• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak rekoleksi terhadap kemampuan memaknai hidup secara spiritual bagi siswi kelas X dan XI Asrama Putri Sma Stella Duce II Yogyakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak rekoleksi terhadap kemampuan memaknai hidup secara spiritual bagi siswi kelas X dan XI Asrama Putri Sma Stella Duce II Yogyakarta"

Copied!
167
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK REKOLEKSI TERHADAP KEMAMPUAN MEMAKNAI HIDUP SECARA SPIRITUAL BAGI SISWI KELAS X DAN XI ASRAMA PUTRI

SMA STELLA DUCE II YOGYAKARTA

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Agama Katolik

Martauli Nadeak NIM: 121124065

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada semua orang, terutama para saudariku para

suster KSFL, keluarga, seluruh Dosen PAK USD, Pendamping dan para Siswi

Asrama Putri Stella Duce II dan teman-teman angkatan 2012/2013 yang dengan

(5)

v

MOTTO

”Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena

hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk

sehari”

(Mat 6:33-34)

“ Lakukanlah kebiasaan yang baik maka itu akan menjadi milikmu”

(6)
(7)
(8)

viii

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul DAMPAK REKOLEKSI TERHADAP KEMAMPUAN MEMAKNAI HIDUP SECARA SPIRITUAL BAGI SISWI KELAS X DAN XI

ASRAMA PUTRI SMA STELLA DUCE II YOGYAKARTA. Judul ini dipilih

berdasarkan keingintahuan penulis akan sumbangan rekoleksi terhadap kemampuan memaknai hidup secara spiritual dalam hidup bersama di asrama, merupakan landasan kehidupan bagi para remaja untuk menghadapi tantangan arus zaman masa kini dalam situasi hidup yang serba diatur oleh aturan yang berlaku di asrama.

Rekoleksi merupakan waktu dan kesempatan yang sangat berharga untuk menggali dan menguatkan hidup batiniah dan rohaniah, dengan mengintensifkan waktu untuk berdoa melihat pengalaman hidup. Kemampuan memaknai hidup secara spiritual kecakapan untuk menghubungkan setiap pengalamannya dengan Tuhan melalui terang iman sehingga mendapatkan nilai-nilai rohani yang mampu mengatasi permasalahan-permasalahan hidup. Permasalahan hidup yang dimaksud adalah permasalahan kejujuran, relasi dengan sesama, penderitaan serta memperjuangkannya untuk hidup yang lebih bermakna.

Berdasarkan pemikiran diatas dapat dirumuskan hipotesis penelitian yaitu, H0 : Rekoleksi tidak memiliki dampak terhadap bagi siswi kelas X dan XI Asrama Putri SMA Stella Duce II Yogyakarta. Ha : rekoleksi memiliki dampak terhadap terhadap kemampuan memaknai hidup secara spiritual bagi siswi kelas X dan XI Asrama Putri SMA Stella Duce II Yogyakarta.

Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif uji beda. Populasi penelitian ini adalah siswi kelas X dan XI Asrama putri SMA Stella Duce II Yogyakarta sebanyak 65 responden. Semua populasi dipakai dengan menggunakan teknik sampel jenuh. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu angket terbuka dan skala perbedaan semantik. Jumlah instrumen 50 soal yang dikembangkan dengan 10 pernyataan mengenai kejujuran, 20 pernyataan relasi dengan sesama, dan 20 pernyataan mengenai penderitaan. Penelitian dilakukan dengan melakukan pretest sebelum rekoleksi dan posttest sesudah rekoleksi Dari hasil uji validitas dengan taraf signifikansi 5%, N 60 responden dengan nilai kritis terdapat 37 item yang valid, sedangkan dari hasil uji reliabilitas diperoleh Conbrach

Alpha sebesar 0,851 yang berarti reliabilitas instrumen cukup tinggi.

(9)

ix

ABSTRACT

This graduated thesis entitles “THE IMPACT OF RECOLLECTION TO THE ABILITY TO SPIRITUALLY INTERPRET LIFE AMONG X AND XI GRADERS OF DAUGTHER DORMITORY STELLA DUCE II SENIOR HIGH SCHOOL YOGYAKARTA”. This title was chosen based on the writer’s curiosity about the contribution of recollection to the ability to spiritually interpret life when living together in the dormitory. It is the bases of youth’s life to face challenges on the present days in life situations completely governed by the prevailing rules in the dormitory.

Recollections is a time and a valuable opportunity to explore and strengthen the inner and spiritual life, by intensifying the time to pray and reflect life. To spiritually life to the ability to connect any experience with God through the light of faith in order to gain spiritual values that can overcome the problems of life.

Based on the statement above, a research hypothesis was formulated. The hypothesis (H0) predicted that there was not impact of recollections to the ability to spiritually interpret life among X and XI graders daugther dormitory Stella Duce II Senior High School Yogyakarta. The hypothesis (Ha) predicted that there was any impact of recollections to the ability to spiritually interpret life among X and XI graders of daugther dormitory Stella Duce II Senior High School Yogyakarta.

This research used a quantitative research with different test methods. The population of this research was student class X and XI of Daugther Dormitory Stella Duce II High School Yogyakarta. There were 65 respondents. The study used saturated sampling techniques. The instrument this research were behavior scale and semantic differences. There were number 50 questions as instruments which were developed into 10 question about honesty, 20 question about of relationships with others, and 20 question about suffering. The research was conducted by doing pretest and posttest before and after recollection. From the result of validity test on 5% significance level and N 60 respondents with the critical value 0,05 there were 37 valid items. On the other hand the results of the reliability test showed Conbrach Alphaof 0.851 which implied that the reliability of the instrument was quite high.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: DAMPAK REKOLEKSI

TERHADAP KEMAMPUAN MEMAKNAI HIDUP SECARA SPIRITUAL BAGI

SISWI KELAS X DAN XI ASRAMA PUTRI SMA STELLA DUCE II

YOGYAKARTA. Penulis menyadari bahwa proses penulisan skripsi dapat diselesaikan, berkat bantuan dan keterlibatan dari banyak pihak baik langsung

maupun secara tidak langsung membantu proses penyelesaian skripsi ini. Maka pada

kesempatan ini penulis dengan hati penuh syukur mengucapkan banyak terima kasih

kepada:

1. Dr. B. Agus Rukiyanto S.J. selaku dosen pembimbing utama yang selalu

memberikan perhatian, meluangkan waktu untuk mendampingi dan

membimbing penulis dengan penuh kesabaran, memberi masukan-masukan dan

motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. F.X. Dapiyanta, SFK., M.Pd. selaku dosen penguji II yang telah mendampingi

dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran, serta memberi

masukan-masukan dan motivasi dalam penulisan dan mempertanggungjawabkan skripsi

ini.

3. P. Banyu Dewa HS, S.Ag., M.Si. selaku dosen penguji III yang telah bersedia

(11)

xi

4. Drs. F. X. Heryatno Wono Wulung, S.J., M.Ed. selaku Kaprodi Program Studi

Pendidikan Agama Katolik yang telah memberikan izin kepada penulis untuk

menyusun skripsi dan penelitian dari awal hingga akhirnya selesainya skripsi ini.

5. Kongregasi Carolus Borromeus, khususnya Sr. Renata CB pendamping Asrama

Putri Stella Duce II, yang telah menerima saya dengan baik dan memberikan

kesempatan kepada saya untuk mengadakan penelitian dan menggunakan sarana

dan prasarana di Asrama selama proses penelitian sehingga proses penelitian

berjalan dengan baik dan lancar.

6. Seluruh staf dosen Program Studi Pendidikan Agama Katolik yang telah

mendidik, dan memberikan ilmu pengetahuan serta membimbing penulis

sehingga dapat menyelesaikan studi di Program Studi Pendidikan Agama

Katolik Universitas Sanata Dharma dengan baik.

7. Seluruh staf karyawan PAK khususnya bagian sekretarian dan perpustakaan

yang melayani dengan untuk hal administrasi dan peminjaman buku.

8. Para siswi Asrama Putri Stella Duce II khususnya kelas X dan XI yang rela

meluangkan waktunya untuk saya dalam mengikuti proses penelitian skripsi ini.

9. Sr. Kresensia Sipayung, KSFL, selaku Dewan Pemimpin Umum Kongregasi

Suster Fransiskan Santa Lusia yang telah mempercayakan tugas dan

tanggungjawab saya dalam menjalankan perutusan studi hingga selesainya

penulisan skripsi ini.

10.Teman-teman yang terlibat dalam kegiatan penelitian dan proses penyusunan

skripsi, yang telah memberikan tenaga dan waktu, sehingga proses penelitian

(12)

xii

11.Para suster di komunitas Papringan, Sr. Adelina, KSFL, Sr. Ignatia, Sr. Maria

Kristin, KSFL, Sr. Mariana, KSFL, Sr. Agnes, KSFL, Sr. Stella, KSFL, Sr.

Dionysia, KSFL, Sr. Maria Riska, KSFL, khususnya Sr. Huberta, KSFL dan Sr.

Imelda, KSFL selaku ibu komuntas, yang telah mendukung dan menyemangati

serta mendoakan saya dalam penulisan skripsi ini.

12.Seluruh anggota keluarga besar Kongregasi Suster Fransiskan Santa Lusia,

Pematang Siantar.

