DAMPAK REKOLEKSI TERHADAP KEMAMPUAN MEMAKNAI HIDUP SECARA SPIRITUAL BAGI SISWI KELAS X DAN XI ASRAMA PUTRI
SMA STELLA DUCE II YOGYAKARTA
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Agama Katolik
Martauli Nadeak NIM: 121124065
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada semua orang, terutama para saudariku para
suster KSFL, keluarga, seluruh Dosen PAK USD, Pendamping dan para Siswi
Asrama Putri Stella Duce II dan teman-teman angkatan 2012/2013 yang dengan
v
MOTTO
”Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena
hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk
sehari”
(Mat 6:33-34)
“ Lakukanlah kebiasaan yang baik maka itu akan menjadi milikmu”
viii
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul DAMPAK REKOLEKSI TERHADAP KEMAMPUAN MEMAKNAI HIDUP SECARA SPIRITUAL BAGI SISWI KELAS X DAN XI
ASRAMA PUTRI SMA STELLA DUCE II YOGYAKARTA. Judul ini dipilih
berdasarkan keingintahuan penulis akan sumbangan rekoleksi terhadap kemampuan memaknai hidup secara spiritual dalam hidup bersama di asrama, merupakan landasan kehidupan bagi para remaja untuk menghadapi tantangan arus zaman masa kini dalam situasi hidup yang serba diatur oleh aturan yang berlaku di asrama.
Rekoleksi merupakan waktu dan kesempatan yang sangat berharga untuk menggali dan menguatkan hidup batiniah dan rohaniah, dengan mengintensifkan waktu untuk berdoa melihat pengalaman hidup. Kemampuan memaknai hidup secara spiritual kecakapan untuk menghubungkan setiap pengalamannya dengan Tuhan melalui terang iman sehingga mendapatkan nilai-nilai rohani yang mampu mengatasi permasalahan-permasalahan hidup. Permasalahan hidup yang dimaksud adalah permasalahan kejujuran, relasi dengan sesama, penderitaan serta memperjuangkannya untuk hidup yang lebih bermakna.
Berdasarkan pemikiran diatas dapat dirumuskan hipotesis penelitian yaitu, H0 : Rekoleksi tidak memiliki dampak terhadap bagi siswi kelas X dan XI Asrama Putri SMA Stella Duce II Yogyakarta. Ha : rekoleksi memiliki dampak terhadap terhadap kemampuan memaknai hidup secara spiritual bagi siswi kelas X dan XI Asrama Putri SMA Stella Duce II Yogyakarta.
Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif uji beda. Populasi penelitian ini adalah siswi kelas X dan XI Asrama putri SMA Stella Duce II Yogyakarta sebanyak 65 responden. Semua populasi dipakai dengan menggunakan teknik sampel jenuh. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu angket terbuka dan skala perbedaan semantik. Jumlah instrumen 50 soal yang dikembangkan dengan 10 pernyataan mengenai kejujuran, 20 pernyataan relasi dengan sesama, dan 20 pernyataan mengenai penderitaan. Penelitian dilakukan dengan melakukan pretest sebelum rekoleksi dan posttest sesudah rekoleksi Dari hasil uji validitas dengan taraf signifikansi 5%, N 60 responden dengan nilai kritis terdapat 37 item yang valid, sedangkan dari hasil uji reliabilitas diperoleh Conbrach
Alpha sebesar 0,851 yang berarti reliabilitas instrumen cukup tinggi.
ix
ABSTRACT
This graduated thesis entitles “THE IMPACT OF RECOLLECTION TO THE ABILITY TO SPIRITUALLY INTERPRET LIFE AMONG X AND XI GRADERS OF DAUGTHER DORMITORY STELLA DUCE II SENIOR HIGH SCHOOL YOGYAKARTA”. This title was chosen based on the writer’s curiosity about the contribution of recollection to the ability to spiritually interpret life when living together in the dormitory. It is the bases of youth’s life to face challenges on the present days in life situations completely governed by the prevailing rules in the dormitory.
Recollections is a time and a valuable opportunity to explore and strengthen the inner and spiritual life, by intensifying the time to pray and reflect life. To spiritually life to the ability to connect any experience with God through the light of faith in order to gain spiritual values that can overcome the problems of life.
Based on the statement above, a research hypothesis was formulated. The hypothesis (H0) predicted that there was not impact of recollections to the ability to spiritually interpret life among X and XI graders daugther dormitory Stella Duce II Senior High School Yogyakarta. The hypothesis (Ha) predicted that there was any impact of recollections to the ability to spiritually interpret life among X and XI graders of daugther dormitory Stella Duce II Senior High School Yogyakarta.
This research used a quantitative research with different test methods. The population of this research was student class X and XI of Daugther Dormitory Stella Duce II High School Yogyakarta. There were 65 respondents. The study used saturated sampling techniques. The instrument this research were behavior scale and semantic differences. There were number 50 questions as instruments which were developed into 10 question about honesty, 20 question about of relationships with others, and 20 question about suffering. The research was conducted by doing pretest and posttest before and after recollection. From the result of validity test on 5% significance level and N 60 respondents with the critical value 0,05 there were 37 valid items. On the other hand the results of the reliability test showed Conbrach Alphaof 0.851 which implied that the reliability of the instrument was quite high.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: DAMPAK REKOLEKSI
TERHADAP KEMAMPUAN MEMAKNAI HIDUP SECARA SPIRITUAL BAGI
SISWI KELAS X DAN XI ASRAMA PUTRI SMA STELLA DUCE II
YOGYAKARTA. Penulis menyadari bahwa proses penulisan skripsi dapat diselesaikan, berkat bantuan dan keterlibatan dari banyak pihak baik langsung
maupun secara tidak langsung membantu proses penyelesaian skripsi ini. Maka pada
kesempatan ini penulis dengan hati penuh syukur mengucapkan banyak terima kasih
kepada:
1. Dr. B. Agus Rukiyanto S.J. selaku dosen pembimbing utama yang selalu
memberikan perhatian, meluangkan waktu untuk mendampingi dan
membimbing penulis dengan penuh kesabaran, memberi masukan-masukan dan
motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. F.X. Dapiyanta, SFK., M.Pd. selaku dosen penguji II yang telah mendampingi
dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran, serta memberi
masukan-masukan dan motivasi dalam penulisan dan mempertanggungjawabkan skripsi
ini.
3. P. Banyu Dewa HS, S.Ag., M.Si. selaku dosen penguji III yang telah bersedia
xi
4. Drs. F. X. Heryatno Wono Wulung, S.J., M.Ed. selaku Kaprodi Program Studi
Pendidikan Agama Katolik yang telah memberikan izin kepada penulis untuk
menyusun skripsi dan penelitian dari awal hingga akhirnya selesainya skripsi ini.
5. Kongregasi Carolus Borromeus, khususnya Sr. Renata CB pendamping Asrama
Putri Stella Duce II, yang telah menerima saya dengan baik dan memberikan
kesempatan kepada saya untuk mengadakan penelitian dan menggunakan sarana
dan prasarana di Asrama selama proses penelitian sehingga proses penelitian
berjalan dengan baik dan lancar.
6. Seluruh staf dosen Program Studi Pendidikan Agama Katolik yang telah
mendidik, dan memberikan ilmu pengetahuan serta membimbing penulis
sehingga dapat menyelesaikan studi di Program Studi Pendidikan Agama
Katolik Universitas Sanata Dharma dengan baik.
7. Seluruh staf karyawan PAK khususnya bagian sekretarian dan perpustakaan
yang melayani dengan untuk hal administrasi dan peminjaman buku.
8. Para siswi Asrama Putri Stella Duce II khususnya kelas X dan XI yang rela
meluangkan waktunya untuk saya dalam mengikuti proses penelitian skripsi ini.
9. Sr. Kresensia Sipayung, KSFL, selaku Dewan Pemimpin Umum Kongregasi
Suster Fransiskan Santa Lusia yang telah mempercayakan tugas dan
tanggungjawab saya dalam menjalankan perutusan studi hingga selesainya
penulisan skripsi ini.
10.Teman-teman yang terlibat dalam kegiatan penelitian dan proses penyusunan
skripsi, yang telah memberikan tenaga dan waktu, sehingga proses penelitian
xii
11.Para suster di komunitas Papringan, Sr. Adelina, KSFL, Sr. Ignatia, Sr. Maria
Kristin, KSFL, Sr. Mariana, KSFL, Sr. Agnes, KSFL, Sr. Stella, KSFL, Sr.
Dionysia, KSFL, Sr. Maria Riska, KSFL, khususnya Sr. Huberta, KSFL dan Sr.
Imelda, KSFL selaku ibu komuntas, yang telah mendukung dan menyemangati
serta mendoakan saya dalam penulisan skripsi ini.
12.Seluruh anggota keluarga besar Kongregasi Suster Fransiskan Santa Lusia,
Pematang Siantar.
13.Orang tua, kakak, adik dan semua keluarga yang selalu memberi semangat,
dukungan moral, motivasi dan doa bagi penulis dalam menyelesaikan
perkuliahan sampai penyelesaian skripsi ini.
