• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Peningkatan Efektivitas Pendidikan Dasar di Sekolah / Madrasah di Sumba, NTT ACDP 040 VOLUME 1. Analisis Situasi Komprehensif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Strategi Peningkatan Efektivitas Pendidikan Dasar di Sekolah / Madrasah di Sumba, NTT ACDP 040 VOLUME 1. Analisis Situasi Komprehensif"

Copied!
172
0
0

Teks penuh

(1)

Strategi Peningkatan Efektivitas

Pendidikan Dasar di Sekolah / Madrasah

di Sumba, NTT

VOLUME 1

Analisis Situasi Komprehensif

(2)

Strategi Peningkatan Efektivitas Pendidikan Dasar

di Sekolah / Madrasah di Sumba, NTT

Volume 1

Analisis Situasi Komprehensif

Diterbitkan oleh:

KEMITRAAN UNTUK PENGEMBANGAN KAPASITAS DAN ANALISIS SEKTOR PENDIDIKAN (ACDP) Education Sector Analytical and Capacity Development Partnership (ACDP)

Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Gedung E, Lantai 19

Jl. Jend. Sudirman, Senayan, Jakarta 10270 Tel. +62 21 5785 1100, Fax: +62 21 5785 1101 Website: www.acdp-indonesia.org

Email Sekretariat: secretariat@acdp-indonesia.org

Dicetak pada bulan Juni 2015

Pemerintah Republik Indonesia (dalam hal ini diwakili oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS), Pemerintah Australia melalui Australian Aid, Uni Eropa (UE), dan Bank Pembangunan Asia (ADB) telah membentuk Kemitraan Pengembangan Kapasitas dan Analisis Sektor Pendidikan (ACDP). ACDP adalah fasilitas untuk mendorong dialog kebijakan dan memfasilitasi reformasi kelembagaan dan organisasi di bidang pendidikan untuk mendukung pelaksanaan kebijakan dan membantu mengurangi kesenjangan dalam kinerja pendidikan. Fasilitas ini merupakan bagian integral dari Program Pendukung Sektor Pendidikan (Education Sector Support Program/ESSP). Dukungan UE terhadap ESSP meliputi anggaran sektor dan program peningkatan kapasitas untuk Standar Pelayanan Minimal. Dukungan Pemerintah Australia adalah melalui Kemitraan Pendidikan antara Australia dengan Indonesia. Laporan ini disiapkan dengan dukungan hibah dari Pemerintah Australia dan Uni Eropa melalui ACDP.

Lembaga-lembaga yang bertanggung jawab untuk pelaksanaan penelitian ini adalah Australian Council for Educational Research (ACER), University of Sunshine Coast dan Willi Toisuta and Associates (WTA), atas nama Cambridge Education.

Anggota tim peneliti yang menyiapkan laporan adalah:

Mary Fearnley-Sander (Team leader and basic education specialist), Angela Cook (Specialist in School Inspection and Supervision), Maddi Mina Djara (Interpreter/ Translator and Researcher), Penelope Holden (Specialist in School Inspection

and Supervision), Eko Cahyono Husein (Research Analyst), Tukiman Tarunasayoga (Policy Reviewer),

Sandra Triatmoko (Education Cost and Finance Specialist), Gusti Ngurah Adhi Wibawa (Specialist in Education Statistics) ACDP

Dr. David Harding Ahli Spesialis Pendidikan Utama dan Penasihat Utama ACDP untuk studi ini, memberikan arahan teknis untuk studi ini; dan Hironimus Sugi, Konsultan Lapangan Regional ACDP memberi dukungan terkait konteks NTT Pendapat yang disampaikan dalam publikasi inni merupakan tanggung jawab penuh dari para pengarangnya dan tidak serta merta mewakili pandangan Pemerintah Indonesia, Pemerintah Australia dan Uni Eropa.

(3)

Strategi Peningkatan Efektivitas Pendidikan

Dasar di Sekolah / Madrasah di Sumba, NTT

Volume 1

(4)
(5)

Daftar Isi

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... vi

Daftar Kotak ... vi

Daftar Gambar ... vi

Daftar Singkatan ... viii

Ringkasan Eksekutif ... xiii

Latar Belakang Proyek ... xiii

Metodologi ... xiv

Temuan Utama Analisis Situasi ... xv

Kesimpulan ... xviii

Bab 1 Konteks Pendidikan SD/MI di Sumba ... 1

Faktor Umum Konteks Pendidikan Dasar di Sumba ... 2

Profil Pendidikan Dasar di Sumba ... 4

Bab 2 Metodologi ... 13

Metodologi ... 15

Bab 3 Konteks Kebijakan ... 21

Konteks desentralisasi kerangka peraturan di Indonesia ... 21

Peraturan pendidikan SD/MI ... 22

Standar dan Evaluasi Sekolah ... 28

Kesimpulan ... 35

Kesimpulan ... 41

Bab 4 Dampak Kebijakan dan Implementasi di Sumba ... 43

Mutu Guru ... 44

Mutu Dukungan untuk Sekolah ... 55

Implementasi Pendidikan Anak Usia Dini ... 57

Kesimpulan ... 60

Bab 5 Studi Kasus Sekolah di Daerah Tertinggal ... 63

Pengantar ... 63

Bagian 1: Profil Sekolah di Daerah Tertinggal ... 65

Bagian 2: Bagaimana belajar mengajar dilakukan di sekolah ... 71

Bagian 3: Penyebab kinerja yang baik di sekolah yang berada di daerah tertinggal ... 78

Sekolah efektif dan kepemimpinan ... 79

Bab 6 Kesimpulan tentang efektivitas sekolah di Sumba ... 81

Faktor-faktor yang menonjol pengaruhnya pada efektivitas sekolah ... 82

Revisi kerangka konseptual peningkatan SD/MI di Sumba dalam kesiapan anak bersekolah ... 86

Kesimpulan ... 89

(6)

Lampiran ... 92

Lampiran 1. Kerangka Acuan ACDP 040 ... 93

Lampiran 2. Tinjauan Pustaka Efektivitas Sekolah ... 113

Lampiran 3. Metodologi Studi Kasus ... 132

Keterangan Foto ... 151

Daftar Tabel

Tabel 1. Luas Daratan dan Jumlah Penduduk di Keempat Kabupaten di Sumba ... 2

Tabel 2. Tenaga Guru dan Distribusinya di Sekolah Negeri dan Swasta di Sumba ... 6

Tabel 3. Jumlah Siswa SD di Sumba ... 6

Tabel 4. Distribusi Siswa SD di Sekolah Dasar Negeri dan Swasta di Sumba ... 6

Tabel 5. Angka Partisipasi Murni dan Kasar SD di Sumba ... 7

Tabel 6. Partisipasi Anak Kelas 1 Sesuai Umur dan di Bawah Umur SD di Keempat Kabupaten di Sumba ... 8

Tabel 7. Nilai Rata-rata UN SD/MI 2014/2015 ... 9

Tabel 8. Kecenderungan Angka Partisipasi Kasar SMP tingkat Kabupaten di Sumba ... 10

Tabel 9. Diskusi Kelompok Terarah Kebijakan dan Kelompok Peserta ... 16

Tabel 10. Status Akreditasi Sekolah di Sumba ... 32

Tabel 11. Usulan Minimal Conditions of Learning ... 34

Tabel 12. Rasio Guru PNS - Siswa di Empat Kabupaten Sumba ... 45

Tabel 13. Distribusi Guru antara Sekolah Negeri dan Swasta di Tiga Kabupaten di Sumba ... 46

Tabel 14. Komposisi Tenaga Guru Non-PNS ... 47

Tabel 15. Kategori Tenaga Guru di Sumba berdasarkan Status Kualifikasi ... 49

Tabel 16. Pemetaan Ketersediaan Guru Berbasis Sekolah ... 53

Tabel 17. Rasio Guru - Siswa di SD di Sumba ... 54

Tabel 18. Rasio Guru – Rombel di SD di Sumba ... 54

Tabel 19. Jumlah PAUD per Kabupaten ... 58

Tabel 20. Kecenderungan angka partisipasi kasar PAUD di Sumba ... 59

Tabel 21. Alasan yang Diutarakan Para Ibu Terkait Ketidakmampuan Membantu Anak Belajar di Rumah ... 69

Tabel 22. Hasil Tes Kemampuan Membaca di 12 Sekolah Studi Kasus ... 72

Tabel 23. Perkiraan Guru Kelas 2 tentang Siswa yang Kesulitan Membaca ... 73

Daftar Kotak

Kotak 1. Kerangka Konseptual Sementara Efektivitas Sekolah, Tinjauan Pustaka ACDP 040 ... 13

(7)

Daftar Gambar

Gambar 1. Tingkat Pendidikan Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas di Sumba ... 3

Gambar 2. Peta Bahasa di Sumba ... 4

Gambar 3. Distribusi Putus Sekolah di SD di Sumba ... 8

Gambar 4. Angka Mengulang Per Kelas di Keempat Kabupaten di Sumba ... 8

Gambar 5. Status Tenaga Guru ... 44

Gambar 6. Komposisi Tenaga Guru Kontrak di Sumba Berdasarkan Sumber Pendanaan ... 48

Gambar 7. Distribusi Guru PNS berdasarkan Lokasi Sekolah ... 52

Gambar 8. Distribusi Guru Berkualifikasi S1/D4 berdasarkan Lokasi ... 53

Gambar 9. Tipikal akses ke sekolah terpencil ... 66

Gambar 10. Perbandingan Kondisi Perpustakaan Sekolah ... 67

Gambar 11. Jenis Buku yang Menurut Ibu Siswa Kelas 2 Ada di Rumah ... 69

Gambar 12. Catatan Ketidakhadiran Siswa (a = alpa) ... 70

Gambar 13. Papan Tulis yang Baik yang Merangkai Suku Kata Menjadi Kata ... 73

Gambar 14. Pengajuan Pertanyaan oleh Guru di Kelas ... 76

Gambar 15. Tanggapan Guru Kelas 2 terhadap Penggunaan Penilaian Siswa ... 76

(8)

