bamboo Dancing.

3. Penerapan Metode Bamboo Dancing dalam Pembelajaran IPA Materi Pembentukan Tanah

Strategi pembelajaran memuat alternatif yang harus dipertimbangkan untuk dipilih dalam rangka perencanaan pengajaran (Isjoni, 2010: 107). Ada beberapa metode pembelajaran yang dapat membantu tercapainya tujuan pembelajaran, salah satunya adalah metode Bamboo Dancing. Metode Bamboo Dancing adalah metode pembelajaran yang dalam pelaksanaanya guru menentukan tema, kemudian mengenalkan tema tersebut pada siswa. Lalu kelas dibagi menjadi dua kelompok besar, dibagi lagi menjadi dua kelompok kecil untuk berdiri berjajar pada masing-masing kelompok dan berhadap-hadapan dengan kelompok lain. Pasangan pertama disebut pasangan awal. Guru memberikan suatu topik untuk didiskusikan dengan pasangan masing-masing. Dalam pembelajaran ini guru memberikan topik tentang jenis-jenis batuan, misalnya pengertian batuan beku, batuan endapan, batuan malihan, pembentukan tanah karena pelapukan batuan, dll.

(32)

Penerapan metode Bamboo Dancing dapat mengatasi kejenuhan siswa dan memberikan lebih banyak pengetahuan. Siswa mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi, dan dapat berlatih ketrampilan berbicara juga membangun sikap percaya diri untuk menyampaikan pendapat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode Bamboo Dancing dapat meningkatkan pengetahuan siswa tentang konsep pembentukan tanah, karena siswa dapat mengolah banyak informasi, menciptakan pembelajaran IPA yang menarik, menjadikan siswa antusias menjadikan siswa tidak jenuh dan melatih ketrampilan berbicara siswa.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Ririn Safitri dengan judul skripsi Peningkatan Pemahaman Konsep Proses Pembentukan Tanah Dengan Model Kooperatif Tipe Snowball Drilling pada Siswa Kelas V SD Negeri Wonotoro, Sambi, Boyolali. Pada penelitian tersebut peneliti sudah melakukan penelitian mengenai penggunaan model kooperatif tipe Snowball Drilling dapat meningkatkan pemahaman konsep proses pembentukan tanah siswa dari sebelum tindakan ke siklus I dan dari siklus I ke siklus II. Peningkatan pemahaman konsep proses pembentukan tanah dapat dibuktikan dengan meningkatnya nilai pada setiap siklus yaitu nilai rata-rata pratindakan sebesar 61,1, meningkat menjadi 68,6 pada nilai rata-rata siklus I, dan meningkat lagi menjadi 78,5 pada nilai rata-rata siklus II. Kenaikan rata-rata persentase ketuntasan belajar proses pembentukan tanah dari 42,9% pada tahap pratindakan, meningkat menjadi 64,3% pada siklus I, dan meningkat lagi menjadi 85,7% pada siklus II.

Simpulan penelitian ini adalah penggunaan model kooperatif tipe

(33)

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Indah Ayu Purnamasari dengan judul skripsi Penerapan metode Bamboo Dancing untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Daur Air Pada Siswa Kelas V SD Negeri 01 Manjungan Ngawen Klaten Tahun Ajaran 2012/2013. Pada penelitian tersebut peneliti sudah melakukan penelitian mengenai penelitian tindakan kelas (PTK) yang terdiri dari dua siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap, yaitu: perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi.

Penelitian ini dilaksanakan di SDN 01 Manjungan Ngawen Klaten. Subjek penelitian ini adalah guru dan 24 siswa kelas V SDN 01 Manjungan Ngawen Klaten tahun ajaran 2012/2013. Sumber data berasal dari guru dan siswa. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu dokumentasi, observasi, tes dan wawancara. Teknik analisis data yang digunakan adalah model analisis interaktif yang terdiri dari tiga komponen, yaitu: reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Validitas data yang digunakan adalah triangulasi sumber data dan triagulasi metode.