14.Seluruh staf perpustakaan Kolese St. Ignatius Kotabaru dan Perpustakaan
Program Studi Pendidikan Agama Katolik yang begitu bermurah hati untuk
meminjamkan buku-buku yang penulis perlukan baik selama kuliah maupun
selama penulisan skripsi ini sampai selesai.
15.Teman-teman angkatan 2012 yang selalu memberi semangat, motivasi, dorongan
dan bantuan bagi penulis selama kuliah hingga penyelesaian skripsi ini.
16.Seluruh warga kampus Program Studi Pendidikan Agama Katolik yang telah
menemani, memberi semangat serta dukungan doa hingga dari awal perkuliahan
hingga penyelesaian skripsi ini.
17.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang dengan tulus ikhlas
memberi masukan dan dorongan hingga penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan dan
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
PENYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PENYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiv
DAFTAR SINGKATAN ... xx
DAFTAR TABEL. ... xxii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 7
C. Batasan Masalah ... 7
D. Rumusan Masalah. ... 8
E. Tujuan Penelitian ... 8
F. Manfaat Penelitian ... 9
G. Metode Penulisan ... 10
H. Sistematika Penulisan ... 10
BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS ... 12
A. Rekoleksi ... 12
1. Pengertian Rekoleksi ... 12
2. Tujuan Rekoleksi ... 14
3. Manfaat Rekoleksi ... 16
xv
a. Tahap Awal ... 17
b. Tahap Inti ... 17
c. Tahap Akhir ... 17
5. Bahan / Materi Rekoleksi ... 18
6. Tempat Rekoleksi ... 18
7. Model-Model Rekoleksi. ... 19
a. Model Pengalaman Hidup. ... 19
b. Model Biblis. ... 20
c. Model Campuran. ... 21
8. Metode Pendampingan rekoleksi. ... 21
9. Pendamping Rekoleksi. ... 22
10.Evalusai Rekoleksi. ... 23
11.Hubungan Rekoleksi dengan Memaknai Hidup secara Spiritual 24 B. Kemampuan Memaknai Hidup secara Spiritual ... 24
1. Makna Hidup ... 23
2. Relasi-Relasi Yang Turut Menentukan Makna Hidup Manusia 25 a. Relasi dengan Sesama ... 25
b. Relasi dengan Dunia dan Lingkungan. ... 26
c. Relasi dengan Diri Sendiri. ... 28
d. Relasi dengan Tuhan. ... 28
3. Memaknai Hidup secara Spiritual ... 29
4. Permasalahan Hidup : Kejujuran, Relasi dan Penderitaan ... 31
a. Permasalahan Kejujuran ... 32
b. Permasalahan Relasi dengan Sesama. ... 32
c. Permasalahan Penderitaan. ... 34
1) Kisah Ayub ... 34
2) Yususf di jual oleh saudara-saudaranya ... 35
d. Pandangan Hidup secara Spiritual ... 36
C. Tahap-Tahap Perkembangan Iman. ... 37
1. Remaja ... 37
xvi
a. Perkembangan Fisik. ... 39
b. Perkembangan Intelektual. ... 40
c. Perkembangan Emosi. ... 41
d. Kehidupan Sosial. ... 41
3. Pengertian Iman. ... 42
a. Iman adalah Anugerah. ... 43
b. Iman adalah Keputusan. ... 43
c. Iman adalah Keterlibatan. ... 43
4. Tahap-tahap Perkembangan Iman Remaja. ... 44
a. Tahap 1 : Kepercayaan Awal. ... 44
b. Tahap 2 : Kepercayaan Intuitif- Proyektif. ... 45
c. Tahap 3: Kepercayaan Mistis atau Harafiah ... 45
d. Tahap 4 : Kepercayaan Sintetis-Konvensional. ... 45
e. Tahap 5 : Kepercayaan Individuatif-Reflektif ... 47
f. Tahap 6 : Kepercayaan Konjugtif. ... 47
g. Tahap 7 : Kepercayaan yang mengacu pada universalitas. .... 47
D. Profil Asrama SMA Stella Duce II Yogyakarta. ... 48
1. Profil Asrama. ... 48
2. Visi dan Misi Asrama ... 49
a.Visi Asrama. ... 49
b. Misi Asrama. ... 49
3. Tata Tertib Kehidupan Asrama. ... 49
4. Kegiatan Asrama. ... 50
5. Tata Tertib Asrama. ... 50
E. Penelitan Yang Relevan. ... 50
F. Kerangka Pikir dan Hipotesis. ... 52
1. Kerangka Pikir. ... 52
2. Hipotesis. ... 53
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 54
A. Jenis Penelitian ... 54
xvii
C. Tempat dan Waktu Penelitian. ... 55
1. Tempat Penelitian ... 55
2. Waktu Penelitian ... 56
D. Populasi dan Sampel ... 56
E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data. ... 56
1. Variabel Penelitian ... 56
a. Identifikasi Variabel ... 56
b. Defenisi Konseptual ... 57
2. Defenisi Operasional Variabel ... 57
a. Rekoleksi (Variabel X). ... 57
b. Kemampuan memaknai hidup secara spiritual variabel Y. ... 57
3. Teknik Pengumpulan Data ... 58
4. Instrumen Penelitian ... 58
5. Kisi-kisi Penelitian ... 59
6. Pengembangan Instrumen. ... 61
a. Uji Coba Terpakai. ... 61
b. Uji Coba Validitas ... 61
c. Uji Coba Reliabilitas ... 65
F. Teknik Analisis Data. ... 67
1. Uji Persyaratan Analisis Data. ... 69
a. Uji Normalitas Data. ... 69
b. Uji Hipotesis . ... 69
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN . ... 71
A.Hasil Penelitian ... 71
1. Uji Persyaratan ... 71
2. Uji Normalitas untuk melihat hasil perbedaan nilai Pretest- Posttest pada sampel sebanyak 65 orang ... 72
3. Uji Hipotesis dengan Uji-t ... 73
B.Pembahasan Penelitian . ... 75
C.Refleksi Kateketis. ... 76
xviii
b. Aspek Kateketis Memaknai Hidup Secara Spiritual. ... 78
D. Refleksi Hasil Penelitian. ... 78
E. Kerterbatasan Penelitian. ... 81
F. Usulan Program Rekoleksi Meningkatkan Kemampuan Memaknai Relasi dengan Sesama secara Spiritual di Asrama Putri Stella Duce II Yogyakarta. ... 82
1. Latar Belakang Program Rekoleksi. ... 82
2. Tujuan Program Rekoleksi... 83
G. Program Kegiatan Rekoleksi untuk Meningkatkan Kemampuan Memaknai Relasi dengan Sesama secara Spiritual di Asrama di Asrama Putri Stella Duce II. ... 84
a. Pemikiran Dasar. ... 84
b. Tema ”Memaknai Relasi dengan Sesama secara Spiritual di Asrama Putri Stella Duce II Yogyakarta”. ... 86
c. Tujuan Rekoleksi. ... 86
d. Peserta Rekoleksi ... 86
e. Tempat dan Waktu ... 87
f. Model Rekoleksi. ... 87
g. Metode Rekoleksi. ... 87
h. Materi dan Sumber Bahan. ... 87
i. Sarana dan Prasarana. ... 87
j. Tim Pendamping. ... 88
k. Susunan Acara. ... 88
H. Contoh Salah Satu Persiapan Sesi I Usulan Program Rekoleksi ... 96
BAB V. Kesimpulan dan Saran ... 101
A.Kesimpulan ... 101
B.Saran ... 101
DAFTAR PUSTAKA ... 103
LAMPIRAN ... 105
Lampiran 1 : Surat Penelitian ... (1)
Lampiran 2 : Materi dan Kegiatan Rekoleksi sesi I dan Sesi II. ... (2)
xix
xx
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikut Alkitab
Deuterokanonika © LAI 1976. (Alkitab yaitu Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru dalam terjemahan baru, yang diselenggarakan oleh Lembaga
Alkitab Indonesia, ditambah dengan Kitab-kitab Deuterokanonika yang
diselenggarakan oleh Lembaga Biblika Indonesia. Terjemahan diterima dan
diakui oleh Konferensi Wali Gereja Indonesia). Jakarta: LAI, 2001, hal. 8.
B. Singkatan Dokumen Gereja
DV : Dei Verbum, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang
Wahyu Ilahi, 18 November 1965.
