• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKNA GERAK TORTOR MANGONDAS DALAM UPACARA KEMATIAN SAUR MATUA PADA MASYARAKAT BATAK TOBA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MAKNA GERAK TORTOR MANGONDAS DALAM UPACARA KEMATIAN SAUR MATUA PADA MASYARAKAT BATAK TOBA."

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

MAKNA GERAK TORTOR MANGONDAS DALAM UPACARA

KEMATIAN SAUR MATUA PADA MASYARAKAT

BATAK TOBA DI KABUPATEN SAMOSIR

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

RINDA TURNIP

NIM. 2113340039

PRODI PENDIDIKAN TARI

JURUSAN SENDRATASIK

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

▸ Baca selengkapnya: pasahat ulos saput saur matua

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Rinda Turnip, 2113340039. Makna gerak Tortor Mangondas dalam Upacara Kematian Saur Matua pada masyarakat Batak Toba. Jurusan Sendratasik. Program Studi Pendidikan Seni Tari. Fakultas Bahasa dan Seni. Universitas Negeri Medan. 2016

Tortor Mangondas adalah suatu ekspresi dukacita yang diciptakan untuk memenuhi

kebutuhan adat yang bermakna menghormati yang meninggal (serta roh/ tondi orang itu dan tondi yang duluan meninggal) dan merupakan sebagai komunikasi antara dunia nyata dan dunia lain (yang sudah meninggal) agar permohonan dari dunia ini dapat diberikan kepada nenek moyang dan tuah/ berkat dari mereka dapat diberikan kepada orang yang hidup terutama ahli warisnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa makna yang terkandung di dalam Tortor Mangondas pada masyarakat Batak toba.

Landasan teoritis dalam penelitian ini menggunakan satu teori, yaitu teori makna dan pengertian tortor mangondas serta upacara adat kematian.

Lokasi dan waktu penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Samosir dan waktunya selama dua bulan, populasi dan sampel terdapat beberapa penari dan tokoh seniman serta tokoh adat. Penulis melakukan observasi lapangan, dengan mengambil video, dokumentasi, dan melakukan wawancara dengan narasumber, serta melengkapi data-data lewat penelitian di Desa Siopat Sosor Kabupaten Samosir

Hasil penelitian berdasarkan data-data yang telah terkumpul dapat diketahui bahwa

Tortor Mangondas tak pernah nampak semata-mata sebagai sebuah bentuk tari dalam

masyarakat mana pun. Tetapi gerak-geraknya masih bisa dijelaskan makna dari setiap gerak yang dilakukan. Tortor Mangondas tercipta karna seseorang yang telah mati

saur matua tidak memiliki kesempatan diajak bicara oleh keluarga untuk

menyampaikan kata-kata perpisahan dan segala ungkapan isi hati. Nilai sosial ketika seorang masyarakat Batak Toba Mate Saur Matua dimana pihak hasuhutan mengadakan Tortor Mangondas dengan tujuan untuk menghormati orang tua dan sekaligus menyampaikan doa permohonan kepada Mulajadi Nabolon.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus yang

telah melimpahkan Rahmat dan kasih-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

Skripsi ini dengan baik dan tepat waktu. Skripsi ini yang berjudul “Makna Gerak

Tortor Mangondas Dalam Upacara Kematian Saur Matua Pada Masyarakat Batak Toba di Kabupaten Samosir” ini dibuat sebagai persyaratan yang telah

ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana S1 Jurusan Sendratasik Program Studi

Pendidikan Tari di Universitas Negeri Medan.

Dalam penulisan Skripsi ini, mungkin dapat dikatakan belum mencapai

hasil yang maksimal, baik dalam penulisan maupun kata-kata. Selama proses

penelitian, penulis selalu menghadapi berbagai kendala baik dalam hal materi,

moril dan juga pencarian data-data yang dibutuhkan. Namun dibalik itu semua,

penulis juga sangat banyak mendapat bantuan dan dukungan dalam

menyelesaikan Skripsi ini, untuk itu penulis mengucapkan rasa hormat dan terima

kasih kepada :

