• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010"

Copied!
261
0
0

Teks penuh

(1)

vii

ANALISIS KERENTANAN DAN DETERMINAN KEMISKINAN

BERDASARKAN KARAKTERISTIK WILAYAH

DI KABUPATEN BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN

ABUSTAN

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor Pada

Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD)

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

i

Surat Pernyataan

Mengenai Disertasi dan Sumber Informasi

Dengan ini saya menyatakan bahwa Disertasi Analisis Kerentanan dan Determinan Kemiskinan Berdasarkan Karakteristik Wilayah di Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan adalah merupakan karya saya sendiri dan belum diajukan kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Juli 2010

Abustan

(3)

ii

ABSTRACT

ABUSTAN. Analysis of Vulnerability and Poverty Determinant Based on Regional Characteristic in Barru Regency South Sulawesi Province (AKHMAD FAUZI as Chairman, BAMBANG JUANDA and ERNAN RUSTIADI as Member of the Advisory Committee).

Poverty is related not only to economic aspect, but also to social, culture, politic and spatial aspect and susceptible to externalities. Islam (2001), said that susceptible can take place because shock in micro level such as illness of wage earner or deathness, and in meso level such as harvest fail, fluctuation of product price, and environment degradation, and in macro level because financial crisis. This study intend to: (i) to identify poor household characteristic according to area tipology; (ii) to analyze the influence of education level, healthy, accessibility, household economic condition, communities participation in development process, and regional aspect to poverty vulnerability; (iii) to analyze the susceptibility level of poor household based on regional characteristics; (iv) to analyze the influence of economic growth, government expenditure, regional genuine income, inflation, sector share to PDRB, and financial crisis, against poverty in Barru Regency. This study used descriptive and quantitative methodologies. Data consists of primary data from survey and interview and secondary data that related to poverty determinant. Sampling was done with multistage area sampling to determine study village i.e. 6 coastal villages, 3 lowland villages and 3 highland villages. The number respondents were 480 households, consists of 240 households from coastal villages, 120 households from lowland villages and 120 from highland villages. Results of the study show that household characteristics were different among region. Household characteristic on highland region were featured by low education level, low health level, limited access to health insurance, low access to formal financial institution, limited access to state electricity, limited access to middle education and limited access to telecomunication compared to household in coastal and lowland region. Furthermore, communities participation level in development process was highest in lowland region, followed by highland region, and the lowest in coastal region. Household vulnerabilities against poverty based micro perspective were influenced by some variables i.e. (i) woman household head; (ii) large amount of family burden; (iii) low education level of household level; (iv) low access to formal financial institution; (v) low health of household head; (vi) limited access to state electricity; (vii) low participation in development process; and (viii) low value of productive assets property. In addition, poverty vulnerability associated with regional aspect, household living in highland region has less vulnerability compare to household living in coastal and lowland region. Moreover, determinant or factors that influence to the decreasing of poor population amount based on macro perspective consists of: (i) government expense on education, health, agriculture, and infrastructure; (ii) PDRB per capita; (iii) increasing contribution of agriculture sector and industrial sector to PDRB; and (iv) policy of fiscal decentralization. Factors that have positive influence against the increasing poor population, consist of (i) increasing area native income; (ii) increasing price of product and service (GDP_ deflator); and (iii) monetary crisis. Based on simulation of poverty reduction policy, there are three macro agendas that strategically can accelerate poverty reduction in Barru Regency. The three macro agendas are (i) increasing public expenditure to education, health, agriculture, and infrastructure; (ii) increasing productivity of agriculture sector, (iii) increasing productivity of industry sector; (iv) economic growth with equity; and (v) price control of goods and services to maintain purchasing power parity of the communities.

(4)

iii

RINGKASAN

ABUSTAN. Analisis Kerentanan dan Determinan Kemiskinan Berdasarkan Karakteristik Wilayah di Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan.

(AKHMAD FAUZI sebagai Ketua, BAMBANG JUANDA dan ERNAN RUSTIADI sebagai Anggota Komisi Pembimbing)

Pengentasan kemiskinan memiliki tantangan yang sangat besar untuk dicapai, karena permasalahan dan fenomena kemiskinan memiliki sifat dan karakteristik yang sangat beragam. Kemiskinan bukan hanya terkait dengan aspek ekonomi, akan tetapi juga terkait dengan aspek sosial, budaya, politik dan dimensi wilayah (spatial) serta rentan terhadap eksternalitas. Standing (2006) memandang sebab-sebab kemiskinan tidak berasal dari gejala sesaat, tetapi merupakan masalah struktural yang disebutnya “kerentanan ekonomi” (economic insecurity), yang dipengaruhi oleh risiko-risiko sosial ekonomi dan ketidakpastian serta kemampuan yang terbatas untuk mengatasi dan memulihkan diri (to recover). Sedangkan Islam (2001), menyebutkan bahwa kerentanan dapat terjadi karena adanya guncangan pada tingkat mikro seperti pencari nafkah sakit atau meninggal dunia, pada tingkat meso seperti adanya gagal panen, fluktuasi harga produk dan degradasi lingkungan, dan pada tingkat makro karena krisis moneter atau finansial.

Berbagai upaya telah dilakukan baik oleh Pemerintah maupun Pemerintah Daerah bahkan melibatkan lembaga internasional dan lembaga swadaya masyarakat (Non Government Organization/NGO) dengan waktu dan biaya yang tidak terhitung jumlahnya. Seiring dengan implementasi otonomi daerah yang dibarengi dengan desentralisasi fiskal, dimana pemerintah daerah diberikan kewenangan besar dalam menetapkan kebijakan publik melalui APBD termasuk dalam alokasi anggaran pengentasan kemiskinan. Berdasarkan pada berbagai program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan tersebut dan semakin meningkatnya atau membaiknya asumsi-asumsi makroekonomi, maka seyogyanya jumlah penduduk miskin dapat ditanggulangi secara signifikan dan permanen. Namun demikian, upaya tersebut belum memberikan hasil yang optimal sesuai dengan indikator sasaran yang telah ditetapkan.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dilakukan penelitian untuk mengkaji kerentanan dan determinan kemiskinan berdasarkan karakteristik wilayah di Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk: (i) mengidentifikasi karakteristik rumah tangga miskin berdasarkan tipologi wilayah; (ii) menganalisis pengaruh tingkat pendidikan, kesehatan, aksesibilitas, kondisi ekonomi rumah tangga, dan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan terhadap kerentanan kemiskinan; (iii) menganalisis tingkat kerentanan rumah tangga miskin berdasarkan karakteristik wilayah; dan (iv) menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi, belanja pemerintah, pendapatan asli daerah, inflasi, share sektor terhadap PDRB, dan krisis moneter terhadap kemiskinan di Kabupaten Barru.

(5)

iv Penelitian ini menggunakan metodologi deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif dilakukan untuk mengidentifikasi karakteristik rumah tangga miskin berdasarkan wilayah. Analisis kuantitatif dilakukan dengan pendekatan ekonometrika, yaitu persamaan logit untuk melihat kerentanan rumah tangga terhadap kemiskinan dari perspektif mikro berdasarkan wilayah. Sedangkan untuk melihat determinan atau faktor-faktor yang memengaruhi kemiskinan berdasarkan aspek makro dilakukan dengan ekonometrika metode kuadrat terkecil. Data yang digunakan adalah data sekunder yang terkait dengan determinan kemiskinan, dan data primer (survei dan wawancara) untuk analisis kerentanan dan karakteristik rumah tangga miskin berdasarkan wilayah. Teknik penarikan sampel dilakukan dengan penarikan contoh area secara bertahap (multistage area sampling) untuk menentukan desa lokasi penelitian, meliputi 6 desa pada wilayah pesisir, dan masing-masing 3 desa untuk wilayah dataran rendah dan pegunungan. Jumlah responden atau sampel adalah 480 rumah tangga, yang terdiri dari 240 rumah tangga pada wilayah pesisir dan masing-masing 120 rumah tangga pada wilayah dataran rendah dan pegunungan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik rumah tangga miskin berbeda karakteristiknya antara wilayah. Karakteristik rumah tangga miskin pada wilayah pegunungan dicirikan oleh rendahnya tingkat pendidikan, rendahnya tingkat kesehatan, terbatasnya akses ke jaminan kesehatan, terbatasnya akses ke lembaga keuangan formal, terbatasnya akses ke PLN, terbatasnya akses pelayanan pendidikan menengah ke atas, dan terbatasnya akses ke telekomunikasi dibanding dengan rumah tangga pada wilayah pesisir dan dataran rendah. Sedangkan tingkat partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan tertinggi pada wilayah dataran rendah, kemudian disusul pada wilayah pegunungan dan terendah pada wilayah pesisir.

Kerentanan rumah tangga terhadap kemiskinan berdasarkan perspektif mikro dipengaruhi beberapa variabel, yaitu (i) kepala rumah tangga perempuan; (ii) jumlah tanggungan keluarga yang besar; (iii) rendahnya tingkat pendidikan kepala rumah tangga; (iv) rendahnya akses ke lembaga kuangan formal; (v) rendahnya kesehatan kepala rumah tangga; (vi) terbatasnya akses ke PLN; (vii) rendahnya partisipasi dalam proses pembangunan; dan (viii) rendahnya nilai asset produktif yang dimiliki. Di samping itu, kerentanan rumah tangga terhadap kemiskinan berasosiasi dengan aspek wilayah, dimana rumah tangga yang berdomisili pada wilayah pegunungan memiliki kerentanan yang lebih rendah dibanding rumah tangga yang berdomisili pada wilayah pesisir dan dataran rendah.

