• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemampuan Koneksi Matematis Peserta Didik Melalui Pendekatan Advokasi Dengan Penyajian Masalah Open-Ended di SMP N 5 Terbanggi Besar - Raden Intan Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Kemampuan Koneksi Matematis Peserta Didik Melalui Pendekatan Advokasi Dengan Penyajian Masalah Open-Ended di SMP N 5 Terbanggi Besar - Raden Intan Repository"

Copied!
207
0
0

Teks penuh

(1)

Kemampuan Koneksi Matematis Peserta Didik Melalui Pendekatan

Advokasi Dengan Penyajian Masalah Open-Ended

di SMP N 5 Terbanggi Besar

Skripsi

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan(S.Pd)

Dalam Ilmu Pendidikan Matematika

Oleh:

ANNISA RESTIANI RINZANI NPM: 131105008

Jurusan :Pendidikan Matematika

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAMNEGERI (UIN)

(2)

KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS PESERTA DIDIK

MELALUI PENDEKATAN ADVOKASIDENGAN

PENYAJIAN MASALAH OPEN-ENDED

DI SMP N 5 TERBANGGI BESAR

Skripsi

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Matematika (S.Pd)

Dalam Ilmu Matematika

Oleh

ANNISA RESTIANI RINZANI NPM. 1311050008

Jurusan : Pendidikan Matematika

Pembimbing I : Dr. R.Masykur, M.Pd. Pembimbing II : Dona Dinda Pratiwi, M.Pd.

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

(3)

ABSTRAK

KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS PESERTA DIDIK MELALUI PENDEKATAN ADVOKASI DENGAN PENYAJIAN MASALAH

OPEN-ENDED DI SMP N 5 TERBANGGI BESAR Oleh :

Annisa Restiani Rinzani

Sasaran dalam pembelajaran matematika diantaranya adalah mengembangkan kemampuan berpikir matematis. Untuk berpikir secara matematis siswa harus memiliki kemampuan koneksi matematis. Rendahnya kemampuan koneksi matematis peserta didik kelas VIII SMP N 5 Terbanggi Besar disebabkan karena siswa gagal memahami konsep-konsep yang telah diajarkan kepada peserta didik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan koneksi matematis melalui pendekatan advokasi dengan penyajian masalah open-ended.

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Subjek penelitian ini adalah 6 orang peserta didik kelas VIII yang terdiri dari 2 peserta didik dengan kemampuan awal tinggi, 2 peserta didik dengan kemampuan awal sedang dan 2 peserta didik dengan kemampuan awal rendah. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini diantaranya: 1) Metode tes untuk mengetahui kemampuan koneksi matematis peserta didik dengan kemampuan awal tinggi, sedang dan rendah. 2) Wawancara untuk mengklarifikasi hasil tes. Validitas data menggunakan triangulasi waktu.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peserta didik dengan kemampuan awal tinggi dapat menyelesaikan soal dengan memenuhi lima indikator kemampuan koneksi matematis. Peserta didik dengan kemampuan awal sedang dapat menyelesaikan soal dengan memenuhi tiga indikator kemampuan koneksi matematis. Sedangkan peserta didik dengan kemampuan awal rendah hanya dapat menyelesaikan soal dengan memenuhi satu indikator kemampuan koneksi matematis.

(4)

MOTTO

ُﻩوُﺬُ َﻓ ُلﻮ ُﺳ ﺮﻟا ُ ُﲂﯩَﺗاَء ﺎَﻣَو

ْاﻮُ َﳤْ ﺎَﻓ ُﻪْﻨَﻋ ْ ُﲂﯩَ َﳖ ﺎَﻣَو

ج

ِب ﺎَﻘِﻌْﻟ ا ُﺪْﯾ ِﺪ َﺷ ا نِا ا ْاﻮُﻘﺗاَو

(5)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah... Alhamdulillah... Alhamdulillahirobbil’alamin

Sujud syukur kupersembahkan kepada Allah SWT yang Maha Pengasih nan Maha Penyayang nan Maha Bijaksana nan Maha Kuasa atas segala sesuatu, pada akhirnya tugas akhir (skripsi) ini dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat beriring salam semoga selalu tercurah kepada manusia pembawa risalah. Manusia yang memiliki cinta yang teramat luas kepada umatnya. Aku senantiasa berdoa, semoga suatu aku bisa bertemu dengannya di telaga Al-Kautsar, amin. Karya sederhana ini aku persembahkan kepada :

(6)

RIWAYAT HIDUP

Annisa Restiani Rinzani, lahir di Desa Bumi Dipasena Agung, Kecamatan Rawajitu, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung, pada tanggal 19 Agustus 1995. Anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Sukarman dan Ibu Sutini.

(7)

KATA PENGANTAR

ِﻢْﯿِﺣﱠﺮﻟا ِﻦَﻤ ْﺣﱠﺮﻟا ِﷲ ِﻢــــــــــــــــــْﺴِﺑ

Rasa syukur senantiasa kucurahkan kepada Sang Pencipta, Sang Pemilik Cinta, Allah SWT. Jikalau tanpa kuasa-Nya penulis tidak akan mampu menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah

Muhammad SAW manusia yang mengajarkan kepada umat manusia betapa indahnya iman dan Islam. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Intan Lampung.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan serta dukungan berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. H. Chairul Anwar, M.Pd selaku dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Raden Intan Lampung beserta jajarannya.

2. Bapak Dr. Nanang Supriyadi, M.Sc selaku ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Raden Intan Lampung.

(8)

4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (khusunya Jurusan Pendidikan Matematika) yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama menuntut ilmu di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Intan Lampung, jasa kalian akan selalu terpatri di hati.

5. Bapak Supriyono, S.Pd, selaku Kepala SMP N 5 Terbanggi Besar yang banyak membantu dan membimbing penulis selama mengadakan penulisan.

6. Ibu Sri Hartini, S.Pd.., Bapak dan Ibu Guru beserta Staf TU SMP N 5 Terbanggi Besar yang banyak membantu dan membimbing penulisan selama mengadakan penulisan.

7. Sahabat dan teman tersayang kontrakan 7a (Isnaini, Hamidah, Heni, Vina), persahabatan dan kebersamaan kita tak akan kulupakan, teman saya (Nita dan Ria) yang telah membantu di dalam penyusunan skripsi dan juga ucapan terimakasih atas perhatiannya selama ini terhadap penulis. Tanpa semangat, dukungan dan bantuan kalian semua tak kan mungkin saya sampai di sini, terimakasih untuk canda tawa, tangis, dan perjuangan yang kita lewati bersama dan terima kasih untuk kenangan manis yang telah mengukir selama ini.

8. Teman-teman Fakultas Tarbiyah dan Keguruan khususnya jurusan pendidikan matematika kelas A Pendidikan Matematika angkatan 2013 dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

(9)

masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi diri penulis pribadi dan bagi pembaca sekalian.

Bandar Lampung, September 2017 Penulis

(10)
(11)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian ... 35

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 36

C. Subjek Penelitian ... 36

D. Sumber Data ... 37

E. Instrumen Penelitian ... 38

F. Teknik Pengumpulan Data ... 39

G. Teknis Analisis Data ... 45

H. Validasi Data ... 48

I. Reliabilitas ... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Subjek Penelitian ... 58

B. Validitas Soal ... 58

C. Hasil Analisis Data ... 61

D. Validitas Data ... 144

E. Pembahasan ... 147

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Nilai Kelas Penelitian ... 158

Lampiran 2 Hasil Validasi Isi Kemampuan Koneksi Matematis ... 160

Lampiran 3 Soal Uji Coba Tes ... 171

Lampiran 4 Jawaban Soal Uji Coba Tes ... 175

Lampiran 5 Uji Validitas ... 180

Lampiran 6 Uji Reliabilitas... 184

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Koneksi Matematis ... 17

Tabel 3.1 Pedoman Penskoran Kemampuan Koneksi Matematis ... 47

Tabel 4.1 Nama Subjek Penelitian ... 58

Tabel 4.2 Hasil Uji Coba Tes Koneksi Matematis ... 60

Tabel 4.3 Inisial Subjek Penelitian ... 62

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan sebagai salah satu sektor yang paling penting dalam pembangunan nasional, dijadikan andalan utama untuk berfungsi semaksimal mungkin dalam upaya meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, dimana iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa menjadi sumber motivasi kehidupan segala bidang.1 Manusia yang berpendidikan akan mempunyai derajat yang lebih tinggi dari pada yang tidak berpendidikan. Allah SWT mengistimewakan bagi orang-orang yang beriman dan berilmu sebagaimana berfirman-Nya dalam surat Al-mujaadilah ayat 11, sebagai berikut: 2

