• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROTOKOL PERABOI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROTOKOL PERABOI"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PROTOKOL PENATALAKSANAAN KANKER PAYUDARA

I. PENDAHULUAN

Kanker payudara merupakan kanker dengan insidens tertinggi nomor dua di Indonesia dan terdapat kecenderungan dari tahun ke tahun insidens ini meningkat, seperti halnya di negara barat. Angka kejadian kanker payudara di Amerika Serikat 92/100.000 wanita per tahun dengan mortalitas yang cukup tinggi 27/100 atau 18% dari kematian yang dijumpai pada wanita. Di Indonesia berdasarkan “porthological based registration” kanker payudara mempunyai insidens relatif 11,5%. Diperkirakan di Indonesia mempunyai insidens minimal 20.000 kasus baru per tahun; dengan kenyataan bahwa lebih dari 50% kasus masih berada dalam stadium lanjut.

Di sisi lain kemajuan “iptekdok” serta ilmu dasar biomolekuler, sangat berkembang dan tentunya mempengaruhi tatacara penanganan kanker payudara itu sendiri dari deteksi dini, diagnostic dan terapi serta rehabilitasi dan follow up.

Dalam upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan, Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (PERABOI) telah mempunyai Protokol Penanganan Kanker Payudara (tahun 1990). Protokol ini dimaksudkan pula untuk dapat: 1. Menyamakan persepsi penanganan dari semua dokter yang berkecimpung

dalam kanker payudara atau dari Pusat Pendidikan Onkologi 2. Bertukar informasi dalam bahasa yang sama

3. Digunakan untuk penelitian dalam aspek keberhasilan terapi 4. Mengukur mutu pelayanan

Kemajuan iptekdok yang cepat seperti dijelaskan di atas, membuat PERABOI perlu mengantisipasi keadaan ini dengan sebaik-baiknya melalui revisi Protokol Kanker Payudara 1998 dengan Protokol Kanker Payudara PERABOI 2003.

(3)

II. KLASIFIKASI HISTOLOGI WHO/JAPANESE BREAST CANCLE SOCIETY

Untuk kanker payudara dipakai klasifikasi histologi berdasarkan: 1. WHO Histological Classification of Breast Tumors

2. Japanese Breast Cancle Society (1984) 3. Histological Classification of Breast Tumors Malignant (carsinoma):

1. Non invasive carsinoma

a. Non invasive ductal carsinoma b. Labular carsinoma in situ 2. Invasive carcinoma

a. Invasive ductal carcinoma 1) Papillabular carsinoma 2) Salid-tubular carsinoma 3) Scirrhous carsinoma b. Special types 1) Mucinous carcinoma 2) Medullary carcinoma 3) Invasive labular carcinoma 4) Adenold cystic carcinoma 5) Squamous cell carcinoma 6) Spindel cell carcinoma 7) Apocrine carcinoma

8) Carcinoma with cartilaginous and or osseous metoplasia 9) Tubular carcinoma 10) Secretory carcinoma 11) Others c. Paget’s disease Tipe Histopatologi In situ carcinoma

NOS (no otherwise specified) Intraductal

(4)

Invasive carinomas NOS

Ductal Inflammatory Medulary, NOS

Medullary with lymphoid stroma Mucinous

Paplllary (predominantly mircropaplllary pattern) Tubular

Labular

Paget’s disease and infiltrating Undifferentlated Squamous cell Adenold cystic Secretory Cribriform G : gradasi histologis

Seluruh kanker payudara kecuali tipe medulare harus dibuat gradasi histologisnya. Sistim gradasi histologis yang direkomendasikan adalah menurut “The hottingham combined histologic grade” (menurut Elston-Ellis yang merupakan modifikasi dari Bloom-Richardson). Gradasinya adalah sebagai berikut:

Gx : Grading tidak dapat dinilai G1 : Low grade (rendah)

G2 : Intermediate grade (sedang)

G3 : High grade (tinggi)

III. KLASIFIKASI STADIUM TNM (UICC/AJCC) 2002

Stadium kanker payudara ditentukan berdasarkan TNM system dari UICC/AJCC tahun 2002 adalah sebagai berikut:

T = ukuran tumor primer

Ukuran T secara klinis, radiologis dan mikroskopis adalah sama. Nilai T dalam cm, nilai paling kecil dibulatkan ke angka 0,1 cm. Tx : Tumor primer tidak dapat dinilai

(5)

Tis : Karsinoma in situ

Tis (DCIS) : Ductal carcinoma in situ

Tis (LCIS) : Labural carcinoma in situ

Tis (Paget) : Penyakit Paget pada putting tanpa adanya tumor

Catatan:

Penyakit Paget dengan adanya tumor dikelompokkan sesuai dengan ukuran tumornya.

T1 : Tumor dengan ukuran diameter terbesarnya 2 cm atau kurang

T1mic : Adanya mikroinvasi ukuran 0,1 cm atau kurang

T1a : Tumor dengan ukuran lebih dari 0,1 cm sampai 0,5 cm

T1b : Tumor dengan ukuran lebih dari 0,5 cm sampai 1 cm

T1c : Tumor dengan ukuran lebih dari 1 cm sampai 2 cm

T2 : Tumor dengan ukuran diameter terbesarnya lebih dari 2 cm

sampai 5 cm

T3 : Tumor dengan ukuran diameter terbesar lebih dari 5 cm

T4 : Ukuran tumor berapapun dengan ekstensi langsung ke dinding

dada atau kulit Catatan:

Dinding dada adalah termasuk iga, otot, interkosialis, dan serratus anterior tapi tidak termasuk otot pektoralis.

T4a : Ekstensi ke dinding dada (tidak termasuk otot paktoralis)

T4b : Edema (termasuk peau d’orange), ulserasi, nodul satelit pada

kulit yang terbatas pada 1 payudara T4c : Mencakup kedua hal di atas

T4d : Mastitis karsinomatosa

N = Kelenjar getah bening regional. Klinis :

Nx : Kgb regional tidak bisa dinilai (telah diangkat sebelumnya)

N0 : Tidak terdapat metastasis kgb

N1 : Metastasis ke kgb aksila ipsilateral yang mobil

N2 : Metastasis ke kgb aksila ipsilateral terfiksir, berkonglomerasi,

atau adanya pembesaran kgb mamaria interna ipsilateral (klinis, tanpa adanya metastasis ke kgb aksila)

N2a : Metastasis pada kgb aksila terfiksir atau berkonglomerasi atau

(6)

N2b :Metastasis hanya pada kgb mamaria interna ipsilateral secara

klinis dan tidak terdapat metastasis pada kgb aksila

N3 : Metastasis pad kgb infraklavikular ipsilateral degan atau

tanpa metastasis kgb aksila atau klinis terdapat metastasis pada kgb mamaria interna ipsilateral klinis dan metastasis pada kgb aksila atau metastasis pad kgb supraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa metastasis pada kgb aksila/mamaria interna

N3a :Metastasis ke kgb infraklavikular ipsilateral

N3b :Metastasis ke kgb mamaria interna dan kgb aksila

N3c :Metastasis ke kgb supraklavikular

Catatan:

Terdeteksi secara klinis: terdeteksi dengan pemeriksaan fisik atau secara imaging (diluar unifoscintigrafi).

Patologi (pN)

pNx :Kgb regional tidak bisa dinilai (telah diangkat sebelumnya

atau tidak diangkat)

pN0 :Tidak terdapat metastasis ke kgb secara patologi, tanpa pemeriksaan tambahan untuk “isolated tumor cells” (ITC) Catatan:

ITC adalah sel tumor tunggal atau kelompok sel kecil dengan ukuran tidak lebihdari 0,2 mm yang biasanya hanya terdeteksi dengan pewarnaan imunahistokimia (IHC) atau metode molekular lainnya tapi masih dalam pewarnaan H & E. ITC tidak selalu menunjukkan adanya aktifitas keganasan seperti proliferas atau reaksi stromal.

pN0(-) :Tidak terdapat metastasis kgb secara histologis, IHC negatif pN0(+) :Tidak terdapat metastasis kgb secara histologis, IHC positif,

tidak terdapat kelompok IHC yang lebih dari 0,2 mm

pN0(mol -) :Tidak terdapat metastasis kgb secara histologis, pemeriksaan molekular negatif (RT-PCR)

pN0(mol +) :Tidak terdapat metastasis kgb secara histologis, pemeriksaan molekular positif (RT-PCR)

Catatan:

a :klasifikasi berdasarkan diseksi kgb aksila dengan atau tanpa pemeriksaan sentinelnode. Klasifikasi berdasarkan hanya pada diseksi sentinel node tanpa diseksi kgb aksila ditandai dengan (sn) untuk sentinel node, contohnya: pN0(+) (sn).

(7)

b : RT-PCR : neverse transcriptase/polymerase chain reaction.

pN1 : Metastasis pada 1-3 kgb aksila dan atau kgb mamaria interna

(klinis negatif) secara mikroskopis yang terdeteksi dengan sentinel node diseksi

pN1mlc : Mikrometastasis (lebih dari 0,2 mm sampai 2,0 mm)

pN1a : Metastasis pada kgb aksila 1-3 bulan

pN1b : Metastasis pada kgb mamaria interna (klinis negatif) secara

mikroskopis terdeteksi melalui diseksi sentinel node

pN1c : Metastasis pada 1-3 kgb aksila dan kgb mamaria interna

secara mikroskopis melaui diseksi sentinel node dan secara klinis negatif (jika terdapat lebih dari 3 buah kgb aksila yang positif, maka kgb mamaria interna diklasifikasikan sebagai pN3b untuk menunjukkan peningkatan besarnya tumor)

pN2 : Metastasis pada 4-9 kgb aksila atau secara klinis terdapat

pembesaran kgb mamaria interna tanpa adanya metastasis kgb aksila

pN2a : Metastasis pada 4-9 kgb aksila (paling kurang terdapat 1

deposit tumor lebih dari 2,0mm)

pN2b : Metastasis pada kgb mamaria interna secara klinis tanpa

metastasis kgb aksila

pN3 : Metastasis pada 10 atau lebih kgb aksila; atau infraklavikula

atau metastasis kgb mamaria interna (klinis) pada 1 atau lebih kgb aksila yang positif; atau pad metastasis mikroskopis kgb mamaria interna negatif; atau pada kgb supraklavikula

pN3a : Metastasis pada 10 atau lebih kgb aksila (paling kurangi satu

deposit tumor lebih dari 2,00mm), atu metastasis pada kg infraklavikula

pN3b : Metastasis kgb mamaria interna ipsilateral (klinis) dan

metastasis pada kgb aksila 1 atau lebih; atau metastasis pada kgb aksila 3 buah dengan terdapat metastasis mikroskopis pada kgb mamaria interna yang terdeteksi dengan diseksi sentinel node yang secara klinis negatif

pN3c : Metastasis pada kgb supraklavikula ipsilateral

Catatan: tidak terdeteksi secara klinis/klinis negatif: adalah tidak terdetek dengan pencitraan (kecuali limfoscinligrafi) atau dengan pemeriksaan fisik.

