• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KOMPETENSI INTERPERSONAL DENGAN KESEPIAN PADA DEWASA AWAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KOMPETENSI INTERPERSONAL DENGAN KESEPIAN PADA DEWASA AWAL"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

Tri Astiani Susilowati

NIM : 049114111

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

HALAMAN MOTTO

Genius seems t o be t he f acult y of having f ait h in ever yt hing,

especially oneself

(Kejeniusan tampaknya adalah kemampuan mempercayai segala sesuatu, terlebih lagi percaya pada diri sendiri)

Arthur Stringer

Lif e is no brief candle to me. It is a short of splendid torch which I have got hold

of f or the moment, and I want to mak e it bum as brightly as possible bef ore

handing it on to f uture generations

(Bagiku hidup bukanlah sebatang lilin. Hidup bagiku bagai obor yang menyala, yang kugenggam saat ini. Aku ingin dia menyala seterang mungkin, sebelum dia beralih ke generasi selanjutnya)

George Bernard Shaw

T he best part of one subjek life is the working part, the creative part. B elieve

me, I love to succeed, but the real spiritual and emotional exitement is in the

doing

(Sisi terbaik dari kehidupan seseorang adalah sisi kekaryaannya, sisi kreatifitasnya. Percayalah padaku, saya senang sukses, namun kepuasan jiwa dan perasaan terletak padaproses mengerjakan)

(5)

HALAMAN PERSEMBAHAN

K ar ya seder hana ini kuper sembahkan kepada

:

Ayahanda dan I bundaku t ercint a

yang t ak pernah berhent i memberikan kasih sayang nan t ulus kepadaku

K akakku t ersayang:

M ba Erna

yang pengert ian dan selalu memberi perhat ian, sert a sebagai t eladanku

Adik-adikku t ersayang:

W ahyu,

sayangilah keluargamu melebihi sayangmu pada mot ormu

Rika,

jadilah anak baik dan cont oh yang baik

Cindi,

keceriaanmu selalu membangkit kan semangat ku

Alm. M bah K akung,

aku rindu...dan aku akan selalu mengingat nasehat mu

M bah Put ri,

(6)
(7)

ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KOMPETENSI INTERPERSONAL DENGAN KESEPIAN PADA DEWASA AWAL

Tri Astiani Susilowati

Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2009

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kompetensi interpersonal dengan kesepian pada dewasa awal. Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara antara kompetensi interpersonal dengan kesepian pada dewasa awal.

Subjek dalam penelitian ini adalah 65 dewasa awal dengan batasan usia 18 sampai 40 tahun. Alat pengumpulan data yang digunakan untuk kompetensi interpersonal adalah skala kompetensi interpersonal, sedangkan untuk kesepian adalah skala kesepian.

Hasil uji coba alat ukur pada skala kompetensi interpersonal menyatakan 36 item sahih dari keseluruhan 60 item dengan reliabilitas 0,923 sedangkan pada skala kesepian terdapat 51 item sahih dari keseluruhan 60 item dengan reliabilitas 0,945.

Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah teknik korelasi

Product Moment dari Pearson. Hasil yang diperoleh adalah -0,744 dengan

(8)

ABSTRACT

THE CORRELATION BETWEEN INTERPERSONAL COMPETENCES WITH LONELINESS OF YOUNG ADULT

Tri Astiani Susilowati

Faculty of Psychology Sanata Dharma University Yogyakarta

2009

The aim of this research is to know the correlation between interpersonal competences with loneliness of young adult. The hypothesis in this research there is negative correlation between interpersonal competences with loneliness of young adult.

The subject in this research is the young adult in constrain from 18 up to 40 years old. The data collection tool which used for the interpersonal competence is interpersonal competences scale, whereas for the loneliness is the loneliness scale. Try-out result in interpersonal competences scale asserts that there were 36 valid items from the whole 60 items with 0,923 reliability, whereas at the loneliness scale there were 51 valid items with 0,945 reliability.

(9)
(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul:

Hubungan antara Kompetensi Interpersonal dengan Kesepian pada Dewasa

Awal dalam rangka memenuhi salah satu syarat kelulusan di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si. selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2. Y. Heri Widodo, S.Psi., M.Psi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan semangat, bimbingan, arahan dan waktu kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

3. V. Didik Suryo H, S.Psi., M.Si dan MM. Nimas Eki S, S.Psi., Psi., M.Si selaku dosen penguji atas masukan dan kritiknya.

4. P. Henrietta P.D.A.D.S., S.Psi selaku dosen pembimbing akademik yang memberikan bimbingan selama penulis menjalankan studi

5. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah banyak memberikan ilmunya

6. Mas Gandung dan Mba Nanik di sekretariat Fakultas Psikologi, terimaksih telah membantu kelancaran penulis selama studi. Mas Muji dan Mas Doni di Lab Fakultas Psikologi terimakasih telah membantu dalam kelancaran praktikum. Pak Gi’ terimakasih atas keramahtamahannya.

(11)

yang meninggalkan keluarga ini. Terimakasih telah mengukir nama yang indah. Mbah putri jangan sering ngomel ya.

8. Mas 22T yang selalu menjadi inspirasiku. Terimakasih atas dorongan, mimpi, cinta dan hari-hari yang pernah kita lalui bersama. Semua itu tak akan terlupakan. Semoga mimpi kita terwujud.

9. Sahabat-sahabatku Dwee cay atas semangat, kebersamaan dan persahabatan kita. Terimakasih menemani setiap malamku dengan suara indahmu. Bu Minah, aku pernah ingin kau menjadi ibu keduaku. Andri, terimakasih atas semangat, kedekatan kita yang hampir 10 tahun, translate jurnalnya, dan traktirannya. Andri sekeluarga, terimakasih untuk tumpangan rumahnya, tempatku berbagi suka dan duka.

10. Sahabat-sahabat di Psikologi. Ika, yang selalu setia mendengarkan keluh kesahku. Besanan aja yuk?hehe. Mari wujudkan impian kita menjadi Psikolog. Oni, ayo tembanget! Selalu ingat perjuangan kita dari awal skripsi, sungguh sangat berkesan. Setelah ini sering-sering bawa Leni ke bengkel ya. Ita, yang selalu mengingatkan untuk tetap semangat. Dalam urusan cinta, kali ini kita senasib. Kadek, kapan kamarmu rapi? Yang rajin ya, hehe tetap semangat. Maaf teman, aku mendahului kalian. Terimakasih atas persahabatan kita selama ini. Karena kalian aku menjadi seperti sekarang. Kenangan indah 4 tahun bersama kalian tak akan aku lupakan. Aku sayang kalian. Semoga kita menjadi sahabat selamanya.

(12)

inspirasimu kembali. Galih Bro terimakasih untuk semangat lewat kata-kata puitismu. Mas Nugroho, terimakasih doanya. Jaka terimakasih pernah memberiku semangat dan perhatian. Ika Sastra Inggris ’05 yang membantu penyelesaianabstrack-ku.

12. Teman-teman Psikologi ’04, Nana yang selalu ngajak ke UGM, Ocha, Evi, Tyas, Ciput, Dani yang menemani di Ruang Baca, dan semua teman-teman Psikologi angkatan ’04, terimakasih atas kebersamaan kita selama ada di Psikologi.

13. Kucingku ”Oik” sumber hiburanku, Kura-kuraku ”Mimi” curahan keluh kesah dan tempatku mengadu, dan kedua Hamsterku yang selalu berisik di malam hari. Terimakasih menemaniku mengerjakan skripsi ini setiap saat. ”Black Sweet”ku yang selalu menemaniku sepanjang jalan. Kau saksi bisu perjuanganku Gejayan-Paingan.

14. Almamater Fakultas Psikologi Sanata Dharma, disinilah aku mendapatkan ilmu pengetahuan dan ilmu kehidupan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna dan memiliki banyak keterbatasan layaknya peribahasa tak ada gading yang tak retak. Oleh sebab itu, penulis membuka diri untuk menerima saran dan kritik agar skripsi ini menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi yang membutuhkan.

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL...i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii HALAMAN PENGESAHAN...iii

HALAMAN MOTTO...iv

HALAMAN PERSEMBAHAN...v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...vi

ABSTRAK...vii

ABSTRACK...viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... ix

KATA PENGANTAR...x

DAFTAR ISI...xiii

DAFTAR TABEL...xvii

DAFTAR LAMPIRAN...xviii

BAB I. PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang...1

B. Rumusan Masalah... ....7

C. Tujuan Penelitian...7

(14)

BAB II. LANDASAN TEORI...8

A. Kesepian...8

1. Pengertian Kesepian...8

2. Manifestasi Kesepian...11

3. Tipe Kesepian...12

4. Penyebab Kesepian...15

5. Akibat Kesepian...19

6. Kesepian pada Dewasa Awal...22

B. Kompetensi Interpersonal...25

1. Pengertian Kompetensi Interpersonal...25

2. Aspek Kompetensi Interpersonal...27

3. Kompetensi Interpersonal pada Dewasa Awal...30

C. Dewasa Awal...33

1. Pengertian Masa Dewasa Awal...34

2. Ciri-ciri Masa Dewasa Awal...35

D. Hubungan Kompetensi Interpersonal dengan Kesepian pada Dewasa Awal...40

E. Hipotesis...42

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN...43

A. Jenis Penelitian...43

B. Identifikasi Variabel Penelitian ...43

(15)

