• Tidak ada hasil yang ditemukan

Zona Fisika | Blogger Lampung Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Zona Fisika | Blogger Lampung Tengah"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

Koreksi Boson Gauge

SU(6)

dalam Anomali

NuTeV

Skripsi

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sains

Ardy Mustofa

0300020111

Departemen Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan ALam

Universitas Indonesia

(2)

Lembar Persetujuan

Judul Skripsi : Koreksi Boson GaugeSU(6) dalam Anomali NuTeV Nama : Ardy Mustofa

NPM : 0300020111

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui

Depok, 20 Oktober 2004 Mengesahkan

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. L. T. Handoko Dr. Terry Mart

Penguji I Penguji II

(3)

Kata Pengantar

Seiring dengan perkembangan teknologi, eksperimen-eksperimen dibidang par-tikel mengalami peningkatan dalam hal skala energi. Diharapkan dengan pe-ningkatan skala energi ini akan dapat ditemukan partikel-partikel yang sudah diprediksi secara teoritik dalam teoriStandard Model, serta meningkatkan keaku-ratan dari nilai parameter-parameter yang telah diukur. Semakin akurat nilai parameter-parameter yang telah kita ketahui akan semakin menguji kebenaran dari teori tersebut.

Suatu hal yang menarik adalah apabila nilai parameter yang sama yang telah kita ukur dengan eksperimen pada skala energi yang lebih tinggi memiliki ni-lai yang berbeda (perbedaan yang cukup signifikan) dengan apa yang telah kita dapatkan sebelumnya dengan skala energi yang lebih rendah (tentu dengan ekspe-rimen yang berbeda). Hal inilah yang membuat para fisikawan teoritik berusaha untuk mengkaji kembali teori yang dipakai atau membuat teori yang lebih umum dari teori telah ada, sehingga dapat menjawab permasalahan-permasalahan yang muncul pada skala energi yang lebih tinggi.

(4)

Hasil karya ini tidaklah sempurna. Penulis menerima saran dan kritikan yang membangun dari para pembaca.

(5)

Abstrak

Kolaborasi NuTeV telah melaporkan sebuah anomali sebesar 3σ dalam perbandingan dari NC/CC untuk deep inelastic scattering νµ-nukleon. Kami

telah menghitung koreksi yang berasal dari boson gauge dalam teori SU(6) un-tuk anomali NuTeV, dengan membandingkan hasilnya dengan hasil dari teori Standard Model, untuk nilai a = 1.1 akan kita dapatkan nilai GN/GF berada

diantara 0.0331 dan 0.0818, sedangkan untuk nilai a = 1.5 akan kita dapatkan nilai GN/GF berada diantara 0.0064 dan 0.0154.

Kata kunci: Kolaborasi NuTeV, deep inelastic scattering, boson gaugeSU(6). viii+30 hlm.; lamp.

Daftar Acuan: 34 (1961-2004)

Abstract

The NuTeV collaboration has reported a 3σ anomaly in the NC/CC ratio of deep-inelastic νµ-nucleon scattering. We have evaluated correction from gauge

boson SU(6) Grand Unified Theories to the NuTeV anomaly, compared this result with the Standard Model theory, fora= 1.1 we get the value forGN/GF between

0.0331 and 0.0818, otherwise, for a = 1.5 we get GN/GF between 0.0064 and

0.0154.

Keywords: NuTeV Collaboration, deep inelastic scattering, SU(6) gauge boson. viii+30 pp.; appendices.

(6)

Daftar Isi

Kata Pengantar iii

Abstrak v

Daftar Isi vi

Daftar Gambar viii

1 Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang Masalah . . . 1

1.2 Perumusan Masalah . . . 2

1.3 Metode Penelitian . . . 3

1.4 Tujuan Penelitian . . . 3

2 Tinjauan Pustaka 4 2.1 Teori Glashow-Weinberg-Salam (GWS) . . . 4

2.1.1 Massa Boson Gauge . . . 5

2.1.2 Coupling dengan Fermion . . . 7

2.1.3 Massa Fermion dan Mixing pada Fermion . . . 9

2.2 Konsekuensi Eksperimen dari Teori GWS . . . 11

2.3 Gambaran Singkat Teori SU(6) . . . 15

3 Neutrino Deep Inelastic Scattering 16 3.1 KinematikDeep Inelastic Scattering . . . 16

3.2 Cross Section Hamburan Neutrino-Nukleon . . . 18

(7)

4 Hasil dan Pembahasan 25

5 Kesimpulan dan Saran 30

A Notasi 31

B Perhitungan 32

(8)

Daftar Gambar

2.1 Beberapa proses yang melibatkan coupling antara weak boson de-ngan fermion. . . 12 3.1 Skema prosesdeep inelastic scatteringdengan partikel datang

beru-pa lepton (e,µ,ν) dan target berupa nukleon. . . 17 3.2 Diagram Feynman untuk CC dan NC hamburan neutrino-quark. . 22 4.1 Diagram Feynman untuk CC dan NC hamburan neutrino-quark

dalam teori SU(6). . . 26 4.2 GrafikRν vsG

N/GF untuk hasil yang diprediksiSMdengan global

fit, hasil eksperimen NuTeV dan hasil koreksi teori SU(6) untuk nilai a= 1.1 dan a= 1.5 . . . 28 4.3 Grafik Rν vs a untuk hasil yang diprediksi SM dengan global fit,

hasil eksperimen NuTeV dan hasil koreksi teoriSU(6) untuk nilai

(9)

Bab 1

Pendahuluan

1.1

Latar Belakang Masalah

Keingintahuan manusia tentang alam semesta ini telah membawa manusia kepada suatu peradaban yang tinggi dengan majunya ilmu pengetahuan dan teknologi. Yang menjadi pertanyaan mendasar yang membawa manusia kepada tingginya peradaban tersebut adalah: “Apakah yang menjadi penyusun alam semesta ini?”, dan “Bagaimanakah interaksinya?”. Hal inilah yang menjadi sebuah dasar dalam perkembangan sains saat ini.

