LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN POST PARTUM SECTIO CAESARIA
I. KONSEP DASAR PENYAKIT A. DEFENISI
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009).
Sectio Caesaria adalah tindakan untuk melahirkan bayi melalui pembedahan abdomen dan dinding uterus (Nugroho, Taufan. 2011).
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi & Wiknjosastro, 2006).
Sectio caesaria atau bedah sesar adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu (laparotomi) dan uterus (hiskotomi) untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih (Dewi Yusmiati, 2007).
B. FAKTOR PREDISPOSISI/PENYEBAB
Menurut Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan Sectio caesaria adalah ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor Sectio caesaria diatas dapat diuraikan beberapa penyebab Sectio caesaria sebagai berikut:
a. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
b. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
c. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
d. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
e. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
f. Kelainan Letak Janin
1) Kelainan pada letak kepala a) Letak kepala tengadah
b) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
c) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
2) Letak Sungsang
Post Anesthesi
Panggul sempit Sectio caesaria
Luka Post Operasi Post partum nifas
Penurunan medula oblongata Penurunan kerja pons Jaringan terputus Jaringan terbuka Distensi kandung kemih
Penurunan refeks batuk Penurunan kerja otot eliminasiMerangsang area sensorikProteksi kurang Edema dan memar di uretra
Akumulasi sekret Penurunan peristaltik ususGangguan rasa nyaman
Invasi bakteri
Penurunan sensitivitas dan sensasi kandung kemih
Ketidakefektifan bersihan jalan napas Konstipasi Nyeri
Resiko Infeksi
Gangguan eliminasi urin
Penurunan progesteron & estrogen Psikologi
Kontraksi uterus
Merangsang pertumbuhan kelenjar susu dan pertumbuhan Involusi
Adekuat
Pengeluaran lochea
Hemoglobin ↓
Kurang O2
Kelemahan
Defisit perawatan diri
Tidak adekuat
Perdarahan
Kekurangan vol. cairan & elektrolit
Resiko syok hipovolemik
Peningkatan hormon prolaktin
Merangsang laktasi oksitosin
Ejeksi ASI
Efektif
Nutrisi bayi terpenuhi
Kurang informasi tentang perawatan payudara
Defisiensi pengetahuan
Penambahan anggota baru
Masa krisis
Perubahan pola peran
Tuntutan anggota baru
Bayi menangis
Gangguan pola tidur
Tidak efektif
Bengkak
Bayi kurang mebndapat ASI
Ketidakefektifan pemberian ASI
D. KLASIFIKASI
1. Menurut NANDA (2015) operasi SC dapat dibedakan menjadi : a. Sectio caesaria abdomen
Seksio secara transperitonealis:
1) Sectio caesaria klasik atau korporal dengan insisi memanjang pada korpus uteri
2) Sectio caesaria ismika atau profunda atau low cervical dengan insisi pada segmen bawah rahim
3) Sectio caesaria ekstraperitonealis,yaitu tanpa membuka peritonium parietalis, dengan demikian tidak membuka kavum abdominal
b. Sectio caesaria vaginalis
Menurut arah sayatan pada rahim, Sectio caesaria dapat dilakukan sebagai berikut:
1) Sayatan memanjang (longitudinal) menurut Kronig 2) Sayatan melintang (transversal) menurut Kerr 3) Sayatan huruf T (T-incision)
c. Sectio caesaria klasik (Corporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira sepanjang 10 cm. Tetapi saat ini teknik ini jarang dilakukan karena memiliki banyak kekurangan namun pada kasus seperti operasi berulang yang memiliki banyak perlengketan organ cara ini dapat dipertimbangkan.
Kelebihan:
1) Mengeluarkan janin lebih cepat
2) Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik 3) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan
1) Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada reperitonealisasi yang baik
d. Sectio caesaria ismika (Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim (low cervical transfersal) kira-kira sepanjang 10 cm.