13.Orang tua, kakak, adik dan semua keluarga yang selalu memberi semangat,

dukungan moral, motivasi dan doa bagi penulis dalam menyelesaikan

perkuliahan sampai penyelesaian skripsi ini.

14.Seluruh staf perpustakaan Kolese St. Ignatius Kotabaru dan Perpustakaan

Program Studi Pendidikan Agama Katolik yang begitu bermurah hati untuk

meminjamkan buku-buku yang penulis perlukan baik selama kuliah maupun

selama penulisan skripsi ini sampai selesai.

15.Teman-teman angkatan 2012 yang selalu memberi semangat, motivasi, dorongan

dan bantuan bagi penulis selama kuliah hingga penyelesaian skripsi ini.

16.Seluruh warga kampus Program Studi Pendidikan Agama Katolik yang telah

menemani, memberi semangat serta dukungan doa hingga dari awal perkuliahan

hingga penyelesaian skripsi ini.

17.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang dengan tulus ikhlas

memberi masukan dan dorongan hingga penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan dan

(13)
(14)

xiv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PENYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PENYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR SINGKATAN ... xx

DAFTAR TABEL. ... xxii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Batasan Masalah ... 7

D. Rumusan Masalah. ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 9

G. Metode Penulisan ... 10

H. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS ... 12

A. Rekoleksi ... 12

1. Pengertian Rekoleksi ... 12

2. Tujuan Rekoleksi ... 14

3. Manfaat Rekoleksi ... 16

(15)

xv

a. Tahap Awal ... 17

b. Tahap Inti ... 17

c. Tahap Akhir ... 17

5. Bahan / Materi Rekoleksi ... 18

6. Tempat Rekoleksi ... 18

7. Model-Model Rekoleksi. ... 19

a. Model Pengalaman Hidup. ... 19

b. Model Biblis. ... 20

c. Model Campuran. ... 21

8. Metode Pendampingan rekoleksi. ... 21

9. Pendamping Rekoleksi. ... 22

10.Evalusai Rekoleksi. ... 23

11.Hubungan Rekoleksi dengan Memaknai Hidup secara Spiritual 24 B. Kemampuan Memaknai Hidup secara Spiritual ... 24

1. Makna Hidup ... 23

2. Relasi-Relasi Yang Turut Menentukan Makna Hidup Manusia 25 a. Relasi dengan Sesama ... 25

b. Relasi dengan Dunia dan Lingkungan. ... 26

c. Relasi dengan Diri Sendiri. ... 28

d. Relasi dengan Tuhan. ... 28

3. Memaknai Hidup secara Spiritual ... 29

4. Permasalahan Hidup : Kejujuran, Relasi dan Penderitaan ... 31

a. Permasalahan Kejujuran ... 32

b. Permasalahan Relasi dengan Sesama. ... 32

c. Permasalahan Penderitaan. ... 34

1) Kisah Ayub ... 34

2) Yususf di jual oleh saudara-saudaranya ... 35

d. Pandangan Hidup secara Spiritual ... 36

C. Tahap-Tahap Perkembangan Iman. ... 37

1. Remaja ... 37

(16)

xvi

a. Perkembangan Fisik. ... 39

b. Perkembangan Intelektual. ... 40

c. Perkembangan Emosi. ... 41

d. Kehidupan Sosial. ... 41

3. Pengertian Iman. ... 42

a. Iman adalah Anugerah. ... 43

b. Iman adalah Keputusan. ... 43

c. Iman adalah Keterlibatan. ... 43

4. Tahap-tahap Perkembangan Iman Remaja. ... 44

a. Tahap 1 : Kepercayaan Awal. ... 44

b. Tahap 2 : Kepercayaan Intuitif- Proyektif. ... 45

c. Tahap 3: Kepercayaan Mistis atau Harafiah ... 45

d. Tahap 4 : Kepercayaan Sintetis-Konvensional. ... 45

e. Tahap 5 : Kepercayaan Individuatif-Reflektif ... 47

f. Tahap 6 : Kepercayaan Konjugtif. ... 47

g. Tahap 7 : Kepercayaan yang mengacu pada universalitas. .... 47

D. Profil Asrama SMA Stella Duce II Yogyakarta. ... 48

1. Profil Asrama. ... 48

2. Visi dan Misi Asrama ... 49

a.Visi Asrama. ... 49

b. Misi Asrama. ... 49

3. Tata Tertib Kehidupan Asrama. ... 49

4. Kegiatan Asrama. ... 50

5. Tata Tertib Asrama. ... 50

E. Penelitan Yang Relevan. ... 50

F. Kerangka Pikir dan Hipotesis. ... 52

1. Kerangka Pikir. ... 52

2. Hipotesis. ... 53

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 54

A. Jenis Penelitian ... 54

(17)

xvii

C. Tempat dan Waktu Penelitian. ... 55

1. Tempat Penelitian ... 55

2. Waktu Penelitian ... 56

D. Populasi dan Sampel ... 56

E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data. ... 56

1. Variabel Penelitian ... 56

a. Identifikasi Variabel ... 56

b. Defenisi Konseptual ... 57

2. Defenisi Operasional Variabel ... 57

a. Rekoleksi (Variabel X). ... 57

b. Kemampuan memaknai hidup secara spiritual variabel Y. ... 57

3. Teknik Pengumpulan Data ... 58

4. Instrumen Penelitian ... 58

5. Kisi-kisi Penelitian ... 59

6. Pengembangan Instrumen. ... 61

a. Uji Coba Terpakai. ... 61

b. Uji Coba Validitas ... 61

c. Uji Coba Reliabilitas ... 65

F. Teknik Analisis Data. ... 67

1. Uji Persyaratan Analisis Data. ... 69

a. Uji Normalitas Data. ... 69

b. Uji Hipotesis . ... 69

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN . ... 71

A.Hasil Penelitian ... 71

1. Uji Persyaratan ... 71

2. Uji Normalitas untuk melihat hasil perbedaan nilai Pretest- Posttest pada sampel sebanyak 65 orang ... 72

3. Uji Hipotesis dengan Uji-t ... 73

B.Pembahasan Penelitian . ... 75

C.Refleksi Kateketis. ... 76

(18)

xviii

b. Aspek Kateketis Memaknai Hidup Secara Spiritual. ... 78

D. Refleksi Hasil Penelitian. ... 78

E. Kerterbatasan Penelitian. ... 81

F. Usulan Program Rekoleksi Meningkatkan Kemampuan Memaknai Relasi dengan Sesama secara Spiritual di Asrama Putri Stella Duce II Yogyakarta. ... 82

1. Latar Belakang Program Rekoleksi. ... 82

2. Tujuan Program Rekoleksi... 83

G. Program Kegiatan Rekoleksi untuk Meningkatkan Kemampuan Memaknai Relasi dengan Sesama secara Spiritual di Asrama di Asrama Putri Stella Duce II. ... 84

a. Pemikiran Dasar. ... 84

b. Tema ”Memaknai Relasi dengan Sesama secara Spiritual di Asrama Putri Stella Duce II Yogyakarta”. ... 86

c. Tujuan Rekoleksi. ... 86

d. Peserta Rekoleksi ... 86

e. Tempat dan Waktu ... 87

f. Model Rekoleksi. ... 87

g. Metode Rekoleksi. ... 87

h. Materi dan Sumber Bahan. ... 87

i. Sarana dan Prasarana. ... 87

j. Tim Pendamping. ... 88

k. Susunan Acara. ... 88

H. Contoh Salah Satu Persiapan Sesi I Usulan Program Rekoleksi ... 96

BAB V. Kesimpulan dan Saran ... 101

A.Kesimpulan ... 101

B.Saran ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 103

LAMPIRAN ... 105

Lampiran 1 : Surat Penelitian ... (1)

Lampiran 2 : Materi dan Kegiatan Rekoleksi sesi I dan Sesi II. ... (2)

(19)

xix

(20)

xx

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikut Alkitab

Deuterokanonika © LAI 1976. (Alkitab yaitu Perjanjian Lama dan

Perjanjian Baru dalam terjemahan baru, yang diselenggarakan oleh Lembaga

Alkitab Indonesia, ditambah dengan Kitab-kitab Deuterokanonika yang

diselenggarakan oleh Lembaga Biblika Indonesia. Terjemahan diterima dan

diakui oleh Konferensi Wali Gereja Indonesia). Jakarta: LAI, 2001, hal. 8.

B. Singkatan Dokumen Gereja

DV : Dei Verbum, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang

Wahyu Ilahi, 18 November 1965.