ﱠﻟ ا ﺎَﮭﱡﯾ َﺎَﯾ

Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang- lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi

(15)

ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Al-Mujaadilah [58] : 11)

Selain itu, menurut Oemar Hamalik, pendidikan adalah “suatu proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik agar mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya, dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkannya untuk berfungsi secara dekat dalam kehidupan masyarakat”.3

Dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan peserta didik juga perlu menyesuaikan diri dalam berkarakter dan berbudi pekerti sesuai dengan pendapat Ki Hadjar Dewantara dalam Kongres Taman Peserta didik yang pertama tahun 1930 menyatakan Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek), dan tubuh anak; dalam Taman Peserta didik tidak boleh dipisah-pisahkan bagian-bagian itu agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup, kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan dunianya.4

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa, pendidikan merupakan peranan penting dalam kehidupan manusia untuk meningkatkan sumber daya manusia mencapai keseimbangan globalisasi. Pendidikan yang ditempuh seseorang harus dicapai dan disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan tersebut mencakup peningkatan ilmu terapan dan ilmu

(16)

pengetahuan dasar. Salah satu upaya peningkatkan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dasar ialah dengan meningkatkan kemampuan dasar dalam bidang matematika.

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai jenis bidang ilmu dan berkembangnya daya pikir manusia. Perkembangan pesat dibidang teknologi informasi dan komunikasi pada masa ini, juga tidak terlepas dari peran perkembangan matematika. Sehingga, untuk dapat menguasai dan menciptakan teknologi serta bertahan di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Keberhasilan pembelajaran matematika dapat diukur dari keberhasilan peserta didik yang mengikuti kegiatan pembelajaran tersebut. Keberhasilan itu dapat dilihat dari tingkat pemahaman, penguasaan materi, penghubungan materi serta prestasi belajar peserta didik. Semakin tinggi pemahaman, penguasaan materi, penghubungan materi serta prestasi belajar maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan pembelajaran.

Namun pada kenyataannya menurut Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2011, Indonesia berada pada peringkat ke-38 dari 42 negara dalam kontes matematika pada tingkat internasional.5 Hal ini menunjukkan bahwa hasil pembelajaran matematika di Indonesia belum mencapai hasil yang memuaskan. Rendahnya hasil pembelajaran matematika di Indonesia disebabkan oleh

(17)

beberapa faktor. Widdiharto dan Tahmir menyatakan bahwa pembelajaran di Sekolah Menengah Pertama (SMP) cenderung text book oriented dan masih didominasi dengan pembelajaran yang terpusat pada guru serta kurang terkait dengan kehidupan sehari-hari peserta didik.6 Hal ini sesuai dengan hasil observasi pembelajaran matematika di SMP N 5 Terbanggi Besar. Berikut ini adalah Tabel 1 mengenai hasil belajar matematika kelas VIII SMP N 5 Terbanggi Besar sebagai berikut:

Sumber: Daftar Nilai Ujian Semester Ganjil Matematika Kelas VIII Tahun ajaran 2016-2017.

Berdasarkan Tabel 1 di atas diketahui bahwa nilai KKM adalah 76. Dari kelas VIII A, B, dan C dapat diketahui bahwa 46 peserta didik mendapat nilai di bawah KKM dari 99 peserta didik. Kemudian 53 peserta didik mendapat nilai di atas KKM dari 99 peserta didik. Rendahnya hasil belajar diatas banyak faktor yang

(18)

mempengaruhi salah satunya sesuai dari hasil wawancara yaitu kurangnya peserta

didik dalam mengaplikasikan konsep matematika dengan kehidupan sehari-hari.

Hal ini sesuai dengan pendapat Yuniawati bahwa kemampuan peserta didik

untuk melakukan koneksi matematis masih rendah. Akibatnya hasil belajar

matematika peserta didik juga rendah. Jika peserta didik tidak memiliki kemampuan

koneksi matematis, maka peserta didik banyak mengingat dan mengulang materi

pelajaran, sehingga pembelajaran tidak berjalan dengan optimal damnberpengaruuh

juga dengan hasil belajar matematika.7

Sesuai dari hasil wawancara terlihat kehadiran guru menjadi poin penting dalam

kegiatan pembelajaran khususnya pada mata pelajaran matematika. Kebanyakan

peserta didik hanya menunggu mendapat informasi dan penjelasan materi dari guru.

Menurut Sri Hastuti S.Pd. selaku guru mata pelajaran matematika, mengatakan bahwa

kegiatan pembelajaran matematika di kelas sudah berjalan cukup baik, tetapi masih

banyak peserta didik yang memiliki nilai rendah. Penyebab nilai matematika peserta

didik rendah karena kurangnya kemampuan peserta didik dalam menghubungkan

materi yang dipelajari dengan materi sebelumnya. Serta kurangnya peserta didik

berlatih soal-soal untuk mengasah kemampuan berfikir. Sehingga hanya sedikit

peserta didik yang dapat menyelesaikan soal terkait kehidupan sehari-hari yang telah

diajarkan oleh guru dan banyak peserta didik yang belum dapat menyelesaikan soal

(19)

yang diberikan guru karena peserta didik bingung dalam memahami materi yang

ditanyakan dalam soal terkait kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dapat disimpulkan bahwa ditemukan

beberapa kelemahan diantaranya adalah kurangnya kemampuan koneksi matematis

peserta didik dalam menghubungkan materi yang sedang dipelajari dengan materi

sebelumnya dan prestasi belajar matematika yang dicapai peserta didik masih

rendah. Padahal kemampuan koneksi matematis itu sangat penting hal ini sesuai

dengan pendapat National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) dalam

Rendya koneksi matematika merupakan bagian penting yang harus mendapatkan

penekanan di setiap jenjang pendidikan.8

Kemampuan koneksi matematis penting untuk dikuasai peserta didik, namun

masalah yang terjadi adalah kemampuan koneksi matematis peserta didik masih

rendah. Hasil survei Programme For International Student Assesment atau PISA

pada tahun 2009 (Organisation for Economic Cooperation and Development atau

OECD pada tahun 2010) menunjukkan bahwa presentase peserta didik sekolah

menengah di Indonesia yang mampu menyelesaikan soal-soal yang membutuhkan

proses koneksi matematis hanya 5,4%. Ini menunjukkan sekitar 95% peserta didik

belum mampu mengaitkan beberapa representasi yang berbeda dari suatu konsep

(20)

matematika baik dalam matematika itu sendiri maupun dengan kehidupan

sehari-hari.9

Akibatnya kemampuan koneksi matematis peserta didik belum maksimal. Untuk

mencapai kemampuan koneksi matematika peserta didik, dapat dilakukan melalui

pendekatan advokasi dengan penyajian masalah Open-Ended. Karena pendekatan

advokasi merupakan suatu alternatif pendekatan yang berupaya membuat peserta

didik dapat secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran matematika di kelas.

Keaktifan peserta didik dapat terwujud dalam mengajukan cara-cara penyelesaian

dari suatu masalah matematika yang diberikan oleh guru melalui proses perdebatan.

Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh psikologi belajar Gestalt

yaitu Hamalik. Pendekatan advokasi adalah pembelajaran yang demokratis didalam

kelas. Peserta didik diberi kesempatan untuk mempertanyakan, memikirkan dan

bertindak atas dasar kebebasan yang bertanggung jawab. Kesempatan untuk

mempertanyakan suatu hal atau suatu masalah berarti mengundang peserta didik

lainnya untuk memberikan pendapat, komentar atau kritik tertentu, sehingga sangat

memungkinkan ditemukan jawaban–jawaban yang relatif baru bagi peserta didik.

Kesempatan berpikir untuk memecahkan suatu masalah pada gilirannya

(21)

memungkinkan akan mendorong peserta didik untuk terlatih membuat koneksi di

dalam matematika maupun di luar matematika10.