Hasil penelitan menunjukkan bahwa melalui penerapan metode Bamboo Dancing dapat meningkatkan pemahaman konsep daur air pada siswa kelas V SDN 01 Manjungan Ngawen Klaten tahun ajaran 2012/2013. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari peningkatan nilai pemahaman konsep siswa pada setiap siklus yaitu ketuntasan klasikal nilai pemahaman konsep daur air siswa sebelum tindakan (prasiklus) hanya 41,67%, pada siklus I naik menjadi 79,16% dan pada siklus naik lagi menjadi II 100%.

Simpulan penelitian ini adalah dengan menerapkan metode Bamboo Dancing dapat meningkatkan pemahaman konsep daur air siswa kelas V SDN 01 Mnajungan Ngawen Klaten tahun ajaran 2012/2013.

C. Kerangka Berpikir

(34)

jawaban sementara. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru dan siswa kelas V SDN Sampangan 26 Surakarta, dalam pelaksanaan pembelajaran IPA materi pembentukan tanah pada kelas V SDN Sampangan 26 Surakarta, maka kerangka berpikir pada penelitian ini adalah sebagai berikut: pada kondisi awal guru masih menggunakan metode ceramah, sehingga guru lebih banyak mendominasi pelajaran sedangkan siswa hanya pasif mendengarkan, siswa terlihat malas, jenuh dan bosan dalam mengikuti pembelajaran IPA materi proses pembentukan tanah, mengakibatkan pemahaman konsep proses pembentukan tanah. Hal ini terbukti dengan nilai ulangan harian daur air yang tidak memuaskan, terdapat 17 siswa atau sekitar 56,66% siswa dari 30 siswa memperoleh nilai di bawah KKM.

Berdasarkan kondisi awal tersebut, telah dilakukan tindakan dalam pembelajaran IPA materi proses pembentukan tanah di kelas V SDN Sampangan 26 Surakarta tahun ajaran 2015/2016 dengan menerapkan metode Bamboo Dancing. Dengan menerapkan metode Bamboo Dancing pemahaman konsep daur air siswa dapat meningkat. Pelaksanaan tindakan ini guru menerapkan metode pembelajaran yang inovatif dan bervariasi untuk menyampaikan materi kepada siswa untuk meningkatkan pemahaman konsep proses pembentukan tanah.

Metode Bamboo Dancing adalah suatu metode hasil dari modifikasi

Inside Outside Circle. Diawali guru mengenalkan sebuah tema baru, lalu mengadakan tanya jawab untuk mengaktifkan struktur kognitif siswa, kemudian siswa dibentuk menjadi empat kelompok, dimana siswa pada masing-masing kelompok berdiri berjajar dan berhadpan dengan kelompok lain. Kemudian siswa yang berdiri pada salah satu ujung jajaran bergeser searah jarum jam. Kelebihan metode Bamboo Dancing adalah mempunyai struktur yang jelas, sehingga dapat digunakan pada semua tingkatan usia dan membutuhkan waktu yang singkat untuk berganti pasangan. Siswa mempunyai banyak kesempatan mengolah informasi. Melatih siswa bersosialisasi, berani mengemukakan pendapat dan menjadikan siswa aktif dalam pembelajaran.

(35)

konsep proses pembentukan tanah yang ditunjukkan melalui nilai pemahaman konsep proses pembentukan tanah siswa diharapkan meningkat menjadi 76,66% siswa mendapat nilai ≥ 70 (KKM) pada siklus I dan pada siklus II diharapkan semua siswa atau 100% siswa dapat mencapai KKM.

D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka penulis membuat suatu hipotesis tindakan sebagai berikut: melalui penerapan metode Bamboo Dancing

dapat meningkatkan pemahaman konsep proses pembentukan tanah siswa kelas V SDN Sampangan 26 Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016.