C. Singkatan Lain
CB : Carolus Borromeus (Nama Kongregasi)
Dev : Deviasi
Ha : Hipotesis Alternatif
Ho : Hipotesis Nol
KSFL : Kongregasi Suster Fransiskan Santa Lusia (Nama Kongregasi)
Sign : Signifikansi
xxi
SPSS : Statistical Package And Servis Solutions
SQ : Spiritual Quotience
xxii
DAFTAR TABEL
1. Tabel 3.1. Desain Pretest-Posttest
2. Tabel 3.2. Data Populasi Siswa Kelas X dan XI
3. Tabel 3.3 Defenisi Operasional : Kemampuan Memaknai Hidup secara
Spiritual
4. Tabel 3.4. Kisi-Kisi Instrumen Kemampuan Memaknai Hidup secara
Spiritual
5. Tabel 3.5. Validitas Y1
6. Tabel 3.6. Reliabilitas Y1
7. Tabel 3.7. Reliabilitas Statistik Y1
8. Tabel 4.1 Hasil Uji Normalitas Pada Sampel sebanyak 65 Orang
9. Tabel 4.2. Paired Samples
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan zaman dari tahun ke tahun membawa perubahan dalam
kehidupan manusia baik dalam berkomunikasi, mendengarkan, cara berpikir, cara
belajar, berelasi dengan orang lain, cara bekerja maupun dalam berelasi dengan
Tuhan. Perkembangan zaman, juga memberi dampak dalam menghadapi realitas
persoalan hidup manusia yang semakin kompleks (Suparno, 2015: 29). Dalam
kehidupan ini seringkali tawaran-tawaran dunia membuat manusia melakukan
hal-hal yang kurang baik dan menjerat manusia untuk jatuh pada kehancuran dan
penderitaan. Manusia yang tidak mampu mengendalikan dirinya dari kenikmatan
semu yang ditawarkan oleh dunia akan mengalami banyak permasalahan hidup yang
merugikan diri sendiri dan orang lain.
Permasalahan-permasalahan hidup beraneka ragam antara lain,
permasalahan ekonomi, permasalahan politik, permasalahan budaya, permasalahan
agama, permasalahan relasi dengan sesama, permasalahan kejujuran dan banyak
permasalahan lainnya. Semua permasalahan yang dialami manusia menjadi bagian
dari kehidupan dan merupakan pengalaman yang mewarnai hidup manusia. Manusia
hendaknya mampu memaknai pengalaman hidupnya secara spiritual. Manusia perlu
mengolah pengalaman hidup dan memaknainya secara spiritual, agar mampu
menemukan hal-hal yang baik dan positif yang mengarahkan hidup yang lebih baik.
Semua pengalaman hidup akan memberi makna apabila manusia sampai pada tahap
Manusia yang kurang mampu memaknai hidup secara spiritual seringkali
mengeluh dan menganggap bahwa Tuhan tidak campur tangan dalam kehidupannya.
Manusia menjadi sulit untuk menemukan hal positif dan larut dalam suasana
penderitaan hidupnya, sehingga membuat hidup tertekan serta mengalami kesulitan
untuk keluar dari permasalahan yang dihadapi. Pengalaman pahit membuat manusia
cenderung jatuh pada perbuatan yang sia-sia seperti, bersikap tidak jujur,
memelihara sikap mendendam atau membenci orang lain dan menyalahkan Tuhan
atas penderitaan yang dialaminya. Manusia akan merasakan bahwa dunia ini sempit
dan penuh dengan keluhan dan penderitaan.
Pada saat sekarang ini, kita sering mendengarkan berita tentang
pembunuhan atau bunuh diri akibat kesalahpahaman yang terjadi dalam relasi
dengan sesama. Dalam kalangan remaja sering terjadi tindakan yang kurang
memaknai hidup antara lain, tidak peduli dengan sesama yang menderita, bersikap
tidak jujur, bunuh diri karena cemburu. Ada juga orang yang tega membunuh
pacarnya karena memiliki selingkuhan lewat dunia maya. Banyak contoh lainnya
yang bisa kita lihat tentang problem kehidupan dalam kalangan remaja.
Permasalahan kehidupan akan menghampiri semua kalangan, dan tidak terbatas
pada usia, anak kecil, remaja, orang dewasa/orang tua, yang berpendidikan dan tidak
berpendidikan, orang yang tinggal bersama dengan keluarganya, dan orang yang
tinggal di kost atau di asrama.
Hidup manusia mudah terombang ambing oleh arus zaman dan menjadi
tantangan besar bagi semua orang, sehingga memberi dampak dalam kualitas hidup,
masa depan Gereja dan bangsa. Kaum remaja mengalami proses pertumbuhan fisik
dan perkembangan kepribadian (mental, emosional, sosial, moral dan religius)
dengan segala permasalahannya. Masa remaja adalah masa transisi atau masa
peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Mereka menghadapi gejala-gejala
pertumbuhan fisik-biologis, yang sering gelisah dan mencari identitas diri, sehingga
sangat mudah dipengaruhi oleh lingkungan (Tangdilintin, 1984: 8). Para remaja
perlu mendapat perhatian khusus dan membantu mereka untuk mampu memaknai
hidupnya secara spiritual.
Memaknai hidup secara spiritual tidak melulu tentang menghadapi
permasalahan hidup dan penderitaan. Memaknai hidup secara spiritual ada dalam
segala gerak-gerik hidup manusia saat membuka mata melihat alam semesta dengan
segala mahluk yang menghuni jagat raya. Remaja merupakan masa yang rentan
dengan pergulatan hidup karena mengalami masa transisi. Remaja perlu belajar dari
orang lain dan mengembangkan dirinya agar lebih dewasa dalam menanggapi
permasalahan hidupnya, serta mampu memaknai hidup baik pengalaman suka
maupun duka. Mereka perlu disadarkan bahwa hidup itu berharga, indah, dan penuh
misteri. Hidup manusia tidak pernah lepas dari penderitaan dan pengalaman yang
kurang menyenangkan. Oleh karena itu para remaja diharapkan mampu untuk
memaknai segala pengalaman hidupnya secara spiritual. Memaknai hidup secara
spiritual dengan menempatkan setiap pengalaman hidup bersama Tuhan.
Para remaja yang sudah mendapat perhatian untuk dapat memaknai hidup
secara spiritual ialah Asrama Putri SMA Stella Duce II. Berawal dari keprihatinan
pelayanan asrama dan menyediakan fasilitas serta program-program pembinaan
yang memadai. Asrama Putri SMA Stella Duce II Yogyakarta adalah Asrama Putri
yang ditangani Kongregasi Suster-suster Cinta Kasih Santo Carolus Borromeus yang
bertujuan untuk membantu warga asrama untuk hidup saling berdampingan dan
menjadi manusia yang cerdas secara spiritual.
Pembinaan di asrama membantu mereka untuk dewasa secara spiritual
sehingga mampu memaknai hidupnya dengan mempertimbangkan perkembangan
iman mereka. Asrama mengadakan kegiatan yang diharapakan membantu untuk
berkembang, sehingga mereka memiliki kepribadian sebagai berikut:
a. Warga asrama mampu bersyukur dan memaknai pengalaman- pengalaman
hidupnya, atas kebaikan dan dukungan orangtua, orang-orang disekitarnya atas
kesempatan-kesempatan yang dialami dengan kepercayaan kepada Tuhan.
b. Dengan kesadaran sendiri tanpa dipaksa, mendalami dan mengembangkan iman
dan kepercayaan kepada Tuhan.
c. Mampu menerima, bersyukur atas kelebihan dan kekurangan dirinya (Buku
Saku Asrama Putri Stella Duce II).
Para siswi yang tinggal di asrama berasal dari latar belakang dan budaya
yang berbeda serta dipengaruhi oleh lingkungan keluarga, lingkungan sosial,
geografis dan lingkungan sekolah. Asrama memiliki peraturan dan para siswi
dilibatkan dalam berbagai kegiatan untuk membantu mengembangkan
kepribadiannya. Setiap pribadi harus mampu mengembangkan kedewasaan
Peraturan dan kegiatan di asrama, bertujuan untuk meningkatkan
kedewasaan para siswi. Akan tetapi peraturan asrama seringkali menjadi hal yang
hal yang membebani bagi siswi. Pada awal tahun pelajaran, khususnya anak kelas X
memiliki kesulitan antara lain, sulit beradaptasi, minder/kurang percaya diri, shock
culture (kaget dengan hal baru) boros, takut pada kakak unit dan pendamping,
ikut-ikutan, mudah terpengaruh, merasa tidak bebas dan dikekang, stres dengan tuntutan
sekolah, jadwal kegiatan asrama atau peraturan asrama.
Pendamping asrama melihat beberapa point permasalahan perlu ditangani
secara serius demi perkembangan dan kedewasaan spiritual siswi dalam memaknai
hidup. Para siswi di asrama datang dari berbagai daerah dengan latar belakang yang
berbeda dan membawa sejuta pengalaman dan pergumulan hidup yang berbeda-beda
juga. Pendamping asrama mengadakan berbagai kegiatan untuk membantu warga
asrama memaknai hidup secara spiritual dan mencintai alam. Salah satu kegiatan
yang dilaksanakan untuk membantu siswi memaknai hidup secara spiritual adalah
rekoleksi dan retret. Melalui rekoleksi diharapkan para siswi mampu menangkap
kehadiran Tuhan dalam setiap permasalahan hidup dan setiap detik kehidupannya.