Hasil analisis parsial kerentanan berdasarkan wilayah ditemukan bahwa variabel nilai asset produktif yang dimiliki rumah tangga berpengaruh nyata secara statistik dalam kerentanan rumah tangga terhadap kemiskinan pada wilayah pesisir, dataran rendah, dan pegunungan. Variabel yang berpengaruh terhadap kerentanan rumah tangga pada wilayah pesisir dan dataran rendah adalah akses ke lembaga keuangan formal, akan tetapi tidak berpengaruh terhadap wilayah pegunungan. Selanjutnya, variabel jumlah tanggungan rumah tangga berpengaruh pada wilayah dataran rendah dan pegunungan, akan tetapi tidak berpengaruh pada wilayah pesisir. Sedangkan variabel pendidikan kepala rumah tangga berpengaruh pada wilayah

(6)

v pegunungan dan wilayah pesisir, akan tetapi tidak berpengaruh pada wilayah dataran rendah. Variabel lainnya seperti jenis kelamin rumah tangga (perempuan) dan jenis pekerjaan kepala rumah tangga (petani) hanya berpengaruh pada wilayah dataran rendah, variabel tingkat partisipasi dalam proses pembangunan hanya berpengaruh pada wilayah pesisir, sedangkan variabel akses ke PLN hanya berpengaruh pada wilayah pegunungan.

Determinan atau faktor-faktor yang memengaruhi penurunan jumlah penduduk miskin berdasarkan perspektif makro meliputi: (i) belanja pemerintah yang diarahkan pada belanja pendidikan, kesehatan, pertanian, dan infrastruktur; (ii) PDRB per kapita; (iii) peningkatan kontribusi sektor pertanian dan sektor industri terhadap PDRB; dan (iv) kebijakan desentralisasi fiskal. Sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap peningkatan jumlah penduduk miskin, meliputi: (i) peningkatan pendapatan asli daerah; (ii) peningkatan harga barang dan jasa (GDP_Deflator); dan (iii) krisis moneter.

Berdasarkan hasil simulasi kebijakan penanggulangan kemiskinan, maka terdapat lima agenda makro yang dianggap strategis untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Barru. Lima angenda makro tersebut adalah (i) peningkatan belanja publik yang lebih diarahkan untuk bidang pendidikan, kesehatan, pertanian, dan infrastruktur; (ii) peningkatan produktivitas sektor pertanian; (iii) peningkatan produktivitas sektor industri; (iv) pertumbuhan ekonomi yang disertai dengan pemerataan; dan (v) pengendalian harga barang dan jasa untuk mempertahankan kemampuan daya beli masyarakat.

Kata Kunci : kerentanan, determninan kemiskinan, karakteristik wilayah, Kabupaten Barru

(7)

vi

@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2010 Hak cipta dilindungi

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

(8)

viii

Penguji Luar Komisi

Ujian Tertutup :

1. Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec 2. Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, M.Sc. Agr

Penguji Luar Komisi

Ujian Terbuka :

1. Prof. Dr. Ir. Darmawan Salman, MS 2. Dr. Roberto Akyuwen, STP, SE, M.Si

(9)

ix Judul : Analisis Kerentanan dan Determinan Kemiskinan Berdasarkan Karakteristik Wilayah di Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan

Nama : Abustan

NRP : H061060071

Program Studi : Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc Ketua

Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr Anggota Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan

Wilayah dan Perdesaan

Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS Prof. Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan penulisan disertasi ini dengan judul “Analisis Kerentanan dan Determinan Kemiskinan Berdasarkan Karakteristik Wilayah di Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan”. Begitu besar perhatian dan komitmen untuk menanggulangi kemiskinan namun pada kenyataannya kemiskinan masih menjadi fenomena yang aktual untuk diteliti. Sebagai seorang yang bergelut di birokrasi termotivasi untuk lebih mendalami permasalahan dan fenomena kemiskinan terutama yang terkait dengan judul di atas.

Kemiskinan menjadi isu sentral dan menjadi perhatian semua pihak dan bahkan menjadi perdebatan, karena masalah kemiskinan bisa berdampak pada krisis sosial dan ekonomi. Bahkan beberapa peneliti menyebutkan pentingnya penanggulangan kemiskinan karena bisa berdampak pada aspek kemanusiaan, aspek ekonomi, aspek sosial dan politik, dan aspek keamanan. Penelitian ini mencoba untuk mengidentifikasi kerentanan kemiskinan yang disebabkan oleh kemampuan rumah tangga atau individu untuk menghadapi fenomena kemiskinan yang dihadapi. Disamping itu, juga untuk mengkaji faktor-faktor yang menentukan kemiskinan (determinant) dari aspek makro ekonomi. Sehingga pada akhirnya dapat dijadikan sebagai rujukan dalam pengambilan kebijakan penanggulangan kemiskinan khususnya di Kabupaten Barru Sulawesi Selatan, dan Indonesia pada umumnya.

Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS, dan Dr. Ir Ernan Rustiadi, M.Agr atas curahan waktu dan pikirannya dalam membimbing kami sejak penulisan ide, perumusan masalah, membangun pola pikir, mengarahkan dalam menentukan metode analisis dan arahannya dalam analisis data sampai penulisan akhir disertasi ini. Terima kasih pula kami sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Isang Gonarsyah, P.hD yang dari awal telah memberikan pelajaran dan membuka wawasan penulis dalam mengikuti pendidikan di IPB, semoga beliau diberi kesehatan oleh ALLH SWT, Amin. Selanjutnya, kepada Bapak Prof. Dr. Hermanto Siregar, M.Ec dan Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, M.Sc.Agr, atas kesediaan beliau menjadi penguji luar komisi pada saat ujian tertutup, dan telah memberikan koreksi dan masukan berharga bagi penulis. Begitupula kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Dharmawan Salman, MS dan Dr. Roberto Akyuwen, STP, SE, M.Si sebagai penguji luar komisi dalam ujian terbuka dan telah memberikan kritik dan masukan berharga yang sifatnya dalam menyempurnakan penulisan disertasi ini. Terima kasih pula kami haturkan kepada Bapak Dr. Ir. Setia Hadi, M.Si atas bimbingan dan arahan selama kami mengikuti kuliah di PWD IPB serta kesediaan beliau untuk mewakili Program Studi PWD dalam ujian tertutup dan ujian terbuka dilaksanakan.

Terkhusus dan teristimewa kami haturkan terima kasih kepada kepada Bapak Bupati Barru (H. Andi Muhammad Rum) sekeluarga dan Bapak H. Andi Pamadengrukka Mappanyompa sekeluarga, yang telah memberikan dukungan penuh

(11)

xi baik moril maupun meteril yang tak terhitung nilainya kepada kami selama mengikuti pendidikan di IPB sampai sekarang yang tidak pernah akan bisa terbayarkan. Lebih khusus lagi kepada Ayahanda H. Andi Bintang Pamiringi (Alm), yang sejak kecil selalu menekankan pentingnya pendidikan dan berkorban apapun untuk menyekolahkan kami dengan berbagai korbanan yang tidak dapat kami hitung secara materi. Dukungan moril dan bantuan materil serta doa yang tidak henti-hentinya kami peroleh dari Ibunda tercinta Hj. Andi Rukaya Maggalatung, Istri saya tercinta Milawaty Djamain yang selalu tabah dan iklas membimbing anak-anak tanpa kami dampingi selama mengikuti pendidikan, anak-anak saya A.M. Ikhsan Noer Abustan. A. St. Nurul Farihah Abustan, A.M. Ilham Febriansyah Abustan, dan A.M Irfan Maulana Abustan serta Bapak Mertua Bapak H. Djamain Mana yang selama ini memberikan dukungan moril dan perhatian kepada istri dan anak-anak saya selama kami mengikuti pendidikan di IPB. Terima kasih juga saya sampaikan kepada saudara-saudara saya A. Baharuddin, A. Syafarnaeni, A. Bulkis. A. Salahuddin, A. Darmi, dan A. Juliadi, serta ipar saya A. Massakkirang, A. Joken Tiro, A. Jenni, Hasniar, Fitriany, Gustiawati, Anas Fathurrahman atas dukungannya selama kami mengikuti pendidikan di IPB.

Berbagai pihak yang telah memberikan dukungan sehingga memudahkan dalam proses penelitian, khususnya kepada para PPL (Bapak Nurtang, Syafri, Aziz, Suratmo, Bahar, dan Ibu Sumarni) yang secara ikhlas memberi bantuan tenaga dan pikiran sebagai enumerator selama pengumpulan data primer kami lakukan. Terima kasih juga kami sampaikan kepada seluruh kepala Desa/Lurah se Kabupaten Barru yang selama ini memberikan dukungan dan mendampingi kami selama penelitian. Terima kasih juga kami sampaikan kepada teman-teman dari Pemerintah Daerah Kabupaten Barru yang selama ini memberikan dukungan moril dan materil: Drs. H. Syamsu Rijal M.Si (Sekda Barru), Drs. H. Andi Malingkaan Pieter (Kepala Bappeda Barru), Ir. Nasruddin, Ir. H. Nahruddin, Ir. Muhammad Rusdy M.Si. Andi Muhammad Bau Massepe, SE, M.Si, Ir. Arfain, MP, Ir. A. Nasser Musa, dan seluruh staf BPMD Kabupaten Barru serta teman-teman lainnya yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu dalam tulisan ini.