(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SDN Sampangan 26 yang beralamat di Jalan Kapten Mulyadi nomor 219 Kecamatan Pasar Kliwon Kota Surakarta Provinsi Jawa Tengah. Tempat penelitian dipilih dengan beberapa pertimbangan, antara lain adalah sebagai berikut:

a. Letak SDN Sampangan 26 yang dekat dengan domisili peneliti sehingga lebih menghemat waktu dan biaya.

b. Peneliti merupakan alumnus SDN Sampangan 26, sehingga sudah memiliki hubungan baik dengan pihak sekolah, baik dengan kepala sekolah dan semua guru khususnya guru kelas V.

c. SDN Sampangan 26 belum pernah digunakan sebagai objek penelitian yang sejenis, sehingga terhindar dari kemungkinan penelitian ulang. d. Pembelajaran IPA materi proses pembentukan tanah di SDN Sampangan

26 masih menggunakan metode ceramah, serta nilai IPA khususnya materi proses pembentukan tanah belum memuaskan, sebagian besar siswa mendapat nilai dibawah KKM.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama empat bulan, mulai bulan Januari sampai bulan April 2016, dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2015/2016. Tahap persiapan dimulai bulan Januari 2016. Pelaksanaan penelitian pada bulan Februari. Analisis data dilakukan pada bulan Maret, dan penyusunan laporan dilakukan pada bulan April.

B. Subjek dan Objek Penelitian

(37)

perempuan dan 13 siswa laki-laki. Di kelas tersebut kondisi siswa merupakan anak yang normal atau tidak berkebutuhan khusus dan mempunyai kemampuan yang heterogen (berbeda-beda kemampuannya). Sedangkan objek dari penelitian ini adalah pembelajaran IPA khususnya materi proses pembentukan tanah.

C. Sumber Data

Sumber data atau informasi yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari sumber data primer dan sekunder. Sumber data primer (pokok)

1. Siswa kelas V dan guru kelas V SDN Sampangan 26 Surakarta tahun ajaran 2015/2016.

2. Dokumen nilai tes proses pembentukan tanah baik sebelum pelaksanaan tindakan maupun sesudah pelaksanaan tindakan.

3. Dokumen nilai keaktifan siswa dalam pembelajaran. 4. Dokumen nilai kemampuan guru dalam pembelajaran.

5. Dokumen lainnya seperti silabus IPA kelas V, rencana pelaksanaan pembelajaran IPA proses pembentukan tanah kelas V, tes hasil ulangan proses pembentukan tanah, foto dan video saat pembelajaran berlangsung.

D. Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan bentuk penelitian tindakan kelas dan sumber data yang dimanfaatkan, maka metode pengumpulan data yang telah digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Observasi

Hamzah Uno (2007: 74) menyatakan bahwa observasi yaitu metode pengumpulan data dengan cara mengamati tingkah laku seseorang atau sekelompok orang dalam melakukan sesuatu. Dalam penelitian ini observasi digunakan untuk mendapatkan data tentang pelaksanaan pembelajaran IPA menggunakan metode Bamboo Dancing. Peneliti melakukan observasi langsung.

(38)

diteliti. Peneliti dapat kontak langsung dengan situasi atau subjek yang diteliti lalu mencatat apa yang diamati. Peneliti mengamati proses pembelajaran IPA pembentukan tanah menggunakan metode Bamboo Dancing terkait keaktifan siswa dan kinerja guru.

2. Wawancara

Wawancara adalah cara-cara pemerolehan data dengan berhadapan langsung, bercakap-cakap, baik antara individu dengan individu maupun individu dengan kelompok (Nyoman, 2012: 222). Menurut Suparno (2008: 50) wawancara adalah kegiatan yang menuntut peneliti mengadakan pembicaraan terencana terhadap siswa atau subjek yang diteliti, dengan pertanyaan lisan yang telah disiapkan untuk mendapatkan data yang diinginkan. Wawancara mendalam dilakukan untuk mengumpulkan data dari guru dan beberapa siswa yang dipilih secara acak terkait proses pembelajaran, kemampuan memahami konsep proses pembentukan tanah, dan peningkatan proses pembelajaran IPA sebelum dan sesudah penerapan metode

Bamboo Dancing.

3. Tes

Tes sebagai instrumen pengumpulan data adalah serangkaian pertanyaan atau latihan yang digunakan untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok (Riduwan, 2010: 76). Dalam penelitian ini tes digunakan untuk mengukur pemahaman konsep daur air pada siswa kelas V SDN Sampangan 26 tahun ajaran 2015/2016. Tes dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya peningkatan pemahaman konsep proses pembentukan tanah. Tes ini juga digunakan untuk mengetahui kesalahan yang dilakukan siswa sehingga siswa juga akan tahu kesalahannya.

