• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh perkembangan kota Surakarta terhadap permukiman di kawasan Solobaru Cover

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh perkembangan kota Surakarta terhadap permukiman di kawasan Solobaru Cover"

Copied!
173
0
0

Teks penuh

(1)

1

TUGAS AKHIR

PENGARUH PERKEMBANGAN KOTA SURAKARTA

TERHADAP PERMUKIMAN DI KAWASAN SOLOBARU

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mencapai Jenjang Strata-1 Perencanaan Wilayah dan Kota

Oleh :

Panganti Widi Astuti

NIM. I 0606034

(2)

2 BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan kota merupakan perubahan yang dialami oleh daerah

perkotaan pada aspek-aspek kehidupan dan penghidupan, seperti kondisi fisik,

perekonomian, sosial dan kemasyarakatan. Perkembangan kota didefinisikan

sebagai proses perubahan keadaan ke keadaan lain dalam kurun waktu yang

berbeda (Yunus, 1978). Perkembangan suatu kota salah satunya ditandai oleh

meningkatnya jumlah penduduk. Pertambahan penduduk dalam suatu wilayah

perkotaan selalu diikuti oleh peningkatan kebutuhan ruang. Oleh karena itu, kota

sebagai perwujudan geografis selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu

(Yunus, 1987).

Perkembangan kota-kota di Indonesia yang semakin pesat dewasa ini

membawa banyak perubahan pada kondisi internal kota. Perkembangan kota di

Indonesia mulai dirasakan sejak dekade 1950an yang merupakan masa transisi

dari masa penjajahan ke masa kemerdekaan (Sujarto, D, 2005 dalam tesis Ilyas

Ali, 2006). Hal-hal yang tampak nyata sebagai dampak dari perkembangan kota

adalah pesatnya perkembangan penduduk, tingginya angka kepadatan penduduk,

pesatnya perkembangan daerah terbangun, serta tingginya kebutuhan akan

fasilitas dan utilitas kota termasuk kebutuhan akan perumahan.

Untuk kota yang sudah padat bangunannya, semakin bertambahnya

penduduk dengan segala aspek kehidupannya akan mengakibatkan kota tidak lagi

dapat menampung kegiatan penduduk. Oleh karena itu, akan mengakibatkan

terjadinya proses densifikasi permukiman di dearah pinggiran kota dengan

berbagai dampaknya. Terbatasnya wilayah administrasi kota akan mengakibatkan

adanya kecenderungan pergeseran fungsi-fungsi kota ke daerah pinggiran kota

(urban fringe) yang disebut dengan proses perembetan kenampakan fisik

kekotaan ke arah luar (urban sprawl) (Kustiwan dan Anugrahani, 2001; Giyarsih,

2001). Akibat selanjutnya di daerah pinggiran kota akan mengalami proses

(3)

3 sosial ekonomi sebagai dampak lebih lanjut dari proses transformasi spasial.

Proses densifikasi permukiman yang terjadi di daerah pinggiran kota merupakan

realisasi dari meningkatnya kebutuhan akan ruang di daerah perkotaan.

Dahulu, Kota Surakarta merupakan satu kesatuan wilayah pemerintahan

Kasunanan dengan Kabupaten Sukoharjo, Sragen, Boyolali, dan Klaten. Namun,

dengan keluarnya Penetapan Pemerintah Nomor : 16/SD tanggal 15 Juli 1946,

maka secara formal wilayah pemerintahan Kasunanan sudah tidak ada lagi, dan

wilayah-wilayahnya menjadi wilayah Karesidenan Surakarta. Kemudian

Karesidenan Surakarta menjadi Kota Surakarta yang wilayahnya meliputi 5

kecamatan yakni Kecamatan Jebres, Banjarsari, Serengan, Pasar Kliwon, dan

Laweyan.

Kota Surakarta merupakan kota menengah yang mengalami

perkembangan di seluruh bagian kotanya. Dalam penelitian ini, perkembangan

Kota Surakarta yang dimaksud adalah perkembangan fisik, sosial, dan ekonomi.

Indikator perkembangan Kota Surakarta salah satunya dapat dilihat dari aspek

sosial yakni jumlah penduduknya yang mengalami peningkatan dari tahun ke

tahun. Jumlah penduduk tahun 1975 yaitu 426.032 jiwa sedangkan tahun 1985

sejumlah 502.150 jiwa, dari data tersebut terlihat bahwa dalam dekade 10 tahun

yakni tahun 1975-1985, jumlah penduduk Kota Surakarta mengalami

pertambahan sebesar 76.118 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk tahun 1995 yaitu

533.628 jiwa sehingga dapat dilihat bahwa tahun 1985-1995 jumlah penduduk

Kota Surakarta mengalami peningkatan sebesar 31.478 jiwa. Jumlah penduduk

tahun 2005 sejumlah 560.046 jiwa sehingga dapat dilihat peningkatan jumlah

penduduk yang terjadi selama kurun waktu 10 tahun (1995-2005) sebesar 26.418

jiwa (Surakarta dalam Angka Tahun 1975-2005).

Pertambahan penduduk dari tahun ke tahun tersebut mempengaruhi

adanya perkembangan fisik Kota Surakarta. Perkembangan fisik Kota Surakarta

disebabkan karena adanya pertambahan penduduk dan aktivitas sosial ekonomi

penduduk. Semakin bertambahnya penduduk Kota Surakarta maka kebutuhan

akan ruang semakin bertambah. Kebutuhan ruang ini tidak hanya untuk perluasan

(4)

4 tersebut mengakibatkan adanya konversi lahan dari lahan tak terbangun menjadi

lahan terbangun. Luas lahan terbangun tahun 1975 di Kota Surakarta adalah

2.868,16 Ha sedangkan luas lahan terbangun tahun 2005 adalah 3.521,85 Ha

(Surakarta dalam Angka Tahun 1975-2005). Dari data tersebut dapat dilihat

bahwa konversi lahan tak terbangun menjadi terbangun yang terjadi dalam dekade

30 tahun (tahun 1975-2005) di Kota Surakarta adalah sebesar 653,69 Ha

Perubahan penggunaan lahan ini menunjukkan adanya indikasi perkembangan

fisik Kota Surakarta.

Perkembangan ekonomi Kota Surakartasalah satunya ditunjukkan dengan

peningkatan PDRB Kota Surakarta dari tahun ke tahun. Pada tahun 1975 tingkat

PDRB Kota Surakarta mencapai 32.547,768 juta. Angka tersebut meningkat pada

tahun 1990 hingga mencapai 386.649,904 juta dan tahun 2005 menjadi

3.858.169,670 juta. Hal ini mengindikasikan bahwa perkembangan ekonomi Kota

Surakarta semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Sedangkan perkembangan permukiman di Kota Surakarta dapat dilihat

dari adanya peningkatan luas lahan permukiman di seluruh wilayah kota. Luas

lahan permukiman di Kota Surakarta tahun 1975 yaitu 2.868,16 Ha, sedangkan

luas lahan permukiman tahun 1996 meningkat menjadi 3.372,4849 Ha. Namun,

pada tahun 2005 luas permukimannya menurun menjadi 2.707,27 Ha (Surakarta

dalam Angka Tahun 1975-2005). Sehingga dapat dilihat dalam kurun waktu 30

tahun yakni tahun 1975-2005, luas lahan permukiman di Kota Surakarta

mengalami kenaikan namun setelah tahun 1997 luasnya mengalami penurunan.

Perkembangan permukiman yang signifikan dalam dekade 30 tahun tersebut

terjadi pada tahun 1980 ketika Kota Surakarta mengalami pemekaran fisik kota

(perembetan fisik kota) karena dampak dari urbanisasi dan industrialisasi yang

terjadi pada tahun 1970an di Kota Surakarta.

Berdasarkan studi tim P2KT (Proyek Pengembangan Kota Terpadu) pada

tahun 2000 Kota Surakarta mengalami pemekaran kota seluas ±12000 ha yang

terjadi pada hinterlandnya yakni seluas ±7000 ha pada Kabupaten Sukoharjo

(Baki, Grogol, dan Kartasura) dan seluas ±5000 ha pada Kabupaten Karanganyar

(5)

5 lebih banyak berkembang mengarah ke bagian selatan yakni Kabupaten

Sukoharjo.

Pemekaran kota ini ditandai dengan mulai menjamurnya pembangunan

perumahan (real estate, perumnas, komplek hunian baru) di hinterland Kota

Surakarta termasuk di Kabupaten Sukoharjo. Pembangunan perumahan di

pinggiran Kabupaten Sukoharjo ini merupakan limpahan dari adanya pertambahan

lahan permukiman di Kota Surakarta. Pembangunan perumahan di pinggiran

Kabupaten Sukoharjo yang paling terlihat adalah di Kawasan Solobaru. Kawasan

Solobaru menjadi daerah limpahan pertambahan kebutuhan lahan permukiman

Kota Surakarta karena jaraknya yang tidak terlalu jauh dari Kota Surakarta dan

topografinya yang cenderung lebih sama dengan Kota Surakarta bila

dibandingkan dengan daerah hinterland Kota Surakarta yang lainnya. Berdasarkan

sejarah dari Kawasan Solobaru, pembangunan perumahan di Kawasan Solobaru

dimulai pada tahun 1987 oleh PT. Pondok Solo Permai (PSP). PT. Pondok Solo

Permai (PSP) yang awalnya berencana hanya membangun perumahan, kemudian

timbul gagasan baru untuk menciptakan kota baru. Akhirnya rencana

pembangunan perumahan dirubah menjadi menciptakan kota baru yang diberi

nama kota mandiri Solobaru dengan luas 1.075 Ha. Hingga kini kota mandiri

Solobaru terus berkembang dan perkembangan wilayahnya disebut dengan

Kawasan Solobaru yang meliputi dua kecamatan yakni kecamatan Baki dan

Grogol (RUTRK Solobaru tahun 1990-2010). Perkembangan Kawasan Solobaru

tidak hanya dipengaruhi oleh faktor internal di Kawasan Solobaru tetapi juga

dipengaruhi oleh faktor eksternal dari Kawasan Solobaru yakni adanya

pembangunan Kota Surakarta yang pesat sebagai akibat dari perkembangan Kota

Surakarta.

