Koreksi Boson Gauge
SU(6)
dalam Anomali
NuTeV
Skripsi
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sains
Ardy Mustofa
0300020111
Departemen Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan ALam
Universitas Indonesia
Lembar Persetujuan
Judul Skripsi : Koreksi Boson GaugeSU(6) dalam Anomali NuTeV Nama : Ardy Mustofa
NPM : 0300020111
Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui
Depok, 20 Oktober 2004 Mengesahkan
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. L. T. Handoko Dr. Terry Mart
Penguji I Penguji II
Kata Pengantar
Seiring dengan perkembangan teknologi, eksperimen-eksperimen dibidang par-tikel mengalami peningkatan dalam hal skala energi. Diharapkan dengan pe-ningkatan skala energi ini akan dapat ditemukan partikel-partikel yang sudah diprediksi secara teoritik dalam teoriStandard Model, serta meningkatkan keaku-ratan dari nilai parameter-parameter yang telah diukur. Semakin akurat nilai parameter-parameter yang telah kita ketahui akan semakin menguji kebenaran dari teori tersebut.
Suatu hal yang menarik adalah apabila nilai parameter yang sama yang telah kita ukur dengan eksperimen pada skala energi yang lebih tinggi memiliki ni-lai yang berbeda (perbedaan yang cukup signifikan) dengan apa yang telah kita dapatkan sebelumnya dengan skala energi yang lebih rendah (tentu dengan ekspe-rimen yang berbeda). Hal inilah yang membuat para fisikawan teoritik berusaha untuk mengkaji kembali teori yang dipakai atau membuat teori yang lebih umum dari teori telah ada, sehingga dapat menjawab permasalahan-permasalahan yang muncul pada skala energi yang lebih tinggi.
Hasil karya ini tidaklah sempurna. Penulis menerima saran dan kritikan yang membangun dari para pembaca.
Abstrak
Kolaborasi NuTeV telah melaporkan sebuah anomali sebesar ∼ 3σ dalam perbandingan dari NC/CC untuk deep inelastic scattering νµ-nukleon. Kami
telah menghitung koreksi yang berasal dari boson gauge dalam teori SU(6) un-tuk anomali NuTeV, dengan membandingkan hasilnya dengan hasil dari teori Standard Model, untuk nilai a = 1.1 akan kita dapatkan nilai GN/GF berada
diantara 0.0331 dan 0.0818, sedangkan untuk nilai a = 1.5 akan kita dapatkan nilai GN/GF berada diantara 0.0064 dan 0.0154.
Kata kunci: Kolaborasi NuTeV, deep inelastic scattering, boson gaugeSU(6). viii+30 hlm.; lamp.
Daftar Acuan: 34 (1961-2004)
Abstract
The NuTeV collaboration has reported a ∼ 3σ anomaly in the NC/CC ratio of deep-inelastic νµ-nucleon scattering. We have evaluated correction from gauge
boson SU(6) Grand Unified Theories to the NuTeV anomaly, compared this result with the Standard Model theory, fora= 1.1 we get the value forGN/GF between
0.0331 and 0.0818, otherwise, for a = 1.5 we get GN/GF between 0.0064 and
0.0154.
Keywords: NuTeV Collaboration, deep inelastic scattering, SU(6) gauge boson. viii+30 pp.; appendices.
Daftar Isi
Kata Pengantar iii
Abstrak v
Daftar Isi vi
Daftar Gambar viii
1 Pendahuluan 1
1.1 Latar Belakang Masalah . . . 1
1.2 Perumusan Masalah . . . 2
1.3 Metode Penelitian . . . 3
1.4 Tujuan Penelitian . . . 3
2 Tinjauan Pustaka 4 2.1 Teori Glashow-Weinberg-Salam (GWS) . . . 4
2.1.1 Massa Boson Gauge . . . 5
2.1.2 Coupling dengan Fermion . . . 7
2.1.3 Massa Fermion dan Mixing pada Fermion . . . 9
2.2 Konsekuensi Eksperimen dari Teori GWS . . . 11
2.3 Gambaran Singkat Teori SU(6) . . . 15
3 Neutrino Deep Inelastic Scattering 16 3.1 KinematikDeep Inelastic Scattering . . . 16
3.2 Cross Section Hamburan Neutrino-Nukleon . . . 18
4 Hasil dan Pembahasan 25
5 Kesimpulan dan Saran 30
A Notasi 31
B Perhitungan 32
Daftar Gambar
2.1 Beberapa proses yang melibatkan coupling antara weak boson de-ngan fermion. . . 12 3.1 Skema prosesdeep inelastic scatteringdengan partikel datang
beru-pa lepton (e,µ,ν) dan target berupa nukleon. . . 17 3.2 Diagram Feynman untuk CC dan NC hamburan neutrino-quark. . 22 4.1 Diagram Feynman untuk CC dan NC hamburan neutrino-quark
dalam teori SU(6). . . 26 4.2 GrafikRν vsG
N/GF untuk hasil yang diprediksiSMdengan global
fit, hasil eksperimen NuTeV dan hasil koreksi teori SU(6) untuk nilai a= 1.1 dan a= 1.5 . . . 28 4.3 Grafik Rν vs a untuk hasil yang diprediksi SM dengan global fit,
hasil eksperimen NuTeV dan hasil koreksi teoriSU(6) untuk nilai
Bab 1
Pendahuluan
1.1
Latar Belakang Masalah
Keingintahuan manusia tentang alam semesta ini telah membawa manusia kepada suatu peradaban yang tinggi dengan majunya ilmu pengetahuan dan teknologi. Yang menjadi pertanyaan mendasar yang membawa manusia kepada tingginya peradaban tersebut adalah: “Apakah yang menjadi penyusun alam semesta ini?”, dan “Bagaimanakah interaksinya?”. Hal inilah yang menjadi sebuah dasar dalam perkembangan sains saat ini.