1. Kompetensi Interpersonal...43

2. Kesepian...44

D. Subjek...45

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data...45

1. Skala Kompetensi Interpersonal...46

2. Skala Kesepian...48

F. Uji Coba Skala...50

1. Pelaksanaan Uji Coba Skala...50

2. Hasil Uji Coba Skala...50

a. Validitas...50

b. Analisis Butir atau Diskriminasi Item...50

c. Reliabilitas...55

G. Metode Analisis Data...55

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...56

A. Pelaksanaan Penelitian...56

B. Hasil Penelitian...56

1. Uji Asumsi...56

a. Uji Normalitas...56

b. Uji Linearitas...57

2. Uji Hipotesis...57

C. Pembahasan...58

(16)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN...64

A. Kesimpulan...64

B. Saran...64

DAFTAR PUSTAKA...66

(17)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Pemberian Skor Skala...46

Tabel 2. Blue Print dan Susunan Item-item

Skala Kompetensi Interpersonal (sebelum uji coba)...47

Tabel 3. Blue Print dan Susunan Item-item

Skala Kesepian (sebelum uji coba)...49

Tabel 4. Item yang Sahih dan Gugur pada

Skala Kompetensi Interpersonal...51

Tabel 5. Susunan Item-item

Skala Kompetensi Interpersonal (setelah uji coba)...52

Tabel 6. Item yang Sahih dan Gugur pada Skala Kesepian...53

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Skala Kompetensi Interpersonal dan Kesepian

(Sebelum Uji Coba)...70

Lampiran 2. Skor Total Uji Coba Skala Kompetensi Interpersonal...71

Lampiran 3. Analisis Butir Diskriminasi Item Skala Kompetensi Interpersonal...72

Lampiran 4. Skor Total Uji Coba Skala Kesepian...79

Lampiran 5. Analisis Butir atau Diskriminasi Item Skala Kesepian...80

Lampiran 6. Skala Penelitian Kompetensi Interpersonal dan Kesepian (Setelah Uji Coba)... 89

Lampiran 7. Skor Total Data Penelitian... 90

Lampiran 8. Uji Normalitas...92

Lampiran 9. Uji Linearitas...93

(19)

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Menjalin hubungan interpersonal merupakan sesuatu yang penting

bagi kehidupan karena merupakan suatu kebutuhan manusia untuk menjalin

hubungan dengan sesamanya. Melalui hubungan interpersonal, seseorang akan

merasa dirinya berharga, walaupun paling tidak terhadap orang tertentu dalam

ikatan hubungan interpersonal itu. Sebaliknya, tanpa hubungan interpersonal

seseorang akan merasa terasing dan diasingkan, mengalami kesunyian dan

alienasi diri yang kesemuanya dapat menjelmakan stres emosional yang berat

(Bastaman dalam Sukmono, Djohan & Ellyawati, 2000).

Packard (dalam Sukmono et al, 2000) mengemukakan bahwa bila

seseorang gagal menumbuhkan hubungan interpersonal, ia akan menjadi

agresif, senang berkhayal, ”dingin”, sakit fisik dan mental, dan menderita

flight syndrom” (ingin melarikan diri dari lingkungan). Orang yang tidak

dapat membentuk hubungan interpersonal yang baik akan memunculkan

beberapa akibat, salah satunya adalah kesepian.

Orang yang merasa kesepian adalah orang yang merasa tidak punya

harapan, karena mereka percaya tidak akan pernah menemukan kebahagiaan

atau berkesempatan berhubungan dengan orang lain. Mereka merasa kosong

dan tidak puas sebab menurut anggapan mereka segala kepuasan dalam hidup

(20)

Kesepian dapat dialami semua orang. Peryataan tersebut didukung

pendapat dari Peplau dan Perlman (dalam Sears, Freedman, & Peplau, 1991),

tidak ada bagian masyarakat yang kebal terhadap kesepian, meskipun

beberapa orang memiliki resiko yang lebih besar daripada yang lain. Resiko

yang lebih besar mungkin terjadi pada dewasa awal yang mengalami peralihan

dari masa sekolah menuju perguruan tinggi. Transisi sosial ke perguruan

tinggi adalah waktu ketika kesepian mungkin terbentuk ketika individu

meninggalkan dunia tempat tinggal dan keluarga yang dikenal. Banyak

mahasiswa baru yang merasa cemas bertemu dengan orang baru dan

membangun kehidupan sosial yang baru (Santrock, 2002).

Salah satu contoh kasus yang dikutip dari situs liputan6.com adalah

seorang suami berumur 32 tahun yang menculik anak perempuan berumur 12

tahun di Banyuwangi. Suami tersebut mengaku kesepian karena ditinggal

istrinya yang pergi tanpa pamit. Kasus lain dari situs glorianet.org

menyebutkan bahwa di Batam seorang lelaki berusia 38 tahun melakukan

pemerkosaan terhadap seorang anak berusia 13 tahun. Sebelum sidang, lelaki

tersebut mengakui bahwa dirinya melakukan perbuatan tersebut karena

kesepian. Dari kedua kasus di atas menunjukkan bahwa kesepian akan

mengarah pada hal-hal yang negatif.

Kasus yang lain dialami seorang mahasiswa baru. Berikut ini adalah

(21)

Seperti yang tercermin dalam komentar mahasiswa baru di atas,

individu biasanya tidak dapat membawa popularitas dan kedudukan sosial dari

sekolah menengah atas ke dalam lingkungan universitas. Mereka akan

menghadapi tugas membangun hubungan sosial yang sama sekali baru.

Suatu penelitian dilakukan oleh Carolyn Cutrona, Daniel Rusell, dan

Ane Peplau (Cutrona dalam Sears et al, 1991) yang meneliti tentang

mahasiswa-mahasiswa yang diterima di UCLA. Hasil penelitian adalah pada

awal kuliah, 75 persen mahasiswa baru itu setidak-tidaknya mengalami

kesepian sejak kedatangan mereka di kampus. Lebih dari 40 persen

menyatakan bahwa mereka mengalami kesepian dengan intensitas sedang

sampai berat.

Sebuah survei dilakukan oleh peneliti pada November 2008. Metode

yang digunakan adalah wawancara. Survei ditujukan kepada beberapa

(22)

tidak. Hasil survei adalah mahasiswa merasa kesepian pada tahun pertama di

universitas karena harus beradaptasi dengan lingkungan baru. Alasan lain

adalah tidak memiliki teman. Beberapa mahasiswa yang tidak tinggal bersama

orangtua menambahkan bahwa jauh dari orangtua menambah tingkat kesepian

mereka.

Beberapa kasus dan penelitian di atas menunjukkan bukti bahwa

kesepian merupakan sesuatu yang sering dialami mahasiswa baru sebagai

individu dewasa awal. Apabila kesepian dialami dalam jangka waktu yang

lama, maka akan membawa dampak buruk bagi diri maupun lingkungan. Hal

itu didukung oleh pendapat dari Hulme (2000) bahwa orang yang kesepian

mudah berganti-ganti teman, karena mereka tidak mampu menjalin hubungan

yang mendalam. Selain itu ada pula yang menenggelamkan rasa kesepian

dalam obat bius dan narkotika. Orang yang kesepian mudah ketagihan, baik

pada pekerjaan, alkohol, obat bius atau hubungan seks dengan sembarang

orang. Dari pendapat tersebut, kesepian menjadi masalah penting yang perlu

dicari solusinya. Cara untuk mengatasi kesepian adalah dengan membangun

hubungan yang berarti dengan orang lain. Untuk membangun hubungan

tersebut diperlukan suatu kemampuan yang disebut sebagai kompetensi

interpersonal.

Kompetensi interpersonal menurut Spitzberg dan Cupach, dapat

diartikan sebagai suatu kemampuan melakukan hubungan interpersonal secara

efektif yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan motivasi. Pengetahuan

(23)

tertentu. Keterampilan adalah kemampuan menerapkan perilaku sesuai dengan

konteks. Motivasi adalah keinginan untuk mampu berkomunikasi (dalam

Nashori, 2000).

Penelitian tentang kompetensi interpersonal telah banyak dilakukan

oleh beberapa peneliti sebelumnya, diantaranya oleh Fuad Nashori (2000)

yang meneliti hubungan antara konsep diri dengan kompetensi interpersonal

pada mahasiswa. Dari penelitian tersebut menghasilkan koefisien korelasi r=

0,4738 dengan p < 0,001. Hal itu menunjukkan bahwa ada korelasi yang

signifikan antara konsep diri dengan kompetensi interpersonal. Semakin tinggi

konsep diri mahasiswa, maka semakin tinggi kompetensi interpersonalnya,

dan sebaliknya. Penelitian lain dengan peneliti yang sama, menunjukkan

bahwa tidak ada perbedaan antara kompetensi interpersonal antara laki-laki

dan perempuan (Nashori, 2003). Hasil perhitungan ditunjukkan dengan p =

0,118 dan koefisien korelasi F = 2,457. Penelitian tentang kompetensi

interpersonal juga dilakukan oleh Sukmono et al (2000) yang mengkaitkan

antara kompetensi interpersonal dengan penghayatan hidup secara bermakna.

Penelitian tersebut menghasilkan korelasi yang positif dan signifikan. Hasil

perhitungan tersebut ditunjukkan dengan koefisien korelasir = 0,612 denganp

= 0,000. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi kompetensi

interpersonal maka semakin tinggi pula penghayatan hidup secara bermakna,

begitu juga sebaliknya.

Kompetensi interpersonal memegang peranan penting pada masa

(24)

memasuki lingkungan sosial yang baru. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari

Hurlock (1990) bahwa masa dewasa dini merupakan periode penyesuaian diri

terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Orang

dewasa muda diharapkan memainkan peran yang baru dan mengembangkan

sikap-sikap baru, keinginan-keinginan dan nilai-nilai baru sesuai dengan

tugas-tugas yang baru.