Hingga saat ini (sampai dengan skala eksperimen beberapa ratus GeV) telah diketahui bahwa partikel dasar penyusun alam semesta ini terbagi menjadi dua macam, yaitu fermion dan boson. Fermion yang menjadi partikel dasar terbagi menjadi dua grup: quark dan lepton. Quark berinteraksi melalui gaya magnetik, gaya kuat, dan gaya lemah. Lepton berinteraksi melalui gaya elektro-magnetik dan gaya lemah. Quark dikatakan memiliki enam buah flavor, mereka adalah up (u), down (d), charm (c), strange (s), top (t), dan bottom (b). Lepton dikatakan memiliki tiga buah tipe, yaitu elektron (e) dan neutrinonya (νe), muon

(µ) dan neutrinonya (νµ), serta tau (τ) dan neutrinonya (ντ). Sedangkan boson

yang menjadi partikel dasar adalah gluon yang menjadi mediasi dalam interaksi kuat, photon yang menjadi mediasi dalam interaksi elektromagnetik, serta boson

W dan Z yang menjadi mediasi dalam interaksi lemah.

(10)

keempat buah interaksi ini, interaksi elektromagnetik-lah yang pertamakali dapat dimengerti dengan baik dan dapat dijelaskan dengan sangat baik oleh teori Quan-tum ElectroDynamics (QED), kemudian dibuat sebuah teori yang dapat menje-laskan interaksi kuat yangprototype-nya diambil dari teoriQEDyang diberi nama teori Quantum ChromoDynamics (QCD), walaupun perhitungan secara anali-tiknya sangat rumit (sehingga sering digunakan metode numerik) tapi teori ini dapat cukup baik menjelaskan fenomena interaksi kuat. Setelah itu S.L. Glashow, S. Weinberg, dan A. Salam mencoba menjelaskan fenomena interaksi elektromag-netik dan interaksi lemah dengan sebuah teori yang disebut teoriElectroweakatau sering juga disebut dengan teoriGlashow-Weinberg-Salam, walaupun tidak sebaik QEDnamun teori ini dapat menjelaskan fenomena interaksi lemah dengan cukup baik. QCD bersama dengan teori Electroweaktergabung menjadi teori Standard Model (SM), sedangkan fenomena interaksi gravitasi belum dapat dijelaskan

hingga saat ini. SMinilah yang menjadi kerangka dasar berfikir fisikawan teori-tik saat ini untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi di alam semesta ini.

1.2

Perumusan Masalah

Salah satu parameter yang muncul dalam SM adalah weak mixing angle (θw).

Menentukan nilai dari parameter ini dengan berbagai macam eksperimen adalah salah satu usaha untuk membuktikan kebenaran teori SM. Eksperimen NuTeV merupakan salah satu eksperimen yang dilakukan untuk menentukan nilai dari parameter ini (biasanya dihitung dalam sin2θw), eksperimen ini adalah proses

hamburan neutrino-nukleon pada skala energi tinggi (neutrino berenergi tinggi). Suatu hal menarik yang dilaporkan oleh kolaborator NuTeV setelah memfit data dari eksperimen dengan menggunakan teori SM adalah didapatkannya ni-lai sin2θw sebesar 0,2277 ± 0,0013 (stat) ± 0,0009 (syst) [1], jika dibandingkan

dengan nilai yang diprediksi oleh SM dengan memfit data yang dihasilkan oleh eksperimen yang lain didapat nilai sin2θ

w sebesar 0,2227 ± 0,0004 [2,3]. Nilai

(11)

nilai yang telah diprediksi oleh SM.

Hal ini telah mendorong para fisikawan teoritik di bidang partikel untuk men-coba menjelaskan masalah ini. Sebelum adanya kemungkinan dari teori diluar SM (new physics), mereka telah melihat kemungkinan koreksi yang berasal dari SM, yaituelectroweak radiative corrections, koreksi dari pengaruhnext-to-leading

order dalam teoriQCD, dan ketidakpastian yang terkait denganparton distribu-tion funcdistribu-tions (PDFs). Namun ternyata hal ini belum dapat menjelaskan masalah

yang terjadi, sehingga mereka mulai mencari-cari teori diluar SM (new physics). Sampai sekarang, hal ini menjadi salah satu permasalahan dalam High Energy Physics (HEP) yang berusaha untuk dijelaskan.

1.3

Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat teoritik. Kerangka dasar teoritik yang digunakan adalah teori electroweakyang dikenalkan oleh S.L. Glashow, S. Weinberg, dan A. Salam [4,5,6]. Berdasarkan teori ini anomali NuTeV belum dapat dijelaskan dengan baik, sehingga dibutuhkan teori-teori baru diluar SMyang sering disebut sebagai new physics, yang dapat menjelaskan secara lebih baik dari hasil yang didapat

oleh SM. Dalam hal ini penulis menggunakan teori SU(6)yang menjadi kandidat baru sebagai Grand Unified Theory (GUT).

1.4

Tujuan Penelitian

(12)

Bab 2

Tinjauan Pustaka

Pada bab ini penulis akan memberikan gambaran secara singkat dari teori yang dikenalkan oleh S.L. Glashow, S. Weinberg, dan A. Salam untuk menjelaskan tentang interaksi lemah. Hal ini disebabkan karena hamburan νµ-nukleon

meru-pakan salah satu fenomena dalam interaksi lemah. Disini juga akan diberikan gambaran singkat teori SU(6) terkait dengan penelitian yang dilakukan.

2.1

Teori Glashow-Weinberg-Salam (GWS)

Dalam teori medan kuantum dipelajari bahwa setiap teori yang dibangun berdasar-kan suatu simetri tertentu maka teori tersebut haruslahinvariantterhadap trans-formasi lokal atau transtrans-formasi gauge dari simetri yang dibangun. Jika teori tersebut invariant maka besaran-besaran fisis yang dihasilkan, nilainya tidak bergantung pada kerangka acuan inersia dimana besaran tersebut diukur. Teori GWS yang dapat dikatakan cukup berhasil dalam menjelaskan fenomena interaksi lemah dibangun berdasarkan simetri terhadap SU(2)L × U(1)Y, dengan

trans-formasi gauge yang berbentuk

φeiαaτaeiβ/2φ, (2.1) disini kita telah memasukkan sebuah muatan +1/2 terhadap simetri U(1)Y, dan

nilai τa= 12σa denganσa adalah matriks Pauli 2×2.

Agar teori GWS iniinvariant, makacovariant derivativedari φharus berben-tuk

Dµφ= (∂µ−igWµaτa−i

1 2g

B

(13)

dengan Wa

µ dan Bµ adalah boson gauge dari SU(2)L dan U(1)Y. Sedangkan g

dan g′ merupakan konstantacoupling dari SU(2)L dan U(1)Y.