C. Singkatan Lain

CB : Carolus Borromeus (Nama Kongregasi)

Dev : Deviasi

Ha : Hipotesis Alternatif

Ho : Hipotesis Nol

KSFL : Kongregasi Suster Fransiskan Santa Lusia (Nama Kongregasi)

Sign : Signifikansi

(21)

xxi

SPSS : Statistical Package And Servis Solutions

SQ : Spiritual Quotience

(22)

xxii

DAFTAR TABEL

1. Tabel 3.1. Desain Pretest-Posttest

2. Tabel 3.2. Data Populasi Siswa Kelas X dan XI

3. Tabel 3.3 Defenisi Operasional : Kemampuan Memaknai Hidup secara

Spiritual

4. Tabel 3.4. Kisi-Kisi Instrumen Kemampuan Memaknai Hidup secara

Spiritual

5. Tabel 3.5. Validitas Y1

6. Tabel 3.6. Reliabilitas Y1

7. Tabel 3.7. Reliabilitas Statistik Y1

8. Tabel 4.1 Hasil Uji Normalitas Pada Sampel sebanyak 65 Orang

9. Tabel 4.2. Paired Samples

(23)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan zaman dari tahun ke tahun membawa perubahan dalam

kehidupan manusia baik dalam berkomunikasi, mendengarkan, cara berpikir, cara

belajar, berelasi dengan orang lain, cara bekerja maupun dalam berelasi dengan

Tuhan. Perkembangan zaman, juga memberi dampak dalam menghadapi realitas

persoalan hidup manusia yang semakin kompleks (Suparno, 2015: 29). Dalam

kehidupan ini seringkali tawaran-tawaran dunia membuat manusia melakukan

hal-hal yang kurang baik dan menjerat manusia untuk jatuh pada kehancuran dan

penderitaan. Manusia yang tidak mampu mengendalikan dirinya dari kenikmatan

semu yang ditawarkan oleh dunia akan mengalami banyak permasalahan hidup yang

merugikan diri sendiri dan orang lain.

Permasalahan-permasalahan hidup beraneka ragam antara lain,

permasalahan ekonomi, permasalahan politik, permasalahan budaya, permasalahan

agama, permasalahan relasi dengan sesama, permasalahan kejujuran dan banyak

permasalahan lainnya. Semua permasalahan yang dialami manusia menjadi bagian

dari kehidupan dan merupakan pengalaman yang mewarnai hidup manusia. Manusia

hendaknya mampu memaknai pengalaman hidupnya secara spiritual. Manusia perlu

mengolah pengalaman hidup dan memaknainya secara spiritual, agar mampu

menemukan hal-hal yang baik dan positif yang mengarahkan hidup yang lebih baik.

Semua pengalaman hidup akan memberi makna apabila manusia sampai pada tahap

(24)

Manusia yang kurang mampu memaknai hidup secara spiritual seringkali

mengeluh dan menganggap bahwa Tuhan tidak campur tangan dalam kehidupannya.

Manusia menjadi sulit untuk menemukan hal positif dan larut dalam suasana

penderitaan hidupnya, sehingga membuat hidup tertekan serta mengalami kesulitan

untuk keluar dari permasalahan yang dihadapi. Pengalaman pahit membuat manusia

cenderung jatuh pada perbuatan yang sia-sia seperti, bersikap tidak jujur,

memelihara sikap mendendam atau membenci orang lain dan menyalahkan Tuhan

atas penderitaan yang dialaminya. Manusia akan merasakan bahwa dunia ini sempit

dan penuh dengan keluhan dan penderitaan.

Pada saat sekarang ini, kita sering mendengarkan berita tentang

pembunuhan atau bunuh diri akibat kesalahpahaman yang terjadi dalam relasi

dengan sesama. Dalam kalangan remaja sering terjadi tindakan yang kurang

memaknai hidup antara lain, tidak peduli dengan sesama yang menderita, bersikap

tidak jujur, bunuh diri karena cemburu. Ada juga orang yang tega membunuh

pacarnya karena memiliki selingkuhan lewat dunia maya. Banyak contoh lainnya

yang bisa kita lihat tentang problem kehidupan dalam kalangan remaja.

Permasalahan kehidupan akan menghampiri semua kalangan, dan tidak terbatas

pada usia, anak kecil, remaja, orang dewasa/orang tua, yang berpendidikan dan tidak

berpendidikan, orang yang tinggal bersama dengan keluarganya, dan orang yang

tinggal di kost atau di asrama.

Hidup manusia mudah terombang ambing oleh arus zaman dan menjadi

tantangan besar bagi semua orang, sehingga memberi dampak dalam kualitas hidup,

(25)

masa depan Gereja dan bangsa. Kaum remaja mengalami proses pertumbuhan fisik

dan perkembangan kepribadian (mental, emosional, sosial, moral dan religius)

dengan segala permasalahannya. Masa remaja adalah masa transisi atau masa

peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Mereka menghadapi gejala-gejala

pertumbuhan fisik-biologis, yang sering gelisah dan mencari identitas diri, sehingga

sangat mudah dipengaruhi oleh lingkungan (Tangdilintin, 1984: 8). Para remaja

perlu mendapat perhatian khusus dan membantu mereka untuk mampu memaknai

hidupnya secara spiritual.

Memaknai hidup secara spiritual tidak melulu tentang menghadapi

permasalahan hidup dan penderitaan. Memaknai hidup secara spiritual ada dalam

segala gerak-gerik hidup manusia saat membuka mata melihat alam semesta dengan

segala mahluk yang menghuni jagat raya. Remaja merupakan masa yang rentan

dengan pergulatan hidup karena mengalami masa transisi. Remaja perlu belajar dari

orang lain dan mengembangkan dirinya agar lebih dewasa dalam menanggapi

permasalahan hidupnya, serta mampu memaknai hidup baik pengalaman suka

maupun duka. Mereka perlu disadarkan bahwa hidup itu berharga, indah, dan penuh

misteri. Hidup manusia tidak pernah lepas dari penderitaan dan pengalaman yang

kurang menyenangkan. Oleh karena itu para remaja diharapkan mampu untuk

memaknai segala pengalaman hidupnya secara spiritual. Memaknai hidup secara

spiritual dengan menempatkan setiap pengalaman hidup bersama Tuhan.

Para remaja yang sudah mendapat perhatian untuk dapat memaknai hidup

secara spiritual ialah Asrama Putri SMA Stella Duce II. Berawal dari keprihatinan

(26)

pelayanan asrama dan menyediakan fasilitas serta program-program pembinaan

yang memadai. Asrama Putri SMA Stella Duce II Yogyakarta adalah Asrama Putri

yang ditangani Kongregasi Suster-suster Cinta Kasih Santo Carolus Borromeus yang

bertujuan untuk membantu warga asrama untuk hidup saling berdampingan dan

menjadi manusia yang cerdas secara spiritual.

Pembinaan di asrama membantu mereka untuk dewasa secara spiritual

sehingga mampu memaknai hidupnya dengan mempertimbangkan perkembangan

iman mereka. Asrama mengadakan kegiatan yang diharapakan membantu untuk

berkembang, sehingga mereka memiliki kepribadian sebagai berikut:

a. Warga asrama mampu bersyukur dan memaknai pengalaman- pengalaman

hidupnya, atas kebaikan dan dukungan orangtua, orang-orang disekitarnya atas

kesempatan-kesempatan yang dialami dengan kepercayaan kepada Tuhan.

b. Dengan kesadaran sendiri tanpa dipaksa, mendalami dan mengembangkan iman

dan kepercayaan kepada Tuhan.

c. Mampu menerima, bersyukur atas kelebihan dan kekurangan dirinya (Buku

Saku Asrama Putri Stella Duce II).

Para siswi yang tinggal di asrama berasal dari latar belakang dan budaya

yang berbeda serta dipengaruhi oleh lingkungan keluarga, lingkungan sosial,

geografis dan lingkungan sekolah. Asrama memiliki peraturan dan para siswi

dilibatkan dalam berbagai kegiatan untuk membantu mengembangkan

kepribadiannya. Setiap pribadi harus mampu mengembangkan kedewasaan

(27)

Peraturan dan kegiatan di asrama, bertujuan untuk meningkatkan

kedewasaan para siswi. Akan tetapi peraturan asrama seringkali menjadi hal yang

hal yang membebani bagi siswi. Pada awal tahun pelajaran, khususnya anak kelas X

memiliki kesulitan antara lain, sulit beradaptasi, minder/kurang percaya diri, shock

culture (kaget dengan hal baru) boros, takut pada kakak unit dan pendamping,

ikut-ikutan, mudah terpengaruh, merasa tidak bebas dan dikekang, stres dengan tuntutan

sekolah, jadwal kegiatan asrama atau peraturan asrama.

Pendamping asrama melihat beberapa point permasalahan perlu ditangani

secara serius demi perkembangan dan kedewasaan spiritual siswi dalam memaknai

hidup. Para siswi di asrama datang dari berbagai daerah dengan latar belakang yang

berbeda dan membawa sejuta pengalaman dan pergumulan hidup yang berbeda-beda

juga. Pendamping asrama mengadakan berbagai kegiatan untuk membantu warga

asrama memaknai hidup secara spiritual dan mencintai alam. Salah satu kegiatan

yang dilaksanakan untuk membantu siswi memaknai hidup secara spiritual adalah

rekoleksi dan retret. Melalui rekoleksi diharapkan para siswi mampu menangkap

kehadiran Tuhan dalam setiap permasalahan hidup dan setiap detik kehidupannya.

Dalam rekoleksi pengalaman hidup digunakan sebagai bahan untuk

pemeriksaaan batin. Pemeriksaan batin merupakan usaha untuk mengembangkan

hidup iman atau hidup rohani. Pemeriksaan batin mengajak peserta untuk meninjau

karya Allah, cara Allah berkarya dan membimbing serta kita melihat jawaban

peserta atas karya, cara kerja Allah dan bimbingannNya dimasa yang sudah lampau

(28)

Rekoleksi juga merupakan salah satu upaya untuk melatih hidup rohani dan

menumbuhkan rasa ingin tahu kearah yang lebih baik. Kegiatan rekoleksi membantu

manusia untuk memaknai hidup dan meningkatkan kepekaan religius. Menghayati

makna hidup sangat tergantung pada cara manusia memandang hidup meskipun

masalah dalam hidup tidak pernah terpecahkan dengan tuntas. Arti dan bentuk

sebuah masalah tidak terletak pada pemecahannya, tetapi cara manusia

menghadapinya terus menerus. Hidup yang semakin bermakna dan sejati ialah dapat

mengatasi rasa sakit, derita, dan maut sekalipun (Lalu, 2007: 83).