Hingga saat ini (sampai dengan skala eksperimen beberapa ratus GeV) telah diketahui bahwa partikel dasar penyusun alam semesta ini terbagi menjadi dua macam, yaitu fermion dan boson. Fermion yang menjadi partikel dasar terbagi menjadi dua grup: quark dan lepton. Quark berinteraksi melalui gaya magnetik, gaya kuat, dan gaya lemah. Lepton berinteraksi melalui gaya elektro-magnetik dan gaya lemah. Quark dikatakan memiliki enam buah flavor, mereka adalah up (u), down (d), charm (c), strange (s), top (t), dan bottom (b). Lepton dikatakan memiliki tiga buah tipe, yaitu elektron (e) dan neutrinonya (νe), muon
(µ) dan neutrinonya (νµ), serta tau (τ) dan neutrinonya (ντ). Sedangkan boson
yang menjadi partikel dasar adalah gluon yang menjadi mediasi dalam interaksi kuat, photon yang menjadi mediasi dalam interaksi elektromagnetik, serta boson
W dan Z yang menjadi mediasi dalam interaksi lemah.
keempat buah interaksi ini, interaksi elektromagnetik-lah yang pertamakali dapat dimengerti dengan baik dan dapat dijelaskan dengan sangat baik oleh teori Quan-tum ElectroDynamics (QED), kemudian dibuat sebuah teori yang dapat menje-laskan interaksi kuat yangprototype-nya diambil dari teoriQEDyang diberi nama teori Quantum ChromoDynamics (QCD), walaupun perhitungan secara anali-tiknya sangat rumit (sehingga sering digunakan metode numerik) tapi teori ini dapat cukup baik menjelaskan fenomena interaksi kuat. Setelah itu S.L. Glashow, S. Weinberg, dan A. Salam mencoba menjelaskan fenomena interaksi elektromag-netik dan interaksi lemah dengan sebuah teori yang disebut teoriElectroweakatau sering juga disebut dengan teoriGlashow-Weinberg-Salam, walaupun tidak sebaik QEDnamun teori ini dapat menjelaskan fenomena interaksi lemah dengan cukup baik. QCD bersama dengan teori Electroweaktergabung menjadi teori Standard Model (SM), sedangkan fenomena interaksi gravitasi belum dapat dijelaskan
hingga saat ini. SMinilah yang menjadi kerangka dasar berfikir fisikawan teori-tik saat ini untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi di alam semesta ini.
1.2
Perumusan Masalah
Salah satu parameter yang muncul dalam SM adalah weak mixing angle (θw).
Menentukan nilai dari parameter ini dengan berbagai macam eksperimen adalah salah satu usaha untuk membuktikan kebenaran teori SM. Eksperimen NuTeV merupakan salah satu eksperimen yang dilakukan untuk menentukan nilai dari parameter ini (biasanya dihitung dalam sin2θw), eksperimen ini adalah proses
hamburan neutrino-nukleon pada skala energi tinggi (neutrino berenergi tinggi). Suatu hal menarik yang dilaporkan oleh kolaborator NuTeV setelah memfit data dari eksperimen dengan menggunakan teori SM adalah didapatkannya ni-lai sin2θw sebesar 0,2277 ± 0,0013 (stat) ± 0,0009 (syst) [1], jika dibandingkan
dengan nilai yang diprediksi oleh SM dengan memfit data yang dihasilkan oleh eksperimen yang lain didapat nilai sin2θ
w sebesar 0,2227 ± 0,0004 [2,3]. Nilai
nilai yang telah diprediksi oleh SM.
Hal ini telah mendorong para fisikawan teoritik di bidang partikel untuk men-coba menjelaskan masalah ini. Sebelum adanya kemungkinan dari teori diluar SM (new physics), mereka telah melihat kemungkinan koreksi yang berasal dari SM, yaituelectroweak radiative corrections, koreksi dari pengaruhnext-to-leading
order dalam teoriQCD, dan ketidakpastian yang terkait denganparton distribu-tion funcdistribu-tions (PDFs). Namun ternyata hal ini belum dapat menjelaskan masalah
yang terjadi, sehingga mereka mulai mencari-cari teori diluar SM (new physics). Sampai sekarang, hal ini menjadi salah satu permasalahan dalam High Energy Physics (HEP) yang berusaha untuk dijelaskan.
