BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Kinerja
2.1.1. Pengertian Kinerja
Kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya. Mangkunegara (2009)
Kinerja adalah hasil dari suatu proses yang mengacu dan diukur selama
periode waktu tertentu berdasarkan ketentuan atau kesepakatan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Sedangkan pengertian manajemen kinerja menurut
Michael Amstrong (dalam Edison,dkk 2016) Manajemen kinerja dapat
didefenisikan sebagai suatu proses yang sistematis untuk meningkatkan kinerja
organisasi dengan mengembangkan kinerja individu dan tim.
Kinerja atau prestasi kerja adalah hasil upaya seseorang yang ditentukan oleh
kemampuan karakteristik pribadinya serta persepsi terhadap perannya dalam
pekerjaan itu. (Sutrisno, 2009)
2.1.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Gibson yang dikutip Ilyas (1999), untuk mengetahui faktor-faktor
yang memengaruhi kinerja dilakukan pengkajian terhadap tiga kelompok variabel
yaitu variabel individu, variabel organisasi, dan variabel psikologis. Ketiga
kelompok variabel tersebut memengaruhi kelompok kerja yang pada akhirnya
adalah yang berkaitan dengan tugas–tugas pekerjaan yang harus diselesaikan
untuk mencapai sasaran suatu jabatan atau tugas.
Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan
(ability) dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Keith
Davis (dalam Mangkunegara, 2013) yang merumuskan bahwa:
a. Human Performance = Ability + Motivation
b. Motivation = Attitude + Situation
c. Ability = Knowledge + Skill
1. Faktor Kemampuan
Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, pegawai yang memiliki IQ di atas rata – rata (IQ 110 – 120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari – hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya (the right man in the right place, the right man on the right job).
2. Faktor Motivasi
2.1.3. Penilaian Kinerja
Faktor kritis yang berkaitan dengan keberhasilan jangka panjang organisasi
adalah kemampuannya untuk mengukur seberapa baik karyawan berkarya dan
memnggunakan informasi tersebut guna memastikan bahwa pelaksanaan
memenuhi standar-standar sekarang dan meningkat sepanjang waktu. Penilaian
kinerja adalah alat yang bermanfaat tidak hanya untuk mengevaluasi kerja dari
para karyawan, tetapi juga untuk mengembangkan dan memotivasi karyawan.
Pada intinya, penilaian kinerja dapat dianggap sebagai alat untuk memverifikasi
bahwa karyawan memenuhi standar kinerja yang telah ditetapkan.
Penilaian kinerja (performance appraisal) adalah proses organisasi dalam
mengevaluasi pelaksanaan kerja karyawan. Dalam penilaian kinerja dinilai
kontribusi karyawan kepada organisasi selama periode waktu tertentu
(Sofyandi,2008).
Sikula (dalam Mangkunegara, 2009) mengemukakan bahwa, penilaian
pegawai merupakan evaluasi sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi
yang dikembangkan. Penilaian dalam proses penafsiran atau penentuan nilai,
kualitas atau status dari beberapa obyek orang atau sesuatu (barang). Selanjutnya
Mengginson (dalam Mangkunegara, 2009) menyatakan bahwa penilaian prestasi
kerja (performance appraisal) adalah suatu proses yang digunakan pimpinan
untuk menentukan apakah seorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai
dengan tugas dan tanggung jawabnya.
1. Manajer memerlukan evaluasi yang objektif terhadap kinerja karyawan
pada masa lalu yang digunakan untuk membuat keputusan di bidang
SDM di masa yang akan datang
2. Manajer memerlukan alat yang memungkinkan untuk membantu karyawan
memperbaiki kinerja, merencanakan pekerjaan, mengembangkan
kemampuan dan ketrampilan untuk perkembangan karier dan
memperkuat hubungan antar manajer yang bersangkutan dengan
karyawannya. (Yani, 2012)
2.1.4. Manfaat Penilaian Kinerja
Apabila penilaian kinerja dapat dilakukan seara baik dan objektif maka akan
dapat diperoleh manfaat-manfaat yang dapat dirasakan, baik oleh manajer sebagai
penilai, karyawan yang dinilai, dan organisasi secara keseluruhan.(Yuli,2005)
a. Manfaat bagi manajer penilai
Dengan melakukan penilaian secara objektif, manajer akan mudah
mengidenifikasi beberapa hal mengenai karyawan yang dinilai, seperti
kekuatan dan kelemahan karyawan, beberapa masalah yang ada, masalah
potensial, dan kekuatan akan program pelatihan.
b. Manfaat bagi karyawan
Karena yang dinilai itu adalah karyawan, maka karyawan akan
memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan pandangannya,
mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya, memiliki kesempatan untuk
mendiskusikan tujuan organisasi/departemen, dan mengidentifikasi
c. Manfaat bagi organisasi
Secara umum, penilaian kerja karyawan akan mampu meningkatkan kerja
individu, meningkatkan kerja departemen, adanya efisiensi, meningkatkan
kualitas produksi/pelayanan. Organisasi juga akan dapat menggunakan
penilaian prestasi sebagai alat pengambilan keputusan dalam rangka
menetapkan konpensasi dan promosi jabatan.