4. Dokumen

(39)

data-data yang sudah tersedia sebagai pendukung penelitian ini. Oleh karena itu, kajian dokumen ini dilakukan terhadap berbagai dokumen atau arsip berupa RPP pembelajaran proses pembetukan tanah, dan nilai ulangan tes proses pembentukan tanah sebelum dan sesudah penerapan metode Bamboo Dancing, foto, dan video pelaksanaan pembelajaran IPA proses pembentukan tanah dengan metode Bamboo Dancing.

E. Validitas Data

Suatu informasi yang dijadikan data penelitian perlu diperiksa validitasnya, sehingga data tersebut bisa dipertanggungjawabkan dan dapat dijadikan sebagai dasar yang kuat dalam menarik suatu kesimpulan. Suparno (2008: 71) mendefinisikan triangulasi adalah melihat sesuatu realitas dari berbagai sudut pandang atau perspektif, dari beberapa segi sehingga lebih kredibel dan akurat. Triangulasi sangat penting dalam riset kualitatif dan tindakan, agar kesimpulan penelitian dapat sungguh valid, akurat dan terpercaya. Dalam riset kuantitatif karena datanya banyak, peneliti dapat menyimpulkan data dengan validitas tinggi.

Pada riset tindakan, karena sampelnya sedikit, bahkan kadang hanya satu orang, kesimpulan menjadi lebih valid bila datanya diambil dari berbagai sudut pandang. Disinilah peran triangulasi ambil peran besar dalam menambah validitas penelitian tindakan. Yang ditambah bukan subjeknya tetapi sudut pandangnya. Teknik triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik triangulasi sumber data dan triangulasi teknik pengumpulan data. Adapun yang dimaksud kedua hal tersebut adalah sebagai berikut:

1. Triangulasi Sumber Data

(40)

pembelajaran IPA proses pembentukan tanah. 2. Triangulasi Metode

Jenis triangulasi ini dapat dilakukan dengan mengumpulkan data sejenis tetapi menggunakan teknik atau metode pengumpulan data yang berbeda. Di sini lebih ditekankan pada pengumpulan data dengan teknik atau metode pengumpulan data yang berbeda. Misalnya data yang diperoleh dengan wawancara, selanjutnya dicek dengan observasi atau dokumentasi. Apabila hasil data yang diperoleh dengan tiga metode tersebut berbeda, maka dilakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang bersangkutan untuk memastikan data mana yang dianggap benar atau valid.

F. Teknik Analisis Data

Patton menyatakan bahwa teknik analisis data atau penafsiran data merupakan proses mengatur data, menyusun atur data ke dalam pola, mengkategorikan dan kesatuan uraian yang mendasar (Tohirin, 2012). Analisis data pada penelitian ini menggunakan model analisis interaktif. Teknik analisis data model interaktif mengacu pada pendapat Milles dan Huberman. Analisis data ini terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi bersamaan yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Tjipto, 2005: 96).

1. Reduksi Data

Reduksi data yaitu proses pemilihan perhatian data pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan dengan cara sedemikian sehingga simpulan-simpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. Dalam penelitian ini data yang direduksi disederhanakan pada data hasil observasi guru dan siswa dan pemahaman konsep proses pembentukan tanah siswa kelas V SDN Sampangan 26 Surakarta.

2. Penyajian Data

(41)

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dalam pelaksanaan penelitian penyajian-penyajian data yang lebih baik merupakan suatu cara utama bagi analisis kualitatif yang benar-benar valid. Setelah data direduksi, kemudian disusun dalam bentuk tabel, grafik dan dinarasikan dalam pembahasan penelitian. Penyajian data dapat berupa uraian singkat, bagan, dan hubungan antar kategori.