Rasanya tidak sempurna tanpa menyampaikan terima kasih kepada teman-teman se angkatan di Program Studi PWD maupun diluar program studi: Ir. Fadli R. Muliadi, MSi; Ir. Yunus Arifin, M.Si; Ir. Syamsul Bakri M.Si; Ir. Bambang R. Widyatmoko; M.Si, Ir. Nindiarto, M.Si; Allan Syani Baelado, SH, M.Si; Ir. St. Nurani Sirajuddin, M.Si; Ir. Novi Khususnawaty, M.Si; La Ode Samsul Barani, M.Si; Weren Fredius, SE, M.Si; Galuh Syahbana, ST, MSi; Nelson Sayori, SP, MSi; Paulina Paiman SP, M.Si; Anne SP, MSi; Abul Matdoan SP. MSi; Demikian juga kepada teman-teman PWD angkatan 2007: Amir Khalid, SE, MSi; Ir. Mahyuddin Riwu, M.Si; Junaedi, SE, M.Si; Ir. Muhammad Saad, M.Si; dan Drs. Bambang Priadi, M.Si serta teman PWD lainnya yang tidak disebutkan namanya satu persatu.

Selanjutnya dan terkhusus kepada teman-teman dari Forum Wacana IPB Sulawesi Selatan: Dr. Ir. Syahrir Akil, Ir. Harris Bahrun, M.Si, Ir. Muh. Hatta Jamil, M.Si, Nurham Tabau, SP, M.Si, Syahrir Lagoo Sambari, SP, M.Si, Filza Wajdi, Sp.

(12)

xii MSi, serta seluruh teman-teman dari Sulawesi Selatan yang tidak disebutkan namanya satu persatu.

Penulis menyadari bahwa disertasi ini memiliki keterbatasan dan kelemahan yang tidak lain hanya karena keterbatasan kemampuan dan kompetensi penulis. Oleh karena itu, maka kami mengharapkan kritik dan masukan yang sifatnya konstruktif dan membangun demi penyempurnaan disertasi ini sangat diharapkan. Atas masukan dan perhatian dari semua pihak, penulis menghaturkan terima kasih.

Demikian kami sampaikan semoga apa yang akan kami teliti ini, nantinya bermanfaat bagi masyarakat Barru khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya, khususnya bagi penulis dalam menjalankan tugas sebagai birokrat, Amin.

Penulis

(13)

xiii

RIWAYAT HIDUP

Abustan, lahir di Bone Kabupaten Bone Provinsi Sulawesi Selatan pada tanggal 4 November 1968, sebagai anak ketiga dari enam bersaudara. Ayah bernama H. Andi Bintang Pamiringi (Alm) dan Ibu Hj. Andi Rukaya Maggalatung. Ia mengikuti pendidikan dasar pada Sekolah Dasar 113 LebbaE Desa LebbaE Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone pada tahun 1980, kemudian melanjutkan pendidikan pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di Pompanua Kabupaten Bone. Setelah menamatkan pendidikan menengah atas, kemudian penulis melanjutkn pendidikan sarjana di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas “45” Makassar pada tahun 1990. Tahun 1998 menyelesaikan program magister (S2) pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah (PPW) di Universitas Hasanuddin, Makassar. Selanjutnya pada tahun 2006 melanjutkan Program Doktor (S3) di Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) Institut Pertanian Bogor melalui beasiswa dari Pemerintah Daerah Kabupaten Barru Sulawesi Selatan.

Penulis diterima menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada tahun 1994 oleh Pemerintah Pusat (Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah/BANGDA) Departemen Dalam Negeri, yang diperbantukan pada Pemerintah Daerah Kabupaten Barru sampai sekarang. Kariernya sebagai PNS, dimulai sebagai staf pada Bidang Ekososbud Bappeda Kabupaten Barru, kemudian diangkat menjadi Kasie Penyusunan Program pada Bagian Penyusunan Program Setda Pemda Kabupaten Barru pada tahun 1995-1997. Selajutnya diangkat menjadi Kepala Bidang Ekososbud pada Bappeda Kabupaten Barru pada tahun 1999-2003. Jabatan selanjutnya adalah Camat Kecamatan Barru pada tahun 2003-2004, dan jabatan terakhir sebelum melanjutkan pendidikan di IPB adalah Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dari tahun 2004-2007, dengan pangkat terakhir adalah Pembina (IV/a).

Setelah menikah dengan Milawaty Djamain pada tahun 1999, penulis dikaruniai tiga orang putra, A.M. Ikhsan Noer Abustan (10 tahun), A.M. Ilham Febriansyah Abustan (5 tahun), dan A.M. Irfan Maulana Abustan (3 tahun), serta seorang putri A. St. Nurul Farihah Abustan (8 tahun).

(14)

xiv

DAFTAR ISI

Halaman Pernyataan ….……… i

Abstract ………. ii

Ringkasan ………. iii

Halaman Hak Cipta ……… vi

Halaman Judul ………. vii

Lembar Pengesahan ……… ix

Kata Pengantar ……….. x

Riwayat Hidup ………. xiii

Daftar Isi ……… xiv

Daftar Tabel ……..……… xviii

Daftar Gambar ……… xx

Daftar Grafik ... xxi

Daftar Lampiran ………. xxii

BAB I. PENDAHULUAN ……….……… 1

1.1. Latar Belakang ……… 1

1.2. Perumusan Masalah ……….. 7

1.3. Tujuan Penelitian ……….. 13

1.4. Kegunaan Penelitian …..………. 14

1.5. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian ……….. 14

1.6. Kebaruan (Novelty) Penelitian . ... 15

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ………...……… 16

2.1. Pengertian dan Penyebab Kemiskinan ……… 16

2.2. Ukuran-Ukuran Kemiskinan ……… 23

2.3. Pertumbuhan, Kesenjangan, dan Kemiskinan ……… 27

2.4. Kerentanan dan Determinan Kemiskinan ... 35

2.5. Konsep, Karakteristik Wilayah dan Kemiskinan ... 42

2.6. Kemiskinan dari Perspektif Ilmu Sosial ………... 46

(15)

xv 2.8. Kebijakan dan Program Penanggulangan Kemiskinan

di Indonesia ... 51

2.9. Tinjauan Studi Terdahulu Tentang Kemiskinan ………. 57

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ……… 66

3.1. Kerangka Pemikiran ……….. 66

3.2. Hipotesis ………. 75

BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN ……….. 77

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ……….……… 77

4.2. Teknik Penarikan Sampel ... 78

4.3. Analisis Data ………..………….……… 80

4.3.1. Analisis Deskriptif …………..………... 80

4.3.2. Analisis Kerentanan ...……… 82

4.3.2.1. Model Logit ... 83

4.3.2.2. Pendugaan Parameter Koefisien Model Logit ... 84

4.3.2.3. Pendugaan Parameter Ragam Koefisien Model Logit ... 84

4.3.2.4. Pengujian Model Logit dan Pendugaan Selang Kepercayaan Koefisien ... 86

4.3.2.5. Interpretasi Parameter Koefisien Model Logit ... 86

4.3.3. Analisis Determinan Kemiskinan …………... 86

4.3.3.1. Metode Pendugaan ... 88

4.3.3.2. Prosedur Pembentukan dan Penerapan Model ... 89

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 90

5.1. Kondisi Umum Kabupaten Barru ………... 90

5.1.1. Kondisi Geografis ……… 90

5.1.2. Profil Perekonomian Kabupaten Barru ……… 91

5.1.2.1. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Barru ……… 91

5.1.2.2. Struktur Perekonomian Kabupaten Barru ……… 94

5.1.3. Indeks Pembangunan Manusia ………. 95

5.1.4. Keuangan Daerah ………. 97

(16)

xvi

5.1.5.1. Kependudukan ………. 99

5.1.5.2. Kesehatan ………. 99

5.1.5.3. Pendidikan ……… 101

5.2. Karakteristik Rumah Tangga Miskin Berdasarkan Wilayah … 104 5.2.1. Profil Umum Rumah Tangga ………. 106

5.2.2. Kondisi Perumahan ……… 110

5.2.3. Tingkat Pendidikan ………. 116

5.2.4. Kesehatan Kepala Rumah Tangga ……… 119

5.2.5. Kepemilikan Lahan dan Nilai Asset Produktif ………… 121

5.2.6. Akses ke Lembaga Keuangan ………. 122

5.2.7. Akses ke Pelayanan Publik …..………. 124

5.2.8. Tingkat Partisipasi dalam Proses Pembangunan …….. 125

5.3. Kerentanan Rumah Tangga Miskin ……… 127

5.3.1. Jenis Kelamin ………. 129

5.3.2. Jumlah Tanggungan Keluarga ……… 132

5.3.3. Pendidikan Kepala Rumah Tangga ……… 133

5.3.4. Akses ke Lembaga Keuangan ………. 135

5.3.5. Kesehatan KRT dan Jaminan Kesehatan ………. 137

5.3.6. Akses ke Energi Listrik (PLN) ………. 139

5.3.7. Partisipasi dalam Proses Pembangunan ……….. 140

5.3.8. Nilai Asset Rumah Tangga ……….. 143

5.4. Kerentanan Kemiskinan Berdasarkan Wilayah ……… 145

5.5. Perbandingan Variabel Kerentanan RT berdasarkan Wilayah ….. 150

5.6. Determinan Kemiskinan ………. 153

5.6.1. Pengaruh Belanja Publik terhadap Kemiskinan ……….. 154

5.6.2. Pertumbuhan Ekonomi (PDRB per kapita) dan Kemiskinan ……….. 158

5.6.3. Pengaruh Peningkatan PAD terhadap Kemiskinan ……… 162

5.6.4. Pengaruh Inflasi (GDP Deflator) terhadap Kemiskinan … 164 5.6.5. Pengaruh Kontribusi Sektor terhadap Kemiskinan ..…… 166