Masa dewasa awal merupakan masa dengan resiko lebih besar

mengalami kesepian. Untuk mengatasi kesepian tersebut diperlukan suatu

kemampuan membangun hubungan interpersonal yang disebut kompetensi

interpersonal. Berbagai penelitian tentang hubungan kompetensi interpersonal

yang mempengaruhi kualitas hubungan interpersonal terhadap kesepian harus

tetap dikembangkan mengingat hal ini penting bagi individu dalam menjalani

kehidupan di lingkungannya. Dalam penelitian ini, peneliti ingin

membuktikan apakah individu pada masa dewasa awal yang memiliki

kompetensi interpersonal tinggi adalah individu pada masa dewasa awal

dengan tingkat kesepian yang rendah, dan sebaliknya.

B. RUMUSAN MASALAH

Apakah ada hubungan antara kompetensi interpersonal dengan kesepian pada

(25)

C. TUJUAN PENELITIAN

Untuk mengetahui hubungan antara kompetensi interpersonal dengan kesepian

pada dewasa awal

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

Memberikan sumbangan ilmiah, khususnya ilmu psikologi sosial yang

membahas tentang kesepian dan kompetensi interpersonal serta menambah

wawasan yang lebih mendalam tentang kesepian dan kompetensi

interpersonal.

2. Manfaat Praktis

Bagi dewasa awal untuk menambah wawasan serta memahami pentingnya

memiliki kompetensi interpersonal yang tampaknya dapat memperkecil

(26)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. KESEPIAN

1. Pengertian Kesepian

Manusia adalah makhluk sosial, maka ia memerlukan hubungan

manusiawi dengan sesamanya. Kodrat manusiawi menuntut agar kita

menjalin hubungan akrab satu sama lain. Kita hidup bersama-sama dalam

keluarga, suku dan masyarakat bukan hanya karena kita saling

membutuhkan, tetapi juga karena kita merasa tertarik satu sama lain. Bila

keperluan manusiawi akan keakraban itu tidak terpenuhi, kita cenderung

merasa tertekan walaupun hubungan ini mungkin tidak kita sadari. Dalam

keadaan seperti ini kita merasa ditolak dan terkurung dalam diri kita sendiri.

Kita akan menderita kesepian (Hulme, 2000).

Pernyataan di atas juga didukung oleh Peplau & Perlman (dalam

Wright, 2005) yang meringkas berbagai definisi kesepian. Pertama,

kesepian adalah hasil dari kurangnya hubungan sosial dari individu. Kedua,

kesepian merupakan pengalaman subyektif yang tidak sama dengan isolasi

sosial yang obyektif. Ketiga, pengalaman kesepian tidak menyenangkan dan

menyusahkan. Peplau & Perlman (dalam Baron & Byrne, 2005) juga

menyatakan bahwa meskipun bisa jadi ada kebutuhan biologis untuk

membangun dan meskipun reward dari hubungan telah diketahui dengan

(27)

adalah kesepian, yaitu suatu reaksi emosional dan kognitif terhadap

dimilikinya hubungan yang lebih sedikit dan lebih tidak memuaskan

daripada yang diinginkan oleh orang tersebut. Peplau dan Perlman (dalam

Sarwono,1999) juga menyatakan bahwa kesepian adalah perasaan yang

timbul jika harapan untuk terlibat dalam hubungan yang akrab dengan

seseorang tidak tercapai.

Kesepian dan kesendirian tidaklah sama. Kesepian menunjuk pada

kegelisahan subyektif yang kita rasakan pada saat hubungan sosial kita

kehilangan ciri-ciri pentingnya. Hilangnya ciri-ciri tersebut bisa bersifat

kuantitatif, yaitu kita mungkin tidak mempunyai teman seperti yang kita

inginkan. Kekurangan itu juga bersifat kualitatif, yaitu kita mungkin merasa

bahwa hubungan kita dangkal, atau kurang memuaskan dibandingkan apa

yang kita harapkan. Kesepian terjadi di dalam diri seseorang dan tidak dapat

dideteksi hanya dengan melihat orang itu. Berbeda dengan rasa kesepian

yang subyektif tadi, kesendirian merupakan keadaan terpisah dari orang lain

yang bersifat obyektif. Kesendirian bisa bersifat menyenangkan dan tidak

menyenangkan. (Sears, Freedman, & Peplau, 1991).

Karena sifatnya yang berupa perasaan, kesepian bersifat subyektif.

Ia harus dibedakan dari pengertian kesendirian. Kesendirian lebih bersifat

fisik objektif, yaitu suatu keadaan dimana seseorang sedang tidak bersama

orang lain. Orang dapat menunggu bus umum sendirian, tetapi ia tidak

merasa sepi, karena sebentar lagi ia akan sampai di rumah dan bertemu

(28)

beramai-ramai dengan orang lain tetapi perasaannya sepi, karena ia akan

pulang ke tempat kostnya, jauh dari keluarga, jauh dari teman-teman karib,

dan jauh dari pacar. Jadi orang dapat merasa sepi, walaupun tidak sendiri.

Akan tetapi, dapat juga merasa sendiri, namun tidak sepi (Sarwono,1999).

Orang yang merasa kesepian adalah orang yang merasa tidak punya

harapan, karena mereka percaya tidak akan pernah menemukan

kebahagiaan atau berkesempatan berhubungan dengan orang lain. Mereka

merasa kosong dan tidak puas sebab menurut anggapan mereka segala

kepuasan dalam hidup ini berasal dari hubungan yang penuh arti dengan

orang lain (Burns, 1988).

Pernyataan yang lain menyatakan bahwa kesepian tidak

semata-mata muncul akibat kesendirian fisik atau akibat ketidakberadaan orang lain

di sekeliling hidup seseorang, tetapi juga akibat perasaan ditinggalkan,

khususnya oleh mereka yang tadinya memiliki hubungan emosional yang

amat dekat (Gunarsa, 2006).

De Jong Gierveld (dalam Latifa, 2007) mendefinisikan kesepian

sebagai kondisi isolasi sosial yang subjektif, situasi yang dialami individu

tersebut dirasa tidak menyenangkan dan tidak diragukan lagi terjadi

kekurangan kualitas hubungan. Selain itu, jumlah (kuantitas) jalinan

hubungan yang ada pada individu juga ditemukan lebih sedikit dari yang

diharapkan dan diterima, serta situasi keakraban yang diharapkan juga tidak

(29)

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kesepian

adalah pengalaman subyektif yang dialami seseorang sebagai akibat dari

harapan untuk terlibat dalam hubungan akrab dengan orang lain tidak

tercapai.

2. Manifestasi Kesepian

Peplau dan Perlman (dalam Astuti, 2004) kesepian dapat dilihat dan

dikenali dari manifestasinya (perwujudannya) di dalam berbagai aspek

individu. Manifestasi tersebut meliputi:

a. Manifestasi afektif

Manifestasi afektif adalah perwujudan dari kesepian yang berkenaan

dengan perasaan negatif individu. Contoh perasaan negatif yaitu malu,

bosan, mudah marah, tidak bahagia, tidak suka berinteraksi, cemas,

tidak senang berada diantara banyak orang, tidak puas dengan

persahabatan yang dibina, dan sedih karena tidak memiliki teman.

b. Manifestasi kognitif

Peplau mengemukakan adanya suatu pola umum yang terdapat pada

individu yang merasakan kesepian, yaitu memiliki tingkat self-focus

yang tinggi atau terlalu memfokuskan perhatian pada diri sendiri dan

pengalaman-pengalaman pribadinya. Mereka juga menambahkan bahwa

orang yang merasa kesepian merasa rendah diri, menilai diri mereka

(30)

secara umum dapat menjadi kurang mampu untuk berkonsentrasi atau

memfokuskan perhatian mereka secara efektif.

c. Manifestasi perilaku

Manifestasi perilaku adalah perwujudan dari kesepian yang berkenaan

dengan perilaku negatif yang diakibatkan oleh keadaan emosi individu.

Contoh perilaku negatif yaitu menjauh, menolak bergabung dengan

kelompok, menyendiri dalam suatu pertemuan, gugup dan gemetar

menghadapi teman, dan diam ketika terlibat dalam percakapan.

3. Tipe Kesepian

Tipe kesepian menurut Robert Weiss (dalam Sears et al, 1991)

membedakan dua tipe kesepian berdasarkan hilangnya ketetapan sosial

tertentu yang dialami oleh seseorang.

a. Kesepian emosional

Kesepian emosional timbul dari ketiadaan figur kasih sayang yang

intim, seperti yang bisa diberikan oleh orang tua kepada anaknya atau

teman akrab kepada seseorang.

b. Kesepian sosial

Kesepian sosial terjadi bila orang kehilangan rasa integrasi secara sosial

atau terintegrasi dalam suatu komunikasi, yang bisa diberikan oleh

sekumpulan teman atau rekan sekerja.

Dapat terjadi bahwa seseorang mengalami salah satu tipe kesepian tanpa

(31)

Moustakas (dalam Latifa, 2007) membagi kesepian ke dalam jenis

sebagai berikut:

a. Eksistensial Loneliness

Individu sadar sepenuhnya bila dia adalah soliter, tunggal dan terisolasi.

Isolasi terjadi karena adanya ketakutan, penolakan dan usaha individu

untuk menghindar atau bahkan lari dari pengalaman kesepian.

