• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRAK Deli Delvita ( ), Pengaruh Penggunaan Model Kooperatif Tipe Think Pair Share

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ABSTRAK Deli Delvita ( ), Pengaruh Penggunaan Model Kooperatif Tipe Think Pair Share"

Copied!
177
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

bahasa dan sastra Indonesia, STKIP PGRI Sumatera Barat, Padang, 2017 Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya keterampilan siswa dalam proses pembelajaran keterampilan berbicara khususnya menceritakan pegalaman yang paling mengesankan. siswa kesulitan menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benar juga tidak percaya diri saat tampil di depan kelas. Untuk melatih siswa aggar termpil berbicara digunakan model pembelajaran kooperatif tipe

Think Pair Share (TPS) terhadap keterampilan berbicara siswa kelas VII SMP

Negeri 2 Lembah Gumanti Kabupaten Solok.

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan metode eksperimen jenis

pre-eksperimental design dengan rancangan penelitian yang digunakan yaitu one group pretest-posttest design. Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan

siswa kelas VII SMP Negeri 2 Lembah Gumanti Kabupaten Solok tahun ajaran 2016/2017. Teknik pengambilan sampel yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah purposive sampling dengan sampel adalah kelas VII5. variabel dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) sebagai varaabel bebas dan keterampilan berbicara sebagai variabel terikat. Data penelitian ini adalah tes unjuk kerja keteampilan berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 2 Lembah Gumanti Kabupaten Solok.

Berdasarkan hasil penelitan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. Pertama, Nilai rata-rata keterampilan berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 2 Lembah Gumanti Kabupaten Solok tahun ajaran 2016/2017 sebelum menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) adalah 65,64 dengan kualifikasi cukup leih dari cukup (LdC). Kedua, nilai rata-rata keterampilan berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 2 Lembah Gumanti Kabupaten Solok tahun ajaran 2016/2017 sesudah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) adalah 76,92 dengan kualifikasi baik (B). Ketiga, terdapat pengauh yang signifikan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) terhadap keterampilan berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 2 Lembah Gumanti Kabupaten Solok karena thitung (5,10 > 1,71).

(6)

i

judul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) Terhadap Keterampilan Berbicara Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Lembah Gumanti Kabupaten Solok”.

Selama penyusunan skripsi penelitian ini, penulis banyak mendapat arahan, bimbingan, masukan, dorongan serta semangat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sebagai wujud rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak ini.

1. Dina Ramadhanti M. Pd., sebagai pembimbing I dan Suci Dwinitia M. Pd., sebagi pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, nasehat, dan memberi arahan sejak awal penulisan skripsi ini.

2. Dra. Indriani Nisja, M. Pd., dan Samsiarni, M. Hum. Sebagai ketua dan sekretaris Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Sumatera Barat.

3. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Sumatera Barat yang telah membekalai penulis dengan berbagai ilmu dan pengetahuan.

4. Kedua orang tua, kakak, adik, dan teman-teman yang telah memberikan semangat, motivasi, dan doa kepada penulis.

(7)

ii

itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Padang, Agusus 2017

Penulis

(8)

ABSTRAK ... ... ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... ... xi

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5 C. Batasan Maslah ... 5 D. Rumusan Masalah ... 6 E. Tujuan Penelitian ... 6 F. Manfaat Penelitian ... 7 G. Definisi Operasional... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori ... 9

1. Hakikat Berbicara... 9

a. Pengertian Berbicara ... 9

b. Tujuan Berbicara ... 10

c. Faktor Penunjang Keefektifan Berbicara ... 12

d. Ciri Pembicara yang Berhasil ... 14

e. Bercerita Sebagai Salah Satu Jenis Keterampilan Berbicara. .. 15

f. Indikator Penilaian Keterampilan Berbicara ... 16

2. Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif... 17

a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif ... 17

b. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif ... 18

c. Jenis-jenis Model Pembelajaran Kooperatif ... 18 3. Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair

(9)

Tipe Think Pair Share TPS ... 22

c. Langkah-langkah Model Pembelajaran Tipe Think Pair Share TPS ... 24

d. Penerapan Model Pembelajaran Tipe Think Pair Share TPS .. 25

B. Penelitian yang Relevan ... 26

C. Kerangka Konseptual ... 27

D. Hipotesis Penelitian ... 29

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Metode Penelitian ... 30

B. Rancangan Penelitian ... 30

C. Populasi dan Sampel ... 31

D. Variabel dan Data Penelitian ... 33

E. Instrumen Penelitian... 33

F. Teknik Pengumpulan Data ... 33

G. Teknik Analisis Data ... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data ... 42 B. Analisis Data ... 50 C. Pembahasan ... 94 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 117 B. Saran ... 118 KEPUSTAKAAN LAMPIRAN v

(10)

Tabel 2 : Rancangan Penelitian ... 33

Tabel 3 : Populasi dan Sampel ... 34

Tabel 4 : Format Penilaian Keterampilan Berbicara ... 37

Tabel 5 : Penentuan Patokan ... 38

Tabel 6 : Format Distribusi Frekuensi Keterampilan Berbicara ... 39

Tabel 7 : Skor Per Indikator Keterampilan Berbicara Siswa Sebelum Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share ... 45

Tabel 8 : Skor Per Indikator Keterampilan Berbicara Siswa Sesudah Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share ... 48

Tabel 9 : Skor dan Nilai Per Indikator Keterampilan Berbicara Siswa Sebelum Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share ... 52

Tabel 10 : Distribusi Frekuensi Keterampilan Berbicara Sebelum Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share ... 53

Tabel 11 : Pengelompokan Keterampilan Berbicara Siswa Sebelum Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share ... 54

Tabel 12 : Distribusi Frekuensi Keterampilan Berbicara Sebelum Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share untuk Indikator 1 Pilihan Kata ... 56

Tabel 13 : Pengelompokan Keterampilan Berbicara Siswa Sebelum Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share untuk Indikator 1 Pilihan Kata ... 57

(11)

Tabel 15 : Pengelompokan Keterampilan Berbicara Siswa Sebelum Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share untuk Indikator 2 Kalimat Efektif ... 60 Tabel 16 : Distribusi Frekuensi Keterampilan Berbicara Siswa Sebelum

Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Think Pair Share untuk Indikator 3 Intonasi ... 62 Tabel 17 : Pengelompokan Keterampilan Berbicara Siswa Sebelum

Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think

Pair Share untuk Indikator 3 Intonasi ... 63 Tabel 18 : Distribusi Frekuensi Keterampilan Berbicara Siswa Sebelum

Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Think Pair Share untuk Indikator 4 Kelancaran ... 65 Tabel 19 : Pengelompokan Keterampilan Berbicara Siswa Sebelum

Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think

Pair Share untuk Indikator 4 Kelancaran ... 66 Tabel 20 : Distribusi Frekuensi Keterampilan Berbicara Siswa Sebelum

Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share untuk Indikator 5 Mimik dan Gerak-Gerik ... 68 Tabel 21 : Pengelompokan Keterampilan Berbicara Siswa Sebelum

Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share untuk Indikator 5 Mimik Dan Gerak-Gerik ... 69 Tabel 22 : Skor Dan Nilai Per Indikator Keterampilan Berbicara Siswa

Sesudah Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think

Pair Share ... 71 Tabel 23 : Distribusi Frekuensi Keterampilan Berbicara Sesudah

Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share ... 72

(12)

Tabel 25 : Distribusi Frekuensi Keterampilan Berbicara Sesudah

Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share untuk Indikator 1 Plihan Kata ... 75 Tabel 26 : Pengelompokan Keterampilan Berbicara Siswa Sesudah

Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share untuk Indikator 1 Plihan Kata ... 76 Tabel 27 : Distribusi Frekuensi Keterampilan Berbicara Sesudah

Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share untuk Indikator 2 Kalimat Efektif ... 78 Tabel 28 : Pengelompokan Keterampilan Berbicara Siswa Sesudah

Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share untuk Indikator 2 Kalimat Efektif ... 79 Tabel 29 : Distribusi Frekuensi Keterampilan Berbicara Sesudah

Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share untuk Indikator 3 Intonasi ... 81 Tabel 30 : Pengelompokan Keterampilan Berbicara Siswa Sesudah

Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share untuk Indikator 3 Intonasi ... 82 Tabel 31 : Distribusi Frekuensi Keterampilan Berbicara Sesudah

Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share untuk Indikator 4 Kelancaran ... 84 Tabel 32 : Pengelompokan Keterampilan Berbicara Siswa Sesudah

Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share untuk Indikator 4 Kelancaran ... 85 Tabel 33 : Distribusi Frekuensi Keterampilan Berbicara Sesudah

Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share untuk Indikator 5 Mimik Dan Gerak-Gerik ... 87

(13)

Tabel 35 : Perbandingan Sebelum dan Sesudah ... 90

Tabel 36 : Uji Normalitas Data ... 91

Tabel 37 : Uji Homogenitas ... 92

Tabel 38 : Uji Hipotesis ... 93

(14)

Gambar 1 : Bagan Keranga Konseptual ... 30 Gambar 2 : Histogram Keterampilan Berbicara Sebelum Menggunakan

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair share ... 55 Gambar 3 : Histogram Keterampilan Berbicara Sebelum Menggunakan

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair

untuk Indikar 1 Pilihan Kata ... 58 Gambar 4 : Histogram Keterampilan Berbicara Sebelum Menggunakan

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair

untuk Indikar 2 Kalimat Fektif ... 61 Gambar 5 : Histogram Keterampilan Berbicara Sebelum Menggunakan

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair

untuk Indikar 3 Intonasi ... 64 Gambar 6 : Histogram Keterampilan Berbicara Sebelum Menggunakan

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair

untuk Indikar 4 Kelancaran ... 67 Gambar 7 : Histogram Keterampilan Berbicara Sebelum Menggunakan

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair

untuk Indikar 5 Mimik dan Gerak-Gerik ... 70 Gambar 8 : Histogram Keterampilan Berbicara Sesudah Menggunakan

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair ... 74 Gambar 9 : Histogram Keterampilan Berbicara Sesudah Menggunakan

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair

untuk Indikar 1 Pilihan Kata ... 77 Gambar 10 : Histogram Keterampilan Berbicara Sesudah Menggunakan

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair

untuk Indikar 2 Kalimat Fektif ... 80 Gambar 11 : Histogram Keterampilan Berbicara Sesudah Menggunakan

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair

(15)

Indikar 4 Kelancaran ... 86 Gambar 13 : Histogram Keterampilan Berbicara Sesudah Menggunakan

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair

untuk Indikar 5 Mimik Dan Gerak-Gerik ... 89

(16)

Lampiran 2 : RPP Sebelum Menggunakan Model Pembelajaran

Think Pair Share ... 123

Lampiran 3 : RPP Perlakuan Menggunakan Model Pembelajaran Think Pair Share ... 131

Lampiran 4 : Instrumen Penelitian Pretes ... 137

Lampiran 5 : Instrumen Penelitian Posttes ... 138

Lampiran 6 : Skor Mentah Keterampilan Berbicara Siswa Sebelum Menggunakan Model Think Pair Share ... 139

Lampiran 7 : Skor Mentah Keterampilan Berbicara Siswa Sesudah Menggunakan Model Think Pair Share ... 140

Lampiran8 : Skor Dan Nilai Per-Indikator Keterampilan Berbicara Siswa Sebelum Menggunakan Model Think Pair Share ... 141

Lampiran 9 : Skor Mentah Keterampilan Berbicara Siswa Sesudah Menggunakan Model Think Pair Share ... 142

Lampiran 10 : Simpangan Baku (S) Dan Variansi Pretes ... 143

Lampiran 11 : Uji Normalitas Pretest ... 144

Lampiran 12 : Simpangan Baku (S) Dan Variansi Posttes ... 145

Lampiran 13 : Uji Normalitas Posttes ... 146

Lampiran 14 : Kurva Normal Pretest ... 148

Lampiran 15 : Kurva Normal Posttes ... 150

Lampiran 16 : Nilai Kritis L Untuk Uji Liliefors ... 152

Lampiran 17 : Nilai Kritik Sebaran F ... 153

Lampiran 18 : Nilai Persenttil Untuk Distribusi T ... 154

Lampiran 19 : Dokumentasi PBM Sebeun Dan Sesudah Penerapan Model Think Pair Share ... 16

(17)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Keterampilan berbicara harus dikuasai oleh siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Keterampilan berbicara bukanlah sesuatu hal yang diwariskan secara turun temurun, walaupun pada dasarnya secara ilmiah manusia dapat berbicara. Keterampilan berbicara secara formal memerlukan latihan, pengarahan dan bimbingan yang intensif. Hal ini, dapat diperoleh seseorang dari orang tua dan guru di sekolah. Berbicara sebagai wadah atau akses manusia agar dapat berinteraksi satu sama lain dalam menyampaikan maksud, tujuan, pikiran, dan perasaan. Tanpa adanya aktivitas berbicara manusia sulit mengembangkan kemampuan intelektualnya untuk dapat berinteraksi dan berkomunikasi dengan baik dengan orang di sekitarnya.

Keterampilan berbicara diajarkan pada siswa mulai dari taman kanak-kanak(TK) hingga perguruan tinggi karena keterampilan berbicara merupakan kunci sukses yang harus dimiliki oleh siswa dalam berinteraksi sosial. Keterampilan berbicara diajarkan agar dapat bergaul, berdiskusi, dan mengikuti kegiatan lain dalam kehidupan. Berbicara bukan hanya berujar atau pengucapan yang tanpa makna, melainkan berbicara sebagai alat untuk menyampaikan pikiran atau perasaan kepada orang lain melalui ujaran (secara lisan).

Pembelajaran yang menuntut seseorang untuk terampil berbicara yaitu pembelajaran bercerita. Bercerita adalah salah satu pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah misalnya, menceritakan pengalaman yang paling mengesankan, menceritakan tokoh idola atau bercerita dengan alatperaga. Siswa yang mampu

(18)

bercerita harus memperhatikan pilihan kata dan kalimat efektif. Hal tersebut dapat dilihat dari pelajaran menceritakan pengalaman yang mengesankan.

Pengajaran keterampilan berbicara terdapat dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMP kelas VII Semester 1. Standar Kompetensi (SK) 2 mengungkapkan pengalaman dan informasi melalui kegiatan bercerita dan menyampaikan pengalaman. Kompetensi Dasar (KD) 2.1 menceritakan pengalaman yang paling mengesankan dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat efektif.

Pembelajaran menceritakan pengalaman yang paling mengesankan sudahdipelajari siswa kelas VII SMP Negeri 2 Lembah Gumanti Kabupaten Solok, akan tetapi masih ditemukan berbagai permasalahan. Permasalahan tersebut diperoleh dari hasil wawancara dengan Desi Patri, S.Pd., selaku guru mata pelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 2 Lembah Gumanti Kabupaten Solok pada tanggal 21 Maret 2017. Hasil wawancara tersebut terdapat beberapa permasalahan sebagai berikut. (1) Dilihat dari kemampuan berbicara siswa masih rendah. Siswa masih ada yang kesulitan dalam mengembangkan idenya dengan bahasa Indonesia yang baik, karena bahasa yang cendrung digunakan adalah bahasa ibu atau bahasadaerah mereka. (2) Rasa percaya diri siswa juga masih kurang sehingga apabila siswa berbicara didepan kelas siswa jadi malu dengan temannya. (3) Media yang akan membantu lancarnya proses pembelajaran juga belum lengkap, akhirnya guru hanya melakukan semampunya saja. Kurangnya media yang memadai di sekolah membuat kurangnya variasi dari cara guru mengajar siswa di kelas, untuk membantu lancarnya jalan pembelajaran.

(19)

Wawancarajuga dilakukan dengan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Lembah Gumanti Kabupaten Solok terdapat beberapa permasalahan sebagai berikut. (1) Siswa mengatakan malu dan grogi tampil di depan kelas ketika bercerita sehingga siswa tidak percaya diri. (2) Siswa juga mengatakan, kesulitan saat merangkai pokok-pokok pengalaman yang sudah dipilihnya dengan bahasa Indonesia ketika bercerita di depan kelas. (3) Siswa mengatakan, ketika mereka tampil di depan kelas untuk bercerita mereka masih menggunakan bahasa daerah supaya cerita mereka tidak terhenti dan akan ditertawakan oleh teman sekelas.Berdasarkan hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa, kurangnya kemampuan siswa dalam berbicara disebabkan oleh rendahnya kemampuan berbahasa Indonesia siswa. Siswa lebih sering menggunakan bahasa daerah, kemudian kurangnya rasa percaya diri siswa dalam berbicara didepan kelas yang membuat siswa grogi ketika tampil, siswa kesulitan dalam merangkai cerita dengan bahasa Indonesia yang baik.