(17)

xvii 5.6.6. Pengaruh Desentralisasi Fiskal terhadap Kemiskinan …. 168

5.6.7. Pengaruh Krisis Moneter terhadap Kemiskinan ………. 170

5.7. Simulasi Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan ……… 172

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 177

6.1. Kesimpulan ………. 177

6.2. Saran Kebijakan ……….. 178

6.3. Saran Untuk Penelitian Lanjutan ……… 180

(18)

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut

Wilayah Periode 2000 – 2008 ..……… 5 Tabel 2. Tingkat Perkembangan Rumah Tangga Miskin (RTM) di

Kabupaten Barru (1990 – 2008) ………... 6 Tabel 3. Garis Kemiskinan Menurut Daerah dan Komponennya 2007-2008

(Rp/Kapita/Bulan) ... 24 Tabel 4. Karakteristik Wilayah dan Kemiskinan ... 45

Tabel 5. Karakteristik Sosial Demografi Rumah Tangga Miskin dan Rumah Tangga Tidak Miskin di Indonesia Menurut Wilayah, tahun 2008.... 46 Tabel 6. Deskripsi Teori Utama tentang Kemiskinan ………... 49 Tabel 7. Tujuan Penelitian, Jenis Data dan Metode Analisis ... 77 Tabel 8. Variabel Karakteristik Rumah Tangga ... 81 Tabel 9. Tingkat Perkembangan PDRB, PDRB per Kapita, dan

Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Barru, periode 1990-2008 ... 92 Tabel 10. Perbandingan Nilai PDRB Daerah Kabupaten/Kota Atas Dasar

Harga Berlaku Tahun 2004-2008 (Rp.Juta) ……….. 93 Tabel 11. Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Barru Menurut Lapangan

Usaha Atas Dasar Harga Berlaku, Tahun 1990-2008 (%) ……… 94 Tabel. 12. Perbandingan Komponen IPM Menurut Kabupaten di Sulawesi

Selatan Tahun 2006-2007 ……… 96 Tabel 13. Tingkat Perkembangan APBD, PAD dan Pertumbuhan APBD

Kabupaten Barru, Tahun 1990 – 2008 ... 98 Tabel 14. Kondisi Perumahan Masyarakat Berdasarkan Karakteristik Wilayah

di Kabupaten Barru Tahun 2009 ... 110 Tabel 15. Tingkat Aksesibilitas Penduduk ke Pelayanan Publik Berdasarkan

Wilayah, Tahun 2009 ... 124 Tabel 16. Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Proses Pembangunan

Berdasarkan Wilayah di Kabupaten Barru, Tahun 2009 ... 126 Tabel 17. Hasil Pendugaan Model Persamaan Logit Kerentanan Rumah

Tangga Miskin di Kabupaten Barru ..……….. 128

Tabel 18. Perbandingan Variabel yang Memengaruhi Kerentanan Rumah Tangga terhadap Kemiskinan Berdasarkan Wilayah di Kabupaten Barru ... 151

(19)

xix Tabel 19. Hasil Estimasi Model Persamaan Regresi Determinan

Kemiskinan di Kabupaten Barru ……….. …………. 154 Tabel 20. Hasil Simulasi Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan …… 173

(20)

xx

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kategori Kemiskinan Kronik, Kemiskinan Transisi, dan

Tidak Miskin ... 23

Gambar 2. Kurva Lorenz ………. 26

Gambar 3. Kurva Kuznets “U-terbalik” ………..………… 31

Gambar 4. Gambaran Kemiskinan di Indonesia Sesudah dan Sebelum Krisis Ekonomi Pada Tahun 1997 ... 38

Gambar 5. Peta Konseptual dari Teori-teori Penyebab Kemiskinan ……….. 47

Gambar 6. Lingkaran Perangkap Kemiskinan ……… 50

Gambar 7. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 74

Gambar 8. Peta Lokasi Penelitian ... 78

Gambar 9. Ilustrasi Penarikan Sampel dari Lokasi Penelitian ... 80

(21)

xxi

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1. Perkembangan Kemiskinan di Kabupaten Barru Berdasarkan

Wilayah Tahun 1990 – 2008 …………... 11 Grafik 2. Insiden Kemiskinan Berdasarkan Wilayah di Kabupaten

Barru 1990-2008 ……….. 105

Grafik 3. Klasifikasi Jenis Kelamin Kepala Rumah Tangga dan Jumlah

Tanggungan Rumah Tangga Berdasarkan Wilayah ………. 106

Grafik 4. Jumlah Tanggungan dan Jumlah Anggota Keluarga Rumah Tangga Miskin yang Bekerja Berdasarkan Wilayah ……….. 108

Grafik 5. Klasifikasi Kelompok Umur Kepala Rumah Tangga Berdasarkan Wilayah di Kabupaten Barru, Tahun 2009 ………. 109 Grafik 6. Status Kepemilikan Rumah dan Tanah Perumahan Rumah

Tangga di Kabupaten Barru, Tahun 2009 ……….. 111

Grafik 7. Kondisi Pemenuhan Kebutuhan Sumber Air Bersih Penduduk di Kabupaten Barru, Tahun 2009 ……….. 113

Grafik 8. Kondisi Sumber Penerangan Rumah Tangga di Kabupaten Barru, Tahun 2009 ………. 114 Grafik 9. Kondisi Jamban Keluarga Rumah Tangga Miskin di Kabupaten

Barru, Tahun 2009 ……….. 115 Grafik 10. Perkembangan Tingkat Pendidikan Kepala Rumah Tangga

Miskin di Kabupaten Barru, Tahun 2009 ………... 117 Grafik 11. Tingkat Kesehatan Kepala Rumah Tangga Berdasarkan Wilayah

di Kabupaten Barru, Tahun 2009 ………. 120 Grafik 12. Kondisi Kepemilikan Lahan dan Nilai Asset Produktif Rumah Tangga

Miskin Berdasarkan Wilayah di Kabupaten Barru, Tahun 2009. … 122 Grafik 13. Aksesibilitas Rumah Tangga terhadap Lembaga Keuangan

Berdasarkan Wilayah di Kabupaten Barru ……… 123 Grafik 14. Tingkat Pendidikan Kepala Rumah Tangga di Kabupaten Barru,

Tahun 2009 ……….. 134

Grafik 15. Pertumbuhan PAD dan Kontribusinya terhadap APBD Kabupaten Barru, Periode Tahun 1990 – 2008 (Rp.Juta). ………. 163 Grafik 16. Hubungan antara Inflasi dan Perkembangan Rumah Tangga Miskin

(22)

xxii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Analisis Anova Karakteristik Rumah Tangga

Berdasarkan Wilayah di Kabupaten Barru, Tahun 2009 ……….. 190 Lampiran 2. Output Pendugaan Parameter Persamaan Logit pada Analisis

Kerentanan Rumah Tangga Miskin di Kabupaten Barru ……….. 213 Lampiran 3. Output Pendugaan Parameter Persamaan Linier pada Analisis

Kerentanan Rumah Tangga Miskin di Kabupaten Barru ………… 217 Lampiran 4. Correlation Matrix Model Persamaan Determinan Kemiskinan

di Kabupaten Barru ……….. 218 Lampiran 5. Bagan Uji Histogram-Normalitas Persamaan RTM …………. 219 Lampiran 6. Uji Stationer Data Penelitian RTM ………. 220 Lampiran 7. Data Makroekonomi Penelitian ……… 226 Lampiran 8. Data Primer (Survei) Rumah Tangga Miskin Tahun 2009 …… 228 Lampiran 8. Daftar Kuesioner Penelitian ……… 262

(23)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pengentasan kemiskinan (poverty allevation) telah menjadi komitmen dan kesepakatan bagi semua pihak. Secara global kesepakatan merujuk pada Tujuan-tujuan Pembangunan Millenium (Millenium Development Goals/MDGs) dengan sasaran indikator yang ingin dicapai yaitu mengurangi setengah angka kemiskinan pada tahun 2015. Di Indonesia urusan penanggulangan kemiskinan dijamin secara tegas dalam UUD 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera. Komitmen Pemerintah Indonesia dalam pengentasan kemiskinan secara terinci dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009 yang disusun berdasarkan Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK, 2005), dengan target untuk mengurangi angka kemiskinan dari 18,2 persen pada tahun 2002 menjadi 8,2 persen pada tahun 2009.

