• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI ORANG TUA DALAM MENGOPTIMALKAN POTENSI SENI ANAK BERBAKAT ISTIMEWA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "STRATEGI ORANG TUA DALAM MENGOPTIMALKAN POTENSI SENI ANAK BERBAKAT ISTIMEWA SKRIPSI"

Copied!
526
0
0

Teks penuh

(1)

DALAM MENGOPTIMALKAN POTENSI SENI ANAK BERBAKAT ISTIMEWA

SKRIPSI

Disusun Oleh : SYAFATANIA NIM. 111211132021

Fakultas Psikologi Universitas Airlangga

(2)

DALAM MENGOPTIMALKAN POTENSI SENI ANAK BERBAKAT ISTIMEWA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Universitas Airlangga

Disusun Oleh : SYAFATANIA NIM. 111211132021

Fakultas Psikologi Universitas Airlangga

(3)
(4)

Skripsi ini telah disetujui oleh Dosen Pembimbing Penulisan Skripsi

(5)

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan dewan penguji pada hari Kamis tanggal 26 Mei 2016

dengan susunan Dewan Penguji

Ketua

Dr. Dewi Retno Suminar, M.Si., Psikolog NIP. 196703131991032002

Sekretaris

Dr. Wiwin Hendriani, M. Si. NIP. 197811022005012003

Anggota

(6)

Don’t judge me

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, segala syukur terucap hanya kepada Allah SWT, Yang Maha Mengatur apa yang menjadi kehendak-Nya yang dengan ridho dan kemudahan dari-Nya, karya ini mampu terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa karya ini tak akan mampu peneliti selesaikan tanpa bantuan, saran, kritik dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Nurul Hartini, M. Kes., Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, beserta Tim Wakil Dekan

2. Bapak Iwan Wahyu Widayat, M. Psi, Psikolog selaku dosen pembimbing skripsi. Terimakasih atas bimbingan, ilmu, referensi dan masukan-masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 3. Ibu Prof. Dr. Mareyke M. A. W. Tairas, konselor selaku dosen wali.

Terima kasih atas bimbingan selama penulis menempuh studi.

4. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Psikologi Universitas Airlangga yang telah membagi ilmu dan menginspirasi penulis selama ini

5. Ayah Moch. Syafi’i dan Ummah Fatimah Umar yang telah mendukung dan melimpahkan kasih sayang terhadap penulis sejak 22 tahun yang lalu, sehingga penulis dapat menjadi orang yang sekarang.

6. Adik Sherly yang telah menjadi sahabat penulis dan menjadi tempat berbagi keluhan dan cerita selama ini.

7. Izza, Lina, Eka, Mbak Widya, Mas Ridwan, Amel dan Mas Agung yang setia mendengar curhatan, menjadi teman diskusi dan membantu penulis selama menyelesaikan skripsi ini.

(8)

Mhais, Rina dan Arin yang terus memberi semangat dan menghibur penulis sampai penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

10.Mantan mbak-mbak Kost Cinta, Mbak Lintang, Kak Lia dan Mbak Rayu. Terimakasih karena telah membuat penulis merasa punya mbak walaupun penulis adalah anak sulung.

11.Kepada semua subjek yang telah bersedia berbagi dan mau membantu penulis untuk menyelesaikan Skripsi ini.

12.Seluruh karyawan Fakultas Psikologi Universitas Airlangga yang telah membantu urusan penulis selama masa studi.

13.BTS dan GOT7 yang telah menghibur penulis dan mengurangi kejenuhan penulis saat menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih telah menjadi inspirasi penulis untuk berani mencoba hal baru dan tidak berhenti belajar.

14.Semua pihak yang tidak mampu penulis sebutkan satu-persatu, terima kasih atas semua bantuan yagn telah diberikan kepada penulis..

Terima kasih atas seluruh dukungan yang diberikan. Semoga Allah SWT membalas segala yang telah kalian berikan kepada penulis selama ini.

Surabaya, 7 Mei 2016

(9)

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Fokus Penelitian ... 12

1.3. Signifikansi Penelitian ... 12

1.4. Tujuan Penelitian ... 15

1.5. Manfaat Penelitian ... 15

BAB II PERSPEKTIF TEORITIS ... 15

2.1. Kajian Pustaka ... 15

2.1.1. Anak Berbakat Istimewa ... 15

2.1.1.1. Keberbakatan ... 15

2.1.1.2. Konsep-Konsep Keberbakatan Istimewa ... 17

2.1.1.3. Anak Berbakat Istimewa ... 23

2.1.2. Potensi Seni Anak Berbakat Istimewa ... 40

2.1.2.1. Seni ... 40

2.1.2.2. Pendidikan Seni di Indonesia ... 32

2.1.2.3. Potensi Seni pada Anak Berbakat Istimewa ... 32

2.1.3. Strategi ... 33

2.1.3.1. Pengertian Strategi ... 33

2.1.3.2. Dimensi Strategi ... 34

2.1.3.3. Peranan Strategi ... 35

2.2. Perspektif Teoritis ... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 38

3.1. Tipe Penelitian ... 38

3.2. Unit Analisis ... 39

3.3. Subjek Penelitian ... 39

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 40

3.5. Teknik Pengorganisasian dan Analisis Data ... 41

(10)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 47

4.1. Setting Penelitian ... 47

4.1.1. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian ... 47

4.1.2. Tahap Penggalian Dana ... 48

4.1.3. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 49

4.1.3.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 1 ... 49

4.1.3.2. Gambaran Umum Subjek Penelitian 2 ... 50

4.1.3.3. Gambaran Umum Subjek Penelitian 3 ... 51

4.2. Hasil Penelitian ... 52

4.2.1. Deskripsi Penemuan ... 52

4.2.1.1. Deskripsi Penemuan Subjek Penelitian 1 ... 52

4.2.1.2. Deskripsi Penemuan Subjek Penelitian 2 ... 89

4.2.1.3. Deskripsi Penemuan Subjek Penelitian 3 ... 112

4.2.2. Hasil Analisis Data ... 142

4.2.1.1. Subjek 1 ... 144

4.2.1.2. Subjek 2 ... 151

4.2.1.3. Subjek 3 ... 156

4.3. Pembahasan ... 163

4.3.1. Memberi kesempatan anak belajar hal baru ... 163

4.3.2. Berusaha memahami anak ... 165

4.3.3. Menyediakan fasilitas (Materiil dan Non Materiil) ... 166

4.3.4. Memancing anak untuk meningkatkan kemampuannya ... 167

4.3.5. Memberi motivasi anak untuk berkarya ... 168

4.3.6. Mendampingi anak dalam berkarya ... 168

4.3.7. Memberi kebebasan untuk anak fokus pada bidangnya ... 169

4.3.8. Memiliki rencana ke depan dan mengusahakannya ... 170

4.3.9. Tidak menekan anak ... 170

4.3.10.Melakukan kontrol ... 171

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 173

5.1. Simpulan ... 173

(11)
(12)

Daftar Tabel

(13)

Daftar Gambar

Gambar 1. Differentiated Model of Giftedness and Talent ... 18

Gambar 2. The Three Rings Model ... 20

Gambar 3. Triadich Interdependentie Model ... 21

Gambar 4. The Munich Model of Giftedness ... 22

Gambar 5. Integratif Model of Giftedness... 23

Gambar 6. The Pentagonal Implicit Theory of Giftedness ... 27

(14)

Daftar Lampiran

Lampiran 1. Transkrip Wawancara Subjek 1 ... 186

Lampiran 2. Transkrip Wawancara Subjek 2 ... 238

Lampiran 3. Transkrip Wawancara Subjek 3 ... 286

Lampiran 4. Analisis Tematik Wawancara Subjek 1 ... 330

Lampiran 5. Analisis Tematik Wawancara Subjek 2 ... 372

Lampiran 6. Analisis Tematik Wawancara Subjek 3 ... 405

Lampiran 7. Koding Studi Dokumen Subjek 1 ... 437

Lampiran 8. Koding Studi Dokumen Subjek 2 ... 446

Lampiran 9. Koding Studi Dokumen Subjek 3 ... 452

Lampiran 10. Catatan Lapangan Subjek 1 ... 456

Lampiran 11. Catatan Lapangan Subjek 2 ... 457

Lampiran 12. Catatan Lapangan Subjek 3 ... 458

Lampiran 13. Koding Catatan Lapangan ... 459

Lampiran 14. Hasil Pengumpulan data Subjek 1 ... 461

Lampiran 15. Hasil Pengumpulan data Subjek 2 ... 464

Lampiran 16. Hasil Pengumpulan data Subjek 3 ... 466

Lampiran 17. Definisi Tema ... 468

Lampiran 18. Skema Analisis Tematik ... 477

Lampiran 19. Pengelompokan Berdasarkan Cluster ... 483

Lampiran 20. Pedoman Wawancara ... 489

Lampiran 21. Identifikasi Karya Anak... 491

Lampiran 22. Karya Anak Subjek ... 494

Lampiran 23. Surat Ijin ... 506

(15)

ABSTRAK

Syafatania, 111211132021, Strategi Orang Tua dalam Mengoptimalkan Potensi Seni Anak Berbakat Istimewa,. Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, 2016.

xv + 153 halaman, 24 lampiran.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi orang tua dalam mengoptimalkan potensi seni anak berbakat istimewa. Anak berbakat istimewa yang potensinya teroptimalkan dapat menjadi salah satu sumber daya manusia berkualitas yang dimiliki negara.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus intrinsik. Subjek penelitian terdiri dari tiga orangtua yang memiliki anak berbakat istimewa. Data dikumpulkan dengan teknik wawancara, studi dokumen, dan catatan lapangan kemudian dianalisis menggunakan metode analisis tematik.

