MASALAH KEMISKINAN DALAM NOVEL 9 SUMMERS 10 AUTUMNS: DARI KOTA APEL KE THE BIG APPLE KARYA IWAN SETYAWAN: SUATU TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA
DALAM MATERI PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA KELAS XI, SEMESTER 1
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Disusun oleh:
Elisabeth Setiyaningsih
091224021
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
DARI KOTA APEL KE THE BIG APPLE KARYA IWAN SETYAWAN: SUATU TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA
DALAM MATERI PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA KELAS XI, SEMESTER 1
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Disusun oleh :
Elisabeth Setiyaningsih
091224021
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk:
Tuhan Yesus Kristus atas semua untaian berkat dalam hidupku.
Ibuku, Christiana Ngatinem untuk doa, kasih sayang, dan semangat dalam hidupku.
Bapakku, Alm. Yohanes Supono untuk nasihat dan inspirasi hidup yang tak pernah padam.
Saudara-saudariku yang selalu mendukung dan memberi semangat: Yusuf Setiyono, Veronika Setiyani , dan Paulus
v
MOTTO
Dalam setiap ujian hidup pasti ada pelajaran berharga. Tetaplah berdoa, berusaha, dan bersyukur.
(Penulis)
Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan
Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia.
viii
ABSTRAK
Setiyaningsih, Elisabeth. 2013. Masalah Kemiskinan dalam Novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple Karya Iwan Setyawan: Suatu Tinjauan Sosiologi Sastra dan Implementasinya dalam Materi Pembelajaran Sastra Di SMA Kelas XI, Semester 1. Skripsi. Yogyakarta: PBSID, FKIP, Universitas Sanata Dharma
Novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple adalah novel yang terinspirasi kisah nyata kehidupan sang pengarang. Novel ini menceritakan perjuangan lima anak seorang tukang sopir angkot dalam memperoleh pendidikan di saat keluarga mereka mengalami masalah ekonomi.
Penelitian ini mengkaji masalah kemiskinan yang terkandung dalam novel 9
Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan dan
implementasinya dalam materi pembelajaran sastra di SMA Kelas XI, Semester 1. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Sosiologi Sastra. Jenis penelitian adalah penilitian kepustakaan dengan metode diskriptif analisis. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik simak dan teknik catat. Adapun langkah konkret yang akan ditempuh peneliti sebagai berikut:
Pertama, menentukan novel yang akan dijadikan obyek, yaitu novel 9 Summers 10
Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan. Kedua,
melakukan studi pustaka. Ketiga, mengidentifikasi struktur pembentuk novel (tokoh, latar, alur, tema, dan bahasa) dengan menggunakan pendekatan struktural.
Keempat, mendeskripsikan novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The
Big Apple dengan tinjauan Sosiologi Sastra menurut pendekatan Damono. Kelima,
menghubungkan antara struktur pembentuk novel dan deskripsi masalah kemiskinan yang terkandung dalam novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel
ke The Big Apple. Keenam, mengimplementasikan dalam bentuk silabus dan
Rencana Pelaksanaan pembelajaran (RPP) SMA kelas XI, semester 1. Ketujuh,
menarik kesimpulan. Kedelapan, menyajikan dalam bentuk laporan.
Analisis permasalahan sosial dalam novel 9 Summers 10 Autumns: Dari
Kota Apel ke The Big Apple fokus pada masalah kemiskinan karena permasalahan
ini merupakan masalah utama yang terkandung dalam novel tersebut. Adapun masalah kemiskinan ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti: faktor individual, faktor keluarga, faktor sub-budaya, dan faktor struktur sosial. Dampak dari masalah kemiskinan tersebut bagi para tokoh terlihat adanya kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan primer (pangan, papan, dan sandang), kebutuhan pendidikan, dan kebutuhan dalam bersosialisasi.
Berdasarkan aspek psikologis, aspek lingkungan, aspek taraf kemampuan, dan aspek bakat siswa, analisis terhadap novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota
Apel ke The Big Apple dapat diimplementasikan dalam materi pembelajaran sastra
ix
Setiyaningsih, Elisabeth. 2013. The Poverty Problems in 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple Novel by Iwan Setyawan: A Sociology Literature Overview and Implementation on The Literature Learning in The Eleventh Grade of Senior High School, Semester I. Skripsi. Yogyakarta: PBSID, FKIP, Universitas Sanata Dharma
Novel of 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple is inspired by the writer’s life. This novel tells about the effort five of bus driver’s Children to get education when their family was getting the economy problem.
This research examined poverty problems in the novel 9 Summers 10
Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple by Iwan Setyawan andimplementation
on the literature learning in the eleventh grade of Senior High School, at first semester. The approach used in this research was a literature sociology approach. The type of research is documentation study research with analysis descriptive method. The data collection was obtained by using two techniques which refer to reading technique and note technique. The concrete steps that researcher through to doing her research: first, the researcher determined novel which would be the object of the research, it is novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big
Apple byIwan Setyawan. Second, the researcher conducted a literature view. Third,
identified the characters, setting, plot, theme, and language by used structural approach. Fourth, the researcher described the novel 9Summers 10 Autumns: Dari
Kota Apel ke The Big Apple using Damono’s sociology literature approach. Fifth,
the researcher connected the novel structure with the description of poverty problems in the novel. Sixth, the researcher implemented the research finding in syllabus and lesson plan. Seventh, the researcher made her research conclusion. At last, the researcher presented her research in the form of report.
The social problem analysis in novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota
Apel ke The Big Apple focus in the poverty problem because poverty problem is the
main problem in the novel. The factors caused the poverty problem are: the individual factor, the family factor, the culture factor, and the social structure factor. The problem effect are the characters difficult to sufficient the primary requirement, education, and society requirement.
Based on psychological aspect, environmental aspect, ability level, and the talent of the student, it can be concluded that the analysis of 9 Summers 10
Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple especially on its poverty problem can be
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan berkah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul Masalah Kemiskinan Dalam Novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel Ke The Big Apple Karya Iwan Setyawan: Suatu Tinjauan Sosiologi Sastra dan Implementasinya dalam Materi Pembelajaran Sastra di SMA Kelas XI, Semester 1.
Penulis menyusun skripsi ini dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
meraih gelar Sarjana Pendidikan.
Penulis banyak mendapatkan bimbingan, arahan, saran, dan dukungan dari
berbagai pihak selama penyusunan skripsi ini. Sebagai wujud syukur atas
terselesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sanata Dharma.
2. Caecilia Tutyanti, S.Pd., M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa
dan Seni, Universitas Sanata Dharma.
3. Ibu Dr. Yuliana Setiyaningsih, selaku Ketua Program Studi PBSI yang telah
memberikan motivasi dan bantuan bagi penulis selama menempuh studi di
PBSI.
4. Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum., selaku Wakil Ketua Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
5. Bapak Setya Tri Nugraha, S. Pd., M. Pd., selaku Dosen Pembimbing I yang
telah banyak memberikan pengarahan, petunjuk, dan saran yang sangat
bermanfaat dalam terselesaikannya skripsi ini.
6. Bapak Drs. B. Rahmanto, M. Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang
dengan sabar memberikan bimbingan dan saran hingga terselesaikannya
skripsi ini.
7. Seluruh Dosen PBSI dan semua dosen MKK dan MKDK yang dengan tulus
mendidik dan membimbing penulis dari awal hingga akhir perkuliahan.
