DALAM MENGOPTIMALKAN POTENSI SENI ANAK BERBAKAT ISTIMEWA
SKRIPSI
Disusun Oleh : SYAFATANIA NIM. 111211132021
Fakultas Psikologi Universitas Airlangga
DALAM MENGOPTIMALKAN POTENSI SENI ANAK BERBAKAT ISTIMEWA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Universitas Airlangga
Disusun Oleh : SYAFATANIA NIM. 111211132021
Fakultas Psikologi Universitas Airlangga
Skripsi ini telah disetujui oleh Dosen Pembimbing Penulisan Skripsi
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan dewan penguji pada hari Kamis tanggal 26 Mei 2016
dengan susunan Dewan Penguji
Ketua
Dr. Dewi Retno Suminar, M.Si., Psikolog NIP. 196703131991032002
Sekretaris
Dr. Wiwin Hendriani, M. Si. NIP. 197811022005012003
Anggota
Don’t judge me
UCAPAN TERIMA KASIH
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, segala syukur terucap hanya kepada Allah SWT, Yang Maha Mengatur apa yang menjadi kehendak-Nya yang dengan ridho dan kemudahan dari-Nya, karya ini mampu terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa karya ini tak akan mampu peneliti selesaikan tanpa bantuan, saran, kritik dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Nurul Hartini, M. Kes., Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, beserta Tim Wakil Dekan
2. Bapak Iwan Wahyu Widayat, M. Psi, Psikolog selaku dosen pembimbing skripsi. Terimakasih atas bimbingan, ilmu, referensi dan masukan-masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 3. Ibu Prof. Dr. Mareyke M. A. W. Tairas, konselor selaku dosen wali.
Terima kasih atas bimbingan selama penulis menempuh studi.
4. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Psikologi Universitas Airlangga yang telah membagi ilmu dan menginspirasi penulis selama ini
5. Ayah Moch. Syafi’i dan Ummah Fatimah Umar yang telah mendukung dan melimpahkan kasih sayang terhadap penulis sejak 22 tahun yang lalu, sehingga penulis dapat menjadi orang yang sekarang.
6. Adik Sherly yang telah menjadi sahabat penulis dan menjadi tempat berbagi keluhan dan cerita selama ini.
7. Izza, Lina, Eka, Mbak Widya, Mas Ridwan, Amel dan Mas Agung yang setia mendengar curhatan, menjadi teman diskusi dan membantu penulis selama menyelesaikan skripsi ini.
Mhais, Rina dan Arin yang terus memberi semangat dan menghibur penulis sampai penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
10.Mantan mbak-mbak Kost Cinta, Mbak Lintang, Kak Lia dan Mbak Rayu. Terimakasih karena telah membuat penulis merasa punya mbak walaupun penulis adalah anak sulung.
11.Kepada semua subjek yang telah bersedia berbagi dan mau membantu penulis untuk menyelesaikan Skripsi ini.
12.Seluruh karyawan Fakultas Psikologi Universitas Airlangga yang telah membantu urusan penulis selama masa studi.
13.BTS dan GOT7 yang telah menghibur penulis dan mengurangi kejenuhan penulis saat menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih telah menjadi inspirasi penulis untuk berani mencoba hal baru dan tidak berhenti belajar.
14.Semua pihak yang tidak mampu penulis sebutkan satu-persatu, terima kasih atas semua bantuan yagn telah diberikan kepada penulis..
Terima kasih atas seluruh dukungan yang diberikan. Semoga Allah SWT membalas segala yang telah kalian berikan kepada penulis selama ini.
Surabaya, 7 Mei 2016
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Fokus Penelitian ... 12
1.3. Signifikansi Penelitian ... 12
1.4. Tujuan Penelitian ... 15
1.5. Manfaat Penelitian ... 15
BAB II PERSPEKTIF TEORITIS ... 15
2.1. Kajian Pustaka ... 15
2.1.1. Anak Berbakat Istimewa ... 15
2.1.1.1. Keberbakatan ... 15
2.1.1.2. Konsep-Konsep Keberbakatan Istimewa ... 17
2.1.1.3. Anak Berbakat Istimewa ... 23
2.1.2. Potensi Seni Anak Berbakat Istimewa ... 40
2.1.2.1. Seni ... 40
2.1.2.2. Pendidikan Seni di Indonesia ... 32
2.1.2.3. Potensi Seni pada Anak Berbakat Istimewa ... 32
2.1.3. Strategi ... 33
2.1.3.1. Pengertian Strategi ... 33
2.1.3.2. Dimensi Strategi ... 34
2.1.3.3. Peranan Strategi ... 35
2.2. Perspektif Teoritis ... 36
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 38
3.1. Tipe Penelitian ... 38
3.2. Unit Analisis ... 39
3.3. Subjek Penelitian ... 39
3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 40
3.5. Teknik Pengorganisasian dan Analisis Data ... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 47
4.1. Setting Penelitian ... 47
4.1.1. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian ... 47
4.1.2. Tahap Penggalian Dana ... 48
4.1.3. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 49
4.1.3.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 1 ... 49
4.1.3.2. Gambaran Umum Subjek Penelitian 2 ... 50
4.1.3.3. Gambaran Umum Subjek Penelitian 3 ... 51
4.2. Hasil Penelitian ... 52
4.2.1. Deskripsi Penemuan ... 52
4.2.1.1. Deskripsi Penemuan Subjek Penelitian 1 ... 52
4.2.1.2. Deskripsi Penemuan Subjek Penelitian 2 ... 89
4.2.1.3. Deskripsi Penemuan Subjek Penelitian 3 ... 112
4.2.2. Hasil Analisis Data ... 142
4.2.1.1. Subjek 1 ... 144
4.2.1.2. Subjek 2 ... 151
4.2.1.3. Subjek 3 ... 156
4.3. Pembahasan ... 163
4.3.1. Memberi kesempatan anak belajar hal baru ... 163
4.3.2. Berusaha memahami anak ... 165
4.3.3. Menyediakan fasilitas (Materiil dan Non Materiil) ... 166
4.3.4. Memancing anak untuk meningkatkan kemampuannya ... 167
4.3.5. Memberi motivasi anak untuk berkarya ... 168
4.3.6. Mendampingi anak dalam berkarya ... 168
4.3.7. Memberi kebebasan untuk anak fokus pada bidangnya ... 169
4.3.8. Memiliki rencana ke depan dan mengusahakannya ... 170
4.3.9. Tidak menekan anak ... 170
4.3.10.Melakukan kontrol ... 171
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 173
5.1. Simpulan ... 173
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Gambar 1. Differentiated Model of Giftedness and Talent ... 18
Gambar 2. The Three Rings Model ... 20
Gambar 3. Triadich Interdependentie Model ... 21
Gambar 4. The Munich Model of Giftedness ... 22
Gambar 5. Integratif Model of Giftedness... 23
Gambar 6. The Pentagonal Implicit Theory of Giftedness ... 27
Daftar Lampiran
Lampiran 1. Transkrip Wawancara Subjek 1 ... 186
Lampiran 2. Transkrip Wawancara Subjek 2 ... 238
Lampiran 3. Transkrip Wawancara Subjek 3 ... 286
Lampiran 4. Analisis Tematik Wawancara Subjek 1 ... 330
Lampiran 5. Analisis Tematik Wawancara Subjek 2 ... 372
Lampiran 6. Analisis Tematik Wawancara Subjek 3 ... 405
Lampiran 7. Koding Studi Dokumen Subjek 1 ... 437
Lampiran 8. Koding Studi Dokumen Subjek 2 ... 446
Lampiran 9. Koding Studi Dokumen Subjek 3 ... 452
Lampiran 10. Catatan Lapangan Subjek 1 ... 456
Lampiran 11. Catatan Lapangan Subjek 2 ... 457
Lampiran 12. Catatan Lapangan Subjek 3 ... 458
Lampiran 13. Koding Catatan Lapangan ... 459
Lampiran 14. Hasil Pengumpulan data Subjek 1 ... 461
Lampiran 15. Hasil Pengumpulan data Subjek 2 ... 464
Lampiran 16. Hasil Pengumpulan data Subjek 3 ... 466
Lampiran 17. Definisi Tema ... 468
Lampiran 18. Skema Analisis Tematik ... 477
Lampiran 19. Pengelompokan Berdasarkan Cluster ... 483
Lampiran 20. Pedoman Wawancara ... 489
Lampiran 21. Identifikasi Karya Anak... 491
Lampiran 22. Karya Anak Subjek ... 494
Lampiran 23. Surat Ijin ... 506
ABSTRAK
Syafatania, 111211132021, Strategi Orang Tua dalam Mengoptimalkan Potensi Seni Anak Berbakat Istimewa,. Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, 2016.
xv + 153 halaman, 24 lampiran.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi orang tua dalam mengoptimalkan potensi seni anak berbakat istimewa. Anak berbakat istimewa yang potensinya teroptimalkan dapat menjadi salah satu sumber daya manusia berkualitas yang dimiliki negara.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus intrinsik. Subjek penelitian terdiri dari tiga orangtua yang memiliki anak berbakat istimewa. Data dikumpulkan dengan teknik wawancara, studi dokumen, dan catatan lapangan kemudian dianalisis menggunakan metode analisis tematik.