1. Prof. Dr.Syawal Gultom, M.Pd. Rektor Universitas Negeri Medan,

2. Dr. Isda Pramuniati, M.Hum. Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas

Negeri Medan,

3. Uyuni Widiastuti S.Pd., M.Pd, Ketua Jurusan Sendratasik,

4. Sitti Rahmah, S.Pd., M.Si. Ketua Program Studi Pendidikan Tari,

5. Drs. Inggit Prastiawan, M.Sn. Pembimbing Skripsi I,

6. Irwansyah, M.Sn. Pembimbing Skripsi II,

7. Drs. Iskandar Muda, M.Sn. Dosen Pembimbing Akademik dan

Narasumber I,

8. Dra.Rr. RHD. Nugrahaningsih, M.Si. Dosen Narasumber II,

9. Seluruh Dosen Program Studi Pendidikan Tari,

10. Orang tua tercinta Ayahanda J.Blasius Turnip dan Ibunda Nurmala br

Manik yang telah banyak memberikan dukungan, motivasi, semangat,

(8)

serta kakak The Flower Turnip, Adik Frans Turnip dan Veronika turnip .

Terimakasih untuk segala perhatian, kasih sayang, pengorbanan, doa,

motivasi yang selalu diberikan kepada penulis dalam mendukung

penyelesaian Skripsi ini,

11. Perri Kristina Sagala, pimpinan sanggar Jolo New dan Marlita Simbolon,

pimpinan sanggar Angel Elkanean yang banyak memberi informasi dan

bimbingan serta dukungan dalam menyelesaikan Skripsi ini,

12. Guntur Sitohang, Blasius Turnip, Jawanter Sitanggang, Dumpang Manik

narasumber yang memberikan banyak informasi dan masukan mengenai

Tortor Mangondas,

13. Thomson HS, Lena Simanjuntak, Forcenly Sinaga, Ray Priory Sitorus,

Edison Manik, Dian Manik, Siol petrus Sidabukke, Bima Sitanggang yang

telah memberikan bantuan, baik materil maupun nonmateril kepada

penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini.

14. Sahabat Samoland Dancer/ 5 Sadalanan (Devi, Rini, Kristina, Martha),

Septa, Delfi, Pirdo, UK-KMK St.Martinus Universitas Negeri Medan,

PLOT, PPLT SMP 1 Balige 2014, stambuk Pendidikan Tari 2011 dan

semua teman-teman yang membantu yang tidak bisa dituliskan satu per

satu.

Penulis berharap semoga kebaikan yang telah mereka berikan mendapat

balasan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Amin

Medan, Maret 2016 Penulis,

(9)

DAFTAR ISI

BAB II LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL 12 A. Landasan Teoritis ... 12

1. Pengertian Tortor Mangondas ... 12

2. Upacara AdatKematian ... 13

3. Teori Makna... 15

B. Kerangka Konseptual... 16

BAB III METODELOGI PENELITIAN ... 19

A. Metodologi Penelitian... 19

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20

1. Lokasi Penelitian... 20

2. Waktu Penelitian... 20

C. Populasi dan Sampel... 20

1. Populasi... 20

2. Sampel... 21

D. Teknik Pengumpulan Data ... 21

1. Observasi... 21

2. Wawancara... 22

3. Kepustakaan ... 22

4. Dokumentasi ... 25

E. Teknik Analisis Data ... 25

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 27

A. Gambaran Umum ... 27

1. Letak Geografis Kabupaten Samosir ... 27

2. Keadaan Penduduk... 29

3. Mata Pencaharian dan Sumber Daya Alam ... 30

4. Suku Batak Toba... 31

(10)

a. Hula-hula ... 37

b. Dongan Tubu... 39

c. Boru... 41

6. Adat Batak dalam Siklus Kehidupan Masyarakat Batak Toba ... 43

7. Agama dan Kepercayaan ... 44

B. Tahapan Pelaksanaan Upacara Kematian Saur Matua... 45

1. Mangalap Pande dohot Pargonsi ... 45

2. Mangondas... 48

a. Pra adat... 48

b. Pelaksanaan adat ... 48

3. Mompo-Ulos Saput-Ulos Sampe Tua... 52

C. Tortor Mangondas ... 53

1. Ragam Gerak ... 53

2. Makna Gerak... 56

D. Musik pengiring Tortor Mangondas dalam Upacara Kematian Saur matua……... 66

E. Tempat pelaksanaan Tortor Mangondas dalam Upacara Kematian... 67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 71