8. Staf sekretariat PBSI, seluruh staf Dekanat, staf Perpustakaan, dan staf BAA
xii
2.1 Penelitian yang Relevan……… 12
2.2 Kajian Teori………... 15
2.2.1 Struktur Karya Sastra……….. 15
2.2.1.1 Tokoh dan Penokohan……… 17
2.2.1.2 Latar……….. 23
xiii
………
2.2.1.5 Bahasa………. 30
2.2.2 Sosiologi Sastra………... 31
2.2.3 Permasalahan Sosial……… 33
2.2.4 Pembelajaran Sastra di Sekolah Menengah Atas (SMA)……… 37
2. 2.4.1 Silabus……… 39
2. 2.4.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)……… 43
2. 2.4.3 Materi Pembelajaran Sastra……… 44
BAB III METODOLOGI PENELITIAN……… 48
3. 1 Jenis Penelitian………. 48
3. 2 Metode Penelitian………. 48
3. 3 Teknik Pengumpulan Data………... 49
3. 4 Instrumen Penelitian………. 50
3.5 Teknik Analisis Data………. 51
3.6 Sumber Data……….. 51
BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN………... 52
4.1 Analisis Tokoh dan Penokohan, latar, Alur, Tema, dan Bahasa dalam Novel 9 Summers10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple……….. 52
4.2.1 Faktor Penyebab Kemiskinan……….. 114
4.2.1.1 Faktor Individu………. 114
4.2.1.2 Faktor Sub-Budaya……… 115
4.2.1.3 Faktor Struktural Sosial………. 115
4.2.1.4 Faktor Keluarga……… 116
xiv
4.3 Hubungan antara Tokoh dan Penokohan, Latar, Alur, Tema,
dan Bahasa dengan Masalah Kemiskinan
dalam Novel 9 Summers10 Autumns: Dari Kota Apel
ke The Big AppleKarya Iwan Setyawan………... 120
4.3.1 Hubungan Tokoh dan Penokohan dengan Masalah Kemiskinan.. 120
4.3.2 Hubungan Latar dengan Masalah Kemiskinan……… 121
4.3.3 Hubungan Alur dengan Masalah Kemiskinan………. 122
4.3.4 Hubungan Tema dengan Masalah Kemiskinan……… 122
4.3.5 Hubungan Bahasa dengan Masalah Kemiskinan………... 123
BAB V IMPLEMENTASI HASIL ANALISIS NOVEL 9 SUMMERS 10 AUTUMNS: DARI KOTA APEL KE THE BIG APPLE KARYA IWAN SETYAWAN DALAM MATERI PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA KELAS XI, SEMESTER 1……….. 125
5. 1 Gambaran Ringkas Hasil Analisis……… 125
5.2 Potensi novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke the Big Apple Karya Iwan Setyawan sebagai Pembelajaran Sastra di SMA………. 127
5.3 Model Pemanfaatan novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke the Big Apple Karya Iwan Setyawan sebagai Pembelajaran Sastra di SMA………. 134
BAB VI PENUTUP……….. 181
6. 1 Kesimpulan……….. 181
6. 2 Implikasi………... 183
6.3 Saran………. 184
DAFTAR PUSTAKA………... 185
LAMPIRAN……….. 188
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple adalah novel
pertama karya Iwan Setyawan. Novel ini pernah menjadi novel national Best
Seller dan mendapatkan penghargaan sebagai Buku Fiksi Terbaik Jakarta Book
Award 2011 IKAPI DKI Jakarta. Penghargaan tersebut layak dianugrahkan pada
novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple karena banyak
nilai-nilai kehidupan yang terkandung didalamnya. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat Sudjiman (1988:15) yang mengemukakan bahwa karya sastra yang baik
juga membekali kita dengan sesuatu yang bermanfaat bagi hidup kita selanjutnya.
Novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple adalah novel
yang terinspirasi dari kisah nyata sang pengarang. Novel ini menceritakan
kehidupan seorang anak tukang sopir angkot dari Kota Batu yang bernama Iwan
Setyawan. Ia sukses menjadi Direktur di salah satu perusahaan besar di New
York, Amerika Serikat. Mata pencaharian sang ayah sebagai sopir angkot dan
ibunya sebagai ibu rumah tangga telah membuat Iwan dan saudara-saudaranya
harus menjalani masa kecil dengan bersikap nrimo terhadap segala keterbatasan
pemenuhan kebutuhan keluarga mereka. Masa muda Iwan dan keempat
saudaranya lebih sering dihabiskan di rumah untuk belajar dan membantu orang
tua karena keterbatasan ekonomi keluarga turut membatasi sosialisasi dengan
2
yang membanggakan di sekolah. Iwan dan saudara-saudaranya mampu diterima di
perguruan tinggi negeri berkat prestasi akademik yang mereka capai. Pada
akhirnya, mereka menjadi orang-orang sukses dan merentaskan keluarga mereka
dari kemiskinan.
Masalah kemiskinan dalam novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke
The Big Apple yang terjadi pada keluarga Iwan karena beberapa hal. Pertama,
keluarga mereka berasal dari kalangan menengah ke bawah. Kedua, tradisi
“mangan ora mangan sing penting kumpul” membuat kakek-nenek Iwan tidak
dapat keluar kota menemukan pekerjaan yang lebih baik, sedangkan di Kota Batu
tidak banyak pekerjaan yang menjanjikan pendapatan layak. Ketiga, keluarga
Iwan berasal dari keluarga yang berpendidikan rendah sehingga bapak dan semua
saudara laki-laki ibunya hanya memiliki keterampilan terbatas, yaitu menjadi
sopir angkot.
Masalah kemiskinan biasanya menjadi hambatan bagi seseorang untuk hidup
maju namun cerita dalam novel ini adalah bukti nyata dari sang pengarang dalam
menyikapi kemiskinan menjadi semangat untuk mengejar kesuksesan melalui
pendidikan. Iwan dan saudara-saudaranya mampu mengubah garis hidup
keluarganya menjadi lebih baik karena keberhasilan mereka di dunia pendidikan.
Hal ini semakin memperlihatkan fungsi pendidikan tidak hanya mencerdaskan
namun juga mampu menjadi akses terjadinya mobilitas sosial yang positif dalam
kelas sosial di masyarakat. Gambaran tersebut terdapat dalam kutipan teks novel 9
Summers 10 Autumns: dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan
Perjuangan keluargaku bagaikan sesuatu yang tak mungkin dilakukan. Seorang sopir truk dengan dua anak kuliah, di Bogor dan di Malang, dua anak lagi masih di SMA dan SMP! Gelombang semakin besar, tapi pelayaran kami tak berhenti. Kami terus maju, kami terus memberanikan diri, karena berdiam hanya menunggu badai.
(9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple, hlm. 99).
Barusan aku dipromosikan menjadi Senior Manager, Operations Nielsen Consumer Research New York! Nggak menyangka sama sekali, setelah lima tahun di New York, dengan berbekal ijazah lokal, aku bisa meraih posisi ini. Siapa sangka, anak sopir bisa hidup di New York dan mendapatkan penghargaan seperti ini. Ini lebih dari mimpiku.
(9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple, hlm. 113).
Kesuksesan novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple
di Indonesia membuat novel ini diterjemahkan ke dalam versi Bahasa Inggris
untuk memperluas pemasarannya. Selain itu, cerita dari novel 9 Summers 10
Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple juga diangkat ke film dengan judul 9
Summer 10 Autumns. Rasa sayang pada ibunya dan Kota Batu tidak cukup
diceritakan oleh Iwan Setyawan di novel 9 Summers10 Autumns: Dari Kota Apel
ke The Big Apple sehingga ia kembali mengeluarkan novel yang berjudul Ibuk dan
Melankoli Kota Batu yang merupakan buku kumpulan fotografi dan narasi puitis.
Novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple menarik
untuk diteliti karena beberapa hal. Pertama, kisah novel ini sangat inspiratif dan
penuh dengan nilai-nilai kehidupan yang dapat diteladani. Kedua, novel ini
terinspirasi kisah nyata dari sang pengarang sehingga banyak pelajaran hidup
yang terkandung dalam novel ini relevan untuk diterapkan dalam kehidupan kita.