(8)

M : Metastasis jauh

Mx : Metastasis jauh belum dapat dinilai

M0 : Tidak terdapat metastasis jauh

M1 : Terdapat metastasis jauh

Grup stadium Stadium 0 : Tis N0 M0 Stadium 1 : T1 N0 M0 Stadium IIA : T0 N1 M0 T1 N1 M0 Stadium IIB : T2 N1 M0 T3 N0 M0 Stadium IIIA : T0 N2 M0 T1 N2 M0 T2 N2 M0 T3 N1 M0 T3 N2 M0 Stadium IIIB : T4 N0 M0 T4 N1 M0 T4 N2 M0

Stadium IIIC : Tiap T N3 M0

Stadium IV : TiapT Tiap N M1

Catatan: T1 : termasuk T1 mic

Kesimpulan perubahan pada TNM 2002:

Mikrometastasis dibedakan antara “isolated tumor cells” berdasarkan ukuran dan histologi aktifitas keganasan.

Memasukkan penilaian sentinel node dan pewarnaan imunohistokimia atau pemeriksaan molekuler

Klasifikasi mayor pada status kgb tergantung pada jumlah kgb aksila yang positif dengan pewarnaan H & E atu imunohistokimia.

Klasifikasi metastasis pada kgb infraklavikula ditambahkan sebagai N3.

Penilaian metastasis pada kgb mamaria interna berdasarkan ad atu tidaknya metastasis pada kgb aksila. Kgb mamaria interna positif secara mikroskopis yang terdeteksi melaui sentinel node dengan menggunakan limfoscintigrafi tapi pada pemeriksaan pencitraan dan klinis negatif diklasifikasikan sebagai N1. metastasis secar makroskopis pada kgb mamaria interna yang terdeteksi secara

(9)

pencitraan (kecuali limfoskintigrafi) atau melaui pemeriksaan fisik dikelompokkan sebagai N2 jika tidak terdapat metastasis pada kgb aksila, namun jika terdapat metastasis kgb aksila maka dikelompokkan sebagai N3. Metastasis pada kgb supraklavikula dikelompokkan sebagai N3.

Stadium klinik (cTNM) harus dicantumkan pada setiap diagnosa KPD atau suspect KPD, pTNM harus dicantumkan pada setiap hasil pemeriksaan KPD yang disertai dengan cTNM.

IV. PROSEDUR DIAGNOSTIC A. Pemeriksaan Klinis

1. Anamnesis:

a. Keluhan di payudara atau ketiak dan riwayat penyakitnya 1) Benjolan

2) Kecepatan tumbuh 3) Rasa sakit

4) Nipple discharge

5) Nipple retraksi dan sejak kapan 6) Krusta pada areola

7) Kelainan kulit: dimpling, peau d’orange, ulsrasi, venektasi 8) Perubahan warna kulit

9) Benjolan ketiak 10) Edema lengan

b. Keluhan di tempat lain berhubungan dengan metastasis, antara lain: 1) Nyeri tulang (vertebra, femur)

2) Rasa penuh di ulu hati 3) Batuk

4) Sesak

5) Sakit kepala hebat dan lain-lain c. Faktor-faktor resiko

1) Usia penderita

2) Usia melahirkan anak pertama 3) Punya anak atau tidak

4) Riwayat menyusukan 5) Riwayat menstruasi

• Menstruasi pertama pada usia berapa

(10)

• Menopause pada usia berapa 6) Riwayat pemakaian obat hormonal

7) Riwayat keluarga sehubungan dengan kanker payudara atau kanker lain

8) Riwayat pernah operasi tumor payudara atau tumor ginekologik 9) Riwayat radiasi dinding dada

2. Pemeriksaan fisik

a. Status generalis, cantumkan performance status b. Status lokalis:

1) Payudara kanan dan kiri harus diperiksa 2) Masa tumor:

• Lokasi

• Ukuran

• Konsistensi

• Permukaan

• Bentuk dan batas tumor

• Jumlah tumor

• Terfiksasi atau tidak ke jaringan sekitar payudara, kulit, m. pektoralis dan dinding dada

3) Perubahan kulit:

Kemerahan, dimpling, edema, nodul satelit

Pedu d’orange, ulserasi 4) Nipple:

• Tertarik

• Erosi

• Krusta

Discharge

5) Status kelenjar getah bening:

• KGB aksila : jumlah, ukuran, konsistensi, terfiksir satu sama lain atau jaringan sekitar

• KGB infraklavikula : idem

• KGB supra klavikula : idem

6) Pemeriksaan pada daerah yang dicurigai metastasis:

• Lokasi organ (paru, tulang, hepar, otak) B. Pemeriksaan Radiodiagnostik/Imaging

(11)

1. Diharuskan (recommended)

a. USG payudara dan mamografi untuk tumor <3cm b. Foto toraks

c. USG abdomen (hepar) 2. Optional (atas indikasi)

a. Bone scanning atau dan bone survey (bilamana sitologi atau klinis sangat mencurigai pada lesi >5cm)

b. CT scan

C. Pemeriksaan Fine Needle Aspiration Blopsy-sitologi

Dilakukan pad lesi yang secara klinis dan raiologik curiga ganas

Catatan: belum merupakan Gold Standard, Bila mapu, dianjurkan untuk diperiksa TRIPLE DIAGNOSTIC

D. Pemeriksaan Histopatologi (Gold Standard Diagnostic)

Pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan potong beku dan/atau parafin. Bahan pemeriksaan histopatologi diambil melaui:

• Care blopsy

• Biopsi eksisional untuk tumor ukuran >3cm

• Biopsi insisional untuk tumor:

• operabel ukuran > 3 cm operasi definitif

• inoperabel

• Spesimen mastektomi disertai dengan pemeriksaan kgb

• Pemeriksaan Imunohistokimia: ER, PR, c-erbm-2 (HER-2 nou), cathepsin-D, p53, (situsional)

E. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium rutin dan pemeriksaan kimia darah sesuai dengan perkiraan metastasis.

V. SCREENING

Metode :

1. SADARI (pemeriksaan payudara sendiri) 2. Pemeriksaan fisik

3. Mammografi

• SADARI : Dilaksanakan pada wanita mulai usia subur, setiap 1 minggu setelah hari pertama menstruasi terakhir.

• Pemeriksaan fisik : Oleh dokter secara lige artis.

(12)

• pada wanita diatas 35 tahun-50 tahun : setiap 2 tahun

• pada wanita diatas 50 tahun : setiap 1 tahun.

Catatan:

Pada daerah yang tidak ada mammogarfi 1 USG, untuk deteksi dini dilakukan dengan SADARI dan pemeriksaan fisik saja.

VI. PROSEDUR TERAPI A. Modalitas terapi

1. Operasi 2. Radiasi 3. Kemoterapi 4. Hormonal terapi

5. Molecular targetting therapi (biologi therapi) Operasi :

Jenis operasi untuk terapi

1. BCS (Breast Conserving Surgery ) 2. Simpel mastektomi

3. Radikal mastektomi modifikasi 4. Radikal mastektomi Radiasi 1. primer 2. adjuvan 3. pallatif Kemoterapi 1. harus kombinasi

2. kombinasi yang dipakai a. CMF

b. CAF, CEF

c. Taxane-Doxorubicin d. Capecetabin

Hormoni

1. Ablative : Bilateral ovarektomi 2. Additive : Tamoxifen

3. Optional :

(13)

b. GnRH (Gonadotropin Releasing Hormone), dsb.

B. Terapi

Ad. 1 Kanker payudara stadium 0. Dilakukan: - BCS

- Mastektomi simple

terapi definitif pada TD tergantung pada pemeriksaan blok parafin, lokasi didasarkan pada hasil pemeriksaan Imaging.

Indikasi BCS a. T: 3 cm

b. Pasien menginginkan mempertahankan payudaranya Syarat BCS

a. Keinginan penderita setelah dilakukan informed consent. b. Penderita dapat dilakukan kontrol rutin setelah pengobatan. c. Tumor tidak terletak sentral.

d. Perbandingan ukuran tumor dan volume payudara cukup baik untuk kosmetik pasca BCS.

e. Mamografi tidak memperlihatkan mil rokalsifikasi/tanda keganasan lain yang difus (luas).

f. Tumor tidak multipal.

g. Belum pernah terapi radiasi di dada.

h. Tidak menderita penyakit LE atau penyakit kolagen. i. Terdapat sarana radioterapi yang memadai.