Daftar Singkatan

ACDP Analytical & Capacity Development Partnership ACER Australian Council for Educational Research ADB Asian Development Bank

APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APK Angka Partisipasi Kasar

APM Angka Partisipasi Murni

ASEAN Association of Southeast Asian Nations

ASER Annual Status of Education Report (survei rumah tangga non-pemerintah tentang sekolah anak di India Balitbang Badan Penelitian dan Perkembangan

BAPPEDA Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

BAPPENAS Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

BKPP Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan BOS Bantuan Operasional Sekolah

BOSDA Bantuan Operasional Sekolah Daerah BPSM Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia BSM Bantuan Siswa Miskin

DAK Dana Alokasi Khusus

DAPODIK Sistem data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Dinas P & K Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Provinsi)

Dinas PPO Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Kabupaten) EDS Evaluasi Diri Sekolah

EGRA Early Grade Reading Assessment

EMIS Education Management Information System ESSP Education Sector Support Program

EU European Union (Uni Eropa)

(9)

FKIP Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan GTT Guru Tidak Tetap

INOVASI Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia—DFAT INPRES Instruksi Presiden

Kanwil Kantor Wilayah KB Kelompok Bermain

Kemdikbud Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kemenag Kementerian Agama

KKG Kelompok Kerja Guru

KKKS Kelompok Kerja Kepala Sekolah KPG Kolese Pendidikan Guru

KTSP Kurikulum tingkat satuan pendidikan

LAKIP Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah LPMP Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan

LPPKS Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah MBS Manajemen Berbasis Sekolah

MenPan-RB Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi MI Madrasah Ibtidaiyah

NGO Non-government organization NTB Nusa Tenggara Barat NTT Nusa Tenggara Timur

NUPTK Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan OECD Organization for Economic Co-operation and Development ORF Oral Reading Fluency (Kemahiran Membaca Lisan) PAUD Pendidikan Usia Dini

PDSP Pusat Data dan Statistik Pendidikan PGSD Pendidikan Guru Sekolah Dasar

PISA Programme for International Student Assessment PMTAS Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah PMTK Penilaian Mutu Tingkat Kompetensi

(10)

PNS Pegawai Negeri Sipil PODES Potensi Desa

PPPK Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja

PRIORITAS Prioritising Reform, Innovation and Opportunities for Reaching Indonesia’s Teachers, Administrators and Students (USAID) Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat

Puslitjak Pusat Penelitian Kebijakan Puspendik Pusat penilaian pendidikan Raidatul Atfhal TK Islam

Renstra Rencana Strategis

RPJM Rencana Pembangunan Jangka Menengah

RPJMP Rencana Pembangunan Jangka Menengah Pendidikan RTI Research Triangle Institute

SBD Sumba Barat Daya SD Sekolah Dasar SEKDA Sekretaris Daerah

SIPBM Sistem Informasi Pembangunan Berbasis Masyarakat SISDIKNAS Sistem Pendidikan Nasional

SKPD Satuan Kerja Perangkat Daerah SKS Satuan Kredit Semester SMA Sekolah Menengah Atas SMP Sekolah Menengah Pertama SNP Standar Nasional Pendidikan SPG Sekolah Pendidikan Guru SPM Standar Pelayanan Minimal

SSME Snapshot of School Management Effectiveness STIKIP Sekolah Tinggi Ilmu Keguruan dan Pendidikan TK Taman Kanak-Kanak

TPA Tempat Penitipan Anak UKG Uji Kompetensi Guru

(11)

UN Ujian Nasional

UNDANA Universitas Nusa Cendana, Kupang

UNESCO United Nations Education, Science and Cultural Organisation UNICEF United Nations Children’s Fund

USAID United States Agency for International Development

(12)
(13)

Ringkasan Eksekutif

Latar Belakang Proyek

Studi ACDP 040 Strategi untuk Peningkatan Efektivitas Pendidikan Dasar di Sekolah/ Madrasah di Sumba, Nusa Tenggara Timur dimaksudkan sebagai respon terhadap keprihatinan pemerintah dan pemangku kepentingan di keempat kabupaten di Pulau Sumba, khususnya terkait sekolah-sekolah di daerah tertinggal.

Persiapan studi dimulai pada tahun 2013 oleh pemangku kepentingan di provinsi NTT dan tingkat kabupaten di Sumba yang mengidentifikasi bidang-bidang fokus yang akan ditinjau serta opsi pengembangan kebijakan dalam studi yang diusulkan.1 Prioritas-prioritas tersebut ditampilkan dalam Kerangka Acuan penelitian ini.

Lihat Lampiran 1. Kerangkan Acuan ACDP 040

Tim penelitian ini baru dapat dimobilisir pada tahun 2016. Selama masa tenggang tersebut, pemerintah kabupaten telah mengatasi beberapa keprihatinan yang diangkat pada tahun 2013, terutama masalah meningkatkan akses ke fasilitas SD dan PAUD melalui peningkatan infrastruktur. Pada periode awal penelitian ini (Februari-Maret 2016), konsultasi yang luas dengan pejabat perencanaan dan pendidikan menghasilkan urutan prioritas yang baru. Prioritas-prioritas baru tersebut disepakati sebagai fokus studi ini oleh para pemangku kepentingan pada Lokakarya Pendahuluan yang diadakan di Sumba Barat, tanggal 23 Maret 2016. Prioritas-prioritas dimaksud adalah:

1 TOR, Lampiran 1, hal. 16.

Analisis situasi ini menyimpulkan bahwa skala ketertinggalan di Sumba adalah sedemikian rupa sehingga dalam pelayanan terhadap sekolah dan siswa, ketertinggalan harus dianggap sebagai hal utama dan ditangani.

(14)

1. Proporsi guru yang tidak berlatar belakang pendidikan keguruan 2. Ketersediaan dan distribusi guru

3. Alokasi sumber daya yang berkelanjutan bagi sekolah swasta 4. Mutu mengajar

5. Kesiapan anak belajar

Semua isu saling terkait satu dengan yang lain, kecuali isu yang disebut terakhir.

Analisis situasi komprehensif ini bertujuan untuk memberikan informasi berbasis bukti kepada para pemangku kepentingan tentang situasi di sekolah dasar dan madrasah di Sumba sehingga dapat digunakan sebagai dasar penyusunan opsi kebijakan demi peningkatan kinerja pendidikan dasar. Kerangka acuan studi ini menetapkan bahwa analisis situasi harus didasarkan pada analisis efektivitas sekolah yang diambil dari pustaka; yaitu tinjauan kebijakan pendidikan, analisis situasi sekolah/madrasah, pengaturan pemantauan sekolah; dan kerangka konseptual efektivitas sekolah yang relevan dengan kondisi di Sumba

Metodologi

Analisis studi ini diatur berdasarkan kerangka efektivitas sekolah yang didasari konsensus penelitian tentang unsur-unsur dalam ketentuan dan praktik yang paling erat hubungannya dengan peningkatan hasil belajar siswa. (Lihat Bab 2). Fokus pada hasil belajar memungkinkan studi ini untuk secara analitis mengakomodir keprihatinan utama pemangku kepentingan terhadap mutu guru dan kinerja sekolah dibanding kriteria efektivitas.

Dalam studi ini terdapat tiga jalur utama penelitian. Yang pertama adalah tinjauan pustaka terhadap kebijakan dan peraturan nasional yang membingkai ketersediaan guru dan kualitas belajar mengajar SD/MI di Sumba. Pemilihan kebijakan yang paling berpengaruh terhadap situasi pendidikan di Sumba awalnya didasarkan identifikasi kebijakan yang mengakibatkan kesulitan dalam konteks Sumba, yang dilakukan para pemangku kepentingan. Klarifikasi terhadap masalah yang diangkat melalui diskusi kelompok terarah di setiap kabupaten memberikan pemahaman yang lebih jelas tentang isu "kesesuaian" antara sistem penyelenggaraan pendidikan sistem ganda yang khas Sumba, dengan kebijakan nasional terkait penyediaan guru.

Jalur penelitian kedua membantu mengidentifikasi masalah lain yang terkait erat dengan mutu guru dimana kabupaten memiliki kewenangan untuk bertindak. Data sekolah dan guru setiap kabupaten dianalisis secara kuantitatif menggunakan data DAPODIK.2 Analisis difokuskan pada kualifikasi guru, pemerataan distribusi

2 Dapodik adalah sistem online yang sekolah gunakan untuk memasukkan data tentang variabel-variabel sekolah termasuk guru dan

(15)

guru yang berkualifikasi, dan efisiensi penyediaan guru secara keseluruhan untuk kabupaten serta sumber daya sekolah.

Draft temuan Analisis Situasi ini juga dikonsultasikan dengan para pimpinan daerah dan pendidik di Sumba dalam Lokakarya Analisis Situasi yang dilakukan di Waikabubak pada tanggal 13 Juni 2016. Temuan-temuan disepakati pada kegiatan tersebut. Penambahan utama terhadap hasil Analisis Situasi adalah masukan untuk diberikan penekanan yang lebih besar pada mutu kepala sekolah melalui kepatuhan pada prosedur yang dipersyaratkan bagi pengangkatan kepala sekolah.