Berdasarkan pada hasil penelitian pada ketiga subjek, disimpulkan bahwa terdapat 50 tema strategi orang tua dalam mengoptimalkan potensi seni anak berbakat istimewa. Tema-tema tersebut lalu dikelompokkan menjadi 10 cluster, yaitu memberi kesempatan anak belajar hal baru, berusaha memahami anak, menyediakan fasilitas (materiil dan non materiil), memancing anak untuk meningkatkan kemampuannya, memberi motivasi anak untuk berkarya, mendampingi anak dalam berkarya, memberi kebebasan untuk anak fokus pada bidangnya, memiliki rencana ke depan dan mengusahakannya, tidak menekan anak dan melakukan kontrol.
ABSTRACT
Syafatania, 111211132021, Parenting Strategies in Optimizing Art Potential of Talented Children,. Thesis, Faculty of Psychology Airlangga University, 2016. xv + 153 pages, 24 appendices.
This study aims to determine the parenting strategies in optimizing art potential of talented children. Talented children whose optimized potention are one kind of the quality human resources that are owned by the nation.
Approachment used in this study is qualitative approach with intrinsic case study method. Subjects consisted of three parents of children with special talent in the art field. Data were collected by interview, documents study, and field notes and analyzed by using thematic analysis.
Based on the results of all the three subjects, concluded that there are 50 theme of strategies upbringing by parents in optimizing the art potential of talented children. All those themes then being grouped into 10 clusters, which, gives children the opportunity to learn new things, trying to understand the child, provide facilities (material and non-material), support children to improve their capabilities, giving motivation to work, assisting children in their work, giving children the freedom to focus on their field, have a plan ahead and trying to accomplish that, do not give the child a pressure and giving control.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia yang merupakan negara berkembang yang sangat membutuhkan
sumber daya manusia berkualitas untuk mengisi berbagai bidang strategis seperti
ilmuwan, teknisi, dan seniman tingkat tinggi (Sutratinah, 2001). Sumber daya
manusia berkualitas dapat berupa tenaga-tenaga kreatif yang mampu memberi
sumbangan bermakna terhadap ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian, serta
kesejahteraan bangsa (Munandar, 2012). Sumber daya manusia yang berkualitas
merupakan potensi yang berkontribusi penting dalam membangun bangsa yang
kompeten dalam menghadapi tantangan (Akbar-Hawadi, 2002)
Pengembangan sumber daya manusia berkualitas pada hakikatnya adalah
mengenai dua hal, yaitu : identifikasi bakat-bakat unggul dalam berbagai bidang
dan pemupukan serta pengembangan kreativitas yang dimiliki setiap orang yang
pada dasarnya perlu dikenali dan dirangsang sejak usia dini (Munandar, 2012).
Pengembangan sumber daya berkualitas juga disebutkan dalam GBHN tahun
1999 yang berisi “Pengembangan kualitas sumber daya manusia dilakukan sedini
mungkin secara terarah, terpadu dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif
dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang
secara optimal disertai dengan hak dan dukungan serta perlindungan sesuai
Salah satu sumber daya manusia berkualitas yang perlu diperhatikan
merupakan anak Talented atau sering disebut anak berbakat istimewa (BI). Anak
berbakat istimewa memiliki kelebihan dibanding anak lain, diantaranya adalah
pemikiran yang kritis, proses penerimaan informasi yang lebih mudah, dan
mempunyai keterikatan lebih terhadap tugas (Klein, 2007). Mereka juga dapat
memahami gagasan baru dengan lebih mudah, dapat menemukan pemecahan
masalah dengan cara mereka sendiri, dan dapat fokus dalam jangka waktu yan
lama ketika sedang mengerjakan hal yang mereka senangi (Distin dkk, 2006).
Anak berbakat telah mendapat perhatian sejak 200 tahun yang lalu. Plato
pernah menyebutkan agar anak-anak berbakat dikumpulkan dan dididik secara
khusus karena diharapkan mereka akan menjadi pemimpin negara dalam segala
bidang pemerintahan. (Natawijaya, 1979). Anak berbakat memiliki kebutuhan dan
masalah khusus yang menuntut perhatian dan pelayanan khusus pula (Munandar,
2012). Akbar-Hawadi (2004) pernah membahas bahwa pengembangan anak
berbakat sebagai bibit unggul yang seharusnya mendapat perhatian dari berbagai
pihak. Undang-undang juga menyebutkan bahwa “Warganegara yang memiliki
potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus”.
dalam UU No. 20 tahun 2003.
Anak berbakat istimewa, berdasarkan National Association of Gifted
Children diperkirakan sekitar 6% pada usia TK hingga 12 tahun. Namun dalam
sebuah penelitian longitudinal yang pernah diadakan oleh Freeman (2006),
hasilnya menunjukkan bahwa dari 210 anak berbakat yang diteliti, hanya enam
Berdasarkam statistika, anak cerdas dan berbakat istimewa berjumlah 2%
populasi (Terman, 1921 dalam Akbar-Hawadi, 2002). Indonesia memiliki
kurang lebih 252.164.800 penduduk (Badan Pusat Statistik, 2015) maka ada
sekitar 5.043.296 penduduk yang memiliki kecerdasan dan keberbakatan
istimewa.
Keberbakatan oleh National Association for Gifted Children (2015)
dibangun oleh atau merupakan kombinasi dari 5 domain, yaitu:
1. Kemampuan intelektualitas
2. Kemampuan kreatif
3. Kemampuan artistik (bidang seni)
4. Kemampuan kepemimpinan
5. Kemampuan akademik
Fischer (2006) mengembangkan Integratif Model of Giftedness. Model
tersebut menjelaskan keberbakatan mempunyai faktor kemampuan dan
faktor-faktor prestasi. Faktor-faktor-faktor kemampuan merupakan potensi yang apabila diasah
melalui proses belajar dan proses perkembangan maka akan menjadi faktor-faktor
prestasi berupa performance. Faktor kemampuan dapat berupa potensi seni yang
kemudian dapat diasah menjadi performance nyata misalnya bermain alat musik,
menyanyi, melukis dll.
Heller dkk (2004) mengembangkan model Triadic Interdependence dan
teori Multiple Intelligences dari Howard Gardner menjadi The Munich Model of
Giftedness. Heller memandang konsep keberbakatan berdasarkan empat dimensi
faktor: talenta yang relatif mandiri, kinerja (performance), kepribadian dan
lingkungan. Faktor bakat atau talenta yang contohnya adalah kemampuan kreatif
dan kemampuan artistik, apabila dikembangkan oleh moderator akan menjadi
kinerja, contohnya dengan menghasilkan karya di bidang seni.
Gagné (2006) membedakan antara Giftedness dan Talent. Giftedness
dihubungkan dengan kecakapan yang di atas rata-rata dalam satu domain bakat
manusia, diantaranya adalah intelektual, kreatif, sosio-afektif, dan sensorimotorik.
Talent berhubungan dengan penampilan (performance) yang berbeda di atas
rata-rata dalam satu atau lebih bidang aktivitas manusia dan merupakan perpaduan
antara faktor giftedness yang dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu, intrapersonal,
lingkungan dan peluang. Salah satu contoh talent tersebut adalah kemampuan
menghasilkan karya di bidang seni.
Konsep-konsep tersebut dapat disimpulkan menjadi pernyataan bahwa
salah satu bidang dari keberbakatan adalah seni, dan sesuai UU No. 20 tahun 2003
anak berbakat istimewa berhak mendapat pendidikan khusus terkait bidangnya.
Anak dengan keberbakatan di bidang seni berhak mendapat pendidikan khusus di
bidang seni, namun hal itu sulit didapatkan disebabkan oleh sistem pendidikan
Indonesia saat ini, seperti yang dibahas dalam Khisbiyah & Sabardila (2004)
bahwa pendidikan seni di sekolah mengalami ketersampingan seperti yang
tercermin dalam tiga hal, yaitu:
1. Pendidikan seni dianggap lebih rendah kepentingannya daripada jenis
pendidikan atau mata pelajaran yang lain. Akibat dari hal itu adalah seni
sebagai pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengevaluasi peserta
didik.