1.3
Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat teoritik. Kerangka dasar teoritik yang digunakan adalah teori electroweakyang dikenalkan oleh S.L. Glashow, S. Weinberg, dan A. Salam [4,5,6]. Berdasarkan teori ini anomali NuTeV belum dapat dijelaskan dengan baik, sehingga dibutuhkan teori-teori baru diluar SMyang sering disebut sebagai new physics, yang dapat menjelaskan secara lebih baik dari hasil yang didapat
oleh SM. Dalam hal ini penulis menggunakan teori SU(6)yang menjadi kandidat baru sebagai Grand Unified Theory (GUT).
1.4
Tujuan Penelitian
Bab 2
Tinjauan Pustaka
Pada bab ini penulis akan memberikan gambaran secara singkat dari teori yang dikenalkan oleh S.L. Glashow, S. Weinberg, dan A. Salam untuk menjelaskan tentang interaksi lemah. Hal ini disebabkan karena hamburan νµ-nukleon
meru-pakan salah satu fenomena dalam interaksi lemah. Disini juga akan diberikan gambaran singkat teori SU(6) terkait dengan penelitian yang dilakukan.
2.1
Teori Glashow-Weinberg-Salam (GWS)
Dalam teori medan kuantum dipelajari bahwa setiap teori yang dibangun berdasar-kan suatu simetri tertentu maka teori tersebut haruslahinvariantterhadap trans-formasi lokal atau transtrans-formasi gauge dari simetri yang dibangun. Jika teori tersebut invariant maka besaran-besaran fisis yang dihasilkan, nilainya tidak bergantung pada kerangka acuan inersia dimana besaran tersebut diukur. Teori GWS yang dapat dikatakan cukup berhasil dalam menjelaskan fenomena interaksi lemah dibangun berdasarkan simetri terhadap SU(2)L × U(1)Y, dengan
trans-formasi gauge yang berbentuk
φ→eiαaτaeiβ/2φ, (2.1) disini kita telah memasukkan sebuah muatan +1/2 terhadap simetri U(1)Y, dan
nilai τa= 12σa denganσa adalah matriks Pauli 2×2.
Agar teori GWS iniinvariant, makacovariant derivativedari φharus berben-tuk
Dµφ= (∂µ−igWµaτa−i
1 2g
′B
dengan Wa
µ dan Bµ adalah boson gauge dari SU(2)L dan U(1)Y. Sedangkan g
dan g′ merupakan konstantacoupling dari SU(2)L dan U(1)Y.
2.1.1
Massa Boson Gauge
Suku massa dari boson gauge dapat diperoleh dengan cara mengkuadratkan pers.(2.2) dengan memasukkan φ sebagai medan Higgs Φ (cara ini disebut se-bagai mekanisme Higgs) yang berbentuk
Φ = √1
maka akan kita dapatkan suku massa dari boson gauge yang berbentuk
Lmassa boson gauge =
1 Dari persamaan diatas akan muncul tiga buah boson bermassa dan sebuah boson yang tidak bermassa sebagai berikut
Wµ± = √1
Dua buah boson baru yang bermassa yang muncul pada persamaan diatas, yaitu boson W dan Z disebut sebagai weak boson, adalah boson yang muncul dari interaksi lemah. Sedangkan boson yang tidak bermassa pada persamaan diatas telah muncul sebelumnya dalam teori QEDyang dikenal sebagai photon, adalah boson yang muncul dari interaksi elektromagnetik.
Mulai sekarang akan lebih baik jika kita menuliskan semua persamaan dalam hubungannya dengan mass eigenstates, karena bentuk inilah yang memiliki arti fisis yang diukur oleh orang eksperimen. Untuk fermion dalam representasi umum
SU(2), dengan muatanU(1) adalah Y, covariant derivative-nya akan berbentuk
dalam hubungannya dengan mass eigenstates persamaan diatas akan menjadi
dengan T±= (T1 ±iT2). Normalisasi dipilih sedemikianrupa sehingga
T± = 1 2(σ
1
±iσ2) = σ±. (2.8) Agar pers.(2.7) menjadi persamaan yang memiliki bentuk yang terkait dengan interaksi elektromagnetik, maka kita perlu mendefinisikan sebuah koefisien dari interaksi elektromagnetik sebagai muatan elektron e,
e= gg
′
√
g2+g′2, (2.9)
dan mendefinisikan bilangan kuantum muatan listrik sebagai
Q=T3+Y. (2.10)
Untuk menyederhanakan pers.(2.7), akan kita definisikan weak mixing angle,
θw, sebagai sudut yang muncul dalam perubahan basis dari gauge eigenstates
(W3
maka kita dapat menulis pers.(2.7) dalam bentuk
Dapat kita lihat disini bahwa semua pasangan (coupling) dari weak boson dideskripsikan oleh dua buah parameter: muatan elektron edan sebuah parame-ter baru θw. Sedangkan massa bosonW dan Z memiliki hubungan berdasarkan
pers.(2.5) adalah sebagai berikut
mW =mZcosθW (2.15)
Semua proses yang melibatkan pertukaran boson W dan Z, setidaknya pada perhitungan tree level, dapat dituliskan dalam tiga buah parameter dasare, θw,
dan mW.
