Kemampuan Koneksi Matematis Peserta Didik Melalui Pendekatan
Advokasi Dengan Penyajian Masalah Open-Ended
di SMP N 5 Terbanggi Besar
Skripsi
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan(S.Pd)
Dalam Ilmu Pendidikan Matematika
Oleh:
ANNISA RESTIANI RINZANI NPM: 131105008
Jurusan :Pendidikan Matematika
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAMNEGERI (UIN)
KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS PESERTA DIDIK
MELALUI PENDEKATAN ADVOKASIDENGAN
PENYAJIAN MASALAH OPEN-ENDED
DI SMP N 5 TERBANGGI BESAR
Skripsi
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Matematika (S.Pd)
Dalam Ilmu Matematika
Oleh
ANNISA RESTIANI RINZANI NPM. 1311050008
Jurusan : Pendidikan Matematika
Pembimbing I : Dr. R.Masykur, M.Pd. Pembimbing II : Dona Dinda Pratiwi, M.Pd.
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
ABSTRAK
KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS PESERTA DIDIK MELALUI PENDEKATAN ADVOKASI DENGAN PENYAJIAN MASALAH
OPEN-ENDED DI SMP N 5 TERBANGGI BESAR Oleh :
Annisa Restiani Rinzani
Sasaran dalam pembelajaran matematika diantaranya adalah mengembangkan kemampuan berpikir matematis. Untuk berpikir secara matematis siswa harus memiliki kemampuan koneksi matematis. Rendahnya kemampuan koneksi matematis peserta didik kelas VIII SMP N 5 Terbanggi Besar disebabkan karena siswa gagal memahami konsep-konsep yang telah diajarkan kepada peserta didik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan koneksi matematis melalui pendekatan advokasi dengan penyajian masalah open-ended.
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Subjek penelitian ini adalah 6 orang peserta didik kelas VIII yang terdiri dari 2 peserta didik dengan kemampuan awal tinggi, 2 peserta didik dengan kemampuan awal sedang dan 2 peserta didik dengan kemampuan awal rendah. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini diantaranya: 1) Metode tes untuk mengetahui kemampuan koneksi matematis peserta didik dengan kemampuan awal tinggi, sedang dan rendah. 2) Wawancara untuk mengklarifikasi hasil tes. Validitas data menggunakan triangulasi waktu.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peserta didik dengan kemampuan awal tinggi dapat menyelesaikan soal dengan memenuhi lima indikator kemampuan koneksi matematis. Peserta didik dengan kemampuan awal sedang dapat menyelesaikan soal dengan memenuhi tiga indikator kemampuan koneksi matematis. Sedangkan peserta didik dengan kemampuan awal rendah hanya dapat menyelesaikan soal dengan memenuhi satu indikator kemampuan koneksi matematis.
MOTTO
ُﻩوُﺬُ َﻓ ُلﻮ ُﺳ ﺮﻟا ُ ُﲂﯩَﺗاَء ﺎَﻣَو
ْاﻮُ َﳤْ ﺎَﻓ ُﻪْﻨَﻋ ْ ُﲂﯩَ َﳖ ﺎَﻣَو
ج
ِب ﺎَﻘِﻌْﻟ ا ُﺪْﯾ ِﺪ َﺷ ا نِا ا ْاﻮُﻘﺗاَو
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah... Alhamdulillah... Alhamdulillahirobbil’alamin
Sujud syukur kupersembahkan kepada Allah SWT yang Maha Pengasih nan Maha Penyayang nan Maha Bijaksana nan Maha Kuasa atas segala sesuatu, pada akhirnya tugas akhir (skripsi) ini dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat beriring salam semoga selalu tercurah kepada manusia pembawa risalah. Manusia yang memiliki cinta yang teramat luas kepada umatnya. Aku senantiasa berdoa, semoga suatu aku bisa bertemu dengannya di telaga Al-Kautsar, amin. Karya sederhana ini aku persembahkan kepada :
RIWAYAT HIDUP
Annisa Restiani Rinzani, lahir di Desa Bumi Dipasena Agung, Kecamatan Rawajitu, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung, pada tanggal 19 Agustus 1995. Anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Sukarman dan Ibu Sutini.
KATA PENGANTAR
ِﻢْﯿِﺣﱠﺮﻟا ِﻦَﻤ ْﺣﱠﺮﻟا ِﷲ ِﻢــــــــــــــــــْﺴِﺑ
Rasa syukur senantiasa kucurahkan kepada Sang Pencipta, Sang Pemilik Cinta, Allah SWT. Jikalau tanpa kuasa-Nya penulis tidak akan mampu menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah
Muhammad SAW manusia yang mengajarkan kepada umat manusia betapa indahnya iman dan Islam. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Intan Lampung.
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan serta dukungan berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. H. Chairul Anwar, M.Pd selaku dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Raden Intan Lampung beserta jajarannya.
2. Bapak Dr. Nanang Supriyadi, M.Sc selaku ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Raden Intan Lampung.
4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (khusunya Jurusan Pendidikan Matematika) yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama menuntut ilmu di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Intan Lampung, jasa kalian akan selalu terpatri di hati.
5. Bapak Supriyono, S.Pd, selaku Kepala SMP N 5 Terbanggi Besar yang banyak membantu dan membimbing penulis selama mengadakan penulisan.
6. Ibu Sri Hartini, S.Pd.., Bapak dan Ibu Guru beserta Staf TU SMP N 5 Terbanggi Besar yang banyak membantu dan membimbing penulisan selama mengadakan penulisan.
7. Sahabat dan teman tersayang kontrakan 7a (Isnaini, Hamidah, Heni, Vina), persahabatan dan kebersamaan kita tak akan kulupakan, teman saya (Nita dan Ria) yang telah membantu di dalam penyusunan skripsi dan juga ucapan terimakasih atas perhatiannya selama ini terhadap penulis. Tanpa semangat, dukungan dan bantuan kalian semua tak kan mungkin saya sampai di sini, terimakasih untuk canda tawa, tangis, dan perjuangan yang kita lewati bersama dan terima kasih untuk kenangan manis yang telah mengukir selama ini.
8. Teman-teman Fakultas Tarbiyah dan Keguruan khususnya jurusan pendidikan matematika kelas A Pendidikan Matematika angkatan 2013 dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi diri penulis pribadi dan bagi pembaca sekalian.
Bandar Lampung, September 2017 Penulis
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian ... 35
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 36
C. Subjek Penelitian ... 36
D. Sumber Data ... 37
E. Instrumen Penelitian ... 38
F. Teknik Pengumpulan Data ... 39
G. Teknis Analisis Data ... 45
H. Validasi Data ... 48
I. Reliabilitas ... 50
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Subjek Penelitian ... 58
B. Validitas Soal ... 58
C. Hasil Analisis Data ... 61
D. Validitas Data ... 144
E. Pembahasan ... 147
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar Nilai Kelas Penelitian ... 158
Lampiran 2 Hasil Validasi Isi Kemampuan Koneksi Matematis ... 160
Lampiran 3 Soal Uji Coba Tes ... 171
Lampiran 4 Jawaban Soal Uji Coba Tes ... 175
Lampiran 5 Uji Validitas ... 180
Lampiran 6 Uji Reliabilitas... 184
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Koneksi Matematis ... 17
Tabel 3.1 Pedoman Penskoran Kemampuan Koneksi Matematis ... 47
Tabel 4.1 Nama Subjek Penelitian ... 58
Tabel 4.2 Hasil Uji Coba Tes Koneksi Matematis ... 60
Tabel 4.3 Inisial Subjek Penelitian ... 62
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan sebagai salah satu sektor yang paling penting dalam pembangunan nasional, dijadikan andalan utama untuk berfungsi semaksimal mungkin dalam upaya meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, dimana iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa menjadi sumber motivasi kehidupan segala bidang.1 Manusia yang berpendidikan akan mempunyai derajat yang lebih tinggi dari pada yang tidak berpendidikan. Allah SWT mengistimewakan bagi orang-orang yang beriman dan berilmu sebagaimana berfirman-Nya dalam surat Al-mujaadilah ayat 11, sebagai berikut: 2
ﱠﻟ ا ﺎَﮭﱡﯾ َﺎَﯾ
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang- lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Al-Mujaadilah [58] : 11)
Selain itu, menurut Oemar Hamalik, pendidikan adalah “suatu proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik agar mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya, dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkannya untuk berfungsi secara dekat dalam kehidupan masyarakat”.3
Dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan peserta didik juga perlu menyesuaikan diri dalam berkarakter dan berbudi pekerti sesuai dengan pendapat Ki Hadjar Dewantara dalam Kongres Taman Peserta didik yang pertama tahun 1930 menyatakan Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek), dan tubuh anak; dalam Taman Peserta didik tidak boleh dipisah-pisahkan bagian-bagian itu agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup, kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan dunianya.4
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa, pendidikan merupakan peranan penting dalam kehidupan manusia untuk meningkatkan sumber daya manusia mencapai keseimbangan globalisasi. Pendidikan yang ditempuh seseorang harus dicapai dan disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan tersebut mencakup peningkatan ilmu terapan dan ilmu
pengetahuan dasar. Salah satu upaya peningkatkan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dasar ialah dengan meningkatkan kemampuan dasar dalam bidang matematika.