2.1.1

Massa Boson Gauge

Suku massa dari boson gauge dapat diperoleh dengan cara mengkuadratkan pers.(2.2) dengan memasukkan φ sebagai medan Higgs Φ (cara ini disebut se-bagai mekanisme Higgs) yang berbentuk

Φ = √1

maka akan kita dapatkan suku massa dari boson gauge yang berbentuk

Lmassa boson gauge =

1 Dari persamaan diatas akan muncul tiga buah boson bermassa dan sebuah boson yang tidak bermassa sebagai berikut

Wµ± = √1

Dua buah boson baru yang bermassa yang muncul pada persamaan diatas, yaitu boson W dan Z disebut sebagai weak boson, adalah boson yang muncul dari interaksi lemah. Sedangkan boson yang tidak bermassa pada persamaan diatas telah muncul sebelumnya dalam teori QEDyang dikenal sebagai photon, adalah boson yang muncul dari interaksi elektromagnetik.

Mulai sekarang akan lebih baik jika kita menuliskan semua persamaan dalam hubungannya dengan mass eigenstates, karena bentuk inilah yang memiliki arti fisis yang diukur oleh orang eksperimen. Untuk fermion dalam representasi umum

SU(2), dengan muatanU(1) adalah Y, covariant derivative-nya akan berbentuk

(14)

dalam hubungannya dengan mass eigenstates persamaan diatas akan menjadi

dengan T±= (T1 ±iT2). Normalisasi dipilih sedemikianrupa sehingga

T± = 1 2(σ

1

±iσ2) = σ±. (2.8) Agar pers.(2.7) menjadi persamaan yang memiliki bentuk yang terkait dengan interaksi elektromagnetik, maka kita perlu mendefinisikan sebuah koefisien dari interaksi elektromagnetik sebagai muatan elektron e,

e= gg

g2+g′2, (2.9)

dan mendefinisikan bilangan kuantum muatan listrik sebagai

Q=T3+Y. (2.10)

Untuk menyederhanakan pers.(2.7), akan kita definisikan weak mixing angle,

θw, sebagai sudut yang muncul dalam perubahan basis dari gauge eigenstates

(W3

maka kita dapat menulis pers.(2.7) dalam bentuk

(15)

Dapat kita lihat disini bahwa semua pasangan (coupling) dari weak boson dideskripsikan oleh dua buah parameter: muatan elektron edan sebuah parame-ter baru θw. Sedangkan massa bosonW dan Z memiliki hubungan berdasarkan

pers.(2.5) adalah sebagai berikut

mW =mZcosθW (2.15)

Semua proses yang melibatkan pertukaran boson W dan Z, setidaknya pada perhitungan tree level, dapat dituliskan dalam tiga buah parameter dasare, θw,

dan mW.

2.1.2

Coupling

dengan Fermion

Bentuk covariant derivative pada pers.(2.13) secara unik dapat menentukan cou-pling boson W dan Z dengan fermion, segera setelah bilangan kuantum dari fermion ditentukan. Sebelum kita menentukan bilangan kuantum dari fermion, kita perlu melihat suku kinetik dari persamaan Dirac berikut ini

ψi∂/ψ =ψLi∂/ψL+ψRi∂/ψR. (2.16)

pada persamaan diatas kita telah memisahkan medan fermion yang left-handed dengan yangright-handed. Dalam representasiSU(2)Lfermionleft-handed

memi-liki bentuk doublet, sedangkan fermion right-handed memiliki bentuk singlet se-bagai berikut

QL ≡ u i L

di L

!

dan QR≡uiR, diR,

LL ≡ ν i L

ℓi L

!

dan LR≡ℓiR, (2.17)

denganuiberarti untukup, charm,dantop;diuntukdown, strange,danbottom;

ℓi untuk elektron, muon, dan tau; νi untuk ν

e, νµ, dan ντ. Setelah kita dapat

menentukan nilai T3 untuk setiap medan fermion, nilai Y dapat kita tentukan

(16)

listriknya. Sebagai contoh untuk uR, Y = +2/3; untuk e−R, Y = −1. Untuk

medan fermion left-handed, contohnya

EL= bung dengan T3 =±1/2 akan menghasilkan muatan listrik yang sesuai.

Disini kita tidak akan membahas massa dari fermion, kita anggap fermion tidak bermassa. Deskripsi ini akan cukup berguna bila kita menganalisa feno-mena interaksi lemah pada energi tinggi, dimana massa quark dan lepton dapat diabaikan.

Jika kita mengabaikan suku massa fermion, maka Lagrangian suku kinetik dari interaksi lemah untuk quark dan lepton sesuai dengan penyusunan muatan seperti yang telah dijelaskan diatas adalah

Lkinetik =LL(iD/)LL+ℓ i

R(iD/)ℓiR+QL(iD/)QL+uiR(iD/)uiR+d i

R(iD/)diR. (2.19)

untuk setiap suku diatas, bentukcovariant derivative-nya sesuai dengan pers.(2.6), dengan nilaiTadanY tergantung dari komponen medan fermion, sebagai contoh

QL(iD/)QL=QLiγµ(∂µ−igAaµTa−i

1 6g

B

µ)QL. (2.20)

Untuk membangun konsekuensi fisis dari coupling fermion-boson vektor, kita harus menuliskan pers.(2.19) dalam hubungannya dengan mass eigenstates dari boson vektor, dengan menggunakan bentukcovariant derivativepada pers.(2.13). Sehingga pers.(2.19) akan menjadi

(17)

+ uLiγµ(12 − 23sin2θw)uLi + uRiγµ(−23 sin2θw)uiR

2.1.3

Massa Fermion dan Mixing pada Fermion

Pada subbab diatas kita telah melihat bagaimana weak boson ter-couple dengan fermion. Sekarang kita ingin melihat bagaimana pengaruh dari massa fermion pada persamaan diatas. Sebelumnya kita akan terlebih dahulu membuat massa fermion.

