• Tidak ada hasil yang ditemukan

FUNGSI TORTOR PADA ACARA MANDINGGURI DALAM UPACARA KEMATIAN SAYUR MATUA MASYARAKAT SIMALUNGUN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FUNGSI TORTOR PADA ACARA MANDINGGURI DALAM UPACARA KEMATIAN SAYUR MATUA MASYARAKAT SIMALUNGUN."

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

FUNGSI TORTOR PADA ACARA MANDINGGURI DALAM

UPACARA KEMATIAN SAYUR M ATUA

MASYARAKAT SIMALUNGUN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

KHATARINA CLAUIDAH T

NIM 2113340024

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TARI

JURUSAN SENDRATASIK

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan kasihNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan baik dengan judul “Fungsi Tortor pada Acara Mandingguri dalam Upacara Kematian Sayur Matua Masyarakat Simalungun”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Tari di Universitas Negeri Medan.

Sebagai manusia yang memiliki keterbatasan pengetahuan, penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi penulisan, tata bahasa dan penyampaian ide penulis. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun untuk perbaikan dimasa yang akan datang.

Dalam penyelesaian tugas akhir ini, penulis juga mengalami berbagai kesulitan. Namun berkat doa dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini. Disini penulis dengan segala kerendahan hati mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr Syawal Gultom, M.Pd selaku Rektor Universitas Negeri Medan. 2. Dr. Isda Pramuniati, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Bahasa dan Seni

Universitas Negeri Medan

3. Uyuni Widiastuti, M.Pd selaku Ketua Jurusan Sendratasik

4. Sitti Rahmah, S.Pd, M.Si selaku Ketua Program Studi Pendidikan Tari yang telah memberi bimbingan dengan penuh kesabaran kepada penulis. 5. Dra. RHD Nugrahaningsih, M.Si selaku Pembimbing Skripsi I dan

Irwansyah, M.Sn selaku Pembimbing Skripsi II, yang telah memberi dorongan, banyak masukan, arahan, nasehat dan motivasi kepada penulis selama penulis menyelesaikan Skripsi ini.

6. Drs. Inggit Prastiawan, M.Sn selaku Dosen Pembimbing Akademik.

7. Seluruh Staf Dosen Pengajar di Jurusan Sendratasik khusunya Program Studi Pendidikan Tari yang telah banyak memberikan dorongan dan motivasi dalam menyelesaikan perkuliahan.

(7)

9. Drs. Riten Sipayung dan Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si selaku Narasumber yang memberikan banyak informasi dan masukan mengenai Tortor dalam acara Mandingguri.

10. Ucapan terimakasih kepada Sahabat tercinta Elisabeth Butar-butar, Dyna Samosir, Maria Rosha Manik, S.Pd dan seluruh teman-teman Stambuk 2011 Program Studi Pendidikan Tari serta seluruh personil Bigbongky : Lisna Romadani Harahap, Valent Tarihoran, Siti Khodijah Batubara, Elita Mandayarni Sitompul dan semua teman-teman yang membantu yang tidak bisa dituliskan satu per satu.

Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang turut membantu dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 2015 Penulis

(8)

ABSTRAK

Khatarina Clauidah T, NIM : 2113340024. Fungsi Tortor pada Acara Mandingguri dalam Upacara Kematian Sayur Matua Masyarakat Simalungun. Skripsi. Medan : Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan, 2015.

Upacara adat kematian Sayur Matua yang di dalamnya terdapat acara Mandingguri adalah upacara yang dilaksanakan oleh Masyarakat Simalungun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana fungsi Tortor pada acara Mandingguri dalam upacara kematian Sayur Matua masyarakat Simalungun.

Untuk membahas tujuan penelitian di atas, digunakan teori-teori yang berhubungan dengan topik penelitian ini yaitu teori fungsi dari Anthony Shay. Waktu yang digunakan dalam penelitian dalam membahas Fungsi Tortor pada Acara Mandingguri dalam Upacara Kematian Sayur Matua Masyarakat Simalungun selama 2 bulan yaitu bulan Juni 2015 sampai Juli 2015. Tempat lokasi penelitian adalah desa Dolog Uluan Pamatang Raya, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Analisis data pada penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif, teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, studi pustaka, wawancara, dan dokumentasi.