2. Pendidikan seni jarang diberikan secara profesional. Karena ada banyak
sekolah yang tidak diampu oleh pendidik yang ahli dalam bidang seni,
melainkan guru yang menguasai bidang lain. Selain itu, juga terjadi distorsi
dan reduksi dalam pemaknaan pendidikan seni yang sekarang lebih
ditekankan pada aspek teoritis atau pengetahuan daripada praktik dan
pengalaman kesenian
3. Pendidikan seni tidak dilengkapi dengan sarana-prasarana memadai,
temasuk sumber rujukan dan peralatan seni. Akibatnya sulit untuk terjadi
proses penghayaran dan pergaulan dengan seni yang lebih mendalam,
penggalian potensi seni, dan pengembangan kreativitas seni peserta didik.
Pendidikan Indonesia miskin daya kreativitas, imajinasi dan inovasi karena
kuatnya penyeragaman dan pemasungan kebebasan berekspresi dan berkreasi
yang diberlakukan oleh sistem sekolah. Selain itu, sistem pendidikan Indonesia
sangan mementingkan hasil instan dan lebih berorientasi pada intelectual
intelligence seperti ranking, NEM dan gelar daripada proses belajar yang bisa
mematangkan dan mencerahkan peserta didik seperti emotional dan spiritual
intelligence. (Khisbiyah & Sabardila, 2004).
Pendidikan Indonesia telalu menekankan pada aspek logika dan kognitif
serta kurang memperhatikan aspek etika dan estetika. Sedangkan estetika pada
melahirkan kehalusan perasaan, kearifan, dan keluhuran budi, bahkan kreativitas
dan kecerdasan. Akibatnya, sistem pendidikan di Indonesia saat ini mengarah
pada degradasi makna apresiasi seni, yang selanjutnya mengakibatkan hilangnya
kreativitas, kearifan, dan kecerdasan masyarakat (Khisbiyah & Sabardila, 2004),
padahal menurut Merryl Goldberg (1999 dalam Wattie dkk, 2012), pendidikan
seni sangat penting dalam pendidikan, karena memiliki kekuatan dalam
pendidikan dengan seni, pendidikan untuk seni dan pendidikan melalui seni.
Pendidikan dengan dan melalui seni terbukti dapat meningkatkan proses
pembelajaran yang menyenangkan yang berakibat pada pencapaian hasil yang
optimal, sedangkan pendidikan seni sebagai media tidak hanya membentuk
manusia yang memiliki sensitivitas, kreativitas estetis, intuitif, dan kritis terhadap
lingkungan serta dapat mengembangkan potensi dasar peserta didik saat belajar
untuk mencapai hasil yang optimal. Senada dengan pernyataan tersebut, menurut
Dewantoro (dalam Wattie dkk, 2012), manusia memiliki daya jiwa, yaitu cipta,
karsa dan karya. Pengembangan manusia seutuhnya meuntut pengembangan
semua daya secara seimbang. Pengembangan yang terlalu menitikberatkan ada
satu daya saja akan menghasilkan ketidakutuhan perkembangan sebagai manusia.
Beliau mengatakan bahwa pendididkan yang menekankan pada aspek intelektual
saja hanya akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya, dan ternyata
pendidikan sampai saat ini hanya mengembangkan daya cipta, kurang
memperhatikan pengolahan rasa dan karsa. Jika berlanjut terus akan menjadikan
manusia kurang humanis atau manusiawi. Dengan itu Dewantoro (dalam Wattie
didik perlu dilatih dan dikembangkan. Dalam pembelajaran seni, anak dilatih
untuk mengaktifkan kerja otak kanan dan kiri secara seimbang. Selain itu
pendidikan seni juga memberi ruang kepada anak untuk belajar dengan cara yang
menyenangkan. Seni sendiri dapat mengobarkan rasa nasionalisme dan
mempersatukan bangsa dalam rasa. Seperti lagu kebangsaan Indonesia Raya karya
Wage Rudolf Supratman dan lagu-lagu perjuangan karya Cornel Simanjuntak,
Ismail Marzuki, Muntahar dan lainnya serta lukisan-lukisan bertajuk perjuangaan
kemerdekaan seperti karya Surono, Affandi, Hendra, Sudojo dll. (Sedyawati,
2010)
Kusumastuti (dalam Wattie dkk, 2012) mengungkapkan bahwa pendidikan
seni dapat mengolah kecerdasan emosi seorang anak, karena dalam pendidikan
seni, dapat mengolah semua bentuk kegiatan tentang aktivitas fisik dan cita rasa
keindahan, yang dapat dituangkan dengan kegiatan berekspresi, bereksplorasi,
berkreasi dan berapresiasi dengan media bahasa, rupa, bunyi, gerak dan peran.
Pendidikan seni diharapkan memiliki peranan dalam pembentukan
keharmonisan pribadi anak antara logika, etika, artistik dan estetika dalam
pengembangan kreativitas dan menumbuhkan kesadaran serta kemamuan
apresiasi terhadap keragaman budaya. Namun pada kurikulum 1975-1984
rumusan-rumusan isi kurikulum kurang memperhatikan seni sehingga kekayaan
budaya Indonesia yang sangat beragam ini seperti diabaikan. (Masunah, 2004).
Pendidikan seni juga seharusnya memiliki peran yang penting untuk membentuk
kerakter, namun selalu dikesampingkaan karena pelaku pendidikan di sekolah dan
lembaga pendidikan belum melakukannya secara terintegrasi. (Wattie dkk, 2012).
Mengenai Keberbakatan sendiri Soeparwoto (2005) menyatakan bahwa ada
dua faktor yang mempengaruhi pengembangan bakat. Pertama adalah faktor
individual, dan kedua adalah faktor ekstra individual. Faktor Individual sendiri
adalah faktor yang berasal dari dalam individu dan anak berbakat itu sendiri
seperti minat, motivasi, nilai, dan kepribadian. Sedangkan faktor ekstra individual
adalah faktor yang berasal dari luar individu anak berbakat, namun memiliki
pengaruh yang cukup signifikan bagi anak berbakat. Seperti lingkungan sosial,
lingkungan edukasi, banyaknya latihan, hambatan-hambatan yang didapat, dan
ketersediaan sarana serta prasarana. Senada dengan pernyataan tersebut, Fischer
(2006) menyebutkan bahwa sebuah potensi, dapat menjadi sebuah kinerja
dipengaruhi oleh faktor kepribadian dan faktor lingkungan. Faktor keribadian
dapat berupa motivasi berprestasi, regulasi diri dan strategi belajar. Sedangkan
faktor lingkungan dapat berupa keluarga, teman sebaya, dan pelatihan.
Keberbakatan harus dirangsang sejak usia dini dan dibutuhkan dukungan
dari lingkungan. Hal ini karena pengembangan potensi ini akan mudah dan efektif
jika dimulai sejak usia dini karena membutuhkan rangsangan serta tantangan
seumur hidup untuk mencapai aktualisasi tingkat tinggi (Munandar, 2012), selain
itu, dukungan lingkungan juga dibutuhkan untuk mengaktualisasikan potensi
secara nyata. Dukungan lingkungan yang dibutuhkan adalah lingkungan yang
tahu, sekaligus menyediakan kesempatan untuk mengeksplorasi berbagai
kemungkinan dalam menemukan jawaban. (Monks, dkk, 1999)
Keluarga merupakan lingkungan primer anak, sarana pertama anak untuk
belajar menghadapi dunia luar, berinteraksi dengan teman, dan beradaptasi dengan
lingkungan pendidikan sekolah (Ratnawati, 2000), dan orangtua adalah pengamat
terbaik dalam mengidentifikasi bakat anak. Hasil penelitian Silverman (1995,
dalam Pfeiffer 2008) menunjukkan bahwa 84% orangtua yang menganggap
anaknya memenuhi 75% karakteristik keberbakatan ternyata sesuai dengan hasil
pengujian tes yang signifikan yang menyatakan anak-anak tersebut berada di area
superior. orangtua juga memiliki peran penting sebagai landasan anak berbakat
mengeksplorasi minatnya yang mendalam dengan dorongan untuk melakukan
kegiatan yang beragam dan menunjukkan kesempatan dan kemungkinan yang
ada, juga sebagai pendukung aktif untuk melakukan perencanaan dan pengadaan
program kegiatan belajar anak berbakat (Munandar, 2012).
Kenyataannya, di masa ini banyak anak yang tidak teridentifikasi
keberbakatannya oleh orangtua, sehingga orangtua hanya dapat melihat
pencapaian anak di bidang akademik, dengan patokan nilai rapor anak di sekolah.