Kelebihan:
1) Penjahitan luka lebih mudah 2) Penutupan luka lebih mudah
3) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga periotoneum
4) Perdarahan berkurang
5) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptura uteri spontan kurang/lebih kecil
Kekurangan:
1) Luka dapat melebar ke kiri, kanan, dan bawah, sehingga dapat menyebabkan arteri uterina terputus sehingga mengakibatkan perdarahan yang banyak
2) Keluhan pada kandung kemih postoperatif tinggi
E. GELAJA KLINIS
1. Plasenta previa sentralis dan latealis (posterior) 2. Panggul sempit
Holemer mengambil batas terendah untuk melahirkan janin vias naturalis ialah CV = 8 cm. Panggul dengan CV = 8 cm dapat dipastikan tidak dapt melahirkan janin yang normal, harus diselesaikan dengan Sectio caesaria. CV antara 8-10 cm boleh dicoba dengan partus percobaan, baru setelah gagal dilakukan Sectio caesaria sekunder
3. Disproporsi sefalopelvik: yaitu ketidakseimbangan antara ukuran kepala dan panggul
4. Ruptura uteri mengancam 5. Partus lama (prolonged labor) 6. Partus tak maju (obstructed labor)
7. Distosia serviks
9. Malpresentasi janin: a. Letak lintang
Greenhill dan Eastman sama-sama sependapat
1) Bila ada kesempitan panggul, maka Sectio caesaria adalah cara yang terbaik dalam segala letak lintang dengan janin hidup dan besar biasa 2) Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan
Sectio caesaria, walau tidak ada perkiraan panggul sempit
3) Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara-cara lain
b. Letak bokong
Sectio caesaria dianjurkan pada letak bokong bila ada: 1) Panggul sempit
2) Primigravida
3) Janin besar dan berharga
c. Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) bila reposisi dan cara-cara lain tidak berhasil
d. Presentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil
e. Gemelli, menurut Eastman Sectio caesaria dianjurkan:
1) Bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu (shoulder
presentation)
2) Bila terjadi interlock (locking of the twins) 3) Distosia oleh karena tumor
4) Gawat janin, dan sebagainya
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemantauan janin terhadap kesehatan janin 2. Pemantauan EKG
3. JDL dengan diferensial 4. Elektrolit
5. Hemoglobin/Hematokrit 6. Golongan darah
8. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi 9. Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi.
10. Ultrasound sesuai pesanan (Tucker, Susan Martin, 1998)
G. PENATALAKSANAAN MEDIS 1. Pemberian cairan
Karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 8 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 8 jam setelah operasi b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar
c. Hari pertama post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya. d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semifowler)
4. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
5. Pemberian obat-obatan a. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi
b. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan 1) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
2) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu 4) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C.
6. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus dibuka dan diganti.
7. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah, nadi,dan pernafasan.
H. KOMPLIKASI
1. Infeksi puerpuralis (nifas)
a. Ringan : Dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
b. Sedang : Dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi atau perut sedikit kembung
2. Perdarahan, disebabkan karena
a. Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka b. Atonia uteri
c. Perdarahan pada placenta bed
3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonialisasi terlalu tinggi.
4. Kemungkinan rupture uteri spontan pada kehamilan mendatang.
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN
Hal-hal yang perlu dikaji pada wanita pasca partum Sectio caesaria meliputi: 1. Identitas Pasien dan penanggung jawab/suami
2. Yang terdiri atas: nama, umur, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, agama, suku, alamat, No. CM, tanggal MRS, Tanggal pengkajian, sumber informasi.
3. Penanggung jawab/suami
4. Yang terdiri atas: nama, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat. 5. Alasan dirawat
6. Yang terdiri atas: alasan MRS dan keluhan saat dikaji 7. Riwayat Masuk Rumah Sakit
8. Yang terdiri atas: keluhan utama (saat MRS dan sekarang), riwayat persalinan sekarang (diuraikan kala I sampai dengan kala IV dan keadaan bayi saat lahir: APGAR score, BB, Lingkar kepala,lingkar dada, lingkar perut, dan lain-lain).
9. Riwayat Obstetri dan Ginekologi a. Riwayat menstruasi
b. Yang terdiri atas: umur menarche dan siklusnya, banyak darah, lama menstuasi, keluhan saat menstruasi, dan HPHT).
c. Riwayat pernikahan
d. Yang terdiri atas: banyak pernikahan yang dilakukan dan lama pernikahan berapa tahun
f. Riwayat keluarga berencana
g. Yang terdiri atas: jenis KB yang digunakan dan lama pemakaian, masalah selama penggunaan KB, rencana KB yang akan digunakan berikutnya
10. Pola Fungsional Kesehatan 11. Yang terdiri atas:
a. Pola manajemen kesehatan-persepsi kesehatan b. Pola metabolik-nutrisi
c. Pola eliminasi
