• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPTIMALISASI PRODUKSI SUSU OLAHAN (Studi Kasus : Unit Usaha Sapi Perah KUD Mitrayasa, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "OPTIMALISASI PRODUKSI SUSU OLAHAN (Studi Kasus : Unit Usaha Sapi Perah KUD Mitrayasa, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat)"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMALISASI PRODUKSI SUSU OLAHAN

(Studi Kasus : Unit Usaha Sapi Perah KUD Mitrayasa,

Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat)

Oleh :

SIESKA RIDYAWATI

A14103047

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007

(2)

RINGKASAN

SIESKA RIDYAWATI. Optimalisasi Produksi Susu Olahan (Studi Kasus : Unit Usaha Sapi Perah KUD Mitrayasa, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat). Dibawah bimbingan ANNA FARIYANTI.

Pertanian me megang peranan penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia, selain sebagai pemasok kebutuhan pangan, pertanian juga memberi kontribusi yang cukup besar bagi perekonomian nasional. Sektor pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman bahan pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberi kontribusi yang cukup besar terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB). PDB Indonesia pada tahun 2005 tumbuh sebesar 10,3 persen dibandingkan tahun 2004. Pertumbuhan tertinggi dihasilkan dari subsektor tanaman bahan makanan sebesar 10,89 persen. Peternakan sebagai salah satu bagian dari pertanian dalam arti luas merupakan komponen utama yang paling penting artinya dalam perekonomian Indonesia. Pembangunan peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian. Subsektor peternakan di Indonesia berpeluang untuk dikembangkan lebih lanjut

Salah satu komoditas peternakan yang berpotensial untuk dikembangkan adalah susu. Susu dibutuhkan karena kandungan gizinya yang tinggi dan lengkap, sehingga menjadi bahan makanan penting sebagai penyempurna susunan menu makanan sehari-hari. Dari segi konsumsi, preferensi konsumen Indonesia lebih menyukai produk olahan daripada susu dalam bentuk segar, sehingga hampir semua produksi susu segar diserap oleh IPS. Dalam jumlah terbatas, permintaan susu segar di perkotaan oleh konsumen perorangan atau konsumen lembaga, dipenuhi oleh usaha peternakan sapi perah perorangan atau koperasi (KUD) dalam bentuk susu segar atau susu pasteurisasi. KUD Mitrayasa sebagai pengelolaan sapi perah di Kecamatan Pagerageung merupakan koperasi pedesaan di Kabupaten Tasikmalaya menjadikan unit usaha sapi perah sebagai kegiatan utama dari beberapa unit usaha lainnya seperti unit usaha pangan, waserda, dan simpan pinjam. Pada unit usaha sapi perah, fungsi yang dijalankan yaitu sebagai penampung, pengolahan hasil dan pemasaran. Sementara peran KUD di bidang pengolahan susu mendukung diversifikasi produk yang bersifat vertikal dan sekaligus untuk dapat menahan agar nilai tambah yang diciptakan dapat dinikmati oleh peternak sendiri.

Berkaitan dengan usaha pengolahan susu, KUD berpeluang meningkatkan pendapatannya dan memperluas pemasaran produknya. Hal ini ditunjukkan oleh masih tingginya permintaan dari Industri Pengolah Susu akan susu dingin dan produk susu pasteurisasi. Dimana kapasitas produksi untuk susu dingin sebesar 6.062 liter belum dapat dimanfaatkan. Sedangkan kapasitas produksi susu dingin baik dimanfaatkan sepenuhnya atau tidak, biaya produksi yang dikeluarkan sama. Begitu pula dengan kapasitas produksi untuk susu pasteurisasi yang baru dapat digunakan sebesar 300 liter per hari dari kapasitas yang dimilikinya sebesar 2.000 liter. Disamping itu, susu segar yang ditampung KUD Mitrayasa berasal dari peternak sapi perah sekitar lokasi pabrik dan dipertahankan produktivitasnya 10 liter per ekor sapi serta kepemilikan sapi perahnya yang berkisar 2-3 ekor. Sehingga sangat kecil kemungkinan untuk menuntut peningkatkan susu segar

(3)

yang disetor oleh para peternak untuk menambah bahan baku utama produk. Cara satu-satunya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pendapatannya adalah dengan melakukan optimalisasi produksi.

Permintaan susu pasteurisasi cup plain dengan produksinya merupakan yang paling besar perbedaannya yaitu sebesar 708 liter. Hal ini disebabkan karena kurangnya minat konsumen terhadap susu pasteurisasi cup plain yang tidak memiliki rasa. Selain itu, penjualan susu dingin ke IPS sudah dimulai dari tahun 2001 jauh sebelum susu pasteurisasi dan yoghurt diproduksi sehingga pengirimannya relatif tetap dan adanya kapasitas angkut untuk susu dingin dari pihak IPS menuntut adanya batasan pengiriman akan susu dingin. Dalam menghadapi berbagai kondisi tersebut KUD Mitrayasa dituntut untuk berefisiensi dalam mengelola usahanya.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis tingkat produksi optimal susu yang dapat memberikan keuntungan yang maksimum, menganalisis alokasi penggunaan sumberdaya agar dapat mencapai kondisi yang optimal, serta menganalisis pengaruh perubahan harga jual susu pasteurisasi cup plain dan penambahan batasan baru untuk susu dingin pada perubahan ketersediaan sumberdaya dan laba kontribusi total tiap jenis produk terhadap keputusan produksi susu dingin, pasteurisasi dan yoghurt.

Penelitian ini dilaksanakan di KUD Mitrayasa yang berlokasi di Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya pada bulan Maret-April 2007. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Lokasi dipilih secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa KUD Mitrayasa Pagerageung sebagai sebagai salah satunya pengelola susu sapi perah di Kabupaten Tasikmalaya dan telah melakukan pengolahan susu segar sendiri. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software LINDO (Linear, Interactive and Discrete Optimizer). Analisis yang dilakuakn terdiri dari analisis primal, dual, sensitivitas dan pasca optimal. Analisis pasca optimal dilakukan dengan menggunakan dua skenario yaitu skenario I, dengan menurunkan sumbangan keuntungan dari satu liter di luar range menjadi Rp.900,00 dan skenario II dengan menambahkan batasan baru pada model yaitu permintaan minimum untuk susu dingin. Kendala-kendala yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan baku, bahan penolong, jam kerja mesin, jam tenaga kerja langsung dan permintaan minimum.

Secara administratif, wilayah kerja KUD terdiri dari Desa Pagerageung, Pagersari, Cipacing, Guranteng, Sukapada, dan Desa Nanggewer. Wilayah kerja KUD tersebut memiliki luas 8.077 ha. Keanggotaannya KUD Mitrayasa terdiri dari anggota penuh 755 orang, calon anggota 200 orang, dan masyarakat yang dilayani 7.950 orang. Sebagian besar yang menjadi anggota penuh adalah peternak sapi perah. Struktur organisasi MT KUD Mitrayasa berada dibawah administrasi unit usaha peternakan sapi perah. Adapun produk yang dihasilkan pabrik milk treatment KUD Mitrayasa adalah susu pasteurisasi cup coklat, strawberry, vanila, melon, plain, yoghurt strawberry, melon, plain dan susu dingin.

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan program linier dapat disimpulkan bahwa usaha pengolahan susu yang dilakukan masih belum optimal. Hasil analisis primal menunjukkan bahwa tingkat produksi susu olahan optimal berbeda dengan keadaan aktual. Untuk mencapai tingkat produksi yang optimal,

(4)

maka KUD Mitrayasa disarankan memproduksi susu cup plain dan yoghurt plain masing- masing sebesar 214.070,859 liter dan 1.532 liter. Sedangkan susu cup coklat, cup strawberry, cup vanila, cup melon, yoghurt strawbery, yoghurt melon dan susu dingin diproduksi masing- masing sebesar 16.624 liter; 15.675 liter; 5.433 liter; 5.340 liter; 984 liter; 984 liter dan 1.181.593 liter.

Pada kondisi optimal keuntungan yang dapat diperoleh sebesar Rp 788.310.800,00 sedangkan aktualnya sebesar Rp 481.902.939,00. Sehingga terdapat selisih keuntungan sebesar Rp 306.407.860,00. Hasil analisis status sumberdaya (dual) menunjukkan bahwa penggunaan sumberdaya selain susu segar, lactobacillus, dan lid cup berlebih. Hal ini terlihat dari slack-nya yang bernilai lebih besar dari nol. Hal ini menunjukkan bahwa sumberdaya yang ada belum dimanfaatkan secara optimal. Ketersediaan lactobacilus merupakan pembatas utama yang membatasi fungsi tujuan, sehingga apabila ketersediaannya ditambah, maka akan menambah nilai fungsi tujuan sebesar nilai dualnya.

Skenario I menyebabkan nilai fungs i tujuan berubah menjadi Rp. 597.444.100,00. Selisih kondisi optimal awal dengan skenario I adalah sebesar Rp. 190.866.700,00. Sedangkan selisih antara kondisi optimal skenario I dengan aktualnya adalah sebesar Rp. 115.541.161,00. Hal ini disebabkan terjadinya penurunan harga jual untuk susu pasteurisasi cup plain sehingga mengurangi sumbangan keuntungan perliter susu pasteurisasi cup plain. Penurunan produksi susu pasteurisasi cup plain menyebabkan peningkatan produk susu pasteurisasi cup melon dan susu dingin masing- masing sebesar 1.676 liter; 80,5 liter. Nilai slack pada analisis pasca-optimal skenario I lebih rendah dari kondisi optimal aeal. Hal ini berarti penggunaan sumberdaya relatif lebih banyak dibandingkan dengan kondisi optimal awal. Skenario II menyebabkan nilai fungsi tujuan berubah menjadi Rp. 485.566.000,00. Selisih kondisi optimal awal dengan skenario I adalah sebesar Rp. 302.744.800,00. Sedangkan selisih antara kondisi optimal skenario I dengan aktualnya adalah sebesar Rp. 3.663.061,00. Pada skenario II terjadi peningkatan produk susu dingin sebesar 205.739 liter dan penurunan untuk produk susu cup plain dan yoghurt plain masing- masing sebesar 205.190,94 dan 548 liter. Hasil analisis dual pada kondisi optimal skenario II menunjukkan bahwa nilai slack dari sumberdaya yang digunakan umumnya lebih besar dari kondisi optimal awal. Hal ini berarti penggunaan sumberdayanya relatif lebih sedikit dengan kondisi optimal awal. Pada kondisi optimal skenario I ini, susu segar merupakan pembatas utama, karena ketersediaannya habis terpakai.

Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini yaitu : (1) mengurangi produksi dan penjualan susu dingin ke Industri Pengolahan Susu (IPS) dan meningkatkan produksi susu cup plain dan yoghurt plain dari produksi aktual sesuai dengan pola produksi optimal, dengan asumsi tidak ada kendala pada pemasaran, karena keuntungan yang diperolehnya lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi aktual maupun kondisi setelah terjadinya perubahan harga susu pasteurisasi cup plain dan penambahan batasan baru pada model untuk susu dingin, (2) menambah persediaan bahan baku utama dan bahan penolong untuk produk susu pasteurisasi dan yoghurt. Bahan penolong tersebut diantaranya Lactobacilus dan lid cup agar dapat meningkatkan produksi serta mengoptimalkan jam kerja mesin dan jam tenaga kerja langsung, (3) melakukan pembelian bahan-bahan penolong dengan lebih terencana dengan jangka waktu tertentu agar jumlah persediaan menjadi proporsional.

(5)

Tuhanku...

Di setiap keluh kesah dan piluku

Kau hibur aku dengan ayat-ayat cinta-Mu

Dalam perhatianku akan pertolongan-Mu

Dan kini setelah perjalanan panjang ini,

Kau jadikan indah pada waktunya,

di ujung keletihanku, tiada henti kupanjatkan

syukur pada-Mu

Rabbku...

Teruntuk:

Mamah dan Bapak Tercinta

Yang tersayang Rhika, Rizqi, dan Dita

(6)

OPTIMALISASI PRODUKSI SUSU OLAHAN

(Studi Kasus : Unit Usaha Sapi Perah KUD Mitrayasa, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat)

Oleh :

SIESKA RIDYAWATI A14103047

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian, Pada Fakultas

Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

(7)

Judul : Optimalisasi Produksi Susu Olahan (Studi Kasus : Unit Usaha Sapi Perah KUD Mitrayasa, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat)

Nama : Sieska Ridyawati

NRP : A14103047

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Anna Fariyanti, MS NIP 131 918 115

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr.Ir. Didy Sopandie, MAgr NIP. 131 124 019

(8)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU, DAN SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG TELAH DINYATAKAN DALAM NASKAH DAN DICANTUMKAN DALAM DAFTAR PUSTAKA PADA BAGIAN AKHIR SKRIPSI INI.

Bogor, Juli 2007

Sieska Ridyawati NRP. A14103047

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 18 September 1984 di Tasikmalaya, Jawa Barat. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Putri pertama dari Bapak Yaman Waryaman dan Ibu Eli Wahyuni.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri Pajajaran, Tasikmalaya yang kemudian dilanjutkan di SLTP Negeri 1 Tasikmalaya dan lulus pada tahun 2000. Selanjutnya penulis mengenyam pendidikan menengah atas di SMU Negeri 1 Tasikmalaya dan lulus pada tahun 2003.

Pada tahun 2003 penulis diterima pada Program Studi Manajemen Agribisnis, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam beberapa organisasi diantaranya sebagai anggota dalam Koperasi Mahasiswa IPB periode 2003-2004 dan Himpunan Mahaiswa Tasikmalaya.

Bogor, Juli 2007

(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahi Rabbil‘alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan limpahan berkat, rahmat, dan karunia-Nya, sehingga skripsi yang berjudul Optimalisasi Produksi Susu Olahan (Studi Kasus : Unit Usaha Sapi Perah KUD Mitrayasa, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat) ini dapat diselesaikan.

Penulis juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ayah, Ibu, adik-adikku serta keluarga besar tercinta atas kasih sayang dan doa yang telah diberikan kepada penulis selama ini.

2. Ibu Ir. Anna Fariyanti, MS sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan pemahaman, bimbingan serta saran-sarannya, sehingga skripsi ini dapat selesai tersusun.

3. Bapak Amzul Rifin, SP, MA selaku dosen penguji utama yang telah bersedia menguji dan memberikan masukan, saran dan kritikan untuk perbaikan penulisan skripsi ini.

4. Ibu Eva Yolynda, SP, MM selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan masukan untuk perbaikan dalam teknis penulisan ilmiah yang sesuai dengan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

5. Bapak Ir. Joko Purwono, MS sebagai pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingannya selama masa perkuliahan.

6. Bapak Ade Suja’i dan Bapak Tatang atas izin yang diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian dan membantu dalam pengumpulan data.

7. Seluruh staff pabrik KUD Mitrayasa yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas bantuan, kebaikan dan kesabarannya selama penelitian.

8. Seluruh staff pengajar dan pegawai di Departemen Ilmu- Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian-IPB.

9. Astri Indah Sari sebagai pembahas seminar, terimakasih atas saran dan masukannya.

10. Mba Henny, mba Shanty, mba Endah atas bimbingan, perhatian, dukungan dan ilmu yang telah diberikan.

(11)

11. Rima, Ajeng, Tria, Astri, Anis yang sudah memberi masukan, kebersamaan dan persahabatan selama ini.

12. Teman-teman AGB angkatan 40, atas kebersamaan selama kuliah.

Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas jasa-jasanya yang telah diberikan, semoga mendapat balasan yang lebih baik dari Allah SWT. Amien

(12)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan. Skripsi ini berjudul Optimalisasi Produksi Susu Olahan (Studi Kasus : Unit Usaha Sapi Perah KUD Mitrayasa, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat). Skripsi ini diajukan syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu- Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kombinasi produksi optimal susu pada unit usaha sapi perah di KUD Mitrayasa, menentukan alokasi sumberdaya di unit usaha sapi perah KUD Mitarayasa yang dapat memberikan keuntungan maksimal, mempelajari pengaruh perubahan harga jual susu pasteurisasi cup plain. Selain itu juga untuk mengetahui pengaruh penambahan batasan baru untuk susu dingin pada perubahan ketersediaan sumberdaya dan laba kontribusi total tiap jenis produk terhadap keputusan produksi susu dingin, pasteurisasi dan yoghurt untuk penentuan kebijakan produksi dan penjualannya di masa mendatang.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Juli 2007 Penulis

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ...xvii

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah... 7

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Koperasi Persusuan ... 11

2.2. Pandangan Koperasi Tentang Optimalisasi... 13

2.3. Penelitian Terdahulu ... 15

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Produksi dan Kombinasi Produksi Optimum... 18

3.1.2. Teori Optimalisasi ... 23

3.1.3. Linear Programming... 25

3.1.4. Analisis Sensitivitas ... 28

3.1.5. Analisis Pasca Optimal (Post Optimal)... 29

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional... 29

IV. METODE PENELITIAN 4.1. Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 32

4.3. Metode Pengolahan Data ... 33

4.4. Metode Analisis Data ... 36

V. KOPERASI UNIT DESA MITRAYASA 5.1. Gambaran Umum 5.1.1. Sejarah Berdirinya KUD Mitrayasa dan Perkembangannya... 40

5.1.2. Unit- unit usaha KUD Mitrayasa ... 42

5.1.3. Struktur Organisasi dan Manajemen KUD Mitrayasa ... 43

5.2. Pabrik Milk Treatment (MT) KUD Mitrayasa 5.2.1. Sejarah Berdirinya Pabrik Milk Treatment (MT) KUD Mitrayasa ... 47

5.2.2. Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan Pabrik Milk Treatment KUD Mitrayasa ... 49

5.3. Produksi Susu dan Pemasaran 5.3.1. Bahan Baku Susu Segar dan Bahan Penolong ... 51

5.3.2. Peralatan ... 53

5.3.3. Proses Pengolahan... 55

(14)

VI. MODEL OPTIMALISASI PRODUKSI 6.1. Perumusan Model Program Linear

6.1.1 Perumusan Fungsi Tujuan ... 65

6.1.2. Kendala Bahan Baku ... 67

6.1.3. Kendala Bahan Penolong ... 67

6.1.4. Kendala Jam Kerja Mesin ... 68

6.1.5. Kendala Jam Tenaga Kerja Langsung... 70

6.1.6. Kendala Permintaan Minimum ... 73

VII. KOMBINASI OPTIMAL PRODUKSI 7.1. Optimalisasi Produksi Susu Olahan KUD Mitrayasa 7.1.1. Tingkat Produksi Optimal ... 75

7.1.2. Penggunaan Bahan Baku dan Bahan Penolong Optimal ... 77

7.1.3. Penggunaan Jam Kerja Mesin dan Tenaga Kerja Optimal ... 79

7.2. Analisis Status Sumberdaya ... 81

7.3. Analisis Sensitivitas 7.3.1. Analisis Sensitivitas Fungsi Tujuan ... 85

7.3.2. Analisis Sensitivitas Ruas Kanan Kendala ... 86

7.4. Analisis Pasca Optimal... 89

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan... 94

8.2. Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA ... 98

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Produksi, Konsumsi, dan Impor Susu Nasional di Indonesia