Hal ini membuat orangtua terbawa arus ingin mempercepat tingkatan kemampuan
intelektual menjadi lebih dini. Anak-anak diberi stimulasi kognitif mulai saat
dalam kandungan. Seluruh stimulasi yang diberikan dapat membantu anak
mencapai kesuksesan di bidang akademik saat masa sekolah, namun kesuksesan
tersebut menjadi tidak bermakna dalam kehidupan anak saat dewasa (Mulyani &
cenderung merasa nyaman ketika anak belajar di tempat yang lebih pada
academic setting, dan banyak orangtua yang menyekolahkan anak di Mentessori
(sekolah yang menekankan pada konsep akademis dan keterampilan praktik)
karena ingin anak belajar akademik lebih awal.
Di samping mengenai sekolah anak, kebanyakan anak tidak bisa mendalami
bidang yang dikuasai atau disukainya karena orang tua sudah memiliki rancangan,
bahkan sejak di dalam kandungan, mengenai pekerjaan yang akan ditekuni
anaknya kelak, yang mungkin saja bukan bakat ataupun minat anak. Bukan hanya
itu, sebaliknya, banyak pula orang tua terlalu membebaskan anak untuk memilih
apa yang diinginkan tanpa memberi arahan yang jelas maupun dukungan yang
terfokus, sehingga anak tidak benar-benar mendalami bidang apapun (Lucy,
2016). Hal ini dapat terjadi karena kurangnya pengetahuan orangtua mengenai
cara mengidentifikasi keberbakatan anak dan apa yang harus dilakukan untuk
mengoptimalkan bakat tersebut.
Diharapkan dengan adanya penelitian ini akan terjadi perubahan strategi
orangtua menjadi dapat lebih baik dalam mengidentifikasi keberbakatan istimewa
anak, dan memberikan dukungan serta kontrol yang tepat, agar potensi seni anak
berbakat di Indonesia dapat dioptimalkan, sehingga jumlah sumber daya manusia
berkualitas dapat meningkat.
Penjabaran di atas menunjukkan pentingnya potensi keberbakatan
dikembangkan secara optimal dan pentingnya peran orangtua di dalamnya, karena
telah berhasil mengoptimalkann potensi anak berbakat hingga dapat menghasilkan
kinerja.
Bakat, atau yang disebut Talent oleh Gagné (2003) dapat dikembangkan
melalui banyak bidang yang relevan dengan wilayah bakat (Giftedness) anak.
Potensi yang ingin diteliti oleh penulis adalah bakat seni.
Strategi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terkait identifikasi
precocity seni pada anak berbakat berdasarkan karakteristik yang diajukan oleh
Winner (1996), bagaimana dukungan yang dilakukan untuk mengembangkannya,
dan kontrol yang diberikan terkait pengekspresian diri anak berbakat melalui hasil
karya seni nya.
Mengenai kreativitas yang merupakan salah satu faktor dari potensi seni,
hasil penelitian Tekin dan Tasgin (2009) menyatakan bahwa peran orangtua dan
tingkat pendidikannya berpengaruh positif terhadap tingkat kreativitas anak
berbakat istimewa karena orangtua yang memiliki pendidikan tinggi cenderung
membesarkan anaknya tidak dengan cara konvensional. Masruroh dan Widayat
(2014) menunjukkan bahwa ada tujuh strategi yang dilakukan oleh orangtua
dalam pengembangan kreativitas anak berbakat istimewa, yaitu aktivitas
eksplorasi umum, aktivitas pilihan individu, proyek individu, bertukar ide,
penyediaan fasilitas, pendorong dan apresiasi.
Penelitian ini hendak mengetahui tidak hanya pengembangan kreativitas
anak berbakat istimewa sebagai salah satu faktor seni, namun juga faktor lain dari
seni, yaitu ekspresi diri. Terkait pengarahan yang dilakukan orangtua untuk
1.2. Fokus Penelitian
Bagaimana strategi orangtua dalam mengoptimalkan potensi seni anak
berbakat istimewa?
1.3. Signifikansi Penelitian
Penelitian sebelumnya oleh Masruroh dan Widayat (2014) juga membahas
Strategi Pengasuhan pada Anak Gifted dimana fokus penelitian terdapat pada
strategi pengasuhan dalam mengembangkan kreativitas. Hasil menunjukkan
bahwa ada tujuh strategi yang dilakukan oleh orangtua dalam pengembangan
kreativitas anak berbakat istimewa, yaitu aktivitas eksplorasi umum, aktivitas
pilihan individu, proyek individu, bertukar ide, penyediaan fasilitas, pendorong
dan apresiasi. Kreativitas adalah salah satu cluster keberbakatan berdasarkan teori
Three Rings Conception dari Renzulli. Renzulli-Hartman (2013) juga membuat
skala yang memprediksi anak-anak berbakat berdasarkan karakteristik
keberbakatan tersebut, selain kreativitas, yang salah satu karakteristik yang
disebut adalah karakteristik seni. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh
penulis akan berfokus pada strategi orangtua dalam mengoptimalkan potensi seni,
dimana seni dianggap sebagai Precocity berdasarkan teori Ellen Winner serta
sebagai salah satu domain keberbakatan istimewa berdasarkan National
Association for Gifted Children (2015)
Mengenai kreativitas, Astuti (2011) juga pernah meneliti tentang cara
Penelitian ini dilakukan dalam bidang seni tari, dan dari hasil analisis, didapat
kesimpulan bahwa untuk menggali dan mengambangkan potensi kreativitas seni
pada anak usia dini diperlukan kepedulian dari berbagai pihak, misalnya, pihak
profesional atau koreografer harus memproduksi tari yang disesuaikan dengan
tingkat kesulitan gerak yang dapat dicapai oleh anak-anak. Para seniman seni
yang bertindak sebagai instruktur, juga harus mempertimbangkan materi yang
sesuai dengan dunia anak-anak agar mereka dapat menampilkannya dengan lebih
fleksibel dan luwes. Kepedulian pengamat seni seperti dewan kesenian dan taman
budaya, juga sangat dibutuhkan dalam rangka memberi motivasi dan pengontrolan
untuk menjaga kualitas lagu ataupun gerak tari yang ditampilkan.
Supriyanti (2013) sebelum ini pernah menelakukan eksperimen mengenai
Peningkatan Kreativitas Seni Rupa Anak melalui Kegiatan Mencetak dengan
Bahan Alam di PAUD Aisyiyah Lansano Pesisir Selatan. Sekolah yang dimaksud,
dinilai bahwa murid-muridnya memiliki kemampuan menggambar yang rendah
ditandai dengan hasil yang diperoleh saat anak diinstruksikan untuk membuat
gambar sederhana, didapatkan hasil bahwa gambar yang dibuat oleh anak tidak
teratur, goresan pensil yang ditorehkan di atas buku juga tidak membentuk pola
yang baik dan dengan kegiatan mencetak menggunakan bahan alam, anak merasa
tertantang untuk mengembangkan imajinasinya dan labih bersemangat untuk
mencoba berkreasi membuat bentuk yang lain. Hasil lalu direkapitulasi,
didapatkan hasil bahwa kegiatan mencetak dengan bahan alam dapat
meningkatkan kreativitas seni rupa anak di PAUD Aisyiyah Lansano Pesisir
Morawska dan Sanders (2008) juga pernah meneliti terkait pengasuhan anak
berbakat, spesifiknya adalah mengenai isu-isu perilaku dan pengasuhan terhadap
anak berbakat, dari hasil penelitian tersebut didapat hasil bahwa anak berbakat
cenderung tidak memilki masalah perilaku yang berbeda dari anak lain, tapi
permasalahan terjadi lebih kepada masalah emosional dan permasalahan sebaya,
dan didapat kesimpulan bahwa hal-hal tersebut juga disebabkan oleh gaya
pengasuhan orangtua.
Penelitian lain terkait penelitian ini adalah penelitian mengenai Pendidikan
Seni melalui Kegiatan Bernyanyi pada Anak Usia Dini (Tiurna, 2012), pada
penelitian tersebut, pendidikan seni dihantarkan melaui kegiatan bernyanyi karena
menyanyi dianggap sebagai aktifitas menyenangkan bagi anak dan dapat
membantu untuk memahami dan memaknai lebih mudah pesan-pesan yang ingin
disampaikan oleh guru, selain itu, dengan bernyanyi anak diberi wadah untuk
berekspresi mengenai apa yang dirasakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
secara keseluruhan, pendidikan seni dengan bernyanyi memberi banyak manfaat
dan respon positif, baik perkembangan kogitif, afektif maupun psikomotor,
diantaranya adalah membentuk ekspresi dan emosi, pengembangan life skill,
peningkatan kemampuan berbahasa dan hubungan sosial anak.
Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis juga akan membahas mengenai
pendidikan seni pada anak berbakat istimewa, namun pendidikan seni akan lebih
berfokus pada pengoptimalan potensi seni anak berbakat istimewa oleh orangtua.
Pengoptimalan potensi tersebut dapat berupa sarana seperti penelitian yang
1.4. Tujuan Penelitian
Mengetahui bagaimana strategi orangtua dalam mengoptimalkan potensi
seni anak berbakat istimewa.
1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1.Manfaat Teoritis
a. Diharapkan dapat memberikan informasi akurat bagi
pengembangan disiplin ilmu Psikologi Pendidikan Anak Berbakat
b. Memberikan informasi mengenai bagaimana strategi pengasuhan
orangtua yang dapat mengembangkan potensi seni anak berbakat
istimewa.
c. Memperoleh pemahaman mengenai keterkaitan konsep-konsep
teoritis anak berbakat dengan kehidupan sehari-hari anak-berbakat
istimewa
1.5.2.Manfaat Praktis
Memberi pengetahuan kepada orangtua yang memiliki anak berbakat
istimewa di bidang seni mengenai strategi pengoptimalan potensi anak
BAB II
PERSPEKTIF TEORITIS
2.1. Kajian Pustaka
2.1.1.Anak Berbakat Istimewa 2.1.1.1. Keberbakatan
Menurut Clark dan Zimmerman (1984) keberbakatan adalah suatu
konsep yang dengan akar biologis, menjelaskan bahwa inteligensia taraf
tinggi sebagai hasil dari integrasi yang maju dan cepat dari fungsi-fungsi
dalam otak meliputi pengindraan, emosi, kognisi, dan intuisi yang
kemudian diekspresikan dalam bentuk kemampuan-kemampuan yang lebih
yang melibatkan kognisi, kreativitas, kecakapan akademik, kepemimpinan
atau seni rupa dan seni pertunjukan.
McLeod dan Cropley (1989, dalam Hawadi, 2002) memiliki tiga
istilah dalam keberbakatan, yaitu genius, precocious dan prodigy. Genius
lebih mengarah pada keberbakatan secara intelligensi, Precocious adalah
perkembangan prematur anak usia kronologis yang mampu mencapai usia
mental yang jauh di atas usia kronologis, dan Prodigy adalah anak yang
secara umum memiliki prestasi menakjubkan pada bidang tertentu. Prodigy
atau juga diartikan sebagai anak berusia di bawah 10 tahun yang mencapai
tingkatan seorang profesional yang terlatih dalam bidang tertentu (Feldman
2.1.1.2. Konsep-Konsep Keberbakatan Istimewa 1) Francoys Gagné
Gagné (2003) dengan modelnya Gagne’s Differentiated Model of
Giftedness and Talent atau dapat disebut sebagai DMGT membedakan
keberbakatan menjadi Giftedness dan Talent. Giftedness dihubungkan
dengan kecakapan atau potensi yang di atas rata-rata dalam satu domain
bakat manusia, diantaranya adalah intelektual, kreatif, sosio-afektif, dan
sensorimotorik. Talent berhubungan dengan bakat yang sudah berkembang
secara sistematis yang menghasilkan aktualisasi penampilan (performance)
yang berbeda di atas rata-rata dalam satu atau lebih bidang aktivitas
manusia, salah satunya adalah seni. Giftedness dapat diidentifikasi melalui
tes psikologis, sedangkan talent dapat diidentifikasi melalu kinerja dan
performa yang dimunculkan.
Model ini menitikberatkan pada konsep keberbakatan istimewa
sebagai hasil interaksi antara faktor keturunan (genetik), faktor dalam diri
(intrapersonal) dan faktor luar (lingkungan). Dalam model ini dijelaskan
bahwa Giftedness dapat menjadi talent dengan proses pengembangan, yaitu
dengan belajar, berlatih dan mempraktekkannya.
Proses pengembangan tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu :
a) Faktor Intrapersonal (Interpersonal Catalys)
Faktor intrapersonal adalah faktor pengaruh yang berasal dari dalam
diri, yaitu kondisi fisik, kemampuan mengelola emosi, motivasi dan
adanya penyakit tertentu. Kemampuan mengelola emosi dapat berupa
coping stress. Motivasi dapat berupa insiatif, minat, kebutuhan dan
ketekunan untuk melakukan proses pengembangan tersebut.
Sedangkan kepribadian yang berpengaruh dapat berupa adaptabilitas,
daya saing, penghargaan terhadap diri dan nilai-nilai yang dianut.
b) Faktor Lingkungan (Environment Catalys)
Faktor lingkungan adalah faktor pengaruh yang berasal dari luar diri,
yaitu budaya, orang sekitar, upaya dan kejadian. Budaya dapat berupa
budaya yang ada di lingkungan tempat tinggal. Orang sekitar dapat
berupa orang tua beserta dukungan, stimulasi dan fasilitasi yang
didapat dari mereka. Upaya dapat berupa sekolah atau kursus yang
diikuti bertujuan untuk mengembangkan bakatnya. Kejadian dapat
berupa penghargaan dan kecelakaan yang terjadi yang dapat
berpengaruh terhadap pengembangan bakat tersebut.
c) Peluang (Chance)
Peluang yang dimaksud oleh Gagne adalah kemungkinan genetika,
bahwa ada propabilitas keberbakatan istimewa anak muncul karena
faktor keturunan dari orang tuanya.
Gambar 1. Differentiated Model of Giftedness and Talent
Peluang Giftedness
Talents
Intrapesonal
2) Renzulli
Renzulli (2005) dalam “The Three Rings Model”nya menyatakan
keberbakatan adalah irisan antara tiga kluster komponen pokok dan harus
ditunjukkan dalam prestasi, yaitu:
a) Kemampuan umum (kapasitas intelektual) dan/atau kemampuan
khusus di atas rata-rata
Terdiri dari kemampuan umum dan kemampuan spesifik. Kemampuan
umum adalah kemampuan unutk memproses informasi, mengintegrasikan
pengalaman dan kemampuan berpikir abstrak. Contoh kemampuan umum
adalah kemampuan verbal dan logika hitungan, hitungan spasial, kelancaran
kata, dan daya ingat. Kemampuan umum ini bisa diukur melalui tes
inteligensi, prestasi, bakat, kemampuan, mental primer dan kekreatifan.
Kemampuan spesifik adalah kemampuan untuk menampilakan satu
atau lebih bidang aktivitas yang khusus dan terbatas. Misalnya kemampuan
pada bidang bahasa, kimia, balet, musik dan fotografi. Kemampuan tersebut
dapat dispesifikkan lagi pada bidang-bidang khusus. Misalnya kemampuan
pada musik dapat berupa kemampuan bermain alat musik, bernyanyi atau
menciptakan musik. Kemampuan khusus ini dapat diketahui dari tes
prestasi, ters bakat atau assesmen terkait bidang tersebut.
b) Kreativitas tinggi
Kreativitas merupakan kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang
kemampuan untuk menemukan pola dari unsur yang sudah ada. Dalam
bidang seni, kreativitas dapat digunakan diantaranya untuk mencari ide
baru, menciptakan musik dan mencari inspirasi untuk berkreasi
c) Komitmen terhadap tugas tinggi
Komitmen terhadap tugas adalah bentuk halus motivasi. Kearena
motivasi diartikan sebagai proses energi umum yang merupakan faktor
pemicu untuk bertanggung jawab, tekun, bekerja keras, latihan
terus-menerus, percaya diri dan memiliki keyakinan untuk menyelesaikan tugas.
Gambar 2. The Three Rings Model
3) Renzulli dan Monks
Renzulli lalu mengembangkan modelnya dengan Monks hingga pada
tahun 1995 terciptalah “Triadich Interdependentie Model” dimana selain
tiga cincin yang disebutkan Renzulli tadi ada tiga faktor eksternal yang
mempengaruhi, yaitu:
a) Keluarga
b) Sekolah
c) Lingkungan sebaya
Kreativitas tinggi
Komitmen thd tugas tinggi
Kemampuan di atas rata-rata
Peranan lingkungan ekstenal tersebut sangat penting dalam
perkembangan anak berbakat, karena dapat memberikan umpan balik yang
penting. Contohnya adalah beberapa tingkah laku seperti dorongan,
larangan, penolakan, serta stimulasi oleh orang tua.
Gambar 3. Triadich Interdependentie Model
4) Heller dkk.