Akibatnya individu tidak dapat maju dan berkembang sebagaimana

seharusnya.

b.Loneliness Anxiety

Individu merasa “terpisah” dari dirinya sendiri, karena terdapat

kesenjangan antara ”diri” yang sebenarnya dengan ”diri” yang dia

inginkan. Kecemasan akan kesepian ini juga terjadi karena individu

kurang mampu memenuhi keinginannya untuk menjalin keintiman

dengan orang lain.

De Jong Gierveld (dalam Latifa, 2007) juga membedakan

kesepian menjadi dua jenis, yaitu:

a. State Loneliness

Kesepian ini terjadi sementara, sewaktu-waktu dan tidak berlangsung

lama. Terjadi bila individu menghadapi sebuah situasi yang tidak dapat

dihindari, seperti misalnya pada individu yang baru pindah rumah atau

(32)

b.Trait Loneliness

Pengalaman kesepian ini sering terjadi. Kesepian jenis ini berlangsung

lama dan senantiasa datang. Biasanya terjadi pada individu yang

tumbuh dalam situasi penolakan atau ketidakpedulian dari lingkungan

sekitar, sehingga kesepian ini merupakan bentuk mekanisme dirinya

dengan membuat jarak dengan orang lain. Individu belajar untuk tidak

mempercayai orang lain karena orang lain dianggap hanya akan

menyakitkan hati.

Wiliam Sadler (dalam Latifa, 2007) membedakan kesepian sebagai

berikut:

a. Interpersonal Loneliness

Kesepian ini terjadi ketika individu merindukan seseorang yang dahulu

pernah dekat dengannya. Kesepian ini melibatkan kesedihan yang

mendalam. Individu selalu mencari orang baru untuk dicintai. Namun,

jika menemukan orang yang potensial menjadi pasangan barunya

sebelum ia mampu mengatasi kesedihan terdahulu, maka individu akan

takut atau menolak.

b.Social Loneliness

Individu merasa terpisah dari kelompok dimana ia merasa berarti.

Kesepian ini sering menghinggapi kaum minoritas. Kesepian sosial

secara lebih akurat didefinisikan sebagai perasaan ketika individu tidak

(33)

kesejahteraanya dan tidak ada hal yang dapat ia lakukan untuk

mengatasi hal itu sekarang.

c. Culture Shock

Kesepian ini terjadi ketika individu ini pindah ke suatu lingkungan

kebudayaan baru. Kesepian ini kemungkinan melibatkan kesepian sosial

karena beberapa kebudayaan masih tidak mudah untuk menerima orang

lain.

d.Cosmic Loneliness

Setiap orang terkadang merasakan kesepian kosmik. Kesepian kosmik

juga dikenal sebagai kesepian eksistensial, yaitu perasaan

ketidakmungkinan untuk menjalin hubungan yang sempurna dengan

orang lain.

e. Psychological Loneliness

Kesepian ini datang dari kedalaman hati individu, baik yang berasal dari

situasi masa kini ataupun sebagai reaksi dari trauma masa lalu.

4. Penyebab Kesepian

Biasanya orang merasa kesepian pada saat berada seorang diri.

Sebagai contoh, dalam penelitian Larson mengenai penggunaan waktu,

orang lebih merasa kesepian ketika mereka berada seorang diri

dibandingkan ketika mereka berada bersama orang lain. Kadang-kadang

kesepian ditimbulkan oleh perubahan hidup yang menjauhkan kita dari

(34)

seseorang mengalami hubungan yang memuaskan sampai perubahan

tertentu terjadi dalam hidupnya. Situasi yang biasanya menimbulkan

kesepian adalah perpindahan ke kota yang baru, terpisah dari teman dan

orang yang dicintai ketika sedang berada di perjalanan atau di rumah sakit,

atau mengakhiri hubungan yang penting karena kematian, perceraian, atau

perpisahan. Biasanya orang dapat memulihkan diri dari kesepian

situasional dan mengembangkan kembali kehidupan sosial yang

memuaskan, meskipun dalam beberapa situasi lebih sulit dibandingkan

situasi lainnya. Beberapa orang menderita kesepian selama

bertahun-tahun, yang sedikit banyak terlepas dari perubahan-perubahan yang terjadi

di dalam hidupnya. Mereka mengalami kesepian yang akut. Individu

semacam ini mungkin menggambarkan dirinya sebagai “orang yang

kesepian” dan tidak sebagai seseorang yang sedang berada dalam periode

kehidupan yang penuh kesepian. (Sears,et al 1991)

Menurut Marangoni dan Ickes (dalam Franzoi, 2003) kesepian

digambarkan pada seseorang yang mempunyai kepuasan yang kurang pada

jaringan sosial dan hubungan yang dekat daripada yang diinginkan.

Pendapat di atas juga didukung oleh De Jong Gierveld (dalam

Latifa, 2007) yang menyebutkan bahwa kesepian dapat dengan mudah

terjadi ketika terdapat kesenjangan antara keinginan individu untuk

mendapatkan afeksi dan kehangatan dari orang lain dan kenyataan yang

dimiliki individu. Individu pada kenyataannya tidak mendapat afeksi dan

(35)

sebanyak gambaran jumlah teman yang diinginkan, orang dekat yang

dimiliki tidak sesuai dengan harapan kedekatan yang diinginkan.

Rokach dan Sharma (dalam Latifa, 2007) lebih lanjut menyatakan

bahwa kesepian mencerminkan kegagalan individu untuk berintegrasi

dengan lingkungan. Kegagalan ini mengakibatkan individu tidak lagi

merasa menjadi bagian yang berarti dan penting dari suatu kelompok.

Pada beberapa orang, rasa kesepian lebih bersifat konstan dan tidak terkait

dengan kejadian eksternal ataupun masa. Terkadang, ada orang yang

merasa tidak nyaman dengan dirinya sendiri atau merasa bahwa dirinya

tidak disukai oleh orang lain.

Gunarsa (2006) mengungkapkan bahwa kesepian tidak

semata-mata muncul akibat kesendirian fisik atau akibat ketidakberadaan orang

lain di sekeliling hidup seseorang, tetapi juga akibat perasaan ditinggalkan

khususnya oleh mereka yang tadinya memiliki hubungan emosional yang

amat dekat. Namun penting untuk diperhatikan agar tidak menjadi rancu

bahwa kesepian tidak serta merta muncul akibat berkurangnya dukungan

sosial dalam arti umum. Dukungan sosial mungkin saja datang dari

berbagai pihak tetapi dukungan sosial yang amat bermakna dalam

kaitannya dengan masalah kesepian adalah dukungan sosial yang

(36)

Larry Yeagley (dalam Latifa, 2007) juga mengemukakan bahwa

kesepian dapat disebabkan oleh berbagai faktor sosial, yakni:

a. Kemandirian dan ketergantungan diri

Dua hal di atas sering dibicarakan sebagai sebuah usaha untuk

mencapai kemajuan dan sukses. Kerja tim tampaknya sudah tergantikan

oleh inisiatif individu, sehingga individu merasa tidak lagi perlu untuk

berhubungan dan tergantung pada orang lain. Hal inilah yang

menyebabkan rasa kesepian.

b. Kompetisi

Kompetisi dimulai sejak taman kanak-kanak dan diterapkan di rumah,

tempat kerja, dan di mana saja. Hal tersebut membuat manusia tidak

lagi membutuhkan teman dan kesepian adalah hasilnya.

c. Segregasi kelompok usia

Anak-anak menghabiskan sebagian besar waktunya bersama teman

sebaya. Orang-orang tua meninggalkan rumah dan lebih memilih

rumahnya diurus oleh para pembantu serta menyewa pengasuh untuk

anak-anaknya. Situasi trans-generasi yang tidak adekuat ini

menyebabkan isolasi pada individu.

d.Suburban sprawl

Disebut juga perpencaran karena pengaruh sub-urban. Banyak rumah

tangga di dunia, terutama di negara-negara besar terpisah dari

keberadaan tetangganya dan tidak lagi ditemukan perbincangan antar

(37)

e. Hiburan di rumah

Komputer dan video menawarkan hiburan yang lebih personal dan

menggantikan fungsi pertemuan di tempat sosial.

f. Latchkey children

Keterpisahan dari orang tua dalam jangka waktu cukup lama berpotensi

menyebabkan kesepian pada anak-anak dan remaja.

g. Perceraian

Kebebasan individu adalah hal yang paling utama. Tanggung jawab

terhadap orang lain dan setia terhadap komitmen bukan prioritas yang

dianjurkan oleh konselor pernikahan. Penolakan dan kesepian

meningkat sejalan dengan bertambahnya angka perceraian.

h. Isolasi

Banyak faktor yang ikut berkontribusi dalam isolasi individual dan

keluarga. Sebagai contoh, orang tua tunggal terlalu sibuk untuk

perkembangan pribadi dan perkembangan sistemsupport.

5. Akibat Kesepian

Banyak orang mencari kompensasi untuk mengisi keperluan

mereka akan hubungan akrab dengan orang lain. Kompensasi ini berbagai

macam, yaitu ada orang yang cenderung melarikan diri ke dalam

keramaian misalnya rumah mereka senantiasa hiruk pikuk, tamu datang

silih berganti dan banyak kenalan diundang ramai-ramai pergi piknik,

(38)

akrab itu dengan melibatkan diri dalam berbagai macam organisasi, sibuk

dengan urusan kepanitiaan atau pertemuan (Hulme, 2000).

Orang-orang yang merasa kesepian cenderung menghabiskan

waktu senggang mereka pada aktivitas yang sendiri, memiliki kencan yang

sangat sedikit, dan hanya memiliki teman biasa atau kenalan (Bell dalam

Baron & Byrne, 2005).