Tahun 2002- 2006 (ribu ton) ... 3

2. Perkembangan Jumlah Anggota Kelompok Sapi Perah dan Jumlah Sapi Perah KUD Mitrayasa tahun 2003-2006 ... 41

3. Pembagian Kerja dan Jumlah Karyawan Pabrik MT KUD Mitrayasa . 51 4. Harga Produk, Biaya Bahan Baku, Penolong, Biaya Produksi dan Keuntungan Rata-rata tiap Produk ... 66

5. Kapasitas dan Koefisien Olah Mesin Pabrik MT-KUD Mitrayasa... 70

6. Tingkat Produksi Aktual dan Optimal Produk Susu Olahan Pabrik MT-KUD Mitrayasa Tahun 2006 (liter) ... 75

7. Penggunaan Bahan Baku dan Bahan Penolong pada Kondisi Aktual dan Optimal Pabrik MT-KUD Mitrayasa Tahun 2006 ... 78

8. Penggunaan Jam Kerja Mesin pada Kondisi Aktual dan Optimal Pabrik MT-KUD Mitrayasa Tahun 2006 (jam) ... 80

9. Penggunaan Jam Tenaga Kerja Langsung pada Kondisi Aktual dan Optimal Pabrik MT-KUD Mitrayasa Tahun 2006 ... 81

10. Analisis Status Sumberdaya Pabrik MT-KUD tahun 2006... 84

11. Analisis Sensitivitas Koefisien Fungsi Tujuan... 85

12. Analisis Sensitivitas Ruas Kanan Kendala ... 88

13. Perbandingan Tingkat Produksi Optimal Awal dengan Tingkat Produksi Pasca Optimal (liter) ... 90

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Sistem Produksi Sebagai Proses Transformasi atau Konversi ... 18

2. Kurva Kemungkinan Produksi dan Kombinasi Produksi Optimal ... 20

3. Minimisasi Biaya ... 22

4. Maksimisasi Output ... 23

5. Kerangka Alur Pemikiran Konseptual Optimalisasi Produksi ... 31

6. Proses Pengolahan Susu dingin... 57

7. Proses Pengolahan Susu Olahan KUD Mitrayasa... 60

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Struktur Organisasi KUD Mitrayasa ... 101

2. Struktur Organisasi Pabrik MT-KUD Mitrayasa ... 102

3. Denah KUD Mitrayasa Tasikmalaya ... 103

4. Denah Unit Susu Murni Guranteng KUD Mitrayasa Tasikmalaya ... 104

5. Daftar Harga Jual Produk Susu Pasteurisasi, Yoghurt dan Susu Dingin di KUD Mitrayasa Tahun 2006 ... 105

6. Harga Bahan Baku dan Penolong (Rp) di KUD Mitrayasa Tahun 2006... 105

7. Biaya-biaya lain per liter produk, Tahun 2006 ... 105

8. Penggunaan Bahan Baku dan Penolong untuk Produksi susu pasteurisasi coklat, Tahun 2006 ... 106

9. Biaya Penggunaan Bahan Baku dan Penolong 106 untuk Produksi susu pasteurisasi coklat, Tahun 2006... 106

10. Penggunaan Bahan Baku dan Penolong untuk Produksi susu pasteurisasi strawberry , Tahun 2006... 107

11. Biaya Penggunaan Bahan Baku dan Penolong untuk Produksi susu pasteurisasi strawberry, Tahun 2006... 107

12. Penggunaan Bahan Baku dan Pengemas untuk Produksi susu pasteurisasi vanilla, Tahun 2006 ... 108

13. Biaya Penggunaan Bahan Baku dan Penolong untuk Produksi susu pasteurisasi vanila, Tahun 2006 ... 108

14. Penggunaan Bahan Baku dan Pengemas untuk Produksi susu pasteurisasi melon, Tahun 2006 ... 109

15. Biaya Penggunaan Bahan Baku dan Penolong untuk Produksi susu pasteurisasi melon, Ta hun 2006 ... 109

16. Penggunaan Bahan Baku dan Pengemas untuk Produksi susu pasteurisasi plain, Tahun 2006 ... 110

(18)

17. Biaya Penggunaan Bahan Baku dan Penolong untuk Produksi

susu pasteurisasi plain, Tahun 2006 ... 110

18. Penggunaan Bahan Baku dan Penolong untuk Produksi yoghurt strawberry, Tahun 2006 ... 111

19. Biaya Penggunaan Bahan Baku dan Penolong untuk Produksi yoghurt strawberry, Tahun 2006 ... 111

20. Penggunaan Bahan Baku dan Penolong untuk Produksi yoghurt melon, Tahun 2006 ... 112

21. Biaya Penggunaan Bahan Baku dan Penolong untuk Produksi yoghurt melon, Tahun 2006 ... 112

22. Penggunaan Bahan Baku dan Penolong untuk Produksi yoghurt plain, Tahun 2006 ... 113

23. Biaya Penggunaan Bahan Baku dan Penolong untuk Produksi yoghurt plain, Tahun 2006 ... 113

24. Penggunaan Bahan Baku untuk Produksi susu dingin, Tahun 2006... 114

25. Biaya Penggunaan Bahan Baku untuk Produksi susu dingin, Tahun 2006... 114

26. Ketersediaan Bahan Baku Susu dan Pengemas KUD Mitrayasa, Tahun 2006... 114

27. Ketersediaan Jam Kerja Mesin selama Tahun 2006 ... 115

28. Koefisien Tenaga Kerja Langsung Pabrik MT-KUD Mitrayasa (jam kerja orang perliter)... 115

29. Ketersediaan Jam Kerja Langsung selama Tahun 2006... 116

30. Produksi Susu Olahan (liter) di KUD Mitrayasa, Tahun 2006 ... 117

31. Penjualan Susu Olaha n (liter) di KUD Mitrayasa, Tahun 2006... 117

32. Koefisien kendala bahan baku dan penolong, jam kerja mesin, jam tenaga kerja langsung, dan permintaan minimum... 118

33. Data Populasi Sapi Perah Tahun 2006 ... 120

34. Hasil Olahan Program Linear... 121

(19)

36. Hasil Olahan Program Linear Skenario II ... 128 37. Pabrik Milk Treatment KUD Mitrayasa ... 132

(20)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertanian memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia, selain sebagai pemasok kebutuhan pangan, pertanian juga memberi kontribusi yang cukup besar bagi perekonomian nasional. Sektor pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman bahan pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberi kontribusi yang cukup besar terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB). PDB Indonesia pada tahun 2005 tumbuh sebesar 10,3 persen dibandingkan tahun 2004. Pertumbuhan tertinggi dihasilkan dari subsektor tanaman bahan makanan sebesar 10,89 persen (Statistik Indonesia, 2005/2006).

Peternakan sebagai salah satu bagian dari pertanian dalam arti luas merupakan komponen utama yang paling penting artinya dalam perekonomian Indonesia. Pembangunan peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian. Subsektor peternakan di Indonesia berpeluang untuk dikembangkan lebih lanjut. Hal ini mengingat bahwa peternakan melibatkan sebagian besar masyarakat Indonesia dan merupakan sumber mata pencaharian, baik mata pencaharian pokok maupun sambilan (Saragih, 2000).

Pembangunan subsektor peternakan telah memasuki Pembanguna n Jangka Panjang (PJP II). Pemerintah melakukan reorientasi pembangunan subsektor peternakan dari usahatani tradisional ke arah usahatani maju. Perumusan tujuan pembangunan peternakan ke arah usahatani yang tersebut adalah: (1) meningkatkan kesejahteraan peternak melalui peningkatan pendapatan yang diperoleh dengan peningkatan kualitas dan produktivitas sumberdaya masyarakat

(21)

peternak, (2) meningkatkan produksi ternak untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri yang terjangkau masyarakat dan penyediaan bahan industri serta ekspor, (3) meningkatkan kualitas pangan dan gizi masyarakat melalui diversifikasi produk bahan pangan hewani asal ternak, (4) mengembangkan agribisnis peternakan untuk mendorong peningkatan pendapatan dan perluasan kesempatan kerja dan berusaha di pedesaan, serta (5) optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam untuk memperoleh manfaat bagi peningkatan produksi ternak dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Pembangunan subsektor peternakan ini diarahkan untuk meningkatkan pendapatan petani peternak, mendorong diversifikasi pangan, perbaikan mutu gizi masyarakat dan mengembangkan ekspor (Saragih, 2000).

Berkaitan dengan mutu gizi masyarakat, subsektor peternakan melalui produknya yang terdiri dari daging, telur dan susu memegang peranan penting. Dalam hal ini pemenuhan konsumsi tidak hanya terbatas dari segi kuantitas saja tetapi juga dari segi kualitas gizi dan pangan dalam rangka membangun manusia yang berkualitas. Salah satu komoditas peternakan yang berpotensial untuk dikembangkan adalah susu. Susu segar sebagai salah satu komoditas hasil peternakan memiliki peran dalam meningkatkan kualitas masyarakat melalui pemenuhan kebutuhan protein dan mineral. Susu dibutuhkan karena kandungan gizinya yang tinggi dan lengkap, sehingga menjadi bahan makanan penting sebagai penyempurna susunan menu makanan sehari- hari. Dalam setiap 100 gram susu segar mengandung 3,5 gram lemak, 3,2 gram protein, 4,3 gram karbon, 143 mg kalsium dan 60 mg fosfor, vitamin A dan D (Ressang dan Nasution, 1986).

(22)

Oleh karena itu, usaha untuk meningkatkan konsumsi susu menjadi penting guna memperbaiki gizi masyarakat.

