i
UPAYA MENCEGAH ABORSI MELALUI PELAJARAN AGAMA
DENGAN AUDIO VISUAL BAGI PARA SISWI
DI SMA STELLA DUCE 2 YOGYAKARTA
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh :
Anna Titis Widosari NIM : 081124001
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN
KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada
TUHAN YESUS KRISTUS yang telah memberiku anugerah cinta yang luar biasa yaitu kehidupan..
Santa Anna, pelindungku yang menjadi inspirasiku untuk selalu berusaha dan tidak berhenti berjuang dalam hidupku ini...
Keluargaku, bapak (Andreas Tukiyo), ibu (Anastasia Sri Sumiyati), dan kakak (Albertus Brian Susanto dan Rosalia Rani Widiastuti), yang selalu mengajariku untuk
mencintai, memaknai, dan menghargai kehidupan…
Keponakan kecilku, Michaela Devina Maharani dan Aloysius Drias Destrama (anak sahabatku) sumber inspirasiku menulis skripsi ini..
Melati-melati Stero dan semua perempuan diluar sana, kita semua adalah boneka porselen, keperawanan adalah titipan TUHAN yang kelak harus
dipertanggungjawabkan, begitu juga dengan hidup, sayangilah kehidupan karena kita hanyalah penjaga kehidupan, bukan pemilik kehidupan…
Aku dan seluruh hidupku
v
MOTTO
Tuhan takkan terlambat, juga tak akan lebih cepat. Semuanya DIA jadikan indah tepat pada waktu-Nya. Tuhan dengar doamu, Tuhan tak pernah tinggalkanmu.
Pertolongan-Nya pasti ‘kan tiba tepat pada waktu-Pertolongan-Nya
(bdk. Pkh 3:11)
I will maintain the utmost respect for human life from it’s begining
viii
ABSTRAK
Judul skripsi UPAYA MENCEGAH ABORSI MELALUI PELAJARAN AGAMA DENGAN AUDIO VISUAL BAGI PARA SISWI DI SMA STELLA DUCE 2 YOGYAKARTA dipilih dengan melihat kenyataan yang terjadi di dunia dewasa ini khususnya kemajuan dalam bidang teknologi. Kemajuan yang sangat pesat inilah yang mampu membuat masyarakat, khususnya remaja untuk bisa mengakses situs-situs yang menyajikan hal-hal yang selama ini dianggap tabu. Tidak sedikit kasus tindakan seksual yang menyimpang terjadi di sekitar kita yang diakibatkan oleh film atau gambar porno yang bisa di dapat dari internet atau VCD. Dengan kemudahan itu, orang semakin mudah untuk bermain-main dengan seksualitasnya yang mengakibatkan semakin banyaknya kasus kehamilan yang tidak dikehendaki dan pada akhirnya sebagian besar berakhir dengan tindakan aborsi.
Audio visual merupakan sarana yang diharapkan mampu menjadi salah satu alat untuk mencegah aborsi di kalangan remaja karena sarana audio visual berisi video-video yang tentunya akan lebih membuat para remaja tersentuh. Bertitik tolak dari hal tersebut, maka skripsi ini dimaksudkan untuk membantu para siswi yang ada di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta untuk semakin menghargai hidup sehingga mampu mencegah para siswi melakukan aborsi.
Dalam penulisan skripsi ini penulis mengadakan penelitian mengenai pelajaran agama dengan audio visual sebagai upaya untuk mencegah aborsi di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Sedangkan cara pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan cara
probability sampling dan membandingkan antara 2 (dua) kelas sebagai kelas audio visual dan non audio visual serta didukung dengan studi pustaka.
ix ABSTRACT
The thesis entitles THE EFFORD TO PREVENT ABORTION THROUGH RELIGION EDUCATION USING AUDIO VISUAL FOR FEMALE STUDENTS IN STELLA DUCE 2 HIGH SCHOOL YOGYAKARTA
was chosen due to the fact happening in the world today, especially the development of technology. This rapid development could make people, especially teenagers, to access websites considered taboo. There were disordered sexual habits that happened around us because of porn films and pictures gotten from the internet or VCD. With this easy access, it was easier for people to play on their sexuality that caused many unwanted pregnancy, and at the end, most cases ended with abortion.
Audio visual was one of the facilities that hoped to be one of the ways to prevent abortion among teenagers because audio visual was about videos that would certainly make them easily touched. Based on that fact, this thesis was aimed to help female students in Stella Duce 2 High School Yogyakarta to appreciate lives so it could prevent them from doing abortion.
In the writing process, the researcher conducted a research on religion school subject using audio visual as an effort to prevent abortion in Stella Duce 2 High School Yogyakarta. The method that was used in this research was qualitative research. The sample was taken with probability sampling technique and comparing 2 (two) classes as an audio visual class and a non audio visual class, and supported by literature study.
x
KATA PENGANTAR
Terima kasih Bapa, terima kasih Yesus, terima kasih Roh Kudus, terima kasih Bunda Maria, dan terima kasih Santa Anna! Syukur tiada henti-hentinya keluar di hadapan tahta-Mu atas terselesaikannya skripsi ini. Memang, hidup adalah suatu keindahan yang harus dikagumi dan suatu janji yang harus dipenuhi! Inilah yang memotivasi penulis untuk menyelesaikan sebuah pemikiran selama penulis belajar kateketik selama 4 tahun. Sungguh suatu anugerah cinta luar biasa yang telah penulis dapatkan dari Tuhan Yesus karena dengan segala jerih payah, akhirnya penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Upaya Mencegah Aborsi Melalui
Pelajaran Agama Dengan Audio Visual Bagi Para Sisiwi di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta”.
Skripsi ini ditulis berawal dari keprihatinan penulis akan pergaulan di jaman ini yang terlampau bebas di mana norma-norma pergaulan tidak lagi mampu memberikan acuan dalam menentukan bagaimana seharusnya bergaul. Banyak remaja yang terjerumus dalam pergaulan bebas yang mengarah padafree seks yang berujung dengan kasus aborsi. Hal ini memperlihatkan pada kita semua akan kurangnya penghargaan terhadap hidup manusia, khususnya kehidupan yang berawal dari dalam rahim seorang perempuan.
xi
akan penyertaan Tuhan secara khusus dalam panggilan dan penghayatan penulis sebagai calon pewarta yang sejati. Segala tantangan dan hambatan yang penulis rasakan dapat teratasi dengan bantuan, dukungan, kerjasama, serta bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan limpah terima kasih kepada :
1. Dr. C.B.Kusmaryanto, SCJ, selaku dosen pembimbing utama yang dengan setia dan sabar selalu meluangkan waktu, pikiran, tenaga, doa, dan motivasi kepada penulis. Terima kasih untuk proses bimbingan selama ini, khususnya untuk kritik dan masukannya sehingga penulis merasa semakin mampu mencintai skripsi ini dari awal hingga akhir penulisan.
2. Drs. HJ. Suhardiyanto, SJ, dan Bpk Y.H Bintang Nusantara, SFK M.Hum selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan banyak perhatian dan pendampingan baik selama penulisan skripsi ini maupun selama proses studi di kampus yang penulis cintai ini.
3. Dr. CB. Putranta, SJ, selaku dosen penguji skripsi yang selalu memberi dukungan dan usulan kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
4. Sr. Fidelis Budiriastuti, CB selaku kepala SMA Stella Duce 2 Yogyakarta yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta.
xii
6. Melati-melati Stero angkatan 2012, khususnya kelas XE dan XA yang telah membantu penulis untuk bersama-sama belajar dalam proses penyelesaian skripsi ini. Melalui pengalaman ini, penulis sungguh menerima banyak masukan, saran, serta peneguhan mulai dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini.
7. Segenap staf dosen, sekretariat, perpustakaan, dan karyawan IPPAK-USD dan Kolsani yang telah begitu banyak melimpahi penulis dengan ilmu, perhatian, dukungan, bimbingan, doa, serta senyuman yang selalu menguatkan penulis menjalani proses studi di kampus IPPAK.
8. Keluarga yang sangat penulis cintai: bapak, ibu, kakak, dan keponakan kecilku, yang semakin hari semakin membuatku mencintai dan mengagumi hidup.
9. Sahabat-sahabatku di IPPAK angkatan 2008 yang selalu memberikan warna, dorongan, dan semangat untuk tidak kenal lelah dalam berjuang terutama dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Sampai jumpa di lain kesempatan!
10. Dua sahabat sepanjang masaku : Maria Eka Savitri dan Priscilia Lukma Dihartati yang selalu menjadi tempat berteduh dan selalu memberikan kekuatan serta harapan disaat hati ini mulai merasa lelah, hampir menyerah, dan merasa tak mampu.