Ketiga, Iwan Setyawan sebagai pengarang sangat detail dalam mendeskripsikan
tokoh, tempat, dan setiap peristiwa yang terjadi didalam novel ini dengan bahasa
4
Hillway dalam Nasir (1988:13) mengungkapkan bahwa penelitian adalah
suatu metode studi yang dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang hati-hati
dan sempurna terhadap suatu masalah, sehingga diperoleh pemecahan yang tepat
terhadap masalah tersebut. Melakukan penelitian karya sastra dibutuhkan metode
penelitian yang tepat agar menghasilkan telaah karya sastra yang benar.
Penelitian akan dilakukan dengan mengunakan pendekatan Sosiologi Sastra.
Pendekatan sosiologi sastra dilatarbelakangi oleh fakta bahwa keberadaan karya
sastra tidak dapat terlepas dari realitas sosial yang tejadi dalam masyarakat.
Sebagai salah satu pendekatan dalam kritik sastra, sosiologi sastra dapat mengacu
pada cara memahami dan menilai sastra yang mempertimbangkan segi-segi
kemasyarakatan (sosial) (Wiyatmi, 2006:98). Karya sastra diciptakan oleh
pengarang dan pengarang adalah bagian dari masyarakat sehingga dapat
disimpulkan bahwa karya sastra adalah ungkapan perasaan masyarakat. Di antara
genre utama karya sastra, yaitu puisi, prosa dan drama, genre prosalah, khususnya
novel, yang dianggap paling dominan dalam menampilkan unsur-unsur sosial.
Alasan yang dapat dikemukakan, diantaranya: a) novel menampilkan unsur-unsur
cerita yang paling lengkap, memiliki media yang paling luas, menyajikan
masalah-masalah kemasyarakatan yang paling luas, b) bahasa novel cenderung
merupakan bahasa sehari-hari, bahasa yang paling umum digunakan dalam
masyarakat (Ratna, 2004:335-336). Oleh karena itulah, dikatakan bahwa novel
merupakan genre yang paling sosiologis dan responsif sebab sangat peka terhadap
untuk memasukkan hampir seluruh aspek kehidupan manusia menjadikan karya
sastra sangat dekat dengan aspirasi masyarakat (Ratna, 2004).
Pendekatan sosiologi sastra dipilih untuk menjabarkan pengaruh masyarakat
terhadap sastra dan kedudukan sastra dalam masyarakat. Penulis tertarik
menganalisis permasalahan sosial khususnya mengenai masalah kemiskinan yang
terkandung dalam cerita novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The
Big Apple karya Iwan Setyawan.
Selain menganalisis masalah-masalah kemiskinan yang terkandung dalam
novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple, Penulis juga
akan menganalisis tokoh, latar, alur, tema, dan bahasa dalam novel tersebut.
Sebagai calon guru, penulis akan berusaha mengimplementasikan hasil pengkajian
novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan
Setyawan ini dalam materi pembelajaran sastra di SMA kelas XI, semester 1.
Alasan peneliti ingin mengimplementasikan hasil penelitian ini dalam materi
pembelajaran sastra di SMA kelas XI semester 1 karena hasil penelitian ini sesuai
jika digunakan dalam materi pembelajaran sastra dengan Standar Kompetensi di
SMA kelas XI semester 1, yaitu memahami berbagai hikayat, novel
Indonesia/novel terjemahan. Kompetensi Dasar : menganalisis unsur-unsur
intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan. Selain itu cerita novel 9
Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple juga mengandung
nilai-nilai karakter yang sedang digalakkan pada setiap materi pembelajaran Bahasa
Indonesia di SMA, seperti nilai: religius, kerja keras, disiplin, mandiri,
6
Dari Kota Apel ke The Big Apple juga menyajikan peristiwa-peristiwa ringan yang
umum dialami keluarga menengah ke bawah di Indonesia sehingga siswa akan
mudah memahami isi cerita novel ini.
Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa novel 9 Summers
10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan akan
dianalisis dengan menggunaan pendekatan sosiologi sastra. Analisis ini bertujuan
untuk mendeskripsikan masalah kemiskinan yang terkandung dalam novel 9
Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan.
Hasil deskripsi ini akan diimplementasikan dalam materi pembelajaran satra di
SMA kelas XI semester 1.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang ada dalam latar belakang, maka disusun rumusan
masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana tokoh, penokohan, latar, alur, tema, dan bahasa dalam novel 9
Summers 10 Autumns : Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan
Setyawan?
2. Apa sajakah masalah kemiskinan yang terkandung dalam novel 9 Summers
10 Auntumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan?
3. Bagaimana implementasi dari hasil analisis sosiologi sastra novel 9
Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple untuk materi pada
1.3Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan-permasalahan yang dirumuskan di atas, maka
penelitian ini bertujuan sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan tokoh, penokohan, latar, alur, tema, dan bahasa dalam
novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple karya
Iwan Setyawan.
2. Mendeskripsikan masalah kemiskinan yang terkandung dalam novel 9
Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan
Setyawan.
3. Mendeskripsikan implementasi dari hasil analisis sosiologi sastra novel 9
Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan
Setyawan untuk materi pada pembelajaran sastra di kelas XI semester 1.
1.4Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
a. Mengembangkan ilmu pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di
sekolah, khususnya memberikan sumbangan indikator-indikator yang
sesuai dengan standar kompetensi membaca memahami buku biografi,
novel, dan hikayat yang telah ada dalam silabus pelajaran bahasa
Indonesia kelas XI, semester 1.
b. Memberikan pandangan pemikiran berupa teori atau konsep dalam
bidang Bahasa dan Sastra Indonesia, khususnya mengenai kajian
sosiologi sastra novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The
8
2. Manfaat Praktis
a. Memberi jawaban terhadap permasalahan yang diteliti.
b. Penelitian ini bermanfaat meningkatkan apresiasi sastra Indonesia
bagi masyarakat.
1.5 Batasan Istilah
Di bawah ini terdapat beberapa batasan istilah yang memudahkan
pembaca dalam memahami penelitian ini. Batasan-batasan istilah tersebut berikut.
1. Tokoh: Individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di dalam
berbagai peristiwa dalam cerita (Sudjiman, 1990:79).
2. Penokohan: Penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh (Sudjiman,
1990: 23).
3. Latar: Landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu,
dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang
diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2007:216).
4. Alur: Struktur peristiwa-peristiwa, yaitu sebagaimana yang terlihat dalam
pengurutan dan penyajian berbagai peristiwa tersebut untuk mencapai efek
emosional dan efek artistik tertentu (Abrams dalam Nurgiyantoro,
2007:113).
5. Tema: Gagasan dasar umum yang menopang sebuahkarya sastra dan yang
terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut
persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan (Hartoko& Rahmanto
6. Bahasa : Sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota
suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi
diri (Depdiknas, 2008:116).
7. Kemiskinan: Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang
tidak sanggup memelihara dirinya sendiri dengan taraf kehidupan kelompok
dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam
kelompok itu (Soekanto, 2002: 365).
8. Sosiologi sastra: Pemahaman terhadap karya sastra dengan
mempertimbangkan aspek-aspek kemasyarakatannya (Ratna, 2003:2).
9. Pembelajaran sastra: Pengajaran sastra dapat membantu pendidikan secara
utuh apabila cakupannya meliputi 4 manfaat, yaitu: membantu keterampilan
berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan
rasa, dan menjunjung pembentukan watak (Rahmanto, 1988: 16).
10. Materi pembelajaran sastra: Bahan yang disusun secara sistematis untuk
digunakan dalam pembelajaran sastra yang menampilkan
kompetensi-kompetensi yang harus dikuasai siswa.
11. Silabus: Suatu produk pengembangan kurikulum berupa penjabaran lebih
lanjut dari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ingin dicapai, dan
pokok-pokok serta uraian materi yang perlu dipelajarari siswa dalam rangka
pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar (Muslich, 2007:23).
