• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR RESIKO IBU YANG BERPERAN TERHADAP KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI RSKD DAN ANAK SITTI FATIMAH MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKTOR RESIKO IBU YANG BERPERAN TERHADAP KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI RSKD DAN ANAK SITTI FATIMAH MAKASSAR"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Antara Kebidanan Vol. 3 No. 4 September - Desember Tahun 2020

FAKTOR RESIKO IBU YANG BERPERAN TERHADAP KEJADIAN

BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI RSKD DAN ANAK SITTI

FATIMAH MAKASSAR

Maternal Risk Factors That Contribute To The Incident For Low Birth

Weight Infant in Hospital Mother and Children Sitti Fatimah, Of

Makassar City

Daswati1, Nurbiah Eka Susanty2

1,2 Program Studi Kebidanan Muhammadiyah Makassar Email : daswa_amin@yahoo.co.id

ABSTRAK

Indonesia sebagai salah satu Negara berkembang berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007, angka kematian neonatal sebesar 19 per 1.000 kelahiran hidup. Dalam 1 tahun, sekitar 86.000 bayi usia 1 bulan meninggal. Artinya setiap 6 menit ada 1 (satu) neonates meninggal (Kemenkes RI, 2011). Menurut WHO yang dikutip dari State of the words mother 2007 dikemukakan bahwa 27% kematian neonatal disebabkan oleh Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). BBLR secara merupakan predictor pentinng dan penyebab kematian bayi. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdes) 2010, angka kejadian BBLR di Indonesia adalah 11.1% dan di Sulawesi Selatan mencapai 16,2% (Kemenkas, 2010), sementara di RSKD ibu dan anak Siti Fatimah Makassar sebagai salah satu rumah sakit yang memberikan pelayanan perinatal bulan Agustus –Oktober 2012 terdapat bayi lahir dengan BBLR sebanyak 33,7%. Agustin CA (2007) melaporkan bahwa BBLR merupakan factor determinan utama terhadap kesakitan dan kematian bayi dan secara umum kejadian BBLR disebabkan multi factor. Penelitian ini menggunakan survey analitik retrospektif dengan desain case control, dan studi observasional. Subjek diambil secara consecutive sampling. Besar Sampel pada penelitian ini 1:2, jumlah kasus sebanyak 93 dan control adalah 186. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa OR usia ibu sebesar 13,323 (p=0,000). Jumlah peritas ibu 1 dan >3 sebesar 7,230 (p=0,000); Jarak kehamilan sebesar 0,937 (p=0,959); kadar hemoglobin sebesar 0,973 (p=1.000); Frekuensi ANC sebesar 2.273 (p=0,754) terhadap kejadian BBLR. Hasil analisis multivariat menunjukkan factor usia ibu yang paling berpengaruh terhadap kejadian BBLR dengan nilai Wald sebesar 48,993 dan p=0,000.

Kata Kunci : BBLR, Kejadian, Ibu

ABSTRACT

Indonesia is one of the developing countries by Indonesia demographic and health survey 2007, menatal mortality 19/1.000 live birth. One year, approximately 86.000 infants aged 1 month mortality. The meaning there is every 6 minutes no one mortality neonates. According to WHO quated from State of the worlds mother 2007 suggests that 27% neonatal mortality caused by low birth weight infant (BBLR). BBLR a predictor from caused mortality baby. Basic health research 2010, inciden BBLR in Indonesia is 11,1% and in South Sulawesi achieve 16,2% (Kemenkes¸ 2010) whereas in RSKD Mother and Children Siti Fatimah Makassar as one ot the hospital that provider perinatal services in August-October 2012 babies are born with BBLR 33,7% Agustin CA (2007) reported that BBLR the determinan factor for morbiditas and mortalitas, general inciden BBLR caused multiple factor. Mothods : this study uses a retrospective analytical survey with applying case control and observational. Subjects taken consecutive sampling. Sample size in this study was 1:2. Meaning that the93 cases and 186 control. Result; this research showed age OR 13,323 (p=0,000), parity 1 and > 3 7,230 (p=0,000), pregnancy interval 0,937 (0,959), haemoglobin 0,973 (p=1.000),ANC Frekuency sebesar 2.273 (p=0,003); antepartum haemorrhage 1,453 (p=0,754) for low birth weight infant. Analisisys multivariat maternal risk factors that contribute to the inciden for low birth weight infant valid with Wald 48,993 and p=0,000. Conclusion : the risk factors that contribute to the inciden for low birth weight infant is age, pregnancy interval, haemoglobin, ANC Frequency, antepartum haemorrhage. The risk factor that contribute that to the inciden for low birth weight infant is age.