A. Kesimpulan ... 71

B. Saran ... 72

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Letak Geografis Kabupaten Samosir ... 28

Tabel 4.2 Urutan Pelaku Tortor Mangondas pada Upacara Kematian Saur

Matua... 49

Tabel 4.3 Ragam Gerak dan Teknik Melakukan Tortor Mangondas pada

Upacara Kematian Saur Matua ... 54

(12)

DAFTAR GAMBAR

(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kabupaten Samosir merupakan salah satu kabupaten baru di Provinsi

Sumatera Utara dengan wilayah administrasi pemerintahan sebanyak sembilan

kecamatan dan seratus sebelas desa serta enam kelurahan dengan batas-batas

wilayah sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten

Simalungun, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara dan

Kabupaten Humbang Hasundutan, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten

Toba Samosir, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Kabupaten

Pakpak Barat (Sibarani,Sadar 2006:1).

Penduduk asli yang mendiami Kabupaten Samosir adalah suku Batak

Toba. Dalam kehidupan masyarakat tradisional Batak Toba, tari (tortor)

mempunyai peranan penting dalam aktivitas kehidupan mereka yang berkaitan

dengan kehidupan spritual dan sosial kemasyarakatannya.Selaintortor masyarakat

Batak Toba juga mempunyai kesenian dibidang musik yang sering disebut

gondang/margondang (memainkan alat musik tradisional Batak Toba). Menurut

tradisi, adat masyarakat Batak Toba Tortor dan gondang menjadi bagian yang

tidak terpisahkan dalam setiap kegiatan pada masyarakat Batak Toba. Pada

awalnya gondang sangat jelas memiliki fungsi sosial pada nenek moyang

terdahulu, hingga sampai sekarang jelas masih kita rasakan. Filosofi orang Batak

mengatakan dimana ada gondang disitu ada tortor seperti umpama “Tektek do

(14)

2

ibaratkan lauk pauknya sehingga saling mengisi. Gondang berfungsi untuk

memanggil roh masyarakat supaya ikut bersosial terhadap orang lain maka tortor

ialah suatu aplikasi dari gondang. Keterkaitan Gondang dan Tortor merupakan

gambaran hubungan aksi dan reaksi dari setiap unsur yang terlibat pada upacara,

seperti pelaksana kerja, pendukung kerja, pemain musik, bahkan roh-roh gaib

yang dihormati/ disembah. Maka, Gondang dan Tortor ialah dua kesenian Batak

Toba yang tidak bisa dipisahkan.

Kesenian merupakan unsur kebudayaan yang dalam kehidupannya tidak

lepas dari masyarakat dari tiap-tiap daerah tempat kesenian itu hidup dan

berkembang. Bastomi (1992;10) menjelaskan bahwa seni adalah perwujudan rasa

indah yang terkandung dalam jiwa seseorang, dilahirkan dengan perantauan

alat-alat komunikasi dalam bentuk yang dapat ditangkap dengan indra. Salah satu seni

yang dapat ditangkap dengan indra adalah tari.

Seperti yang dikemukakan Edi Sedyawati (1981:10) bahwa “Tari

merupakan warisan budaya Indonesia yang harus dikembangkan selaras dengan

perkembangan masyarakat. Oleh karena itu tari-tarian yang merupakan warisan

budaya Indonesia harus tetap dijaga dan dilestarikan agar tidak punah.

Misalnya,tari atau tortor pada masyarakat Batak Toba adalah wujud budaya yang

sangat tampak disaat berjalannya setiap adat yang dilaksanakan. Karena semua

acara adat yang dilakukan pada masyarakat Batak Toba, dilakukan dengan adanya

tortor maka acara adat tersebut dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan

(15)

3

Adapun kegiatan tersebut diantaranya adalah upacara pernikahan, upacara

kematian, memasuki rumah baru dan lainnya.

masa purba sebagai bentuk dualisme keberadaan hidup hingga masa kini

(Sumardjo,2002:107).Upacara kematian pada masyarakat Batak Toba merupakan

pengakuan bahwa masih ada kehidupan lain dibalik kehidupan di dunia ini.