Ad. 2 Kanker payudara stadium dini/operabel : Dilakukan:

a. BCS (harus memnuhi syarat di atas) b. Mastektomi radikal

c. Mastektomi radikal modifikasi Terapi adjuvant :

a. Dibedakan pada keadaan : Node (-) atau Node (+) b. Pemberiannya tergantung dari :

1) Node (+) / (-) 2) ER / PR

3) Usia pre menopause atau post menopause 4) Dapat berupa :

(14)

• Radiasi

• Kemoterapi

• Hormonal terapi

Adjuvant therapi pada node negative (KGB histopalogi negatif) Menopausal status Hormonal Receptor High Risk Premenopause RT (+) / PR (+) ER (-) / PR (-) Ke + Tam / Ov Ke Post menopause RT (+) / PR (+) ER (-) / PR (-) Ke + Kemo Ke Old Age RT (+) / PR (+) ER (-) / PR (-) Ke + Kemo Ke

Adjuvant therapi pada NODE POSITIVE (KGB histopalogi positif) Menopausal status Hormonal Receptor High Risk Premenopause RT (+) / PR (+) ER (-) and PR (-) Ke + Tam / Ov Ke Post menopause RT (+) / PR (+) ER (-) and PR (-) Ke + Tam Ke Old Age RT (+) / PR (+) ER (-) and PR (-) Ke + Kemo Ke

High risk group:

• Umur < 40 tahun

• High grade

• ER/PR negatif

• Tumor progesif (Vascular, Lymph Invasion)

• High thymidin index Terapi adjuvant:

a. Radiasi

Diberikan apabila ditemukan keadaan sebagai berikut: 1) Setelah tindakan operasi terbatas (BSC)

2) Tepi sayatan dekat (T> T2)/tidak bebas tumor 3) Tumor sentral/medial

4) KGB (+) dengan ekstensi ekstra kapsuler Acuan pemberian radiasi sebagai berikut:

1) Pada dasarnya diberikan radiasi lokoregional (payudara dan aksila beserta supraklavikula), kecuali:

(15)

• Pada keadaan tumor dimedial/sentral diberikan tambahan radiasi pada mamaria interna

2) Dosis lokoregional profilaksis adalah 50Gy, booster dilakukan sebagai berikut:

• Pada potensial terjadi residif ditambahkan 10Gy (misalnya tepi sayatan dekat tumor atu post BCS)

• Pada terdapat masa tumor atau residu post op (mikroskopik atau makroskopik) maka diberikan boster dengan dosis 20Gy kecuali pada aksila 15Gy

b. Khemoterapi

Khemoterapi : Kombinasi CAF (CEF), CMF, AC Khemoterapi adjuvant : 6 siklus

Khemoterapi paliatif : 12 siklus

Khemoterapi neoadjuvant : - 3 siklus pra terapi primer ditambah - 3 siklus pasca terapi primer

• Kombinasi CAF

Dosis C : Cyclophgosfamide 500 mg/m2 hari 1

A : Adriamycin = Doxorul in 50 mg/m2 hari 1

F : 5 Fluoro Uracil 500 mg/m2 hari 1

Interval : 3 minggu

• Kombinasi CEF

Dosis C : Cyclophgosfamide 500 mg/m2 hari 1

E : Epirublein 50 mg/m2 hari 1

F : 5 Fluoro Uracil 500 mg/m2 hari 1

Interval : 3 minggu

• Kombinasi CMF

Dosis C : Cyclophgosfamide 100 mg/m2 hari 1 /d 14

M : Melotrexate 40 mg/m2 hari 1 & 8

F : 5 Fluoro Uracil 500 mg/m2 hari 1 & 8

Interval : 3 minggu

• Kombinasi AC

Dosis A : Adriamycin C : Cyclophospamide

• Optional:

- Kombinasi Taxan + Doxorubicin - Capecitabine

(16)

- Gemcitabine

c. Hormonal terapi Macam terapi hormonal

1) Additive : pemberian tamoxi’en

2) Abiative : bilateral oophorectoml (ovarektomi bilateral) Dasar pemberian :

1) Pemeriksaan Reseptor ER + PR + ; ER + PR - ; ER – PR + 2) Status hormonal

Additive : Apabila : ER–PR +

ER+PR – (menopause tanpa pemeriksaan ER & PR) ER–PR +

Abiasi : Apabila

• Tanpa pemeriksaan reseptor

• Premenopause

• Menopause 1-5 tahun dengan efek estrogen (+)

• Perjalanan penyakit slow growing & intermediateo growing Ad.3 Kanker payudara locally advanced (lokal lanjut)

Operable Locally advanced

•Simple mastektomi/mrm + radiasi kuratif + kemoterapi adjuvant + hormonal terapi

Inoperable Localy advanced

• Radiasi kuratif + kemoterapi + hormonal terapi

• Radiasi + operasi + kemoterapi + hormonal terapi

• Kemoterapi neo adj + operasi + kemoterapi + radiasi + hormonal terapi

Ad.4 Kanker payudar lanjut metastase jauh Prinsip:

• Sifat terapi palilatif

• Terapi sistemik merupakan terapi primer (Kemoterapi dan hormonal terapi)

(17)

VII. REHABILITASI DAN FOLLOW UP A. Rehabilitasi:

Pra Operatif

1. Latihan pernafasan 2. Latihan batuk efektif Pasca Operatif

Hari 1-2

1. Latihan lingkup gerak sendi untuk siku pergelangan tangan dan jari lengan daerah yang dioperasi

2. Untuk sisi sehat latihan lingkup gerak sendi lengan secara penuh 3. Untuk lengan atas bagian operasi latihan isometrik

4. Latihan relaksasi otot leher dan toraks 5. Aktif mobilisasi

Hari 3-5

1. Latihan lingkup gerak sendi untuk bahu sisi operasi (bertahap) 2. Latihan relaksasi

3. Aktif dalam sehari-hari dimana sisi operasi tidak dibebani Hari 6 dan seterusnya

1. Bebas gerakan

2. Edukasi untuk mempertahankan lingkup gerak sendi dan usaha untuk mencegah/menghilangkan timbulnya lymphedema

B. Follow up

1. tahun 1 dan 2  kontrol tiap 2 bulan 2. tahun 3 s/d 5  kontrol tiap 3 bulan 3. setelah tahun 5  kontrol tiap 6 bulan

• Pemeriksaan fisik : tiap kali kontrol

• Thorax foto : tiap 6 bulan

• Lab, marker : tiap 2-3 bulan

• Mammografi kontra lateral : tiap tahun atau ada indikasi

• USG Abdomen/lever : tiap 6 bulan atau ada indikasi

(18)
(19)

PROTOKOL PENATALAKSANAAN TUMOR / KANKER TIROID

I. PENDAHULUAN

Tumor / kanker tiroid merupakan neoplasma system endokrin yang terbanyak dijumpai. Berdasarkan dari “Pathological BasedRegistration”di Indonesia kanker tiroid merupakan kanker dengan insidensi tertinggi urutan ke sembilan ;

Penanganan pertama untuk suatu kanker adalah kesempatan terbaik untuk pasien mencapai tingkat “kesembuhan” optimal. Demikian pula halnya untuk kanker tiroid.

Untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam penatalaksanaan tumor/kanker tiroid sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran, perlu merevisi protokol yang telah ada sehingga dapat menjadi panduan bersama dan dapat :

1. Menyamakan persepsi dalam penatalaksanaan tumor/kanker tiroid, 2. Bertukar informasi dalam bahasa dan istilah yang sama,

3. Menjadi tolak ukur mutu pelayanan,

4. Menunjang pendidikan bedah umum dan pendidikan bedah onkologi, 5. Bermanfaat untuk penelitian bersama.

II. KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI

Klasifikasi Karsinoma Tiroid menurut WHO : Tumor epitel maligna

1. Karsinoma folikulare 2. Karsinoma papilare

3. Campuran karsinoma folikulkare-papilare 4. Karsinoma anaplastik (undifferentiated) 5. Karsinoma sel skuamosa

6. Karsinoma tiroid medulare Tumor non-epitel maligna 1. Fibrosarkoma

2. Lain-lain

Tumor maligna lainnya 1. Sarkoma

2. Limfoma maligna

3. Haemangiothelioma maligna 4. Teratoma maligna

(20)

Tumor sekunder dan unclassified tumors

Rosal J. membedakan tumor tiroid atas adenoma folikulare, karsinoma papilare, karsinoma folikulare, “hurthle cell tumors”, “clear cell tumors”, tumor sel skuamos, tumor musinus, karsinoma medulare, karsinoma berdiferensiasi buruk dan “undifferentiated carcinoma”

Untuk menyederhanakan penatalaksanaan Mc Kenzie membedakan kankertiroid atas 4 tipe yaitu karsinoma papilare, karsinoma folikulare, karsinoma medulare dan karsinoma anaplastik.

Klasifikasi Klinik TNM Edisi 6 – 2002 T-Tumor Primer

Tx : Tumor primer tidak dapat dinilai T0 : Tidak didapat tumor primer

T1 : Tumor dengan ukuran terbesar 2 cm atau kurang masih terbatas pada tiroid

T2 : Tumor dengan ukuran terbesar lebih dari 2 cm tetapi tidak lebih dari 4 cm masih terbatas pada tiroid

T3 : Tumor dengan ukuran terbesar lebih dari 4 cm masih terbatas pada tiroid atau tumor ukuran berapa saja dengan ekstensi ekstra tiroid yang minimal (misalnya ke otot sternotiroid atau jaringan lunak peritiroid)

T4a :Tumor telah berkestensi keluar kapsul tiroid dan menginvasi ke tempat berikut : jaringan lunak subkutan, laring, trachea, esophagus, n. laringeus recurren

T4b : Tumor menginvasi fasia prevertebrata, pembuluh mediastinal atau arteri karotis

T4a*(karsinoma anaplastik) Tumor (ukuran berapa saja) masih terbatas pada tiroid

T4b*(karsinoma anaplastik) Tumor (ukuran berapa saja) berekstensi keluar kapsul tiroid

Catatan :

Tumor multifokal dari semua tipe histologi harus diberi tanda (m) (ukuran terbesar menentukan klasifikasi), contoh : T2(m)

Semua karsinoma tiroid anaplastik/undifferentiated termasuk T4 Karsinoma anaplastik Intratiroid – resektabel secara bedah Karsinoma anaplastik ekstra tiroid – irreektabel secara bedah

(21)