Pengentasan kemiskinan memiliki tantangan yang sangat besar untuk dicapai, karena permasalahan dan fenomena kemiskinan memiliki sifat dan karakteristik yang sangat beragam. Kemiskinan bukan hanya terkait dengan aspek ekonomi, akan tetapi juga terkait dengan aspek sosial, budaya, politik dan dimensi wilayah (spatial) serta rentan terhadap eksternalitas (RPJM 2004-2009 dan Smeru 2008). Standing (2006) memandang sebab-sebab kemiskinan tidak berasal dari gejala sesaat, tetapi merupakan masalah struktural yang disebutnya “kerentanan ekonomi” (economic insecurity), yang dipengaruhi oleh risiko-risiko sosial ekonomi dan ketidakpastian serta kemampuan yang terbatas untuk mengatasi dan memulihkan diri (to recover).

Di Indonesia terdapat pergerakan yang signifikan keluar masuknya penduduk di bawah garis kemiskinan. Contohnya, 38 persen rumah tangga miskin pada tahun 2004 ternyata tidak miskin pada tahun 2003 (Bank Dunia 2006). Di Kabupaten Barru juga terjadi pergerakan keluar masuknya rumah tangga di bawah garis kemiskinan, sekitar 14 persen rumah tangga miskin pada tahun 2006 tidak miskin pada tahun 2005. Guncangan pendapatan dan pengeluaran rumah tangga seperti kehilangan pekerjaan, gagal usaha, gagal panen, krisis moneter, kenaikan

(24)

2 harga BBM, bencana alam dan hilangnya pendapatan yang disebabkan oleh sakit dan biaya pengobatan, atau naiknya harga bahan pokok makanan seperti beras, dapat menyebabkan perubahan-perubahan mendadak dalam tingkat kemiskinan rumah tangga miskin (Smeru, 2008). Sedangkan Islam (2001), menyebutkan bahwa kerentanan dapat terjadi karena adanya guncangan pada tingkat mikro seperti pencari nafkah sakit atau meninggal dunia, pada tingkat meso seperti adanya gagal panen, fluktuasi harga produk dan degradasi lingkungan, dan pada tingkat makro karena krisis moneter atau finansial.

Bank Dunia (2006) melaporkan bahwa angka kemiskinan nasional “menyembunyikan” sejumlah besar penduduk yang hidup sedikit saja di atas garis kemiskinan nasional. Hampir 42 persen dari seluruh penduduk Indonesia hidup diantara garis kemiskinan US$1 – dan US$2 per hari. Hal ini menunjukkan bahwa kerentanan rumah tangga untuk jatuh miskin sangat tinggi di Indonesia. Dengan demikian, maka penelitian dan pemahaman tentang kerentanan dalam penanggulangan kemiskinan dianggap sangat penting, mengingat bahwa risiko sebagian besar rumah tangga di Indonesia akan jatuh ke bawah garis kemiskinan ketika terjadi ketidakpastian ekonomi atau guncangan (shock).

Dalam kebijakan pengentasan kemiskinan aspek makro ekonomi yang sering dianggap perlu adalah pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan. Pertumbuhan ekonomi, merupakan syarat perlu tapi belumlah cukup, artinya perlu kebijakan lain seperti pengendalian tingkat inflasi dan tingkat suku bunga. Kebijakan yang terkait dengan individu atau rumah tangga dalam tataran mikro serta aspek spasial perlu menjadi perhatian khusus, karena terkait dengan kemampuan internal dalam pengentasan kemiskinan. Beberapa penelitian yang telah dilakukan terkait dengan kemiskinan, baik secara kualitatif maupun kuantitatif menunjukkan hasil yang berbeda antara satu lokasi dan waktu.

Dari aspek makro beberapa penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan dalam mengurangi kemiskinan, namun magnitude pengaruh tersebut relatif tidak besar. Inflasi maupun populasi penduduk juga berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan, namun besaran pengaruh masing-masingnya relatif kecil (Wahyuniarti dan Siregar 2007; Ravallion, 2001; dan Adams 2004). Peningkatan share sektor pertanian dan share

(25)

3 sektor industri juga signifikan mengurangi jumlah kemiskinan. Variabel yang signifikan dan relatif besar pengaruhnya terhadap penurunan jumlah kemiskinan adalah pendidikan.

Fenomena kemiskinan berdasarkan wilayah menunjukkan karakteristik dan penciri yang berbeda sebagaimana dilaporkan beberapa penelitian terdahulu, terutama di negara-negara berkembang tidak terkecuali Indonesia. Studi yang dilakukan oleh Harniati (2007) di Indonesia menunjukkan bahwa kemiskinan berasosiasi kuat dengan faktor lokasi (spasial) berdasarkan agroekosistem. Tipologi kemiskinan berbeda pada setiap agroekosistem dimana hutan memiliki insiden kemiskinan tertinggi dibandingkan agroekosistem lainnya diikuti oleh lahan campuran. Agroekosistem dataran tinggi, lahan basah dan lahan kering serta pesisir/pantai insiden kemiskinannya berada di bawah angka insiden nasional. Namun, jumlah rumah tangga miskin di lahan kering dan dataran tinggi jauh lebih besar daripada di lahan basah dan pesisir/pantai. Selanjutnya disebutkan bahwa, kerentanan terhadap kemiskinan di lahan basah lebih rentan terhadap perubahan misalnya perubahan harga barang dan jasa yang termasuk dalam bundel garis kemiskinan. Ternyata, rumah tangga di kawasan hutan relatif paling rendah kerentanannya dibandingkan dengan agroekosistem lainnya.

Studi yang dilakukan oleh Usman et al. (2005) di Indonesia menemukan bahwa pada sisi karakteristik wilayah, daerah pegunungan ternyata memiliki risiko kemiskinan lebih tinggi dibandingkan daerah pantai dan dataran rendah. Sementara itu, daerah pantai memiliki risiko kemiskinan paling rendah. Daerah pegunungan dengan potensi yang terbatas seperti lahan tandus, berada pada kemiringan, terisolir serta terbatasnya infrastruktur fisik dan sosial ekonomi. Kondisi ini menyebabkan rendahnya kualitas sumberdaya manusia, dan penduduk dalam melakukan aktivitas ekonominya membutuhkan biaya tinggi sehingga produktivitasnya rendah sebagai penyebab tingginya risiko penduduk terhadap kemiskinan.

Di samping itu, perbedaan potensi dan kondisi infrastruktur fisik, sosial dan ekonomi antar wilayah menyebabkan perbedaan peluang-peluang ekonomi rumah tangga antar wilayah pula. Selanjutnya, hal ini berpengaruh pula pada perbedaan peluang atau kerentanan rumah tangga terhadap kemiskinan. Sejalan dengan itu,

(26)

4 pemahaman tentang karakteristik wilayah dan keluarga miskin pada tataran mikro secara lokalitas dianggap penting dan strategis dalam konteks pendalaman permasalahan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat miskin, serta diagnosis dalam perumusan intervensi kebijakan penanggulangan kemiskinan ke depan.

Dalam studi ini karakteristik wilayah disesuaikan dengan demografi dan tipologi Kabupaten Barru sebagai lokasi penelitian. Kabupaten Barru mempunyai tiga tipologi wilayah, yaitu wilayah pesisir, dataran rendah, dan pegunungan. Lima kecamatan dari tujuh kecamatan yang ada di Kabupaten Barru merupakan wilayah kecamatan yang memiliki pantai/pesisir dan dua kecamatan lainnya tidak memiliki wilayah pesisir dan pantai. Dari 54 desa/kelurahan yang ada, 29 diantaranya berada pada lokasi pesisir/pantai dan 13 desa/kelurahan berada pada daerah pegunungan serta 12 desa/kelurahan merupakan daerah dataran rendah.

Berbagai upaya telah dilakukan baik oleh Pemerintah maupun Pemerintah Daerah bahkan melibatkan lembaga internasional dan lembaga swadaya masyarakat (Non Government Organization/NGO) dengan waktu dan biaya yang tidak terhitung jumlahnya. Hal ini seiring dengan diimplementasikannya otonomi daerah yang dibarengi dengan desentralisasi fiskal, dimana pemerintah daerah diberikan kewenangan besar dalam menetapkan kebijakan publik melalui APBD termasuk dalam alokasi anggaran pengentasan kemiskinan.

Berdasarkan pada berbagai program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan tersebut dan semakin meningkatnya atau membaiknya asumsi-asumsi makroekonomi, maka seyogyanya jumlah penduduk miskin dapat ditanggulangi secara signifikan dan permanen. Namun demikian, upaya tersebut belum memberikan hasil yang optimal sesuai dengan yang telah ditetapkan. Secara nasional target penurunan jumlah kemiskinan menjadi 8,2 persen pada tahun 2009 seperti dijelaskan sebelumnya sudah dapat dipastikan tidak akan tercapai. Realitas di sebagian besar daerah Kabupaten/Kota di Indonesia menunjukkan bahwa hal ini belum terpenuhi (Hirawan 2007).