Adapun maksud dan tujuan masyarakat Batak Toba untuk mengadakan upacara

kematian itu tentunya berlatar belakang kepercayaan tentang kehidupan.

Kematian merupakan akhir dari perjalanan hidup manusia. Maka kematian

pada dasarnya adalah hal yang biasa, yang semestinya tidak perlu ditakuti, karena

cepat atau lambat akan menjemput kehidupan dari masing-masing manusia.

Namun wajar bila kematian bukan menjadi keinginan utama manusia. Berbagai

usaha akan selalu ditempuh manusia untuk menghindari kematian, paling tidak

memperlambat kematian itu datang. Idealnya kematian itu datang pada usia yang

sudah sangat tua.

Kematian pada masyarakat Batak Toba disebut dengan marujung

ngoluyang terbagi atas: 1) Mate di Bortian adalah meninggal dalam kandungan, 2)

Mate Poso-poso adalah meninggal saat bayi, 3) Mate Dakdanak adalah meninggal

saat kanak-kanak, 4) Mate Bulung adalah meninggal saat remaja, 5) Mate Pupur

atau Mate Ponggol adalah meninggal dewasa tapi belum menikah, 6) Mate Punu

Mate di Paralang-alangan adalah meninggal sesudah menikah, tapi belum atau

tidak punya anak, 7) Mate Mangkar adalah meninggal dengan meninggalkan anak

yang masih kecil-kecil, 8) Mate Hatungganeon adalah meninggal ketika telah

(16)

4

belum bercucu, 9) Mate Sarimatua adalah orang yang meninggal dunia, telah

beranak bercucu tetapi masih ada diantara anak-anaknya yang belum menikah 10)

Mate Saur matua adalah orang yang meninggal dunia yang sudah uzur usianya,

yang mana semua anak-anaknya telah menikah dan mempunyai cucu, 11) Mate

Mauli Bulung adalah meninggal setelah semua anak-anaknya telah berumah

tangga, dan telah memberikan tidak hanya cucu tetapi cicit dari anak laki-laki dan

dari anak perempuan (Richard Sinaga, 1999:37-42; Delfi Elias Simatupang). Dari

beberapa kematian diatas, kematian yang dapat menyertakan adat na gok dan

gondang yaitu kematian saur matua.

Upacara Saur matua adalah orang yang meninggal dunia telah beranak

cucu baik darianak laki-laki maupun anak perempuan. Saur artinya lengkap/

sempurna dalam kekerabatan, telah beranak cucu. Karena yang telah meninggal

itu adalah sempurna dalam kekerabatan, maka harus dilaksanakan dengan

sempurna. Lain halnya dengan orang yang meninggal sari matua (orangtua yang

belum mengawinkan semua anaknya atau dia sudah beranak cucu namun masih

ada anaknya yang belum kawin). Kalaupun suhut membuat acara adat sempurna

sesuai dengan adat dalihan na tolu, hal seperti itu belum tentu dilakukan karena

masih ada dari keturunannya belum sempurna dalam hal kekerabatan. Pada

masyarakat Batak, kematian (mate) diusia yang sudah sangat tua, merupakan

kematian yang paling diinginkan.

Seseorang disebut Saur matua, ketika meninggal dunia dalam posisiTitir

(17)

5

dan laki-laki). Tetapi sebagai umat beragama, hagabeon (kesejahteraan karena

berketurunan), belum tentu dimiliki seseorang. Hagabeon merupakan kehormatan

karena lengkapnya keturunan. Anak-anaknya yang sudah menikah juga sudah

melakukan adat yang penuh atau mangadati. Jadi tidak sembarangan untuk masuk

kedalam saur matua. Saur matua disebut juga dengan acara sampe tua dan sahat

matua.

Untuk menghormati yang saur matua ini, orang banyak perlu diundang

dengan mengadakan pesta besar dan memanggil gondang sabangunan. Jenis dan

fungsi gondang sabangunan sebagai kumpulan alat-alat musik tradisional Batak

toba, terdiri dari :taganing, gordang, sarune, ogling oloan, ogling ihutan, ogling

panggora, ogling doal dan hesek. Ada beberapa struktur gondang sabangunan

dalam upacara kematian saur matua ialah gondang mula-mula, gondang liat-liat,

gondang simba-simba, gondang batara guru, gondang hasahatan sitio-tio.