(2)

Jurnal Antara Kebidanan Vol. 3 No. 4 September - Desember Tahun 2020 PENDAHULUAN

Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan indicator kesejahteraan suatu bangsa yang mencerminkan tingkat

masalah kesehatan masyarakat.

Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, Indonesia mencapai 34/1000 KH, dan sekitar 56% kematian bayi terjadi pada periode sangat dini. (Kemenkes RI¸ 2011). Oleh karena itu, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) salah satu sasarannya adalah menurunkan kematian bayi menjadi 26/1000 kelahiran hidup pada tahun 2010 sementara target Millenium Development Goals (MDG) pada tahun 2015 menurunkan AKB menjadi 23/1000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2009).

Indonesia sebagai salah satu Negara

berkembang berdasarkan Survey

Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007 , angka kematian neonatal sebesar 19 per 1.000 kelahiran hidup. Dalam 1 tahun, sekitar 86.000 bayi usia 1 bulan meninggal. Artinya setiap 6 menit ada 1 (satu) neonates meninggal (Kemenkes RI, 2011). Dalam laporan WHO yang dikutip dari State of the Worlds mother 2007 dikemukakan bahwa 27% kematian neonatal disebabkan oleh bayi berat lahir rendah (BBLR) . BBLR masih merupakan

masalah dibidang kesehatan perintal (Depkes RI, 2008).

BBLR secara khusus merupakan uindikator penting kesehatan reproduksi. BBLR dianggap sebagai predictor yang paling penting dari penyebab kematian bayi, khusunya kematian yang terjadi pada bulan pertama kelahiran . hal ini menjadi masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia terutama di Negara-negara berkembang (Deshpande Jayant D. dkk, 2011).

Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdes) tahun 2010, angka kejadian BBLR di Indonesia adalah 11,1% dan di Sulawesi Selatan mencapai angka yang lebih tinggi disbanding dengan angka nasional yaitu 16,2% (Kemenkes, 2010), sementara di RSKD Ibu dan Anak SIti Fatimah Makassar sebagai salah satu rumah sakit yang memberikan pelayanan perinatal pada bulan Agustus-Oktober 2012 terdapat bayi lahir dengan BBLR sebanyak 33,7% (Rekam Medis RSKD Ibu dan Anak Siti Fatimah).

Bayi dengan BBLR mempunyai kebutuhan khusus karena berbagai organ tubuh belum berfungsi secara maksimal , diantaranya adalah kebutuhan untuk mempertahankan kehangatan suhu tubuh dan incubator merupakan salah satu tempat yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut

(3)

Jurnal Antara Kebidanan Vol. 3 No. 4 September - Desember Tahun 2020

sehingga tidak terjadi hipotermi. Hamper di seluruh rumah sakit besar , perawatan BBLR mengunakan fasilitas inkubator, bahkan radiant heater untuk mencegah hipotermi , tetapi kedua alat tersebut relative mahal dan rumit dalam hal pemeliharaan. (Dekes RI 2008, Varney dkk, 2008), juga sering terjadi infeksi nosokomial karena pemakaian incubator kadang-kadang lebih dari satu bayi, oleh karena itu perawatan bayi di rumah sakit menjadi lebih lama (Conde, Agudelo A, 2007).