Hasil penelitian berdasarkan data yang terkumpul dapat diketahui bahwa acara Mandingguri adalah salah satu kegiatan dalam upacara adat untuk kematian bagi masyarakat Simalungun. Acara ini dilakukan apabila kematian yang terjadi pada orang tua yang sudah uzur usianya, dimana seluruh anak-anaknya baik laki-laki maupun perempuan sudah berumah tangga dan juga seluruhnya sudah memiliki keturunan. Tortor dalam acara adat Mandingguri bukan hanya sebatas kelengkapan atau kebesaran adat itu sendiri, namun juga sebuah media bagi keluarga untuk mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan umur yang panjang kepada orang tua yang meninggal tersebut. Selain dari itu pada acara adat Mandingguri merupakan acara adat dimana seluruh kerabat pihak Tolu Sahundulan melaksanakan peran sesuai dengan statusnya dalam sistem kekerabatan baik dalam Manortor pada saat terlaksananya acara adat.

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Batas Wilayah Simalungun ... 27

Tabel 4.2. Tutur Manorus ... 38

Tabel 4.3. Tutur Halmouan (kelompok) ... 39

Tabel 4.4. Tutur Natipak (kehormatan) ... 40

Tabel 4.5. Urutan Pelaksanaan Tortor Pada inti Acara Mandingguri... 60

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Bagan Kerangka Konseptual ... 17

Gambar 4.1. Peta Kabupaten Simalungun ... 29

Gambar 4.2. Pelaksanaan Ibadah ... 47

Gambar 4.3. Penyerahan demban kepada tondong pamupus... 48

Gambar 4.4. Pamakkeon porsa kepada tondong pamupus ... 49

Gambar 4.5. Pamakkeon porsa dari tondong pamupus... 50

Gambar 4.6. Penyerahan demban kepada panggual ... 51

Gambar 4.7. Panggual dan panarune ... 51

Gambar 4.8. Pemukulan gonrang oleh cucu ... 52

Gambar 4.9. Pemukulan gonrang oleh cucu ... 53

Gambar 4.10. Pemain gonrang memainkan gual parahot ... 54

Gambar 4.11. Manortor di tempat ... 55

Gambar 4.12. Manortor mengelilingi ... 55

Gambar 4.13. Boru mendatangi Sanina dengan gerak sombah ... 56

Gambar 4.14. Nyanyian dukacita keluarga ... 57

Gambar 4.15. Nyanyian Sukacita ... 58

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Kabupaten Simalungun adalah salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Sumatera Utara, yang didiami oleh beberapa suku seperti suku Batak Toba, Karo, Mandailing dan suku yang pendatang dari luar Sumatera Utara seperti suku Jawa, Minangkabau, dan Cina. Mayoritas masyarakat Kabupaten Simalungun adalah suku Simalungun. Secara umum, yang menjadi mata pencaharian oleh masyarakat Simalungun adalah bertani, sehingga masyarakat Simalungun senantiasa berorientasi dengan alam.

Kabupaten Simalungun memiliki kebudayaan yang menghasilkan banyak kesenian daerah dan upacara adat, dan hal tersebut masih dilakukan oleh masyarakat Simalungun sebagai upaya mensyukuri anugerah alam dan berkah yang diberikan oleh Tuhan kepada mereka. Kesenian dan upacara adat yang terdapat dalam masyarakat Simalungun adalah warisan leluhur yang turun temurun dari generasi ke generasi yang masih selalu dilakukan sampai sekarang. Salah satu warisan tersebut adalah upacara adat. Upacara adat pada masyarakat Simalungun terbagi atas beberapa bagian seperti upacara adat Marhajabuan (perkawinan), upacara adat marujung goluh sayur matua (kematian), upacara adat mangongkal holi (mengangkat tulang-belulang orang yang sudah lama meninggal

dunia) dan masih banyak upacara yang lainnya.

(12)

menghadap Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu upacara-upacara adat yang terdapat pada proses tatanan kehidupan tersebut juga dilakukan oleh masyarakat Simalungun baik itu upacara adat kelahiran, perkawinan dan kematian. Seluruh pelaksanaan upacara adat tersebut melibatkan sistem kekerabatan yang berlaku pada masyarakat Simalungun.