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .. ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
A. Latar Belakang Penulisan ... 1
B. Rumusan Masalah... 9
C. Tujuan Penulisan ... 10
D. Manfaat Penulisan. ... 11
E. Metode Penulisan ... 11
F. Sistematika Penulisan ... 12
BAB II. ABORSI DAN PELAJARAN AGAMA DENGAN AUDIO VISUAL... 14
A. Aborsi ... 14
1. Pengertian Aborsi ... 14
2. Sejarah Aborsi... 16
3. Macam-macam Aborsi... 18
a. AborsiProvocatus... 19
b. AborsiTherapeutic/ Medicalis... 19
xv
d. AborsiEugenetik... 20
e. Aborsi Langsung-Tak Langsung ... 20
f. Selective Abortion ... 20
4. Pro dan Kontra Aborsi... 21
a. Pro-life ... 21
b. Pro-Choice... 22
5. Akibat Aborsi ... 22
6. Situasi di Indonesia... 25
a. Kode Etik Kedokteran Indonesia ... 26
b. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ... 26
c. UU Kesehatan No 36 Tahun 2009 ... 27
7. Ajaran Gereja Mengenai Aborsi... 29
a. Gaudium et Spes ... 29
b. Declaratio De Abortu Procurato... 30
c. Kitab Hukum Kanonik... 30
d. KatekismusGereja Katolik ... 32
e. Evangelium Vitae ... 32
B. Pelajaran Agama di Sekolah... 33
1. Hakikat Dasar dan Tujuan PAK di Sekolah ... 33
2. Model PAK ... 34
a. Model Transmisi atau Transfer... 34
b. Model Yang Berpusatkan Pada Hidup Peserta ... 34
c. Model Praksis ... 35
d. Model Pendidikan Yang Bersifat Estetis ... 35
C. Audio Visual... 35
1. Pengertian Audio Visual ... 35
xvi
BAB III. PELAJARAN AGAMA DENGAN AUDIO VISUAL BAGI PARA SISWI
DI SMA STELLA DUCE 2 YOGYAKARTA ... 40
A. Gambaran Umum Situasi SMA Stella Duce 2 Yogyakarta... 40
1. Sejarah Singkat SMA Stella Duce 2 Yogyakarta ... 40
2. Siswi SMA Stella Duce 2 Yogyakarta ... 41
B. Metodologi Penelitian... 42
1. Jenis Penelitian ... 42
2. Tempat dan Waktu Penelitian... 43
3. Populasi dan Sampel... 43
4. Teknik Pengumpulan Data... 44
5. Instrumen Penelitian ... 44
6. Teknik Analisis Data ... 45
7. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 45
C. Hasil Penelitian ... 51
1. Kelas Non Audio Visual ... 51
2. Kelas Audio Visual ... 52
BAB IV. HASIL PENELITIAN UPAYA MENCEGAH ABORSI MELALUI PELAJARAN AGAMA DENGAN AUDIO VISUAL BAGI PARA SISWI DI SMA STELLA DUCE 2 YOGYAKARTA ... 54
A. Pemahaman Siswi Di Kelas Non Audio Visual ... 54
B. Pemahaman Siswi Di Kelas Audio Visual ... 55
C. Rangkuman Hasil Penelitian... 55
BAB V. USULAN PROGRAM PELAJARAN AGAMA DENGAN AUDIO VISUAL SEBAGAI UPAYA MENCEGAH ABORSI BAGI PARA SISWI DI SMA STELLA DUCE 2 YOGYAKARTA ... 60
A. Latar Belakang Pemilihan Program ... 60
xvii
C. Uraian Tema dan Tujuan ... 66
D. Penjabaran Program... 68
E. Contoh Persiapan Program ... 75
F. Petunjuk Pelaksanaan Program ... 85
BAB VI. PENUTUP ... 86
1. Kesimpulan ... 86
2. Saran ... 88
DAFTAR PUSTAKA ... 90
LAMPIRAN... 177
Lampiran 1 : Surat Ijin Penelitian ... (1)
Lampiran 2 : Kuisioner... (2)
Lampiran 3 : Seksualitas Sebagai Anugerah Allah ... (4)
Lampiran 4 : Aborsi? Gak banget dech! ... (9)
xviii
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Katolik dengan pengantar dan catatan lengkap. (Dipersembahkan kepada Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama Republik Indonesia dalam rangka PELITA Proyek Peningkatan Sarana Keagamaan Katolik). Ende:Arnoldus.2003.
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja KWI : Konferensi Waligereja Indonesia
CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus ke II tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979.
EN : Evangelii Nuntiandi, Ajakan Apostolik Paus Paulus VI tentang pewartaan Injil dalam dunia Moderen, 8 Desember 1975.
GS : Gaudium et Spes, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang Gereja di dunia dewasa ini, 7 Desember, 1965.
xix
EV : Evangelium Vitae, Ensiklik Paus Yohanes Paulus II tentang nilai hidup manusiawi yang tak dapat diganggu gugat, 25 Maret 1995.
C. Singkatan Peralatan Media Komunikasi 1. LCD : Liquid Christal Display
2. HP : Hand Phone
3. VCD : Video Compact Disc 4. DVD : Digital Video Disc 5. TV : Televisi
6. AV : Audio Visual
D. Singkatan dalam Dunia Pendidikan
1. RPP : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 2. Wkt : Waktu
3. Idk : Indikator
4. SPG : Sekolah Pendidikan Guru 5. PAK : Pendidikan Agama Katolik
E. Singkatan dalam Dunia Kesehatan 1. KB : Keluarga Berencana
xx 3. AMA : American Medical Assosiation 4. PAS : Post Abortion Syndrome
5. Kodeki : Kode Etik Kedokteran Indonesia 6. HIV : Human Immunodeficiency Virus
F. Singkatan Lain
1. BKkBN : Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 2. Bdk : Bandingkan
3. Art : Artikel
4. KUHP : Kitab Undang Hukum Pidana
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penulisan
Seiring dengan perkembangan jaman, teknologi di dunia ini mengalami
kemajuan yang sangat cepat. Penerapan teknologi di setiap aspek kehidupan sudah
dianggap sebagai suatu kebutuhan. Manusia hidup dalam jaman komunikasi yang
sangat baru dan mempunyai dampak yang permanen dalam cara orang mendengarkan.
Menurut Black Jay dan Frederick Whitney sebagaimana dikutip Iswarahadi,
komunikasi merupakan proses di mana masing-masing individu terlibat dalam tukar
menukar makna. Dalam proses itu seorang individu (komunikator) menyampaikan
stimulus (rangsangan) untuk mengubah perilaku individu lain. Komunikasi terjadi apabila informasi beralih dari satu tempat ke tempat lain. Komunikasi tidak hanya
terdiri dari penyampaian pesan secara verbal, langsung, dan dengan maksud tertentu,
melainkan juga semua proses di mana orang saling mempengaruhi satu sama lain.
Kegiatan komunikasi antar manusia harus dimengerti sebagai proses yang
membutuhkan setidak-tidaknya dua unsur, yaitu peristiwa di luar individu (stimulus) dan individu yang bereaksi. Ada pengirim dan penerima pesan. Reaksi dari penerima
disebut feedback (Iswarahadi, 2010:19-20).
Perkembangan teknologi saat ini sudah dapat dirasakan manfaatnya dalam
segala aspek kehidupan, khususnya dalam dunia pendidikan. Jika dulu media
laptop, loudspeaker, dan sebagainya sudah bisa digunakan. Tentu hal tersebut sangat membantu siswa untuk lebih memahami suatu materi dalam proses pembelajaran
daripada siswa yang hanya mendengarkan dan membaca buku panduan.
Namun tidak bisa dipungkiri perkembangan teknologi sedemikian rupa juga
mempunyai dampak negatif. Misalnya saja dengan adanya internet dan hand phone
(HP) yang bisa menjelajah dunia maya yang banyak memuat situs-situs porno.
Kemudahan ini menjadikan semua orang bisa mengakses dan melihat semua hal yang
selama ini dianggap tabu. Tidak sedikit kasus tindakan seksual yang menyimpang
terjadi diakibatkan oleh film atau gambar porno yang bisa di dapat dari internet atau
VCD. Dengan kemudahan itu, orang semakin mudah untuk bermain-main dengan
seksualitasnya yang mengakibatkan semakin banyaknya kasus kehamilan yang tidak
dikehendaki dan sebagian besar berakhir dengan tindakan aborsi.
Kemajuan teknologi dalam setiap aspek kehidupan ini tentunya juga dapat
dimanfaatkan dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran yang biasanya
hanya diisi dengan bercerita atau ceramah saja kini sudah dapat memakai audio visual.