d. Pola aktivitas-latihan e. Pola istirahat tidur f. Pola persepsi-kognitif
g. Pola konsep diri-persepsi diri h. Pola hubungan peran
i. Pola reproduktif-seksualitas
j. Pola toleransi terhadap stres-koping k. Pola keyakinan-nilai
12. Pemeriksaan Fisik
Yang terdiri atas: Keadaan umum (GCS, tingkat kesadaran, TTV, BB), head to toe,
13. Data Penunjang
Yang terdiri atas: pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi. 14. Diagnosa Medis
15. Pengobatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d obstruksi jalan (mukus dalam jumlah berlebihan), jalan nafas alergik (respon obat anastesi)
2. Nyeri akut b.d agen injuri fisik (pembedahan, trauma jalan lahir, episiotomi) 3. Ketidakefektifan pemberian ASI b.d kurang pengetahuan ibu, terhentinya
proses menyusui
4. Gangguan eliminasi urine
5. Gangguan pola tidur b.d kelemahan
6. Resiko Infeksi b.d faktor risiko: episiotomi, laserasi jalan lahir, bantuan pertolongan persalinan
7. Defisit perawatan diri mandi, makan, eliminasi b.d kelelahan postpartum. 8. Konstipasi
9. Resiko syok (hipovolemik)
C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Definisi : Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan untuk
mepertahankan kebersihan jalan nafas Faktor yang berhubungan:
1. Lingkungan a. Perokok pasif b. Menghisap asap c. Merokok
2. Obstruksi jalan napas a. Spasme jalan napas
b. Mokus dalam jumlah berlebihan c. Eksudat dalam jalan alveoli d. Materi asing dalam jalan napas e. Adanya jalan napas buatan f. Sekresi tertahan/sisa sekresi g. Sekresi dalam bronki 3. Fisiologis
a. Jalan napas alergik b. Asma
c. PPOK
d. Hiperplasi dinding bronkial e. Infeksi
f. Disfungsi neuromuskular
NOC
1. Respiratory status : Ventilation
2. Respiratory status : airway patency Kriteria Hasil
1. Mendemonstrasika n batuk efektif dan suara napas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernapas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
2. Menunjukkan jalan napas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas dan frekuensi napas dalam rentang normal, tidak ada suara napas abnormal) 3. Mampu
mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapat menghambat jalan napas
NIC
Airway Suction
1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning
3. Informasikan pada klien dan keluaraga tentang suction
4. Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan
5. Berikan Oksigen dengan menggunakan nasal untuk
memfasilitasi suction nasotrakeal 6. Gunakan alat yang steril setiap melakukan tindakan
7. Anjurkan px untuk istirajat dan nafas dalam setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal 8. Monitor status oksigen 9. Ajarkan px bagaimana cara menggunakan suction
10. Hentikan suction dan berikan oksigen apabila px menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi oksigen dll.
Airway management
1. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu 2. Posisikan px utk
4. Pasang mayo bila perlu 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
7. auskultasi suara nafas,catat adanya suara tambahan
8. Lakukan suction pada mayo 9. Berikan bronkodilator bila perlu 10 berikan pelembab udara kassa basah NaCl lembab
11 Atur intake untuk ciran mengoptimalkan keseimbangan 12. Monitor respirasi dalam status oksigen
2. Nyeri akut
Definisi: Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (International Association for the study of pain): awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung <6 bulan. Faktor yang berhubungan:
1. Agen cedera (mis. biologis, zat kimia, fisik, psikologis)
NOC
1. Pain level 2. Pain control 3. Comfort level
Kriteria Hasil:
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu
penyebab nyeri, mampu
menggunakan teknik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan
menggunakan manajemen nyeri 3. Mampu mengenali
nyeri (skala, intensitas,
NIC
Pain Management
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
6. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefekstifan kontrol nyeri masa lampau
7. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
frekuensi, dan tanda nyeri)
4. Mampu
menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
suhu ruangan, pencahayaan, dan kebisingan
9. Kurangi faktor presipitasi nyeri 10. Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, nonfarmakologi, dan interpersonal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi 12. Ajarkan tentang teknik
nonfarmakologi
13. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifak kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
17. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajta nyeri sebelum pemberian obat 2. Cek intruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan frekuensi 3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
6. Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
7. Pilih rute pemberian secara IV, IM, untuk pengobatan nyeri secara teratur
8. Monitor vital signsebekum dna sesudah pemberian analgesik pertama kali
tanda dan gejala
3. Ketidakefektifan pemberian ASI Definisi:Ketidakpuasan atau kesulitan ibu, bayi, atau anak menjalani proses pemberian ASI
Faktor yang berhubungan 1. Defisit pengetahuan 2. Anomali bayi
3. Bayi menerima makanan tambahan dengan putting buatan