Adanya perkembangan Kawasan Solobaru merupakan dampak dari

perkembangan Kota Surakarta baik secara fisik maupun non fisik. Perkembangan

Kota Surakarta menjadikan Kawasan Solobaru sebagai daerah limpahan

kebutuhan permukiman Kota Surakarta. Hingga kini permukiman di Kawasan

Solobaru terus berkembang seiring dengan perkembangan Kota Surakarta.

(6)

6 penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perkembangan Kota Surakarta

terhadap permukiman di Kawasan Solobaru.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan

masalah dari penelitian yang dilakukan adalah bagaimana pengaruh

perkembangan Kota Surakarta terhadap permukiman di Kawasan Solobaru.

1.3 Tujuan dan Sasaran

1.3.1 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka dapat

dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut :

1. Mengetahui variabel perkembangan Kota Surakarta yang mana saja yang

dominan berpengaruh terhadap perkembangan permukiman di Kawasan

Solobaru.

2. Mengetahui bagaimana pengaruh perkembangan Kota Surakarta terhadap

fisik, ekonomi, dan sosial permukiman di Kawasan Solobaru.

1.3.2 Sasaran

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dikemukakan, maka dapat

dirumuskan sasaran penelitian sebagai berikut :

1. Mengetahui perkembangan luas permukiman di Kota Surakarta dan Kawasan

Solobaru (tahun 1975-2005).

2. Mengetahui perkembangan jumlah rumah di Kota Surakarta dan Kawasan

Solobaru (tahun 1975-2005).

3. Mengetahui perkembangan jumlah sarana pendidikan, kesehatan, dan

perdagangan di Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru (tahun 1975-2005).

4. Mengetahui perkembangan prasarana jalan di Kota Surakarta dan Kawasan

Solobaru (tahun 1975-2005).

5. Mengetahui perkembangan tingkat ekonomi (PDRB) Kota Surakarta dan

(7)

7 6. Mengetahui perkembangan jumlah penduduk Kota Surakarta dan Kawasan

Solobaru (tahun 1975-2005).

7. Mengetahui perkembangan interaksi sosial budaya masyarakat di Kawasan

Solobaru.

8. Mengetahui besaran pengaruh variabel perkembangan Kota Surakarta secara

bersama-sama terhadap perkembangan permukiman di Kawasan Solobaru.

9. Mengetahui besaran pengaruh setiap variabel perkembangan Kota Surakarta

terhadap perkembangan permukiman di Kawasan Solobaru.

1.4 Batasan Penelitian

Batasan wilayah penelitian yaitu Kawasan Solobaru seluas 5174 Ha yang

terdiri dari 2 kecamatan yakni kecamatan Baki dan Grogol (mengacu pada

Rencana Umum Tata Ruang Kawasan Solobaru tahun 1990-2010) sebagai

kawasan yang perkembangannya dipengaruhi oleh Kota Surakarta dan Kota

Surakarta sebagai kota yang mempengaruhinya. Batasan wilayah penelitian

(8)

8

(9)

34 Lingkup materi penelitian yaitu mengenai pengaruh fisik, ekonomi, dan

sosial dari perkembangan Kota Surakarta terhadap permukiman di Kawasan

Solobaru.

Batasan waktu yang digunakan dalam penelitian adalah perkembangan

kota tahun 1975-2005 karena berdasarkan sejarah Kota Surakarta, pada tahun

1970an terjadi urbanisasi dan industrialisasi yang berdampak pada pemekaran

kota sehingga pada tahun 1987 menjadi awal terbentuknya Kawasan Solobaru.

1.5 Kerangka Pikir

Pola pikir yang mendasari perumusan penelitian ini selengkapnya dapat

(10)

35

Dampak Terhadap Berbagai Aspek Kota

Peningkatan Kebutuhan Kota

Kebutuhan Ruang Kota

Intensifikasi Ekstensifikasi Perkembangan Kawasan Solobaru

Gambar 1.1 Kerangka Pikir Penelitian

1.6 Sistematika Penulisan

TAHAP 1 PENDAHULUAN

Berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan

sasaran penelitian, batasan penelitian, kerangka pikir penelitian dan

(11)

36 TAHAP 2 LANDASAN PUSTAKA

Berisi tentang pengertian perumahan dan permukiman,

pertambahan penduduk (urbanisasi), teori perkembangan kota,

teori pemekaran kota, teori kebutuhan manusia terhadap hunian,

teori perumahan dan permukiman, teori bermukim, teori interaksi

desa-kota.

TAHAP 3 METODOLOGI PENELITIAN

Berisi mengenai metode yang digunakan dalam penelitian ini. Baik

itu metode dalam pengumpulan data maupun metode dalam

analisis.

TAHAP 4 TINJAUAN OBYEK KOTA SURAKARTA DAN KAWASAN

SOLOBARU

Berisi sejarah perkembangan Kota Surakarta dan Kawasan

Solobaru (tahun 1975-2005), data luas permukiman di Kota

Surakarta dan Kawasan Solobaru, data jumlah sarana perkotaan

(pendidikan, kesehatan, perdagangan) di Kota Surakarta dan

Kawasan Solobaru, data kependudukan, ekonomi, dan sosial

masyarakat Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru.

TAHAP 5 KAJIAN PENGARUH PERKEMBANGAN KOTA

SURAKARTA TERHADAP PERMUKIMAN DI KAWASAN

SOLOBARU

Berisi diskripsi kecenderungan perkembangan fisik, ekonomi, dan

sosial Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru (tahun 1975-2005),

pengaruh perkembangan Kota Surakarta terhadap fisik, ekonomi,

dan sosial permukiman di Kawasan Solobaru, serta analisis jalur

(path analisys) untuk mengetahui besaran pengaruh perkembangan

Kota Surakarta terhadap permukiman di Kawasan Solobaru.

TAHAP 6 PENUTUP

Berisi kesimpulan dan saran.

BAB 2

(12)

37

2.1 Pengertian Pengaruh

a. Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia (2002, 849), pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan, atau perbuatan seseorang.

b. Menurut Badudu dan Zain (2004, 1031), pengaruh adalah :  Daya yang menyebabkan sesuatu yang terjadi.

 Sesuatu yang dapat membentuk atau mengubah sesuatu yang lain.  Tunduk atau mengikuti karena kuasa atau kekuatan orang lain.

2.2 Perkembangan Kota

2.3.1 Pengertian Perkembangan Kota

Menurut Hendarto, 1997 (dalam Ilyas Ali, 2006), perkembangan kota dapat diartikan sebagai suatu perubahan menyeluruh, yaitu yang menyangkut segala perubahan di dalam masyarakat kota secara menyeluruh, baik perubahan sosial ekonomi, sosial budaya, maupun perubahan fisik.

Pada umumnya terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi perkembangan kota, yaitu :

 Faktor penduduk, yaitu adanya pertambahan penduduk, baik disebabkan karena pertambahan alami maupum karena migrasi.

 Faktor sosial ekonomi, yaitu perkembangan kegiatan usaha masyarakat dan peningkatan PDRB kota.

 Faktor sosial budaya, yaitu adanya perubahan pola kehidupan dan tata cara masyarakat akibat pengaruh luar, komunikasi, dan sistem informasi.

(13)

38

2.3.2 Struktur Perkembangan Kota

Struktur perkembangan kota dalam Yunus, 2000 dikemukakan oleh beberapa pakar yang menghasilkan beberapa teori struktur perkembangan kota, antara lain sebagai berikut :

a. Teori Konsentrik

Teori konsentrik yang diciptakan oleh E.W. Burgess ini didasarkan pada pengamatanya di Chicago pada tahun 1925, E.W. Burgess menyatakan bahwa perkembangan suatu kota akan mengikuti pola lingkaran konsentrik, dimana suatu kota akan terdiri dari zona-zona yang konsentris dan masing-masing zona ini sekaligus mencerminkan tipe penggunaan lahan yang berbeda.

Gambar 2.1 Teori Konsentris (E.W. Burgess)

Keterangan :

 Daerah pusat bisnis atau The Central Bussiness District (CBD)

Zona ini terdiri dari 2 bagian, yaitu: (1) Bagian paling inti disebut RBD (Retail Business District). Merupakan daerah paling dekat dengan pusat kota. Di daerah ini terdapat toko, hotel, restoran, gedung, bioskop dan sebagainya. Bagian di luarnya disebut sebagai WBD (Wholesale Business District) yang ditempati oleh bangunan yang diperuntukkan kegiatan ekonomi dalam jumlah yang lebih besar antara lain seperti pasar, pergudangan dan gedung penyimpan barang supaya tahan lebih lama.