2.1.5. Standar Penilaian Kinerja
Syarat pertama untuk menghasilkan penilaian prestasi yang efektif adalah
menetapkan standar kinerja itu sendiri. Mathis dan Jackson (2000) (dalam
Yuli,2005) menetapkan lima standar utama dalam melakukan penilaian
terhadap prestasi/kinerja karyawan, yaitu :
1. Jumlah keluaran (quantity of output)
Standar keluaran (output) lebih banyak digunakan untuk menilai prestasi
karyawan dibagian produksi atau teknis. Standar ini dilakukan dengan cara
membandingkan antara besarnya jumlah keluaran yang seharusnya
(standar normal) dengan kemampuan sebenarnya.
2. Kualitas keluaran (quality of output)
Jika yang digunakan dalam mengukur prestasi kerja karyawan itu adalah
sedikitnya jumlah produk yang cacat, maka standar ini disebut sebagai
standar quality. Standar ini lebih menekankan pada kualitas barang yang
3. Waktu Keluaran (timelines of output)
Ketepatan waktu yang digunakan dalam menghasilkan sebuah barang
sering digunakan sebagai ukuran atau penilaian terhadap prestasi kerja.
Apabila karyawan dapat memperpendek/mempersingkat waktu proses sesuai
dengan standar, maka karyawan tersebut dapat dikatakan telah memiliki
prestasi yang baik.
4. Tingkat Kehadiran (presences at work)
Ada sebagian organisasi yang mengukur dan menilai prestasi kerja
karyawannya dengan melihat daftar hadir. Asumsi yang digunakan dalam
standar ini adalah jika kehadiran karyawan di bawah standar hari kerja yang
ditetapkan maka karyawan tersebut tidak akan mampu memberikan
kontribusi yang optimal terhadap organisasi.
5. Kerja Sama (cooperativeness)
Standar ini biasanya digunakan untuk menilai kinerja karyawan pada tingkat
supervisor dan manajer. Keterlibatan seluruh karyawan dalam mencapai
target yang ditetapkan akan mempengaruhi keberhasilan bagian yang
diawasi. Kerja sama antara karyawan dapat ditingkatkan apabila masing –
masing supervisor mampu memotivasi mereka secara baik.
2.2. Motivasi
2.2.1. Pengertian Motivasi
Pada dasarnya sebuah organisasi atau perusahaan bukan saja
mengharapkan para karyawannya yang mampu, cakap dan terampil, tetapi
kerja yang optimal. Oleh karena itu motivasi kerja sangat penting dan
dibutuhkan untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi, sehingga tujuan
daripada perusahaan dapat tercapai. Karyawan dapat bekerja dengan
produktivitas tinggi karena dorongan motivasi kerja.
Motivasi berasal dari kata latin “movere” yang berarti “dorongan
atau daya penggerak”. Motivasi mempersoalkan bagaimana dapat memberikan
dorongan kepada pengikutnya atau bawahan, agar dapat bekerja semaksimal
mungkin atau bekerja bersungguh-sungguh.
Menurut Malayu S.P Hasibuan (2006) “bahwa motivasi adalah pemberian
daya pengerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau
bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk
mencapai kepuasan”.
Menurut Moekijat dalam Malayu S.P. Hasibuan (2006) bahwa “motif adalah
suatu pengertian yang mengandung semua alat penggerak alasan-alasan atau
dorongan-dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat
sesuatu”. Hal ini senada dengan Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2008), mengartikan motivasi sebagai, “dorongan yang timbul pada
diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan
dengan tujuan tertentu”.
Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) karyawan dalam menghadapi situasi
kerja diperusahaan (situation). Motivasi merupakan kondisi atau energi yang
menggerakkan diri karyawan yag terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan
situasi kerja itulah yang memperkuat motivasi kerjanya untuk mencapai kinerja
maksimal. (Mangkunegara, 2007)
Motivasi kerja merupakan motivasi yang terjadi pada situasi dan lingkungan
kerja yang terdapat pada suatu organisasi atau lembaga. Pada dasarnya
manusia selalu menginginkan hal yang baik-baik saja, sehingga daya pendorong
atau penggerak yang memotivasi semangat yang kerjanya tergantung dari harapan
yang akan diperoleh mendatang. Jika harapan itu dapat menjadi kenyataan maka
seseorang akan cenderung meningkatkan semangat kerjanya. Tetapi sebaliknya
jika harapan itu tidak tercapai akibatnya seseorang cenderung menjadi malas.
Berdasarkan pembahasan tentang berbagai pengertian motivasi, maka dapat
disimpulkan bahwa motivasi kerja melingkupi beberapa komponen yaitu:
1. Kebutuhan, hal ini terjadi bila seseorang individu merasa tidak ada
keseimbangan antara apa yang dimiliki dan yang diharapkan.
2. Dorongan, dorongan merupakan kekuatan mental untuk melakukan
perbuatan atau kegiatan tertentu.