Berdasarkan permasalahan di atas maka diperlukan model pembelajaran yang tepat, sehingga siswa dapat bekerja sama dan mengkomunikasikan pendapat atau idenya kepada orang lain secara langsung, dan siswa lebih percaya diri lagi untuk tampil berbicara di depan kealas. Sehingga orang lain dapat menilai dan memberikan tanggapan terhadap pendapat atau ide tersebut. Oleh karena itu, salah satu yang dapat diterapkan adalah pembelajaran kooperatif dengan tipe Think Pair

Share (TPS). Pembelajaran kooperatif yaitu sistem pembelajaran yang

memberikan kesempatan pada siswa untuk bekerja sama dalam tugas terstruktur sehingga memudahkan siswa untuk berinteraksi antar anggota kelompok.

(20)

Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) merupakan model pembelajaran dengan kelompok kecil yang memberikan kesempatan pada siswa dengan tahap awal guru mengajukan permasalahan yang berkaitan dengan pembelajaran untuk dipikirkan sendiri (think), tahap selanjutnya bekerja sama

(pair)untuk mendiskusikan hasil pemikiran mereka tersebut,tahap terakhir yaitu

mempresentasikan (share) hasil diskusi pada tahap pairing sebelumnya kepada semua anggota kelas lainnya.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang, “Pengaruh Penggunaan Model Kooperatif Tipe Think Pair Share Terhadap Keterampilan Berbicara Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Lembah Gumanti Kabupaten Solok.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat diidentifikasi berikut ini.

1. Siswa tidak mampu mengembangkan ide-ide dalam berbicara dengan bahasa Indonesia.

2. Siswa tidak percaya diri sehingga apabila siswa berbicara di depan kelas siswa jadi malu dan tidak percaya diri dengan temannya.

3. Guru masihmenggunakan metode ceramah ketika pembelajaran sehingga siswa tidak termotivasi untuk mengembangkan kemampuan berbicara dalam bercerita.

(21)

C. Batasan Masalah

Berdasakan latar belakang masalah di atas, penelitian ini dibatasi pada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipeThink Pair Share (TPS) terhadap keterampilan berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 2 Lembah Gumanti Kabupaten Solok.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan berikut ini.

1. Bagaimanakah keterampilan berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 2 Lembah Gumanti Kabupaten Solok sebelum menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS)?

2. Bagaimanakah keterampilan berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 2 Lembah Gumanti Kabupaten Solok sesudah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS)?

3. Bagaimanakah pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair

Share (TPS) terhadap berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 2 Lembah

Gumanti Kabupaten Solok? E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan keterampilan berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 2 Lembah Gumanti Kabupaten Solok sebelum menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) TPS.

(22)

2. Mendeskripsikan keterampilan berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 2 Lembah GumantiKabupaten Solok sesudahmenggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS).

3. Mendeskripsikan pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe

Think Pair Share (TPS)terhadap keterampilan berbicara siswa kelas VII SMP

Negeri 2 Lembah Gumanti Kabupaten Solok. F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan banyak manfaat bagi pihak-pihak berikut ini.

1. Bagi siswa VII SMP Negeri 2 Lembah Gumanti Kabupaten Solok, dapat dijadikan sebagai bahan dalam meningkatkan keterampilan berbicara.

2. Bagi guru bidang studi bahasa Indonesia SMP Negeri 2 Lembah Gumanti Kabupaten Solok, sebagai informasi untuk meningkatkan potensi dalam pengajaran berbicara.

3. Bagi peneliti sendiri, sebagai bahan kajian akademik dan referensi dalam melakukan pembelajaran dan penambah pengalaman serta ilmu pengetahuan. 4. Bagi peneliti selanjutnya, sebagai bahan kajian akademik dan referensi dalam

melakukan pembelajaran dan penambah pengalaman serta ilmu pengetahuan. G. Definisi Operasional

Untuk lebih memahami apa yang diteliti, berikut dijelaskan definisi istilah yang digunakan dalam penelitian ini.

(23)

Pengaruh yang dimaksud adalah efek dari model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) terhadap keterampilan berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 2 Lembah Gumanti Kabupaten Solok. Pengaruh tersebut dapat diketahui dengan membandingkan keterampilan berbicara siswa sebelum menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS), dengan setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair

Share (TPS).

2. Berbicara

Berbicara merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seseorang secara lisan kepada orang lain. Sesuai dengan Kompetensi Dasar (KD) 2.1 Menceritakan pengalaman yang paling mengesankan dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat efektif.

3. Model Kooperatif

Model kooperatif merupakan kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk membangun pengetahuan siswa. Salah satu jenis pembelajaran kooperatif tersebut adalah tipe think pair share.

4. Think Pair Share(TPS)

Think pair share(TPS) adalah model pembelajaran dengan kelompok kecil

untuk memecahkan masalah dengan melakukan think (berfikir), pair (berpasangan), share (berbagi/tanya jawab).

(24)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

Berdasarkan rumusan penelitian, maka teori yang relevan untuk mendukung penelitian ini adalah sebagai berikut ini: (1) keterampilan berbicara, (2) model pembelajaran kooperatif,(3) model think pair share(TPS), dan (4) penerapan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS)

1. Keterampilan Berbicara

Kajian yang dibahas dalam keterampilan berbicara adalah sebagai berikut ini: (a) pengertian berbicara, (b) tujuan berbicara, (c) faktor-faktor penunjang keefektifan berbicara, (d) ciri pembicara yang berhasil, (e) bercerita sebagai salah satu jenis keterampilan berbicara, dan (f) penilaian keterampilan berbicara.

a. Pengertian Berbicara

Tarigan (2008:16)mengemukakan bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekpresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan. Berbicara merupakan suatu sitem atau tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan/ide-ide yang dikombinasikan.

Menurut Arief danYarni Munaf(2003:06)berbicara adalah keterampilan berbahasa yang berkembang pada diri manusia semenjak anak-anak.Keterampilan ini didahului oleh keterampilan menyimak, dan pada saat ini pulalah keterampilan berbicara atau keterampilan berujar dipelajari/dimulai.Karena berbicara

(25)

merupakan suatu alat menyampaikan gagasan yang disusun dan dikembangkan sesuai kebutuhan pendengar atau penyimak.

Nurgiyantoro (2001:276)mengemukakan bahwa berbicara adalah aktivitas berbahasa kedua yang dilakukan manusia dalam kehidupan berbahasa, yaitu setelah aktivitas mendengarkan. Berdasarkan bunyi-bunyi (bahasa) yang didengarnya itulah kemudian manusia belajar mengucapkan bunyi dan akhirnya mampu untuk berbicara. Untuk dapat berbicara dalam suatu bahasa secara baik, pembicara harus menguasai lafal, struktur, dan kosakata yang bersangkutan. disamping itu, diperlukan juga penguasaan masalah atau gagasan yang akan disampaikan, serta kemampuan memahami bahasa lawan bicara.

Menurut Arsjad dan Mukti (1988:17) kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi, artikulasi, atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Berbicara sebagai salah satu bagian keterampilan berbahasa. Kaitannya dengan kegiatan belajar mengajar di sekolah, berbicara mempunyai peranan penting yang turut menentukan pencapaian tujuan pembelajaran.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang merupakan instrumen (alat) mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan kepada penyimak. Karena berbicara merupakan suatu alat menyampaikan gagasan yang disusun dan dikembangkan sesuai kebutuhan pendengar atau penyimak, dan berbicara merupakan salah satu bagian keterampilan berbahasa.

(26)

b. Tujuan Berbicara

Tarigan (2008:30-36) membagi tujuan umum berbicara menjadi empat macam yaitu sebagai berikut. Pertama, berbicara untuk melaporkan, untuk memberikan informasi, atau dalam bahasa inggris disebut (informance speaking).

Kedua, berbicara secara kekeluargaan, cara yang paling umum menjamin serta

memadukan suatu persahabatan adalah melalui obrolan hiburan. Ketiga, berbicara untuk meyakinkan (persuasi) merupakan tujuan kalau kita menginginkan tindakan atau aksi. Keempat, berbicara untuk merundingkan, berbicara untuk merundingkan (deliberative speaking) pada dasarnya bertujuan untuk membuat sejumlah keputusan atau rencana.