2.1.2
Coupling
dengan Fermion
Bentuk covariant derivative pada pers.(2.13) secara unik dapat menentukan cou-pling boson W dan Z dengan fermion, segera setelah bilangan kuantum dari fermion ditentukan. Sebelum kita menentukan bilangan kuantum dari fermion, kita perlu melihat suku kinetik dari persamaan Dirac berikut ini
ψi∂/ψ =ψLi∂/ψL+ψRi∂/ψR. (2.16)
pada persamaan diatas kita telah memisahkan medan fermion yang left-handed dengan yangright-handed. Dalam representasiSU(2)Lfermionleft-handed
memi-liki bentuk doublet, sedangkan fermion right-handed memiliki bentuk singlet se-bagai berikut
QL ≡ u i L
di L
!
dan QR≡uiR, diR,
LL ≡ ν i L
ℓi L
!
dan LR≡ℓiR, (2.17)
denganuiberarti untukup, charm,dantop;diuntukdown, strange,danbottom;
ℓi untuk elektron, muon, dan tau; νi untuk ν
e, νµ, dan ντ. Setelah kita dapat
menentukan nilai T3 untuk setiap medan fermion, nilai Y dapat kita tentukan
listriknya. Sebagai contoh untuk uR, Y = +2/3; untuk e−R, Y = −1. Untuk
medan fermion left-handed, contohnya
EL= bung dengan T3 =±1/2 akan menghasilkan muatan listrik yang sesuai.
Disini kita tidak akan membahas massa dari fermion, kita anggap fermion tidak bermassa. Deskripsi ini akan cukup berguna bila kita menganalisa feno-mena interaksi lemah pada energi tinggi, dimana massa quark dan lepton dapat diabaikan.
Jika kita mengabaikan suku massa fermion, maka Lagrangian suku kinetik dari interaksi lemah untuk quark dan lepton sesuai dengan penyusunan muatan seperti yang telah dijelaskan diatas adalah
Lkinetik =LL(iD/)LL+ℓ i
R(iD/)ℓiR+QL(iD/)QL+uiR(iD/)uiR+d i
R(iD/)diR. (2.19)
untuk setiap suku diatas, bentukcovariant derivative-nya sesuai dengan pers.(2.6), dengan nilaiTadanY tergantung dari komponen medan fermion, sebagai contoh
QL(iD/)QL=QLiγµ(∂µ−igAaµTa−i
1 6g
′B
µ)QL. (2.20)
Untuk membangun konsekuensi fisis dari coupling fermion-boson vektor, kita harus menuliskan pers.(2.19) dalam hubungannya dengan mass eigenstates dari boson vektor, dengan menggunakan bentukcovariant derivativepada pers.(2.13). Sehingga pers.(2.19) akan menjadi
+ uLiγµ(12 − 23sin2θw)uLi + uRiγµ(−23 sin2θw)uiR
2.1.3
Massa Fermion dan Mixing pada Fermion
Pada subbab diatas kita telah melihat bagaimana weak boson ter-couple dengan fermion. Sekarang kita ingin melihat bagaimana pengaruh dari massa fermion pada persamaan diatas. Sebelumnya kita akan terlebih dahulu membuat massa fermion.
Prinsip mekanisme Higgs yang kita lakukan untuk mendapatkan massa dari boson gauge, dapat juga kita gunakan untuk mendapatkan massa fermion. Agar diperoleh massa fermion, maka suku massa harus diperkenalkan pada lagrangian, yang berbentuk interaksi antara partikel dengan antipartikel-nya:
Lmassa =mψψ. (2.23)
Disinimmerupakan parameter sembarang, yang belum tentu berarti massa. Jika ditulis dalam komponen left-handed dan right-handed, maka pers.(2.23) menjadi
Lmassa =mψψ=m(ψLψR+ψRψL). (2.24)
Jika kita mengingat kembali pers.(2.17) yang menuliskan komponenleft-handed dalam bentuk doublet dan komponen right-handed dalam bentuk singlet, maka dalam pers.(2.24) diatas tidak dapat dilakukan operasi perkalian. Disinilah kita kembali menggunakan mekanisme Higgs, yaitu dengan cara memasukkan medan Higgs Φ diantara fermion. Sehingga sekarang Lagrangian suku massa mengan-dung medan boson Higgs dan fermion, yang dituliskan sebagai
Disini terdapat besaran coupling baru, yaitu fu, fd, dan fℓ yang menandakan
adanya interaksi fermion dengan boson Higgs yang dikenal dengan nama in-teraksi Yukawa. Sedangkan interaksi partikel dengan antipartikel-nya akan memberikan suku massa pada Lagrangian diatas sebagai berikut
Lmassa =−uiLvfuiju
Namun karena konstanta coupling fu, fd, dan fℓ secara umum tidak diagonal,
massa fermion yang memiliki arti fisis belum didapatkan. Agar mendapatkan massa fermion yang memiliki arti fisis, maka pada pers.(2.27) diatas harus di-lakukan diagonalisasi sebagai barikut
Lmassa = −u′kL(U Disini medan fermion telah teredefinisi menjadi
ui =Uiju′j, di =Vijd′j, dan ℓi =Sijℓ′j, (2.30) dengan U, V, dan S merupakan matriks satuan yang memenuhi
U†U =V†V =S†S = 1. (2.31) keadaan fermion yang mengandung tanda (’) merupakan mass eigenstate.