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Peternakan, sampai dengan tahun 2006 tingkat produksi susu nasional masih belum mampu memenuhi permintaan susu dalam negeri. Sehingga pemerintah mengeluarkan kebijakan impor susu untuk menutupi kekurangan tersebut. Namun kebijakan untuk impor susu ini oleh pemerintah diiringi melalui pengembangan peternakan dan agroindustri dari hulu ke hilir yang akan menghasilkan dampak berganda yang sangat meluas seperti peningkatan kesempatan berusaha, dan kesempatan kerja, memperluas basis kepemilikian faktor produksi, memacu peningkatan nilai tambah, merasionalkan redistribusi nilai tambah yang dihasilkan. Perbandingan produksi, konsumsi, dan impor susu tahun 2002-2006 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Produksi, konsumsi, dan Impor Susu Nasional di Indonesia Tahun

2002-2006 (ribu ton).

Tahun Produksi Konsumsi Impor

2002 493,375 1.021,802 528,427

2003 553,442 1.237,986 684,544

2004 549,945 1.291,294 741,349

2005 535,960 1.354,235 818,275

2006* 577,626 1.430,258 852,632

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan 2002-2006. Keterangan: *) Angka Sementara

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa dari tahun 2002-2006 tingkat konsumsi masyarakat terhadap susu mengalami peningkatan. Namun peningkatan konsumsi ini belum mampu diimbangi oleh produksi yang hanya bisa memenuhi kurang dari 50 persen kebutuhan susu di dalam negeri. Rendahnya tingkat poduksi susu

(23)

dalam negeri disebabkan oleh ma sih banyaknya kendala yang dihadapi peternak sapi perah rakyat.

Aspek produksi susu berkaitan dengan usaha peternakan sapi perah yang pada umumnya merupakan usaha peternakan rakyat dengan jumlah ternak berkisar 2 sampai 3 ekor dan berlokasi di pedesaan. Sampai tahun 2005 populasi sapi perah di Indonesia berjumlah 374.000 ekor, sebanyak 97,5 persen populasinya berada di pulau Jawa (Statistik Indonesia, 2005/2006). Kualitas produksi susu sapi juga mengalami perbaikan demi memenuhi tuntutan Industri Pengolah Susu (IPS). Sayangnya, harga susu yang diterapkan pihak IPS dinilai terlalu rendah bagi peternak sehingga tidak dapat menutupi biaya produksi. Sementara standar mutu susu yang ditetapkan pihak perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan susu makin tinggi seiring dengan membanjirnya pasokan susu impor (Evy, 2004). Disamping itu tidak semua pelaku usaha mengetahui skala produksi yang optimal dikarenakan kapasitas produksinya yang kecil atau belum memikirkan pencapaian kuantitas produksi yang optimal (Ismawan, 2001).

Salah satu kendala pengembangan usaha peternakan adalah minimnya penguasaan informasi mengenai teknik produksi dan pemasaran oleh peternak. Untuk mengatasinya perlu pembinaan terhadap para peternak dan kebijakan pemerintah dalam rangka memajukan peternakan sapi perah rakyat. Instruksi Presiden Nomor 4 tahun 1984 telah mendorong pembentukan dan perkembangan KUD secara kuantitatif cukup pesat. Dalam Inpres disebutkan bahwa pembentukan koperasi di pedesaan lebih diarahkan pada lembaga KUD untuk menjadi pusat pelayanan kegiatan perekonomian di pedesaan dengan sasaran

(24)

kelak KUD mampu memegang peranan utama pada berbagai sektor perekonomian di pedesaan (Brotosunaryo, 1996).

KUD sebagai koperasi pedesaan sudah dapat mendukung upaya pengembangan sektor pertanian melalui fungsi yang harus dijalankannya dintaranya kegiatan perkreditan, penyediaan sarana produksi dan sekaligus pengolahan dan pemasarannya yang merupakan kunci penting dalam memecahkan masalah peningkatan pendapatan petani. Disamping ketiga fungsi tersebut, peranan koperasi sebagai badan usaha formal yang bersifat multipurpose memungkinkan untuk mendukung diversifikasi yang bersifat vertikal yang sekaligus dapat menahan agar nilai tambah yang diciptakan oleh diversifikasi dapat dinikmati kembali oleh sektor pedesaan (Nasution, 2002).

Dari segi konsumsi, konsumen Indonesia lebih menyukai produk olahan daripada susu dalam bentuk segar, sehingga hampir semua produksi akan susu segar diserap oleh IPS. Dalam jumlah terbatas, permintaan akan susu segar di perkotaan oleh konsumen perorangan atau konsumen lembaga, dipenuhi oleh usaha peternakan sapi perah perorangan atau koperasi (KUD) dalam bentuk susu segar atau susu pasteurisasi (Munker, 1997). Rendahnya minat masyarakat terhadap susu segar antara lain karena memiliki rasa dan bau yang kurang enak bila dikonsumsi secara langsung serta tidak tahan lama.

Sebagaimana hasil produksi pertanian, produk peternakan khususnya susu juga memiliki sifat perishable karena mudah menjadi medium tumbuhnya mikroorganis me patogen. Karena alasan ini diperlukan pengolahan lanjut pasca panen susu segar. Pengolahan lanjut ini bertujuan untuk meningkatkan daya tahan susu yang dikonsumsi, menambah aroma, melakukan standardisasi kandungan

(25)

gizi, serta menyediakan jenis produk susu olahan melebihi susu segar (Sediaoetama, 1993).

Pengelolaan sapi perah di Kabupaten Tasikmalaya dikeloia oleh KUD Mitrayasa. KUD Mitrayasa sebagai pengelolaan sapi perah di Kecamatan Pagerageung merupakan koperasi pedesaan di Kabupaten Tasikmalaya yang dibangun dari bawah (bottom up), bersifat serba usaha (multipurpose) menjadikan unit usaha sapi perah sebagai kegiatan utama dari beberapa unit usaha lainnya seperti unit usaha pangan, waserda, dan simpan pinjam. Pada unit usaha sapi perah, fungsi yang dijalankan yaitu sebagai penampung, pengolahan hasil dan pemasaran. Sementara peran di bidang pengolahan susu akan mendukung diversifikasi produk yang besifat vertikal dan sekaligus untuk dapat menahan agar nilai tambah yang diciptakan dapat dinikmati oleh peternak sendiri.

Dalam menjalankan kegiatannya sebagai penampung susu segar dari anggota peternak KUD Mitrayasa per bulannya menampung 118.160,9 liter, 115.610,9 liter diantaranya dijual ke IPS (PT Ultra Jaya dan PT Indomilk) dan dalam bentuk susu dingin sedangkan sisanya dijual ke konsumen langsung dalam bentuk susu pasteurisasi dan yoghurt. Disamping itu untuk mendapatkan nilai tambah dalam mengelola susu segar dan juga menginginkan nilai tambah dan keuntungan yang lebih besar serta demi terjaganya kondisi ekonomi peternak dalam meningkatkan harga susu, maka telah dibuat satu unit pengolahan susu dingin, pasteurisasi dan yoghurt.

Tingginya permintaan IPS untuk susu dingin dan dengan kapasitas produksinya yang masih tinggi yang masih belum dapat digunakan dan jumlah produk lainnya yang tidak terjual karena adanya kendala jumlah permintaan

(26)

minimum produk maka dengan sumberdaya yang dimiliki diperlukan perencanaan produksi yang optimal. Hal ini sangatlah penting dalam mendukung pengambilan keputusan yang efektif dan efisien, sehingga meningkatkan produktivitas dan dapat menghindari terjadinya pemborosan dan kerugian finansial akibat tidak diperhitungkannya permintaan, ketersediaan bahan baku, dan kendala lainnya.

1.2. Perumusan Masalah

KUD Mitrayasa sebagai wadah para peternak sapi perah merupakan suatu badan usaha yang berwatak sosial dan ekonomi yang bertujuan memberikan pelayanan dan meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Keberadaan KUD Mitrayasa dalam menjalankan usahanya mempunyai peranan yang sangat penting bagi pengembangan usaha peternakan sapi perah anggotanya. KUD ini menjadikan unit susu perah sebagai usaha utamanya. Pada unit usaha ini, fungsi yang dijalankan yaitu sebagai penampung, pengolahan hasil dan pemasaran. Dalam kegiatan penampungan dan pemasaran, KUD memberikan perlakuan tertentu sehingga susu tetap dalam keadaan segar sampai ke tangan konsumen, baik konsumen rumah tangga maupun konsumen industri. Untuk dapat memberikan perlakuan tersebut, koperasi susu termasuk KUD memerlukan peralatan untuk penanganan susu, seperti Pusat Pendingin Susu (milk chilling centre), bak pendingin (milk cooling unit), truk pengangkut susu (roat milk tanker truck), dan lain- lain. Untuk memperoleh nilai tambah KUD melakukan pengolahan susu segar dari anggotanya dengan menghasilkan produk susu pasteurisasi dan yoghurt.

(27)

Berkaitan dengan usaha pengolahan susu, KUD berpeluang meningkatkan pendapatannya dan memperluas pemasaran produknya. Hal ini ditunjukkan oleh masih tingginya permintaan dari Industri Pengolah Susu akan susu dingin dan produk susu pasteurisasi. Dimana kapasitas produksi untuk susu dingin sebesar 6.062 liter belum dapat dimanfaatkan. Sedangkan kapasitas produksi susu dingin baik dimanfaatkan sepenuhnya atau tidak, biaya produksi yang dikeluarkan sama. Begitu pula dengan kapasitas produksi untuk susu pasteurisasi yang baru dapat digunakan sebesar 300 liter per hari dari kapasitas yang dimilikinya sebesar 2.000 liter.