Menurut Keraf (dalam Mustafa dan Lana, 1984:10) tujuan berbicara adalah.(1)Pembicara dikatakan mendorong apabila ia berusaha memberi semangat, membangkitkan gairah atau menekankan perasaan yang kurang baik, serta menunjukkan rasa hormat dan pengabdian. (2) Meyakinkan, pembicara berusaha mempengaruhi keyakinan pendengar. (3)Berbuat atau bertindak, seorang pembicara yang mempunyai tujuan seperti ini biasanya menghendaki adanya tindakan atau reaksi fisik dari para pendengar. (4)Memberitahu, pembicara yang bertujuan memberitahukan, biasanya pembicara bila ingin memberitahukan atau menyampaikan sesuatu kepada pendengarnya agar mereka mengerti tentang sesuatu hal. (5)Menyenangkan, mempunyai maksud untuk menggembirakan pendengar dalam suatu pertemuan.

Menurut Ochs dan Winker (dalam Tarigan, 2008:17) bahwa pada dasarnya berbicara mempunyai tiga maksud umum, yaitu: 1) memberitahukan dan

(27)

melaporkan, 2) menjamu dan menghibur, 3) membujuk, mengajak, mendesak dan meyakinkan. Berbicara mempunyai maksud-maksud tertentu, misalnya mengajak, menghibur, dan meyakinkan. Berbicara berarti menuangkan ide serta gagasannya kedalam sebuah tuturan dengan tujuan agar dimengerti orang lain.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan,tujuan berbicara adalah untuk berkomunikasi dan maksud dari komunikasi akan bergantung pada yang dikehendaki oleh pembicara. Berbicara dapat mendorong, megajak, menghibur, dan meyakinkan pendengar. Berbicara berarti menuangkan ide serta gagasannya kedalam sebuah tuturan dengan tujuan agar dimengerti orang lain.

c. Faktor-faktor Penunjang Keefektifan Berbicara

Arsjad dan Mukti (1988:17) juga berpendapat bahwa untuk dapat menjadi pembicara yang baik seseorang tidak hanya memberikan kesan saling menguasai masalah yang ia bicarakan tapi ia juga berbicara degan jelas dan tepat. Dalam dua hal yang harus diperhatikan oleh pembicara yaitu faktor kebahasaan dan nonkebahasaan. Faktor kebahasaan dan nonkebahasaan yang menunjang keefektifan berbicara akan dijelaskan sebagai berikut.

Arsjad dan Mukti (1988:17)menyatakan faktor kebahasaan yang menunjang keefektifan berbicara dijelaskan sebagai berikut. (1) Ketepatan ucapan, seseorang pembicara harus biasa mengucapkan bunyi-bunyi bahasa yang tepat. Pengucapan lafal yang dimaksudkan adalah pengucapan dengan huruf yang diucapkan jelas. (2) Penempatan tekanan, nada (intonasi),dengan adanya intonasi maka pembicaraan menjadi menarik dan pendengar tidak akan merasa bosan

(28)

mendengarkan apa yang kita bicarakan. (3) Pilihan kata (diksi),Pilihan kata hendaknya tepat, jelas, dan berfariasi.(4) Ketepatan sasaran pembicaraan, hal ini menyangkut pemakaian kalimat. Pembicara yang menggunakan kalimat efektif akan memudahkan pendengar menangkap makna pembicaraan tersebut.

Arsjad dan Mukti (1988:17) juga menyatakanfaktor nonkebahasaan yang menunjang keefektifan berbicara dijelaskan sebagai berikut. (1) Sikap wajar, tenang dan tidak mudah kaku, tentulah akan memberikan kesan pertama yang kurang menarik.(2) Pandangan harus diarahkan pada lawan bicara, supaya pendengar dan pembicara benar-benar terlibat dalam kegiatan berbicara.(3) Kesediaan menghargai pendapat orang lain, dalam arti mau menerima pendapat orang lain. (4) Gerak-gerik dan mimik yang tepat, karena dapat menunjang keefektifan berbicara.(5) Kenyaringan suara,kenyaringan tentu disesuaikan dengan situasi, tepat, jumblah pendengar, dan akustik. (6) Kelancaran,seseorang yang lancar berbicara akan memudahkan pendengar menangkap isi pembicaraannya. (7) Relevansi atau penalaran,gagasan demi gagasan haruslah berhubungan dengan logis. (8) Penguasaan topik, penguasaan topik yang baik akan menumbuhkan keberanian dan kelancaran.

Arief dan Yarni Munaf (2003:74-76) menjelaskan faktor-faktor penunjang dalam berbicara yaitu faktor kebahasaan dan faktor nonkebahasaan. Faktor kebahasaan antara lain: (1) ketetapan ucapan, (2) penempatan tekanan, (3) pilihan kata (diksi). Sedangkan faktor nonkebahasaan antara lain: (1) sikap yang wajar, tenang dan tidak kaku, (2) pandangan harus diarahkan pada lawan bicara,(3)

(29)

gerak-gerik dan mimik yang tepat, (4) kenyaringan suara, (5) kelancaran, (6) relevansi atau penalaran, dan (7) penguasaan topik.

Berdasarkan pendapat ahli tersebut, agar seseorang berbicara lebih baik maka dibutuhkan faktor kebahasaanseperti, (ketepatan ucapan, penempatan tekanan, pilihan kata, danketepatan sasaran pembicaraan). Sedangkan faktor nonkebahasaan yang harus diperhatikan seperti, (sikap wajar, pandangan harus diarahkan pada lawan bicara, kesediaan menghargai pendapat orang lain, gerak-gerik dan mimik yang tepat, kenyaringan suara, kelancaran,relefansi atau penalaran,dan penguasaan topik). Hal tersebut berguna sebagai penunjang keefektifan dalam berbicara didepan orang banyak.

d. Ciri Pembicara yang Berhasil

Arief dan Yarni Munaf (2003:77) mengemukakan ciri-ciri pembicara yang berhasil yaitu meliputi hal-hal dibawah ini. Pertama, menguasai masalah yang dibicarakan, guna untuk menumbuhkan keberanian. Kedua, memiliki sikap tenang, sehingga pembicara tau kapan akan berbicara. Ketiga, mampu mengarahkan pendengar.

Menurut King (dalam Kartini, 2013:49) ciri-ciri pembicara terbaik yaitu, (1) memandang satu hal dari sudut pandang yang baru, (2) mempunyai cakrawala luas, (3) antusias, (4) tidak pernah membicarakan diri mereka sendiri, (5) sangat ingin tahu, (6) menunjukan empati, (7) mempunyai selera humor, (8) mempunyai gaya bahasa sendiri.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas,dapat disimpulkan bahwa seorang pembicara yang sudah berhasil dan baik adalah pembicara yang memiliki ciri-ciri

(30)

dapat memilih topik yang tepat, menguasai materi, memahami latar belakang pendengar, mengetahui situasi, tujuan jelas, kontak dengan pendengar, kemampuan linguistiknya tinggi, mengusai pendengar, memanfaatkan alat bantu, penampilannya meyakinkan, sudah ada rencana terlebih dahulu.Hal tersebut akan terlihat apabila pembicara melakukan proses komunikasi lisan.

e. Bercerita Sebagai Salah Satu Keterampilan Berbicara

Tarigan (2008:35) menyatakan bahwa bercerita merupakan salah satu keterampilan berbicara yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada orang lain. Dikatakan demikian karena bercerita masuk kedalam situasi informatif yang membuat makna-makna menjadi jelas, karena dengan bercerita dapat membuat seseorang mengungkapkan apa yang dirasakan degan membagikan pengalaman yang diproleh.

Menurut Nurgiyantoro (2001:289) bercerita merupakan salah satu bentuk tugas kemampuan berbicara yang bertujuan untuk mengungkapkan kemampuan berbicara yang bersifat pragmatis. Ada dua unsur penting yang harus dikuasai siswa dalam bercerita yaitu lingguistik dan apa yang diceritakan. Ketepatan ucapan, tata bahasa, kosa kata, kefasihan dan kelancaran, menggambarkan bahwasiswa memilikikemamapuan berbicara yang baik.