3. Penarikan Kesimpulan (verifikasi)

Data-data yang telah didapat dari hasil penelitian kemudian diuji kebenarannya. Kegiatan ini dilakukan untuk memantapkan kesimpulan dari keseluruhan hasil analisis yang terdapat dalam reduksi data maupun penyajian data untuk diambil suatu kesimpulan. Penarikan kesimpulan ini merupakan bagian dari konfirgurasi utuh, sehingga simpulan-simpulan juga diverivikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi data yaitu pemeriksaan tentang benar tidaknya hasil laporan penelitian. Sedangkan simpulan adalah tinjauan ulang pada catatan di lapangan atau simpulan dapat diuji kebenarannya, kekokohannya merupakan validitasnya.

G. Indikator Kinerja

Indikator kerja merupakan rumusan kinerja yang akan dijadikan acuan dalam menentukan keberhasilan dalam penelitian. Indikator kinerja dalam penelitian ini adalah peningkatan pemahaman konsep proses pembentukan tanah menggunakan metode Bamboo Dancing pada siswa kelas V SDN Sampangan 26 tahun ajaran 2015/2016 dengan batas minimal nilai ulangan proses pembentukan tanah adalah 70 (KKM). Jadi penelitian ini dikatakan berhasil apabila terdapat 80% siswa dari jumlah seluruh siswa yaitu 30 siswa yang mendapat nilai ulangan proses pembentukan tanah ≥ 70.

H. Prosedur Penelitian

(42)

awal. Berpedoman pada refleksi awal tersebut, maka prosedur penelitian tindakan kelas ini meliputi perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi dalam setiap siklus. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus dengan dua kali pertemuan di setiap siklusnya. Secara rinci, setiap siklus dipaparkan sebagai berikut:

1. Siklus I

a. Perencanaan

Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah:

1. Menentukan pokok bahasan, yaitu proses pembentukan tanah

2. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) IPA materi proses pembentukan tanah dengan menerapkan metode Bamboo Dancing.

3. Menyusun lembar observasi siswa dan guru. 4. Mengembangkan tes untuk evaluasi pembelajaran. b. Pelaksanaan tindakan

Pelaksanaan tindakan pada siklus I dilakukan dalam dua pertemuan. Pertemuan pertama mempelajari tentang jenis-jenis batuan dalam proses pembentukan tanah, pertemuan kedua mempelajari tentang proses pembentukan tanah. Guru melaksanakan pembelajaran IPA materi pembentukan tanah dengan menerapkan metode Bamboo Dancing. Media yang digunakan adalah gambar dan video proses pembentukan tanah, batuan, paku besar dan tajam, arang, minyak tanah, korek api, penjepit, wadah, air dingin, toples kaca, tanah kebun, dan buku refrensi yang relevan. Adapun langkah-langkah tindakan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1) Kegiatan awal

(43)

agar sungguh- sungguh dalam mengikuti pembelajaran. 2) Kegiatan inti

a. Eksplorasi

Pada pertemuan I, pada awal pembelajaran guru menyebutkan tema yang akan dipelajari. Siswa mengamati gambar batuan dengan saksama siswa menggali informasi dari gambar tersebut. Siswa melakukan eksperimen mengenal sifat-sifat batuan. Kemudian, siswa mengamati video untuk mencocokkan dengan eksperimen yang telah dilakukan. Guru membimbing siswa dengan menjelaskan maksud dari video tersebut. Pada pertemuan II siswa mengamati video contoh proses pembentukan tanah karena pelapukan batuan yang diputarkan guru untuk contoh, kemudian siswa demonstrasikan tingkat pelapukan batuan dalam proses pembentukan tanah.

b. Elaborasi

Guru membagi siswa menjadi dua kelompok besar, masing-masing kelompok dibagi lagi menjadi dua kelompok kecil, kemudian setiap kelompok kecil berdiri berjajar sesuai kelompoknya dan berhadapan dengan kelompok lain. Siswa yang berhadapan disebut pasangan awal. Guru menjelaskan peraturan metode Bamboo Dancing. Kemudian guru membagikan LKS tentang sifat batuan pembentukan tanah pada pertemuan pertama, dan tentang proses pembentukan tanah karena pelapukan batuan pada pertemuan kedua, pada masing-masing pasangan sebuah topik untuk didiskusikan. Kemudian siswa berganti-ganti pasangan untuk berbagi informasi. Setelah itu, siswa kembali ke tempat duduk untuk melakukan diskusi kelas dengan bimbingan guru.