4. Diskontinuitas pemberian ASI 5. Ambivalen ibu
6. Ansietas ibu
7. Anomali payudara ibu 8. Keluarga tidak mendukung 9. Pasangan tidak mendukung 10. Reflek menghisap buruk 11. Prematuritas
12. Pembedahan payudara sebelumnya 13. Riwayat kegagalan menyusui
sebelumnya
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x24 jam diharapkan pola menyusui ibu efektif dengan kriteria hasil: 1. Kemantapan
pemberian ASI: Bayi: perlekatan bayi dan proses menghisap
payudara ibu untuk memperoleh nutrisi selama 3 minggu pertama pemberian ASI
2. Kemantapan pemberian ASI: Ibu: kemantapan ibu untuk membuat bayi melekat dengan tepat dan menyusu dari payudara ibu untuk memperoleh nutrisi selama 3 minggu pertama pemberian ASI
3. Pemeliharaan pemberian ASI : keberlangsungan pemberian ASI untuk menyediakan nutrisi bagi
bayo/toddler 4. Penyapihan
pemberian ASI 5. Diskontinuitas
progresif pemberian ASI
6. Pengetahuan pemberian ASI: tingkat pemahaman yang ditunjukka
NIC
Breastfeeding Assistance 1. Evaluasi pola
menghisap/menelan bayi 2. Tentukan keinginan dan
motivasi ibu untuk menyusui 3. Evaluasi pemahaman ibu
tentang isyarat menyusui dari bayi (misalnya reflex rooting, menghisap dan terjaga) 4. Kaji kemampuan bayi untuk
latch-on dan menghisap secara efektif
5. Pantau keterampilan ibu dlaam menempelkan bayi ke putting 6. Pantau integritas kulit putting
ibu
7. Evaluasi pemahaman tentang sumbatan kelenjar susudan mastitis
8. Pantau kemampuan untuk mengurangi kongesti payudara dengan benar
9. Pantau berat badan dan pola eliminasi bayi
Breast examination Lactation Supression 1. Fasilitasi proses bantuan
interaktif untuk membantu mempertahankan keberhasilan proses pemberian ASI
2. Sediakan informasi tentang laktasi dan teknik memompa ASI (secara manual atau dengan pompa elektrik), cara
mengumpulkan dan menyimpan ASI
3. Ajarkan pengasuh bayi mengenai topik-topik seperti penyimpanan dan pencairan ASI dan penghindaran memberi susu botol pada dua jam
mengenai laktasi dan pemberian makanan bayi melalui proses pemberian ASI 7. Ibu mengenali
isyarat lapar dari bayi dengan segera 8. Ibu
mengindikasikan kepuasan terhadap pemberian ASI 9. Ibu tidak
mengalami nyeri tekan pada putting 10. Mengenali
tanda-tanda penurunan suplai ASI
4. Ajarkan orang tua
mempersiapkan, menyimpan, menghangatkan dan
kemungkinan pemberian tambahan susu formula
5. Apabila penyapihan dipelukan, informasikan ibu mengenai kembalinya proses ovulasi dan seputar alat kontrasepsi yang sesuai.
Lactation Counseling
1. Sediakan informasi tentang keuntungan dan kerugian pemberian ASI
2. Demonstrasikan latihan menghisap, jika perlu
3. Diskusikan metode alternative pemberian makan bayi
4. Gangguan Eliminasi Urin
Definisi: Disfungsi pada eliminasi urine Faktor yang berhubungan:
1. Obstruksi anatomik 2. Penyebab multiple
3. Gangguan sensori motorik 4. Infeksi saluran kemih
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x24
diharapkan eliminasi urin pasien adekuat dengan dengan kriteria hasil:
1. Kandung kemih kosong secara penuh
2. Tidak ada residu urin lebih dari 100-200 cc
3. Intake cairan dalam rentang normal 4. Bebas dari ISK 5. Tidak ada spasme
bladder
6. Balance cairan seimbang
NIC
Urinary retention care
1. Lakukan penilaian kemih yang komprehensif berfokus pada inkontinensia (mis. output urin, pola berkemih, fungsi kognitif, dan masalah kencing
praeksisten)
2. Memantau penggunaan obat dengan sifat antikolinergik atau properti alpa agonis
3. Memonitor efek dari obat-obatan yang diresepkan, seperti calsium channel blockers dan antikolinergik
4. Gunakan kekuatan sugesti dengan menjalankan air atau disiram toilet
5. Merangsang reflek kandung kemih
6. Sediakan waktu yang cukup untuk mengosongkan kandung kemih (10 menit)
7. Menyediakan manuver Crede, yang diperlukan
10. Anjurkan pasien/keluarga untuk mencatat output urin
11. Intruksikan cara-cara untuk menghindari konstipasi atau impaksi tinja
12. Memantau asupan dan keluaran 13. Memantau tingkat distensi
kandung kemih dengan palpasi dan perkusi
14. Membantu ke toilet secara berkala
15. Memasukkan pipa ke dalam lubang tubuh untuk sisa 16. Menerapkan kateterisasi
intermiten
17. Merujuk ke spesialis kontinensia kemih 5. Gangguan Pola Tidur
Definisi: Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor eksternal
Faktor yang berhubungan
1) Kelembaban lingkungan sekitar 2) Suhu lingkungan sekitar
3) Tanggung jawab memberi asuhan 4) Perubahan pajanan terhadap
cahaya-gelap
5) Gangguan (mis. untuk tujuan
terapeutik, pemantauan, pemeriksaan laboratorium)
6) Kurang kontrol tidur
7) Kurang privasi, pencahayaan 8) Bising, bau gas
9) Restrain fisik, teman tidur
10) Tidak familier dengan prabot tidur
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama... x 24 jam diharapkan px tidak terganggu saat tidur dengan kriteria hasil : 1. Jumlah jam tidur
dalam batas normal 6-8 jam/hari. 2. Pola tidur, kualitas
dalam batas normal.
3. Perasaan segar sesudah tidur atau istirahat.
4. Mampu
mengidentifikasi hal-hal yang meningkatkan tidur.
NIC
Sleep Echancement 1. Determinasi efek-efek
medikasi terhadap pola tidur. 2. Jelaskan pentingnya tidur
yang adekuat. 3. Fasilitas untuk
mempertahankan aktivitas sebelum tidur (membaca). 4. Ciptakan lingkungan yang
nyaman.