Nurgiyantoro (2001:278) menyebutkan ada beberapa bentuk tugas kegiatan berbicara yang dapat dilatih untuk meningkatkan dan mengembangkan keterampilan berbicara pada siswa yaitu sebagai berikut ini, (1) berbicara berdasarkan gambar, (2) wawancara, (3) bercakap-cakap, (4) berpidato, dan (5)

(31)

berdiskusi. Karena tujuan dari bercerita adalah untuk mengemukakan sesuatu kepada seseorang.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas,dapat disimpulkan bahwa bercerita adalah salah satu keterampilan berbicara yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada orang lain dengan cara menyampaikan berbagai macam ungkapan, berbagi perasaan, sesuai dengan apa yang dialami, dirasakan, dilihat, dan dibaca. Dengan memperhatikan ketepatan ucapan, tata bahasa, kosa kata, kefasihan dan kelancaran, agar apa yag kita ceritakan akan menarik dan pendengarpun akan memahami maksud dan tujuan dari yang telah kita sampaikan. f. Indikator Penilaian Keterampilan Berbicara

Penilaian keterampilan berbicara didasarkan beberapa aspek kebahasaan dan nokebahasaan yang dikemukakan oleh Arsjad dan Mukti. Menurut Arsjad dan Mukti (1998:17-21) aspek kebahasaan terdiri dari 4 bagian yaitu: (1) ketepatan ucapan, (2) penempatan tekanan, nada (intonasi), (3) pilihan kata, (4) ketepatan sasaran pembicaraan. Aspek non kebahasaan terdiri dari 8 bagian yaitu : (1) sikap yang wajar, dan tidak kaku, (2) pandangan harus diarahkan pada lawan bicara, (3) gerak gerik, dan mimik yang tepat, (5) kenyaringan suara, (6) kelancaran, (7) relefansi, (8) penguasaan topik.

Arief dan Yarni Munaf (2003:77) mengemukakan penilaian keterampilan berbicara dilihat dari aspek kebahasaan yaitu sebagai berikut, (1) pengucapan vokal, (2) pengucapan konsonan, (3) penempatan tekanan, (4) penempatan persendian, (5) penggunaan nada/irama, (6) pilihan kata, (7) pilihan ungkapan, (8) variasi kata, (9) tata bentukan, (10) struktur kalimat, (11) ragam kalimat.

(32)

Sedangkan penilaian keterampilan berbicara dilihat dari faktor nonkebahasaan yaitu sebagai berikut, (1) keberanian dan semangat, (2) kelancaran, (3) kenyaringan suara, (4) pandangan mata, (5) gerak-gerik dan mimik, (6) keterbukaan, (7) penalaran, (8) penguasaan topik. Berdasarkan Kompetensi Dasar (KD) 2.1 siswa dituntut untuk terampil menceritakan pengalaman yang paling mengesankan dengan memperhatikan pilihan kata dan kalimat efektif. Oleh karena itu aspek yang dinilai pada penelitian ini adalah sebagai berikut. Aspek kebahasaan yaitu, pilihan kata,ketepatan sasaran pembicaraan dan intonasi. Sedangkan aspek nonkebahasaan yaitu, kelancaran, gerak gerik dan mimik. (Arsjad dan Mukti, 1988:17-21)

2. Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif

Dalam teori ini yang akan dijelaskan adalah (a) pengertian model pembelajaran kooperatif, (b) unsur-unsur pembelajaran kooperatif,(c) jenis model pembelajaran kooperatif, dan (d) prinsip pembelajaraan kooperatif.

a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Sanjaya (2006:240) berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model pebelajaran menggunakan sistem pengelompokan kecil yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen). Sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok. setiap kelompok akan memperoleh penghargaan (reward). Setiap anggota kelompok akan memiliki ketergantungan positif. Ketergantungan seperti itulah yang akan memunculkan tanggung jawab individu terhadap kelompok dan mereka akan menimbulkan motivasi untuk keberhasilan kelompok.

(33)

Sehingga setiap individu akan memiliki kesempatan yang sama untuk berkontribusi demi keberhasilan kelompok.

Menurut Lie (2002:12) pembelajaran kooperatif merupakansistem pengajaran yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas terstruktur. Alur proses belajar total harus berasal dari guru menuju siswa tetapi siswabisa juga saling belajar dengan sesama siswa yang lain antara siswa.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan dalam kelompok untuk menemukan dan membangun pengetahuan siswa, dengan salaing berbagi pendapat. Pembentukan kelompok-kelompok kecil dalam pembelajaran akan membuat siswa aktif karena keinginan kelompok yang saling ketergantungan dan membuat mereka bekerja sama yang aktif untuk mendapatkan hasil dari permasalahan yang telah mereka diskusikan bersama.

b. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif

Slavin (2009:26) mengemukakan tiga konsep pokok dalam pembelajaran kooperatif yaitu sebagai berikut ini. (1) Penghargaan terhadap kelompok, sistem pemberian penghargaan ini memicu munculnya motivasi anggota kelompok untuk memperolehnya. (2) Pertanggungjawaban individual, dapat berarti sebagai keberhasilan kelompok tergantung pada hasil semua anggota kelompok. (3) Kesempatan yang sama untuk berhasil, berarti bahwa semua siswa memberikan sumbangan bagi keberhasilan kelompoknya melalui upaya peningkatan hasil belajarnya sendiri.

(34)

Menurut Johnson (dalam Lie, 2002:30-36) bahwa unsur-unsur pembelajaraan kooperatif ada lima yaitu sebagai berikut. (1) Saling ketergantungan positif, siswa dalam kelompok sadar bahwa tidak dapat bekerja sendiri. (2) Tanggungjawab perseorangan, semua siswa bertanggung jawab menguasai materi yang telah diberikan. (3) Tatap muka, siswa diberi kesempatan untuk mendiskusikan bersama. (4) Komunikasi dengan anggota kelompok, kesediaan antar anggota kelompok memberikan pendapat dan mendengarkan pendapat temannya. (5) Evaluasi proses kelompok, dilakukan untuk menguji proses dan keberhasilan pembelajaran sehingga untuk tahap selanjutnya kelompok bisa kerjasama lebih efektif.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa, pembelajaran koopertif mengandung unsur penggabungan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan sedang. Hal ini dapat mengasah kemampuan terhadap materi dan pengetahuan semakin bagus. Mereka bekerja sama, sehingga terciptalah rasa tanggung jawab dalam kelompok untuk mencapai hasil yang maksimal.

c. Jenis-jenis Model Pembelajaran Kooperatif

Suprijono (2009:89)mengemukakan jenis-jenis pembelajaraan kooperatif terdiri dari sebelas jenis yaitu.Jigsaw,think-pair-share,numbered head together,

group investigasion, two stay two stay, make a match, insid-outside circle, bambo dancing, poin-cointer, the power of two, dan listening team. Akan dijelaskan

(35)

1. Jigsaw, merupakan model pembelajaran kooperatif dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri atas empat sampai dengan enam orang secara heterogen.

2. Think-pair-share, merupakan suatu model pembelajaran kooperatif yang memberi siswa waktu untuk berfikir dan merespon serta saling bantu stu sama lain.

3. Numbered head together, merupakan suatu modelpembelajaran berkelompok yang setiap anggota kelompoknya bertanggung jawab atas tugas kelompoknya, sehingga siswa dalam satu kelompok saling memberi dan menerima satu sama lain.

4. Group investigasion, merupakan suatu model pembelajaran yang lebih menekankan pada pilihan dan kontrol siswa dari pada menerapkan tekni-teknik pengajaran di ruang kelas.

5. Two stay two stay, merupakan model pembelejaran kooperetif dua tinggaldua tamu adalah dua orang siswa tinggal dikelompok dan dua orang siswa bertamu kekelompok lain.

6. Make a match, merupakan model pembelajaran ynag meminta siswa mencari pasangan kartu yang berupa jawaban atau pertanyaan materi dalm pembelajaran.

7. Insid-outside circle, merupakan model pembelajaran dengan sistem lingkaran kecil dan lingkaran besar yang diawali dengan pembentukan kelompok besar dalam kelas yang terdiri dari kelompok lingkaran dalam dan kelompok lingkaran luar.

(36)

8. Bambo dancing, merupakan model pembelajaran yang bertujuan agar siswa saling berbagi informasi bersama-sama dengan pasangan yang berbeda dalam waktu sisngkat secara teratur.