Jalur penelitian ketiga dan terbesar adalah analisis studi kasus kinerja SD/MI di beberapa sekolah yang paling tertinggal di Sumba yang terpilih. Dikembangkan sebuah indeks yang didasari database potensi desa (Podes) untuk mengidentifikasi masyarakat yang paling miskin dan sekolah paling terpencil. Dasar pemikiran bagi pemilihan ini adalah untuk memastikan bahwa setiap kebijakan pengembangan yang dihasilkan dari analisis sekolah dapat diterapkan di lingkungan yang paling sulit. Salah satu hasil penting dari pengembangan indeks ini adalah untuk mengetahui banyaknya komunitas sekolah yang termasuk kategori tertinggal dan terpencil di Sumba. Berdasarkan indeks ini diketahui bahwa 60% dari desa di Sumba termasuk daerah tertinggal dan 13% dapat dikelompokkan sebagai desa terpencil. Terdapat sebanyak 7.728 siswa di sekolah-sekolah yang berada di daerah tertinggal dan terpencil. Penekanan lebih lanjut dari studi kasus ini adalah untuk perbandingan antar sekolah berdasarkan kinerja, sehingga dapat mengidentifikasi praktik-praktik yang terkait dengan sekolah yang berkinerja tinggi.

Dilakukan sebuah studi khusus terhadap kemampuan membaca siswa kelas 2. Dalam studi tersebut kemampuan membaca terhadap siswa-siswa kelas 2 yang dipilih secara acak diuji. Digunakan analisis statistik varian untuk membandingkan sekolah-sekolah yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok berdasarkan kinerja/prestasi sekolah (yaitu tinggi, sedang, dan rendah) dan analisis statistik deskriptif dan kualitatif terhadap data yang diperoleh dari wawancara dan observasi.

Temuan Utama Analisis Situasi

Temuan analisis situasi komprehensif ini sebaiknya dimulai dengan hasil belajar siswa. Para pemangku kepentingan di Sumba sudah memahami bahwa hal ini memprihatinkan, sehingga ACDP 040 dilakukan. Nilai tambah dari penelitian ini adalah mengidentifikasi dari dekat letak masalah sebenarnya serta faktor-faktor yang menyumbang terhadap masalah tersebut.

Bukti utama hasil belajar siswa yang bermasalah dapat dilihat dari angka mengulang dan kemampuan membaca di kelas-kelas awal. Menurut data nasional untuk Sumba, angka mengulang berkisar antara 12% sampai 21% di semua kabupaten. Angka mengulang keseluruhan di sekolah-sekolah studi kasus adalah sekitar 16%. Di ke-12 sekolah studi kasus, secara keseluruhan 374 dari 2.361 anak mengulang kelas. Terdapat perbedaan besar antara siswa laki-laki dan siswa perempuan: 64% dari siswa yang mengulang adalah siswa

(16)

laki-laki. Lebih jauh lagi, angka mengulang di kelas 2 jauh lebih tinggi daripada angka mengulang sekolah secara keseluruhan. Dua puluh delapan persen siswa kelas dua mengulang, atau 117 dari 423 siswa kelas 2 di 12 sekolah dan 65% di antaranya adalah siswa laki-laki.

Proporsi siswa kelas 2 yang mengalami kesulitan membaca di semua sekolah cukup tinggi. Proporsi minimal siswa kelas 2 yang mengalami kesulitan membaca di semua sekolah studi kasus adalah sekitar 30%, sedangkan di empat dari dua belas sekolah proporsinya di atas 50%.

Berdasarkan pengujian kemampuan membaca, 30% siswa yang diuji kemampuan membacanya mampu membaca bacaan berbahasa Indonesia, dan 41% mampu menjawab dengan tepat lebih dari 50% pertanyaan pemahaman (jumlah kata yang dibaca dengan benar per menit dicatat tetapi tidak diperhitungkan dalam pengujian kemampuan membaca ini).

Angka mengulang yang tinggi dan kemampuan membaca yang rendah mengindikasikan bahwa mutu pembelajaran di kelas awal yang kurang baik di kelas-kelas awal menjadi penyebab masalah rendahnya kinerja pembelajaran siswa di Sumba. Karena itu, sangat beralasan bagi Dinas Pendidikan Kabupaten di Sumba untuk memusatkan perhatian pada pengujian di Kelas 2 atau 3, untuk mengetahui apakah fondasi atau dasar-dasar pembelajaran sudah dimiliki siswa. Ujian untuk kelas 2 jauh lebih penting dari pada ujian untuk kelas 6, karena di kelas 6 sudah sangat terlambat untuk mengadakan penyesuaian.

Namun demikian, temuan yang menggembirakan terkait potensi siswa dalam pemahaman mendengar adalah ketika bahan bacaan dibacakan dalam bahasa daerah, mendekati tiga perempat dari siswa yang diuji mampu menjawab dengan tepat lebih dari 50% pertanyaan pemahaman. Bagi anak-anak yang tidak mengenal struktur dan kosa kata bahasa tertulis, kemampuan lisan dalam bahasa ibu siswa merupakan dasar yang menjanjikan untuk mengembangkan pemahaman bacaan ketika keterampilan menguraikan makna (decoding) sudah dikuasai.

Studi kasus yang dilakukan berupaya untuk mengetahui apakah sekolah di daerah tertinggal dapat dibedakan menjadi sekolah berkinerja/berprestasi tinggi, sedang dan rendah; dan apa saja praktik-praktik yang membedakan ketiga kelompok sekolah tersebut. Sekolah-sekolah di daerah tertinggal/terpencil dibagi ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan angka mengulang siswa dan masukan dari pejabat pendidikan kabupaten. Kinerja sekolah berdasarkan angka mengulang dibandingkan dengan variabel hasil studi kasus (perkiraan guru kelas 2 terhadap jumlah siswa kelas 2 yang mengalami kesulitan membaca). Tiga sekolah memiliki kinerja/prestasi tinggi yang signifikan secara statistik berdasarkan variabel kedua.

Hasil perbandingan statistik antar sekolah juga menunjukkan bahwa hanya sedikit faktor yang memiliki hubungan statistik yang bermakna dengan variabel kemampuan membaca dan angka mengulang. Sedikitnya faktor yang teridentifikasi diakibatkan karena kecilnya ukuran sampel. Namun demikian, keempat faktor yang teridentifikasi tersebut, terkait secara signifikan dengan efektivitas sekolah.

(17)

Analisis yang dilakukan terhadap perkiraan guru kelas 2 akan persentase siswa yang mengalami kesulitan membaca, menemukan bahwa faktor-faktor yang mengurangi persentase ini adalah guru kelas dua yang mendapatkan pelatihan, dan perhatian sekolah terhadap penggunaan perpustakaan, yang ditunjukkan dengan penyediaan perpustakaan dan pencatatan pengguna perpustakaan. Kontak guru dan orang tua untuk membahas tentang anak memiliki pengaruh yang signifikan secara statistik terhadap rendahnya angka mengulang siswa. Hal yang sama berlaku pada kepala sekolah yang memberikan tugas kepada siswa saat guru kelas tidak hadir – yang merupakan bukti kepedulian kepala sekolah sehingga siswa tidak mendapatkan dampak negatif dari perilaku guru yang tidak sepenuhnya berada di bawah kendali sekolah.

Patut diperhatikan bahwa faktor-faktor yang diangkat tersebut sebenarnya merupakan hal-hal kecil yang rutin namun membawa perbaikan terhadap kinerja sekolah. Faktor-faktor ini dapat dilaksanakan sekolah, terlepas dari sulitnya kondisi yang dialami. Lebih penting lagi faktor-faktor ini merupakan gejala dari sebuah fenomena yang jauh lebih besar, yaitu kepemimpinan yang efektif yang dapat pula ditemukan di sekolah di daerah tertinggal.

Hasil pembelajaran menunjuk pada adanya serangkaian isu saling terkait yang mempengaruhi prestasi/kinerja siswa kelas-kelas awal di sekolah. Beberapa temuan mengungkap konteks sistem yang menyumbang terhadap hal tersebut. Salah satunya adalah tingginya jumlah guru yang tidak memiliki latar belakang keguruan di seluruh Sumba.

Situasi di daerah tertinggal lebih parah karena tidak meratanya penempatan guru yang memiliki kualifikasi S1 atau guru yang berstatus PNS. Di sekolah-sekolah studi kasus, lebih dari dua pertiga jumlah guru hanya memiliki latar belakang pendidikan SMA. Hal yang sama juga terjadi untuk kepala sekolah. Di sekolah-sekolah studi kasus, 42% persen kepala sekolah hanya berlatar belakang pendidikan setara SMA.

Rangkaian temuan kedua tentang kontribusi sistem terhadap hasil belajar siswa yang kurang baik adalah kesenjangan dalam pengembangan profesi guru, baik dalam kebijakan nasional maupun kabupaten. Sejak diberlakukannya Undang - Undang tentang Guru dan Dosen (2005), tuntutan akan profesionalisme guru semakin menjadi sebuah norma; dan tuntutan keterampilan untuk pelaksanaan Kurikulum 2013 yang baru sangat tinggi. Namun demikian, sangat sedikit penyelenggaraan pelatihan praktis yang sistematis untuk mendapatkan atau mempertahankan keterampilan yang didapatkan, khususnya untuk guru non-PNS. Mendekati 60% guru di Sumba adalah non-PNS. Di Kabupaten Sumba Tengah dan Sumba Barat, sebagian besar guru non-PNS tidak memiliki kualifikasi yang dibutuhkan.

Studi ini menyebut para guru non-PNS sebagai tenaga kerja kedua. Salah satu temuan studi ini adalah bahwa kekurangan dukungan untuk tenaga kerja kedua dari segi kebijakan, pelatihan, penggajian dan insentif yang memadai, merupakan masalah utama bagi mutu pembelajaran.

(18)

Berbagai masalah yang bertumpuk pada pembelajaran kelas awal juga menunjuk pada isu kesiapan bersekolah di lingkungan siswa. Studi ini menemukan bahwa terdapat kesadaran yang tinggi tentang manfaat PAUD dan perlunya penyelenggaraan PAUD yang bermutu. Munculnya PAUD di desa-desa serta dampak dari UU tentang Desa yang baru (2006) menimbulkan semangat di desa untuk lebih berpartisipasi dalam mendukung dan memantau pembelajaran anak di sekolah.

