• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS SISTEM PENGADAAN DAN PEMASARAN BENIH PADI DI KABUPATEN BATANG HARI, PROVINSI JAMBI. Oleh Sazili Musaqa A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS SISTEM PENGADAAN DAN PEMASARAN BENIH PADI DI KABUPATEN BATANG HARI, PROVINSI JAMBI. Oleh Sazili Musaqa A"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh Sazili Musaqa

A07400548

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

(2)

Batang hari, Provinsi Jambi (Dibawah bimbingan M. FIRDAUS).

Benih memegang peranan yang sangat penting dalam budidaya pertanian, sehingga kondisi perbenihan mencerminkan kemajuan pertanian dalam suatu negara. Semakin maju teknologi pertanian, semakin maju pula perkembangan teknologi benih. Keadaan ini akan bertambah mantap apabila didukung oleh tersedianya benih padi yang cukup. Ketersediaan benih padi secara nasional masih jauh dari potensi kebutuhan benih secara nasional. Pada kurun waktu lima tahun terakhir persentase kecukupan kebutuhan benih semakin besar, tetapi masih jauh dari potensi yang ada. Misalnya pada tahun 2000/2001 pemenuhan kebutuhan benih padi hanya mencapai (54,36 persen) dari kebutuhan benih padi. Pemenuhan kebutuhan benih padi bersertifikat, diharapkan akan meningkatkan produksi beras baik secara kualitas maupun kuantitas.

Secara akumulatif kekurangan benih padi merupakan ancaman serius terhadap target produksi beras. Kaitan antara target produksi beras dan benih padi terletak pada penurunan pemakaian benih padi unggul yang berasal dari produsen benih padi yang resmi, sehingga secara keseluruhan di tingkat petani pemakain benih padi unggul menurun. Apabila pemakaian benih padi unggul secara umum menurun atau berkurang, maka target produksi beras juga akan terancam gagal. Kegiatan pemasaran yang dilakukan BBI harus seefisien mungkin mengigat BBI selaku penanggung jawab dalam pengadaan dan pemasaran benih padi. Koordinasi lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat sangat diperlukan sehingga diharapkan benih padi dapat didistribusikan ke seluruh pelosok Provinsi Jambi, khususnya Kabupaten Batang Hari sesuai dengan prinsip enam tepat 6T dan harga dapat dijangkau oleh petani.

Adapun tujuan penelitian ini adalah (1) Mengidentifikasi sistem pengadaan dan distribusi benih padi ke petani di Kabupaten Batang Hari,(2) Menganalisis struktur dan perilaku pasar pada sistem pemasaran benih padi di Kabupaten Batang Hari,(3) Menganalisis efisiensi pemasaran benih padi diantara lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat di Kabupaten Batang Hari.

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Batang Hari, Provinsi Jambi pada bulan Januari 2005. Metode pengambilan contoh yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan cara penelusuran dan pemilihan secara sengaja (purposive) dengan tehnik sampel snowball yaitu penelusuran dan pemilihan responden dilakukan dengan mengikuti jalur pemasaran komoditi benih padi mulai dari petani padi sebagai konsumen sampai dengan BBI dan Kelompok Petani Penangkar sebagai produsen. Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif, kemudian dilakukan langkah pengolahan dan analisis data. Analisis tersebut dilakukan terhadap lembaga pemasaran menggunakan pendekatan fungsi-fungsi pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar dan marjin pemasaran untuk mengetahui efisiensi pemasaran benih padi.

Kebutuhan benih padi, terutama untuk benih padi unggul di Kabupaten Batang Hari dipenuhi oleh Balai Benih Induk (BBI) dan Kelompok Petani Penangkar. Sistem pengadaan dan distribusi benih padi dilakukan dengan cara kerjasama antara lembaga-lembaga yang bertanggung jawab dan terlibat langsung dalam pengadaan dan distribusi benih padi. Dinas Pertanian Kabupaten Batang Hari merupakan lembaga yang mempunyai kewajiban untuk menjamin ketersediaan benih padi di Kabupaten Batang Hari. Penyaluran benih padi di Kabupaten Batang Hari dilakukan oleh KUD dan toko Pengecer. Lembaga tersebut berfungsi sebagai lembaga yang menyalurkan benih dari produsen sampai konsumen.

Saluran pemasaran benih padi di Kabupaten Batang Hari terdiri dari empat saluran pemasaran yaitu: (1) BBI → KUD → Toko Pengecer → Petani Padi, (2) Kelompok Petani Penangkar → KUD → Toko Pengecer → Petani Padi, (3) BBI → Toko Pengecer → Petani Padi, (4) Kelompok Petani Penangkar → KUD → Petani Padi.

Analisis dari fungsi pemasaran dapat digunakan untuk mengevaluasi biaya pemasaran. Lembaga-lembaga yang terlibat dalam pemasaran benih padi dimulai dari Balai Benih Induk (BBI) dan Kelompok Petani Penangkar sebagai produsen sampai ke

(3)

Batang Hari. Selain dari pada fungsi tersebut diatas, pada fungsi pertukaran BBI dan kelompok petani hanya melakukan kegiatan penjualan, hal ini disebabkan karena BBI dan kelompok petani merupakan produsen benih padi sehingga fungsi pertukaran hanya terjadi pada kegiatan penjualan. Pada tingkat lembaga pemasaran KUD dan toko pengecer fungsi pertukaran dan fasilitas dilengkapi dengan kegiatan pembelian dan informasi pasar. Hal tersebut terjadi disebabkan KUD dan toko pengecer merupakan lembaga pemasaran perantara yang menghubungkan antara produsen dengan konsumen (petani padi).

Perilaku pasar dapat diketahui melalui pengamatan terhadap pembelian dan penjualan yang dilakukan tiap lembaga pemasaran, sistem penentuan harga dan pembayaran, serta kerjasama diantara berbagai lembaga pemasaran. Sistem penentuan harga benih padi di tingkat KUD terjadi berdasarkan mekanisme pasar. Sistem pembayaran atas pembelian kepada BBI ataupun Kelompok Petani Penangkar dilakukan secara tunai. Harga beli di tingkat BBI pada saat penelitian yaitu sebesar Rp 2750 per kg, sedangkan harga beli di tingkat Kelompok Petani Penangkar sebesar Rp 2500 per kg. KUD lebih banyak membeli benih padi dari Kelompok Petani Penangkar, hal ini dikarenakan jumlah benih padi yang dipasarkan oleh BBI sangat terbatas.

Sistem penentuan harga di tingkat toko pengecer terjadi berdasarkan mekanisme pasar. Pada umumnya harga jual produk di tingkat toko pengecer ditentukan oleh besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memasarkan komoditi benih padi. Harga beli yang dibayarkan toko pengecer ditambah dengan besarnya keuntungan yang akan diambil oleh toko pengecer, sehingga harga jual komoditi di tingkat toko pengecer terbentuk. Sistem pembayaran atas pembelian dari KUD dan BBI dilakukan secara tunai, begitu pula sistem pembayaran yang dilakukan oleh konsumen (petani padi). Harga beli benih padi di tingkat toko pengecer pada saat penelitian sebesar Rp 2750 sampai dengan Rp 3500 per kg. Sedangkan harga jual benih padi yang terjadi yaitu sebesar Rp 3750 sampai dengan Rp 4000 per kg.

Saluran pemasaran benih padi yang paling efisien adalah saluran pemasaran tiga, karena memiliki total marjin pemasaran terkecil dari setiap saluran pemasaran sebesar Rp 1300 per kg atau 34,67 persen dari harga konsumen akhir. Apabila dilihat dari segi tingkat harga konsumen akhir, maka saluran empat merupakan saluran pemasaran menawarkan harga paling rendah yaitu sebesar Rp 3500 per kg. Harga konsumen akhir yang rendah akan menguntungkan petani padi sebagai konsumen akhir.

Saluran pemasaran tiga merupakan saluran pemasaran yang paling efisien secara operasional. Hal tersebut dapat dilihat dari total biaya pemasaran yang paling kecil, sebesar Rp 270 per kg dan total rasio keuntungan-biaya yang terbesar, yaitu 3,81 artinya, setiap biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 100 per kg, akan diperoleh keuntungan sebesar Rp 381 per kg.

(4)

Oleh Sazili Musaqa

A07400548

Skripsi

Sebagai Bagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

pada

Fakultas Pertanian, Institut Peratanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

(5)

Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada allah SWT atas berkat,

rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul “Analisis Sistem Pengadaan dan Pemasaran Benih Padi di

Kabupaten Batang Hari, Provinsi Jambi”. Penelitian ini bertujuan untuk

mengidentifikasi sistem pengadaan dan distribusi benih padi ke petani,

menganalisis struktur dan prilaku pasar pada sistem pemasaran benih padi serta

menganalisis efisiensi pemasaran benih padi diantara lembaga-lembaga

pemasaran yang terlibat di Kabupaten Batang Hari.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat

banyak kekurangan sehingga diperlukan saran-saran untuk perbaikan agar

menjadi lebih baik. Penulis juga mengucapkan terimah kasih yang

sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing atas saran-saran dan masukannya serta

kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya skripsi ini.

Bogor, Januari 2006

Penulis

(6)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG

BERJUDUL “ANALISIS SISTEM PENGADAAN DAN PEMASARAN BENIH

PADI DIKABUPATEN BATANG HARI, PROVINSI JAMBI” BENAR-BENAR

HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI

KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA

MANAPUN.

Bogor, Januari 2006

Sazili Musaqa 07400548

(7)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh :

Nama : Sazili Musaqa

Nrp : A07400548

Program Studi : Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis

Judul : Analisis Sistem Pengadaan Dan Pemasaran Benih Padi

di Kabupaten Batang Hari, Provinsi Jambi

Dapat diterima sebagai salah satu syarat kelulusan pada Program Sarjana

Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Bogor. Menyetujui Dosen Pembimbing M. Firdaus, SP, MSi NIP : 132 158 758 Mengetahui

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M. Agr NIP : 130 422 698

(8)

Puji syukur kepada allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya dan juga

kepada Nabi besar Muhammad SAW yang telah memberikan kekuatan kepada

penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini dengan segala

kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terimah kasih dan penghargaan

kepada semua pihak yang telah membantu selama masa perkuliahan dan juga

dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu :

1. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang selalu mendorong dan mendo’akan

serta memberikan perhatian, kasih sayang kepada penulis.