Masyarakat Simalungun memiliki ikatan dalam sistem kekerabatan yang tanpa ikatan ini, upacara adat apapun tidak dapat dilakukan. Sistem kekerabatan masyarakat Simalungun disebut tolu sahundulan (tiga kelompok yang memiliki kedudukan secara utuh dan menyeluruh). Tolu Sahundulan 1 menempatkan sesorang secara pasti sejak lahir sampai meninggal dunia. Dalam Tolu sahundulan, ketiga unsur tersebut harus ada dan harus berperan dalam aktivitas

adat istiadat masyarakat Simalungun. Tanpa ketiga unsur tersebut, aktivitas adat-istiadat tidak akan dilaksanakan. Tolu Sahundulan terdiri dari tondong, boru, dan sanina. Tondong adalah keluarga atau anggota kerabat dari kelompok isteri atau

kelompok orang-orang yang posisinya di atas. Boru adalah keluarga atau anggota kerabat dari kelompok suami atau kelompok orang-orang yang posisinya dibawah. Dengan demikian, tondong dan boru adalah status yang diberikan jika seseorang sudah menikah, sementara sanina adalah hubungan sedarah karena merupakan satu keturunan atau kelompok orang-orang yang posisinya sejajar.

Selain Tolu Sahundulan, pihak lain yang juga penting pada pelaksanaan upacara adat adalah Hasoman Sahuta (warga desa), yang berpartisipasi dalam hal

1

(13)

membantu dalam pekerjaan, dari pekerjaan yang kecil sampai yang besar dalam suatu acara adat. Hasoman Sahuta merupakan warga desa yang berada di dalam lingkungan keluarga yang memiliki acara adat tersebut.

Salah satu upacara adat yang sampai sekarang masih dilakukan oleh masyarakat Simalungun adalah upacara adat marujung goluh2 sayur matua yang upacara ini adalah upacara kematian yang dilakukan kepada orangtua yang kematiannya sudah uzur usianya, dan sudah memiliki cucu dari anaknya laki-laki maupun perempuan. Pada zaman dahulu, yang dapat melaksanakan acara Mandingguri adalah keluarga dimana seluruh anak-anaknya sudah menikah, akan

tetapi sesuai berkembangnya zaman dan perubahan masa, masyarakat Simalungun sudah mengadakan upacara adat sayur matua walaupun masih ada anaknya laki-laki ataupun perempuan yang belum menikah, namun demikian walaupun anaknya tersebut belum menikah tetapi sudah dapat menanggung hidupnya sendiri atau sudah dikatakan dewasa dan sudah bekerja, serta umur dari anak-anaknya tersebut minimal sudah berusia tiga puluh tahun. Dalam kondisi seperti tersebut diatas, upacara ini sudah boleh dilaksanakan sesuai kesepakatan dan persetujuan antara pihak keluarga besar dengan tulang dari orang tua yang meninggal tersebut. (Hasil wawancara dengan Bapak Riten Sipayung, 20/06/2015).

Dalam pelaksanaan upacara adat kematian Sayur Matua dibagi dalam dua acara, yang pertama adalah acara mangiligi (baca: Mangiliki) dan yang kedua adalah acara mandingguri. Pada acara adat kematian mangiligi acara tersebut diadakan pada siang hari, dan acara adat mandingguri adalah acara adat yang

2

(14)

dilakukan pada malam hari. Kedua acara tersebut adalah pemberian rasa hormat kepada orang tua yang meninggal tersebut. Selain perbedaan waktu pelaksanaan, Mandingguri dan Mangiligi dibedakan atas bentuk penyajian acara adat yang ada

di dalamnya. Pada acara Mandingguri tidak ada acara Mangalo-alo tondong3, namun pada acara Mangiligi, mangalo-alo tondong terdapat di dalamnya.

Upacara adat Sayur Matua yang didalamnya terdapat acara Mandingguri dilaksanakan oleh seluruh keturunan, kerabat, dan keluarga yang dimiliki oleh orangtua yang meninggal tersebut. Dalam bahasa Simalungun Mandingguri berasal dari kata dinggur yang berarti berjaga. Jadi tugas para keluarga atau kerabat bukan hanya memberi penghormatan, namun tetap berjaga di dekat orangtua yang meninggal tersebut. Mandingguri dalam upacara ini bukan hanya sebatas kelengkapan atau kebesaran adat itu sendiri, namun juga sebuah media keluarga untuk mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan umur yang panjang kepada orangtua yang meninggal tersebut dan sudah mengentaskan anaknya pada kemandirian hidup.