N : Kelenjar Getah Bening Regional

Nx : Kelenjar getah bening tidak dapat dinilai

N0 : Tidak didapat metastasis ke kelenjar getah bening N1 : Terdapat metastasis ke kelenjar getah bening

N1a : Metastasis pada kelenjar getah bening cervicallevel VI (pretrakheal dan paratrakheal, termasuk prelaringeal dan delphian)

N1b : Metastasis pada kelenjar getah bening cervical unilateral, bilateral atau kontralateral atau ke kelenjar getah bening mediastinal atas/superior

M : Metastasis jauh

Mx : Metastasis jauh tidak dapat dinilai M0 : Tidak terdapat metastasis jauh M1 : Terdapat Metastasis jauh Terdapat empat tipe histopatologi mayor:

1. Papillary carcinoma (termasuk dengan fokus folikular)

2. Follicular carcinoma (termasuk yang disebut dengan Hurthle cell carcinoma) 3. Medullary carcinoma

4. Anaplastic/undifferentiated carcinoma Stadium klinis

Karsinoma Tiroid Papilare atau Folikulare Umur < 5 Tahun

Stadium I Tiap T Tiap N M0

Stadium II Tiap T Tiap N M1

Papilare atau Folikulare umur ≥ 5 Tahun danMedulare

Stadium I T1 N0 M0 Stadium II T2 N0 M0 Stadium III T2 N0 M0 T1,T2,T3 N1a M0 Stadium IVA T1,T2,T3 N1b M0 T4a N0,N1 M0

Stadium IVB T4b Tiap N M0

Stadium IVC Tiap T Tiap N M1

Anaplastik/Undifferentiated (Semua kasus stadium IV)

Stadium IVA T4a Tiap N M0

Stadium IVB T4b Tiap N M0

Stadium IVC Tiap T Tiap N M1

(22)

A. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik 1. Pengaruh usia dan jenis kelamin

Risiko malignansi : apabila nodul tiroid terdapat pada usia dibawah 20 tahun, dan diatas 50 tahun jenis kelamin laki-laki mempunyai risiko malignansi lebih tinggi

2. Pengaruh radiasi didaerah leher dan kepala

Radiasi pada masa kanak-kanak dapat menyebabkan malignansi pada tiroid kurang lebih 33 – 37%

3. Kecepatan tumbuh tumor

a. Nodul jinak membesar tidak terlalu cepat b. Nodul ganas membesar dengan cepat c. Nodul anaplastik membesar sangat cepat d. Kista dapat membesar dengan cepat 4. Riwayat gangguan mekanik di daerah leher

Keluhan gangguan menelan, perasaan sesak, perubahan suara dan nyeri dapat terjadi akibat desakan dan atau infiltrasi tumor

5. Riwayat penyakit serupa pada famili/keluarga

Bila ada, harus curiga kemungkinan adanya malignansi tiroid tipe medulare

6. Temuan pada Pemeriksaan Fisik

a. Pada tumor primer dapat berupa suatu nodul soliter atau multiple dengan konsistensi bervariasi dari kistik sampai dangan keras bergantung kepada jenis patologi anatomi (PA)nya

b. Perlu diketahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening regional

c. Disamping ini perlu dicari ada tidaknya benjolan pada kalvaria, tulang belakang, klavikula, sternum dll, serta tempat metastasis jauh lainnya yaitu di paru-paru, hati, ginjal dan otak

B. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium

a. Human thyroglobulin, suatu penanda tumor (“tumor marker”) untuk keganasan tiroid; jenis yang berdiferensiasi baik, terutama untuk fellow up

(23)

c. Kadar calcitonin hanya untuk pasien yang dicurigai karsinoma medulera

2. Pemeriksaan radiologis

a. Dilakukan pemeriksaan foto paru posteroanterior, untuk menilai ada tidaknya metastasis. Foto polos leher antero-posterior dan lateral dengan metode “soft tissue technique” dengan posisi leher hiperekstensi, bila tumornya besar. Untuk melihat ada tidaknya mikrokalsifikasi

b. Esofagogram dilakukan bila secara klinis terdapat tanda-tanda adanya infiltrasike esofagus

c. Pembuatan foto tulang dilakukan bila ada tanda-tanda metastasis ke tulang yang bersangkutan

3. Pemeriksaan ultrasonografi

Diperlukan untuk mendeteksi nodul yang kecil atau nodul di posterior yang secara klinis belum dapat dipalpasi. Disamping itu dapat dipakai untuk membedakan nodul yang padat dan kistik serta dapat dimanfaatkan untuk penuntun dalam tindakan biopsi aspirasi jarum halus

4. Pemeriksaan sidik tiroid

Pemeriksaan sidik tiroid : bila nodul menangkap yodium lebih sedikit dari jaringan tiroid yang normal disebut nodul dingin (cold nodule), bila sama afinitasnya maka disebut nodul hangat (warm nodule) danbila afinitasnya lebih maka disebut nodul panas (hot nodule).

Karsinoma tiroid sebagian besar adalah nodul dingin. Sekitar 10 – 17% struma dengan nodul dingin ternyata adalah suatu keganasan.

Bila akan dilakukan pemeriksaan sidik tioridharus dihentikan selama 2 – 4 minggu sebelumnya

Pemeriksaan sidik tiroid ini tidak mutlak diperlukan, jika tidak ada fasilitasnya tidak usah dikerjakan

5. Pemeriksaan sitologi melalu biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH)

Keberhasilan dan ketepatan pemeriksaan bajah tergantung dari 2 hal yaitu : faktor kemampuan pengambilan sampel dan faktor ketepatan interpretasi oleh seorang sitolog sehingga angka akurasinya sangat bervariasi.

Ketepatan pemeriksaan sitologi untuk kanker tiroid anaplastik, medulare dan papilare hamper mendekati 100% tetapi untuk jenis folikulare hampir tidak dapat dipakai karena gambaran sitologi untuk adenomatous goiter, adenoma folikuler dan adeno karsinoma folikuler adalah sama,

(24)

tergantung dari gambaran invasike kapsul dan vaskular yang hanya dapat dilihat dari gambaran histopatologi.

6. Pemeriksaan histopatologi

a. Merupakan pemeriksaan diagnostik utama jaringan diperiksa setelah dilakukan tindakan lobektomi atau isthmolobektomi

b. Untuk kasus inoperable, jaringan yang diperiksa diambil dari tindakan biopsi insisi

Secara klinis, nodul tiroid dicurigai ganas apabila : 1. Usia dibawah 20 tahun atau diatas 50 tahun

2. Riwayat radiasi daerah leher sewaktu kanak-kanak 3. Disfagia, sesak nafas, perubahan suara

4. Nodul soliter, pertumbuhan cepat, konsistensi keras 5. Ada pembesaran kelenjar getah bening leher

6. Ada tanda-tanda metastasis jauh

IV. PENATALAKSANAAN NODUL TIROID

Pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk menentukan apakah nodul tiroid tersebut suspek maligna atau suspek benigna.

Bilanodul tersebut suspek maligna dibedakan atas apakah kasus tersebut operabel atau inoperabel. Bila kasus yang dihadapi inoperabel maka dilakukan tindakan biopsi insisi dengan pemeriksaan histopatologi secara blok parafin. Dilanjutkan dengan tindakan debulking dan radiasi eksterna atau kemoradioterapi.

Bila nodul tiroid suspek maligna tersebut operabel dilakukan tindakan isthmolobektomi dan pemerikasaan potong beku (VC).

Ada 5 kemungkinan hasil yang didapat : 1. Lesi jinak

Maka tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi. 2. karsionoma papilare

dibedakan atas risiko tinggi dan resiko rendah berdasarkan klasifikasi AMES.

a. Bila risiko rendah tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi. b. Bila risiko tinggi dilakukan tindakan tiroidektomi total.

3. karsinoma folikulare

Dilakukan tindakan tiroidektomi total. 4. Karsionoma medulera

(25)

5. Karsionoma anaplastik

a. Bila memungkinkan dilakukan tindakan tiroidektomi total.

b. Bila tidak memungkinkan, cukup dilakukan debulking dilanjutkan dengan radiasi eksterna ataukemo-radioterapi.

Bila nodul tiroid secara klinis suspek benigma dilakukan tindakan FNAB (biopsy aspirasi jarum halus). Ada 2 kelompok hasil yang mungkin didapat yaitu :

1. hasil FNAB suspek maligna, “Foliculare Pattern” dan “Hurtle Cell”. Dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaaan potong beku seperti diatas.

2. hasil FNAB benigma

Dilakukan terapi supresi TSH dengan tablet Thyrax selama 6 bulan kemudian dievaluasi, bila nodul tersebut mengecil diikuti dengan tindakan observasi dan apabila nodul tersebut tidak ada perubahan atau bertambah besar sebaiknya dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti diatas.

Bila di pusat pelayanan kesehatan tidak terdapat fasilitas pemeriksaan potong beku maupun maka dilakukan tindakan lobektomi/isthmolobektomi dengan pemeriksaan blok parafin dan urutan penanganan nodul tiroid dapat mengikuti bagan dibawah ini.

(26)

Bagan Penatalaksanaan Nodul Tiroid

Bila di pusat pelayanan kesehatan tidak terdapat fasilitas pemeriksaan potong beku maupun maka dilakukan tindakan lobektomi/isthmolobektomi dengan pemeriksaan blok paraffin dan urutan penanganan nodul tiroid dapat mengikuti bagan di bawah ini

Nodul Tiroid Klinis

Suspek Maligna Suspek Benigna

Inoperabel Operabel FNAB

Biopsi Insisi Medular e Folikul are Papilare

Lesi Jinak Suspek maligna Benigna

Folikulare pattern Isthmoloekto mi Radiasi eksterna/ kemoterapi Debulking Tiroidektomi total Observasi Resiko tinggi Resiko

rendah Membesar tidak ada

perubahan Mengecil Supresi TSH 6 bulan Anaplasti k

(27)

Penatalaksanaan kanker tiroid dengan metastasis regional.