5. Kolaborasi pemberian obat tidur.
6. Diskusikan dengan pasien dan keluarga tentang teknik tidur pasien.
7. Instruksikan untuk memonitor tidur pasien.
9. Monitor/catat kebutuhan tidur pasien setiap hari dan jam. 6. Resiko Infeksi
Definis : Mengalami peningkatan resiko terserang organisme patogenik
Faktor-faktor resiko:
1. Penyakit kronis : DM dan Obesitas 2. Pengetahuan yang tidak cukup
untuk menghindari pemanjangan patogen
3. Pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat : gangguan peritalsis, kerusakan integritas kulit
(pemasangan kateter IV, prosedur invasif) , perubahan sekresi pH, penurunan kerja siliaris, pecah ketuban dini, pecah ketuban lama, merokok, stasis ciran tubuh, trauma jaringan ( mis, trauma destruksi jaringan)
4. Ketidak adekuatan pertahanan sekunder : penurunan Hb, imunosupresan (mis. Imunitas didapat tidak aekuat, agen farmaseutikal termasuk
imunosupresan,steroid, antibodi monoklonal,
imunomudulator,suoresi respon inflamasi)
5. Vaksinasi tidak adekuat 6. Pemajangan terhadap patogen
lingkungan meningkat : wabah
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …. X 24 jam diharapkan status kekebalan px meningkat dengan KH :
1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2. Mendeskripsikan proses penularan penyakit , faktor yang memengaruhi penularan serta penatalaksanaannya 3. Menunjukkn
kemampuan untuk mencegahtimbunya infeksi
4. Jumlah leukosit dalam batas normal 5. Menunjukkan
perilaku hidup sehat
NIC
Kontrol Infeksi
1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai px lain
2. Pertahankan teknik isolasi 3. Batasi pengunjung bila perlu 4. Instruksikan pada pengunjung
untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjun meninggalkan px 5. Gunakan sabun antimikroba
untuk cuci tangan
6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kolaboratif 7. Gunakan baju,sarung tangan
sebagai alat pelindung
8. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
9. Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dg petunjuk
10. Gunakan kateter intermiten utk menurunkan infeksi kandung kemih
11. Tingkatkan intake nutrisi 12. Berikan terapi antibiotik bila
perlu infection protection (proteksi terhadap infeksi) 13. Monitor tanda dan gejala
7. Prosedur invasif 8. Malnutrisi
14. Monitor hitung granulosit, WBC
15. Monitor kerentanan terhadap infeksi
16. Pertahankan teknik aseptik pd px yg beresiko
17. Pertahankan teknik isolasi k/p 18. Berikan perawatan kulit pada
area epidema
19. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas dan drainase
20. Inspeksi kondisi luka/insisi bedah
21. Dorong masukan nutrisi yg cukup
22. Dorong masukan cairan 23. Dorong istirahat
24. Instruksikan px utk minum antibiotik sesuai resep
25. Ajarkan px dan keluarga tanda dan gejala infeksi
26. Ajarkan cara menghindari infeksi
27. Laporkan kecurigaan infeksi 28. Laporkan kultur positif 7. Defisit Perawatan Diri Mandi
Definisi: hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan
mandi/aktivitas perawatan diri untuk diri sendiri
Faktor yang berhubungan: 1. Gangguan kognitif
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x24 jam diharapkan sefisit perawatan diri pasien teratasi dengan Kriteria
NIC
Self-care assistance: bathing/hygiene
2. Penurunan motivasi 3. Kendala lingkungan
4. Ketidakmampuan merasakan bagian tubuh
5. Ketidakmampuan merasakan hubungan spasial
6. Gangguan muskuloskeletal 7. Gangguan neuromuskular 8. Nyeri
9. Gangguan persepsi 10. Ansietas berat
hasil:
1. Perawatan diri ostomi: tindakan pribadi
mempertahankan ostomi untuk eliminasi 2. Perawatan diri:
aktivitas kehidupan sehari-hari (ADL) mampu untuk melakukan aktivitas perawatan fisik dan pribadi secara mandiri atau dengan alat bantu 3. Perawatan diri
mandi: mampu untuk
membersihkan tubuh sendiri secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu
4. Perawatan diri hygiene: mampu untuk
mempertahankan kebersihan dan penampilan yang rapi secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu
5. Perawatan diri hygiene oral: mampu untuk merawat mulut dan gigi secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu
6. Mampu
mempertahankan mobilitas yang diperlukan untuk ke kamar mandi dan menyediakan perlengkapan
ketika mempromosikan aktivitas perawatan diri - Menentukan jumlah dan jenis
bantuan yang dibutuhkan - Tempat handuk, sabun,
deodorant, alat pencukur, dan aksesoris lainnya yang
dibutuhkan di samping tempat tidur atau di kamar mandi - Menyediakan artikel pribadi
yang diinginkan (misalnya deodorant, sikat gigi, sabun mandi, sampo, lotion, dan produk aromaterapi)
- Menyediakan lingkungan yang terapeutik dengan memastikan hangat, santai, pengalaman pribadi dan personal