2. Ir. M. Firdaus, SP, MSi selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan

waktu, menuntun, mengarahkan, dan membimbing penulis dengan sabar

sejak awal hingga selesainya penulisan skripsi ini.

3. Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MS selaku dosen layak uji yang telah

mengkoreksi skripsi dan memberikan masukan.

4. Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS selaku dosen evaluator pada saat kolokium dan

memberikan kritikan dan saran.

5. Febriantina Dewi, SE, MMA selaku dosen penguji utama pada saat ujian

sidang yang telah memberikan kritikan dan saran.

6. Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku dosen penguji komisi pendidikan pada saat

ujian sidang yang telah memberikan kritikan dan saran.

7. Keluarga besar di Jambi Nyai ku, Bang Juprijal dan Kak Santi, Surya dan

Diah, Salmi, Sinta, serta keponakan”ku tersayang Siti Juliana Putri.

8. Teman-teman seperjuangan Agp 34 Wahyu, Danu, Arief, Fika, Roni, Laila,

Wati, Agung, Saepudin makasih atas kebersamaannya dari D3 hingga di

(9)

10. Teman-teman di Holywood Bono, Nugie, Vino, Qibenk, Handoko, Eko,

Paul, Yosef, Pavik dan anak2 kos’t gue Boenk, Mul, Pak Jul, Gomez, Udin,

Mang Doel, Mang Ryan, Bang Dub2 and Teteh.

Bogor, Januari 2006

(10)

Penulis dilahirkan di Desa Ampelu pada tanggal 11 Desember 1979.

Penulis adalah anak ke dua dari lima bersaudara dari pasangan Bapak

H. Lukman Zakaria dan Ibu Hj. Sanimah.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 121/1 Desa

Ampelu pada tahun 1992, kemudian melanjutkan pendidikan SMP Negeri II

Kecamatan Muara Tembesi dan selesai pada tahun 1994. Pada tahun yang

sama penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SPP/SPMA Dati I Jambi

dan selesai pada tahun 1997. Pada tahun 1997 penulis diterima di Institut

Pertanian Bogor melalui jalur umum pada Program Studi Agribisnis Peternakan

dan selesai pada tahun 2000. Tahun 2000 penulis diterima di Program Sarjana

(11)

i

Halaman

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR... vi

DAFTAR LAMPIRAN... vii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Kegunaan Penelitian ... 9

1.5. Ruang Lingkup Penelitian... 9

BAB II. KERANGKA PEMIKIRAN... 11

2.1. Kerangka Pemikiran Teoritis... 11

2.1.1. Pengadaan dan Distribusi... 11

2.1.2. Pemasaran... 12

2.1.3. Fungsi-fungsi Pemasaran ... 13

2.1.4. Lembaga dan Saluran Pemasaran ... 14

2.1.5. Struktur dan Perilaku Pasar ... 16

2.1.6. Marjin Pemasaran... 22

2.1.7. Efisiensi Pemasaran ... 25

2.2. Tinjauan Penelitian Terhahulu ... 27

2.3. Kerangka Pemikiran Operasional ... 30

BAB III. METODE PENELITIAN... 33

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian... 33

3.2. Metode Pengambilan Contoh... 33

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 34

3.4. Metode Pengolahan dan Analisa Data ... 35

3.4.1. Analisis Sistem Pengadaan dan Distribusi ... 35

3.4.2. Analisis Struktur Pasar ... 36

3.4.3. Analisis Perilaku Pasar ... 37

3.4.4. Analisis Efisiensi Pemasaran... 38

(12)

ii

4.3. Gambaran Umum Usahatani Benih Padi... 44

4.3.1. Biaya Usahatani Benih Padi ... 48

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 51

5.1. Sistem Pengadaan dan Distribusi... 51

5.2. Sistem Pemasaran... 53

5.2.1. Sistem Pemasaran antara BBI dengan KUD ... 53

5.2.2. Sistem Pemasaran antara Kelompok Petani Penangkar dengan KUD ... 53

5.2.3. Sistem Pemasaran antara BBI dengan Pedagang Pengecer ... 54

5.3.4. Sistem Pemasaran antara KUD dengan Pedagang Pengecer ... 54 5.3. Saluran Pemasaran ... 55 5.3.1. Saluran Pemasaran I ... 56 5.3.2. Saluran Pemasaran 2 ... 56 5.3.3. Saluran Pemasaran 3 ... 57 5.3.4. Saluran Pemasaran 4 ... 57

5.4. Analisis Fungsi-fungsi Pemasaran... 58

5.4.1. Fungsi Pertukaran... 60 5.4.2. Fungsi Fisik... 61 5.4.2.1. Penyimpanan ... 61 5.4.2.2. Pengemasan... 61 5.4.2.3. Pengangkutan... 62 5.4.3. Fungsi Fasilitas ... 62 5.4.3.1. Informasi Pasar... 62 5.4.3.2. Penanggungan Resiko... 63 5.4.3.3. Pembiayaan ... 64

5.5. Analisis Sruktur Pasar... 64

5.5.1. Balai Benih Induk (BBI)... 65

5.5.2. Kelompok Petani Penangkar ... 65

(13)

iii

5.6.2. Sistem Penentuan Harga di Tingkat BBI ... 67

5.6.3. Sistem Penentuan Harga di Tingkat Kelompok Petani Penangkar ... 68

5.6.4. Sistem Penentuan Harga di Tingkat KUD... 68

5.6.5. Sistem Penentuan Harga di Tingkat Pedagang Pengecer ... 68

5.7. Analisis Efisiensi Pasar... 69

5.7.1. Margin Tataniaga ... 73

5.7.2. Rasio Keuntungan Biaya ... 78

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 82

6.1. Kesimpulan ... 82

6.2. Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 85

LAMPIRAN ... 87

(14)

iv

Nomor Teks halaman Tabel 1. Perkembangan Tingkat Kebutuhan dan Realisasi

Produksi Benih Padi Bersertifikat di Indonesia

Tahun 1996/1997 – 2000/2001 ... 2

Tabel 2. Pemenuhan Kebutuhan Beras Dalam Negeri dan Konsumsi Per Kapita... 3

Tabel 3. Luas Lahan, Hasil Per Hektar dan Produksi Padi Nasional ... 3

Tabel 4. Luas Lahan, Hasil Per Hektar dan Produksi Padi Propinsi Jambi... 4

Tabel 5. Luas Lahan, Hasil Per Hektar dan Produksi Padi Kabupaten Batang Hari dan Prosentasenya dibandingkan Propinsi Jambi... 4

Tabel 6. Karakteristik dan Struktur Sistem Pemasaran... 19

Tabel 7. Pemilihan Responden Pemasaran Benih Padi di Kabupaten Batang Hari ... 34

Tabel 8. Jarak Ibukota Kabupaten Batang Hari dengan Ibukota Kabupaten/Kotamadya lain dalam Propinsi ...……… 41

Tabel 9. Jumlah Desa dan Kelurahan di Tiap Kecamatan, Kabupaten Batang Hari... ……….. 42

Tabel 10. Persentase Jumlah Rumah Tanggga Pertanian Terhadap Rumah Tangga Per Kecamatan di Kabupaten Batang Hari Tahun 2004... 42

Tabel 11. Komposisi Bidang Usaha Utama Responden ... 43

Tabel 12. Komposisi bidang Usaha Sampingan ... 43

Tabel 13. Tingkat Pendidikan Responden ... 44

Tabel 14. Biaya Usahatani yang dikeluarkan oleh Petani Penangkar pada Lahan 1 Ha dalam 1 Tahun ... 49

Tabel 15. Produksi Benih Padi BBI dan Kelompok Petani Penangkar di Kabupaten Batang Hari Tahun 2004... 52

Tabel 16. Rencana Kebutuhan Benih Padi Kabupaten Batang Hari Tahun 2004... 52

(15)

v

di Kabupaten Batang Hari... 59 Tabel 19. Biaya Rata-rata Pemasaran Benih Padi yang dikeluarkan

oleh Setiap Lembaga di Kabupaten Batang Hari ... 70 Tabel 20. Marjin Pemasaran Benih Padi pada Saluran Pemasaran

1,2,3 dan 4 di Kabupaten Batang Hari ... 74 Tabel 21. Rasio Keuntungan dan Lembaga Pemasaran Benih Padi

(16)

vi

Nomor Teks halaman Gambar 1. Marjin Pemasaran ... 23

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Konseptual ... 32 Gambar 3. Saluran Pemasaran Benih Padi ... 55

(17)

vii

Nomor Teks halaman

Lampiran 1. Kuesioner Produsen Benih Padi (BBI) ... 88

Lampiran 2. Kuesioner Produsen Benih Padi (Petani Penangkar) ... 92

Lampiran 3. Kuesioner Lembaga Pemasaran (KUD) ... 96

Lampiran 4. Kuesioner Toko Pengecer ... 99

(18)

1.1. Latar Belakang

Sejak awal Pembangunan Lima Tahun (Pelita), Pemerintah telah

berupaya meningkatkan produktivitas pertanian, khususnya pertanian tanaman

pangan terutama beras, dalam rangka swasembada pangan. Hal tersebut

terlihat pada tahun 1984, Indonesia berhasil menjadi negara yang mampu

memenuhi kebutuhan pangannya sendiri, dan memperoleh penghargaan dari

Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO). Pemberian penghargaan tersebut

berarti dunia mengakui Indonesia sebagai negara yang berswasembada pangan.