Dipastikan terlebih dahulu apakah kasus yang dihadapi operabel atau inoperabel. Bila operabel tindakan yang dipilih adalah dengan radioterapi eksternal atau dengan kemo-radioterapi dengan memakai adriamicin. Dosis 50-60 mg/m2 luas

permukaan tubuh (LPT).

Nodul Tiroid Klinis

Suspek Maligna Suspek Benigna

Inoperabel Operabel Biopsi Insisi Medulare Folikulare Papilare Lesi Jinak Observasi - Gejala penekanan - Terapi konservatif supresi TSH gagal - Kosmetik Lobektomi Isthmolobektomi Radiasi eksterna/ kemoterapi Debulking Tiroidektomi total Observasi Resiko tinggi Resiko rendah Anaplastik Ganas Operasi selesai

(28)

Bila kasus tersebut operabel dilakukan panilaian infiltratif kelenjar getah bening terhadap jaringan sekitar.

Bila tidak ada infiltrasi dilakukan tiroidektomi total (TT) dan “Functional RND” Bila ada inflitrasi pada mAscesorius dilakukan TT + RND standar.

Bila ada infitrasi pada vena dugularis interna tanpa infiltrasi pada mAscesorius dilakukan TT + RND modifikasi 1.

Bila ada infiltrasi hanya pada m Sternocleldomastoideus dilakukan TT + RND modifikasi 2.

Bagan Penatalaksanaan Kanker Tiroid dengan Metastasis Regional

Penatalaksanaan kanker tiroid dengan metasasis jauh

Dibedakan terlebih dahulu apakah kasus yang dihadapi berdiferensiasi baik atau buruk.

Bila berdiferensiasi buruk dilakukan kemoterapi dengan Adriamicin.

Bila berdiferensiasi baik dilakukan TT + radiasi interna dengan I kemudian dinilai dengan sidik seluruh tubuh bila respon (+) dilanjutkan dengan terapi supresi / subtitusi.

Syarat untuk melakukan radiasi interna adalah : tidak boleh ada jaringan tiroid normal yang akan bersaing dalam afinitas terhadap jaringan radioaktif. Ablation jaringan tiroid itu bias dilakukan dengan pembedahan atau radio ablation dengan jaringan radioaktif.

Bila respon (-) diberikan khemoterapi adriamicin Infiltrasi

(29)

Bagan Penatalaksanaan Kanker Tiroid denan Metastasis Jauh

V. FOLLOW UP

A. Karsinoma tiroid berdiferensiasi baik

Empat minggu setelah tindakan TT dilakukan pemeriksaan sidik seluruh tubuh.

1. Bila masih ada sisa jaringan tiroid normal dilakukan ablasio dengan I131.

Kemudian dilanjutkan dengan terapi subsitusi / supresi dengan Thyrax sampai kadar TSHs < 0,1.

2. Bila tidak ada sisa jaringan tiroid normal dilakukan terapi subsitusi / supresi.

Setelah 6 bulan terapi subsitusi / supresi dilakukan pemeriksaan sidik seluruh tubuh dengan terlebih dahulu menghentikan terapi substitusi selama 4 minggu ebelum pemeriksaan.

3. Bila terdapat metatastis jauh, dilakukan radiasi interna I131 dilanjutkan

terapi substitusi / supresi.

4. Bila tidak ada metastasis terapi substitusi / supresi dilanjutkan dan pemeriksaan sidik seluruh tubuh diulang setiap tahun selama 2 – 3 tahun dan bila 2 tahun berturut-turut hasilnya tetap negative maka evaluasi cukup dilakukan 3-5 tahun sekali.

(30)

Dalam follow up KT diferensiasi baik, pemeriksaan kadar human tiroglobulin dapat dipakai sebagai patanda tumor untuk mendeteksi kemungkinan adanya residif tumor.

Bagan Follow Up Pasien kanker Tiroid Berdiferensiasi Baik

B. Karsinoma Tiroid Jenis Medulare

Tiga bulan setelah tindakan tiroidektomi total atau tiroidektomi total + diseksi leher sentral, dilakukan pemeriksaan kalsitonin.

1. Bila kadar kalsitonin atau 0 ng/ml dilanjutkan dengan observasi.

2. Bila kadar kalsitonin 10 ng/ml dilakukan pemeriksaan CT scan, MRI untuk mencari rekurensi local atau dilakukan SVC (Selecture Versusu Catherition) pada tempat-tempat yang dicurigai metastasis jauh yaitu paru-paru dan hati.

Ada 3 rangkaian yang diteruskan :

1. tidak didapatkan tanda-tanda residif, maka cukup di observasi untuk 3 bulan kemudian diperkirakan kadar kalsitonin.

2. terdapat residif local, maka harus dilakukan re eksisi

3. terdapat metastasis jauh harus dinilai apakah operabel atau inoperabel. Bila operabel dilakukan eksisi, bila inoperabel tinedakan yang dilanjutkan hanya paliatif. Tiroidektomi Total 4 minggu sidik tiroid Metastasis (+) roidektomi Total Sisa Jar Tiroid

(+)

Ablasi

Sisa Jar Tiroid (-)

Terapi supresi/ substitusi Radiasi Interna Metastasis (-) 6 Bulan sidik seluruh tubuh

(31)

Bagan follow up Karsinoma Tiroid Jenis Medulare

Lampiran

1. Karsinoma tiroid berdiferensiasi buruk adalah KT anaplastik dan medulare

2. Karsinoma tiroid berdiferensiasi baik adalah KT papilare dan folikulare. Dibedakan atas kelompok resiko tinggi dan resiko rendah berdasarkan klasifikasi AMES (age, metastatic disease, extrathyroidal extension, size)

Resiko rendah :

a. Laki-laki umur < 41 tahun, wanita < 51 tahun Tidak ada metastasis jauh

b. Laki-laki umur > 41 tahun, wanita > 51 tahun Tidak ada metastasis jauh

Tumor primer masih terbatas di dalam tiroid untuk karsinoma papilare atau invasi kapsul yang minimal untuk karsinoma folikulare

(32)

Ukuran tumor primer < 5 cm Resiko tinggi :

a. Semua pasien dengan dengan metastasis jauh

b. Laki-laki umur < 41 tahun, wanita < 51 tahun dengan invasi kapsul yang luas pada karsinoma folikulare

c. Laki-laki umur > 41 tahun, wanita > 51 tahun dengan karsinoma papilare invasi ekstra tiroid atau karsinoma folikulare dengan invasi kapsul yang luas dan ukuran tumor primer > 5cm.

3. Tiroidektomi totalis, artinya semua kelenjar tiroid diangkat

4. Near total thyroidectomy artinya isthmolobektomi dekstra dan lobektomi subtotal sinistra dan sebliknya, sisa jaringan tiroid masing-masing satu sampai dua gram.

5. Tiroidektomi sub total bilateral, artinya mengangkat sebagian besar tiroid lobus kanan dan sebagian besar lobus kiri, sisa jaringan tiroid masing-masing 2 sampai 4 gram.

6. Isthmolobektomi artinya mengangkat isthmus juga karena batas isthmus itu “imaginer” melewati pinggir tepi trakea c.l (kontralateral).

7. Lobektomi artinya mengangkat satu lobus saja atau secara rinci : a. lobektomi totalis dekstra atau lobektomi totalis sinistra b. lobektomi subtotal dekstra artinya mengangkat sebagian

besar lobus kanan, sisa 3 gram

c. lobektomi subtotal saja tidak dilakukan sendiri tanpa 7 a catatan : pada pengangkatan kelenjar tiroid yang disebutkan ke atas dengan sendirinya bila tumor harus diangkat

Istilah “struektomi” tidak dipakai karena kemungkinan memberikan pengertian yang salah, seolah-olah hanya benjolan saja yang diangkat. Istilah “enukleasi” artinya pengangkatan nodulnya saja, dan cara ini tidak dibenarkan pada pemberian tiroid.

8. RND (Diseksi Leher Radikal) standar : pengangkatan seluruh jaringan limfoid di daerah leher sisi ybs dengan menyertakan pengangkatan n.accesorius,v.juularis ekstrena dan interna, m.sternokleidomastoideus dan m.omohyoideus dan kelenjar ludah submandibularis dan “tail parotis”.

9. RND modifikasi 1 : RND dengan mempertahankan n.accesorius

10. RND modifikasi 2 : RND dengan mempertahankan n.accesorus dan v.jugularis interna

(33)

11. RND functional : RND dengan mmpertahankan n.accesorius, v.jugularis interna dan m.sternokleidomastoideus.

(34)

PROTOKOL PENATALAKSANAAN TUMOR/KANKER KELENJAR AIR LIUR

I. PENDAHULUAN

A. Batasan (Sesuai ICD X)

Neoplasma kelenjar air liur adalah neoplasma jinak atau ganas yang berasal dari sel epitel kelenjar air liur.

Kelenjar air liur mayor : - Glandula parotis

- Glandula submandibula - Glandula sublingual Kelanjar air liur minor :

- Kelenjar yang tersebar di mukosa traktus aerodigestivus atas (rongga mulut, rongga hidung, faring, laring) dan sinus paranasalis

B. Epidemiologi

Resiko terjadinya neoplasma parotis berhubungan dengan ekspos radiasi sebelumnya. Akan tetapi ada faktor resiko lain yang memepengaruhi terjadinya karsinoma kelenjar air liur seperti pekerjaan, nutrisi, dan genetik. Kemungkinan terkena pada laki-laki sama dengan permepuan.

Kelenjar air liur mayor paling sering terkena adalah glandula parotis yaitu 70-80%, sedangkan kelenjar air liur minor yang paling sering terkena terletak pada palatum. Kurang lebih 20-25% dari tumor parotis, 35-40% dari tumor submandibula, 50% dari tumor palatum, dan 95-100% dari tumor glandula sublingual adalah ganas. Insiden tumor kelenjar liur meningkat sesuai dengan umur, kurang dari 2% mengenai penderita usia <16 Tahun

Pleomorphic odenoma lebih sering idarita pasien usia rata-rata 40 tahun, permepuan lebih banyak darpada laki-laki. Warthin tumor lebih sering diderita oleh laki-laki, 10% terjadi bilateral, sering pada kutub bawah parotis.

