• Tidak ada hasil yang ditemukan

Masalah kemiskinan dalam novel 9 Summers 10 Autumns : dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan : suatu tinjauan sosiologi sastra dan implementasinya dalam materi pembelajaran sastra di SMA kelas XI - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Masalah kemiskinan dalam novel 9 Summers 10 Autumns : dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan : suatu tinjauan sosiologi sastra dan implementasinya dalam materi pembelajaran sastra di SMA kelas XI - USD Repository"

Copied!
239
0
0

Teks penuh

(1)

MASALAH KEMISKINAN DALAM NOVEL 9 SUMMERS 10 AUTUMNS: DARI KOTA APEL KE THE BIG APPLE KARYA IWAN SETYAWAN: SUATU TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA

DALAM MATERI PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA KELAS XI, SEMESTER 1

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Disusun oleh:

Elisabeth Setiyaningsih

091224021

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

DARI KOTA APEL KE THE BIG APPLE KARYA IWAN SETYAWAN: SUATU TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA

DALAM MATERI PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA KELAS XI, SEMESTER 1

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Disusun oleh :

Elisabeth Setiyaningsih

091224021

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

Tuhan Yesus Kristus atas semua untaian berkat dalam hidupku.

Ibuku, Christiana Ngatinem untuk doa, kasih sayang, dan semangat dalam hidupku.

Bapakku, Alm. Yohanes Supono untuk nasihat dan inspirasi hidup yang tak pernah padam.

Saudara-saudariku yang selalu mendukung dan memberi semangat: Yusuf Setiyono, Veronika Setiyani , dan Paulus

(6)

v

MOTTO

Dalam setiap ujian hidup pasti ada pelajaran berharga. Tetaplah berdoa, berusaha, dan bersyukur.

(Penulis)

Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan

Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia.

(7)
(8)
(9)

viii

ABSTRAK

Setiyaningsih, Elisabeth. 2013. Masalah Kemiskinan dalam Novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple Karya Iwan Setyawan: Suatu Tinjauan Sosiologi Sastra dan Implementasinya dalam Materi Pembelajaran Sastra Di SMA Kelas XI, Semester 1. Skripsi. Yogyakarta: PBSID, FKIP, Universitas Sanata Dharma

Novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple adalah novel yang terinspirasi kisah nyata kehidupan sang pengarang. Novel ini menceritakan perjuangan lima anak seorang tukang sopir angkot dalam memperoleh pendidikan di saat keluarga mereka mengalami masalah ekonomi.

Penelitian ini mengkaji masalah kemiskinan yang terkandung dalam novel 9

Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan dan

implementasinya dalam materi pembelajaran sastra di SMA Kelas XI, Semester 1. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Sosiologi Sastra. Jenis penelitian adalah penilitian kepustakaan dengan metode diskriptif analisis. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik simak dan teknik catat. Adapun langkah konkret yang akan ditempuh peneliti sebagai berikut:

Pertama, menentukan novel yang akan dijadikan obyek, yaitu novel 9 Summers 10

Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan. Kedua,

melakukan studi pustaka. Ketiga, mengidentifikasi struktur pembentuk novel (tokoh, latar, alur, tema, dan bahasa) dengan menggunakan pendekatan struktural.

Keempat, mendeskripsikan novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The

Big Apple dengan tinjauan Sosiologi Sastra menurut pendekatan Damono. Kelima,

menghubungkan antara struktur pembentuk novel dan deskripsi masalah kemiskinan yang terkandung dalam novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel

ke The Big Apple. Keenam, mengimplementasikan dalam bentuk silabus dan

Rencana Pelaksanaan pembelajaran (RPP) SMA kelas XI, semester 1. Ketujuh,

menarik kesimpulan. Kedelapan, menyajikan dalam bentuk laporan.

Analisis permasalahan sosial dalam novel 9 Summers 10 Autumns: Dari

Kota Apel ke The Big Apple fokus pada masalah kemiskinan karena permasalahan

ini merupakan masalah utama yang terkandung dalam novel tersebut. Adapun masalah kemiskinan ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti: faktor individual, faktor keluarga, faktor sub-budaya, dan faktor struktur sosial. Dampak dari masalah kemiskinan tersebut bagi para tokoh terlihat adanya kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan primer (pangan, papan, dan sandang), kebutuhan pendidikan, dan kebutuhan dalam bersosialisasi.

Berdasarkan aspek psikologis, aspek lingkungan, aspek taraf kemampuan, dan aspek bakat siswa, analisis terhadap novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota

Apel ke The Big Apple dapat diimplementasikan dalam materi pembelajaran sastra

(10)

ix

Setiyaningsih, Elisabeth. 2013. The Poverty Problems in 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple Novel by Iwan Setyawan: A Sociology Literature Overview and Implementation on The Literature Learning in The Eleventh Grade of Senior High School, Semester I. Skripsi. Yogyakarta: PBSID, FKIP, Universitas Sanata Dharma

Novel of 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple is inspired by the writer’s life. This novel tells about the effort five of bus driver’s Children to get education when their family was getting the economy problem.

This research examined poverty problems in the novel 9 Summers 10

Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple by Iwan Setyawan andimplementation

on the literature learning in the eleventh grade of Senior High School, at first semester. The approach used in this research was a literature sociology approach. The type of research is documentation study research with analysis descriptive method. The data collection was obtained by using two techniques which refer to reading technique and note technique. The concrete steps that researcher through to doing her research: first, the researcher determined novel which would be the object of the research, it is novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big

Apple byIwan Setyawan. Second, the researcher conducted a literature view. Third,

identified the characters, setting, plot, theme, and language by used structural approach. Fourth, the researcher described the novel 9Summers 10 Autumns: Dari

Kota Apel ke The Big Apple using Damono’s sociology literature approach. Fifth,

the researcher connected the novel structure with the description of poverty problems in the novel. Sixth, the researcher implemented the research finding in syllabus and lesson plan. Seventh, the researcher made her research conclusion. At last, the researcher presented her research in the form of report.

The social problem analysis in novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota

Apel ke The Big Apple focus in the poverty problem because poverty problem is the

main problem in the novel. The factors caused the poverty problem are: the individual factor, the family factor, the culture factor, and the social structure factor. The problem effect are the characters difficult to sufficient the primary requirement, education, and society requirement.

Based on psychological aspect, environmental aspect, ability level, and the talent of the student, it can be concluded that the analysis of 9 Summers 10

Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple especially on its poverty problem can be

(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan berkah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

judul Masalah Kemiskinan Dalam Novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel Ke The Big Apple Karya Iwan Setyawan: Suatu Tinjauan Sosiologi Sastra dan Implementasinya dalam Materi Pembelajaran Sastra di SMA Kelas XI, Semester 1.

Penulis menyusun skripsi ini dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk

meraih gelar Sarjana Pendidikan.

Penulis banyak mendapatkan bimbingan, arahan, saran, dan dukungan dari

berbagai pihak selama penyusunan skripsi ini. Sebagai wujud syukur atas

terselesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Sanata Dharma.

2. Caecilia Tutyanti, S.Pd., M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa

dan Seni, Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu Dr. Yuliana Setiyaningsih, selaku Ketua Program Studi PBSI yang telah

memberikan motivasi dan bantuan bagi penulis selama menempuh studi di

PBSI.

4. Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum., selaku Wakil Ketua Program Studi

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

5. Bapak Setya Tri Nugraha, S. Pd., M. Pd., selaku Dosen Pembimbing I yang

telah banyak memberikan pengarahan, petunjuk, dan saran yang sangat

bermanfaat dalam terselesaikannya skripsi ini.

6. Bapak Drs. B. Rahmanto, M. Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang

dengan sabar memberikan bimbingan dan saran hingga terselesaikannya

skripsi ini.

7. Seluruh Dosen PBSI dan semua dosen MKK dan MKDK yang dengan tulus

mendidik dan membimbing penulis dari awal hingga akhir perkuliahan.

