• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis struktural novel Jalan Bandungan karya NH. Dini dan implementasinya dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA kelas XI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Analisis struktural novel Jalan Bandungan karya NH. Dini dan implementasinya dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA kelas XI "

Copied!
188
0
0

Teks penuh

ANALISIS STRUKTURAL NOVEL JALAN BANDUNGAN KARYA NH. DINI DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA KELAS XI 

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

Disusun oleh:

Febrilia Kustiansari 061224011

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 

Tak ada manusia Yang terlahir sempurna

Jangan kau sesali Segala yang telah terjadi

Kita pasti pernah Dapatkan cobaan yang berat

Seakan hidup ini Tak ada artinya lagi

Syukuri apa yang ada Hidup adalah anugerah

Tetap jalani hidup ini Melakukan yang terbaik

Tuhan pasti kan menunjukkan Kebesaran dan kuasanya Bagi hambanya yang sabar

Dan tak kenal putus asa

PERSEMBAHAN

Karya ini ku persembahkan kepada:

Allah SWT, karena Dia-lah petunjuk jalan hidupku.

Kedua orang tuaku yang penuh cinta,

Bapak Slamet Kus Widodo dan Ibu Siti Wuryaningsih

yang senantiasa memberikan kasih sayang dan doa yang tak putus-putus,

ABSTRAK

Kustiansari, Febrilia. 2011. Analisis Struktural Novel Jalan Bandungan Karya Nh. Dini. Skripsi S1. Yogyakarta: PBSID, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini mengkaji sktuktur novel Jalan Bandungan karya Nh. Dini. Tujuan penelitian ini adalah mendiskripsikan unsur instrinsik dalam novel Jalan Bandungan dan implementasinya sebagai bahan pembelajaran.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan objektif yang menitikberatkan pada unsur instrinsik karya sastra yang terdiri dari tokoh, alur, latar, dan tema. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode diskriptif. Dengan metode tersebut peneliti membagi dua bagian. Pertama, menganalisis novel Jalan Bandungan secara struktural yang terdiri dari tokoh, alur, latar dan tema. Kedua, implementasi hasil analisis novel Jalan Bandungan secara struktural sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA.

Berdasarkan analisis intrinsik dapat disimpulkan bahwa tokoh sentral dalam novel Jalan Bandungan adalah Muryati dan Widodo. Untuk tokoh Muryati berperan sebagai protagonist atau tokoh utama. Widodo berperan sebagai tokoh antagonis. Sedangkan Handoko, Sri, Sisiwi, Ganik dan Murniyah berperan sebagai tokoh tambahan.

Alur dalam cerita ini adalah alur campuran karena dalam pengaluran cerita, peristiwa-peristiwa yang terjadi di beberapa bagian terdapat sorot balik. Cerita diawali dengan paparan, rangsangan, gawatan, tikaian, rumitan, klimaks, leraian, dan berakhir dengan selesaian.

Latar peristiwa dalam novel Jalan Bandungan ini meliputi latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat secara umum terdapat di Jawa Tengah, Semarang. Latar waktunya terjadi ketika zaman perang revolusi terhadap Belanda. Latar sosial yang digunakan pengarang adalah masyarakat yang masih masih kolot dan berusaha bangkit pasca perang ditambah belum terorganisirnya Negara pasca perang revolusi dengan Belanda tapi tidak lepas dari adat dan kebudayaannya.

Dalam novel Jalan Bandungan, ditemukan adanya tema pokok dan tema  tambahan. Tema pokok (tema mayor) yang terkandung yaitu menggambarkan perjuangan seorang wanita bernama Muryati sebagai tokoh utama yang menyimbulkan kekuatan seorang yang tidak mudah menyerah terhadap lika-liku hidup yang dihadapinya.Tema tambahan (tema minor) dalam novel ini adalah secara umum bertemakan kemanusian. Novel ini bertema kemanusiaan karena mengungkapkan berbagai persoalan kemanusiaan, seperti keikhlasan, cinta kasih, kejujuran, persahabatan, kemunafikan, kesewenang-wenangan dan keterpaksaan.

Novel Jalan Bandungan ini menggunakan bahasa sederhana dengan ragam bahasa sehari-hari yang mudah dipahami birapun ada beberapa menggunakan istilah bahasa Jawa dan bahasa figuratif digunakan dalam cerita tersebut.

ABSTRACT 

Kustiansari, Febrilla. 2011. Structural Analysis of Nh. Dini’s Novel Jalan

Bandungan. Minithesis of Graduate School. Yogyakarta: Education of Indonesian

and Regional Language and Letter, Sanata Dharma University.

This research studied on the structure of Nh. Dini’s novel Jalan Bandungan. The purpose of this research was to describe intrinsic element in novel Jalan Bandungan and its implementation as learning material.

The approach used in this research was objective approach of which emphasize on the intrinsic element of letter work comprised of character, plot, setting, and theme. Meanwhile the method used in this research was descriptive method. By this method the author divided it into two parts. First, structurally analyze the novel

Jalan Bandungan comprising of the character, plot, setting, and theme. Second,

structurally implement of the result of analysis of novel Jalan Bandungan as learning material of letter in Senior High School.

Based on the intrinsic analysis it can be concluded that the central characters in novel Jalan Bandungan are Muryati and Widodo. The character Muryati takes the role as protagonist or main character. Widodo takes the role as antagonist character. Meanwhile Handoko, Sri, Sisiwi, Ganik and Murniyah take the role as figurant.

The plot in this story is fused plot by reason in plotting the story; the incidents happened in various parts, there are ordinary plot and flashback plot. The story begins by the description, stimulation, conflict, clash, complexity, resolvability, and ends with the conclusion.

The incident setting in novel Jalan Bandungan included the place, time, and social setting. The place setting was generally in Central Java, Semarang and Nederland. The time setting happened during the revolution war period to against the Nederland and post-war governmental period. The social setting used by the author was the society which still conservative and strived to stand up in the post-war period added by the unorganized condition of the state in post revolution war period with the Nederland related to its custom and culture.

In novel Jalan Bandungan, it found the primary theme and additional theme. The primary theme (major theme) contains is describing the struggle of a woman named Muryati as main character who concludes an individual power of which is not easily to surrender towards the complicatedness of life she faces. The additional themes (minor theme/partial theme) in this novel are humanism, social, and politic. It is called as humanism by reason this express various humanism problem, such as the sincerity, affection, honesty, friendship, hypocrisy, despotism, and forcedness.

The novel Jalan Bandungan uses simple language by daily language style of which is easily comprehended although it used many language style of Javanese and figurative language used in this story.

grade of Semester I. It is proven by the appropriateness of analysis of intrinsic element of novel Jalan Bandungan by Curriculum of Educative Unit Level. The standard of competence is the student able to comprehend various tale, Indonesian/ translation novel. Its basic competence is the student able to analyze the intrinsic and extrinsic element of Indonesian/translation novel.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Analisis Struktural Novel Jalan Bandungan Karya Nh. Dini. Penyusunan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar sarjana Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah. Skripsi ini dapat terwujud berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa, karena Dia-lah penuntun hidupku.

2. Dr. Yuliana Setiyaningsih, selaku Kaprodi PBSID Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Setya Tri Nugraha S.Pd. M. Pd., selaku dosen pembimbing I yang dengan sabar selalu membimbing dan memberikan masukan kepada penulis dalam menyusun skripsi.

4. Drs. G. Sukadi, selaku dosen II yang dengan sabar selalu membimbing dan memberikan masukan kepada penulis dalam menyusun skripsi. 5. Para dosen PBSID yang telah mendidik dan bersedia membagikan

ilmunya kepada penulis.

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………...i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………..ii

HALAMAN PENGESAHAN………iii

MOTO……….iv

HALAMAN PERSEMBAHAN………..v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……….vi

ABSTRAK……….…vii

ABSTRAK………ix

KATA PENGANTAR………xi

DAFTAR ISI……….xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah………...1

1.2 Rumusan Masalah………4

1.3 Tujuan Penelitian……….4

1.4 Manfaat Penelitian………...4

1.5 Batasan Istilah………..5

1.6 Sistematika Penyajian………..6

BAB II LANDASAN TEORI  2.1 Penelitian yang Relevan………...7

2.2.1 Struktur Sastra………12

2.2.2 Hakikat Novel………14

2.2.3 Unsur Intrinsik Novel………15

A. Tokoh dan Penokohan………16

B. Alur………18

C. Latar………...21

D. Tema………...23

E. Amanat ………..26

F. Bahasa………....27

2.2.4 Keterkaitan Antarunsur Pembentuk Novel………28

2.2.5 Implementasi Pembelajaran Novel di SMA………..29

A. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan…………...29

B. Silabus………34.

C. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran………39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian………..41