Heller dkk (2004) mengembangkan model Triadic Interdependence
dan teori Multiple Intelligences dari Howard Gardner menjadi The Munich
Model of Giftedness. Melalui hasil studi longitudinal yang dilaksanakannya,
Heller menghasilkan model multidimensional ini. Heller memandang
konsep keberbakatan berdasarkan empat dimensi multifaktor yang saling
terkait satu sama lain. Faktor-faktor tersebut adalah faktor:
a) Talenta yang relatif mandiri
Faktor bakat atau talenta adalah prediktor yang apabila dikembangkan
oleh moderator dapat menghasilkan kinerja. Contoh bakat atau talenta
Sebaya
Keluarga Sekolah
Kreativitas tinggi
Komitmen thd tugas tinggi
Kemampuan di atas rata-rata
tersebut adalah kemampuan kreatif, kemampuan sosial, kemampuan
artistik dan kemampuan musikalitas
b) Kinerja (performance)
Kinerja adalah bidang performance yang merupakan hasil faktor bakat
yang telah dikembangkan oleh moderator. Salah satunya adalah seni.
c) Kepribadian
Faktor kepribadian yang dimaksud adalah faktor kepribadian non
kognitif yang bekerja sebagai moderator untuk mengembangkan bakat
menjadi kinerja. Contohnya adalah kemampuan menghadapi stress,
motivasi, dan ketekunan
d) Lingkungan
Kondisi lingkungan merumakan moderator pengembangan bakat
menjadi kinerja. Contohnya adalah lingkungan berlatih yang nyaman,
iklim dalam keluarga, dukungan dan stimulasi dari orang tua.
Gambar 4. The Munich Model of Giftedness Karakteristik
Kepribadin non-kognitif
(moderator)
Wilayah Kinerja (kriteria) Faktor Bakat
(prediktor)
Kondisi Lingkungan
5) Christian Fischer
Fischer (2006) mengembangkan Integratif Model of Giftedness.
Model tersebut menjelaskan keberbakatan mempunyai faktor kemampuan
dan faktor-faktor prestasi. Faktor-faktor kemampuan merupakan potensi
yang apabila diasah melalui proses belajar dan proses perkembangan maka
akan menjadi faktor-faktor prestasi berupa kinerja. Proses belajar dan
perkembangan sendiri dapat berupa faktor kepribadian dan lingkungan yang
sama-sama bisa berdampak positif maupun negatif. Faktor kemampuan
salah satunya adalah kemampuan musikal-artistik yang apabila
dikembangkan dapat menghasilkan kinerja berupa prestasi seni, baik musik,
drama, puisi ataupun lukis.
Gambar 5. Integratif Model of Giftedness
2.1.1.3. Anak Berbakat Istimewa
2.1.1.3.1. Pengertian Anak Berbakat Istimewa
Para ilmuwan menggunakan banyak istilah yang berbeda untuk
menyebut anak berbakat istimewa. Guy M. Whipple merupakan orang
pertama yang menggunakan istilah gifted yang disebutkannya dalam
Potensi
Faktor-faktor kemampuan
Kinerja
Faktor-faktor prestasi Belajar dan Perkembangan
Kepribadian
Lingkungan + -
Monroe’s Encyclopedia of Education yang dipakai untuk menunjukkan
anak-anak dengan kemampuan supernormal. (Passow, 1985). Newland
(1976) menggunakan istilah academic talented. Galton dalam
Marsetyonirum (2014) lebih memilih menggunakan istilah eminence untuk
menggambarkan keberbakatan yang merupakan suatu pencapaian, dimana
intelligensi hanya salah satu faktor yang dibutuhkan.
2.1.1.3.2. Karakteristik Anak Berbakat Istimewa 1) Ellen Winner
Winner (1996) memberikan tiga karakteristik anak berbakat istimewa,
yaitu:
a) Precocity
Anak berbakat belajar lebih cepat dari anak seumurannya. Baik dalam
hal memulai ataupun kemajuan yang terjadi dalam proses belajar. Namun
setiap anak memiliki domain tertentu yang menjadi potensi atau bakat
mereka. Misalnya adalah anak yang memiliki domain bakat seni musik
maka akan belajar musik lebih mudah daripada anak lain seumurannya.
b) March Their Own Drummer
Anak berbakat suka menemukan hal-hal baru sendiri. Sering
menemukan pemecahan masalah sendiri tanpa mengikuti langkah-langkah
yang biasanya digunakan. Umumnya mereka membutuhkan bantuan
c) Rage to Master
Anak berbakat memiliki ketertarikan yang kuat terhadap domain bakat
atau potensi yang mereka miliki. Dapat memiliki tingkat fokus yang tinggi
apabila sedang mengerjakan kegiatan yang termasuk dalam domain potensi
tersebut. Misalnya adalah anak yang memiliki domain bakat seni lukis akan
memiliki tingkat konsenterasi yang tinggi ketika melukis.
2) Renzulli
Renzulli (2005) mengemukakan dua jenis keberbakatan, yaitu:
a) Schoolhouse giftedness. Memiliki karakteristik diperoleh dari proses
belajar dan dapat diukur melalui tes kognitif seperti tes IQ
b) Creative productive giftedness. Memiliki karakteristik dapat diketahui
dari kemampuan kreativitas individu dalam menciptakan pemikiran
baru dan menyelesaikan masalah. Kreativitas ini dapat digunakan
salah satunya untuk menghasilkan karya seni oleh anak yang memiliki
talent dalam bidang seni.
3) Stenberg dan Zhang
Stenberg dan Zhang ( (Sternberg & Zhang, 2004)) dalam teorinya
“The Pentagonal Implicit Theory of Giftedness” menyatakan bahwa
keberbakatan didefinisikan oleh kensensus dalam suatu kelompok budaya
berdasarkan kriteria:
Seseorang harus menonjol (superior) dari kelompok sebayanya dalam
satu atau lebih dimensi atau performa khusus. Artinya, seseorang disebut
berbakat apabila dia benar-benar bagus dalam melakukan suatu hal. Untuk
mengetahuinya adalah dengan membandingkan dengan teman sebayanya
melihat apakah dia menunjukkan performa yang jauh di atas mereka.
“Performa yang jauh di atas mereka” adalah relatif, namun anak dengan
keberbakatan istimewa dapat dirasakan memiliki kemampuan berlimpah
pada hal yang dikuasainya.
b) Rarity
Hanya ada sedikit orang dari suatu kelompok sebayanya yang
menunjukkan karakteristik tersebut. Jadi meskipun performa itu dianggap
sebagai tingkatan tinggi, namun apabila banyak teman sebayanya yang
dapat melakukannya maka anak tersebut tidak bisa dikatakan sebagai
berbakat istimewa.
c) Demonstrability
Seseorang harus mampu menunjukkan secara nyata kemampuan
tersebut melalui assesmen yang valid. Hasil assesmen akan menunjukkan
apakah individu itu memiliki kemampuan atau prestasi sebagai individu
dengan bakat istimewa. Untuk talent, kemampuan dapat ditunjukkan dengan
performance yang sesuai, misalnya anak dengan talent melukis dapat
d) Productivity
Performa tersebut harus mengarah atau berpotensi mengarah pada
produksi tertentu. Pada saat kecil anak dapat dikatakan sebagai berbakat
tanpa harus memproduksi sesuatu, hanya dengan melihat potensi yang
dimilikinya. Namun semakin dewasa, penekanan produktivitas pada
keberbakatan istimewa semakin besar. Orang yang memiliki potensi namun
tidak menunjukkan produktivitas sebenarnya masih bisa dikatakan sebagai
individu berbakat istimewa, namun dengan kualifikasi tersendiri. Mereka
dapat disebut sebagai individu berbakat istimewa yang gagal untuk
mematerialisasi keberbakatannya.
e) Value
Performa tersebut dinilai positif oleh masyarakat. Jadi apabila
performa tersebut tidak dianggap benar oleh masyarakat maka individu
tersebut tidak dapat dilabeli sebagai orang berbakat istimewa. Individu yang
menggunakan potensinya untuk kriminalitas tidak akan dilabeli berbakat
istimewa meskipun memenuhi 4 kriteria yang lain.
Gambar 6. The Pentagonal Implicit Theory of Giftedness Pentagonal
Implicit Theory of Giftedness
Excellence
Productivity Demonstrability
2.1.1.3.3. Penggolongan Anak Berbakat Istimewa
Betts dan Neihart (2010) menggolongkan anak-anak berbakat
istimewa menjadi 6 tipe berdasarkan perbedaan perasaan dan sikap,
perilaku, kebutuhan, persepsi orang lain, identifikasi, dukungan keluarga
yang dibutuhkan dan dukungan sekolah. Identifikasi tersebut adalah: Tipe 1
(The Successful), tipe 2 (The Creative), tipe 3 (The Underground), tipe 4
(The At-Risk), tipe 5 (Twice/Multi Exceptional), dan tipe 6 (Autonomous
Learner).