Misalnya saja untuk mengangkat suatu tema tertentu dapat digunakan sarana film atau
video yang mengarah ke tema. Tentunya dengan menggunakan sarana tersebut
diharapkan bahwa proses penmbelajaran lebih mudah dipahami dan menarik daripada
hanya mendengarkan atau ceramah saja. Gereja Katolik pun juga menyadari bahwa
perkembangan alat-alat teknologi ini mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam
iman bagi sesama manusia. Gereja justru merasa bersalah jika tidak menggunakan
alat-alat yang luar biasa ampuh ini (bdk Evangelii Nuntiandi art. 45).
Untuk memanfaatkan perkembangan jaman yang semakin pesat inilah dapat
digunakan audio visual. Audio visual bukan hanya gagasan yang diungkapkan dalam
gambar dan musik. Audio visual merupakan perpanjangan elektronik getaran pribadi
seseorang, merupakan perpanjangan elektronik seluruh pengalaman seseorang
(Adisusanto, 1980:8). Media audio visual merupakan perpaduan antara media audio
dan media visual. Media audio adalah media yang hanya bisa dinikmati oleh indera
pendengar, sedangkan media visual adalah media yang hanya bisa dinikmati oleh
indera penglihat. Yang termasuk dalam audio visual adalah televisi, video, film, dan
lain sebagainya. Beberapa media yang dapat digolongkan ke dalam media audio visual
antara lain VCD, DVD, televisi, video, kaset, film, dan sebagainya yang dapat
mengajak para penonton untuk berimajinasi dan berefleksi.
Di tengah situasi jaman yang semakin mengalami kemajuan yang pesat inilah,
sering terdengar dan terlihat pemberitaan di media massa, baik di koran, majalah,
radio, dan televisi tentang ditemukannya bayi di tempat sampah, di jalan, di WC
umum, sungai, depan rumah atau klinik yang dengan sengaja ditinggalkan. Selain itu
juga, ada pula pemberitaan mengenai kematian wanita akibat aborsi yang
dilakukannya. Meskipun di Indonesia aborsi merupakan tindakan yang melanggar
hukum (ilegal), tidak berarti Indonesia mutlak memberikan aturan untuk tidak boleh
sama sekali melakukan aborsi. Dalam Undang-Undang Kesehatan No 36 Tahun 2009
diperbolehkan, kecuali mengancam nyawa ibu atau janin, dan kehamilan akibat
perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis asal sudah mendapatkan
konseling. Selanjutnya dalam pasal 76, dijabarkan kriteria-kriteria dimana aborsi
diperbolehkan. Kriteria tersebut antara lain sebelum kehamilan berumur 6 minggu
kecuali dalam hal kedaruratan medis, hanya boleh ditangani oleh tenaga kesehatan
yang bersertifikat dan diberi kewenangan, kemudian kriteria yang lain harus ada ijin
dari wanita yang bersangkutan dan suami (kecuali korban perkosaan).
Berdasarkan data dari BKkBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional), ada sekitar 2 juta kasus aborsi yang terjadi setiap tahunnya di Indonesia,
berarti ada sekitar 2 juta nyawa yang dibunuh setiap tahunnya secara keji tanpa
banyak yang tahu (http://www.aborsi.org/statistik.htm). Jumlah aborsi ini tentu saja
cukup mencengangkan sebab angka ini hampir mendekati angka aborsi di Amerika
Serikat, salah satu negara yang melegalkan aborsi (3 juta aborsi tiap tahunnya dengan
jumlah penduduk sekitar 300 juta). Yang lebih memprihatinkan lagi bahwa 30% -
50% dari perempuan yang melakukan aborsi di Indonesia meninggal karenanya (dr
Angela N. Abidin, MARS dalam Tolak Aborsi, Kusmaryanto, 2005:163).
Di Indonesia sendiri terdapat obat-obatan (ramuan) tradisional yang berkhasiat
untuk menggugurkan kandungan. Saat ini, obat-obatan tersebut diberi merk semenarik
mungkin dan didaftarkan di Departemen Kesehatan serta diiklankan dengan terbuka.
Misalnya saja jamu pelancar datang bulan dan jamu terlambat datang bulan. Tentu
saja ada jamu yang benar-benar memperlancar datang bulan tetapi juga ada jamu yang
pengalamannya mengurut wanita hamil untuk menggugurkan kandungan.
(Kusmaryanto, 2004:36). Biaya aborsi di beberapa klinik yang masih diilegalkan
sekitar 5 juta, sedangkan biaya layanan aborsi yang aman dengan fasilitas pendukung
yang memadai hanya membutuhkan biaya sekitar 600 ribu. Praktek aborsi di
klinik-klinik tersebut belum terjamin keamanannya karena memang tidak tersedia layanan
aborsi.(http://nasional.kompas.com/read/2008/08/29/04170024/biayaaborsisebenarnya
.hanya.Rp.600ribu ). Tentu hal ini bertentangan dengan Undang-Undang Kesehatan
no. 36 tahun 2009 pasal 73 dimana dalam pasal ini pemerintah menjamin ketersediaan
sarana informasi dan sarana pelayanan kesehatan reproduksi yang aman dan bermutu
bagi masyarakat. Dari hal di atas dapat disimpulkan bahwa dunia saat ini kurang
memberikan penghargaan terhadap hidup manusia. Memang frekuensi terjadinya
kasus aborsi sangat sulit dihitung secara akurat karena kejadian tersebut sangat sering
terjadi tanpa dilaporkan, kecuali jika terjadi komplikasi sehingga perlu penanganan di
Rumah Sakit.
Aborsi (abortion) berasal dari bahasa latin abortio dimengerti sebagai suatu tindakan pengeluaran hasil konsepsi dari uterus secara prematur pada umur di mana
janin itu belum bisa hidup di luar kandungan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan
orang melakukan aborsi, seperti misalnya faktor ekonomi. Faktor ekonomi ini
menyangkut perkiraan tentang besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memelihara
anak. Kemudian faktor yang lainnya adalah kegagalan KB yang meskipun pada
awalnya para pelaku aborsi sebenarnya telah berupaya membatasi jumlah anak
kelahiran yang terlalu rapat, jumlah anak yang cukup banyak, merasa terlalu tua untuk
melahirkan, dan lain sebagainya. Faktanya yang melakukan aborsi menurut Prof. Dr.
Sudraji Sumapraja, seorang ahli kebidanan dan kandungan, sebagian besar pelakunya
(99,7%) adalah ibu rumah tangga yang sudah menikah. Sementara itu menurut Biran
Affandi, ketua umum Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI)
mengatakan bahwa 89% yang melakukan aborsi adalah ibu-ibu yang sudah menikah,
sedangkan jumlah mereka yang belum menikah hanya 11%. Dari 11% yang belum
menikah itu terdiri atas 45% yang akan menikah dan 55% belum berencana menikah.
(Kusmaryanto, 2005:45-46).
Seharusnya aborsi tidak layak dilakukan dalam rangka mencegah bertambahnya
anak sebab untuk maksud itu ada begitu banyak cara yang sama sekali tidak bersifat
menggugurkan. Aborsi tidak layak dilakukan untuk mencegah rasa malu atau
kemiskinan, sebab rasa malu dan kemiskinan dapat dipecahkan dengan cara-cara lain
yang lebih terpuji, tanpa pengguguran sama sekali. Meskipun demikian, ada jenis
aborsi yang diperbolehkan dalam kasus tertentu misalnya konflik frontal antara nyawa
ibu dan bayinya. Prinsip dalam aborsi ini adalah menyelamatkan yang paling mungkin
diselamatkan. Jika ibunya yang paling mungkin diselamatkan, maka ibunya yang
harus diselamatkan, tetapi jika bayinya yang mungkin diselamatkan, maka bayinya
yang harus diselamatkan.
Memang keputusan untuk melakukan aborsi atau tidak, bukanlah suatu pilihan
yang mudah. Misalnya dalam kasus pemerkosaan atau hamil di luar nikah yang
terkadang membuat orang kehilangan akal sehatnya dan merasa bahwa aborsi
merupakan satu-satunya cara yang harus dan bisa dilakukan.
Kaum muda memiliki rasa keingintahuan yang besar yang terkadang membuat
mereka mencoba melakukan sesuatu karena penasaran tanpa memikirkan akibat atau
dampak yang ditimbulkannya. Tidak jarang pula kita menemui kaum muda terjerumus
dalam pergaulan bebas, yang mana membuat mereka mengenal narkotika, tawuran,
seks bebas, dan lain sebagainya. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa kaum muda adalah generasi penerus dan masa depan bangsa dan Gereja. Jika mereka tidak
mendapatkan pendampingan dan arahan memadai, masa depan akan hancur bahkan
moral bangsa menjadi nol. Dalam Pedoman Pastoral Keluarga KWI 2011 dikatakan
bahwa orang tua memiliki tanggung jawab dan berkewajiban untuk memberi
pendidikan iman dan moral kepada anak-anak mereka (bdk art 30). Tetapi dalam kenyataannya tidak semua orang tua memberikan pengetahuan moral kepada
anak-anak mereka terutama dalam masalah seksualitas. Seksualitas dianggap sebagai hal
yang tabu terutama jika dibicarakan secara terang-terangan.