 Daerah Transisi atau The Zone of Transition

(14)

39  Daerah pemukiman para pekerja atau The Zo e of Workki g e ’s ho es

Zona ini banyak ditempati oleh perumahan pekerja-pekerja pabrik, industri. Kondisi pemukimanya sedikit lebih baik dibandingkan dengan daerah transisi. Para pekerja disini berpenghasilan lumayan sehingga memungkinkan untuk hidup sedikit lebih baik.

 Daerah tempat tinggal golongan kelas menengah atau The Zone of Middle Class Develiers

Daerah ini dihuni oleh kelas menengah yang terdiri dari orang-orang yang profesional, pemilik usaha/bisnis kecil-kecilan, manajer, para pegawai dan lain sebagainya. Fasilitas pemukiman terencana dengan baik sehingga kenyamanan tempat tinggal dapat dirasakan pada zona ini.

 Daerah para penglaju atau The Commuters Zone

Merupakan daerah terluar dari suatu kota, di daerah ini bermunculan permukiman baru yang berkualitas tinggi. Daerah ini pada siang hari bisa dikatakan kosong, karena orang-orangnya kebanyakan bekerja.

Ciri khas utama teori ini adalah adanya kecenderungan, dalam perkembangan tiap daerah dalam cenderung memperluas dan masuk daerah berikutnya (sebelah luarnya). Prosesnya mengikuti sebuah urutan-urutan yang dikenal sebagai rangkaian invasi (invasion succesion). Cepatnya proses ini tergantung pada laju pertumbuhan ekonomi kota dan perkembangan penduduk. Sedangkan di pihak lain, jika jumlah penduduk sebuah kota besar cenderung menurun, maka daerah disebelah luar cenderung tetap sama sedangkan daerah transisi menyusut kedalam daerah pusat bisnis. Penyusutan daerah pusat bisnis ini akan menciptakan daerah kumuh komersial dan perkampungan. Sedangkan interprestasi ekonomi dari teori konsentrik menekankan bahwa semakin dekat dengan pusat kota semakin mahal harga tanah.

(15)

40 Teori ini dikemukakan oleh Humer Hyot (1939), menyatakan bahwa perkembangan kota terjadi mengarah melalui jalur-jalur sektor tertentu. Sebagian besar daerah kota terletak beberapa jalur-jalur sektor dengan taraf sewa tinggi, sebagian lainnya jalur-jalur dengan tarif sewa rendah yang terletak dari dekat pusat kearah pinggiran kota. Dalam perkembangannya daerah-daerah dengan taraf sewa tinggi bergerak keluar sepanjang sektor atau dua sektor tertentu. Menurut Humer Hyot kecenderungan penduduk untuk bertempat tinggal adalah pada daerah-daerah yang dianggap nyaman dalam arti luas. Nyaman dapat diartikan dengan kemudahan-kemudahan terhadap fasilitas, kondisi lingkungan baik alami maupun non alami yang bersih dari polusi baik fiskal maupun nonfiskal, prestise yang tinggi dan lain sebagainya.

Gambar 2.2 Teori Sektor (Humer Hyot)

Keterangan :

 Daerah Pusat Bisnis

Zona ini terdiri dari 2 bagian, yaitu: (1) Bagian paling inti disebut RBD (Retail Business District). Merupakan daerah paling dekat dengan pusat kota. Di daerah ini terdapat toko, hotel, restoran, gedung, bioskop dan sebagainya. Bagian di luarnya disebut sebagai WBD (Wholesale Business District) yang ditempati oleh bangunan yang diperuntukkan kegiatan ekonomi dalam jumlah yang lebih besar antara lain seperti pasar, pergudangan dan gedung penyimpan barang supaya tahan lebih lama.

 Daerah Industri ringan dan perdagangan

(16)

41

transportasi dan komunikasi yang berfungsi menghubungkan zona ini dengan

pusat bisnis.

 Daerah pemukiman kelas rendah

Dihuni oleh penduduk yang mempunyai kemampuan ekonomi lemah. Sebagian zona ini membentuk persebaran yang memanjang di mana biasanya sangat dipengaruhi oleh adanya rute transportasi dan komunikasi. Walaupun begitu faktor penentu langsung terhadap persebaran pada zona ini bukanlah jalur transportasi dan komunikasi melainkan keberadaan pabrik-pabrik dan industri-industri yang memberikan harapan banyaknya lapangan pekerjaan.

 Daerah pemukiman kelas menengah

Kemapanan ekonomi penghuni yang berasal dari zona 3 memungkinkannya tidak perlu lagi bertempat tinggal dekat dengan tempat kerja. Golongan ini dalam taraf kondisi kemampuan ekonomi yang menanjak dan semakin baik.

 Daerah pemukiman kelas tinggi

Daerah ini dihuni penduduk dengan penghasilan yang tinggi. Kelompok ini

dise ut se agai status seekers , yaitu orang-orang yang sangat kuat status ekonominya dan berusaha mencari pengakuan orang lain dalam hal ketinggian status sosialnya.

c. Teori Pusat Kegiatan Banyak

(17)

42

Gambar 2.3 Teori pusat kegiatan banyak (Harris-Ulman)

Keterangan:

 Daerah Pusat Bisnis

Zona ini terdiri dari 2 bagian, yaitu: (1) Bagian paling inti disebut RBD (Retail Business District). Merupakan daerah paling dekat dengan pusat kota. Di daerah ini terdapat toko, hotel, restoran, gedung, bioskop dan sebagainya. Bagian di luarnya disebut sebagai WBD (Wholesale Business District) yang ditempati oleh bangunan yang diperuntukkan kegiatan ekonomi dalam jumlah yang lebih besar antara lain seperti pasar, pergudangan dan gedung penyimpan barang supaya tahan lebih lama.

 Daerah Industri ringan dan perdagangan

Persebaran pada zona ini banyak mengelompok sepanjang jalur kereta api dan dekat dengan daerah pusat bisnis.

 Daerah pemukiman kelas rendah

Zona ini mencerminkan daerah yang kurang baik untuk pemukiman sehingga penghuninya umumnya dari golongan rendah.

 Daerah pemukiman kelas menengah

Zona ini tergolong lebih baik dari zona 3, dikarenakan penduduk yang tinggal di sini mempunyai penghasilan yang lebih baik dari penduduk pada zona 3.

 Daerah pemukiman kelas tinggi

Zona ini mempunyai kondisi paling baik untuk permukiman dalam artian fisik maupun penyediaan fasilitas. Lokasinya relatif jauh dari pusat bisnis, namun untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya di dekatnya dibangun daerah bisnis baru yang fungsinya sama seperti daerah pusat bisnis.

 Daerah industri berat

(18)

43 lapangan pekerjaan. Penduduk berpenghasilan rendah bertempat tinggal dekat zona ini.

 Daerah bisnis

Zona ini muncul seiring munculnya daerah pemukiman kelas tinggi yang lokasinya jauh dari daerah pusat bisnis, sehingga untuk memenuhi kebutuhan penduduk pada daerah ini maka diciptakan zona ini.

 Daerah tempat tinggal pinggiran

Penduduk disini sebagian besar bekerja di pusat-pusat kota dan daerah ini hanya khusus digunakan untuk tempat tinggal.

 Daerah industri di daerah pinggiran

Unsur transportasi menjadi prasyarat hidupnya zona ini. Pada perkembangan selanjutnya dapat menciptakan pola-pola persebaran keruangannya sendiri dengan proses serupa.

2.3 Urbanisasi

Pengertian urbanisasi dijelaskan dengan mengutip pendapat Nas yakni adanya sejumlah pengertian yang bisa ditarik dari pengertian urbanisasi, yaitu perubahan daerah pedesaan ke arah sifat kehidupan kota, pertumbuhan suatu pemukiman menjadi kota, perpindahan penduduk ke kota yang terlihat pada berbagai bentuk mobilitas penduduk, serta kenaikan proporsi penduduk yang tinggal di kota. Menurut Charles Whynne-Hammond (dalam Daldjoeni, 1987), salah satu faktor terjadinya urbanisasi adalah adanya industrialisasi.

(19)

44 pendidikan yang telah dicapai oleh setiap warga masyarakat yang bersangkutan; (3) adanya persepsi yang sampai saat ini berlaku, bahwa kota adalah pusat modernisasi dan merupakan segala-galanya untuk kemajuan orang perorangan atau kelompok orang; (4) terjadinya proses cepat dalam pergeseran nilai-nilai sosio-budaya di kalangan masyarakat pedesaan sebagai akibat arus informasi yang semakin menjagat; (5) semakin baik dan lancarnya sistem transportasi yang menjalin wilayah-wilayah perkotaan dengan wilayah-wilayah hinterlandnya; (6) urbanisasi adalah salah satu indikasi kemajuan ekonomi dari suatu kawasan tertentu.