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai jenis bidang ilmu dan berkembangnya daya pikir manusia. Perkembangan pesat dibidang teknologi informasi dan komunikasi pada masa ini, juga tidak terlepas dari peran perkembangan matematika. Sehingga, untuk dapat menguasai dan menciptakan teknologi serta bertahan di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Keberhasilan pembelajaran matematika dapat diukur dari keberhasilan peserta didik yang mengikuti kegiatan pembelajaran tersebut. Keberhasilan itu dapat dilihat dari tingkat pemahaman, penguasaan materi, penghubungan materi serta prestasi belajar peserta didik. Semakin tinggi pemahaman, penguasaan materi, penghubungan materi serta prestasi belajar maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan pembelajaran.
Namun pada kenyataannya menurut Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2011, Indonesia berada pada peringkat ke-38 dari 42 negara dalam kontes matematika pada tingkat internasional.5 Hal ini menunjukkan bahwa hasil pembelajaran matematika di Indonesia belum mencapai hasil yang memuaskan. Rendahnya hasil pembelajaran matematika di Indonesia disebabkan oleh
beberapa faktor. Widdiharto dan Tahmir menyatakan bahwa pembelajaran di Sekolah Menengah Pertama (SMP) cenderung text book oriented dan masih didominasi dengan pembelajaran yang terpusat pada guru serta kurang terkait dengan kehidupan sehari-hari peserta didik.6 Hal ini sesuai dengan hasil observasi pembelajaran matematika di SMP N 5 Terbanggi Besar. Berikut ini adalah Tabel 1 mengenai hasil belajar matematika kelas VIII SMP N 5 Terbanggi Besar sebagai berikut:
Sumber: Daftar Nilai Ujian Semester Ganjil Matematika Kelas VIII Tahun ajaran 2016-2017.
Berdasarkan Tabel 1 di atas diketahui bahwa nilai KKM adalah 76. Dari kelas VIII A, B, dan C dapat diketahui bahwa 46 peserta didik mendapat nilai di bawah KKM dari 99 peserta didik. Kemudian 53 peserta didik mendapat nilai di atas KKM dari 99 peserta didik. Rendahnya hasil belajar diatas banyak faktor yang
mempengaruhi salah satunya sesuai dari hasil wawancara yaitu kurangnya peserta
didik dalam mengaplikasikan konsep matematika dengan kehidupan sehari-hari.
Hal ini sesuai dengan pendapat Yuniawati bahwa kemampuan peserta didik
untuk melakukan koneksi matematis masih rendah. Akibatnya hasil belajar
matematika peserta didik juga rendah. Jika peserta didik tidak memiliki kemampuan
koneksi matematis, maka peserta didik banyak mengingat dan mengulang materi
pelajaran, sehingga pembelajaran tidak berjalan dengan optimal damnberpengaruuh
juga dengan hasil belajar matematika.7
Sesuai dari hasil wawancara terlihat kehadiran guru menjadi poin penting dalam
kegiatan pembelajaran khususnya pada mata pelajaran matematika. Kebanyakan
peserta didik hanya menunggu mendapat informasi dan penjelasan materi dari guru.
Menurut Sri Hastuti S.Pd. selaku guru mata pelajaran matematika, mengatakan bahwa
kegiatan pembelajaran matematika di kelas sudah berjalan cukup baik, tetapi masih
banyak peserta didik yang memiliki nilai rendah. Penyebab nilai matematika peserta
didik rendah karena kurangnya kemampuan peserta didik dalam menghubungkan
materi yang dipelajari dengan materi sebelumnya. Serta kurangnya peserta didik
berlatih soal-soal untuk mengasah kemampuan berfikir. Sehingga hanya sedikit
peserta didik yang dapat menyelesaikan soal terkait kehidupan sehari-hari yang telah
diajarkan oleh guru dan banyak peserta didik yang belum dapat menyelesaikan soal
yang diberikan guru karena peserta didik bingung dalam memahami materi yang
ditanyakan dalam soal terkait kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dapat disimpulkan bahwa ditemukan
beberapa kelemahan diantaranya adalah kurangnya kemampuan koneksi matematis
peserta didik dalam menghubungkan materi yang sedang dipelajari dengan materi
sebelumnya dan prestasi belajar matematika yang dicapai peserta didik masih
rendah. Padahal kemampuan koneksi matematis itu sangat penting hal ini sesuai
dengan pendapat National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) dalam
Rendya koneksi matematika merupakan bagian penting yang harus mendapatkan
penekanan di setiap jenjang pendidikan.8
Kemampuan koneksi matematis penting untuk dikuasai peserta didik, namun
masalah yang terjadi adalah kemampuan koneksi matematis peserta didik masih
rendah. Hasil survei Programme For International Student Assesment atau PISA
pada tahun 2009 (Organisation for Economic Cooperation and Development atau
OECD pada tahun 2010) menunjukkan bahwa presentase peserta didik sekolah
menengah di Indonesia yang mampu menyelesaikan soal-soal yang membutuhkan
proses koneksi matematis hanya 5,4%. Ini menunjukkan sekitar 95% peserta didik
belum mampu mengaitkan beberapa representasi yang berbeda dari suatu konsep
matematika baik dalam matematika itu sendiri maupun dengan kehidupan
sehari-hari.9
Akibatnya kemampuan koneksi matematis peserta didik belum maksimal. Untuk
mencapai kemampuan koneksi matematika peserta didik, dapat dilakukan melalui
pendekatan advokasi dengan penyajian masalah Open-Ended. Karena pendekatan
advokasi merupakan suatu alternatif pendekatan yang berupaya membuat peserta
didik dapat secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran matematika di kelas.
Keaktifan peserta didik dapat terwujud dalam mengajukan cara-cara penyelesaian
dari suatu masalah matematika yang diberikan oleh guru melalui proses perdebatan.
Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh psikologi belajar Gestalt
yaitu Hamalik. Pendekatan advokasi adalah pembelajaran yang demokratis didalam
kelas. Peserta didik diberi kesempatan untuk mempertanyakan, memikirkan dan
bertindak atas dasar kebebasan yang bertanggung jawab. Kesempatan untuk
mempertanyakan suatu hal atau suatu masalah berarti mengundang peserta didik
lainnya untuk memberikan pendapat, komentar atau kritik tertentu, sehingga sangat
memungkinkan ditemukan jawaban–jawaban yang relatif baru bagi peserta didik.
Kesempatan berpikir untuk memecahkan suatu masalah pada gilirannya
memungkinkan akan mendorong peserta didik untuk terlatih membuat koneksi di
dalam matematika maupun di luar matematika10.