Pelaksanaan acara adat Mandingguri menyertakan tortor (tari) sebagai sarana yang penting untuk menyampaikan rasa hormat. Selain itu melalui tortor akan ditunjukkan peran seseorang dalam sistem kekerabatan sebagai pihak pelaksana acara adat tersebut, dengan demikian dari penjelasan di atas, penulis tertarik untuk membahas dengan lebih rinci fungsi Tortor pada acara adat Mandingguri dalam upacara kematian Sayur Matua. Tortor berperan penting

sebab dengan adanya tortor maka upacara tersebut akan berjalan sesuai dengan

3

(15)

adat pada masyarakat Simalungun. Tortor merupakan salah satu hal yang sangat diperlukan untuk mencapai tujuan dalam keterlaksanaan, kelancaran, dan kesuksesan upacara ini, maka penulis memilih topik fungsi tortor untuk dijelaskan dalam bentuk karya ilmiah atau skripsi dengan judul penelitian “Fungsi Tortor pada Acara Mandingguri dalam Upacara Kematian Sayur Matua Masyarakat

Simalungun”

B. Identifikasi Masalah

Tujuan dari identifikasi masalah adalah agar penelitian yang dilakukan menjadi terarah, serta cakupan masalah tidak terlalu luas. Hal ini sejalan dengan pendapat Hadeli (2006:23) yang menyatakan bahwa : “Identifikasi masalah adalah suatu situasi yang merupakan akibat interaksi dua atau lebih faktor (seperti kebiasaan-kebiasaan, keadaan-keadaan, dan lain sebagainya) yang menimbulkan beberapa pertanyaan-pertanyaan.

Dari uraian di atas maka permasalahan penelitian ini dapat diidentifikasikan menjadi beberapa bagian yaitu :

1. Bagaimana urutan pelaksanaan pada acara Mandingguri dalam upacara adat Sayur Matua pada masyarakat Simalungun?

2. Bagaimana fungsi tortor pada pelaksanaan acara Mandingguri dalam Upacara adat Sayur Matua?

(16)

C. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya cakupan masalah yang diidentifikasikan serta keterbasan waktu, dana dan kemampuan teoritis, maka penulis merasa perlu mengadakan pembatasan masalah untuk memudahkan masalah yang diihadapi dalam penelitian. Batasan masalah merupakan upaya untuk menetapkan batas-batas permasalahan dengan jelas, yang memungkinkan kita untuk mengidentifikasikan faktor mana saja yang termasuk kedalam ruang lingkup permasalahan.

Hal ini sesuai dengan pendapat Sukardi (2003:30) yang mengatakan bahwa:

“Dalam merumuskan masalah ataupun membatasi permasalahan

dalam suatu penelitian sangatlah bervariasi dan tergantung pada kesenangan peneliti. Oleh karena itu perlu hati-hati dan jeli dalam mengevaluasi pembatasan permasalahan penelitian, dan dirangkum

kedalam beberapa pertanyaan yang jelas.”

Berdasarkan pendapat tersebut, penulis membatasi masalah penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana fungsi tortor pada pelaksanaan acara Mandingguri dalam Upacara adat Sayur Matua?

2. Bagaimana sistem kekerabatan pada acara Mandingguri dalam upacara adat Sayur Matua pada masyarakat Simalungun.

D. Rumusan Masalah

(17)

menemukan jawaban pertanyaan, maka dari itu perlu dirumuskan dengan baik, sehingga dapat mendukung untuk menemukan jawaban pertanyaan. Dalam perumusan masalah kita akan mampu untuk lebih memperkecil batasan-batasan yang telah dibuat dan sekaligus berfungsi untuk lebih mempertajam arah penelitian. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugiyono (2009:281) yang menyatakan

bahwa : “Supaya masalah dapat terjawab secara akurat, maka masalah yang akan

diteliti itu perlu dirumuskan secara spesifik”.