8. Staf sekretariat PBSI, seluruh staf Dekanat, staf Perpustakaan, dan staf BAA

(12)
(13)

xii

2.1 Penelitian yang Relevan……… 12

2.2 Kajian Teori………... 15

2.2.1 Struktur Karya Sastra……….. 15

2.2.1.1 Tokoh dan Penokohan……… 17

2.2.1.2 Latar……….. 23

(14)

xiii

………

2.2.1.5 Bahasa………. 30

2.2.2 Sosiologi Sastra………... 31

2.2.3 Permasalahan Sosial……… 33

2.2.4 Pembelajaran Sastra di Sekolah Menengah Atas (SMA)……… 37

2. 2.4.1 Silabus……… 39

2. 2.4.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)……… 43

2. 2.4.3 Materi Pembelajaran Sastra……… 44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……… 48

3. 1 Jenis Penelitian………. 48

3. 2 Metode Penelitian………. 48

3. 3 Teknik Pengumpulan Data………... 49

3. 4 Instrumen Penelitian………. 50

3.5 Teknik Analisis Data………. 51

3.6 Sumber Data……….. 51

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN………... 52

4.1 Analisis Tokoh dan Penokohan, latar, Alur, Tema, dan Bahasa dalam Novel 9 Summers10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple……….. 52

4.2.1 Faktor Penyebab Kemiskinan……….. 114

4.2.1.1 Faktor Individu………. 114

4.2.1.2 Faktor Sub-Budaya……… 115

4.2.1.3 Faktor Struktural Sosial………. 115

4.2.1.4 Faktor Keluarga……… 116

(15)

xiv

4.3 Hubungan antara Tokoh dan Penokohan, Latar, Alur, Tema,

dan Bahasa dengan Masalah Kemiskinan

dalam Novel 9 Summers10 Autumns: Dari Kota Apel

ke The Big AppleKarya Iwan Setyawan………... 120

4.3.1 Hubungan Tokoh dan Penokohan dengan Masalah Kemiskinan.. 120

4.3.2 Hubungan Latar dengan Masalah Kemiskinan……… 121

4.3.3 Hubungan Alur dengan Masalah Kemiskinan………. 122

4.3.4 Hubungan Tema dengan Masalah Kemiskinan……… 122

4.3.5 Hubungan Bahasa dengan Masalah Kemiskinan………... 123

BAB V IMPLEMENTASI HASIL ANALISIS NOVEL 9 SUMMERS 10 AUTUMNS: DARI KOTA APEL KE THE BIG APPLE KARYA IWAN SETYAWAN DALAM MATERI PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA KELAS XI, SEMESTER 1……….. 125

5. 1 Gambaran Ringkas Hasil Analisis……… 125

5.2 Potensi novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke the Big Apple Karya Iwan Setyawan sebagai Pembelajaran Sastra di SMA………. 127

5.3 Model Pemanfaatan novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke the Big Apple Karya Iwan Setyawan sebagai Pembelajaran Sastra di SMA………. 134

BAB VI PENUTUP……….. 181

6. 1 Kesimpulan……….. 181

6. 2 Implikasi………... 183

6.3 Saran………. 184

DAFTAR PUSTAKA………... 185

LAMPIRAN……….. 188

(16)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple adalah novel

pertama karya Iwan Setyawan. Novel ini pernah menjadi novel national Best

Seller dan mendapatkan penghargaan sebagai Buku Fiksi Terbaik Jakarta Book

Award 2011 IKAPI DKI Jakarta. Penghargaan tersebut layak dianugrahkan pada

novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple karena banyak

nilai-nilai kehidupan yang terkandung didalamnya. Hal tersebut sesuai dengan

pendapat Sudjiman (1988:15) yang mengemukakan bahwa karya sastra yang baik

juga membekali kita dengan sesuatu yang bermanfaat bagi hidup kita selanjutnya.

Novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple adalah novel

yang terinspirasi dari kisah nyata sang pengarang. Novel ini menceritakan

kehidupan seorang anak tukang sopir angkot dari Kota Batu yang bernama Iwan

Setyawan. Ia sukses menjadi Direktur di salah satu perusahaan besar di New

York, Amerika Serikat. Mata pencaharian sang ayah sebagai sopir angkot dan

ibunya sebagai ibu rumah tangga telah membuat Iwan dan saudara-saudaranya

harus menjalani masa kecil dengan bersikap nrimo terhadap segala keterbatasan

pemenuhan kebutuhan keluarga mereka. Masa muda Iwan dan keempat

saudaranya lebih sering dihabiskan di rumah untuk belajar dan membantu orang

tua karena keterbatasan ekonomi keluarga turut membatasi sosialisasi dengan

(17)

2

yang membanggakan di sekolah. Iwan dan saudara-saudaranya mampu diterima di

perguruan tinggi negeri berkat prestasi akademik yang mereka capai. Pada

akhirnya, mereka menjadi orang-orang sukses dan merentaskan keluarga mereka

dari kemiskinan.

Masalah kemiskinan dalam novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke

The Big Apple yang terjadi pada keluarga Iwan karena beberapa hal. Pertama,

keluarga mereka berasal dari kalangan menengah ke bawah. Kedua, tradisi

mangan ora mangan sing penting kumpul” membuat kakek-nenek Iwan tidak

dapat keluar kota menemukan pekerjaan yang lebih baik, sedangkan di Kota Batu

tidak banyak pekerjaan yang menjanjikan pendapatan layak. Ketiga, keluarga

Iwan berasal dari keluarga yang berpendidikan rendah sehingga bapak dan semua

saudara laki-laki ibunya hanya memiliki keterampilan terbatas, yaitu menjadi

sopir angkot.

Masalah kemiskinan biasanya menjadi hambatan bagi seseorang untuk hidup

maju namun cerita dalam novel ini adalah bukti nyata dari sang pengarang dalam

menyikapi kemiskinan menjadi semangat untuk mengejar kesuksesan melalui

pendidikan. Iwan dan saudara-saudaranya mampu mengubah garis hidup

keluarganya menjadi lebih baik karena keberhasilan mereka di dunia pendidikan.

Hal ini semakin memperlihatkan fungsi pendidikan tidak hanya mencerdaskan

namun juga mampu menjadi akses terjadinya mobilitas sosial yang positif dalam

kelas sosial di masyarakat. Gambaran tersebut terdapat dalam kutipan teks novel 9

Summers 10 Autumns: dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan

(18)

Perjuangan keluargaku bagaikan sesuatu yang tak mungkin dilakukan. Seorang sopir truk dengan dua anak kuliah, di Bogor dan di Malang, dua anak lagi masih di SMA dan SMP! Gelombang semakin besar, tapi pelayaran kami tak berhenti. Kami terus maju, kami terus memberanikan diri, karena berdiam hanya menunggu badai.

(9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple, hlm. 99).

Barusan aku dipromosikan menjadi Senior Manager, Operations Nielsen Consumer Research New York! Nggak menyangka sama sekali, setelah lima tahun di New York, dengan berbekal ijazah lokal, aku bisa meraih posisi ini. Siapa sangka, anak sopir bisa hidup di New York dan mendapatkan penghargaan seperti ini. Ini lebih dari mimpiku.

(9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple, hlm. 113).

Kesuksesan novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple

di Indonesia membuat novel ini diterjemahkan ke dalam versi Bahasa Inggris

untuk memperluas pemasarannya. Selain itu, cerita dari novel 9 Summers 10

Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple juga diangkat ke film dengan judul 9

Summer 10 Autumns. Rasa sayang pada ibunya dan Kota Batu tidak cukup

diceritakan oleh Iwan Setyawan di novel 9 Summers10 Autumns: Dari Kota Apel

ke The Big Apple sehingga ia kembali mengeluarkan novel yang berjudul Ibuk dan

Melankoli Kota Batu yang merupakan buku kumpulan fotografi dan narasi puitis.

Novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple menarik

untuk diteliti karena beberapa hal. Pertama, kisah novel ini sangat inspiratif dan

penuh dengan nilai-nilai kehidupan yang dapat diteladani. Kedua, novel ini

terinspirasi kisah nyata dari sang pengarang sehingga banyak pelajaran hidup

yang terkandung dalam novel ini relevan untuk diterapkan dalam kehidupan kita.