12. RPP: Rancangan pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan diterapkan
10
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah 1) struktur yang membangun novel 9
Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan
yang meliputi tokoh, penokohan, latar, alur, tema, dan bahasa, 2) masalah
kemiskinan yang terkandung dalam novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota
Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan, 3) implementasi masalah
kemiskinan dari novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple
karya Iwan Setyawan dalam materi pembelajaran sastra Indonesia di SMA kelas
XI, semester1.
1.7 Sistematika Penyajian
Sistematika penyajian yang dijabarkan dalam skripsi ini terdiri dari enam
bab. Bab I merupakan pendahuluan. Bab ini memaparkan latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika
penyajian. Bab II merupakan landasan teori. Bab ini memaparkan tentang
penelitian yang relevan dan landasan teori tentang struktur karya sastra, tokoh,
tema, penokohan, latar, bahasa, sosiologi sastra, permasalahan sosial, silabus,
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan pembelajaran sastra di kelas XI
semester 1. Bab III merupakan metodologi penelitian. Bab ini memaparkan jenis
penelitian, pendekatan penelitian, metode penelitian, teknik pengumpulan data,
dan sumber data. Bab IV merupakan hasil penelitian dan pembahasan. Bab ini
memaparkan tokoh, penokohan, latar, tema, bahasa, dan masalah kemiskinan yang
terkandung dalam novel 9 Summers 10 Autumns : Dari Kota Apel ke The Big
10 Autumns : Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan dalam
pembelajaran sastra kelas XI semester 1. Bab VI merupakan penutup. Bab ini
12
BAB II
LANDASAN TEORI
2. 1Penelitianyang Relevan
Berdasarkan permasalahan yang diteliti, peneliti menemukan beberapa
penelitian serupa yang berhubungan dengan topik penelitian. Penelitian pertama,
penelitian dari Laurentia Erika Hartantri (2011) dengan judul Aspek Sosial Dalam
Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan
Implementasinya Dalam Pembelajaran Sastra Di SMA Kelas XII Semester 2.
Penelitian ini mendeskripsikan aspek sosial dalam novel Laskar Pelangi karya
Andrea Hirata berkaitan dengan permasalahan sosial yang dihadapi para tokoh
dalam novel tersebut. Aspek sosial yang dibahas dalam penelitian ini terdiri dari
tiga aspek, yaitu permasalahan lingkungan hidup, kemiskinan, dan kesenjangan
sosial. Persamaan penelitian ini dengan penelitian peneliti terdapat dalam fokus
masalah yang akan diteliti yaitu masalah sosial namun penelitian peneliti lebih
spesifik meneliti masalah kemiskinan dalam novel ini. Persamaan lainnya terdapat
pada analisis yang digunakan yaitu sosiologi sastra. Perbedaan yang terdapat
dalam penelitian ini dengan penelitian peneliti adalah objek penelitian. Objek
penelitian Laurentia Erika Hartantri (2011) ini yaitu novel Laskar Pelangi karya
Andrea Hirata sedangkan penelitian peneliti adalah novel 9 Summers 10 Autumns
: Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan.
Penelitian terdahulu yang relevan kedua adalah penelitian dari Achmad
Apple: Studi Semiotika Terhadap Ilustrasi Cover “Dari Kota Apel ke The Big
Apple” Pada Cover Novel 9 Summers 10 Autumns. Penelitian ini mendeskripsikan
sistem tanda berupa gambar, tulisan, maupun warna pada ilustrasi “Dari Kota Apel ke The Big Apple” yang terdapat pada cover novel 9 Summers 10 Autumns
yang diinterpretasikan baik secara denotative maupun konotatif, sesuai dengan
kerangka referensi yang diperoleh peneliti melalui interaksi sosial, pengetahuan,
maupun sebagai penggunaan tanda dari kelompok masyarakat atau budaya
tertentu. Penelitian Achmad Chudori (2012) ini menggunakan metode semiotika
Charles Sanders Pierce yang menekankan pada objek tanda yang dibagi kedalam
ikon, indeks, dan simbol. Interpretasi tersebut mampu mengungkapkan muatan
pesan yang terdapat pada ilustrasi “ Dari Kota Apel ke The Big Apple” yang terdapat pada cover novel 9 Summers 10 Autumns. Persamaan penelitian Achmad
Chudori (2012) ini dengan penelitian peneliti adalah objek penelitian berasal dari
novel 9 Summers 10 Autumns : Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan
Setyawan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian peneliti adalah analisis
penelitian dan fokus penelitian. Penelitian ini menganalisis aspek semiotika pada
cover novel 9 Summers 10 Autumns : Dari Kota Apel ke The Big Apple karya
Iwan Setyawan, sedangkan penelitian peneliti menganalisis sosiologi sastra yang
terkandung dalam novel 9 Summers 10 Autumns : Dari Kota Apel ke The Big
Apple karya Iwan Setyawan. Fokus penelitian Achmad Chudori (2012) ini adalah
pemaknaan ilustrasi “ Dari Kota Apel ke The Big Apple “ pada cover novel 9
Summers 10 Autumns. Penelitian peneliti fokus pada masalah kemiskinan yang
14
Apple karya Iwan Setyawan dan implemantasinya dalam materi pembelajaran
sastra kelas XI semester 1.
Penelitian ketiga yang relevan adalah penelitian yang terdapat dalam
http://agztncy.wordpress.com/2012/01/24/analisis-unsur-intrinsik-novel-9-
summer-10-autumns-dari-kota-apel-ke-the-big-apple-karya-iwan-setyawan-dan-
usulan-pembelajaran-dengan-menggunakan-model-sinektik-pada-siswa-kelas-ix-smp/ dengan judul Analisis Unsur Intrinsik Novel 9 Summer 10 Autumns Dari
Kota Apel Ke The Big Apple Karya Iwan Setyawan Dan Usulan Pembelajaran
Dengan Menggunakan Model Sinektik Pada Siswa Kelas IX SMP. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui unsur-unsur intrinsik dari novel 9 Summers 10
Autumns : Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan dan upaya
mencari alternatif bahan ajar yang layak sebagai apresiasi sastra di sekolah dengan
menggunakan model sinektik pada siswa kelas IX SMP. Metode sinektik adalah
metode yang berorientasi pada pengembangan pribadi dan keunikan individu,
penekanannya pada proses membantu individu dalam membentuk dan
mengorganisasikan realita yang unik. Kelebihan lain dari model ini adalah lebih
banyak memperhatikan kehidupan emosional siswa. Persamaan penelitian ini
dengan penelitian peneliti terdapat pada objek penelitian, yaitu novel 9 Summers
10 Autumns : Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan. Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian peneliti terdapat pada analisis penelitian dan fokus
penelitian. Penelitian ini menganalisis unsur-unsur intrinsik novel 9 Summers 10
Autumns : Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan dan usulan
menganalisis masalah kemiskinan yang terkandung dalam novel 9 Summers 10
Autumns : Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan dan
implementasinya dalam materi pembelajaran sastra di SMA kelas XI, semester 1.
Selain ketiga penelitian di atas, novel 9 Summers 10 Autumns : Dari Kota
Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan pernah dibahas dalam artikel yang
dimuat di internet dengan judul novel '9 Summers 10 Autumns': Anak Sopir
Angkot Jadi Direktur di New York yang membahas tentang isi novel dan
tanggapan sang pengarang terhadap novel tersebut. Novel ini pernah diresensi
oleh Stanley Wijaya dengan alamat situs
http://www.yousaytoo.com/resensi-novel-9-summers-10-autumns/3436566.
2.2Kajian Teori
2.2.1 Struktur Karya Sastra
Karya sastra itu merupakan struktur makna atau struktur yang bermakna.