Untuk itu, apabila masalah matematika yang diberikan guru sifatnya tertuju pada
satu cara penyelesaian atau satu jawaban, tentunya proses perdebatan
memungkinkan tidak akan aktif. Dalam hal ini, masalah yang diberikan guru
merupakan masalah open-ended.
Menurut pendapat Suryadi dalam Edi, masalah open-ended merupakan suatu
masalah yang diformulasikan sedemikian sehingga memiliki kemungkinan beragam
jawaban benar baik ditinjau dari cara maupun hasil.11 Dengan penyajian masalah open-ended memungkinkan proses perdebatan di antara peserta didik dalam upaya
mempertahankan jawabannya masing-masing yang berbeda akan menjadi lebih aktif.
Mempertahankan jawaban kemungkinan akan mendorong peserta didik untuk terlatih
membuat koneksi antar topik di dalam matematika.
Kurangnya koneksi matematis peserta didik dalam menghubungkan materi
matematika untuk menyelesaikan masalah matematika maka penulis mengadakan
penelitian dan mengetahui bagaimana “Kemampuan Koneksi Matematis Peserta
Didik Melalui Pendekatan Advokasi dengan Penyajian Masalah Open-Ended di SMP
N 5 Terbanggi Besar”.
10 Edy Tandililing, “Pengembangan Kemampuan Koneksi Matematis Peserta didik Melalui Pendekatan Advokasi dengan Penyajian Masalah Open-Ended Pada Pembelajaran Matematika”. Jurnal Pendidikan Matematika FMIPA FKIP UNTAN, Isbn 978-979-16353-9-4, Pontianak, 2013
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka beberapa
masalah yang timbul dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Pembelajaran matematika di SMP N 5 Terbanggi Besar masih menerapkan
pembelajaran konvensional, yang hanya mengharapkan peserta didik duduk,
diam dan mencatat.
2. Peserta didik kurang latihan soal untuk menghubungkan materi yang sedang
dipelajari dengan materi sebelumnya dan tidak terbiasa menyelesaikan soal-soal
yang berkaitan dengan matematika, karena kurang minat baca peserta didik
untuk memanfaatkan buku perpustakaan.
3. Sebagian peserta didik nilai matematika rendah karena kurangnya peserta didik
mengenali matematika dalam kehidupan sehari-hari.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang telah
dikemukakan, agar permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini lebih terarah dan
tidak menyimpang maka peneliti membatasi cakupan permasalahan adalah sebagai
berikut:
1. Penelitian ini hanya dilakukan pada peserta didik kelas VIII di SMP
N 5 Terbanggi Besar.
2. Model pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan advokasi dengan
3. Penelitian ini hanya terpusat pada kemampuan koneksi matematis peserta didik
dilihat dari pengetahuan awal matematis peserta didik (kelompok tinggi,
kelompok sedang, dan kelompok rendah).
D. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Bagaimana kemampuan koneksi matematis peserta didik melalui pendekatan
advokasi dengan penyajian masalah Open-Ended?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam
penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: Mengetahui kemampuan koneksi
matematis peserta didik melalui pendekatan advokasi dengan penyajian masalah
open-edned.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapakan mempunyai manfaat bagi semua kalangan yang
berkecimpung dalam dunia pendidikan, antara lain adalah:
1. Manfaat Praktis
a. Bagi Guru
Sebagai bahan masukan dalam memperbaiki proses pembelajaran di sekolah,
sehingga dalam proses belajar mengajar guru dapat mempertimbangkan
kegiatan pembelajaran dengan memperhatikan kemampuan koneksi matematis
peserta didik dalam menyelesaikan masalah matematika.
Melalui penelitian ini diharapkan sekolah, khususnya sekolah dapat
memperoleh informasi terkait dalam menentukan kebijakan sekolah pada
proses pembelajaran dikelas yang berkaitan dengan kemampuan koneksi
matematis peserta didik dalam menyelesaikan masalah matematika.
2. Manfaat Teoritik
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pembanding dan sebagai
referensi penelitian berkaitan dengan kemampuan koneksi matematis peserta
didik dalam menyelesaikan masalah matematika melalui pendekatan advokasi
BAB II
LANDASAN TEORI
A.Kajian Pustaka
1. Koneksi Matematis
a. Pengertian Koneksi Matematis
Kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan menghubungkan
konsep-konsep matematika baik antar konsep dalam matematika itu sendiri
maupun mengaitkan konsep matematika dengan konsep dalam bidang
lainnya.12 Koneksi matematis memberikan gambaran tentang materi
matematika yang diberikan dalam pembelajaran. Topik-topik dalam
matematika memiliki keterkaitan dan juga memiliki manfaat dengan bidang
lain maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Koneksi matematis juga ilmu matematika yang tidak terpartisi dalam
berbagai topik yang saling terpisah, namun matematika merupakan suatu satu
kesatuan.13 Selain itu matematika juga tidak dapat terpisah dari ilmu selain
matematika dan masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Tanpa koneksi matematis peserta didik harus belajar dan mengingat terlalu
12 Yanto Permana, Utari Sumarmo, “Mengembangkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematik Peserta didik SMA Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah”, Balai Penataran Guru Tertulis dan Universitas Pendidikan Indonesia Educationist, Jurnal Matematika, Vol. 1 No 2 (Juli 2007), h.117
banyak konsep dan prosedur matematika yang salling terpisah. Apabila
peserta didik mampu mengaitkan ide-ide matematis maka pemahaman
matematika akan semakin dalam dan bertahan lama karena peserta didik
mampu mengaitkan antar ide-ide matematis, dengan konteks antar topik
matematis dan pengalaman kehidupan sehari-hari.
Menurut NCTM dalam Nonoy, melalui pembelajaran yang menekankan
keterkaitan dalam gagasan matematika, peserta didik tidak hanya belajar
matematika, tapi mereka juga belajar tentang kegunaan matematika. Ketika
peserta didik mampu mengkaitkan antar gagasan dalam matematika,
pemahaman peserta didik menjadi lebih mendalam dan lebih tahan lama.14
Menurut Coxford dalam Kanisius, kemampuan koneksi matematis adalah
kemampuan menghubungkan pengetahuan konseptual dan prosedural,
menggunakan matematika pada topik lain, menggunakan matematika
dalam aktivitas kehidupan, mengetahui koneksi antar topik dalam
matematika.15
Adanya keterkaitan antara kehidupan sehari-hari dengan materi pelajaran
yang dipelajari oleh peserta didik juga akan menambah pemahaman peserta
didik dalam belajar matematika. Kegiatan yang mendukung dalam peningkatan
14 Nonoy Intan Haety, Endang Mulyana, “Pengaruh Model Pembelajaran Matematika
Knisley Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Peserta didik SMA” (Penelitian Eksperimen Terhadap Peserta didik Kelas XI Di Salah Satu SMA Di Cimahi), Jurnal Matematika, h. 2
kemampuan koneksi matematika peserta didik adalah ketika peserta didik
mencari hubungan keterkaitan antar topik matematika, dan mencari
keterkaitan antara konteks di luar matematika dengan matematika. Konteks
diluar matematika yang diambil adalah mengenai hubungan matematika
dengan kehidupan sehari- hari. Konteks tersebut dipilih karena pembelajaran
akan lebih bermakna jika peserta didik dapat melihat masalah yang nyata dalam
pembelajaran. Akan lebih mudah mempelajari matematika jika peserta didik
melihat penerapannya di dunia nyata. Peserta didik dapat memahami banyak
manfaat matematika terutama dengan kehidupan sehari-hari ataupun dengan
bidang studi lain. Sehingga dapat memudahkan atau memperlancar peserta
didik dalam kegiatan pembelajaran.
Di sekolah menengah bahan ajar atau soal-soal yang mampu
mengembangkan kemampuan koneksi peserta didik perlu terus ditingkatkan
karena pada dasarnya semua konsep matematika itu saling berkaitan satu sama
lain. Menurut NCTM dalam Rendya, menyatakan tujuan koneksi matematis
diberikan pada peserta didik menengah diharapkan agar dapat:
1) Mengenali representasi yang ekuivalen dari suatu konsep yang sama
2) Mengenali hubungan prosedur satu representasi ke prosedur
representasi yang ekuivalen.