Prinsip mekanisme Higgs yang kita lakukan untuk mendapatkan massa dari boson gauge, dapat juga kita gunakan untuk mendapatkan massa fermion. Agar diperoleh massa fermion, maka suku massa harus diperkenalkan pada lagrangian, yang berbentuk interaksi antara partikel dengan antipartikel-nya:

Lmassa =mψψ. (2.23)

Disinimmerupakan parameter sembarang, yang belum tentu berarti massa. Jika ditulis dalam komponen left-handed dan right-handed, maka pers.(2.23) menjadi

Lmassa =mψψ=m(ψLψR+ψRψL). (2.24)

Jika kita mengingat kembali pers.(2.17) yang menuliskan komponenleft-handed dalam bentuk doublet dan komponen right-handed dalam bentuk singlet, maka dalam pers.(2.24) diatas tidak dapat dilakukan operasi perkalian. Disinilah kita kembali menggunakan mekanisme Higgs, yaitu dengan cara memasukkan medan Higgs Φ diantara fermion. Sehingga sekarang Lagrangian suku massa mengan-dung medan boson Higgs dan fermion, yang dituliskan sebagai

(18)

Disini terdapat besaran coupling baru, yaitu fu, fd, dan fℓ yang menandakan

adanya interaksi fermion dengan boson Higgs yang dikenal dengan nama in-teraksi Yukawa. Sedangkan interaksi partikel dengan antipartikel-nya akan memberikan suku massa pada Lagrangian diatas sebagai berikut

Lmassa =−uiLvfuiju

Namun karena konstanta coupling fu, fd, dan fℓ secara umum tidak diagonal,

massa fermion yang memiliki arti fisis belum didapatkan. Agar mendapatkan massa fermion yang memiliki arti fisis, maka pada pers.(2.27) diatas harus di-lakukan diagonalisasi sebagai barikut

Lmassa = −u′kL(U Disini medan fermion telah teredefinisi menjadi

ui =Uiju′j, di =Vijd′j, dan ℓi =Sijℓ′j, (2.30) dengan U, V, dan S merupakan matriks satuan yang memenuhi

U†U =V†V =S†S = 1. (2.31) keadaan fermion yang mengandung tanda (’) merupakan mass eigenstate.

Akibat meredefinisi medan pada suku massa, maka secara umum eigenstates pada Lagrangian yang gauge invariant (biasa disebut sebagai weak eigenstates) juga harus diredefinisi. Sekarang kita harus meredefinisi semua eigenstate dari Lagrangian suku kinetik pada pers.(2.21) sehingga memiliki arti fisis. Proses re-definisi akan saling menghilangkan pada interaksi yang melibatkan pertukaran boson Z dan photon, sedangkan untuk interaksi yang melibatkan pertukaran bo-son W akan menjadi

(19)

JWµ− =

denganVCKM adalah matriks Cabibbo-Kobayashi-Maskawa[7,8], yang berbentuk

VCKM =

2.2

Konsekuensi Eksperimen dari Teori GWS

Sekarang kita telah memiliki teori dasar untuk proses yang melibatkan coupling antara bosonW danZ dengan fermion, dari teori ini kita akan melihat konsekuen-si eksperimen untuk proses yang dimediakonsekuen-si oleh weak bosons. Hasil analisis ini akan mereproduksi gambaran Lagrangian efektif dari interaksi lemah yang akan kita gunakan dalam hamburan netrino-nukleon seperti pada anomali NuTeV.

Pada eksperimen yang dilakukan dengan energi yang lebih rendah dari massa boson vektor, coupling dari weak bosons memiliki pengaruh yang dominan pada proses yang melibatkan pertukaranweak bosons. Proses ini ditunjukkan pada Gb. 2.1. Propagator dari boson W dan Z diberikan oleh persamaan berikut

hWµ+(p)Wν−(p)i= −ig Agar lebih sederhana, kita akan melihat diagram proses yang melibatkan per-tukaran boson W seperti yang kita lihat pada Gb.2.1 dalam batas energi yang lebih rendah dari massaW, sehingga kita dapat mengabaikan sukup2pada

(20)

W Z u

ν

l ν

d

u

u

Gambar 2.1: Beberapa proses yang melibatkancouplingantaraweak bosondengan fermion.

koefisiennya sering dituliskan dalam hubungannya dengan konstanta Fermi

GF

√ 2 =

g2

8m2

W

. (2.37)

karena interaksi diantara lepton-lepton dan quark-quark ini dimediasi oleh per-tukaran boson vektor yang bermuatan, maka interaksi ini dinamakan interaksi charge-current (CC).

Dengan cara yang sama, kita dapat mengerjakan Lagrangian efektif dari per-tukaran boson Z. Kita dapatkan

LZ =

g2

2m2

Z

JZµJµZ

= 4√GF 2

 

X

f

f γµ(T3sin2θwQ)f

 

2

, (2.38)

dengan penjumlahan terhadap seluruh komponen left-handed dan right-handed, disini kita juga telah menggunakan pers.(2.15). Kita katakan bahwa Lagrangian efektif diatas memediasi proses interaksi lemah neutral-current (NC).

(21)

berenergi tinggi menghamburkan nukleon tetapi tidak mengubah keadaan akhir neutrino menjadi muon atau elektron. Sama halnya, interaksi neutral current memprediksi kemunculan dari pengaruh pelanggaran paritas dalam electron deep inelastic scattering. Interaksi neutral current juga memprediksi pelanggaran pa-ritas dalam interaksi antara elektron-nukleon yang seharusnya mencampur level-level energi atom, hal ini juga berlaku untuk interaksi antara nukleon-nukleon. Dalam teori GWS, seberapa besar kuatnya pengaruh ini diprediksi di dalam kons-tanta Fermi dan sebuah parameter tambahan, yaitu nilai sin2θw. Jadi, teori

GWS dapat diuji dengan cara mengamati tiap masing-masing pengaruh ini dan mendapatkan sebuah nilai tunggal dari parameter ini untuk setiap proses yang berbeda-beda.

Karena interaksi lemah untukneutral currentmemiliki begitu banyak manifes-tasi yang berbeda (misalnya: perbandingan total cross sectionNC terhadap CC

dalam neutrino-nukleon deep inelastic scattering, polarization asymmetry dalam peluruhan Z0 f f, total cross section dari neutrino-elektron elastic

scatter-ing, dll), teori GWS untuk interaksi lemah dapat dilakukan serangkaian uji coba

dengan cara membandingkan nilai parameter sin2θw yang dihitung untuk

seti-ap proses yang berbeda. Tabel 2.1 [9] menunjukkan nilai sin2θw yang didapat

dari berbagai macam proses. Untuk semua kasus, koreksi radiatif one-loopharus dimasukkan untuk menganalisis eksperimen pada tingkat keakuratan yang lebih tinggi. Koreksi radiatif ini menyimpan sesuatu yang tersembunyi didalamnya.