Hal ini mengingat bahwa karya sastra itu merupakan sistem tanda yang
mempunyai makna yang mempergunakan medium bahasa. Untuk menganalisis
struktur sistem tanda ini perlu adanya kritik struktural untuk memahami makna
tanda-tanda yang terjalin dalam sistem (struktur) tersebut (Pradopo, 2011:141).
Menurut Abrams (dalam Wahyuningtyas & Santoso, 2011:1) Teori struktural
termasuk dalam pendekatan objektif, yaitu pendekatan yang menganggap karya
sastra sebagai “makhluk” yang berdiri sendiri, menganggap bahwa karya sastra bersifat otonom, terlepas dari alam sekitarnya, baik pembaca, bahkan
pengarangnya sendiri. Analisis strukturalisme merupakan prioritas pertama
16
makna yang digali dari karya tersebut tidak dapat ditangkap (Wahyuningtyas &
Santoso, 2011:1). Sejalan dengan teori di atas Teeuw (dalam Pradopo, 2011:141)
juga menyatakan analisis struktural ini merupakan prioritas pertama sebelum yang
lain-lain, tanpa itu kebulatan makna intrinsik yang hanya dapat digali dari karya
sastra sendiri tidak akan tertangkap. Menurut Kurniawan (2012:13) sosiologi
sastra juga mengutamakan analisis struktur karya sastra sebagai bahan
penelaahan. Unsur intrinsik novel perlu dianalisis terlebih dahulu sebelum
menganalisis unsur lainnya. Hal ini perlu dilakukan karena unsur intrinsik adalah
unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri (Nurgiyantoro, 2007:23).
Unsur-unsur ini akan dijumpai saat membaca karya sastra karena kepaduan
unsur-unsur intrinsik yang membuat sebuah novel berwujud. Berdasarkan beberapa
pengertian mengenai struktur karya sastra di atas dapat disimpulkan bahwa
analisis struktur sastra merupakan proses pertama dalam analisis karya sastra yang
harus dilakukan sebelum diterapkannya analisis lain agar terjadi kebulatan makna
intrinsik dari karya sastra tersebut.
Unsur-unsur intrinsik menurut Nurgiyantoro (2007:23) terdiri dari
peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa
atau gaya bahasa. Unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam penelitian ini
terbatas pada tokoh dan penokohan, tema, latar, alur, dan bahasa karena
unsur-unsur intrinsik tersebut yang dibutuhkan peneliti untuk menganalisis masalah
kemiskinan yang terkandung dalam novel 9 Summers 10 Autumns:Dari Kota Apel
2.2.1.1 Tokoh dan Penokohan
Tokoh cerita (character), menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro,
2007:165), adalah orang(-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif,
atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan
kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang
dilakukan dalam tindakan. Sudjiman (1988:16) dalam bukunya Memahami
Cerita Rekaan mengartikan tokoh sebagai individu rekaan yang mengalami
peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Berdasarkan
perbedaan sudut pandang dan tinjauan, seorang tokoh dapat saja dikategorikan
ke dalam tiga jenis (Nurgiyantoro, 2007:176-183). Pertama, berdasarkan tingkat
pentingnya tokoh dalam sebuah cerita. Kedua, berdasarkan fungsi penampilan
tokoh. Ketiga, berdasarkan perwatakannya.
Berdasarkan tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, tokoh
dibedakan menjadi:
a. Tokoh Utama
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel
yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik
sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Menurut Sudjiman
(1988:18) kriteria yang digunakan untuk menentukan tokoh utama bukan
frekuensi kemunculan tokoh itu di dalam cerita, melainkan intensitas
keterlibatan tokoh dalam peristiwa-peristiwa yang membangun cerita. Sejalan
dengan pendapat Sayuti (2000:74) yang mengungkapkan tiga cara untuk
18
dengan makna atau tema. Kedua, tokoh itu yang paling banyak berhubungan
dengan tokoh lain. Kedua, tokoh itu yang paling banyak membutuhkan waktu
penceritaan.
b. Tokoh Tambahan
Tokoh tambahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam cerita
tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk mendukung tokoh utama
(Wahyuningtyas & Santoso, 2011:3).
Berdasarkan fungsi penampilan tokoh, tokoh dibedakan menjadi:
a. Tokoh Protagonis
Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi—yang salah satu jenisnya secara popular disebut hero—tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita (Altenbernd& Lewis dalam
Nurgiyantoro, 2007:178). Menurut Sudjiman (1988:18), tokoh protagonis
selalu menjadi tokoh yang sentral dalam cerita.
b. Tokoh Antagonis
Tokoh antagonis adalah tokoh penyebab terjadinya konflik (Nurgiyantoro,
2007:179). Sudjiman (1988:19) berpendapat bahwa tokoh yang merupakan
penentang utama dari tokoh protagonis disebut antagonis atau tokoh lawan.
Berdasarkan perwatakannya, tokoh cerita dapat dibedakan menjadi:
a. Tokoh Sederhana
Tokoh sederhana dalam bentuknya yang asli, adalah tokoh yang hanya
memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat-watak yang tertentu saja
Cerita Rekaan, Sudjiman (1988) menyebut tokoh sederhana sebagai tokoh
datar. Tokoh datar menurutnya adalah tokoh yang bersifat statis; di dalam
perkembangan lakuan, watak tokoh itu sedikit sekali berubah, bahkan ada
kalanya tidak berubah sama sekali.
b. Tokoh Bulat
Tokoh bulat adalah tokoh yang memiliki dan diungkapkan berbagai
kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya
(Nurgiyantoro, 2007:183). Sejalan dengan pendapat Sudjiman (1988:21),
jika tokoh memiliki lebih dari satu ciri segi watak yang ditampilkan atau
digarap di dalam cerita sehingga tokoh itu dapat dibeda-bedakan dari
tokoh-tokoh yang lain, maka tokoh-tokoh itu disebut tokoh-tokoh bulat atau tokoh-tokoh kompleks.
Peneliti akan membahas jenis tokoh berdasarkan tingkat pentingnya tokoh
dalam sebuah cerita dan berdasarkan fungsi penampilan tokoh. Hal tersebut
dilakukan karena penelitian ini memfokuskan pada analisis masalah kemiskinan
dalam novel 9 Summers 10 Autumns:Dari Kota Apel ke The Big Apple dan kedua
jenis tokoh tersebut sudah cukup membantu peneliti untuk menganalisis masalah
kemiskinan tersebut.
Dalam sub-bab ini juga akan dibahas mengenai penokohan untuk memberi
penjelasan pada jenis tokoh berdasarkan fungsi penampilan tokoh, yaitu tokoh
protagonis dan tokoh antagonis dan untuk membantu peneliti menganalisis
masalah kemiskinan dalam novel 9 Summers 10 Autumns:Dari Kota Apel ke The
Big Apple. Secara garis besar teknik pelukisan tokoh dalam suatu karya—atau
20
berhubungan dengan jati diri tokoh dapat dibedakan ke dalam dua cara atau
teknik, yaitu teknik penjelasan, ekspositori dan teknik dramatik atau istilah
lainnya pelukisan secara langsung dan pelukisan secara tidak langsung
(Nurgiyantoro, 1995). Berikut penjelasan kedua teknik tersebut.
a. Teknik Ekspositori
Teknik pelukisan tokoh ini memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan
secara langsung. Tokoh cerita hadir dan dihadirkan oleh pengarang ke
hadapan pembaca secara tidak berbelit-belit, melainkan begitu saja dan
langsung disertai deskripsi kediriannya, yang mungkin berupa sikap, sifat,
watak, tingkah laku, atau bahkan juga ciri fisiknya. Biasanya hal tersebut
terungkap dalam tahap perkenalan.
b. Teknik Dramatik
Penampilan tokoh cerita, dalam teknik dramatik, artinya mirip dengan yang
ditampilkan pada drama, dilakukan secara tak langsung. Pengarang tidak
mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh.