4) Menggunakan dan menilai koneksi antara matematika dan disiplin
ilmu lain.16
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan koneksi
matematika adalah kesanggupan peserta didik dalam menggunakan hubungan
topik atau konsep matematika, yang dibahas dengan konsep matematika
lainnya, dengan pelajaran lain atau disiplin ilmu lain dan dengan kehidupan
sehari-hari dalam menyelesaikan masalah matematika. Sehingga koneksi
matematika baik di gunakan dalam penelitian ini.
b. Indikator Koneksi Matematis
Kemampuan koneksi matematis merupakan salah satu aspek kemampuan
matematik yang penting yang harus dicapai melalui kegiatan belajar matematika.
Karena dengan peserta didik mengetahui hubungan-hubungan matematik, peserta
didik akan lebih memahami matematika dan juga memberikan daya matematik
lebih besar.17 Untuk mencapai kemampuan koneksi peserta didik dalam
matematika bukan hal yang mudah karena kemampuan untuk mengoneksikan
dalam matematika dilakukan secara individual. Setiap peserta didik mempunyai
kemampuan yang berbeda dalam menghubungkan matematika.18 Agar Peserta
16 Rendya Loggina, Sri Elniati dan Yusmet Rizal, “Kemampuan Koneksi Matematis dan Metode Pembelajaran Quantum Teaching dengan Peta Pikiran”. Jurnal Pendidikan Matematika, Part 2, Vol 1 No 1 (2012), h. 83
17 Kartika Yulianti, “Menghubungkan Ide-Ide Matematik Melalui Kegiatan Pemecahan Masalah”, Jurnal Pendidikan Matematika, FPMIPA UPI
18 Nurfitria, Bambang, “Kemampuan Koneksi Matematis Siswa Ditinjau Dari Kemampuan
didik dapat membuktikan bahwa peserta didik dapat memenuhi kemampuan
koneksi matematika harus memenuhi indikator koneksi matematis.
Indikator koneksi matematis menurut Sumarmo:
1) Mencari hubungan berbagai representasi konsep 2) Prosedur, memahami hubungan antar topik matematika.
3) Menggunakan matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan sehari-hari.
4) Memahami representasi ekuivalen konsep yang sama;
5) mencari koneksi satu prosedur ke prosedur lain dalam representasi yang
ekuivalen.
6) Menggunakan koneksi antar topik matematika dan antara topik matematika dengan topik lain.19
Menurut NCTM dalam Yulianti, menguraikan indikator koneksi
matematis antara lain:
1) Saling menghubungkan berbagai representasi dari konsep-konsep atau prosedur.
2) Menyadari hubungan antar topik dalam matematika. 3) Menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari. 4) Memandang matematika sebagai suatu kesatuan yang utuh.
5) Menggunakan ide-ide matematik untuk memahami ide matematik lain lebih jauh.
6) Menyadari representasi yang ekuivalen dari konsep yang sama.20
Menurut Coxford dalam Pratiwi mengemukakan indikator kemampuan
koneksi matematis meliputi :
1) Mengoneksikan pengetahuan konseptual dan prosedural
2) Menggunakan matematika pada topik lain (Other Curriculum Areas) 3) Menggunakan matematika dalam aktivitas kehidupan
4) Melihat matematika sebagai satu kesatuan yang terintegrasi
19 Utari Sumarmo, “Berfikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana
Dikembangkan Pada Peserta Didik. (Artikel pada FPMIPA UPI Bandung Januari 2010), h.6
20 Kartika Yulianti, “Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematik Siswa Dengan
5) Menerapkan kemampuan berfikir matematis dan membuat model untuk menyelesaikan masalah dalam pelajaran lain, seperti musik, seni, psikologi, sains, dan bisnis.
6) Mengetahui koneksi diantara topik-topik dalam matematika 7) Mengenal berbagai representasi untuk konsep yang sama.21
Indikator koneksi matematis yang digunakan peneliti adalah 1) Mencari hubungan berbagai representasi konsep 2) Prosedur, memahami hubungan antar topik matematika.
3) Menggunakan matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan sehari-hari.
4) Memahami representasi ekuivalen konsep yang sama;
5) Menggunakan koneksi antar topik matematika dan antara topik matematika dengan topik lain
Peneliti menggunakan 5 indikator yang disesuaikan dengan indikasi indikator:
Tabel 2.1 Indikasi Indikator
Indikator koneksi matematis Indikasi indikator
1. Menggunakan koneksi antar matematika
2. Menggunakan koneksi dg kehidupan sehari-hari
3. Mencari hubungan berbagai representasi konsep
Peneliti mengambil lima indikator karena agar peserta didik memperoleh
pemahaman matematika lebih mendalam, dapat menyelesaikan masalah
matematika baik didalam maupun diluar sekolah. Serta membuat peserta didik
tertarik atau berminat terhadap matematika, paling tidak peserta didik dapat
melihat kegunaannya dan meningkatkan prestasi belajar siswa dalam pelajaran
matematika.
2. Pendekatan Advokasi
a. Pengertian Pendekatan Advokasi
Pembelajaran Advokasi merupakan pembelajaran yang berpusat pada
peserta didik (student-centered advocacy learning) sering disebutkan dengan
proses debat. Pembelajaran advokasi sebagai suatu pendekatan pengajaran di
dalam kelas yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mempelajari isu-
isu sosial dan personal melalui keterlibatan langsung dan partisipasi pribadi.22
Sehingga pembelajaran advokasi menuntut para peserta didik terfokus pada
topik yang telah ditentukan dan mengajukan pendapat yang sesuai dengan
topik, membuat peserta didik aktif terlibat dalam proses pembelajaran
matematika didalam kelas. Keaktifan peserta didik itu terwujud dalam
mengajukan cara-cara penyelesaian dari suatu masalah matematika dengan
mengemukakan pendapat masing-masing yang melalui proses perdebatan.
Dengan terlibatnya peserta didik secara aktif dalam proses perdebatan maka
peserta didik diberi kesempatan untuk mempertanyakan, memikirkan dan
bertindak atas dasar kebebasan yang bertanggung jawab.23 Kesempatan peserta
didik untuk mempertanyakan suatu hal atau masalah juga memberi kesempatan
peserta didik lainnya untuk memberikan pendapat, komentar atau kritik
tertentu. Belajar dengan metode advokasi ini dapat digunakan baik
belajar di sekolah dasar maupun belajar di sekolah tingkat lanjutan.
Berdasarkan tingkatan peserta didik, model ini dapat diperluas atau
disederhanakan pelaksanaannya.24
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pendekatan
advokasi (advocacy learning) adalah salah suatu model pembelajaran yang
didalam proses pembelajarannya lebih berpusat kepada peserta didik,
menggunakan metode debat yang memberi kesempatan peserta didik dalam
berpendapat. Sehingga peserta didik berperan aktif didalam kelas untuk
mengemukakan pendapat masing-masing. Model pembelajaran ini dapat
diterapkan di berbagai sekolah dasar hingga di sekolah tingkat lanjutan.
b. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Advokasi
Menurut Brandes dan Ginnis dalam Irpan, prinsip-prinsip pembelajaran
advokasi antara lain :
23 Edy Tandililing, “Pengembangan Kemampuan Koneksi Matematis Peserta didik Melalui Pendekatan Advokasi dengan Penyajian Masalah Open-Ended Pada Pembelajaran Matematika”,
1) Peserta didik mengambil penuh tanggung jawab untuk kegiatan belajar
2) Peserta didik yang terlibat dan berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran
3) Hubungan antara satu peserta didik dengan peserta didik lain seimbang untuk mendukung perkembangannya
4) Guru sebagai fasilitator selain sebagai sumber pengetahuan
5) Menentukan apa peserta didik pengalaman yang di peroleh
6) Pada akhir proses belajar peserta didik melihat diri peserta didik berbeda sebelum menghadiri pembelajaran.25
Adapun menurut Oemar Hamalik prinip-prinsip pembelajaran advokasi
antara lain:
1) Ketika peserta didik terlibat langsung dalam penelitian dan penyajian debat, ke Aku-annya lebih banyak ikut serta dalam proses dibandingkan dengan situasi ceramah tradisional.