Kesepian juga disertai dengan afek negatif, termasuk perasaan

depresi, kecemasan, ketidakbahagiaan, dan ketidakpuasan yang

diasosiasikan dengan pesimisme, self-blame, dan rasa malu (Anderson

dkk, dalam Baron & Byrne, 2005). Menurut Kahn, Hessling, dan Russell

(dalam Gunarsa, 2006), rasa kesepian dan afek negatif memiliki hubungan

timbal balik. Kesepian dapat menggugah munculnya afek negatif;

sebaliknya, afek negatif dapat meningkatkan intensitas kesepian.

Seseorang yang dihinggapi kesepian memiliki kemungkinan cukup besar

untuk cenderung memiliki afek negatif karena ia merasa dirinya diabaikan

oleh orang lain, tidak dipedulikan oleh orang lain, tidak lagi bermakna

bagi orang lain, dan keberadaan orang lain bersamanya hanya bersifat

sementara dan adakalanya hanya bersifat formalitas saja. Afek negatif ini

kemudian mempengaruhi persepsi serta perilaku mereka terhadap

keberadaan orang lain, sehingga orang lain yang berada bersama mereka

juga merasakan negativitas afek tersebut dan selanjutnya mereka

cenderung menghindari kondisi tersebut sehingga berakibat munculnya

(39)

Akibat selanjutnya, yang dirasakan oleh individu yang kesepian adalah

hidupnya kian terasa sepi.

Kesepian bisa merusak kesehatan. Para ahli mengatakan

orang-orang yang yang sering didera rasa kesepian memiliki kualitas kesehatan

yang buruk. Selain remaja, orang lanjut usia juga sering merasa kesepian.

Para peneliti dari University California Los Angeles (UCLA) menemukan

jenis gen tertentu yang lebih aktif pada orang yang memiliki perasaan

kesepian berlarut-larut. Akibatnya gen yang berkaitan dengan sistem

kekebalan tubuh menjadi rusak. Sedangkan gen lain, termasuk gen yang

bertugas melawan virus dan memproduksi kekebalan tubuh, menjadi

kurang aktif. Hal itu tidak ditemukan pada orang yang tidak kesepian

(Sriwijaya Post, 2007).

Hawkey dan Cacioppo (dalam Gunarsa, 2006) juga

mengemukakan mekanisme hubungan antara kesepian dan munculnya

gangguan penyakit dalam diri seseorang hingga kini masih terus

dipertanyakan dan diteliti. Akan tetapi dari sejumlah penelitian dilaporkan

bahwa kesepian merupakan salah satu prediktor atau peramal munculnya

berbagai penyakit, seperti kanker, gangguan jantung, dan berbagai

penyakit serius yang lain. Kesepian terkait dengan erat dengan

menurunnya ketangguhan seseorang menghadapi stres dan peluang

munculnya upaya yang tidak layak untuk mengatasi stres. Adanya upaya

tak layak dalam mengatasi stres ini cenderung memberi ancaman yang

(40)

Selain mengakibatkan penyakit, kesepian juga terkait dengan

bunuh diri. Menurut McInnis dan White, hubungan antara kesepian dan

gejala bunuh diri mungkin saja terjadi karena ketika seseorang merasa

hidupnya semakin sepi, sehingga ia merasa dirinya semakin tidak berarti.

Sedangkan menurut Stravynski dan Boyer, berdasarkan kajian atas

sejumlah orang (usia remaja, dewasa dan lanjut serta pasien psikiatri)

dengan kecenderungan bunuh diri di Kanada diperoleh gambaran bahwa

makin tinggi intensitas kesepian yang dirasakan seseorang, makin besar

keinginan orang tersebut untuk melakukan tindakan bunuh diri (dalam

Gunarsa, 2006).

Penelitian yang dilakukan selama lima tahun oleh para peneliti dari

Universitas Chicago, Amerika Serikat menghasilkan sebuah kesimpulan

yang provokatif, yaitu kesepian bisa membuat seseorang cepat meninggal.

Menurut para peneliti, saat kesepian jantung bekerja lebih keras untuk

memompa darah dan menyebabkan tekanan darah tubuh menjadi lebih

tinggi (http://www.conectique.com).

6. Kesepian pada Dewasa Awal

Karakteristik kunci dari orang dewasa yang kesepian dan tidak

memiliki teman adalah negativitas personal ( personal negativity), yaitu

kecenderungan umum untuk menjadi tidak bahagia dan tidak puas dengan

diri sendiri. Hal ini diasosiasikan dengan kejadian negatif yang beruntun:

(41)

mempersepsikan individu tersebut secara negatif, seperti halnya

self-perseption yang ia miliki, dan interaksi sosial menjadi semakin maladaptif.

Selanjutnya, orang lainbenar-benar berespons secara negatif, dan hasilnya

adalah negativitas personal yang semakin bertambah (Furr & Funder,

dalam Baron & Byrne, 2005).

Pernyataan di atas sependapat dengan Erikson (dalam Hurlock,

1990) yang menekankan bahwa masa dewasa dini merupakan masa

”krisis keterpencilan”. Pada masa ini pria dan wanita sering merasa

kesepian. Pria muda yang belum menikah sering tidak mengetahui apa

yang harus dikerjakan pada waktu-waktu luang. Seperti halnya wanita

dewasa yang belum menikah, mereka merasa kesepian karena

teman-teman lama sudah berpencar dan banyak diantaranya yang sudah sibuk

dengan urusan keluarga atau sibuk berpacaran. Akibat yang ditimbulkan

adalah mereka kehilangan pergaulan yang menyenangkan pada masa

remaja ketika selalu ada teman untuk diajak berbincang-bincang atau

melakukan kegiatan bersama. Orang-orang muda yang sudah menikahpun,

kadang-kadang masih merasa kesepian dan rindu pada teman-teman.

Selain mereka sibuk dengan anak-anak yang masih kecil, berpenghasilan

yang pas-pasan saja dan sering tinggal jauh dengan orang tua, saudara

maupun teman lama, mereka sering merasa kesepian sama seperti mereka

yang belum menikah, dan posisi mereka lebih mempersulit pemecahan

(42)

Havighurst (dalam Hurlock, 1990) menjelaskan bahwa rasa kesepian

pada masa dewasa dini terjadi karena masa ini merupakan ”periode yang

relatif kurang terorganisir dalam kehidupan seseorang yang menandai

transisi dari lingkungan yang terbagi menurut umur ke lingkungan yang

terbagi menurut staus sosial”. Mereka tidak lagi dapat dengan mudah

menikmati pergaulan yang spontan sebagaimana dulu ketika masih

bersekolah. Sekarang mereka harus mencari jalannya sendiri, menjalin tali

persahabatan baru yang memantapkan identitas mereka lewat upaya mereka

sendiri. Menjelang usia tigapuluhan biasanya orang muda, baik yang sudah

menikah maupun yang belum telah menemukan dirinya yang telah

menyesuaikan diri dengan pancaroba itu serta telah mulai mapan dalam

pekerjaan maupun dalam pergaulannya.

Salah satu hambatan sosial pada masa dewasa dini adalah orang

muda mengalami kesulitan untuk bergabung dengan satu kelompok sosial

yang cocok. Menjadi bagian dari kelompok merupakan salah satu tugas

perkembangan masa dewasa dini yang penting. Ada beberapa kondisi yang

menyebabkan kesulitan ini. Wanita yang terikat oleh tanggung jawab rumah

tangga mungkin tidak mempunyai waktu ataupun uang untuk

kegiatan-kegiatan sosial yang sebelumnya mereka nikmati dan mungkin mereka

tidak mampu memperoleh pengganti yang memuaskan. Situasi seperti ini

mengakibatkan rasa yang tidak puas yang sering mempengaruhi kepuasan

dengan perkawinan. Demikian juga pria, karena tekanan dan tanggung

(43)

sering mengalami kesulitan untuk bergabung dengan kelompok sosial yang

cocok. Sama seperti wanita, mereka kemudian juga merasa tidak puas

dengan kehidupan mereka. Dalam hal ini bahkan jika kaum muda

mempunyai waktu dan uang untuk melakukan kegiatan sosial, orang

dewasa tertentu sulit sekali menciptakan hubungan yang hangat dan akrab

dengan orang sekeliling mereka. Situasi seperti ini mungkin terjadi karena

tiadanya keserasian karena antara mereka terdapat berbagai perbedaan

minat dan nilai, tetapi lebih sering hal ini terjadi karena semangat bersaing

para orang muda yang didorong oleh harapan mereka untuk maju dalam

karir. Semangat ini menjadi kebiasaan yang terbawa dalam hubungan

sosial. Itulah salah satu alasan mengapa baik Erikson dan Havighurst

menyatakan bahwa periode awal kedewasaan adalah salah satu periode saat

orang paling merasa kesepian (Hurlock, 1990)

Beyene, Becker, dan Mayen (dalam Gunarsa, 2006) menjelaskan

bahwa ketakutan akan kesepian merupakan gejala yang amat dominan

terjadi pada sejumlah orang dewasa hingga usia lanjut yang mereka peroleh

berdasarkan data penelitian atas 83 penduduk Latino (keturunan Amerika

Selatan) di Amerika Serikat. Dari kajian atas para subyek penelitian,

ternyata semua subyek mengalami kondisi tersebut sekalipun kadar satu

sama lainnya berbeda, dan secara khas ketakutan ini dipengaruhi oleh

(44)

B. KOMPETENSI INTERPERSONAL

1. Pengertian Kompetensi Interpersonal

Menurut Spitzberg & Cupach (1984), kompetensi interpersonal

adalah kemampuan individu untuk melakukan komunikasi yang efektif,

yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan motivasi. Pengetahuan

berarti mengetahui perilaku yang cocok untuk diterapkan dalam situasi

tertentu. Keterampilan adalah kemampuan menerapkan perilaku sesuai

dengan konteks. Motivasi adalah keinginan untuk mampu berkomunikasi.