Dalam hidup sehari-hari manusia menemukan dan mengalami banyak

peristiwa yang sering berlalu begitu saja. Sementara manusia mengimani bahwa

Tuhan hadir dalam peristiwa-peristiwa hidup, peristiwa pengalaman yang sederhana

sekalipun. Rekoleksi merupakan waktu yang sangat tepat untuk memperdalam dan

menguatkan hidup batiniah dan rohaniah seseorang dengan mengintensifkan waktu

untuk berdoa. Dalam kegiatan rekoleksi peserta diajak berhenti sejenak dari aktivitas

rutin dan merefleksikan hidup kita untuk menemukan kehendak Tuhan. Rekoleksi

bukan sekedar mendengarkan ceramah, tetapi peserta diajak untuk menelusuri dan

memaknai hidup dan pengalaman tersebut menjadi bahan dasar yang diolah selama

rekoleksi (Subiyanto, 2003: 6-7)

Dengan membaca isi buku saku asrama yang memuat tujuan didirikannya

asrama putri SMA Stella Duce II Yogyakarta, maka saya tergerak untuk

mengadakan penelitian di asrama tersebut dengan tujuan untuk mengetahui dampak

rekoleksi terhadap kemampuan memaknai hidup secara spiritual bagi siswi kelas X

(29)

adalah Dampak Rekoleksi Terhadap Kemampuan Memaknai Hidup Secara Spiritual

Bagi Siswi Kelas X dan XI Asrama Putri SMA Stella Duce II Yogyakarta.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka identifikasi

masalah penulisan sebagai berikut:

1. Perkembangan zaman membawa perubahan dalam kehidupan manusia yang

menantang setiap manusia untuk bersikap positif dan negatif dalam

menghadapi tawaran-tawaran dunia arus global.

2. Remaja adalah usia yang rentan dengan permasalahan hidup karena

mengalami masa transisi dan memerlukan pendampingan untuk dapat

berkembang dan mampu memaknai hidupnya.

3. Asrama merupakan wadah untuk pembinaan kaum remaja, melalui peraturan

dan kegiatan asrama menjadikan mereka mampu untuk menerima perbedaan

latar belakang keluarga dan perbedan status sosial.

4. Manusia yang tidak mampu memaknai hidup secara spiritual akan selalu jatuh

pada perbuatan yang sia-sia, tidak jujur, sikap mendendam atau membenci

orang lain dan menyalahkan Tuhan dalam penderitaan yang dialaminya yang

dapat merugikan diri sendiri dan orang lain.

5. Rekoleksi merupakan salah satu upaya untuk melatih hidup rohani,

meningkatkan kepekaan religius, dan menumbuhkan rasa ingin tahu kearah

yang lebih baik sehingga mampu memaknai hidup secara spiritual.

(30)

Mengingat luasnya permasalahan yang teridentifikasi dan keterbatasan

penulis dari segi waktu dan kemampuan, penulis memilih satu aspek yang akan

diteliti yakni aspek mengenai dampak rekoleksi terhadap kemampuan memaknai

hidup secara spiritual. Aspek yang akan diteliti yaitu aspek kemampuan memaknai

hidup secara spiritual merupakan aspek yang luas, maka peneliti membatasi aspek

kemampuan memaknai hidup secara spiritual dalam lingkup memaknai hidup dalam

permasalahan kejujuran, relasi dengan sesama dan penderitaan yang dialami oleh

siswi di asrama. Hal ini bertujuan agar penulis fokus untuk meneliti dan mengkaji

aspek tersebut. Maka judul penulisan ini dibatasi pada Dampak Rekoleksi Terhadap

Kemampuan Memaknai Hidup Secara Spiritual Bagi Siswi Kelas X dan XI Asrama

Putri SMA Stella Duce II Yogyakarta.

D. Rumusan Masalah

Dari uraian diatas ada beberapa hal yang ingin dicermati lebih lanjut

sehingga pada akhirnya menjadi titik awal penulisan ini. Masalah yang ingin

dirumuskan adalah sebagai berikut:

1. Apakah yang dimaksud dengan rekoleksi dan tujuan rekoleksi?

2. Apakah yang dimaksud memaknai hidup secara spiritual?

3. Apakah rekoleksi memberi dampak terhadap kemampuan memaknai hidup

secara spiritual bagi siswi kelas X dan XI Asrama Putri SMA Stella Duce II

Yogyakarta ?

(31)

Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan

informasi tentang dampak rekoleksi terhadap kemampuan memaknai hidup secara

spiritual bagi siswi kelas X dan XI Asrama Putri SMA Stella Duce II Yogyakarta.

Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Memahami pengertian rekoleksi dan tujuan rekoleksi

2. Memahami pengertian memaknai hidup secara spiritual

3. Mengetahui dampak dari rekoleksi terhadap kemampuan memaknai hidup

secara spiritual bagi siswi kelas X dan XI Asrama Putri SMA Stella Duce II

Yogyakarta ?

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi :

1. Siswi kelas X dan XI Asrama Putri SMA Stella Duce II Yogyakarta.

Memberikan wawasan bagi mereka dengan memahami pengertian tentang

rekoleksi, tujuan manfaat rekoleksi, dan dampak rekoleksi terhadap

kemampuan memaknai hidup secara spiritual.

2. Asrama dan Siswi kelas X dan XI Asrama Putri SMA Stella Duce II

Yogyakarta.

Memberikan data yang pasti sejauh mana dampak rekoleksi terhadap

kemampuan memaknai hidup secara spiritual bagi siswi kelas X dan XI

Asrama Putri SMA Stella Duce II Yogyakarta.

(32)

Penelitian diharapkan memberikan manfaat untuk pendampingan rekoleksi di

Asrama Putri SMA Stella Duce II Yogyakarta yang memberikan dampak

terhadap kemampuan memaknai hidup secara spiritual.

4. Bagi Kongregasi KSFL

Memberikan sumbangan untuk para pendamping Asrama, Novis, Postulan dan

guru agama di sekolah yang ditangani oleh KSFL, tentang rekoleksi yang

memberi dampak terhadap kemampuan memaknai hidup secara spiritual.

5. Bagi peneliti lain

Sebagai sumber inspirasi bagi peneliti yang lain untuk pendampingan

rekoleksi.

G. Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode

Deskriptif Analistis. Penulis menggambarkan bagaimana pemahaman siswi X dan

XI SMA Stella Duce II Yogyakarta tentang rekoleksi dan memaknai hidup secara

spiritual. Tulisan ini dikembangkan melalui penelitian kuantitatif dilapangan dengan

mengumpulkan, memaparkan dan menganalisis data dari permasalahan yang ada

dan menarik kesimpulan.

H. Sitematika Penulisan

Judul dari skripsi ini adalah “Dampak Rekoleksi Terhadap Kemampuan Memaknai Hidup Secara Spiritual Bagi Siswi Kelas X dan XI Asrama Putri SMA

(33)

BAB I berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang penulisan,

identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, metode penelitian dan sistermatika penulisan.

BAB II menguraikan tentang menjelaskan, pengertian rekoleksi, tujuan

rekoleksi, manfaat rekoleksi, bahan rekoleksi, sarana rekoleksi, tempat rekoleksi,

model-model rekoleksi metode dalam kegiatan rekoleksi, pendamping rekoleksi, dan

evaluasi rekoleksi, arti dan makna hidup, pilihan makna hidup, relasi-relasi yang

turut menentukan makna hidup, permasalahan hidup, pandangan hidup secara

spiritual, tahap-tahap perkembangan remaja dan iman remaja, dan profil Asrama

Putri Stella Duce II sebagai subjek.

BAB III Metodologi penelitian dampak rekoleksi terhadap kemampuan

memaknai hidup secara spiritual bagi siswi kelas X dan XI Asrama Putri SMA

Stella Duce II Yogyakarta yang meliputi jenis penelitian, desain penelitian, tempat

dan waktu penelitian, populasi dan sampel, teknik dan instrumen pengumpulan data,

teknik analisis data dan uji hipotesis.

BAB IV Uraian tentang hasil analisis dampak rekoleksi terhadap

kemampuan memaknai hidup secara spiritual bagi siswi kelas X dan XI asrama Putri

SMA Stella Duce II Yogyakarta berdasarkan analisis pada bab III, usulan program

rekoleksi.

(34)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

Pada bagian ini, penulis mendalami tentang konsep dan teori rekoleksi dan

kemampuan memaknai hidup secara spiritual dan perkembangan remaja. Melalui

aspek kegiatan rekoleksi dan proses kegiatan yang diadakan dalam kegiatan

rekoleksi, maka dapat diandaikan rekoleksi memberikan dampak terhadap

kemampuan memaknai hidup secara spiritual. Sesuai dengan judul skripsi, dalam

bab ini juga membahas tentang remaja dan tahap-tahap perkembangan iman remaja

sebagai ukuran untuk mengetahui kemampuan remaja memaknai hidup secara

spiritual bagi siswi di Asrama Putri kelas X dan XI SMA Stella Duce II Yogyakarta

yang memasuki masa remaja.