Indikasi menguatnya permasalahan atau melemahnya kinerja penanggulangan kemiskinan dapat dilihat dari naik-turunnya jumlah penduduk miskin, baik antar waktu maupun antar wilayah. Pada periode 2003-2004 proporsi penduduk miskin mengalami penurunan dari 20,23 persen menjadi 20,11 persen

(27)

5 pada daerah perdesaan, dan di perkotaan menurun dari 13,57 persen menjadi 12,13 persen. Dalam periode 2005-2006, proporsi penduduk miskin mengalami peningkatan yang relatif signifikan, dimana pada daerah perdesaan meningkat dari 19,5 persen menjadi 21,9 persen dan di perkotaan dari 11,4 persen menjadi 13,4 persen. Sedangkan pada periode 2007-2008 secara proporsional terjadi penurunan kembali yaitu dari 20,37 persen menjadi 18,93 persen di daerah perdesaan dan di daerah perkotaan menurun dari 12,52 persen menjadi 11,65 persen (BPS 2008).

Secara umum perkembangan jumlah dan persentase penduduk miskin di Indonesia pada periode 2000-2008 menunjukkan hasil yang berfluktuasi dari tahun ke tahun meskipun terlihat ada kecenderungan menurun pada periode 2000-2005 sebagaimana dilihat pada Tabel 1 berikut (BPS 2008).

Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut Wilayah, periode 2000-2008.

Tahun

Jumlah Penduduk Miskin (juta)

Persentase Penduduk Miskin (%)

Kota Desa Kota+ Desa Kota Desa Kota+ Desa 20002) 20012) 20021) 20033) 20043) 20053) 20063) 20073) 20083) 12,30 8,60 13,30 12,20 11,40 12,40 14,49 13,56 12,77 26,40 29,30 25,10 25,10 24,80 22,70 24,81 23,61 22,19 38,70 37,90 38,40 37,30 36,10 35,10 39,30 37,17 34,96 14,60 9,76 14,46 13,57 12,13 11,68 13,47 12,52 11,65 22,38 24,84 21,10 20,23 20,11 19,98 21,81 20,37 28,93 19,14 18,41 18,20 17,42 16,66 15,97 17,75 16,58 15,42 Catatan:Dihitung dengan metode 1998

1)

Dihitung berdasarkan data Susenas Kor 2000 dan 2001 2)

Dihitung berdasarkan data Susenas Panel Modul Konsumsi Feb 2003, 2004, dan 2005 3)

Dihitung berdasarkan data Susenas Panel Modul Konsumsi Maret 2006, 2007, dan 2008

Sedangkan perkembangan jumlah dan persentase penduduk miskin di Kabupaten Barru tahun 1990-2008, juga menunjukkan hasil yang berfluktuasi pada tiga dimensi wilayah. Tingkat persentase rumah tangga miskin di Barru yang tertinggi adalah pada wilayah pesisir, disusul wilayah pegunungan dan paling rendah pada wilayah dataran rendah. Pada periode yang sama kecenderungan terjadinya fluktuasi pada semua wilayah sebagaimana digambarkan Tabel 2.

Dari Tabel 2 tersebut, dapat disimpulkan bahwa penanganan masalah kemiskinan baik di Indonesia maupun di Kabupaten Barru belum berhasil dengan baik dan menunjukkan kecenderungan yang berfluktuasi. Keluar masuknya rumah tangga di bawah garis kemiskinan, di samping disebabkan oleh ketidakmampuan

(28)

6 untuk mengatasi permasalahan kemiskinan yang melilitnya, juga dipengaruhi oleh adanya eksternalitas seperti kebijakan pengentasan kemiskinan dan gejolak atau guncangan ekonomi. Artinya, kebijakan penanggulangan kemiskinan yang dilakukan selama ini masih bersifat universal terhadap rumah tangga di satu sisi, padahal di sisi lain rumah tangga miskin memiliki karakteristik permasalahan yang berbeda antara satu dengan lainnya (individu dan rumah tangga) serta antar waktu dan antar wilayah. Di samping itu, sebagian besar program pengentasan kemiskinan masih bersifat top-down, parsial dan tidak berkelanjutan serta kurangnya inovasi baru dari pemerintah daerah dalam kebijakan pengentasan kemiskinan yang disesuaikan dengan fenomena dan permasalahan lokal yang dihadapi (Smeru 2008 dan Hardojo et al, 2008).

Tabel 2. Tingkat Perkembangan Rumah Tangga Miskin (RTM) berdasarkan karakateristik wilayah di Kabupaten Barru (1990-2008)

Tahun Jumlah RTM RTM Pesisir Persentase (%) Jumlah RTM D. Rendah Persentase (%) Jumlah RTM Pegunungan Persentase (%) 1990 5715 3473 60.77 1040 18.19 1202 21.03 1991 5886 3567 60.60 1076 18.28 1243 21.12 1992 6054 3661 60.47 1107 18.29 1348 22.27 1993 6222 3756 60.36 1143 18.37 1323 21.26 1994 6388 3849 60.25 1172 18.35 1367 21.39 1995 5949 2861 48.09 1143 19.21 1945 32.70 1996 5912 2977 50.35 1035 17.51 1900 32.14 1997 4980 2795 56.12 837 12.79 1638 32.89 1998 4337 2049 47.24 930 21.45 1358 31.31 1999 6225 3932 59.06 1258 19.21 1045 21.73 2000 8962 5049 56.34 1618 18.05 2297 25.63 2001 11960 6406 53.56 2481 20.74 3073 25.69 2002 13010 6964 54.53 2708 20.81 3338 25.66 2003 11864 6914 58.28 2410 20.31 2540 21.41 2004 12244 6609 53.98 2465 20.13 3170 25.89 2005 10802 6008 55.62 1906 17.64 2888 26.74 2006 13284 6986 54.98 2422 19.06 3298 25.96 2007 13266 7397 53.43 2571 18.57 3876 27.99 2008 13364 7247 54.23 2635 19.72 3482 26.05

Sumber : Diolah dari data Badan Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Barru 1990-2008.

Mengacu pada uraian dan beberapa hasil penelitian tersebut di atas menunjukkan kompleksitas permasalahan kemiskinan baik dari segi penyebab, lokasi dan hirarki penanganannya. Kemiskinan merupakan masalah yang sangat

(29)

7 besar dan tidak bisa dibiarkan berlarut-larut atau dibiarkan semakin parah, karena pada akhirnya akan menimbulkan konsekuensi politik dan sosial yang besar pada keberlangsungan suatu negara (Tambunan 2003). Bahkan, Smeru (2001) mengatakan bahwa setidaknya ada empat aspek utama mengapa upaya pengentasan kemiskinan menjadi penting bagi daerah maupun secara nasional, yaitu aspek kemanusiaan, aspek ekonomi, aspek sosial dan politik, dan aspek keamanan.

Menyadari pentingnya pengentasan kemiskinan, maka dalam penelitian ini di fokuskan pada kerentanan dan determinan kemiskinan dengan menggunakan pendekatan mikro dan makro yang dikaitkan dengan karakteristik wilayah pada lokasi dan unit analisis yang lebih kecil di Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan.

1.2. Perumusan Masalah

Kemiskinan identik dengan ketidakadilan, ketidakberdayaan atau ketidakmampuan, ketidakadaan akses, dan keterbelakangan. Serba ketidakadaan ini mengepung orang miskin dan menjadi perangkap kemiskinan “poverty trap” sehingga orang miskin sulit untuk keluar dari garis kemiskinan. Munandar (2003) menyebutkan bahwa penduduk menjadi miskin karena terbatasnya sumberdaya yang mereka miliki, pendidikan rendah, kekurangmampuan mereka dalam hal teknis dan manajemen, keterbatasan akses pada sumber permodalan, ketimpangan distribusi lahan, ketimpangan jender, bencana alam, dan kealpaan pemerintah melalui kebijakan yang kurang berpihak pada penduduk miskin. Kondisi kemiskinan tidak hanya membuat mereka memiliki pendapatan rendah, melainkan juga menghadapi kerentanan yang tinggi, suara mereka kurang didengar, keberadaan mereka luput diperhatikan, dan mereka tersingkir dari komunikasi global.

Faktor-faktor yang memengaruhi kemiskinan sangat beragam, berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat lain, dari satu wilayah dengan wilayah lain, bahkan dari satu waktu ke waktu lain. Karena itu, kebijakan penanggulangan kemiskinan yang bersifat universal dan sifatnya memberi santunan tidak terlalu tepat. Secara umum permasalahan kemiskinan dipengaruhi oleh beberapa faktor

(30)

8 yang terkait dengan aspek mikro-makro ekonomi dan aspek wilayah sebagai berikut (Menko Kesra 2007; Smeru 2006; Todaro dan Smith 2003; dan Rustiadi et al. 2009) :

1. Ketidakadilan dalam memperoleh akses di bidang permodalan, pendidikan, kesehatan, pangan dan insfrastruktur serta peluang usaha dan

peluang kerja yang berakibat kegagalan kepemilikan terhadap tanah dan modal. Ketidakadilan tersebut berdampak pada tingkat pendidikan, derajat kesehatan, pemenuhan kebutuhan dasar, dan rendahnya produktivitas masyarakat yang pada akhirnya berpengaruh kepada tingkat pendapatan masyarakat karena upahnya pun rendah

2. Ketidakadilan pertumbuhan dalam strata ekonomi, antar daerah dan antar sektor. Pertumbuhan ekonomi merupakan variabel utama yang digunakan untuk mengukur kemajuan suatu negara atau wilayah serta digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan. Namun demikian, pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap penanggulangan kemiskinan sangat dipengaruhi oleh ketimpangan pendapatan masyarakat. Artinya, pertumbuhan ekonomi berpengaruh secara signifikan terhadap penanggulangan kemiskinan ketika ketimpangan awal tidak terlalu lebar, dan juga terjadi secara signifikan pada negara-negara maju atau negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Sementara pada negara yang pertumbuhan ekonominya rendah dengan ketimpangan pendapatan yang lebar pengaruh pertumbuhan ekonomi tidak signifikan dalam menanggulangi kemiskinan. Blank (2003) menyimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan memiliki hubungan tergantung pada waktu dan tempat.