3.2 Subjek Penelitian………41

3.3 Metode Penelitian………...42

3.4 Pendekatan……….42

3.5 Sumber Data Penelitian………..43

3.6 Teknik Pengumpulan Data……….43

3.7 Instrumen Penelitian………...43

BAB IV STRUKTUR NOVEL JALAN BANDUNGAN KARYA NH. DINI

4.1 Unsur Instrinsik………..45

4.1.1 Tokoh dan Penokohan………45

a. Tokoh Sentral dan Penokohan………46

1. Tokoh Protagonis dan Penokohan ……….46

2. Tokoh Antagonis dan Penokohan ……….49

b. Tokoh Tambahan dan Penokohan………...51

4.1.2 Alur………59

a. Paparan………59

b. Rangsangan ………61

c. Gawatan………..….62

d. Tikaian……….63

e. Rumitan………...65

f. Klimaks………..66

4.1.3 Latar………...69

4.1.4 Tema………..86

4.1.5 Amanat ………..95

4.2Keterkaitan Antar Unsur………97

4.2.3 Tokoh dan Alur……….97

4.2.4 Tokoh dan Latar………...101

4.2.5 Tokoh dan Tema………..103

4.2.7 Alur dan Tema………105

4.2.8 Tokoh, Alur, Latar, dan Tema………109

BAB V IMPLEMENTASI HASIL ANALISIS STRUKTURAL NOVEL JALAN BANDUNGAN KARYA NH. DINI DALAM PEMBELAJARAN DI SMA 5.1 Novel Jalan Bandungan Ditinjau dari Aspek Bahasa…………..111

5.2 Novel Jalan Bandungan Ditinjau dari Aspek Psikologi………..113

5.3 Novel Jalan Bandungan Ditinjau dari Aspek Latar Belakang Budaya……….114

5.4 Novel Jalan Bandungan Ditinjau sebagai Bahan Pembelajaran Sastra di SMA ……….115

5.5 Silabus………..117

5.6 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ………121

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan……….….147

6.2 Implikasi……….……..150

6.3 Saran……….150

DAFTAR PUSTAKA………152

LAMPIRAN………154

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Karya sastra merupakan produk dari masyarakat. Sastra berada di tengah masyarakat berdasarkan pada desakan-desakan emosional dan rasional dari masyarakat. Sastra berupa ungkapan pengalaman manusia yang diolah dalam bentuk bahasa yang ekspresif dan mengesankan (Sumardjo, 1984:25). Bila seseorang membaca karya sastra, baik cerpen, novel, maupun roman, si pembaca akan terbawa oleh jalan cerita.

Karya sastra ada kalanya menawarkan pesan moral yang berhubungan dengan hal kemanusiaan. Sifat-sifat luhur kemanusiaan itu pada hakikatnya bersifat universal, artinya sifat-sifat itu dimiliki dan dijalani oleh manusia di seluruh dunia (Nurgiantoro,1995: 32).

Muryati, tokoh utama dalam buku ini melambangkan kekuatan seorang perempuan yang tidak mudah menyerah terhadap lika-liku hidup yang dihadapainya. Kondisi keluarga yang harmonis, orang tua yang penuh perhatian, cara didik orang tua yang terbuka dan demokratis, ternyata tidak menjamin kehidupan masa depan Mur menjadi lebih baik. Suami pilihan orang tuanya yang kemudian diterimanya dengan sepenuh hati tanpa paksaan ternyata bukanlah seorang suami yang baik bagi Mur dan ketiga anaknya. Widodo ternyata terjerat oleh idealisme sayap kiri yang membawanya ke penjara selama 14 tahun.

Inilah saat Mur untuk kembali menata kehidupannya. Ia mulai kembali bekerja sebagai guru bahkan menerima tawaran untuk sekolah lagi di Belanda. NH Dini mengungkapkan betapa persahabatan yang kuat, pertalian kekeluargaan yang erat, kepedulian dan perhatian yang kental merupakan topangan utama bagi Mur dalam mengahdapi permasalahan kehidupannya. Ia menjadi semakin kuat karena dukungan yang diperoleh dari orang-orang yang setia memperhatikannya dengan tulus dan sungguh-sungguh.

cinta Mur juga tidak kalah menarik, saat kemudian ia memutuskan untuk menikahi adik Widodo, Handoko.

Ada beberapa alasan peneliti menganalisis novel karya Nh. Dini. Alasan pertama, Novel Jalan Bandungan karya Nh. Dini merupakan novel yang menarik. Novel ini berlatar belakang sosial dan kemanusiaan karena menampilkan permasalahan sosial yang sampai sekarang masih menjadi permasalahan dan sering terjadi pada masyarakat. Alasan yang kedua, novel ini mengandung amanat yang mendalam bagi pembaca. Amanat yang mendalam bagi pembaca yaitu dalam kehidupan kita tidak menyerah dengan keadaan, harus kuat berjalan dan menapaki liku kehidupan, boleh memutuskan sesuatu secara gegabah, harus berpikir apakah akibat dibalik itu semua. Kekerasan bukanlah suatu jalan keluar yang jitu dan hendaklah menjadi manusia yang bertanggung jawab, tegas dan berjiwa besar.

Alasan yang ketiga, dalam novel Jalan Bandungan karya Nh. Dini terdapat hubungan yang kuat anatar norma-norma budaya yang tersirat di dalamnya dengan proses globalisasi. Salah satu norma budaya yang sangat kentara adalah norma budaya Jawa, yaitu prinsip Toto Urip, Toto Kromo dan Toto Urip.

Penulis memilih analisis struktural untuk menganalisis novel yang berjudul Jalan Bandungan karya Nh. Dini Analisis struktural adalah analisis yang melihat unsur-unsur struktur karya sastra saling berhubungan erat, saling menentukan artinya. (Pradopo. 1978:118). Teori dan metode struktural ini diharapkan dapat digunakan untuk mengkaji novel secara mendalam dan mengungkapkan makna novel secara keseluruhan melalui tokoh, alur, latar, dan tema.

1.2Rumusan Masalah

Dengan melihat latar belakang di atas, maka perumusan masalahnya sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimana unsur intrinsik novel Jalan Bandungan karya Nh. Dini yang terdiri dari alur, tokoh, tema, latar dan amanat?

1.2.2 Bagaimana implementasi unsur instrinsik novel dalam novel Jalan Bandungan karya Nh. Dini dalam pembelajaran sastra di SMA?

1.3Tujuan Penelitian

1.3.1 Mendeskripsikan unsur intrinsik Jalan Bandungan karya Nh. Dini yang terdiri dari alur, tokoh, tema, latar dan amanat.

1.3.2 Mendeskripsikan implementasi unsur instrinsik novel dalam novel Jalan Bandungan karya Nh. Dini dalam pembelajaran sastra di SMA

1.4 Manfaat Penelitian 

Hasil penelitian terhadap permasalahan di atas diharapkan dapat bermanfaat:

1.4.2 Bagi pengembangan studi structural sastra, terutama dalam menerapkan pendekatan struktural.

1.4.3 Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan acuan bagi penelitian-penelitian selanjutnya yang masih memiliki kaitan dengan metode maupun objeknya, serta bermanfaat bagi pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.

1.5 Batasan Istilah 

Untuk menghindari salah tafsir dan salah pengertian, maka di bawah ini akan dijelaskan beberapa pengertian sebagai berikut.

1.5.1 Struktur

Struktur disini dalam arti bahwa karya sastra itu merupakan suatu susunan unsur-unsur yang bersistem, yang antara unsur-unsurnya terjadi hubungan yang timbal balik, saling menentukan (Pradopo, 2005:118). Jadi kesatuan unsur-unsur dalam sastra bukan hanya berupa kumpulan atau tumpukan hal-hal atau benda-benda yang berdiri sendiri-sendiri, melainkan hal-hal-hal-hal itu saling terkait. Saling berkaitan dan bergantung.

1.5.2 Unsur Instrinsik

1.5.3 Novel

Salah satu hasil karya sastra yang merupakan bangunan yang berstruktur. Novel merupakan hasil pengamatan sastrawan terhadap kehidupan sekitarnya (Sumardjo, 1984:64)

1.5.4 Pembelajaran

Proses menerima suatu bahan atau materi oleh siswa dalam proses belajar mengajar.

1.5.5 Implementasi

Pelaksanaan atau penerapan (Depdiknas, 2005:427)

1.6 Sistematika Penulisan 

Sistematika dalam penelitian ini sebagai berikut: BAB I Pendahuluan

Berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika penyajian.

BAB II Landasan Teori BAB III Metodologi Penelitian

BAB IV Diskripsi struktur novel ”Jalan Bandungan” karya Nh. Dini yang meliputi tokoh, alur, latar dan tema.

BAB V Diskripsi implementasi hasil analisis struktural novel ”Jalan Bandungan” karya Nh. Dini dalam pembelajaran sastra di SMA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini membahas landasan teori yang akan digunakan untuk memecahkan masalah dalam penelitian. Landasan teori ini terdiri dari A) Penelitian terdahulu; B) Kerangka teori meliputi: (1), Pendekatan struktural (2), Hakikat novel, (3) Unsur pembentuk novel; C) Pembelajaran sastra Di SMA meliputi (1) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (2) Silabus, dan (3) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.

2.1 Penelitian yang Relevan

Ada beberapa penelitian serupa yang dilakukan banyak peneliti. Berikut dipaparkan empat penelitian terdahulu. Pertama, penelitian dilakukan oleh Wiwin Tumariyana (2003). Penelitian ini berjudul Analisis Struktural Novel Perawan Karya Korrie Layun Rampan dan Implementasi Aspek Tokoh dan Penokohannya sebagai Bahan Pembelajaran Sastra di SMU.