Namun terdapat satu bidang yang tidak diteliti atau tidak terperhatikan dalam kebijakan yaitu kontribusi bahasa pengantar terhadap kesulitan siswa dalam belajar. Penggunaan bahasa daerah masih banyak terjadi dan para guru lazim menghubungkan hal itu dengan masalah pembelajaran siswa. Penelitian terhadap masalah ini dan tindakan kurikuler yang tepat untuk PAUD dan kelas awal dapat membantu mengubah hasil belajar di SD/MI.

Kesimpulan

Studi ini diakhiri dengan peninjauan terhadap temuan-temuan penting analisis situasi ini. Penting tidaknya temuan dilihat dari hubungan langsung dan besarnya dampak pada pembelajaran. Temuan-temuan penting tersebut termasuk prioritas pada efektivitas guru dalam keterampilan literasi dasar, serta akses terhadap pelatihan sebagai implikasinya, yaitu: monitoring dan evaluasi yang fokus pada hasil pembelajaran, kepemimpinan sekolah yang efektif, dan tindakan otoritas pendidikan dalam bidang kebijakan penting terkait ketenagaan guru, keterlibatan desa dalam mendukung pembelajaran, serta pengakuan akan kebutuhan sekolah-sekolah di Sumba yang terutama berada daerah tertinggal.

Temuan-temuan pilihan tersebut merupakan persiapan untuk komponen kedua dari studi ACDP 040 yang akan disajikan pada Volume 2, yaitu: pengembangan penyusunan pilihan-pilihan kebijakan untuk kabupaten untuk mengatasi masalah belajar jarak, efektivitas secara cepat dan efektif dengan memperhatikan kapasitas yang ada.

Bab terakhir juga meninjau kesesuaian kerangka efektivitas sekolah yang disusun untuk studi ini berdasarkan temuan-temuan di Sumba. Dari peninjuan tersebut, kerangka efektivitas sekolah dimodifikasi agar sesuai dengan kondisi di Sumba. Kesimpulan utama yang ditarik dari studi ini adalah bahwa kriteria efektivitas sekolah bukan hanya urusan sekolah. Kerangka yang telah dimodifikasi tersebut secara eksplisit memasukkan unsur-unsur penting berupa kepemimpinan sekolah, dukungan sistem dan masyarakat, dan pengakuan bahwa skala ketertinggalan di Sumba adalah sedemikian rupa sehingga dalam memberi pelayanan kepada sekolah dan siswa di sekolah tertinggal, faktor ketertinggalan harus dilihat sebagai hal utama dan perlu ditangani.

(19)

Konteks Pendidikan SD/MI di Sumba

Sumba merupakan salah satu pulau utama di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia yang terletak di antara Pulau Sumbawa di bagian Barat Daya dan Timor Barat di Bagian Timur.

Saat ini terdapat empat kabupaten di Sumba, yaitu Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat, dan Sumba Barat Daya.3 Sumba Barat dan Sumba Timur dibentuk pada tahun 1958. Pada tahun 2007, Sumba Barat dimekarkan menjadi 3 kabupaten berbeda dengan terbentuknya kabupaten Sumba Barat Daya, dan Sumba Tengah. Sumba Timur masih belum dimekarkan. Namun demikian, pada bulan Februari 2015, Pemerintah Provinsi NTT telah menyerahkan usulan kepada Pemerintah Pusat untuk pemekaran Kabupaten Sumba Timur menjadi tiga kabupaten berbeda4.

Berdasarkan kriteria Peraturan Pemerintah tentang Penetapan Daerah Tertinggal (PP No. 131 Tahun 2015), keempat kabupaten di Sumba termasuk daerah tertinggal. Kriteria yang digunakan untuk penentuan ketertinggalan termasuk indikator sumber daya manusia yaitu kemiskinan, literasi dan tingkat pendidikan (lama bersekolah); kemampuan keuangan daerah; serta luas lahan kritis.

Luas dan penduduk. Terdapat perbedaan besar antar kabupaten dalam hal luas wilayah darat, jumlah

penduduk, kepadatan penduduk serta jumlah kecamatan dan desa, seperti dilihat dalam Tabel 1. Sejauh ini Sumba Timur memiliki luas daratan terbesar, jumlah kecamatan dan desa yang tertinggi, namun kepadatan penduduk terendah. Sumba Barat Daya memiliki jumlah dan kepadatan penduduk tertinggi. Dari semua indikator, Sumba Barat dan Sumba Tengah lebih kecil dibanding kabupaten lain.

3 Ibukotanya berturut-turut adalah Waingapu, Waibakul, Waikabubak dan Tambolaka

(20)

Tabel 1. Luas Daratan dan Jumlah Penduduk di Keempat Kabupaten di Sumba5

Kabupaten /

Aspek Sumba Timur Sumba Tengah Sumba Barat Sumba Barat Daya

Jumlah Penduduk Sensus Penduduk 245.260 141.698 Proyeksi Penduduk6 67.393 119.907 312.510 Luas Daratan 7.000,5 km2. 187,87 km2 737,42 km2) 1.445,32 km2) Kepadatan Penduduk/km Sensus Penduduk 35 Proyeksi Penduduk 36 163 216 Jumlah kecamatan 22 5 6 11

Jumlah Desa dan

Kelurahan 156 65 74 131

Penghidupan. Pertanian merupakan sektor ekonomi utama di keempat kabupaten Sumba. Namun

kontribusinya terhadap PDB sedikit lebih rendah di dua kabupaten yang sudah lebih lama terbentuk, yaitu Sumba Barat dan Sumba Timur (masing-masing 28,8% dan 33,36%) dibanding Sumba Tengah dan Sumba Barat Daya (42,42% dan 48,94%). Ketergantungan pada pertanian menjadikan Sumba yang sebenarnya daerah kering mengalami masalah rawan pangan dan kekeringan di beberapa lokasi.7 Di bagian Barat dan Tengah Sumba terdapat beberapa wilayah yang curah hujannya tinggi, namun lebih dari setengah dari wilayah tersebut adalah sabana dengan curah hujan yang tidak menentu.8 Di tiga dari empat kabupaten, perdagangan dan jasa memberi kontribusi sebesar 16-25% terhadap PDB. Namun di Sumba Barat Daya, proporsinya lebih rendah, yaitu sekitar 11%. Sekitar 40% tenaga kerja di Sumba termasuk tenaga kerja tak dibayar, yang distribusi per kabupaten relatif sama.9

Faktor Umum Konteks Pendidikan Dasar di Sumba

Beberapa ciri perkembangan sosial di Sumba yang perlu dipahami untuk memahami konteks pendidikan dasar di seluruh kabupaten.

Tingkat Pendidikan. Gambar 1 menunjukkan tingkat pendidikan anak umur 10 tahun ke atas di keempat

kabupaten di Sumba.10 Banyak penduduk yang tidak memiliki ijazah sekolah dasar, karena itu dapat dikatakan

5 BPS, 2015.

6 Terdapat dua sistem perhitungan penduduk dalam statistik resmi BPS di Sumba. 7 World Vision International, 2013. Assessment Report for Sumba Barat Daya,p.13

8 Lassa, J., Mau, Y. S. Elcid Li, Nike Frans, 2014. Impact of Climate Change on Agriculture and Food Crops: Options for Climate Smart

Agriculture and Local Adaptation in East Nusa Tenggara, Indonesia http://irgsc.org/pubs/wp/IRGSCWP008-climate-smart-agriculture.pdf

9 Kabupaten Dalam Angka BPS 2015 10 BPS 2014. Susenas Survey.

(21)

banyak yang tidak menamatkan SD. Sementara itu hanya sedikit tamatan SMP di masyarakat dan di antara angkatan kerja.

Gambar 1. Tingkat Pendidikan Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas di Sumba

Tingkat keaksaraan perempuan dewasa. Tingkat melek huruf perempuan di semua kabupaten di cukup

tinggi, yaitu berkisar antara 82% di Kabupaten Sumba Barat Daya dan 88% di Kabupaten Sumba Tengah.

Bahasa. Terdapat sembilan bahasa yang saat ini digunakan di Sumba.11 Nama dan lokasi masing-masing bahasa dapat dilihat dari Gambar 2. Bagian barat Pulau Sumba memiliki tingkat keragaman bahasa paling tinggi, dengan tujuh bahasa yang digunakan. Pengguna enam bahasa di bagian barat Sumba masih bisa saling memahami satu dengan yang lain, dengan sedikit usaha. Namun, Bahasa Kodi berbeda dari bahasa lain di bagian barat Pulau Sumba, sehingga tidak dipahami oleh pengguna bahasa lain di wilayah tersebut.

Kambera adalah bahasa yang paling banyak digunakan di Sumba karena digunakan di bagian timur Pulau Sumba. Pada umumnya pengguna berbagai dialek Kambera masih dapat memahami satu dengan yang lain.12 Bahasa lain yang digunakan di bagian timur Pulau Sumba adalah Hawu.13

Luasnya saling pengertian antar bahasa dan fakta bahwa beberapa bahasa di Sumba memiliki/menggunakan aksara (Kambera, Wejewa, Hawu) merupakan potensi untuk pengembangan kurikulum pembelajaran literasi kelas awal menggunakan bahasa ibu.

11 Lewis, M. Paul, Gary F. Simons, and Charles D. Fennig (eds.). 2016. Ethnologue: Languages of Indonesia. Nineteenth edition data. SIL

International Dallas, Texas.