Berdasarkan pada hasil penelitian pada ketiga subjek, disimpulkan bahwa terdapat 50 tema strategi orang tua dalam mengoptimalkan potensi seni anak berbakat istimewa. Tema-tema tersebut lalu dikelompokkan menjadi 10 cluster, yaitu memberi kesempatan anak belajar hal baru, berusaha memahami anak, menyediakan fasilitas (materiil dan non materiil), memancing anak untuk meningkatkan kemampuannya, memberi motivasi anak untuk berkarya, mendampingi anak dalam berkarya, memberi kebebasan untuk anak fokus pada bidangnya, memiliki rencana ke depan dan mengusahakannya, tidak menekan anak dan melakukan kontrol.

(16)

ABSTRACT

Syafatania, 111211132021, Parenting Strategies in Optimizing Art Potential of Talented Children,. Thesis, Faculty of Psychology Airlangga University, 2016. xv + 153 pages, 24 appendices.

This study aims to determine the parenting strategies in optimizing art potential of talented children. Talented children whose optimized potention are one kind of the quality human resources that are owned by the nation.

Approachment used in this study is qualitative approach with intrinsic case study method. Subjects consisted of three parents of children with special talent in the art field. Data were collected by interview, documents study, and field notes and analyzed by using thematic analysis.

Based on the results of all the three subjects, concluded that there are 50 theme of strategies upbringing by parents in optimizing the art potential of talented children. All those themes then being grouped into 10 clusters, which, gives children the opportunity to learn new things, trying to understand the child, provide facilities (material and non-material), support children to improve their capabilities, giving motivation to work, assisting children in their work, giving children the freedom to focus on their field, have a plan ahead and trying to accomplish that, do not give the child a pressure and giving control.

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia yang merupakan negara berkembang yang sangat membutuhkan

sumber daya manusia berkualitas untuk mengisi berbagai bidang strategis seperti

ilmuwan, teknisi, dan seniman tingkat tinggi (Sutratinah, 2001). Sumber daya

manusia berkualitas dapat berupa tenaga-tenaga kreatif yang mampu memberi

sumbangan bermakna terhadap ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian, serta

kesejahteraan bangsa (Munandar, 2012). Sumber daya manusia yang berkualitas

merupakan potensi yang berkontribusi penting dalam membangun bangsa yang

kompeten dalam menghadapi tantangan (Akbar-Hawadi, 2002)

Pengembangan sumber daya manusia berkualitas pada hakikatnya adalah

mengenai dua hal, yaitu : identifikasi bakat-bakat unggul dalam berbagai bidang

dan pemupukan serta pengembangan kreativitas yang dimiliki setiap orang yang

pada dasarnya perlu dikenali dan dirangsang sejak usia dini (Munandar, 2012).

Pengembangan sumber daya berkualitas juga disebutkan dalam GBHN tahun

1999 yang berisi “Pengembangan kualitas sumber daya manusia dilakukan sedini

mungkin secara terarah, terpadu dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif

dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang

secara optimal disertai dengan hak dan dukungan serta perlindungan sesuai

(18)

Salah satu sumber daya manusia berkualitas yang perlu diperhatikan

merupakan anak Talented atau sering disebut anak berbakat istimewa (BI). Anak

berbakat istimewa memiliki kelebihan dibanding anak lain, diantaranya adalah

pemikiran yang kritis, proses penerimaan informasi yang lebih mudah, dan

mempunyai keterikatan lebih terhadap tugas (Klein, 2007). Mereka juga dapat

memahami gagasan baru dengan lebih mudah, dapat menemukan pemecahan

masalah dengan cara mereka sendiri, dan dapat fokus dalam jangka waktu yan

lama ketika sedang mengerjakan hal yang mereka senangi (Distin dkk, 2006).

Anak berbakat telah mendapat perhatian sejak 200 tahun yang lalu. Plato

pernah menyebutkan agar anak-anak berbakat dikumpulkan dan dididik secara

khusus karena diharapkan mereka akan menjadi pemimpin negara dalam segala

bidang pemerintahan. (Natawijaya, 1979). Anak berbakat memiliki kebutuhan dan

masalah khusus yang menuntut perhatian dan pelayanan khusus pula (Munandar,

2012). Akbar-Hawadi (2004) pernah membahas bahwa pengembangan anak

berbakat sebagai bibit unggul yang seharusnya mendapat perhatian dari berbagai

pihak. Undang-undang juga menyebutkan bahwa “Warganegara yang memiliki

potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus”.

dalam UU No. 20 tahun 2003.

Anak berbakat istimewa, berdasarkan National Association of Gifted

Children diperkirakan sekitar 6% pada usia TK hingga 12 tahun. Namun dalam

sebuah penelitian longitudinal yang pernah diadakan oleh Freeman (2006),

hasilnya menunjukkan bahwa dari 210 anak berbakat yang diteliti, hanya enam

(19)

Berdasarkam statistika, anak cerdas dan berbakat istimewa berjumlah 2%

populasi (Terman, 1921 dalam Akbar-Hawadi, 2002). Indonesia memiliki

kurang lebih 252.164.800 penduduk (Badan Pusat Statistik, 2015) maka ada

sekitar 5.043.296 penduduk yang memiliki kecerdasan dan keberbakatan

istimewa.

Keberbakatan oleh National Association for Gifted Children (2015)

dibangun oleh atau merupakan kombinasi dari 5 domain, yaitu:

1. Kemampuan intelektualitas

2. Kemampuan kreatif

3. Kemampuan artistik (bidang seni)

4. Kemampuan kepemimpinan

5. Kemampuan akademik

Fischer (2006) mengembangkan Integratif Model of Giftedness. Model

tersebut menjelaskan keberbakatan mempunyai faktor kemampuan dan

faktor-faktor prestasi. Faktor-faktor-faktor kemampuan merupakan potensi yang apabila diasah

melalui proses belajar dan proses perkembangan maka akan menjadi faktor-faktor

prestasi berupa performance. Faktor kemampuan dapat berupa potensi seni yang

kemudian dapat diasah menjadi performance nyata misalnya bermain alat musik,

menyanyi, melukis dll.

Heller dkk (2004) mengembangkan model Triadic Interdependence dan

teori Multiple Intelligences dari Howard Gardner menjadi The Munich Model of

Giftedness. Heller memandang konsep keberbakatan berdasarkan empat dimensi

(20)

faktor: talenta yang relatif mandiri, kinerja (performance), kepribadian dan

lingkungan. Faktor bakat atau talenta yang contohnya adalah kemampuan kreatif

dan kemampuan artistik, apabila dikembangkan oleh moderator akan menjadi

kinerja, contohnya dengan menghasilkan karya di bidang seni.

Gagné (2006) membedakan antara Giftedness dan Talent. Giftedness

dihubungkan dengan kecakapan yang di atas rata-rata dalam satu domain bakat

manusia, diantaranya adalah intelektual, kreatif, sosio-afektif, dan sensorimotorik.

Talent berhubungan dengan penampilan (performance) yang berbeda di atas

rata-rata dalam satu atau lebih bidang aktivitas manusia dan merupakan perpaduan

antara faktor giftedness yang dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu, intrapersonal,

lingkungan dan peluang. Salah satu contoh talent tersebut adalah kemampuan

menghasilkan karya di bidang seni.

Konsep-konsep tersebut dapat disimpulkan menjadi pernyataan bahwa

salah satu bidang dari keberbakatan adalah seni, dan sesuai UU No. 20 tahun 2003

anak berbakat istimewa berhak mendapat pendidikan khusus terkait bidangnya.

Anak dengan keberbakatan di bidang seni berhak mendapat pendidikan khusus di

bidang seni, namun hal itu sulit didapatkan disebabkan oleh sistem pendidikan

Indonesia saat ini, seperti yang dibahas dalam Khisbiyah & Sabardila (2004)

bahwa pendidikan seni di sekolah mengalami ketersampingan seperti yang

tercermin dalam tiga hal, yaitu:

1. Pendidikan seni dianggap lebih rendah kepentingannya daripada jenis

pendidikan atau mata pelajaran yang lain. Akibat dari hal itu adalah seni

(21)

sebagai pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengevaluasi peserta

didik.