Spitzberg & Cupach (dalam Nashori, 2000) juga mengemukakan bahwa

kompetensi interpersonal di sini terdiri atas kemampuan-kemampuan yang

diperlukan untuk membentuk suatu interaksi yang efektif. Kemampuan ini

ditandai oleh adanya karakteristik-karakteristik psikologis tertentu yang

sangat mendukung dalam menciptakan dan membina hubungan antar

pribadi yang baik dan memuaskan. Di dalamnya termasuk pengetahuan

tentang konteks yang ada dalam interaksi, pengetahuan tentang perilaku

non-verbal orang lain, kemampuan untuk menyesuaikan komunikasi

dengan konteks dari interaksi yang tengah berlangsung, menyesuaikan

dengan orang yang ada dalam interaksi tersebut, dan

kemampuan-kemampuan lainnya.

Sedangkan menurut Pace (dalam Sukmono et al, 2000), kemampuan

menjalin hubungan interpersonal adalah kemampuan dalam menjalani suatu

hubungan yang akrab, yang dialami seseorang dengan individu lain dimana

(45)

Pendapat di atas sejalan dengan pendapat dari Buhrmester bahwa

kompetensi interpersonal adalah kemampuan individu dalam menjalin dan

membina suatu hubungan interpersonal (Buhrmester, Furman, Wittenberg

& Reis, 1988).

Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kompetensi

interpersonal adalah suatu kemampuan untuk menjalin hubungan yang

efektif dengan orang lain.

2. Aspek Kompetensi Interpersonal

Kompetensi interpersonal menurut Buhrmester, Furman,

Wittenberg, dan Reis (dalam Nashori, 2000) memiliki lima aspek, yaitu:

a. Kemampuan berinisiatif

Buhrmester mengungkapkan kemampuan berinisiatif adalah usaha untuk

memulai suatu bentuk interaksi dan hubungan dengan orang lain atau

dengan lingkungan sosial yang lebih besar. Inisiatif merupakan usaha

pencarian pengalaman baru yang lebih banyak dan luas tentang dirinya

sendiri dengan tujuan untuk mencocokkan sesuatu atau informasi yang

telah diketahui agar dapat lebih memahaminya. Berikut bentuk

perilakunya:

1) Meminta atau mengusulkan pada kenalan baru untuk melakukan

aktivitas bersama, misalnya pergi bersama dan belajar bersama

2) Menawarkan sesuatu pada kenalan baru yang terlihat menarik dan

atraktif

(46)

4) Menjadi individu yang menarik dan menyenangkan ketika berkenalan

dengan orang lain

5) Mengenalkan diri pada sesuatu yang ingin kita kenal

b. Kemampuan membuka diri

Kemampuan membuka diri adalah usaha untuk mengungkapkan

dan berbagi kepada orang lain dengan membiarkan orang lain

mengetahui sebagian dari diri, masa lalu, pendapat, dan pengalaman yang

dimiliki. Beberapa contoh kemampuan membuka diri yaitu:

1) Mengemukakan hal-hal yang bersifat pribadi ketika

berbincang-bincang dengan orang yang baru dikenal

2) Mempercayai kenalan baru dan membiarkannya mengetahui sedikit

bagian dari diri kita

3) Mengatakan kepada sahabat kita tentang hal-hal yang dapat membuat

kita merasa malu

4) Memberi kesempatan kepada teman baru untuk mengenal diri kita

yang sebenarnya

5) Melepaskan pertahanan diri kita dan mempercayai seorang sahabat

6) Mengungkapkan secara terbuka kepada seorang sahabat bahwa kita

menghargai dan menyukainya

c. Kemampuan bersikap asertif

Kemampuan bersikap asertif adalah usaha untuk mengungkapkan

(47)

dan penghargaan dengan tidak mengabaikan perasaan orang lain. Mampu

untuk berkata ”tidak” jika hal tersebut tidak sesuai dengan diri.

Berikut contoh mengenai kemampuan bersikap asertif:

1) Mengatakan kepada seorang teman bahwa kita tidak menyukai cara

dia memperlakukan kita

2) Mengatakan ”tidak” atau menolak ketika seorang teman meminta kita

melakukan sesuatu yang tidak kita sukai

3) Menolak permintaan yang tidak masuk akal

4) Menegur sahabat kita ketika dia tidak menepati janji

5) Mengatakan pada teman kita bahwa dia telah melukai perasaan kita,

bahwa dia telah memmpermalukan kita, dan bahwa dia telah

membuat kita marah

d. Kemampuan memberikan dukungan emosional

Kemampuan memberikan dukungan emosional merupakan usaha untuk

mendengarkan, memberi masukan, dan berempati dalam rangka

membantu orang lain.

Berikut contoh kemampuan memberikan dukungan emosional:

1) Mendengarkan dengan sabar ketika seorang sahabat menceritakan

masalahnya, menjadi pendengar yang baik ketika teman kita sedih

2) Membantu mengatasi permasalahan yang dialami oleh seorang teman

dekat yang berkaitan dengan keluarganya atau teman-teman yang lain

3) Dapat mengatakan atau melakukan sesuatu dalam rangka memberi

(48)

4) Dapat menunjukkan sikap yang penuh empati

5) Dapat memberikan nasehat jika seorang teman membutuhkannya dan

nasehat ini diberikan dengan cara yang dapat diterima

e. Kemampuan mengatasi konflik

Kemampuan mengatasi konflik adalah usaha-usaha mengatasi konflik

secara konstruktif.

Berikut ini contoh upaya mengatasi konflik:

1) Pada saat mempunyai masalah dengan sahabat, benar-benar

mendengarkan keluhannya dan tidak berusaha menebak yang ada di

pikirannya

2) Pada saat terjadi konflik mampu memandang persoalan dari sudut

lain

3) Tidak mengulang ucapan atau perbuatan yang bisa memperburuk

konflik

3. Kompetensi Interpersonal pada Dewasa Awal

Kompetensi interpersonal memegang peranan penting pada masa

dewasa awal. Kompetensi ini diperlukan karena pada masa ini individu akan

memasuki lingkungan sosial yang baru. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari

Hurlock (1990) bahwa masa dewasa dini merupakan periode penyesuaian diri

terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Orang

dewasa muda diharapkan memainkan peran yang baru dan mengembangkan

(49)

tugas-tugas yang baru. Penyesuaian diri ini menjadikan periode ini suatu

periode khusus dan sulit dari rentang hidup seseorang. Periode ini sangat sulit

sebab sejauh ini sebagian besar anak mempunyai orang tua, guru, atau

orang-orang lain yang bersedia menolong mereka mengadakan penyesuaian diri.

Sekarang, sebagai orang dewasa, mereka diharapkan mengadakan

penyesuaian diri secara mandiri. Apabila mereka menemui keslitan-kesulitan

yang sukar diatasi, mereka ragu-ragu untuk minta pertolongan dan nasehat

orang lain karena enggan kalau-kalau dianggap ”belum dewasa”.

Harapan masyarakat untuk orang-orang dewasa muda cukup jelas

digariskan dan telah diketahui oleh mereka bahkan sebelum mereka mencapai

kedewasaan secara hukum. Pada usia itu, lebih daripada usia lain, mereka

benar-benar telah mengetahui harapan-harapan yang ditujukan masyarakat

kepada mereka. Tugas-tugas perkembangan masa dewasa dini dipusatkan

pada harapan-harapan masyarakat dan mencakup mendapatkan suatu

pekerjaan, memilih seorang teman hidup, belajar hidup bersama dengan suami

atau isteri membentuk suatu keluarga, membesarkan anak-anak, mengelola

sebuah rumah tangga, menerima tanggung jawab sebagai warga negara dan

bergabung dalam satu kelompok sosial yang cocok. Tingkat penguasaan

tugas-tugas ini pada tahun-tahun awal masa dewasa akan mempengaruhi

tingkat keberhasilan mereka ketika mencapai puncak keberhasilan pada waktu

setengah baya—apakah puncak itu di bidang pekerjaan, pengakuan sosial,

atau kehidupan keluarga. Tingkat penguasaan ini juga akan menentukan

(50)

mereka (Hurlock, 1990). Oleh karena itu, kompetensi interpersonal cukup

dibutuhkan pada masa ini karena masa dewasa awal merupakan masa

penyesuaian diri individu. Seseorang akan lebih mudah menyesuaikan diri

apabila memiliki kompetensi ini.

Selain masa penyesuaian diri, masa dewasa awal juga merupakan masa

ketika individu biasanya membangun hubungan yang intim dengan individu

yang lain. Aspek yang penting dari hubungan ini adalah komitmen individu

satu sama lain. Pada saat yang sama, individu menunjukkan ketertarikan yang

kuat pada kemandirian dan kebebasan. Perkembangan dalam masa dewasa

awal sering melibatkan keseimbangan yang membingungkan antara keintiman

dan komitmen pada satu sisi, dan kemandirian dan kebebasan di sisi lain

(McAdams dalam Santrock, 2002).