Menurut Agustin CA (2007) BBLR merupakan factor determinan utama terhadap kesakitan dan kematian bayi dan secara umum kejadian BBLR disebabkan oleh multi factor. Deshpande Jayant dkk (2011) juga melaporkan bahwa status kesehatan umum ibu merupakan factor yang dapat berkontribusi secara langsung terhadap kelahiran bayi dengan BBLR. Menurut Behman (2000) dan Saifudin AB (2009) bayi berat lahir rendah potensial mengalami berbagai komplikasi seperti asfikisa, hipotermi, hipogleikemia, masalah dalam pemberian ASI, icterus dan hiperbilirubenemia.

Terkait dengan hal tersebut, maka dibutuhkan suatu upaya yang dapat menurunkan kejadian kelahiran bayi berat lahir rendah sehingga dapat diberi

penanganan secara cepat dan tepat yang pada akhirnya kesakitan dan kematian akibat kelahiran bayi berat lahir rendah dapat berkurang secara nyata.

METODE PENELITIAN

Penelitian adalah penelitian survey analitik retrospektif menggunakan desain

case control. Subjek diambil secara consecutive sampling. (Sastroasmoro S,

Ismail S.2011). besar sampel pada penelitian ini menggunakan perbandingan 1:2, jadi jumlah kasus adalah 93 dan jumlah control adalah 186. Hasil analisis multivariate dengan regresi logistic berganda.

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

Hubungan Bayi Berat Lahir Rendah Menurut Usia Ibu

Tabel 1. Menunjukkan bahwa dari 113 ibu berusia < 20 tahun dan > 35 tahun, ibu yang melahirkan bayi berat lahir rendah lebih banyak dibandingkan ibu yang tidak melahirkan bayi berat lahir rendah (78,5 %).

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa usia ibu merupakan factor resiko kejadian BBLR (p=0,000), OR 13,323. Hal ini berarti bahwa usia ibu < 20 tahun dan > 35 tahun mempunyai resiko untuk

(4)

Jurnal Antara Kebidanan Vol. 3 No. 4 September - Desember Tahun 2020

melahirkan BBLR sebesar 13,323 kali lebih besar dibandingkan usia 20-35 tahun. Usia ibu merupakan salah satu factor yang menyebabkan kejadian bayi dengan berat lahir rendah, dimana angka kejadian tertinggi BBLR adalah pada usia dibawah 20 tahun dan pada multigravida yang jarak antara kelahirannya terlalu dekat. Kejadian terendah adalah pada usia ibu antara 26-30 tahun (Hasibuan, 2007).

Menurut Festy P bahwa, dari 128 bayi dengan beray badan lahir rendah terdapat 87,5% lahir dari ibu dengan umur < 35 tahun pada kelompok kasus dan 92,8% lahir dari ibu dengan umur <35 tahun. Hasibuan (2007) juga melaporkan bahwa, resiko terbesar dialami oleh usia ibu <20 tahun yang mengalami kehamilan, dimana di satu dia sedang mengalami pubertas dan pertumubyhan cepat, di sisi lain janinnya juga sangat membutuhkan asupan gizi yang memadai sehingga terjadi kompetisi zat gizi antar janin dengan ibunya. Terjadinya kelahiran premature dan bayi BBLR pada kehamilan remaja meningkat 2 kali lipat dibandingkan dengan kehamilan dewasa..

Bayi Berat Lahir Rendah Menurut Paritas

Tebel 2 menunjukkan bahwa dari 143 ibu yang memiliki jumlah paritas 1 dan

>3, ibu yang melahirkan BBLR lebih banyak dibandingkan ibu yang tidak melahirkan BBLR (80,6%).

Hasil penelitian menunjukkan

bahwa jumlah paritas ibu (1 dan > 3) merupakan factor resiko terhadap kejadian BBLR (p=0,000) , OR 7,23. Hal ini berarti bahwa ibu dengan paritas 1 dan > 3 mempunyai resiko untuk mengalami BBLR sebesar 7,23 kali lebih besar disbanding dengan paritas 2-3.