Kehidupan generasi muda masyarakat Batak Toba terdapat nilai, norma,

adat yang harus dijaga dalam menyampaikan cinta secara tradisi Budaya Batak

yang diangkat dalam tari (Tortor). Tari (Tortor) yang dimaksud disini sebagai

sarana pengungkapan rasa cinta secara tradisi budaya Batak adalah salah satunya

Tortor Mangondas. Didalam upacara kematian saur matua terdapat Tortor

Mangondas.

Tortor Mangondas adalah suatu ekspresi dukacita yang diciptakan untuk

memenuhi kebutuhan adat yang bermakna menghormati yang meninggal (serta

roh/ tondi orang itu dan tondi yang duluan meninggal) dan merupakan sebagai

(18)

6

permohonan dari dunia ini dapat diberikan kepada nenek moyang dan tuah/ berkat

dari mereka dapat diberikan kepada orang yang hidup terutama ahli warisnya.

Tortor Mangondas artinya prinsip untuk menghormati orang tua agar anak

(pinompar) yang ditinggalkan mendapat umur yang panjang dan menerima berkat

serta rejeki yang berlimpah. Dalam tortor Mangondas ini orangtua yang telah

mate saur matua tidak akan ditangisi. Karena dianggap pantas mendapat

perlakuan terhormat pada upacara kematiannya.Maka terciptanya Tortor

mangondasdimana sebagai pengganti tangisan melalui Gondang

sabangunan,karena zaman dahulu ada bahasa yang disebut Andung (tangisan

dalam bentuk nyanyian). Semua keluh kesah diungkapkan di dalam andung

tersebut. Si penyaji terus menerus mangondas dihadapan jenazahnya sampai puas

mengungkapkan perasaannya. Mangondas merupakan sebagai pengganti dari

tangisan (andung), meskipun masyarakat tidak menangisi yang mate saur matua

namun jika dilihat Tortor Mangondas akan meneteskan air mata.

Tortor Mangondas dilakukan semua pihak keluarga baik dari anak

laki-laki, anak perempuan, tulang (paman), amangtua (abang dari bapak), amanguda

(adik dari bapak), omaktua (kakak dari ibu) dan lain sebagainya. Tortor

Mangondas diadakan terhadap saur matua (na gabe) dimana dia telah memiliki

cucu dari anak laki-laki dan cucu dari anak perempuan. (wawancara dengan

Op.Priska Sitanggang (seniman dan raja adat) pada tanggal 26 Oktober 2015 di

Siopat Sosor Kecamatan Pangururan).

(19)

7

dalam Tortor Mangondas tercermin bagaimana nilai,rasa menghormati yang

diwujudkan ke dalam seni tari tradisi. Tortor Mangondas salah satu bentuk

pelestarian budaya dan bentuk kesenian yang ada pada masyarakat Batak Toba

yang menjadi fokus penelitian membuat penulis merasa tertarik untuk

mengangkat tarian ini menjadi topik penelitian dengan judul “Makna gerak

Tortor Mangondas dalam Upacara Kematian Saur Matua pada masyarakat Batak Toba di Kabupaten Samosir”.

B. Identifikasi Masalah

Tujuan dari identifikasi masalah adalah agar penelitian yang dilakukan

menjadi terarah, serta cakupan masalah tidak terlalu luas. Hal ini sejalan dengan

pendapat Hadeli (2006:23) yang menyatakan bahwa :

“Identifikasi masalah adalah suatu situasi yang merupakan akibat interaksi dua atau lebih faktor (seperti kebiasaan-kebiasaan, keadaan-keadaan, dan lain sebagainya) yang menimbulkan beberapa pertanyaan-pertanyaan”.

Hal ini juga dengan pendapat M.Hariwijaya(2008:38) menyatakan bahwa:

(20)

8

Dari uraian di atas maka permasalahan penelitian ini dapat

diidentifikasikan menjadi beberapa bagian yaitu :

1. Bagaimana keberadaan Tortor Mangondas dalam upacara kematian saur

matua pada masyarakat Batak Toba di Kabupaten Samosir?