Untuk itu, apabila masalah matematika yang diberikan guru sifatnya tertuju pada

satu cara penyelesaian atau satu jawaban, tentunya proses perdebatan

memungkinkan tidak akan aktif. Dalam hal ini, masalah yang diberikan guru

merupakan masalah open-ended.

Menurut pendapat Suryadi dalam Edi, masalah open-ended merupakan suatu

masalah yang diformulasikan sedemikian sehingga memiliki kemungkinan beragam

jawaban benar baik ditinjau dari cara maupun hasil.11 Dengan penyajian masalah open-ended memungkinkan proses perdebatan di antara peserta didik dalam upaya

mempertahankan jawabannya masing-masing yang berbeda akan menjadi lebih aktif.

Mempertahankan jawaban kemungkinan akan mendorong peserta didik untuk terlatih

membuat koneksi antar topik di dalam matematika.

Kurangnya koneksi matematis peserta didik dalam menghubungkan materi

matematika untuk menyelesaikan masalah matematika maka penulis mengadakan

penelitian dan mengetahui bagaimana “Kemampuan Koneksi Matematis Peserta

Didik Melalui Pendekatan Advokasi dengan Penyajian Masalah Open-Ended di SMP

N 5 Terbanggi Besar”.

10 Edy Tandililing, “Pengembangan Kemampuan Koneksi Matematis Peserta didik Melalui Pendekatan Advokasi dengan Penyajian Masalah Open-Ended Pada Pembelajaran Matematika”. Jurnal Pendidikan Matematika FMIPA FKIP UNTAN, Isbn 978-979-16353-9-4, Pontianak, 2013

(22)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka beberapa

masalah yang timbul dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Pembelajaran matematika di SMP N 5 Terbanggi Besar masih menerapkan

pembelajaran konvensional, yang hanya mengharapkan peserta didik duduk,

diam dan mencatat.

2. Peserta didik kurang latihan soal untuk menghubungkan materi yang sedang

dipelajari dengan materi sebelumnya dan tidak terbiasa menyelesaikan soal-soal

yang berkaitan dengan matematika, karena kurang minat baca peserta didik

untuk memanfaatkan buku perpustakaan.

3. Sebagian peserta didik nilai matematika rendah karena kurangnya peserta didik

mengenali matematika dalam kehidupan sehari-hari.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang telah

dikemukakan, agar permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini lebih terarah dan

tidak menyimpang maka peneliti membatasi cakupan permasalahan adalah sebagai

berikut:

1. Penelitian ini hanya dilakukan pada peserta didik kelas VIII di SMP

N 5 Terbanggi Besar.

2. Model pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan advokasi dengan

(23)

3. Penelitian ini hanya terpusat pada kemampuan koneksi matematis peserta didik

dilihat dari pengetahuan awal matematis peserta didik (kelompok tinggi,

kelompok sedang, dan kelompok rendah).

D. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Bagaimana kemampuan koneksi matematis peserta didik melalui pendekatan

advokasi dengan penyajian masalah Open-Ended?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam

penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: Mengetahui kemampuan koneksi

matematis peserta didik melalui pendekatan advokasi dengan penyajian masalah

open-edned.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapakan mempunyai manfaat bagi semua kalangan yang

berkecimpung dalam dunia pendidikan, antara lain adalah:

1. Manfaat Praktis

a. Bagi Guru

Sebagai bahan masukan dalam memperbaiki proses pembelajaran di sekolah,

sehingga dalam proses belajar mengajar guru dapat mempertimbangkan

kegiatan pembelajaran dengan memperhatikan kemampuan koneksi matematis

peserta didik dalam menyelesaikan masalah matematika.

(24)

Melalui penelitian ini diharapkan sekolah, khususnya sekolah dapat

memperoleh informasi terkait dalam menentukan kebijakan sekolah pada

proses pembelajaran dikelas yang berkaitan dengan kemampuan koneksi

matematis peserta didik dalam menyelesaikan masalah matematika.

2. Manfaat Teoritik

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pembanding dan sebagai

referensi penelitian berkaitan dengan kemampuan koneksi matematis peserta

didik dalam menyelesaikan masalah matematika melalui pendekatan advokasi

(25)

BAB II

LANDASAN TEORI

A.Kajian Pustaka

1. Koneksi Matematis

a. Pengertian Koneksi Matematis

Kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan menghubungkan

konsep-konsep matematika baik antar konsep dalam matematika itu sendiri

maupun mengaitkan konsep matematika dengan konsep dalam bidang

lainnya.12 Koneksi matematis memberikan gambaran tentang materi

matematika yang diberikan dalam pembelajaran. Topik-topik dalam

matematika memiliki keterkaitan dan juga memiliki manfaat dengan bidang

lain maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Koneksi matematis juga ilmu matematika yang tidak terpartisi dalam

berbagai topik yang saling terpisah, namun matematika merupakan suatu satu

kesatuan.13 Selain itu matematika juga tidak dapat terpisah dari ilmu selain

matematika dan masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

Tanpa koneksi matematis peserta didik harus belajar dan mengingat terlalu

12 Yanto Permana, Utari Sumarmo, “Mengembangkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematik Peserta didik SMA Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah”, Balai Penataran Guru Tertulis dan Universitas Pendidikan Indonesia Educationist, Jurnal Matematika, Vol. 1 No 2 (Juli 2007), h.117

(26)

banyak konsep dan prosedur matematika yang salling terpisah. Apabila

peserta didik mampu mengaitkan ide-ide matematis maka pemahaman

matematika akan semakin dalam dan bertahan lama karena peserta didik

mampu mengaitkan antar ide-ide matematis, dengan konteks antar topik

matematis dan pengalaman kehidupan sehari-hari.

Menurut NCTM dalam Nonoy, melalui pembelajaran yang menekankan

keterkaitan dalam gagasan matematika, peserta didik tidak hanya belajar

matematika, tapi mereka juga belajar tentang kegunaan matematika. Ketika

peserta didik mampu mengkaitkan antar gagasan dalam matematika,

pemahaman peserta didik menjadi lebih mendalam dan lebih tahan lama.14

Menurut Coxford dalam Kanisius, kemampuan koneksi matematis adalah

kemampuan menghubungkan pengetahuan konseptual dan prosedural,

menggunakan matematika pada topik lain, menggunakan matematika

dalam aktivitas kehidupan, mengetahui koneksi antar topik dalam

matematika.15

Adanya keterkaitan antara kehidupan sehari-hari dengan materi pelajaran

yang dipelajari oleh peserta didik juga akan menambah pemahaman peserta

didik dalam belajar matematika. Kegiatan yang mendukung dalam peningkatan

14 Nonoy Intan Haety, Endang Mulyana, “Pengaruh Model Pembelajaran Matematika

Knisley Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Peserta didik SMA” (Penelitian Eksperimen Terhadap Peserta didik Kelas XI Di Salah Satu SMA Di Cimahi), Jurnal Matematika, h. 2

(27)

kemampuan koneksi matematika peserta didik adalah ketika peserta didik

mencari hubungan keterkaitan antar topik matematika, dan mencari

keterkaitan antara konteks di luar matematika dengan matematika. Konteks

diluar matematika yang diambil adalah mengenai hubungan matematika

dengan kehidupan sehari- hari. Konteks tersebut dipilih karena pembelajaran

akan lebih bermakna jika peserta didik dapat melihat masalah yang nyata dalam

pembelajaran. Akan lebih mudah mempelajari matematika jika peserta didik

melihat penerapannya di dunia nyata. Peserta didik dapat memahami banyak

manfaat matematika terutama dengan kehidupan sehari-hari ataupun dengan

bidang studi lain. Sehingga dapat memudahkan atau memperlancar peserta

didik dalam kegiatan pembelajaran.

Di sekolah menengah bahan ajar atau soal-soal yang mampu

mengembangkan kemampuan koneksi peserta didik perlu terus ditingkatkan

karena pada dasarnya semua konsep matematika itu saling berkaitan satu sama

lain. Menurut NCTM dalam Rendya, menyatakan tujuan koneksi matematis

diberikan pada peserta didik menengah diharapkan agar dapat:

1) Mengenali representasi yang ekuivalen dari suatu konsep yang sama

2) Mengenali hubungan prosedur satu representasi ke prosedur

representasi yang ekuivalen.