Ketiga, Iwan Setyawan sebagai pengarang sangat detail dalam mendeskripsikan

tokoh, tempat, dan setiap peristiwa yang terjadi didalam novel ini dengan bahasa

(19)

4

Hillway dalam Nasir (1988:13) mengungkapkan bahwa penelitian adalah

suatu metode studi yang dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang hati-hati

dan sempurna terhadap suatu masalah, sehingga diperoleh pemecahan yang tepat

terhadap masalah tersebut. Melakukan penelitian karya sastra dibutuhkan metode

penelitian yang tepat agar menghasilkan telaah karya sastra yang benar.

Penelitian akan dilakukan dengan mengunakan pendekatan Sosiologi Sastra.

Pendekatan sosiologi sastra dilatarbelakangi oleh fakta bahwa keberadaan karya

sastra tidak dapat terlepas dari realitas sosial yang tejadi dalam masyarakat.

Sebagai salah satu pendekatan dalam kritik sastra, sosiologi sastra dapat mengacu

pada cara memahami dan menilai sastra yang mempertimbangkan segi-segi

kemasyarakatan (sosial) (Wiyatmi, 2006:98). Karya sastra diciptakan oleh

pengarang dan pengarang adalah bagian dari masyarakat sehingga dapat

disimpulkan bahwa karya sastra adalah ungkapan perasaan masyarakat. Di antara

genre utama karya sastra, yaitu puisi, prosa dan drama, genre prosalah, khususnya

novel, yang dianggap paling dominan dalam menampilkan unsur-unsur sosial.

Alasan yang dapat dikemukakan, diantaranya: a) novel menampilkan unsur-unsur

cerita yang paling lengkap, memiliki media yang paling luas, menyajikan

masalah-masalah kemasyarakatan yang paling luas, b) bahasa novel cenderung

merupakan bahasa sehari-hari, bahasa yang paling umum digunakan dalam

masyarakat (Ratna, 2004:335-336). Oleh karena itulah, dikatakan bahwa novel

merupakan genre yang paling sosiologis dan responsif sebab sangat peka terhadap

(20)

untuk memasukkan hampir seluruh aspek kehidupan manusia menjadikan karya

sastra sangat dekat dengan aspirasi masyarakat (Ratna, 2004).

Pendekatan sosiologi sastra dipilih untuk menjabarkan pengaruh masyarakat

terhadap sastra dan kedudukan sastra dalam masyarakat. Penulis tertarik

menganalisis permasalahan sosial khususnya mengenai masalah kemiskinan yang

terkandung dalam cerita novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The

Big Apple karya Iwan Setyawan.

Selain menganalisis masalah-masalah kemiskinan yang terkandung dalam

novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple, Penulis juga

akan menganalisis tokoh, latar, alur, tema, dan bahasa dalam novel tersebut.

Sebagai calon guru, penulis akan berusaha mengimplementasikan hasil pengkajian

novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan

Setyawan ini dalam materi pembelajaran sastra di SMA kelas XI, semester 1.

Alasan peneliti ingin mengimplementasikan hasil penelitian ini dalam materi

pembelajaran sastra di SMA kelas XI semester 1 karena hasil penelitian ini sesuai

jika digunakan dalam materi pembelajaran sastra dengan Standar Kompetensi di

SMA kelas XI semester 1, yaitu memahami berbagai hikayat, novel

Indonesia/novel terjemahan. Kompetensi Dasar : menganalisis unsur-unsur

intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan. Selain itu cerita novel 9

Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple juga mengandung

nilai-nilai karakter yang sedang digalakkan pada setiap materi pembelajaran Bahasa

Indonesia di SMA, seperti nilai: religius, kerja keras, disiplin, mandiri,

(21)

6

Dari Kota Apel ke The Big Apple juga menyajikan peristiwa-peristiwa ringan yang

umum dialami keluarga menengah ke bawah di Indonesia sehingga siswa akan

mudah memahami isi cerita novel ini.

Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa novel 9 Summers

10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan akan

dianalisis dengan menggunaan pendekatan sosiologi sastra. Analisis ini bertujuan

untuk mendeskripsikan masalah kemiskinan yang terkandung dalam novel 9

Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan.

Hasil deskripsi ini akan diimplementasikan dalam materi pembelajaran satra di

SMA kelas XI semester 1.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang ada dalam latar belakang, maka disusun rumusan

masalah sebagai berikut.

1. Bagaimana tokoh, penokohan, latar, alur, tema, dan bahasa dalam novel 9

Summers 10 Autumns : Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan

Setyawan?

2. Apa sajakah masalah kemiskinan yang terkandung dalam novel 9 Summers

10 Auntumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan?

3. Bagaimana implementasi dari hasil analisis sosiologi sastra novel 9

Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple untuk materi pada

(22)

1.3Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan-permasalahan yang dirumuskan di atas, maka

penelitian ini bertujuan sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan tokoh, penokohan, latar, alur, tema, dan bahasa dalam

novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple karya

Iwan Setyawan.

2. Mendeskripsikan masalah kemiskinan yang terkandung dalam novel 9

Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan

Setyawan.

3. Mendeskripsikan implementasi dari hasil analisis sosiologi sastra novel 9

Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan

Setyawan untuk materi pada pembelajaran sastra di kelas XI semester 1.

1.4Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

a. Mengembangkan ilmu pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di

sekolah, khususnya memberikan sumbangan indikator-indikator yang

sesuai dengan standar kompetensi membaca memahami buku biografi,

novel, dan hikayat yang telah ada dalam silabus pelajaran bahasa

Indonesia kelas XI, semester 1.

b. Memberikan pandangan pemikiran berupa teori atau konsep dalam

bidang Bahasa dan Sastra Indonesia, khususnya mengenai kajian

sosiologi sastra novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The

(23)

8

2. Manfaat Praktis

a. Memberi jawaban terhadap permasalahan yang diteliti.

b. Penelitian ini bermanfaat meningkatkan apresiasi sastra Indonesia

bagi masyarakat.

1.5 Batasan Istilah

Di bawah ini terdapat beberapa batasan istilah yang memudahkan

pembaca dalam memahami penelitian ini. Batasan-batasan istilah tersebut berikut.

1. Tokoh: Individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di dalam

berbagai peristiwa dalam cerita (Sudjiman, 1990:79).

2. Penokohan: Penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh (Sudjiman,

1990: 23).

3. Latar: Landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu,

dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang

diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2007:216).

4. Alur: Struktur peristiwa-peristiwa, yaitu sebagaimana yang terlihat dalam

pengurutan dan penyajian berbagai peristiwa tersebut untuk mencapai efek

emosional dan efek artistik tertentu (Abrams dalam Nurgiyantoro,

2007:113).

5. Tema: Gagasan dasar umum yang menopang sebuahkarya sastra dan yang

terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut

persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan (Hartoko& Rahmanto

(24)

6. Bahasa : Sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota

suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi

diri (Depdiknas, 2008:116).

7. Kemiskinan: Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang

tidak sanggup memelihara dirinya sendiri dengan taraf kehidupan kelompok

dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam

kelompok itu (Soekanto, 2002: 365).

8. Sosiologi sastra: Pemahaman terhadap karya sastra dengan

mempertimbangkan aspek-aspek kemasyarakatannya (Ratna, 2003:2).

9. Pembelajaran sastra: Pengajaran sastra dapat membantu pendidikan secara

utuh apabila cakupannya meliputi 4 manfaat, yaitu: membantu keterampilan

berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan

rasa, dan menjunjung pembentukan watak (Rahmanto, 1988: 16).

10. Materi pembelajaran sastra: Bahan yang disusun secara sistematis untuk

digunakan dalam pembelajaran sastra yang menampilkan

kompetensi-kompetensi yang harus dikuasai siswa.

11. Silabus: Suatu produk pengembangan kurikulum berupa penjabaran lebih

lanjut dari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ingin dicapai, dan

pokok-pokok serta uraian materi yang perlu dipelajarari siswa dalam rangka

pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar (Muslich, 2007:23).