2. Bagaimana jenis kematian pada masyarakat Batak Toba di Kabupaten

Samosir?

3. Bagaimana makna gerak Tortor Mangondas dalam upacara kematian saur

matua pada masyarakat Batak Toba di Kabupaten Samosir?

C. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya cakupan masalah yang diidentifikasikan serta

keterbatasan waktu, dana dan kemampuan teoritis, maka penulis merasa perlu

mengadakan pembatasan masalah untuk memudahkan masalah yang dihadapi

dalam penelitian. Batasan masalah merupakan upaya untuk menetapkan

batas-batas permasalahan dengan jelas, yang memungkinkan kita untuk

mengidentifikasikan faktor mana saja yang termasuk kedalam ruang lingkup

permasalahan.

Hal ini sesuai dengan pendapat Sukardi (2003:30) yang mengatakan

bahwa:

(21)

9

Berdasarkan pendapat tersebut, peneliti membatasi masalah penelitian

sebagai berikut :

1. Bagaimana makna gerak Tortor Mangondas dalam upacara kematian Saur

Matua pada masyarakat Batak Toba di Kabupaten Samosir?

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan suatu titik fokus dari sebuah penelitian yang

hendak dilakukan, mengingat sebuah penelitian merupakan upaya untuk

menemukan jawaban pertanyaan, maka dari itu perlu dirumuskan dengan baik,

sehingga dapat mendukung untuk menemukan jawaban pertanyaan. Dalam

rumusan masalah kita akan mampu untuk lebih memperkecil batasan-batasan

yang telah dibuat dan sekaligus berfungsi untuk lebih mempertajam arah

penelitian. Hal ini sesuai dengan pendapat hendra Mahayana (2010:52)

menyatakan bahwa:

“Apabila digunakan istilah rumusan masalah maka fokus penelitian berisi pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian dan alasan diajukan pertanyaan, hal ini dilakukan untuk mengetahui gambaran apa yang akan diungkapkan di lapangan”.

Maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

Makna gerak Tortor Mangondas dalam upacara kematian Saur Matua pada

(22)

10

E. Tujuan Penelitian

Setiap kegiatan penelitian umumnya berorientasi kepada tujuan, tanpa ada

tujuan yang jelas maka arah kegiatan penelitian yang akan dilakukan tidak terarah

karena tidak mengerti apa yang ingin dicapai kegiatan penelitian tersebut. Suatu

penelitian dikatakan berhasil dilihat dari tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Mendeskripsikan bagaimana makna gerak Tortor Mangondas dalam

upacara kematian saur matua pada masyarakat Batak Toba di Kabupaten

Samosir

F. Manfaat Penelitian

Dalam kamus lengkap Bahasa Indonesia manfaat adalah guna tau faedah.

Setiap penelitian pasti memperoleh hasil yang bermanfaat, yang dapat digunakan

oleh penulis, khalayak umum, maupun instansi tertentu. Adapun manfaat dari

penelitian ini adalah :

1. Sebagai masukan bagi penulis dalam menambah pengetahuan dan wawasan

mengenai Tortor Mangondas.

2. Sebagai bahan informasi tertulis kepada masyarakat atau lembaga yang

mengembangkan visi dan misi kebudayaan khususnya dibidang kesenian

tradisional.

3. Sebagai bahan motivasi bagi setiap pembaca yang menekuni atau

(23)

11

4. Diharapkan dapat membangkitkan keinginan masyarakat di Kabupaten

Samosir untuk melestarikan budaya.

5. Sebagai bahan referensi bagi penulis lainnya yang hendak meneliti bentuk

kesenian ini lebih lanjut.

6. Sebagai salah satu bahan masukan di Jurusan Sendratasik khususnya

(24)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari semua yang sudah diteliti di lapangan, dapat diambil kesimpulan

bahwa kematian saur matua, merupakan sebuah upacara adat yang dilakukan oleh

masyarakat Batak toba, ketika mereka mendapat kemalangan dengan

meninggalnya orangtua mereka yang sudah menyelesaikan tugas duniawinya

mengurus anak-anaknya. Didalam pelaksanaan upacara banyak hal-hal yang harus

diperhatikan dan dipersiapkan agar jalannya upacara, dan tujuan dari upacara itu

sendiri akan mendapat jawaban dari Tuhan Debata Mula jadi nabolon.