Paritas yang rendah (paritas 1) menunjukkan ketidaksiapan ibu dalam menghadapi komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan dan nifas (Prawirohardjo RI, 2010).

Sementara menurut Muula AS dkk,

melaporkan bahwa multiparitas

memberikan kontribusi bahwa multiparitas memberikan kontribusi sebesar 30,5% terhadap kelahiran BBLR (Kemenkes RI, 2010)

Bayi Berat Lahir Rendah Menurut Jarak Kehamilan

Tabel 3. Menunjukkan bahwa dari 59 ibu yang jarak kehamilannya < 24 bulan, ibu yang tidak melahirkan bayi berat lahir rendah lebih banyak dibandingkan ibu yang melahirkan BBLR

(21,5%). Hasil uji statistic

menunjukkan bahwa jarak

(5)

Jurnal Antara Kebidanan Vol. 3 No. 4 September - Desember Tahun 2020

terhadap kejadian bayi berat lahir rendah (p=0,959), OR 0,937. Hal ini berarti bahwa jarak kehamilan < 24 bulan tidak mempunyai resiko untuk mengalami bayi berat lahir rendah.

Kehamilan dengan jarak yang pendek merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat dan praktis klinis. Jarak kehamilan yang pendek telah dikaitkan dengan peningkatan hasil perinatal yang merugikan seperti kelahiran bayi prematur, BBLR bahkan juga telah terkait dengan kematian perinatal (Agustin Conde Agudelo, 2006) menurut Zhu BP, bahwa jarak kehamilan antara 18-23 bulan akan meningkatkan kelahiran bayi premature.

Hasil penelitian menunjukkan pernyataan yang dikemukakan oleh Yunita S (2008) bahwa, jarak kehamilan yang terlalu dekat dari kehamilan yang terlalu dekat dari kehamilan sebelumnya merupakan salah satu pemicu terjadinya resiko kurang gizi pada ibu hamil, karena lapisan uterus belum mampu menerima implantasi plasenta pada kehamilan berikutnya secara sempurna sehingga terhambat pula asupan gizi ke janin. Serta belum pulih seluruh alat-alat reproduksi dengan sempurna (Yunita S, 2008).

Bayi Berat Lahir Rendah Menurut Kadar Hemoglobin

Tabel 4 menunjukkan bahwa dari

205 ibu yang mengalami anemia, ibu yang

tidak melahirkan BBLR banyak

dibandingkan ibu yang melahirkan BBLR (73,7 %).

Hasil uji statistik mmenjukkan bahwa anemia bukan merupakan factor resiko kejadian bayi berat lahir rendah (p=1,000), OR 0,973. Hal ini berarti bahwa anemia bukan merupakan factor resiko untuk mengalami bayi berat lahir rendah.

Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar Hemoglobin (Hb) dibawah 11 gr % pada trimester I dan III atau kadar < 10,5gr% pada trimester II. Nilai batas tersebut dan perbedaanya dengan kondisi wanita tidak hamil terjadi karena hemodilusi. Menurut WHO, 40% kematian ibu di Negara berkembang

berkaitan dengan anemia dalam

kehamilan (Saifusddin AB, 2009).

Penelitian ini berbeda yang dilaporkan oleh Estiligtyas bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara anemia dalam kehamilan dengan kejadian BBLR di RSUD dr. Moerwadi Surakarta (p=0,002) serta asosiasi positif antara factor resiko (OR=6,5).

Bayi Berat Lahir Rendah Menurut Frekuensi ANC

(6)

Jurnal Antara Kebidanan Vol. 3 No. 4 September - Desember Tahun 2020

Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 159 ibu yang melakukan ANC <4 kali, ibu yang tidak melahirkan BBLR lebih banyak dibandingkan ibu yang mengalami bayi berat lahir rendah (50,5%).