12. RPP: Rancangan pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan diterapkan

(25)

10

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah 1) struktur yang membangun novel 9

Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan

yang meliputi tokoh, penokohan, latar, alur, tema, dan bahasa, 2) masalah

kemiskinan yang terkandung dalam novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota

Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan, 3) implementasi masalah

kemiskinan dari novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple

karya Iwan Setyawan dalam materi pembelajaran sastra Indonesia di SMA kelas

XI, semester1.

1.7 Sistematika Penyajian

Sistematika penyajian yang dijabarkan dalam skripsi ini terdiri dari enam

bab. Bab I merupakan pendahuluan. Bab ini memaparkan latar belakang, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika

penyajian. Bab II merupakan landasan teori. Bab ini memaparkan tentang

penelitian yang relevan dan landasan teori tentang struktur karya sastra, tokoh,

tema, penokohan, latar, bahasa, sosiologi sastra, permasalahan sosial, silabus,

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan pembelajaran sastra di kelas XI

semester 1. Bab III merupakan metodologi penelitian. Bab ini memaparkan jenis

penelitian, pendekatan penelitian, metode penelitian, teknik pengumpulan data,

dan sumber data. Bab IV merupakan hasil penelitian dan pembahasan. Bab ini

memaparkan tokoh, penokohan, latar, tema, bahasa, dan masalah kemiskinan yang

terkandung dalam novel 9 Summers 10 Autumns : Dari Kota Apel ke The Big

(26)

10 Autumns : Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan dalam

pembelajaran sastra kelas XI semester 1. Bab VI merupakan penutup. Bab ini

(27)

12

BAB II

LANDASAN TEORI

2. 1Penelitianyang Relevan

Berdasarkan permasalahan yang diteliti, peneliti menemukan beberapa

penelitian serupa yang berhubungan dengan topik penelitian. Penelitian pertama,

penelitian dari Laurentia Erika Hartantri (2011) dengan judul Aspek Sosial Dalam

Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan

Implementasinya Dalam Pembelajaran Sastra Di SMA Kelas XII Semester 2.

Penelitian ini mendeskripsikan aspek sosial dalam novel Laskar Pelangi karya

Andrea Hirata berkaitan dengan permasalahan sosial yang dihadapi para tokoh

dalam novel tersebut. Aspek sosial yang dibahas dalam penelitian ini terdiri dari

tiga aspek, yaitu permasalahan lingkungan hidup, kemiskinan, dan kesenjangan

sosial. Persamaan penelitian ini dengan penelitian peneliti terdapat dalam fokus

masalah yang akan diteliti yaitu masalah sosial namun penelitian peneliti lebih

spesifik meneliti masalah kemiskinan dalam novel ini. Persamaan lainnya terdapat

pada analisis yang digunakan yaitu sosiologi sastra. Perbedaan yang terdapat

dalam penelitian ini dengan penelitian peneliti adalah objek penelitian. Objek

penelitian Laurentia Erika Hartantri (2011) ini yaitu novel Laskar Pelangi karya

Andrea Hirata sedangkan penelitian peneliti adalah novel 9 Summers 10 Autumns

: Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan.

Penelitian terdahulu yang relevan kedua adalah penelitian dari Achmad

(28)

Apple: Studi Semiotika Terhadap Ilustrasi Cover “Dari Kota Apel ke The Big

Apple” Pada Cover Novel 9 Summers 10 Autumns. Penelitian ini mendeskripsikan

sistem tanda berupa gambar, tulisan, maupun warna pada ilustrasi “Dari Kota Apel ke The Big Apple” yang terdapat pada cover novel 9 Summers 10 Autumns

yang diinterpretasikan baik secara denotative maupun konotatif, sesuai dengan

kerangka referensi yang diperoleh peneliti melalui interaksi sosial, pengetahuan,

maupun sebagai penggunaan tanda dari kelompok masyarakat atau budaya

tertentu. Penelitian Achmad Chudori (2012) ini menggunakan metode semiotika

Charles Sanders Pierce yang menekankan pada objek tanda yang dibagi kedalam

ikon, indeks, dan simbol. Interpretasi tersebut mampu mengungkapkan muatan

pesan yang terdapat pada ilustrasi “ Dari Kota Apel ke The Big Apple” yang terdapat pada cover novel 9 Summers 10 Autumns. Persamaan penelitian Achmad

Chudori (2012) ini dengan penelitian peneliti adalah objek penelitian berasal dari

novel 9 Summers 10 Autumns : Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan

Setyawan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian peneliti adalah analisis

penelitian dan fokus penelitian. Penelitian ini menganalisis aspek semiotika pada

cover novel 9 Summers 10 Autumns : Dari Kota Apel ke The Big Apple karya

Iwan Setyawan, sedangkan penelitian peneliti menganalisis sosiologi sastra yang

terkandung dalam novel 9 Summers 10 Autumns : Dari Kota Apel ke The Big

Apple karya Iwan Setyawan. Fokus penelitian Achmad Chudori (2012) ini adalah

pemaknaan ilustrasi “ Dari Kota Apel ke The Big Apple “ pada cover novel 9

Summers 10 Autumns. Penelitian peneliti fokus pada masalah kemiskinan yang

(29)

14

Apple karya Iwan Setyawan dan implemantasinya dalam materi pembelajaran

sastra kelas XI semester 1.

Penelitian ketiga yang relevan adalah penelitian yang terdapat dalam

http://agztncy.wordpress.com/2012/01/24/analisis-unsur-intrinsik-novel-9-

summer-10-autumns-dari-kota-apel-ke-the-big-apple-karya-iwan-setyawan-dan-

usulan-pembelajaran-dengan-menggunakan-model-sinektik-pada-siswa-kelas-ix-smp/ dengan judul Analisis Unsur Intrinsik Novel 9 Summer 10 Autumns Dari

Kota Apel Ke The Big Apple Karya Iwan Setyawan Dan Usulan Pembelajaran

Dengan Menggunakan Model Sinektik Pada Siswa Kelas IX SMP. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui unsur-unsur intrinsik dari novel 9 Summers 10

Autumns : Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan dan upaya

mencari alternatif bahan ajar yang layak sebagai apresiasi sastra di sekolah dengan

menggunakan model sinektik pada siswa kelas IX SMP. Metode sinektik adalah

metode yang berorientasi pada pengembangan pribadi dan keunikan individu,

penekanannya pada proses membantu individu dalam membentuk dan

mengorganisasikan realita yang unik. Kelebihan lain dari model ini adalah lebih

banyak memperhatikan kehidupan emosional siswa. Persamaan penelitian ini

dengan penelitian peneliti terdapat pada objek penelitian, yaitu novel 9 Summers

10 Autumns : Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan. Perbedaan

penelitian ini dengan penelitian peneliti terdapat pada analisis penelitian dan fokus

penelitian. Penelitian ini menganalisis unsur-unsur intrinsik novel 9 Summers 10

Autumns : Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan dan usulan

(30)

menganalisis masalah kemiskinan yang terkandung dalam novel 9 Summers 10

Autumns : Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan dan

implementasinya dalam materi pembelajaran sastra di SMA kelas XI, semester 1.

Selain ketiga penelitian di atas, novel 9 Summers 10 Autumns : Dari Kota

Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan pernah dibahas dalam artikel yang

dimuat di internet dengan judul novel '9 Summers 10 Autumns': Anak Sopir

Angkot Jadi Direktur di New York yang membahas tentang isi novel dan

tanggapan sang pengarang terhadap novel tersebut. Novel ini pernah diresensi

oleh Stanley Wijaya dengan alamat situs

http://www.yousaytoo.com/resensi-novel-9-summers-10-autumns/3436566.

2.2Kajian Teori

2.2.1 Struktur Karya Sastra

Karya sastra itu merupakan struktur makna atau struktur yang bermakna.

Hal ini mengingat bahwa karya sastra itu merupakan sistem tanda yang

mempunyai makna yang mempergunakan medium bahasa. Untuk menganalisis

struktur sistem tanda ini perlu adanya kritik struktural untuk memahami makna

tanda-tanda yang terjalin dalam sistem (struktur) tersebut (Pradopo, 2011:141).