A. Rekoleksi

1. Pengertian Rekoleksi

Rekoleksi berasal dari dua kata “re” artinya kembali dan “koleksi” berarti

mengumpulkan atau sebuah usaha untuk mengumpulkan kembali. Rekoleksi mau

mengumpulkan kembali pengalaman-pengalaman akan kasih Allah.

Pengalaman-pengalaman kasih akan Allah dihadirkan kembali, direnungkan, dimaknai dan diolah

agar sungguh berguna bagi hidup selanjutnya. Dengan kata lain juga rekoleksi

merupakan suatu latihan rohani yang dapat membantu orang untuk memperteguh

(35)

Rekoleksi dalam bahasa Inggris ”recollect” yang artinya mengingat kembali atau mengumpulkan kembali. Rekoleksi merupakan kesempatan penyatuan

dan pengendapan pengalaman hidup dalam terang hidup rohani yaitu hidup yang

dipenuhi dengan cinta. Rekoleksi juga merupakan salah satu upaya untuk melatih

hidup rohani dan memperteguh iman Kristiani (Killa, 1996: 5). Dalam kehidupan

sehari-hari banyak peristiwa-peristiwa yang dilalui dan sering berlalu begitu saja,

tanpa mengambil waktu untuk merefleksikan atau memaknai setiap peristiwa.

Sementara manusia mengimani bahwa Tuhan hadir dalam peristiwa-peristiwa hidup,

peristiwa pengalaman hidup yang sederhana sekalipun. Semua pengalaman, penting

untuk merefleksikan dan menyadari keterlibatan Allah dalam hidup sehari-hari.

Rekoleksi merupakan waktu dan kesempatan yang sangat berharga untuk

menggali dan menguatkan hidup batiniah dan rohaniah, dengan mengintensifkan

waktu untuk berdoa melihat pengalaman hidup (Subiyanto, 2003: 6-7). Dalam

kegiatan rekoleksi mengajak peserta berhenti sejenak dari aktivitas/rutinitas

hariannya dan merefleksikan hidup untuk menemukan kehendak Tuhan. Rekoleksi

bukan sekedar mendengarkan ceramah, tetapi mengajak peserta untuk menelusuri

pengalaman hidup dan mengolah pengalaman tersebut menjadi bahan dasar untuk

mengembangkan kegiatan dalam rekoleksi.

Dalam kegaitan rekoleksi pengalaman hidup digunakan sebagai bahan

pemeriksaaan batin untuk mengembangkan hidup iman atau hidup rohani.

Melakukan pemeriksaan batin, menjadi kesempatan bagi peserta untuk meninjau

karya Allah, cara Allah berkarya serta bimbingan-Nya dalam hidupnya dan melihat

jawaban peserta terhadap karya, cara kerja Allah dan bimbingan-Nya dimasa-masa

(36)

Rekoleksi juga ibarat mendulang emas, di sungai emas hidup yang mengalir

dengan membawa berbagai muatan dan mengendap didasarnya. Maka seorang

pendulang akan mengambil endapan, kemudian mengentaskannya serta mengirik

dan menampinya. Setelah terpisah antara pasir yang tak berguna, tinggallah

beberapa endapan yang barangkali mengandung logam mulia. Ketika ditetesi air

keras barulah bijih-bijih emas terkumpul. Demikian juga halnya para peserta

rekoleksi dalam rekoleksi mencoba menampi endapan-endapan peristiwa yang

hanyut oleh aliran hidup, dengan demikian akan menemukan makna hidup yang

kemilau setelah ditetesi sabda Allah (Subiyanto, 2003: 8).

2. Tujuan Rekoleksi

Seorang pembimbing rekoleksi dapat menentukan tujuan rekoleksi dilihat

dari kebutuhan dan minat peserta yang dipertimbangkan secara bersama-sama.

Dalam menentukan tujuan rekoleksi ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan

yaitu bertumpu pada jumlah dan macam peserta, sehingga rumusan tujuan rekoleksi

dapat menjadi jelas dan realistis baik secara umum maupun secara keseluruhan sejak

“kata pembukaan sampai kata penutup”.

Dilihat dari pertimbangan, perlu dilakukan oleh seorang pembimbing

rekoleksi untuk menentukan tujuan rekoleksi, maka tujuan rekoleksi dibagi menjadi

dua tujuan umum dan tujuan khusus.

a) Tujuan umum

Tujuan umum rekoleksi merupakan titik yang dituju dari seluruh rangkaian

(37)

operasional. Tujuan umum yang sifatnya dari segi operasional yaitu untuk

meningkatkan cara, metode, teknik kecakapan, keterampilan peserta rekoleksi dalam

bidang pengembangan hidup pribadi, hidup bersama orang lain dan dalam

pelaksanaan tugas pekerjaan pribadi maupun bersama orang lain. Agar peserta dapat

menemukan cara yang efektif dalam memperkembangkan diri dan kecakapan kerja

sama untuk saling memperkembangkan diri (Mangunhardjana, 1984: 29).

Tujuan rekoleksi yang bersifat formatif sering disebut edukasional, yang

bertujuan untuk meningkatkan kualitas para peserta secara pribadi maupun

kelompok. Hal yang dimaksudkan dalam kualitas ialah spiritualitas, sikap,

pandangan, perasaan, pengetahuan, motivasi, cita-cita, panggilan hidup, gaya hidup.

Rekoleksi dengan kata lain, segala yang berkaitan dengan unsur-unsur jiwa, hati dan

visi manusia serta gaya bertindak dalam hidup sehari-hari. Rumusan tujuan umum

formatif dapat dirumuskan sebagai berikut ”peserta mempunyai pengertian yang benar tentang pengembangan diri dan arahnya dan berani mengambil sikap dan

langkah yang sesuai”.

Kedua macam tujuan yang sudah dirumuskan dapat digabungkan sehingga

tujuan rekoleksi menjadi operasional sekaligus formatif secara seimbang.

Pendamping dapat menggabungkan menjadi satu dengan memberi tekanan pada

salah satu tujuan antara operasional dan formatif. Dalam merumuskan tujuan umum

rekoleksi, pembimbing perlu memikirkan arah atau orientasinya, misalnya mengarah

(38)

b) Tujuan Khusus

Tujuan khusus rekoleksi diperoleh dari hasil rincian lanjut rumusan tujuan

umum rekoleksi, dalam tujuan khusus rekoleksi menyangkut tiap-tiap acara yang

akan dilaksanakan selama rekoleksi. Acara dalam rekoleksi, terutama acara-acara

pokoknya dengan caranya sendiri membawa para peserta menuju ke suatu tujuan

tertentu. Tujuan ini merupakan salah satu segi dari segi tujuan umum yang akan

dicapai lewat seluruh rekoleksi. Tujuan khusus merupakan titik-titik yang harus

dicapai oleh setiap acara rekoleksi dan melalui titik itulah tujuan umum rekoleksi

tercapai. Maka yang perlu diperhatikan adalah proses acara, tujuannya terarah dan

cara pencapaian tujuan. Tujuan khusus lebih terbatas dan konkret (Mangunhardjana,

1984: 30).

Rumusan tujuan khusus dari setiap kegiatan rekoleksi, amat berguna untuk

menentukan teknik yang akan dipergunakan untuk mengolah acara itu. Karena

rumusan setiap acara pokok yang jelas dan konkrit sudah mengisyaratkan dan

mendorong pembimbing untuk mengambil teknik pengembangan tertentu yang

sangat mendukung kegiatan (Mangunhardjana, 1984: 31-32). Rekoleksi dapat

menjadi moment untuk evaluasi dan penyegaran dengan merenungkan kembali

perjalanan hidup secara berkala. Rekoleksi bertujuan untuk menimba cahaya,

kekuatan serta semangat baru untuk melanjutkan perjalanan hidup sesuai dengan

kehendak Tuhan.

3. Manfaat Rekoleksi

Tema rekoleksi merupakan hal pokok untuk dijadikan pusat perhatian

(39)

diolah sampai keseluruhannya ditangkap, dimengerti dan dipahami. Dari tema,

tujuan dan makna rekoleksi memberi manfaat rekoleksi yang nyata dalam hidup

manusia seutuhnya khususnya hidup kaum beriman. Dari kegiatan rekoleksi

diharapkan buah-buah hasil rekoleksi baik bagi diri sendiri, maupun bagi “hidup di dunia nyata ”(NN, 1998: 6). Setelah mengikuti langkah dan proses rekoleksi yang disusun sedemikian rupa, rekoleksi akan bermanfaat mengarahkan peserta rekoleksi

mampu menghayati dan melaksanakan rumusan tujuan kegiatan rekoleksi.

4. Langkah-langkah Rekoleksi

Sebelum mengadakan rekoleksi terlebih dahulu menyusun acara atau

program kegiatan rekoleksi: menentukan kegiatan yang akan dilakukan saat

rekoleksi, tahap-tahapnya, garis besar isi dalam setiap tahap, dan perlengkapan yang

dibutuhkan saat rekoleksi.

Program rekoleksi terdiri dari:

a) Tahap Awal

Salam dan kata pembuka, doa pembukaan, bernyanyi/ menari untuk

menghangatkan suasana, pengarahan rekoleksi akan tujuan dan tema utamanya.

b) Tahap inti

Tahap inti rekoleksi terdiri dari: pengolahan sub tema dalam acara pokok,

(40)

c) Tahap akhir

Tahap akhir rekoleksi terdiri dari :

1) Pengumuman-pengumuman,

2) Evaluasi kegiatan rekoleksi yang sudah berlangsung

3) Kata penutup dan doa penutup.