Hasil uji statistic menunjukkan bahwa frekuaensi ANC merupakan factor resiko kejadian BBLR (p=0,003)., OR 2.273. hal ini berarti bahwa frekuensi ANC ibu < 4 kali mempunyai resiko untuk melahirkan BBLR sebesar 2,272 kali lebih besar dibandingkan frekuensi ANC ≥ 4.

Asuhan antenatal adalah upaya prenventif program pelayanan kesehatan obstrektic untuk optimalisasi luaran

maternal dan neonatal melalui

serangkaian kegiatan pemantauan secara

rutin selama kehamilan. Dalam

pemeriksaan rutin dilakukan pencatatan data klien dan keluarganya serta pemeriksaan obstetric. (Prawirohardjo S, 2010).

Hasil uji statistic menunjukkan bahwa frekuensi ANC merupakan factor resiko kejadian Bayi berat lahir rendah (p=0,003), OR sebesar 2,273. Hal ini berarti bahwa frekuensi ANC ibu < 4 kali mempunyai resiko untuk melahirkan bayi berat lahir rendah sebesar 2,273 kali lebih besar dibandingkan frekuensi ANC ≥ 4.

Pada kehamilan normal

membutuhkan kunjungan antenatal

minimal 4 kali , yaitu sekali kunjungan antenatal hingga usia kehamilan 28 minggu, sekali kunjungan antenatal selama kehamilan 28-36 minggu dan sebaanyak dua kali kunjungan antenatal pada usia

kehamilan di atas 36 minggu

(Prawirohardjo S, 2010).

Bayi Berat Lahir Rendah Menurut Perdarahan Antepartum

Tabel 6. Menunjukkan bahwa dari 12 ibu yang mengalami perdarahan antepartum, terdapat ibu yang tidak

melahirkan BBLR lebih banyak

dibandingkan ibu yang mengalami BBLR (3,8%).

Hasil uji statistic menunjukkan bahwa perdarahan antepartum merupakan factor protektif kejadian BBLR (p=0,754), OR 1,453. Hal ini berarti bahwa perdarahan antepartum tidak mempunyai resiko untuk mengalami BBLR.

Perdarahan obstetric yang terjadi pada kehamilan trimester III pada umumnya adalah perdarahan yang berat, dan jika tidak mendapatkan penanganan yang cepat dapat mendatangkan syok yang fatal.

Penyebab perdarahan diantaranya adalah placenta previa dan solution placenta. Oleh karena itu, dibutuhkan antisipasi dari awal selagi perdarahan

(7)

Jurnal Antara Kebidanan Vol. 3 No. 4 September - Desember Tahun 2020

membahayakan ibu dan janinnya

(Prawirohardjo S, 2010). Placenta previa adalah placenta yang berimplantasi pada segmen bawa Rahim sehingga menutupi seluruh atau sebagian besar ostium internum dan menyebabkan perdarahan. Perdarahan biasanya terjadi pada usia kehamilan sebelum 30 minggu, tetapi lebih dari separuh kejadiannya pada umur

kehamilan 34 minggu ke atas

(Prawirohardjo S, 2010).

Bayi Berat Lahir Rendah Menurut Kehamilan Ganda

Tabel 7 menunjukkan bahwa dari 9 ibu yang mengalami kehamilan ganda, beresiko melahirkan BBLR.

Hasil iji statistik menunjukkan bahwa kehamilan ganda merupakan factor resiko kejadian bayi berat lahir rendah (p=0,001), OR 17, 412. Hal ini berarti bahwa kehamilan ganda mempunyai resiko untuk mengalami bayi berat lahir rendah sebesar 17,412 kali lebih besar dibandingkan kehamilan tunggal.

Kehamilan ganda cenderung lahir dengan BBLR dibandingkan dengan bayi tunggal. Hal ini dapat disebabkan oleh terhambatnya pertumbuhan janin dan persalinan preterm (Cunningham FG, dkk 2010).