3. Tujuan, tujuan merupakan hal yang ingin dicapai oleh individu.
Seseorang yang memiliki tujuan tertentu dalam melakukan suatu pekerjaan,
maka ia akan melakukan pekerjaan tersebut dengan antusias dan penuh semangat,
termasuk dalam pencapaian cita-cita yang dinginkan. Dengan demikian, antara
minat dan motivasi mempunyai hubungan yang erat, karena motivasi merupakan
dorongan atau penggerak bagi seseorang dalam pencapaian sesuatu yang
2.2.2. Jenis-jenis Motivasi
Jenis-jenis motivasi dapat dikelompokan menjadi dua jenis menurut Malayu
S.P. Hasibuan (2005), yaitu:
1. Motivasi Positif (Insentif positif), manajer memotivasi bawahan
dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi baik. Dengan
motivasi positif ini semangat kerja bawahan akan meningkat, karena
manusia pada umumnya senang menerima yang baik-baik saja.
2. Motivasi Negatif (Insentif negatif), manajer memotivasi
bawahannya dengan memberikan hukuman kepada mereka yang
pekerjaannya kurang baik (prestasi rendah). Dengan memotivasi negatif
ini semangat kerja bawahan dalam waktu pendek akan meningkat karena
takut hukuman.
2.2.3. Tujuan Motivasi
Motivasi mempunyai tujuan sebagaimana dalam Malayu S.P. Hasibuan
(2005) mengungkapkan bahwa:
1. Mendorong gairah dan semangat kerja karyawan,
2. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan,
3. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan,
4. Mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan perusahaan,
5. Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi
karyawan,
7. Menciptakan suasanan dan hubungan kerja yang baik,
8. Meningkatkan kreatifitas dan partisipasi karyawan,
9. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan,
10.Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-
tugasnya,
11.Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.
2.2.4. Teori-teori Motivasi
Teori-teori motivasi dapat diklasifikasikan atau dikelompokkan atas:
1. Teori Kepuasan (Content Theory)
Teori kepuasan mendasarkan pendekatannya atas faktor-faktor
kebutuhan dan kepuasan individu yang menyebabkannya bertindak serta
berprilaku dengan cara tertentu. Teori ini memusatkan perhatian pada
faktor-faktor dalam diri orang yang menguatkan, mengarahkan,
mendukung, dan menghentikan perilakunya. Teori ini menjawab
pertanyaan kebutuhan apa yang memuaskan seseorang dan apa yang
mendorong semangat bekerja seseorang. Hal yang memotivasi semangat
kerja seseorang adalah untuk memenuhi kebutuhan serta kepuasan
baik materiil maupun nonmateriil yang diperolehnya sebagai imbalan
balas jasa dari jasa yang diberikannya kepada perusahaan. Apabila imbal
materiil dan nonmateriil yang diterimanya semakin memuaskan,
standar kebutuhan yang diinginkan, semakin giat orang itu bekerja. Teori
motivasi kepuasaan antara lain:
a. Teori hierarkhi kebutuhan
Menurut ini kebutuhan dan kepuasaan kerja pekerja identik dengan
kebutuhan biologis da psikologis, yaitu berupa material maupun
non-material. Dasar teori ini adalah bahwa manusia merupakan
makhluk yang keinginannya tak terbatas, alat motivasinya adalah
kepuasan yang belum terpenuhi serta kebutuhannya berjenjang.
Atas dasar asumsi diatas, hierarki kebutuhan manusia menurut
Maslow (dalam Mangkunegara, 2013) adalah sebagai berikut:
1. Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan untuk mempertahankan
hidup. Yang termasuk ke dalam kebutuhan ini adalah
kebutuhan makan, minum, perumahan, udara, dan sebagainya.
2. Kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan kebebasan dari
ancaman yakni merasa aman dari ancaman kecelakaan dan
keselamatan dalam melaksanakan pekerjaan.
3. Kebutuhan sosial, teman, afiliasi, interaksi, dicintai dan
mencintai, serta diterima dalam pergaulan kelompok pekerja
dan masyarakat lingkungannya.
4. Kebutuhan akan penghargaan atau prestise, kebutuhan
akan penghargaan diri dan pengakuan serta penghargaan
5. Kebutuhan akan aktualisasi diri, dengan menggunakan
kemampuan, keterampilan, dan potensi optimal untuk mencapai
prestasi kerja yang sangat memuaskan/luar biasa.
b. Teori Dua Faktor Frederick Herzberg
Menurut Herzberg, faktor-faktor yang menghasilkan kepuasan kerja
terpisah dan berbeda dari faktor-faktor yang menimbulkan
ketidakpuasan kerja. Oleh karena itu, manajer yang berusaha
menghilangkan faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpuasan
kerja mungkin menghadirkan kenyamanan, namun belum tentu
motivasi. Mereka akan membuat angkatan kerja merasa nyaman,
bukan memotivasi. Sebagai hasilnya, kondisi-kondisi yang
melingkungi pekerjaan, seperti kualitas pengawasan, imbalan kerja,
kobijaksanaan perusahaan, kondiis fisik pekerjaan, hubungan
dengan individu lain, dan keamanan pekerjaan, digolongkan oleh
Herzberg sebagai faktor higiene (hygiene facktors). Ketika
faktor-faktor tersebut memadai, orang-orang tidak akan merasa tidak puas;
namun bukan berarti mereka merasa puas. Jika kita ingin
memotivasi individu dalam pekerjaan mereka, Herzberg
menyatakan penekanan faktor-faktor yang berhubungan dengan
pekerjaan itu sendiri atau dengan hasil-hasil yang berasal darinya,
seperti peluang promosi, peluang pengebangan diri, pengakuan,
karakteristik-karakteristik yang dianggab berguna secara intrinsik oleh individu
(Robbins dan Judge, 2009 dalam Edison,dkk 2016)
c. Teori Motivasi Prestasi dari Mc. Clelland
Mc. Clelland mengemukakan teorinya bahwa hal-hal yang
memotivasi seseorang adalah:
1. Kebutuhan akan prestasi, merupakan daya penggerak
yang akan memotivasi semangat bekerja seseorang. Karena itu
kebutuhan akan prestasi akan mendorong seseorang untuk
mengembangkan kreativitas dan mengerahkan semua kemampuan
serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang
maksimal.