- Memfasilitasi pasien menyikat gigi dengan sesuai
- Memfasilitasi pasien mandi - Memantau pembersihan kuku
menurut kemampuan perawatan diri pasien - Memantau integritas kulit
pasien
- Menjaga kebersihan ritual - Memberikan bantuan sampai
mandi
7. Membersihkan dan mengeringkan tubuh
8. Mengungkapkan secara verbal kepuasan tentang kebersihan tubuh dan hygiene oral 8. Defisit Perawatan Diri Makan
Definisi: hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas makan sendiri
Faktor yang berhubungan: 2) Gangguan kognitif 3) Penurunan motivasi 4) Ketidaknyamanan 5) Kendala lingkungan 6) Keletihan
7) Gangguan muskuloskeletal 8) Gangguan neuromuskular 9) Nyeri
10) Gangguan persepsi 11) Ansietas berat
NOC
1. Activity intolerance 2. Mobility: physical
impaired
3. Self care deficit hygiene
4. Self care deficit feeding
Kriteria hasil 1. Status nutrisi
ketersediaan zat gizi untuk memenuhi kebutuhan metabolik 2. Status nutrisi:
Asupan makanan dan cairan:
kuantitas makanan dan cairan yang diasup ke dalam tubuh selama periode 24 jam 3. Perawatan diri:
Aktivitas kehidupan sehari-hari (ADL) mampu untuk melakukan aktivitas perawatan fisikdan pribadi secara mandiri atau dengan alat bantu 4. Status menelan
perjalanan makanan padat atau cairan secara aman dari
NIC
Self Care Assistance : Feeding 2. Memonitor kemampuan pasien
untuk menelan
3. Identifikasi diet yang diresepkan
4. Mengatur nampan makanan dan meja menarik
5. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan (mis. menempatkan pispot, urinal, dan peralatan penyedotan keluar dari pandangan)
6. Pastikan posisi pasien yang tepat untuk memfasilitasi mengunyah dan menelan 7. Memberikan bantuan fisik
sesuai kebutuhan 8. Menyediakan untuk
menghilangkan rasa sakit yang memadai sebelum makan 9. Perbaiki makanan di nampan
yag diperlukan, seperti memotong daging atau menupas telur
10. Buka kemasan makanan
11. Tempatkan pasien dalam posisi nyaman makan
12. Lindungi dengan kain alas dada
13. Menyediakan sedotan, sesuai kebutuhan atau yang
diinginkan
mulut ke lambung 5. Mampu makan
secara mandiri 6. Mengungkapkan
makan secara mandiri
7. Mengungkapkan kepuasan makan dan terhadap kemampuan untuk makan sendiri 8. Menerima suapan
dari pemberi asuhan
15. Menyediakan makanan dan minuman yang disukai
16. Memantau berat badan pasien 17. Memonitor status hidrasi
pasien
18. Menyediakan interaksi sosial 19. Menggunakan cangkir dengan
pegangan yang besar jika perlu 20. Gunakan piring yang berbahan
tidak mudah pecah 21. Memberikan isyarat dan
pengawasan yang tepat.
9. Defisit perawatan diri eliminasi Definisi: hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas eliminasi sendiri
Faktor yang berhubungan 1. Gangguan kognitif 2. Penurunan motivasi 3. Kendala lingkungan 4. Keletihan
5. Hambatan mobilitas
6. Hambatan kemampuan berpindah 7. Gangguan muskuloskeletal 8. Gangguan neuromuskular 9. Nyeri
10. Gangguan persepsi 11. Ansietas berat 12. Kelemahan
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x24 jam diharapkan defisit perawatan diri: eliminasi pasien teratasi dengan kriteria hasil: 1. Pengetahuan
perawatan ostomy: tingkat pemahaman yang ditunjukkan tentang pemeliharaan ostomi untuk eliminasi 2. Perawatan diri:
ostomi: tindakan pribadi untuk mempertahankan ostomi untuk eliminasi 3. Perawatan diri:
aktivitas
kehidupan sehari-hari (ADL) mampu untuk melakukan aktivitas perawatan fisik dan pribadi secara mandiri atau
NIC
Self-care assistance: toileting 1. Pertimbangkan budaya pasien
ketika mempromosikan aktivitas perawatan diri 2. Pertimbangkan usia pasien
ketika mempromosikan aktivitas perawatan diri 3. Lepaskan pakaian yang
penting untuk memungkinkan penghapusan
4. Membantu pasien ke
toilet/commode/bedpan/fraktu r pan/ urinoir pada selang waktu tertentu
5. Pertimbangkan respon pasien terhadap kurangnya privasi 6. Menyediakan privasi selama
eliminasi
7. Memfasilitasi kebersihan toilet setelah selesai eliminasi 8. Ganti pakaian pasien setelah
dengan alat bantu 4. Perawatan diri
hygiene: mampu untuk
mempertahankan kebersihan dan penampilan yang rapi secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu
5. Perawatan diri eliminasi: mampu untuk melakukan aktivitas eliminasi secara mandiri atau tanpa alat bantu
6. Mampu duduk dan turun dari kloset
7. Membersihkan diri setelah eliminasi 8. Mengenali dan
mengetahui kebutuhan bantuan untuk eliminasi
9. Menyiram
toilet/membersihkan
penghapusan alat (commode, pispot)
10.Memulai jadwal ke toilet 11.Memulai mengelilingi kamar
mandi
12.Menyediakan alat bantu (misalnya, kateter eksternal atau urinal)
13.Memantau integritas kulit pasien
10 .