Adapun penulis memilih para siswi yang ada di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta
karena para siswi termasuk dalam kaum muda yang membutuhkan arahan dan
dampingan yang mampu membuat mereka menemukan jati diri sehingga tidak
terjerumus kepada hal-hal di atas. Pengetahuan mengenai masalah moral, seks, dan
etika pergaulan perlu mereka dapatkan dan ketahui mengingat usia mereka yang sudah
pantas dan perlu tahu tentang akibat-akibat dari pergaulan bebas maupun aborsi.
pendidikan seksualitas dalam keluarga. Ada orang tua yang memberikan pendidikan
seksualitas kepada anaknya, tetapi juga ada yang menganggapnya sebagai hal yang
tabu. Arahan atau pendampingan semacam inilah dirasakan sangat penting untuk
mencegah adanya tindakan aborsi bagi para siswi. Jika ada siswi yang melakukan
tindak aborsi, maka dia akan menerima sanksi yang cukup berat dari sekolah yakni
dikembalikan kepada orang tuanya, atau meminta siswi untuk mengundurkan diri dari
sekolah.
Melalui pembelajaran pelajaran Agama dengan menggunakan audio visual, para
siswi diberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai aborsi itu sendiri misalnya
dengan menggunakan film yang menceritakan tentang aborsi. Dengan pemanfaatan
media audio visual inilah, diharapkan ajaran-ajaran iman lebih mudah ditangkap dan
dipahami. Tidak hanya terbatas melalui film saja, buku-buku, majalah, dan
bacaan-bacaan tentang aborsi dapat digunakan sebagai sumber pengetahuan dan sarana untuk
memperluas wawasan guna meningkatkan pemahaman mereka terhadap aborsi dan
arti dari sebuah kehidupan.
Bahasa audio visual bukan pertama-tama memberikan kesempatan pada kita
untuk menyampaikan kata-kata yang teliti, tetapi untuk menyampaikan pengalaman
secara menyeluruh. Bahasa audio visual tidak begitu banyak memberikan doktrin atau
ide-ide, melainkan ingin merangsang perasaan seorang pribadi. Pendek kata, melalui
bahasa audio visual kita tidak mau mengungkapkan suatu ide tetapi mau
menyampaikan pengalaman pribadi kepada orang lain. Tetapi harus kita akui bersama
kreatifitas, affektivitas, dan kesadaran yang kritis. Jelas bahwa dalam hal ini unsur
subjektifitas sangat besar dan memegang peranan yang pokok.
Pierre Babin OMI, professor komunikasi audio-visual dari Crec AVEX,
Catholic University of Lyon, Prancis dalam bukunya The New Era in Religious Communication sebagaimana dikutip oleh Iswarahadi, menegaskan bahwa televisi lebih mengutamakan bahasa simbolis daripada bahasa konseptual. Bahasa simbolis
adalah bahasa yang menggoda, menggetarkan emosi sebelum akhirnya ia berfungsi
menerangkan. Bahasa simbolis menggerakkan bukan hanya roh, tetapi juga hati dan
tubuh kita. Bahasa simbolis adalah bahasa yang penuh resonansi, ritme, cerita,
imaginasi, sugesti dan koneksi (Iswarahadi, 2010:23). Dengan pemanfaatan media
audio visual inilah diharapkan ajaran-ajaran iman dapat lebih mudah ditangkap dan
dipahami oleh para siswi.
Oleh karena itu, penulis mengangkat judul skripsi “UPAYA MENCEGAH
ABORSI MELALUI PELAJARAN AGAMA DENGAN AUDIO VISUAL BAGI
PARA SISWI DI SMA STELLA DUCE 2 YOGYAKARTA”.
B. Rumusan Masalah
Keprihatinan yang melatarbelakangi penulisan skripsi ini adalah terjadinya
praktek aborsi yang dilakukan anak SMA sebagai akibat dari kehamilan yang tidak
diinginkan. Berdasarkan hal tersebut, permasalahan yang menjadi perhatian penulis
adalah :
2. Bagaimana pandangan Gereja Katolik mengenai aborsi?
3. Seberapa besar efektivitas audio visual dalam memberi pemahaman dan
pencegahan siswi melakukan aborsi?
4. Program apakah yang dapat membantu para siswi di SMA Stella Duce 2
Yogyakarta untuk mencegah aborsi?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan yang hendak dicapai pada penulisan ini adalah :
1. Memberikan pengertian dan pengetahuan yang benar mengenai aborsi dengan
segala dampak yang ditimbulkannya.
2. Memaparkan ajaran Gereja Katolik mengenai aborsi agar semakin menghormati
martabat hidup manusia.
3. Untuk mengetahui seberapa besar efektivitas audio visual dalam memberi
pemahaman dan pencegahan siswi untuk melakukan tindakan aborsi.
4. Mencari program pendampingan yang dapat membantu para siswi di SMA Stella
Duce 2 Yogyakarta untuk mencegah tindakan aborsi.
5. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan (S1) di
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang hendak dicapai pada penulisan ini adalah :
1. Akademis
Tulisan ini akan memberikan pengetahuan mengenai aborsi dan seberapa besar
efektivitas penggunaan audio visual dalam memberikan pengetahuan dan
pencegahan tindakan aborsi.
2. Praktis
Tulisan ini diharapkan dapat membantu pihak lain dalam penyajian informasi
bagaimana mencegah agar tidak terjadi tindakan aborsi serta mampu memberikan
usulan pembelajaran yang menarik yaitu dengan menggunakan sarana audio
visual untuk mencegah aborsi.
3. Bagi Diri Sendiri
Tulisan ini diharapkan mampu mengembangkan wawasan dan keterampilan
penulis dalam penggunaan sarana audio visual sebagai usaha untuk memberikan
pemahaman dan pencegahan tindakan aborsi.
E. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah deskriptif analisis, di
mana metode ini merupakan suatu metode yang menggambarkan, memaparkan,
menjelaskan, dan menganalisis permasalahan yang ada sehingga dapat memperoleh
pemecahan masalah yang tepat. Untuk memperoleh data yang lengkap, penulis
Selain itu juga penulis menggunakan sumber-sumber kepustakaan yang dapat
mendukung judul skripsi yang ditulis dalam studi pustaka.
F. Sistematika Penulisan
Judul yang dipilih adalah “Upaya Mencegah Aborsi Melalui Pelajaran Agama
Dengan Audio Visual Bagi Para Siswi di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta”. Secara
keseluruhan penulisan ini terbagi dalam enam bab. Adapun perincian sebagai berikut :
Bab I : Diawali dengan pendahuluan yang menjelaskan tentang latar belakang
permasalahan, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan,
metode penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab II :Terdiri dari tiga bagian, bagian pertama menguraikan kajian pustaka mengenai
pengertian aborsi, macam-macam aborsi, pandangan mengenai aborsi, akibat
yang ditimbulkan, dan ajaran Magisterium mengenai aborsi. Bagian kedua
berisi tentang Pelajaran Agama di sekolah yang meliputi hakikat dasar
Pelajaran Agama di sekolah, metode dan model Pelajaran Agama di sekolah,
dan peranan pelajaran Agama di sekolah. Bagian ketiga berisi tentang
pengertian audio visual dan contoh-contoh audio visual..
Bab III : Memaparkan hasil penelitian yang penulis peroleh lewat perbandingan kelas
audio visual dan non audio visual yang telah dilakukan kepada siswi di SMA
Stella Duce 2 Yogyakarta.
Bab IV : Pembahasan hasil penelitian dan kesimpulan hasil penelitian. Penulis juga
menggunakan audio visual dengan melakukan pre-test dan post-test pada 2 (dua) kelas yang berbeda.
Bab V :Berisi tentang usulan program pendampingan dalam rangka mencegah
tindakan aborsi bagi para siswi di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta yang
meliputi pemikiran dasar, situasi di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta,
penjabaran program pendampingan bagi para siswi di SMA Stella Duce 2
Yogyakarta, dan contoh penjabaran satuan persiapan.
Bab VI : Berisi tentang penutup yang mengemukakan kesimpulan dan saran sebagai
BAB II
ABORSI DAN PELAJARAN AGAMA DENGAN AUDIO VISUAL
A. Aborsi
1. Pengertian Aborsi
Aborsi berasal dari bahasa latin abortio yang berarti pengeluaran hasil konsepsi dari uterus secara prematur pada umur di mana janin itu belum bisa hidup di luar
kandungan. Secara medis janin bisa hidup di luar kandungan pada umur 24 minggu.