Pengarang membiarkan para tokoh cerita untuk menunjukkan kediriannya
sendiri melalui berbagai aktivitas yang dilakukan, baik secara verbal lewat
kata maupun nonverbal lewat tindakan atau tingkah laku, dan juga melaui
peristiwa yang terjadi. Wujud penggambaran teknik dramatik dapat
dilakukan dengan sejumlah teknik. Berbagai teknik yang dimaksud sebagian
(1) Teknik Cakapan
Percakapan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh cerita biasanya juga
dimaksudkan untuk menggambarkan sifat-sifat tokoh yang bersangkutan.
Namun tidak semua percakapan mampu mencerminkan kedirian tokoh
hanya percakapan yang baik, efektif, dan fungsional yang mampu
menunjukkan perkembangan plot dan sekaligus mencerminkan sifat
kedirian tokoh.
(2) Teknik Tingkah Laku
Teknik tingkah laku menyaran pada tindakan yang bersifat nonverbal,
fisik. Wujud tindakan dan tingkah laku menunjukkan reaksi, tanggapan,
sifat, dan sikap yang mencerminkan sifat-sifat kediriannya meskipun
tidak semua tingkah laku yang dilakukan tokoh dapat mencerminkan hal
tersebut.
(3) Teknik Pikiran dan Perasaan
Keadaan dan jalan pikiran serta perasaan yang melintas di dalam pikiran
dan perasaan, serta apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh tokoh, dalam
banyak hal akan mencerminkan sifat sifat kedirian tokoh tersebut.
Perbuatan dan kata-kata merupakan wujud konkret tingkah laku pikiran
dan perasaan. Meskipun tidak semua pikiran dan perasaan diwujudkan
secara konret dalam bentuk perbuatan dan kata-kata.
(4) Teknik Arus Kesadaran
Arus kesadaran merupakan sebuah teknik narasi yang berusaha
22
tanggapan indera bercampur dengan kesadaran dan ketidaksadaran
pikiran, perasaan, ingatan, harapan, dan asosiasi-asosiasi acak (Abrams
dalam Nurgiyantoro, 1995:206). Arus kesadaran sering disamakan
dengan interior monologue, monolog batin. Monolog batin, percakapan
yang hanya terjadi dalam diri sendiri, yang umumnya ditampilan dengan
gaya “aku”, berusaha menangkap kehidupan batin, urutan suasana kehidupan batin, pikiran, perasaan, emosi, tanggapan, kenangan, nafsu,
dan sebagainya.
(5) Teknik Reaksi Tokoh
Teknik reaksi tokoh dimaksudkan sebagai reaksi tokoh terhadap suatu
kejadian, masalah, keadaan, kata, dan sikap-tingkah-laku orang lain, dan
sebagainya yang berupa “rangsang” dari luar diri tokoh yang bersangkutan.
(6) Teknik Reaksi Tokoh Lain
Reaksi tokoh(-tokoh) lain dimaksudkan sebagai reaksi yang diberikan
oleh tokoh lain terhadap tokoh utama, atau tokoh yang dipelajari
kediriannya, yang berupa pandangan, pendapat, sikap, komentar, dan
lain-lain. Penilaian kedirian tokoh (utama) diceritakan oleh tokoh-tokoh
cerita yang lain dalam sebuah karya.
(7) Teknik Pelukisan Latar
Suasana latar (tempat) sekitar tokoh sering dipakai untuk melukiskan
kediriannya. Pelukisan suasana latar dapat lebih mengitensifkan sifat
yang lain. Keadaan latar tertentu dapat menimbulkan kesan yang tertentu
di pihak pembaca.
(8) Teknik Pelukisan Fisik
Keadaan fisik seseorang sering berkaitan dengan keadaan kejiwaannya,
atau paling tidak, pengarang sengaja mencari dan memperhubungkan
adanya keterkaitan itu. Keadaan fisik tokoh perlu dilukiskan, terutama
jika ia memiliki bentuk fisik khas sehingga pembaca dapat
menggambarkan secara imajinatif.
Adapun pendapat berdasarkan Aminudin dalam Siswanto (2008:145)
menyebutkan beberapa cara memahami watak tokoh, yaitu: a) melalui tuturan
pengarang terhadap karakteristik pelakunya, b) gambaran yang diberikan
pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupannya maupun caranya
berpakaian, c) menunjukkan bagaimana perilakunya, d) melihat bagaimana tokoh
itu berbicara tentang dirinya sendiri, e) memahami jalan pikirannya, f) melihat
bagaimanakah tokoh lain berbincang tentangnya, g) melihat tokoh lain berbincang
dengannya, h) melihat bagaimanakah tokoh-tokoh yang lain itu member reaksi
terhadapnya, dan i) melihat bagaimanakah tokoh itu mereaksi dalam yang lain.
2.2.1.2 Latar
Latar atau setting disebut juga landasan tumpu, menyaran pada pengertian
tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2007:216). Latar
mempunyai fungsi sebagai pijakan cerita agar memberikan kesan realistis pada
24
dan tempat) sebagaimana adanya, (b) berfungsi sebagai proyeksi keadaan batin
para tokoh; latar menjadi metafor dari keadaan emosional dan spiritual tokoh, (c)
latar juga dapat menciptakan suasana.
Unsur latar menurut Nurgiyantoro (2007:227-233) dapat dibedakan ke
dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial.
a. Latar Tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan
dalam sebuah karya fiksi.
b. Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa -peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
c. Latar Sosial
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku
kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya
fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah
dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat
istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan
lain-lain. Latar sosial menurut Hudson dalam Sudjiman (1988) mencakup
penggambaran keadaan masyarakat, kelompok-kelompok sosial dan
sikapnya, adat kebiasaan, cara hidup, bahasa dan lain-lain yang melatari
peristiwa.
Perlu diketahui bahwa tidak semua latar cerita itu ada di dalam sebuah
menonjol adalah latar waktu dan tempat. Mungkin dicerita lainnya yang
menonjol adalah latar sosial. Penggambaran latar ini ada yang terperinci, ada
pula yang tidak. Ada latar yang dijelaskan secara persis seperti kenyataannya;
ada yang gabungan antar kenyataan dan khayalan; ada juga latar yang
merupakan hasil imajinasi sastrawannya (Siswanto, 2008:150).
2.2.1.3Alur
Alur adalah peristiwa yang diurutkan membangun tulang punggung cerita
(Sudjiman, 1988:29). Alur juga dapat diartikan sebagai struktur
peristiwa-peristiwa yaitu sebagaimana yang terlihat dalam pengurutan dan penyajian
berbagai peristiwa tersebut untuk mencapai efek emosional dan efek artistik
tertentu (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2007:113). Stanton dalam Nurgiyantoro (
2007:113) pun mengemukakan bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan
kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat,
peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.
Sejalan dengan pendapat Kenny dalam Nurgiyantoro (2007:113) mengemukakan
bahwa plot sebagai peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak
bersifat sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu
berdasarkan kaitan sebab akibat. Plot juga diartikan sebagai bagan atau kerangka
kejadian dimana para peran berbuat (Hamzah,1985:69). Berdasarkan
pengertian-pengertian mengenai alur di atas dapat disimpulkan bahwa alur adalah urutan
peristiwa dalam cerita.
Ditinjau berdasarkan urutan waktu dikenal dengan Alur Lurus (Maju) atau
26
a. Alur Lurus (Maju) atau Progresif
Sebuah novel dikatakan progresif jika peristiwa-peristiwa yang dikisahkan
bersifat kronologis, peristiwa (-peristiwa) yang pertama diikuti atau
menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa yang kemudian. Atau, secara
runtut cerita dimulai dari tahap awal (penituasian, pengenalan,pemunculan
konflik), tengah (konflik meningkat, klimak), dan akhir (penyelesaian).
b. Alur Sorot- Balik (Mundur) atau regresif
Urutan kejadian yang dikisahkan dalam karya fiksi yang beralur regresif
tidak bersifat kronologis, cerita tidak dimulai dari tahap awal, melainkan
mungkin dari tahap tengah atau tahap akhir, baru kemudian tahap awal
cerita dikisahkan.
c. Alur Campuran
Alur yang didalamnya mengandung alur progresif dan regresif.