9. Poin-cointer, merupakan model pembelajaran dengan teknik hebat untuk meransang diskusi dan mendapatkan pemahaman lebih mendala tentng berbagai isu yang kompleks.

10. The power of two, merupakan model pembelajaran yang memberi kesemptan kepada kelompok untuk membagi hasil dan informasi dengan kelompok lainnya.

11. Litening team, merupakan strategi yang bertujaun membentuk kelompok yang mempunyai tugas atau tanggung jawab tertentu agar terciptanya partisipasi aktif salama proses pembelajaran.

Menurut Slavin (2009:11) ada beberapa macam tipe pembelajaran kooperatif yaitu sebagai berikut. Salah satu model pembelajaran kooperatif di atas yaitu tipe think pair sharedapat digunakan dalam penelitian ini, karena model pembelajaran kooperatif tipe think pair share dapat meningkatkan kesiapan siswa dalam keterampilan berbicara karena mereka akan melakukan kerjasama dalam bentuk kelompok kecil.Pembelajaran kooperatif tipe think pair shareakan membuat siswa percaya diri ketika tampil karena ada dukungan dari anggota kelompok mereka yang lainya.

(37)

3. Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif Think Pair Share (TPS)

Teori yang relevan dengan phair-share meliputi (a) pengertian

think-pair-share, (b) kelebihan dan kekurangan think-think-pair-share, (c) langkah-langkah think-pair-share,dan(d) penerapan model pembelajaran think-pair-share.

a. Pengertian Think-Pair-Share(TPS)

Trianto (2009:81) mengemukakan think-pair-shareatau berpikir dan berpasangan dan berbagi adalah jenis kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi interaksi siswa. Sejalan dengan pendapat di atas, Lie (2002:56) bahwa, think pair share adalah pembelajaran yang memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri dan bekerja sama dengan orang lain. Dalam hal ini guru sangat berperan penting dalam membimbing siswa melakukan diskusi, sehingga terciptanya suasana belajar yang lebih, hidup, aktif, kreatif,efektif, dan menyenangkan.

Istarani (2012:69) mengemukakan bahwa model think-pair-share atau berpikir berpasangan berbagai adalahmerupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Model think pair

sharemerupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi susunan pola

diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua diskusimembutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, danprosedur yang digunakan. Dalam model think paire sharedapat memberi siswa lebih banyakwaktu berpikir, untuk merespon, dan saling membantu.

Berdasarkan uraian pendapat ahli diatas, dengan demikan dapat disimpulkan bahwa melalui model pembelajaran tipe think pair share, siswa

(38)

secara langsung dapat memecahkan masalah, memahami suatu materi secara berkelompok dan saling membantu satu dengan yang lainnya. sihingga dapat membuat kesimpulan diskusi dan mempresentasikan di depan kelas. model pembelajaran tipe think pair share dapat membuat kelas lebih terkontrol.

b. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Think-Pair-Share (TPS)

Menurut Istarani (2012:68)Teknik think-pair-share memiliki kelebihan, Kelebihan model think pair share yaitu sebagai berikut. Pertama, dapat meningkatkan daya nalar siswa, daya kritis siswa, daya imajinasi siswa dan daya analisis terhadap suatu permasalahan. Kedua, meningkatkan kerjasama siswa karena mereka dibentuk dalam kelompok. Ketiga, meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami dan menghargai pendapat orang lain. Keempat, meningkatkan kemampuan siswa dalam menyampaikan pendapat sebagai implementasi ilmu pengetahuannya. Kelima, guru lebih memungkinkan untuk menambahkan pengetahuan anak ketika selesai diskusi.

Istarani (2012:68) mengemukakan yang menjadi kekurangan dari model

think pair shareyaitu sebagai berikut. Pertama, sulit menentukan permasalahan

yang cocok dengan kemampuan siswa. Kedua, bahan-bahan yang berkaitan dengan membahas permasalahan yang ada tidak dipersiapan baik oleh guru maupun siswa. Ketiga, pengalaman siswa dalam menyelesaikan masalah relatif terbatas.

Lie (2002:57) berpendapat bahwa model think pair share

memilikibeberapa kelebihan yaitu sebagai berikut. Pertama, siswa diberi kesempatan untuk bekerja sendiri danbekerja sama dengan orang lain. Kedua,

(39)

adanya optimalisasi partisipasi siswa untuk membnagun rasa percaya dirinya.

Ketiga, denganmetode klasikal yang memungkinkan hanya satu siswa maju dan

membagikanhasilnya untuk seluruh kelas. Keempat, modelthink pair share memberi kesempatan sedikitnya delapankali lebih banyak kepada setiap siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasimereka kepada orang lain. Kelima, memungkin guru untuk lebih banyakwaktu memantau siswa, dengan hasil belajar lebih mendalam.

Sedangkan kekurangan model think pair share menurut Lie (2002:58)pertama, kebiasaan siswa dari cara mendengarkan ceramah diganti dengan belajar berfikir memecahkan masalah secara kelompok.Kedua, membutuhkan perhatian khusus dalam penggunaan ruang kelas. Ketiga, peralihan dari seluruh kelas kekelompok kecil dapat menyita waktu pengajaran yang berharga. Keempat, banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor. Kelima, lebih sedikit ide yang muncul dan jika ada keributan tidak ada penengah.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan kelebihan dan kekurangan model think phair shareyaitu sebagai berikut. Dapat mempermudah siswa dalam mengungkapkan pendapat serta gagasannya, sebab terdapat kerjasamaantara teman yang satu dengan yang lain. Siswa tampil berbicara secarakelompok sehingga diharapkan siswa tidak merasa takut ataupun malu serta lupadengan apa yang akan disampaikan karena dapat saling mengingatkan.Sedangkan kekurangan model think phair shareadalah sulit menentukan permasalahan yang cocok dengan kemampuan siswa, bahan-bahan yang berkaitan dengan membahas permasalahan yang ada tidak dipersiapan baik

(40)

oleh guru maupun siswa, pengalaman siswa dalam menyelesaikan masalah relatif terbatas.

c. Langkah-langkah Think-Pair-Share (TPS)

Istarani (2012:67) mengemukakan think pair share seperti namanya “thinking”, pembelajaran ini diawali dengan guru mengajukan pertanyaan atau isu yang terkait dengan peajaran untuk dipikirkan oleh peserta didik. Guru memberi kesempatan kepada mereka memikirkan jawabannya. Selanjutnya “pairing”, pada tahap ini guru meminta peserta didik berpasang-pasangan. Beri kesempatan pasangan itu untuk berdiskusi. Tahap ini dikenal dengan “sharing”, dalam kegiatan ini diharapkan tanya jawab yang mendorong pada pengkonstrasian pengetahuan secara integratif.

Menurut Trianto (2009:69) beberapa langkah dalammenggunakan model pembelajaran kooperatif model TPS sebagai berikut. 1) Berpikir (thinking),guru memberikan pertanyaan atau masalah yang berhubungan dengan pelajaran dan meminta siswa untuk memikirkan pertanyaan tersebut secara mandiri. 2) Berpasangan (pair),guru meminta siswa untuk berpasangan dengan siswa yang lain danmendiskusikan apa yang telah dipikirkan pada langkah pertama.3) Berbagi (sharing),guru meminta pasangan-pasangan siswa tersebut untuk berbagi ataubekerja sama dengan kelas secara keseluruhan mengenai apa yangtelah mereka diskusikan, dengan cara bergantian pasangan demipasangan.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam langkah-langkah pembelajaran keterampilan berbicara dengan model think

(41)

berpasangan (pair), setelah siswa menyelesaikantugas mendiskusikan materi atau permasalahan yang akan dipecahkan bersama anggota kelompok, kemudian menulis hasilnya, dan langkah yang terakhir berbagi(share), siswa berdiskusi berbagi jawaban dengan teman satu kelas.Tujuan dari model ini diharapkan tanya jawab yang mendorong pada pengongstruksian pengetahuan secara integratif untuk dapat bekerjasama dengan kelas secara keseluruhan mengenai apa yang telah mereka diskusikan.

d. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif TipeThink Pair ShareTPS dalam Pembelajaran Keterampilan Berbicara

Menurut Trianto (2014:130) prosedur atau cara kerja pembelajaran tipe

think pair share (TPS) adalah sebagai berikut: langkah awal berfikir (think), guru

mengajukan permasalahan atau pertanyaan yang bersangkutan dengan pembelajaran dan meminta siswa menggunakan waktu untuk berpikir sendiri jawaban mereka dan mencatatnya pada kertas. Langkah selanjutnya berpasangan (pairing), guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendeskripsikan apa yang telah mereka peroleh dari yang mereka fikirkan. Selama waktu yang diberikan dapat menyatukan gagasan mereka dengan waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit. Langkah terakhir berbagi (share), guru meminta setiap pasangan untuk bergantian tampil mempresentaskan hasil diskusi mereka kepada semua anggota kelas.