Secara medis aborsi berarti pengeluaran kandungan sebelum berumur 24 minggu dan
mengakibatkan kematian, sedangkan pengeluaran janin sesudah umur 24 minggu dan
mati tidak disebut aborsi lagi melainkan pembunuhan bayi (infanticide). Dalam terminologi moral dan hukum, aborsi berarti pengeluaran janin sejak adanya konsepsi
sampai dengan kelahirannya yang mengakibatkan kematian (Kusmaryanto, 2005: 15).
Umur janin bisa hidup diluar kandungan ini ada yang memberi batas 20 minggu tetapi
ada pula yang memberi batas 24 minggu atau sampai awal trimester ketiga. Dengan kata lain, “pengeluaran” itu dimaksudkan dengan keluarnya janin dilakukan secara
sengaja oleh campur tangan manusia, baik melalui alat mekanik, obat, atau cara
lainnya. Oleh karena janin itu dikeluarkan secara sengaja dengan campur tangan
Secara moral, aborsi berarti pengeluaran janin secara sengaja yangmengakibatkan
kematian si janin yang terjadi sejak pembuahan sampai pada kelahirannya.
Ada 2 (dua) macam kejadian yang dapat menghentikan kehamilan yakni aborsi
spontan (abortus spontaneus) di mana aborsi ini terjadi secara alami tanpa intervensi tindakan medis, dan aborsi yang disengaja (abortus provocatus) di mana aborsi ini terjadi melalui tindakan medis baik dengan obat-obatan atau tindakan bedah. Dalam
bahasa Indonesia, abortus provocatus sering disebut dengan pengguguran kandungan dan abortus spontaneus sering disebut sebagai keguguran. Terkadang abortus spontaneus disebabkan oleh penyakit, sehingga setelah diobati memungkinkan lagi kehamilan baru. Tetapi sering kali abortus spontaneus tidak mempunyai sebab yang jelas. Dengan begitu secara moral abortus spontaneus tidak masalah. Sebaliknya,
abortus provocatus adalah pembunuhan terhadap makhluk insani yang dilakukan oleh manusia sehingga hal tersebut sangat berlawanan dengan moral dan hukum.
Aborsi dapat dilakukan dengan cara meminum obat-obatan tertentu dengan
tujuan mengakhiri kehamilan, bisa juga dengan mengunjungi para pelaku aborsi
seperti dokter atau dukun untuk mengeluarkan janin yang ada di dalam rahimnya baik
melalui proses penyedotan atau dengan melebarkan leher rahim dan menguret isinya.
Dipandang dari segi medis-teknis, aborsi paling mudah dilakukan dalam trimester
pertama kehamilan. Pada usia janin 7-12 minggu metode yang digunakan adalah kuret
total. Cara ini hanya dapat dilakukan oleh klinikus yang terampil. Metode lain lagi
yang sering dipakai sesudah minggu ke-20 adalah instillation abortion di mana cairan yang mematikan si fetus disuntikkan ke dalam rongga amnion, lalu isi rahim dikeluarkan secara alami. Aborsi yang dilakukan diatas trimester kedua biasanya dilakukan di rumah sakit agar setiap terjadi komplikasi dapat segera ditangani.
Metode aborsi yang masih agak baru adalah pil aborsi atau RU-486
(mifepristone) yang ditemukan di Perancis dan mulai dipakai di sana sejak tahun 1988. RU-486 ini dianggap efektif guna mengaborsi kehamilan sampai 7 minggu sejak
menstuasi terakhir. Perempuan harus mengunjungi dokter sebanyak 3 kali. Pada
kunjungan pertama, seorang perempuan mendapatkan obat yang memblokir hormon
progesteron sehingga embrio mati. Dua hari kemudian dia harus ke dokter lagi agar
memperoleh obat yang mengakibatkan kontraksi dalam rahim, sehingga embrio akan
keluar secara alami. Sesudah tiga minggu kunjungan terakhirnya dia harus ke dokter
lagi untuk memastikan bahwa aborsi berlangsung dengan lengkap. Metode pil aborsi
lebih menjamin privacy bagi si perempuan, karena dia tidak perlu ke klinik untuk menjalani prosedur bedah. Secara psikologis metode ini lebih dekat dengan keguguran
yang spontan.
2. Sejarah Aborsi
K. Bertens (2002:4) dalam bukunya Aborsi Sebagai Masalah Etika, mengatakan bahwa aborsi bukanlah masalah baru bagi kita saat ini karena sepanjang sejarah umat
berbagai tempat. Aborsi hampir selalu dipraktekkan di luar profesi medis atau para
“dukun”, sebab kondisi kehamilan yang normal saat itu tidak dilihat sebagai wilayah
profesi medis. Para dokter hanya menangani orang sakit, sedangkan ibu hamil tidak
dianggap sebagai orang sakit. Baru pada abad ke-19 kehamilan mulai diterima sebagai
kondisi medis yang perlu ditangani oleh dokter.
Sikap anti aborsi ini berasal dari Sumpah Hippokrates yang kemudian menjadi
unsur fundamental dalam etika kedokteran sampai saat ini. Para sejarawan mencatat
lagi bahwa dalam hal ini Sumpah Hippokrates jelas berseberangan dengan tata nilai
yang menandai masyarakat Yunani pada saat itu. Dalam kalangan Yunani kuno, aborsi
dan pembunuhan anak kecil diterima tanpa keberatan dan ramai dipraktekkan. Bagi
Hippokrates, kehidupan manusia merupakan suatu nilai yang suci.
Profesi medis sendiri dengan tegas menolak aborsi. Suara para dokter
berkumandang dengan lebih jelas sejak mereka berhimpun dalam organisasi profesi
yang resmi, misalnya AMA (American Medical Assosiation) yang didirikan pada tahun 1847 mengeluarkan pernyataan anti aborsi yang cukup keras, di mana sikap ini
menandai juga ikatan-ikatan dokter yang terbentuk di negara-negara lain dan
membawa dampak yang cukup kuat atas kebijakan negara masing-masing. Peraturan
hukum anti aborsi di banyak negara baru disusun pada abad ke-19.
Setelah berabad-abad lamanya Sumpah Hippokrates menjadi pegangan etis
untuk profesi kedokteran dalam bentuk aslinya, baru sesudah Perang Dunia II Sumpah
Hippokrates dirumuskan kembali. Deklarasi Jenewa yang dikeluarkan oleh Asosiasi
dalam bentuk modern. Deklarasi ini menjadi sumber bagi semua anggota WMA untuk
merumuskan Sumpah Dokter mereka masing-masing, termasuk juga Indonesia
(K.Bertens, 2002:7).
Deklarasi Jenewa tetap mempertahankan tradisi anti aborsi dengan menegaskan
: I will maintain the utmost respect for human life from the time of conception yang pada akhirnya kalimat terakhir diganti dengan from it’s beginning. Hal ini dikarenakan WMA menanggap bahwa kapanpun kehidupan manusia dianggap mulai, profesi
kedokteran harus menghormatinya sejak saat itu (K.Bertens, 2002:7).
Deklarasi Jenewa diterima oleh Majelis Umum dari Asosiasi Kedokteran Dunia
(World Medical Association) pada tahun 1948 di Jenewa dan diperbaiki pada tahun 1968 di Sydney. Deklarasi ini berisi tentang dedikasi para dokter pada tujuan
kemanusiaan sebagai reaksi dari tindakan jahat medis yang dilakukan para dokter saat
masa Nazi Jerman. Deklarasi ini dapat dianggap sebagai versi modern dari Sumpah
Hippokrates. Pada waktu diterima sebagai anggota profesi medis, salah satu sumpah
yang diucapkan adalah aku akan mempertahankan rasa hormat setinggi-tingginya untuk kehidupan manusia, mulai dari permulaannya, bahkan bila terancam, dan aku tak akan menggunakan pengetahuan medisku bertentangan dengan hukum-hukum kemanusiaan (http://id.wikipedia.org/wiki/Deklarasi_Jenewa).