Pada KUD Mitrayasa, susu segar yang ditampung berasal dari peternak sapi perah sekitar lokasi pabrik dan dipertahankan produktivitasnya 10 liter per ekor sapi serta kepemilikan sapi perahnya yang berkisar 2-3 ekor. Sehingga sangat kecil kemungkinan untuk menuntut peningkatkan susu segar yang disetor oleh para peternak untuk menambah bahan baku utama produk. Cara satu-satunya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pendapatannya adalah dengan melakukan optimalisasi produksi.

Permintaan susu pasteurisasi cup plain dengan produksinya merupakan yang paling besar perbedaannya yaitu sebesar 708 liter. Hal ini disebabkan karena kurangnya minat konsumen terhadap susu pasteurisasi cup plain yang tidak memiliki rasa. Selain itu harga yang ditetapkan untuk produk tersebut terlalu tinggi meskipun biaya produksinya lebih rendah daripada susu pasteurisasi cup rasa yang lebih banyak penggunaan bahan penolong. Penurunan sumbangan laba per unit produk pasteurisasi cup plain disebabkan oleh penurunan harga jual susu pasteurisasi cup plain dengan mempertimbangkan biaya produksinya.

(28)

Penjualan susu dingin ke IPS sudah dimulai dari tahun 2001 jauh sebelum susu pasteurisasi dan yoghurt diproduksi sehingga pengirimannya pun relatif tetap. Selain itu adanya kapasitas angkut untuk susu dingin ini dari pihak IPS menuntut adanya batasan pengiriman akan susu dingin. Dalam menghadapi berbagai kondisi tersebut KUD Mitrayasa dituntut untuk berefisiensi dalam mengelola usahanya. Keterbatasan sumberdaya yang dimiliki harus disiasati dengan pengalokasian seoptimal mungkin agar menghasilkan produk yang dapat memaksimumkan keuntungan. Dengan demikian tujuan meningkatkan kesejahteraan anggota dapat tercapai.

Dengan demikian berdasarkan hal di atas terdapat beberapa permasalahan yang menjadi perhatian dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana kombinasi produksi optimal susu di pabrik milk treatment unit usaha susu KUD Mitrayasa yang dapat memaksimumkan keuntungannya sekaligus memenuhi permintaan pasar?

2. Bagaimana alokasi sumberdaya yang dimiliki KUD Mitrayasa untuk mencapai kondisi optimal?

3. Bagaimana pengaruh perubahan harga jual susu pasteurisasi cup plain dan penambahan batasan baru pada ketersediaan sumberdaya dan laba kontribusi total tiap jenis produk terhadap keputusan produksi susu dingin, pasteurisasi dan yoghurt?

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Sehubungan dengan perumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

(29)

1. Menganalisis tingkat produksi optimal susu pada unit usaha susu di KUD Mitrayasa yang dapat memberikan keuntungan yang maksimum.

2. Menganalisis alokasi penggunaan sumberdaya di unit usaha susu KUD Mitarayasa agar dapat mencapai kondisi yang optimal?

3. Menganalisis pengaruh perubahan harga jual susu pasteurisasi cup plain dan penambahan batasan baru untuk susu dingin pada perubahan ketersediaan sumberdaya dan laba kontribusi total tiap jenis produk terhadap keputusan produksi susu dingin, pasteurisasi dan yoghurt.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik kepada pihak manajemen koperasi, penulis maupun pembaca. Bagi KUD penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam penentuan kebijakan khususnya untuk unit usaha pengolahan susu. Bagi penulis sendiri berguna untuk menambah pengalaman dan pengetahuan dan sebagai media untuk penerapan ilmu yang diperoleh di bangku kuliah. Bagi pembaca, dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan bagi penelitian selanjutnya dan dapat memberikan informasi pengolahan susu.

(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Koperasi Persusuan

Di Indonesia, pengembangan usaha peternakan sapi perah secara intensif baru dimulai pada awal pelita III, tepatnya tahun 1979/1980. Tahun-tahun sebelumnya peternakan sapi perah dan masalah persusuan tidak terlalu menjadi agenda serius di kalangan pemerintah, walaupun usaha tersebut sudah lama dijalankan oleh peternak di berbagai tempat secara sporadis. Perkembangan koperasi persusuan diawali dengan berdirinya Koperasi Peternakan di Pangalengan tahun 1949, Koperasi Peternakan Sinau Andandani Ekonomi di Malang tahun 1962 dan koperasi Setia Kawan di Pasuruan tahun 1967. Pada tahun 1979 koperasi susu bergabung dalam Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI). Sampai dengan tahun 1999 koperasi primer persusuan yang ada di Indonesia telah berjumlah sebanyak 213 buah (GKSI, 1999).

Sampai saat ini pembangunan peternakan sapi perah dan pengembangan komoditas persusuan di Indonesia dilakukan dengan tiga macam pola. Pertama adalah pola PIR-Persusuan yang mengisyaratkan adanya suatu kerjasama ekonomi tertutup antara inti dan satelit. Pada tahun 1983 pemerintah mengundang swasta untuk menanamkan modal bagi pembangunan pabrik susu, maka berdirilah pabrik susu Tirta Amerta Agung (TAA) dengan kapasitas 150.000 liter susu segar per hari, yang mulai berproduksi pada tahun 1985. Untuk tetap menjaga kontinuitas supply susu segar, maka TAA mengembangkan program PIR persusuan di Boyola li. Program PIR persusuan di Boyolali Jawa Tengah merupakan model PIR susu yang pertama di Indonesia. Akan tetapi dalam perjalanannya mengalami

(31)

banyak hambatan dan akhirnya dihentikan. Dalam pelaksanaannya PIR Persusuan ini lebih menyerupai bentuk putting-out workers pada industri. Pabrik susu pengolahan (PT TAA) yang bertindak sebagai inti mengalami persaingan ketat di pasaran bebas dari pabrik-pabrik lain dan mengalami kesulitan likuiditas modal. Sehingga pihak inti menunggak pembayaran upah plasma termasuk pembayaran setoran susu dari sentra produksi lain.

Pola kedua adalah pengembangan peternakan sapi perah dengan koperasi mandiri, yaitu usaha peternakan sapi perah yang difasilitasi oleh koperasi dan pemasaran susu dilakukan melalui sistem perkoperasian. Baik koperasi khusus persusuan seperti Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) di Pangalengan ataupun Koperasi Unit Desa (KUD) yang mempunyai unit usaha persusuan. Pola kedua ini dilakukan di Jawa Barat dan Jawa Timur. Pola ini lebih mirip seperti contract farming di mana koperasi bertindak sebagai pembeli tunggal produk susu anggota-anggotanya dan menjadi pemasok tunggal input- input produksi. Sedangkan sapi-sapi perah sebagian besar merupakan milik peternak sendiri, sebagian kecil lainnya merupakan sapi-sapi kredit yang disalurkan melalui koperasi.

Pola ketiga adalah kegiatan peternakan sapi perah dengan jaminan pihak ketiga, yaitu berbentuk usaha ataupun perusahaan susu komersial. Di Jawa Barat, pendekatan pembangunan peternakan sapi perah dan pengembangan komoditi persusuan dilakukan dengan menumbuhkan peranan koperasi yang bergerak dalam area persusuan. Pertama adalah koperasi persusuan primer dan koperasi persusuan sekunder.

(32)

Koperasi persusuan primer (termasuk KUD yang mempunyai unit usaha persusua n) merupakan unit usaha persusuan yang berasosiasi langsung deengan para peternak sapi perah yang menjadi anggota-anggotanya. Koperasi ini secara konseptual diharapkan menjadi wadah perjuangan para peternak sapi perah untuk memperkuat posisi tawar mereka dalam menentukan harga jual produk susu dengan cara penjualan bersama, menyalurkan input-input produksi dengan jalan pembelian bersama dan memberikan perlakuan tertentu pada komoditas produksi susu anggota agar tidak cepat rusak dan terkontaminasi. Koperasi primer ini dikonsepkan untuk menjadi institusi yang membela kepentingan anggota-anggotanya, yaitu para peternak sapi perah.

Di sisi lain peranan dari gabungan koperasi persusuan (GKSI), secara konseptual merupakan “payung” politik bagi koperasi-koperasi primer yang lahir sebagai suatu wadah tunggal, memperjuangkan kendali harga beli susu terhadap IPS dan mendistribusikan kuota produksi pada masing- masing koperasi primer anggotanya. Koperasi sekunder ini secara konsep berperan menjadi mediator akomodatif untuk meredakan persaingan antar koperasi persusuan primer dalam memperebutkan kuota produksi dan tingkat harga beli susu (M.Koeswardhono dan Lina Karliyenna, 1989).

2.2. Pandangan Koperasi Tentang Optimalisasi

Koperasi merupakan salah satu lembaga ekonomi kerakyatan yang berwatak sosial. Disamping untuk memberikan pelayanan kepada anggotanya tujuan didirikannya koperasi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui watak sosialnya. Dalam kegiatannya koperasi selalu

(33)

mementingkan pelayanan kepada anggota dan lingkungan sekitarnya. Dengan demikian, dalam menjalankan usahanya untuk mencapai tujuannya koperasi tidak semata- mata menggerakan usahanya untuk mencapai keuntungan maksimum, namun demikian mencari keuntungan di dalam koperasi juga diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota melalui pembagian sisa hasil usaha (SHU) dan menghidupkan koperasi itu sendiri.

KUD sebagai koperasi pedesaan yang tidak menunjukkan ciri khusus sebagai koperasi produsen pertanian. Dengan sifatnya yang serba usaha dalam pengertian serba keanggotaan, serba fungsi dan serba komoditi KUD mempunyai pengertian yang sangat luas, tidak spesifik dan sulit menetapkan kompetensi dan bisnis intinya. Serba komoditi berarti menangani berbagai komoditi dalam satu koperasi, seperti beras, ternak, kopi, ikan dan lainnya. Serba fungsi berarti menangani berbagai fungsi dalam satu koperasi, seperti pemasaran, distribusi dan kredit. Serba kenggotaan berarti berbagai kelompok kepentingan yang mungkin saling berbeda menjadi anggota satu koperasi (Soedjono, 1996).