Konstipasi
Definisi: Penurunan pada frekuensi normal defekasi yang disertai oleh kesulitan atau pengeluaran tidak lengkap feses/atau pengeluaran feses yang kering, keras, dan banyak.
Faktor yang berhubungan 1. Fungsional
a) Kelemahan otot abdomen b) Kebiasaan mengabaikan
dorongan defekasi
c) Ketidakadekuatan toileting (mis. batasan waktu, posisi untuk defekasi, privasi)
d) Kurang aktivitas fisik
Setelah dilakukan askep selama 2 x 24 jam diharapkan pola eleminasi (BAB) pasien teratur dengan kriteria hasil:
1. Mempertahankan bentuk feses lunak setiap 1-3 hari 2. Bebas dari
ketidaknyamanan dan konstipasi 3. Mengidentifikasi
NIC
Constipation/ Impaction Management
1. Monitor tanda dan gejala konstipasi
2. Monitor bising usus 3. Monitor feses: frekuensi
konsistensi dan volume 4. Konsultasi dengan dokter
tentang penurunan dan peningkatan bising usus 5. Monitor tanda dan gejala
ruptur usus/peritonitis 6. Jelaskan etiologi dan
e) Kebiasaan defekasi tidak teratur f) Perubahan lingkungan saat ini 2. Psikologi
a) Depresi, stress emosi b) Konfusi mental 3. Farmakologi
a) Antasida mengandung aluminium b) Antikolinergik, antikonvulsan c) Antidepresan
d) Agens antilipemik e) Garam bismuth f) Kalsium karbonat
g) Penyekat saluran kalsium h) Diuretik, garam besi i) Penyalahgunaan laksatif
j) Agens antiinflamasi non steroid k) Opiate, fenotiazid, sedative l) Simpatimimetik
4. Mekanis
a) Ketidakseimbangan elektrolit b) Hemoroid
c) Penyakit Hirschprung d) Gangguan neurologist e) Obesitas
f) Obstruksi pasca bedah g) Kehamilan
h) Pembesaran prostat i) Abses rectal
j) Fisura anak rectal k) Struktur anak rektal l) Prolaps rectal, ulkus rectal m) Rektokel, tumor
5. Fisiologis
a) Perubahan pola makan b) Perubahan makanan
c) Penurunan motilitas traktus gastrointestinal
d) Dehidrasi
e) Ketidakadekuatan gigi geligi f) Ketidakadekuatan hygiene oral g) Asupan serat tidak cukup h) Asupan cairan tidak cukup i) Kebiasaan makan buruk
indikator untuk mencegah
konstipasi
4. Feses lunak dan berbentuk
7. Identifikasi faktor penyebab dan kontribusi konstipasi 8. Dukung intake cairan 9. Kolaborasikan pemberian
laksatif
10. Pantau tanda-tanda dan gejala konstipasi
11. Pantau tanda-tanda dan gejala impaksi
12. Memantau gerakan usus, termasuk konsistensi,
frekuensi, bentuk, volume, dan warna
13. Memantau bising usus
14. Konsultasikan dengan dokter tentang penurunan/kenaikan frekuensi bising usus
15. Pantau tanda-tanda dan gejala pecahnya usus atau peritonitis 16. Menyusun jadwal untuk ke
toilet
17. Mendorong meningkatkan asupan cairan, kecuali dikontraindikasikan
18. Evaluasi profil obat untuk efek samping gastrointestinal
19. Anjurkan pasien/keluarga untuk mencatat warna, volume, frekuensi, dan konsistensi tinja 20. Anjurkan pasien/keluarga
untuk diet tinggi serat 21. Anjurkan pasien/keluarga
penggunaan yang tepat dari obat pencahar
22. Anjurkan pasien/keluarga pada hubungan asupan diet,
olahraga, dan cairan sembelit/impaksi
23. Menyarankan pasien untuk berkonsultasi dengan dokter jika sembelit atau impaksi terus ada
24. Lepaskan impaksi tinja secara manual jika perlu
25. Timbang pasien secara teratur 26. Ajarkan pasien atau keluarga
27. Ajarkan pasien/keluarga tentang kerangka waktu untuk resolusi sembelit
11 .