(28)

4) Menggunakan dan menilai koneksi antara matematika dan disiplin

ilmu lain.16

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan koneksi

matematika adalah kesanggupan peserta didik dalam menggunakan hubungan

topik atau konsep matematika, yang dibahas dengan konsep matematika

lainnya, dengan pelajaran lain atau disiplin ilmu lain dan dengan kehidupan

sehari-hari dalam menyelesaikan masalah matematika. Sehingga koneksi

matematika baik di gunakan dalam penelitian ini.

b. Indikator Koneksi Matematis

Kemampuan koneksi matematis merupakan salah satu aspek kemampuan

matematik yang penting yang harus dicapai melalui kegiatan belajar matematika.

Karena dengan peserta didik mengetahui hubungan-hubungan matematik, peserta

didik akan lebih memahami matematika dan juga memberikan daya matematik

lebih besar.17 Untuk mencapai kemampuan koneksi peserta didik dalam

matematika bukan hal yang mudah karena kemampuan untuk mengoneksikan

dalam matematika dilakukan secara individual. Setiap peserta didik mempunyai

kemampuan yang berbeda dalam menghubungkan matematika.18 Agar Peserta

16 Rendya Loggina, Sri Elniati dan Yusmet Rizal, “Kemampuan Koneksi Matematis dan Metode Pembelajaran Quantum Teaching dengan Peta Pikiran”. Jurnal Pendidikan Matematika, Part 2, Vol 1 No 1 (2012), h. 83

17 Kartika Yulianti, “Menghubungkan Ide-Ide Matematik Melalui Kegiatan Pemecahan Masalah”, Jurnal Pendidikan Matematika, FPMIPA UPI

18 Nurfitria, Bambang, “Kemampuan Koneksi Matematis Siswa Ditinjau Dari Kemampuan

(29)

didik dapat membuktikan bahwa peserta didik dapat memenuhi kemampuan

koneksi matematika harus memenuhi indikator koneksi matematis.

Indikator koneksi matematis menurut Sumarmo:

1) Mencari hubungan berbagai representasi konsep 2) Prosedur, memahami hubungan antar topik matematika.

3) Menggunakan matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan sehari-hari.

4) Memahami representasi ekuivalen konsep yang sama;

5) mencari koneksi satu prosedur ke prosedur lain dalam representasi yang

ekuivalen.

6) Menggunakan koneksi antar topik matematika dan antara topik matematika dengan topik lain.19

Menurut NCTM dalam Yulianti, menguraikan indikator koneksi

matematis antara lain:

1) Saling menghubungkan berbagai representasi dari konsep-konsep atau prosedur.

2) Menyadari hubungan antar topik dalam matematika. 3) Menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari. 4) Memandang matematika sebagai suatu kesatuan yang utuh.

5) Menggunakan ide-ide matematik untuk memahami ide matematik lain lebih jauh.

6) Menyadari representasi yang ekuivalen dari konsep yang sama.20

Menurut Coxford dalam Pratiwi mengemukakan indikator kemampuan

koneksi matematis meliputi :

1) Mengoneksikan pengetahuan konseptual dan prosedural

2) Menggunakan matematika pada topik lain (Other Curriculum Areas) 3) Menggunakan matematika dalam aktivitas kehidupan

4) Melihat matematika sebagai satu kesatuan yang terintegrasi

19 Utari Sumarmo, “Berfikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana

Dikembangkan Pada Peserta Didik. (Artikel pada FPMIPA UPI Bandung Januari 2010), h.6

20 Kartika Yulianti, “Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematik Siswa Dengan

(30)

5) Menerapkan kemampuan berfikir matematis dan membuat model untuk menyelesaikan masalah dalam pelajaran lain, seperti musik, seni, psikologi, sains, dan bisnis.

6) Mengetahui koneksi diantara topik-topik dalam matematika 7) Mengenal berbagai representasi untuk konsep yang sama.21

Indikator koneksi matematis yang digunakan peneliti adalah 1) Mencari hubungan berbagai representasi konsep 2) Prosedur, memahami hubungan antar topik matematika.

3) Menggunakan matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan sehari-hari.

4) Memahami representasi ekuivalen konsep yang sama;

5) Menggunakan koneksi antar topik matematika dan antara topik matematika dengan topik lain

Peneliti menggunakan 5 indikator yang disesuaikan dengan indikasi indikator:

Tabel 2.1 Indikasi Indikator

Indikator koneksi matematis Indikasi indikator

1. Menggunakan koneksi antar matematika

2. Menggunakan koneksi dg kehidupan sehari-hari

3. Mencari hubungan berbagai representasi konsep

(31)

Peneliti mengambil lima indikator karena agar peserta didik memperoleh

pemahaman matematika lebih mendalam, dapat menyelesaikan masalah

matematika baik didalam maupun diluar sekolah. Serta membuat peserta didik

tertarik atau berminat terhadap matematika, paling tidak peserta didik dapat

melihat kegunaannya dan meningkatkan prestasi belajar siswa dalam pelajaran

matematika.

2. Pendekatan Advokasi

a. Pengertian Pendekatan Advokasi

Pembelajaran Advokasi merupakan pembelajaran yang berpusat pada

peserta didik (student-centered advocacy learning) sering disebutkan dengan

proses debat. Pembelajaran advokasi sebagai suatu pendekatan pengajaran di

dalam kelas yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk

mempelajari isu-

isu sosial dan personal melalui keterlibatan langsung dan partisipasi pribadi.22

Sehingga pembelajaran advokasi menuntut para peserta didik terfokus pada

topik yang telah ditentukan dan mengajukan pendapat yang sesuai dengan

topik, membuat peserta didik aktif terlibat dalam proses pembelajaran

matematika didalam kelas. Keaktifan peserta didik itu terwujud dalam

mengajukan cara-cara penyelesaian dari suatu masalah matematika dengan

mengemukakan pendapat masing-masing yang melalui proses perdebatan.

(32)

Dengan terlibatnya peserta didik secara aktif dalam proses perdebatan maka

peserta didik diberi kesempatan untuk mempertanyakan, memikirkan dan

bertindak atas dasar kebebasan yang bertanggung jawab.23 Kesempatan peserta

didik untuk mempertanyakan suatu hal atau masalah juga memberi kesempatan

peserta didik lainnya untuk memberikan pendapat, komentar atau kritik

tertentu. Belajar dengan metode advokasi ini dapat digunakan baik

belajar di sekolah dasar maupun belajar di sekolah tingkat lanjutan.

Berdasarkan tingkatan peserta didik, model ini dapat diperluas atau

disederhanakan pelaksanaannya.24

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pendekatan

advokasi (advocacy learning) adalah salah suatu model pembelajaran yang

didalam proses pembelajarannya lebih berpusat kepada peserta didik,

menggunakan metode debat yang memberi kesempatan peserta didik dalam

berpendapat. Sehingga peserta didik berperan aktif didalam kelas untuk

mengemukakan pendapat masing-masing. Model pembelajaran ini dapat

diterapkan di berbagai sekolah dasar hingga di sekolah tingkat lanjutan.

b. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Advokasi

Menurut Brandes dan Ginnis dalam Irpan, prinsip-prinsip pembelajaran

advokasi antara lain :

23 Edy Tandililing, “Pengembangan Kemampuan Koneksi Matematis Peserta didik Melalui Pendekatan Advokasi dengan Penyajian Masalah Open-Ended Pada Pembelajaran Matematika”,

(33)

1) Peserta didik mengambil penuh tanggung jawab untuk kegiatan belajar

2) Peserta didik yang terlibat dan berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran

3) Hubungan antara satu peserta didik dengan peserta didik lain seimbang untuk mendukung perkembangannya

4) Guru sebagai fasilitator selain sebagai sumber pengetahuan

5) Menentukan apa peserta didik pengalaman yang di peroleh

6) Pada akhir proses belajar peserta didik melihat diri peserta didik berbeda sebelum menghadiri pembelajaran.25

Adapun menurut Oemar Hamalik prinip-prinsip pembelajaran advokasi

antara lain:

1) Ketika peserta didik terlibat langsung dalam penelitian dan penyajian debat, ke Aku-annya lebih banyak ikut serta dalam proses dibandingkan dengan situasi ceramah tradisional.

2) Proses debat meningkatkan minat dan motivasi belajar peserta didik karena hakikat debat itu sendiri.