Pertama, awalnya kita harus mengambil sebuah skema renormalisasi yang mendefinisikan sin2θ

w dan menggunakannya secara konsisten dalam semua

per-hitungan yang kita lakukan. Dalam tabel 2.1 ditunjukkan sebuah skema renor-malisasi. Pada skema tersebut, nilai objek yang kita amati dalam interaksi lemah dituliskan dalam fungsiα,GF, dan sebuah parameter bebas. Pada kolom pertama

parameter ini adalah perbandingan mW/mZ, dan dari pers.(2.15) kita gunakan

perbandingan ini untuk mendefinisikan sebuah nilai terenormalisasi dari sin2θw:

s2W ≡1−

m2

W

m2

Z

. (2.39)

skema ini dikenal dengan nama skema on-shell.

(22)

one-Tabel 2.1: Nilai dari s2W untuk berbagai macam pengamatan. Terkecuali jika

disebutkan dalam tabel, massa top quark mt = 177.9±4.4 GeV. Angka yang

berada didalam kurung adalah nilai simpangan baku dalam digit terakhir

Data s2

W

All data 0.2228(4) All indirect (nomt) 0.2229(4)

Z pole (no mt) 0.2231(6)

LEP 1 (nomt) 0.2237(7)

SLD +MZ 0.2217(6)

A(F Bb,c) + MZ 0.2244(8)

MW + MZ 0.2221(8)

MZ 0.2227(5)

QW (APV) 0.2207(19)

DIS (isoscalar) 0.2274(21) SLAC eD 0.213(19) polarized Moller 0.2207(43) elasticνµ(νµ)e 0.2220(77)

(23)

loop untuk proses weak neutral current adalah kebergantungan terhadap massa top quark (mt) dan juga massa Higgs (MH).

2.3

Gambaran Singkat Teori

SU(6)

Teori SU(6) yang akan dijelaskan disini hanyalah merupakan bagian kecil dari teori yang sebenarnya [10]. Disini penulis hanya akan memberikan penjelasan singkat bagaimana dalam teoriSU(6) akan kita dapatkan tambahan boson gauge baru yang akan memberikan koreksi dalam teori SMuntuk menjelaskan anomali NuTeV.

Teori SU(6) adalah penyatuan teori GWS dengan teori QCD. Perusakan Simetri (symmetry breaking)dari teori SU(6) ini adalah sebagai berikut:

SU(6) ⇓

SU(3)C ⊗SU(3)DW ⊗U(1)B

SU(3)C sebagaimana yang telah kita ketahui adalah simetri gauge untuk teori

QCD. Selanjutnya SU(3)DW ter-breaking menjadi:

SU(3)DW

SU(2)U(1)C

SU(2),U(1)B, danU(1)C harus dapat mereproduksi teori GWS dalam skala

elec-troweak.

(24)

Bab 3

Neutrino

Deep Inelastic Scattering

Dalam bab ini akan diberikan kinematik dari proses deep inelastic scattering (DIS) yang akan digunakan dalam perhitungancross sectionhamburan neutrino-nukleon, serta nilai cross section hamburan neutrino-nukleon dalam teori SM.

3.1

Kinematik

Deep Inelastic Scattering

Anomali NuTeV yang merupakan salah satu fenomena interaksi lemah, meli-batkan proses yang disebut deep inelastic scattering. Dalam eksperimen NuTeV, neutrino dapat menghamburkan nukleon dengan hamburan inelastik. Dalam sub-bab ini akan diperkenalkan variabel yang terkait dengan prosesdeep inelastic scat-tering (DIS). Gb.2.2 akan menunjukkan diagram proses deep inelastic scattering yang prosesnya ditunjukkan sebagai berikut

l(k) +p(p)l(k′) +X(p′). (3.1) lepton yang datang dapat berupa elektron, muon, neutrino; boson vektor yang dipertukarkan dapat berupaphoton,W±, atauZ0. Lepton menghamburkan

nuk-leon, yang berupa proton atau neutron, dengan hamburan inelastik, sehingga menghasilkan keadaan akhir yang berupa lepton serta hadron-hadron yang ber-asal dari pecahan-pecahan nukleon. Nukleon yang tersusun atas quark dan gluon, dengan cepat membentuk hadron-hadron sehingga muncul sebagai hujan hadron.

X dalam pers.(3.1) menandakan keadaan hadron yang kompleks.

(25)

W (q=k-k') Z,

γ,

l (k) l (k')

p (P) X (p+q)

Gambar 3.1: Skema prosesdeep inelastic scatteringdengan partikel datang beru-pa lepton (e,µ,ν) dan target berupa nukleon.

keluar (k′) untuk interaksi CC (NC), boson W (Z) yang dipertukarkan (q)

un-tuk interaksi CC (NC), nukleon target (p), dan keadaan akhir hadron (p′) dalam

kerangka acuan lab adalah sebagai berikut

k = (E,k), (3.2)

k′ = (E′,k′), (3.3)

p = (M,0,0,0), (3.4)

q = (ν,q), (3.5)

p′ = p+q =p+ (kk′). (3.6) dengan E adalah energi neutrino yang datang, E′ untuk energi muon (neutrino) yang keluar, M adalah massa nukleon, kadalah momentum ruang dari neutrino yang datang,k′ untuk momentum ruang dari muon (neutrino) yang keluar, danν

adalah energi transfer ke nukleon. Disini kita tidak mengabaikan massa neutrino. Digunakan juga beberapa variabel yang lain, yaitu

• Q2 = momentum dari boson yang dipertukarkan yang mendefinisikan skala

energi interaksi; yaitu momentum transfer “space-like” antara lepton de-ngan hadron:

(26)

dengan m adalah massa neutrino yang datang dan m′ adalah massa muon (neutrino) yang keluar untuk kasus CC (NC).