3. Macam-macam Aborsi
a. Aborsi provocatus
Yang dimaksudkan dengan aborsi provocatus adalah pengeluaran janin yang dilakukan dengan sengaja oleh campur tangan manusia baik melalui alat mekanik,
obat, atau cara lainnya. Oleh karena janin itu dikeluarkan secara sengaja dengan
campur tangan manusia, maka aborsi jenis ini dinamakan dengan “procured abortion”
atau “aborsi provocatus” atau aborsi yang disengaja.
b. Aborsi therapeutic/ medicinalis
Aborsi therapeutic adalah penghentian kehamilan dengan indikasi medis untuk menyelamatkan nyawa ibu si janin, atau menghindarkan si ibu dari kerusakan fatal
pada kesehatan atau tubuhnya yang tidak bisa dikembalikan (irriversible) lagi. Pada kenyataannya aborsi jenis ini merupakan keadaan sulit dan dilematis karena terpaksa
memilih salah satu dari antara hak hidup yang tinggi nilainya. Oleh karena itu,
sebelum dilaksanakan aborsi ini perlu dicermati benar-benar apakah memang nyawa
ibu hanya bisa diselamatkan dengan cara aborsi.
c. Aborsi kriminalis
Aborsi kriminalis adalah penghentian kehamilan sebelum janin bisa hidup di
luar kandungan dengan alasan-alasan lain, selain therapeutic, dan dilarang oleh hukum. Tentu saja apa yang disebut dengan aborsi kriminalis di suatu negara tidak
selalu sama dengan yang berlaku di negara lain. Di beberapa negara, aborsi yang
dilakukan sebelum berumur 3 bulan tidak dilarang, sedangkan di Indonesia semua
d. Aborsi eugenetik
Eugenetik berasal dari kata “eu” yang berarti baik dan “gen” yang artinya
keturunan. Aborsi eugenetik adalah penghentian kehamilan untuk menghindari kelahiran bayi yang cacat atau bayi yang mempunyai penyakit genetis. Eugenisme
adalah ideologi yang diterapkan untuk mendapatkan keturunan yang baik saja. Jika
kriteria eugenetik ini diterapkan pada manusia maka akan menjadi masalah yang besar
sebab dengan tindakan tersebut orang-orang cacat, baik secara fisik maupun mental
tidak berhak untuk hidup di dunia dan harus dibunuh.
e. Aborsi langsung-tak langsung
Aborsi langsung adalah tindakan (intervensi medis) yang tujuannya secara
langsung ingin membunuh janin yang ada di dalam rahim sang ibu. Sedangkan aborsi
tak langsung adalah suatu tindakan (intervensi medis) yang mengakibatkan aborsi,
meskipun aborsinya sendiri tidak dimaksudkan dan bukan menjadi tujuan dalam
tindakan itu.misalnya seorang ibu yang hamil mengidap penyakit kanker rahim ganas.
Maka dokter yang bersangkutan tentunya akan mengambil tindakan untuk
mengangkat rahim itu karena jika tidak diangkat akan menjalar ke bagian tubuh
lainnya dan mengakibatkan kematian. Maka janin yang ada di dalam rahin ibu tersebut
ikut terangkat dan mati. Ini adalah konsekuensi yang tak dapat dihindarkan atas
tindakan pengangkatan rahim itu.
f. Selective abortion
wanita yang mengadakan ”pre natal diagnosis” yakni diagnosis janin ketika ia masih ada di dalam kandungan. Tujuannya adalah mendeteksi sejak awal adanya penyakit
dan kelainan genetis pada seorang janin supaya bisa diadakannya tindakan
pencegahan, pengobatan, dan koreksi gen bila diperlukan. Hanya saja sampai sekarang
kemampuan untuk tindakan ini masih sangat terbatas sehingga tidak semua penyakit
dan kelainan genetis tersebut bisa diatasi dengan memuaskan. Kalaupun ada
pengobatannya pasti mahal sekali. Oleh karena itu jika ada kelainan pada si janin,
beberapa wanita akan memilih menggugurkan kandungannya.
4. Pro dan Kontra Aborsi
Christoper Danes, (2000:70-71) dalam bukunya Moral Sosial Aktual dalam Perspektif Iman Kristen menguraikan dua macam pandangan aborsi yaitu:
a. Pro-life
Beberapa kelompok yang berada dalam posisi pro-life menyatakan dukungan sepenuhnya untuk menentang aborsi langsung dan menegaskan bahwa tindakan aborsi
merupakan sesuatu yang salah dan tidak dapat dibenarkan. Posisi pro-life menegaskan empat alasan pendukung argumentasi mereka yakni:
1) Kehidupan dimulai pada saat terjadinya konsepsi
2) Pemutusan kehidupan manusia yang tak berdosa secara langsung selalu salah
3) Sejak saat terjadinya konsepsi ada kehidupan manusia yang tidak berdosa
4) Karena itu, tindakan-tindakan aborsi secara langsung selalu bertentangan dengan
Berdasarkan argumentasi di atas, penghargaan atas martabat hidup manusia
ditunjukkan dengan klaim bahwa sejak pembuahan sebetulnya dalam rahim seorang
perempuan telah ada seorang pribadi manusia. Dengan demikian aborsi secara
langsung sama artinya dengan tindakan pembunuhan atas manusia.
b. Pro-choice
Posisi pro-choice pada prinsipnya menerima aborsi sebagai sesuatu yang dapat dilakukan dan dapat dibenarkan. Ada beberapa argumentasi yang pada umumnya
selalu bertentangan dengan alasan kaum pro-life, yaitu:
1) Perempuan memiliki hak untuk mengontrol tubuhnya sendiri dan berhak
menentukan apa yang harus mereka lakukan atas tubuh mereka. Janin merupakan
bagian tubuh wanita yang mengandungnya.
2) Walaupun janin adalah manusia tetapi dia bisa bisa dianggap sebagai pencuri yang
menerobos ke dalam tubuh wanita, sehingga ia bisa dilenyapkan sebagai bentuk
tindakan perlawanan wanita atas pencurian yang dilakukan oleh si janin.
5. Akibat Aborsi
Aborsi yang dilakukan secara sengaja tanpa ada indikasi medis atau alasan
kesehatan yang jelas, terlebih tidak di tangani oleh medis maka akan memiliki resiko
yang tinggi terhadap kesehatan maupun keselamatan seorang perempuan. Tidak benar
dikatakan bahwa jika seorang perempuan melakukan aborsi, dia tidak merasakan
setiap perempuan, terutama mereka yang sedang kebingungan karena tidak
menginginkan kehamilan yang sudah terjadi.
Para pelaku aborsi mengemukakan bahwa dampak yang mereka rasakan selama
dan sesudah melakukan aborsi berupa rasa sakit yang teramat sangat dan berdampak
psikologis. Secara jelas perasaan sakit yang dialami oleh para pelaku pada waktu
pelaksanaan aborsi terungkap dari pernyataan salah seorang pelaku yang melakukan
aborsi dengan cara diurut sebagai berikut :
“Pada saat dukun mulai mengurut perlahan-lahan, keringat dingin saya bercucuran. Makin lama rasa sakitnya seperti tidak tertahankan apalagi pada saat dukun mengepalkan kedua tangannya, menekan dari arah berlawanan ke atas dan ke bawah dengan tujuan memecahkan bakal janin, pada waktu darah mulai keluar pertanda bakal janin sudah pecah, saat itulah puncak kesakitan yang pernah saya alami selama hidup”(Faisal, 1998:29).
Pelaku aborsi lainnya yang melakukan aborsi dengan memasukkan tungkai ke
dalam rahim menggambarkan perasaan sakitnya sebagai berikut :
“Pada awalnya perut saya diurut, ditekan dari atas ke bawah perlahan-lahan, semakin lama semakin sakit rasanya. Bersamaan dengan itu tungkai daun jarak dimasukkan ke rahim kemudian diputar-putar untuk mengait janin keluar, rasa sakit seperti sudah tak tertahankan lagi, akibatnya handuk yang disisipkan ke mulut saya gigit keras sekali tanpa sadar, puncak rasa sakit terjadi pada waktu bakal janin ditarik keluar ditambah pijatan menekan perut, rasanya sulit dibayangkan mengapa saya berani menghadapi resiko seperti ini” (Faisal, 1998:29).
Demikianlah beberapa ungkapan perasaan para pelaku aborsi ketika menahan
sakit, bahkan beberapa orang diantaranya mengaku sampai mengeluarkan air seni.
Perasaan sakit tidak hanya dialami saat aborsi terjadi, namun periodenya bisa
dirasakan seminggu sampai satu bulan sesudahnya, tergantung pada usia dan ukuran
yang kurang baik, rasa sakit dan berbagai keluhan seperti pusing-pusing dan nyeri
bagian kandungan akan dirasakan lebih lama lagi.
Ada 2 macam resiko kesehatan terhadap perempuan yang akan melakukan
aborsi yaitu resiko kesehatan dan keselamatan secara fisik dan resiko gangguan
psikologis (http://www.aborsi.org/resiko.htm) :
a. Resiko kesehatan dan keselamatan secara fisik.
Pada saat dan setelah melakukan aborsi ada beberapa resiko yang akan dihadapi
oleh seorang perempuan, yaitu :
1) Kematian mendadak karena pendarahan hebat dan pembiusan yang gagal.