Menurut Hendar dan Kusnadi (1999), konsep keuntungan maksimum berkendala karena merupakan organisasi yang mengaku adanya kendala-kendala efisiensi. Kendala-kendala tersebut dapat diatasi melalui perbedaan harga atau pelayanan kepada anggota dan non anggota. Oleh karena itu koperasi dituntut untuk selalu meningkatkan efisiensi kerjanya. Suatu organisasi dikatakan efisien apabila mampu berproduksi dan mengalokasikan sumberdaya yang dimilikinya secara optimal untuk mencapai tujua n organisasi.

(34)

2.3. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai optimalisasi produksi pada perusahaan dalam industri pengolahan susu di Indonesia dengan menggunakan program linier sudah banyak dilakukan. Lokasi penelitian sudah mencakup perusahaan besar, perusahaan menengah, dan koperasi. Secara umum, tujuan dari penelitian yang telah dilakukan tersebut adalah untuk mencari kombinasi produksi yang memaksimumkan laba. Beberapa diantaranya adalah seperti yang diuraikan di bawah ini.

Sukma (2001) melakukan penelitian mengenai optimalisasi produksi susu olahan di pabrik milk treatment Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) untuk tahun 1999. Produk susu olahan KPBS yang menjadi variabel keputusan adalah susu dingin, susu pasterisasi dalam kemasan 500 ml (susu pack), susu segar, susu pasteurisasi coklat dan susu pasteurisasi strawberry. Kendala yang dimasukkan dalam model program linier meliputi bahan baku, bahan penolong, jam kerja mesin, kendala transfer, jam tenaga kerja langsung, dan produksi minimum. Hasil analisa optimal menunjukkan bahwa untuk mendapatkan keuntungan maksimum, KPBS harus meningkatkan produksi susu pasteurisasinya serta mengurangi produksi dan penjualan susu dingin ke industri pengolahan susu. Produksi optimal menghasilkan keuntungan maksimum sebesar Rp. 4.46 milyar atau Rp. 1.47 milyar di atas pendapatan pada tingkat aktualnya. Kondisi optimal dicapai dengan mengoptimalkan penggunaan sumber daya untuk produksi susu pasteurisasi antara lain mesin PHE, homogenizer, bahan baku, stabilizer, dan panncau 4R. Hasil analisis juga menunjukan masih banyaknya sumber daya yang berlebih seperti bahan baku penolong, jam kerja mesin, dan tenaga kerja langsung.

(35)

Widhiani (2001) melakukan penelitian mengenai optimalisasi produksi susu kental manis (SKM) pada PT Friesche Vlag untuk bulan februari hingga April 2001. Ada dua jenis produk yang produksi optimalnya menjadi variabel keputusan pada model program linier yaitu SKM bendera putih dan SKM bendera coklat. Hasil analisis olahan optimal menunjukkan tingkat produksi optiaml untuk SKM bendera putih sebesar 194,500 dan SKM bendera coklat sebesar 99,500 karton. Produksi optimal ini menghasilkan pendapatan sebesar Rp. 15754 milyar yang berarti lebih besar sebesar Rp 435 juta dari pendapatan aktualnya. Produksi pada tingkat optimal mampu menekan waktu kerja menganggur pada sejumlah mesin dan meningkatkan penggunaan sejumlah bahan baku ketimbang pada tingkat produksi aktualnya.

Rahmadani (2006) telah melakukan penelitian dengan judul optimalisasi produksi mie Instan di PT Jakarama Tama Ciawi Jawa Barat. Produksi mie instan pada kondisi aktual yang dilakukan belum optimal. Ada jenis mie instan yang harus ditingkatkan dan diturunkan serta tidak direkomendasikan untuk diproduksi. Tingkat produksi optimal untuk mie instan diantaranya G100GEP sebesar 113.930,64 karton, G100GS sebesar 1.700 karton, GEGS sebesar 1.237,5 karton, GMS-GSP sebesar 1.335 karton dan GMS-GAM sebesar 770 karton dan mie instan G100AB, G100ST, dan G100KA pada kondisi optimal tidak direkomendasikan untuk diproduksi. Secara keseluruhan kegiatan produksi pada kondisi optimal perencanaan total produksi sebesar 118.973,14 karton, sedangkan pada kondisi aktual total produksi sebesar 260.022 karton, sehingga terdapat selisih tingkat produksi yang positif yaitu tingkat produksi pada kondisi aktual total melebihi kondisi optimalnya sebesar 141.048,86 karton.

(36)

Kesimpulan dari hasil penelitian mengenai penelitian terdahulu pada perusahaan-perusahaan dan koperasi yang diteliti mengenai produksinya mengindikasikan bahwa masing- masing kegiatannya belum optimal. Hal ini dilihat dari data produksi aktual yang terjadi di perusahaan dan data optimal produksi yang telah diolah dengan program linier. Sebagian besar peneliti menggunakan bantuan komputer program LINDO, begitu juga dalam penelitian ini. Pada penelitian ini dipilih lembaga Koperasi Unit Desa (KUD) mengingat peranannya terhadap pengembangan usaha peternakan sapi perah rakyat. Untuk topik optimalisasi produksi susu olahan di unit usaha susu KUD Mitrayasa terdapat produk olahan lainnya yang berbeda yaitu yoghurt. Dalam menjalankan usahanya tersebut KUD berusaha mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki untuk tiga jenis produk susu yang dihasilkan yaitu susu dingin, susu pasteurisasi, dan yoghurt yang dapat menghasilkan keuntungan maksimal.

(37)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Produksi dan Kombinasi Produksi Optimum

Secara umum, sistem produksi didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk mengubah masukan sumber daya guna menciptakan barang dan jasa yang berguna sebagai keluaran (Buffa dan Sarin, 1996). Rangkaian masukan-konversi-keluaran merupakan cara yang berguna untuk mengkonseptualisasikan sistem produksi, dimulai dari unit terkecil dari kegiatan produksi, yang biasanya dinamakan operasi. Suatu operasi adalah langkah tertentu dalam keseluruhan proses menghasilkan produk atau jasa yang membawa kepada keluaran akhir. Proses tranformasi (pengubahan) ini digambarkan secara jelas dalam Gambar 1.

Umpan balik informasi tentang Keluaran untuk pengendalian proses

Gambar 1. Sistem Produksi Sebagai Proses Transformasi atau Konversi Sumber : Buffa dan Sarin, 1996

Output berupa produk maupun jasa merupakan hasil pengkombinasian antara faktor- faktor produksi atau input. Hubungan antara input yang digunakan dalam proses produksi dengan jumlah output yang dihasilkan disebut fungsi produksi (Lipsey, 1995). Dalam fungsi produksi biasanya jumlah yang diproduksi

Masukan Material Mesin Fasilitas Energi Informasi dan teknologi Proses

transformasi atau konversi Manajemen Operasi : Desain sistem Perencanaan dan

pengendalian operasi

Keluaran : Produk

(38)

tergantung pada jumlah bahan baku, tenaga kerja, mesin, dan modal yang digunakan dalam proses produksi.

Salah satu tujuan dalam berproduksi adalah bagaimana memperoleh output dari input yang ada secara efisien atau bagaimana mengoptimalkan produksi dengan input yang ada. Penentua n kombinasi produksi optimum untuk memperoleh keuntungan maksimal dapat dijelaskan melalui Kurva Kemungkinan Produksi (KKP) dan garis isorevenue. KKP merupakan suatu kurva yang menggambarkan semua kombinasi output yang dapat diproduksi dengan menggunakan sumberdaya (input) yang sudah tertentu jumlahnya (Nicholson,1999). KKP disebut juga isoresource curve karena setiap titik-titik pada kurva tersebut menggambarkan kombinasi output yang dapat dihasilkan dengan menggunakan sejumlah input yang sama sedangkan garis isorevenue adalah garis yang menunjukkan kombinasi produk yang dapat dijual perusahaan yang akan memberikan penerimaan tertentu.

Pada Gambar 2, diasumsikan perusahaan menggunakan sumberdaya yang ada hanya untuk memproduksi dua barang, yaitu X1 dan X2. Perusahaan harus

berproduksi pada titik E, yaitu menghasilkan produk X1 sebesar Q1 dan produk X2

sebesar Q2, agar penerimaan yang diperoleh perusahaan akan memaksimalkan

yaitu sebesar TR2. Kombinasi produk optimal ini dicapai dicapai pada saat KKP

bersinggungan dengan garis isorevenue.

Pemilihan kombinasi produk selain pada titik E akan mengurangi penerimaan total. Sebagai contoh, apabila perusahaan memilih kombinasi produk yang ditunjukan pada titik a dan b maka penerimaan yang diperoleh hanya sebesar TR1. Artinya perusahaan belum dapat memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki

(39)

b Q2 TR1

O

X2

secara efisien. Titik c adalah kondisi kombinasi produk X1 dan X2 yang tidak

dapat dicapai karena terbatasnya sumberdaya. X1 TR2 a c Q1 E

Gambar 2. Kurva Kemungkinan Produksi dan Kombinasi Produksi Optimal Sumber : Nicholson, 1999 Keterangan : X1 : Produk 1 X2 : Produk 2 TR1 : Total Penerimaan 1 TR2 : Total Penerimaan 2

E : Kombinasi produksi optimal

Q1 : Jumlah produk 1 yang dihasilkan pada kondisi

Q2 : Jumlah produk 2 yang dihasilkan pada kondisi

a,b : Kombinasi produksi yang tidak optimal

c : Kombinasi optimal yang tidak dapat dicapai

Menurut Lipsey (1995), batas kemungkinan produksi juga mengungkapkan tiga konsep, yaitu kelangkaan (scarcity), pilihan (choice), dan biaya peluang (opportunity cost). Kelangkaan ditunjukkan oleh kombinasi-kombinasi yang tidak dapat dicapai melebihi batas, pilihan ditunjukkan oleh kebutuhan untuk memilih titik-titik alternatif yang bisa dicapai sepanjang batas, sedangkan biaya peluang ditunjukkan oleh kemiringan batas tersebut ke kanan bawah.