Menurut Abrams (dalam Wahyuningtyas & Santoso, 2011:1) Teori struktural

termasuk dalam pendekatan objektif, yaitu pendekatan yang menganggap karya

sastra sebagai “makhluk” yang berdiri sendiri, menganggap bahwa karya sastra bersifat otonom, terlepas dari alam sekitarnya, baik pembaca, bahkan

pengarangnya sendiri. Analisis strukturalisme merupakan prioritas pertama

(31)

16

makna yang digali dari karya tersebut tidak dapat ditangkap (Wahyuningtyas &

Santoso, 2011:1). Sejalan dengan teori di atas Teeuw (dalam Pradopo, 2011:141)

juga menyatakan analisis struktural ini merupakan prioritas pertama sebelum yang

lain-lain, tanpa itu kebulatan makna intrinsik yang hanya dapat digali dari karya

sastra sendiri tidak akan tertangkap. Menurut Kurniawan (2012:13) sosiologi

sastra juga mengutamakan analisis struktur karya sastra sebagai bahan

penelaahan. Unsur intrinsik novel perlu dianalisis terlebih dahulu sebelum

menganalisis unsur lainnya. Hal ini perlu dilakukan karena unsur intrinsik adalah

unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri (Nurgiyantoro, 2007:23).

Unsur-unsur ini akan dijumpai saat membaca karya sastra karena kepaduan

unsur-unsur intrinsik yang membuat sebuah novel berwujud. Berdasarkan beberapa

pengertian mengenai struktur karya sastra di atas dapat disimpulkan bahwa

analisis struktur sastra merupakan proses pertama dalam analisis karya sastra yang

harus dilakukan sebelum diterapkannya analisis lain agar terjadi kebulatan makna

intrinsik dari karya sastra tersebut.

Unsur-unsur intrinsik menurut Nurgiyantoro (2007:23) terdiri dari

peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa

atau gaya bahasa. Unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam penelitian ini

terbatas pada tokoh dan penokohan, tema, latar, alur, dan bahasa karena

unsur-unsur intrinsik tersebut yang dibutuhkan peneliti untuk menganalisis masalah

kemiskinan yang terkandung dalam novel 9 Summers 10 Autumns:Dari Kota Apel

(32)

2.2.1.1 Tokoh dan Penokohan

Tokoh cerita (character), menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro,

2007:165), adalah orang(-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif,

atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan

kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang

dilakukan dalam tindakan. Sudjiman (1988:16) dalam bukunya Memahami

Cerita Rekaan mengartikan tokoh sebagai individu rekaan yang mengalami

peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Berdasarkan

perbedaan sudut pandang dan tinjauan, seorang tokoh dapat saja dikategorikan

ke dalam tiga jenis (Nurgiyantoro, 2007:176-183). Pertama, berdasarkan tingkat

pentingnya tokoh dalam sebuah cerita. Kedua, berdasarkan fungsi penampilan

tokoh. Ketiga, berdasarkan perwatakannya.

Berdasarkan tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, tokoh

dibedakan menjadi:

a. Tokoh Utama

Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel

yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik

sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Menurut Sudjiman

(1988:18) kriteria yang digunakan untuk menentukan tokoh utama bukan

frekuensi kemunculan tokoh itu di dalam cerita, melainkan intensitas

keterlibatan tokoh dalam peristiwa-peristiwa yang membangun cerita. Sejalan

dengan pendapat Sayuti (2000:74) yang mengungkapkan tiga cara untuk

(33)

18

dengan makna atau tema. Kedua, tokoh itu yang paling banyak berhubungan

dengan tokoh lain. Kedua, tokoh itu yang paling banyak membutuhkan waktu

penceritaan.

b. Tokoh Tambahan

Tokoh tambahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam cerita

tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk mendukung tokoh utama

(Wahyuningtyas & Santoso, 2011:3).

Berdasarkan fungsi penampilan tokoh, tokoh dibedakan menjadi:

a. Tokoh Protagonis

Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi—yang salah satu jenisnya secara popular disebut hero—tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita (Altenbernd& Lewis dalam

Nurgiyantoro, 2007:178). Menurut Sudjiman (1988:18), tokoh protagonis

selalu menjadi tokoh yang sentral dalam cerita.

b. Tokoh Antagonis

Tokoh antagonis adalah tokoh penyebab terjadinya konflik (Nurgiyantoro,

2007:179). Sudjiman (1988:19) berpendapat bahwa tokoh yang merupakan

penentang utama dari tokoh protagonis disebut antagonis atau tokoh lawan.

Berdasarkan perwatakannya, tokoh cerita dapat dibedakan menjadi:

a. Tokoh Sederhana

Tokoh sederhana dalam bentuknya yang asli, adalah tokoh yang hanya

memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat-watak yang tertentu saja

(34)

Cerita Rekaan, Sudjiman (1988) menyebut tokoh sederhana sebagai tokoh

datar. Tokoh datar menurutnya adalah tokoh yang bersifat statis; di dalam

perkembangan lakuan, watak tokoh itu sedikit sekali berubah, bahkan ada

kalanya tidak berubah sama sekali.

b. Tokoh Bulat

Tokoh bulat adalah tokoh yang memiliki dan diungkapkan berbagai

kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya

(Nurgiyantoro, 2007:183). Sejalan dengan pendapat Sudjiman (1988:21),

jika tokoh memiliki lebih dari satu ciri segi watak yang ditampilkan atau

digarap di dalam cerita sehingga tokoh itu dapat dibeda-bedakan dari

tokoh-tokoh yang lain, maka tokoh-tokoh itu disebut tokoh-tokoh bulat atau tokoh-tokoh kompleks.

Peneliti akan membahas jenis tokoh berdasarkan tingkat pentingnya tokoh

dalam sebuah cerita dan berdasarkan fungsi penampilan tokoh. Hal tersebut

dilakukan karena penelitian ini memfokuskan pada analisis masalah kemiskinan

dalam novel 9 Summers 10 Autumns:Dari Kota Apel ke The Big Apple dan kedua

jenis tokoh tersebut sudah cukup membantu peneliti untuk menganalisis masalah

kemiskinan tersebut.

Dalam sub-bab ini juga akan dibahas mengenai penokohan untuk memberi

penjelasan pada jenis tokoh berdasarkan fungsi penampilan tokoh, yaitu tokoh

protagonis dan tokoh antagonis dan untuk membantu peneliti menganalisis

masalah kemiskinan dalam novel 9 Summers 10 Autumns:Dari Kota Apel ke The

Big Apple. Secara garis besar teknik pelukisan tokoh dalam suatu karya—atau

(35)

20

berhubungan dengan jati diri tokoh dapat dibedakan ke dalam dua cara atau

teknik, yaitu teknik penjelasan, ekspositori dan teknik dramatik atau istilah

lainnya pelukisan secara langsung dan pelukisan secara tidak langsung

(Nurgiyantoro, 1995). Berikut penjelasan kedua teknik tersebut.

a. Teknik Ekspositori

Teknik pelukisan tokoh ini memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan

secara langsung. Tokoh cerita hadir dan dihadirkan oleh pengarang ke

hadapan pembaca secara tidak berbelit-belit, melainkan begitu saja dan

langsung disertai deskripsi kediriannya, yang mungkin berupa sikap, sifat,

watak, tingkah laku, atau bahkan juga ciri fisiknya. Biasanya hal tersebut

terungkap dalam tahap perkenalan.

b. Teknik Dramatik

Penampilan tokoh cerita, dalam teknik dramatik, artinya mirip dengan yang

ditampilkan pada drama, dilakukan secara tak langsung. Pengarang tidak

mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh.

Pengarang membiarkan para tokoh cerita untuk menunjukkan kediriannya

sendiri melalui berbagai aktivitas yang dilakukan, baik secara verbal lewat

kata maupun nonverbal lewat tindakan atau tingkah laku, dan juga melaui

peristiwa yang terjadi. Wujud penggambaran teknik dramatik dapat

dilakukan dengan sejumlah teknik. Berbagai teknik yang dimaksud sebagian

(36)

(1) Teknik Cakapan

Percakapan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh cerita biasanya juga

dimaksudkan untuk menggambarkan sifat-sifat tokoh yang bersangkutan.