3) Para peserta didik terfokus pada suatu isu yang berkenaan dengan diri mereka kadang-kadang yang berkenaan dengan masyarakat luas dan isu-isu sosial personal.

4) Pada umumnya peserta didik akan lebih banyak belajar mengenai topik-topik mereka dan topik-topik-topik-topik lainnya bila mereka dilibatkan langsung dalam pengalaman debat.

5) Proses debat memperkuat penyimpangan (retention) terhadap komponen-komponen dasar suatu isu dan prinsip-prinsip argumentasi efektif.

6) Belajar advokasi dapat digunakan baik belajar di sekolah dasar maupun belajar di sekolah lanjutan. Berdasarkan tingkatan peserta didik, model ini dapat diperluas atau disederhanakan pelaksanaannya.

7) Pendekatan intruksional belajar advokasi mengembangkan keterampilan-keterampilan dalam logika, pemecahan masalah, berfikir kritis, serta komunikasi lisan maupun tulisan. Selain dari itu, model belajar ini akan mengembangkan aspek afektif, seperti konsep diri, rasa kemandirian, turut memperkaya sumber-sumber komunikasi antar pribadi secara efektif, meningkatkan rasa percaya diri untuk

(34)

mengemukakan pendapat, serta melakukan analisis secara kritis terhadap bahan dan gagasan yang muncul dalam debat.26

Dalam prinsip-prinsip pembelajaran advokasi diatas peneliti menggunakan prinsip pembelajaran advokasi dengan pendapat Oemar Hamalik karena dengan prinsip-prinsip pembelajaran tersebut dapat membuat pembelajaran dalam kelas lebih aktif dan membuat peserta didik lebih leluasa dalam mengemukakan pendapat untuk menyelesaikan masalah matematika.

c. Langkah-langkah Pembelajaran Advokasi

Langkah-langkah dasar dalam pelaksanaan pembelajaran advokasi sebagai

berikut:

1) Memilih suatu topik debat berdasarkan pertimbangan aspek

kebermaknaannya, tingkatan peserta didik, relevansinya dengan

kurikulum, dan minat para peserta didik.

2) Memilih dua regu debat, masing-masing dua peserta didik tiap regu

untuk tiap topik dan menjelaskan fungsi tiap regu kepada kelas.

3) Menyediakan petunjuk dan asistensi kepada peserta didik untuk

membentuk menyiapkan debat.

4) Dalam pelaksanaan debat, para audience melakukan fungsi observasi

khusus selama berlangsungnya debat. Bila ada waktu audience juga

bisa dimintai memberikan tanggapan. 27

(35)

Dalam proses debat terdapat dua regu, yakni regu yang mendukung suatu

kebijakan (affirmative) dan regu lawannya ialah regu oposisi (negatif).

Masing-masing regu menyampaikan pandangan/pendapatnya disertai dengan argumentasi,

bukti, dan berbagai landasan, serta menunjukkan bahwa pandangan pihak

lawannya memiliki kelemahan, sedangkan pendapat regunya sendiri adalah yang

terbaik. Tiap regu berupaya menyakinkan kepada pengamat, bahwa

pandangan/pendapat regunya paling baik dan harus diterima. Jadi, tiap regu

bertanggung jawab secara menyeluruh atas posisi regunya, disamping adanya

tanggung jawab dari setiap anggota regu. Disamping itu masing-masing regu

mempunyai peranan yang berbeda-beda saat debat berlangsung dalam proses

belajar mengajar. Adapun peranan tersebut digambarkan sebagai berikut.

a. Peranan Regu Pendukung

Regu pendukung (affirmative) adalah menyatakan “ya“ terhadap

proposisi. Pendukung menghendaki perubahan dari status quo dan

merekomendasikan suatu kebijakan untuk diapdosikan. Tanggung jawab dari

regu pendukung ialah mengklarifikasi makna proposisi dengan cara

mendefinisikan istilah-istilah yang samar-samar atau belum jelas, sedangkan

istilah yang sudah dipahami tidak perlu didefinisikan.

Tanggung jawab berikutnya adalah menyajikan prima fasie case bagi

posisi mereka. Pada awal pembicaraan atau penampilan pihak pendukung

menyajikan berbagai alasan dan memberikan bukti-bukti sehingga

(36)

merangsang kegiatan debat selanjutnya, jika tidak maka berarti kelompok

dianggap menang dan debat berakhir.

Pada waktu menyampaikan prima fasie case, pendukung perlu

mengisolasikan isu-isu, merumuskannya menjadi masalah yang

dipertentangkan, dan kemudian mensubtansikan masalah tersebut dengan

bukti dan logika. Suatu isu dalam debat merupakan suatu pertanyaan pokok

tentang fakta atau teori yang akan membantu menetapkan keputusan akhir.

Isu-isu tersebut adalah esensial untuk proposisi tergantung pada keputusan

yang dibuat. Namun, suatu isu bukan sematasemata suatu pertanyaan

melainkan suatu yang mengandung ketidaksetujuan dan bersifat krusial.

b. Peranan Regu Penentang (oposisi)

Regu penentang (negative team) menentang proposisi atas dasar sistem

yang ada sekarang adalah adekuat dan efektif. Secara esensial mereka

berkata “tidak“ terhadap resolusi yang diajukan oleh kelompok lawannya.

Tidak ada kebutuhan untuk mengadopsi usul yang diusulkan oleh regu

pendukung. Mereka mempertahankan sistem sekarang (status quo), menolak

kebutuhan yang diutarakan oleh regu pendukung, menolak rencana yang

diusulkan karena tidak dapat dilaksanakan dan tidak diinginkan.28

(37)

3. Masalah Open-ended

a. Pengertian Open-Ended Approach

Open-Ended Approach merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang

dikembangkan oleh Becker dan Shimada dalam tulisannya yang berjudul The

Open-Ended Approach: A New for Teaching Matematics. Open-Ended adalah

suatu pendekatan pembelajaran dengan menyajikan permasalahan yang

memiliki lebih dari satu jawaban dan atau metode penyelesaian (masalah

terbuka). Pembelajaran ini memberikan keleluasaan kepada peserta didik untuk

memperoleh pengetahuan, pengalaman, menemukan, mengenali dan

menyelesaikan masalah dengan beberapa cara berbeda.

Pendekatan Open-Ended di landasi oleh teori belajar konstruktivisme yang

lebih mengutamakan proses dari pada hasil. Dalam proses pembelajaran peserta

didik dihadapkan pada suatu masalah dimana peserta didik dituntut untuk dapat

mengembangkan metode, cara atau pendekatan yang berbeda-beda dalam upaya

memperoleh jawaban yang benar. Peserta didik tidak hanya di minta untuk

menentukan satu jawaban yang benar, tetapi juga harus dapat menjelaskan

bagaimana cara yang telah ditempuhnya sehingga memperoleh jawaban yang

benar tersebut.29

Selain itu, menurut Suryadi dalam Edi, Masalah open-ended merupakan

suatu masalah yang memiliki kemungkinan beragam jawaban benar baik

ditinjau dari cara maupun hasil. Pendekatan open ended yang menekankan pada

(38)

pemberian soal-soal yang memiliki multi jawaban yang benar atau cara

penyelesaian lebih dari satu cara. Sehingga dengan adanya soal tipe terbuka

memberikan kesempatan bagi guru untuk membantu peserta didik dalam

memahami dan memperkaya gagasan atau ide matematika sejauh dan sedalam

mungkin. 30

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran

Open-Ended adalah suatu masalah terbuka yang lebih mengutamakan proses daripada hasil. Dalam prosesnya dapat memberikan hasil yang berbeda-beda

sehingga banyak cara yang akan dilakukan peserta didik. Namun dalam banyak

prosesnya tersebut peserta didik dapat menentukan satu jawaban yang benar

sehingga suatu permasalahan yang sedang dibahas akan terselesaikan dengan

menemukan satu jawaban. Membuat siswa lebih aktif dalam mengembangkan

metode atau cara yang akan di lakukan peserta didik. Soal yang diberikan juga

bersifat terbuka terkait dengan kehidupan sehari-hari.

Dalam soal open ended, dasar keterbukaannya (openness) dapat diklasifikasikan kedalam tiga tipe menurut Becker dan Epstein yaitu :

1)Proses yang terbuka yaitu ketika soal menekankan pada cara dan strategi

yang berbeda dalam menemukan solusi yang tepat.