2. Pendidikan seni jarang diberikan secara profesional. Karena ada banyak

sekolah yang tidak diampu oleh pendidik yang ahli dalam bidang seni,

melainkan guru yang menguasai bidang lain. Selain itu, juga terjadi distorsi

dan reduksi dalam pemaknaan pendidikan seni yang sekarang lebih

ditekankan pada aspek teoritis atau pengetahuan daripada praktik dan

pengalaman kesenian

3. Pendidikan seni tidak dilengkapi dengan sarana-prasarana memadai,

temasuk sumber rujukan dan peralatan seni. Akibatnya sulit untuk terjadi

proses penghayaran dan pergaulan dengan seni yang lebih mendalam,

penggalian potensi seni, dan pengembangan kreativitas seni peserta didik.

Pendidikan Indonesia miskin daya kreativitas, imajinasi dan inovasi karena

kuatnya penyeragaman dan pemasungan kebebasan berekspresi dan berkreasi

yang diberlakukan oleh sistem sekolah. Selain itu, sistem pendidikan Indonesia

sangan mementingkan hasil instan dan lebih berorientasi pada intelectual

intelligence seperti ranking, NEM dan gelar daripada proses belajar yang bisa

mematangkan dan mencerahkan peserta didik seperti emotional dan spiritual

intelligence. (Khisbiyah & Sabardila, 2004).

Pendidikan Indonesia telalu menekankan pada aspek logika dan kognitif

serta kurang memperhatikan aspek etika dan estetika. Sedangkan estetika pada

(22)

melahirkan kehalusan perasaan, kearifan, dan keluhuran budi, bahkan kreativitas

dan kecerdasan. Akibatnya, sistem pendidikan di Indonesia saat ini mengarah

pada degradasi makna apresiasi seni, yang selanjutnya mengakibatkan hilangnya

kreativitas, kearifan, dan kecerdasan masyarakat (Khisbiyah & Sabardila, 2004),

padahal menurut Merryl Goldberg (1999 dalam Wattie dkk, 2012), pendidikan

seni sangat penting dalam pendidikan, karena memiliki kekuatan dalam

pendidikan dengan seni, pendidikan untuk seni dan pendidikan melalui seni.

Pendidikan dengan dan melalui seni terbukti dapat meningkatkan proses

pembelajaran yang menyenangkan yang berakibat pada pencapaian hasil yang

optimal, sedangkan pendidikan seni sebagai media tidak hanya membentuk

manusia yang memiliki sensitivitas, kreativitas estetis, intuitif, dan kritis terhadap

lingkungan serta dapat mengembangkan potensi dasar peserta didik saat belajar

untuk mencapai hasil yang optimal. Senada dengan pernyataan tersebut, menurut

Dewantoro (dalam Wattie dkk, 2012), manusia memiliki daya jiwa, yaitu cipta,

karsa dan karya. Pengembangan manusia seutuhnya meuntut pengembangan

semua daya secara seimbang. Pengembangan yang terlalu menitikberatkan ada

satu daya saja akan menghasilkan ketidakutuhan perkembangan sebagai manusia.

Beliau mengatakan bahwa pendididkan yang menekankan pada aspek intelektual

saja hanya akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya, dan ternyata

pendidikan sampai saat ini hanya mengembangkan daya cipta, kurang

memperhatikan pengolahan rasa dan karsa. Jika berlanjut terus akan menjadikan

manusia kurang humanis atau manusiawi. Dengan itu Dewantoro (dalam Wattie

(23)

didik perlu dilatih dan dikembangkan. Dalam pembelajaran seni, anak dilatih

untuk mengaktifkan kerja otak kanan dan kiri secara seimbang. Selain itu

pendidikan seni juga memberi ruang kepada anak untuk belajar dengan cara yang

menyenangkan. Seni sendiri dapat mengobarkan rasa nasionalisme dan

mempersatukan bangsa dalam rasa. Seperti lagu kebangsaan Indonesia Raya karya

Wage Rudolf Supratman dan lagu-lagu perjuangan karya Cornel Simanjuntak,

Ismail Marzuki, Muntahar dan lainnya serta lukisan-lukisan bertajuk perjuangaan

kemerdekaan seperti karya Surono, Affandi, Hendra, Sudojo dll. (Sedyawati,

2010)

Kusumastuti (dalam Wattie dkk, 2012) mengungkapkan bahwa pendidikan

seni dapat mengolah kecerdasan emosi seorang anak, karena dalam pendidikan

seni, dapat mengolah semua bentuk kegiatan tentang aktivitas fisik dan cita rasa

keindahan, yang dapat dituangkan dengan kegiatan berekspresi, bereksplorasi,

berkreasi dan berapresiasi dengan media bahasa, rupa, bunyi, gerak dan peran.

Pendidikan seni diharapkan memiliki peranan dalam pembentukan

keharmonisan pribadi anak antara logika, etika, artistik dan estetika dalam

pengembangan kreativitas dan menumbuhkan kesadaran serta kemamuan

apresiasi terhadap keragaman budaya. Namun pada kurikulum 1975-1984

rumusan-rumusan isi kurikulum kurang memperhatikan seni sehingga kekayaan

budaya Indonesia yang sangat beragam ini seperti diabaikan. (Masunah, 2004).

Pendidikan seni juga seharusnya memiliki peran yang penting untuk membentuk

(24)

kerakter, namun selalu dikesampingkaan karena pelaku pendidikan di sekolah dan

lembaga pendidikan belum melakukannya secara terintegrasi. (Wattie dkk, 2012).

Mengenai Keberbakatan sendiri Soeparwoto (2005) menyatakan bahwa ada

dua faktor yang mempengaruhi pengembangan bakat. Pertama adalah faktor

individual, dan kedua adalah faktor ekstra individual. Faktor Individual sendiri

adalah faktor yang berasal dari dalam individu dan anak berbakat itu sendiri

seperti minat, motivasi, nilai, dan kepribadian. Sedangkan faktor ekstra individual

adalah faktor yang berasal dari luar individu anak berbakat, namun memiliki

pengaruh yang cukup signifikan bagi anak berbakat. Seperti lingkungan sosial,

lingkungan edukasi, banyaknya latihan, hambatan-hambatan yang didapat, dan

ketersediaan sarana serta prasarana. Senada dengan pernyataan tersebut, Fischer

(2006) menyebutkan bahwa sebuah potensi, dapat menjadi sebuah kinerja

dipengaruhi oleh faktor kepribadian dan faktor lingkungan. Faktor keribadian

dapat berupa motivasi berprestasi, regulasi diri dan strategi belajar. Sedangkan

faktor lingkungan dapat berupa keluarga, teman sebaya, dan pelatihan.

Keberbakatan harus dirangsang sejak usia dini dan dibutuhkan dukungan

dari lingkungan. Hal ini karena pengembangan potensi ini akan mudah dan efektif

jika dimulai sejak usia dini karena membutuhkan rangsangan serta tantangan

seumur hidup untuk mencapai aktualisasi tingkat tinggi (Munandar, 2012), selain

itu, dukungan lingkungan juga dibutuhkan untuk mengaktualisasikan potensi

secara nyata. Dukungan lingkungan yang dibutuhkan adalah lingkungan yang

(25)

tahu, sekaligus menyediakan kesempatan untuk mengeksplorasi berbagai

kemungkinan dalam menemukan jawaban. (Monks, dkk, 1999)

Keluarga merupakan lingkungan primer anak, sarana pertama anak untuk

belajar menghadapi dunia luar, berinteraksi dengan teman, dan beradaptasi dengan

lingkungan pendidikan sekolah (Ratnawati, 2000), dan orangtua adalah pengamat

terbaik dalam mengidentifikasi bakat anak. Hasil penelitian Silverman (1995,

dalam Pfeiffer 2008) menunjukkan bahwa 84% orangtua yang menganggap

anaknya memenuhi 75% karakteristik keberbakatan ternyata sesuai dengan hasil

pengujian tes yang signifikan yang menyatakan anak-anak tersebut berada di area

superior. orangtua juga memiliki peran penting sebagai landasan anak berbakat

mengeksplorasi minatnya yang mendalam dengan dorongan untuk melakukan

kegiatan yang beragam dan menunjukkan kesempatan dan kemungkinan yang

ada, juga sebagai pendukung aktif untuk melakukan perencanaan dan pengadaan

program kegiatan belajar anak berbakat (Munandar, 2012).

Kenyataannya, di masa ini banyak anak yang tidak teridentifikasi

keberbakatannya oleh orangtua, sehingga orangtua hanya dapat melihat

pencapaian anak di bidang akademik, dengan patokan nilai rapor anak di sekolah.

Hal ini membuat orangtua terbawa arus ingin mempercepat tingkatan kemampuan

intelektual menjadi lebih dini. Anak-anak diberi stimulasi kognitif mulai saat

dalam kandungan. Seluruh stimulasi yang diberikan dapat membantu anak

mencapai kesuksesan di bidang akademik saat masa sekolah, namun kesuksesan

tersebut menjadi tidak bermakna dalam kehidupan anak saat dewasa (Mulyani &

(26)

cenderung merasa nyaman ketika anak belajar di tempat yang lebih pada

academic setting, dan banyak orangtua yang menyekolahkan anak di Mentessori

(sekolah yang menekankan pada konsep akademis dan keterampilan praktik)

karena ingin anak belajar akademik lebih awal.