Berdasarkan uraian yang sudah dipaparkan dapat diketahui bahwa:

1. Upacara saur matua adalah salah satu kegiatan dalam upacara adat untuk

kematian bagi masyarakat Batak Toba. Upacara ini dilakukan apabila

kematian yang terjadi pada orangtua yang sudah uzur usianya, dimana

anak-anak seluruhnya sudah berumah tangga dan juga seluruhnya sudah

mempunyai keturunan.

2. Ada 8 macam jenis kematian dalam masyarakat Batak Toba mulai yang

terendah yaitu: 1) Mate di Bortian, 2) Mate Poso-poso, 3) Mate Dakdanak,

4) Mate Bulung, 5) Mate Pupur atau Mate Ponggol, 6) Mate Punu Mate di

Paralang-alangan, 7) Mate Mangkar, 8) Mate Hatungganeon, 9) Mate

Sarimatua, 10) Mate Saurmatua, 11) Mate Mauli Bulung

3. Tortor Mangondas adalah suatu ekspresi dukacita yang diciptakan untuk

(25)

72

sebagai komunikasi antara dunia nyata dan dunia lain (yang sudah

meninggal) agar permohonan dari dunia ini dapat diberikan kepada nenek

moyang dan tuah/ berkat dari mereka dapat diberikan kepada orang yang

hidup terutama ahli warisnya.

4. Tortor mangondas tidak pernah nampak terjadinya semata-mata bermakna

sebuah bentuk tari dalam masyarakat Batak Toba. Tetapi gerak-geraknya

masih bisa dijelaskan, makna dari setiap gerak yang dilakukan.

B. Saran

Dari beberapa kesimpulan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat

diajukan saran-saran sebagai berikut:

1. Melihat makna gerak Tortor Mangondas dalam Upacara Kematian Saur

Matua pada masyarakat Batak Toba memiliki peran yang sangat penting,

diharapkan tradisi ini tetap dilaksanakan sebagai salah satu identitas seni

budaya pada masyarakat Batak Toba.

2. Melihat pengaruh dan dampak perkembangan zaman yang begitu deras yang

dapat mempengaruhi generasi muda untuk berpaling dari tradisi seni

budayanya, perlu melakukan pembinaan untuk generasi muda. Generasi

muda diharapkan dapat menggali/ meneruskan tradisi Batak Toba supaya

tidak punah, dan tradisi Batak Toba tersebut dapat diorbitkan.

3. Tortor Mangondas artinya prinsip untuk menghormati orangtua agar anak

(pinompar) yang ditinggalkan mendapat umur yang panjang dan menerima

(26)

73

meneruskan dan melestarikan serta mempertahankan adanya makna gerak

Tortor Mangondas, misalnya mempelajari gerakannya, dan melihat

keberadaan Tortor Mangondas dalam Upacara Kematian Saur Matua pada

masyarakat Batak Toba.

4. Kepada para seniman, khususnya seniman Batak Toba agar terus berkarya

dan menjaga utuh kesenian tradisi Batak Toba.

5. Penulis sangat mengharapkan dukungan dari instansi terkait, agar ikut

(27)

74

DAFTAR PUSTAKA

Anya, Peterson. 2007. Antropologi Tari. Terjemahan F.X Widaryanto. Bandung: STSI Press.

Burhan Bungin.2010.Penelitian kualitatifJakarta:Kencana

Debora, Ester. 2012. Gondang Sabangunan pada Tortor Sigale-gale di Desa

Tomok Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir. Skripsi. Universitas

Negeri Medan : Medan.

Fernandus, 2011. Struktur Tortor dalam Upacara Pernikahan Maasyarakat Batak

Toba di Kecamatan Siborong-borong. Skripsi. Universitas Negeri Medan :

Medan.

Hadeli. 2006. Metode Penelitian Kependidikan. Padang : Quantum Teaching.

Langer, Suzane K. 2006, Problema Seni. Ter. F. X. Widaryant, Bandung: STSI PMSS.