2) Proses debat meningkatkan minat dan motivasi belajar peserta didik karena hakikat debat itu sendiri.
3) Para peserta didik terfokus pada suatu isu yang berkenaan dengan diri mereka kadang-kadang yang berkenaan dengan masyarakat luas dan isu-isu sosial personal.
4) Pada umumnya peserta didik akan lebih banyak belajar mengenai topik-topik mereka dan topik-topik-topik-topik lainnya bila mereka dilibatkan langsung dalam pengalaman debat.
5) Proses debat memperkuat penyimpangan (retention) terhadap komponen-komponen dasar suatu isu dan prinsip-prinsip argumentasi efektif.
6) Belajar advokasi dapat digunakan baik belajar di sekolah dasar maupun belajar di sekolah lanjutan. Berdasarkan tingkatan peserta didik, model ini dapat diperluas atau disederhanakan pelaksanaannya.
7) Pendekatan intruksional belajar advokasi mengembangkan keterampilan-keterampilan dalam logika, pemecahan masalah, berfikir kritis, serta komunikasi lisan maupun tulisan. Selain dari itu, model belajar ini akan mengembangkan aspek afektif, seperti konsep diri, rasa kemandirian, turut memperkaya sumber-sumber komunikasi antar pribadi secara efektif, meningkatkan rasa percaya diri untuk
mengemukakan pendapat, serta melakukan analisis secara kritis terhadap bahan dan gagasan yang muncul dalam debat.26
Dalam prinsip-prinsip pembelajaran advokasi diatas peneliti menggunakan prinsip pembelajaran advokasi dengan pendapat Oemar Hamalik karena dengan prinsip-prinsip pembelajaran tersebut dapat membuat pembelajaran dalam kelas lebih aktif dan membuat peserta didik lebih leluasa dalam mengemukakan pendapat untuk menyelesaikan masalah matematika.
c. Langkah-langkah Pembelajaran Advokasi
Langkah-langkah dasar dalam pelaksanaan pembelajaran advokasi sebagai
berikut:
1) Memilih suatu topik debat berdasarkan pertimbangan aspek
kebermaknaannya, tingkatan peserta didik, relevansinya dengan
kurikulum, dan minat para peserta didik.
2) Memilih dua regu debat, masing-masing dua peserta didik tiap regu
untuk tiap topik dan menjelaskan fungsi tiap regu kepada kelas.
3) Menyediakan petunjuk dan asistensi kepada peserta didik untuk
membentuk menyiapkan debat.
4) Dalam pelaksanaan debat, para audience melakukan fungsi observasi
khusus selama berlangsungnya debat. Bila ada waktu audience juga
bisa dimintai memberikan tanggapan. 27
Dalam proses debat terdapat dua regu, yakni regu yang mendukung suatu
kebijakan (affirmative) dan regu lawannya ialah regu oposisi (negatif).
Masing-masing regu menyampaikan pandangan/pendapatnya disertai dengan argumentasi,
bukti, dan berbagai landasan, serta menunjukkan bahwa pandangan pihak
lawannya memiliki kelemahan, sedangkan pendapat regunya sendiri adalah yang
terbaik. Tiap regu berupaya menyakinkan kepada pengamat, bahwa
pandangan/pendapat regunya paling baik dan harus diterima. Jadi, tiap regu
bertanggung jawab secara menyeluruh atas posisi regunya, disamping adanya
tanggung jawab dari setiap anggota regu. Disamping itu masing-masing regu
mempunyai peranan yang berbeda-beda saat debat berlangsung dalam proses
belajar mengajar. Adapun peranan tersebut digambarkan sebagai berikut.
a. Peranan Regu Pendukung
Regu pendukung (affirmative) adalah menyatakan “ya“ terhadap
proposisi. Pendukung menghendaki perubahan dari status quo dan
merekomendasikan suatu kebijakan untuk diapdosikan. Tanggung jawab dari
regu pendukung ialah mengklarifikasi makna proposisi dengan cara
mendefinisikan istilah-istilah yang samar-samar atau belum jelas, sedangkan
istilah yang sudah dipahami tidak perlu didefinisikan.
Tanggung jawab berikutnya adalah menyajikan prima fasie case bagi
posisi mereka. Pada awal pembicaraan atau penampilan pihak pendukung
menyajikan berbagai alasan dan memberikan bukti-bukti sehingga
merangsang kegiatan debat selanjutnya, jika tidak maka berarti kelompok
dianggap menang dan debat berakhir.
Pada waktu menyampaikan prima fasie case, pendukung perlu
mengisolasikan isu-isu, merumuskannya menjadi masalah yang
dipertentangkan, dan kemudian mensubtansikan masalah tersebut dengan
bukti dan logika. Suatu isu dalam debat merupakan suatu pertanyaan pokok
tentang fakta atau teori yang akan membantu menetapkan keputusan akhir.
Isu-isu tersebut adalah esensial untuk proposisi tergantung pada keputusan
yang dibuat. Namun, suatu isu bukan sematasemata suatu pertanyaan
melainkan suatu yang mengandung ketidaksetujuan dan bersifat krusial.
b. Peranan Regu Penentang (oposisi)
Regu penentang (negative team) menentang proposisi atas dasar sistem
yang ada sekarang adalah adekuat dan efektif. Secara esensial mereka
berkata “tidak“ terhadap resolusi yang diajukan oleh kelompok lawannya.
Tidak ada kebutuhan untuk mengadopsi usul yang diusulkan oleh regu
pendukung. Mereka mempertahankan sistem sekarang (status quo), menolak
kebutuhan yang diutarakan oleh regu pendukung, menolak rencana yang
diusulkan karena tidak dapat dilaksanakan dan tidak diinginkan.28
3. Masalah Open-ended
a. Pengertian Open-Ended Approach
Open-Ended Approach merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang
dikembangkan oleh Becker dan Shimada dalam tulisannya yang berjudul The
Open-Ended Approach: A New for Teaching Matematics. Open-Ended adalah
suatu pendekatan pembelajaran dengan menyajikan permasalahan yang
memiliki lebih dari satu jawaban dan atau metode penyelesaian (masalah
terbuka). Pembelajaran ini memberikan keleluasaan kepada peserta didik untuk
memperoleh pengetahuan, pengalaman, menemukan, mengenali dan
menyelesaikan masalah dengan beberapa cara berbeda.
Pendekatan Open-Ended di landasi oleh teori belajar konstruktivisme yang
lebih mengutamakan proses dari pada hasil. Dalam proses pembelajaran peserta
didik dihadapkan pada suatu masalah dimana peserta didik dituntut untuk dapat
mengembangkan metode, cara atau pendekatan yang berbeda-beda dalam upaya
memperoleh jawaban yang benar. Peserta didik tidak hanya di minta untuk
menentukan satu jawaban yang benar, tetapi juga harus dapat menjelaskan
bagaimana cara yang telah ditempuhnya sehingga memperoleh jawaban yang
benar tersebut.29
Selain itu, menurut Suryadi dalam Edi, Masalah open-ended merupakan
suatu masalah yang memiliki kemungkinan beragam jawaban benar baik
ditinjau dari cara maupun hasil. Pendekatan open ended yang menekankan pada
pemberian soal-soal yang memiliki multi jawaban yang benar atau cara
penyelesaian lebih dari satu cara. Sehingga dengan adanya soal tipe terbuka
memberikan kesempatan bagi guru untuk membantu peserta didik dalam
memahami dan memperkaya gagasan atau ide matematika sejauh dan sedalam
mungkin. 30
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
Open-Ended adalah suatu masalah terbuka yang lebih mengutamakan proses daripada hasil. Dalam prosesnya dapat memberikan hasil yang berbeda-beda
sehingga banyak cara yang akan dilakukan peserta didik. Namun dalam banyak
prosesnya tersebut peserta didik dapat menentukan satu jawaban yang benar
sehingga suatu permasalahan yang sedang dibahas akan terselesaikan dengan
menemukan satu jawaban. Membuat siswa lebih aktif dalam mengembangkan
metode atau cara yang akan di lakukan peserta didik. Soal yang diberikan juga
bersifat terbuka terkait dengan kehidupan sehari-hari.