2)Hasil akhir yang terbuka yaitu ketika soal memiliki jawaban akhir yang

berbeda-beda.

(39)

3)Cara untuk mengembangkan yang terbuka, yaitu ketika soal menekankan

pada bagaimana peserta didik dapat mengembangkan soal baru

berdasarkan soal awal (intitial problem) yang diberikan.31

Dari tiga tipe diatas memudahkan dalam membuat soal masalah terbuka

karena untuk membuat soal terbuka agar peserta didik mengerti dengan

permasalahan yang di maksud serta memiliki jawaban akhir yang berbeda-beda

namun tetap menentukan jawaban yang benar. Selain tiga dasar keterbukaan

dalam soal terdapat juga tiga prinsip dalam pembelajaran dengan menggunakan

pendekatan Open-Ended yaitu menurut Nohda dalam Edi yaitu :

1)Pendekatan open ended berhubungan dengan kebebasan (otonomi) peserta didik dalam beraktivitas. Artinya bahwa seorang guru harus

menghargai apa yang dilakukan oleh peserta didik;

2)Pendekatan open ended berhubungan dengan keutuhan dari sifat pengetahuan matematik yang sistematis dan teoritis;

3)Pendekatan open ended berkaitan dengan kebijaksanaan guru dalam mengambil keputusan dalam kelas.32

Prinsip dalam Open-Ended ini adalah lebih menekankan dalam proses pembelajaran didalam kelas yang memberikan peserta didik bebas beraktivitas

yaitu dengan berbagai pendapat peserta didik yang dapat dihargai. Proses dalam

31 Ariyadi Wijaya, “Pendidikan Matematika Realistik”, (Graha Ilmu, Yogyakarta Cet 1,

2012), h.63.

(40)

kelas jugaberjalan dengan baik sesuai dengan peraturan yang dibuat selama

berjalannya pembelajaran.

b. Tiga masalah dalam Open-Ended Approach

Terdapat tiga tipe masalah dalam pendekatan open ended yaitu:

1)Menemukan hubungan (finding relations), peserta didik diberi pertanyaan untuk menemukan aturan atau relasi matematik;

2)Mengklasifikasi (classify), peserta didik diberikan pertanyaan untuk mengklasifikasi berdasarkan perbedaan karakteristik, kemudian dengan

perbedaan karakteristik tersebut peserta didik membuat formula beberapa

konsep matematik;

3)Pengukuran (measuring), peserta didik diberikan pertanyaan untuk menentukan ukuran numerik dari suatu kejadian tertentu.33

Tiga masalah ini dapat membuat peserta didik mengerti dalam memberikan

jawabannya sehingga peserta didik tidak kesulitan dalam menyelesaikan

masalah yang akan di bahas. Dalam masalah Open-Ended dalam menemukan hubungan yaitu menemukan hubungan konsep matematika dengan konsep

matematika yang, dengan kehidupan sehai-hari dapat juga dengan pelajaran

lain. Kemudian mengklarifikasi yaitu membuat peserta didik dapat

membedakan karakteristik. Dalam membedakan klarifikasi peserta didik

mampu membedakan konsep matematika dengan konsep yang lain, ketika

peserta didik dapat membedakan konsep tersebut selanjutnya dengan

(41)

pengukuran yaitu mengukur kemampuan peserta didik dalam memberikan

pertanyaan.

c. Manfaat dalam Open-Ended

Tujuan dari pendekatan Open-Ended adalah untuk mengembangkan aktivitas kreatif dan kemampuan berfikir matematis secara simultan. Ketika suatu soal

diberikan dalam bentuk soal Open-Ended maka peserta didik memiliki kesempatan untuk melakukan eksplorasi kemungkinan solusi dengan

menggunakan pengertahuan dan keterampilan matematika yang mereka miliki.

Terkait dengan tujuan penggunaan Open-Ended dalam pembelajaran, Sawada dalam Ariyadi menyebutkan lima manfaat penggunaan Open-Ended yaitu :

1)Peserta didik menjadi lebih aktif berpartisipasi dalam pembelajaran dan

lebih sering mengekspresikan gagasan mereka.

2)Peserta didik memiliki lebih banyak kesempatan untuk menggunakan

pengetahuan dan keterampilan matematika mereka secara komprehensif.

3)Setiap peserta didik dapat bebas memberikan berbagai tanggapan yang

berbeda untuk masalah yang mereka kerjakan.

4)Penggunaan soal Open-Ended memberikan pengalaman penalaran (Reasoning) kepada peserta didik.

(42)

pengakuan (approval) dari peserta didik lain terkait solusi yang mereka miliki.34

d. Langkah- langkah pendekatan Open-Ended

Pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended dilakukan dengan 1) Menyajikan masalah; 2) Mendesain Pembelajaran; 3) Memperhatikan dan

mencatat respon peserta didik; 4) Membimbing dan mengarahkan peserta didik;

dan 5) Membuat kesimpulan

Sementara itu langkah-langkah yang diambil oleh guru dalam pembelajaran

dengan pendekatan Open-Ended adalah : Tabel 2

Tahapan Open-Ended Approach35

34 Ariyadi Wijaya, Op.Cit, h 61.

35 Karunia Eka Lestari, Mokhammad Ridwan,Op.Cit, h. 42

Fase Deskripsi

Open-Ended Problem Peserta didik dihadapkan pada masalah

terbuka yang memiliki lebih dari satu jawaban atau metode penyelesaian

Contructivism Peserta didik menemukan pola untuk

mengonstruksi permasalahan tersebut

Exploration Peserta didik menyelesaikan masalah dengan

banyak cara penyelesaian melalui kegiatan eksplorasi

(43)

e. Keunggulan dan kelemahan pendekatan Open-Ended

Keunggulan pendekatan Open-Ended antara lain sebagai berikut :

1)Peserta didik berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan lebih

sering mengekspresikan ide.

2)Peserta didik memiliki kesempatan yang lebih banyak dalam

memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan matematika secara komprehensif

3)Peserta didik dengan kemampuan matematika rendah dapat merespon

permasalahan dengan cara mereka sendiri

4)Peserta didik secara intrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau

penjelasan

5)Peserta didik memiliki pengalaman banyak untuk menemukan sesuatu

dalam menjawab permasalahan.

Kelemahan dari pendekatan Open-Ended antara lain sebagai berikut :

1)Membuat dan menyiapkan masalah matematika yang bermakna bagi

peserta didik bukanlah pekerjaan mudah

2)Mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami peserta didik

sangat sulit sehingga banyak peserta didik yang mengalami kesulitan bagaimana merespon permasalahan yang diberikan

3)Peserta didik dengan kemampuan tinggi bisa merasa ragu atau

mencemaskan jawaban mereka

4)Mungkin ada kegiatan peserta didik yang merasa kegiatan belajar mereka

tidak menyenangkan karena kesulitan yang mereka hadapi.36

4. Pendekatan Advokasi dengan Penyajian Masalah Open-Ended

Pembelajaran Advokasi merupakan pembelajaran yang berpusat pada peserta

didik (student-centered advocacy learning) sering disebutkan dengan proses debat.

Pembelajaran advokasi sebagai suatu pendekatan pengajaran di dalam kelas yang

36 Marina Putriyani, Peningkatan Keaktifan dan Prestasi Belajar Matematika Melalui

(44)

memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mempelajari isu-isu sosial

dan personal melalui keterlibatan langsung dan partisipasi pribadi.37

Masalah Open-Ended adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan

menyajikan permasalahan yang memiliki lebih dari satu jawaban dan atau metode

penyelesaian (masalah terbuka). 38

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendekatan advokasi

dengan penyajian masalah open-ended adalah pembelajaran yang berpusat pada

peserta didik atau sering disebut proses debat, yang akan mendebatkan masalah

open-ended (masalah terbuka) yang memiliki lebih dari satu jawaban benar, peserta didik akan lebih aktif jika mendebatkan masalah terbuka.

Langkah-langkah yang dapat dilakukan peserta didik yaitu:

Langkah advokasi :

1) Memilih suatu topik debat berdasarkan pertimbangan aspek

kebermaknaannya, tingkatan peserta didik, relevansinya dengan

kurikulum, dan minat para peserta didik.

2) Memilih dua regu debat, masing-masing dua peserta didik tiap regu

untuk tiap topik dan menjelaskan fungsi tiap regu kepada kelas.