Di samping mengenai sekolah anak, kebanyakan anak tidak bisa mendalami

bidang yang dikuasai atau disukainya karena orang tua sudah memiliki rancangan,

bahkan sejak di dalam kandungan, mengenai pekerjaan yang akan ditekuni

anaknya kelak, yang mungkin saja bukan bakat ataupun minat anak. Bukan hanya

itu, sebaliknya, banyak pula orang tua terlalu membebaskan anak untuk memilih

apa yang diinginkan tanpa memberi arahan yang jelas maupun dukungan yang

terfokus, sehingga anak tidak benar-benar mendalami bidang apapun (Lucy,

2016). Hal ini dapat terjadi karena kurangnya pengetahuan orangtua mengenai

cara mengidentifikasi keberbakatan anak dan apa yang harus dilakukan untuk

mengoptimalkan bakat tersebut.

Diharapkan dengan adanya penelitian ini akan terjadi perubahan strategi

orangtua menjadi dapat lebih baik dalam mengidentifikasi keberbakatan istimewa

anak, dan memberikan dukungan serta kontrol yang tepat, agar potensi seni anak

berbakat di Indonesia dapat dioptimalkan, sehingga jumlah sumber daya manusia

berkualitas dapat meningkat.

Penjabaran di atas menunjukkan pentingnya potensi keberbakatan

dikembangkan secara optimal dan pentingnya peran orangtua di dalamnya, karena

(27)

telah berhasil mengoptimalkann potensi anak berbakat hingga dapat menghasilkan

kinerja.

Bakat, atau yang disebut Talent oleh Gagné (2003) dapat dikembangkan

melalui banyak bidang yang relevan dengan wilayah bakat (Giftedness) anak.

Potensi yang ingin diteliti oleh penulis adalah bakat seni.

Strategi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terkait identifikasi

precocity seni pada anak berbakat berdasarkan karakteristik yang diajukan oleh

Winner (1996), bagaimana dukungan yang dilakukan untuk mengembangkannya,

dan kontrol yang diberikan terkait pengekspresian diri anak berbakat melalui hasil

karya seni nya.

Mengenai kreativitas yang merupakan salah satu faktor dari potensi seni,

hasil penelitian Tekin dan Tasgin (2009) menyatakan bahwa peran orangtua dan

tingkat pendidikannya berpengaruh positif terhadap tingkat kreativitas anak

berbakat istimewa karena orangtua yang memiliki pendidikan tinggi cenderung

membesarkan anaknya tidak dengan cara konvensional. Masruroh dan Widayat

(2014) menunjukkan bahwa ada tujuh strategi yang dilakukan oleh orangtua

dalam pengembangan kreativitas anak berbakat istimewa, yaitu aktivitas

eksplorasi umum, aktivitas pilihan individu, proyek individu, bertukar ide,

penyediaan fasilitas, pendorong dan apresiasi.

Penelitian ini hendak mengetahui tidak hanya pengembangan kreativitas

anak berbakat istimewa sebagai salah satu faktor seni, namun juga faktor lain dari

seni, yaitu ekspresi diri. Terkait pengarahan yang dilakukan orangtua untuk

(28)

1.2. Fokus Penelitian

Bagaimana strategi orangtua dalam mengoptimalkan potensi seni anak

berbakat istimewa?

1.3. Signifikansi Penelitian

Penelitian sebelumnya oleh Masruroh dan Widayat (2014) juga membahas

Strategi Pengasuhan pada Anak Gifted dimana fokus penelitian terdapat pada

strategi pengasuhan dalam mengembangkan kreativitas. Hasil menunjukkan

bahwa ada tujuh strategi yang dilakukan oleh orangtua dalam pengembangan

kreativitas anak berbakat istimewa, yaitu aktivitas eksplorasi umum, aktivitas

pilihan individu, proyek individu, bertukar ide, penyediaan fasilitas, pendorong

dan apresiasi. Kreativitas adalah salah satu cluster keberbakatan berdasarkan teori

Three Rings Conception dari Renzulli. Renzulli-Hartman (2013) juga membuat

skala yang memprediksi anak-anak berbakat berdasarkan karakteristik

keberbakatan tersebut, selain kreativitas, yang salah satu karakteristik yang

disebut adalah karakteristik seni. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh

penulis akan berfokus pada strategi orangtua dalam mengoptimalkan potensi seni,

dimana seni dianggap sebagai Precocity berdasarkan teori Ellen Winner serta

sebagai salah satu domain keberbakatan istimewa berdasarkan National

Association for Gifted Children (2015)

Mengenai kreativitas, Astuti (2011) juga pernah meneliti tentang cara

(29)

Penelitian ini dilakukan dalam bidang seni tari, dan dari hasil analisis, didapat

kesimpulan bahwa untuk menggali dan mengambangkan potensi kreativitas seni

pada anak usia dini diperlukan kepedulian dari berbagai pihak, misalnya, pihak

profesional atau koreografer harus memproduksi tari yang disesuaikan dengan

tingkat kesulitan gerak yang dapat dicapai oleh anak-anak. Para seniman seni

yang bertindak sebagai instruktur, juga harus mempertimbangkan materi yang

sesuai dengan dunia anak-anak agar mereka dapat menampilkannya dengan lebih

fleksibel dan luwes. Kepedulian pengamat seni seperti dewan kesenian dan taman

budaya, juga sangat dibutuhkan dalam rangka memberi motivasi dan pengontrolan

untuk menjaga kualitas lagu ataupun gerak tari yang ditampilkan.

Supriyanti (2013) sebelum ini pernah menelakukan eksperimen mengenai

Peningkatan Kreativitas Seni Rupa Anak melalui Kegiatan Mencetak dengan

Bahan Alam di PAUD Aisyiyah Lansano Pesisir Selatan. Sekolah yang dimaksud,

dinilai bahwa murid-muridnya memiliki kemampuan menggambar yang rendah

ditandai dengan hasil yang diperoleh saat anak diinstruksikan untuk membuat

gambar sederhana, didapatkan hasil bahwa gambar yang dibuat oleh anak tidak

teratur, goresan pensil yang ditorehkan di atas buku juga tidak membentuk pola

yang baik dan dengan kegiatan mencetak menggunakan bahan alam, anak merasa

tertantang untuk mengembangkan imajinasinya dan labih bersemangat untuk

mencoba berkreasi membuat bentuk yang lain. Hasil lalu direkapitulasi,

didapatkan hasil bahwa kegiatan mencetak dengan bahan alam dapat

meningkatkan kreativitas seni rupa anak di PAUD Aisyiyah Lansano Pesisir

(30)

Morawska dan Sanders (2008) juga pernah meneliti terkait pengasuhan anak

berbakat, spesifiknya adalah mengenai isu-isu perilaku dan pengasuhan terhadap

anak berbakat, dari hasil penelitian tersebut didapat hasil bahwa anak berbakat

cenderung tidak memilki masalah perilaku yang berbeda dari anak lain, tapi

permasalahan terjadi lebih kepada masalah emosional dan permasalahan sebaya,

dan didapat kesimpulan bahwa hal-hal tersebut juga disebabkan oleh gaya

pengasuhan orangtua.

Penelitian lain terkait penelitian ini adalah penelitian mengenai Pendidikan

Seni melalui Kegiatan Bernyanyi pada Anak Usia Dini (Tiurna, 2012), pada

penelitian tersebut, pendidikan seni dihantarkan melaui kegiatan bernyanyi karena

menyanyi dianggap sebagai aktifitas menyenangkan bagi anak dan dapat

membantu untuk memahami dan memaknai lebih mudah pesan-pesan yang ingin

disampaikan oleh guru, selain itu, dengan bernyanyi anak diberi wadah untuk

berekspresi mengenai apa yang dirasakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

secara keseluruhan, pendidikan seni dengan bernyanyi memberi banyak manfaat

dan respon positif, baik perkembangan kogitif, afektif maupun psikomotor,

diantaranya adalah membentuk ekspresi dan emosi, pengembangan life skill,

peningkatan kemampuan berbahasa dan hubungan sosial anak.

Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis juga akan membahas mengenai

pendidikan seni pada anak berbakat istimewa, namun pendidikan seni akan lebih

berfokus pada pengoptimalan potensi seni anak berbakat istimewa oleh orangtua.

Pengoptimalan potensi tersebut dapat berupa sarana seperti penelitian yang

(31)

1.4. Tujuan Penelitian

Mengetahui bagaimana strategi orangtua dalam mengoptimalkan potensi

seni anak berbakat istimewa.