Namun tidak semua percakapan mampu mencerminkan kedirian tokoh

hanya percakapan yang baik, efektif, dan fungsional yang mampu

menunjukkan perkembangan plot dan sekaligus mencerminkan sifat

kedirian tokoh.

(2) Teknik Tingkah Laku

Teknik tingkah laku menyaran pada tindakan yang bersifat nonverbal,

fisik. Wujud tindakan dan tingkah laku menunjukkan reaksi, tanggapan,

sifat, dan sikap yang mencerminkan sifat-sifat kediriannya meskipun

tidak semua tingkah laku yang dilakukan tokoh dapat mencerminkan hal

tersebut.

(3) Teknik Pikiran dan Perasaan

Keadaan dan jalan pikiran serta perasaan yang melintas di dalam pikiran

dan perasaan, serta apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh tokoh, dalam

banyak hal akan mencerminkan sifat sifat kedirian tokoh tersebut.

Perbuatan dan kata-kata merupakan wujud konkret tingkah laku pikiran

dan perasaan. Meskipun tidak semua pikiran dan perasaan diwujudkan

secara konret dalam bentuk perbuatan dan kata-kata.

(4) Teknik Arus Kesadaran

Arus kesadaran merupakan sebuah teknik narasi yang berusaha

(37)

22

tanggapan indera bercampur dengan kesadaran dan ketidaksadaran

pikiran, perasaan, ingatan, harapan, dan asosiasi-asosiasi acak (Abrams

dalam Nurgiyantoro, 1995:206). Arus kesadaran sering disamakan

dengan interior monologue, monolog batin. Monolog batin, percakapan

yang hanya terjadi dalam diri sendiri, yang umumnya ditampilan dengan

gaya “aku”, berusaha menangkap kehidupan batin, urutan suasana kehidupan batin, pikiran, perasaan, emosi, tanggapan, kenangan, nafsu,

dan sebagainya.

(5) Teknik Reaksi Tokoh

Teknik reaksi tokoh dimaksudkan sebagai reaksi tokoh terhadap suatu

kejadian, masalah, keadaan, kata, dan sikap-tingkah-laku orang lain, dan

sebagainya yang berupa “rangsang” dari luar diri tokoh yang bersangkutan.

(6) Teknik Reaksi Tokoh Lain

Reaksi tokoh(-tokoh) lain dimaksudkan sebagai reaksi yang diberikan

oleh tokoh lain terhadap tokoh utama, atau tokoh yang dipelajari

kediriannya, yang berupa pandangan, pendapat, sikap, komentar, dan

lain-lain. Penilaian kedirian tokoh (utama) diceritakan oleh tokoh-tokoh

cerita yang lain dalam sebuah karya.

(7) Teknik Pelukisan Latar

Suasana latar (tempat) sekitar tokoh sering dipakai untuk melukiskan

kediriannya. Pelukisan suasana latar dapat lebih mengitensifkan sifat

(38)

yang lain. Keadaan latar tertentu dapat menimbulkan kesan yang tertentu

di pihak pembaca.

(8) Teknik Pelukisan Fisik

Keadaan fisik seseorang sering berkaitan dengan keadaan kejiwaannya,

atau paling tidak, pengarang sengaja mencari dan memperhubungkan

adanya keterkaitan itu. Keadaan fisik tokoh perlu dilukiskan, terutama

jika ia memiliki bentuk fisik khas sehingga pembaca dapat

menggambarkan secara imajinatif.

Adapun pendapat berdasarkan Aminudin dalam Siswanto (2008:145)

menyebutkan beberapa cara memahami watak tokoh, yaitu: a) melalui tuturan

pengarang terhadap karakteristik pelakunya, b) gambaran yang diberikan

pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupannya maupun caranya

berpakaian, c) menunjukkan bagaimana perilakunya, d) melihat bagaimana tokoh

itu berbicara tentang dirinya sendiri, e) memahami jalan pikirannya, f) melihat

bagaimanakah tokoh lain berbincang tentangnya, g) melihat tokoh lain berbincang

dengannya, h) melihat bagaimanakah tokoh-tokoh yang lain itu member reaksi

terhadapnya, dan i) melihat bagaimanakah tokoh itu mereaksi dalam yang lain.

2.2.1.2 Latar

Latar atau setting disebut juga landasan tumpu, menyaran pada pengertian

tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2007:216). Latar

mempunyai fungsi sebagai pijakan cerita agar memberikan kesan realistis pada

(39)

24

dan tempat) sebagaimana adanya, (b) berfungsi sebagai proyeksi keadaan batin

para tokoh; latar menjadi metafor dari keadaan emosional dan spiritual tokoh, (c)

latar juga dapat menciptakan suasana.

Unsur latar menurut Nurgiyantoro (2007:227-233) dapat dibedakan ke

dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial.

a. Latar Tempat

Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan

dalam sebuah karya fiksi.

b. Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa -peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.

c. Latar Sosial

Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku

kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya

fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah

dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat

istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan

lain-lain. Latar sosial menurut Hudson dalam Sudjiman (1988) mencakup

penggambaran keadaan masyarakat, kelompok-kelompok sosial dan

sikapnya, adat kebiasaan, cara hidup, bahasa dan lain-lain yang melatari

peristiwa.

Perlu diketahui bahwa tidak semua latar cerita itu ada di dalam sebuah

(40)

menonjol adalah latar waktu dan tempat. Mungkin dicerita lainnya yang

menonjol adalah latar sosial. Penggambaran latar ini ada yang terperinci, ada

pula yang tidak. Ada latar yang dijelaskan secara persis seperti kenyataannya;

ada yang gabungan antar kenyataan dan khayalan; ada juga latar yang

merupakan hasil imajinasi sastrawannya (Siswanto, 2008:150).

2.2.1.3Alur

Alur adalah peristiwa yang diurutkan membangun tulang punggung cerita

(Sudjiman, 1988:29). Alur juga dapat diartikan sebagai struktur

peristiwa-peristiwa yaitu sebagaimana yang terlihat dalam pengurutan dan penyajian

berbagai peristiwa tersebut untuk mencapai efek emosional dan efek artistik

tertentu (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2007:113). Stanton dalam Nurgiyantoro (

2007:113) pun mengemukakan bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan

kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat,

peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.

Sejalan dengan pendapat Kenny dalam Nurgiyantoro (2007:113) mengemukakan

bahwa plot sebagai peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak

bersifat sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu

berdasarkan kaitan sebab akibat. Plot juga diartikan sebagai bagan atau kerangka

kejadian dimana para peran berbuat (Hamzah,1985:69). Berdasarkan

pengertian-pengertian mengenai alur di atas dapat disimpulkan bahwa alur adalah urutan

peristiwa dalam cerita.

Ditinjau berdasarkan urutan waktu dikenal dengan Alur Lurus (Maju) atau

(41)

26

a. Alur Lurus (Maju) atau Progresif

Sebuah novel dikatakan progresif jika peristiwa-peristiwa yang dikisahkan

bersifat kronologis, peristiwa (-peristiwa) yang pertama diikuti atau

menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa yang kemudian. Atau, secara

runtut cerita dimulai dari tahap awal (penituasian, pengenalan,pemunculan

konflik), tengah (konflik meningkat, klimak), dan akhir (penyelesaian).

b. Alur Sorot- Balik (Mundur) atau regresif

Urutan kejadian yang dikisahkan dalam karya fiksi yang beralur regresif

tidak bersifat kronologis, cerita tidak dimulai dari tahap awal, melainkan

mungkin dari tahap tengah atau tahap akhir, baru kemudian tahap awal

cerita dikisahkan.

c. Alur Campuran

Alur yang didalamnya mengandung alur progresif dan regresif.

Alur berdasarkan kriteria jumlah dapat dibagi menjadi dua yaitu alur tunggal

dan alur sub-sub plot.

a. Alur Tunggal

Karya fiksi yang beralur tunggal biasanya hanya mengembangkan sebuah

cerita dengan menampilkan seorang tokoh utama protagonis yang sebagai

hero. Cerita pada umumnya hanya mengikuti perjalanan hidup tokoh

tersebut, lengkap dengan permasalahan dan konflik yang dialaminya.

b. Alur sub-subplot

Karya fiksi yang memiliki lebih dari satu alur yang dikisahkan, atau terdapat

(42)

dan konflik yang dihadapi. Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro

(1995:158) subplot, hanya merupakan bagian dari plot utama. Ia berisi cerita

“kedua” yang ditambahkan yang bersifat memperjelas dan memperluas pandangan kita terhadap plot utama dan mendukung efek keseluruhan

cerita.