Keberhasilan mencapai swasembada pangan, tidak lepas dari

pelaksanaan program intensifikasi yang dilancarkan pemerintah Orde Baru, yang

salah satunya adalah penggunaan bibit unggul bagi peningkatan produksi padi.

Penggunaan bibit unggul tidak terlepas dari ketepatan pengadaan dan

penyaluran atau distribusi benih unggul sampai ke tangan petani, sesuai dengan

prinsip enam tepat (6T), yaitu tepat waktu, tepat jumlah, tepat jenis, tepat tempat,

tepat harga dan tepat mutu.

Benih memegang peranan yang sangat penting dalam budidaya

pertanian, sehingga kondisi perbenihan mencerminkan kemajuan pertanian

dalam suatu negara (Arsanti, 1995). Semakin maju teknologi pertanian, semakin

maju pula perkembangan teknologi benih. Keadaan ini akan bertambah mantap

apabila didukung oleh tersedianya benih padi yang cukup.

Sebagai unsur utama dalam usaha peningkatan produksi pangan,

benih yang digunakan harus berkualitas, karena baik tidaknya mutu benih sangat

menentukan hasil produksi suatu komoditas. Penggunaan benih yang kurang

(19)

Ketersediaan benih unggul bermutu tinggi bagi petani dalam melakukan usaha

tani, merupakan syarat yang penting dalam peningkatan hasil dan kualitas

produksi.

Ketersediaan benih padi secara nasional masih jauh dari potensi

kebutuhan benih secara nasional. Pada kurun waktu lima tahun terakhir

persentase kecukupan kebutuhan benih semakin besar, tetapi masih tetap jauh

dari potensi yang ada. Misalnya pada tahun 2000/2001 pemenuhan kebutuhan

benih padi hanya mencapai (54,36 persen) dari kebutuhan benih padi.

Pemenuhan kebutuhan benih padi bersertifikat, diharapkan akan meningkatkan

produksi beras baik secara kualitas maupun kuantitas. Perkembangan tingkat

kebutuhan dan realisasi produksi benih padi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan Tingkat Kebutuhan dan Realisasi Produksi Benih Padi Bersertifikat di Indonesia Tahun 1996/1997 – 2000/2001

No. Tahun Kebutuhan Benih Potensial (Ton) Produksi Benih (Ton) Kecukupan (%) 1. 1996/1997 277.823,00 103.880,73 37,39 2. 1997/1998 250.453,00 94.130,70 37,58 3. 1998/1999 308.427,78 117.841,49 38,21 4. 1999/2000 321.235,00 135.422,00 42,18 5. 2000/2001 313.235,00 170.284,00 54,36

Sumber : Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan, 2000

Kebutuhan nasional terhadap beras semakin meningkat, hal tersebut

terlihat dari peningkatan kebutuhan terhadap beras dari 32.771.264 ton pada

tahun 2001 menjadi 33.669.384 ton pada tahun 2004 (Tabel 2). Peningkatan

produksi beras di dalam negeri masih relatif rendah, hal tersebut terlihat dari

defisit antara kebutuhan dan konsumsi beras semakin menurun, tetapi

penurunan tersebut sangat kecil yaitu 2.487.920 ton pada tahun 2001 dan pada

tahun 2004 menjadi 2.468.443 ton.

Antisipasi yang dapat dilakukan untuk menurunkan defisit antara

kebutuhan dan konsumsi beras adalah dengan meningkatkan produktivitas lahan

(20)

karena angka kehilangan produksi padi terus meningkat dari 2.254.342 ton pada

tahun 2001 menjadi 2.322.65 ton pada tahun 2004 (Tabel 2).

Tabel 2. Proyeksi Produksi, Ketersediaan, Konsumsi, Kebutuhan dan Defisit Beras Nasional Tahun 2001-2004

Ketersediaan untuk konsumsi Tahun Produksi

(Ton)

Kehilangan

(Ton) Padi (Ton) Setara Beras (Ton)

Kebutuhan (Ton) Defisit (Impor) 2001 50.096.486 2.254.342 46.589.732 30.283.326 32.771.264 2.487.920 2002 50.597.451 2.276.885 47.055.630 30.586.159 33.073.152 2.486.993 2003 51.103.425 2.299.654 47.526.185 30.892.021 33.372.463 2.480.442 2004 51.614.460 2.322.651 48.001.448 31.200.941 33.669.384 2.468.443

Sumber : Pusat Pengembangan Ketersediaan Pangan, Departemen Pertanian 2002

Luas lahan pertanian khususnya padi yang terus menurun (Tabel 3),

sedangkan kebutuhan akan beras terus meningkat dari tahun 2001 ke tahun

2004 (Tabel 2) menyebabkan meningkatnya kebutuhan nasional akan beras.

Peningkatkan produksi beras nasional dapat ditempuh dengan cara

meningkatkan produkstivitas lahan, hal tersebut harus dilakukan, karena untuk

meningkatkan luas lahan pertanian sudah tidak memungkinkan.

Secara nasional produksi padi mengalami kenaikan sebesar kurang

lebih 1.000.000 ton dari tahun 1999 ke tahun 2000, walaupun luas lahan

menurun. Dengan indikasi tersebut maka dapat dikatakan produkstivitas lahan

secara umum meningkat. Luas lahan, hasil per hektar dan produksi padi

nasional dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Luas Lahan, Hasil Per Hektar dan Produksi Padi Nasional

Tahun Luas Lahan (Ha) Hasil/Ha (Kuintal) Produksi (Ton)

1999 11.963.204 42,52 50.866.387

2000 11.793.475 44,01 51.898.852

2001 11.499.997 43,88 50.096.486

Sumber : Survey Pertanian Produksi Tanaman Padi dan Palawija di Indonesia, 1999-2001 Produksi padi provinsi Jambi pada tahun 2001, meningkat cukup

signifikan sebesar 556.564 ton dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar

536.779 ton. Peningkatan produksi tersebut dicapai dengan peningkatan

(21)

tahun 2000 menjadi 33,77 kuintal/Ha pada tahun 2001. Dengan demikian maka

Provinsi Jambi berhasil meningkatkan produksi beras pada saat luas lahan

semakin menurun. Luas lahan, hasil per hektar dan produksi padi provinsi Jambi

dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Luas Lahan, Hasil Per Hektar dan Produksi Padi Provinsi Jambi Tahun Luas Lahan (Ha) Hasil/Ha (Kuintal) Produksi (Ton)

1999 178.307 31,05 553.641

2000 171.395 31,32 536.779

2001 164.826 33,77 556.564

Sumber : Survey Pertanian Produksi Tanaman Padi dan Palawija di Indonesia, 1999-2001 Dilihat dari kontribusi produksi padi untuk Provinsi Jambi, Kabupaten

Batang Hari menyumbang sekitar (5-6 persen) dari produksi total Provinsi Jambi.

Hal tersebut sudah cukup bagus karena nilai prosentase luas lahan padi untuk

Kabupaten Batang Hari di bawah prosentase produksi padi. Luas lahan, hasil per hektar dan produksi padi Kabupaten Batang Hari dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Luas Lahan, Hasil Per Hektar dan Produksi Padi Kabupaten Batang Hari dan Prosentasenya Dibandingkan Provinsi Jambi

Tahun Luas Lahan (Ha) % Hasil/Ha (Kuintal) Produksi (Ton) % 1999 10.478 5,88 34,67 36.332 6,56 2000 9.063 5,29 33,09 29.988 5,59 2001 9.070 5,50 34,18 31.001 5,57

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Batang Hari, 1999-2001

Tingginya produksi padi Kabupaten Batang Hari, disebabkan oleh

tingginya produktivitas lahan yang relatif lebih besar dari produktivitas lahan

secara umum untuk Provinsi Jambi. Salah satu faktor pendukung tingginya

produktivitas lahan adalah penggunaan benih padi secara tepat, baik tepat

waktu, tepat jumlah, tepat jenis, tepat tempat, tepat harga dan tepat mutu.

Kabupaten Batang Hari sebagai salah satu produsen beras di Provinsi

Jambi, tidak tergantung kepada PT Sang Hyang Seri atau PT Pertani untuk

(22)

maupun iklimya khas, sehingga benih padi dari PT Sang Hyang Seri atau PT

Pertani, kurang cocok ditanam di Kabupaten Batang Hari.

Kebutuhan benih padi di Kabupaten Batang Hari dipenuhi oleh Balai

Benih Induk dan Kelompok Petani Penangkar. Balai Benih Induk merupakan

lembaga dibawah Dinas Tanaman Pangan provinsi Jambi yang bertugas

melakukan penelitian dan memproduksi benih padi yang sesuai dengan kondisi

lahan dan iklim di Provinsi Jambi. Kelompok Petani Penangkar hanya bertugas

membantu Balai Benih Induk untuk melakukan produksi benih padi, berdasarkan

instruksi dan informasi dari Dinas Pertanian Kabupaten Batang Hari.

Balai Benih Induk merupakan satu-satunya produsen benih

di Kabupaten Batang Hari yang dalam produksinya dibantu oleh Kelompok

Petani Penangkar. Mengingat perannya yang sangat penting untuk kelancaran

usaha tani terutama padi, maka dituntut kemampuan Balai Benih Induk untuk

menjamin benih selalu tersedia dan mudah diperoleh oleh petani di berbagai

tempat yang diinginkan atau yang terdekat. Tugas berat yang harus dijalankan

Balai Benih Induk adalah menjaga agar benih padi selalu berada di tempat yang

paling dekat dengan pembeli dan tepat saat dibutuhkan dalam jumlah yang tepat

oleh petani. Benih padi harus diangkut dari tempat produksi ke tangan petani

saluran distribusi dengan jarak yang berbeda. Produksi harus dilakukan dalam

jumlah yang cukup sehingga dapat menjamin kelancaran pengadaan dan

distribusinya.