1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1.Manfaat Teoritis

a. Diharapkan dapat memberikan informasi akurat bagi

pengembangan disiplin ilmu Psikologi Pendidikan Anak Berbakat

b. Memberikan informasi mengenai bagaimana strategi pengasuhan

orangtua yang dapat mengembangkan potensi seni anak berbakat

istimewa.

c. Memperoleh pemahaman mengenai keterkaitan konsep-konsep

teoritis anak berbakat dengan kehidupan sehari-hari anak-berbakat

istimewa

1.5.2.Manfaat Praktis

Memberi pengetahuan kepada orangtua yang memiliki anak berbakat

istimewa di bidang seni mengenai strategi pengoptimalan potensi anak

(32)

BAB II

PERSPEKTIF TEORITIS

2.1. Kajian Pustaka

2.1.1.Anak Berbakat Istimewa 2.1.1.1. Keberbakatan

Menurut Clark dan Zimmerman (1984) keberbakatan adalah suatu

konsep yang dengan akar biologis, menjelaskan bahwa inteligensia taraf

tinggi sebagai hasil dari integrasi yang maju dan cepat dari fungsi-fungsi

dalam otak meliputi pengindraan, emosi, kognisi, dan intuisi yang

kemudian diekspresikan dalam bentuk kemampuan-kemampuan yang lebih

yang melibatkan kognisi, kreativitas, kecakapan akademik, kepemimpinan

atau seni rupa dan seni pertunjukan.

McLeod dan Cropley (1989, dalam Hawadi, 2002) memiliki tiga

istilah dalam keberbakatan, yaitu genius, precocious dan prodigy. Genius

lebih mengarah pada keberbakatan secara intelligensi, Precocious adalah

perkembangan prematur anak usia kronologis yang mampu mencapai usia

mental yang jauh di atas usia kronologis, dan Prodigy adalah anak yang

secara umum memiliki prestasi menakjubkan pada bidang tertentu. Prodigy

atau juga diartikan sebagai anak berusia di bawah 10 tahun yang mencapai

tingkatan seorang profesional yang terlatih dalam bidang tertentu (Feldman

(33)

2.1.1.2. Konsep-Konsep Keberbakatan Istimewa 1) Francoys Gagné

Gagné (2003) dengan modelnya Gagne’s Differentiated Model of

Giftedness and Talent atau dapat disebut sebagai DMGT membedakan

keberbakatan menjadi Giftedness dan Talent. Giftedness dihubungkan

dengan kecakapan atau potensi yang di atas rata-rata dalam satu domain

bakat manusia, diantaranya adalah intelektual, kreatif, sosio-afektif, dan

sensorimotorik. Talent berhubungan dengan bakat yang sudah berkembang

secara sistematis yang menghasilkan aktualisasi penampilan (performance)

yang berbeda di atas rata-rata dalam satu atau lebih bidang aktivitas

manusia, salah satunya adalah seni. Giftedness dapat diidentifikasi melalui

tes psikologis, sedangkan talent dapat diidentifikasi melalu kinerja dan

performa yang dimunculkan.

Model ini menitikberatkan pada konsep keberbakatan istimewa

sebagai hasil interaksi antara faktor keturunan (genetik), faktor dalam diri

(intrapersonal) dan faktor luar (lingkungan). Dalam model ini dijelaskan

bahwa Giftedness dapat menjadi talent dengan proses pengembangan, yaitu

dengan belajar, berlatih dan mempraktekkannya.

Proses pengembangan tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu :

a) Faktor Intrapersonal (Interpersonal Catalys)

Faktor intrapersonal adalah faktor pengaruh yang berasal dari dalam

diri, yaitu kondisi fisik, kemampuan mengelola emosi, motivasi dan

(34)

adanya penyakit tertentu. Kemampuan mengelola emosi dapat berupa

coping stress. Motivasi dapat berupa insiatif, minat, kebutuhan dan

ketekunan untuk melakukan proses pengembangan tersebut.

Sedangkan kepribadian yang berpengaruh dapat berupa adaptabilitas,

daya saing, penghargaan terhadap diri dan nilai-nilai yang dianut.

b) Faktor Lingkungan (Environment Catalys)

Faktor lingkungan adalah faktor pengaruh yang berasal dari luar diri,

yaitu budaya, orang sekitar, upaya dan kejadian. Budaya dapat berupa

budaya yang ada di lingkungan tempat tinggal. Orang sekitar dapat

berupa orang tua beserta dukungan, stimulasi dan fasilitasi yang

didapat dari mereka. Upaya dapat berupa sekolah atau kursus yang

diikuti bertujuan untuk mengembangkan bakatnya. Kejadian dapat

berupa penghargaan dan kecelakaan yang terjadi yang dapat

berpengaruh terhadap pengembangan bakat tersebut.

c) Peluang (Chance)

Peluang yang dimaksud oleh Gagne adalah kemungkinan genetika,

bahwa ada propabilitas keberbakatan istimewa anak muncul karena

faktor keturunan dari orang tuanya.

Gambar 1. Differentiated Model of Giftedness and Talent

Peluang Giftedness

Talents

Intrapesonal

(35)

2) Renzulli

Renzulli (2005) dalam “The Three Rings Model”nya menyatakan

keberbakatan adalah irisan antara tiga kluster komponen pokok dan harus

ditunjukkan dalam prestasi, yaitu:

a) Kemampuan umum (kapasitas intelektual) dan/atau kemampuan

khusus di atas rata-rata

Terdiri dari kemampuan umum dan kemampuan spesifik. Kemampuan

umum adalah kemampuan unutk memproses informasi, mengintegrasikan

pengalaman dan kemampuan berpikir abstrak. Contoh kemampuan umum

adalah kemampuan verbal dan logika hitungan, hitungan spasial, kelancaran

kata, dan daya ingat. Kemampuan umum ini bisa diukur melalui tes

inteligensi, prestasi, bakat, kemampuan, mental primer dan kekreatifan.

Kemampuan spesifik adalah kemampuan untuk menampilakan satu

atau lebih bidang aktivitas yang khusus dan terbatas. Misalnya kemampuan

pada bidang bahasa, kimia, balet, musik dan fotografi. Kemampuan tersebut

dapat dispesifikkan lagi pada bidang-bidang khusus. Misalnya kemampuan

pada musik dapat berupa kemampuan bermain alat musik, bernyanyi atau

menciptakan musik. Kemampuan khusus ini dapat diketahui dari tes

prestasi, ters bakat atau assesmen terkait bidang tersebut.

b) Kreativitas tinggi

Kreativitas merupakan kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang

(36)

kemampuan untuk menemukan pola dari unsur yang sudah ada. Dalam

bidang seni, kreativitas dapat digunakan diantaranya untuk mencari ide

baru, menciptakan musik dan mencari inspirasi untuk berkreasi

c) Komitmen terhadap tugas tinggi

Komitmen terhadap tugas adalah bentuk halus motivasi. Kearena

motivasi diartikan sebagai proses energi umum yang merupakan faktor

pemicu untuk bertanggung jawab, tekun, bekerja keras, latihan

terus-menerus, percaya diri dan memiliki keyakinan untuk menyelesaikan tugas.

Gambar 2. The Three Rings Model

3) Renzulli dan Monks

Renzulli lalu mengembangkan modelnya dengan Monks hingga pada

tahun 1995 terciptalah “Triadich Interdependentie Model” dimana selain

tiga cincin yang disebutkan Renzulli tadi ada tiga faktor eksternal yang

mempengaruhi, yaitu:

a) Keluarga

b) Sekolah

c) Lingkungan sebaya

Kreativitas tinggi

Komitmen thd tugas tinggi

Kemampuan di atas rata-rata

(37)

Peranan lingkungan ekstenal tersebut sangat penting dalam

perkembangan anak berbakat, karena dapat memberikan umpan balik yang

penting. Contohnya adalah beberapa tingkah laku seperti dorongan,

larangan, penolakan, serta stimulasi oleh orang tua.

Gambar 3. Triadich Interdependentie Model

4) Heller dkk.

Heller dkk (2004) mengembangkan model Triadic Interdependence

dan teori Multiple Intelligences dari Howard Gardner menjadi The Munich

Model of Giftedness. Melalui hasil studi longitudinal yang dilaksanakannya,

Heller menghasilkan model multidimensional ini. Heller memandang

konsep keberbakatan berdasarkan empat dimensi multifaktor yang saling

terkait satu sama lain. Faktor-faktor tersebut adalah faktor:

a) Talenta yang relatif mandiri

Faktor bakat atau talenta adalah prediktor yang apabila dikembangkan

oleh moderator dapat menghasilkan kinerja. Contoh bakat atau talenta

Sebaya

Keluarga Sekolah

Kreativitas tinggi

Komitmen thd tugas tinggi

Kemampuan di atas rata-rata

(38)

tersebut adalah kemampuan kreatif, kemampuan sosial, kemampuan

artistik dan kemampuan musikalitas

b) Kinerja (performance)

Kinerja adalah bidang performance yang merupakan hasil faktor bakat

yang telah dikembangkan oleh moderator. Salah satunya adalah seni.

c) Kepribadian

Faktor kepribadian yang dimaksud adalah faktor kepribadian non

kognitif yang bekerja sebagai moderator untuk mengembangkan bakat

menjadi kinerja. Contohnya adalah kemampuan menghadapi stress,

motivasi, dan ketekunan

d) Lingkungan

Kondisi lingkungan merumakan moderator pengembangan bakat

menjadi kinerja. Contohnya adalah lingkungan berlatih yang nyaman,

iklim dalam keluarga, dukungan dan stimulasi dari orang tua.