Alur berdasarkan kriteria kepadatan adalah padat atau tidaknya

pengembangan dan perkembangan cerita pada karya fiksi. kriteria ini dibedakan

menjadi dua yaitu alur padat dan alur longgar.

a. Alur Padat

Alur padat adalah alur yang cara penyajian ceritanya cepat dan

peristiwa-peristiwa fungsional terjadi susul-menyusul dengan cepat, hubungan antar

peristiwa juga terjalin erat, dan pembaca seolah-olah selalu dipaksa untuk

terus-menerus mengikutinya.

b. Alur Longgar

Dalam cerita yang beralur longgar, pergantian peristiwa demi peristiwa

penting berlangsung lambat.

Alur berdasarkan kriteria isi adalah sesuatu, masalah, kecenderungan

masalah, yang diungkap dalam cerita. Kriteria ini dapat dibagi dua, yaitu alur

peruntungan dan alur tokohan.

a. Alur Peruntungan

Alur peruntungan berhubungan dengan cerita yang mengungkapkan nasib,

(43)

28

b. Alur Tokohan

Alur tokohan menyaran pada adanya sifat pementingan tokoh, tokoh yang

menjadi fokus perhatian.

c. Alur Pemikiran

Alur Pemikiran mengungkapkan sesuatu yang menjadi bahan pemikiran,

keinginan, perasaan, berbagai macam obsesi, dan lain-lain hal yang menjadi

masalah hidup dan kehidupan manusia. (Nurgiyantoro, 1995:153-162).

2.2.1.4 Tema

Gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang

terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut

persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan (Hartoko & Rahmanto dalam

Nurgiyantoro, 2007:68). Tema disaring dari motif-motif yang terdapat dalam

karya yang bersangkutan yang menentukan hadirnya peristiwa-peristiwa, konflik,

dan situasi tertentu (Nurgiyantoro, 2007:68). Hal ini seperti yang diungkapkan

Sudjiman (1988:50) bahwa gagasan, ide, atau pilihan utama yang mendasari suatu

karya sastra disebut tema. Menurut Stanton dan Kenny dalam Nurgiyantoro

(2007:67) tema adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Tema dalam

karya fiksi dapat disimpulkan dengan menyimpulkan keseluruhan cerita.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, tema dapat disimpulkan sebagai

gagasan yang mendasari cerita suatu karya sastra.

Dalam usaha menemukan dan menafsirkan tema sebuah novel secara lebih

khusus dan rinci, Stanton dalam Nurgiyantoro (2007:87-88) mengemukakan

(44)

Pertama, penafsiran tema sebuah novel hendaknya mempertimbangkan tiap detail cerita yang menonjol. Kriteria ini merupakan hal yang paling penting.

Hal itu disebabkan pada detil-detil yang menonjol (atau: ditonjolkan) itulah— yang dapat diidentifikasi sebagai tokoh-masalah-konflik utama—pada umumnya sesuatu yang ingin disampaikan ditempatkan.

Kedua, penafsiran tema sebuah novel hendaknya tidak bersifat bertentangan dengan detil cerita. Novel, sebagai salah satu genre sastra,

merupakan suatu sarana pengungkapan keyakinan, kebenaran, ide, gagasan, sikap

dan pandangan hidup pengarang, dan lain-lain yang tergolong unsur isi dan

sebagai sesuatu yang ingin disampaikan. Oleh karena itu, tentunya pengarang tak

akan “menjatuhkan” sendiri sikap dan keyakinannya yang diungkapkan dalam detil-(detil) tertentu cerita yang lainnya.

Ketiga, penafsiran tema sebuah novel hendaknya tidak mendasarkan diri pada bukti-bukti yang tidak dinyatakan baik secara langsung maupun tak langsung

dalam novel yang bersangkutan. Tema cerita tak dapat ditafsirkan hanya

berdasarkan perkiraan, sesuatu yang dibayangkan ada dalam cerita, atau informasi

lain yang kurang dapat dipercaya.

Keempat, penafsiran tema sebuah novel haruslah mendasarkan diri pada bukti-bukti yang secara langsung ada dan atau yang disarankan dalam cerita.

Menurut Sudjiman (1988:50-52) terdapat beberapa tema yaitu:

1) Tema yang bersifat didaktis, yaitu tema yang dinyatakan dengan

(45)

30

2) Tema eksplisit, yaitu tema cerita yang secara jelas dinyatakan, misalnya

tema yang terlihat pada judul.

3) Tema simbolik, yaitu tema yang biasanya dinyatakan secara implisit

(tersirat).

4) Tema yang terungkap oleh dialog.

2.2.1.5 Bahasa

Bahasa menurut KBBI (2008:116) adalah sistem lambang bunyi yang

arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama,

berinteraksi, dan mengidentifikasi diri. Bahasa meliputi segala macam tindak

komunikasi yang menyangkut pemakaian lambang bunyi (Rahmanto, 1988:11).

Bahasa merupakan unsur penting dalam karya sastra karena bahasa adalah sarana

pengungkapan sastra itu sendiri. Jika sastra dikatakan ingin menyampaikan

sesuatu, mendialogkan sesuatu, sesuatu tersebut hanya dapat dikomunikasikan

lewat bahasa (Nurgiyantoro, 2007:272). Sastra juga disebut sebagai institusi sosial

yang memakai medium bahasa (Wellek dan Warren, 1990:109). Sejalan dengan

pendapat Siswanto (2008:19) yaitu pesan yang disampaikan sastrawan kepada

pembacanya, yaitu berbentuk karya sastra. Kemudian karya sastra tersebut

disampaikan dengan medium bahasa. Oleh sebab itu, untuk memperoleh

efektifitas pengungkapan, bahasa dalam sastra disiasati, dimanipulasi, dan

didayagunakan secermat mungkin sehingga tampil dengan sosok yang berbeda

dengan bahasa non sastra. Sebagai bahasa, karya sastra sebenarnya dapat dibawa

ke dalam keterkaitan yang kuat dengan dunia sosial tertentu yang nyata, yaitu

(46)

hidup dan berlaku. Apabila bahasa dipahami sebagai sebuah tata simbolik yang

bersifat sosial dan kolektif, karya sastra yang menggunakan bahasa itu terbagi tata

simbolik yang sama dengan masyarakat pemilik dan pengguna bahasa itu. Apabila

sebagai tata simbolik bahasa dimengerti sebagai alat perekam dan reproduksi

pengalaman para pemakai dan penggunanya, karya sastra, dapat ditempatkan

sebagai aktivitas simbolik yang terbagi pula secara sosial (Faruk, 2012:46).

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bahasa memiliki

peran penting dalam karya sastra, yaitu sebagai sarana penyampaian karya sastra

itu sendiri dan sebagai tanda untuk mengenali lingkungan sosial dan waktu bahasa

yang digunakan oleh karya sastra saat karya sastra itu hidup dan berlaku.

2.2.2 Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal

dari kata sosio (Yunani: socius berarti bersama-sama, bersatu, kawan, atau teman)

dan logi (logos berarti sabda, perkataan, atau perumpaan). Sastra dari kata sas

(sansekerta) berarti mengarahkan, mengajar, atau memberi petunjuk. Akhiran tra

berarti alat. Hakikat sosiologi adalah objektivitas, sedangkan hakikat karya sastra

adalah subyektivitas dan kreativitas (Ratna, 2003:4). Sosiologi sastra secara

umum menjelaskan hubungan faktor kehidupan sosial manusia dengan karya

sastra. Oleh karena itu, Damono (1978:2) membuat menyimpulkan bahwa

pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan

disebut sosiologi sastra. Endraswara (2011:5) dalam bukunya yang berjudul

Metodologi Penelitian Sosiologi Sastra memberikan pengertian sosiologi sastra

(47)

32

Karya sastra adalah gambaran masyarakat yang memakai medium bahasa,

oleh sebab itu pemahaman sastra tidak hanya ditentukan oleh struktur karya sastra

namun juga dari sosiologi karya sastra tersebut. Dasar pendekatan sosiologis

adalah adanya hubungan hakiki antara karya sastra dengan masyarakat.