(35)

II. KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI A. Klasifikasi hispopatologi WHO/AJCC

1. Tumor jinak

Plemorphic odenma (mixed beningn tumor) Monomorphic adenoma

Papillary cystadenoma lymphomatosum (Warthin’s tumor) 2. Tumor ganas

Mucoepidermoid carcinoma Acinic cell carcinoma Adenoid cysctic carcinoma Adenocarcinoma

Epidermoid carcinoma Small cell carcinoma Lyphoma

Malignant mixed tumor

Carcinoma ex pleimorphic adenoma (carcinosarcoma) B. Kalsifikasi Menurut Grade (WHO/AJCC)

1. Low grade malignancies Acinic cell tumor

Mucoepidermoid carcinoam (grade I atau II) 2. High grade malignancies

Mucoepidermoid carcinoma(grade III)

Adenocarcinoma, poorly differentiated carcinoma, anaplastic carcinoma

Squamous cell carcinoma Malignant mixed tumor Adenoid cysctic carcinoma

Tumor ganas yang tersering adalah mucoepidermoid dan adenocarcinom, disusul dengan adenoid cystic carcinoma.

Laporan Patologi Standar

Yang perlu dilaporkan pada hasil pemeriksaan patologi dari hasil spesimen operasi meliputi :

(36)

1. Tipe histologis tumor 2. Derajat diferensiasi (grade)

3. Pemeriksaan TNM untuk mengetahui stadium patologi (pTNM) T = Tumor primer

• Ukuran tumor

• Adanya infiltrasi ke dalam pembuluh darah/limfe

• Radikalitas operasi N = nodus regional

• Ukuran k.g.b

• Jumlah k.g.b yang ditemukan

• Level k.g.b yang positip

• Jumlah k.g.b yang positip

• Invasi tumor keluar kapsul k.g.b

• Adanya metastasis ekstranodal M = metastasis jauh

III. KLASIFIKASI STADIUM KLINIS

Penentuan satadium menurut AJCC tahun 2002, berdasarkan klasifikasi TNM

TNM Keterangan ST T N M

Tx Tumor primer tak dapat ditentukan I T1 T2

N0 N0

M0 M0

T0 Tidak ada tumor primer II T3 N0 M0

T1 Tumor ≤2 cm, tidak ada ekstensi ekstraparenkim III T1 T2 N1 N1 M0 M0 T2 Tumor >2-4 cm, tidak ada ekstensi

ekstraparenkim IV T4 T3 T4 N0 N1 N1 M0 M0 M0 T3 Tumor >4cm-6 cm, atau ada

ekstensi ekstraparenkim tanpa terlibat n VII Tiap T Tiap T Tiap T N2 N3 Tiap N M0 M0 M1

T4 Tumor >6cm atau ada invasi ke n VII atau dasar tengkorak

(37)

ditentukan N1 Metastasis k.g.b tunggal <3 cm, ipsilateral N2 Metastasis k.g.b tunggal/multiple >3cam-6 cm,ipsilateral/bilateral/kontralateral N2a Metastase k.g.b tunggal

>3cm-6cm, ipsilateral N2b Metastase k.g.b. multiple >6 cm,ipsilateral N2c Metastase k.g.b >6 cam bilateral/kontralateral N3 Metastase k.g.b >6 cm

Mx Metastase jauh tidak dapat ditentukan

M0 Tidak ada metastase jauh M1 Metastase jauh

IV. PROSEDUR DIAGNOSTIK

A. Pemeriksaan Klinis 1. Anamnesa

Anamnesa dengan cara menanyakan kepada penderita atau keluarganya tentang:

a. Keluhan

1) Pada umunya hanya benjolan soliter,tidak nyeri, di pre/infra/retro aurikula (tumor parotis), atau di submandibula (tumor submandibula), atau intraoral (tumor kelenjar liur minor)

2) Rasa nyeri sedang sampai hebat (pada keganas parotis atau submandibula

3) Paralisis n.fasialis, 2-3 % (pada keganasan parotis)

4) Disfagia, sakit tenggorok, gangguan pendengaran (lobus profundus parotis terlibat)

5) Paralisis n.glossofaringeus, vagus, acessorius, hipoglosus, pleksus simatkus (pada karsinoma arotis lanjut)

(38)

b. Perjalanan penyakit (progresifitas penyakit)

c. Faktor etiologi dan resiko (radioterapi kepala, leher, ekspos radiasi d. Pengobatan yang telah diberikan dan responnya

e. Berapa lama kelambatan

2. Pemeriksaan fisik a. Status general

Pemeriksaan umum dari kepala sampai kaki, tentukan : 1) Penampilan (karnofski, WHO)

2) Keadaan umum

3) Adakah anemia,ikterus, periksa T, N, R, t, kepla, thorax, abdomen, ekstremitas, vertebrae, pelvis

4) Adakah tanda dan gejala metastase jauh (paru, tulang, tengkorak,dll)

b. Status lokal

1) Inspeksi (termasuk intraoral, adakah pendesakan tonsil/uvula) 2) Palpasi (termasuk palpasi bimanual, untuk menilai konsistensi,

permukaan, mobilitas terhadap jaringa sekitar.) 3) Pemeriksaan fungsi n.VII, VIII, IX, X, XI, XII. c. Status regional

Palpasi adakah pembesaran kelenjar getah bing ipsilateral dan kontralateral, bila adapembesran tentukan lokasi, jumlah, ukuran terbesar dan mobilitasnya.

B. Pemeriksaan radiologis (atas indikasi) 1. X foto polos

X foto mandibula AP/Eisler, dikerjakan bila tumor mendekati tulang Sialografi, dibuat bila diagnosis banding kista parotis/submandibula X foto thorax, untuk mencari metastase jauh

(39)

CT Scan/MRI pada tumor yang mobilitasnya terbatas, untuk mengetahui luas ekstensi tumor lokoregional. CT Scan perlu dibuat pada tumor parotis lobus profundus untuk mengetahui perluasan ke orofaring.

Sidikan Tc seluruh tubuh, pada tumor ganas untuk deteksi metastase jauh

C. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium rutin, seperti dahar , urine, SGPT/SGOT, alkali fosfatase, BUN/kreatinin, globulin, albumin, serum elektrolit, faal hemostasis, untuk menilai keadaan umum dan kesiapan operasi.

D. Pemerikasaan Patologi 1. FNA

Belum merupakan pemeriksaan yang baku 2. Biopasi insisional

Dikerjakan ada tumor ganas yang inoperabel 3. Biopasi eksisional

a. Pada tumor parotis yang operabel dilakukan parotidektomi superfisial

b. Pada tumor submandibula yang operabel dilakukan eksisi submandibula

c. Pada tumor sublingual dan kelenjar air liur minor yang operabel dilakukan eksisi luas (minimal 1 cm dari batas tumor)

4. Pemeriksaan potong beku

Dikerjakan terhadap spesimen operasi pada biopsi eksisional (ad.3) 5. Pemeriksaan spesimen operasi

Yang harus diperiksa lihat Laporan Patologi Standar Macam diagnosis yang ditegakkan:

1. Diagnosis utama

(40)

b. Untuk keganasan, sebutkan stadiumnya 2. Diagnosis komlikasi

3. Diagnosis sekunder (co-morbid)

V. PROSEDUR TERAPI

Terapi pilihan utama untuk tumor kelenjar air liur adalah pembedahan. Radioterapi sebagai terapi adjuvan paska bedah hanya dilakukan atas indikasi, atau diberikan pada tumor kelenjar air liur yang inoperabel. Kemotarapi hanya diberikan sebagai adjuvan, meskipun masih dalam penelitian dan hasilnya belum memuaskan.

Tumor Primer A. Tumor Operabel

1. Terapi utama (pembedahan) a. Tumor parotis

1) Parotidektomi superfisial, dilakukan pada : tumor jinak parotis lobus superfisialis

2) Parotidektomi total, dilakukan pada :

a) Tumor ganas parotis yang belum ada ekstensi ekstraparenkim dan n VII

b) Tumor jinak parotis yang mengenai lobus profundus

3) Parotidektomi total diperluas, dilakukan pada : Tumor ganas parotis yang sudah ada ekstensi ekstraparenkim dan mengenai n VII

4) Deseksi leher radikal (RND), dikerjakan pada : ada metastase k.g.b leher yang masih operabel.

b. Tumor gl. Submandibula

Eksisi gl.submandibula --> Periksa potong beku 1) Bila hasil potong beku jinak --> operasi selesai

2) Bila hasil potong beku ganas -->deseksi submandibula --> potong beku

(41)

b) Bila metastase k.g.b (+) --> RND

c. Tumor glandula sublingual atau kelenjar air liur minor Eksisi luas (1 cm dari tepi tumor).

Untuk tumor yang letaknya dekat sekali dengan palatum, misalnya palatumdurum, ginggiva, eksisi luas disertai tulang di bawahnya.) 2. Terapi tambahan

Radioterapi paskabedah diberikan pada tumor ganas kelenjar liur dengan kriteria :

1. High grade malignancy

2. Masih ada residu makroskopis dan mikroskopis

3. Tumor menempel pada saraf (n fasialis, n lingualis, hipoglosus, dan accecorius)

4. Setiap T3, T4 5. Karsinoam residif

6. Karsinoma parotis lobus profundus

Radioterapi sebaiknya dimulai 4-6 minggu setelah pembedahan untuk memberian penyembuhan luka operasi yang adekuat, terutama bila dikerjakan tandur saraf.

 Radioterapi lokal dilakukan pada lapanganoperasi meliputi bekas insisi sebanyak 50 Gy dalam 5 minggu.

Radioterapi regional/leher ipsilateral diberikan pada T3,T4, atau high grade malignancy.