12 Terdapat kesulitan untuk saling memahami antara pengguna dialek Lewa dan Umbu Ratu Ngai.

13 Digunakan di kota Waingapu dan Melolo, terutama oleh pendatang dari Sabu dan sebagaian orang Sumba.

40,70% 46,82% 42,88% 54,18% 25,65% 26,15% 26,92% 24,02% 12,54% 10,37% 12,73% 11,57% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Sumba Timur Sumb Tengah Sumba Barat Sumba Barat Daya

Tamat SMP Tamat SD Tidak tamat SD

(22)

Gambar 2. Peta Bahasa di Sumba14

Perkembangan kognitif anak. Provinsi NTT adalah salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki angka

stunting balita tertinggi, yaitu di atas 50%. Sumba merupakan salah satu penyumbang terhadap angka stunting tingkat provinsi tersebut. Di Sumba Timur angka stunting balita adalah 42.3%15. Pada tahun 2007, angka stunting di wilayah yang sebelumnya termasuk Sumba Barat (sebelum dimekarkan jadi 3 kabupaten) adalah 49%.16 Efek merugikan dari stunting pada perkembangan kognitif dan prestasi pendidikan sudah terbukti lewat berbagai penelitian medis.17

Profil Pendidikan Dasar di Sumba

Bagian ini menyajikan tinjauan faktual terhadap keadaan SD/MI di Sumba. Analisis pendidikan dasar di Sumba akan disajikan dalam Bab 4 dan 5. Bila tanpa keterangan lain, data yang digunakan dalam bagian ini berasal dari Pusat Data Statistik Pendidikan (PDSP), Kemdikbud 2016; dan dari database Potensi Desa (PODES) dari Badan Pusat Statistik (BPS), 2014.

Sekolah. Secara keseluruhan di Sumba terdapat 676 Sekolah Dasar (negeri dan swasta) dan sembilan

Madrasah Ibitidayah (MI). Sesuai dengan jumlah penduduk, jumlah sekolah antar kabupaten sangat bervariasi. Di Sumba Tengah dan Sumba Barat terdapat 90 SD atau kurang; di Sumba Barat Daya dan Sumba Timur terdapat lebih dari 200 SD.

14 Diadaptasi dari http://glottolog.org/resource/languoid/id/sumb1242.bigmap.html#9/-9.7821/119.8196 15 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jgizipangan/article/view/7254/5665

16 World Vision International 2013, Sumba Barat Daya Assessment, p.21.

17 Sally Grantham-McGregor, *Yin Bun Cheung, Santiago Cueto, Paul Glewwe, Linda Richter, Barbara Strupp, “Developmental potential

(23)

Di seluruh kabupaten di Sumba sekitar 35% SD adalah SD swasta. Persentase sekolah swasta bervariasi antar kabupaten, di mana Sumba Barat Daya memiliki persentase sekolah swasta tertinggi (45%) dan Sumba Timur memiliki persentase terendah (25%). Tujuh dari sembilan MI berada di Sumba Timur. Dua MI didanai Kementerian Agama dan sisanya didanai yayasan. Sumba Tengah tidak memiliki Madrasah. (Di Sumba banyak sekolah khusus untuk siswa muslim (Sekolah Dasar Islami) yang merupakan sekolah negeri.)

Secara historis, dalam konteks Sumba, “sekolah swasta” artinya sekolah yang berada di bawah naungan Gereja Protestan, melalui Yayasan pendidikan Masehi (Yapmas) atau di bawah naungan Gereja Katolik melalui Yayasan Pendidikan Nusa Cendana (Yapnusda). Yapmas berada di Sumba Timur, Sumba Tengah, dan Sumba Barat. Sedangkan di Sumba Barat Daya, terdapat beberapa sekolah Masehi. Sekolah-sekolah di bawah naungan Yapnusda berada di Sumba Barat Daya. Di tiga kabupaten lain terdapat pula sejumlah sekolah Katolik.

Hampir semua desa di Sumba memiliki Sekolah Dasar. Dengan demikian, sebagian besar siswa dapat menempuh jarak antara rumah dan SD dengan jalan kaki. Namun demikian, luas dan topografi wilayah kerja desa bervariasi dan ada siswa SD yang perlu berjalan kaki selama 30 menit untuk sampai ke sekolah. Di daerah terpencil, jarak ke sekolah bisa mencapai lima kilometer atau lebih.18

Dalam beberapa kasus di mana ada desa yang tidak memiliki SD (6 desa di Sumba Barat; 3 desa di Sumba Tengah; dan 2 desa masing-masing di Sumba Barat Daya dan Sumba Timur), jarak ke sekolah terdekat bervariasi antara setengah kilometer sampai 6 kilometer. Jarak terdekat berada di Sumba Barat.

Menurut pejabat pendidikan tingkat kabupaten, program sekolah paralel di keempat kabupaten menyebabkan masalah akses ke sekolah dasar yang diangkat pada awal konsultasi program ACDP 040 tidak lagi menjadi keprihatinan utama.

Konsep utama sekolah paralel adalah kompleks sekolah satelit dari sekolah negeri terdekat, yang dibangun untuk memberikan akses kepada siswa yang tinggal jauh dari sekolah induk. Sekolah paralel biasanya kecil dan memiliki 3 ruang kelas. Sebagian sekolah paralel kemudian berkembang menjadi sekolah yang berdiri sendiri, sedangkan yang lainnya terus menjadi bagian sekolah induk.

Guru. Terdapat 7.481 guru SD di Sumba. Pada tujuh MI di Sumba Timur terdapat 101 guru. Tabel 2

menunjukkan distribusi guru SD di semua kabupaten. Di tiga dari empat kabupaten, proporsi guru yang mengajar di sekolah swasta adalah antara 27-38%. Untuk Sumba Barat Daya, jumlahnya mendekati setengah dari tenaga guru, sesuai dengan banyaknya sekolah swasta di kabupaten tersebut.

(24)

Tabel 2. Tenaga Guru dan Distribusinya di Sekolah Negeri dan Swasta di Sumba

Kabupaten Keseluruhan guru Distribusi guru SD % guru di sekolah negeri & swasta Negeri Swasta Negeri Swasta

Sumba Barat 1.132 772 360 68 32

Sumba Barat Daya 2.447 1.295 1.152 53 47

Sumba Tengah 940 579 361 62 38

Sumba Timur 2.962 2.151 811 73 27

Total Sumba 7.481 4.797 2.684 64 36

Sumber: PDSP, Kemdikbud 2016

Siswa. Di Sumba terdapat 151.466 siswa. Di semua kabupaten, proporsi siswa laki-laki lebih tinggi daripada

siswa perempuan. Indeks paritas gender di Sumba adalah 0,9, sedangkan secara nasional memang terdapat paritas gender di tingkat SD.

Seperti halnya di tingkat sekolah, terdapat variasi angka partisipasi sekolah antar kabupaten. Sejauh ini Sumba Barat Daya memiliki jumlah siswa SD tertinggi—mendekati dua kali lipat kabupaten yang berada pada urutan kedua, yaitu Sumba Timur, seperti ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah Siswa SD di Sumba

Kabupaten Total

Sumba Barat 23.270

Sumba Barat Daya 75.082

Sumba Tengah 13.551

Sumba Timur 40.189

Total 152.092

Sumber: PDSP, Kemdikbud 2016

Persentase siswa SD yang bersekolah di SD swasta di Sumba lebih tinggi daripada persentase sekolah swasta. Lihat tabel 4. Secara keseluruhan 41% siswa SD di Sumba bersekolah

di sekolah swasta. Di Sumba Barat Daya persentasenya mendekati 50%.

(25)

Tabel 4. Distribusi Siswa SD di Sekolah Dasar Negeri dan Swasta di Sumba

Kabupaten Siswa Total Jumlah siswa % siswa

Sekolah Negeri Sekolah Swasta Sekolah Negeri Sekolah Swasta

Sumba Barat 23.201 15.058 8.143 65 35

Sumba Barat Daya 74.374 38.525 35.849 52 48

Sumba Tengah 13.634 7.517 6.117 55 45

Sumba Timur 40.257 27.610 12.647 69 31

Seluruh Sumba 151.466 88.710 62.756 59 41

Partisipasi sekolah. Pada tahun 2014/15, Angka Partisipasi Murni SD (APM adalah proporsi anak usia sekolah

dasar di empat kabupaten) di empat kabupaten di Sumba lebih tinggi daripada APM provinsi NTT (92%) serta APM secara nasional (93%), seperti disajikan dalam Tabel 5 di bawah ini. Selama 3 tahun terakhir, angka ini stabil. Namun demikian, angka partisipasi di Sumba Barat Daya sangat rendah, sehingga kalau diperhitungkan akan menurunkan APM di Sumba menjadi 88%. Mengingat jumlah anak usia SD di Sumba Barat Daya mendekati 50% anak usia SD di Sumba, maka rendahnya angka partisipasi di kabupaten ini mempengaruhi kinerja pendidikan dasar di Sumba secara keseluruhan dan mengindikasikan faktor-faktor partisipasi sekolah yang khas di kabupaten tersebut.

Tabel 5. Angka Partisipasi Murni dan Kasar SD di Sumba

Kabupaten Tahun Ajaran 2014/2015

APK APM

Sumba Timur 120 96

Sumba Barat 115 94

Sumba Tengah 108 96

Sumba Barat Daya 116 81

Seluruh Sumba 116 88

NTT 116 92

Nasional 110 94

Angka Partisipasi Kasar (partisipasi anak di SD, termasuk anak yang usianya di bawah atau di atas usia SD) mengungkap informasi tentang partisipasi sekolah berdasarkan umur yang penting untuk memahami faktor-faktor yang terkait dengan keberhasilan di sekolah dan efisiensi sekolah. Kecuali di Sumba Barat Daya, APK di kabupaten menunjukkan relatif tingginya angka partisipasi anak di luar usia SD 6 (7—15 tahun) di SD.