Koerantjraningrat, 2004. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Manik Krisman.2012”Eksistensi Sarune Bolon dalam pelaksanaan adat Saur Matua pada masyarakat batak Toba di desa bangun I kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi “Medan : Universitas Negeri Medan.

Nurwani. 2007. Pengetahuan Tari, Diktat Jurusan Sendratasik, FBS Universitas Negeri Medan.

Sihaloho, Nuriana, S, 2015. Penyajian Tortor dalam Upacara Pajonjong Baringin

pada Masyarakat Batak Toba”Medan : Universitas Negeri Medan.

Purba, Mauly. 2012. Mengenal Tradisi Gondang dan Tortor Batak Toba. Medan : Universitas Sumatera Utara.

Siagian, Afriyanti. 2010. MaknaTortorsibungaJambudalamGondangNaposo

padaMasyarakat Batak Toba.Medan.UniversitasNegeriMedan.

(28)

75

Simarmata, Golda, 2013. ”Husip-husip dalam tortor Hatasopisik pada masyarakat Toba kajian Interaksi Simbolik”Medan : Universitas Negeri Medan.

Soedarsono, 1987. Tari-tari Indonesia. Jakarta : Direktorat Jenderal Kebudayaan.

Sukardi. 2003.MetodologiPenelitianKependidikan. Jakarta: BumiAksara.

Tambunan,Betty.2008.Perkembangan Tortor Batak Toba Tinjauan Terhadap

Fungsi dan Bentuk Penyajian. Skripsi. Universitas Negeri Medan : Medan

http : //id.wikipedia.org/wiki/Tortor_Batak_Toba

http://www.samosirkab.go.id/

https://balarmedan.wordpress.com/2008/06/18/upacara-saur-matua-

konsep%E2%80%9Dkematian-ideal%E2%80%9D-pada-masyarakat-batak-studi-etnoarkeologi/

http://www.hetanews.com/article/364/saur-matua-dan-kematian-dalam-adat-batak

https://www.google.com/search?q=makna+dari+manjalo+tua+ni+gondang+pada+

upacara+kematian+saur+matua&ie=utf-8&oe=utf-8&aq=t&rls=org.mozilla:en-US:official&client=firefox-beta&channel=np&source=hp

Gambar

Tabel 4.1 Letak Geografis Kabupaten Samosir .................................................
Gambar 2.1 Kerangka konseptual......................................................................
gambaran hubungan aksi dan reaksi dari setiap unsur yang terlibat  pada upacara,

Referensi

Dokumen terkait

bagaimana fungsi tortOr dilal<sanakan dalant upacara kematian saur matua pada masyarakat Batak Toba sebelum mA:odapat peogaruh ajanm ke-Kristeoan dan pengarub

Oafam upacara Saur Mattia dan mangongkal HoH yang wajib dilaksanakan adalah pembagian jambar sebagai tanda kekerabatan yang memiliki berbagai fungsi dan makna. Untuk

1. Upacara Pajonjong Baringin adalah salah satu kegiatan dalam upacara adat untuk kematian bagi masyarakat Batak Toba. Upacara ini dilakukan apabila kematian

Kini masyarakat Batak Kristen memahami upacara saur matua bukan untuk menyembah si orang tua agar kekuatan sahala diberikan kepada anak-cucunya, tetapi sebagai ungkapan syukur

Ada beberapa saran sehubungan dengan penelitian yang telah penulis lakukan terhadap tari Tor-Tor pada upacara kematian Saur Matua diantaranya yaitu dalam mengembangkan serta

Sikap solidaritas dapat dibuktikan ketika pihak hula-hula meminta kunci untuk membuka dan mengambil harta orang yang meninggal sebagai simbol ganti diri (kenangan)

saurmatua bulung) 1. Dari beberapa jenis kematian diatas mate saurmatua merupakan upacara adat tertinggi dan menyertakan adat na gok, dan wajib dilakukan

Aktifitas manortor menari dalam upacara saur matua Foto: Sopandu Manurung, 2019 4.3 Gondang Sitolupulutolu Gondang Sitolupulutolu adalah ensambel gondang yang hanya dijumpai pada