Anak talented termasuk pada anak dengan kreativitas tinggi atau
disebut dengan Tipe 2: the Creative. Betts dan Neihart (2010) menjelaskan
anak berbakat tipe 2 sebagai berikut.
1. Perasaan dan Sikap
Sangat kreatif, mudah bosan dan frustasi, penghargaan terhadap diri
sendiri rendah, tidak sabaran, sangat senditif, tidak pasti dalam peran sosial,
rentan secara psikologis, punya keinginan kuat untuk mengikuti dorongan
hati, toleransi tinggi terhadap abiguitas dan energi tinggi
2. Perilaku
Mengekspresikan emosi, menantang guru, tidak langsung menerima
aturan, namun mempertanyakannya terlebih dahulu, jujur dan langsung,
labil secara emosi, kontrol diri rendah, kreatif, tekun pada bidang yang dia
minati, memiliki pendirian kuat dan kadang berkonflik dengan temannya
Untuk berinteraksi dengan orang lain, belajar taktik, fleksibilitas,
kewaspadaan diri dan kontrol diri, dukungan akan kreativitasnya, sistem,
tidak dituntut untuk sama dengan anak lain, dan kemampuan untuk tegas
pada orang lain
4. Persepsi Orang Lain
Tidak disukai oleh guru, dianggap sebagai pemberontak, suka
membuat kegaduhan, dianggap kreatif, dianggap tidak bisa disiplin, ingin
diubah, tidak dianggap sebagai anak cerdas, meremehkan kesuksesannya di
masa depan dan ingin anak untuk mersikap sama dengan anak lain
5. Identifikasi
Mempertanyakan bagaimana kekreatifan anak, memakai pengukuran
yang spesifik terkait bidang kekreatifan anak, dan fokus pada potensi kreatif
daripada prestasi yang telah dicapai.
6. Dukungan Keluarga
Mendukung tujuan anak, dapat mentoleransi penyimpangan yang
lebih dari anak lain, mengijinkan mereka untuk menjalani bidang yang
menjadi minatnya, menjadi contoh yang baik untuk anak, menyatakan
bahwa bangga pada kemampuan anak dan harus menyadari kerentanan
psikologis anak yang berbeda dengan anak lain.
7. Dukungan Sekolah
Toleransi, memberi reward pada pemikirannya yang kreatif, diajari
pelatihan khusus, memperbolehkan untuk tidak seragam dengan anak lain,
diberi mentor, instruksi langsung dalam hubungan interpersonal dan diberi
tahu untuk rajin berlatih.
Dari pengertian-pengertian dan konsep-konsep di atas, dapat
disimpulkan bahwa anak berbakat istimewa merupakan anak yang memiliki
kemampuan atas satu atau lebih bidang tertentu, yang lebih tinggi dari anak
seusianya. Kemampuan tersebut perlu dioptimalkan sehingga dapat menjadi
performa, dan dalam pengoptimalan tersebut terdapat dua faktor yang
mempengaruhi, yaitu faktor dari diri anak sendiri dan faktor luar diri anak.
2.1.2.Potensi Seni Anak Berbakat Istimewa 2.1.2.1. Seni
Seni berasal dari bahasa sansekerta yang berarti permintaan atau
pencarian. Kata Art berarti kemahiran, art juga dapat diartikan sebagai
kegiatan atau hasil pernyataan perasaan keindahan manusia (Salam, 2001).
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, seni diartikan sebagai
keahlian membuat karya yang bermutu, dilihat dari segi kehalusannya,
keindahannya dsb. (http://www.kbbi.web.id)
Seni pada dasarnya adalah suatu teknik pesona (technology of
enchantment). Pesona didapatkan dari penerapan teknik-teknik yang di luar
dan dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, meskipun seni dibangun di atas
teknik-teknik keseharian. (Simatupang dkk, 2012)
Seni merupakan salah satu media yang dapat diberikan untuk
pendidikan pembentukan karakter. Pendidikan seni budaya memiliki sifat
multilingual, multidimensional dan multikultural. Multilingual artinya
pengembangan kemampuan mengekspresikan diri secara kreatif dengan
berbagai cara dan media seperti bahasa, rupa, gerak, pemeranan, dan
berbagai perpaduannya. Multidimensional artinya pengembangan berbagai
kompetensi meliputi konsepsi (pengetahuan, pemahaman, analisis, dan
evaluasi), apresiasi dan kreasi dengan cara memadukan secara harmois
unsur estetika, logika dan etika. Multikultural maksudnya pendidikan seni
menumbuhkembangkan kesadaran dan kemampuan apresiasi terhadap
beragam seni budaya nusantara dan mancanegara (Susana, 2012 dalam
Simatupang dkk, 2012)
Seni dapat dipahami berada pada posisi ambang antara yang
sehari-hari dan di luar kesesehari-harian. Posisi ambang tersebut membuat seni menjadi
bersifat reflektif, yaitu mengalami dan memahami berbagai dimensi
kehidupan secara lebih intensif karena melalui seni, pengalaman sensoris
dan emosional yang ditingkatkan. Karena itu, seni dapat dijadikan wahana
berefleksi diri dan mengungkapkan diri melalui berbagai cara yang menarik
dan menyenangkan. (Simatupang dkk, 2012)
Menurut Simatupang dkk (2012) seni perlu diajarkan dalam
pendidikan formal dengan alasan:
1. Pendidikan seni berfungsi mengenalkan dan mempelajari budaya
Indonesia di masa lalu
2. Seni adalah sarana menumbuhkan dan mengembangkan individu peserta
didik untuk mempersiapkan masa depan
Pendidikan seni memiliki karakteristik yang unik, bermakna, dan
bermanfaat terhadap pertumbuhan dan perkembangan kepribadian peserta
didik. Melalui pendidikan seni peserta didik dituntut untuk kreatif, dalam
proses kreatif ini peserta didik akan mendapatkan berbagai macam karakter
yang akan menjadi kepribadiannya. Karakter tersebut diantaranya adalah
sabar, bekerja keras, bertanggung jawab, mandiri dan disiplin (Simatupang
dkk, 2012). Kecintaan pada seni akan memupuk individu yang berperasaan
lembut, kepekaan, dan empati terhadap lingkungan dan sesama. (Wattie
dkk, 2012)
2.1.2.3. Potensi Seni pada Anak Berbakat Istimewa
Salah satu bidang yang dapat menjadi sarana pengembangan anak
berbakat adalah Seni, yang terdiri dari seni visual, drama, musik dan
sebagainya. Seni juga disebutkan oleh Kurt Heller (2004) sebagai salah satu
wilayah kinerja dari anak berbakat. Renzulli dan Hartman (2013) juga
memasukkan bidang seni dalam skala keberbakatan mereka. Seni juga
Gifted Children (2015) sebagai salah satu kriteria yang apabila seorang anak
memiliki prestasi tinggi terhadapnya, maka dapat diidentifikasikan anak
tersebut sebagai anak berbakat isitmewa.
Seni memiliki efek positif terhadap diri seseorang, baik apabila
dilakukan melalui kegiatan sehari-hari ataupun melalui pendidikan.
Kemampuan seni sendiri merupakan salah satu domain keberbakatan
istimewa, sehingga apabila anak memiliki potensi tinggi di bidang seni
maka anak tersebut dapat diidentifikasikan sebagai anak berbakat istimewa.
2.1.3.Strategi
2.1.3.1. Pengertian Strategi
Istilah strategi berasal dari bahasa Yunani strategia yang berarti
"the art of the general" atau seni seorang panglima, yang digunakan dalam
peperangan. Clausewitz (dalam Umar, 2001) mengartikan strategi sebagai
pengetahuan tentang pertempuran untuk memenangkan peperangan. Dalam
abad ini, penggunaan istilah strategi tidak lagi terbatas pada konsep atau
seni seorang panglima perang, tetapi juga digunakan secara luas hampir
dalam semua bidang ilmu. Seiring perkembangan disiplin ilmu, pengertian
strategi menjadi lebih beragam. Marrus (dalam Umar, 2001) mendefinisikan
strategi sebagai suatu proses penentuan rencana yang berfokus pada tujuan
jangka panjang, disertai penyusunan cara-cara atau upaya-upaya agar tujuan
adalah tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan
terus-menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang
diharapkan di masa depan. Porter (Rangkuti, 2004) menyatakan bahwa
”Strategi adalah alat yang sangat penting untuk mencapai keunggulan”.
Dengan demikian, strategi hampir selalu dimulai dari apa yang
dapat terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi. Dalam hal ini, strategi
lebih fokus pada apa saja yang dapat orang tua berikan dan lakukan, serta
prestasi apa saja yang dapat dicapai anak, tidak terhenti pada apa yang
pernah orang tua berikan dan lakukan untuk anak, serta apa saja yang sudah
anak lakukan.