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dijabarkan pada latar belakang masalah, identifikasi masalah, serta pembatasan masalah maka menuntut penelitian ke arah perumusan. Agar penelitian dapat terfokus pada satu masalah yang akan ditinjau lebih lanjut. Maka perumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut : “Fungsi Tortor pada acara Mandingguri dalam upacara adat kematian Sayur Matua Masyarakat Simalungun”

E. Tujuan Penelitian

Setiap kegiatan yang dilakukan pasti memiliki tujuan, tanpa ada tujuan yang jelas maka penelitian yang diadakan akan sia-sia. Tujuan yang jelas memicu ide-ide baru dalam memecahkan masalah-masalah pada kegiatan yang dilakukan.

Sama halnya seperti menurut pendapat S. Margono (1997) “Penelitian bertujuan

(18)

dalam penelitian. Sesuai dengan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan fungsi tortor pada pelaksanaan acara Mandingguri dalam Upacara adat Sayur Matua.

2. Mendeskripsikan sistem kekerabatan pada acara Mandingguri dalam Upacara adat Sayur Matua pada masyarakat Simalungun.

F. Manfaat Penelitian

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, manfaat adalah guna atau faedah. Setiap peneliti pasti memperoleh hasil yang bermanfaat, yang dapat digunakan oleh peneliti, khayalak umum, maupun instansi tertentu. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai masukan bagi penulis dalan menambah pengetahuan dan wawasan mengenai Tortor pada acara Mandingguri dalam upacara adat kematian Sayur Matua masyarakat Simalungun.

2. Sebagai bahan informasi tertulis kepada masyrakat atau lembaga yang mengembangkan visi dan misi kebudayaan khususnya dibidang kesenian tradisional.

3. Sebagai bahan motivasi bagi setiap pembaca yang menekuni atau mendalami tari.

(19)

5. Sebagai motivasi di kalangan pemuda agar lebih membangkitkan rasa cinta akan tradisi dan adat istiadat.

6. Sebagai salah satu bahan masukan di Jurusan Sendratasik khususnya Program Studi Seni Tari, Universitas Negeri Medan.

(20)

BAB V

PENUTUP

A.Kesimpulan

Dari semua yang telah diteliti di lapangan dan berdasarkan dengan uraian yang sudah dijelaskan mulai dari latar belakang sampai dengan pembahasan, maka penulis dapat memperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Acara adat Mandingguri adalah salah satu kegiatan dalam upacara adat untuk kematian bagi masyarakat Simalungun. Acara ini dilakukan apabila kematian yang terjadi pada orang tua yang sudah uzur usianya, dimana seluruh anak-anaknya baik laki-laki maupun perempuan sudah berumah tangga dan juga seluruhnya sudah memiliki keturunan. Namun apabila salah seorang anaknya belum menikah namun sudah dapat menanggung hidupnya sendiri, upacara adat ini dapat dilaksanakan.

2. Tortor yang dilaksanakan dalam acara Mandingguri adalah bagian yang sangat penting dalam terlaksananya upacara ini, karena jika tanpa Tortor, maka upacara ini tidak dapat berjalan dengan baik. Melalui Tortor seseorang dapat melaksanakan perannya sesuai statunya dala sistem kekerabatan Masyarakat Simalungun yaitu Tolu Sahundulan.

3. Ada 7 macam jenis kematian dalam masyarakat Simalungun mulai dari yang terendah, yaitu : 1) Matei Dak-danak, 2) Matei Marlajar Garama, 3) Matei Garama, 4) Matei Matua/Matalpok, 5)Matei Sari Matua, 6) Matei

Sayur Matua, 7) Matei Layur Matua.

(21)

75

hidup dari orang tua yang meninggal tersebut. Tetapi sudah melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya selama hidup dan telah berhasil mengentaskan anak-anaknya kepada kemandirian hidup.

B.Saran

Adapun saran-saran yang diajukan sesuai penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Dengan dilakukan penelitian ini, penulis berharap kepada Masyarakat Simalungun yang menjadi pemilik dari upacara ini agar dapat memperhatikan dan menjaga keragaman dari adat dan budaya yang ada di masyarakatnya. Hal ini dikarenakan Tortor dalam upacara ini memiliki fungsi untuk penyampaian suatu tujuan.