Dalam soal open ended, dasar keterbukaannya (openness) dapat diklasifikasikan kedalam tiga tipe menurut Becker dan Epstein yaitu :
1)Proses yang terbuka yaitu ketika soal menekankan pada cara dan strategi
yang berbeda dalam menemukan solusi yang tepat.
2)Hasil akhir yang terbuka yaitu ketika soal memiliki jawaban akhir yang
berbeda-beda.
3)Cara untuk mengembangkan yang terbuka, yaitu ketika soal menekankan
pada bagaimana peserta didik dapat mengembangkan soal baru
berdasarkan soal awal (intitial problem) yang diberikan.31
Dari tiga tipe diatas memudahkan dalam membuat soal masalah terbuka
karena untuk membuat soal terbuka agar peserta didik mengerti dengan
permasalahan yang di maksud serta memiliki jawaban akhir yang berbeda-beda
namun tetap menentukan jawaban yang benar. Selain tiga dasar keterbukaan
dalam soal terdapat juga tiga prinsip dalam pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan Open-Ended yaitu menurut Nohda dalam Edi yaitu :
1)Pendekatan open ended berhubungan dengan kebebasan (otonomi) peserta didik dalam beraktivitas. Artinya bahwa seorang guru harus
menghargai apa yang dilakukan oleh peserta didik;
2)Pendekatan open ended berhubungan dengan keutuhan dari sifat pengetahuan matematik yang sistematis dan teoritis;
3)Pendekatan open ended berkaitan dengan kebijaksanaan guru dalam mengambil keputusan dalam kelas.32
Prinsip dalam Open-Ended ini adalah lebih menekankan dalam proses pembelajaran didalam kelas yang memberikan peserta didik bebas beraktivitas
yaitu dengan berbagai pendapat peserta didik yang dapat dihargai. Proses dalam
31 Ariyadi Wijaya, “Pendidikan Matematika Realistik”, (Graha Ilmu, Yogyakarta Cet 1,
2012), h.63.
kelas jugaberjalan dengan baik sesuai dengan peraturan yang dibuat selama
berjalannya pembelajaran.
b. Tiga masalah dalam Open-Ended Approach
Terdapat tiga tipe masalah dalam pendekatan open ended yaitu:
1)Menemukan hubungan (finding relations), peserta didik diberi pertanyaan untuk menemukan aturan atau relasi matematik;
2)Mengklasifikasi (classify), peserta didik diberikan pertanyaan untuk mengklasifikasi berdasarkan perbedaan karakteristik, kemudian dengan
perbedaan karakteristik tersebut peserta didik membuat formula beberapa
konsep matematik;
3)Pengukuran (measuring), peserta didik diberikan pertanyaan untuk menentukan ukuran numerik dari suatu kejadian tertentu.33
Tiga masalah ini dapat membuat peserta didik mengerti dalam memberikan
jawabannya sehingga peserta didik tidak kesulitan dalam menyelesaikan
masalah yang akan di bahas. Dalam masalah Open-Ended dalam menemukan hubungan yaitu menemukan hubungan konsep matematika dengan konsep
matematika yang, dengan kehidupan sehai-hari dapat juga dengan pelajaran
lain. Kemudian mengklarifikasi yaitu membuat peserta didik dapat
membedakan karakteristik. Dalam membedakan klarifikasi peserta didik
mampu membedakan konsep matematika dengan konsep yang lain, ketika
peserta didik dapat membedakan konsep tersebut selanjutnya dengan
pengukuran yaitu mengukur kemampuan peserta didik dalam memberikan
pertanyaan.
c. Manfaat dalam Open-Ended
Tujuan dari pendekatan Open-Ended adalah untuk mengembangkan aktivitas kreatif dan kemampuan berfikir matematis secara simultan. Ketika suatu soal
diberikan dalam bentuk soal Open-Ended maka peserta didik memiliki kesempatan untuk melakukan eksplorasi kemungkinan solusi dengan
menggunakan pengertahuan dan keterampilan matematika yang mereka miliki.
Terkait dengan tujuan penggunaan Open-Ended dalam pembelajaran, Sawada dalam Ariyadi menyebutkan lima manfaat penggunaan Open-Ended yaitu :
1)Peserta didik menjadi lebih aktif berpartisipasi dalam pembelajaran dan
lebih sering mengekspresikan gagasan mereka.
2)Peserta didik memiliki lebih banyak kesempatan untuk menggunakan
pengetahuan dan keterampilan matematika mereka secara komprehensif.
3)Setiap peserta didik dapat bebas memberikan berbagai tanggapan yang
berbeda untuk masalah yang mereka kerjakan.
4)Penggunaan soal Open-Ended memberikan pengalaman penalaran (Reasoning) kepada peserta didik.
pengakuan (approval) dari peserta didik lain terkait solusi yang mereka miliki.34
d. Langkah- langkah pendekatan Open-Ended
Pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended dilakukan dengan 1) Menyajikan masalah; 2) Mendesain Pembelajaran; 3) Memperhatikan dan
mencatat respon peserta didik; 4) Membimbing dan mengarahkan peserta didik;
dan 5) Membuat kesimpulan
Sementara itu langkah-langkah yang diambil oleh guru dalam pembelajaran
dengan pendekatan Open-Ended adalah : Tabel 2
Tahapan Open-Ended Approach35
34 Ariyadi Wijaya, Op.Cit, h 61.
35 Karunia Eka Lestari, Mokhammad Ridwan,Op.Cit, h. 42
Fase Deskripsi
Open-Ended Problem Peserta didik dihadapkan pada masalah
terbuka yang memiliki lebih dari satu jawaban atau metode penyelesaian
Contructivism Peserta didik menemukan pola untuk
mengonstruksi permasalahan tersebut
Exploration Peserta didik menyelesaikan masalah dengan
banyak cara penyelesaian melalui kegiatan eksplorasi
e. Keunggulan dan kelemahan pendekatan Open-Ended
Keunggulan pendekatan Open-Ended antara lain sebagai berikut :
1)Peserta didik berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan lebih
sering mengekspresikan ide.
2)Peserta didik memiliki kesempatan yang lebih banyak dalam
memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan matematika secara komprehensif
3)Peserta didik dengan kemampuan matematika rendah dapat merespon
permasalahan dengan cara mereka sendiri
4)Peserta didik secara intrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau
penjelasan
5)Peserta didik memiliki pengalaman banyak untuk menemukan sesuatu
dalam menjawab permasalahan.
Kelemahan dari pendekatan Open-Ended antara lain sebagai berikut :
1)Membuat dan menyiapkan masalah matematika yang bermakna bagi
peserta didik bukanlah pekerjaan mudah
2)Mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami peserta didik
sangat sulit sehingga banyak peserta didik yang mengalami kesulitan bagaimana merespon permasalahan yang diberikan
3)Peserta didik dengan kemampuan tinggi bisa merasa ragu atau
mencemaskan jawaban mereka
4)Mungkin ada kegiatan peserta didik yang merasa kegiatan belajar mereka
tidak menyenangkan karena kesulitan yang mereka hadapi.36
4. Pendekatan Advokasi dengan Penyajian Masalah Open-Ended
Pembelajaran Advokasi merupakan pembelajaran yang berpusat pada peserta
didik (student-centered advocacy learning) sering disebutkan dengan proses debat.