Akibat meredefinisi medan pada suku massa, maka secara umum eigenstates pada Lagrangian yang gauge invariant (biasa disebut sebagai weak eigenstates) juga harus diredefinisi. Sekarang kita harus meredefinisi semua eigenstate dari Lagrangian suku kinetik pada pers.(2.21) sehingga memiliki arti fisis. Proses re-definisi akan saling menghilangkan pada interaksi yang melibatkan pertukaran boson Z dan photon, sedangkan untuk interaksi yang melibatkan pertukaran bo-son W akan menjadi
JWµ− =
denganVCKM adalah matriks Cabibbo-Kobayashi-Maskawa[7,8], yang berbentuk
VCKM =
2.2
Konsekuensi Eksperimen dari Teori GWS
Sekarang kita telah memiliki teori dasar untuk proses yang melibatkan coupling antara bosonW danZ dengan fermion, dari teori ini kita akan melihat konsekuen-si eksperimen untuk proses yang dimediakonsekuen-si oleh weak bosons. Hasil analisis ini akan mereproduksi gambaran Lagrangian efektif dari interaksi lemah yang akan kita gunakan dalam hamburan netrino-nukleon seperti pada anomali NuTeV.
Pada eksperimen yang dilakukan dengan energi yang lebih rendah dari massa boson vektor, coupling dari weak bosons memiliki pengaruh yang dominan pada proses yang melibatkan pertukaranweak bosons. Proses ini ditunjukkan pada Gb. 2.1. Propagator dari boson W dan Z diberikan oleh persamaan berikut
hWµ+(p)Wν−(−p)i= −ig Agar lebih sederhana, kita akan melihat diagram proses yang melibatkan per-tukaran boson W seperti yang kita lihat pada Gb.2.1 dalam batas energi yang lebih rendah dari massaW, sehingga kita dapat mengabaikan sukup2pada
W Z u
ν
l ν
d
u
-ν u
Gambar 2.1: Beberapa proses yang melibatkancouplingantaraweak bosondengan fermion.
koefisiennya sering dituliskan dalam hubungannya dengan konstanta Fermi
GF
√ 2 =
g2
8m2
W
. (2.37)
karena interaksi diantara lepton-lepton dan quark-quark ini dimediasi oleh per-tukaran boson vektor yang bermuatan, maka interaksi ini dinamakan interaksi charge-current (CC).
Dengan cara yang sama, kita dapat mengerjakan Lagrangian efektif dari per-tukaran boson Z. Kita dapatkan
∆LZ =
g2
2m2
Z
JZµJµZ
= 4√GF 2
X
f
f γµ(T3−sin2θwQ)f
2
, (2.38)
dengan penjumlahan terhadap seluruh komponen left-handed dan right-handed, disini kita juga telah menggunakan pers.(2.15). Kita katakan bahwa Lagrangian efektif diatas memediasi proses interaksi lemah neutral-current (NC).
berenergi tinggi menghamburkan nukleon tetapi tidak mengubah keadaan akhir neutrino menjadi muon atau elektron. Sama halnya, interaksi neutral current memprediksi kemunculan dari pengaruh pelanggaran paritas dalam electron deep inelastic scattering. Interaksi neutral current juga memprediksi pelanggaran pa-ritas dalam interaksi antara elektron-nukleon yang seharusnya mencampur level-level energi atom, hal ini juga berlaku untuk interaksi antara nukleon-nukleon. Dalam teori GWS, seberapa besar kuatnya pengaruh ini diprediksi di dalam kons-tanta Fermi dan sebuah parameter tambahan, yaitu nilai sin2θw. Jadi, teori
GWS dapat diuji dengan cara mengamati tiap masing-masing pengaruh ini dan mendapatkan sebuah nilai tunggal dari parameter ini untuk setiap proses yang berbeda-beda.
Karena interaksi lemah untukneutral currentmemiliki begitu banyak manifes-tasi yang berbeda (misalnya: perbandingan total cross sectionNC terhadap CC
dalam neutrino-nukleon deep inelastic scattering, polarization asymmetry dalam peluruhan Z0 → f f, total cross section dari neutrino-elektron elastic
scatter-ing, dll), teori GWS untuk interaksi lemah dapat dilakukan serangkaian uji coba
dengan cara membandingkan nilai parameter sin2θw yang dihitung untuk
seti-ap proses yang berbeda. Tabel 2.1 [9] menunjukkan nilai sin2θw yang didapat
dari berbagai macam proses. Untuk semua kasus, koreksi radiatif one-loopharus dimasukkan untuk menganalisis eksperimen pada tingkat keakuratan yang lebih tinggi. Koreksi radiatif ini menyimpan sesuatu yang tersembunyi didalamnya.