Dalam rekoleksi pengalaman hidup digunakan sebagai bahan untuk
pemeriksaaan batin. Pemeriksaan batin merupakan usaha untuk mengembangkan
hidup iman atau hidup rohani. Pemeriksaan batin mengajak peserta untuk meninjau
karya Allah, cara Allah berkarya dan membimbing serta kita melihat jawaban
peserta atas karya, cara kerja Allah dan bimbingannNya dimasa yang sudah lampau
Rekoleksi juga merupakan salah satu upaya untuk melatih hidup rohani dan
menumbuhkan rasa ingin tahu kearah yang lebih baik. Kegiatan rekoleksi membantu
manusia untuk memaknai hidup dan meningkatkan kepekaan religius. Menghayati
makna hidup sangat tergantung pada cara manusia memandang hidup meskipun
masalah dalam hidup tidak pernah terpecahkan dengan tuntas. Arti dan bentuk
sebuah masalah tidak terletak pada pemecahannya, tetapi cara manusia
menghadapinya terus menerus. Hidup yang semakin bermakna dan sejati ialah dapat
mengatasi rasa sakit, derita, dan maut sekalipun (Lalu, 2007: 83).
Dalam hidup sehari-hari manusia menemukan dan mengalami banyak
peristiwa yang sering berlalu begitu saja. Sementara manusia mengimani bahwa
Tuhan hadir dalam peristiwa-peristiwa hidup, peristiwa pengalaman yang sederhana
sekalipun. Rekoleksi merupakan waktu yang sangat tepat untuk memperdalam dan
menguatkan hidup batiniah dan rohaniah seseorang dengan mengintensifkan waktu
untuk berdoa. Dalam kegiatan rekoleksi peserta diajak berhenti sejenak dari aktivitas
rutin dan merefleksikan hidup kita untuk menemukan kehendak Tuhan. Rekoleksi
bukan sekedar mendengarkan ceramah, tetapi peserta diajak untuk menelusuri dan
memaknai hidup dan pengalaman tersebut menjadi bahan dasar yang diolah selama
rekoleksi (Subiyanto, 2003: 6-7)
Dengan membaca isi buku saku asrama yang memuat tujuan didirikannya
asrama putri SMA Stella Duce II Yogyakarta, maka saya tergerak untuk
mengadakan penelitian di asrama tersebut dengan tujuan untuk mengetahui dampak
rekoleksi terhadap kemampuan memaknai hidup secara spiritual bagi siswi kelas X
adalah Dampak Rekoleksi Terhadap Kemampuan Memaknai Hidup Secara Spiritual
Bagi Siswi Kelas X dan XI Asrama Putri SMA Stella Duce II Yogyakarta.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka identifikasi
masalah penulisan sebagai berikut:
1. Perkembangan zaman membawa perubahan dalam kehidupan manusia yang
menantang setiap manusia untuk bersikap positif dan negatif dalam
menghadapi tawaran-tawaran dunia arus global.
2. Remaja adalah usia yang rentan dengan permasalahan hidup karena
mengalami masa transisi dan memerlukan pendampingan untuk dapat
berkembang dan mampu memaknai hidupnya.
3. Asrama merupakan wadah untuk pembinaan kaum remaja, melalui peraturan
dan kegiatan asrama menjadikan mereka mampu untuk menerima perbedaan
latar belakang keluarga dan perbedan status sosial.
4. Manusia yang tidak mampu memaknai hidup secara spiritual akan selalu jatuh
pada perbuatan yang sia-sia, tidak jujur, sikap mendendam atau membenci
orang lain dan menyalahkan Tuhan dalam penderitaan yang dialaminya yang
dapat merugikan diri sendiri dan orang lain.
5. Rekoleksi merupakan salah satu upaya untuk melatih hidup rohani,
meningkatkan kepekaan religius, dan menumbuhkan rasa ingin tahu kearah
yang lebih baik sehingga mampu memaknai hidup secara spiritual.
Mengingat luasnya permasalahan yang teridentifikasi dan keterbatasan
penulis dari segi waktu dan kemampuan, penulis memilih satu aspek yang akan
diteliti yakni aspek mengenai dampak rekoleksi terhadap kemampuan memaknai
hidup secara spiritual. Aspek yang akan diteliti yaitu aspek kemampuan memaknai
hidup secara spiritual merupakan aspek yang luas, maka peneliti membatasi aspek
kemampuan memaknai hidup secara spiritual dalam lingkup memaknai hidup dalam
permasalahan kejujuran, relasi dengan sesama dan penderitaan yang dialami oleh
siswi di asrama. Hal ini bertujuan agar penulis fokus untuk meneliti dan mengkaji
aspek tersebut. Maka judul penulisan ini dibatasi pada Dampak Rekoleksi Terhadap
Kemampuan Memaknai Hidup Secara Spiritual Bagi Siswi Kelas X dan XI Asrama
Putri SMA Stella Duce II Yogyakarta.
D. Rumusan Masalah
Dari uraian diatas ada beberapa hal yang ingin dicermati lebih lanjut
sehingga pada akhirnya menjadi titik awal penulisan ini. Masalah yang ingin
dirumuskan adalah sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan rekoleksi dan tujuan rekoleksi?
2. Apakah yang dimaksud memaknai hidup secara spiritual?
3. Apakah rekoleksi memberi dampak terhadap kemampuan memaknai hidup
secara spiritual bagi siswi kelas X dan XI Asrama Putri SMA Stella Duce II
Yogyakarta ?
Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan
informasi tentang dampak rekoleksi terhadap kemampuan memaknai hidup secara
spiritual bagi siswi kelas X dan XI Asrama Putri SMA Stella Duce II Yogyakarta.
Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Memahami pengertian rekoleksi dan tujuan rekoleksi
2. Memahami pengertian memaknai hidup secara spiritual
3. Mengetahui dampak dari rekoleksi terhadap kemampuan memaknai hidup
secara spiritual bagi siswi kelas X dan XI Asrama Putri SMA Stella Duce II
Yogyakarta ?
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Siswi kelas X dan XI Asrama Putri SMA Stella Duce II Yogyakarta.
Memberikan wawasan bagi mereka dengan memahami pengertian tentang
rekoleksi, tujuan manfaat rekoleksi, dan dampak rekoleksi terhadap
kemampuan memaknai hidup secara spiritual.
2. Asrama dan Siswi kelas X dan XI Asrama Putri SMA Stella Duce II
Yogyakarta.
Memberikan data yang pasti sejauh mana dampak rekoleksi terhadap
kemampuan memaknai hidup secara spiritual bagi siswi kelas X dan XI
Asrama Putri SMA Stella Duce II Yogyakarta.
Penelitian diharapkan memberikan manfaat untuk pendampingan rekoleksi di
Asrama Putri SMA Stella Duce II Yogyakarta yang memberikan dampak
terhadap kemampuan memaknai hidup secara spiritual.
4. Bagi Kongregasi KSFL
Memberikan sumbangan untuk para pendamping Asrama, Novis, Postulan dan
guru agama di sekolah yang ditangani oleh KSFL, tentang rekoleksi yang
memberi dampak terhadap kemampuan memaknai hidup secara spiritual.
5. Bagi peneliti lain
Sebagai sumber inspirasi bagi peneliti yang lain untuk pendampingan
rekoleksi.
G. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode
Deskriptif Analistis. Penulis menggambarkan bagaimana pemahaman siswi X dan
XI SMA Stella Duce II Yogyakarta tentang rekoleksi dan memaknai hidup secara
spiritual. Tulisan ini dikembangkan melalui penelitian kuantitatif dilapangan dengan
mengumpulkan, memaparkan dan menganalisis data dari permasalahan yang ada
dan menarik kesimpulan.
H. Sitematika Penulisan
Judul dari skripsi ini adalah “Dampak Rekoleksi Terhadap Kemampuan Memaknai Hidup Secara Spiritual Bagi Siswi Kelas X dan XI Asrama Putri SMA
BAB I berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang penulisan,
identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, metode penelitian dan sistermatika penulisan.
BAB II menguraikan tentang menjelaskan, pengertian rekoleksi, tujuan
rekoleksi, manfaat rekoleksi, bahan rekoleksi, sarana rekoleksi, tempat rekoleksi,
model-model rekoleksi metode dalam kegiatan rekoleksi, pendamping rekoleksi, dan
evaluasi rekoleksi, arti dan makna hidup, pilihan makna hidup, relasi-relasi yang
turut menentukan makna hidup, permasalahan hidup, pandangan hidup secara
spiritual, tahap-tahap perkembangan remaja dan iman remaja, dan profil Asrama
Putri Stella Duce II sebagai subjek.
BAB III Metodologi penelitian dampak rekoleksi terhadap kemampuan
memaknai hidup secara spiritual bagi siswi kelas X dan XI Asrama Putri SMA
Stella Duce II Yogyakarta yang meliputi jenis penelitian, desain penelitian, tempat
dan waktu penelitian, populasi dan sampel, teknik dan instrumen pengumpulan data,
teknik analisis data dan uji hipotesis.