Pembelajaran advokasi sebagai suatu pendekatan pengajaran di dalam kelas yang
36 Marina Putriyani, Peningkatan Keaktifan dan Prestasi Belajar Matematika Melalui
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mempelajari isu-isu sosial
dan personal melalui keterlibatan langsung dan partisipasi pribadi.37
Masalah Open-Ended adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan
menyajikan permasalahan yang memiliki lebih dari satu jawaban dan atau metode
penyelesaian (masalah terbuka). 38
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendekatan advokasi
dengan penyajian masalah open-ended adalah pembelajaran yang berpusat pada
peserta didik atau sering disebut proses debat, yang akan mendebatkan masalah
open-ended (masalah terbuka) yang memiliki lebih dari satu jawaban benar, peserta didik akan lebih aktif jika mendebatkan masalah terbuka.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan peserta didik yaitu:
Langkah advokasi :
1) Memilih suatu topik debat berdasarkan pertimbangan aspek
kebermaknaannya, tingkatan peserta didik, relevansinya dengan
kurikulum, dan minat para peserta didik.
2) Memilih dua regu debat, masing-masing dua peserta didik tiap regu
untuk tiap topik dan menjelaskan fungsi tiap regu kepada kelas.
3) Menyediakan petunjuk dan asistensi kepada peserta didik untuk
membentuk menyiapkan debat.
37 Oemar Hamalik, Op.Cit, h. 228
4) Dalam pelaksanaan debat, para audience melakukan fungsi
observasi khusus selama berlangsungnya debat. Bila ada waktu
audience juga bisa dimintai memberikan tanggapan. 39
Langkah open-ended:
1) Menyajikan masalah
2) Mendesain Pembelajaran
3) Memperhatikan dan mencatat respon peserta didik
4) Membimbing dan mengarahkan peserta didik; dan
5) Membuat kesimpulan
Dari langkah-langkah diatas dapat disimpulkan bahwa langkah advokasi
dengan penyajian masalah open-ended adalah:
1) Memilih suatu topik debat berdasarkan masalah open-ended atau masalah
terbuka, masalah yang memiliki lebih dari satu jawaban benar
2) Memilih dua regu debat, masing-masing dua peserta didik tiap regu untuk
tiap topik dan menjelaskan fungsi tiap regu kepada kelas.
3) Menyediakan petunjuk dan asistensi kepada peserta didik untuk membentuk
menyiapkan debat.
4) Dalam pelaksanaan debat, para audience melakukan fungsi observasi khusus
selama berlangsungnya debat. Bila ada waktu audience juga bisa dimintai
memberikan tanggapan.
B. Kerangka Teori
Matematika sebagai mata pelajaran yang mempunyai objek kajian abstrak,
seringkali menjadi mata pelajaran yang sulit dipahami peserta didik. Sampai saat ini
matematika dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit oleh sebagian peserta didik
baik peserta didik sekolah dasar maupun menengah. Hal ini dikarenakan dalam
pembelajaran matematika tidak hanya dibutuhkan kemampuan berhitung saja, tetapi
juga kemampuan koneksi matemais peserta didik. Matematika juga berkaitan erat
dengan pemecahan masalah atau penyelesaian masalah. Menyelesaikan masalah
dalam soal matematika tidak mudah. Secara alamiah kemampuan seseorang dalam
menyelsaikan masalah matematika berbeda-beda.
Dalam setiap tindakan, peneliti akan mengamati kemampuan koneksi
matematis peserta didik pada setiap tindakan pengajaran yang dilakukan di kelas.
Pada kondisi awal peserta didik kelas VIII SMP N 5 Terbanggi Besar mempunyai
kemampuan koneksi matematika rendah yang bisa dilihat dari sedikitnya peserta
didik yang mampu menghubungkan, baik antara konsep-konsep matematika,
keterkaitan matematika dengan disiplin ilmu lain dan keterkaitan matematika dengan
kehidupan sehari-hari. Hal ini dikarenakan guru masih kurang optimal dalam
memanfaatkan model pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran yang tepat dapat
meningkatkan kemampuan koneksi matematis peserta didik. Salah satu pembelajaran
aktif yang dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematis peserta didik dalam
Pendekatan advokasi adalah pembelajaran yang berpusat pada peserta didik
(student-centered advocacy learning) sering disebutkan dengan proses debat. Proses yang berpusat dengan peserta didikmembuat peserta didik aktif dalam proses
pembelajaran. Dengan penyajian masalah Open-Ended yaitu suatu pendekatan
pembelajaran dengan menyajikan permasalahan yang memiliki lebih dari satu
jawaban dan atau metode penyelesaian (masalah terbuka). Peserta didik menghadapi
masalah yang kemudian diarahkan pada kemampuan koneksi matematis karena
peserta didik secara bersama-sama dapat menghubungkan konsep-konsep yang
dipelajari dengan kehidupan sehari-hari, maka diharapkan koneksi matematis
tertanam dengan baik dan meningkat pada diri peserta didik yang pada akhirnya
peserta didik menguasai konsep atau prinsip yang baik pula.
Selain faktor pembelajaran, pengetahuan awal peserta didik turut dilibatkan yang
dikelompokkan menjadi peserta didik kelompok tinggi, kelompok sedang, dan
kelompok rendah. Dasar pengelompokan peserta didik adalah berdasarkan hasil
2.1 Kerangka Berfikir
C.Penelitian yang Relevan
C. Penelitian yang Relevan
Berikut diberikan beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini.
1. Penelitian yang dilaksanakan oleh Raden Heri Setiawan dan Idris Harta (2014)
tentang “Pengaruh Pendekatan Open-Ended dan Pendekatan Kontekstual
Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah dan Sikap Peserta didik Terhadap
Matematika” menunjukkan bahwa pendekatan open-ended dan kontekstual Masalah: peserta didik melalui pendekatan advokasi dengan penyajian masalah Open-Ended
dalam pembelajaran matematika efektif pada aspek kemampuan pemecahan
masalah matematis dan sikap peserta didik terhadap matematika peserta didik
kelas VIII SMPN 6 Yogyakarta, (2) terdapat perbedaan keefektifan secara
signifikan pada penerapan pendekatan open-ended dan pendekatan kontekstual
dalam pembelajaran matematika materi pokok bangun ruang sisi datar pada
aspek kemampuan pemecahan masalah matematis dan sikap peserta didik
terhadap matematika. Dari hasil uji lanjut menunjukkan bahwa: (a) pendekatan
open-ended lebih efektif dibandingkan pendekatan kontektual pada aspek
kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik, (b) pendekatan
open-ended tidak lebih efektif dibandingkan pendekatan kontektual pada aspek sikap
peserta didik terhadap matematika.
2. Penelitian yang dilaksanakan oleh Kanisius Mandur, I Wayan Sadra, I Nengah
Suparta (2013) tentang “Kontribusi Kemampuan Koneksi, Kemampuan
Representasi, dan Disposisi Matematis Terhadap Prestasi Belajar Matematika
Peserta didik Sma Swasta Di Kabupaten Manggarai” menunjukkan bahwa besar
kontribusi kemampuan koneksi matematis terhadap prestasi belajar matematika
melalui disposisi matematis adalah 19,36%. Ini berarti bahwa tinggi rendahnya
prestasi belajar matematika ditentukan oleh kemampuan koneksi matematis
melalui disposisi matematis. Oleh karena itu, untuk meningkatkan prestasi
belajar matematika peserta didik, maka terlebih dahulu perlu meningkatkan
Kemampuan koneksi, kemampuan representasi, Besar kontribusi ketiga
variabel tersebut secara simultan terhadap prestasi belajar matematika adalah
81,3%. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya prestasi
belajar matematika dijelaskan oleh kemampuan koneksi, kemampuan
representasi, dan disposisi matematis. Oleh karena itu, untuk meningkatkan
prestasi belajar matematika maka peserta didik harus dilatih untuk melakukan
kegiatan koneksi dan representasi matematis serta meningkatkan disposisinya
terhadap matematika.