Resiko syok (hipovolemik) Definisi: Beresiko terhadap
ketidakcukupan aliran darah ke jaringan tubuh, yang dapat mengakibatkan disfungsi seluler yang mengancam jiwa
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x24 jam diharapkan pasien terhindar dari shock hipovolemik dengan kriteria hasil:
1. Nadi dalam batas yang diharapkan 2. Irama jantung
dalam batas yang diharapkan 3. Frekuensi napas
dalam batas yang diharapkan 4. Natrium serum
dalam batas normal 5. Kalium serum
dalam batas normal 6. Klorida dalam batas
normal
7. Kalsium dalam batas normal 8. Magnesium serum
dalam batas normal 9. pH darah serum
dalam batas normal
NIC
Shock Prevention
1. Monitor status sirkulasi BP, warna kulit, suhu kulit, denyut jantung, HR, dan ritme, nadi perifer, dan kapiler refill time 2. Monitor tanda inadekuat
oksigenasi jaringan
3. Monitor suhu dan pernapasan 4. Monitor input dan output 5. Pantau nilai labor : HB, HT,
AGD, dan elektrolit
6. Monitor hemodinamik invasi yang sesuai
7. Monitor tanda dan gejala asites 8. Monitor tanda awal syok 9. Tempatkan pasien pada posisi
supine, kaki elevasi untuk peningkatan preload dengan tepat
10. Lihat dan pelihara kepatenan jalan napas
11. Berikan cairan IV atau oral yang tepat
12. Berikan vasodilator yang tepat 13. Ajarkan pasien dan keluarga
tentang tanda dan gejala datangnya shock
14. Ajarkan keluarga dan pasien tentang langkah untuk mengatasi gejala shock Shock managemen
1. Monitor fungsi neurologis 2. Monitor fungsi renal (e.g. BUN
dan Cr level)
3. Monitor tekanan nadi
4. Monitor status cairan, input dan output
5. Catat gas darah arteri dan oksigen di jaringan 6. Monitor EKG
akurasi pembacaan tekanan darah
8. Gambar gas darah arteri dan memonitor jaringan oksigenasi 9. Pantau tren dalam parameter
hemodinami (misalnya CVP, MAP, tekanan kapiler
pulmonal/arteri) 10. Pantau faktor penentu
pengiriman jaringan oksigen (mis. PaO2 kadar hemoglobin SaO2, CO) jika tersedia
11. Pantau tingkat karbon karbon dioksida sublingual dan/atau tonometry lambung
12. Monitor tanda gejala gagal pernapasan (mis. rendah PaO2 peningkatan tingkat PaCO2, kelelahan otot pernapasan) 13. Monitor nilai laboratorium
(mis. CBC dengan diferensial koagulasi profil, ABC, tingkat laktat, budaya, dan profil kimia) 14. Masukkan dan memelihara
besarnya kebosanan akses IV 12
. Difisiensi pengetahuan
Definisi : ketiadaan atau difisiensi informasi kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu.
Faktor yang berhubungan 1. Keterbatasan kognitif 2. Salah intepretasi informasi 3. Kurang pajanan
4. Kurang minat dalam belajar 5. Kurang dapat mengingat
6. Tidak familier dengan sumber informasi
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x15 menit diharapkan defisiensi pengetahuan pasien teratasi dengan kriteria hasil:
1. Pasien dan keluarga menyatakan tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan
2. Pasien dan keluarga mampu
NIC
Teaching : disease proces 1. Berikan penilaian tentang
tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik
2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhungan dengan anatomi dan fisiologi ,dengan cara yang tepat.
melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar.
3. Pasien dan keluarga mampu
menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/tim
kesehatan lainnya.
penyebab, dengan cara yang tepat
5. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
6. Hindari jaminan yang kosong 7. Sediakan bagi keluarga atau SO
informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat 8. Diskusikan perubahan gaya
hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit. 9. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan.
10.Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
mendapatkan second informasi atau opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan. 11.Rujuk pasien pada grup atau
agensi di komunitas lokal, dengan cara yang tepat. 12.Instruksikan pasien mengenai
DAFTAR PUSTAKA
Caraspot. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC & NIC. Yogyakarta: mocaMedia
Dewi, Yusmiati. 2007. Operasi Caesar Pengantar dari A Sampai Z. Jakarta : Edsa Mahkota.
Mansjoer, A. 2002. Asuhan Keperawatn Maternitas. Jakarta : Salemba Medika Manuaba, I.B. 2002. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana
Untuk Dokter Umum. Jakarta : EGC
Mochtar, Prof. Dr. Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC. Muchtar. 2005. Obstetri patologi, Cetakan I. Jakarta : EGC
NANDA NIC-NOC. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA. Yogyakarta: Mediaction.
Nugroho, Taufan. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, dan
Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
Prawirohardjo, Sarwono. 2000. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Sarwono Prawiroharjo. 2009. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Tucker, Susan Martin .1998. Standart Perawatan Pasien, Proses Keperawatan