3. Kerentanan dan ketidakmampuan menghadapi guncangan karena: krisis ekonomi, kegagalan panen, PHK, konflik sosial politik, korban kekerasan sosial dan rumah tangga, bencana alam dan musibah. Ketidakmampuan menghadapi guncangan atau eksternalitas karena kekurangmampuan atau keterbatasan sumberdaya sosial, ekonomi, dan politik yang dimiliki. Oleh karena itu, kebijakan penanggulangan kemiskinan yang berfokus pada rumah tangga miskin tanpa memerhatikan secara mendalam klasifikasi atau kategori kemiskinan, seperti kemiskinan kronik, miskin serta rumah tangga yang rentan

(31)

9 atau berada sedikit di atas garis kemiskinan memicu pelaksanaan program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan yang tidak optimal yang ditunjukkan oleh adanya kecenderungan keluar masuknya rumah tangga dalam kemiskinan tanpa terkendali.

4. Tidak adanya suara yang mewakili dan terpuruknya ketidakberdayaan di dalam institusi negara dan masyarakat karena: tidak ada kepastian hukum, kebijakan publik yang tidak mendukung upaya penanggulangan kemiskinan serta rendahnya posisi tawar masyarakat miskin.

5. Kebijakan pembangunan yang bias perkotaan dan bias sektor. Kebijakan pembangunan yang berfokus pada perkotaan tanpa memerhatikan keterkaitan antara kota dan desa yang baik memicu timbulnya eksploitasi yang saling merugikan, di perkotaan muncul fenomena berupa polusi, pengangguran, kemacetan, kriminalitas dan lainnya. Sementara di perdesaan memicu matinya inovasi dan kreasi yang diakibatkan oleh adanya backwash effect yang massif dan terjadinya brain drain.

6. Adanya perbedaan sumberdaya manusia dan perbedaan antar sektor ekonomi antar wilayah. Perbedaan sumberdaya manusia dan perbedaan sektor ekonomi antar wilayah menyebabkan produktivitas dan tingkat pembentukan modal berbeda. Di samping itu, perbedaan tersebut menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang, penduduk miskin hanya memiliki sumberdaya dalam jumlah yang terbatas dan kualitasnya rendah. Perbedaan ini mengindikasikan bahwa intervensi program penanggulangan kemiskinan harusnya berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya.

7. Keterbelakangan dan keterisolasian secara geografis. Keterbelakangan dan keterisolasian menyebabkan produktivitas yang tidak maksimal yang diakibatkan dengan tingginya biaya produksi dan biaya mobilitas tenaga kerja dan produksi. Perbedaan biaya produksi antar wilayah menyebabkan perbedaan kesempatan untuk meraih peluang-peluang ekonomi antar wilayah, sehingga berdampak pada perbedaan dalam tingkat kesejahteraan.

Dalam penelitian ini beberapa permasalahan kemiskinan tersebut di atas, dijadikan sebagai rujukan untuk melihat fenomena kemiskinan yang terkait dengan kerentanan dan determinan kemiskinan di Kabupaten Barru. Kabupaten

(32)

10 Barru merupakan salah satu dari 199 kabupaten tertinggal di Indonesia yang ditetapkan oleh Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (Keputusan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor. 001/KEP/M-PDT/2005). Dalam kurun waktu 1990-2008 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Barru selalu positif, kecuali tahun 1998 (-5,97%). Demikian halnya dengan indikator indeks pembangunan manusia (IPM) menunjukkan hasil yang semakin baik selama lima tahun terakhir.

Diterapkannya otonomi daerah dan desentralisasi fiskal berimplikasi juga pada meningkatnya secara signifikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yaitu dari Rp. 6.165.778.857 pada tahun 1990 meningkat menjadi Rp. 329.189.948.546 pada tahun 2007. Jumlah investasi juga mengalami

peningkatan dari Rp. 2.885.575.000,- pada tahun 2004 menjadi Rp. 5.278.999.000,- pada tahun 2007. Di samping itu, jumlah kredit investasi dan

modal kerja yang disalurkan oleh perbankan juga mengalami peningkatan sebesar Rp. 13.992.000.000,- pada tahun 2000 menjadi sebesar Rp. 36.993.000.000, pada tahun 2004 atau mengalami peningkatan sebesar 62.18 persen (BPS Kabupaten Barru 2008).

Angka kemiskinan di Kabupaten Barru memperlihatkan kecenderungan yang berfluktuasi dan masih berada di atas rata-rata kemiskinan Provinsi Sulawesi Selatan dan nasional. Proporsi atau persentase rumah tangga miskin berdasarkan wilayah di Kabupaten Barru, menunjukkan bahwa rumah tangga miskin yang terbesar persentasenya berada pada wilayah pesisir, kemudian disusul oleh wilayah pegunungan dan terkecil pada wilayah dataran rendah (Grafik 1).

Dari Grafik dapat ditunjukkan bahwa pada saat krisis moneter tahun 1997/1998 terjadi peningkatan kemiskinan di Kabupaten Barru dan mencapai puncaknya pada tahun 2002. Demikian halnya pada wilayah pesisir pada awalnya mengalami penurunan pada tahun 1998, hal ini diakibatkan oleh meningkatnya harga komoditi perikanan pada awal resesi ekonomi. Di sisi lain, peningkatan harga komoditi perikanan yang memiliki nilai ekspor sifatnya hanya sementara, karena dengan terjadinya krisis moneter juga berdampak pada kontraksi pertumbuhan ekonomi yang berdampak menurunnya sisi permintaan. Di samping

(33)

11 itu, peningkatan harga komoditi perikanan tidak berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat banyak dan hanya dinikmati oleh segelintir orang.

Hal tersebut dibuktikan oleh meingkatnya jumlah penduduk miskin pada tahun 1999, yang diindikasikan bukan hanya disebabkan oleh krisis moneter pada tahun 1997/1998, akan tetapi juga dipengaruhi oleh terjadinya bencana alam berupa banjir yang melanda Kabupaten Barru khususnya pada wilayah pesisir dan dataran rendah pada tahun 1998. Banjir yang melanda Kabupaten Barru pada tahun 1998, menyebabkan penduduk yang berdomisili di wilayah pesisir dan dataran rendah mengalami gagal panen (sawah dan tambak). Di samping kegagalan panen yang terjadi pada wilayah pesisir dan dataran rendah akibat banjir juga berdampak pada rusaknya rumah penduduk pada kedua wilayah. Kedua kondisi ini berperan dalam mendorong peningkatan jumlah penduduk miskin terutama pada wilayah pesisir dari 47,24 persen pada tahun 1998 menjadi 59,06 persen pada tahun 1999.

Grafik 1. Perkembangan Rumah Tangga Miskin di Kabupaten Barru Berdasarkan Karakteristik Wilayah (1990-2008).

Sumber : Diolah dari Data Badan Kependudukan dan Catatan Sipil dan BPS Kabupaten Barru, 1990-2008.

Selanjutnya, di wilayah pegunungan pada saat krisis moneter tahun 1997/1998 pada awalnya mengalami penurunan jumlah penduduk miskin, akan tetapi berangsur-angsur mengalami peningkatan, tetapi tidak sebesar dibandingkan peningkatan jumlah penduduk miskin pada wilayah pesisir. Penurunan penduduk miskin pada wilayah pegunungan disebabkan oleh beberapa

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Per sen tase R TM th d p To tal R T Kab B ar ru (% )

(34)

12 hal seperti meningkatnya harga produk pertanian yang memiliki nilai eksport tinggi seperti coklat, kemiri, kopi dan jambu mete. Di samping itu, fluktuasi kemiskinan di wilayah pegunungan juga disebabkan oleh adanya bencana alam berupa angin puting beliung (Angin Barubu) yang secara siklus terjadi dan terparah pada tahun 2004.

Dari uraian dan data tersebut di atas menunjukkan bahwa, adanya eksternalitas seperti bencana alam dan krisis moneter berdampak pada meningkatnya penduduk miskin. Hal tersebut merupakan salah satu penyebab gagalnya program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan dalam mengatasi masalah kemiskinan. Selain penyebab tersebut, menurut Prihatini (2008) bahwa pada dasarnya ada dua faktor penting yang menyebabkan kegagalan program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Pertama, program-program penanggulangan kemiskinan selama ini cenderung berfokus pada upaya penyaluran bantuan sosial untuk orang miskin. Kedua, yang dapat mengakibatkan gagalnya program penanggulangan kemiskinan adalah kurangnya pemahaman berbagai pihak tentang penyebab kemiskinan itu sendiri sehingga program-program penanggulangan kemiskinan serta program-program-program-program pembangunan yang ada tidak didasarkan pada isu-isu kemiskinan, yang penyebabnya berbeda-beda secara lokal dan waktu.