2. Kebutuhan akan afiliasi, menjadi daya penggerak yang akan
memotivasi semangat bekerja seseorang. Oleh karena itu,
kebutuhan akan afiliasi ini yang merangsang gairah bekerja
karyawan karena setiap orang menginginkan hal-hal berikut:
(a) kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain di lingkungan
ia tinggal dan bekerja (b) kebutuhan akan perasaan dihormati,
karena setiap manusia merasa dirinya penting (c) kebutuhan akan
perasaan maju dan tidak gagal (d) kebutuhan akan perasaan ikut
serta. Seseorang karena kebutuhan akan afiliasi akan
memotivasi dan mengembangkan dirinya serta memanfaatkan
3. Kebutuhan akan kekuasaan, merupakan daya
penggerak yang memotivasi semangat kerja karyawan. Kebutuhan
akan kekuasaan akan merangsang dan memotivasi gairah kerja
karyawan serta mengerahkan semua kemampuannya demi mencapai
kekuasaan atau kedudukan yang terbaik. Ego manusia ingin lebih
berkuasa dari manusia lainnya akan menimbulkan persaingan.
Persaingan ditumbuhkan secara sehat oleh manajer dalam
memotivasi bawahannya, supaya mereka termotivasi untuk
bekerja giat.
2. Teori Motivasi Proses (Process Theory of Motivation)
Teori ini berusaha agar setiap karyawan mau bekerja giat sesuai dengan
harapan. Daya penggerak yang memotivasi semangat kerja terkandung dari
harapan yang akan diperolehnya. Jika harapan menjadi kenyataan maka
karyawan cenderung akan meningkatkan kualitas kerjanya, begitu pula
sebaliknya. Ada 3 macam teori motivasi proses yang utama (Husein Umar,
1998) dalam Sunyoto, 2013 antara lain:
a. Teori pengharapan (expectancy theory)
Teori ini dikemukakan oleh Victor H. Vroom yang mengatakan bahwa
seseorang bekerja untuk merealisasikan harapan-harapan dari
pekerjaan itu. Teori ini didasarkan pada 3 kelompok, yaitu:
- Harapan, adalah suatu kesempatan yang disediakan dan akan terjadi
karena perilaku.
- Pertautan, yaitu besarnya probabilitas jika bekerja secara efektif
maka akan mengarah ke hasil-hasil yang menguntungkan.
b. Teori keadilan
Dalam hal ini suatu keadilan merupakan daya penggerak yang
memotivasi semangat kerja seseorang, jadi atasan harus bertindak adil
terhadap semua bawahannya secara objektif. Dalam teori keadilan,
masukan meliputi faktor-faktor seperti, tingkat pendidikan, keahlian,
upaya, masa kerja, kepangkatan dan produktivitas. Sedangkan hasil
adalah semua imbalan yang dihasilkan dari pekerjaan seseorang
seperti: gaji, promosi, penghargaan, prestasi, dan status.
c. Teori penguatan
Ada tiga jenis penguatan yang dapat dipergunakan manajer untuk
memodifikasi motivasi karyawan, yaitu:
- Penguatan positif, bisa penguat primer seperti minuman dan
makanan yang memuaskan kebutuhan biologis, ataupun penguat
sekunder seperti peghargaan berwujud hadiah, promosi dan uang.
- Penguat negatif, di mana individu akan mempelajari perilaku yang
membawa konsekuensi tidak menyenangkan dan kemudian
menghindarin perilaku tersebut di masa mendatang.
- Hukuman, penerapan hukuman dimaksudkan untuk mengurangi
atau menghilangkan kemungkinan perilaku yang tidak diinginkan
2.2.5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Motivasi
Menurut Herzberg (dalam Munandar, 2011), faktor-faktor yang
mempengaruhi motivasi adalah terbagi dua, yaitu:
1. Faktor Motivasi Instrinsik
a. Tanggung jawab (responsibility), besar kecilnya tanggung jawab yang dirasakan diberikan kepada seorang tenaga kerja untuk menjalankan fungsi jabatan yang ditugaskan kepadanya sesuai dengan kemampuan dan pengarahan yang diterima.
b. Kemajuan (advancement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja
dapat maju dalam pekerjaannya seperti naik pangkat.
c. Pekerjaan itu sendiri (the work it self), besar kecilnya tantangan yang dirasakan tenaga kerja dari pekerjaannya. Aspek ini meliputi pelaksanaan kerja yang aktual dapat dilihat dari rutinitas jumlah pekerjaan dan sifat pekerjannya.
d. Pencapaian (achievement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja mencapai prestasi kerja yang optimal. Aspek ini meliputi keberhasilan atau kegagalan yang dinilai secara spesifik misalnya pelaksanaan kerja penyelesaian masalah dan usaha untuk mempertahankan keberhasilan.
penyelia, manajemen sebagai suatu kekuatan interpersonal rekan kerja dan masyarakat umum.