Penelitian ini menganalisis struktur novel Perawan karya Korrie Layun Rampan. Pendekatan yang dipergunakan dalam novel ini adalah pendekatan struktural yang menitikberatkan pada unsur instrinsik karya sastra yang terdiri dari tokoh dan penokohan, alur, latar dan tema.

dilukiskan oleh pengarang sebagai gadis yang cantik, cerdas, memiliki semangat belajar yang tinggi, taat pada tradisi, dan berwawasan luas. Tokoh tambahannya adalah Beliur Nempur, Belikar Tana, Datu Jomu, Tiong Goma, Belian, Kakek Kerewaw, dan Dokter. Beliur Nempur dilukiskan dilukiskan sebagai seorang pria yang tampan, cerdas, dan berpendidikan tinggi. Belikar Tana dilukiskan sebagai seorang ayah yang sangat sabar, penyayang, dan selalu menghormati upacara adat. Datu Jomu dilukiskan sebagai seorang ibu yang sabar, selalu melindungi anaknya, penyayang dan senantiasa selalu mendukung suaminya. Tiong Goma dilukiskan sebagai seorang ayah yang berwatak keras, penyayang dan sabar. Belian dilukiskan sebagai seorang yang tampan, masih muda, memiliki kekuatan magis dan mampu mengusir roh-roh jahat. Kakek Kerewaw dilukiskan sebagai seorang yang dituakan di Lou, paling senior, arief, bijaksana, dihormati, disegani, dan ditakuti oleh warganya. Dokter dilukiskan sebagai seorang wanita muda, cantik, menawan, dan sabar.

Latar dalam novel Perawan ada tiga macam yaitu latar tempat, waktu, dan sosial. Latar tempat yaitu Desa Mut, Barong Tongkok dan tering di Kalimantan Timur. Latar waktu tahun 1988 meliputi pagi, siang, sore dan malam. Adapun latar sosialnya yaitu keadaan masyarakat, sikap masyarakat, tradisi, budaya Dayak, dan bahasa para tokohnya.

Tema yang terkandung dalam novel Perawan adalah kekuatan batin seorang istri dalam mempertahankan kesucian, harga diri, dan keutuhan perkawinan. Dalam novel ini Dengkeh Bawe sebagai seoarang keturunan kaum dayak yang tinggal di pedalaman daerah Kalimantan berusaha untuk tetap mempertahankan kesucianya, melaksanakan upacara adat yaitu berupa nyenteau dan tutukng sarap demi mencari sebuah kebenaran dan harga diri yang tercampakan ketika bahtera rumah tangganya hampir saja hancur.

Kedua, penelitian dilakukan oleh Indah Mulasari (2009). Penelitian ini berjudul Analisis Struktural Novel Ayat Ayat Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy dan Implementasinya sebagai Bahan Pembelajaran Sastra di SMA.

Penelitian ini mengkaji struktur novel Ayat Ayat Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy. Tujuan penelitian ini adalah mendiskripsikan unsur instrinsik dalam novel Ayat Ayat Cinta dan implementasinya sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA.

Berdasarkan analisis instrinsik dapat disimpulkan bahwa tokoh sentral dalam novel Ayat-ayat Cinta adalah Fahri, Aisha, Maria, Nurul, Noura, dan Bahadur. Untuk tokoh Fahri yang lebih cocok berperan sebagai tokoh utama atau protagonis. Tokoh Aisha, Maria, Nurul berperan sebagai tokoh wirawati. Sedangkan tokoh Bahadur dan noura yang berperan sebagai tokoh antagonis. Di samping tokoh sentral di dalam novel Ayat-ayat Cinta terdapat pula beberapa tokoh tambahan.

diawali dengan paparan, rangsangan, gawatan, tikaian, rumitan, klimaks, leraian, dan berakhir dengan selesaian.

Latar peristiwa dalam novel Ayat-ayat Cinta ini meliputi latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat terdapat di negara Mesir, tepatnya di kota Cairo. Latar waktu terjadi sekitar tahun 2001-2003. Latar sosial yang digunakan pengarang adalah masyarakat modern di negara Mesir terutama di kota Cairo yaitu cara kehidupan masyarakat Mesir yang selalu mengikuti perkembangan zaman tapi tidak terlepas dari adat dan kebudayaannya.

Dalam novel Ayat-ayat Cinta ditemukan adanya tema yaitu tentang kesetiaan cinta suami istri. Hal ini dapat dilihat dalam sosok Fahri dan Aisah yang memelihara cinta disertai kesabaran, usaha keras dan kekuatan doa yang akan mengantarkan pada kebahagiaan abadi.

Novel Ayat-ayat Cinta ini menggunakan bahasa sederhana dengan ragam bahasa sehari-hari yang mudah dipahami biarpun ada beberapa menggunakan istilah bahasa asing seperti Arab, Inggris, Jerman, dan Jawa. Pilihan kata, kalimat, maupun bahasa figuratif digunakan dalam cerita tersebut.

Ketiga, penelitian dilakukan oleh Dwi Prihantoro (2008). Penelitian ini berjudul Analisis Struktural Novel Towards Zero karya Agatha Christie dan Implementasinya sebagai Bahan Pembelajaran Sastra di SMK dan nilai-nilai pendidikan yang terkandung di dalam novel Toward Zero dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran sastra di SMK terutama untuk kelas XII semster II. Hal ini dapat dibuktikan adanya hubungan antara unsur instrinsik novel

Toward Zero dengan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), untuk siswa

kelas XII semster II, standar kompetensi mampu menyimak untuk memahamisecara kreatif suatu karya sastra antara lain cerpen, novel atau puisi.

Keempat, penelitian dilakukan oleh Mei Nurrita Sari (2009). Penelitian ini berjudul Analisis Struktural Novel Catatan Buat Emak karya Ahmat Tohari serta Implementasinya Aspek Tokoh dan Aspek Tema sebagai Bahan Pembelajaran Sastra di SMA.

Penelitian ini mengkaji struktur novel Catatan Buat Emak karya Ahmad Tohari. Berdasarkan hasil analisis struktur maka dapat diketahui bahwa tokoh sentral dalam novel Catatan Buat Emak adalah Rasus, Srintil, dan semua warga Dukuh Paruk yang bertentangan dengan tokoh utama sedangakan tokoh Srintil berperan sebagai tokoh wirawati. Tokoh antagonisnya adalah warga Dukuh Paruk atau siapa saja yang menganggap Srintil adalah wewenangnya. Tokoh tambahan dalam novel ini adalah Warta, Darsun, Ki Secamenggala, Sakarya, Nyai Sakarya, Kartareja, Nyai Kartareja, Sakum, Santayib, istri Santayib, Nenek Rasus, Sulam, dan Dower.

masyarakatnya miskin, terbelakang, tidak berpendidikan, dan masih memegang teguh adat istiadat yang sudah turun menurun.

Alur novel ini melalui delapan tahapan. Diawali dengan paparan, rangsangan, gawatan, tikaian, rumitan, klimaks, leraian, dan berakhir dengan selesaian. Novel ini beralur sorot balik. Dapat diketahui bahwa peristiwa-peristiwa dalam novel Catatan Buat Emak menunjukkan adanya gejala sebab akibat, artinya peistiwa-peristiwa yang terjadi merupakan akibat dari adanya peristiwa sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa cerita dalam novel Catatan Buat Emak beralur sorot balik karena dalam pengaluran tersebut, peristiwa-peristiwa yang terjadi tidak begitu saja tersusun secara linear sederhana, tetapi di beberapa bagian terdapat sorot balik.

Sampai saat ini penelitian tentang novel Jalan Bandungan karya Nh. Dini dengan pendekatan Objektif belum ditemukan oleh peneliti. Oleh karena itu penulis meneliti novel Jalan Bandungan karya Nh. Dini ini dengan pendekatan objektif.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Struktural Sastra

Struktur dalam pembahasan ini berarti bahwa karya sastra itu merupakan suatu susunan unsur-unsur yang bersistem, yang antara unsur-unsurnya terjadi hubungan yang timbal balik, saling menentukan (Pradopo, 2005: 118).

unsur-unsur dalam novel bukan hanya berupa kumpulan atau tumpukan hal-hal atau benda-benda yang berdiri sendiri, melainkan hal-hal itu saling terkait. Saling terkait dan bergantung (Pradopo, 1990: 118).

Struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan dan gambaran semua bahan dan bagian komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah (Abrams via Nurgiyantoro, 2007: 36)

Dengan pengertian seperti ini, maka analisis struktural novel adalah analisis novel ke dalam unsur-unsurnya dan fungsinya dalam novel dan penguraian bahwa tiap unsur mempunyai makna hanya dalam kaitannya dengan unsur-unsur lainya, bukan juga berdasarkan tempatnya dalam struktur. Penerapan tinjauan struktural ini difokuskan untuk menganalisis Novel Jalan Bandungan karya Nh. Dini. Unsur-unsur instrinsik seperti tokoh, alur, latar dan tema yang ada dalam novel ini akan diulas secara mendalam dengan dianalisis secara struktural.

Analisis struktural tidak cukup dilakukan hanya sekedar mendata unsur tertentu sebuah karya fiksi, misalnya peristiwa, plot, tokoh, latar atau yang lain. Namun yang lebih penting adalah menunjukkan bagaimana hubungan antarunsur itu (Nurgiyantoro, 2007: 37).

mengatakan dengan pasti yang mana yang dulu ada: tokoh atau alur (Sudjiman, 1988: 40).