BAB IV Uraian tentang hasil analisis dampak rekoleksi terhadap
kemampuan memaknai hidup secara spiritual bagi siswi kelas X dan XI asrama Putri
SMA Stella Duce II Yogyakarta berdasarkan analisis pada bab III, usulan program
rekoleksi.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
Pada bagian ini, penulis mendalami tentang konsep dan teori rekoleksi dan
kemampuan memaknai hidup secara spiritual dan perkembangan remaja. Melalui
aspek kegiatan rekoleksi dan proses kegiatan yang diadakan dalam kegiatan
rekoleksi, maka dapat diandaikan rekoleksi memberikan dampak terhadap
kemampuan memaknai hidup secara spiritual. Sesuai dengan judul skripsi, dalam
bab ini juga membahas tentang remaja dan tahap-tahap perkembangan iman remaja
sebagai ukuran untuk mengetahui kemampuan remaja memaknai hidup secara
spiritual bagi siswi di Asrama Putri kelas X dan XI SMA Stella Duce II Yogyakarta
yang memasuki masa remaja.
A. Rekoleksi
1. Pengertian Rekoleksi
Rekoleksi berasal dari dua kata “re” artinya kembali dan “koleksi” berarti
mengumpulkan atau sebuah usaha untuk mengumpulkan kembali. Rekoleksi mau
mengumpulkan kembali pengalaman-pengalaman akan kasih Allah.
Pengalaman-pengalaman kasih akan Allah dihadirkan kembali, direnungkan, dimaknai dan diolah
agar sungguh berguna bagi hidup selanjutnya. Dengan kata lain juga rekoleksi
merupakan suatu latihan rohani yang dapat membantu orang untuk memperteguh
Rekoleksi dalam bahasa Inggris ”recollect” yang artinya mengingat kembali atau mengumpulkan kembali. Rekoleksi merupakan kesempatan penyatuan
dan pengendapan pengalaman hidup dalam terang hidup rohani yaitu hidup yang
dipenuhi dengan cinta. Rekoleksi juga merupakan salah satu upaya untuk melatih
hidup rohani dan memperteguh iman Kristiani (Killa, 1996: 5). Dalam kehidupan
sehari-hari banyak peristiwa-peristiwa yang dilalui dan sering berlalu begitu saja,
tanpa mengambil waktu untuk merefleksikan atau memaknai setiap peristiwa.
Sementara manusia mengimani bahwa Tuhan hadir dalam peristiwa-peristiwa hidup,
peristiwa pengalaman hidup yang sederhana sekalipun. Semua pengalaman, penting
untuk merefleksikan dan menyadari keterlibatan Allah dalam hidup sehari-hari.
Rekoleksi merupakan waktu dan kesempatan yang sangat berharga untuk
menggali dan menguatkan hidup batiniah dan rohaniah, dengan mengintensifkan
waktu untuk berdoa melihat pengalaman hidup (Subiyanto, 2003: 6-7). Dalam
kegiatan rekoleksi mengajak peserta berhenti sejenak dari aktivitas/rutinitas
hariannya dan merefleksikan hidup untuk menemukan kehendak Tuhan. Rekoleksi
bukan sekedar mendengarkan ceramah, tetapi mengajak peserta untuk menelusuri
pengalaman hidup dan mengolah pengalaman tersebut menjadi bahan dasar untuk
mengembangkan kegiatan dalam rekoleksi.
Dalam kegaitan rekoleksi pengalaman hidup digunakan sebagai bahan
pemeriksaaan batin untuk mengembangkan hidup iman atau hidup rohani.
Melakukan pemeriksaan batin, menjadi kesempatan bagi peserta untuk meninjau
karya Allah, cara Allah berkarya serta bimbingan-Nya dalam hidupnya dan melihat
jawaban peserta terhadap karya, cara kerja Allah dan bimbingan-Nya dimasa-masa
Rekoleksi juga ibarat mendulang emas, di sungai emas hidup yang mengalir
dengan membawa berbagai muatan dan mengendap didasarnya. Maka seorang
pendulang akan mengambil endapan, kemudian mengentaskannya serta mengirik
dan menampinya. Setelah terpisah antara pasir yang tak berguna, tinggallah
beberapa endapan yang barangkali mengandung logam mulia. Ketika ditetesi air
keras barulah bijih-bijih emas terkumpul. Demikian juga halnya para peserta
rekoleksi dalam rekoleksi mencoba menampi endapan-endapan peristiwa yang
hanyut oleh aliran hidup, dengan demikian akan menemukan makna hidup yang
kemilau setelah ditetesi sabda Allah (Subiyanto, 2003: 8).
2. Tujuan Rekoleksi
Seorang pembimbing rekoleksi dapat menentukan tujuan rekoleksi dilihat
dari kebutuhan dan minat peserta yang dipertimbangkan secara bersama-sama.
Dalam menentukan tujuan rekoleksi ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan
yaitu bertumpu pada jumlah dan macam peserta, sehingga rumusan tujuan rekoleksi
dapat menjadi jelas dan realistis baik secara umum maupun secara keseluruhan sejak
“kata pembukaan sampai kata penutup”.
Dilihat dari pertimbangan, perlu dilakukan oleh seorang pembimbing
rekoleksi untuk menentukan tujuan rekoleksi, maka tujuan rekoleksi dibagi menjadi
dua tujuan umum dan tujuan khusus.
a) Tujuan umum
Tujuan umum rekoleksi merupakan titik yang dituju dari seluruh rangkaian
operasional. Tujuan umum yang sifatnya dari segi operasional yaitu untuk
meningkatkan cara, metode, teknik kecakapan, keterampilan peserta rekoleksi dalam
bidang pengembangan hidup pribadi, hidup bersama orang lain dan dalam
pelaksanaan tugas pekerjaan pribadi maupun bersama orang lain. Agar peserta dapat
menemukan cara yang efektif dalam memperkembangkan diri dan kecakapan kerja
sama untuk saling memperkembangkan diri (Mangunhardjana, 1984: 29).
Tujuan rekoleksi yang bersifat formatif sering disebut edukasional, yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas para peserta secara pribadi maupun
kelompok. Hal yang dimaksudkan dalam kualitas ialah spiritualitas, sikap,
pandangan, perasaan, pengetahuan, motivasi, cita-cita, panggilan hidup, gaya hidup.
Rekoleksi dengan kata lain, segala yang berkaitan dengan unsur-unsur jiwa, hati dan
visi manusia serta gaya bertindak dalam hidup sehari-hari. Rumusan tujuan umum
formatif dapat dirumuskan sebagai berikut ”peserta mempunyai pengertian yang benar tentang pengembangan diri dan arahnya dan berani mengambil sikap dan
langkah yang sesuai”.
Kedua macam tujuan yang sudah dirumuskan dapat digabungkan sehingga
tujuan rekoleksi menjadi operasional sekaligus formatif secara seimbang.
Pendamping dapat menggabungkan menjadi satu dengan memberi tekanan pada
salah satu tujuan antara operasional dan formatif. Dalam merumuskan tujuan umum
rekoleksi, pembimbing perlu memikirkan arah atau orientasinya, misalnya mengarah
b) Tujuan Khusus
Tujuan khusus rekoleksi diperoleh dari hasil rincian lanjut rumusan tujuan
umum rekoleksi, dalam tujuan khusus rekoleksi menyangkut tiap-tiap acara yang
akan dilaksanakan selama rekoleksi. Acara dalam rekoleksi, terutama acara-acara
pokoknya dengan caranya sendiri membawa para peserta menuju ke suatu tujuan
tertentu. Tujuan ini merupakan salah satu segi dari segi tujuan umum yang akan
dicapai lewat seluruh rekoleksi. Tujuan khusus merupakan titik-titik yang harus
dicapai oleh setiap acara rekoleksi dan melalui titik itulah tujuan umum rekoleksi
tercapai. Maka yang perlu diperhatikan adalah proses acara, tujuannya terarah dan
cara pencapaian tujuan. Tujuan khusus lebih terbatas dan konkret (Mangunhardjana,
1984: 30).
Rumusan tujuan khusus dari setiap kegiatan rekoleksi, amat berguna untuk
menentukan teknik yang akan dipergunakan untuk mengolah acara itu. Karena
rumusan setiap acara pokok yang jelas dan konkrit sudah mengisyaratkan dan
mendorong pembimbing untuk mengambil teknik pengembangan tertentu yang
sangat mendukung kegiatan (Mangunhardjana, 1984: 31-32). Rekoleksi dapat
menjadi moment untuk evaluasi dan penyegaran dengan merenungkan kembali
perjalanan hidup secara berkala. Rekoleksi bertujuan untuk menimba cahaya,
kekuatan serta semangat baru untuk melanjutkan perjalanan hidup sesuai dengan
kehendak Tuhan.
3. Manfaat Rekoleksi
Tema rekoleksi merupakan hal pokok untuk dijadikan pusat perhatian
diolah sampai keseluruhannya ditangkap, dimengerti dan dipahami. Dari tema,
tujuan dan makna rekoleksi memberi manfaat rekoleksi yang nyata dalam hidup
manusia seutuhnya khususnya hidup kaum beriman. Dari kegiatan rekoleksi
diharapkan buah-buah hasil rekoleksi baik bagi diri sendiri, maupun bagi “hidup di dunia nyata ”(NN, 1998: 6). Setelah mengikuti langkah dan proses rekoleksi yang disusun sedemikian rupa, rekoleksi akan bermanfaat mengarahkan peserta rekoleksi
mampu menghayati dan melaksanakan rumusan tujuan kegiatan rekoleksi.