2. Faktor Motivasi Ekstrinsik
a. Administrasi dan kebijakan perusahaan, derajat kesesuaian yang dirasakan tenaga kerja dari semua kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam perusahaan. Aspek ini meliputi keadekuatan organisasi dan manajemen perusahaan dan administrasi perusahaan
b. Penyeliaan (supervisi), derajat kewajaran yang dirasakan diterima oleh karyawan dari atasannya. Aspek ini meliputi keadilan atasan dalam memperlakukan karyawan keika atasan memberi pengarahan dan bimbingan kepada karyawan.
c. Insentif , suatu tambahan penghasilan yang diberikan kepada karyawan untuk meningkatkan gairah kerja.
d. Hubungan antar pribadi, derajat kesesuaian yang dirasakan dalam berinteraksi dengan tenaga kerja lain. Aspek ini meliputi interaksi antara karyawan dengan penyelia bawahan dan rekan kerjanya.
2.3.Dokumentasian Keperawatan
2.3.1. Pengertian Dokumentasi Keperawatan
Fisbach (1991) menyebutkan bahwa dokumentasi keperawatan adalah suatu
dokumen yang berisi data yang lengkap, nyata, dan tercatat, bukan hanya tentang
tingkat kesakitan klien, tetapi juga jenis atau tipe, kualitas, dan kuantitas
pelayanan kesehatan dalam memenuhi kebutuhan klien. Menurut Zaidin (1998)
dokumentasi keperawatan adalah suatu catatan yang memuat seluruh data yang
dibutuhkan untuk menentukan diagnosis keperawatan, perencanaan keperawatan,
tindakan keperawatan, dan penilaian keperawatan yang disusun secara sistematis,
valid, dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan hukum.
Dokumentasi keperawatan merupakan bukti otentik tentang respon klien dan
perubahan yang terjadi dari tindakan yang dilakukan oleh perawat baik secara
mandiri maupun kolaborasi yang merupakan bagian permanen dari rekam medik
klien.
2.3.2. Tujuan Dokumentasi Keperawatan
Sebagai dokumen rahasia yang mencatat semua pelayanan keperawatan klien,
catatan tersebut dapat diartikan sebagai suatu catatan bisnis dan hukum yang
mempunyai banyak manfaat dan penggunaan. Tujuan umum dari
pendokumentasian (Wahid, dkk 2012) adalah:
a. Mengidentifikasi status kesehatan klien dalam rangka mencatat kebutuhan
b. Dokumentasi untuk penelitian, keuangan, hukum dan etika, hal ini juga
menyediakan: bukti kualitas asuhan keperawatan, bukti legal dokumentasi
sebagai pertanggungjawaban kepada klien, informasi terhadap
perlindungan klien, bukti aplikasi standar praktik keperawatan, sumber
informasi statistik untuk standar dan riset keperawatan, pengurangan
biaya informasi, sumber informasi untuk data yang harus dimasukkan,
komunikasi konsep resiko tindakan keperawatan, informasi untuk murid,
persepsi hak klien, dokumentasi untuk tenaga profesional dan tanggung
jawab etik dan mempertahankan kerahasiaan informasi klien, suatu data
keuangan yang sesuai, data perencanaan pelayanan kesehatan dimasa akan
datang.
2.3.3. Manfaat Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi keperawatan sangat bermanfaat dalam asuhan keperawatan
yang profesional, antara lain sebagai berikut:
1. Meningkatkan mutu asuhan keperawatan karena dokumentasi merupakan
suatu kesinambungan informasi asuhan keperawatan yang sistematis,
terarah, dan dapat dipertanggungjawabkan.
2. Sebagai bahan pertanggungjawaban dan pertanggunggugatan perawatan di
depan hukum jika diperlukan. Dengan demikian, dapat memberi
pengayoman kepada perawat jika terjadi pengaduan klien.
3. Sebagai alat pembinaan dan pertahanan akuntabilitas perawat dengan
4. Sebagai sarana komunikasi yang terbuka antara perawat dan klien
5. Sebagai sarana komunikasi antar perawat atau perawat dengan profesi lain.
6. Sebagai sumber data untuk penelitian dan pengembangan keperawatan.
7. Penyediaan data dalam pendidikan keperawatan, penelitian, dan
pengembangan keperawatan.
8. Mengawasi, mengendalikan, dan menilai kualitas asuhan keperawatan
yang diberikan oleh perawat (sesuai dengan kompetensi masing-masing
perawat).