Teeuw (via Zaidan, 2002: 22) menyatakan bahwa analisis struktural bertujuan membongkar dan memaparkan secermat dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek suatu karya sastra yang secara bersama-sama menghasilkan makna yang menyeluruh. Dalam penelitian analisis struktural tiap unsur karya sastra diletakkan dan diposisikan dalam keterkaitannya dan keterjalinannya dengan unsur yang lain.

Dengan demikian dibawah ini akan diuraikan mengenai unsur-unsur instrinsik dari karya sastra dalam hal ini berupa novel. Unsur-unsur itu adalah tokoh, alur, latar, dan tema. Penulis sengaja membatasi keempat unsur instrinsik itu karena dalam penelitian ini hanya keempat itu menjadi kajian penulis.

2.2.2 Hakikat Novel

Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelakunya (Depdiknas, 1990: 618). Sedangkan Hendy (1988: 57) mengatakan bahwa novel ialah cerita yang panjang yang isinya menceritakan tokoh-tokoh dalam rangkaian peristiwa dengan latar yang tersusun dan teratur.

demikian, mungkin yang luas hanya salah satu unsur fisiknya saja, misalnya temanya, sedangkan karakter, setting dan lain-lainnya hanya satu saja (Sumardjo, 1986: 29)

2.2.3 Unsur IntrinsikNovel

Nurgiyantoro (2007: 23) mengemukakan bahwa unsur-unsur pembangun sebuah novel secara garis besar berbagai macam unsur tersebut secara tradisional dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, walau pembagian ini tidak benar-benar pilah. Pembagian unsur yang dimaksud adalah unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.

Intrinsik berarti hakiki, benar, yang benar atau yang sesungguhnya. Ekstrinsik ialah sisi luar yang tidak merupakan sifat atau bagian dasar (Hendy, 1988: 212). Intrinsik adalah sesuatu yang terkandung di dalamnya (Depdiknas, 1990: 337).

Dalam Nurgiyantoro (2007: 23) dikemukakan bahwa unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun serita. Unsur-unsur yang dimaksud misalnya peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang pencerita, bahasa atau gaya bahasa dan lain.

Sumardjo (1984: 54) mengemukakan bahwa unsur-unsur pembentuk novel adalah (1) Plot (alur cerita), (2) karakter (perwatakan), (3) tema (pokok pembicaraan), (4) setting (tempat terjadinya cerita), (5) suasana cerita, (6) gaya cerita, (7) sudut pandang pencerita.

Dalam penelitian ini lebih fokus menganalisis secara struktural unsur intrinsik berdasarkan teori Sumardjo yaitu alur, tokoh dan penokohan, tema dan latar. Zaidan (2002: 19) Penelitian aspek intrinsik sastra menempatkan kayra sastra sebagai objek langsung tanpa mengkaitkannya dengan hal-hal diluarnya. Penelitian aspek intrinsik terkait dengan unsur-unsur internal sastra. Unsur internal ini biasanya juga disebut unsur formal sastra sebagai wujud sistem formal sastra itu. Penelitian dengan objek unsur internal atau unsur formal sering juga disebut penelitian struktur, penelitian yang memumpunkan perhatian pada struktur dalam karya sastra.

A. Tokoh dan Penokohan

Tokoh cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan (Abrams via Nurgiantoro, 2007: 165). Tokoh cerita menempati posisi strategis sebagai pembawa dan penyampaian pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca (Nurgiyantoro, 2007: 167).

Pembaca ikut mengalami apa yang dialami oleh pelakunya. Pelaku cerita inilah merupakan unsur karakter. Mengenal watak pelaku cerita lebih memperjelas kita mengenal maksud cerita.

Menurut Sudjiman (1988: 16), tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa dalam cerita. Individu rekaan itu dapat berupa manusia atau binatang diinsankan. Berdasarkan fungsinya didalam cerita, tokoh dapat digolongkan menjadi tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh yang paling sering muncul, yang menjadi pusat perhatian pembaca, yang menjadi peran dalam cerita disebut tokoh utama.

Protagonis selalu menjadi tokoh yang sentral dalam cerita. Kriterium yang digunakan untuk menentukan tokoh utama bukan frekuensi kemunculan tokoh itu di dalam cerita, melainkan intensitas keterlibatan tokoh dalam peristiwa-peristiwa yang membangun cerita (Sudjiman, 1988: 17). Disamping tokoh protagonis atau tokoh utama ada juga yang merupakan penantang utama dari protagonis. Tokoh itu disebut tokoh antagonis atau tokoh lawan. Tokoh antagonis dan tokoh wirawan/wirawati juga termasuk tokoh sentral karena juga menjadi pusat perhatian bagi pembaca. Tokoh wirawan/wirawati pada umumnya punya keagungan pikiran dan keluhuran budi yang tercermin di dalam maksud dan tindakan mulia. Sebaliknya, antiwirawan adalah tokoh yang tidak memiliki nilai-nilai tokoh wirawan dan berlaku sebagai tokoh kegagalan (Sudjiman, 18-19).

Penyajian watak tokoh dari pencipta cerita tokoh disebut penokohan (Sudjiman, 1988: 23). Ada beberapa metode penokohan yaitu metode diskursif dan metode dramatik. Metode diskursif adalah metode yang penceritaan menyebut secara langsung masing-masing kualitas tokoh-tokohnya. Metode dramatik adalah metode yang penceritaan membiarkan tokoh-tokoh untuk menyatakan diri mereka sendiri melalui kata-kata, tindakan-tindakan atau perbuatan mereka sendiri (Sayuti, 2000: 90-91).

B. Alur

Menurut Nurgiyantoro (2007: 112-113), alur atau plot merupakan unsur fiksi yang penting di dalam sebuah cerita rekaan berbagai peristiwa yang disajikan dengan urutan tertentu. Staton (1965) mengelompokkan latar, bersa,a dengan tokoh, plot, ke dalam fakta (cerita) sebab ketiga hal inilah yang akan dihadapi, dan dapat diimajinasi oleh pembaca secara faktual jika membaca cerita fiksi. Atau ketiga hal inilah yang secara konkret dan langsung membentuk cerita: tokoh cerita adalah pelaku dan penderita kejadian-kejadian yang bersebab akibat, dan itu perlu pijakan, dimanadan kapan (Nurgiyantoro, 2007: 216).

balik. Sorot balik ditampilkan dalam dialog, dalam bentuk mimpi, atau sebagai lamunan tokoh yang menelusuri kembali jalan hidupnya, atau yang teringat kembali kepada sesuatu peristiwa di masa lalu.

Sudjiman (1998: 30) menyebutkan bahwa struktur alur biasanya meliputi awal, yang terdiri dari paparan (exposition), rangsangan (inciting moment), dan gawatan (rising action). Struktur alur tengah meliputi tikaian (conflict), rumitan (comlication), dan klimaks. Sedangkan struktur alur bagian akhir meliputi leraian (falling action) dan selesaian (denovement). Paparan adalah penyampaian informasi awal kepada pembaca. Paparan disebut juga eksposisi, merupakan fungsi utama awal suatu cerita. Disini pengarang memberikan keterangan sekedarnya untuk memudahkan pembaca mengikuti cerita selanjutnya. Situasi yang digambarkan pada awal cerita harus membuka kemungkinan cerita untuk berkembang (Sudjiman, 1988: 32). Rangsangan merupakan peristiwa yang mengawali timbulnya gawatan. Rangsangan sering ditimbulkan oleh masuknya seorang tokoh baru yang berlaku sebagai katalisator (Sudjiman, 1988: 35). Gawatan adalah ketidakpastian yang berkepanjangan dan semakin menjadi-jadi. Adanya gawatan menyebabkan pembaca terpancing keingintahuan akan kelanjutan cerita serta akan penyelesaian masalah yang dihadapi.

ataupun pertentangan antar dua usnur dalam diri satu tokoh itu (Sudjiman, 1988: 35). Perkembangan dari gejala mulai tikaian menuju klimaks cerita disebut rumitan. Klimaks tercapai apabila rumitan mencapai puncak kehebatannya. Rumitan ini mempersiapkan pembaca untuk menerima seluruh dampak dari klimaks (Sudjiman, 1988: 35).

Bagian struktur alur setelah klimaks meliputi leraian yang menunjukkan perkembangan peristiwa ke arah selesaian. Selesaian yang dimaksud disini bukanlah penyelesaian masalah yang dihadapi tokoh cerita, tetapi bagian akhir atau penutup cerita (Sudjiman, 1988: 36).

Plot sub-subplot atau alur sub-sub alur merupakan sebuah karya fiksi dapat saja memiliki lebih dari satu alur cerita yang dikisahkan, atau terdapat lebih dari seorang tokoh yang dikisahkan perjalanan hidup, permasalahan, dan konflik yang dihadapinya. Struktur alur yang demikian dalam sebuah karya barangkali berupa adanya sebuah alur utama (Main plot) dan alur tambahan (sub-plot). Dilihat dari segi keutamaan atau perannya dalam cerita secara keseluruhan alur utama lebih berperan dan penting daripada sub-subplot itu.