2.4 Urban Fringe

Daerah pinggiran kota (urban fringe) sebagai suatu wilayah peluberan kegiatan perkembangan kota telah menjadi perhatian banyak ahli di berbagai bidang ilmu seperti geografi, sosial, dan perkotaan sejak tahun 1930an saat pertama kali istilah urban fringe

dikemukakan dalam literatur. Besarnya perhatian tersebut terutama tertuju pada berbagai permasalahan yang diakibatkan oleh proses ekspansi kota ke wilayah pinggiran yang berakibat pada perubahan fisikal misal perubahan tata guna lahan, demografi, keseimbangan ekologis serta kondisi sosial ekonomi (Subroto, dkk, 1997). Pokok persoalan yang terdapat di daerah urban fringe pada dasarnya dipicu oleh proses transformasi spasial dan sosial akibat perkembangan daerah urban yang sangat intensif. Dari kecenderungan di atas maka salah satu arah perkembangan kota yang perlu dicermati adalah perkembangan spasial yang berdampak pada perkembangan sosial ekonomi penduduk pinggiran kota.

Menurut Howard pada akhir abad ke 19 (dalam Daldjoeni, 1987), diantara daerah perkotaan, daerah perdesaan, dan daerah pinggiran kota, ternyata daerah pinggiran kota memberikan peluang paling besar untuk usaha-usaha produktif maupun peluang paling menyenangkan untuk bertempat tinggal. Manusia sebagai penghuni daerah pinggiran kota selalu mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya. Adaptasi dan aktivitas ini mencerminkan dan juga mengakibatkan adanya perubahan sosial, ekonomi, kultural, dan lain-lain (Daldjoeni, 1987).

(20)

45 ekonomi yang lebih baik ini para pemukim di daerah pinggiran kota cenderung mempunyai tingkat pendidikan yang lebih baik pula.

Salah suatu teori yang menjelaskan gejala perkembangan kota yaitu teori kekuatan dinamisyang dikemukakan oleh Colby pada tahun 1959. Salah satu hal yang mendasari teori ini adalah karena adanya persepsi terhadap lingkungan dari penduduk yang berbeda-beda maka timbulah kekuatan-kekuatan yang menyebabkan pergerakan penduduk yang mengakibatkan terjadinya perubahan penggunaan lahan di luar kota atau daerah pinggiran kota. Kekuatan dari teori kekuatan dinamis adalah kekuatan sentripetal yaitu kekuatan yang menyebabkan berpindahnya penduduk dan fungsi-fungsi kekotaan dari bagian dalam ke arah luar dari pada suatu kota. Dan kekuatan sentrifugal yaitu kekuatan yang mengakibatkan pengaruh perubahan bentuk tata guna lahan suatu kota yang realisasinya berwujud sebagai gerakan penduduk yang berasal dari dalam kota menuju luar kota.

2.5 Urban Sprawl

Urban sprawl atau pemekaran kota adalah perluasan wilayah kota akibat terjadinya perkembangan dan pertumbuhan kota. Arah pemekaran kota berbeda-beda bergantung pada kondisi kota dan kondisi wilayah sekitarnya. Kondisi alam seperti perbukitan dan lautan dapat menghentikan laju pemekaran kota. Daerah-daerah yang menjadi penghambat pemekaran kota tersebut dianggap sebagai daerah lemah. Sementara itu, daerah-daerah yang memiliki potensi ekonomi yang baik dapat menjadi daerah yang memiliki daya tarik yang kuat untuk pemekaran kota.

Suatu kota mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Perkembangan ini menyangkut aspek politik, sosial, budaya, teknologi, ekonomi dan fisik. Khususnya mengenai aspek yang berkaitan langsung dengan penggunaan lahan perkotaan maupun penggunaan lahan pedesaan adalah perkembangan fisik, khususnya perubahan arealnya yang dise ut pe dekata orfologi kota atau Ur a Morphologi al Approa h (Yunus, 2000).

(21)

46 cultural dan lingkungan dimana kota tersebut berkembangan. Proses perembetan kenampakan fisik kekotaan ke arah luar disebut ur a spra l . Adapun macam ur a

spra l (dalam Yunus, 2000) adalah sebagai berikut :

a. Tipe 1 : Perembetan konsentris (Concentric Development / Low Density

continous development)

Gambar 2.4 Perembetan konsentris

Tipe perembetan konsentris dikemukakan pertama kali oleh Harvey Clark (1971) yang menyebut tipe ini sebagai lo de sity, o ti ous de elop e t dan Wallace (1980) menyebut o e tri de elop e t . Tipe perembetan paling lambat, berjalan perlahan-lahan terbatas pada semua bagian-bagian luar kenampakkan fisik kota yang sudah ada sehingga akan membentuk suatu kenampakan morfologi kota yang kompak. Peran transportasi terhadap perembetannya tidak begitu besar.

b. Tipe 2: Perembetan memanjang (ribbon development/lineair

development/axial development)

Gambar 2.5 Perembetan Linear

(22)

47 pusat kota. Daerah di sepanjang rute transportasi merupakan tekanan paling berat dari perkembangan (Yunus, 2000).

Tipe ini perembetannya tidak merata pada semua bagian sisi luar dari pada daerah kota utama. Perembetan bersifat menjari dari pusat kota disepanjang jalur transportasi.

c. Tipe 3: Perembetan yang meloncat (leap frog development/checkkerboard

development)

Gambar 2.6 Perembetan Meloncat

Perembetan yang terjadi pada tipe ini dianggap paling merugikan oleh kebanyakan pakar lingkungan, tidak efisien dan tidak menarik. Perkembangan lahan kekotaannya terjadi berpencaran secara sporadis dan tumbuh di tengah-tengah lahan pertanian, sehingga cepat menimbulkan dampak negatif terhadap kegiatan pertanian pada wilayah yang luas sehingga penurunan produktifitas pertanian akan lebih cepat terjadi.

Menurut Northam (dalam Yunus, 2000), mengacu pada hubungan antara eksistensi batas fisik kota dengan batas administrasi kota, terlihat ada 3 macam kemungkinan hubungan, yakni :

 Sebagian batas fisik kekotaan berada jauh di luar batas administrasi kota. Kondisi kota yang mengalami situasi seperti ini disebut sebagai “under

bounded city.

(23)

48

 Batas fisik kota konsiden dengan batas administrasi kota. Kondisi kota yang mengalami situasi seperti ini disebut sebagai “true bounded city.

2.6 Perumahan dan Permukiman

Perumahan dan permukiman merupakan kebutuhan fisiologis yang saling melengkapi dengan kebutuhan keamanan dan keselamatan. Berikut adalah pengertian dari perumahan dan permukiman.

2.7.1 Pengertian Perumahan

Perumahan menurut UU No. 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan.

Menurut Soedjajadi Keman dalam bukunya yang berjudul Kesehatan Perumahan, perumahan didefinisikan sebagai kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian yang dilengkapi dengan prasarana lingkungan yaitu kelengkapan dasar fisik lingkungan misalnya penyediaan air minum, pembuangan sampah, listrik, telepon, jalan, yang memungkinkan lingkungan pemukiman berfungsi sebagaimana mestinya dan sarana lingkungan yaitu fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan serta pengembangan kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya, seperti fasilitas taman bermain, olah raga, pendidikan, pertokoan, sarana perhubungan, keamanan,serta fasilitas umum lainnya.

2.7.2 Pengertian Permukiman

Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan, maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (UU No 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman).

(24)

49 idaman, berhubungan secara timbal balik dengan lingkungan fisik tempat tinggalnya. Karena tempat bermukim adalah gejala budaya yang wujud dan keteraturannya sangat dipengaruhi oleh lingkungan budaya pemukimnya (Rapoport, 1987). Menurut Doxiadis (1968), permukiman mempunyai lima elemen yaitu alam yang dibangun, manusia yang membentuk dan mendiami alam, kehidupan sosial kemasyarakatan yang berupa hubungan antar manusia, wadah yang melindungi, dan jaringan yang memberi kemudahan bagi manusia untuk menyelenggarakan fungsi dan kegiatannya. Permukiman terbentuk dari beberapa komponen (dalam buku Perencanaan dan Pengembangan Perumahan, 2006) yaitu :

a. Alam

 Geologi

Geologi merupakan kondisi batuan dimana permukiman tersebut

berada. Sifat dan karakter geologi suatu permukiman (wilayah) akan

berbeda dengan permukiman yang lain. Perbedaan tersebut antara lain

disebabkan oleh adanya kondisi dan letak geografis yang berbeda.

Misalnya wilayah pegunungan dengan daerah di tepi pantai akan

mempunyai kondisi geologi yang berbeda.

 Topografi

Topografi merupakan kemiringan suatu wilayah yang juga ditentukan

oleh letak dan kondisi geografis suatu wilayah. Kemiringan permukaan

suatu wilayah permukiman dengan wilayah permukiman yang lain pasti

berbeda. Sebagai contoh, topografi suatu lereng pegunungan akan miring

relatif terjal, akan tetapi pada daerah selain pegunungan maka

topografinya cendeung datar.