Kelangkaan menyebabkan seseorang harus membuat pilihan-pilihan dan setiap pilihan mencerminkan biaya peluangnya. Akibat sifat sumberdaya yang terbatas (langka) maka keputusan untuk memproduksi barang X1 lebih banyak

(40)

menyebabkan barang lain X2 yang diproduksi menjadi lebih sedikit. Hal ini

mencerminkan konsep opportunity cost, yaitu suatu ukuran yang menyatakan jumlah barang lain yang harus dikorbankan untuk menambah barang X sebesar satu satuan. KKP yang berbentuk cembung melambangkan peningkatan biaya opportunity cost (increasing opportunity cost) dalam memproduksi kedua komoditi tersebut.

Posisi biaya paling rendah pada tingkat output tertentu dicapai ketika kurva isoquant dan garis isocost bersinggungan. Kurva isoquant adalah kurva yang menunjukkan keseluruhan perangkat kemungkinan yang efisien secara teknologis untuk memproduksi tingkat keluaran tertentu sedangkan garis isocost adalah garis yang menunjukkan kombinasi alternatif faktor-faktor yang dapat dibeli suatu perusahaan dengan pengeluaran tertentu (Lipsey, 1995).

Pada Gambar 3, perusahaan diasumsikan menggunakan dua input yaitu kapital dan tenaga kerja untuk menghasilkan output sebesar Qo. Metode produksi

yang paling efisien adalah pada titik E yaitu menggunakan kapital sebesar Ko dan

tenaga kerja To. Kombinasi input tersebut akan memberikan biaya yang paling

minimal yaitu sebesar TC1. Pemilihan kombinasi input selain pada titik E akan

menyebabkan biaya yang digunakan bukan biaya yang paling minimal. Sebagai contoh, apabila memilih kombinasi input yang ditunjukkan pada titik a atau b maka biaya yang digunakan menjadi lebih tinggi yaitu sebesar TC2 dan TC3.

(41)

a Ko E b Qo K To TC1 TC2 TC3 T

Gambar 3. Minimisasi Biaya Sumber : Nicholson, 1999 Keterangan :

K : Jumlah input kapital T : Jumlah input tenaga kerja TC1 : Total Cost 1

TC2 : Total Cost 2

TC3 : Total Cost 3

QO : Kurva isoquant

E : Kombinasi input optimal

KO : Jumlah kapital yang digunakan pada kondisi optimal

TO : Jumlah tenaga kerja yang digunakan pada kondisi optimal

a,b : Kombinasi input yang tidak optimal

Persoalan maksimisasi output merupakan masalah yang identik dengan persoalan minimisasi biaya, perusahaan berusaha menghasilkan output tertentu denga n biaya yang minimal sedangkan pada persoalan maksimisasi output, perusahaan berusaha mencapai tingkat output maksimal dengan biaya tertentu jumlahnya. Posisi output paling maksimal juga dicapai ketika kurva isoquant bersinggungan dengan garis isocost.

Pada Gambar 4, output maksimal dapat dicapai pada titik E yaitu menghasilkan output sebesar Q2 dengan menggunakan biaya tertentu sebesar TCO.

Pemilihan metode produksi selain pada titik E akan menyebabkan output yang dicapai tidak maksimal. Sebagai contoh, apabila perusahaan berproduksi pada titik a atau b maka biaya yang digunakan sama besar tetapi tingkat output yang dihasilkan lebih rendah sebesar Q1. Tingkat output yang tidak dapat dicapai

(42)

Ko E a K b Q3 Q2 Q1

karena membutuhkan biaya yang lebih tinggi daripada biaya yang sudah ditentukan.

T Gambar 4. Maksimisasi Output

Sumber Nicholson, 1999 Keterangan :

K : Jumlah input kapital T : Jumlah input tenaga kerja TC1 : Garis isocost

Q1 : Kurva isoquant 1

Q2 : Kurva isoquant 2

Q3 : Kurva isoquant 3

E : Kombinasi input optimal

Ko : Jumlah kapital yang digunakan pada kondisi optimal

To : Jumlah tenaga kerja yang digunakan pada kondisi optimal

a,b : Kombinasi input yang tidak optimal

3.1.2. Teori Optimalisasi

Menurut Nasendi dan Anwar (1985), optimalisasi adalah serangkaian proses untuk mendapatkan gugus kondisi yang diperlukan untuk mendapatkan hasil terbaik dalam situasi tertentu. Dengan pendekatan normatif dapat diketahui bahwa optimalisasi mengidentifikasikan penyelesaian terbaik suatu masalah yang diarahkan pada maksimisasi atau minimisasi melalui fungsi tujuan.

Memaksimumkan keuntungan yang dihasilkan dari proses produksi atau untuk meminimumkan biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dengan memperhatikan kendala-kendala yang berada di luar jangkauan pelaku kegiatan

(43)

merupakan tujuan dilakukannya optimalisasi. Oleh karena itu dalam upaya pencapaian tujuan tersebut, kegiatan produksi selalu berusaha untuk mengalokasikan sumberdaya yang terbatas di antara berbagai kegiatan yang saling bersaing (Buffa dan Sarin, 1996).

Suatu proses kegiatan dilakukan untuk mencapai tujuan atau mencapai output yang paling baik (the best output), dengan menggunakan masukan (input) yang dalam prakteknya serba terbatas. Dalam keadaan serba terbatas itulah harus dicapai suatu pemecahan yang optimum (maksimum atau minimum). Di sinilah letak pentingnya Riset Operasi (RO) sebagai alat atau teknik untuk memecahkan persoalan pencapaian output yang optimum dengan input yang seba terbatas dengan menggunakan metode ilmiah (Supranto, 1988).

Menurut Taha (1996), tahap-tahap dalam penerapan RO untuk memecahkan persoalan adalah sebagai berikut :

1. Definisi masalah

Tiga aspek utama pada tahap ini adalah deskripsi tentang sasaran atau tujuan dari studi tersebut, identifikasi alternatif keputusan dari sistem tersebut dan pengenalan tentang keterbatasan, batasan dan persyaratan sistem tersebut. 2. Pengembangan model

Pada tahap ini yang harus diperhatikan adalah model yang paling sesuai untuk mewakili sistem yang bersangkutan. Model ini harus menyatakan ekspresi kuantitatif dari tujuan dan batasan masalah dalam bentuk variabel keputusan. 3. Pemecahan Model

Hal ini dicapai dengan menggunakan teknik-teknik optimalisasi yang didefinisikan dengan baik dan menghasilkan sebuah pemecahan optimal.

(44)

4. Pengujian Keabsahan Model

Sebuah model adalah absah jika, walaupun tidak secara pasti mewakili sistem tersebut, dapat memberikan prediksi yang wajar. Metode yang umum digunakan adalah membandingkan kinerjanya dengan data masa lalu yang tersedia.

5. Implementasi

Pada tahap ini, hasil operasi harus diterjemahkan oleh peneliti secara terperinci dalam bentuk yang mudah dimengerti oleh pihak yang akan mengoperasikan sistem tersebut.

Menurut Nicholson (1999), jenis persoalan optimalisasi dibagi menjadi dua yaitu tanpa kendala dan dengan kendala. Pada optimalisasi tanpa kendala, faktor- faktor yang menjadi kendala atau keterbatasan-keterbatasan yang ada terhadap fungsi tujuan diabaikan sedangkan pada optimalisasi dengan kendala, faktor- faktor yang menjadi kendala terhadap fungsi tujuan diperhatikan dalam menentukan titik maksimum atau minimum fungsi tujuan. Salah satu alat riset operasi yang paling efektif dan paling banyak digunakan untuk memecahkan persoalan optimalisasi dengan kendala adalah pemrograman linier.

3.1.3. Linear Programming

Program linier menurut Soepranto (1988) ialah salah satu teknik dari Riset Operasi untuk memecahkan persoalan optimisasi (maksimisasi atau minimisasi) dengan menggunakan persamaan dan ketidaksamaan linear dalam rangka untuk mencari pemecahan yang optimum dengan memperhatikan pembatasan-pembatasan yang ada. Soekartawi (1992) menyatakan bahwa di setiap

(45)

penyelesaian Linier Programming keuntungan maksimum dapat diperoleh melalui dua cara tersebut yaitu :

a. Program memaksimumkan (maksimisasi) total penerimaan (atau kadang-kadang juga langsung pada total keuntungan); dan

b. Program meminimumkan (minimisasi) total biaya.

Linear Programming adalah suatu metode programasi yang variabelnya disusun dengan persamaan linier. Program linier juga dapat didefinisikan sebagai suatu teknik perencanaan masalah, untuk kemudian dipilih alternatif terbaik (Nasendi dan Anwar, 1985). Hal ini berkaitan erat dengan alokasi sumberdaya dan dana terbatas guna mencapai tujuan atau sasaran perusahaan secra optimal.