Gambar 4. The Munich Model of Giftedness Karakteristik

Kepribadin non-kognitif

(moderator)

Wilayah Kinerja (kriteria) Faktor Bakat

(prediktor)

Kondisi Lingkungan

(39)

5) Christian Fischer

Fischer (2006) mengembangkan Integratif Model of Giftedness.

Model tersebut menjelaskan keberbakatan mempunyai faktor kemampuan

dan faktor-faktor prestasi. Faktor-faktor kemampuan merupakan potensi

yang apabila diasah melalui proses belajar dan proses perkembangan maka

akan menjadi faktor-faktor prestasi berupa kinerja. Proses belajar dan

perkembangan sendiri dapat berupa faktor kepribadian dan lingkungan yang

sama-sama bisa berdampak positif maupun negatif. Faktor kemampuan

salah satunya adalah kemampuan musikal-artistik yang apabila

dikembangkan dapat menghasilkan kinerja berupa prestasi seni, baik musik,

drama, puisi ataupun lukis.

Gambar 5. Integratif Model of Giftedness

2.1.1.3. Anak Berbakat Istimewa

2.1.1.3.1. Pengertian Anak Berbakat Istimewa

Para ilmuwan menggunakan banyak istilah yang berbeda untuk

menyebut anak berbakat istimewa. Guy M. Whipple merupakan orang

pertama yang menggunakan istilah gifted yang disebutkannya dalam

Potensi

Faktor-faktor kemampuan

Kinerja

Faktor-faktor prestasi Belajar dan Perkembangan

Kepribadian

Lingkungan + -

(40)

Monroe’s Encyclopedia of Education yang dipakai untuk menunjukkan

anak-anak dengan kemampuan supernormal. (Passow, 1985). Newland

(1976) menggunakan istilah academic talented. Galton dalam

Marsetyonirum (2014) lebih memilih menggunakan istilah eminence untuk

menggambarkan keberbakatan yang merupakan suatu pencapaian, dimana

intelligensi hanya salah satu faktor yang dibutuhkan.

2.1.1.3.2. Karakteristik Anak Berbakat Istimewa 1) Ellen Winner

Winner (1996) memberikan tiga karakteristik anak berbakat istimewa,

yaitu:

a) Precocity

Anak berbakat belajar lebih cepat dari anak seumurannya. Baik dalam

hal memulai ataupun kemajuan yang terjadi dalam proses belajar. Namun

setiap anak memiliki domain tertentu yang menjadi potensi atau bakat

mereka. Misalnya adalah anak yang memiliki domain bakat seni musik

maka akan belajar musik lebih mudah daripada anak lain seumurannya.

b) March Their Own Drummer

Anak berbakat suka menemukan hal-hal baru sendiri. Sering

menemukan pemecahan masalah sendiri tanpa mengikuti langkah-langkah

yang biasanya digunakan. Umumnya mereka membutuhkan bantuan

(41)

c) Rage to Master

Anak berbakat memiliki ketertarikan yang kuat terhadap domain bakat

atau potensi yang mereka miliki. Dapat memiliki tingkat fokus yang tinggi

apabila sedang mengerjakan kegiatan yang termasuk dalam domain potensi

tersebut. Misalnya adalah anak yang memiliki domain bakat seni lukis akan

memiliki tingkat konsenterasi yang tinggi ketika melukis.

2) Renzulli

Renzulli (2005) mengemukakan dua jenis keberbakatan, yaitu:

a) Schoolhouse giftedness. Memiliki karakteristik diperoleh dari proses

belajar dan dapat diukur melalui tes kognitif seperti tes IQ

b) Creative productive giftedness. Memiliki karakteristik dapat diketahui

dari kemampuan kreativitas individu dalam menciptakan pemikiran

baru dan menyelesaikan masalah. Kreativitas ini dapat digunakan

salah satunya untuk menghasilkan karya seni oleh anak yang memiliki

talent dalam bidang seni.

3) Stenberg dan Zhang

Stenberg dan Zhang ( (Sternberg & Zhang, 2004)) dalam teorinya

The Pentagonal Implicit Theory of Giftedness” menyatakan bahwa

keberbakatan didefinisikan oleh kensensus dalam suatu kelompok budaya

berdasarkan kriteria:

(42)

Seseorang harus menonjol (superior) dari kelompok sebayanya dalam

satu atau lebih dimensi atau performa khusus. Artinya, seseorang disebut

berbakat apabila dia benar-benar bagus dalam melakukan suatu hal. Untuk

mengetahuinya adalah dengan membandingkan dengan teman sebayanya

melihat apakah dia menunjukkan performa yang jauh di atas mereka.

“Performa yang jauh di atas mereka” adalah relatif, namun anak dengan

keberbakatan istimewa dapat dirasakan memiliki kemampuan berlimpah

pada hal yang dikuasainya.

b) Rarity

Hanya ada sedikit orang dari suatu kelompok sebayanya yang

menunjukkan karakteristik tersebut. Jadi meskipun performa itu dianggap

sebagai tingkatan tinggi, namun apabila banyak teman sebayanya yang

dapat melakukannya maka anak tersebut tidak bisa dikatakan sebagai

berbakat istimewa.

c) Demonstrability

Seseorang harus mampu menunjukkan secara nyata kemampuan

tersebut melalui assesmen yang valid. Hasil assesmen akan menunjukkan

apakah individu itu memiliki kemampuan atau prestasi sebagai individu

dengan bakat istimewa. Untuk talent, kemampuan dapat ditunjukkan dengan

performance yang sesuai, misalnya anak dengan talent melukis dapat

(43)

d) Productivity

Performa tersebut harus mengarah atau berpotensi mengarah pada

produksi tertentu. Pada saat kecil anak dapat dikatakan sebagai berbakat

tanpa harus memproduksi sesuatu, hanya dengan melihat potensi yang

dimilikinya. Namun semakin dewasa, penekanan produktivitas pada

keberbakatan istimewa semakin besar. Orang yang memiliki potensi namun

tidak menunjukkan produktivitas sebenarnya masih bisa dikatakan sebagai

individu berbakat istimewa, namun dengan kualifikasi tersendiri. Mereka

dapat disebut sebagai individu berbakat istimewa yang gagal untuk

mematerialisasi keberbakatannya.

e) Value

Performa tersebut dinilai positif oleh masyarakat. Jadi apabila

performa tersebut tidak dianggap benar oleh masyarakat maka individu

tersebut tidak dapat dilabeli sebagai orang berbakat istimewa. Individu yang

menggunakan potensinya untuk kriminalitas tidak akan dilabeli berbakat

istimewa meskipun memenuhi 4 kriteria yang lain.

Gambar 6. The Pentagonal Implicit Theory of Giftedness Pentagonal

Implicit Theory of Giftedness

Excellence

Productivity Demonstrability

(44)

2.1.1.3.3. Penggolongan Anak Berbakat Istimewa

Betts dan Neihart (2010) menggolongkan anak-anak berbakat

istimewa menjadi 6 tipe berdasarkan perbedaan perasaan dan sikap,

perilaku, kebutuhan, persepsi orang lain, identifikasi, dukungan keluarga

yang dibutuhkan dan dukungan sekolah. Identifikasi tersebut adalah: Tipe 1

(The Successful), tipe 2 (The Creative), tipe 3 (The Underground), tipe 4

(The At-Risk), tipe 5 (Twice/Multi Exceptional), dan tipe 6 (Autonomous

Learner).

Anak talented termasuk pada anak dengan kreativitas tinggi atau

disebut dengan Tipe 2: the Creative. Betts dan Neihart (2010) menjelaskan

anak berbakat tipe 2 sebagai berikut.

1. Perasaan dan Sikap

Sangat kreatif, mudah bosan dan frustasi, penghargaan terhadap diri

sendiri rendah, tidak sabaran, sangat senditif, tidak pasti dalam peran sosial,

rentan secara psikologis, punya keinginan kuat untuk mengikuti dorongan

hati, toleransi tinggi terhadap abiguitas dan energi tinggi

2. Perilaku

Mengekspresikan emosi, menantang guru, tidak langsung menerima

aturan, namun mempertanyakannya terlebih dahulu, jujur dan langsung,

labil secara emosi, kontrol diri rendah, kreatif, tekun pada bidang yang dia

minati, memiliki pendirian kuat dan kadang berkonflik dengan temannya

(45)

Untuk berinteraksi dengan orang lain, belajar taktik, fleksibilitas,

kewaspadaan diri dan kontrol diri, dukungan akan kreativitasnya, sistem,

tidak dituntut untuk sama dengan anak lain, dan kemampuan untuk tegas

pada orang lain

4. Persepsi Orang Lain

Tidak disukai oleh guru, dianggap sebagai pemberontak, suka

membuat kegaduhan, dianggap kreatif, dianggap tidak bisa disiplin, ingin

diubah, tidak dianggap sebagai anak cerdas, meremehkan kesuksesannya di

masa depan dan ingin anak untuk mersikap sama dengan anak lain

5. Identifikasi

Mempertanyakan bagaimana kekreatifan anak, memakai pengukuran

yang spesifik terkait bidang kekreatifan anak, dan fokus pada potensi kreatif

daripada prestasi yang telah dicapai.