5. Bahan/Materi Rekoleksi

Bahan rekoleksi ditentukan berasarkan jumlah dan macam para peserta,

kebutuhan dan minat mereka, tujuan serta tema rekoleksi. Bahan rekoleksi tidak

hanya akan sesuai dengan harapan peserta, melainkan juga mampu mereka tangkap

dan diolah. Bahan rekoleksi dapat berupa uraian saja, uraian dan

pertanyaan-pertanyaan untuk refleksi pribadi atau kelompok, serta penyadaran diri

(Mangunhardjana, 1984: 32).

Bahan rekoleksi juga dapat dibuat berdasarkan kebutuhan dan diadaptasikan

dengan bacaan-bacaan atau dari bahan jadi yang sudah siap dipakai. Bahan rekoleksi

disajikan berdasarkan hal-hal yang akan digali berdasarkan pengalaman hidup para

peserta, dengan harapan menemukan pengalaman yang baru dan memaknai setiap

pengalaman mereka.

6. Tempat Rekoleksi

Tempat rekoleksi dapat berupa gedung gereja, gedung paroki, aula sekolah

atau di alam terbuka. Tempat rekoleksi mempengaruhi suasana, sikap dan

keterlibatan peserta selama rekoleksi berlangsung. Pendamping rekoleksi harus

(41)

Unsur-unsur yang perlu diperhatikan sehubungan dengan tempat mengadakan rekoleksi,

yaitu alam sekitar dan segala sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan

rekoleksi (Mangunhardjana, 1984: 34).

7. Model-model Rekoleksi

Rekoleksi merupakan bentuk pembinaan iman. Dalam penyusunan kegiatan

rekoleksi dibutuhkan suatu model yang sesuai dengan peserta rekoleksi. Model

rekoleksi ini mengacu pada model katekese. Model katekese ini untuk mengemas

rangkaian rekoleksi dengan penyampaian materi, dengan terlebih dahulu

menentukan tujuan dari rekoleksi yang hendak dicapai. Untuk mencapai tujuan

rekoleksi diperlukan metode yang sesuai dengan metode rekoleksi. Menggunakan

metode merupakan suatu pendekatan bagi peserta rekoleksi, jika peserta rekoleksi

adalah remaja maka hendaknya rekoleksi dikemas sesuai dengan kehidupan mereka.

Dalam katekese umat ada beberapa model katekese yang membantu umat

untuk mengungkapkan dan mewujudkan imanya dalam hidup sehari-hari antara lain

adalah sebagai berikut:

a. Model Pengalaman Hidup

Model ini bertitik tolak dari pengalam hidup yang biasa dilakukan dengan

tehnik SCP (Shared Christian Praxis). Model ini bertitik tolak dari pengalaman

hidup peserta yang direfleksikan secara kritis dan dikonfrontasikan dengan

pengalaman iman dan visi kristiani sehingga sampai pada sikap dan kesadaran baru

(42)

Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

1) Langkah Awal : Pemusatan aktivitas

2) Langkah I (pertama) : Pengungkapan pengalaman hidup peserta

3) Langkah II (Kedua) : Mendalami pengalaman hidup peserta

4) Langkah III (Ke tiga) : Menggali pengalaman iman kristiani

5) Langkah IV (keempat) : Menerapkan iman kristiani dalam situasi konkret

6) Langkah V ( Kelima) : Mengusahakan suatu aksi konkrit

b. Model Biblis

Model ini bertitik tolak dari pengalaman Kitab Suci atau Tradisi Kristiani

dan dipadukan dengan pengalaman konkrit ( Sumarno Ds, 2012: 32-41).

Langkah-langkahnya sebagai berikut :

1) Introduksi : doa dan lagu pembuka

2) Pembacaan Kitab Suci sesuai dengan tema

3) Pendalaman teks Kitab Suci atau Tradisi Gereja : dapat diawali dengan

kelompok kecil atau mengungkapkan apa yang direnungkan secara pribadi dari

jawaban-jawaban pertanyaan-pertanyaan teks Kitab Suci.

4) Pendalaman pengalaman hidup : dapat memungkinkan peserta untuk

mengungkapkan pesan inti teks Kitab Suci, dengan pengalaman hidup yang

sesuai dengan tema baik pengalamn masa lalu, atau masa sekarang yang dialami

dalam hidup bermasyarakat, menggereja, bekerluarga, dan bekerja.

5) Penerapan dalam hidup peserta

6) Mengajak dan merangsang peserta untuk merefleksikan serta memikirkan apa

(43)

7) Penutup : doa penutup dan lagu penutup.

c. Model Campuran

Model ini campuran biblis dan pengalaman hidup yang bertolak pada

hubungan antara Kitab Suci atau Tradisi dengan hidup konkrit peserta (Sumarno,

Ds, 2012 : 31-42).

Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

1) Intruksi : doa dan lagu pembukaan

2) Pembacaan Kitab Suci atau Tradisi Gereja sesuai dengan tema

3) Penyajian pengalaman hidup : melalui saran-sarana yang dipersiapkan oleh

pendamping rekoleksi.

4) Pendalaman pengalaman hidup dan dengan teks Kitab Suci atau Tradisi Gereja,

merefleksikan dan menganalisa pesan dari pengalaman hidup dan

dikonfrontasikan dengan Kitab Suci atau Tradisi Gereja yang dibacakan.

Penerapan meditatif : pendamping mengajak peserta untuk mengambil

pesan-pesan pengalaman hidup dari dari teks Kitab Suci untuk menarik

pelajaran-pelajaran nyata dari pengalaman hidup bermasyarakat dan menggereja.

5) Evaluasi singkat atas jalannya katekese, isi, tema, dan langkah-langkah katekese

serta proses komunikasi iman yang berlangsung.

6) Penutup : doa dan lagu penutup bisa dilanjutkan dengan doa-doa umat spontan.

8. Metode Pendampingan Rekoleksi

Metode rekoleksi bisa berbeda-beda, yang terpenting adalah pengalaman

(44)

rekoleksi berperan untuk menciptakan hubungan antara peserta dengan pendamping

untuk menciptakan suasana rekoleksi yang mampu menghantar peserta mendalami

kegiatan rekoleksi (Darmawijaya, 1898: 14). Pemandu hendaknya memilih metode

penyampaian yang sesuai dengan kondisi pendengar dan materi rekoleksi.

Metode yang digunakan harus disesuaikan dengan peserta demi tercapainya

tujuan rekoleksi. Adapun metode yang dapat digunakan antara lain, presentasi,

diskusi kelompok, kegiatan-kegiatan latihan, simulasi, dan latihan keterampilan.

Metode rekoleksi juga bisa dilakukan diawal konferensi, kemudian disusul renungan

pribadi dan wawan rasa dengan teman (Mangunhardjana,1984: 31-39).

Metode rekoleksi dapat dikembangkan melalui berbagai hal misalnya

berinteraksi dengan alam, menyaksikan video singkat, bermain drama, tarian atau

gerakan. Dari metode yang digunakan diharapkan dapat membantu peserta untuk

mengolah rasa dan menggali pengalaman, serta memaknai pengalaman peserta

bersama dengan Allah.

9. Pendamping Rekoleksi

Seorang pendamping rekoleksi ialah sebagai pengarah proses rekoleksi

yang dijalani oleh peserta. Pendamping rekoleksi harus mengusahakan agar

rekoleksi berhasil dan berjalan dengan baik, dengan memperlakukan peserta

rekoleksi sebagai subjek yang unik bukan menjadikannya sebagai objek eksperimen

untuk memuaskan kehebatan metode atau ambisi pendamping. Pendamping

mengusahakan agar peserta berperan aktif. Seorang pendamping selayaknya

(45)

Sikap dasar iman yang harus dimiliki oleh seorang pendamping ialah

menghayati peran sebagai tokoh panutan yang menyakinkan, berwibawa,

menghargai dan memperlakukan orang yang didampingi sebagai subjek/martabat

pribadi dan hak-haknya. Pendamping mengembangkan komitmen penuh dedikasi

tanpa pamrih bagi kepentingan orang yang didampingi, dan tidak memanfaatkan

keterbatasan atau kelemahan peserta rekoleksi untuk tujuan lain selain kepentingan

rekoleksi.

Dalam rekoleksi Allah sendiri berkarya dan pemandu hanyalah alat yang

digunakan oleh-Nya. Pendamping atau pemandu rekoleksi hendaknya berdoa dan

menyerahkan semuanya kepada penyelenggaraan Ilahi, menyediakan diri yang

penuh keterbatasan agar Tuhan berkenan menggunakannya sebagai saluran cinta

kasih-Nya bagi orang yang dilayani.

10. Evaluasi Rekoleksi

Evaluasi sesudah rekoleksi, bukan hanya sekedar menilai bagus tidaknya

proses rekoleksi. Tujuan evaluasi adalah untuk menemukan kelebihan dan

kekurangan, segi baik dan buruk, keberhasilan dan kegagalan dari rekoleksi.