Saluran distribusi merupakan sekelompok lembaga yang mengadakan

kerjasama utuk mencapai suatu tujuan, adapun tujuannya adalah menyampaikan

suatu produk dari produsen hingga konsumen (Maesaroh, 2000). Fungsi saluran

distribusi adalah menjamin bahwa jenis, jumlah dan waktu sampainya benih padi

ke tangan konsumen, dalam hal ini petani sesuai dengan kapan dan dimana

(23)

pelayanan yang diberikan. Saluran distribusi yang dilalui oleh benih padi mulai

dari Balai Benih Induk sampai ke tangan konsumen atau petani, antara lain

Kelompok Petani Penangkar, KUD dan toko pengecer.

1.2. Perumusan Masalah

Benih padi merupakan salah satu faktor produksi yang sangat

mendukung keberhasilan swasembada pangan. Kebutuhan penggunaan benih

padi bersifat musiman, sesuai dengan musim tanam yang ada di Indonesia. Dari

data yang diperoleh, selama ini kebutuhan benih unggul padi di Kabupaten

Batang Hari sebesar 120,02 ton. Kebutuhan benih padi tersebut dipenuhi oleh

Kelompok Petani Penangkar sebesar 46 ton (38,31 persen), swadaya petani

sebesar 21 ton (17,49 persen) dan Balai Benih Induk sebesar 23 ton (19,16

persen), sehingga kebutuhan benih padi di Kabupaten Batang Hari mengalami

kekurangan sebesar 30 ton (24,98 persen) (Disperta Kabupaten Batang Hari,

2004). Kekurangan benih padi disebabkan antara lain petani menggunakan

benih hasil produksi padi pada musim tanam tersebut. Penggunaan benih

tersebut menyulitkan BBI dan Kelompok Petani Penangkar dalam membuat

perencanaan kebutuhan benih. Kegiatan penyuluhan penggunaan benih Unggul

perlu terus diupayakan sehingga perencanaan yang dilakukan dapat tepat dan

produksi meningkat, selain itu di Kabupaten Batang Hari pada bulan Desember

2004 sampai bulan Februari 2005 mengalami kebanjiran yang mengakibatkan

gagal panen (fuso).

Secara akumulatif kekurangan benih padi merupakan ancaman serius

terhadap target produksi beras. Kaitan antara target produksi beras dan benih

padi terletak pada penurunan pemakaian benih padi unggul yang berasal dari

produsen benih padi yang resmi, sehingga secara keseluruhan di tingkat petani

(24)

secara umum menurun atau berkurang, maka target produksi beras juga akan

terancam gagal.

Selama ini data kebutuhan benih padi diperoleh dari perencanaan

Departemen Pertanian dalam bentuk Data Sasaran Tanam, Kebutuhan dan

Ketersediaan Benih Padi. Apabila dari awal perencanaan tersebut meleset maka

segala kemungkinan kekurangan maupun kelebihan produksi benih padi akan

terjadi, sehingga mengakibatkan produksi padi akan terancam kelangsungannya.

Kelebihan produksi benih padi akan berakibat pada pemborosan sumberdaya

produsen benih padi, karena kelebihan produksi merupakan biaya yang harus

ditanggung produsen. Sedangkan kekurangan produksi benih padi akan

berakibat pada menurunnya produksi beras.

Kegiatan pemasaran yang dilakukan BBI harus seefisien mungkin

mengigat BBI selaku penanggung jawab dalam pengadaan dan pemasaran

benih padi. Koordinasi lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat sangat

diperlukan sehingga diharapkan benih padi dapat didistribusikan ke seluruh

pelosok Provinsi Jambi, khususnya Kabupaten Batang Hari sesuai dengan

prinsip enam tepat 6T dan harga dapat dijangkau oleh petani.

Secara umum petani padi di Kabupaten Batang Hari tidak mengalami

kesulitan untuk mengakses pasar benih padi. Hal tersebut disebabkan terdapat

beberapa saluran pemasaran yang dapat menjangkau seluruh wilayah

Kabupaten Batang Hari sampai ke tingkat kecamatan. Saluran pemasaran

tersebut terdiri dari beberapa lembaga pemasaran, antara lain BBI, Kelompok

Petani Penangkar, KUD dan Toko Pengecer.

Permasalahan yang dihadapi petani padi di Kabupaten Batang Hari

adalah tingkat harga yang dirasakan cukup tinggi dan perbedaan harga

konsumen akhir pada setiap saluran pemasaran. Perbedaan dan tingkat harga

(25)

perbedaan baik dalam hal ; panjang atau pendeknya rantai pemasaran, biaya

pemasaran, keuntungan lembaga pemasaran dan marjin pemasaran.

Perbedaan-perbedaan tersebut perlu dianalisa untuk menentukan efisiensi

masing-masing saluran pemasaran benih padi di Kabupaten Batang Hari,

sehingga dapat ditentukan saluran pemasaran benih padi yang paling efisien

baik dari segi operasional maupun ekonomi.

Pemasaran yang tidak efisien diantara lembaga pemasaran yang

terkait akan menyebabkan peningkatan biaya pemasaran sehingga akan

meningkatkan harga yang akan diterima konsumen, dalam hal ini petani padi.

Perbedaan lokasi dan aktivitas lembaga pemasaran dapat menyebabkan harga

di tiap tingkat pemasaran menjadi berbeda, dengan demikian penyebaran marjin

antar lembaga pemasaran tidak merata. Pemasaran yang tidak efisien tersebut

juga akan menimbulkan ketidakpuasan pada tingkat konsumen sehingga bisa

mempengaruhi tingkat permintaan terhadap produk yang diproduksi oleh

perusahaan.

Analisa terhadap efisiensi pemasaran di setiap saluran pemasaran

akan memunculkan saluran pemasaran yang efisien maupun yang tidak efisien.

Tingkat harga yang tinggi di tingkat konsumen akhir pada saluran pemasaran

yang tidak efisien dapat diturunkan untuk menghasilkan tingkat harga konsumen

akhir yang rendah, yaitu dengan menggunakan saluran pemasaran yang lebih

efisien. Hal tersebut diharapkan dapat menurunkan keluhan petani terhadap

tingginya harga benih padi di tingkat konsumen akhir.

Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka penelitian ini akan

mengkaji sistem pengadaan dan pamasaran benih padi, bagaimana struktur,

perilaku pasar dalam pengadaan dan proses pemasaran di Kabupaten Batang

(26)

1. Bagaimana sistem pengadaan dan distribusi benih padi ke petani

di Kabupaten Batang Hari.

2. Bagaimana struktur dan perilaku pasar pada sistem pemasaran benih padi

di Kabupaten Batang Hari.

3. Bagaimana efisiensi pemasaran benih padi diantara lembaga-lembaga

pemasaran yang terlibat di Kabupaten Batang Hari.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi sistem pengadaan dan distribusi benih padi ke petani

di Kabupaten Batang Hari.

2. Menganalisis struktur dan perilaku pasar pada sistem pemasaran benih padi

di Kabupaten Batang Hari.

3. Menganalisis efisiensi pemasaran benih padi diantara lembaga-lembaga

pemasaran yang terlibat di Kabupaten Batang Hari.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan berguna untuk :

1. Pemerintah daerah Kabupaten Batang Hari sebagai acuan informasi dalam

memenuhi ketersediaan benih padi.

2. Masyarakat umum sebagai informasi dalam menentukan usahatani.

3. Mahasiswa, sebagai tambahan informasi bagi penelitian lebih lanjut.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Pengkajian studi ini dilakukan di Kabupaten Batang Hari, Provinsi

Jambi. Dari hasil survei lapang, diketahui bahwa sistem pengadaan dan

pemasaran benih padi sangat penting dalam memenuhi kebutuhan petani padi di

Kabupaten Batang Hari. Penelitian ini hanya dititikberatkan pada pengadaan

(27)

Pengawas Sertifikasi Benih) dengan kelas benih konsumsi (BR). Dimana peneliti

tidak membedakan varietas yang diproduksi oleh produsen benih yaitu BBI dan

(28)

2.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

2.1.1. Pengadaan dan Distribusi

Distribusi merupakan salah satu mata rantai yang penting dalam

sistem pemasaran, sehingga suatu komoditi tersedia untuk dikonsumsi. Kegiatan distribusi terkait dengan penyampaian produk dari tangan produsen

sampai ke tangan konsumen, melalui beberapa tahapan dengan melibatkan berbagai pihak atau lembaga yang berfungsi sebagai penyalur.

Produsen yang mempunyai daerah distribusi luas, maka perusahaan tersebut harus menggunakan lembaga penyalur atau perantara untuk menyalurkan produknya sampai ke tangan konsumen. Saluran distribusi tersebut dapat dilihat sebagai sekumpulan organisasi yang tergantung satu sama lainnya yang terlibat dalam proses penyediaan sebuah produk atau pelayanan untuk digunakan atau dikonsumsi (Kotler, 1993). Saluran distribusi juga merupakan sekelompok lembaga yang menjalankan semua kegiatan-kegiatan (fungsi-fungsi) dan berguna untuk memindahkan produk dan pemiliknya dari produsen ke konsumen.

Menurut Kotler (1995), saluran distribusi adalah sekelompok lembaga yang menjalankan kegiatan-kegiatan (fungsi-fungsi) yang berguna untuk memindahkan produk dan pemiliknya dari produsen ke konsumen. Saluran distribusi mencakup oganisasi internal perusahaan maupun organisasi mandiri di luar perusahaan.

Distribusi adalah arus fisik barang melalui suatu saluran, dan saluran tersebut adalah unit internal dan eksternal organisasi yang melaksanakan fungsi

(29)

untuk menambahkan kegunaan pada suatu produk atau jasa (Syamsuri, 1998). Sumber kegunaan utama yang diciptakan oleh saluran distribusi adalah :

(1) lokasi atau ketersediaan suatu produk atau jasa di tempat yang sesuai dengan pelanggan potensial (2) waktu, atau ketersediaan suatu produk atau jasa pada saat memenuhi kebutuhan pelanggan, dan (3) informasi yang menjawab pertanyaan dan mengkomunikasikan pengetahuan terapan yang berguna tentang produk dan jasa kepada pelanggan potensial.

