Model dan Tipe dalam
Sistem Peradilan Pidana
Menurut Herbert L. Packer
Sistem peradilan pidana mengenal beberapa
model untuk menjalankan proses peradilan dalam mencapai tujuan sistem peradilan pidana.
Packer menegaskan, bahwa akan ada lebih dari
satu model normative, tetapi tidak akan lebih dari dua model saja.
Kedua model tersebut adalah the due process model dan the crime control model.
The Due Process Model
Ciri-ciri dari model ini adalah:
1. Setiap perkara akan diajukan ke persidangan; 2. Bertitik tolak pada nilai anti kekuasaan dengan
berpegang pada prinsip equality before the law;
3. Lebih mengutamakan sanksi pidana
Crime Control Model
Ciri-ciri crime control model:
1. Tindakan represif terhadap suatu tindakan kriminal merupakan fungsi terpenting dari suatu proses peradilan;
2. Asas praduga bersalah atau presumption of guilty akan menyebabkan sistem ini
dilaksanakan secara efisien.
Menurut Samuel Walker
Pembagian model-model sistem peradilan pidana menurut Packer tersebut adalah pembagian klasik dalam sistem peradilan dan merupakan hasil
konflik dari pemikiran antara punishment atau
rehabilitation.
Menurut John Griffith
John Griffith memperkenalkan model lain dalam sistem peradilan pidana, yaitu familiy model.
Model ini merupakan reaksi terhadap adversary
model, yang dipandang tidak menguntungkan. Model kekeluargaan menempatkan pelaku tindak pidana
tidak sebagai musuh masyarakat, melainkan
dipandang sebagai anggota keluarga yang harus dimarahi guna mengendalikan kontrol pribadinya, tetapi tidak boleh ditolak atau diasingkan, semua dilandasi dengan semangat cinta kasih.
Adversary dan Non Adversary Model
Di Eropa, terutama negara-negara yang menganut Common Law System, sistem peradilan pidana mengenal dua model, yaitu The Adversary Model dan The Non Adversary Model. Sistem Adversary Model memiliki prinsip, bahwa prosedur peradilan pidana harus merupakan suatu sengketa antara kedua pihak dan dalam kedudukan yang sama di muka
pengadilan. Sedangkan sistem Non Adversary Model
memiliki prinsip, proses pemeriksaan harus bersifat lebih formal dan berkesinambungan dan dilaksanakan atas dasar praduga bersalah (presumption of guilt)
Daftar Bacaan
1. Anthon F. Susanto, Wajah Peradilan Kita: Konstruksi Sosial tentang Penyimpangan, Mekanisme Kontrol dan Akuntabilitas Peradilan Pidana, 2004
2. Muladi, Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana, 2002
3. Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana Kontemporer, 2010
4. Sidik Sunaryo, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, 2004