6. Dukungan Keluarga

Mendukung tujuan anak, dapat mentoleransi penyimpangan yang

lebih dari anak lain, mengijinkan mereka untuk menjalani bidang yang

menjadi minatnya, menjadi contoh yang baik untuk anak, menyatakan

bahwa bangga pada kemampuan anak dan harus menyadari kerentanan

psikologis anak yang berbeda dengan anak lain.

7. Dukungan Sekolah

Toleransi, memberi reward pada pemikirannya yang kreatif, diajari

(46)

pelatihan khusus, memperbolehkan untuk tidak seragam dengan anak lain,

diberi mentor, instruksi langsung dalam hubungan interpersonal dan diberi

tahu untuk rajin berlatih.

Dari pengertian-pengertian dan konsep-konsep di atas, dapat

disimpulkan bahwa anak berbakat istimewa merupakan anak yang memiliki

kemampuan atas satu atau lebih bidang tertentu, yang lebih tinggi dari anak

seusianya. Kemampuan tersebut perlu dioptimalkan sehingga dapat menjadi

performa, dan dalam pengoptimalan tersebut terdapat dua faktor yang

mempengaruhi, yaitu faktor dari diri anak sendiri dan faktor luar diri anak.

2.1.2.Potensi Seni Anak Berbakat Istimewa 2.1.2.1. Seni

Seni berasal dari bahasa sansekerta yang berarti permintaan atau

pencarian. Kata Art berarti kemahiran, art juga dapat diartikan sebagai

kegiatan atau hasil pernyataan perasaan keindahan manusia (Salam, 2001).

Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, seni diartikan sebagai

keahlian membuat karya yang bermutu, dilihat dari segi kehalusannya,

keindahannya dsb. (http://www.kbbi.web.id)

Seni pada dasarnya adalah suatu teknik pesona (technology of

enchantment). Pesona didapatkan dari penerapan teknik-teknik yang di luar

(47)

dan dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, meskipun seni dibangun di atas

teknik-teknik keseharian. (Simatupang dkk, 2012)

Seni merupakan salah satu media yang dapat diberikan untuk

pendidikan pembentukan karakter. Pendidikan seni budaya memiliki sifat

multilingual, multidimensional dan multikultural. Multilingual artinya

pengembangan kemampuan mengekspresikan diri secara kreatif dengan

berbagai cara dan media seperti bahasa, rupa, gerak, pemeranan, dan

berbagai perpaduannya. Multidimensional artinya pengembangan berbagai

kompetensi meliputi konsepsi (pengetahuan, pemahaman, analisis, dan

evaluasi), apresiasi dan kreasi dengan cara memadukan secara harmois

unsur estetika, logika dan etika. Multikultural maksudnya pendidikan seni

menumbuhkembangkan kesadaran dan kemampuan apresiasi terhadap

beragam seni budaya nusantara dan mancanegara (Susana, 2012 dalam

Simatupang dkk, 2012)

Seni dapat dipahami berada pada posisi ambang antara yang

sehari-hari dan di luar kesesehari-harian. Posisi ambang tersebut membuat seni menjadi

bersifat reflektif, yaitu mengalami dan memahami berbagai dimensi

kehidupan secara lebih intensif karena melalui seni, pengalaman sensoris

dan emosional yang ditingkatkan. Karena itu, seni dapat dijadikan wahana

berefleksi diri dan mengungkapkan diri melalui berbagai cara yang menarik

dan menyenangkan. (Simatupang dkk, 2012)

(48)

Menurut Simatupang dkk (2012) seni perlu diajarkan dalam

pendidikan formal dengan alasan:

1. Pendidikan seni berfungsi mengenalkan dan mempelajari budaya

Indonesia di masa lalu

2. Seni adalah sarana menumbuhkan dan mengembangkan individu peserta

didik untuk mempersiapkan masa depan

Pendidikan seni memiliki karakteristik yang unik, bermakna, dan

bermanfaat terhadap pertumbuhan dan perkembangan kepribadian peserta

didik. Melalui pendidikan seni peserta didik dituntut untuk kreatif, dalam

proses kreatif ini peserta didik akan mendapatkan berbagai macam karakter

yang akan menjadi kepribadiannya. Karakter tersebut diantaranya adalah

sabar, bekerja keras, bertanggung jawab, mandiri dan disiplin (Simatupang

dkk, 2012). Kecintaan pada seni akan memupuk individu yang berperasaan

lembut, kepekaan, dan empati terhadap lingkungan dan sesama. (Wattie

dkk, 2012)

2.1.2.3. Potensi Seni pada Anak Berbakat Istimewa

Salah satu bidang yang dapat menjadi sarana pengembangan anak

berbakat adalah Seni, yang terdiri dari seni visual, drama, musik dan

sebagainya. Seni juga disebutkan oleh Kurt Heller (2004) sebagai salah satu

wilayah kinerja dari anak berbakat. Renzulli dan Hartman (2013) juga

memasukkan bidang seni dalam skala keberbakatan mereka. Seni juga

(49)

Gifted Children (2015) sebagai salah satu kriteria yang apabila seorang anak

memiliki prestasi tinggi terhadapnya, maka dapat diidentifikasikan anak

tersebut sebagai anak berbakat isitmewa.

Seni memiliki efek positif terhadap diri seseorang, baik apabila

dilakukan melalui kegiatan sehari-hari ataupun melalui pendidikan.

Kemampuan seni sendiri merupakan salah satu domain keberbakatan

istimewa, sehingga apabila anak memiliki potensi tinggi di bidang seni

maka anak tersebut dapat diidentifikasikan sebagai anak berbakat istimewa.

2.1.3.Strategi

2.1.3.1. Pengertian Strategi

Istilah strategi berasal dari bahasa Yunani strategia yang berarti

"the art of the general" atau seni seorang panglima, yang digunakan dalam

peperangan. Clausewitz (dalam Umar, 2001) mengartikan strategi sebagai

pengetahuan tentang pertempuran untuk memenangkan peperangan. Dalam

abad ini, penggunaan istilah strategi tidak lagi terbatas pada konsep atau

seni seorang panglima perang, tetapi juga digunakan secara luas hampir

dalam semua bidang ilmu. Seiring perkembangan disiplin ilmu, pengertian

strategi menjadi lebih beragam. Marrus (dalam Umar, 2001) mendefinisikan

strategi sebagai suatu proses penentuan rencana yang berfokus pada tujuan

jangka panjang, disertai penyusunan cara-cara atau upaya-upaya agar tujuan

(50)

adalah tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan

terus-menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang

diharapkan di masa depan. Porter (Rangkuti, 2004) menyatakan bahwa

”Strategi adalah alat yang sangat penting untuk mencapai keunggulan”.

Dengan demikian, strategi hampir selalu dimulai dari apa yang

dapat terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi. Dalam hal ini, strategi

lebih fokus pada apa saja yang dapat orang tua berikan dan lakukan, serta

prestasi apa saja yang dapat dicapai anak, tidak terhenti pada apa yang

pernah orang tua berikan dan lakukan untuk anak, serta apa saja yang sudah

anak lakukan.

2.1.3.2. Dimensi Strategi

Menurut Boyd (2000), terdapat lima unsur penting dalam strategi,

yaitu:

1. Ruang lingkup

Pada penelitian ini contohnya tentang perlakuan yang diberikan orang

tua, mengenai kapan orang tua harus berhenti melakukan sesuatu.

2. Tujuan dan sasaran

Pada penelitian ini contohnya seperti tujuan yang dimiliki orang tua

tentang anaknya.

(51)

Pada penelitian ini contohnya seperti sumber daya orang tua berupa

keuangan, pikiran dan tenaga.

4. Identifikasi keunggulan kompetitif yang layak

Pada penelitian ini contohnya bagaimana orang tua mengidentifikasi

keberbakatan istimewa pada anaknya.

5. Sinergi

Pada penelitian ini contohnya seperti kerjasama yang dilakukan oleh

kedua orang tua untuk mengoptimalkan potensi seni anak.