2) Kematian secara lambat akibat infeksi serius di sekitar kandungan.
3) Kerusakan leher rahim (cervical lacerations)yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya.
4) Rahim yang sobek (uterine perforation)
5) Kanker payudara karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada perempuan dan
kanker indung telur (Ovarian Cancer)
6) Kanker leher rahim (Cervical Cancer)
7) Kanker Hati (Liver Cancer)
8) Kelainan pada placenta atau ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya.
9) Menjadi mandul atau tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic Pregnancy) 10) Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease)
b. Resiko gangguan psikologis
Melakukan aborsi selain membawa dampak atau resiko secara kesehatan dan
fisik, juga membawa dampak atau resiko secara psikologis atau dampak yang sangat
hebat terhadap keadaan mental seorang perempuan.
“setelah melakukan aborsi, berhari-hari saya mengurung diri. Saya menyesal dan malu mengingat perbuatan saya. Walaupun kejadian itu sudah cukup lama (6 bulan), saya masih sering terbayang jika melihat atau mendengar sesuatu yang ada hubungannya dengan bayi” (Faisal, 1998:30).
Dampak lain yang dirasakan pelaku aborsi adalah timbulnya rasa menyesal,
merasa berdosa, dan merasa malu karena melakukan aborsi. Gejala ini dalam dunia
psikologi dikenal dengan nama Post-Abortion Syndrome (Sindrom Pasca Aborsi) atau PAS. Gejalanya adalah kehilangan harga diri, berteriak-teriak histeris, mimpi buruk
berkali-kali mengenai bayi, ingin melakukan bunuh diri, mulai mencoba
menggunakan obat-obatan terlarang, tidak dapat menikmati hubungan seksual lagi.
Selain hal di atas, para perempuan yang melakukan aborsi akan dipenuhi perasaan
bersalah yang tidak hilang selama bertahun-tahun dalam hidupnya
(http://www.aborsi.org/resiko.htm).
6. Situasi di Indonesia
Sama seperti di bagian dunia lainnya bahwa masalah aborsi bukanlah masalah
yang baru. Hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia 2004 tentang aborsi atau
pengguguran kandungan, tingkat aborsi di Indonesia sekitar 2 sampai 2,6 juta kasus
(http://sosbud.kompasiana.com/2011/04/17/aborsi-dan-pergaulan-bebas-remaja-yang-mengkwatirkan/). Tentu angka ini cukup mencengangkan. Di Indonesia sendiri,
masalah aborsi diatur dalam:
a. Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki)
“Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani” (Pasal 10).
Oleh karena itu, baik menurut agama, undang-undang negara, maupun etika
kedokteran, seorang dokter Indonesia tidak diperbolehkan menggugurkan kandungan
dan euthanasia. Dalam bagian lain penjelasan pasal 10 dikatakan bahwa aborsi hanya bisa dilakukan jika ada indikasi medis sebagai satu-satunya jalan untuk menolong
nyawa ibu.
b. Kitab Undang-undang Hukum Pidana pasal 299, 346-349
Aborsi secara tegas dilarang oleh hukum, hal ini tercantum dalam KUHP pasal
346-349 :
Pasal 346: perempuan yang dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, dihukum penjara selama-lamanya empat tahun.
Pasal 348: (1) Barangsiapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungannya seorang perempuan dengan izin perempuan itu, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun enam bulan. (2) Jika karena perbuatan itu perempuan itu jadi mati, dia dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.
Pasal 349: Jika seorang tabib, dukun beranak atau tukang obat membantu dalam kejahatan yang tersebut dalam pasal 346, atau bersalah atau membantu dalam salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka hukuman yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiganya dan dapat dipecat dari jabatannya yang digunakan untuk melakukan kejahatan itu.
Dari pasal-pasal diatas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya aborsi dilarang,
selain hal tersebut yang dihukum dalam kasus aborsi ada beberapa pihak yaitu :
1) Pelaksana aborsi yakni tenaga medis atau dukun atau orang lain dengan hukuman
maksimal 4 tahun atau 4 tahun ditambah sepertiganya dan juga bisa dicabut hak
prakteknya
2) Wanita yang menggugurkan kandungannya dengan hukuman maksimal 4 tahun
3) Orang-orang yang terlibat secara langsung dan menjadi penyebab terjadinya aborsi
itu dihukum dengan hukuman yang bervariasi.
c. UU Kesehatan No 36 Tahun 2009 pasal 75 ayat (1) dan (2) dan pasal 76
UU Kesehatan ini cukup berbeda dengan KUHP di atas. Secara khusus aborsi
melakukan aborsi bila ada indikasi medis. Pasal 75 ayat (1) “Setiap orang dilarang
melakukan aborsi”yang dilanjutkan dengan ayat (2)
Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan: a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
Pada ayat (2) diuraikan pengecualian seseorang diperbolehkan untuk melakukan
aborsi yaitu jika mengancam nyawa ibu dan/atau anak, menderita penyakit yang tidak
dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi hidup di luar kandungan, dan hamil akibat
pemerkosaan. Yang diperjelas oleh ayat (3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
Seorang wanita yang menjadi korban pemerkosaan diperbolehkan melakukan
aborsi asal sudah mendapatkan konseling pra tindakan dan pasca tindakan yang
dilakukan konselor yang kompoten dan berwenang.
Meskipun aborsi dalam indikasi medis diperbolehkan, tetap saja ada
kriteria-kriteria seorang perempuan untuk boleh menggugurkan kandungannya, sebagaimana
dalam hal kedaruratan medis, hanya boleh ditangani oleh tenaga kesehatan yang
bersertifikat dan diberi kewenangan, kemudian kriteria yang lain harus ada ijin dari
wanita yang bersangkutan dan suami (kecuali korban perkosaan).
7. Ajaran Gereja Mengenai Aborsi
a. Gaudium et Spes (1965).
Salah satu dokumen resmi yang paling penting di masa Gereja Modern yang
dengan tegas mengutuk aborsi adalah Konstitusi Gaudium et Spes yang diumumkan secara resmi pada tanggal 7 Desember 1965.
Apa saja yang berlawanan dengan kehidupan sendiri, misalnya bentuk pembunuhan yang manapun juga, penumpasan suku, pengguguran, eutanasia dan bunuh diri yang disengaja; apapun yang melanggar keutuhan pribadi manusia, seperti pemenggalan anggota badan, siksaan yang ditimpakan pada jiwa maupun raga,.... Dan sementara mencoreng peradaban manusiawi, perbuatan-perbuatan itu lebih mencemarkan mereka yang melakukannya, daripada mereka yang menanggung ketidakadilan, lagipula sangat berlawanan dengan kemuliaan Sang Pencipta (GS art 27).
Dengan pernyataan ini, para uskup seluruh dunia secara bersama-sama sekali
lagi ingin menegaskan bagaimanakah sikap orang Kristiani berhadapan dengan hidup
manusia, di mana setiap orang Kristiani dituntut untuk memiliki suatu sikap
penghormatan total dan tanpa syarat terhadap pribadi hidup manusia. Konsili ini
begitu tegas menekankan sikap hormat terhadap sesama manusia, sehingga setiap
b. Declaratio De Abortu Procurato (1974)
Dalam kongregasi suci ajaran imam mengenai pernyataan tentang aborsi
dengan keras menolak aborsi, sesuai dengan yang tertulis di art 7:
“…kehidupan harus dilindungi dengan amat seksama sejak pembuahan; Aborsi dan
pembunuhan anak adalah kejahatan yang durhaka”.
Paus Paulus VI yang sering berbicara tentang tema ini tak ragu-ragu
menegaskan bahwa ajaran Gereja ini tak berubah dan tak dapat berubah sebab hak
pertama pribadi manusia adalah hak atas hidup yang merupakan dasar bagi semuanya
(bdk art 11).
“…Hak ini ada juga pada anak kecil yang baru lahir seperti pada orang yang sudah dewasa. Sungguh, hormat terhadap hidup manusia adalah kewajiban sejak proses hidup mulai. Dengan pembuahan sel telur mulailah hidup baru, yang bukan hidup ayah dan bukan hidup bunda, melainkan hidup makhluk baru, yang tumbuh sendiri. Tak pernah ia menjadi manusia jika ia tidak sudah manusia sejak semula” (art 12).