 Tanah

Tanah merupakan media untuk meletakkan bangunan (rumah) dan

menanam tanaman yang dapat digunakan untuk menopang kehidupan,

yaitu untuk mencukupi kebutuhan pangan. Tanah sebenarnya juga

mempunyai ciri dan karakter yang berbeda. Oleh karena itu untuk

melakukan pembangunan perumahan harus dipikirkan juga faktor

(25)

50 sesuai dengan peruntukannya, kemudian pembagian peruntukannya juga

harus disesuaikan dengan peraturan kelembagaan yang berlaku (misalnya

perbandingan daerah terbangun dan wilayah terbuka sebesar 40%

dibanding 60% dan sebagainya, agar kelestarian lingkungan tetap terjaga

sepanjang masa.

 Air

Air merupakan sumber kehidupan yang pokok dan vital sepanjang

kehidupan masih berlangsung, baik untuk manusia maupun makhluk hidup

yang lain. Oleh karenanya dalam perencanaan pembangunan permukiman

perlu dipertimbangkan dengan masak, baik penataan maupun persentase

peruntukan lahannya, agar kondisi air tanah tetap terjaga

keseimbangannya.

 Tumbuh-tumbuhan

Tumbuh-tumbuhan merupakan salah satu elemen yang dapat dijadikan

sebagai bahan makanan guna mempertahankan dan meningkatkan kualitas

kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.

 Hewan

Hewan merupakan jenis makhluk hidup lain yang keberadaannya dapat

mendukung dan menguntungkan kehidupan manusia. Dengan adanya

hewan tersebut manusia bisa tercukupi kebutuhannya (sebagai alat bantu).

Hewan juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan dalam kehidupan

sehari-hari.

 Iklim

Iklim merupakan kondisi alami pada suatu wilayah permukiman,

dimana antara satu permukiman yang satu dengan yang lain mempunyai

kondisi yang berbeda, tergantung letak dan posisi geografis wilayah

tersebut.

b. Manusia

Di dalam suatu wilayah permukiman, manusia merupakan pelaku utama

kehidupan, di samping makhluk hidup lain seperti hewan, tumbuhan, dan

(26)

51 manusia membutuhkan berbagai hal yang dapat menunjang kelangsungan

hidupnya, baik itu kebutuhan biologis (ruang, udara, temperatur, dan

lain-lain), perasaan dan persepsi kebutuhan emosional, serta kebutuhan akan

nilai-nilai moral.

c. Masyarakat

Masyarakat merupakan kesatuan sekelompok orang (keluarga) dalam

suatu permukiman yang membentuk suatu komunitas tertentu. Hal-hal yang

berkaitan dengan permasalahan yang terjadi di dalam masyarakat yang

mendiami suatu wilayah permukiman adalah sebagai berikut :

 Kepadatan dan komposisi penduduk.

 Kelompok sosial.

Bangunan (rumah) merupakan wadah bagi manusia (keluarga). Oleh

karena itu dalam perencanaan dan pengembangannya perlu mendapatkan

perhatian khusus agar sesuai dengan rencana kegiatan yang berlangsung di

tempat tersebut. Pada prinsipnya bangunan yang dapat digunakan sepanjang

operasional kehidupan manusia bisa dikategorikan sesuai dengan fungsi

masing-masing, yaitu :

 Rumah pelayanan masyarakat (misalnya sekolah, rumah sakit, dan lain-lain).

 Fasilitas rekreasi (fasilitas hiburan).

 Pusat perbelanjaan (perdagangan) dan pemerintahan.

 Industri.

(27)

52 Networks merupakan sistem buatan maupun alam yang menyediakan

fasilitas untuk operasional suatu wilayah permukiman. Untuk sistem buatan,

tingkat pemenuhannya bersifat relatif, dimana antara wilayah permukiman

yang satu dengan yang lain tidak harus sama. Sebagai contoh, untuk daerah

pegunungan akan berbeda dengan daerah perkotaan dalam hal pemenuhan air

bersih. Di daerah pegunungan air bersih dapat dengan mudah diperoleh

sehingga tidak membutuhkan jaringan air bersih. Di wilayah perkotaan,

jaringan air bersih mutlak diperlukan karena air dari sumur biasanya sudah

tercemar dengan limbah, baik industri maupun rumah tangga. Sistem buatan

yang keberadaannya diperlukan di dalam suatu wilayah, antara lain adalah :

 Sistem jaringan air bersih.

 Sistem jaringan listrik.

 Sistem transportasi.

 Sistem komunikasi.

 Drainase dan air kotor.

 Tata letak fisik.

Menurut Friedmann (dalam Yunus, 2006), perkembangan permukiman kekotaan disebabkan oleh dua proses yang terkait satu sama lain, yakni proses sosial ekonomi dan proses spasial. Proses sosial ekonomi mendahului proses spasial namun adakalanya proses spasial mendahului proses sosial ekonomi.

2.7 Kebutuhan Manusia Terhadap Hunian

(28)

53

Gambar 2.7 Hierarki Kebutuhan Manusia Terhadap Hunian (Maslow, 1970)

a. Survival Needs

Tingkat kebutuhan yang paling dasar ini merupakan kebutuhan yang harus

dipenuhi pertama kali. Pada tingkatan ini hunian merupakan sarana untuk

menunjang keselamatan hidup manusia. Kebutuhan untuk dapat selamat

berarti manusia menghuni bangunan rumah agar dapat selamat dan tetap

hidup, terlindung dari gangguan iklim maupun makhluk hidup yang lain.

b. Safety and Security Needs

Kebutuhan terhadap keselamatan dan keamanan yang ada pada tingkat

berikutnya ini terkait dengan keselamatan dari kecelakaan, keutuhan anggota

badan serta hak milik. Pada tingkatan ini hunian merupakan sarana

perlindungan untuk keselamatan anggota badan dan hak milik tersebut.

c. Affiliation Needs

Pada tingkatan ini hunian merupakan sarana agar dapat diakui sebagai

anggota dalam golongan tertentu. Hunian di sini berperan sebagai identitas

seseorang untuk diakui dalam golongan masyarakat.

Cognitive and Aesthetic Needs

Esteem Needs

Survival Needs Safety and Security Needs

(29)

54

d. Esteem Needs

Kebutuhan berikutnya terkait dengan aspek psikologis. Manusia butuh

dihargai dan diakui eksistensinya. Terkait dengan hal ini hunian merupakan

sarana untuk mendapatkan pengakuan atas jati dirinya dari masyarakat dan

lingkungan sekitarnya. Pada tingkatan ini, rumah sudah bukan tergolong

kebutuhan primer lagi, tetapi sudah meningkat kepada kebutuhan yang lebih

tinggi yang harus dipenuhi setelah kebutuhan pokok terpenuhi. Rumah yang

mewah, bagus, dapat memberikan kebanggaan dan kepuasan kepada pemilik

rumah tersebut.

e. Cognitive and Aesthetic Needs

Tingkatan yang paling tinggi dari kebutuhan manusia ini terkait dengan

aspek psikologos, seperti halnya esteem needs. Hanya saja pada level ini

hunian tidak saja merupakan sarana peningkatan kebanggaan dan harga diri,

tetapi juga agar dapat dinikmati keindahannya. Pada tingkatan ini, produk

hunian tidak hanya sekedar untuk digunakan tetapi juga dapat memberi

dampak kenikmatan (misalnya dinikmati secara visual) pada lingkungan

sekitarnya.

2.8 Kecenderungan Pemilihan Lokasi Bermukim

(30)

55

2.9.1 Menurut E. W Burgess

Menurut teori burges yang menggambarkan bahwa kota adalah sebuah radial dengan lapisan didalamnya dimana tiap lapisan menunjukkan fungsi-fungsi lahan. Menurut teori konsentris Burges dapat digambarkan :

PDK (Pusat Daerah Kegiatan) Daerah Transisi

Permukiman MBR Permukiman MBM Permukiman MBT

Gambar 2.8 Konsep Bermukim Menurut Burgess

Secara ideal antara selaput lapisan mempunyai batasan yang jelas namun pembentukan tidak selalu radial dapat berupa elips atau bentuk lain dan tetap mempunyai inti tunggal. Permukiman pinggiran disini terletak pada lapisan ke 4 dan 5 dari dalam. Dengan ditunjukkan bahwa masyarakat disana adalah yang berpenghasilan menengah ke atas.

2.9.1 Menurut Turner

Konsep bermukim di daerah pinggiran menurut Turner dapat dijelaskan sebagai berikut :

Prioritas

S

K

(31)

56

I II III

Gambar 2.9 Konsep Bermukim Menurut Turner

I : golongan ekonomi lemah (squatting) II : golongan ekonomi lemah

III : golongan ekonomi menengah dan tinggi J : jarak dari pusat kota

S : status tanah K : kenyamanan

Dari konsep Turner diatas golongan ekonomi menengah keatas cenderung memilih lokasi bermukim yang semakin jauh dari pusat kota karena menginginkan kenyamanan dari lingkungan perumahan yang ditempati. Tidak terlalu memikirkan besarnya biaya transportasi yang tinggi apabila lokasi tersebut jauh dari pusat kota.

2.9 Interaksi Desa Kota (rural-urban lingkage)

Interaksi desa-kota adalah proses hubungan yang bersifat timbal balik antar unsur-unsur yang ada di kota dan di desa dan mempunyai pengaruh terhadap perilaku dari pihak-pihak yang bersangkutan melalui kontak langsung, berita yang didengar atau surat kabar sehingga melahirkan sebuah gejala baru, baik berupa fisik maupun non fisik.