Keintiman adalah aspek perkembangan yang mengikuti identitas

dalam tahap perkembangan dari Erikson. Aspek yang terkait dengan

perkembangan suatu identitas pada masa remaja dan masa dewasa awal adalah

kemandirian. Pada saat yang bersamaan dalam upaya individu mencoba

memantapkan suatu identitas, mereka menghadapi kesulitan mengatasi

peningkatan kemandiran dengan orang tua, membangun hubungan intim

dengan individu lain, dan meningkatkan komitmen persahabatan mereka. Pada

saat bersamaan juga mereka harus dapat berpikir untuk dirinya sendiri dan

melakukan sesuatu tanpa selalu harus mengikuti apa yang dikatakan atau

(51)

ikatan orang tua mungkin memiliki kesulitan baik dalam hubungan pribadi

maupun karir (Santrock, 2002).

Dari uraian di atas, kompetensi interpersonal cukup dibutuhkan pada

masa ini karena masa dewasa awal merupakan masa penyesuaian diri individu

masa membangun hubungan yang intim dengan individu yang lain. Seseorang

akan lebih mudah menyesuaikan diri apabila memiliki kompetensi ini.

C. DEWASA AWAL

Menurut Hurlock (1990) orang dewasa adalah individu yang telah

menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam

masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya. Berikut pembagian masa

dewasa, namun perlu diingat bahwa pembagian ini tidak mutlak dan ketat.

Pembagian ini hanya menunjukkan umur rata-rata pria dan wanita mulai

menunjukkan perubahan-perubahan dalam penampilan, minat, sikap dan

perilaku yang karena tekanan-tekanan lingkungan tertentu dalam kebudayaan

akan menimbulkan masalah-masalah penyesuaian diri yang tak dapat atau

tidak harus dihadapi setiap orang dewasa. Pembagian tersebut meliputi:

1. Masa dewasa dini

Masa dewasa dini dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira umur

40 tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai

(52)

2. Masa dewasa madya

Masa dewasa madya dimulai umur 40 tahun sampai umur 60 tahun,

yakni saat baik menurunnya kemampuan fisik dan psikologis yang jelas

nampak pada setiap orang

3. Masa dewasa lanjut

Masa dewasa lanjut atau usia lanjut dimulai pada umur 60 sampai

kematian. Pada waktu ini baik kemampuan fisik maupun psikologis cepat

menurun.

Havighurst & Neugarten (dalam Stevens and Long, 1984) membagi

dewasa menjadi dua, yaitu:

1. Dewasa Awal adalah individu dengan usia 18 sampai 35 tahun

2. Dewasa Madya adalah individu dengan usia 35 sampai 65 tahun

1. Pengertian Masa Dewasa Awal

Pendapat menurut Santrock (2002) mengenai masa dewasa adalah

ketika seseorang mendapatkan pekerjaan penuh waktu yang kurang lebih tetap.

Hal ini biasanya terjadi pada saat seseorang menyelesaikan sekolah menengah

atas untuk sebagian orang, dan untuk sebagian yang lain universitas atau

sekolah pasca sarjana. Bagi mereka yang menyelesaikan sekolah menengah

atas, pindah rumah dan mendapatkan karir, masa transisi menuju masa dewasa

tampak telah terjadi. Tetapi satu dari empat orang tidak menyelesaikan sekolah

menengah atasnya dan banyak orang yang menyelesaikan kuliahnya tidak

(53)

Kemampuan untuk membuat keputusan adalah ciri lain yang tidak

sepenuhnya terbangun pada kaum muda. Dalam hal ini adalah pembuatan

keputusan secara luas tentang karir, nilai-nilai, keluarga dan hubungan serta

tentang gaya hidup. Pada waktu muda, seseorang mungkin mencoba banyak

peran yang berbeda, mencari karir alternatif, berpikir tentang berbagai gaya

hidup dan mempertimbangkan berbagai hubungan yang ada. Individu yang

beranjak dewasa biasanya membuat keputusan tentang hal-hal ini, terutama

dalam bidang gaya hidup dan karir.

2. Ciri-Ciri Masa Dewasa Dini

Hurlock (1990) mengemukakan ciri-ciri yang menonjol dalam tahun-tahun

masa dewasa dini, yaitu:

1. Masa Dewasa Dini sebagai ”Masa Pengaturan”

Telah dikatakan bahwa masa anak-anak dan masa remaja merupakan

periode ”pertumbuhan” dan masa dewasa merupakan masa ”pengaturan”.

Pada generasi terdahulu, ada pandangan bahwa jika anak laki-laki dan wanita

mencapai usia dewasa secara syah, hari-hari kebebasan mereka telah berakhir

dan saatnya telah tiba untuk menerima tanggungjawab sebagai orang dewasa.

Ini berarti bahwa pria muda mulai membentuk bidang pekerjaan yang akan

ditanganinya sebagai karirnya, sedangkan wanita muda diharapkan mulai

menerima tanggungjawab sebagai ibu dan pengurus rumah tangga.

Sekali seseorang menemukan pola hidup yang diyakini dapat memenuhi

kebutuhannya, ia akan mengembangkan pola-pola perilaku sikap dan

(54)

Berbagai ketidakpuasan dan ketidakbahagiaan yang didapati seseorang pada

usia ini adalah akibat keputusan berumahtangga atau bekerja yang

tergesa-gesa sebelum menemukan suatu pola hidup yang memberikan

kemungkinan-kemungkinan untuk kepuasan sepanjang hidup.

2. Masa Dewasa Dini sebagai ”Usia Reproduktif”

Orang tua (parenthood) merupakan salah satu peran yang paling penting

dalam hidup orang dewasa. Bagi orang yang cepat mempunyai anak dan

mempunyai keluarga besar pada awal masa dewasa atau bahkan pada

tahun-tahun terakhir masa remaja kemungkinan seluruh masa dewasa dini

merupakan masa reproduksi.

3. Masa Dewasa Dini sebagai ”Masa Bermasalah”

Dalam tahun-tahun awal masa dewasa banyak masalah baru yang harus

dihadapi seseorang. Dari awal masa dewasa, rata-rata orang Amerika zaman

sekarang disibukkan dengan masalah-masalah yang berhubungan dengan

penyesuaian diri dalam berbagai aspek utama kehidupan orang dewasa. Ada

banyak alasan mengapa penyesuaian diri terhadap masalah-masalah pada

masa dewasa begitu sulit. Tiga diantaranya khususnya bersifat umum.

Pertama, sedikit sekali orang muda yang mempunyai persiapan untuk

menghadapi jenis-jenis masalah yang perlu diatasi sebagai orang dewasa.

Kedua, mencoba menguasai dua atau lebih keterampilan sekaligus biasanya

menyebabkan kedua-duanya kurang berhasil. Oleh sebab itu, mencoba

menyesuaikan diri pada dua peran sekaligus juga tidak memberikan hasil yang

(55)

tidak memperoleh bantuan dalam menghadapi dan memecahkan

masalah-masalah mereka, tidak seperti sewaktu mereka dianggap belum dewasa.

4. Masa Dewasa Dini sebagai ”Masa Ketegangan Emosional”

Sekitar awal atau pertengahan umur tigapuluhan, kebanyakan orang

muda telah mampu memecahkan masalah-masalah mereka dengan cukup baik

sehingga menjadi stabil dan tenang secara emosional. Apabila emosi yang

menggelora yang merupakan ciri tahun-tahun awal kedewasaan masih tetap

kuat pada usia tigapuluhan, maka hal ini merupakan tanda bahwa penyesuaian

diri pada kehidupan orang-orang dewasa belum terlaksana secara memuaskan.

Apa yang diresahkan orang-orang muda tergantung dari masalah-masalah

penyesuaian diri yang dihadapi saat itu dan berhasil tidaknya mereka dalam

upaya penyelesaian itu. Kekhawatiran utama mungkin terpusat pada pekerjaan

mereka, karena mereka merasa bahwa akan mengalami kemajuan secepat

yang mereka inginkan, atau kekhawatiran mereka terpusat pada masalah

perkawinan atau peran sebagai orang tua. Apabila seseorang merasa tidak

mampu mengatasi masalah-masalah utama dalam kehidupan, mereka sering

sedemikian terganggu secara emosional sehingga mereka memikirkan atau

mencoba untuk bunuh diri.

5. Masa Dewasa Dini sebagai ”Masa Keterasingan Sosial”

Dengan berakhirnya pendidikan formal dan terjunnya seseorang ke dalam

pola kehidupan orang dewasa, yaitu karir, perkawinan dan rumah tangga,

hubungan dengan teman-teman kelompok sebaya masa remaja menjadi

(56)

di luar rumah akan terus berkurang. Sebagai akibatnya, untuk pertama kali

sejak bayi semua orang muda, bahkan yang populer pun akan mengalami

keterpencilan sosial atau apa yang disebut Erikson sebagai ”krisis

keterasingan”. Mereka yang populer selama sekolah dan kuliah, dan yang

mencurahkan banyak waktu dalam kegiatan-kegiatan kelompok akan paling

banyak menemukan kesulitan dalam penyesuaian diri pada keterasingan sosial

selama masa dewasa dini. Apakah kesepian yang berasal dari keterasingan ini

hanya sebentar atau tetap, akan tergantung pada cepat lambatnya orang muda

itu berhasil membina hubungan sosial baru untuk menggantikan hubungan

hari-hari sosial sekolah dan kuliah mereka.

6. Masa Dewasa Dini sebagai ”Masa Komitmen”

Sewaktu menjadi dewasa, orang-orang muda mengalami perubahan

tanggungjawab dari seorang pelajar yang sepenuhnya tergantung pada

orangtua menjadi orang dewasa mandiri, maka mereka menentukan pola hidup

baru, memikul tanggungjawab baru dan membuat komitmen-komitmen baru.