Pertama, awalnya kita harus mengambil sebuah skema renormalisasi yang mendefinisikan sin2θ
w dan menggunakannya secara konsisten dalam semua
per-hitungan yang kita lakukan. Dalam tabel 2.1 ditunjukkan sebuah skema renor-malisasi. Pada skema tersebut, nilai objek yang kita amati dalam interaksi lemah dituliskan dalam fungsiα,GF, dan sebuah parameter bebas. Pada kolom pertama
parameter ini adalah perbandingan mW/mZ, dan dari pers.(2.15) kita gunakan
perbandingan ini untuk mendefinisikan sebuah nilai terenormalisasi dari sin2θw:
s2W ≡1−
m2
W
m2
Z
. (2.39)
skema ini dikenal dengan nama skema on-shell.
one-Tabel 2.1: Nilai dari s2W untuk berbagai macam pengamatan. Terkecuali jika
disebutkan dalam tabel, massa top quark mt = 177.9±4.4 GeV. Angka yang
berada didalam kurung adalah nilai simpangan baku dalam digit terakhir
Data s2
W
All data 0.2228(4) All indirect (nomt) 0.2229(4)
Z pole (no mt) 0.2231(6)
LEP 1 (nomt) 0.2237(7)
SLD +MZ 0.2217(6)
A(F Bb,c) + MZ 0.2244(8)
MW + MZ 0.2221(8)
MZ 0.2227(5)
QW (APV) 0.2207(19)
DIS (isoscalar) 0.2274(21) SLAC eD 0.213(19) polarized Moller 0.2207(43) elasticνµ(νµ)e 0.2220(77)
loop untuk proses weak neutral current adalah kebergantungan terhadap massa top quark (mt) dan juga massa Higgs (MH).
2.3
Gambaran Singkat Teori
SU(6)
Teori SU(6) yang akan dijelaskan disini hanyalah merupakan bagian kecil dari teori yang sebenarnya [10]. Disini penulis hanya akan memberikan penjelasan singkat bagaimana dalam teoriSU(6) akan kita dapatkan tambahan boson gauge baru yang akan memberikan koreksi dalam teori SMuntuk menjelaskan anomali NuTeV.
Teori SU(6) adalah penyatuan teori GWS dengan teori QCD. Perusakan Simetri (symmetry breaking)dari teori SU(6) ini adalah sebagai berikut:
SU(6) ⇓
SU(3)C ⊗SU(3)DW ⊗U(1)B
SU(3)C sebagaimana yang telah kita ketahui adalah simetri gauge untuk teori
QCD. Selanjutnya SU(3)DW ter-breaking menjadi:
SU(3)DW
⇓
SU(2)⊗U(1)C
SU(2),U(1)B, danU(1)C harus dapat mereproduksi teori GWS dalam skala
elec-troweak.
Bab 3
Neutrino
Deep Inelastic Scattering
Dalam bab ini akan diberikan kinematik dari proses deep inelastic scattering (DIS) yang akan digunakan dalam perhitungancross sectionhamburan neutrino-nukleon, serta nilai cross section hamburan neutrino-nukleon dalam teori SM.
3.1
Kinematik
Deep Inelastic Scattering
Anomali NuTeV yang merupakan salah satu fenomena interaksi lemah, meli-batkan proses yang disebut deep inelastic scattering. Dalam eksperimen NuTeV, neutrino dapat menghamburkan nukleon dengan hamburan inelastik. Dalam sub-bab ini akan diperkenalkan variabel yang terkait dengan prosesdeep inelastic scat-tering (DIS). Gb.2.2 akan menunjukkan diagram proses deep inelastic scattering yang prosesnya ditunjukkan sebagai berikut
l(k) +p(p)→l(k′) +X(p′). (3.1) lepton yang datang dapat berupa elektron, muon, neutrino; boson vektor yang dipertukarkan dapat berupaphoton,W±, atauZ0. Lepton menghamburkan
nuk-leon, yang berupa proton atau neutron, dengan hamburan inelastik, sehingga menghasilkan keadaan akhir yang berupa lepton serta hadron-hadron yang ber-asal dari pecahan-pecahan nukleon. Nukleon yang tersusun atas quark dan gluon, dengan cepat membentuk hadron-hadron sehingga muncul sebagai hujan hadron.
X dalam pers.(3.1) menandakan keadaan hadron yang kompleks.