Analisis Multivariat

Variable usia ibu merupakan factor yang paling berpengaruh terhadap kejadian Berat Badan Bayi Lahir Rendah (BBLR) dengan nilai Wald 48,993 dan signifikansi sebesar 0,000.

KESIMPULAN

Factor usia, paritas, kadar hemoglobin, frekuensi ANC, perdarahan antepartum berpengaruh terhadap kejadian bayi berat lahir rendah. Usia ibu

merupakan factor yang paling

berpengaruh.

DAFTAR PUSTAKA

Agustin CA; Anyeli Rosas-Bermudez; Ana Cecilia Kafury-Goeta, 2006, Birth Spacing and Risk of Adverse Perinatal Outcomes: A

Meta-analysis. Vol 295,

No.15,JAMA;295(15):1809-1823 Conde A.A, Belizan JM, Diaz-Rosselllo J,

2007, Kangaroo other care to reduce morbidity and mortality in low birthweight infants. This is a reprint of a Cochrane review , prepared and maintained (review) by The

Cochrane Collaboration and

published in the Cochrane Library, hal2-3.

Cunningham G. Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY, 2010, William’s Obstetrics 23rd

edition. The Mcgraw-Hill

(8)

Jurnal Antara Kebidanan Vol. 3 No. 4 September - Desember Tahun 2020

Depkes RI, 2009, Pedoman pelayanan kesehatan BBLR dengan perawatan metode kanguru (PMK) di RS dan jejaringnya, DEpkes, Jakarta.

Deshpande Jayant D, Phalke DB, Bangal VB, D Peeyuusha, Bhatt S, 2011, Maternal risk factor for low birth weight neonates: a hospital based case –control study in rural area of western Maharashtra, India ; National Journal of Community Medicine Vol 2 Isuue 3

Depkes RI , 2008, Perawatan BBLR dengan Metode Kanguru; Health Technology Assesment Indonesia ; Jakarta.

Kemenkes RI,2010, Riset Kesehatan Dasar, Badan penelitian dan pengembangan kesehatan. Kemenkes RI: Jakarta.

Muula AS, Siziya S, Rudatsikira, 2011, Parity and maternal education are

associated with low birth weight in Malawi. African Health Sciences Vol. 11 (1), hal 65-68.

Prawirohardjo S, 2010, Ilmu kebidanan, BPSP, Jakarta.

Rekam Medik, 2012, Profil kesehatan RSKD Ibu dan Anak Siti Fatimah Makassar.

Saifuddin AB, 2009, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, BPSP, Jakarta.

Sastroasmooro S, Ismael S. 2011, Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-4. Sagung Seto, Jakarta

Referensi

Dokumen terkait

Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam skripsi ini adalah : Bagaimana Pengaturan Hukum Perasuransian di Indonesia, Bagaimana Peranan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap

Bahan utama yang digunakan dalam produksi bioetanol adalah tetes tebu/ molases.. Tetes tebu atau molases merupakan hasil samping dari tahap kristalisasi pada

Penulis melakukan penelitian dengan diterapkannya Balanced scorecard terhadap perusahaan, ternyata hasilnya lebih baik lagi daripada hanya perspektif tradisional yaitu

Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan terhadap akuntansi manajemen lingkungan dan strategi sedangkan penerapan

Dalam rangka pembelajaran bahasa Jerman, pemahaman Grammatik merupakan salah satu hal terpenting. Salah satu unsur Grammatik yang dipelajari oleh siswa SMA

‘Is this a good time for you both, or would you like to be left alone?’ Fitz looked at the Doctor’s naked torso, the damp towel in his own hand and the way he’d been bathing

Menimbang, bahwa hakim tingkat pertama dalam pertimbangannya menyatakan bahwa terhadap satu petak kedai kontrakan di Pasar Lubuk Alung dan perhiasan emas lebih kurang

Analisis skor Pola Pangan Harapan (PPH) dilakukan untuk menjawab tujuan kedua, yakni terkait dengan kualitas ketersediaan di Kabupaten Sidoarjo. Analisis ini diawali dengan