3. Penelitian yang di lakukan oleh Sri Hastuti Noer (2011) tentang “Kemampuan
Berpikir Kreatif Matematis Dan Pembelajaran Matematika Berbasis\ Masalah
Open-Ended” menunjukkan bahwa peserta didik yang mengikuti pembelajaran
berbasis masalah open-ended menunjukkan hasil yang lebih baik dalam
kemampuan berpikir kreatif matematis bila dibandingkan dengan peserta didik
yang belajar secara konvensional. Hal ini karena pembelajaran telah berubah
dari paradigma pembelajaran yang berpusat pada guru kepada pembelajaran
yang menekankan pada keaktifan peserta didik untuk mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri. Sehingga peserta didik memiliki kesempatan untuk
memperoleh pengetahuan atau pengalaman menemukan, mengenali, dan
memecahkan masalah dengan beberapa teknik. Selain itu dengan penggunaan
berbagai macam persoalan terbuka, pendekatan ini dapat meningkatkan
kapasitas matematika peserta didik yang lebih fleksibel yang berkenaan dengan
4. Penelitian yang dilakukan oleh Edy Tandililing (2013) tentang “Pengembangan
Kemampuan Koneksi Matematis Peserta didik Melalui Pendekatan Advokasi
Dengan Penyajian Masalah Open-Ended Pada Pembelajaran Matematika”
menunjukkan bahwa terdapat assosiasi antara kemampuan koneksi matematis
peserta didik dengan rata-rata kemampuan matematik peserta didik. Artinya
ada hubungan antara peningkatan kemampuan koneksi matematis peserta didik
dengan rata-rata kemampuan matematik peserta didik. Walaupun kemampuan
matematik peserta didik diperoleh dari hasil pembelajaran yang dilaksanakan
oleh guru di dalam kelas ternyata juga mempunyai hubungan dengan
kemampuan koneksi matematis peserta didik yang diberikan pembelajaran
dengan pendekatan Advokasi dengan penyajian masalah Open-ended. Beberapa
temuan pada peserta didik dengan kemampuan rata-rata rendah seperti persepsi
peserta didik terikat pada tampilan gambar, peserta didik membutuhkan
bantuan media untuk menjawab hampir setiap pertanyaan yang diajukan, dan
peserta didik tidak menguasai konsep-konsep geometri dasar. Dilihat dari
jawaban maupun penyelesaiannya masalah open-ended dapat beragam bahkan
tidak terduga.
Dengan demikian, nantinya peserta didik tidak hanya dihadapkan pada satu
jawaban yang benar ataupun satu cara penyelesaian akan tetapi banyak
jawaban benar ataupun cara yang berbeda dari teman-temannya. Hal inilah
yang akan menyebabkan peserta didik dapat membuat hipotesis, perkiraan,
kesimpulan. Koneksi matematik dengan bidang studi lain menunjukan bahwa
matematika sebagai suatu disiplin ilmu, selain dapat berguna untuk
pengembangan disiplin ilmu yang lain, juga dapat berguna untuk
menyelesaikan suatu permasalahan yang berkaitan dengan bidang studi lain.
Koneksi matematik dengan kehidupan nyata menunjukkan bahwa matematika
dapat bermanfaat untuk menyelesaikan suatu permasalahan di kehidupan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.Metode Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan
data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.40 Metode penelitian adalah cara yang
digunakan peneliti dalam mengumpulkan data penelitian”.41 Metode dalam penelitian
ini menggunakan metode kualitatif yaitu metode yang digunakan untuk meneliti pada
kondisi obyek yang alamiah.42 Untuk itu penelitian ini tergolong penelitian deskriptif
kualitatif yang mendeskripsikan kemampuan koneksi matematis dengan pendekatan
advokasi dengan penyajian masalah open-ended. Menurut Bogdan dan Tylor,
mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati.43
Sesuai dengan makna harfiah penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk
membuat pencandraan (deskripsi) mengenai situasi atau kejadian.44
40 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2012), h.2
41 Surahsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta, Rineka Cipta 2013), h.16 42 Sugiyono, Op.Cit, h.9
14
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian merupakan tempat diperolehnya data yang diperlukan dari
masalah yang diteliti. Penelitian ini akan dilakukan di SMP N 5 Terbanggi Besar
khususnya pada kelas VIII G tahun ajaran 2016/2017. Alasan peneliti memilih SMP N
5 Terbanggi Besar adalah karena sekolah memiliki data dan informasi yang
dibutuhkan untuk kepentingan penelitian, dan pada sekolah tersebut belum pernah
dilakukan penelitian yang sejenis.
2. Subjek Penelitian
Subjek penelitiannya adalah peserta didik kelas VIII G SMP N 5 Terbanggi
Besar tahun ajaran 2016/2017.
3. Waktu Penelitian
Waktu penelitian akan dilakukan selama bulan mey 2017.
C.Subjek Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan mengambil sebanyak mungkin
informasi yang dibutuhkan peneliti dari berbagai sumber. Dari sumber-sumber tersebut
peneliti menentukan subjek penelitian dengan menggunakan sampel bertujuan (purposive
sampling). Subjek penelitian diambil dengan mempertimbangkan berbagai sumber yang
ada. Pengambilan subjek pada penellitian ini adalah menggunakan teknik purposive
sampling.
Purposive sampling merupakan sampel yang diambil bukan didasarkan atas jumlah
15
sebagai sumber data. Teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan
tertentu.45
Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua peserta didik kelas VIII
SMP N 5 Terbanggi Besar tahun ajaran 2016/2017. Pemilihan subjek dilakukan
berdasarkan pertimbangan berikut:
1. Hasil ulangan matematika peserta didik. Untuk memperoleh kemampuan awal peserta
didik dengan kategori tinggi, sedang, dan rendah. Kemudian diambil masing-masing
dua peserta didik untuk mewakili tiap tingkatan, sehingga diperoleh enam subjek.
2. Peserta didik sudah mempelajari materi tersebut.
3. Peserta didik dapat mengomunikasikan pemikirannya secara tertulis dan lisan dengan
baik.
4. Saran dari guru matematika yang mengajar dikelas tersebut.
D.Sumber Data
Data kualitatif merupakan sumber dari deskripsi yang luas dan berlandasan kokoh
serta memuat penjelasan tentang proses-proses yang terjadi dalam lingkup setempat.
Menurut Lofland dalam Lexy J. Moleong sumber data utama dalam penelitian kualitatif
ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan
lain-lain. Data hasil penelitian didapatkan melalui dua sumber data, yaitu:
1. Data Primer
Data primer adalah data dalam bentuk kata-kata yang diucapkan secara lisan atau
wawancara yang diperoleh dari narasumber atau informasi yang dianggap berpotensi
16
dalam memberikan informasi yang relevan dan sebenarnya di lapangan. Data primer
memiliki kelebihan yaitu peneliti dapat mengontrol tentang kualitas data tersebut, hal ini
bisa dilakukan karena peneliti memahami proses pengumpulannya. Serta, peneliti lebih
luluasa dalam menghubungkan masalah penelitiannya dengan kemungkinan ketersediaan
data di lapangan. Data kemampuan koneksi matematis peserta didik didapat dari hasil tes
tertulis dan wawancara.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari data pendukung data primer dan
dokumen serta data yang diambil dari suatu pembelajaran matematika. Dapat dikatakan
data sekunder ini bisa berasal dari dokumen-dokumen grafis seperti tabel, catatan, foto
dan lain-lain. 46
E. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian kualitatif yaitu peneliti sendiri. Menurut Nasution, alasan
kenapa instrumen adalah peneliti karena segala sesuatunya belum mempunyai bentuk
yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan,
bahkan hasil yang diharapkan, itu semua tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas
sebelumnya.47 Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen juga harus divalidasi seberapa
jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan.
Validasi terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi validasi terhadap pemahaman
metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan
peneliti untuk memasuki obyek penelitian, baik secara akademik maupun logistiknya.
46 Lexy j. Moleong, Metodologi Penelitian kualitatif Edisi revisi, (Bandung : Remaja Rosdakarya,2010 ), h.112