3) Menyediakan petunjuk dan asistensi kepada peserta didik untuk

membentuk menyiapkan debat.

37 Oemar Hamalik, Op.Cit, h. 228

(45)

4) Dalam pelaksanaan debat, para audience melakukan fungsi

observasi khusus selama berlangsungnya debat. Bila ada waktu

audience juga bisa dimintai memberikan tanggapan. 39

Langkah open-ended:

1) Menyajikan masalah

2) Mendesain Pembelajaran

3) Memperhatikan dan mencatat respon peserta didik

4) Membimbing dan mengarahkan peserta didik; dan

5) Membuat kesimpulan

Dari langkah-langkah diatas dapat disimpulkan bahwa langkah advokasi

dengan penyajian masalah open-ended adalah:

1) Memilih suatu topik debat berdasarkan masalah open-ended atau masalah

terbuka, masalah yang memiliki lebih dari satu jawaban benar

2) Memilih dua regu debat, masing-masing dua peserta didik tiap regu untuk

tiap topik dan menjelaskan fungsi tiap regu kepada kelas.

3) Menyediakan petunjuk dan asistensi kepada peserta didik untuk membentuk

menyiapkan debat.

4) Dalam pelaksanaan debat, para audience melakukan fungsi observasi khusus

selama berlangsungnya debat. Bila ada waktu audience juga bisa dimintai

memberikan tanggapan.

(46)

B. Kerangka Teori

Matematika sebagai mata pelajaran yang mempunyai objek kajian abstrak,

seringkali menjadi mata pelajaran yang sulit dipahami peserta didik. Sampai saat ini

matematika dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit oleh sebagian peserta didik

baik peserta didik sekolah dasar maupun menengah. Hal ini dikarenakan dalam

pembelajaran matematika tidak hanya dibutuhkan kemampuan berhitung saja, tetapi

juga kemampuan koneksi matemais peserta didik. Matematika juga berkaitan erat

dengan pemecahan masalah atau penyelesaian masalah. Menyelesaikan masalah

dalam soal matematika tidak mudah. Secara alamiah kemampuan seseorang dalam

menyelsaikan masalah matematika berbeda-beda.

Dalam setiap tindakan, peneliti akan mengamati kemampuan koneksi

matematis peserta didik pada setiap tindakan pengajaran yang dilakukan di kelas.

Pada kondisi awal peserta didik kelas VIII SMP N 5 Terbanggi Besar mempunyai

kemampuan koneksi matematika rendah yang bisa dilihat dari sedikitnya peserta

didik yang mampu menghubungkan, baik antara konsep-konsep matematika,

keterkaitan matematika dengan disiplin ilmu lain dan keterkaitan matematika dengan

kehidupan sehari-hari. Hal ini dikarenakan guru masih kurang optimal dalam

memanfaatkan model pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran yang tepat dapat

meningkatkan kemampuan koneksi matematis peserta didik. Salah satu pembelajaran

aktif yang dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematis peserta didik dalam

(47)

Pendekatan advokasi adalah pembelajaran yang berpusat pada peserta didik

(student-centered advocacy learning) sering disebutkan dengan proses debat. Proses yang berpusat dengan peserta didikmembuat peserta didik aktif dalam proses

pembelajaran. Dengan penyajian masalah Open-Ended yaitu suatu pendekatan

pembelajaran dengan menyajikan permasalahan yang memiliki lebih dari satu

jawaban dan atau metode penyelesaian (masalah terbuka). Peserta didik menghadapi

masalah yang kemudian diarahkan pada kemampuan koneksi matematis karena

peserta didik secara bersama-sama dapat menghubungkan konsep-konsep yang

dipelajari dengan kehidupan sehari-hari, maka diharapkan koneksi matematis

tertanam dengan baik dan meningkat pada diri peserta didik yang pada akhirnya

peserta didik menguasai konsep atau prinsip yang baik pula.

Selain faktor pembelajaran, pengetahuan awal peserta didik turut dilibatkan yang

dikelompokkan menjadi peserta didik kelompok tinggi, kelompok sedang, dan

kelompok rendah. Dasar pengelompokan peserta didik adalah berdasarkan hasil

(48)

2.1 Kerangka Berfikir

C.Penelitian yang Relevan

C. Penelitian yang Relevan

Berikut diberikan beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini.

1. Penelitian yang dilaksanakan oleh Raden Heri Setiawan dan Idris Harta (2014)

tentang “Pengaruh Pendekatan Open-Ended dan Pendekatan Kontekstual

Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah dan Sikap Peserta didik Terhadap

Matematika” menunjukkan bahwa pendekatan open-ended dan kontekstual Masalah: peserta didik melalui pendekatan advokasi dengan penyajian masalah Open-Ended

(49)

dalam pembelajaran matematika efektif pada aspek kemampuan pemecahan

masalah matematis dan sikap peserta didik terhadap matematika peserta didik

kelas VIII SMPN 6 Yogyakarta, (2) terdapat perbedaan keefektifan secara

signifikan pada penerapan pendekatan open-ended dan pendekatan kontekstual

dalam pembelajaran matematika materi pokok bangun ruang sisi datar pada

aspek kemampuan pemecahan masalah matematis dan sikap peserta didik

terhadap matematika. Dari hasil uji lanjut menunjukkan bahwa: (a) pendekatan

open-ended lebih efektif dibandingkan pendekatan kontektual pada aspek

kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik, (b) pendekatan

open-ended tidak lebih efektif dibandingkan pendekatan kontektual pada aspek sikap

peserta didik terhadap matematika.

2. Penelitian yang dilaksanakan oleh Kanisius Mandur, I Wayan Sadra, I Nengah

Suparta (2013) tentang “Kontribusi Kemampuan Koneksi, Kemampuan

Representasi, dan Disposisi Matematis Terhadap Prestasi Belajar Matematika

Peserta didik Sma Swasta Di Kabupaten Manggarai” menunjukkan bahwa besar

kontribusi kemampuan koneksi matematis terhadap prestasi belajar matematika

melalui disposisi matematis adalah 19,36%. Ini berarti bahwa tinggi rendahnya

prestasi belajar matematika ditentukan oleh kemampuan koneksi matematis

melalui disposisi matematis. Oleh karena itu, untuk meningkatkan prestasi

belajar matematika peserta didik, maka terlebih dahulu perlu meningkatkan

(50)

Kemampuan koneksi, kemampuan representasi, Besar kontribusi ketiga

variabel tersebut secara simultan terhadap prestasi belajar matematika adalah

81,3%. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya prestasi

belajar matematika dijelaskan oleh kemampuan koneksi, kemampuan

representasi, dan disposisi matematis. Oleh karena itu, untuk meningkatkan

prestasi belajar matematika maka peserta didik harus dilatih untuk melakukan

kegiatan koneksi dan representasi matematis serta meningkatkan disposisinya

terhadap matematika.

3. Penelitian yang di lakukan oleh Sri Hastuti Noer (2011) tentang “Kemampuan

Berpikir Kreatif Matematis Dan Pembelajaran Matematika Berbasis\ Masalah

Open-Ended” menunjukkan bahwa peserta didik yang mengikuti pembelajaran

berbasis masalah open-ended menunjukkan hasil yang lebih baik dalam

kemampuan berpikir kreatif matematis bila dibandingkan dengan peserta didik

yang belajar secara konvensional. Hal ini karena pembelajaran telah berubah

dari paradigma pembelajaran yang berpusat pada guru kepada pembelajaran

yang menekankan pada keaktifan peserta didik untuk mengkonstruksi

pengetahuannya sendiri. Sehingga peserta didik memiliki kesempatan untuk

memperoleh pengetahuan atau pengalaman menemukan, mengenali, dan

memecahkan masalah dengan beberapa teknik. Selain itu dengan penggunaan

berbagai macam persoalan terbuka, pendekatan ini dapat meningkatkan

kapasitas matematika peserta didik yang lebih fleksibel yang berkenaan dengan

(51)

4. Penelitian yang dilakukan oleh Edy Tandililing (2013) tentang “Pengembangan

Kemampuan Koneksi Matematis Peserta didik Melalui Pendekatan Advokasi

Dengan Penyajian Masalah Open-Ended Pada Pembelajaran Matematika”

menunjukkan bahwa terdapat assosiasi antara kemampuan koneksi matematis

peserta didik dengan rata-rata kemampuan matematik peserta didik. Artinya

ada hubungan antara peningkatan kemampuan koneksi matematis peserta didik

dengan rata-rata kemampuan matematik peserta didik. Walaupun kemampuan

matematik peserta didik diperoleh dari hasil pembelajaran yang dilaksanakan

oleh guru di dalam kelas ternyata juga mempunyai hubungan dengan

kemampuan koneksi matematis peserta didik yang diberikan pembelajaran

dengan pendekatan Advokasi dengan penyajian masalah Open-ended. Beberapa

temuan pada peserta didik dengan kemampuan rata-rata rendah seperti persepsi

peserta didik terikat pada tampilan gambar, peserta didik membutuhkan

bantuan media untuk menjawab hampir setiap pertanyaan yang diajukan, dan

peserta didik tidak menguasai konsep-konsep geometri dasar. Dilihat dari

jawaban maupun penyelesaiannya masalah open-ended dapat beragam bahkan

tidak terduga.