Wujud interaksi desa-kota antara lain adalah adanya pergerakan barang dari desa ke kota atau sebaliknya seperti pemindahan hasi pertanian, produk industri dan barang tambang, pergerakan gagasan dan informasi terutama dari kota ke desa, pergerakan manusia dalam bentuk rekreasi, urbanisasi, mobilitas penduduk baik yang sifatnya sirkulasi maupun komutasi.

Interaksi antara desa-kota melahirkan suatu perkembangan baru bagi desa maupun bagi kota. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan potensi yang dimiliki desa maupun kota, dan adanya persamaan kepentingan. Menurut Edward Ulman ada 3 faktor penyebab interaksi antar wilayah, yaitu :

(32)

57 Wilayah yang memiliki potensi sumber daya yang berbeda-beda baik secara kualitas maupun kuantitasnya. Perbedaan sumber daya kota dan desa menyebabkan timbulnya interaksi. Jadi ada kebutuhan saling melengkapi atau komplementaritas. Ini didorong oleh permintaan dan penawaran. Perancis berdagang anggur dengan Belanda karena Belanda merupakan konsumennya. Relasi komplementaritas hanya terjadi jika tawaran bermanfaat bagi pihak yang minta. Manfaatnya ditentukan oleh banyak hal seperti : budaya, pengetahuan, teknik, kondisi kehidupan dan sebagainya. Semakin besar komplementaritas, semakin besar arus komoditas.

Manfaat Interaksi Desa-Kota bagi Perkotaan :

 Terpenuhinya sumber daya alam sebagai bahan mentah/bahan baku industri.  Terpenuhinya kebutuhan pokok yang dihasilkan pedesaan.

 Terpenuhinya kebutuhan tenaga kerja yang dibutuhkan bagi perkotaan.  Tersedianya tempat pemasaran hasil industri.

Manfaat Interaksi Desa-Kota bagi Pedesaan :

 Terpenuhinya barang-barang yang tidak ada di desa

 Masuknya pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dari kota ke pedesaan.

 Membuka lapangan kerja baru di sektor pertanian. b. Intervening Opportunity (kesempatan untuk berintervensi)

Adalah adanya kesempatan untuk timbulnya interaksi antarwilayah dan dapat memenuhi kebutuhan sumber daya wilayah tersebut. Jadi, semakin besar intervening opportunity, semakin kecil arus komoditas.

c. Spatial Transfer Ability (kemudahan pemindahan dalam ruang)

Adalah kemudahan pemindahan dalam ruang baik berupa barang, jasa, manusia maupun informasi. Proses pemindahan dari kota ke desa atau sebaliknya dipengaruhi antara lain :

 Jarak mutlak maupun jarak relatif antarwilayah

(33)

58 Jadi, semakin mudah transfer abilitas, semakin besar arus komoditas.

Kedudukan desa dalam interaksi adalah, desa berfungsi sebagai hinterland atau daerah dukung yang berfungsi sebagai suatu daerah pemberi bahan makanan pokok seperti padi, jagung, ketela disamping bahan makanan lain seperti kacang, kedelai, buah-buahan dan bahan makanan lain yang berasal dari hewan. Dari sudut ekonomi, sebagai lumbung bahan mentah, pensupplai tenaga kerja. Dari segi kegiatan kerja (occupation) desa dapat merupakan desa agraris, desa manufaktur, desa industri, desa nelayan dan sebagainya.

Dampak adanya interaksi desa-kota dapat menimbulkan pengaruh positif maupun pengaruh negatif terhadap desa dan kota termasuk penghuninya.

a. Dampak positif interaksi desa-kota :

 Tingkat pengetahuan penduduk desa bertambah karena lebih banyak sekolah di pedesaan. Demikian pengetahuan tentang pemilihan bibit unggul, pemeliharaan keawetan atau kelestarian kesuburan tanah menjadi lebih diperhatikan. Pengetahuan mengenai usaha-usaha lain di bidang yang nonagraris menjadi lebih terbuka.

 Mengurangi ketertinggalan dan ketimpangan. Terbukanya wilayah desa karena transportasi yang baik sehingga hubungan sosial-ekonomi warga desa dan kota semakin baik.

 Masuknya para ahli di berbagai bidang disiplin ilmu pengetahuan banyak bermanfaat bagi desa dalam melestarikan lingkungan pedesaan khususnya pencegahan erosi dan pencarian sumber air bersih dan di bidang pengairan.  Teknologi masuk desa menyebabkan deversifikasi produk, misalnya teknologi

tepat guna di bidang pertanian dan peternakan meningkatkan produksi desa, sehingga penghasilan penduduk desa dapat bertambah.

 Campur tangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah telah meningkatkan kualitas dan kuantitas di bidang wiraswasta seperti kerajinan tangan, industri rumah tangga, peternak unggas dan sapi.

(34)

59 Pengetahuan dan kesadaran mempunyai keluarga kecil telah mulai diresapi di banyak daerah pedesaan.

 Berkembangnya koperasi dan organisasi sosial di pedesaan telah menunjukkan bukti juga adanya pengaruh positif di daerah pedesaan.

b. Dampak negatif :

 Penetrasi kebudayaan kota ke desa yang tidak sesuai dengan kebudayaan atau tradisi desa mengganggu tata pergaulan atau seni budaya desa. Misalnya

pe garuh dari fashion-show , atau er agai ko tes ke a tika telah ditiru oleh

para wanita di beberapa daerah pedesaan.

 Pengaruh televisi mempunyai segi negatif, misalnya pengaruh dari film-film barat yang berbau kejahatan dapat meningkatkan kriminalitas di pedesaan.  Terbukanya kesempatan kerja dan daya tarik kota di berbagai bidang telah

banyak menyerap pemuda desa sehingga desa mengalami pengurangan tenaga potensial di bidang pertanian karena yang tinggal di pedesaan hanya orang-orang tua yang semakin kurang produktif.

 Motivasi urbanisasi tinggi sehinga terjadi perluasan kota dan masuknya orang-orang kota ke daerah pedesaan yang telah banyak mengubah tata guna lahan di pedesaan, terutama di tepian kota yang berbatasan dengan kota. Banyak daerah hijau telah menjadi daerah pemukiman atau bangunan lainnya.

 Munculnya slum area dan squatter area.

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Obyek Penelitian

3.1.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dengan judul Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap

Permukiman di Kawasan Solobaru ini berlokasi di Kota Surakarta dan Kawasan

(35)

60 perkembangan Kota Surakarta. Penentuan lokasi penelitian ini, didasarkan pada

pertimbangan bahwa perkembangan Kawasan Solobaru dipandang relatif

dipengaruhi oleh Kota Surakarta walaupun ada faktor lain di luar Kota Surakarta

maupun Kawasan Solobaru yang mempengaruhinya. Berdasarkan studi tim P2KT

(Proyek Pengembangan Kota Terpadu) pada tahun 2000 Kota Surakarta

mengalami pemekaran kota seluas ±12000 ha yang terjadi pada hinterlandnya

yakni seluas ±7000 ha pada kabupaten Sukoharjo (Baki, Grogol, dan Kartasura)

dan seluas ±5000 ha pada kabupaten Karanganyar (Ngringo dan Colomadu). Hal

ini menunjukkan bahwa pemekaran Kota Surakarta lebih banyak berkembang

mengarah ke bagian selatan yakni kabupaten Sukoharjo. Banyak penduduk

Kawasan Solobaru yang memilih tinggal di Kawasan Solobaru karena dekat

dengan Kota Surakarta. Penduduk di Kawasan Solobaru juga tidak sedikit yang

menggunakan fasilitas di Kota Surakarta.

3.1.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dengan judul Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta

terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru ini adalah 6 bulan yakni dari bulan

februari sampai bulan juli 2010.

Tahun penelitian ditentukan tahun 1975 – 2005 karena kurun waktu 30

tahun tersebut digunakan untuk mencari pengaruh dari perkembangan Kota

Surakarta terhadap permukiman di Kawasan Solobaru. Tahun 1975 dipilih sebagai

awal penelitian karena pada tahun 1970 terjadi industrialisasi dan urbanisasi di

Kota Surakarta hingga menyebabkan pemekaran kota pada tahun 1980. Kemudian

pada tahun 1984 merupakan awal mula perkembangan Kawasan Solobaru yang

dimulai dengan pembangunan perumahan di Kawasan Solobaru oleh PT. PSP.

3.2 Jenis Penelitian

Jenis penelitian dengan judul Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta

terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru ini adalah penelitian deskriptif –

eksplanatory. Menurut Sugiyono (2003), penelitian deskriptif eksplanatory adalah

(36)

61 serta hubungan antara satu variable dengan variable yang lain. Penelitian

deskriptif eksplanatory yang dilakukan dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Penelitian deskriptif

Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha

menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya.

Penelitian ini juga sering disebut non eksperimen, karena pada penelitian ini

penelitian tidak melakukan kontrol dan manipulasi variabel penelitian.

Dengan metode deskriptif, penelitian memungkinkan untuk melakukan

hubungan antar variabel, menguji hipotesis, mengembangkan generalisasi, dan

mengembangkan teori yang memiliki validitas universal.