• ν = energi yang ditransfer dari lepton ke sistem hadron:

ν = p·q

M =E−E

. (3.8)

• W2 = massa invariantdari sistem hadron:

W2 = (q+p)2 =M2 + 2Mν Q2. (3.9) dan ditambah dengan dua buah variabel tidak berdimensi, yang kita definisikan sebagai:

• y = inelasticity, fraksi dari energi total lepton yang ditransfer ke sistem hadron dalam kerangka acuan lab:

y = p·q

p·k = ν

E. (3.10)

• x = the Bjorken scaling variable, fraksi dari momentum total yang dibawa oleh quark yang terlepas:

x= −q

2

2p·q = Q2

2Mν = Q2

2MEy. (3.11)

3.2

Cross Section

Hamburan Neutrino-Nukleon

Nilaicross sectiondari kasusdeep inelastic neutrino-nucleon scatteringyang pro-sesnya adalah sebagai berikut

νµ(νµ) +N → µ−(µ+) +X (3.12)

νµ(νµ) +N → νµ(νµ) +X (3.13)

dalam orde terendah (lowest order) dituliskan sebagai perkalian sebuah tensor leptonik Lµν dan sebuah tensor hadronik Wµν yang menggambarkan interaksi

leptonik dan hadronik :

d2σν,ν

dxdy = G2

F y

16π

1 (1 +Q2/M2

W,Z)2

(27)

dengan MW adalah massa boson vektor untuk interaksi CC dan MZ untuk

in-teraksi NC, GF adalah konstanta Fermi, dan sebuah parameter baru λ(Q2, x, y)

yang muncul jika kita tidak mengabaikan massa lepton, yang memiliki bentuk:

λ= 2E

suku λ ini akan bernilai 1 jika kita membuat nilaim =m′ = 0, sehingga akan

di-dapatkan hasil seperti pada referensi [11]. Sedangkan bentuk dari tensor leptonik adalah sebagai berikut:

Lµν = 2Tr[(k/′+m′)γµ(1−γ5)k/γν] (3.16)

denganm′ =mµuntuk kasus CCdan m′ =mν untuk kasusNC. Bentuk yang

pa-ling umum dalam menuliskan tensor hadronik adalah dengan menghubungkannya dengan fungsi skalar Wi, yang menggambarkan struktur nukleon. Untuk kasus

CC tensor hadroniknya memiliki bentuk:

Wµν = gµν W1(x, Q2) +

sedangkan untuk kasus NCtensor hadroniknya berbentuk:

Wµν = gµν (gL2 +gR2)W1(x, Q2) +

dengan nilaigLdangRseperti yang ditunjukkan dalam tabel 3.1. Selanjutnya kita

akan mengganti fungsi Wi kedalam oleh fungsi struktur yang tidak berdimensi

Fi, yang memiliki sebuah representasi yang sederhana dalamquark parton model:

F1(x, Q2) =W1(x, Q2) (3.19)

F2(x, Q2) =

ν

(28)

Tabel 3.1: Fermion dalam SMdan coupling Z-nya.

Kontraksi antara tensor leptonik dan hadronik dalam kasus CC akan meng-hasilkan nilai differential cross sectiondari neutrino-nukleon deep inelastic scat-tering adalah sebagai berikut:

d2σν,ν dari Ward-Takahashi Identity :

qµWµν =qνWµν = 0, (3.25)

dengan memasukkan pers.(3.4), (3.5), (3.12), dan mengubah bentuk Wi kedalam

bentuk Fi, pers.(3.28) dan (3.29) diatas akan menjadi

F5 =

1

(29)

F4 =

1

4x2 F2−

1

2x F1. (3.29)

Jika kita memasukkan pers.(3.30), dan (3.31) diatas kedalam pers.(3.26) maka akan kita dapatkan dengan tanda +() pada suku terakhir mengacu untuk kasus hamburan neutri-no (antineutrineutri-no). Fungsi strukturFi(x, Q2) dalam persamaan diatas bergantung

pada tipe interaksi dan target yang ditumbuk pada proses hamburan tersebut. Ji-ka menggunaJi-kan asumsi dariquark parton model, fungsi struktur dapat dituliskan dalam kaitannya dengan komposisi quark dalam nukleon target.

3.3

Model Parton dari Hadron

Dalam asumsi model parton, digambarkan proses hamburan neutrino-nukleon da-lam kaitannya dengan terhamburnya penyusun-penyusun nukleon, seperti yang digambarkan pada Gb.3.1.

Dalamquark parton model, nukleon tersusun atas parton (quark dan gluon), yang berlaku sebagai partikel titik. Dengan perhitungan kasar, setengah dari momentum nukleon berasal dari gluon yang mengikat quark-quark tetapi tidak berinteraksi melalui gaya lemah. Setengah dari momentum yang tersisa ber-asal dari quark-quark, yaitu valence quark dan sea quark. valence quark menen-tukan muatan dan spin dari nukleon. Proton misalnya, tersusun atas dua buah

u valence quark dan sebuah d valence quark. Neutron tersusun atas sebuah u

(30)

Z

q q

µ

ν

µ

ν

q' q

µ

µ

ν

W

Gambar 3.2: Diagram Feynman untuk CC dan NC hamburan neutrino-quark.

Quark parton modelmengasumsikan sebuah kerangka Lorentz dengan

|p| ≫m, M (3.31)

sehingga semua massa dapat diabaikan. Dalam kerangka ini, momentum nukleon bahkan diasumsikan jauh lebih besar dibandingkan dengan momentum transfer terkait dengan interaksi kuat antara quark. Oleh karena itu, hamburan neutrino-nukleon dapat digambarkan sebagai hamburan elastis dari sebuah parton tunggal yang tidak saling berinteraksi dengan parton lainnya. Karena parton diasumsikan bebas, fungsi struktur nukleon Fi dapat dituliskan sebagai jumlah probabilitas

hamburan dari parton tunggal.

Disini kita akan menuliskan 2xF1 dan xF3 sebagai:

2xF1(x, Q2) = 2

X

i=u,d,···

xqi(x) +xqi(x)

xF3(x, Q2) = 2

X

i=u,d,···

xqi(x)−xqi(x) (3.32)

dengan penjumlahan terhadap seluruh jenis parton. Setiap parton membawa sebuah fraksi x = Q2/2 dari momentum nukleon, sehingga q(x) merupakan

probabilitas menemukan parton yang memiliki fraksi momentum (x). Sedangkan

F2 memiliki hubungan denganF1 adalah sebagai berikut:

(31)

relasi ini dalam quark parton model dikenal dengan nama Callan-Gross relation [12].