W (q=k-k') Z,
γ,
l (k) l (k')
p (P) X (p+q)
Gambar 3.1: Skema prosesdeep inelastic scatteringdengan partikel datang beru-pa lepton (e,µ,ν) dan target berupa nukleon.
keluar (k′) untuk interaksi CC (NC), boson W (Z) yang dipertukarkan (q)
un-tuk interaksi CC (NC), nukleon target (p), dan keadaan akhir hadron (p′) dalam
kerangka acuan lab adalah sebagai berikut
k = (E,k), (3.2)
k′ = (E′,k′), (3.3)
p = (M,0,0,0), (3.4)
q = (ν,q), (3.5)
p′ = p+q =p+ (k−k′). (3.6) dengan E adalah energi neutrino yang datang, E′ untuk energi muon (neutrino) yang keluar, M adalah massa nukleon, kadalah momentum ruang dari neutrino yang datang,k′ untuk momentum ruang dari muon (neutrino) yang keluar, danν
adalah energi transfer ke nukleon. Disini kita tidak mengabaikan massa neutrino. Digunakan juga beberapa variabel yang lain, yaitu
• Q2 = momentum dari boson yang dipertukarkan yang mendefinisikan skala
energi interaksi; yaitu momentum transfer “space-like” antara lepton de-ngan hadron:
dengan m adalah massa neutrino yang datang dan m′ adalah massa muon (neutrino) yang keluar untuk kasus CC (NC).
• ν = energi yang ditransfer dari lepton ke sistem hadron:
ν = p·q
M =E−E
′. (3.8)
• W2 = massa invariantdari sistem hadron:
W2 = (q+p)2 =M2 + 2Mν −Q2. (3.9) dan ditambah dengan dua buah variabel tidak berdimensi, yang kita definisikan sebagai:
• y = inelasticity, fraksi dari energi total lepton yang ditransfer ke sistem hadron dalam kerangka acuan lab:
y = p·q
p·k = ν
E. (3.10)
• x = the Bjorken scaling variable, fraksi dari momentum total yang dibawa oleh quark yang terlepas:
x= −q
2
2p·q = Q2
2Mν = Q2
2MEy. (3.11)
3.2
Cross Section
Hamburan Neutrino-Nukleon
Nilaicross sectiondari kasusdeep inelastic neutrino-nucleon scatteringyang pro-sesnya adalah sebagai berikut
νµ(νµ) +N → µ−(µ+) +X (3.12)
νµ(νµ) +N → νµ(νµ) +X (3.13)
dalam orde terendah (lowest order) dituliskan sebagai perkalian sebuah tensor leptonik Lµν dan sebuah tensor hadronik Wµν yang menggambarkan interaksi
leptonik dan hadronik :
d2σν,ν
dxdy = G2
F y
16π
1 (1 +Q2/M2
W,Z)2
dengan MW adalah massa boson vektor untuk interaksi CC dan MZ untuk
in-teraksi NC, GF adalah konstanta Fermi, dan sebuah parameter baru λ(Q2, x, y)
yang muncul jika kita tidak mengabaikan massa lepton, yang memiliki bentuk:
λ= 2E
suku λ ini akan bernilai 1 jika kita membuat nilaim =m′ = 0, sehingga akan
di-dapatkan hasil seperti pada referensi [11]. Sedangkan bentuk dari tensor leptonik adalah sebagai berikut:
Lµν = 2Tr[(k/′+m′)γµ(1−γ5)k/γν] (3.16)
denganm′ =mµuntuk kasus CCdan m′ =mν untuk kasusNC. Bentuk yang
pa-ling umum dalam menuliskan tensor hadronik adalah dengan menghubungkannya dengan fungsi skalar Wi, yang menggambarkan struktur nukleon. Untuk kasus
CC tensor hadroniknya memiliki bentuk:
Wµν = − gµν W1(x, Q2) +
sedangkan untuk kasus NCtensor hadroniknya berbentuk:
Wµν = − gµν (gL2 +gR2)W1(x, Q2) +
dengan nilaigLdangRseperti yang ditunjukkan dalam tabel 3.1. Selanjutnya kita
akan mengganti fungsi Wi kedalam oleh fungsi struktur yang tidak berdimensi
Fi, yang memiliki sebuah representasi yang sederhana dalamquark parton model:
F1(x, Q2) =W1(x, Q2) (3.19)
F2(x, Q2) =
ν
Tabel 3.1: Fermion dalam SMdan coupling Z-nya.
Kontraksi antara tensor leptonik dan hadronik dalam kasus CC akan meng-hasilkan nilai differential cross sectiondari neutrino-nukleon deep inelastic scat-tering adalah sebagai berikut:
d2σν,ν dari Ward-Takahashi Identity :
qµWµν =qνWµν = 0, (3.25)
dengan memasukkan pers.(3.4), (3.5), (3.12), dan mengubah bentuk Wi kedalam
bentuk Fi, pers.(3.28) dan (3.29) diatas akan menjadi
F5 =
1
F4 =
1
4x2 F2−
1
2x F1. (3.29)
Jika kita memasukkan pers.(3.30), dan (3.31) diatas kedalam pers.(3.26) maka akan kita dapatkan dengan tanda +(−) pada suku terakhir mengacu untuk kasus hamburan neutri-no (antineutrineutri-no). Fungsi strukturFi(x, Q2) dalam persamaan diatas bergantung
pada tipe interaksi dan target yang ditumbuk pada proses hamburan tersebut. Ji-ka menggunaJi-kan asumsi dariquark parton model, fungsi struktur dapat dituliskan dalam kaitannya dengan komposisi quark dalam nukleon target.