David A. Revzan dalam Swastha, Basu dan Irawan (1997) mendefinisikan saluran distribusi adalah suatu jalur yang dilalui oleh arus barang-barang dari produsen ke perantara dan akhirnya sampai ke perantara dan akhirnya sampai pada pemakai. Saluran distribusi juga merupakan suatu struktur unit organisasi dalam perusahaan dan luar perusahaan yang terdiri atas agen, dealer, pedagang besar dan pengecer, melalui mana sebuah komoditi, produk atau jasa dipasarkan.

2.1.2. Pemasaran

Upaya untuk meningkatkan produksi harus didukung dengan upaya perbaikan dalam sistem pemasaran, karena kedua hal tersebut saling mempengaruhui. Upaya tersebut tidak akan berhasil dengan baik tanpa dukungan dari aspek pasar. demikian pula sebaliknya, fungsi-fungsi pemasaran tidak dapat berjalan dengan baik tanpa didukung oleh proses produksi yang baik (Kohl dan Uhl dalam Hidayati, 2000). Pemasaran merupakan suatau proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka dengan menciptakan, menawarkan dan bertukar sesuatu yang bernilai satu sama lain (Kotler, 1993).

Pemasaran ditinjau dari segi manajemen atau individu perusahaan merupakan suatu proses sosial dan manajerial yang didalamnya individu dan

(30)

kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Pemasaran adalah hal yang mendasar, bukan hanya suatu departemen penjualan suatu perusahaan. Pemasaran tidak dimulai dengan suatu produk atau penawaran tetapi dengan pencarian peluang dipasar (Kotler,1995).

Pemasaran ditinjau dari aspek ekonomi merupakan keragaan dari kegiatan bisnis yang termasuk aliran produk dan jasa mulai dari titik awal sampai ke tangan konsumen (Kohl dan Uhl, 1985). Proses produksi yang berlangsung dengan efisien dan didukung oleh sistem pemasaran yang efisien pula akan menciptakan kondisi yang saling menguntungkan antara produsen, konsumen dan lembaga pemasaran yang menjadi penghubung diantara keduanya.

2.1.3. Fungsi-fungsi pemasaran

Proses penyampaian barang dan jasa dari tangan produsen ke tangan konsumen memerlukan berbagai tindakan untuk memperlancar proses penyampaian barang dan jasa yang bersangkutan. Kegiatan tersebut merupakan fungsi-fungsi tataniaga atau fungsi-fungsi pemasaran. Apabila fungsi-fungsi pemasaran berperan sebagimana mestinya, pemasaran dapat meningkatkan nilai tambah hasil produksi (Limbong dan Sitorus, 1987).

Fungsi-fungsi dalam pemasaran dapat dikategorikan menjadi tiga fungsi, yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas (Kotler, 1993). Fungsi pertukaran terdiri dari fungsi penjualan dan fungsi pembelian.

Fungsi fisik adalah kegiatan yang berhubungan dengan kegunaan bentuk, tempat dan waktu. Fungsi fisik meliputi kegiatan pengolahan, penyimpanan dan pengangkutan. Fungsi penyimpanan diperlukan untuk menyimpan barang selama belum dikonsumsi atau menunggu untuk diangkut ke

(31)

daerah pemasaran. Selama pelaksanaan penyimpanan dilakukan beberapa tindakan untuk menjaga mutu, terutama bagi hasil-hasil pertanian mempunyai sifat busuk. Pada proses penyimpanan semua biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan yang dilaksanakan adalah biaya penyimpanan termasuk biaya pemeliharaan fisik gudang, resiko kerusakan selama penyimpanan dan biaya-biaya lainnya yang dikeluarkan selama barang tersebut masih disimpan. Fungsi pengangkutan bertujuan untuk menyediakan barang di daerah konsumen sesuai dengan kebutuhan konsumen baik menurut waktu, jumlah dan mutunya. Adanya keterlambatan dalam pengangkutan dan jenis alat angkutan yang tidak sesuai dengan sifat barang yang akan diangkut dapat menimbulkan kerusakan dan penurunan mutu dari barang yang bersangkutan.

Fungsi fasilitas adalah kegiatan yang ditujukan untuk memperlancar kegiatan pertukaran yang mencakup semua tindakan yang berhubungan dengan kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen ke konsumen. Adapun fungsi fasilitas terdiri dari fungsi standarisasi dan grading, fungsi penanggungan resiko, fungsi pembiayaan dan fungsi informasi pasar. Fungsi standarisasi adalah suatu ukuran atau penentuan mutu suatu produk dengan berbagai ukuran warna, bentuk, kadar air, kematangan, rasa dan kriteria lainnya. Sedangkan grading adalah tindakan menggolongkan suatu produk menurut standarisasi yang diinginkan oleh pembeli. Fungsi dan grading memberikan manfaat dalam proses pemasaran yaitu mempermudah pelaksanaan jual-beli serta mengurangi biaya pemasaran terutama biaya pengangkutan.

2.1.4. Lembaga dan Saluran Pemasaran

Sistem pemasaran, untuk menyampaikan barang dari tangan produsen ke tangan konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga pemasaran membentuk berbagai saluran pemasaran sebagai saluran yang digunakan

(32)

produsen untuk menyalurkan produknya kepada konsumen dari titik produsen. Lembaga pemasaran adalah lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran mulai titik produsen sampai ke konsumen akhir. Terdapat beberapa faktor penting yang harus dipertimbangkan seorang produsen apabila hendak memilih pola penyalur (Limbong dan Sitorus, 1987). Pertimbangan tersebut adalah :

1. Pertimbangan pasar, meliputi siapa konsumennya (rumah tangga, industri ataukah kedua-duanya), berapa besar pembeli potensial, bagaimana konsentrasi pasar secara geografis, berapa jumlah pesanan dan bagaimana kebiasaan konsumen dalam membeli.

2. Pertimbangan barang, meliputi berapa besar nilai per unit barang tersebut, besar dan berat barang (mudah rusak atau tidak), sifat teknis (berupa barang standar atau pesanan), dan bagaimana luas produk perusahaan bersangkutan.

3. Pertimbangan dari segi perusahaan, meliputi sumber permodalan, kemampuan dan pengalaman manajemen, pengawasan penyaluran dan pelayanan yang diberikan oleh penjual.

4. Pertimbangan terhadap lembaga perantara, meliputi pelayanan yang dapat diberikan lembaga perantara, kegunaan perantara, sikap perantara terhadap kebijaksanaan produsen, volume penjualan dan pertimbangan biaya.

Banyaknya lembaga yang terlibat dalam sebuah saluran pemasaran dipengaruhi oleh jarak dari produsen ke konsumen. Semakin jauh jarak antara produsen dengan konsumen akan mengakibatkan panjangnya rantai pemasaran serta banyaknya aktivitas bisnis yang dilakukan. Selain itu banyaknya lembaga yang terlibat dalam saluran pemasaran juga dipengaruhi oleh sifat komoditinya, apakah cepat rusak atau tidak, komoditi yang cepat rusak membutuhkan rantai pemasaran yang pendek dan harus dengan cepat diolah dan langsung diterima

(33)

oleh konsumen. Saluran pemasaran juga tergantung pula pada skala produksi, skala produksi yang kecil menyebabkan perlunya lembaga pemasaran, karena perusahaan tersebut membutuhkan pedagang perantara untuk menyalurkan suatu komoditi kepada konsumen. Kekuatan modal dan sumberdaya yang dimiliki juga berpengaruh bagi keterlibatan lembaga-lembaga tersebut dalam saluran pemasaran karena produsen atau pedagang yang posisi modalnya kuat akan dapat melakukan lebih banyak fungsi pemasaran, sehingga saluran dapat diperpendek (Senobua, 1997).

2.1.5. Struktur dan Perilaku Pasar

Organisasi pasar yang mencakup semua aspek suatu sistem tataniaga tertentu, pada umumnya terdiri dari tiga komponen (Azzaino, 1982). Komponen tersebut terdiri dari struktur pasar (market structure), tingkah laku pasar (market conduct), dan keragaan pasar (market performance). Struktur pasar paling banyak dipergunakan dalam menganalisis suatu sistem pemasaran, otomatis di dalamnya akan dijelaskan perilaku partisipan yang terlibat dan akhirnya akan menunjukkan keragaan yang terjadi akibat dari struktur dan perilaku lembaga-lembaga yang ada dalam sistem pemasaran.

Menurut Philips dalam Aditya K. (2002), studi-studi dalam pemasaran menggunakan beberapa pendekatan, dimana tipe-tipe perbedaan dari pasar digolongkan dalam market structure. Praktek-praktek bisnis dikelompokan dalam market conduct, sedangkan pengaruh-pengaruh terhadap harga dan output digolongkan dalam market performance. Keterkaitan hubungan dua arah yang bersifat timbal balik dan sifat hubungan endogenous diantara variabel structure, conduct dan performance serta memperhitungkan waktu. Pendekatannya menunjukkan bahwa variabel tersebut dalam suatu waktu berada pada sistem dimana structure dan conduct ditentukan oleh performance. Hal ini menunjukkan

(34)

suatu sistem dinamis yang mengembangkan respon penyesuaian dari perusahaan terhadap kondisi pasar dan keadaan yang memungkinkan.

Pendekatan structure, conduct dan performance, mekanisme dalam penentuan harga terdiri dari lima kategori yaitu (1) negoisasi individual, (2) pasar terorganisir, (3) pengaturan harga, (4) negoisasi kolektif, (5) formula pricing. (Dahl dan Hammond, 1977). Secara terinci mekanisme tersebut diuraikan sebagai berikut :

(1) Negoisasi Individu, adalah proses persetujuan dan pembelian pada setiap transaksi dalam betuk yang sempurna, kekuatan/kemampuan dan informasi pasar masing-masing partisipan adalah sama, dengan demikian termasuk ke dalam prosedurini adalah model pasar bersaing atau competitive market. (2) Pasar Terorganisir, pasar terorganisir mempunyai kegunaan yang luas

untuk komoditas pertanian karena negoisasi individu tidak formal, membutuhkan waktu dan biaya yang tinggi. Contoh-contoh pasar terorganisasi ini antara lain pasar sentral dan terminal, bursa komoditi (commodity exchange) dan pasar lelang (auction market). Bursa komoditi adalah sangat efisien dalam pengertian mendapatkan market clearing prices untuk beberapa komoditas yang penting.