2.3.4. Manfaat Proses Keperawatan
Proses keperawatan bermanfaat bagi klien, perawat, institusi pelayanan, dan
masyarakat (lingkungan), yaitu sebagai berikut:
1. Manfaat bagi klien
Klien mendapatkan pelayanan keperawatan yang berkualitas, efektif, dan
efisien. Asuhan keperawatan yang diberikan telah diseleksi sesuai dengan
kebutuhan klien melalui penelusuran data, rumusan permasalahan yang
matang, diagnosis keperawatan yang tepat, rencana yang terarah, tindakan
yang sesuai dengan rencana, dan penilaian yang terus menerus. Klien
bebas mengemukanan pendapatnya yang penting bagi perawat dalam
membantu pemecahan masalahnya (prinsip demokrasi dalam
keperawatan). Dengan proses yang sistematis dan teratur memberi
kepuasan klien dan menambah kepercayaan klien pada perawat dalam
2. Manfaat bagi tenaga keperawatan
Terjadi pengembangan pengetahuan intelktual dan keterampilan teknis
tenaga keperawatan dalam berfikir kritis, analitis, dan rasional dalam
asuhan keperawatan. Proses keperawatan akan meningkatkan kemandirian
tenga akeperawatan dan pelaksanaan asuhan keperawatan dan tidak
bergantung pada profesi lain (misalnya: tenaga dokter). Dengan demikian,
terjadi hubungan kemitraan antara perawat dan tenaga lain (misalnya:
dokter) dan tidak saling membawahi (hubungan vertikal dalam profesi).
Proses ini juga memberi kepuasan yang optimal bagi tenaga keperawatan
yang berhasil dalam pelaksanaan asuhan keperawatannya.
3. Manfaat bagi institusi
Institusi pelayanan (misalnya : rumah sakit, puskesmas, panti, klinik) akan
merasakan manfaat, antar lain klien merasa puas, cepat sembuh, pelayanan
bermutu yang sekaligus merupakan promosi institusi tersebut. Dengan
demikian, klien meningkat dan keuntungan pun akan meningat. Citra
institusi bertambah baik dimata masyarakat.
4. Manfaat bagi masyarakat
Masyarakat bangga atas prestasi tenaga perawat (sebagai anggota
masyarakat). Hasil asuhan keperawatan yang optimal (kualitas dan
kuantitas) berarti banyak bgai masyarakat yang sehat. Dengan banyak
masyarakat yang sehat, produktifitas masyarakat meningkat dan ekonomi
2.3.5. Tahapan Dokumentasi Keperawatan
Tahapan dalam proses keperawatan, yaitu sebagai berikut:
1. Pengkajian keperawatan
Pengkajian, yaitu mengkaji keadaan klien pada saat pertemuan pertama
dan memperbaiki/memperbarui untuk pertemuan berikutnya guna
mendapatkan diagnosis keperawatan yang tepat.
Pengkajian merupakan langkah awal dalam asuhan keperawatan
melalaui pendekatan proses keperawatan. Pengkajian merupakan suatu
rentetan pemikiran dan pelaksanaan kegiatan yang ditujukan untuk
pengumpulan data/informasi, analisis data, dan penentuan
permasalahan/ diagnosis keperawatan. Tujuan pengkajian adalah
mengumpulkan, mengorganisasikan, dan mencatat data-data yang
menjelaskan respons tubuh manusia yang diakibatkan oleh masalah
kesehatan. Pencatatan pengkajian keperawatan bertujuan
mengidentifikasi kebutuhan unik klien dan respons klien terhadap
masalah/diagnosis keperawatan yang akan memengaruhi layanan
keperawatan yang diberikan; mengonsolidasikan dan
mengorganisasikan informasi yang diperoleh dari berbagai sumber
kedalam sumber yang bersifat umum sehingga pola kesehatan klien
dapat dievaluasi dan masalahnya dapat terindentifikasi; menjamin
adanya informasi dasar yang berguna memberikan referensi untuk
mengukur perubahan kondisi klien; mengidentifikasi karakteristik unik
keperawatan dan tindakan keperawatan; menyajikan data yang cukup
bagi justifikasi kebutuhan klien untuk tindakan keperawatan; menjadi
dasar bagi pencatatan rencana keperawatan yang efektif.
2. Diagnosis keperawatan
Menurut American Nursing Association (ANA) diagnosis keperawatan
adalah respons individu terhadap masalah kesehatan yang aktual dan
potensial. Masalah aktual adalah masalah yang ditemui sat pengkajian.
Masalah potensial adalah masalah yang mungkin timbul kemudian.
Menurut Zaidin Ali diagnosis keperawatan adalah suatu pernyataan
yang singkat, tegas, dan jelas (sitelas) tentang respons klien terhadap
masalah kesehatan/penyakit tertentu yang aktual dan potensial karena
ketidaktahuan, ketidakmauan, atau ketidakmampuan pasien/klien
mengatasinya sendiri, yang membutuhkan tindakan keperawatan untuk
mengatasinya.
Dokumentasi diagnosis keperawatan bertujuan mengidentifikasi
masalah klien berdasarkan pengkajian data, menyamakan persepsi
antar tenaga keperawatan tentang istilah umum yang dipakai dalam
diagnosis keperawatan, dan berperan sebagai dasar dalam penyusunan
perencanaan interfensi keperawatan, pelaksanaan interfensi
keperawatan, dan evaluasi keperawatan. Dokumentasi diagnosis
a. Diagnosis keperawatan merupakan suatu keputusan masalah
keperawatan melalui pengkajian data. Keputusan tersebut perlu
didokumentasikan untuk tindak lanjut pemecahan masalahnya.
b. Diagnosis keperawatan tersebut selalu berubah ssuai dengan
perubahan kondisi kesehatan klien. Oleh karena itu, perlu dokumen
yang rapi sehingga perubahan tersebut dapat diikuti dengan baik.
c. Pelayanan keperawatan dilakukan selama 24 jam (terus-menerus)
dengan melibatkan banyak tenaga keperawatan. Demi
kesinambungan asuhan keperawatannya, perlu dilakukan
dokumentasi yang baik.