4. Langkah-langkah Rekoleksi
Sebelum mengadakan rekoleksi terlebih dahulu menyusun acara atau
program kegiatan rekoleksi: menentukan kegiatan yang akan dilakukan saat
rekoleksi, tahap-tahapnya, garis besar isi dalam setiap tahap, dan perlengkapan yang
dibutuhkan saat rekoleksi.
Program rekoleksi terdiri dari:
a) Tahap Awal
Salam dan kata pembuka, doa pembukaan, bernyanyi/ menari untuk
menghangatkan suasana, pengarahan rekoleksi akan tujuan dan tema utamanya.
b) Tahap inti
Tahap inti rekoleksi terdiri dari: pengolahan sub tema dalam acara pokok,
c) Tahap akhir
Tahap akhir rekoleksi terdiri dari :
1) Pengumuman-pengumuman,
2) Evaluasi kegiatan rekoleksi yang sudah berlangsung
3) Kata penutup dan doa penutup.
5. Bahan/Materi Rekoleksi
Bahan rekoleksi ditentukan berasarkan jumlah dan macam para peserta,
kebutuhan dan minat mereka, tujuan serta tema rekoleksi. Bahan rekoleksi tidak
hanya akan sesuai dengan harapan peserta, melainkan juga mampu mereka tangkap
dan diolah. Bahan rekoleksi dapat berupa uraian saja, uraian dan
pertanyaan-pertanyaan untuk refleksi pribadi atau kelompok, serta penyadaran diri
(Mangunhardjana, 1984: 32).
Bahan rekoleksi juga dapat dibuat berdasarkan kebutuhan dan diadaptasikan
dengan bacaan-bacaan atau dari bahan jadi yang sudah siap dipakai. Bahan rekoleksi
disajikan berdasarkan hal-hal yang akan digali berdasarkan pengalaman hidup para
peserta, dengan harapan menemukan pengalaman yang baru dan memaknai setiap
pengalaman mereka.
6. Tempat Rekoleksi
Tempat rekoleksi dapat berupa gedung gereja, gedung paroki, aula sekolah
atau di alam terbuka. Tempat rekoleksi mempengaruhi suasana, sikap dan
keterlibatan peserta selama rekoleksi berlangsung. Pendamping rekoleksi harus
Unsur-unsur yang perlu diperhatikan sehubungan dengan tempat mengadakan rekoleksi,
yaitu alam sekitar dan segala sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan
rekoleksi (Mangunhardjana, 1984: 34).
7. Model-model Rekoleksi
Rekoleksi merupakan bentuk pembinaan iman. Dalam penyusunan kegiatan
rekoleksi dibutuhkan suatu model yang sesuai dengan peserta rekoleksi. Model
rekoleksi ini mengacu pada model katekese. Model katekese ini untuk mengemas
rangkaian rekoleksi dengan penyampaian materi, dengan terlebih dahulu
menentukan tujuan dari rekoleksi yang hendak dicapai. Untuk mencapai tujuan
rekoleksi diperlukan metode yang sesuai dengan metode rekoleksi. Menggunakan
metode merupakan suatu pendekatan bagi peserta rekoleksi, jika peserta rekoleksi
adalah remaja maka hendaknya rekoleksi dikemas sesuai dengan kehidupan mereka.
Dalam katekese umat ada beberapa model katekese yang membantu umat
untuk mengungkapkan dan mewujudkan imanya dalam hidup sehari-hari antara lain
adalah sebagai berikut:
a. Model Pengalaman Hidup
Model ini bertitik tolak dari pengalam hidup yang biasa dilakukan dengan
tehnik SCP (Shared Christian Praxis). Model ini bertitik tolak dari pengalaman
hidup peserta yang direfleksikan secara kritis dan dikonfrontasikan dengan
pengalaman iman dan visi kristiani sehingga sampai pada sikap dan kesadaran baru
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1) Langkah Awal : Pemusatan aktivitas
2) Langkah I (pertama) : Pengungkapan pengalaman hidup peserta
3) Langkah II (Kedua) : Mendalami pengalaman hidup peserta
4) Langkah III (Ke tiga) : Menggali pengalaman iman kristiani
5) Langkah IV (keempat) : Menerapkan iman kristiani dalam situasi konkret
6) Langkah V ( Kelima) : Mengusahakan suatu aksi konkrit
b. Model Biblis
Model ini bertitik tolak dari pengalaman Kitab Suci atau Tradisi Kristiani
dan dipadukan dengan pengalaman konkrit ( Sumarno Ds, 2012: 32-41).
Langkah-langkahnya sebagai berikut :
1) Introduksi : doa dan lagu pembuka
2) Pembacaan Kitab Suci sesuai dengan tema
3) Pendalaman teks Kitab Suci atau Tradisi Gereja : dapat diawali dengan
kelompok kecil atau mengungkapkan apa yang direnungkan secara pribadi dari
jawaban-jawaban pertanyaan-pertanyaan teks Kitab Suci.
4) Pendalaman pengalaman hidup : dapat memungkinkan peserta untuk
mengungkapkan pesan inti teks Kitab Suci, dengan pengalaman hidup yang
sesuai dengan tema baik pengalamn masa lalu, atau masa sekarang yang dialami
dalam hidup bermasyarakat, menggereja, bekerluarga, dan bekerja.
5) Penerapan dalam hidup peserta
6) Mengajak dan merangsang peserta untuk merefleksikan serta memikirkan apa
7) Penutup : doa penutup dan lagu penutup.
c. Model Campuran
Model ini campuran biblis dan pengalaman hidup yang bertolak pada
hubungan antara Kitab Suci atau Tradisi dengan hidup konkrit peserta (Sumarno,
Ds, 2012 : 31-42).
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1) Intruksi : doa dan lagu pembukaan
2) Pembacaan Kitab Suci atau Tradisi Gereja sesuai dengan tema
3) Penyajian pengalaman hidup : melalui saran-sarana yang dipersiapkan oleh
pendamping rekoleksi.
4) Pendalaman pengalaman hidup dan dengan teks Kitab Suci atau Tradisi Gereja,
merefleksikan dan menganalisa pesan dari pengalaman hidup dan
dikonfrontasikan dengan Kitab Suci atau Tradisi Gereja yang dibacakan.
Penerapan meditatif : pendamping mengajak peserta untuk mengambil
pesan-pesan pengalaman hidup dari dari teks Kitab Suci untuk menarik
pelajaran-pelajaran nyata dari pengalaman hidup bermasyarakat dan menggereja.
5) Evaluasi singkat atas jalannya katekese, isi, tema, dan langkah-langkah katekese
serta proses komunikasi iman yang berlangsung.
6) Penutup : doa dan lagu penutup bisa dilanjutkan dengan doa-doa umat spontan.
8. Metode Pendampingan Rekoleksi
Metode rekoleksi bisa berbeda-beda, yang terpenting adalah pengalaman
rekoleksi berperan untuk menciptakan hubungan antara peserta dengan pendamping
untuk menciptakan suasana rekoleksi yang mampu menghantar peserta mendalami
kegiatan rekoleksi (Darmawijaya, 1898: 14). Pemandu hendaknya memilih metode
penyampaian yang sesuai dengan kondisi pendengar dan materi rekoleksi.
Metode yang digunakan harus disesuaikan dengan peserta demi tercapainya
tujuan rekoleksi. Adapun metode yang dapat digunakan antara lain, presentasi,
diskusi kelompok, kegiatan-kegiatan latihan, simulasi, dan latihan keterampilan.
Metode rekoleksi juga bisa dilakukan diawal konferensi, kemudian disusul renungan
pribadi dan wawan rasa dengan teman (Mangunhardjana,1984: 31-39).
Metode rekoleksi dapat dikembangkan melalui berbagai hal misalnya
berinteraksi dengan alam, menyaksikan video singkat, bermain drama, tarian atau
gerakan. Dari metode yang digunakan diharapkan dapat membantu peserta untuk
mengolah rasa dan menggali pengalaman, serta memaknai pengalaman peserta
bersama dengan Allah.
9. Pendamping Rekoleksi
Seorang pendamping rekoleksi ialah sebagai pengarah proses rekoleksi
yang dijalani oleh peserta. Pendamping rekoleksi harus mengusahakan agar
rekoleksi berhasil dan berjalan dengan baik, dengan memperlakukan peserta
rekoleksi sebagai subjek yang unik bukan menjadikannya sebagai objek eksperimen
untuk memuaskan kehebatan metode atau ambisi pendamping. Pendamping
mengusahakan agar peserta berperan aktif. Seorang pendamping selayaknya
Sikap dasar iman yang harus dimiliki oleh seorang pendamping ialah
menghayati peran sebagai tokoh panutan yang menyakinkan, berwibawa,
menghargai dan memperlakukan orang yang didampingi sebagai subjek/martabat
pribadi dan hak-haknya. Pendamping mengembangkan komitmen penuh dedikasi
tanpa pamrih bagi kepentingan orang yang didampingi, dan tidak memanfaatkan
keterbatasan atau kelemahan peserta rekoleksi untuk tujuan lain selain kepentingan
rekoleksi.