(26)

APK yang tinggi ini tidak diakibatkan oleh rata-rata usia masuk sekolah yang tinggi, yaitu faktor yang terkait dengan kegagalan sekolah, sesuai data yang tersedia di 3 kabupaten tentang usia masuk sekolah.19 Tabel 6 menunjukkan bahwa, kecuali di Sumba Tengah, kelompok usia yang paling menyumbang bagi angka partisipasi di luar umur SD adalah kelompok umur 5-6 tahun. Di Sumba Barat dan Sumba Barat Daya sepertiga dari siswa kelas 1 SD berada di bawah umur masuk SD. Jumlah anak di bawah umur SD di Sumba Tengah sangat kecil. Hampir tidak ada perbedaan antara sekolah swasta dan sekolah negeri dalam hal angka partisipasi.

Tabel 6. Partisipasi Anak Kelas 1 Sesuai Umur dan di Bawah Umur SD di Keempat Kabupaten di Sumba

Kabupaten Anak umur 1 sampai 6-7 tahun (%)

5-6 6-7

Sumba Barat 56 44

Sumba Barat Daya 48 52

Sumba Tengah 4 96

Sumba Timur 62 38

Sumber data: Dapodik Tahun Ajaran 2014/2015)

Prestasi Siswa. Tersedia tiga indikator pencapaian/prestasi siswa.

Putus sekolah. Dalam database Dapodik angka putus sekolah relatif rendah.

Gambar 3. Distribusi Putus Sekolah di SD di Sumba

Mengulang. Pada tahun 2014 angka mengulang kelas 1 dan 2 di setiap kabupaten Sumba sangat tinggi,

seperti ditampilkan pada Gambar 4.

19 Data sekolah di Dapodik untuk Sumba Timur diperoleh dari Provinsi NTT tidak lengkap sehingga tidak dimasukkan.

0 siswa 70,91% 1-2 siswa 17,73% 3-5 siswa 6,20% 6-9 siswa 2,93% > 9 siswa 2,24%

Distribusi Sekolah menurut angka Putus sekolah

(27)

Gambar 4. Angka Mengulang Per Kelas di Keempat Kabupaten di Sumba

Di Sumba Timur angka mengulang Kelas 1 mencapai 21%. Di Sumba Barat Daya dan Sumba Tengah, 17%; dan 12% di Sumba Barat. Di Sumba Timur, angka mengulang tetap tinggi di Kelas 3 yaitu 10%. Tidak ada perbedaan prestasi/kinerja siswa antara sekolah swasta dan sekolah negeri di Sumba Barat dan Sumba Barat Daya. Namun angka mengulang siswa di sekolah negeri di Sumba Timur adalah 7% lebih banyak daripada di sekolah swasta, sedangkan di Sumba Tengah angka mengulang di sekolah negeri adalah 5% lebih tinggi dari sekolah swasta.

Pencapaian pada Ujian Nasional. Ujian Nasional (UN) SD ditetapkan secara nasional dan dinilai di kabupaten

tanpa melibatkan sekolah. Tabel 7 menunjukkan hasil UN untuk bidang studi utama di Sumba pada tahun ajaran 2014/2015. Hasil UN ini merupakan hasil agregasi tingkat sekolah. Hasil UN siswa SD di Sumba berada di atas target nasional Renstra 2015-19, yaitu 6,5. Walaupun ujian nasional yang independen ini lebih dapat dipercaya daripada ujian sekolah, namun Pusat Penilaian Pendidikan menunjukkan bahwa data-data ini tidak sepenuhnya bebas dari masalah keterandalan (reliability).

12% 6% 4% 3% 2% 0% 16% 9% 7% 5% 4% 0% 17% 7% 6% 4% 2% 0% 21% 12% 10% 6% 4% 0% 0% 1% 2% 3% 4% 5% 6% 7% 8% 9% 10% 11% 12% 13% 14% 15% 16% 17% 18% 19% 20% 21% 22% 23%

Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 Kelas 5 Kelas 6

Angka Mengulang per Kelas

(28)

Tabel 7. Nilai Rata-rata UN SD/MI 2014/2015

Kabupaten

Bahasa Indonesia Matematika IPA

Rata-rata Standar Deviasi Rata-rata Standar Deviasi Rata-rata Standar Deviasi

Sumba Barat 74 7 66 10 74 9

Sumba Barat Daya 74 9 66 12 74 10

Sumba Tengah 69 8 60 11 69 11

Sumba Timur 67 8 58 11 68 10

Sumba SD 71 9 62 12 71 10

Sumba MI 70 6 66 9 77 5

(Sumber data: Dinas PPO kabupaten di Sumba tahun ajaran 2014/2015)

Peluang menyelesaikan Pendidikan Dasar. Persentase lulusan SD yang melanjutkan ke SMP mencerminkan

prestasi di akhir pendidikan dasar serta kendala kemiskinan untuk wilayah yang tinggi angka kemiskinannya. Tabel 8 menunjukkan kecenderungan dalam angka partisipasi kasar SMP di Sumba. Angka-angka ini mengindikasikan adanya peningkatan angka partisipasi tahunan, walaupun masih berada di bawah angka partisipasi nasional. Terdapat sedikit perbedaan antar kabupaten terkait angka lulusan SD yang melanjutkan ke SMP.

Tabel 8. Kecenderungan Angka Partisipasi Kasar SMP tingkat Kabupaten di Sumba

Kabupaten Angka Partisipasi Kasar SMP

2012/13 2013/14 2014/15

Sumba Timur 75% 89% 94%

Sumba Barat 81% 90% 93%

Sumba Tengah 80% 80% 95%

Sumba Barat Daya 83% 83% 93%

NTT 83% 91% 96%

Nasional 100% 97% 101%

Sumber: Statistik PDSP 2014/2015

Perbedaan besar dalam angka partisipasi kasar dan murni untuk SMP kurang bermakna dibanding pada tingkat SD karena terdapat perbedaan pola masuk sekolah.

Sebagai kesimpulan, informasi latar pendidikan dasar di Sumba menyoroti beberapa ciri khas yang penting untuk menganalisis isu-isu dan kinerja sekolah yang dibahas dalam bab-bab berikut. Salah satu ciri khas utamanya adalah kemiskinan: gaya hidup pertanian yang keras, tenaga kerja yang tak diupah, dan akses yang sangat rendah terhadap pekerjaan yang berbasis keterampilan. Tingkat pendidikan orang tua yang sangat

(29)

rendah merupakan hal yang lazim ditemui di Sumba. Dalam bidang pendidikan, keempat kabupaten memiliki kesamaan dalam identitas historis di mana pelayanan pendidikan dasar diselenggarakan oleh gereja sebelum pemerintah turun tangan menyelenggarakan layanan pendidikan.

Terdapat faktor-faktor yang berpotensi mendukung pembelajaran siswa di Sumba seperti tingginya tingkat keaksaraan ibu. Faktor lain yang berpotensi mendukung adalah adanya bahasa-bahasa daerah yang dapat saling dipahami serta adanya bahasa-bahasa utama yang menggunakan tulisan, sehingga dapat menjadi dasar bagi penyusunan kurikulum bahasa ibu untuk kelas-kelas awal, bila hal itu dipandang layak dan diinginkan, demi peningkatan pembelajaran awal anak. Yang paling mencolok dari data pencapaian yang disajikan dalam ikhtisar ini adalah tingginya angka mengulang di kelas awal, yang mengindikasikan bahwa masalah ini merupakan titik intervensi penting.

Hal lain yang mencolok dari ikhtisar ini adalah perbedaan sekaligus kemiripan yang bermakna antar kabupaten. Perbedaan dimaksud terkait dengan luas wilayah, jumlah dan distribusi penduduk. Namun demikian, perbedaan-perbedaan besar ini menghasilkan tingkat tantangan yang berbeda serta pengaturan berbeda dalam mengelola penyelenggaraan pendidikan. Perbedaan-perbedaan ini perlu dipertimbangkan ketika merumuskan solusi yang dapat diterapkan di semua kabupaten, khususnya ketika hampir setengah bagian dari jumlah siswa di Sumba berada di satu dari empat kabupaten di Sumba.

(30)
(31)

Metodologi

Yang menjadi pokok ACDP 040 adalah kinerja sekolah dan madrasah (SD/MI), dengan penekanan khusus pada sekolah di daerah tertinggal. Kerangka Acuan ACDP 040 menawarkan dua titik masuk ke dalam analisis situasi.

Titik masuk pertama adalah tujuan studi ini, yaitu menjadikan kinerja sekolah lebih efektif. Untuk mencapai tujuan ini, dikembangkan sebuah kerangka konseptual pada masa awal program, berdasarkan pustaka internasional dan nasional terkait kinerja sekolah yang efektif. Lihat Lampiran 2. Tinjauan Pustaka

Efektivitas Sekolah. Kerangka tersebut bersifat sementara untuk mengantisipasi adanya kebutuhan merevisi

ketika Analisis Situasi memperjelas konteks kinerja sekolah di Sumba. Kotak 1 menyajikan kategori-kategori efektivitas sekolah berdasarkan kerangka sementara ini:

Kotak 1. Kerangka Konseptual Sementara Efektivitas Sekolah, Tinjauan Pustaka ACDP 040 1. Mengajar yang efektif

1.1 guru yang paham cara mengajar literasi dan berhitung 1.2 penilaian kelas yang sering dan bersifat diagnostik/klinis

1.3 bahan kurikulum dan petunjuk yang dapat diakses/dipahami siswa dengan kemampuan belajar bervariasi; akses terhadap bahasa petunjuk/pengantar

1.4 iklim ruang kelas yang positif (termasuk dorongan supaya siswa aktif, dukungan bagi siswa yang kesulitan, petunjuk yang jelas serta pelajaran yang terencana dengan baik)

1.5 ukuran kelas yang tepat untuk belajar

2. Monitoring Belajar Mengajar oleh Kepala Sekolah dan Pengawas

(32)

3. Ketersediaan pelatihan

3.1 Pelatihan pengembangan profesi guru, termasuk pembinaan berbasis sekolah menyangkut strategi mengajar efektif

3.2 Kepala sekolah terlatih untuk memberi dukungan pada guru

4. Lama waktu belajar

3.1 Kehadiran guru di kelas 3.2 Kehadiran siswa di kelas 3.3 Panjangnya tahun ajaran

3.4 Tahun ajaran dan hari sekolah yang mulai tepat waktu 3.5 Supervisi terhadap kelas yang gurunya absen

5. Keterlibatan orang tua dalam pembelajaran

1.1 Interaksi guru dan orang tua terkait kemajuan belajar anak 1.2 Dukungan orang tua untuk pekerjaan rumah

1.3 Dukungan orang tua untuk membaca di rumah 1.4 Kesiapan anak belajar di sekolah

5.6 Kontak sekolah dengan orang tua terkait kemajuan anak

6. Fasilitas bangunan dalam keadaan baik

6.1 Listrik 6.2. Air

6.3 Jumlah toilet untuk laki-laki dan perempuan, berfungsi, bersih

6.4 Ruang kelas yang kondusif (cahaya, ventilasi baik, tidak ada resiko kerusakan struktur) 6.5 Meja & kursi

6.6. Papan yang bersih 6.7 Lemari penyimpanan

Dengan mengorganisir semua komponen penelitian dalam studi berdasarkan kerangka ini, akan dihasilkan koherensi dan dasar yang sistematis bagi pengembangan kebijakan.