Hubungan-hubungan yang dimaksudkan disebabkan oleh: a) karya sastra

dihasilkan oleh pengarang, b) pengarang itu sendiri adalah anggota masyarakat,

dan c) pengarang memanfaatkan kekayaan yang ada dalam masyarakat, dan d)

hasil karya sastra itu dimanfaatkan kembali oleh masyarakat (Ratna, 2004:60).

Hal tersebut membuktikan bahwa kehidupan sosial masyarakat pengarang

mempengaruhi karya sastra yang dibuatnya. Analisis sosiologi sastra berkaitan

dengan analisis sosial terhadap karya sastra, baik ideologi sosial pengarang,

pandangan dunia pengarang, pengaruh strukturasi masyarakat terhadap karya

sastra atau sebaliknya, dan fungsi sosial sastra (Kuniawan, 2012:6).

Wellek dan Warren dalam Kurniawan (2012:11) juga mengemukakan

tiga paradigma pendekatan dalam sosiologi sastra. Pertama, sosiologi pengarang;

inti dari analisis sosiologi pengarang ini adalah memaknai pengarang sebagai

bagian dari masyarakat yang telah menciptakan karya sastra. Kedua, sosiologi

karya sastra; analisis aspek sosial dalam karya sastra dilakukan dalam rangka

untuk memahami dan memaknai hubungannya dengan keadaan sosial masyarakat

di luarnya. Ketiga, sosiologi pembaca; kajian pada sosiologi pembaca ini

mengarah pada dua hal, yaitu kajian pada sosiologi terhadap pembaca yang

memaknai karya sastra dan kajian pada pengaruh sosial yang diciptakan karya

(48)

telaah sosiologis terhadap sastra. Pertama, pendekatan yang berdasarkan pada

anggapan bahwa, sastra merupakan cermin proses sosial-ekonomis belaka.

Pendekatan ini bergerak dari faktor-faktor di luar sastra untuk membicarakan

sastra; sastra hanya berharga dalam hubungannya dengan faktor-faktor di luar

sastra itu sendiri. Jelas bahwa dalam pendekatan ini teks sastra tidak dianggap

utama, ia hanya merupakan epiphenomenon (gejala kedua). Kedua, pendekatan

yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelaahan. Metode yang

dipergunakan dalam sosiologi sastra ini adalah analisis teks mengetahui

strukturnya, untuk kemudian dipergunakan memahami lebih dalam lagi gejala

sosial yang diluar sastra. Penelitian ini akan menggunakan kedua pendekatan

sosiologi sastra dari Damono tersebut.

2.2.3 Permasalahan Sosial

Menurut Soekanto (1986) dalam bukunya Sosiologi Suatu Pengantar,

gejala dimana unsur-unsur tertentu dari masyarakat tidak dapat berfungsi

sebagaimana mestinya, sehingga menyebabkan kekecewaan-kekecewaan dan

bahkan penderitaan bagi warga-warga masyarakat dinamakan problema-problema

sosial. Menurut Hendropuspito (1989:315) masalah sosial didefinisikan sebagai

kesenjangan antara nilai budaya yang ideal dan tingkah laku yang ada dalam

masyarakat, dan yang menimbulkan bentrokan antara sejumlah nilai sosial.

Soekanto (1989) juga menyimpulkan bahwa pada dasarnya, problema-problema

sosial menyangkut nilai-nilai sosial dan moral sehingga problema-problema sosial

tak mungkin ditelaah tanpa mempertimbangkan ukuran-ukuran masyarakat

(49)

34

Soekanto (2002:360) menyebutkan faktor-faktor yang melatarbelakangi

timbulnya masalah sosial yaitu:

1)Faktor Ekonomi

Problem-problem yang termasuk dalam faktor ini dapat dicontohkan misalnya,

kemiskinan, kesenjangan ekonomi, dan pengangguran.

2) Faktor Psikologi

Problem-problem yang termasuk dalam faktor ini dapat dicontohkan,

misalnya, penyakit syaraf, bunuh diri, dan disorganisasi jiwa.

3) Faktor Biologis

Problem-problem yang termasuk dalam faktor ini dapat dicontohkan,

misalnya, penyakit.

4) Faktor Kebudayaan

Problem-problem yang termasuk dalam faktor ini dapat dicontohkan,

misalnya, perceraian, kejahatan, kenakalan anak-anak, konflik ras, dan

keagamaan.

Masalah sosial yang menonjol pada novel 9 Summers 10 Autumns : Dari

Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan adalah masalah kemiskinan

yang disebabkan oleh faktor ekonomi sehingga penelitian ini memfokuskan pada

permasalahan tersebut. Masalah Kemiskinan dapat diartikan sebagai suatu

keadaan di mana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri dengan taraf

kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun

(50)

Teori-teori kemiskinan pada umumnya bermuara pada dua paradigma besar

yang juga berpengaruh pada pemahaman mengenai kemiskinan dan

penanggulangan kemiskinan. Dua paradigma yang dimaksud adalah Neo-Liberal

dan Demokrasi-Sosial.

1. Neo-Liberal

Pada paradigma ini individu dan mekanisme pasar bebas menjadi fokus

utama dalam melihat kemiskinan (Syahyuti via Febriana, 2010:15). Pendekatan

ini menempatkan kebebasan individu sebagai komponen penting dalam suatu

masyarakat. Oleh karena itu dalam melihat kemiskinan, pendekatan ini

memberikan penjelasan bahwa kemiskinan merupakan persoalan individu yang

merupakan akibat dari pilihan-pilihan individu. Bagi pendekatan ini kekuatan

pasar merupakan kunci utama untuk menyelesaikan masalah kemiskinan. Hal ini

dikarenakan kekuatan pasar yang diperluas dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi

akan menghapuskan kemiskinan (Syahyuti via Febriana, 2010:15).

Kelemahan paradigma ini adalah terlalu memandang kemiskinan hanya melalui

pendapatan dan kurang melibatkan orang miskin sebagai subyek dalam

permasalahan kemiskinan (Satterthwaite via Febriana, 2010:16).

2. Demokrasi-Sosial

Paradigma ini tidak melihat kemiskinan sebagai persoalan individu,

melainkan lebih melihatnya sebagai persoalan struktural (Cheyne, O’Brien dan Belgrave via Febriana, 2010:16).

Pendekatan ini juga menekankan pada kesetaraan sebagai prasyarat

Referensi

Dokumen terkait

1) Membuat RPP yang berorientasi pada model Peer Teaching. 2) Melaksanakan RPP dalam proses pembelajaran yang sebenarnya. Dalam hal ini peneliti sendiri yang melaksanakan atau

HUBUNGAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK ORAL CLINDAMYCIN YANG TIDAK ADEKUAT TERHADAP KESEMBUHAN PASIEN ACNE.. VULGARIS PADA PASIEN DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN

diberikan pada nilai tegangan pada power supply, frekuensi yang digunakan dan. jarak antara koil pemancar dan koil

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan analisis terhadap beberapa faktor di pasar yaitu jumlah pasokan, stok (khusus beras), nilai tukar, volume impor dan

Pembahasan pada asuhan keperawatan ini berguna untuk menyelesaikan masalah anemia yang sering muncul pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis terutama di

Usulan yang diberikan kepada Sky Karaoke, yaitu lebih memperhatikan jumlah microphone pada ruangan, memperhatikan kualitas tampilan Tv, memperhatikan kualitas sound

1) Produk ini dapat dipakai sebagi sarana investasi bebas pajak apabila preminya dibayar secara tahunan/sekaligus untuk masa asuransi diatas 3 tahun. 2) Jika

Berdasarkan latar belakang dan landasan teori yang telah dikemukakan, maka dapat diambil suatu kerangka pemikiran sebagai berikut. Pembelajaran IPS merupakan suatu proses