C. Latar

Sumardjo (1984: 59) setting dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan sebagai latar. Yang dimaksud setting atau latar adalah tempat dan masa terjadinya peristiwa cerita. Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyarankan pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams via Nurgiyantoro, 2007: 216). Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi (Nurgiyantoro, 2007: 217).

hari, tahun, musim atau periode sejarah, seperti di zaman revolusi fisik, di saat upaca sekaten dan sebagainya (Sayuti, 2000: 126).

Sudjiman (1988: 46), latar secara sederhana adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra membangun latar cerita. Latar yang membangun suatu cerita dapat dibedakan menjadi latar sosial dan latar fisik atau material (Hudson via Sudjiman, 1988:44). Latar sosial mencakup penggambaran keadaan masyarakat, kelompok-kelompok sosial dan sikapnya, adat kebiasaan, cara hidup, bahasa yang melatari peristiwa. Sedangkan yang dimaksud dengan latar fisik adalah tempat dalam wujud fisiknya, yaitu bangunan, daerah dan sebagainya. Latar berfungsi menghidupkan cerita. Dengan adanya latar, segala peristiwa, keadaan dan suasana yang dialami oleh pelaku dapat dirasakan oleh pembaca. Sudjiman (1988: 44) menambahkan bahwa latar dibedakan menjadi latar fisik, latar waktu, dan latar sosial.

Latar fisik meliputi penggambaran lokasi geografis, termasuk topografi,

pemandangan, sampai kepada perlengkapan sebuah ruang. Latar waktu meliputi gambaran waktu, masa terjadinya suatu peristiwa cerita. Sedangkan latar sosial meliputi pekerjaan atau kesibukan sehari-hari para tokoh, lingkungan agama, moral, intelektual sosial, dan emosional para tokoh.

misalnya pengaruh daerah kelahiran atau tempat seseorang dibesarkan. Meskipun dalam suatu cerita rekaan boleh jadi latar merupakan unsur yang dominan, sebenarnya latar pernah berdiri sendiri. Latar merupakan unsur, bagian dari suatu keutuhan artistik yang harus dipahami dalam hubunganya dengan unsur-unsur lain dalam cerita. Latar mendukung penokohan, latar dapat menentukan tipe tokoh cerita; sebaliknya juga tipe tokoh tertentu menghendaki latar yang tertentu pula. Latar dapat juga menentukan watak tokoh. Penggambaran keadaan kamar tokoh yang selalu acak-acakan misalnya, mengesankan bahwa penghuninya bukan pecinta kerapian (Sudjiman, 1988: 47-48).

D. Tema

Tema adalah pokok pembicaraan dalam sebuah cerita. Tema dalam karya sastra letaknya tersembunyi dan harus dicari sendiri oleh pembacanya (Sumardjo, 1986: 57). Tema (theme) adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita (Saton dan Kenny via Nurgiyantoro, 2007: 67). Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan (Hartoko&Rahmanto via Nurgiyantoro, 2007: 68). Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka ia pun bersifat menjiwai seluruh bagian cerita itu (Nurgiyantoro, 2007: 68).

sebagian dari suatu cerita yang dapat dipisahkan. Dalam kaitanya dengan pengalaman pengarang, tema adalah sesuatu yang diciptakan oleh pengarang sehubungan dengan pengalaman total yang dinyatakan.

Tema adalah pokok pengisahan dalam sebuah cerita. Cerita atau karya sastra yang baik, yaitu dapat mengubah pandangan dan pelaku yang negatif menjadi positif (Hendy, 1988: 31).

Tema adalah gagasan, ide, atau pilihan utama yang mendasari dalam suatu karya sastra. Tema kadang-kadang didukung oleh pelukisan latar, dalam karya sastra yang lain tersirat dalam lakuan tokoh, atau dalam penokohan. Tema bahkan dapat menjadi faktor yang menikat peristiwa-peristiwa dalam suatu alur. Ada kalanya gagasan itu begitu dominan sehingga menjadi kekuatan yang mempersatukan pelbagai unsur yang bersama-sama membangun karya sastra, dan motif tindakan tokoh. Tema sebuah cerita adakalanya dinyatakan secara jelas, artinya dinyatakan secara eksplisit. Adapula tema yang dinyatakan secara implisit atau tersirat (Sudjiman, 1988: 50-51).

Dalam karya sastra besar, sering ditemukan adanya tema pokok dan tema tambahan. Tema pokok (tema mayor) yaitu makna pokok cerita yang menjadi dasar atau gagasan umum karya sastra tersebut bukan hanya terdapat pada bagian tertentu saja. Tema tambahan (tema minor/ tema bagian) yaitu maknanya hanya terdapat pada bagian-bagian tertentu saja dalam sebuah cerita.

yang bersangkutan. Dan yang terakhir, yang kelima yaitu tingkat divine, manusia sebagai makhluk tingkat tinggi, yang belum tentu setiap manusia mengalami dan atau mencapainya. Masalah yang menonjol dalam tema tingkat ini adalah masalah hubungan manusia dengan Sang Pencipta, masalah religiusitas, atau berbagai masalah yang bersifat filosofis lainnya seperti pandangan hidup, visi dan keyakinan.

E. Amanat

Menurut Sudjiman (1988: 57), amanat merupakan ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang. Amanat terdapat di dalam karya sastra secara implisit maupun eksplisit. Amanat bersifat implisit jika jalan kluar atau ajaran moral itu disiratkan dalam tingkah laku tokoh menjelang akhir cerita. Sedangkan bersifat eksplisit jika pengarang pada tengah atau akhir cerita menyampaikan seruan, saran, peringatan, nasihat, anjuran, larangan dan sebagainya yang berkaitan dengan gagasan yang mendasari cerita. KBBI (via Nurgiyantoro, 2007: 320), secara umum moral menyaran pada pengertian (ajaran tentang) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebaginya: akhlak, budi, pekerti, susila.

dengan masalah kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan. Ia bersifat praktis sebab ”petunjuk” itu dapat ditampilkan, atau ditemukan modelnya, dalam kehidupan nyata, sebagaimana model yang ditampilkan dalam cerita itu lewat sikap dan tingkah laku tokoh-tokohnya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa amanat adalah pesan yang terkandung di dalam karya sastra yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca.

F. Bahasa

Menurut Nurgiyantoro (2007: 272), bahasa merupakan sarana pengungkapan sastra. Sastra lebih dari sekedar bahasa, deretan kata, namun unsur kelebihannya hanya dapat diungkapkan dan ditafsirkan melalui bahasa. Bahasa dalam sastra pun mengemban fungsi utama sebagai alat komunikasi.

Jika berbicara mengenai bahasa, terutama dalam karya sastra tentu kita tidak akan lepas dari gaya bahasa. Setiap karya sastra selalu mempunyai gaya bahasanya sendiri dengan bertujuan mendapatkan suatu efek keindahan.

Abrams (via Nurgiyantoro, 2007: 276) mengungkapkan gaya bahasa adalah cara pengucapan bahasa dalam prosa, atau bagaimana seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan.

Penggunaan bahasa dengan sendirinya ditentukan oleh pengarangnya. Gaya bahasa ditandai oleh ciri-ciri formal kebahasaan seperti:

1. pilihan kata 2. Struktur kalimat

Ketiga unsur inilah yang akan dibahas dalam penelitian ini untuk memahami aspek bahasa yang terdapat dalam novel Jalan Bandungan.

2.2.4 Keterkaitan Antarunsur Pembentuk Novel

Sebuah novel merupakan sebuah totalitas, sesuatu kemenyeluruhan yang bersifat artistik. Sebagai sebuah totalitas, novel mempunyai bagian-bagian, unsur-unsur, yang saling berkaitan satu dengan yang lain secara erat dan saling menggantungkan. Jika novel dikatakan sebagai sebuah totalitas, unsur kata, bahasa, misalnya, merupakan salah satu bagian dari totalitas itu, salah satu unsur pembangun cerita itu, salah satu subsistem organisme itu. Kata inilah yang menyebabkan novel, juga sastra pada umumnya, menjadi berwujud (Nurgiyantoro, 2007: 22-23).

Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta membangun cerita. Kepaduan antarberbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah novel berwujud. Atau, sebaliknya jika dilihat dari sudut kita pembaca, unsur-unsur (cerita) inilah yang akan dijumpai jika kita membaca sebuah novel. Unsur yang dimaksud, untuk menyebut sebagian saja, misalnya, peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, alur, latar, sudut pandang, penceritaan, bahasa atau gaya bahasa dan lain-lain (Nurgiyantoro, 2007: 23).

yang hendak dipermasalahkan pengarangnya. Semua itu tidak akan terasa perincianya oleh pembaca waktu ia membaca cerita. Semua unsur tadi menyatu padu dalam beberan pengalaman yang dikisahkan secara mengasyikkan oleh pengarang. Semua unsur fiksi tadi berjalan begitu saja dengan mulusnya (Sumardjo, 1984: 54). Unsur-unsur dalam sebuah cerita tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Tetapi untuk memahami nilai cerita itu lebih dalam, perlu diadakan pembedaan unsur-unsurnya. Jadi, unsur-unsur dalam cerita tidak dapat dipisah-pisahkan, tetapi dapat dibeda-bedakan (Sumardjo, 1984: 81).