Jika relasi-relasi diatas kita masukkan kedalam pers.(3.30) dengan mengabaikan suku massa lepton dan proton, serta mengabaikan faktor dari propagator, ma-ka ama-kan kita dapatma-kan nilai cross section dari hamburan neutrino-nukleon untuk kasus charge current adalah

d2σν

Sedangkan nilaicross sectionhamburan neutrino-nukleon untuk kasusNC memi-liki bentuk sebagai berikut:

d2σν

Ldang2Radalah komponenleft handeddanright handeddariweak neutral

current.

isoscalar coupling, g2

L dan gR2 didefinisikan sebagai jumlah dari kuadrat coupling

quark, dari tabel 3.1 kita dapatkan nilai:

g2L = u2L+d2L= 1

Dengan mensubstitusi pers.(3.34), (3.37), dan (3.38) kedalam pers.(3.35) dan (3.36), maka akan didapat

d2σN Cν

(32)

sebagai berikut:

σ(νµN →νµX) σ(νµN →µ−X)

= σ

ν N C

σν CC

= gL2 +rgR2

= 1 2−sin

2θ

w+

5

9(1 +r) sin

4θ

w , (3.40)

σ(νµN →νµX) σ(νµN →µ+X)

= σ

ν N C

σν CC

= gL2 + 1

rg

2

R

= 1 2 −sin

2θ

w+

5 9

1 + 1

r

sin4θw , (3.41)

dengan

r= σ(νµN →µ

+X)

σ(νµN →µ−X)

= σ

ν CC

σν CC

(33)

Bab 4

Hasil dan Pembahasan

Koreksi yang akan kita lakukan dengan menggunakan teori SU(6)adalah dengan menambah boson gauge baru kedalam interaksi neutral current (boson N) dan interaksicharge current(bosonC), tanpa merubah interaksi boson gauge didalam teori SM; seperti yang terlihat dalam Gb.4.1. Dalam gambar tersebut kita telah menambahkan boson N untuk yang dimediasi boson Z, sedangkan untuk yang dimediasi boson W kita tambahkan boson C, inilah yang kita sebut sebagai ko-reksi boson gauge SU(6) dalam anomali NuTeV.

Didalam teoriSMnilaiamplitude invariantdari suatu proses hamburan neutrino-nukleon dituliskan sebagai berikut:

−iM(νN µX) =iGF

2

1 (1 +Q2/M2

W)

[µγµ(1−γ5)ν]

Z

d4x eiq·x

hX|(x)|Pi,

(4.1) untuk interaksi charge current, dan

−iM(νN νX) =iG√F 2

1 (1 +Q2/M2

Z)

[νγµ(1−γ5)ν]

Z

d4x eiq·xhX|Jν(x)|Pi ,

(4.2) untuk interaksi neutral current (disini kita telah menggunakan nilai GN = GF

untuk perhitungan dalam orde terendah). Koreksi boson gauge SU(6) akan di-tambahkan dalam amplitude invariant diatas tanpa mengubah interaksi boson gauge dalam teoriSM, maka jika kita melakukan hal tersebut akan kita dapatkan amplitude invariant dalam teoriSU(6) adalah sebagai berikut:

−iMSU(6)(νN →µX) = −i

1 √ 2

GF

(1 +Q2/M2

W)

+ GC

(1 +Q2/M2

C)

!

[µγµ(1−γ5)ν]

Z

d4x eiq·x

(34)

+

Gambar 4.1: Diagram Feynman untuk CC dan NC hamburan neutrino-quark dalam teori SU(6). denganGCdanMC adalah konstantacouplingdan massa dari boson gaugeSU(6)

untuk interaksi charge current. Sedangkan untuk interaksi neutral current, am-plitude invariant-nya berbentuk: denganGN danMN adalah konstantacouplingdan massa dari boson gaugeSU(6)

untuk interaksi neutral current. Kedua buah persamaan diatas dapat dituliskan dalam kaitannya dengan amplitude invariantteori SM sebagai berikut:

(35)

sehingga nilai |M|2 untuk setiap proses diatas adalah

Jika kita mengabaikan faktor dari propagator maka persamaan diatas menjadi

|M|2

Selanjutnya kita akan mengaitkan konstanta coupling GN dengan GC.

GC =a GN. (4.11)

Dengan menggunakan relasi diatas maka akan kita dapatkan perbandingan nilai

SU(6) dalam hubungannya dengan nilai RνSM adalah sebagai berikut:

RSUν (6) =

Jika kita membuat plot grafik Rν terhadap G

N/GF untuk hasil yang telah kita

peroleh diatas, maka akan kita peroleh grafik seperti dalam Gb.4.2.

Dari grafik tersebut kita dapatkan bahwa untuk nilaia= 1.1 akan kita dap-atkan rangenilai 0.0331< GN/GF <0.0818, sedangkan untuk nilaia = 1.5 akan

kita perolehrangenilai 0.0064< GN/GF <0.0154. Dari hasil tersebut dapat kita

simpulkan bahwa untuk nilai a yang semakin besar, akan kita peroleh range un-tuk nilai GN/GF semakin sempit, bahkan untuk nilai a≫1, akan kita dapatkan

nilai GN/GF ≈ 0. Ini berarti jika semakin besar konstanta coupling C

(36)

0 0.05 0.1 0.15 0.2 GN/GF

0.308 0.309 0.31 0.311 0.312 0.313 0.314 0.315

R

ν

RSU(6) ; a=1.1 RSU(6) ; a=1.5 RSM RNuTeV

Gambar 4.2: Grafik Rν vs G

N/GF untuk hasil yang diprediksiSMdengan global

fit, hasil eksperimen NuTeV dan hasil koreksi teori SU(6) untuk nilai a = 1.1 dan a = 1.5 .

interaksi charge current lebih kuat jika dibandingkan dengan interaksi neutral current-nya, hal ini berbeda dengan teori SM dimana interaksi neutral current lebih kuat dibandingkan dengan interaksi charge current-nya.

Jika kita membuat plot grafik Rν terhadap nilai a, maka akan kita dapatkan

grafik seperti dalam Gb.4.3. Dari grafik tersebut dapat kita lihat bahwa untuk nilai GN/GF = 0.01 akan kita peroleh range untuk nilai 1.3234 < a < 1.7637,

sedangkan untuk nilai GN/GF = 0.05 maka akan kita dapatkan range nilai

1.0672< a <1.1588.