Sebagai seorang pendamping rekoleksi perlu untuk mengetahui tujuan evaluasi,

bahan yang dievaluasi, cara membuat evaluasi, ukuran untuk mengevaluasi, bentuk

evaluasi (lisan atau tertulis) dan manfaat yang ditarik dari hasil evaluasi.

Pendamping rekoleksi seharusnya menyediakan bahan evaluasi yang memuat

evaluasi tentang : isi bahan yang disajikan, tehnik penyampaian bahan dan teknik

(46)

para peserta, sikap dan kecakapan pembimbing, ruang/tempat rekoleksi, sarana dan

prasarana, manfaat rekoleksi serta usul dan saran.

11. Hubungan Rekoleksi dengan Kemampuan Memaknai Pengalaman Hidup secara Spiritual

Rekoleksi bukanlah lokakarya atau studi bersama melainkan adalah doa.

Doa membutuhkan pemahaman, keheningan, kemandirian, kemerdekaan untuk

menemukan diri sendiri dengan kekuatan dan kelemahananya (Darmawijaya, 198:

15). Rekoleksi merupakan kesempatan untuk merenungkan kembali perjalanan

hidup secara berkala, bertujuan untuk menimba cahaya, kekuatan serta semangat

baru untuk melanjutkan perjalanan hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Rekoleksi

juga merupakan salah satu upaya untuk melatih hidup rohani dan menumbuhkan

rasa ingin tahu kearah yang lebih baik.

Dilihat dari pengertian rekoleksi, dapat dikatakan bahwa rekoleksi memiliki

hubungan yang dekat dengan kemampuan memaknai pengalaman hidup secara

spiritual. Rekoleksi membantu manusia mengingat kembali pengalaman hidupnya,

kemudian mengolah dan memaknai untuk merubah hidup kearah yang lebih baik.

Melalui latihan rohani dalam rekoleksi membantu peserta mampu memaknai

pengalaman hidup dan membangun diri secara utuh.

B. Kemampuan Memaknai Hidup secara Spiritual 1. Makna Hidup

Manusia adalah mahluk hidup yang berakal budi, berkehendak bebas dan

(47)

nilai-nilai dasar dan hak asasi. Manusia yang memiliki segala kemampuan dan kekayaan

senantiasa berusaha untuk memberi arti dan makna hidupnya. Oleh karena itu

manusia harus memahami arti dan makna hidup serta cara memperjuangkannya

sehingga hidup manusia itu menjadi sungguh bermakna. Arti hidup berkaitan

dengan arti dunia, karena manusia bersatu dengan alam semesta. Manusia bukan

hanya penghuni dunia dan alam semesta, tetapi penanggungjawab agar dunia

senantiasa semakin sesuai dengan tujuan hidup manusia.

Hidup adalah suatu misteri, semakin kita bertanya tentang kehidupan

semakin kita tidak menemukan jawaban yang pasti. Hidup mempunyai arti bagi

orang yang menghayati hidupnya sendiri. Makna hidup ditemukan bila manusia

mulai sangsi atas kemampuan dirinya untuk menghayati hidupnya sendiri, misalnya

bila jatuh sakit, bila mengalami bencana, dan sebagainya. Pada saat itu orang akan

berpikir tentang makna hidup dan bergulat untuk mencoba terus menjalani hidupnya

(Yosef Lalu, 2010: 93).

2. Relasi-relasi Yang Turut Menentukan Makna Hidup Manusia

Manusia tidak bebas dalam segala hal untuk menentukan makna hidupnya.

Ada banyak ikatan hubungan yang turut menentukan makna hidupnya (Yosef Lalu,

2010: 93). Ada empat relasi penting yang sangat menentukan makna hidup yaitu :

a. Relasi dengan sesama

Sejak dilahirkan, manusia membutuhkan orang lain yaitu ayah dan ibu.

(48)

membutuhkan perawatan, pendidikan, dukungan, perhatian, kasih sayang, dan sejuta

hal lain untuk hidup sebagai manusia. Manusia tidak dapat menutup diri terhadap

orang lain. Manusia harus menjalin solidaritas dan kesetiakawanan dengan sesama.

Manusia disebut sebagai mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendirian.

Oleh karena itu manusia perlu saling tolong menolong dan saling memperhatikan

satu dengan yang lain. Kehadiran kita dalam hidup bersama dengan orang lain yang

menggerakkan sesama untuk dapat menikmati hidup yang saling mendukung adalah

suatu cara yang memberikan makna hidup dalam relasi dengan sesama. Dari

pengalaman hidup manusia sungguh tidak dapat hidup tanpa bantuan, uluran, dan

campur tangan orang lain.

Mutu hidup manusia amat ditentukan oleh mutu kestiakawanan, perhatian,

dan kasih sayang manusia terhadap satu sama lain. Relasi dengan sesama membantu

manusia bertumbuh dan berkembang serta menjadi pribadi yang sempurna (Suparno,

2015: 52). Adanya sikap saling menolong, mendukung, memperkembnagkan satu

sama lain sehingga manusia merasa hidupnya lebih bermakna dengan kehadirannya

dan kehadiran orang lain dalam kehidupannya. Manusia yang hidup sendiri dan

tidak memperhitungkan kehadiran orang lain bagina dan kehadirannya bagi orang

lain tidak menemukan adanya makna hidup dibalik relasi yang dibina.

b. Relasi dengan Dunia dan Lingkungan

Sejak kecil manusia bertemu dan bertanya tentang alam lingkungan.

Manusia menyadari bahwa benda-benda dan mahluk hidup memainkan peranan

penting dalam hidupnya. Manusia mempunyai daya cipta untuk membuat

(49)

dirinya. Tuhan menugaskan kepada manusia untuk menguasai alam lingkungan.

Menguasai alam tidak berarti menggunakan dan mengekploitasinya secara

sewenang-wenang, tetapi melestarikannya sehingga lebih bermanfaat bagi manusia

dan bagi alam itu sendiri.

Manusia hendaknya mengolah dan memelihara alam lingkungan secara

bertanggung jawab, dengan demikian manusia dapat menjamin serta memberi

makna kepada hidupnya sendiri. Oleh karena itu, orang-orang yang berjasa untuk

lingkungan, sepantasnya mendapat penghargaan yang setinggi-tingginya. Memberi

kehidupan pada orang lain karena memiliki rasa tanggung jawab terhadap

pemeliharaan alam semesta. Sikap tanggung jawab yang ditunjukkan oleh manusia

terhadap dunia dan lingkungan merupakan suatu cara yang memberikan makna

dalam hidup manusia.

Manusia menemukan arti kehadirannya dalam dunia sekitarnya dan

merasakan arti kehadiran dunia dalam bagi hidupnya. Sikap memelihara kehidupan

di dunia menjadi faktor pendukung dalam kebahagiaan orang lain dan alam sekitar.

Relasi yang dijalin oleh manusia dengan dunia dan lingkungan menunjukkan

kesejatian dirinya yang memberi makna dalam membangun kehidupan di dunia ini.

Kegiatan dan rutinitas yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari yang

bersentuhan dengan segala sesutau yang ada di lingkungan dan dunia secara luas

membantu manusia untuk menemukan makna dalam hidupnya dan manusia juga

(50)

c. Relasi dengan Dirinya Sendiri

Apabila manusia mengamati dinamika hidupnya, manusia tidak hanya

dipengaruhi dan ditentukan oleh sesama dan lingkungannya. Manusia bebas

menentukan sikapnya terhadap sesama, terhadap dunia, terhadap peristiwa-peristiwa

dan nilai-nilai, terhadap hal-hal duniawi dan sebagainya. Semuanya itu membentuk

karakter manusia sehingga manusia membutuhkan pendampingan, pendidikan,

termasuk pendidikan budi pekerti dan pendidikan agama. Maka manusia harus

berusaha untuk membangun diri dan pribadi supaya semakin menjadi baik dan

bermutu dan dalam usaha itu manusia dapat semakin menemukan makna hidup.

Setiap pribadi akan menemukan makna hidupnya dalam setiap aktivitas

yang dilakukannya dalam hidup sehari-hari. Manusia yang bekerja, memfungsikan

seluruh bakat yang dimiliki untuk kesejahteraan hidupnya akan menemukan makna

hidupnya. Dia tidak bergantung pada hasil kerja keras orang lain untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya tetapi mengerahkan segala kemampuan yang dimiliki demi

perkembangan dirinya dalam hidup bersama dengan orang lain. Pemaknaan hidup

dengan diri sendiri dapat ditemukan dengan segala upaya dalam dirinya melalui

pekerjaan, cara ia berelasi dengan orang lain, dan menempatkan pribadinya sebagai

orang yang berguna untuk dirinya, orang lain dan alam semesta.

d. Relasi dengan Tuhan

Orang yang beragama menyadari bahwa manusia itu adalah ciptaan Tuhan

dan setiap manusia yang diciptakan Tuhan adalah bernilai. Sebagai ciptaan Tuhan,

manusia diharapkan berkembang, mengarah semakin dekat dengan Tuhan, dan

(51)

menjadikan pribadi manusia itu sendiri semakin disempurnakan. Manusia

membangun relasi yang penuh dengan semangat iman, kasih, dan harapan

kepada-Nya. Dalam relasi yang akrab antara manusia dengan Tuhan, manusia akan

menemukan arti dan makna hidup yang sedalam-dalamnya (Suparno, 2015: 50).