Dalam rekoleksi Allah sendiri berkarya dan pemandu hanyalah alat yang
digunakan oleh-Nya. Pendamping atau pemandu rekoleksi hendaknya berdoa dan
menyerahkan semuanya kepada penyelenggaraan Ilahi, menyediakan diri yang
penuh keterbatasan agar Tuhan berkenan menggunakannya sebagai saluran cinta
kasih-Nya bagi orang yang dilayani.
10. Evaluasi Rekoleksi
Evaluasi sesudah rekoleksi, bukan hanya sekedar menilai bagus tidaknya
proses rekoleksi. Tujuan evaluasi adalah untuk menemukan kelebihan dan
kekurangan, segi baik dan buruk, keberhasilan dan kegagalan dari rekoleksi.
Sebagai seorang pendamping rekoleksi perlu untuk mengetahui tujuan evaluasi,
bahan yang dievaluasi, cara membuat evaluasi, ukuran untuk mengevaluasi, bentuk
evaluasi (lisan atau tertulis) dan manfaat yang ditarik dari hasil evaluasi.
Pendamping rekoleksi seharusnya menyediakan bahan evaluasi yang memuat
evaluasi tentang : isi bahan yang disajikan, tehnik penyampaian bahan dan teknik
para peserta, sikap dan kecakapan pembimbing, ruang/tempat rekoleksi, sarana dan
prasarana, manfaat rekoleksi serta usul dan saran.
11. Hubungan Rekoleksi dengan Kemampuan Memaknai Pengalaman Hidup secara Spiritual
Rekoleksi bukanlah lokakarya atau studi bersama melainkan adalah doa.
Doa membutuhkan pemahaman, keheningan, kemandirian, kemerdekaan untuk
menemukan diri sendiri dengan kekuatan dan kelemahananya (Darmawijaya, 198:
15). Rekoleksi merupakan kesempatan untuk merenungkan kembali perjalanan
hidup secara berkala, bertujuan untuk menimba cahaya, kekuatan serta semangat
baru untuk melanjutkan perjalanan hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Rekoleksi
juga merupakan salah satu upaya untuk melatih hidup rohani dan menumbuhkan
rasa ingin tahu kearah yang lebih baik.
Dilihat dari pengertian rekoleksi, dapat dikatakan bahwa rekoleksi memiliki
hubungan yang dekat dengan kemampuan memaknai pengalaman hidup secara
spiritual. Rekoleksi membantu manusia mengingat kembali pengalaman hidupnya,
kemudian mengolah dan memaknai untuk merubah hidup kearah yang lebih baik.
Melalui latihan rohani dalam rekoleksi membantu peserta mampu memaknai
pengalaman hidup dan membangun diri secara utuh.
B. Kemampuan Memaknai Hidup secara Spiritual 1. Makna Hidup
Manusia adalah mahluk hidup yang berakal budi, berkehendak bebas dan
nilai-nilai dasar dan hak asasi. Manusia yang memiliki segala kemampuan dan kekayaan
senantiasa berusaha untuk memberi arti dan makna hidupnya. Oleh karena itu
manusia harus memahami arti dan makna hidup serta cara memperjuangkannya
sehingga hidup manusia itu menjadi sungguh bermakna. Arti hidup berkaitan
dengan arti dunia, karena manusia bersatu dengan alam semesta. Manusia bukan
hanya penghuni dunia dan alam semesta, tetapi penanggungjawab agar dunia
senantiasa semakin sesuai dengan tujuan hidup manusia.
Hidup adalah suatu misteri, semakin kita bertanya tentang kehidupan
semakin kita tidak menemukan jawaban yang pasti. Hidup mempunyai arti bagi
orang yang menghayati hidupnya sendiri. Makna hidup ditemukan bila manusia
mulai sangsi atas kemampuan dirinya untuk menghayati hidupnya sendiri, misalnya
bila jatuh sakit, bila mengalami bencana, dan sebagainya. Pada saat itu orang akan
berpikir tentang makna hidup dan bergulat untuk mencoba terus menjalani hidupnya
(Yosef Lalu, 2010: 93).
2. Relasi-relasi Yang Turut Menentukan Makna Hidup Manusia
Manusia tidak bebas dalam segala hal untuk menentukan makna hidupnya.
Ada banyak ikatan hubungan yang turut menentukan makna hidupnya (Yosef Lalu,
2010: 93). Ada empat relasi penting yang sangat menentukan makna hidup yaitu :
a. Relasi dengan sesama
Sejak dilahirkan, manusia membutuhkan orang lain yaitu ayah dan ibu.
membutuhkan perawatan, pendidikan, dukungan, perhatian, kasih sayang, dan sejuta
hal lain untuk hidup sebagai manusia. Manusia tidak dapat menutup diri terhadap
orang lain. Manusia harus menjalin solidaritas dan kesetiakawanan dengan sesama.
Manusia disebut sebagai mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendirian.
Oleh karena itu manusia perlu saling tolong menolong dan saling memperhatikan
satu dengan yang lain. Kehadiran kita dalam hidup bersama dengan orang lain yang
menggerakkan sesama untuk dapat menikmati hidup yang saling mendukung adalah
suatu cara yang memberikan makna hidup dalam relasi dengan sesama. Dari
pengalaman hidup manusia sungguh tidak dapat hidup tanpa bantuan, uluran, dan
campur tangan orang lain.
Mutu hidup manusia amat ditentukan oleh mutu kestiakawanan, perhatian,
dan kasih sayang manusia terhadap satu sama lain. Relasi dengan sesama membantu
manusia bertumbuh dan berkembang serta menjadi pribadi yang sempurna (Suparno,
2015: 52). Adanya sikap saling menolong, mendukung, memperkembnagkan satu
sama lain sehingga manusia merasa hidupnya lebih bermakna dengan kehadirannya
dan kehadiran orang lain dalam kehidupannya. Manusia yang hidup sendiri dan
tidak memperhitungkan kehadiran orang lain bagina dan kehadirannya bagi orang
lain tidak menemukan adanya makna hidup dibalik relasi yang dibina.
b. Relasi dengan Dunia dan Lingkungan
Sejak kecil manusia bertemu dan bertanya tentang alam lingkungan.
Manusia menyadari bahwa benda-benda dan mahluk hidup memainkan peranan
penting dalam hidupnya. Manusia mempunyai daya cipta untuk membuat
dirinya. Tuhan menugaskan kepada manusia untuk menguasai alam lingkungan.
Menguasai alam tidak berarti menggunakan dan mengekploitasinya secara
sewenang-wenang, tetapi melestarikannya sehingga lebih bermanfaat bagi manusia
dan bagi alam itu sendiri.
Manusia hendaknya mengolah dan memelihara alam lingkungan secara
bertanggung jawab, dengan demikian manusia dapat menjamin serta memberi
makna kepada hidupnya sendiri. Oleh karena itu, orang-orang yang berjasa untuk
lingkungan, sepantasnya mendapat penghargaan yang setinggi-tingginya. Memberi
kehidupan pada orang lain karena memiliki rasa tanggung jawab terhadap
pemeliharaan alam semesta. Sikap tanggung jawab yang ditunjukkan oleh manusia
terhadap dunia dan lingkungan merupakan suatu cara yang memberikan makna
dalam hidup manusia.
Manusia menemukan arti kehadirannya dalam dunia sekitarnya dan
merasakan arti kehadiran dunia dalam bagi hidupnya. Sikap memelihara kehidupan
di dunia menjadi faktor pendukung dalam kebahagiaan orang lain dan alam sekitar.
Relasi yang dijalin oleh manusia dengan dunia dan lingkungan menunjukkan
kesejatian dirinya yang memberi makna dalam membangun kehidupan di dunia ini.
Kegiatan dan rutinitas yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari yang
bersentuhan dengan segala sesutau yang ada di lingkungan dan dunia secara luas
membantu manusia untuk menemukan makna dalam hidupnya dan manusia juga
c. Relasi dengan Dirinya Sendiri
Apabila manusia mengamati dinamika hidupnya, manusia tidak hanya
dipengaruhi dan ditentukan oleh sesama dan lingkungannya. Manusia bebas
menentukan sikapnya terhadap sesama, terhadap dunia, terhadap peristiwa-peristiwa
dan nilai-nilai, terhadap hal-hal duniawi dan sebagainya. Semuanya itu membentuk
karakter manusia sehingga manusia membutuhkan pendampingan, pendidikan,
termasuk pendidikan budi pekerti dan pendidikan agama. Maka manusia harus
berusaha untuk membangun diri dan pribadi supaya semakin menjadi baik dan
bermutu dan dalam usaha itu manusia dapat semakin menemukan makna hidup.