Harus ditegaskan bahwa tidak ada satu alasanpun yang obyektif memberi hak
untuk memutuskan hidup orang lain, juga yang baru mulai (bdk art14), orang tak
pernah boleh membenarkan aborsi, tetapi terutama harus diusahakan memberantas
penyebab-penyebabnya (art 26).
c. Kitab Hukum Kanonik (1983)
Menurut Kitab Hukum Kanonik (KHK) kanon 1398: “Yang melakukan aborsi
Hukuman ekskomunikasi latae sententiae ini hendak menerangkan bahwa kejahatan aborsi adalah kejahatan yang sangat berat sebab aborsi merupakan
pembunuhan yang dilakukan terhadap manusia yang “lemah, tak dapat membela diri,
bahkan sampai tidak memiliki bentuk minimal pembelaan, yakni kekuatan tangis dan air mata yang dimiliki oleh bayi yang yang baru lahir, yang menyentuh hati. Bayi yang belum lahir sama sekali terserahkan kepada perlindungan dan pemeliharaan wanita yang mengembannya dalam kandungan. Sungguhpun begitu ada kalanya justru ibunya sendirilah yang mengadakan keputusan, dan meminta agar bayi itu disingkirkan, dan merasa enak saja sudah melakukannya” (Bdk EV art 58).
Latae Sententiae bersifat otomatis dan tidak perlu ada pernyataan resmi atau tidak resmi dari otoritas Gereja atau pihak lain. Begitu seseorang terkena sanksi ini dia
dikeluarkan dari persatuan dengan Gereja. Dia bukan orang Katolik lagi dan haknya
sebagai orang Katolik hilang seketika. Namun tidak hanya seorang perempuan saja
yang melakukan aborsi dan berhasil yang dikenakan hukuman ini, tetapi juga
dikenakan kepada mereka yang bekerja sama dalam tindakan aborsi itu, misalnya
seorang suami atau pacar yang membawa dan menunggui di klinik aborsi, pelaku
pembantu (dokter, perawat, bidan), dan para pembantu lain yang tanpa bantuan
mereka tindak pidana tersebut tidak akan terlaksana (Kanon 1329 §1 dan §2). Begitu
juga dengan calon imam yang bekerja sama dalam aborsi tidak boleh ditahbiskan
(Kanon 1041§1), seorang diakon, imam, uskup yang bekerja sama melakukan aborsi
dan berhasil tidak boleh melakukan tugas-tugas imamatnya (Kanon 1044§1), dan
pembunuhan, aborsi, menculik dengan paksa atau tipu, membuat cacat, melukai secara
berat (Kanon 695).
d. Katekismus Gereja Katolik (1992)
Dalam Katekismus Gereja Katolik art 2272, mengatakan bahwa:
Keterlibatan aktif dalam suatu abortus adalah suatu pelanggaran berat. Gereja menghukum pelanggaran melawan kehidupan manusia ini dengan hukuman Gereja ialah ekskomunikasi. “Barang siapa yang melakukan pengguguran kandungan dan berhasil, terkena ekskomunikasi.” Ekskomunikasi itu terjadi dengan sendirinya, kalau pelanggaran dilaksanakan menurut syarat-syarat yang ditentukan di dalam hukum.
Pernyataan di atas jelas menunjukkan bahwa Gereja menentang adanya tindakan
aborsi, bahkan menghukum pelaku aborsi baik yang terlibat langsung maupun tidak
langsung dengan hukuman ekskomunikasi yaitu pengucilan dari Gereja. Maksud dari
hukuman ini adalah orang yang bersangkutan dapat mempertanggungjwabkan
tindakannya di hadapan Tuhan dengan melakukan pertobatan.
e. Evangelium Vitae (1995)
Evangelium Vitae merupakan ensiklik Paus Yohanes Paulus II yang menentang kejahatan aborsi karena aborsi merupakan perbuatan yang durhaka, sebagaimana
diungkapkan dalam art 60 di bawah ini:
Ada yang mencoba membenarkan pengguguran dengan menyebarkan anggapan bahwa hasil pembuahan,- setidak-tidaknya sampai jumlah tertentu hari-hari belum dapat dipandang sebagai hidup manusiawi yang personal, Akan tetapi menurut kenyataan : “dari saat telur dibuahi sudah mulailah suatu kehidupan, yang bukan hidup ayah atau ibunya: melainkan hidup manusia yang baru beserta pertumbuhannya. Tidak pernan itu akan dijadikan manusiawi, kalau bukan
sudah manusiawi sebelumnya….Gereja senantiasa telah dan tetap mengajarkan,
Dari pernyataan di atas, jelas terlihat bahwa kehidupan manusia sudah ada sejak
pembuahan dan harus diperlakukan sebagai pribadi. Maka dari tu kehidupan manusia
harus dihormati sebagai ciptaan Tuhan yang paling mulia dan oleh karena itu hak
untuk hidup tidak dapat diganggu gugat.
B. Pelajaran Agama Katolik di Sekolah
1. Hakikat Dasar dan Tujuan PAK di Sekolah
Agama memiliki peran yang cukup penting dalam hidup saat ini karena mampu
menjadi pemandu atau acuan dalam upaya mewujudkan kehidupan yang lebih
bermakna dan bermartabat. Oleh karena itulah diperlukan suatu internalisasi agama
dalam pendidikan baik di lingkungan keluarga, sekolah, atau lembaga informal
lainnya.
Dalam lingkungan sekolah diadakan suatu pelajaran agama (Pendidikan Agama
Katolik) yang berperan untuk membuka jalan selebar-lebarnya bagi setiap peserta
didik untuk memiliki akses untuk sampai pada seluruh harta kekayaan iman komunitas
atau tradisi (Heryatno. 2008:20). Pelajaran Agama diharapkan tidak hanya menebar
informasi melainkan juga memberi ilham dan inspirasi hidup kepeda para peserta
didik untuk menghadapi kenyataan hidup di masa sekarang dan menjawab tantangan
masa depan. Dengan kata lain, PAK diharapkan mampu membantu naradidik trampil
menemukan makna hidup dari kenyataan sehari-hari.
PAK dipahami sebagai proses pendidikan dalam iman yang diselenggarakan
naradidik agar semakin beriman kepada Tuhan Yesus Kristus sehingga nilai-nilai
Kerajaan Allah sungguh terwujud di tengah-tengah hidup mereka. Sebagai suatu
proses hal ini haruslah berkesinambungan.
Ada 3 (tiga) hal yang menjadi orientasi dan tujuan PAK yaitu demi terwujudnya
nilai-nilai Kerajaan Allah di tengah-tengah hidup manusia, demi kedewasaan iman,
dan demi kebebasan manusia.
2. Model PAK
Berikut ini akan diuraikan beberapa model pelajaran atau Pendidikan Agama
Katolik di Sekolah (Heryatno, 2008:57-68).
a. Model transmisi atau transfer
Dalam model ini pendidik menyampaikan materi atau informasi kepada para
peserta didik. Pendidil meyakini bahwa informasi yang diberikan itu sebagai suatu
kebenaran yang harus dipelihara dan diteruskan kepada satu generasi ke generasi
berikutnya. Kebenaran ini disampaikan dalam bentuk cerita, pengakuan iman yang
formal misalnya melalui dogma Gereja, ataupun peribadatan. Karena tekanannya ada
pada isi yang harus disampaikan, maka model ini dinamai dengan pendidikan iman
yang bersifat dogmatis.
b. Model yang Berpusatkan pada Hidup Peserta
Model pendidikan ini merupakan reaksi eksrim terhadap model pendidikan yang
bersufat dogmatis. Sifat yang ditekankan bukan kognitif melainkan kualitatif dan
dan cenderung kuantitatif. Dalam proses pendidikan yang ditekankan bukan
menambah informasi dan materi sebanyak-banyaknya melainkan lebih pada usaha
memanusiakan manusia dan memperkembangkan kepribadiannya.
c. Model Praksis
Model ini menekankan pentingnya partisipasi aktif peserta. Peran peserta
sebagai subyek dalam proses penyelenggaraan pendidikan sangat digarisbawahi.
Partisipasi itu berdasar pengalaman hidup peserta yang diungkapkan dan direfleksikan
secara kritis sehingga ditemukan nilainya dan dapat diteguhkan visi dasarnya. Hasil
dari refleksi kritis itu kemudian didialogkan dengan visi dan tradisi Katolik.
d. Model Pendidikan yang Bersifat Estetis
Model ini menyatukan segi kognitif sekaligus afeksi sekaligus membuka
peluang selebar-lebarnya bagi peserta didik untuk berekspresi. Dengan kata lain model
ini penuh dengan nilai seni (estetika). Singkatnya kita mengenakan kacamata positif
yang memandang mereka sebagai pribadi yang sungguh baik, yang diciptakan oleh
Tuhan menurut citra-Nya sendiri.
C. Audio Visual
1. Pengertian Audio Visual
Sebelum kita mencari pengertian audio visual, ada baiknya kita mencari
pengertian dari audio dan visual itu sendiri. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
audio berarti alat peraga yang bersifat dapat didengar (KBBI, 2007:76) sedangkan