Lie (2002:57) mengemukakan langkah-langkah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS) adalah sebagai berikut: (1) guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan memberikan tugas kepada semua kelompok. (2) Setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri. (3) Siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan

(42)

berdiskusi dengan pasangannya. (4) Kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok. Siswa mempunyai kesempatan untuk membagikan hasil kerjanya kepada kelompok lainya.

Berdasarkan prosedur model pembelajaran tipe Think Pair Share (TPS) diatas, maka penelitian ini akan menggunakan prosedur yang dikemukakan oleh Trianto. Kegiatan Think Pair Share (TPS) yang mana pada tahap awalnya siswa diminta memikirkan (think) atas soal yang diberikan guru yang berkaitan dengan materi yang diajarkan, dan siswa diminta untuk mencatat apa yang difikirkannya dikertas untuk untuk bahan yang akan didiskusikan pada tahap pair. Dan siswa diminta menjawab pertanyaan dengan pasangan berpasangan (pair). Setelah itu guru meminta untuk siswa mempresentasikan (share) hasil dari yang mereka diskusikan tersebut. Untuk lebih jelasnya penerapan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share di kelas dapat dilihat pada tabel berikut ini.

No Langkah-langkah Penerapan

1 Gurumenyampaikan materi dan kompetensi yang ingin dicapai

Padasaatpembelajarandimulaigurumenyampaikan tujuan pembelajaran dan Kompetensi Dasar (KD) 2.1 menceritakan pengalaman yang paling mengesankan dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat efektif. Setelah itu menjelaskan tentang bercerita, serta faktor-faktor berbicara yang dinilai saat bercerita

2 Tahap awal guru meminta siswa untuk berfikir (think)tentang permasalahan yang disampaikan guru

Guru memberikan pertanyaan atau masalah yang

berhubungan dengan pelajaran dan meminta siswa untuk memikirkan pertanyaan tersebut secara mandiri sesuai faktor-faktor penilaian yang telah dijelaskan

3 Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan (pair)

Guru meminta siswa untuk berpasangan dengan siswa yang lain dan mendiskusikan apa yang telah dipikirkan pada langkah pertama. Interaksi pada tahap berpasangan diharapakan siswa dapat berbagai jawaban jika telah diajukan suatu pertanyaan atau berbagi ide jika suatu persoalan khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru memberiwaktu empat sampai lima menit untuk

(43)

berpasangan 4 Tahap akhir guru

meminta siswa untuk berbagi (share) dengan teman sekelasnya

guru meminta setiap pasangan untuk bergantian tampil mempresentaskan hasil diskusi mereka kepada semua anggota kelas, dan dilanjutkan sampai beberapa siswa telah mendapatkesempatan untuk melapor, paling tidak sekitar seperempat pasangan,tetapi disesuaikan dengan waktu yang tersedia. Guru dan siswa melakukan evaluasi terhadap penampilan siswa sesui dengan penilaian yang telah disampaikan

5 Guru mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan yang didiskusikan

Guru melakukan tanya jawab dengan siswa, ataupun siswa dengan siswa. Guru memberikan penjelasan lebih lanjut kepada siswa sesuai dengan kesalahan-kesalahan saat penampilan menceritakan pengalaman di depan kelas tersebut agar siswa dapat memahami cara menyampaikan cerita yang sesuai dengan indikator penilaian yang sudah disampaikan sebelumnya

6 Guru bersama siswa menyimpulkan pembelajaran yang telah didiskusikan bersama tersebut

Setelah siswa mendapat bagian berbicara, guru dan siswa menyimpulkan pembelajaran yang telah didiskusikan bersama tersebut

7 Guru menutup pembelajaran

Guru mengakhiri pembelajaan dengan membaca alhamdulillah, dan menyampaikan tugas kepada siswa untuk pertemuan selanjutnya mereka akan menceritakan pengalaman mengesankan yang telah mereka rangkai di depan kelas

B. Penelitian yang Relevan

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Reni (2014) dengan judul

“Kemampuan Berbicara Menggunakan Teknik Cerita Berangkai Berbantuan Media Audio Visual Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Longgo Sari Baganti”. Hasil penelitian ini yaitu kemampuan berbicara menggunakan teknik Cerita Berangkai berbantuan media audio visual tergolong lebih dari cukup (LDC) dengan nilai rata-rata penguasaan siswa yaitu 69,62 berada pada rentang 66-75%. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu, sama-sama meneliti keterampilan berbicara siswa.

(44)

Kedua, Nurmajidah (2017) dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe Listening Team terhadap Keterampilan Berbicara Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat”. Hasil penelitian ini yaitu kemampuan berbicara menggunakanmodel pembelajaran kooperatif tipe listening teamtergolong cukup (C) dengan nilai rata-rata penguasaan siswa yaitu 65,33 berada pada rentang 56-65%. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu, sama-sama meneliti keterampilan berbicara siswa. Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada objek penelitian. Objek penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Lembah Gumanti.

Ketiga,Lilis (2010) dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Tipe Think Pair Share (TPS) terhadap Keterampilan Menulis Cerpen Siswa Kelas X

SMA Negeri 2 Negeri Kerinci”. Hasil penelitian ini yaitu keterampilan menulis cerpen menggunakan model pembelajaran tipe Think Pair Share(TPS) lebih dari cukup (LDC) dengan nilai rata-rata penguasaan siswa yaitu 69,62 berada pada rentang 66-75%. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu, terletak pada masalah penelitian yaitu,Pengaruh Penggunaan Model Pembelajran Kooperatif Tipe Think Pair ShareKelas VII SMP Negeri 2 Lembah Gumanti Kabupaten Solok. Sedangkan Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu, terletak pada fokus penelitian, dengan fokus penelitian ini berbicara.

(45)

C. Kerangka Konseptual

Dalam pembelajaran berbicara banyak masalah pembelajran yang ditemui. Rendahnya keterampilan berbicara dalam mengungkapakan pengalaman siswa sangat perlu dicari pemecahan masalah. Untuk itu, diperlukan model yang cocok dalam pengajaran, agar pembelajaran keterapilan berbicara siswa dapat tercapai. Model pembelajaran yang tepat digunakan untuk keterampilan mengungkapkan pengalaman adalah model Think-Pair-Share (TPS). Kerangka konseptual penelitian ini adalah sebagai berikut.

(46)

Bagan 1. Kerangka Konseptual Keterampilan Berbicara

Sebelum menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think

PairShare(TPS)

Faktor nonkebahasaan 1. Kelancaran 2. Penguasaan topik 3. Mimik dan gerak-gerik

Think PairShare(TPS)

Faktor kebahasaan 1. Pilihan kata 2. Intonasi

Sesudah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think

PairShare(TPS)

Pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif Tipe Think

(47)

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan kajian teori di atas maka hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

H0= tidak terdapat pengaruh yang signifikan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) terhadap keterampilan berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 02 Lembah Gumanti. Hipotesis diterima jika thitung< ttabel pada taraf signifikansi 0,05 dengan derajat kebebasan dk= (n-1). H1= terdapat pengaruh yang signifikan penerapan model pembelajaran kooperatif

tipe Think Pair Share (TPS) terhadap keterampilan berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 02 Lembah Gumanti. Hipotesis diterima jika thitung>ttabel pada taraf signifikansi 0,05 dengan derajat kebebasan dk= (n-1).

(48)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif. Menurut Sugiyono (2012:07)penelitian kuantitatif adalah penelitian yang ilmiah yaitu kongkrit, objektif, terukur, rasional dan sistematis. Data merupakan angka-angka, dimulai dari pengumpulan data, kemudian penafsiran data, dan terakhir ditampilkan hasilnya.