Alur berdasarkan kriteria jumlah dapat dibagi menjadi dua yaitu alur tunggal
dan alur sub-sub plot.
a. Alur Tunggal
Karya fiksi yang beralur tunggal biasanya hanya mengembangkan sebuah
cerita dengan menampilkan seorang tokoh utama protagonis yang sebagai
hero. Cerita pada umumnya hanya mengikuti perjalanan hidup tokoh
tersebut, lengkap dengan permasalahan dan konflik yang dialaminya.
b. Alur sub-subplot
Karya fiksi yang memiliki lebih dari satu alur yang dikisahkan, atau terdapat
dan konflik yang dihadapi. Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro
(1995:158) subplot, hanya merupakan bagian dari plot utama. Ia berisi cerita
“kedua” yang ditambahkan yang bersifat memperjelas dan memperluas pandangan kita terhadap plot utama dan mendukung efek keseluruhan
cerita.
Alur berdasarkan kriteria kepadatan adalah padat atau tidaknya
pengembangan dan perkembangan cerita pada karya fiksi. kriteria ini dibedakan
menjadi dua yaitu alur padat dan alur longgar.
a. Alur Padat
Alur padat adalah alur yang cara penyajian ceritanya cepat dan
peristiwa-peristiwa fungsional terjadi susul-menyusul dengan cepat, hubungan antar
peristiwa juga terjalin erat, dan pembaca seolah-olah selalu dipaksa untuk
terus-menerus mengikutinya.
b. Alur Longgar
Dalam cerita yang beralur longgar, pergantian peristiwa demi peristiwa
penting berlangsung lambat.
Alur berdasarkan kriteria isi adalah sesuatu, masalah, kecenderungan
masalah, yang diungkap dalam cerita. Kriteria ini dapat dibagi dua, yaitu alur
peruntungan dan alur tokohan.
a. Alur Peruntungan
Alur peruntungan berhubungan dengan cerita yang mengungkapkan nasib,
28
b. Alur Tokohan
Alur tokohan menyaran pada adanya sifat pementingan tokoh, tokoh yang
menjadi fokus perhatian.
c. Alur Pemikiran
Alur Pemikiran mengungkapkan sesuatu yang menjadi bahan pemikiran,
keinginan, perasaan, berbagai macam obsesi, dan lain-lain hal yang menjadi
masalah hidup dan kehidupan manusia. (Nurgiyantoro, 1995:153-162).
2.2.1.4 Tema
Gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang
terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut
persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan (Hartoko & Rahmanto dalam
Nurgiyantoro, 2007:68). Tema disaring dari motif-motif yang terdapat dalam
karya yang bersangkutan yang menentukan hadirnya peristiwa-peristiwa, konflik,
dan situasi tertentu (Nurgiyantoro, 2007:68). Hal ini seperti yang diungkapkan
Sudjiman (1988:50) bahwa gagasan, ide, atau pilihan utama yang mendasari suatu
karya sastra disebut tema. Menurut Stanton dan Kenny dalam Nurgiyantoro
(2007:67) tema adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Tema dalam
karya fiksi dapat disimpulkan dengan menyimpulkan keseluruhan cerita.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, tema dapat disimpulkan sebagai
gagasan yang mendasari cerita suatu karya sastra.
Dalam usaha menemukan dan menafsirkan tema sebuah novel secara lebih
khusus dan rinci, Stanton dalam Nurgiyantoro (2007:87-88) mengemukakan
Pertama, penafsiran tema sebuah novel hendaknya mempertimbangkan tiap detail cerita yang menonjol. Kriteria ini merupakan hal yang paling penting.
Hal itu disebabkan pada detil-detil yang menonjol (atau: ditonjolkan) itulah— yang dapat diidentifikasi sebagai tokoh-masalah-konflik utama—pada umumnya sesuatu yang ingin disampaikan ditempatkan.
Kedua, penafsiran tema sebuah novel hendaknya tidak bersifat bertentangan dengan detil cerita. Novel, sebagai salah satu genre sastra,
merupakan suatu sarana pengungkapan keyakinan, kebenaran, ide, gagasan, sikap
dan pandangan hidup pengarang, dan lain-lain yang tergolong unsur isi dan
sebagai sesuatu yang ingin disampaikan. Oleh karena itu, tentunya pengarang tak
akan “menjatuhkan” sendiri sikap dan keyakinannya yang diungkapkan dalam detil-(detil) tertentu cerita yang lainnya.
Ketiga, penafsiran tema sebuah novel hendaknya tidak mendasarkan diri pada bukti-bukti yang tidak dinyatakan baik secara langsung maupun tak langsung
dalam novel yang bersangkutan. Tema cerita tak dapat ditafsirkan hanya
berdasarkan perkiraan, sesuatu yang dibayangkan ada dalam cerita, atau informasi
lain yang kurang dapat dipercaya.
Keempat, penafsiran tema sebuah novel haruslah mendasarkan diri pada bukti-bukti yang secara langsung ada dan atau yang disarankan dalam cerita.
Menurut Sudjiman (1988:50-52) terdapat beberapa tema yaitu:
1) Tema yang bersifat didaktis, yaitu tema yang dinyatakan dengan
30
2) Tema eksplisit, yaitu tema cerita yang secara jelas dinyatakan, misalnya
tema yang terlihat pada judul.
3) Tema simbolik, yaitu tema yang biasanya dinyatakan secara implisit
(tersirat).
4) Tema yang terungkap oleh dialog.
2.2.1.5 Bahasa
Bahasa menurut KBBI (2008:116) adalah sistem lambang bunyi yang
arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama,
berinteraksi, dan mengidentifikasi diri. Bahasa meliputi segala macam tindak
komunikasi yang menyangkut pemakaian lambang bunyi (Rahmanto, 1988:11).
Bahasa merupakan unsur penting dalam karya sastra karena bahasa adalah sarana
pengungkapan sastra itu sendiri. Jika sastra dikatakan ingin menyampaikan
sesuatu, mendialogkan sesuatu, sesuatu tersebut hanya dapat dikomunikasikan
lewat bahasa (Nurgiyantoro, 2007:272). Sastra juga disebut sebagai institusi sosial
yang memakai medium bahasa (Wellek dan Warren, 1990:109). Sejalan dengan
pendapat Siswanto (2008:19) yaitu pesan yang disampaikan sastrawan kepada
pembacanya, yaitu berbentuk karya sastra. Kemudian karya sastra tersebut
disampaikan dengan medium bahasa. Oleh sebab itu, untuk memperoleh
efektifitas pengungkapan, bahasa dalam sastra disiasati, dimanipulasi, dan
didayagunakan secermat mungkin sehingga tampil dengan sosok yang berbeda
dengan bahasa non sastra. Sebagai bahasa, karya sastra sebenarnya dapat dibawa
ke dalam keterkaitan yang kuat dengan dunia sosial tertentu yang nyata, yaitu
hidup dan berlaku. Apabila bahasa dipahami sebagai sebuah tata simbolik yang
bersifat sosial dan kolektif, karya sastra yang menggunakan bahasa itu terbagi tata
simbolik yang sama dengan masyarakat pemilik dan pengguna bahasa itu. Apabila
sebagai tata simbolik bahasa dimengerti sebagai alat perekam dan reproduksi
pengalaman para pemakai dan penggunanya, karya sastra, dapat ditempatkan
sebagai aktivitas simbolik yang terbagi pula secara sosial (Faruk, 2012:46).