Biaya proses penentuan harga sangat kecil dari total biaya pemasaran. Ada beberapa syarat yang harus terpenuhi yaitu : (a) jumlah transaksi harus besar, (b) kualitas produk mudah didefenisikan melalui standarisasi dan grading, (c) jumlah pembeli atau penjual adalah besar sehingga masing-masing tidak dapat memanipulasi harga, (d) informasi yang tersedia lengkapdan tidak bisa untuk karakteristik permintaan dan penawaran komoditas, (e) pemerintah tidak terlibat dalam mematok harga.

(3) Penentuan harga secara administrasi. Untuk produk-produk yang diferensiasinya tinggi, biasanya penentuan harga ditentukan secara sepihak

(35)

oleh penjual, agen atau pemerintah yang mencoba membedakan antara umum dan pribadi, menoba menggunakan skema penentuan harga secara administrasi. Termasuk dalam skema ini adalah kebijakan-kebijakan pemerintah dalam penentuan harga beras, terigu dan lain-lain dalam harga dasar dan maksimal.

(4) Formula Pricing, penentuan harga secara formula melibatkan jumlah dan biaya yang diperlukan dalam analisis sering disebut analisis titik impas (break even analysis)

(5) Penentuan harga secara kolektif atau kelompok, ketidak puasan terhadap penentuan harga dalam pasar bebas bersaing, menyebabkan petani membuat kelompok untuk meningkatkan bargaining power, sehingga mereka mendapatkan harga secara kelompok-kelompok antar lain melalui koperasi

Struktur pasar adalah suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh perusahaan atau industri, jumlah perusahaan dalam suatu pasar, distribusi perusahaan menurut berbagai ukuran, deskripsi produk atau diferensiasi produk, syarat-syarat masuk dan sebagainya atau penguasan pangsa pasar. Struktur pasar dicirikan oleh ; (1) konsentrasi pasar, (2) diferensiasi produk, dan (3) kebebasan keluar masuk pasar (Limbong dan Sitorus, 1987).

Faktor penentu dari karakteristik struktur pasar terdiri atas ; (1) jumlah atau ukuran, (2) kondisi atau keadaan produk, (3) kondisi keluar masuk pasar, (4) tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh pastisipan dalam pemasaran, misalnya biaya, harga, dan kondisi pasar antara partisipan (Hammod dan Dahl, 1977).

Kotler (1993) mengklasifikasikan pasar menjadi dua macam struktur pasar berdasarkan sifat dan bentuknya yaitu (1) pasar bersaing sempurna dan (2) pasar tidak bersaing sempurna. Suatu pasar dapat digolongkan ke dalam

(36)

struktur pasar bersaing sempurna jika memenuhi ciri-ciri antara lain ; (1) terdapat banyak jumlah pembeli maupun penjual, (2) pembeli dan penjual hanya menguasai sebagian kecil dari barang dan jasa yang dipasarkan sehingga tidak dapat mempengaruhi harga pasar (penjual dan pembeli berperan sebagai price taker, (3) barang dan jasa yang dipasarkan bersifat homogen, serta (4) penjual dan pembeli bebas keluar masuk pasar.

Menurut Dahl and Hammond (1977), pasar bersaing tidak sempurna dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi pembeli dan penjual. Dari sisi pembeli terdiri dari pasar monopsoni, oligopsoni, dan sebagainya. Dari sisi penjual terdiri dari pasar persaingan monopolistik, pasar monopoli, oligopoli, duopoli, dan sebagainya. Karakteristik masing-masing pasar dapat dilihat pada Tabel 6.

Dari tabel 6 dapat diketahui bahwa untuk karakteristik jumlah penjual dan pembeli yang banyak dan sifat produk yang homogen maka struktur pasar yang terjadi adalah persaingan murni, sedangkan untuk jumlah penjual dan pembelinya satu dan sifat produknya unik maka struktur pasar yang terjadi dari sudut penjual adalah monopoli sedangkan dari sudut pembeli adalah monopsoni. Tabel 6. Karakteristik dan struktur sistem pemasaran

Karakteristik Struktur Pasar

No. Jumlah

Perusahaan Sifat Produk Sudut Penjual Sudut Pembeli

1. Banyak Homogen Persaingan murni Persaingan murni

2. Banyak Diferensiasi Persaingan monopolistik Persaingan monopolistik 3. Sedikit Homogen Oligopoli Murni Oligopsoni murni

4. Sedikit Diferensiasi Oligopoli diferensiasi Oligopsoni diferensiasi 5. Satu Unik Diferensiasi monopoli Monopsoni

Perilaku pasar adalah strategi produksi dan konsumsi dari lembaga pemasaran dalam struktur pasar tertentu yang meliputi kegiatan pembelian dan penjualan, penentuan harga serta kerjasama antar lembaga pemasaran. Perilaku pasar adalah pola tindak tanduk pedagang beradaptasi dan mengantisipasi setiap keadaan pasar. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa perilaku pasar merupakan tingkah laku lembaga pemasaran dalam struktur pasar

(37)

yang meliputi kegiatan penjualan, pembelian, penentuan harga dan siasat pemasaran. Perilaku pasar dapat dilihat dari proses pembentukan harga dan stabilitas pasar, serta ada tidaknya praktek jujur dari lembaga-lembaga pemasaran tersebut (Azzaino, 1982).

Kegiatan pemasaran dapat ditelaah dan dilakukan dari berbagai sudut pandang antara lain (Limbong dan sitorus, 1987) :

1. Pendekatan serba Fungsi

Pendekatan ini terdiri atas tiga fungsi utama yaitu : fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran merupakan kegiatan yang memperlancar perpindahan hak milik dari barang dan jasa yang dipasarkan. Fungsi ini terdiri atas fungsi pembelian dan penjualan. fungsi fisik merupakan semua tindakan yang lansung berhubungan dengan barang dan jasa yang menimbulkan kegunaan tempat, bentuk dan waktu. Fungsi ini terdiri atas fungsi penyimpanan, fungsi pengangkutan dan fungsi pengolahan. Fungsi fasilitas merupakan semua tindakan yang bertujuan untuk memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antar produsen dan konsumen. Fungsi ini terdiri atas fungsi standarisasi dan grading, fungsi pembiayaan, fungsi penanggungan resiko dan fungsi informasi pasar.

2. Pendekatan Serba Lembaga

Pendekatan ini menekankan pada segi organisasi lembaga-lembaga yang ikut serta dalam proses penyampaian barang dan jasa dari titik produsen hingga konsumen. Pendekatan ini sangat penting karena lembaga-lembaga tersebut menjadi pusat pengambilan keputusan terhadap barang dan jasa yang dipasarkan. Untuk mencapai tingkat efisiensi pemasaran diperlukan pengkoordinasian antar lembaga-lembaga pemasaran tersebut.

(38)

3. Pendekatan Serba Barang

Inti pendekatan serba barang yaitu pada kegiatan atau tindakan yang dilakukan terhadap barang ataupun jasa selama proses penyampaiannya dari tangan produsen ke konsumen. Dengan pendekatan ini, selama proses pemasaran akan diketahui kerusakan yang timbul, kualitas barang, cara pengangkutan dan penanganan barang yang benar dan yang salah.

4. Pendekatan Serba Manajemen

Pendekatan ini difokuskan pada pendapat dan keputusan yang diambil oleh manajer tentang beberapa variabel yang dapat dikontrol maupun yang tidak dapat dikontrol, misalnya jumlah produksi, saluran distribusi, keuangan perusahaan, persaingan dengan perusahaan lainmaupun permintaan di pasar.

5. Pendekatan Ekonomi

Pendekatan ini menekankan pada sisi ekonomi dengan penerapan prinsip dan hukum-hukum ekonomi. Masalah yang dibahas umumnya berupa masalah penawaran, permintaan, elastisitas, harga, kompetisi dan sebagainya.

6. Pendekatan Serba Sistem

Dalam Pendekatan ini ditekankan pada tiga aspek yaitu: proses ekonomi yang sedang berjalan dan mengkaji bagaimana kesinambungannya, mengidentifikasi pusat pengawasan dan aktivitas yang berjalan, serta mengidentifikasi mekanisme yang diintegrasikan dalam proses tersebut.

Struktur pasar dan perilaku pasar akan menentukan keragaan pasar yang dapat diukur melalui peubah harga, biaya dan marjin pemasaran serta jumlah komoditas yang diperdagangkan (Hammond dan Dahl, 1977). Sedangkan keragaan pasar sendiri adalah sampai sejauh mana pengaruh suatu keadaan sebagai akibat dari struktur pasar dalam kenyataan sehari-hari yang

(39)

ditunjukan dengan harga, biaya dan volume produksi yang pada akhirnya akan memberiakan penilaian baik atau tidaknya suatu sistem pemasaran (Azzaino, 1982).

2.1.6. Marjin Pemasaran

Marjin pemasaran mengacu pada perbedaan harga yang dibayar oleh konsumen dengan harga yang diterima oleh produsen, dan dapat juga dinyatakan nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan pemasaran sejak dari tingkat produsen hingga tingkat konsumen (Limbong dan Sitorus, 1987). Dalam marjin pemasaran terdapat dua komponen yaitu komponen biaya pemasaran dan komponen keuntungan lembaga pemasaran.