Dalam penelitian ini, pendekatan deskriptif digunakan untuk memaparkan

perkembangan Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru dalam kurun waktu 30

tahun yakni tahun 1975 sampai 2005. Deskriptif perkembangan kota yang

dipaparkan adalah perkembangan fisik, ekonomi dan sosial.

b. Penelitian eksplanatory

Penelitian eksplanatory merupakan penelitian yang bertujuan untuk

menjelaskan bagaimana sebuah fenomena sosial terjadi. Dalam penelitian ini,

pendekatan eksplanatory digunakan dalam pembahasan yakni dalam

menganalisis variabel perkembangan Kota Surakarta yang berpengaruh

terhadap permukiman di Kawasan Solobaru. Analisis tersebut dilakukan

dengan path analisys untuk menemukan besaran pengaruh dari setiap

indikator perkembangan Kota Surakarta yang berpengaruh terhadap

permukiman di Kawasan Solobaru.

3.3 Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan cara

verifikasi dari kajian pustaka. Adapun variabel yang digunakan adalah variabel

independent, variabel dependent dan variabel lain.

a. Variabel Independent

Variabel independent merupakan variabel bebas. Yang dimaksud variabel

bebas dalam penelitian ini adalah faktor perkembangan Kota Surakarta yang

(37)

62 perkembangan Kota Surakarta yang dianggap dominan berpengaruh terhadap

perkembangan hinterlandnya, yakni sebagai berikut :

Tabel 3.1 Variabel Independent dalam Penelitian

Faktor Perkembangan

Kota Surakarta

Verifikasi variabel penelitian dengan landasan pustaka

Deskripsi Tokoh

Pertambahan Jumlah Penduduk

Salah satu faktor perkembangan kota adalah faktor penduduk, yaitu adanya pertambahan penduduk, baik disebabkan karena pertambahan alami maupum karena migrasi.

Hendarto (1997)

Pertambahan Rumah

Perkembangan suatu kota salah satunya ditandai oleh meningkatnya jumlah penduduk. Pertambahan penduduk dalam suatu wilayah perkotaan selalu diikuti oleh peningkatan kebutuhan ruang.

Yunus (1987)

Luas

Permukiman

Perkembangan suatu kota salah satunya ditandai oleh meningkatnya jumlah penduduk. Pertambahan penduduk dalam suatu wilayah perkotaan selalu diikuti oleh peningkatan kebutuhan ruang.

Perkembangan suatu kota salah satunya ditandai oleh meningkatnya jumlah penduduk. Pertambahan penduduk dalam suatu wilayah perkotaan selalu diikuti oleh peningkatan kebutuhan ruang.

Yunus (1987)

Prasarana Jalan Perkembangan suatu kota salah satunya ditandai oleh meningkatnya jumlah penduduk. Pertambahan penduduk dalam suatu wilayah perkotaan selalu diikuti oleh peningkatan kebutuhan ruang.

Yunus (1987)

Peningkatan PDRB

Salah satu faktor perkembangan kota adalah faktor sosial ekonomi, yaitu peningkatan PDRB kota dan perkembangan kegiatan usaha masyarakat.

Hendarto (1997)

Interaksi Sosial Salah satu faktor perkembangan kota adalah faktor sosial budaya, yaitu adanya perubahan pola kehidupan dan tata cara masyarakat akibat pengaruh luar/interaksi sosial, komunikasi, dan sistem informasi.

Hendarto (1997)

Sumber : Hasil Identifikasi, 2010

Jumlah sarana yang dimaksud dalam penelitian ialah jumlah sarana

perdagangan, kesehatan, dan pendidikan. Sedangkan sarana industri dan

rekreasi menjadi variabel lain, karena industri besar di Kota Surakarta sudah

semakin berkurang meskipun terdapat industri kreatif yang semakin

bermunculan, dan Kota Surakarta bukanlah kota untuk tujuan rekreasi tetapi

hanyalah kota rekreatif. Berikut adalah penurunan jumlah industri besar di

(38)

63

Gambar 3.1 Penurunan Jumlah Industri Besar di Kota Surakarta

b. Variabel Dependent

Variabel dependent merupakan variabel terikat. Yang dimaksud variabel

terikat dalam penelitian ini yaitu :

 Jumlah Penduduk Kawasan Solobaru

 Jumlah Rumah Kawasan Solobaru

 Luas Permukiman Kawasan Solobaru

 Jumlah Sarana Kawasan Solobaru c. Variabel Lain

Variabel lain adalah faktor yang mempengaruhi variabel dependent tetapi

tidak dijadikan variabel independent, seperti :

 Bertambahnya pedagang kaki lima atau sektor informal lain yang berkembang di Kota Surakarta.

 Bertambahnya industri kreatif yang semakin banyak di Kota Surakarta.

 Meningkatnya prasarana jalan di Kawasan Solobaru.

 Bertambahnya tempat rekreasi di Kota Surakarta.

 Perkembangan komunikasi dan sistem informasi.

 Dan faktor lainnya yang dapat mempengaruhi variabel dependent.

3.4 Populasi dan Sampel

Menurut Singarimbun (1995), populasi ialah jumlah keseluruhan dari unit

analisa yang ciri-cirinya akan diduga. Populasi yang akan dijadikan dasar

pengambilan sample dalam penelitian ini adalah penduduk yang ada di Kota

(39)

64 Menurut Suharsimi (1996), sampel adalah sebagian atau wakil populasi

yang diteliti. Perhitungan sample menurut Gay dan Diehl, 1992 (dalam artikel

“Teknik Sampling” oleh Hasan Mustafa, 2000) dalam penelitian perbandingan kausal, sample yang digunakan adalah minimal 30. Karena penelitian ini

merupakan penelitian yang bersifat kausalitas, maka dalam penelitian ini sampel

yang diambil adalah 30.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data

sekunder.

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya, diamati,

dan dicatat untuk pertama kalinya. Data primer ini diperoleh dari hasil

pengamatan lapangan pada waktu studi dilakukan, angket (kuesioner) dan

wawancara dengan informan yang terkait. Instrument yang digunakan adalah

pedoman wawancara, angket (kuesioner) bagi sejumlah responden.

b. Data Sekunder

Merupakan data yang diperoleh tidak secara langsung. Data ini diperoleh

dari instansi-instansi terkait dengan penelitian ini.

Berikut ini adalah tabel kebutuhan data primer dan data sekunder yang

digunakan dalam penelitian ini :

Tabel 3.2 Data yang Digunakan dalam Penelitian

Aspek Data Sifat Jenis Data Sumber

Fisik

a. Literatur mengenai sejarah perkembangan Kota Surakarta dan Solobaru.

Kualitatif Sekunder

(40)

65 b. Kebijakan penggunaan lahan di

Kota Surakarta dan Solobaru

(RTRW Surakarta, RTRW

kabupaten Sukoharjo, dan RUTR Kawasan Solobaru).

Kualitatif Sekunder

Solobaru

c. RTRW provinsi Jawa Tengah Kualitatif Sekunder

d. Data dan peta penggunaan lahan di Kota Surakarta dan Solobaru.

Kuantitatif dan Kualitatif

Sekunder

e. Data jumlah rumah dan luas permukiman di Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru.

Kuantitatif Sekunder

f. Data jumlah sarana perkotaan

(pendidikan, kesehatan,

perdagangan) dan prasarana jalan di Kota Surakarta dan Solobaru.

Kuantitatif Sekunder

Ekonomi a. PDRB Kota Surakarta Kuantitatif Sekunder BPS

Sosial

a. Jumlah penduduk tahun

1975-2005 Kuantitatif Sekunder

BPS, Kecamatan, Penduduk (wawancara,

kuesioner), observasi.

b. Interaksi Sosial Budaya Kualitatif Primer

Sumber : Identifikasi Peneliti

Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

a. Wawancara

Wawancara merupakan suatu teknik mendekati sumber informasi dengan

jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan secara sistematis dan berdasarkan

tujuan penelitian. Wawancara merupakan percakapan dengan tujuan tertentu

dan dilakukan oleh pewawancara dan informan (Moleong, 1993).

Dalam penelitian ini wawancara dilakukan dengan pendekatan

menggunakan petunjuk umum wawancara yaitu pewawancara membuat

kerangka dan garis besar pokok-pokok yang ditanyakan dalam proses

wawancara kepada informan yang bertindak sebagai responden yang terdiri

dari sejumlah penduduk yang tinggal di Kawasan Solobaru serta instansi

pemerintah. Dalam penelitian ini digunakan teknik wawancara terbuka yaitu

wawancara yang dilakukan secara terbuka, akrab dan penuh kekeluargaan.

Wawancara terbuka ini terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang menuntut

(41)

66

beberapa kata atau hanya pada jawaban “ya” atau “tidak” saja, tetapi dapat

memberikan keterangan dan cerita yang panjang. Wawancara ini dimaksudkan

untuk memperoleh informasi yang sifatnya mendalam terhadap

masalah-masalah yang diajukan.

b. Observasi Langsung

Menurut Sutrisno Hadi (Metode Research, 1981), observasi adalah suatu

proses pengumpulan data dengan cara mengadakan pengamatan kemudian

melakukan pencataan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang

terjadi.