Titik masuk kedua ke dalam Analisis Situasi adalah keprihatinan utama para pemangku kepentingan di Sumba dan di Provinsi NTT. Keprihatinan-keprihatinan inilah yang memicu studi ini dan perlu diperhatikan secara khusus berdasarkan Kerangka Acuan Studi. Setelah dimutakhirkan dan dipertajam melalui konsultasi selama periode awal program, keprihatinan-keprihatinan utama tersebut mengelompok di sekitar isu-isu tentang

(33)

ketersediaan guru yang berkualitas di sekolah negeri maupun swasta, kualitas mengajar dan kesiapan siswa SD untuk bersekolah.20

Terdapat kemiripan yang cukup tinggi antara kedua titik masuk sehingga dapat dikonsolidasikan dalam sebuah kerangka efektivitas sekolah yang berpusat pada unsur yang paling berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Keprihatinan pemangku kepentingan terhadap isu-isu yang terkait dengan sistem memungkinkan adanya penekanan pada unsur dukungan sistem yang menunjang efektivitas sekolah.

Melalui konsolidasi ini dihasilkan analisis situasi yang lebih tersasar. Analisis situasi ini tidak mencakup semua komponen penyelenggaraan pendidikan. Terdapat penelitian lain tentang kualitas penyelenggaraan pendidikan, yang mengukur kualitas berdasarkan berbagai standar yang komprehensif. Salah satunya saat ini sedang dilakukan di beberapa kabupaten di Sumba.21 Analisis situasi ini dapat disebut komprehensif karena mencoba untuk secara menyeluruh mengidentifikasi dan menjelaskan faktor-faktor yang menurut pemangku kepentingan paling memprihatinkan dan yang berdasarkan penelitian paling berpengaruh terhadap hasil sekolah yang lebih baik.

Dengan demikian, berdasarkan gabungan antara keprihatinan para pemangku kepentingan dan ciri efektivitas yang diperoleh dari hasil penelitian, maka analisis situasi ini memberikan perhatian khusus pada:

• Mutu tenaga guru

• Mutu pengajaran

• Dukungan di sekolah serta oleh sistem belajar mengajar

• Faktor latar belakang dan lingkungan yang mempengaruhi kemampuan anak belajar.

Metodologi

Analisis situasi dilakukan melalui tiga bidang penelitian utama.

Tinjauan kebijakan dan peraturan yang mempengaruhi ketersediaan guru dan mutu belajar mengajar pada SD/MI di Sumba. Tinjauan ini merupakan sebuah proses berulang. Pemilihan kebijakan yang paling

berpengaruh terhadap situasi pendidikan di Sumba pada awalnya didasari pada identifikasi kebijakan yang telah mengakibatkan kesulitan dalam konteks Sumba oleh para pemangku kepentingan. Dua lokakarya konsultasi pada masa awal program menghasilkan fokus pada kebijakan-kebijakan nasional yang mengatur tentang ketersediaan guru PNS dalam konteks sekolah negeri dan swasta di Sumba; kualifikasi dan kemampuan mengajar guru SD; serta implikasi kebijakan nasional yang baru tentang pelayanan

20 Pilihan isu ini memiliki perbedaan dalam aspek tertentu dengan pilihan isu pada tahun 2013 ketika program diluncurkan. Fokus

pemangku kepentingan pada perluasan penyediaan sekolah telah cukup memadai sehingga masalah akses tidak lagi dianggap prioritas.

(34)

pengembangan anak usia dini yang terintegrasi (PAUD) terhadap peningkatan kesiapan anak untuk belajar di kelas-kelas awal.22

Dokumen kebijakan utama kemudian dikaji. Untuk isu kepala sekolah dan pengawas, kebijakan yang dikaji termasuk Undang - Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) tahun 2003, Undang - Undang tentang Guru dan Dosen tahun 2005, berbagai aturan terkait Standar Nasional Pendidikan dan Standar Pelayanan Minimal, seperti peraturan yang terkait dengan kenaikan pangkat dan pengembangan karier guru, serta yang terkait dengan kebijakan pegawai negeri yang menyangkut guru. Untuk pendidikan usia dini, peraturan utama yang dikaji adalah Undang - Undang tentang Desa tahun 2006 serta Peraturan Presiden tahun 2013 tentang Pengembangan Anak Usia Dini Holistik-Integratif.

Untuk memahami dasar berpikir undang-undang dan peraturan-peraturan tersebut dalam rencana jangka panjang Indonesia untuk pendidikan sekolah dan pengaruhnya terhadap pengembangan pendidikan sejak ditetapkannya Sisdiknas, maka dipelajari pula pustaka-pustaka analitis yang relevan. Pustaka-pustaka dimaksud merupakan studi yang terkait dengan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-19 dan studi analitis tentang ketidakhadiran guru, pengembangan profesi kepala sekolah, bahasa pengantar dan inovasi pelatihan guru di Tanah Papua, kurikulum dan reformasi kebijakan penilaian dan pendidikan anak usia dini.23

Melacak pernyataan kebijakan yang sebenarnya berdasarkan kesimpulan yang ditarik para pemangku kepentingan di Sumba; dan berdasarkan dampaknya dalam konteks Sumba, menjadi bagian utama dalam analisis terhadap tiga ranah kebijakan. Metode yang digunakan menyelidiki dampak kebijakan serta persepsi dan pengambilan keputusan pemangku kepentingan Sumba adalah melalui diskusi kelompok terarah terkait masing-masing tema. Secara keseluruhan diadakan empat diskusi kelompok terarah, yaitu satu kali di setiap kabupaten bersama responden yang relevan, seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 9.

Tabel 9. Diskusi Kelompok Terarah Kebijakan dan Kelompok Peserta

Diskusi Kelompok

Terarah (FGD) Responden

Kelompok 1:

Ketersediaan guru • Pejabat pendidikan di kabupaten: Kepala Dinas, Kepala Bidang Pendidikan Dasar,

Kepala Bidang Ketenagaan, dan Kepala Bidang Perencanaan • Bappeda Kabupaten: Kabid Sosbud

• Kepala Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) • Perwakilan Yayasan Kristen, Katolik, dan Islam

• Perwakilan MK3S

22 Lokakarya konsultasi dimaksud adalah konsultasi perdana tingkat provinsi tentang relevan tidaknya masalah yang diangkat pada

Kerangka Acuan yang disusun tahun 2014 untuk penelitian ini (19 Februari, Kupang) dan Lokakarya Laporan Awal seluruh Kabupaten di Sumba (23 Maret, Sumba Barat).

(35)

Diskusi Kelompok

Terarah (FGD) Responden

Kelompok 2: Mutu

Mengajar • Pejabat pendidikan di kabupaten: Kepala Bidang Pendidikan Dasar, Korwas

• Kepala program pendidikan guru STIKIP, Sumba Barat Daya • Perwakilan Dewan Pendidikan Kabupaten

• Kelompok Kerja Kepala Sekolah • Perwakilan Kepala Sekolah • Perwakilan guru SD

• Para guru yang mengikuti pendidikan di Universitas Nusa Cendana dan Universitas Terbuka untuk mendapatkan kualifikasi S1

• Penasihat pelatihan guru Save the Children di Sumba

Kelompok 3: Ketidaksiapan anak belajar di kelas awal

• Pejabat pendidikan Kabupaten: Kepala SD dan TK • Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten

• Kepala Dinas Sosial Kabupaten

• Kepala Bidang Sosbud Bappeda Kabupaten • Kepala Desa

• Kepala Komite yang mengurus PAUD • Pengelola PAUD

• Pelatih PAUD Save the Children/ World Vision • Perwakilan orang tua

Analisis kebijakan yang dikembangkan melalui proses ini dibahas dalam Bab 3 dan 4.

Analisis data kuantitatif tentang sistem dan kinerja sekolah merupakan bidang penelitian kedua dalam

Analisis Situasi ini. Analisis ini menggunakan data tentang sekolah dan guru yang bersama dengan data individu siswa merupakan bagian dari sistem Dapodik. Kabupaten menyediakan akses ke sistem Dapodik-nya untuk mendapatkan data tentang guru dan sekolah di masing-masing kabupaten.

Kualitas data Dapodik kurang memadai. Data dimasukkan oleh sekolah dan diserahkan langsung kepada Kementerian tanpa pemeriksaan kualitas oleh Dinas Pendidikan Kabupaten. Banyak data sekolah yang masih kosong dalam data Dapodik Sumba Timur tahun 2014-5, sehingga tidak dapat digunakan untuk penelitian yang berkaitan dengan guru. Sementara itu terdapat kesenjangan yang signifikan dalam data guru Sumba Tengah.