Marjin pemasaran dapat didefinisikan sebagai selisih antara harga pembelian dengan harga penjualan (Saefuddin, 1979). Marjin pemasaran merupakan perbedaan harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir untuk suatu produk dan satuan yang sama. Istilah lain dari marjin pemasaran adalah merketing margin, price spread dan marketing bill (Hammond dan Dahl, 1977).

Perbedaan rantai pemasaran dan perlakuan dari lembaga dalam sejumlah saluran pemasaran menyebabkan perbedaan harga jual. Semakin banyak lembaga yang terlibat dalam penyaluran komoditas maka semakin besar perbedaan harga yang harus dibayar konsumen dengan harga yang diterima produsen. Konsep marjin pemasaran mengandung pengertian primary dan derived demand/suply. Artinya fungsi permintaan di tingkat pengecer merupakan turunan fungsi permintaan di tingkat konsumen dan fungsi penawaran di tingkat pengecer merupakan fungsi penawaran di tingkat produsen.

(40)

Gambar 1. Marjin Pemasaran (Hammond dan Dahl, 1977) Keterangan :

Sr = Penawaran komoditas di tingkat pedagang pengecer

Sf = Penawaran komoditas di tingkat produsen

Dr = Permintaan komoditas di tingkat pedagang pengecer

Df = Permintaan komoditas di tingkat produsen

Pr = Harga komoditas di tingkat pedagang pengecer

Pf = Harga komoditas di tingkat produsen

Qrf = Jumlah komoditas di tingkat pedagang pengecer dan produsen

(Pr - Pf) = Marjin pemasaran

(Pr - Pf)xQrf = Nilai marjin pemasaran

Hammond dan Dahl (1977) mendefinisikan marjin pemasaran sebagai perbedaan harga di tingkat produsen (Pf) dengan harga di tingkat pengecer (Pr).

Sedangkan nilai marjin pemasaran (value of the marketing margin) merupakan perkalian antara marjin pemasaran dengan jumlah yang dipasarkan atau

Sr Sf Dr Df Qrf Pr Pf Harga Jumlah Marjin

(41)

(Pr-Pf)xQrf. Dalam hal ini asumsi yang digunakan adalah jumlah produk di tingkat

produsen sama dengan jumlah produk di tingkat pengecer atau Qf = Qr = Qrf.

Gambar 1 memperlihatkan besarnya nilai marjin pemasaran merupakan hasil perkalian antara selisih harga di tingkat produsen (Pf) dan harga

di tingkat pengecer (Pr) dengan jumah komoditas yang dipasarkan (Qpf), yang

merupakan nilai keseluruhan dan dapat dilihat berdasarkan marketing cost dan marketing charges. Marketing cost melihat nilai marjin pemasaran berdasarkan biaya faktor produksi yang dipakai, sedangkan marketing charges melihat nilai marjin pemasaran berdasarkan penerimaan yang diperoleh dari berbagai lembaga pemasaran yang terlibat dalam suatu produk. Besarnya Pr – Pf menunjukan besarnya marjin pemasaran suatu komoditi per satuan atau per unit.

Marjin pemasaran terdiri dari biaya pemasaran (marketing cost) dan keuntungan lembaga pemasaran atau beban pemasaran (marketing charges). Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga niaga untuk pelaksanaan berbagai fungsi seperti pengumpulan, pengangkutan, penyimpanan, pengolahan, dan sebagainya. Sedangkan keuntungan lembaga pemasaran merupakan penerimaan dari investasi akibat memperhitungkan opportunity cost-nya. Semakin banyak lembaga pemasaran yang terkait dalam penyaluran barang dan jasa dari produsen ke konsumen maka semakin besar perbedaan harga yang diterima produsen dibandingkan harga yang dibayarkan konsumen.

Wilayah pemasaran yang luas dan jauh dari pusat produksi membuat banyaknya lembaga pemasaran yang terlibat. Kondisi tersebut membuat jasa pedagang pengecer maupun KUD tetap diperlukan. Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat atau semakin panjang rantai pemasaran, maka biaya pemasaran akan semakin besar (Hidayati, 2000).

(42)

2.1.7. Efisiensi Pemasaran

Nicholson (1999) membedakan efisiensi ekonomi dan efisiensi teknis. Efisiensi ekonomi didefinisikan sebagai penjelasan suatu situasi dimana sumber-sumber dialokasikan secara optimal, situasi tersebut dikatakan efisien apabila lewat relokasi barang-barang, tidak seorang individu pun dapat memperoleh kesejahteraan tanpa mengurangi kesejahteraan individu lain. Efisiensi teknis menggambarkan suatu keadaan dimana tidak ada suatu barang yang dapat diproduksi tanpa keharusan mengurangi produksi barang yang lainnya.

Sistem pemasaran yang produktif dan efisien bersumber pada penggunaan sumberdaya yang efisien dalam proses penciptaan waktu, bentuk dan tempat dalam pergerakan barang dan jasa dari tingkat produsen ke tingkat konsumen (Azzaino, 1982). Pemasaran tersebut efisien apabila tercipta keadaan dimana pihak-pihak yang terlibat baik produsen maupun konsumen akan memperoleh kepuasan dengan aktivitas pemasaran tersebut (Limbong dan Sitorus, 1987).

Perubahan yang mengurangi biaya input dari pelaksanaan pekerjaan tertentu tanpa mengurangi kepuasan konsumen akan output barang atau jasa, menunjukan efisiensi. Setiap fungsi pemasaran memerlukan biaya yang selanjutnya diperhitungkan ke dalam harga produk. Lembaga pemasaran menaikan harga per satuan kepada konsumen akhir atau menekan harga di tingkat produsen. Dengan demikian efisiensi dalam sistem pemasaran perlu diusahakan dengan mengurangi biaya pemasaran (Aditya K., 2002).

Efisiensi pemasaran dapat diukur melalui dua cara, yaitu efisiensi operasional dan efisiensi harga. Menurut Hammond dan Dahl (1977), efisiensi operasional menunjuk kepada pencapaian biaya yang minimum dalam pelaksanaan fungsi dasar pemasaran yaitu pengumpulan, pengolahan, distribusi dan aktivitas fisik dan fasilitas. Efisiensi harga menunjuk pada kemampuan

(43)

harga dan tanda-tanda harga untuk penjual serta memberikan kepada konsumen sebagai panduan dari penggunaan sumberdaya produksi dalam dua sisi yaitu produksi dan pemasaran. Pencapaian kedua efisiensi ini membutuhkan keberadaan dan transmisi yang lengkap dan akurat dari informasi pasar. Dengan menggunakan konsep biaya pemasaran, suatu sistem pemasaran dikatakan efisien bila dilaksanakan dengan biaya terendah. Efisiensi pemasaran adalah maksimisasi dari rasio input dan output. Perubahan yang mengurangi biaya input tanpa mengurangi kepuasan konsumen akan meningkatkan efisiensi. Sedangkan perubahan yang mengurangi biaya input tetapi mengurangi kepuasan konsumen akan menurunkan efisiensi pemasaran.

Raju dan Open dalam Aditya K. (2002) menyatakan bahwa efisiensi sistem pemasaran komoditi pertanian adalah perlu karena dapat meningkatkan pendapatan dan juga memajukan perekonomian suatu negara. Selain itu informasi dan efisiensi pemasaran sangat membantu untuk mengembangkan fasilitas pemasaran dan mengevaluasi kebijakan pemerintah terhadap pasar. Pasar yang tidak efisien akan terjadi apabila biaya pemasaran semakin besar dan nilai produk yang dipasarkan jumlahnya tidak terlalu besar.

Efisiensi pemasaran akan terjadi bila ; (1) biaya pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran dapat lebih tinggi, (2) persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi, (3) tersediannya fasilitas fisik pemasaran, dan (4) adanya kompetisi pasar yang sehat. Umumnya di negara-negara berkembang, empat kriteria tersebut di atas umumnya digunakan sebagai indikator efisiensi pemasaran (Soekartawi et al., 1986).

(44)

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Handayaningrum (1999) melakukan penelitian tentang analisis pemasaran bibit kentang di Kecamatan Pengalengan, Kabupaten Bandung dengan menganalisis marjin dan rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran yang dilakukan untuk melihat efisiensi pemasaran bibit kentang unggul melalui jalur pemerintah. Hasil penelitiannya adalah sistem pemasaran yang ada belum efisien secara teknis (operasional). Hal ini ditunjukan oleh penyebaran marjin pemasaran dan rasio yang tidak merata, dimana Balai Benih Induk (BBI) kentang memperoleh nilai tertinggi yaitu Rp. 2075,00 per kilogram (68,88 persen dari marjin pemasaran total) demikian juga dengan nilai rasio keuntungan biaya (rasio K-B) sebesar 542 persen (79,47 persen dari nilai rasio K-B total). Penyebaran marjin pemasaran dan rasio tersebut menjdi indikator efisiensi kegiatan pemasaran suatu komoditas secara teknis (operasional).

Penelitian mengenai analisis efisiensi pemasaran buah khas Sumatera Utara di Wilayah DKI Jakarta (komoditi Pisang Barangan dan Jeruk Medan) dengan pendekatan marjin pemasraan dan keterpaduan pasar dilakukan oleh Nellya (2000). Berdasarkan analisi marjin, secara umum pemasaran Pisang Barangan dan Jeruk Medan di DKI Jakarta belum efisien, karena meratanya keuntungan yang diperoleh setiap lembaga pemasaran. Hal ini terlihat dari rasio keuntungan-biaya, dimana PAP selalu mendapatkan bagian yang lebih kecil dibandingkan dengan grosir dan pengecer. Sementara itu marjin pemasaran yang terbesar berada pada saluran pemasaran dengan pasar tradisional sebagai pengecer untuk pisang Barangan dan pada saluran pemasaran dengan kios buah sebagai pengecer untuk jeruk Medan, sedangkan marjin terkecil berada pada saluran pemasaran dengan grosir sebagai pengecer untuk pisang Barangan dan pada saluran pemasaran dengan pedagang kaki lima sebagai pengecer untuk jeruk Medan. Saluran kios buah pada pemasaran pisang

(45)

Barangan dan saluran pasar tradisional pada pemasarn jeruk medan adalah saluran yang lebih efisien, karena biaya pemasaran yang ditanggung saluran tersebut lebih rendah, penyebaran keuntungan antar lembaga pemasaran merata, dan saluran ini mampu menjual lebih banyak dibandingkan saluran lainnya.