Observasi ini dilakukan untuk memperoleh informasi tentang apa yang

dilihat dan diperhatikan pada saat dilapangan. Kegiatan ini tidak hanya

dilakukan sekali melainkan berulang-ulang. Sebab dengan pengulangan

diharapkan data yang diperoleh akan lebih valid dan akan diperoleh hasil yang

nyata dan mendalam.

Dalam penelitian ini, data hasil observasi digunakan untuk mengetahui

interaksi penduduk Kawasan Solobaru dengan Kota Surakarta sehingga dapat

digunakan untuk mendukung data yang lain.

c. Dokumentasi

Teknik dokumentasi dilakukan untuk mengumpulkan data guna

mendukung penelitian. Teknik dokumentasi bertujuan untuk memperoleh data

berdasarkan sumber-sumber yang berasal dari buku-buku, literatur, laporan

serta dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan penulisan. Dokumen ini

dapat diperoleh dari lembaga pemerintah dan arsip serta dokumen pribadi. Hal

ini sesuai dengan pendapat H.B Sutopo (Metode Penelitian Kualitatif, 1990),

yaitu bahwa dokumen dan arsip adalah sumber informasi tertulis yang

berkaitan dengan suatu peristiwa atau kegiatan.

Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa metode dokumentasi

adalah cara pengumpulan data yang dibutuhkan sebagai bukti dan keterangan

dalam bentuk tulisan maupun yang tampak. Dokumentasi yang digunakan

dalam penelitian ini adalah berupa arsip yang berkaitan dengan perkembangan

(42)

67 d. Kuesioner

Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang telah disiapkan terlebih dahulu

untuk dijawab oleh responden. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan

teknik kuesioner untuk mengetahui sikap responden terhadap pengaruh

perkembangan Kota Surakarta terhadap permukiman di Kawasan Solobaru.

Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner terbuka, yaitu kuesioner yang

memberi kesempatan penuh memberi jawaban menurut apa yang dirasa perlu

oleh responden.

Dalam penelitian ini diusahakan memperoleh validitas data yang dapat

dipertanggung jawabkan. Validitas merupakan keakuratan data yang telah

dikumpulkan yang nantinya akan dianalisa dan ditarik kesimpulannya pada

akhir penelitian. Usaha meningkatkan validitas data dilakukan dengan :

 Trianggulasi

Menurut Moleong (1993), trianggulasi merupakan teknik pemeriksaan

keabsahan data dengan menggunakan sesuatu yang lain selain data

tersebut untuk memeriksa atau untuk membandingkan data yang telah ada

tersebut.

Untuk menjamin kesahan data yang diperoleh dalam penelitian ini

maka dilakukan dengan trianggulasi data. Trianggulasi dilakukan dengan

trianggulasi data sumber. Trianggulasi data sumber dalam penelitian ini

diperoleh dengan cara mengumpulkan beberapa data dari berbagai sumber

yang berbeda baik dari hasil wawancara, observasi, kuesioner maupun

dokumentasi yang telah diperoleh untuk mendapatkan data yang sama

jenis, memperoleh kepercayaan terhadap suatu data dengan

membandingkan data yang diperoleh dari sumber yang berbeda sehingga

data yang satu akan dikontrol dengan data yang lain.

 Review Informan

Selain teknik pemeriksaan data dengan trianggulasi data, digunakan

(43)

68 informasi yang sama kepada informan yang berbeda. Menurut H.B Sutopo

(Metode Peneltian Kualitataif, 1990), review informan adalah laporan

yang diperiksa kembali key informan untuk mengetahui apakah yang

ditulis merupakan sesuatu yang disetujui oleh mereka.

3.6 Metode Analisis

Analisis data yang dipergunakan dalam mengolah data atau informasi

yang diperoleh baik data yang berupa hasil wawancara, kuesioner maupun data

hasil observasi disinkronkan dengan teori yang mendasari dan kemudian

dilakukan analisis. Sedang yang dimaksud dengan analisis sendiri adalah proses

penyusunan data agar dapat ditafsirkan yaitu dengan menggolongkan,

mengurutkan, menstrukturisasikan sampai dengan mengumpulkan data sehingga

mempunyai arti.

Analisis yang digunakan untuk mencapai tujuan dari penelitian ini adalah

sebagai berikut :

a. Analisis perkembangan kota

Analisis yang dilakukan adalah analisis deskriptif untuk mengetahui

perkembangan Kota Surakarta dan perkembangan Kawasan Solobaru dengan

kurun waktu 30 tahun yakni dari tahun 1975 sampai 2005. Analisis ini

dilakukan dengan dasar data (tahun 1975-2005) mengenai perkembangan Kota

Surakarta dan perkembangan Kawasan Solobaru serta peta perkembangan

permukiman yang dioverlay dari tahun ke tahun. Perkembangan kota yang

dianalisis secara deskriptif ini meliputi perkembangan fisik, ekonomi, dan

sosial kedua kota.

b. Analisis pengaruh perkembangan Kota Surakarta terhadap permukiman di

Kawasan Solobaru

Analisis yang dilakukan menggunakan metode deskriptif eksplanatori

dimana data yang ada mengenai perkembangan Kota Surakarta dan Kawasan

Solobaru kemudian dikaji dengan teori untuk mengetahui bagaimana

pengaruhnya. Sedangkan untuk besaran pengaruhnya akan dijelaskan dengan

(44)

69 c. Analisis Jalur (Path Analysis)

Menurut Robert D. Retherford (dalam Ali Muhidin, Sambas dan Maman

Abdurahman, 2009), analisis jalur ialah suatu teknik untuk menganalisis

hubungan sebab akibat yang tejadi pada regresi berganda jika variabel

bebasnya mempengaruhi variabel tergantung tidak hanya secara langsung

tetapi juga secara tidak langsung. Analisis jalur (path analysis) dikembangkan

oleh Sewall Wright, 1934 (dalam Ali Muhidin, Sambas dan Maman

Abdurahman, 2009). Analisis jalur digunakan untuk mengetahui pengaruh

secara serempak atau mandiri beberapa variabel penyebab terhadap sebuah

variabel akibat. Analisis jalur merupakan pengembangan korelasi yang diurai

menjadi beberapa interpretasi akibat yang ditimbulkannya. Lebih lanjut,

analisis jalur mempunyai kedekatan dengan regresi berganda, atau dengan

kata lain, regresi berganda merupakan bentuk khusus dari analisis jalur.

Teknik ini juga dikenal sebagai model sebab-akibat (causing modeling).

Penamaan ini didasarkan pada alasan bahwa analisis jalur memungkinkan

pengguna dapat menguji proposisi teoritis mengenai hubungan sebab dan

akibat tanpa memanipulasi variabel-variabel.

Dalam penelitian ini, analisis jalur (path analysis) menggunakan SPSS

yang digunakan untuk mengetahui besaran pengaruh variabel perkembangan

Kota Surakarta terhadap variabel perkembangan permukiman di Kawasan

Solobaru baik secara bersama-sama maupun secara parsial.

d. Model Analisis Jalur

Model merupakan representasi dari suatu sistem yang sedang diamati.

Dalam penelitian ini, model yang digunakan adalah model skematis dan

matematis. Model skematis dibuat dalam suatu diagram jalur yang digunakan

untuk menggambarkan kerangka hubungan kausal antar jalur (satu variabel

terhadap variabel lainnya). Sedangkan model matematisnya merupakan model

persamaan regresi yang juga menjelaskan hubungan antara variabel bebas

dengan variabel terikat. Dalam analisis jalur terdapat banyak model jalur yaitu

model satu persamaan jalur, model dua persamaan jalur, model tiga persamaan

Gambar

Gambar 3.3 Kerangka Penelitian
Tabel 4.3 Prasarana Jalan di Kota Surakarta Tahun 1975-2005
Tabel 4.4 PDRB Kota Surakarta
Gambar 4.7 Tingkat Ekonomi (PDRB) Kota Surakarta Tahun 1975-2005
+7

Referensi

Dokumen terkait

Banyak faktor yang mempengaruhi peningkatan prestasi Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan salah satu diantaranya adalah penggunaan metode Progresif.

Melalui penelitian ini dapat diketahui sejauh mana Prototype penerapan knowledge management system responsive Mobile Android dengan harapan mendapatkan tambahan informasi dan

•  Tidak direkomendasikan pada tahap awal identifikasi kebutuhan pelanggan à karena tidak menangkap kebutuhan konsumen yang tersembunyi..

SP. Ibadah Hari Minggu Pelkat PA dan Pelkat PT tetap dilaksanakan. Jadwal Ibadah Keluarga dan Ibadah Pelkat tahun 2017 agar diserahkan ke Kantor Majelis Jemaat GPIB Jemaat

Abstrak.Pseudomonas aeruginosa merupakan patogen utama bagi manusia yang disebut patogen oportunistik, bakteri ini menjadi problema serius pada pasien rumah sakit yang

Babakan yang pertama, untuk Undang-Undang Dasar yang disusun dan ditetapkan di dalam suatu konfigurasi politik yang demokratis, karakter konstitusi ekonomi yang

Adapun materi fisika yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Pengukuran, Listrik, Suhu dan Kalor dengan 8 (delapan) produk gambar yang dibuat untuk

Reference Group atau Kelompok Acuan berpengaruh terhadap Perpindahan Merek ( Brand Switching) sesuai hasil penelitian Mantasari (2013).Hal ini didukung dengan