Jalur utama penelitian yang diambil adalah terkait dengan data penyediaan guru, distribusi dan kualifikasi guru serta status guru di keempat kabupaten. Tujuannya adalah untuk melihat apakah persepsi pemangku kepentingan terhadap masalah yang terkait dengan ketersediaan guru berkualitas didukung oleh data yang

(36)

ada; serta bagaimana pola yang bisa ditemukan yang bisa memberi masukan tambahan tentang masalah yang dihadapi serta solusi yang memungkinkan. Hasil analisis diangkat dalam diskusi kelompok terarah sehingga memperbaiki dan merubah persepsi terhadap masalah dan peluang pilihan kebijakan.

Melalui Dinas Pendidikan Provinsi NTT, ACDP memperoleh akses ke database UN. Namun, karena data sudah diagregasi di tingkat sekolah, dan karena kurangnya variasi dalam kisaran kinerja sekolah, maka hanya sedikit informasi yang bisa diperoleh dari sumber tersebut tentang efektivitas sekolah. Tim tidak dapat mengakses data prestasi individu siswa pada UN SD sehingga tidak mungkin

melakukan analisis multivariat terhadap faktor-faktor sekolah dan latar belakang siswa yang relevan. Hasil analisis kuantitatif ini juga menjadi bagian isi Bab 3 dan 4.

Bidang penelitian ketiga adalah studi kasus tentang sekolah-sekolah di daerah tertinggal. Penelitian ini merupakan bagian terbesar

dari studi ini dilihat dari segi logistik dan kerumitan metodologis, serta dari segi ruang bagi pengembangan kebijakan dan inovasi di kabupaten. Karena fokus Kerangka Acuan ACDP 040 adalah sekolah di daerah tertinggal, maka studi kasus ini dibatasi pada strata sekolah di daerah tertinggal. Tujuan dari studi kasus sekolah dan fokus pada sekolah di daerah tertinggal adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menghasilkan kinerja yang efektif di daerah sulit, sehingga solusi setempat terhadap masalah yang dihadapi serta praktik-praktik cerdas diharapkan dapat diterapkan untuk semua sekolah di Sumba. Karena itu, dalam konteks daerah tertinggal, studi kasus membandingkan sekolah berkinerja/berprestasi tinggi, sedang dan rendah.

Metodologi yang digunakan untuk studi kasus sekolah mencakup beberapa komponen.

Pemilihan sekolah. Sekolah dipilih dari desa-desa yang terpilih berdasarkan indeks ketertinggalan dan keterpencilan. Indeks ini didasarkan pada kriteria yang diambil dari database Potensi Desa (Podes) Badan Pusat Statistik. Kriteria ketertinggalan yang digunakan adalah ketiadaan listrik, pembangunan ekonomi yang diukur dengan fasilitas seperti pasar permanen/semi permanen dan toko-toko, pertanian sebagai sumber utama pendapatan, akses terhadap air bersih, rendahnya rumah tangga dengan fasilitas toilet, keberadaan Puskesmas dan SMP. Berdasarkan indeks yang dihasilkan, diketahui bahwa 256 dari 426 desa di Sumba merupakan desa tertinggal. Kriteria untuk keterpencilan adalah jarak dari ibukota kabupaten, kesulitan akses (tidak dapat diakses oleh kendaraan saat musim hujan), dan kurangnya angkutan desa. Berdasarkan indeks yang dihasilkan dari kriteria ini, teridentifikasi bahwa terdapat 55 desa terpencil di Sumba. Database yang digunakan untuk mengidentifikasi desa-desa ini adalah PODES 2014. Metodologi penyusunan indeks dapat dilihat pada Lampiran 3. Metodologi Studi Kasus.

Dari desa-desa tersebut, dipilih 12 sekolah studi kasus (empat per kabupaten). Kriteria yang digunakan adalah angka mengulang, sebagai satu-satunya variabel hasil yang tersedia dan dapat diandalkan untuk

60% desa di seluruh Sumba merupakan desa tertinggal. Karena itu, studi kasus ini sebenarnya merupakan studi tentang sebagian besar sekolah di Sumba.

(37)

membedakan tingkat kinerja belajar. Diadakan pula konsultasi dengan Dinas Pendidikan setempat dan pengawas untuk memastikan bahwa pilihan sekolah yang diambil konsisten dengan yang mereka ketahui tentang kinerja sekolah yang dipilih.

Fokus penelitian studi kasus sekolah di daerah tertinggal. Penelitian di tingkat sekolah memiliki tiga tujuan. Tujuan pertama adalah untuk melihat sejauh mana tingkat kinerja sekolah, berdasarkan kemampuan membaca siswa pada Kelas 2. Tujuan kedua adalah untuk melihat sejauh mana ketentuan, dan praktik serta proses di sekolah, sesuai dengan kriteria efektivitas dalam enam bidang yang membingkai penelitian ini.

Karena sampel yang jumlahnya kecil tidak bersifat acak, maka kesimpulan statistik tentang hubungan antara hasil belajar dengan ukuran efektivitas sekolah terbatas. Namun demikian, apabila kemampuan membaca yang baik dan kelas yang efektif serta praktik sekolah terjadi berdampingan, maka berdasarkan pustaka, berarti ada hubungan antara ketiganya. Kemustahilan praktis bagi pembelajaran anak di beberapa konteks yang diamati, memvalidasi sejumlah temuan dalam studi kasus ini.

Tujuan ketiga adalah untuk memahami konteks kinerja sekolah studi kasus sebagai dasar untuk membentuk penilaian tentang tingkat kelayakan peningkatan kinerja yang diinginkan. Di samping itu, secara khusus juga diperhatikan kondisi pembelajaran anak yang hadir di sekolah.

Pelaksanaan survei. Untuk mendapatkan gambaran tentang kinerja dan kondisi kinerja sekolah, dikembangkan sepuluh instrumen, yaitu:

• Pengujian kemampuan membaca siswa Kelas 2

• Observasi pelajaran Bahasa Indonesia di Kelas 2

• Wawancara terpisah dengan guru Kelas 2, Ibu dari siswa Kelas 2, Kepala Sekolah, staf pengajar di sekolah, dan komite sekolah

• Sebuah diskusi kelompok terarah dengan pimpinan desa dan pengelola Posyandu dan PAUD. Apabila memungkinkan, instrumen didasarkan pada atau menggunakan unsur-unsur dari studi nasional atau studi di Sumba yang dilakukan sebelumnya agar para pemangku kepentingan dapat melakukan perbandingan kinerja SD/MI, seperti yang digambarkan dalam penelitian ini. Sumber utama pengujian kemampuan membaca adalah instrumen yang dikembangkan oleh USAID untuk studi SSME/EGRA tingkat nasional di Indonesia pada tahun 2014. Sedangkan untuk data tentang latar belakang siswa, pertanyaan yang relevan diambil dari instrumen baseline Save the Children untuk Sumba Barat dan Sumba Tengah.

Pengujian kemampuan membaca perlu dijelaskan secara khusus. Penilaian ini terdiri dari mendengar seorang anak membaca bahan bacaan yang cocok untuk Kelas 2 dengan nyaring. Hal ini memungkinkan para

(38)

pemangku kepentingan langsung mengetahui apakah anak bisa membaca atau tidak. Gagasan untuk menunjukkan kepada pemangku kepentingan apakah anak mampu membaca atau tidak diadaptasi dari model ASER yang digunakan oleh Pratham India. Hal ini memungkinkan orang tua bahkan yang mungkin tidak dapat membaca untuk menilai apakah ada nilai tambah sekolah untuk anak mereka. Lihat Instrumen Studi

Kasus pada dokumen terpisah, yang tersedia atas permintaan kepada ACDP.

Survei ini dilaksanakan oleh tim kabupaten yang didukung anggota tim ACDP 040. Anggota tim kabupaten termasuk Kepala Bidang Pendidikan Dasar dari Dinas PPO kabupaten, dan kepala sekolah dan guru berpengalaman yang diusulkan Dinas Kabupaten. Sebelum melakukan kegiatan lapangan, anggota tim dilatih selama satu hari terkait penggunaan instrumen dan protokol studi.

Setiap sekolah/desa dikunjungi selama satu setengah hari kerja.

Analisis. Data yang dikumpulkan dari sekolah digunakan menyusun deskripsi profil sekolah di daerah tertinggal berdasarkan karakteristik sekolah yang dapat dikuantifikasi. Untuk analisis efektivitas komparatif, sekolah dikelompokkan menjadi sekolah berprestasi/berkinerja tinggi, menengah dan rendah berdasarkan dua variabel keluaran, yaitu angka mengulang dan pengujian kemampuan membaca siswa Kelas 2. Ketiga kelompok sekolah kemudian dianalisis untuk melihat apakah ada perbedaan antar kelompok dilihat dari enam indikator dalam enam domain kerangka efektivitas sekolah. Kemudian dilakukan pembahasan mengenai apa yang diindikasikan oleh perbedaan tersebut terhadap perbedaan angka mengulang siswa dan kemampuan membaca.

Bab 5 berisi hasil studi kasus sekolah di daerah tertinggal.

Komponen terakhir dari Analisis Situasi ini adalah peninjauan, dan apabila perlu, revisi terhadap kerangka efektivitas sekolah sementara yang dikembangkan berdasarkan pustaka. Hal ini dilakukan dengan menilai faktor yang paling mendasar untuk kinerja sekolah dalam konteks Sumba dan menyesuaikan lingkup kerangka studi ini dengan konteks di Sumba.

Gambar

Tabel 1. Luas Daratan dan Jumlah Penduduk di Keempat Kabupaten di Sumba 5
Gambar 1. Tingkat Pendidikan Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas di Sumba
Gambar 2. Peta Bahasa di Sumba 14
Tabel 2. Tenaga Guru dan Distribusinya di Sekolah Negeri dan Swasta di Sumba
+7

Referensi

Dokumen terkait