c. Konfirmasi

(44)

informasi yang diperoleh siswa menjadi pengetahuan bersama. Yang yang aktif dan benar menjawab pertanyaan mendapatkan reward atau penguatan agar lebih percaya diri dan semangat. 3) Kegiatan penutup

Siswa bersama guru merangkum hasil pembelajaran. Siswa bertanya hal-hal yang belum dipahami kepada guru. Guru mengadakan tes evaluasi, kemudian mencocokkan bersama siswa untuk dibahas. Guru menutup pembelajaran dengan memberikan nasihat pada siswa melalui lagu yang dinyanyikan bersama-sama tentang batuan dan proses pembentukan tanah melalui pelapukan batuan.

c. Observasi

Peneliti melakukan observasi terhadap pelaksanaan tindakan oleh guru dalam pembelajaran pembentukan tanah dengan menggunakan metode

Bamboo Dancing. Pada tahap pengamatan dilakukan beberapa hal, diantaranya sebagai berikut:

1) Melakukan pengamatan terhadap keaktifan siswa dan kerja guru dalam proses pembelajaran pembentukan tanah dengan menggunakan metode Bamboo dancing di kelas dengan berpedoman pada lembar observasi keaktifan siswa dan APKG.

2) Melakukan penelitian terhadap evaluasi materi pembentukan tanah siswa dengan berpedoman pada lembar penilaian tes.

d. Refleksi

(45)

dalam diskusi kelas, siswa sudah lancar dalam berdiskusi dengan

Bamboo Dancing, pemahaman konsep pembentukan tanah meningkat tetapi belum mencapai target yang diharapkan. Ketuntatasan klasikal nilai post tes pembentukan tanah siswa pada siklus I sebesar 76,66%. Terdapat 23 siswa dari 30 siswa yang mendapat nilai ≥ KKM 70. Karena ketuntasan klasikal nilai pemahaman konsep pembentukan tanah belum mencapai 80% maka dilanjutkan ke siklus II.

2. Siklus II

a. Perencanaan

Dalam tahap perencanaan siklus II ini peneliti lebih menitik beratkan pada rencana perbaikan pembelajaran dan penyempurnaan penerapan metode

Bamboo Dancing yang didasarkan pada siklus I. Rencana perbaikan pada siklus II ini dilaksanakan untuk memperoleh hasil tes yang lebih baik. Adapun langkah-langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah: 1. Identifikasi masalah pada siklus I dan penetapan alternatif pemecahan

masalah atau perbaikan pada siklus II.

2. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) IPA materi pembentukan tanah dengan menerapkan metode Bamboo Dancing.

3. Menyusun lembar observasi siswa dan guru. 4. Menyususn tes untuk evaluasi pembelajaran. b. Pelaksanaan tindakan

Peneliti melaksanakan tindakan perbaikan dari temuan pada siklus I. Langkah-langkah yang dilaksanakan pada siklus II sebagai berikut: 1. Kegiatan awal

Referensi

Dokumen terkait

Implementasi Model SEQIP dengan Menggunakan Penilaian Kinerja untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar pada Mata Pelajaran IPA Pokok Bahasan Proses Pembentukan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan metode inkuiri pada mata pelajaran IPA materi pembentukan tanah akibat pelapukan batuan dapat meningkatkan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP MATA PELAJARAN IPA SISWA KELAS V SD.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP MATA PELAJARAN IPA SISWA KELAS V SD.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

model kontruktivisme terhadap pemahaman konsep siswa kelas IV pada mata. pelajaran IPA. Mendeskripsikan penerapan/proses pembelajaran dengan

CLIS terhadap pemahaman konsep siswa kelas tinggi pada mata

pemahaman konsep serta aktivitas siswa pada mata pelajaran IPS materi proklamasi kelas V SD 10 Gondosari yang dijabarkan sebagai berikut: (1) menjelaskan

Kisi-Kisi Penilaian Akhir Semester (PAS) untuk semester ganjil mata pelajaran IPA kelas 5