3. Perencanaan keperawatan
Perencanaan keperawatan atau lebih dikenal dengan rencana asuhan
keperawatan (nursing care plan) atau disingkat Renpra (rencana
perawatan) merupakan langkah ketiga dari proses keperawatan. Setelah
menetapkan diagnosis keperawatan, kita menyusun rencana tindakan
keperawatan sebagai dasar pelaksanaan tindakan/intervensi
keperawatan. Renpra tersebut juga harus didokumentasi dengan baik
sebagai dasar tindakan berikutnya atau dasar penilaian. Menurut Mayer
rencana asuhan keperawatan adalah pengkajian yang sistematis dan
identifikasi masalah, penentuan tujuan dan pelaksanaan serta cara-cara
atau strategi.
Dokumentasi keperawatan bertujuan mengkomunikasikan secara
yang ingin dicapai, rencana tindakan pemecahan masalah klien, dan
rencana penilaiannya; meningkatkan kesinambungan asuhan
keperawatan dari satu waktu ke waktu yang lain; mengaplikasikan
rencana sauhan keperawatan yang telah dirumuskan menjadi tindakan
nyata; dipedomani pada pemikiran asuhan keperawatan padamasa yang
akan datang; memberi informasi untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, dan pengembangan.
4. Intervensi Keperawatan
Intervensi atau tindakan keperawatan merupakan langkah keempat dari
proses keperawatan yang telah direncanakan oleh perawat untuk
dikerjakan dalam rangka membantu klien untuk mencegah,
mengurangi, dan menghilangkan dampak atau respons yang
ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan kesehatan. Dokumentasi
intervensi/ tindakan keperawatan adalah pencatatan proses intervensi
keperawatan yang meliputi tindakan apa, siapa yang melakukan,
mengapa dilakukan, dimana dilakukan, bilamana/kapan/waktu
tindakan, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan.
Dokumentasi intervensi keperawatan bertujuan sebagai sarana
komunikasi/informasi tindakan perawatan klien; menjadi dasar
pertimbangan tindakan penilaian keperawatan; menjadi referensi dalam
5. Evaluasi Keperawatan
Marilyn, dkk (dalam Zaidin, 2010) Evaluasi keperawatan adalah proses
kontinu yang penting untk menajamin kualitas dan ketepatan tindakan
keperawatan yang dilakukan dan keefektifan rencana keperawatan
dalam memenuhi kebutuhan klien. Evaluasi keperawatan merupakan
proses yang terus-menerus ketika kondisi klien selalu berubah dengan
cepat dan perencanaan pun selalu memerlukan revisi dan pembaruan
dengan menambahkan informasi klien yang baru berkembang.
Evaluasi keperawatan adalah suatu proses menentukan nilai
keberhasilan yang diperoleh dari pelaksanaan tindakan keperawatan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (Zaidin, 2010)
Menurut Marilyn, ada tiga komponen yang penting dalam evaluasi
keperawatan, yakni pengkajian ulang, modifikasi rencana keperawatan,
dan perhentian pelayanan. Pengkajian ulang dan modifikasi renpra
selalu berjalan dengan kontinu. Akan tetapi, penghentian pelayanan
ditujukan untuk perencanaan pulang dan mengatasi diagnosis
keperawatan klien atau kebutuhan klien yang tidak dicapai secara
penuh selama di rumah sakit.
Ada dua macam evaluasi keperawatan, yakni evaluasi formatif dan
evaluasi sumatif:
a. Evaluasi formatif, yakni hasil observasi/pengamatan dan analisis
perawat terhadap respon klien pada saat pelaksanaan asuhan
di samping tempat tidur selama 10 menit setelah mendapatkan
bantuan perawat.
b. Evaluasi sumatif, yaitu rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi
dan analisis suatu kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu
yang telah ditetapkan. Kesimpulan evaluasi sumatif menunjukkan
adanya perkembangan kesehatan klien atau adanya masalah baru,
misalnya setelah dirawat dua hari klien cenderung sembuh dan
direncanakan dua hari lagi diperbolehkan pulang dari rumah sakit.
2.3.6. Standar Dokumentasi Keperawatan
Komponen dan kriteria standar dokumentasi keperawatan yang dirumuskan
Departemen Kesehatan tahun 1995 sebagai berikut :
a. Standar pengkajian data keperawatan
Komponen pengkajian keperawatan meliputi ;
1. Pengumpulan data dengan kriteria : Kelengkapan data sistematis,
menggunakan format, akurat, dan valid
2. Pengelompokkan data dengan kriteria : data biologis, data psikilogis,
data sosial dan data spritual
3. Perumusan masalah dengan tingkat kriteria kesenjangan antara status
kesehatan dengan norma dan pola fungsi kehidupan.
b. Standar diagnosa keperawatan
Status kesehatan dibandingkan dengan norma untuk menentukan
1. Diagnosa keperawatan dihubungkan dengan penyebab kesenjangan
dan pemenuhan kebutuhan klien.