2.2.5 Tahap Pembelajaran Sastra di SMA

A. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Pengajaran sastra termasuk ke dalam pengajaran yang sudah tua umurnya, dan hingga sekarang tetap bertahan dalam kurikulum pengajaran disekolah. Bertahanya pengajaran sastra dalam kurikulum sekolah, tentulah disebabkan oleh nilai pengajaran sastra untuk mencapai tujuan pendidikan. Pengajaran sastra mempunyai peranan dalam mencapai berbagai aspek dari tujuan pendidikan dan pengajaran, seperti aspek pendidikan susila, sosial, perasaan, sikap penilaian, dan keagamaan (Rusyana, 1982: 6).

Pengajaran sastra memiliki manfaat untuk membantu ketrampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan menunjang pembentukan watak (Rahmanto, 1988: 16).

dipilih sebagai materi harus diklasifikasi tingkat kesukaranya dengan kriteria tertentu. Dalam memilih materi pengajaran ada beberpa hal penting yang harus dipertimbangkan yaitu tersedianya buku-buku diperpustakaan, kurikulum, kesesuaian dengan tes akhir, dan lingkungan siswa.

Tujuan pengajaran sastra ditegaskan Rosenblatt (via Gani, 1988: 1) bahwa pengajaran sastra itu melibatkan peneguhan kesadaran tentang sikap etik. Hampir mustahil membicarakan cipta sastra seperti novel, puisi, atau drama tanpa menghadapi masalah etik tanpa menyentuh dalam konteks filosofi sosial, tanpa menghadapkan siswa pada masalah kehidupan sosial yang digelutinya sepanjang hari di tengah-tengah masyarakat yang dihidupi dan menghidupinya. Oleh karena itu pengajaran sastra di sekolah khususnya SMA perlu dilakukan untuk membimbing siswa agar semakin trampil berbahasa, mengetahui kebudayaan bangsanya dan mampu mengekspresikan diri melalui karya sastra di tengah-tengah kehidupan masyarakat.

mengembangkan pengalaman yang telah diperoleh murid itu, kita dapat memberikan pengetahuan tentang sastra, seperti menerangkan istilah, bentuk dan sejarah sastra.

Menurut Jabrohim (1994: 144) tujuan pokok pengajaran sastra ialah membina apresiasi sastra anak didik, yaitu membina agar anak memiliki kesanggupan untuk memahami, menikmati, dan menghargai suatu sipta sastra. Sedangkan, tujuan pendidikan nasional memberi corak tujuan umum yang hendak kita capai seseuai dengan dasarpandangan hidup bangsa kita (Jabrohim, 1994: 145).

Selanjutnya diuraikan 3 aspek yang penting dalam pemilihan bahan pengajaran sastra (Rahmanto, 1988: 27-33). Aspek-aspek itu adalah pertama dari segi bahasa, dari segi bahasa pemilihan bahan berdasarkan wawasan ilmiah yaitu kosa kata yang baru, ketatabahasaan, situasi dan keseluruhan pengertian isi wacana. Selain itu, penguasaan bahasa siswa juga perlu diperhatikan karena hal itu sangat berpengaruh pada siswa. Siswa akan merasa kesulitan jika diberikan bahan yang menggunakan bahasa yang berada di luar jangkauan pengetahuannya.

fakta-fakta untuk memahami masalah dan kehidupan nyata, pada tahap generalisasi (16 tahun ke atas) anak berminat untuk menemukan konsep abstrak dengan menganalisis suatu fenomena.

Aspek pemilihan bahan perlu diperhatikan yang ketiga adalah latar belakang budaya. Pemilihan bahan pengajaran hendaknya disesuaikan dengan karya sastra dan latar belakang budaya sendiri yang dikenal siswa. Selain itu keluasan wawasan guru dapat mempengaruhi penambahan pengetahuan siswa misalnya tentang budaya daerah lain. Dalam novel Jalan Bandungan berlatar belakang budaya Jawa yang menceritakan kehidupan seorang perempuan di kota Semarang.

Sejalan dengan pendapat tersebut, Rosenblatt (via Gani, 1988: 1-2) juga menganjurkan beberapa prinsip yang memungkinkan pengajaran sastra mengemban fungsinya dengan baik, antara lain: (1) siswa harus diberi kebebasan untuk menampilkan respons dan reaksinya, (2) siswa harus diberi kesempatan untuk mempribadikan dan mengkristalisasikan rasa pribadinya terhadap citra sastra yang dibaca dan dipelajarinya, (3) guru harus berusaha untuk menentukan butir-butir kontak diantaranya pendapat para siswa, (4) peranan dan pengaruh guru harus merupakan daya dorong terhadap penjelajahan pengaruh vital yang inheren di dalam sastra sendiri.

pengajaran bahasa dan satra Indonesia di SMA sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Dalam penelitian ini menggunakan kurikulum KTSP.

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (BSNP, 2006: 11).

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum oprasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan, dimana (KTSP) terdiri dari tujuan pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan, kalender pendidikan dan silabus (Muslikh, 2008: 1). Landasan hukum kurikulum ini yaitu Undang-undang No. 20 tahun 2003 tenteng Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tenteng perlunya disusun dan dilaksanakan delapan Standar Nasional Pendidikan, yaitu standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiyayaan, dan standar penilaian pendidikan.

B. Silabus

Salim (via Muslich 2007: 23) mengemukakan bahwa silabus dapat didefinisikan sebagai ”garis besar, ringkasan, ikhtisar, atau pokok-pokok isi atau mareti pelajaran”. Istilah silabus digunakan untuk menyebut suatu produk pengembangan kurikulum berupa penjabaran lebih lanjut dari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ingin dicapai, dan pokok-pokok serta uraian materi yang perlu dipelajari siswa dalam rangka pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar.

Silabus adalah seperangkat rencana dan pelaksanaan pembelajaran, beserta penilaianya, yang disusun secara sistematis dan berisikan komponen-komponen yang saling berkaitan untuk memenuhi target pencapaian Kompetensi Dasar (BSNP, 2007: 440).

Muslich (2007: 24) mengemukakan bahwa silabus bermanfaat sebagai pedoman dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjut, seperti pembuatan rencana pembelajaran, dan pengembangan sistem penilaian. Penyusunan silabus dilaksanakan bersama-sama oleh guru kelas/mata pelajaran, kelompok guru kelas/mata pelajaran, atau kelompok kerja guru (PKG/MGMP) pada tingkat satuan pendidikan untuk satu sekolah atau kelompok sekolah dengan tetap memperhatikan karakteristik masing-masing sekolah (Muslich 2007: 25).

Komponen silabus terdiri dari Standar Kompetensi, Kemampuan Dasar, Indikator, Materi Pelajaran, Pengalaman Belajar (langkah pembelajaran), Alokasi Waktu, Sarana dan Sumber Belajar dan Penilai (BSNP, 2007: 440).

Penetapan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dalam silabus sangat disarankan, hal ini berguna untuk mengingatkan para guru seberapa jauh tuntutan target Kompetensi yang harus dicapai.

2. Indikator

Indikator yang ada sebagai hasil pengembangan dari Kompetensi Dasar, merupakan ukuran karakteristik, ciri-ciri, perbuatan atau proses yang berkontribusi atau menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar.

3. Materi Pokok

Agar penjabaran dan penyesuaian kompetensi dasar tidak meluas dan melebar maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Sahid (Valid)

Materi yang akan dituangkan dalam pembelajaran benar-benar telah teruji kebenaran dan kesahihannya. Pengertian ini juga berkaitan keaktualan.

b. Tingkat Kepentingan

Dalam memilih materi perlu dipertimbangkan pertanyaan berikut; sejauh mana materi tersebut penting dipelajari? Penting untuk siapa di mana dan mengapa penting? Dengan demikian materi-materi yang dipilih untuk diajarkan benar-benar diperlukan oleh siswa.

c. Kebermanfaatan

bahwa materi yang diajarkan dapat memberikan dasar-dasar pengetahuan dan ketrampilan yang akan dikembangkan lebih lanjut pada jenjang pendidikan lebih lanjut. Bermanfaat secara non akademis maksudnya adalah bahwa materi yang diajarkan dapat mengembangkan kecakapan hidup (lifeskills) dan sikap yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.

d. Layak Dipelajari

Materi yang memungkinkan untuk dipelajari, baik dari aspek tingkat kesulitan (tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sulit) maupun aspek kelayakan terhadap pemanfaatan bahan ajar dan kondisi setempat.

e. Menarik Minat

Materi yang dipilih hendaknya menarik minat dan memotifasi siswa untuk mempelajarinya lebih lanjut. Setiap materi yang diberikan

kepada siswa harus mampu menumbuhkembangkan rasa ingin tahu, sehingga memunculkan dorongan untuk mengembangkan sendiri

kemampuan mereka.

4. Pengalaman Belajar

dikuasai peserta didik. Rumusan pengalaman belajar juga mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar peserta didik.

5. Penilaian

Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan indikator. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan

non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, sikap, penilaian hasil karya berupa proyek atau produk penggunaan portopolio dan penilaian diri.