Setiap pribadi akan menemukan makna hidupnya dalam setiap aktivitas
yang dilakukannya dalam hidup sehari-hari. Manusia yang bekerja, memfungsikan
seluruh bakat yang dimiliki untuk kesejahteraan hidupnya akan menemukan makna
hidupnya. Dia tidak bergantung pada hasil kerja keras orang lain untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya tetapi mengerahkan segala kemampuan yang dimiliki demi
perkembangan dirinya dalam hidup bersama dengan orang lain. Pemaknaan hidup
dengan diri sendiri dapat ditemukan dengan segala upaya dalam dirinya melalui
pekerjaan, cara ia berelasi dengan orang lain, dan menempatkan pribadinya sebagai
orang yang berguna untuk dirinya, orang lain dan alam semesta.
d. Relasi dengan Tuhan
Orang yang beragama menyadari bahwa manusia itu adalah ciptaan Tuhan
dan setiap manusia yang diciptakan Tuhan adalah bernilai. Sebagai ciptaan Tuhan,
manusia diharapkan berkembang, mengarah semakin dekat dengan Tuhan, dan
menjadikan pribadi manusia itu sendiri semakin disempurnakan. Manusia
membangun relasi yang penuh dengan semangat iman, kasih, dan harapan
kepada-Nya. Dalam relasi yang akrab antara manusia dengan Tuhan, manusia akan
menemukan arti dan makna hidup yang sedalam-dalamnya (Suparno, 2015: 50).
Manusia mengalami dirinya terbatas, karena dalam hidup manusia terdapat
banyak pengalaman yang menunjukkan kecenderungan manusia untuk mengatasi
dirinya untuk menggapai yang adikodrati. Menyadari bahwa hidup terkait dengan
Sang Pemberi Hidup yang kita sapa dengan nama Allah. Ia adalah asal dan sekaligus
arah gerak hidup manusia. Manusia mewujudkan hubungan dengan Tuhan melalui
agama agar dapat lebih menghayati keberadaan-Nya, memahami-Nya dan berbakti
kepada-Nya dalam perilaku, tindakan dan ibadat.
Hubungan antara keempat relasi, terkait satu sama lain dan saling
menunjang. Manusia dapat membangun dan mengembangkan diri dalam kesatuan
dengan sesama dan lingkungan hidup, serta keterbukaan terhadap Sang Pencipta.
Manusia membangun diri dan memberi makna pada hidup dengan mengembangkan
diri, masyarakat, melestarikan alam lingkungan, serta keterbukaan terhadap Allah.
3. Memaknai Hidup secara Spiritual
Spiritual adalah hal-hal yang berhubungan dengan hal-hal kejiwaan :
rohani, batin, moral dan mental. Spiritual juga merupakan energi hidup atau roh
yang memberikan pengetahuan yang jelas dan sempurna kedalam keberadaan
manusia, hubungan manusia dengan Sang Pencipta, sesama, dan alam semesta.
Pencipta dan menghantar manusia untuk sampai pada yang Yang Maha Tinggi.
Hidup rohani atau spiritualitas merupakan cara untuk menetapkan, memupuk dan
mengembangkan hubungan dengan Tuhan. Dengan hidup rohani hubungan dengan
Tuhan itu dihayati dan diwujudkan dalam hidup sehari-hari (Hardjana, 1993: 74).
Makna hidup tidak tergantung pada kenyamanan, keberuntungan atau
keberhasilan. Juga tidak tergantung pada keberhasilan meraih cita-cita atau
mendapat kesuksesan besar dalam usaha atau pendidikan. Apabila manusia berpikir
demikian, maka kegagalan dan penderitaan akan kehilangan makna hidup. Hidup
yang semakin bermakna dan sejati dapat mengatasi rasa sakit, derita dan maut
sekalipun (Yosef Lalu, 2010 : 90). Memaknai hidup secara spiritual mendorong
manusia untuk memecahkan dan menghadapi persoalan hidup dengan menggali
makna dan nilai dari permasalahan hidup melalui terang Ilahi.
Pemaknaan hidup menempatkan individu mampu melihat makna dalam
konteks yang lebih luas dan kaya setelah menghubungkan pengalamannya dengan
terang iman (Sabda Allah). Selain itu juga, memaknai hidup secara spiritual
memampukan manusia untuk memahami dirinya, makna, dan manfaat segala
sesuatu yang ada disekitarnya sebagai pemberian dari yang Allah (Zohar & Marshal,
2000: 4-13). Seseorang tidak lagi hanya memikirkan kepentingan pribadinya, namun
ia akan lebih memikirkan kepentingan diri dalam konteks umum. Ia akan mampu
mengendalikan pikiran, perasaan, dan kehendaknya untuk menghadapi persoalan
hidup. Ia tidak lari dari permasalahan hidup namun menghadapinya dengan sikap
dewasa dan matang.
Dimensi spiritual adalah inti, pusat hidup manusia pada sistem nilai dan
roh melalui kontemplasi, meditasi, visualisasi dan lain-lain, untuk mengungkapkan
makna yang tertinggi. Banyak hal dalam kehidupan manusia di dunia ini yang tidak
mampu dipikirkan manusia dan hanya dirasakan semata. Melalui pemaknaan hidup
secara spiritual, manusia mampu menjawab persoalan-persoalan yang berkaitan
dengan keberadaan atau eksintensi manusia seperti arah tujuan hidup, untuk apa
manusia hidup, makna penderitaan dan makna pengorbanan.
Memaknai hidup secara spiritual membuat manusia mempunyai
pemahaman tentang siapa dirinya, apa makna segala sesuatu baginya, dan
bagaimana semua itu memberikan suatu tempat didalam diri kepada orang lain
dengan bantuan Roh kebatinan (Nggermanto, 2015:147). Manusia juga akan
memandang bahwa ujian penderitaan dan kesulitan bermakna membuat sesutau yang
layak menerima karunia yang lebih tinggi.
Pengalaman spiritual yaitu pengalaman yang berkaitan dengan Sang
Pencipta, menghantar manusia untuk sampai pada yang Yang Maha Tinggi. Manusia
menggunakan mata rohaninya, untuk mengungkapkan makna terutama makna
tertinggi. Segala sesuatu di alam semesta melekat makna yang hanya bisa dilihat
dengan mata rohani (Lusi, 2014: 134). Dengan spiritualitas manusia
mengkontemplasikan pengetahuan, apa yang dialami, apa yang dipelajari, diamati
dan sebagainya sehingga berasosiasi dengan nilai-nilai dan moralitas.
4. Permasalahan Hidup : Kejujuran, Relasi dan Penderitaan
Manusia yang SQnya tinggi memiliki ciri-ciri antara lain, memiliki prinsip
dan visi yang kuat, mampu melihat kesatuan dalam keberagaman, mampu memaknai
penderitaan. Manusia tidak lekang dari penderitaan, karena penderitaan dan
kesulitan mempunyai pengaruh yang menyempurnakan, mengganti dan mengubah
(Nggermanto, 2015: 123)
Permasalahan hidup yang dialami oleh manusia beraneka ragam:
permasalahan ekonomi, permasalahan politik, permasalahan budaya, permasalahan
agama, permasalahan relasi dengan orang lain, permasalahan kejujuran,
permasalahan penderitaan dan banyak permasalahan lainnya. Permasalahan yang
sering melanda kaum remaja dilingkup pendidikan dan asrama beraneka ragam
antara lain:
a. Permasalahan Kejujuran
Kejujuran adalah kunci untuk membangun kepercayaan. Manusia yang
jujur adalah manusia yang mampu menghargai diri sendiri, orang lain dan takut akan
Tuhan. Bersikap jujur sering menjadi tantangan bagi setiap orang, khususnya
dikalangan para pelajar. Para pelajar seringkali mengejar nilai yang tinggi dengan
mengabaikan kejujuran yaitu dengan menyontek saat ujian, berbohong untuk bolos
dari sekolah dan lain-lain. Tindakan orang yang tidak jujur merupakan tindakan
yang kurang mampu memaknai hidup.
Dalam ajaran Gereja Katolik dalam sepuluh perintah Allah meminta
manusia untuk bersikap jujur yaitu jangan bersaksi dusta. Tindakan tidak jujur
adalah sikap menentang Tuhan, merugikan diri sendiri dan sesama. Kejujuran
merupakan karakter dari manusia yang perlu untuk diperjuangkan dan dipertahankan
b. Permasalahan Relasi dengan Sesama
Manusia adalah mahluk sosial dan tergantung satu sama lain. Manusia
perlu membangun relasi yang baik dengan siapapun tanpa membeda-bedakan suku,
budaya, bahasa dan latar belakang keluarga. Kesadaran akan pentingnya relasi yang
baik dengan sesama sering diabaikan oleh manusia karena banyak hal. Karena
masalah sepele manusia bisa bersikap tidak saling mengenal, mendendam dan
bahkan membunuh. Para pelajar, khususnya mereka yang tinggal di asrama perlu
ditanamkan sikap yang mampu mengatasi permasalahan relasi dengan sesama.
Para remaja perlu dibina untuk mampu menjalin relasi yang baik dengan
temannya atau siapapun yang ditemui dalam hidup sehari-hari, meskipun berbeda