1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 a

0.31

R

ν

RSU(6) ; GN/GF=0.05 RSU(6) ; GN/GF=0.01 RSM

RNuTeV

Gambar 4.3: Grafik Rν vs a untuk hasil yang diprediksi SM dengan global fit,

hasil eksperimen NuTeV dan hasil koreksi teoriSU(6) untuk nilaiGN/GF = 0.01

(37)

Bab 5

Kesimpulan dan Saran

Setelah dilakukan perhitungan dan hasilnya ditunjukkan oleh grafik, maka anoma-li NuTeV dapat dijelaskan dengan teoriSU(6) -dengan cara menambahkan gauge boson baru yang tidak muncul dalam teori SM- untuk nilai a = 1.1 maka di-dapatkan range nilai 0.0331 < GN/GF <0.0818, sedangkan untuk nilai a = 1.5

maka akan kita dapatkan range nilai 0.0064 < GN/GF < 0.0154. Nilai a pada

perhitungan diatas harus lebih besar dari satu (a > 1) agar dapat menjelaskan anomali NuTeV. Sebaliknya jika kita memfit nilai GN/GF = 0.01 akan kita

da-patkan range nilai 1.3234 < a < 1.7637, sedangkan untuk nilai GN/GF = 0.05

akan kita dapatkan rangenilai 1.0672< a <1.1588.

Saran untuk penelitian lebih lanjut adalah menerapkan teori SU(6) untuk eksperimen-eksperimen lain yang belum dapat dijelaskan oleh teoriSM, misalnya untuk menjelaskan peluruhan proton. Hal ini akan memberikan batasan (con-straint) untuk nilai GN/GF serta nilai a, sehingga akan dapat nilaiGN/GF dan

(38)

Lampiran A

Notasi

Sistem satuan yang digunakan dalam perhitungan ini adalah sistem satuan alami (natural system of units), di mana didefinisikan ¯h=c= 1 dan tidak berdimensi. Energi, massa, dan momentum, seluruhnya berdimensi energi, yakni dengan sa-tuan MeV. Dengan demikian, dimensi panjang dan luas masing-masing menjadi energi−1 dan energi−2. Untuk mendapatkan nilai dan mengembalikan dimensi

besaran yang ingin diketahui, digunakan konversi berikut [14]:

¯

h = 6.58212233(49)×10−22 MeV s (A.1) ¯

(39)

Lampiran B

Perhitungan

Pers.(3.15) dapat diperoleh dengan cara berikut:

dσ= 1 dalam perhitungan orde terendah nilai GN = GF. Jµ dalam pers.(B.2) adalah

quark charge current, sedangkan Jν dalam pers.(B.3) adalah quark neutral

cur-rent, sehingga akan didapatkan nilai

|M|2 = G

faktor 4π berasal dari normalisasi Wµν, untuk nilai

(40)

Selanjutnya dengan menggunakan pers.(3.2) dan (3.4) kita dapatkan

dengan menggunakan relasi momentum-energi relativistik, kita dapatkan

dσ= 1

dengan menggunakan pers.(3.7) dan (3.8), kita mengubahdE′dΩ kedalam bentuk

dν dQ2 dengan relasi berikut:

dE′ dΩ = 2π

kemudian kita mengubah dν dQ2 kedalam bentuk dx dy dengan menggunakan

pers.(3.10) dan (3.12), sehingga akan didapatkan relasi:

dν dQ2 = 2ME2y dx dy, (B.10) langkah terakhir adalah dengan cara mengubah suku ketiga dari pers.(B.8) kedalam kaitannya dengan x dan y sebagai berikut:

(E′2m′2)1/2

(41)

Daftar Acuan

[1] NuTeV: G. P. Zeller et. al., Phys. Rev. Lett.88, (2002) 091802.

[2] V. A. Uvarov et. al., “A Combination of Preliminary Electroweak Mea-surements and Constraint on the Standard Model”, CERN-EP/2001-98,hep-ex/0112021.

[3] M. Gruenewald, private communication, for the fit of Ref.[2] without neutrino-nucleon scattering data included.

[4] S. L. Glashow, Nucl. Phys. 22,(1961) 579. [5] S. Weinberg, Phys. Rev. Lett. 19,(1967) 1264.

[6] A. Salam, in Elementary Particle Theory, (edited by N. Svartholm), Almquist and Forlag, Stokcholm, 1968.

[7] M. Kobayashi dan T. Maskawa, Prog. Theor. Phys. 49,(1973) 652. [8] N. Cabibbo, Phys. Rev. Lett. 10,(1963) 531

[9] Particle Data Group, Review of Particle Physics, Phys. Lett. B, (2004) 592 [10] A. Hartanto dan L.T. Handoko, Physics Journal of the Indonesian Physical

Society C8, (2004) 0502.

[11] R. P. Feynman dan M. Gell-Mann, Phys. Rev. 109 (2002) 193. [12] C. G. Callan dan D. G. Gross, Phys. Rev. Lett 22, (1969) 156.

(42)

[14] M. E. Peskin dan D. V. Schroeder, An Introduction to Quantum Field The-ory, Westview, USA, 1995.

Gambar

Gambar 2.1: Beberapa proses yang melibatkan coupling antara weak boson denganfermion.
Tabel 2.1: Nilai dari s2W untuk berbagai macam pengamatan. Terkecuali jikadisebutkan dalam tabel, massa top quark mt = 177.9 ± 4.4 GeV
Gambar 3.1: Skema proses deep inelastic scattering dengan partikel datang beru-pa lepton (e,µ,ν) dan target berupa nukleon.
Tabel 3.1: Fermion dalam SM dan coupling Z-nya.
+4

Referensi

Dokumen terkait

Sebelum Erwin Schrodinger, seorang ahli dari Jerman Werner Heisenberg mengembangkan teori mekanika kuantum yang dikenal dengan prinsip ketidakpastian yaitu “Tidak

• Λ yang didapat di tugas akhir menghasilkan nilai yang cukup berbeda den- ¯ gan dua hasil sebelumnya, dan juga memiliki nilai kesalahan yang

Keberhasilan dari spontaneus symmetry breaking (pemecahan simetri spontan) da- lam menjelaskan fisika electroweak membuat para fisikawan berpikir, apakah Stan- dard Model

Tabel 2.4: Konstanta kopling dan parameter reaksi yang dipakai dalam perhitungan seba- gai hasil pencocokan model terhadap data eksperimen, sebagai mana diacu dari referensi

Tinjau persamaan (7.. Konsekuensinya, terdapat suatu koneksi 1-form.. Dengan demikian, masalah kita sekarang teralihkan menjadi masalah mencari matriks χ. Secara umum, masalah

telah menghitung koreksi yang berasal dari boson gauge dalam teori SU(6) un- tuk anomali NuTeV, dengan membandingkan hasilnya dengan hasil dari teori Standard Model, untuk nilai a =