B. Tumor inoperabel 1. Terapi utama

Radioterapi : 65-70 Gy dalam 7-8 minggu 2. Terapi tambahan

Kemoterapi :

a. Untuk jenis adenokarsinoma (adenoid cystic carcinoma, adenocarcinoma, malignant mixed tumor, acinic cell carcinoma) 1) Adriamisin 50 mg/ m2 iv pada hari 1

2) 5 fluorourasil 500 mg/m2 iv pada hari 1 diulang tiap 3 minggu 3) Sisplatin 100 mg/m2 iv pada hari ke 2

(42)

b. Untuk jenis carcinoma sel skuamous ( squamous cell carcinoma, mucoepidemoid carcinoma)

1) Methotrexate 50 mg/m2 iv pada hari 1 dan 7 diulang tiap 3 minggu

2) Sisplatin 100 mg/m2 iv pada hari ke 2 C. Metastase kelenjar getah bening (N)

1. Terapi utama

a. Operabel : deseksi leher radikal (RND)

b. Inoperabel : redioterapi 40 Gy/+ kemoterapi preoperatif, kemudian dievaluasi

1) Menjadi operabel --> RND

2) Tetap inoperabel --> radioterapi dilanjutkan sampai 70 Gy 2. Terapi tambahan

Radioterapi leher ipsilateral 40 Gy D. Metastasis jauh (M)

Terapi paliatif : kemoterapi

1. Untuk jenis adenkarsinoma (adenoid cystic carcinoma, adenocarcinoma, malignant mixed tumor, acinic cell carcinoma)

a. Adriamisin 50 mg/m2 iv pada hari 1

b. 5 fluorourasil 500 mg/m2 iv pada hari 1 diulang tiap 3 minggu c. Sisplatin 100 mg/m2 iv pada hari ke 2

2. Untuk jenis karsinoma sel skuamosa (squamous cell carcinoma, mucoeidemoid carcinoma)

a. Methotrexate 50 mg/m2 iv pada hari 1 dan 7 diulang tiap 3 minggu b. Sisplatin 100 mg/m2 iv pada hari ke 2.

BAGAN PENANGANAN TUMOR PAROTIS OPERABEL DENGAN (N) SECARA KLINIS NEGATIF

(43)

BAGAN PENANGANAN TUMOR SUBMANDIBULA OPERABEL DENGAN (N) SECARA KLINIS NEGATIF

(44)
(45)
(46)

N positif bilateral : RND dapat dikerjakan satu tahap dengan preservasi v.jugulasris interna atau dikerjakan 2 tahap dengan jarak waktu 3-4 minggu. Indikasi radioterapi adjuvan pada leher setelah RND :

1. Kelenjar getah bening yang mengandung metastase > 1 buah 2. Diameter kelenjar getah bening > 3 cm

3. Ada pertumbuhan ekstrakapsuler 4. High grade malignancy

(47)

Sitostatika +

Paliatif (bila perlu)

Operasi (trakeotomi, gastrostomi) Radioterapi

Medikamentosa

BAGAN PENATALAKSANAAN TUMOR KELENJAR LIUR YANG RESIDIF

VI. PROSEDUR FOLLOW UP

Jadwal follow up dianjurkan sebagai berikut : 1. Dalam 3 tahun pertama : tiap 3 bulan 2. Dalam 3-5 tahun : tiap 6 bulan

3. Setelah 5 tahun sekali : setiap tahun sekali untuk seumur hidup

Pada follow up tahunan penderita diperiksa secara lengkap, fisik, X foto toraks, USG hepar, dan bone scan untuk menentukan apakah penderita tersebut betul bebas dari kanker atau tidak.

Pada follow up ditentukan :

1. Lama hidup dalam tahun atau bulan

2. Lama interval bebas kanker dalam tahun atau bulan 3. Keluhan penderita

(48)

4. Status penyakit : a. Bebas kanker b. Residif c. Metastase

d. Timbul kanker atau penyakit baru 5. Komplikasi terapi

(49)

PROTOKOL PENATALAKSANAAN KANKER RONGGA MULUT

I. PENDAHULUAN

A. Batasan

Kanker rongga mulut adalah kanker yang berasal dari epitel baik berasal dari mukosa atau kelenjar liur pada dinding rongga mulut dan organ dalam mulut. Batas-batas rongga mulut:

• Depan : tepi vermilion bibir atas dan bawah • Atas : palatum durum dan molle

• Lateral : bukal kanan dan kiri • Bawah : dasar mulut dan lidah

• Belakang : arkus faringeus anterior kanan kiri, dan uvula, arkus glossopalatinus kanan kiri, tepi lateral pangkal lidah, papilla sirkumvalata lidah.

Ruang lingkup kanker rongga mulut meliputi daerah spesifik di bawah ini: 1. bibir

2. lidah 2/3 anterior 3. mukosa bukal 4. dasar mulut

5. ginggiva atas dan bawah 6. trigonum retromolar 7. palatum durum, 8. palatum molle

Tidak termasuk kanker rongga mulut ialah:

1. sarkoma dan tumor ganas odontogen pada maksila atau mandibula 2. sarkoma jaringan lunak dan syaraf perifer pada bibir atau pipi 3. karsinoma kulit bibir atau kulit pipi

B. Epidemiologi

1. Insidens dan frekuensi relatif

Berapa besar insidens kanker rongga mulut di Indonesia belum kita ketahui dengan pasti. Frekuensi relative di Indonesia diperkirakan 1,5-5% dari seluruh kanker. Insidens kanker rongga mulut pada laki-laki yang tinggi terdapat di Perancis yaitu 13,0 per 100.000, dan yang rendah di Jepang yaitu 0,5 per 100.000, sedangkan perempuan yang tinggi berada di India yaitu 5,8 per 100.000 dan yang rendah berada di Yugoslavia yaitu 2,0 per 100.000 (Renneker, 1988). Angka kejadian kanker rongga mulut di India sebesar 20-25 per 100.000 atau 40% dari seluruh kanker, sedangkan di Amerika dan di

(50)

Eropa sebesar 3-5 per 100.000 atau 3-5 % dari seluruh kanker.kanker rongga mulut paling serng mengenai lidah (40%), mulut (15%), dan bibir (13%). 2. Distribusi kelamin

Kanker rongga mulut lebih banyak terdapat pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 3/2-2/1

3. Distribusi umur

Kanker rongga mulut sebagian besar timbul pada usia diatas 40 tahun (70%). 4. Distribusi geografis

Kanker rongga mulut tersebar luas diseluruh dunia. Yang tinggi insidensnya di Perancis, India sedang yang rendah di Jepang

5. Etiologi dan faktor resiko

Etiologi kanker rongga mulut adalah paparan dengan karsinogenik yang banyak terdapat pada rokok dan tembakau.

Resiko tinggi mendapat kanker rongga mulut terdapat pada perokok, nginag/susur, peminum alkohol, gigi karies, higiene mulut yang jelek.

II. KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI

A. Tipe Histologi

No. TIPE HISTOLOGI ICD. M 1. Squamous cell carc. 5070/3 2. Adenocarcinoma 8140/3 3. Adenoid cyst. Carc 8200/3 4. Ameloblastic carc 9270/2 5. Adenolymphoma 8561/3 6. Mal. Mixed tumor 8940/3 7. Pleomorphic carc 8941/3 8. Melanoma maligna 8720/3

9. Lymphoma maligna 9590/3-9711/3

Sebagian besar (±90%) kanker rongga mulut berasal dari mukosa yang berupa karsinoma epidermoid atau karsinoma se skuamosa dengan differensiasi baik, tetapi dapay juga berdifferensiasi sedang, jelek, atau anaplastik. Bila gambaran patologis menunjukan suatu rabdomiosarkoma, fibrosarkoma, malignant fibrokistoma, ataupun jaringan tumor lunak lainnya, perlu diperiksa dengan teliti apakah tumor tersebut benar tumor ganas rongga mulut (C00-C06) ataukah suatu tumor ganas jaringan pipi, kulit, atau tulang yang mengadakan invasi ke rongga mulut. B. Derajat Diferensiasi Derajat differensiasi Grade Keterangan G1 DIFFERENSIASI BAIK G2 DFFERENSIASI SEDANG G3 DIFFERENSIASI JELEK G4 TANPA DIFFERENSIASI

(51)

ANAPLASTIK C. Laporan Patologi Standart

Yang perlu dilaporkan pada hasil pemeriksaan patologis dari specimen operasi meliputi:

1. tipe histology tumor 2. derajat diferensiasi (Grade)

3. pemeriksaan TNM untuk menentukan stadium patologis (pTNM) T : tumor primer

• ukuran tumor

• adanya invasi ke dalam pembuluh limfe/ darah • radikalitas operasi

N : nodus regional

• ukuran kgb yang ditemukan • level kgb yang positif • jumlah kgb yang posiif

• invasi tumor keluar kapsul kgb • adanya metastase ekstra nodul M : metastas jauh

III. KLASIFIKASI STADIUM KLINIS

Menentukan stdium kanker rongga mulut dianjurkan memakai system TNM dari UICC 2002. tatalaksana terpi sangat tergantung dari stadium. Sebagai ganti stadium untuk melukiskan beratnya penyakit kanker dapat pula dipakai pola luas ekstensi penyakit.

Stadium karsinoma rongga mulut:

St T N M TNM KETERANGAN

0 Tis N0 M0 T0 Tidak ditemukan tumor Tis Tu mor insitu

1 T1 N0 M0 T1 ≤ 2cm

T2 2-4cm

II T2 N0 M0 T3 ≥ 4cm

T4a

T4b

Bibir : infiltrasi tulang, n.

Alveolaris inferior, dasar mulut dan kulit.