Menurut Soekartawi (1992), program linier memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan program linier adalah :

1. Mudah dilakukan, apalagi jika menggunakan alat bantu komputer.

2. Dapat digunakan banyak variabel, sehingga berbagai kemungkinan untuk memperoleh pemanfaatan sumberdaya yang optimum dapat tercapai; dan

3. Fungsi tujuan dapat difleksibelkan sesuai dengan tujuan penelitian atau berdasarkan data yang tersedia.

Sedangkan kelemahan penggunaan LP adalah bila alat bantu komputer tidak tersedia, maka cara LP dengan menggunakan banyak variabel akan meyulitkan analisisnya dan bahkan tidak mungkin dikerjakan dengan cara manual saja. Penggunaan variabel yang sedikit jumlahnya maka LP dapat digunakan secara manual dengan bantuan cara perhitungan simplex, yaitu suatu cara penyelesaian dengan melakukan iterasi berbagai variabel. Kelemahan lainnya dari

(46)

cara LP adalah penggunaan asumsi linearitas, karena di dalam kenyataan yang sebenarnya kadang-kadang asumsi ini tidak sesuai.

Linear Programming itu sendiri sebenarnya merupakan metode perhitungan untuk perencanaan terbaik di antara kemungkinan-kemungkinan tindakan yang dapat dilakukan. Penentuan terbaik tersebut terdapat banyak alternatif dalam perencanaan untuk mencapai tujuan spesifik pada sumberdaya yang terbatas.

Program linier terdiri dari dua macam fungsi, yaitu fungsi tujuan dan fungsi kendala. Fungsi tujuan adalah fungsi yang menggambarkan sasaran atau tujuan dalam sumber-sumber untuk memperoleh keuntungan maksimum atau biaya yang minimum. Sedangkan fungsi kendala adalah bentuk penyajian secara matematis kendala-kendala yang tersedia yang akan dialokasikan secara optimal ke berbagai kegiatan.

Secara umum, model linear programming dapat dinyatakan sebagai berikut :

Maksimisasi atau minimisasi : Z =

= n j CjXj 1 , untuk j = 1, 2,....n atau

Memenuhi syarat kendala :1.

= n j aijXj 1 (=, =, =) bi, untuk i = 1,2,...n 2. Xj = 0 Keterangan : Z = fungsi tujuan

Cj = koefisien fungsi tujuan

aij = koefisien input-output

bi = sumberdaya yang terbatas

Xj = variabel keputusan

Asumsi dasar yang menjadi ciri khas dari model linear programming menurut Nasendi dan Anwar (1985) adalah :

(47)

1. Linearitas, berarti bahwa fungsi tujuan dan fungsi kendala harus dapat dinyatakan sebagai fungsi linier. Hubungan antara variabel bersifat linear. 2. Proporsionalitas, berarti naik turunnya nilai Z dan penggunaan sumberdaya

atau fasilitas yang tersedia akan berubah sebanding dengan perubahan tingkat kegiatan.

3. Aditivitas, berarti bahwa nilai parameter suatu kriteria optimasi merupakan jumlah dari nilai individu- individu Cj dalam model LP tersebut.

4. Divisibilitas, berarti bahwa variabel-variabel keputusan Xj dapat dibagi ke dalam pecahan-pecahan apabila diperlukan.

5. Deterministik, berarti bahwa semua parameter dalam model LP tetap dan dapat diketahui atau ditentukan secara pasti.

Menurut Taha (1996), teknik LP mampu mengkompensasi kepastian yang tidak dapat dicapai pada kehidupan nyata dengan memberikan analisis pasca-optimal dan analisis parametrik secara sistematis, yang memungkinkan pengambil keputusan menguji sensitivitas pemecahan optimum yang statis terhadap perubahan diskrit atau kontinyu dalam berbagai parameter dari model tersebut.

3.1.4. Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas penting karena dalam kegiatan sehari- hari faktor ketidakpastian selalu ada. Faktor ketidakpastian ini sering terjadi pada perubahan harga dan produktivitas. Di dalam problem linear programming (LP), pengertian “sensitivitas” adalah memberlakukan parameter sumberdaya (bi) yang tersedia pada batas yang paling kecil (lower limit) dan batas yang paling besar (upper limit). Artinya, apa yang akan terjadi pada solusi optimum bila parameter bi diubah menjadi lebih dari bi yang ada (bi+ ?bi) dan yang lebih rendah (bi- ?bi)

(48)

(Soekartawi, 1992). Analisis ini memberikan karakteristik dinamis pada model yang menungkinkan seorang analisis untuk mempelajari perilaku pemecahan optimum sebagai hasil dari perubahan dalam parameter model. Tujuan akhir dari analisis ini adalah untuk memperoleh informasi tentang pemecahan optimum dengan perhitungan tambahan yang minimal.

3.1.5. Analisis Pasca-Optimal (Post Optimal)

Menurut Taha (1996), analisis pasca optimal dapat dimasukkan ke dalam salah satu dari kategori berikut: perubahan perubahan dalam koefisien fungsi tujuan yang mempengaruhi optimalitas, perubahan dalam sisi kanan yang mempengaruhi kelayakan dan perubahan yang dapat mempengaruhi baik optimalitas maupun kelayakan. Asumsi deterministik dalam model program linier menyatakan bahwa semua parameter model (aij, Cj dan bi) diketahui konstan. Dalam kenyataannya, asumsi ini sulit sekali atau tidak sama sekali terjadi. Oleh sebab itu perlu dilakukan analisis pasca optimal atau post optimal. Analisis post optimal ditujukan untuk mengetahui perubahan solusi optimum sebagai respon terhadap perubahan parameter-parameter input.

Kerangka Pemikiran Operasional.

Usaha koperasi dalam memenuhi tujuannya yaitu meningkatkan kesejahteraan anggotanya, salah satunya dilakukan melalui peningkatan pendapatan koperasi yang dihasilkan dari usaha-usaha yang dijalankannya. Usaha tersebut diantaranya mendiversifikasikan produk olahan pada unit usaha sapi perah. Oleh karena itu setiap usaha yang dijalankannya dituntut untuk mampu

(49)

beroperasi secara efisien dan mampu menghasilkan keuntungan yang tinggi tanpa harus menghilangkan jati dirinya sebagai suatu badan usaha koperasi. Selain itu, kondisi persaingan dalam memenuhi permintaan akan susu dalam domestik juga menuntut adanya efisiensi dalam menjalankan usahanya. Terbatasnya sumberdaya yang dimiliki KUD Mitrayasa menuntut adanya pengalokasian sumberdaya secara efisien untuk menghasilkan tingkat produksi yang optimal, sehingga diperlukan adanya suatu perencanaan produksi yang baik.

Salah satu teknik riset operasi yang dapat digunakan dan diterapkan dalam menghadapi persoalan-persoalan produksi/operasi adalah pemrograman linier (linear programming). Pemrograman linier merupakan model yang banyak digunakan dalam pengalokasian sumberdaya yang terbatas di antara berbagai aktivitas produksi sehingga satu kriteria tertentu menjadi optimal (minimum atau maksimum).

Berdasarkan jenis produk dan kendala keterbatasan sumberdaya yang ada maka dir umuskan suatu perencanaan produksi optimal dengan maksud mengetahui kombinasi produk yang dapat menghasilkan keuntungan maksimum. Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan kalkulator dan program komputer LINDO.

Penyusunan produksi optimal dimulai dengan pembuatan model pemrograman linier. Fungsi tujuan dalam pembuatan model pemrograman linier adalah memaksimumkan keuntungan (laba kontribusi total) yang dihasilkan oleh KUD Mitrayasa. Variabel keputusan yang ada dalam model menunjukkan tingkat produksi optimal setiap jenis produk susu yang dihasilkan dalam mencapai tujuan KUD Mitrayasa. Sedangkan kendala yang dimasukkan adalah kendala-kendala

Gambar

Tabel 1. Produksi, konsumsi, dan Impor Susu Nasional di Indonesia Tahun 2002- 2002-2006 (ribu ton)
Gambar 1. Sistem Produksi Sebagai Proses Transformasi atau Konversi  Sumber : Buffa dan Sarin, 1996
Gambar 5. Kerangka Alur Pemikiran Operasional Optimalisasi Produksi Tujuan unit usaha sapi perah :
Tabel 2.   Perkembangan Jumlah Anggota Kelompok Sapi Perah dan Jumlah Sapi  Perah KUD Mitrayasa tahun 2003-2006
+7

Referensi

Dokumen terkait

pemberian probiotik BAL dan Mikroba Rumen yang terenkapsulasi dalam meningkatkan kualitas, produksi serta penurunan kadar aflatoksin susu sapi

Untuk dapat meningkatkan produksi susu dapat dilakukan dengan peningkatan produktivitas sapi perah dan meningkatkan skala usaha peternak yaitu dengan penambahan

ANALISIS TITIK IMPAS PENJUAlAN SUSU SAPI PERAH Studi Kasus di KU D Putrajaya Kanci, Kecamatan. Astauajapura, Kabupaten CireboD, Jawa

Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan produksi susu pada pagi hari lebih tinggi bila dibandingkan produksi susu pada sore hari, dan secara keseluruhan produksi

Pemberian ampas tahu tidak berpengaruh signifikan terhadap produksi susu sapi perah diduga salah satu penyebabnya karena ampas tahu merupakan pakan tambahan yang

Pemberian ampas tahu tidak berpengaruh signifikan terhadap produksi susu sapi perah diduga salah satu penyebabnya karena ampas tahu merupakan pakan tambahan yang

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pengurangan 2 kg konsentrat dengan suplementasi 0,5 kg pakan sumber protein yang terlindungi dapat meningkatkan kualitas dan produksi susu,

Melalui pemahaman mendalam tentang faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu sapi perah, kita dapat merancang strategi dan praktik manajemen yang lebih cerdas untuk meningkatkan