Sementara itu Sumodiningrat 2005; Ritonga 2003; dan Mega 2003; menyatakan bahwa kegagalan program-program penanggulangan kemiskinan disebabkan oleh beberapa kelemahan mendasar, antara lain (1) pembangunan terlalu berorientasi pada pertumbuhan ekonomi dan kurang memerhatikan pemerataan, (2) cenderung lebih menekankan pendekatan sektoral dan kuatnya arogansi sektoral, (3) kurang mempertimbangkan persoalan-persoalan kemiskinan yang multidimensi, (4) cenderung terfokus pada orientasi kedermawanan, (5) menganggap diri lebih hebat dan tahu segala-galanya, (6) monopoli pemerintah dalam upaya penanggulangan kemiskinan, dan (7) kurangnya pemahaman tentang akar penyebab kemiskinan.

(35)

13 Berdasarkan uraian di atas, maka pertanyaan penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Bagaimana karakteristik rumah tangga miskin berdasarkan tipologi wilayah di Kabupaten Barru?

2. Bagaiamana pengaruh tingkat pendidikan, kesehatan, aksesibilitas, kondisi ekonomi rumah tangga, dan tingkat partisipasi dalam proses pembangunan terhadap kerentanan kemiskinan di Kabupaten Barru?.

3. Apakah kerentanan rumah tangga miskin di Kabupaten Barru berbeda magnitutnya berdasarkan karakteristik wilayah (pesisir, dataran rendah, dan pegunungan?.

4. Apakah pertumbuhan ekonomi, belanja pemerintah, pendapatan asli daerah, inflasi, share sektor terhadap PDRB, dan krisis moneter berpengaruh secara nyata dan signifikan terhadap kemiskinan di Kabupaten Barru?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian dan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini secara umum bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi karakteristik rumah tangga miskin berdasarkan tipologi wilayah di Kabupaten Barru.

2. Menganalisis pengaruh tingkat pendidikan, kesehatan, aksesibilitas, kondisi ekonomi rumah tangga, dan tingkat partisipasi masyarakat dalam proses pembangungan, serta aspek kewilayahan terhadap kerentanan kemiskinan di Kabupaten Barru.

3. Menganalisis tingkat kerentanan rumah tangga miskin berdasarkan karakteristik wilayah di Kabupaten Barru.

4. Menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi, belanja pemerintah, pendapatan asli daerah, peningkatan harga barang dan jasa (GDP_Deflator), share sektor terhadap PDRB, dan krisis moneter terhadap kemiskinan di Kabupaten Barru.

(36)

14 1.4. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi dunia akademik dalam memperkaya khasanah pengetahuan tentang pengentasan kemiskinan di Indonesia, terutama yang terkait dengan kerentanan dan determinan kemiskinan pada wilayah pesisir, dataran rendah, dan pegunungan. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam pengambilan kebijakan yang terkait dengan percepatan penanggulangan kemiskinan di Indonesia pada umumnya dan khususnya Pemerintah Daerah Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan.

1.5. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian.

Penelitian ini difokuskan pada analisis kerentanan rumah tangga miskin yang terkait dengan aspek mikro atau aspek internal rumah tangga dan individu. Dalam aspek mikro variabel yang terkait dengan kerentanan rumah tangga miskin meliputi jenis kelamin, umur, jumlah anggota/tanggungan rumah tangga, pendidikan, kesehatan, kepemilikan lahan/aset, akses ke pelayanan publik, tingkat partisipasi dalam proses pembangunan, dan aspek kewilayahan. Sedangkan dalam aspek makro, faktor determinan yang berpengaruh dalam penelitian ini adalah variabel yang terkait dengan pertumbuhan ekonomi (PDRB per kapita), belanja pemerintah (yang diarahkan untuk bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan pertanian), pendapatan asli daerah (PAD), peningkatan harga barang dan jasa secara keseluruhan (GDP_Deflator), share sektor terhadap PDRB, dummy desentralisasi fiskal dan dummy krisis moneter.

Dalam menganalisis karakteristik rumah tangga miskin berdasarkan wilayah dilakukan dengan pendekatan deskriptif berupa tabel dan grafik. Namun, untuk mempertegas perbedaan karakteristik rumah tangga berdasarkan wilayah dilakukan analisis atau uji beda nilai tengah (Anova). Sementara dalam menganalisis kerentanan rumah tangga miskin dilakukan dengan pendekatan ekonometrika dengan persamaan regresi logit (Binary Logistic Regression). Sedangkan untuk menganalisis determinan kemiskinan atau faktor-faktor yang memengaruhi kemiskinan berdasarkan aspek makro dianalisis dengan menggunakan pendekatan ekonometrika dengan persamaan kuadrat terkecil (Ordinary Least Square atau OLS).

(37)

15 1.6. Kebaruan (Novelty) Penelitian.

Kebaruan “novelty” dari penelitian analisis kerentanan dan determinan kemiskinan berdasarkan karakteristik wilayah di Kabupaten Barru dapat dilihat dari dua aspek sebagai berikut :

1. Mengkonfirmasi atau mengkonfrontir beberapa hasil penelitian terkait dengan kerentanan rumah tangga miskin berdasarkan karakteristik wilayah. Usman (2005) menyebutkan bahwa kerentanan rumah tangga terhadap kemiskinan tertinggi pada wilayah pegunungan, demikian halnya dengan insiden kemiskinan terbesar pada wilayah pegunungan. Sedangkan Harniati (2007) menyebutkan bahwa kerentanan rumah tangga terhadap kemiskinan tertinggi pada agroekosistem lahan basah dan rumah tangga di kawasan hutan relatif paling rendah kerentanannya dibanding agroekosistem lainnya.

2. Pendekatan kebijakan tidak bisa dilakukan secara universal atau homogen pada seluruh wilayah Indonesia, maka diperlukan penelitian atau pengkajian fenomena dan karakteristik kemiskinan secara lokalitas, dimana Di Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan belum ada penelitian yang mengkaji tentang kerentanan dan determinan kemiskinan.

(38)

16

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian dan Penyebab Kemiskinan.

Pemahaman tentang definisi kemiskinan mutlak untuk dipahami, agar persepsi dan interpretasi tentang kemiskinan tidak multitafsir serta dalam intervensi kebijakan tidak salah sasaran. Secara umum kemiskinan adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompoknya dan tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental, dan pikirannya dalam kelompok tersebut (TKPK 2006 dan SNPK 2005). Dalam RPJM Nasional kemiskinan di definisikan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam, dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik perempuan maupun laki-laki. Sedangkan kemiskinan (ketertinggalan) wilayah ditentukan oleh ketersediaan infrastruktur bagi penduduk di wilayah bersangkutan.

Selain dari itu, Sumodiningrat (2005) menyebutkan bahwa masyarakat miskin secara umum ditandai oleh beberapa hal sebagai berikut:

1. Ketidakberdayaan atau ketidakmampuan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti pangan dan gizi, sandang, papan, pendidikan dan kesehatan (basic need deprivation).

2. Ketidakberdayaan dan ketidakmampuan melakukan kegiatan usaha produktif (unproductiveness).

3. Ketidakmampuan menjangkau sumberdaya sosial dan ekonomi (inaccecibilty). 4. Ketidakberdayaan dan ketidakmampuan menentukan nasib dirinya sendiri serta

senantiasa mendapat perlakuan diskriminatif, mempunyai perasaan ketakutan dan kecurigaan, serta sikap apatis; dan

5. Membebaskan diri dari mental dan budaya miskin serta senantiasa merasa mempunyai martabat dan harga diri yang rendah (no freedom for poor).

Gambar

Tabel 1.     Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut
Tabel  2.  Tingkat  Perkembangan  Rumah  Tangga  Miskin  (RTM)  berdasarkan  karakateristik wilayah di Kabupaten Barru (1990-2008)
Gambar 5. Peta konseptual dari teori-teori penyebab kemiskinan (Blank 2003).
Gambar 6. Lingkaran Perangkap Kemiskinan (Nurkse 1953 dalam Rustiadi et al. (2009)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tesis ini berjudul “Kajian Formulasi Bumbu Instan Binthe Biluhuta , Karakteristik Hidratasi dan Pendugaan Umur Simpannya dengan Menggunakan Metode Pendekatan Kadar Air

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat anti jamur ekstrak pohon penghasil gaharu, mengetahui hubungan antara kandungan total fenolik dengan kerentanan pohon dalam

Adanya Prima Tani bertujuan untuk memperoleh umpan balik mengenai karakteristik teknologi tepat guna secara spesifik pengguna (petani) dan di lokasi. Namun demikian,

Adanya Prima Tani bertujuan untuk memperoleh umpan balik mengenai karakteristik teknologi tepat guna secara spesifik pengguna (petani) dan di lokasi. Namun demikian,

Menganalisis hubungan faktor penilaian masyarakat terhadap kredibilitas sumber informasi sebagai agen perubahan KB dengan sikap dan keputusan masyarakat untuk mengadopsi

PERENCANAAN PRODUKSI PANGAN BERDASARKAN DAYA DUKUNG PANGAN WILAYAH UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN KONSUMSI PANGAN PENDUDUK DI KABUPATEN NGANJUK, PROPINSI JAWA TIMUR merupakan gagasan

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis berjudul “Karakteristik Oriented Strand Board dari

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ”Kajian Formulasi Bumbu Instan Binthe Biluhuta, Karakteristik Hidratasi dan Pendugaan Umur Simpannya Dengan Menggunakan Metode Pendekatan