Dengan demikian, nantinya peserta didik tidak hanya dihadapkan pada satu

jawaban yang benar ataupun satu cara penyelesaian akan tetapi banyak

jawaban benar ataupun cara yang berbeda dari teman-temannya. Hal inilah

yang akan menyebabkan peserta didik dapat membuat hipotesis, perkiraan,

(52)

kesimpulan. Koneksi matematik dengan bidang studi lain menunjukan bahwa

matematika sebagai suatu disiplin ilmu, selain dapat berguna untuk

pengembangan disiplin ilmu yang lain, juga dapat berguna untuk

menyelesaikan suatu permasalahan yang berkaitan dengan bidang studi lain.

Koneksi matematik dengan kehidupan nyata menunjukkan bahwa matematika

dapat bermanfaat untuk menyelesaikan suatu permasalahan di kehidupan

(53)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.Metode Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan

data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.40 Metode penelitian adalah cara yang

digunakan peneliti dalam mengumpulkan data penelitian”.41 Metode dalam penelitian

ini menggunakan metode kualitatif yaitu metode yang digunakan untuk meneliti pada

kondisi obyek yang alamiah.42 Untuk itu penelitian ini tergolong penelitian deskriptif

kualitatif yang mendeskripsikan kemampuan koneksi matematis dengan pendekatan

advokasi dengan penyajian masalah open-ended. Menurut Bogdan dan Tylor,

mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati.43

Sesuai dengan makna harfiah penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk

membuat pencandraan (deskripsi) mengenai situasi atau kejadian.44

40 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2012), h.2

41 Surahsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta, Rineka Cipta 2013), h.16 42 Sugiyono, Op.Cit, h.9

(54)

14

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian merupakan tempat diperolehnya data yang diperlukan dari

masalah yang diteliti. Penelitian ini akan dilakukan di SMP N 5 Terbanggi Besar

khususnya pada kelas VIII G tahun ajaran 2016/2017. Alasan peneliti memilih SMP N

5 Terbanggi Besar adalah karena sekolah memiliki data dan informasi yang

dibutuhkan untuk kepentingan penelitian, dan pada sekolah tersebut belum pernah

dilakukan penelitian yang sejenis.

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitiannya adalah peserta didik kelas VIII G SMP N 5 Terbanggi

Besar tahun ajaran 2016/2017.

3. Waktu Penelitian

Waktu penelitian akan dilakukan selama bulan mey 2017.

C.Subjek Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan mengambil sebanyak mungkin

informasi yang dibutuhkan peneliti dari berbagai sumber. Dari sumber-sumber tersebut

peneliti menentukan subjek penelitian dengan menggunakan sampel bertujuan (purposive

sampling). Subjek penelitian diambil dengan mempertimbangkan berbagai sumber yang

ada. Pengambilan subjek pada penellitian ini adalah menggunakan teknik purposive

sampling.

Purposive sampling merupakan sampel yang diambil bukan didasarkan atas jumlah

(55)

15

sebagai sumber data. Teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan

tertentu.45

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua peserta didik kelas VIII

SMP N 5 Terbanggi Besar tahun ajaran 2016/2017. Pemilihan subjek dilakukan

berdasarkan pertimbangan berikut:

1. Hasil ulangan matematika peserta didik. Untuk memperoleh kemampuan awal peserta

didik dengan kategori tinggi, sedang, dan rendah. Kemudian diambil masing-masing

dua peserta didik untuk mewakili tiap tingkatan, sehingga diperoleh enam subjek.

2. Peserta didik sudah mempelajari materi tersebut.

3. Peserta didik dapat mengomunikasikan pemikirannya secara tertulis dan lisan dengan

baik.

4. Saran dari guru matematika yang mengajar dikelas tersebut.

D.Sumber Data

Data kualitatif merupakan sumber dari deskripsi yang luas dan berlandasan kokoh

serta memuat penjelasan tentang proses-proses yang terjadi dalam lingkup setempat.

Menurut Lofland dalam Lexy J. Moleong sumber data utama dalam penelitian kualitatif

ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan

lain-lain. Data hasil penelitian didapatkan melalui dua sumber data, yaitu:

1. Data Primer

Data primer adalah data dalam bentuk kata-kata yang diucapkan secara lisan atau

wawancara yang diperoleh dari narasumber atau informasi yang dianggap berpotensi

(56)

16

dalam memberikan informasi yang relevan dan sebenarnya di lapangan. Data primer

memiliki kelebihan yaitu peneliti dapat mengontrol tentang kualitas data tersebut, hal ini

bisa dilakukan karena peneliti memahami proses pengumpulannya. Serta, peneliti lebih

luluasa dalam menghubungkan masalah penelitiannya dengan kemungkinan ketersediaan

data di lapangan. Data kemampuan koneksi matematis peserta didik didapat dari hasil tes

tertulis dan wawancara.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari data pendukung data primer dan

dokumen serta data yang diambil dari suatu pembelajaran matematika. Dapat dikatakan

data sekunder ini bisa berasal dari dokumen-dokumen grafis seperti tabel, catatan, foto

dan lain-lain. 46

E. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian kualitatif yaitu peneliti sendiri. Menurut Nasution, alasan

kenapa instrumen adalah peneliti karena segala sesuatunya belum mempunyai bentuk

yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan,

bahkan hasil yang diharapkan, itu semua tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas

sebelumnya.47 Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen juga harus divalidasi seberapa

jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan.

Validasi terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi validasi terhadap pemahaman

metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan

peneliti untuk memasuki obyek penelitian, baik secara akademik maupun logistiknya.

46 Lexy j. Moleong, Metodologi Penelitian kualitatif Edisi revisi, (Bandung : Remaja Rosdakarya,2010 ), h.112

Gambar

Tabel 1 Hasil Belajar Matematika Kelas VIII SMP N 5 Terbanggi Besar
Tabel 2.1 Indikasi Indikator
Tabel  4.1 Daftar nama subjek penelitian
gambar tersebut adalah tenda yang biasa ditemukan untuk kemah. Namun
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini dikarenakan pengeluaran konsumsi yaitu pengeluaran rutin negara dalam hal ini belanja pegawai yang mencakup gaji dan pensiun, tunjangan serta belanja barang-barang

Uji multikolinearitas diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya variabel independen yang memiliki kemiripan dengan variabel independen lain dalam satu model. Semakin tinggi

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses

Hak cipta merupakan istilah yang populer di dalam masyarakat, walaupun demikian pemahaman tentang ruang lingkup pengertiannya tidaklah sama pada setiap orang karena berbedanya

Ibu Maya Silvi Lydia, B.Sc, M.Sc sebagai Sekretaris Program Studi S1 Ilmu Komputer Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara

2.1.4.5 Hubungan Dana Alokasi Umum dengan Alokasi Belanja Modal Hampir sama dengan PAD, DAU merupakan salah satu sumber pembiayaan untuk belanja modal guna pengadaan sarana

Dengan menggunakan berbagai solusi yang coba di bahas oleh penulis, diharapkan agar setiap pemakai Internet dapat meng optimalkan penggunaan Internet, sehingga informasi yang

Teori, Kuesinoner, dan Analisis Data untuk Pemasaran dan Perilaku Konsumen.Yogyakarta : Graha Ilmu. Riset Pemasaran dan