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bahasa memiliki
peran penting dalam karya sastra, yaitu sebagai sarana penyampaian karya sastra
itu sendiri dan sebagai tanda untuk mengenali lingkungan sosial dan waktu bahasa
yang digunakan oleh karya sastra saat karya sastra itu hidup dan berlaku.
2.2.2 Sosiologi Sastra
Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal
dari kata sosio (Yunani: socius berarti bersama-sama, bersatu, kawan, atau teman)
dan logi (logos berarti sabda, perkataan, atau perumpaan). Sastra dari kata sas
(sansekerta) berarti mengarahkan, mengajar, atau memberi petunjuk. Akhiran tra
berarti alat. Hakikat sosiologi adalah objektivitas, sedangkan hakikat karya sastra
adalah subyektivitas dan kreativitas (Ratna, 2003:4). Sosiologi sastra secara
umum menjelaskan hubungan faktor kehidupan sosial manusia dengan karya
sastra. Oleh karena itu, Damono (1978:2) membuat menyimpulkan bahwa
pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan
disebut sosiologi sastra. Endraswara (2011:5) dalam bukunya yang berjudul
Metodologi Penelitian Sosiologi Sastra memberikan pengertian sosiologi sastra
32
Karya sastra adalah gambaran masyarakat yang memakai medium bahasa,
oleh sebab itu pemahaman sastra tidak hanya ditentukan oleh struktur karya sastra
namun juga dari sosiologi karya sastra tersebut. Dasar pendekatan sosiologis
adalah adanya hubungan hakiki antara karya sastra dengan masyarakat.
Hubungan-hubungan yang dimaksudkan disebabkan oleh: a) karya sastra
dihasilkan oleh pengarang, b) pengarang itu sendiri adalah anggota masyarakat,
dan c) pengarang memanfaatkan kekayaan yang ada dalam masyarakat, dan d)
hasil karya sastra itu dimanfaatkan kembali oleh masyarakat (Ratna, 2004:60).
Hal tersebut membuktikan bahwa kehidupan sosial masyarakat pengarang
mempengaruhi karya sastra yang dibuatnya. Analisis sosiologi sastra berkaitan
dengan analisis sosial terhadap karya sastra, baik ideologi sosial pengarang,
pandangan dunia pengarang, pengaruh strukturasi masyarakat terhadap karya
sastra atau sebaliknya, dan fungsi sosial sastra (Kuniawan, 2012:6).
Wellek dan Warren dalam Kurniawan (2012:11) juga mengemukakan
tiga paradigma pendekatan dalam sosiologi sastra. Pertama, sosiologi pengarang;
inti dari analisis sosiologi pengarang ini adalah memaknai pengarang sebagai
bagian dari masyarakat yang telah menciptakan karya sastra. Kedua, sosiologi
karya sastra; analisis aspek sosial dalam karya sastra dilakukan dalam rangka
untuk memahami dan memaknai hubungannya dengan keadaan sosial masyarakat
di luarnya. Ketiga, sosiologi pembaca; kajian pada sosiologi pembaca ini
mengarah pada dua hal, yaitu kajian pada sosiologi terhadap pembaca yang
memaknai karya sastra dan kajian pada pengaruh sosial yang diciptakan karya
telaah sosiologis terhadap sastra. Pertama, pendekatan yang berdasarkan pada
anggapan bahwa, sastra merupakan cermin proses sosial-ekonomis belaka.
Pendekatan ini bergerak dari faktor-faktor di luar sastra untuk membicarakan
sastra; sastra hanya berharga dalam hubungannya dengan faktor-faktor di luar
sastra itu sendiri. Jelas bahwa dalam pendekatan ini teks sastra tidak dianggap
utama, ia hanya merupakan epiphenomenon (gejala kedua). Kedua, pendekatan
yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelaahan. Metode yang
dipergunakan dalam sosiologi sastra ini adalah analisis teks mengetahui
strukturnya, untuk kemudian dipergunakan memahami lebih dalam lagi gejala
sosial yang diluar sastra. Penelitian ini akan menggunakan kedua pendekatan
sosiologi sastra dari Damono tersebut.
2.2.3 Permasalahan Sosial
Menurut Soekanto (1986) dalam bukunya Sosiologi Suatu Pengantar,
gejala dimana unsur-unsur tertentu dari masyarakat tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya, sehingga menyebabkan kekecewaan-kekecewaan dan
bahkan penderitaan bagi warga-warga masyarakat dinamakan problema-problema
sosial. Menurut Hendropuspito (1989:315) masalah sosial didefinisikan sebagai
kesenjangan antara nilai budaya yang ideal dan tingkah laku yang ada dalam
masyarakat, dan yang menimbulkan bentrokan antara sejumlah nilai sosial.
Soekanto (1989) juga menyimpulkan bahwa pada dasarnya, problema-problema
sosial menyangkut nilai-nilai sosial dan moral sehingga problema-problema sosial
tak mungkin ditelaah tanpa mempertimbangkan ukuran-ukuran masyarakat
34
Soekanto (2002:360) menyebutkan faktor-faktor yang melatarbelakangi
timbulnya masalah sosial yaitu:
1)Faktor Ekonomi
Problem-problem yang termasuk dalam faktor ini dapat dicontohkan misalnya,
kemiskinan, kesenjangan ekonomi, dan pengangguran.
2) Faktor Psikologi
Problem-problem yang termasuk dalam faktor ini dapat dicontohkan,
misalnya, penyakit syaraf, bunuh diri, dan disorganisasi jiwa.
3) Faktor Biologis
Problem-problem yang termasuk dalam faktor ini dapat dicontohkan,
misalnya, penyakit.
4) Faktor Kebudayaan
Problem-problem yang termasuk dalam faktor ini dapat dicontohkan,
misalnya, perceraian, kejahatan, kenakalan anak-anak, konflik ras, dan
keagamaan.
Masalah sosial yang menonjol pada novel 9 Summers 10 Autumns : Dari
Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan adalah masalah kemiskinan
yang disebabkan oleh faktor ekonomi sehingga penelitian ini memfokuskan pada
permasalahan tersebut. Masalah Kemiskinan dapat diartikan sebagai suatu
keadaan di mana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri dengan taraf
kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun
Teori-teori kemiskinan pada umumnya bermuara pada dua paradigma besar
yang juga berpengaruh pada pemahaman mengenai kemiskinan dan
penanggulangan kemiskinan. Dua paradigma yang dimaksud adalah Neo-Liberal
dan Demokrasi-Sosial.
1. Neo-Liberal
Pada paradigma ini individu dan mekanisme pasar bebas menjadi fokus
utama dalam melihat kemiskinan (Syahyuti via Febriana, 2010:15). Pendekatan
ini menempatkan kebebasan individu sebagai komponen penting dalam suatu
masyarakat. Oleh karena itu dalam melihat kemiskinan, pendekatan ini
memberikan penjelasan bahwa kemiskinan merupakan persoalan individu yang
merupakan akibat dari pilihan-pilihan individu. Bagi pendekatan ini kekuatan
pasar merupakan kunci utama untuk menyelesaikan masalah kemiskinan. Hal ini
dikarenakan kekuatan pasar yang diperluas dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi
akan menghapuskan kemiskinan (Syahyuti via Febriana, 2010:15).
Kelemahan paradigma ini adalah terlalu memandang kemiskinan hanya melalui
pendapatan dan kurang melibatkan orang miskin sebagai subyek dalam
permasalahan kemiskinan (Satterthwaite via Febriana, 2010:16).
2. Demokrasi-Sosial
Paradigma ini tidak melihat kemiskinan sebagai persoalan individu,
melainkan lebih melihatnya sebagai persoalan struktural (Cheyne, O’Brien dan Belgrave via Febriana, 2010:16).
Pendekatan ini juga menekankan pada kesetaraan sebagai prasyarat