2.1.3.2. Dimensi Strategi
Menurut Boyd (2000), terdapat lima unsur penting dalam strategi,
yaitu:
1. Ruang lingkup
Pada penelitian ini contohnya tentang perlakuan yang diberikan orang
tua, mengenai kapan orang tua harus berhenti melakukan sesuatu.
2. Tujuan dan sasaran
Pada penelitian ini contohnya seperti tujuan yang dimiliki orang tua
tentang anaknya.
Pada penelitian ini contohnya seperti sumber daya orang tua berupa
keuangan, pikiran dan tenaga.
4. Identifikasi keunggulan kompetitif yang layak
Pada penelitian ini contohnya bagaimana orang tua mengidentifikasi
keberbakatan istimewa pada anaknya.
5. Sinergi
Pada penelitian ini contohnya seperti kerjasama yang dilakukan oleh
kedua orang tua untuk mengoptimalkan potensi seni anak.
2.1.3.3. Peranan Strategi
Menurut Grant (1999) strategi memiliki 3 peranan penting dalam
mencapai tujuan, yaitu :
1. Strategi sebagai pendukung untuk pengambilan keputusan.
Dalam penelitian ini strategi dapat menjadi dasar orang tua dalam
mengambil keputusan terbaik untuk anak
2. Strategi sebagai sarana koordinasi dan komunikasi.
Dalam penelitian ini strategi dapat menjadi sarana orang tua untuk
berkoordinasi dengan anak dalam proses mencapai tujuan.
3. Strategi sebagai target.
Dalam penelitian ini strategi dapat menjadi target orang tua mengenai
apa saja yang orang tua dapat lakukan untuk anak agar kemampuan seni
Dapat disimpulkan bahwa strategi merupakan alat untuk
mencapai tujuan. Strategi memiliki lima unsur penting, yaitu: ruang lingkup,
tujuan dan sasaran, pengalokasian sumber daya, identifikasi keunggulan,
dan sinergi. Strategi memiliki 3 peranan penting dalam mencapai tujuan,
yaitu : sebagai pendukung untuk pengambilan keputusan, sebagai sarana
koordinasi dan komunikasi dan sebagai target.
2.2. Perspektif Teoritis
Perspektif teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori yang
memandang seni sebagai salah satu domain keberbakatan dan bahwa
keberbakatan bahwa dapat berkembang secara optimal apabila mendapat
bimbingan dan dukungan dari pihak eksternal, salah satunya adalah keluarga, atau
lebih spesifiknya strategi orang tua. Strategi dilakukan oleh orang tua dengan
tujuan pengoptimalan potensi seni anak berbakat istimewa.
Teori yang menyebutkan seni sebagai salah satu domain keberbakatan di
antaranya adalah oleh National Association for Gifted Children (2015) yang
menyebut kemampuan di bidang seni sebagai kemampuan artistik. Sedangkan
penelitian yang menyatakan bahwa keberbakatan bahwa dapat berkembang secara
optimal apabila mendapat bimbingan dan dukungan dari pihak eksternal, salah
satunya adalah keluarga diantaranya adalah Heller dkk (2005) yang memandang
bahwa faktor talenta (seperti kemampuan artistik) dapat berkembang menjadi
performance ketika terjadi interaksi dengan faktor kepribadian (seperti motivasi)
Heller dkk ini menunjukkan bahwa potensi atau talenta yang dimiliki oleh anak
berbakat istimewa dapat berkembang menjadi kinerja apabila terjadi interaksi
dengan lingkungan eksternal, salah satunya adalah orang tua. Gagné (2003)
dengan modelnya Gagne’s Differentiated Model of Giftedness and Talent
menyebut bahwa Talent berhubungan dengan bakat yang sudah berkembang
secara sistematis yang menghasilkan aktualisasi penampilan (performance) yang
berbeda di atas rata-rata dalam satu atau lebih bidang aktivitas manusia, salah
satunya adalah seni. Giftedness dapat diidentifikasi melalui tes psikologis,
sedangkan talent dapat diidentifikasi melalu kinerja dan performa yang
dimunculkan. Proses pengembangan tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu :
faktor intrapersonal, faktor lingkungan, dan peluang. Faktor lingkungan tersebut
salah satunya adalah lingkungan keluarga berupa strategi yang dilakukan oleh
orang tua. Renzulli dan Monks (1995) dalam “Triadich Interdependentie Model”
menyebutkan bahwa selain tiga cincin yang disebutkan Renzulli ada tiga faktor
eksternal yang mempengaruhi, yaitu: keluarga, sekolah dan lingkungan sebaya.
Peranan lingkungan ekstenal keluarga contohnya adalah beberapa tingkah laku
seperti dorongan, larangan, penolakan, serta stimulasi oleh orang tua. Heller dkk
(2004) dalam The Munich Model of Giftedness memandang konsep keberbakatan
berdasarkan empat dimensi multifaktor yang saling terkait satu sama lain.
Faktor-faktor tersebut adalah Faktor-faktor: talenta yang relatif mandiri, kinerja , kepribadian
dan lingkungan. Contohnya adalah lingkungan berlatih yang nyaman, iklim dalam
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tipe Penelitian
Metode penelitian adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari hasil pengamatan (Bogdan & Taylor, 1975). Artinya hasil penelitian akan berupa deskripsi. Penelitian ini adalah metode penelitian yang efektif untuk memahami suatu topik secara keseluruhan, menarik makna secara mendalam, dan mengkonstruksi pola-pola berupa metafora, analogi dan sebagainya. Penelitian ini juga memungkinkan untuk mengambil data secara berulang apabila hasil yang didapat dari penelitian pertama dirasa kurang atau karena munculnya insight baru (Neuman, 2007).
Tipe penelitian yang dilakukan adalah Studi Kasus. Studi Kasus adalah tipe penelitian dimana peneliti dengan cermat menyelidiki suatu program, peristiwa, aktivitas, proses, atau sekelompok individu dengan menggunakan berbagai macam prosedur pengumpulan data di waktu yang telah ditentukan (Stake, 1995). Studi kasus dapat menjawab pertanyaan bagaimana dan mengapa pada suatu penelitian, tidak memerlukan kontrol variabel dan berfokus pada satu kejadian yang bersifat kontemporer (Yin, 2003)
konsep-konsep/teori ataupun upaya menggeneralisasi (Poerwandari, 2001), yang dalam hal ini tujuan penelitian untuk memahami lebih baik strategi pengasuhan orang tua dalam mengoptimalkan potensi seni anak berbakat istimewa.
3.2. Unit Analisis
Unit analisis adalah entitas yang menjadi fokus dari interpretasi penelitian. Tipe informasi yang akan dikumpulkan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh unit analisis (Boyatzis, 1998). Unit analisis dalam penelitian ini adalah strategi pengasuhan orang tua dalam konteks mengoptimalkan potensi seni anak dimana anak tersebut masuk dalam kategori anak berbakat istimewa.
3.3. Subjek Penelitian
Subjek penelitian dipilih secara purposive, yaitu berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria subjek pada penelitian ini ditentukan berdasarkan teori atau konstruk operasional sesuai studi yang pernah dilakukan sebelumnya atau sesuai tujuan penelitian. Hal ini agar subjek benar-benar representatif terhadap fenomena yang dimaksud dalam penelitian ini. (Poerwandari, 2001)
Kriteria subjek penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Subjek memiliki anak yang teridentifikasi sebagai anak berbakat berdasarkan hasil survey oleh peneliti kepada expert di bidang yang sama dengan anak
3. Subjek memiliki anak yang berada pada rentang usia 4-19 tahun
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah prosedur sistematis dan terstandar untuk memperoleh data yang diperlukan (Nazir dalam Torang, 2012). Sesuai dengan jenis penelitian yang merupakan penelitian kualitatif, maka teknik pengumpulan data yang akan digunakan adalah
3.4.1.Wawancara Mendalam
Wawancara dilakukan dengan bentuk semi terstruktur. Percakapan akan diarahkan untuk menggali topik dan pedoman wawancara yang telah ditetapkan serta dilengkapi dengan pertanyaan-pertanyaan baru yang dilakukan untuk mendalami topik. Wawancara bentuk ini dipilih karena lebih bebas. Tujuan wawancara semi terstruktur adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, selain ada item-item pertanyaan pada pedoman wawancara, pihak yang diwawancarai juga dimintai keterangan lebih lanjut yang dapat berupa pendapat dan pandangan. (Sugiyono, 2010)
3.4.2. Studi Dokumen