2.1.3.3. Peranan Strategi

Menurut Grant (1999) strategi memiliki 3 peranan penting dalam

mencapai tujuan, yaitu :

1. Strategi sebagai pendukung untuk pengambilan keputusan.

Dalam penelitian ini strategi dapat menjadi dasar orang tua dalam

mengambil keputusan terbaik untuk anak

2. Strategi sebagai sarana koordinasi dan komunikasi.

Dalam penelitian ini strategi dapat menjadi sarana orang tua untuk

berkoordinasi dengan anak dalam proses mencapai tujuan.

3. Strategi sebagai target.

Dalam penelitian ini strategi dapat menjadi target orang tua mengenai

apa saja yang orang tua dapat lakukan untuk anak agar kemampuan seni

(52)

Dapat disimpulkan bahwa strategi merupakan alat untuk

mencapai tujuan. Strategi memiliki lima unsur penting, yaitu: ruang lingkup,

tujuan dan sasaran, pengalokasian sumber daya, identifikasi keunggulan,

dan sinergi. Strategi memiliki 3 peranan penting dalam mencapai tujuan,

yaitu : sebagai pendukung untuk pengambilan keputusan, sebagai sarana

koordinasi dan komunikasi dan sebagai target.

2.2. Perspektif Teoritis

Perspektif teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori yang

memandang seni sebagai salah satu domain keberbakatan dan bahwa

keberbakatan bahwa dapat berkembang secara optimal apabila mendapat

bimbingan dan dukungan dari pihak eksternal, salah satunya adalah keluarga, atau

lebih spesifiknya strategi orang tua. Strategi dilakukan oleh orang tua dengan

tujuan pengoptimalan potensi seni anak berbakat istimewa.

Teori yang menyebutkan seni sebagai salah satu domain keberbakatan di

antaranya adalah oleh National Association for Gifted Children (2015) yang

menyebut kemampuan di bidang seni sebagai kemampuan artistik. Sedangkan

penelitian yang menyatakan bahwa keberbakatan bahwa dapat berkembang secara

optimal apabila mendapat bimbingan dan dukungan dari pihak eksternal, salah

satunya adalah keluarga diantaranya adalah Heller dkk (2005) yang memandang

bahwa faktor talenta (seperti kemampuan artistik) dapat berkembang menjadi

performance ketika terjadi interaksi dengan faktor kepribadian (seperti motivasi)

(53)

Heller dkk ini menunjukkan bahwa potensi atau talenta yang dimiliki oleh anak

berbakat istimewa dapat berkembang menjadi kinerja apabila terjadi interaksi

dengan lingkungan eksternal, salah satunya adalah orang tua. Gagné (2003)

dengan modelnya Gagne’s Differentiated Model of Giftedness and Talent

menyebut bahwa Talent berhubungan dengan bakat yang sudah berkembang

secara sistematis yang menghasilkan aktualisasi penampilan (performance) yang

berbeda di atas rata-rata dalam satu atau lebih bidang aktivitas manusia, salah

satunya adalah seni. Giftedness dapat diidentifikasi melalui tes psikologis,

sedangkan talent dapat diidentifikasi melalu kinerja dan performa yang

dimunculkan. Proses pengembangan tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu :

faktor intrapersonal, faktor lingkungan, dan peluang. Faktor lingkungan tersebut

salah satunya adalah lingkungan keluarga berupa strategi yang dilakukan oleh

orang tua. Renzulli dan Monks (1995) dalam “Triadich Interdependentie Model

menyebutkan bahwa selain tiga cincin yang disebutkan Renzulli ada tiga faktor

eksternal yang mempengaruhi, yaitu: keluarga, sekolah dan lingkungan sebaya.

Peranan lingkungan ekstenal keluarga contohnya adalah beberapa tingkah laku

seperti dorongan, larangan, penolakan, serta stimulasi oleh orang tua. Heller dkk

(2004) dalam The Munich Model of Giftedness memandang konsep keberbakatan

berdasarkan empat dimensi multifaktor yang saling terkait satu sama lain.

Faktor-faktor tersebut adalah Faktor-faktor: talenta yang relatif mandiri, kinerja , kepribadian

dan lingkungan. Contohnya adalah lingkungan berlatih yang nyaman, iklim dalam

(54)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tipe Penelitian

Metode penelitian adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari hasil pengamatan (Bogdan & Taylor, 1975). Artinya hasil penelitian akan berupa deskripsi. Penelitian ini adalah metode penelitian yang efektif untuk memahami suatu topik secara keseluruhan, menarik makna secara mendalam, dan mengkonstruksi pola-pola berupa metafora, analogi dan sebagainya. Penelitian ini juga memungkinkan untuk mengambil data secara berulang apabila hasil yang didapat dari penelitian pertama dirasa kurang atau karena munculnya insight baru (Neuman, 2007).

Tipe penelitian yang dilakukan adalah Studi Kasus. Studi Kasus adalah tipe penelitian dimana peneliti dengan cermat menyelidiki suatu program, peristiwa, aktivitas, proses, atau sekelompok individu dengan menggunakan berbagai macam prosedur pengumpulan data di waktu yang telah ditentukan (Stake, 1995). Studi kasus dapat menjawab pertanyaan bagaimana dan mengapa pada suatu penelitian, tidak memerlukan kontrol variabel dan berfokus pada satu kejadian yang bersifat kontemporer (Yin, 2003)

(55)

konsep-konsep/teori ataupun upaya menggeneralisasi (Poerwandari, 2001), yang dalam hal ini tujuan penelitian untuk memahami lebih baik strategi pengasuhan orang tua dalam mengoptimalkan potensi seni anak berbakat istimewa.

3.2. Unit Analisis

Unit analisis adalah entitas yang menjadi fokus dari interpretasi penelitian. Tipe informasi yang akan dikumpulkan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh unit analisis (Boyatzis, 1998). Unit analisis dalam penelitian ini adalah strategi pengasuhan orang tua dalam konteks mengoptimalkan potensi seni anak dimana anak tersebut masuk dalam kategori anak berbakat istimewa.

3.3. Subjek Penelitian

Subjek penelitian dipilih secara purposive, yaitu berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria subjek pada penelitian ini ditentukan berdasarkan teori atau konstruk operasional sesuai studi yang pernah dilakukan sebelumnya atau sesuai tujuan penelitian. Hal ini agar subjek benar-benar representatif terhadap fenomena yang dimaksud dalam penelitian ini. (Poerwandari, 2001)

Kriteria subjek penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Subjek memiliki anak yang teridentifikasi sebagai anak berbakat berdasarkan hasil survey oleh peneliti kepada expert di bidang yang sama dengan anak

(56)

3. Subjek memiliki anak yang berada pada rentang usia 4-19 tahun

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah prosedur sistematis dan terstandar untuk memperoleh data yang diperlukan (Nazir dalam Torang, 2012). Sesuai dengan jenis penelitian yang merupakan penelitian kualitatif, maka teknik pengumpulan data yang akan digunakan adalah

3.4.1.Wawancara Mendalam

Wawancara dilakukan dengan bentuk semi terstruktur. Percakapan akan diarahkan untuk menggali topik dan pedoman wawancara yang telah ditetapkan serta dilengkapi dengan pertanyaan-pertanyaan baru yang dilakukan untuk mendalami topik. Wawancara bentuk ini dipilih karena lebih bebas. Tujuan wawancara semi terstruktur adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, selain ada item-item pertanyaan pada pedoman wawancara, pihak yang diwawancarai juga dimintai keterangan lebih lanjut yang dapat berupa pendapat dan pandangan. (Sugiyono, 2010)

3.4.2. Studi Dokumen

Gambar

Tabel 1. Jadwal Kegiatan Penggalian Data ...........................................................
Gambar 7. Skema Hasil Analisis Data ................................................................
Gambar 1. Differentiated Model of Giftedness and Talent
Gambar 2. The Three Rings Model
+7

Referensi

Dokumen terkait

di Bali memiliki cara yang bersumber dari sastra agama dan kearifan lokal dalam menyikapi wabah dengan mengembalikan keseimbangan alam semesta secara niskala, antara

Hubungan dukungan keluarga dengan pengendalian tekanan darah pada lanjut usia penderita hipertensi di puskesmas kalimanah kabupaten purbalinnga. Family support and

Hasil penelitian ini merekomendasikan bahwa daftar pokok materi esensial SIM bagi guru, pengawas sekolah, kepala sekolah, widyaiswara pendidikan, dosen, pimpinan lembaga

Adapun target luaran dari program pengabdian ini adalah publikasi nasional, metode dalam mengefisienkan proses produksi berupa teknologi tepat guna (waktu, tenaga kerja, dan

Adapun pemilihan umum tahun 2009 yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemilihan umum untuk memilih calon legislatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan

Dari penelitian yang dilakukan di Laboratorium dan berdasarkan hasil pengujian terhadap kuat tekan beton dan pengujian porositas beton konvensional dan beton dengan

The research is focused on the development a tool for converting IOTNE into IOTED and apply the tool to obtain EDM in the Indonesian industrial sector based on the 2008

Rasa syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkah dan rahmatNya akhirnya penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah berupa skripsi berjudul Evaluasi