Meskipun pola hidup, komitmen-komitmen baru ini mungkin akan berubah

juga, pola-pola ini menjadi landasan yang akan membentuk pola hidup,

tanggungjawab, dan komitmen-komitmen di kemudian hari.

7. Masa Dewasa Dini sering merupakan ”Masa Ketergantungan”

Banyak orang muda yang masih agak tergantung atau bahkan sangat

tergantung pada orang-orang lain selama jangka waktu yang berbeda-beda.

Ketergantungan ini mungkin pada orangtua, lembaga pendidikan yang

(57)

pemerintah karena mereka memperoleh pinjaman untuk membiayai

pendidikan mereka.

8. Masa Dewasa Dini sebagai ”Masa Perubahan Nilai”

Ada beberapa alasan yang menyebabkan perubahan nilai pada masa

dewasa dini, diantaranya yang sangat umum adalah: Pertama, jika orang muda

dewasa ingin diterima oleh anggota-anggota kelompok orang dewasa, mereka

harus menerima nilai-nilai kelompok ini. Kedua, orang-orang muda itu mulai

menyadari bahwa kebanyakan kelompok sosial berpedoman pada nilai-nilai

konvensional dalam hal keyakinan-keyakinan dan perilaku seperti juga halnya

dalam hal penampilan. Ketiga, orang-orang muda yang menjadi bapak atau

ibu tidak hanya cenderung mengubah nilai-nilai mereka lebih cepat daripada

mereka yang tidak menikah atau tidak punya anak, tetapi mereka juga

bergeser kepada nilai-nilai yang lebih konservatif dan lebih tradisional.

9. Masa Dewasa Dini sebagai ”Masa Penyesuaian Diri dengan Cara Hidup Baru”

Masa dewasa dini merupakan periode yang paling banyak menghadapi

perubahan. Menyesuaikan diri pada gaya hidup baru memang sulit, terlebih

bagi kaum muda zaman sekarang karena persiapan yang mereka terima

sewaktu masih anak-anak dan di masa remaja biasanya tidak berkaitan atau

bahkan tidak cocok dengan gaya-gaya hidup baru ini.

10. Masa Dewasa Dini sebagai ”Masa Kreatif”

Bentuk kreativitas yang akan terlihat sesudah ia dewasa akan tergantung

pada minat dan kemampuan individual, kesempatan untuk mewujudkan

(58)

yang menyalurkan kreativitasnya ini melalui hobi, ada yang menyalurkannya

melalui pekerjaan yang memungkinkan ekspresi kreativitas.

D. HUBUNGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL DENGAN

KESEPIAN PADA DEWASA AWAL

Kesepian merupakan pengalaman subyektif yang dialami seseorang

apabila harapannya untuk terlibat dalam hubungan yang akrab dengan orang

lain tidak tercapai. Kesepian juga dialami oleh seseorang yang ditinggalkan,

khususnya oleh mereka yang tadinya memiliki hubungan emosional yang

dekat. Kesepian berupa pengalaman yang tidak menyenangkan.

Kesepian dapat dialami oleh semua orang, termasuk individu pada masa

dewasa awal yang harus menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya. Masa

dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola

kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Orang dewasa awal

diharapkan memainkan peran yang baru dan mengembangkan sikap-sikap

baru, keinginan-keinginan dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas-tugas yang

baru. Tugas-tugas perkembangan masa dewasa dini meliputi mendapatkan

suatu pekerjaan, memilih seorang teman hidup, belajar hidup bersama dengan

suami atau isteri untuk membentuk suatu keluarga, membesarkan anak-anak,

mengelola sebuah rumah tangga, menerima tanggung jawab sebagai warga

negara dan bergabung dalam satu kelompok sosial yang cocok. Pada masa ini

pria dan wanita sering merasa kesepian. Pria muda yang belum menikah

(59)

Seperti halnya wanita dewasa yang belum menikah, mereka merasa kesepian

karena teman-teman lama sudah berpencar dan banyak diantaranya yang

sudah sibuk dengan urusan pribadinya. Akibatnya, mereka kehilangan

pergaulan yang menyenangkan pada masa remaja ketika selalu ada teman

untuk diajak berbincang-bincang atau melakukan kegiatan bersama.

Orang-orang muda yang sudah menikah juga kadang-kadang masih merasa kesepian

dan rindu pada teman-teman. Tugas perkembangan lain pada masa dewasa

dini adalah bergabung dengan satu kelompok sosial yang cocok dan menjadi

bagian dari kelompok. Ada beberapa kondisi yang menyebabkan kesulitan ini.

Wanita yang terikat oleh tanggung jawab rumah tangga mungkin tidak

mempunyai waktu ataupun uang untuk kegiatan-kegiatan sosial yang

sebelumnya mereka nikmati dan mungkin mereka tidak mampu memperoleh

pengganti yang memuaskan. Demikian juga pria, karena tekanan dan

tanggung jawab rumah tangga yang begitu berat dan melelahkan serta menyita

waktu sering mengalami kesulitan untuk bergabung dengan kelompok sosial

yang cocok. Keadaan tersebut mengakibatkan pria dan wanita muda

mengalami kesepian (Hurlock, 1990).

Kesepian diakibatkan oleh banyak faktor, diantaranya ketidakmampuan

individu untuk membina hubungan akrab dan masuk dalam kelompok sosial

tertentu. Untuk memenuhinya dibutuhkan suatu kemampuan yang disebut

sebagai kompetensi interpersonal. Kompetensi interpersonal adalah suatu

kemampuan untuk menjalin hubungan interpersonal secara efektif.

(60)

karena pada masa ini individu memasuki lingkungan sosial yang baru. Oleh

karena itu, kompetensi interpersonal diperlukan individu dewasa awal untuk

mengatasi kesepian.

E. HIPOTESIS

Peneliti mengajukan hipotesis:

Ada hubungan negatif antara antara kompetensi interpersonal dengan kesepian

pada dewasa awal. Dengan kata lain bahwa semakin tinggi kompetensi

interpersonal maka semakin rendah tingkat kesepian pada dewasa awal

(61)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Penelitian ini bersifat korelasional, yakni penelitian yang berupaya untuk

mencari ada tidaknya hubungan antara dua variabel. Penelitian ini bermaksud

mencari hubungan antara variabel kompetensi interpersonal dan variabel

kesepian.

B. IDENTIFIKASI VARIABEL

Berikut ini adalah variabel penelitian yang digunakan:

1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kompetensi interpersonal

2. Variabel tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kesepian

C. DEFINISI OPERASIONAL

1. Kompetensi interpersonal

Kompetensi interpersonal adalah kemampuan seseorang dalam menjalin

hubungan secara efektif terhadap orang lain. Alat ukur skala kompetensi

(62)

a. Kemampuan berinisiatif adalah usaha untuk memulai suatu bentuk

interaksi dan hubungan dengan orang lain atau dengan lingkungan

sosial yang lebih besar.

b. Kemampuan membuka diri adalah usaha untuk mengungkapkan dan

berbagi kepada orang lain dengan membiarkan orang lain mengetahui

sebagian dari diri, masa lalu, pendapat, dan pengalaman yang dimiliki.

c. Kemampuan bersikap asertif adalah usaha untuk mengungkapkan

perasaan yang sesungguhnya, baik berupa keberatan, penolakan,

pujian, dan penghargaan dengan tidak mengabaikan perasaan orang

lain. Mampu untuk berkata ”tidak” jika hal tersebut tidak sesuai

dengan diri.

d. Kemampuan memberikan dukungan emosional merupakan usaha

untuk mendengarkan, memberi masukan, dan berempati dalam rangka

membantu orang lain.

e. Kemampuan mengatasi konflik merupakan usaha-usaha mengatasi

konflik secara konstruktif.

2. Kesepian

Kesepian adalah perasaan yang timbul jika harapan untuk terlibat dalam

hubungan yang akrab dengan orang lain tidak tercapai. Alat ukur skala

kesepian untuk mengetahui tinggi rendahnya tingkat kesepian seseorang

yang dapat dilihat

Gambar

Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
+4

Referensi

Dokumen terkait

Permohonan pembukaan deposito dapat dilakukan melalui DAC, apabila Nasabah (pemberi instruksi) merupakan existing customer dan rekening dalam keadaan aktif dengan tetap

Kajian ini dijalankan ke atas sekelompok pelajar yang mengikuti kursus kemahiran bertutur bahasa Arab, iaitu BA (LQS 0415) yang ditawarkan oleh CELPAD ( Centre for Languages &amp;

Berdasarkan hasil uji Mann u whitney dan Wilcoxon untuk pretest, posttest, dan follow up kelompok eksperimen dan kontrol diperoleh kesimpulan bahwapembacan dan pemaknaan

Daur ulang minyak jelantah sebagai alternatif bahan bakar alternatif biodiesel dengan cara dipanaskan Minyak Jelantah sebanyak 200 mL sampai pada suhu 70 derajat celsius

Dengan demikian, mungkin maksud frasa kepemilikan saham dan/atau keterlibatan langsung dalam manajemen BUMN tersebut dalam pertimbangan hukum MK tersebut adalah

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis hendak mengkaji lebih dalam tentang pencabutan BAP oleh terdakwa dalam pembuktian perkara pembunuhan berencana di persidangan

Jenis Observasi Berdasarkan Partisipasi.. Langkah-langkah dalam melakukan observasi adalah sebagai berikut. a) Harus diketahui di mana observasi itu dapat dilakukan. b) Harus

Strategi tersebut secara umum dapat diterapkan di perusahaan, karena metode perawatan yang sudah diterapkan untuk enam jenis kerusakan tersebut mengarah ke strategi