6. Alokasi Waktu

Menentukan alokasi waktu sesuai dengan kompetensi dasar didasarkan pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran perminggu dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar, keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan dan tingkat kepentingan kompetensi dasar. Alokasi waktu yang dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan waktu yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk menguasai kompetensi dasar,

7. Alat dan Sumber Belajar

Sumber belajar adalah rujukan dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran. Sumber belajar dapat berupa media cetak, elektronik, narasumber serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya. Muslich (2007: 25). Mengungkapkan bahwa beberapa prinsip yang

a. Ilmiah

Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggung jawabkan secara keilmuan. Untuk mencapai kebenaran ilmiah tersebut, dalam penyusunan silabus selayaknya dilibatkan para pakar di bidang keilmuan masing-masing mata pelajaran. Hal ini dimaksudkan agar materi pelajaran yang disajikan dalam silabus sahih (valid).

b. Relevan

Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai atau ada keterkaitan dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spiritual peserta didik.

c. Sistematis

Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi.

d. Konsisten

Adanya hubungan yang konsisten (ajek, atas asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian.

e. Memadahi

f. Aktual dan Kontekstual

Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.

g. Fleksibel

Keseluruhan komponensilabus dapat mengakomodasi keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat.

h. Menyeluruh

Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor).

C. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Muslich (2007: 45) mengemukakan bahwa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rancangan pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan diterapkan guru dalam pembelajaran di kelas. Berdasarkan RPP inilah seorang guru diharapkan bisa menerapkan pembelajaran secara terprogram. Oleh karena itu, RPP harus mempunyai daya terap yang tinggi. Melalui RPP pun dapat diketahui kadar kemampuan guru dalam menjalankan profesinya.

kualitas pendidikan serta kualitas sumber daya manusia (SDM), baik di masa sekarang maupun di masa depan.

RPP yang baik adalah yang dapat dilaksanakan secara optimal dalam kegiatan pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik. RPP yang baik memberikan petunjuk yang oprasional tenteng apa-apa yang harus dilakukan guru dalam pembelajaran, dari awal guru masuk kelas sampai akhir pembelajaran. RPP merupakan perencanaan jangka pendek untuk memperkirakan dan memproyeksikan tentang apa yang akan dilakukan guru dalam pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik. RPP merupakan upaya tindakan yang akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran. Upaya tersebut perlu dilakukan untuk mengoordinasikan komponen-komponen pembelajaran, yaitu kompetensi dasar, materi standar, indikator hasil belajar, dan penilaian berbasis kelas (PBK). Kompetensi dasar berfungsi mengembangkan potensi peserta didik; materi standar berfungsi memberi makna terhadap kompetensi dasar; indikator hasil belajar berfungsi menunjukkan keberhasilan pembentukan kompetensi. Sedangkan PBK berfungsi mengukur pembentukan kompetensi dan menentukan tindakan yang harus dilakukan apabila kompetensi dasar belum terbentuk atau belum tercapai Mulyasa (2008:154-155).

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 

3.1 Jenis Penelitian

Berdasarkan sumber bahan yang digunakan, jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan atau kajian pustaka. Penelitian kepustakaan artinya mendalami, mencermati, menelaah, dan mengidentifikasi pengetahuan yang ada dalam kepustakaan (sumber bacaan, buku-buku referensi atau hasil penelitian lain) untuk menunjang penelitian (Hasan, 2002: 45). Penelitian studi pustaka adalah penelitian yang mengkaji objek kajian berupa bahan-bahan tertulis (Koenjaraningrat, 1990: 44). Sumber bahan tertulis yang digunakan dalam penelitian ini adalah novel Jalan Bandungan karya Nh. Dini.

3.2 Subjek Penelitian 

3.3 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, untuk menjawab masalah pertama, yaitu bagaimana unsur instrinsik novel Jalan Bandungan maka digunakan metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode yang memiliki tujuan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik dan diskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa (Moleong, 2006:6).

Selanjutnya untuk menjawab masalah yang kedua, yaitu implementasi pengajaran unsur instrinsik dalam silabus dan RPP digunakan metode penelitian

Reaseach and Developing atau penelitian pengembangan. Penelitian pengembangan

adalah penelitian yang didalamnya dilakukan telaah terkendali dalam arti bahwa logika proses berpikir dinyatakan secara eksplisit, kemudian informasi yang diperoleh dikumpulkan secara sistematisdan objektif untuk dijadikan pertimbangan dalam pengembangan materi, media, dan sebagainya dalam pendidikan (Joni, 1984: 1-2)

3.4 Pendekatan 

3.5 Sumber Data Penelitian

Subjek penelitian ini adalah novel Jalan Bandungan karya Nh. Dini. Novel ini diterbitkan kali pertama pada tahun 1989 melalui penerbit Djambatan. Novel ini berisikan 437 halaman dan berukur 21 x 14 cm. Novel Jalan Bandungan karya Nh. Dini dibagi menjadi 4 bagian, yaitu bagian pertama, kedua, ketiga, dan keempat. Dalam empat bagian tersebut hanya bagian dua dan tiga yang memiliki lebih dari satu bab, bagian dua terdapat lima bab dan bagian tiga terdapat dua bab. Novel ini merupakan novel dari sekian yang di tulis oleh salah satu pengarang wanita yang produktif, dengan berbagai segudang prestasi dan lebih dari 20 judul novel yang ia tulis dan telah diterbitkan.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah taknik baca dan teknik catat, teknik baca dipergunakan untuk memperoleh data-data yang terdapat dalam teks novel. Data-data yang diperoleh selanjutnya dicatat pada kartu data dan klasifikasi. Kegiatan pencatatan data ini disebut teknik catat (Sudaryanto, 1993: 135).

3.7 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian ini adalah peneliti itu sendiri.

3.8 Teknik Analisis Data 

pembelajaran sastra di SMA. Dengan tahap-tahap menganalisis tiap-tiap unsurnya instrinsik (tokoh, alur, latar, dan tema) adalah sebagi berikut.

1. Analisis dimulai dengan mendefinisikan masing-masing unsur instrinsik (tokoh, alur, latar, dan tema) dalam novel Jalan Bandungan.

2. Analisis kemudian dilanjutkan dengan mengidentifikasi masing-masing unsur instrinsik di dalam novel Jalan Bandungan yang ditemukan.

3. Mengklasifikasi masing-masing unsur instrinsik dalam novel Jalan Bandungan 

BAB IV ANALISIS STRUKTUR NOVEL JALAN BANDUNGAN KARYA NH. DINI 

Dalam bab ini, penulis akan memaparkan analisis unsur-unsur intrinsik yang bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai isi novel Jalan Bandungan secara menyeluruh. Analaisis ini dilakukan dengan mengidentifikasi dan mendeskripsikan unsur-unsur intrinsik agar kebulatan makna novel Jalan Bandungan dapat ditemukan. Unsur-unsur intrinsik yang dianalisis dalam penelitian ini adalah tokoh, alur, latar, dan tema. Dalam analisis unsur instrinsik peneliti memberikan masing-masing dua kutipan sebagai bukti analisis. Apabila dalam novel hanya terdapat satu kutipan, analisis disesuaikan dengan isi novel.

4.1Unsur Intrinsik

4.1.1 Tokoh dan Penokohan

Di bawah ini akan dibahas tokoh-tokoh yang ada dalam novel Jalan

Bandungan. Adapun tokoh-tokoh itu adalah: Muryati, Widodo, Bapak Muryati, Ibu

mertua Klaten, Adik pertama, Adik kedua, Ali Sadikin, Guru, Mas Tom, Profesor, Yu Kartini, Anneke, Notaris.

a. Tokoh Sentral dan Penokohan

1. Tokoh Protagonis dan Penokohan

Tokoh Muryati atau Mur menjadi fokus cerita, menjadi sentral pengisahan, menjadi sorotan pembaca dalam keseluruhan isi novel ini. Hal itu bisa dilihat keterlibatan Mur dalam setiap tindakannya dengan tokoh-tokoh lain. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut:

(1) “Jaga adikmu baik-baik. Aku akan membantu di gubuk palang merah,” katanya. Dan kepada adikku yang besar Ibu berpesan, “Tidak boleh bermain-main terlalu jauh dari gudang!” (hlm. 27).

(2) Bapak menahanku, “Duduk sebentar menemui mas-mas ini.” “Aku bikinkan teh dulu,” sahutku dan langsung pergi. (hm. 45).

“Tadi Bapak mengatakan bahwa Dik Mur di SPG. Ya, Dik?” kata Mas Wid. “Ya, kelas dua,” sahutku.” (hlm. 46).

(3) “Mbak Mur memang hebat,” Handoko menyambung. “Anda berbiacara lancar dan tidak menjemukan.” (hlm. 219).

Dari kutipan di atas tokoh Aku merupakan tokoh Muryati yang setiap tindakannya dengan tokoh-tokoh lain. Lika-liku kehidupannya dijelaskan secara runtut. Novel Jalan Bandungan digambarkan sebagi anak tertua. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:

(4) “Aku sebagi anak tertua tidak pernah mempunyai waktu senggang. Sebegitu menyelesaikan tugas yang diberikan ibuku, ayahku memanggil untuk mengerjakan sesuatu yang lain.” (hlm. 21)

Selain itu juga digambarkan bahwa Muryati bercita-cita ingin menjadi guru. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:

(6) “Sejak kecil, orang tuaku sudah mengetahui bahwa menjadi guru adalah cita-citaku...” (hlm. 43).