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Alimut Hidayat. 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Surabaya : Salemba Media.

Hadi, Sumandiyo Y, Prof.Dr. 2000 “Sosiologi Tari: Sebuah Wacana Pengenalan

Awal” Yogyakarta.

Hadeli. 2006. Metode Penelitian Kependidikan. Padang. Quantum Teaching. Japiten Sumbayak. 2001. Refleksi Habonaron Do Bona Dalam Adat Budaya

Simalungun.

Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-3, 2001. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. Balai Pustaka.

Margono S, Drs. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan Komponen MKDK. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Nugrahaningsih, RHD. (2012). Tari Identitas dan Resistensi. Medan : UNIMED PRESS.

Peterson, Anya.2007. The Antropology of Dance, terjemahan F.X Widaryanto. Purba, Mansen, dan Saragih, OE,1994. Horja Sari Matua. Medan: Bina Budaya

Medan.

Purba, Jamin, 2011 “Upacara Adat Marhajabuan pada Masyarakat Simalungun Studi Analisis terhadap Tortor” Medan: Universitas Negeri Medan : Skripsi untuk meraih gelar sarjana Pendidikan : Unimed.

Saodoran, Lima. 2011. Kabupaten Simalungun, Medan; Mitra.

Saragih, Rianti,1994 “Toping-toping Simalungun studi deskriptif dan musikologis dalam Upacara Sayur Matua” Medan: Universitas Sumatera Utara : Skripsi untuk meraih gelar sarjana Seni : USU.

Soedarsono,1977. Tari-tarian Indonesia. Jakarta : Proyek pengembangan media kebudayaan direktorat jendral kebudayaan.

Soekanto, Prof. Dr. Mr. dan SoerjonoSoekanto, Dr. S.H, M.A. 1981. Pokok – Pokok Hukum Adat, Bandung :Penerbit Alumni.

(23)

Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Pendidikan. Alfabeta : Bandung. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta : Gramedia.

Surah, Susi Ningsih. 2012. “Keberadaan Horja Harangan pada Masyarakat Simalungun” Medan: Universitas Negeri Medan : Skripsi untuk meraih gelar sarjana Pendidikan : Unimed.

Zulhafni ,Wiwien P. 2013. Judul skripsi “Dokumentasi Tari Berdasarkan Fungsi di Kabupaten Simalungun”. Medan : Universitas Negeri Medan : Skripsi untuk meraih gelar sarjana Pendidikan : Unimed.

(24)

DAFTAR ACUAN INTERNET

https://dearmawantomunthe.wordpress.com/2011/09/10/sistem-kekerabatan-di-simalungun/

Gambar

Tabel 4.1.  Batas Wilayah Simalungun ......................................................

Referensi

Dokumen terkait

Tor-tor Husip-husip merupakan salah satu jenis tor-tor yang terdapat pada upacara adat kematian saurmatua yang dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan adat dan

kebutuhan adat yang bermakna menghormati yang meninggal (serta roh/ tondi orang itu dan tondi yang duluan meninggal) dan merupakan sebagai komunikasi antara dunia nyata dan

Oafam upacara Saur Mattia dan mangongkal HoH yang wajib dilaksanakan adalah pembagian jambar sebagai tanda kekerabatan yang memiliki berbagai fungsi dan makna. Untuk

1. Upacara Pajonjong Baringin adalah salah satu kegiatan dalam upacara adat untuk kematian bagi masyarakat Batak Toba. Upacara ini dilakukan apabila kematian

Dari gambaran permasalahan tersebut diatas yang menarik untuk melakukan penelitian tentang fungsi dan makna kerbau pada masyarakat Batak Toba dalam upacara kematian

adat yaitu upacara kematian sayur matua yang bertujuan untuk mengantarkan jenazah terakhir ketempat peristirahatnya. mereka mempercayai kematian sayur matua adalah suatu

(3) Porsa sangat penting bagi etnik Simalungun, karena hal ini merupakan tradisi yang sudah mereka jalankan sejak dahulu, sehingga sampai saat ini mereka tidak

Bagi masyarakat Simalungun pelaksanaan upacara kematian sudah menjadi tradisi turun temurun yang dilakukan bagi kerabat yang sudah meninggal apalagi sudah berada di fase sayur