Hasil analisis keterpaduan pasar pada pemasaran jeruk Medan menunjukkan bahwa pemasaran jeruk Medan belum efisien, karena tidak adanya keterpaduan pasar baik jangka panjang maupun jangka pendek antara lembaga pemasaran. Hal ini dikarenakan harga yang terbentuk dipasar lokal lebih dipengaruhi oleh harga pasar itu sendiri dan belum adanya informasi harga yang transparan antar setiap lembaga pemasaran, akibatnya fluktuasi perubahan harga yang terjadi pada suatu pasar tidak dapat segera tertangkap oleh pasar lain dengan ukuran dan perubahan yang sama.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Aditya (2002) tentang analisis efisiensi pemasaran akar wangi di Desa Sukakarya, Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut. Efisiensi pemasaran diukur dengan S-C-P, yaitu struktur, perilaku dan keragaan pasar serta keterpaduan pasar. Keterpaduan pasar dihitung dengan model Autodistributedlag Regresion menggunakan metode Ordinary Least Suare dan alat pengolahan SAS for Windows 6.1.

Berdasarkan analisis struktur pasar, lembaga pemasaran yang terlibat dalam tataniaga akar wangi adalah Petani, Penyuling, PPD, Tengkulak dan Eksportir. Struktur pasar yang terbentuk mengarah pada struktur pasar persaingan tidak sempurna, karena pada tingkat Petani menghadapi pasar bersaing murni, pada tingkat PPD dan Penyuling menghadapi pasar oligopoli, sedangkan pada tingkat Tengkulak dan Eksportir menghadapi pasar duopoli.

Berdasarkan analisis perilaku pasar, pada praktek pembelian dan penjualan telah terjadi kerjasama vertikal untuk menjaga stabilitas pasar.

(46)

Berdasarkan analisis saluran pemasaran, terdapat dua saluran yang digunakan oleh lembaga pemasaran yang terlibat dalam tataniaga akar wangi. Saluran pemasaran satu yaitu Petani → PPD → Penyuling → Tengkulak → Eksportir, sedangkan saluran pemasaran dua yaitu Petani → Penyuling → Tengkulak → Eksportir. Marjin pemasaran pada saluran pemasaran satu adalah Rp 547,37 dan pada saluran pemasaran dua adalah Rp 522,37. Sehingga saluran pemasaran dua lebih efisien dari saluran pemasaran satu.

Parwitasari (2004), menganalisis efisiensi pemasaran komoditas alpukat di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Efisiensi pemasaran diukur dengan analisis marjin tataniaga, farmer’s share serta rasio keuntungan dan biaya. Saluran pemasaran alpukat di Desa tugu utara terdiri dari tiga buah saluran pemasaran yaiti saluran pemasaran 1 (petani → pedagang pengumpul → pedagang grosir → pedagang pengecer → konsumen), saluran pemasaran 2 (petani → pedagang pengumpul → pedagang pengecer → konsumen), saluran pemasaran 3 (petani → pedagang pengecer → konsumen). Berdasarkan perhitungan marjin pemasaran untuk komoditi alpukat, saluran pemasaran alpukat yang paling efesien adalah saluran pemasaran dua karena memiliki marjin pemasaran yang paling kecil, yaitu sebesar Rp 72,50/kg. Rasio keutungan dan biaya pemasaran alpukat tertinggi terdapat pada saluran tiga yaitu sebesar 5,22. Rasio keutungan dan biaya pemasaran sebesar 5,22 berarti bahwa setiap Rp 100/kg biaya pemasaran yang dikeluarkan, akan menghasilkan keutungan sebesar Rp 522/kg. Sedangkan bagian terbesar yang diterima petani (farmer’s share ) yaitu sebesar 42,86 persen. Efisiensi saluran pemasaran di Desa Tugu Utara, dapat tercapai jika saluran pemasaran yang digunakan adalah saluran pemasaran dua.Tetapi jika petani menginginkan peningkatan pendapatan petani maka saluran pemasaran yang dapat digunakan

(47)

adalah saluran pemasaran tiga, karena merupakan saluran pemasaran yang apling menguntungkan bagi petani.

2.3. Kerangka Pemikiran Operasional

Benih memegang peranan yang sangat penting dalam budidaya pertanian, sehingga kondisi perbenihan mencerminkan kemajuan pertanian dalam suatu negara (Arsanti, 1995). Semakin maju teknologi pertanian, semakin maju pula perkembangan teknologi benih. Keadaan ini akan bertambah mantap apabila didukung oleh tersedianya benih padi yang cukup. Ketersediaan benih padi secara nasional masih jauh dari potensi kebutuhan benih secara nasional. Pada kurun waktu lima tahun terakhir persentase kecukupan kebutuhan benih semakin besar, tetapi masih tetap jauh dari potensi yang ada. Misalnya pada tahun 2000/2001 pemenuhan kebutuhan benih padi hanya mencapai (54,36 persen) dari kebutuhan benih padi (Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan, 2000).

Secara akumulatif kekurangan benih padi merupakan ancaman serius terhadap target produksi beras. Kaitan antara target produksi beras dan benih padi terletak pada penurunan pemakaian benih padi unggul yang berasal dari produsen benih padi yang resmi, sehingga secara keseluruhan di tingkat petani pemakain benih padi unggul menurun. Apabila pemakaian benih padi unggul secara umum menurun atau berkurang, maka target produksi beras juga akan terancam gagal.

Pemasaran benih padi merupakan kegiatan untuk menyalurkan (distribusi) benih padi dari BBI dan Kelompok Petani Penangkar ke tangan konsumen (petani padi). Kegiatan tersebut melibatkan lembaga pemasaran yaitu Koperasi Unit Desa (KUD) dan Toko Pengecer. Pendekatan sistem pemasaran mengkaji keterkaitan antar berbagai lembaga pemasaran yang terlibat dalam

(48)

distribusi benih padi melalui analisa pemasaran yang meliputi analisa S-C-P dan Fungsi-fungsi pemasaran. Analisa S-C-P melihat pasar dari sisi struktur, perilaku dan keragaan pasar, sedangkan analisa tentang fungsi-fungsi pemasaran, melihat pasar melalui keterlibatan lembaga-lembaga pemasaran dalam menyampaikan benih padi ke tangan konsumen yang berasal dari produsen.

BBI dan Kelompok Petani Penangkar maupun lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat melakukan kegiatan kegiatan yang dapat memperlancar sampainya benih padi ke tangan konsumen. Kegiatan tersebut dinamakan fungsi-fungsi pemasaran, yang meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas, kegiatan tersebut tidak hanya bertujuan untuk memperlancar arus benih padi, tetapi juga dapat memberikan nilai tambah terhadap benih padi tersebut.

BBI merupakan lembaga lembaga yang bertanggung jawab terhadap pengadaan dan distribusi benih padi di Provinsi Jambi khususnya di Kabupaten Batang Hari. Selain BBI, Kelompok Petani Penangkar juga merupakan produsen benih padi tetapi fungsinya hanya membantu BBI untuk memproduksi benih padi di Kabupaten Batang Hari.

Pengetahuan tentang saluran pemasaran, jumlah lembaga pemasaran, mudah tidaknya keluar masuk pasar, jenis komoditi yang dipasarkan akan menentukan struktur pasar pemasaran benih padi. Ciri struktur pasar dan karakteristiknya dapat diketahui perilaku pasar yang dapat dikaji melalui praktek penjualan dan pembelian, penentuan harga dan pembayaran serta kerjasama antar lembaga pemasaran.

Struktur pasar dan perilaku pasar akan mempengaruhi keragaan pasar yang dapat dianalisis melalui marjin pemasaran. Marjin pemasaran dapat menunjukan efisiensi saluran pemasaran, yaitu dengan cara menghitung marjin pemasaran lembaga pemasaran dan marjin pemasaran total. Data yang digunakan sebagai input adalah berupa data primer yang diperoleh dengan

Gambar

Tabel 1.   Perkembangan Tingkat Kebutuhan dan Realisasi Produksi Benih Padi   Bersertifikat di Indonesia Tahun 1996/1997 – 2000/2001
Tabel 2.  Proyeksi Produksi, Ketersediaan, Konsumsi, Kebutuhan dan Defisit  Beras Nasional Tahun 2001-2004
Tabel 4.  Luas Lahan, Hasil Per Hektar dan Produksi Padi Provinsi Jambi  Tahun  Luas Lahan (Ha)  Hasil/Ha (Kuintal)  Produksi (Ton)
Tabel 6.  Karakteristik dan struktur sistem pemasaran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penyiapan Rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan desa sebagaimana dimaksud pada huruf f, harus melibatkan pemerintahan desa, BPD, dan unsur masyarakat desa,

Demikian untuk diketahui secara luas dan para peserta yang keberatan atas pengumuman pemenang ini diberikan kesempatan untuk mengajukan sanggahan, masa sanggah yang diberikan selama

S.I.Djajadningrat dalam Resmi (2007:1) pajak sebagai salah satu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan oleh suatu

KESATU : Membatalkan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Kulon Progo Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengiriman/Pengeluaran Ternak dari Kabupaten Daerah Tingkat

Dalam upaya mengendalikan gangguan hama terhadap tanaman padi, awalnya petani menerapkan sistem pertanian konvensional yang menggantungkan aplikasi pestisida sintetik

[r]

copyright, international treaties and other applicable copyright laws and may not be copied without the express permission of SIMPLY HADDAD NETWORKS, which reserves all rights.

RUMINA CAHAYA KEMBAR LAPORAN LABA RUGI.. UNTUK TAHUN YANG BERAKHIRAN 31