(7) “Tadi Bapak mengatakan bahwa Dik Mur di SPG. Ya, Dik?” kata Mas Wid. “Ya, kelas dua,” sahutku.

“Calon guru,” sambung temannya entah siapa namanya. “Itu kemauannya sejak dulu masih kecil sekali,” Ibu memberi

penjelasan...”Barangkali Dik Mur suka kepada anak-anak, karena itu ingin menjadi guru,”Mas Wid berkata lagi. “Saya ingin menjadi guru karena saya senang mengajar. Saya suka sekali memberitahukan apa yang saya ketahui kepada orang lain.” (hlm. 46).

Dalam novel Jalan Bandungan juga digambarkan bahwa Muryati adalah anak yang penurut dan patuh pada orang tua. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:

(8) “Tanpa ragu-ragu, aku berkata, “Baiklah Aku serahkan keputusan menerima atau tidak lamaran ini kepada Bapak dan Ibu. Kalau menurut Bapak dan Ibu, Mas Wid cocok menjadi suamiku, aku patuh....” (hlm.52).

(9) “Apakah selama ini Bapak dan Ibu mendidikmu demikian? Membuntuti orang lain tanpa mempunyai pendapatmu sendiri?” ayahku ganti bertanya. “Tidak,” sahutku. Dan memang orangtua kami mendidik aku dan adik-adikku agar mandiri,mampu mempertahankan pendapat masing-masing meskipun menerima pikiran dan gagasan orang lain. Namun selama ini kami masih muda dan hidup di bawah naungan orangtua, kami harus taat dan patuh pada peraturan orang tua.” (hlm. 65).

Dijelaskan juga bahwa Mur adalah anak yang cerdas dan berprestasi. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:

(11) “....Hari itu aku juga mendapatkan kepuasan: seorang dari profesorku mengatakan bahwa kertasku excellent.... Masa belajarku di negeri itu telah usai. Aku akan membawa kertas buktinya yang bercatatan bagus sekali untuk institut almamaterku....” (hlm. 286).

Muryati juga digambarkan sebagai seorang wanita yang kuat, tegar dan tangguh dalam menghadapi lika-liku kehidupan ketika Widodo difonis dipenjara karena bersekutu dengan komunis. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:

(12) “... Sekarang yang hendak kutanyakan ialah menurut Mas Wid, bagaimana aku harus menghidupi anak-anak dan diriku. Apakah mas Wid Masih melarang aku kembali mengajar? Seandainya Mas Wid melarang pun, aku tetap harus berbuat sesuatu supaya kami tetap hidup. Sedangkan pekerjaanku adalah guru. Aku akan mencari sekolah yang mau menerimaku. Tentu tidak akan mudah, karena sekarang orang tahu bahwa aku istri laki-laki yang terlibat dalam kericuhan politik”. (hlm. 121).

(13) “Ku tambahkan dengan suara lebih tenang, “Anda tidak bisa membayangkan bahwa yang sesungguhnya bukanlah hanya makanan yang menjadi satu-satunya masalah bagi saya, bagi istri-istri seperti saya. Siksaan berat kami juga berupa tekanan batin yang sangat menyakitkan. Anak-anak dan saudara-saudara saya, bahkan Ibu pun terlibat pula. Menjadi lingkungan terdekat tahanan Pulau Buru selalu dijauhi orang. Seolah-olah kami mengidap penyakit menular. Harus dihindari. Kalau tidak karena pertolongan orang-orang tertentu, mana mungkin saya berhasil mendapatkan kesempatan seperti yang saya punya sekarang!....” (hlm.267).

Metode penokohan atau pelukisan Muryati yang digunakan pengarang dalam novel Jalan Bandungan sebagian besar menggunakan metode diskursif. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:

(14) “....Kulitku menjadi semakin kering. Dengan warna coklat yang kumiliki, bagian kaki serta tangan selalu tampak bergurat putih-putih dan berkeriput.Itu mengesankan ketuaan dan kotor....” (hlm.236) (15) “....Kamu anak cerdas. Boleh dikatakan ijazah sudah di depanmu.

Kamu tinggal mengulurkan tangan dan melangkah setapak....” (hlm. 90)

2. Tokoh Antagonis dan Penokohan

Tokoh Widodo merupakan tokoh antagonis (lawan) dari tokoh protagonis. Tokoh Widodo berperan sebagai penyebab awal permasalahan. Widodo digambarkan sebagai anak sulung dari empat berasudara. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:

(16) “Oh, iya? Di Klaten? Apakah bisa mendapat kabar dari sana? Sejak kapan Nak Wid meninggalkan rumah?” Ibu masih bertanya.

“Adiknya berapa? “ Bapak turut menyambung.

“Empat, Pak. Saya sudah lama pergi dari rumah. Beritanya, hidup di pedalaman lebih baik. Apalagi orang tua saya petani.”

“Nak Wid anak yang sulung?”

“Ya, Bu. Kami lima laki-laki semua....” (hlm. 39)

Widodo juga digambarkan berumur dua puluh liam tahun. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:

(17) “....Setelah lamaran itu datang, kami baru mengetahui bahwa umur Mas Wid dua puluh lima tahun....” (hlm. 53).

(18) “.... Kalau dia sudah mengira bahwa sesuatu itu betul, dia akan berkeras kepala meneguhinya....” (hlm.74)

(19) “Belum menjadi istrinya saja dia sudah mau mendiktekan keinginannya. Nanti bagaimana nasibku kalau sudah kawin?!” (hlm. 69). Selain itu, tokoh Widodo juga mempunyai sifat yang tidak bertanggung jawab, Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:

(20) “....Kita kawin hampir lima tahun, Mas Wid. Kok selama ini amplop yang diberikan kepadaku tidak juga ada tambahannya....Mas Wid sendiri tidak mau menolong seperti tetangga-tetangga lelaki lainya itu. Mereka sore hari mau mengangkuti air untuk rumah mereka masing....” (hlm.102-103).

(21) “Jadi Mas Wid tidak malu ibuku selalu memberi bermacam-macam bahan makanan, dan sekarang gaji tukang cuci? Mas Wid betul-betul mau menerima lagi pemberian mertua, janda yang dulu hampir Mas Wid suruh berhenti sebagai pedagang kecil?” (hlm. 105).

Adapun akibat yang ditimbulkan akibat sifat kesewenang-wenangannya. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:

(22) Maka dengan kebiasaan baru yang berupa kedatangan Widodo pagi, siang, dan petang tanpa mengikuti tatacara bertamu yang sopan,

pembantu- pembantu kami bertambah pekerjaan.” (hlm. 371).

(23) “Seperti yang telah kukatirkan, lima bulan setelah kedatangan Widodo, anakku tidak naik kelas. Kalau ini dianggap sebagai

akibat, ya itulah akibat yang ditanggung Seto....” (hlm. 372).

Metode penokohan atau pelukisan Widodo yang digunakan pengarang dalam novel Jalan Bandungan sebagian besar menggunakan metode diskursif. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:

(24) “....Setelah lamaran itu datang, kami baru mengetahui bahwa umur Mas Wid dua puluh lima tahun...” (hlm.53)

(26) “....Adik-adikku termasuk sering datang menengokku. Kata-kata ini benarlah demikian, karena mereka hanya nyaman berbicara dengan aku, bahkan dengan Simbok. Mas Wid bersikap menyendiri. Gurau dan kelakar yang dulu terdengar di saat-saat mereka bersama, tidak terjadi lagi sejak aku kawin....” (hlm. 109).

b. Tokoh Tambahan dan Penokohan

Dalam novel Jalan Bandungan selain terdapat tokoh antagonis dan tokoh protagonis juga terdapat tokoh bawahan, tokoh bawahan ini kemunculannya cenderung hanya sebagai penguat cerita.

1. Ibu Muryati

Ibu Muryati adalah tokoh bawahan yang digambarkan memiliki sifat berani dan gigih. Dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:

(27) “....Ibu tidak begitu. Apapun yang terjadi, rumahnya yang terjadi, rumahnya selalu terbuka untuk menjadi pelindung anaknya. Walaupun tampakny

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini berhubungan dengan masalah-masalah wanita, budaya patriarkhi dan perjuangan keadilan gender seperti yang diungkapkan oleh Nh. Dini dalam ke lima

Penelitian ini mengkaji unsur intrinsik cerpen “Mestikah Kuiris Telingaku Seperti Van Gogh?” karya Seno Gumira Ajidarma serta implementasinya sebagai bahan pembelajaran sastra

Kutipan di atas juga menjelaskan bahwa ada seorang perempuan yang rela menjadi gundik iparnya karena dia merasakan begitu kerasnya hidup didunia ini. Dengan menjadikan

Dengan adanya metode inkuiri siswa dapat mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, tema dan amanat yang terdapat dalam novel Pertemuan Dua Hati karya Nh..

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan unsur intrinsik yang terdapat dalam novel Jepun Negerinya Hiroko yang terdiri dari tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, sudut

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) unsur intrinsik novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa; (2) nilai budaya dalam novel Sinden karya

Berdasarkan teori di atas penelitian ini menggunakan novel sebagai objek penelitian guna mengkaji wujud pendidikan karakter berbasis moral dalam novel Ayahku

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) Unsur struktural yang membangun novel Gedhong Setan karya Suparto Brata, baik unsur intrinsik dan unsur