2. Diagnosa keperawatan dibuat sesuai dengan wewenang perawat.
3. Komponen diagnosa keperawatan terdiri dari masalah, penyebab dan
gejala tanda atau terdiri dari masalah dan penyebab.
4. Diagnosa keperawatan aktual untuk perumusan status kesehatan klien
yang sudah nyata terjadi.
5. Diagnosa keperawatan potensial untuk perumusan status kesehatan
klien yang kemungkinan besar akan terjadi apabila tidak dilakukan
upaya pencegahan.
c. Standar perencanaan keperawatan
Komponen keperawatan meliputi :
1. Prioritas masalah dengan kriteria : masalah yang mengancam
kehidupan merupakan prioritas yang pertama, masalah kesehatan
prioritas yang kedua. Yang mempengaruhi perilaku prioritas ketiga.
2. Tujuan asuhan keperawatan dengan kriteria : Tujuan dirumuskan
secara singkat dan jelas, di susun berdasarkan diagnosa keperawatan,
spesifik pada diagnosa keperawatan, dapat diukur, realistik menggunakan
komponen yang terdiri dari subyek perilaku klien, kondisi klien, dan
kriteria tujuan.
3. Rencana tindakan: Disusun berdasarkan tujuan asuhan keperawatan
tindakan keperawatan berpedoman pada prosedur teknik yang telah
ditentukan.
d. Standar evaluasi
Kriteria :
1. Pengkajian ulang diarahkan pada tercapainya tujuan atau tidak.
2. Prioritas dan tujuan baru di tetapkan serta pendekatan keperawatan lebih
lanjut dilakukan dengan tepat dan akurat.
3. Tindakan keperawatan yang baru di tetapkan dengan cepat dan tepat.
Standar asuhan keperawatan menurut Gillies (1994) dikatakan baik
apabila mencapai standar 75%-100%.
2.4.Hubungan atara Motivasi Kerja dengan Kinerja
Berdasarkan hasil penelitian McClelland (1961), Edward Murray (1957),
Miller dan Gordon W. (1970), Anwar Prabu Mangkunegara, (2000)
menyimpulkan bahwa ada hubungan yang positif antara motivasi berprestasi
dengan pencapaian kinerja. Artinya, pimpinan, manajer dan pegawai yang
mempunyai motivasi berprestasi tinggi akan mencapai kinerja tinggi, dan
sebaliknya mereka yang kinerjanya rendah disebabkan karena motivasi kerjanya
rendah. (Mangkunegara, 2007)
Menurut Keith Davis dikutip oleh Mangkunegara (2006), ada beberapa faktor
yang mempengaruhi pencapaian kinerja pegawai yaitu faktor kemampuan dan
faktor motivasi. Motivasi diartikan sebagai sikap (attitude) pimpinan yang
terhadap situasinya akan mewujudkan motivasi yang tinggi sebaliknya jika
mereka mewujudkan sikap negatif maka rendahlah motivasinya.
Hasil penelitian Siregar (2008) tentang pengaruh motivasi terhadap kinerja
perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUD.Swadana Tarutung Tapanuli Utara,
didapatkan hasil bahwa besarnya pengaruh motivasi (meliputi: prestasi,
pengembangan, kondisi kerja, pengakuan, tanggungjawab dan pendapatan)
terhadap kinerja perawat pelaksana sebesar 85,7%, sisanya 14,3% dipengaruhi
oleh faktor tingkat keterampilan, teknologi yang digunakan, sikap manajemen,
cara mereka memperlakukan perawat, lingkungan kerja fisik dan psikologis, serta
aspek-aspek lain dari kulturkorporasi juga merupakan faktor-faktor penting yang
memengaruhi kinerja perawat pelaksana.
2.5.Kerangka Konsep
Menurut Umar (2008) kerangka konseptual adalah suatu kerangka berpikir
tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah
teridentifikasi sebagai masalah riset. Kerangka konseptual bertujuan untuk
mengemukakan secara umum mengenai objek penelitian yang dilakukan dalam
kerangka dari variabel yang akan diteliti. Penelitian ini terdiri dari 1 variabel
bebas yang terdiri dari 2 sub variabel yakni motivasi instrinsik dan motivasi
ekstrinsik dan 1 (satu) variabel terikat yakni kinerja perawat pelaksana sehingga
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
2.6.Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep penelitian tersebut maka hipotesis penelitian
yaitu ada pengaruh motivasi instrinsik (tanggung jawab, dan pengembangan diri)
dan motivasi ekstrinsik (pengakuan, supervisi dan kondisi kerja) terhadap kinerja
perawat dalam pendokumentasian keperawatan di instalasi rawat inap Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. RM Djoelham Kota Binjai Tahun 2017. Kinerja Perawat dalam
Pelaksanaan Pendokumentasian di Instalasi Rawat Inap (Y) Motivasi Intrinsik :
- Tanggung jawab - Pengembangan diri
Motivasi Ekstrinsik :
- Pengakuan/Penghargaan - Supervisi