Metode penelitian yang akan digunakan adalah metode eksperimen jenis

pre-eksperimental design. Menurut Sugiyono (2012:74) penelitian eksperimen

jenis pre-eksperimental designini belum merupakan eksperimen sungguh-sungguh karena masih terdapat variabel luar yang ikut berpengaruh terhadap terbentuknya variabel dependen. Hal ini dapat terjadi, karena tidak adanya variabel kontrol. Alasan digunakan metode eksperimen karena ingin mengetahui pengaruh perlakuan (treatment)model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS)terhadap keterampilan berbicra siswa kelas VII SMP Negeri 2 Lembah Gumanti.

B. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian eksperimen ini berupaya mengungkapkan hubungan sebab akibat (kausal). Rancangan penelitian yang digunakan yaitu one group

pretest-posttest design. Menurut Sugiyono (2012:74) dalam rancangan one grop pretes-posttest design pada mulanya dilakukan pretest tanpa diberikan perlakuan,

(49)

kemudian diberi perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS), Setelah itu dilakukanposttest.

Tabel 2

Rancangan Penelitian One Group Pretest-Posttest Design

Pretest Treatment Posttest

T1 X T2

Keterangan:

T1 : tes awal (pretest)berupa tes keterampilan berbicara menceritakan pengalaman sebelum menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair

Share (TPS)

X : Perlakuan yaitu penggunaan model pembelajaran auditorykooperatif tipe

Think Pair Share (TPS)dalam pembelajaran keterampilan berbicara

menceritakan pengalaman.

T2 : tes akhir (posttest) berupa tes keterampilan berbicara menceritakan pengalaman sesudah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

Think Pair Share (TPS)

C. Populasi dan Sampel

Sugiyono (2012:80) mengemukakan populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subjek dan objek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian disimpulkan. Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Lembah Gumanti Kabupaten Solok tahun ajaran 2016/2017.Jumlah siswa 186 terdiri dengan 7 kelas. Jumlah populasi lebih dari 100 orang, peneliti membatasi jumlah subjek penelitian ini dan tidak semua populasi dijadikan sampel.

(50)

Teknik pengambilan sampel yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Menurut Sugiyono (2012:85) purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti menetapkan kelas VII.5 yang berjumlah 26 siswasebagai sampel penelitian. Alasan mengambil sampel di kelas VII.5 karena kelas ini memiliki standar deviasi terkecil. Untuk lebih jelasnya mengenai populasi dan sampel, dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3 Populasidan Sampel No Kelas Jumblah Siswa Nilai

Rata-rata Standar Deviasi 1 VII.1 27 Orang 74,85 5.37 2 VII.2 27 Orang 65,70 3.87 3 VII.3 26 Orang 68,64 3.89 4 VII.4 26 Orang 74,07 3.89 5 VII.5 26 Orang 63,80 3.59 6 VII.6 28 Orang 69,96 4.15 7 VII.7 27 Orang 72,07 4.05 Jumlah 186 Orang

(Sumber : Guru Bahasa Indonesia) D. Variabel dan Data

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah, model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS),sedangkan variabel terikat adalah keterampilan berbicara.

Data dalam penelitian ini adalah berupa hasil tes unjuk kerja berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 2 Lembah Gumanti sesudah model pembelajaran

(51)

kooperatif tipe think pair share. Data dalam penelitian ini ada dua skor keterampilan berbicara. Pertama, skor dari hasil tes awal (pretest) keterampilan berbicara sebelum menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair

Share (TPS)siswa kelas VII SMP Negeri 2 Lembah Gumanti. Kedua, skor dari

hasil tes akhir (posstest) keterampilan berbicara sesudah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS)siswa kelas VII SMP Negeri 2 Lembah Gumanti.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah tes unjuk kerja. Menurut Arikunto (2010:193) tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat yang digunakan untuk mengukur keterampilan pengetahuan, intelegensi, kemampuan, atau bakat yang dimiliki individu atau kelompok. Penelitian ini menggunakantes unjuk kerjaberupa keterampilan berbicara yaitu siswa dimintamenceritakan pengalaman mengesankan di depan kelas.Tes ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) terhadap keterampilan berbicara siswa. Instrumen pendukung yang digunakan dalam pengumpulan data adalah kamera digital untuk merekam penampilan siswa ketika berbicara format penilaian dan alat tulis yang dibutuhkan dalam berbicara. Indikator yang akan dinilai yaitu: faktor kebahasaan terdiri dari pilihan kata, dan intonasi. Faktor nonkebahasaan terdiri dari, kelancaran, penguasaan topik, mimik dan gerak-gerik. F. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan memberikan tes berbicara sebelum menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dan

(52)

sesudah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) Penelitian ini dilakukan sebanyak 3 kali pertemuan. Langkah pengumpulan data penelitian pada kelas pretest adalah sebagai berikut. Pertama, guru menjelaskan materi tentang pengalaman dan memberi penjelasan tentang berbicaradengan memperhatikan aspek kebahasaan dan nonkebahasaan.Kedua,guru memberikan tes keterampilan berbicara menceritakan pengalaman kepada masing-masing siswa dengan tema “pengalaman yang sangat mengesankan”. Ketiga, guru menilai kemampuan berbicara siswa berdasarkan aspek kebahasaan dan nonkebahasaan.

Langkah pengumpulan data pada kelas perlakuan adalah sebagai berikut.

Pertama, guru memberikan perlakuan dengan menerapkan model pembelajaran

kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dalam proses pembelajaran berbicara.

Kedua,guru memberikan tes keterampilan berbicara menceritakan pengalaman

kepada siswa dengan tema “pengalaman yang sangat mengesankan”.

Langkah pengumpulan data penelitian pada kelas potest adalah sebagai berikut. Pertama, guru menjelaskan materi tentang menceritakan pengalaman dan memberi penjelasan tentang berbicara dengan memperhatikan aspek kebahasaan dan nonkebahasaan.Kedua, guru memberikan tes keterampilan berbicara menceritakan pengalaman kepada masing-masing siswa dengan tema “pengalaman yang sangat mengesankan”. Ketiga, guru menilai kemampuan berbicara siswa berdasarkan aspek kebahasaan dan nonkebahasaan

Gambar

Tabel 3  Populasidan Sampel  No  Kelas  Jumblah Siswa  Nilai
Tabel 4Format Penilaian Keterampilan Berbicara  No  Kode  Sampel  Indikator Penilaian   Nilai  Kebahasaan  Nonkebahasaan  Pilihan  Kata  Ketepatan Sasaran  Pembicaraan
Tabel  8:  Skor  Per-indikator  Keterampilan  Berbicara  siswa  Kelas  VII  SMP  Negeri  2  Lembah  Gumanti  Kabupaten  Solok  Sesudah  Menggunakan  Model  Pembelajaran  Kooperatif  Tipe  Think  Pair  Share (TPS)  No  Kode  Sampel  Indikator 1  Indikator 2
Tabel 9.  Skor dan Nilai Per-Indikator Keterampilan Berbicara siswa Kelas  VII SMP Negeri 2 Lembah Gumanti Sebelum Menggunakan Model
+7

Referensi

Dokumen terkait

Akun Pembelajaran merupakan akun elektronik dengan domain belajar.id yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan dapat digunakan oleh peserta didik,

Daerah perkotaan yang kini mulai dipadati penduduk dari berbagai daerah memunculkan berbagai persoalan, salah satu diantaranya adalah terkait maraknya kegiatan

Pada proyek ini, CTQ adalah tingkat kerusakan suara yang rendah, karena masih kalah dibanding produk kompetitor, customer importance dan mean rank pada friedman test-nya paling

Panjang Arteri 26 Kedoya Jakarta Barat Cafe &amp; Restoran - 96 Old Town White Coffee Emporium Mall Ground Floor G-07 Jakarta Utara Cafe &amp; Restoran - 97 Ong Bistro Ruko

Persalinan dan lahir normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi kepala berlangsung dalam

Diantara hal yang penting untuk dibahas adalah ratifikasi terhadap perjanjian perdagangan internasional, salah satunya adalah “ Upgrading Protocol to Amend ASEAN-China

Diantaranya ; pertama dikatakan mahar jika pemberian materi tersebut dilakukan ketika akad dan atau sesudah akad sedangkan kewajiban materi dalam tradisi pintean

Lokasi yang digunakan untuk melakukan penelitian adalah Desa Tanah Towa, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba. Mengenai kondisi letak geografis Desa Tanah Towa