Manusia mengalami dirinya terbatas, karena dalam hidup manusia terdapat

banyak pengalaman yang menunjukkan kecenderungan manusia untuk mengatasi

dirinya untuk menggapai yang adikodrati. Menyadari bahwa hidup terkait dengan

Sang Pemberi Hidup yang kita sapa dengan nama Allah. Ia adalah asal dan sekaligus

arah gerak hidup manusia. Manusia mewujudkan hubungan dengan Tuhan melalui

agama agar dapat lebih menghayati keberadaan-Nya, memahami-Nya dan berbakti

kepada-Nya dalam perilaku, tindakan dan ibadat.

Hubungan antara keempat relasi, terkait satu sama lain dan saling

menunjang. Manusia dapat membangun dan mengembangkan diri dalam kesatuan

dengan sesama dan lingkungan hidup, serta keterbukaan terhadap Sang Pencipta.

Manusia membangun diri dan memberi makna pada hidup dengan mengembangkan

diri, masyarakat, melestarikan alam lingkungan, serta keterbukaan terhadap Allah.

3. Memaknai Hidup secara Spiritual

Spiritual adalah hal-hal yang berhubungan dengan hal-hal kejiwaan :

rohani, batin, moral dan mental. Spiritual juga merupakan energi hidup atau roh

yang memberikan pengetahuan yang jelas dan sempurna kedalam keberadaan

manusia, hubungan manusia dengan Sang Pencipta, sesama, dan alam semesta.

(52)

Pencipta dan menghantar manusia untuk sampai pada yang Yang Maha Tinggi.

Hidup rohani atau spiritualitas merupakan cara untuk menetapkan, memupuk dan

mengembangkan hubungan dengan Tuhan. Dengan hidup rohani hubungan dengan

Tuhan itu dihayati dan diwujudkan dalam hidup sehari-hari (Hardjana, 1993: 74).

Makna hidup tidak tergantung pada kenyamanan, keberuntungan atau

keberhasilan. Juga tidak tergantung pada keberhasilan meraih cita-cita atau

mendapat kesuksesan besar dalam usaha atau pendidikan. Apabila manusia berpikir

demikian, maka kegagalan dan penderitaan akan kehilangan makna hidup. Hidup

yang semakin bermakna dan sejati dapat mengatasi rasa sakit, derita dan maut

sekalipun (Yosef Lalu, 2010 : 90). Memaknai hidup secara spiritual mendorong

manusia untuk memecahkan dan menghadapi persoalan hidup dengan menggali

makna dan nilai dari permasalahan hidup melalui terang Ilahi.

Pemaknaan hidup menempatkan individu mampu melihat makna dalam

konteks yang lebih luas dan kaya setelah menghubungkan pengalamannya dengan

terang iman (Sabda Allah). Selain itu juga, memaknai hidup secara spiritual

memampukan manusia untuk memahami dirinya, makna, dan manfaat segala

sesuatu yang ada disekitarnya sebagai pemberian dari yang Allah (Zohar & Marshal,

2000: 4-13). Seseorang tidak lagi hanya memikirkan kepentingan pribadinya, namun

ia akan lebih memikirkan kepentingan diri dalam konteks umum. Ia akan mampu

mengendalikan pikiran, perasaan, dan kehendaknya untuk menghadapi persoalan

hidup. Ia tidak lari dari permasalahan hidup namun menghadapinya dengan sikap

dewasa dan matang.

Dimensi spiritual adalah inti, pusat hidup manusia pada sistem nilai dan

(53)

roh melalui kontemplasi, meditasi, visualisasi dan lain-lain, untuk mengungkapkan

makna yang tertinggi. Banyak hal dalam kehidupan manusia di dunia ini yang tidak

mampu dipikirkan manusia dan hanya dirasakan semata. Melalui pemaknaan hidup

secara spiritual, manusia mampu menjawab persoalan-persoalan yang berkaitan

dengan keberadaan atau eksintensi manusia seperti arah tujuan hidup, untuk apa

manusia hidup, makna penderitaan dan makna pengorbanan.

Memaknai hidup secara spiritual membuat manusia mempunyai

pemahaman tentang siapa dirinya, apa makna segala sesuatu baginya, dan

bagaimana semua itu memberikan suatu tempat didalam diri kepada orang lain

dengan bantuan Roh kebatinan (Nggermanto, 2015:147). Manusia juga akan

memandang bahwa ujian penderitaan dan kesulitan bermakna membuat sesutau yang

layak menerima karunia yang lebih tinggi.

Pengalaman spiritual yaitu pengalaman yang berkaitan dengan Sang

Pencipta, menghantar manusia untuk sampai pada yang Yang Maha Tinggi. Manusia

menggunakan mata rohaninya, untuk mengungkapkan makna terutama makna

tertinggi. Segala sesuatu di alam semesta melekat makna yang hanya bisa dilihat

dengan mata rohani (Lusi, 2014: 134). Dengan spiritualitas manusia

mengkontemplasikan pengetahuan, apa yang dialami, apa yang dipelajari, diamati

dan sebagainya sehingga berasosiasi dengan nilai-nilai dan moralitas.

4. Permasalahan Hidup : Kejujuran, Relasi dan Penderitaan

Manusia yang SQnya tinggi memiliki ciri-ciri antara lain, memiliki prinsip

dan visi yang kuat, mampu melihat kesatuan dalam keberagaman, mampu memaknai

(54)

penderitaan. Manusia tidak lekang dari penderitaan, karena penderitaan dan

kesulitan mempunyai pengaruh yang menyempurnakan, mengganti dan mengubah

(Nggermanto, 2015: 123)

Permasalahan hidup yang dialami oleh manusia beraneka ragam:

permasalahan ekonomi, permasalahan politik, permasalahan budaya, permasalahan

agama, permasalahan relasi dengan orang lain, permasalahan kejujuran,

permasalahan penderitaan dan banyak permasalahan lainnya. Permasalahan yang

sering melanda kaum remaja dilingkup pendidikan dan asrama beraneka ragam

antara lain:

a. Permasalahan Kejujuran

Kejujuran adalah kunci untuk membangun kepercayaan. Manusia yang

jujur adalah manusia yang mampu menghargai diri sendiri, orang lain dan takut akan

Tuhan. Bersikap jujur sering menjadi tantangan bagi setiap orang, khususnya

dikalangan para pelajar. Para pelajar seringkali mengejar nilai yang tinggi dengan

mengabaikan kejujuran yaitu dengan menyontek saat ujian, berbohong untuk bolos

dari sekolah dan lain-lain. Tindakan orang yang tidak jujur merupakan tindakan

yang kurang mampu memaknai hidup.

Dalam ajaran Gereja Katolik dalam sepuluh perintah Allah meminta

manusia untuk bersikap jujur yaitu jangan bersaksi dusta. Tindakan tidak jujur

adalah sikap menentang Tuhan, merugikan diri sendiri dan sesama. Kejujuran

merupakan karakter dari manusia yang perlu untuk diperjuangkan dan dipertahankan

(55)

b. Permasalahan Relasi dengan Sesama

Manusia adalah mahluk sosial dan tergantung satu sama lain. Manusia

perlu membangun relasi yang baik dengan siapapun tanpa membeda-bedakan suku,

budaya, bahasa dan latar belakang keluarga. Kesadaran akan pentingnya relasi yang

baik dengan sesama sering diabaikan oleh manusia karena banyak hal. Karena

masalah sepele manusia bisa bersikap tidak saling mengenal, mendendam dan

bahkan membunuh. Para pelajar, khususnya mereka yang tinggal di asrama perlu

ditanamkan sikap yang mampu mengatasi permasalahan relasi dengan sesama.

Para remaja perlu dibina untuk mampu menjalin relasi yang baik dengan

temannya atau siapapun yang ditemui dalam hidup sehari-hari, meskipun berbeda

Gambar

Tabel 3.1. Desain Pretest-Posttest
Tabel 3.2. Data Populasi Siswi Kelas X dan XI
Tabel 3.3 Defenisi operasional : Kemampuan Memaknai Hidup secara
Tabel 3.4. kisi-kisi (Pretest-Posttest) Instrumen Kemampuan Memaknai
+7

Referensi

Dokumen terkait

Judul skripsi UPAYA MENCEGAH ABORSI MELALUI PELAJARAN AGAMA DENGAN AUDIO VISUAL BAGI PARA SISWI DI SMA STELLA DUCE 2 YOGYAKARTA dipilih dengan melihat kenyataan

Hasil penelitian adalah: (1) Sikap siswa kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2011/2012 terhadap layanan bimbingan klasikal yang termasuk dalam kategori “baik”

Masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah pertama, bagaimanakah respon terhadap stres siswa-siswi kelas II SLTP Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2005/2006.. Kedua,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan belajar yang banyak dialami para siswi kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2010/2011 adalah sebagai berikut: (1)

Hasil penelitian adalah: (1) Sikap siswa kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2011/2012 terhadap layanan bimbingan klasikal yang termasuk dalam kategori “baik”

Judul skripsi UPAYA MENCEGAH ABORSI MELALUI PELAJARAN AGAMA DENGAN AUDIO VISUAL BAGI PARA SISWI DI SMA STELLA DUCE 2 YOGYAKARTA dipilih dengan melihat kenyataan

ABSTRAK PERSEPSI SISWA TERHADAP KOMPETENSI GURU BK DALAM MEMBERIKAN LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL Studi Deskriptif Pada Siswa Kelas XI dan XII IPA dan IPS SMA Stella Duce Bantul