Rongga mulut: infiltrasi ke tulang, otot lidah(ekstrinsik/deep), sinus maksilaris,kulit

Infiltrasi musticator space,

pterygoid plates, dasar tengkorak, a. Karotis interna

(52)

T1 N1 M0 N0 Tidak terdapat metastase regional T2 N1 M0 N1 Kgb ipsilateral single, ≤ 3cm T3 N1 M0 N2a Kgb ipsilateral singel, ≥ 3cm-6cm

N2b Kgb ipsilateral multipel, ≤ 6cm IV A T4 TIAP T N0, N1, N2 M0 M0 N2C Kgb bilateral/kontralateral, ≤6cm N3 Kgb > 6cm IV B TIAP T N3 M0

IV C TIAP T TIAP N M1 M0 Tidak ditemukan metastase jauh M1 Metastase jauh

Luas ekstensi kanker

No. Luas ekstensi

1. Kanker insitu 2. Kanker lokal 3. Ekstensi lokal 4. Metastase jauh

5. Ekstensi lokal disertai metastase jauh

IV. PROSEDUR DIAGNOSTIK

A. Pemeriksaan klinis 1. Anamnesa

Anamnesa dengan cara kuisioner kepada penderita dan keluarganya. a. keluhan

b. perjalanan penyakit c. factor resiko dan etiologi d. pengobatan yang telah diberikan e. bagaimana hasil pengobatan f.berapa lama keterlambatan 2. Pemeriksaan fisik

a. Status general

Pemeriksaan umum dari kepala hingga kaki

Tentukan tentang : 1) Penampilan 2) Keadaan umum 3) Metastase jauh b. Status lokalis

Dengan cara : inspeksi dan palpasi bimanual

Kelainan dalam rongga mulut diperiksa dengan cara inspeksi dan palpasi dengan bantuan spatel lidah dan penerangan dengan menggunakan lampu senter atau lampu kepala. Seluruh rongga mulut dilihat mulai dari bibir sampai orofaring posterior. Perabaan lesi rongga

(53)

Untuk menentukan dalamnya lesi dilakukan dengan perabaan bimanuil. Satu- dua jari tangan kanan atau kiri dimasukkan ke dalam rongga mulut dan jari-jari tangan lainnya meraba lesi dari luar mulut.

Untuk dapat inspeksi lidah dan orofaring maka ujung lidah yang telah diberi kasa 2x2 inchdipegang dengan tangan kiri pemeriksa dan ditarik keluar rongga mulut dan diarahkan kekanan dan kekiri untuk melihat permukaan dorsal, ventral, dan lateral lidah, dasar mulut, dan orofaring. Inspeksi bisa lebih baik lagi jika menggunakan cermin pemeriksa.

Tentukan lokasi tumor primer, bagaimana bentuknya, berapa besar dalam sentimeter, berapa luas infiltrasinya, bagaimana operabelitasnya.

c. Status regional

Palpasi apakah terdapat pembesaran kelenjar getah bening leheripsilateral atau kontralateral. Bila ada pembesaran tentukan lokasinya, jumlahnya, ukurannya (yang terbesar), dan mobilitassnya B. pemeriksaan radiografi

1. X-foto polos

a. X-foto mandibula AP, lateral, Eisler, panoramic, oklusal, dikerjakan pada tumor ginggiva mandibula, atau tumor yang melekat pada mandibula

b. X-foto kepala lateral, waters, oklusal, dikerjakan pada tumor ginggiva, maksila, atau tumor yang melekat pada maksila

c. X-foto Hap dikerjakan pada tumor palatum durum d. X-foto thorax, untuk mengetahui adanya metastase paru 2. Imaging (dibuat hanya atas indikasi)

a. USG hepar untuk melihat metastase di hepar

b. Ct-scan atau MRI untuk menilai luas ekstensi tumor lokoregional c. Scan tulang, kalau diduga ada metastase ke tulang

C. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium rutin seperti: darah, urine, SGOT/SGPT, alkali fosfatase, BUN/kreatinin, albumin, globulin, serum elektrolit, faal hemostasis, untuk menilai keadaan umum dan persiapan operasi.

D. Pemeriksaan patologi

Semua penderita kanker rongga mulut atau diduga sebagai kanker rongga mulut harus diperiksa patologis dengan teliti. Specimen harus diambil dari biopsy tumor

Biopsy jarum halus (FNA) untuk pemeriksaan sitologis dapat dilakukan pada tumor primer atau pada tumor metastase kelenjar getah bening leher.

(54)

Biopsy eksisi bila tumor kecil, 1cm, atau kurang eksisi yang dikerjakan adalah eksisi luas seperti tindakan opersi definitive (1cm dr tepi tumor). Biopsy insisi atau biopsy cakot ( punch biopsy) menggunakan tang alligator, bila tumor besar atau inoperable.

Yang harus diperiksa dalam sediaan histopatologi ialah tipe, differensiasi, dan luas invasi dari tumor.

Tumor besar yang diperkirakan operable :

Biopsy sebaiknya dikerjakan dengan anestesi umum dan sekaligus dapat dikerjakn eksplorasi bimanual untuk menentukan luas infiltrtif tumor (staging) Tumor besar yang diperkirakan inoperable:

Biopsy dikerjakan dengan anestesi blok local pada jarigan normal di sekitar tumor. (anestesi infiltrasi pada tumor tidak boleh dilakukan untuk mencegah penyebaran sel kanker.

Macam diagnosis yang ditegakkan :

1. diagnosa pertama: gambaran makroskopis penyakit kankernya sendiri, yang merupakan diagnosa klinis.

2. diagnosa komplikasi: penyakit lain yang diakibatkan oleh kanker itu.

3. diagnosa sekunder: penyakit lain yang tidak ada hubungannya dengan kanker yang diderita, tetapi dapat mempengaruhi pengobatan, atau prognosa

4. diagnosa patologi : gambaran mikroskopis dari kanker tersebut.

V. PROSEDUR TERAPI

Penanganan kanker rongga mulut sebaiknya dilakukan secara multidisiplin yang melibatkn beberapa bidang spesialis, yaitu:

1. Oncologic surgeon

2. Plastic and reconstructive surgeon 3. Radiation oncologist

4. Medical oncologist 5. Dentist

6. Rehabilitation specialists

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penanganan kanker rongga mulut ialah dengan eradikasi dari tumor, pengembalian fungsi dari rongga mulut serta aspek kosmetik/penampilan penderita.

Beberapa factor yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan macam terapi adalah :

1. umur penderita

2. keadaan umum penderita 3. fasilitas yang tersedia 4. kemampuan dokternya 5. pilihan penderita

(55)

Untuk lesi kcil (T1-T2), tindakan operasi atau radiasi saja dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi. Dengan catatan bahwa radioterapi saja pada T2 memberikan angka kekembuhan yang cukup tinggi daripada tindakan operasi.

Untuk T3-T4 trapi kombinasi operasi dan radioterpi memberikan hasil yang paling baik. Pemberian neo-adjuvant radioterpi dan atau kemoterapi sebelum tindakan operatif dapat diberikan pada kanker rongga locally advanced (T3-T4).

Radioterapi dapat diberikan secara interstitial atau eksternal, tumor yang eksofitik dengan ukuran kecil akan lebih banyak berhasil daripada tumor yang endofitik dengan ukuran besar.

Peran kemoterapi pada penanganan kanker rongga mulut masih belum banyak, dalam tahap penelitan, kemoterapi hanya dipakai sebagai neo-adjuvant preoperatif atau adjuvant post operative untuk sterilisasi kemungkinan adanya mikrometastase. Sebagai pedoman terapi untuk kanker rongga mulut:

Anjuran Terapi Untuk Kanker Rongga Mulut

ST T.N.M OPERASI RADIOTERAPI KEMOTER

API I T1N0M0 Eksisi radikal atau Kuratif, 50-70 Gy Tidak

dianjurkan II T2N0M0 Eksisi radikal Atau Kuratif, 50-70 Gy Tidak

dianjurkan III T3N0M0

T1,2,3N1M0

Eksisi radikal dan Post op 30-40 Gy (DAN) CT

IVA T4N0M0 TIAP T,N2M0

Eksisi radikal dan Post op 30-40 Gy IVB TIAP T N3M0

-OPERABEL -INOPERABEL

Eksisi radikal dan Post op 30-40 Gy Paliatif, 50-70 GY

(DAN) CT

IVC TIAP T TIAP N M1

paliatif Paliatif PALIATIF

RESIDIF LOKAL Operasi u/ residif post RT

RT u/ residif post op CT

METASTASE Tidak dianjurkan Tidak dianjurkan CT

1. Karsinoma bibir

T1 : eksisi luas atau radioterapi

T2 : eksisi luas bila mengenai komisura, radioterapi akan memberikan kesembuhan dengan fungsi dan kosmetik lebih baik

T3 : eksisi luas +deseksi suprahioid+radioterpi pasca bedah a. Karsinoma dasar mulut

T1 : eksisi luas atau radioterapi

T2 : tidak lekat dengan periosteum → eksisi luas

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien kanker kolorektal berdasarkan umur, jenis kelamin, lokasi kanker, stadium klinis dan gambaran histopatologi

Diagnosis Scheuermann‟s disease ditegakkan berdasarkan temuan klinis dan radiologis. Secara klinis ditemukan adanya deformitas vertebra berupa kifosis rigid/ kaku dengan berbagai

Untuk mengetahui hubungan ekspresi imunohistokimia VEGF dan Tumor- infiltrating lymphocytes ( TILs ) dengan tipe histopatologi dan stadium klinis karsinoma

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien kanker kolorektal berdasarkan umur, jenis kelamin, lokasi kanker, stadium klinis dan gambaran histopatologi

Diagnosis mola hidatidosa ditegakkan berdasarkan gejala klinis, USG, peningkatan kadar β-hCG pada darah atau urine, serta pemeriksaan histopatologik.. 14 tanda-klinis

Dengan demikian penegakan diagnosis klinis, sitohistologi, stadium penyakit ,status tampilan umum dan diagnosis kelainan genomik spesifik harus diusahakan untuk

Pencitraan dapat digunakan untuk mendukung diagnosis dan menentukan stadium tumor.1 Diagnosis retinoblastoma tidak bergantung pada pemeriksaan histopatologi dikarenakan adanya risiko

Pemeriksaan penunjang biasanya dilakukan apabila diagnosis masih belum dapat ditegakkan secara klinis atau untuk mengetahui ukuran defek hernia agar dapat menentukan diagnosis pasti