3.3
Model Parton dari Hadron
Dalam asumsi model parton, digambarkan proses hamburan neutrino-nukleon da-lam kaitannya dengan terhamburnya penyusun-penyusun nukleon, seperti yang digambarkan pada Gb.3.1.
Dalamquark parton model, nukleon tersusun atas parton (quark dan gluon), yang berlaku sebagai partikel titik. Dengan perhitungan kasar, setengah dari momentum nukleon berasal dari gluon yang mengikat quark-quark tetapi tidak berinteraksi melalui gaya lemah. Setengah dari momentum yang tersisa ber-asal dari quark-quark, yaitu valence quark dan sea quark. valence quark menen-tukan muatan dan spin dari nukleon. Proton misalnya, tersusun atas dua buah
u valence quark dan sebuah d valence quark. Neutron tersusun atas sebuah u
Z
q q
µ
ν
µ
ν
q' q
−
µ
µ
ν
W
Gambar 3.2: Diagram Feynman untuk CC dan NC hamburan neutrino-quark.
Quark parton modelmengasumsikan sebuah kerangka Lorentz dengan
|p| ≫m, M (3.31)
sehingga semua massa dapat diabaikan. Dalam kerangka ini, momentum nukleon bahkan diasumsikan jauh lebih besar dibandingkan dengan momentum transfer terkait dengan interaksi kuat antara quark. Oleh karena itu, hamburan neutrino-nukleon dapat digambarkan sebagai hamburan elastis dari sebuah parton tunggal yang tidak saling berinteraksi dengan parton lainnya. Karena parton diasumsikan bebas, fungsi struktur nukleon Fi dapat dituliskan sebagai jumlah probabilitas
hamburan dari parton tunggal.
Disini kita akan menuliskan 2xF1 dan xF3 sebagai:
2xF1(x, Q2) = 2
X
i=u,d,···
xqi(x) +xqi(x)
xF3(x, Q2) = 2
X
i=u,d,···
xqi(x)−xqi(x) (3.32)
dengan penjumlahan terhadap seluruh jenis parton. Setiap parton membawa sebuah fraksi x = Q2/2Mν dari momentum nukleon, sehingga q(x) merupakan
probabilitas menemukan parton yang memiliki fraksi momentum (x). Sedangkan
F2 memiliki hubungan denganF1 adalah sebagai berikut:
relasi ini dalam quark parton model dikenal dengan nama Callan-Gross relation [12].
Jika relasi-relasi diatas kita masukkan kedalam pers.(3.30) dengan mengabaikan suku massa lepton dan proton, serta mengabaikan faktor dari propagator, ma-ka ama-kan kita dapatma-kan nilai cross section dari hamburan neutrino-nukleon untuk kasus charge current adalah
d2σν
Sedangkan nilaicross sectionhamburan neutrino-nukleon untuk kasusNC memi-liki bentuk sebagai berikut:
d2σν
Ldang2Radalah komponenleft handeddanright handeddariweak neutral
current.
isoscalar coupling, g2
L dan gR2 didefinisikan sebagai jumlah dari kuadrat coupling
quark, dari tabel 3.1 kita dapatkan nilai:
g2L = u2L+d2L= 1
Dengan mensubstitusi pers.(3.34), (3.37), dan (3.38) kedalam pers.(3.35) dan (3.36), maka akan didapat
d2σN Cν
sebagai berikut:
Rν ≡ σ(νµN →νµX) σ(νµN →µ−X)
= σ
ν N C
σν CC
= gL2 +rgR2
= 1 2−sin
2θ
w+
5
9(1 +r) sin
4θ
w , (3.40)
Rν ≡ σ(νµN →νµX) σ(νµN →µ+X)
= σ
ν N C
σν CC
= gL2 + 1
rg
2
R
= 1 2 −sin
2θ
w+
5 9
1 + 1
r
sin4θw , (3.41)
dengan
r= σ(νµN →µ
+X)
σ(νµN →µ−X)
= σ
ν CC
σν CC
Bab 4
Hasil dan Pembahasan
Koreksi yang akan kita lakukan dengan menggunakan teori SU(6)adalah dengan menambah boson gauge baru kedalam interaksi neutral current (boson N) dan interaksicharge current(bosonC), tanpa merubah interaksi boson gauge didalam teori SM; seperti yang terlihat dalam Gb.4.1. Dalam gambar tersebut kita telah menambahkan boson N untuk yang dimediasi boson Z, sedangkan untuk yang dimediasi boson W kita tambahkan boson C, inilah yang kita sebut sebagai ko-reksi boson gauge SU(6) dalam anomali NuTeV.
Didalam teoriSMnilaiamplitude invariantdari suatu proses hamburan neutrino-nukleon dituliskan sebagai berikut:
−iM(νN →µX) =−iG√F
2
1 (1 +Q2/M2
W)
[µγµ(1−γ5)ν]
Z
d4x eiq·x
hX|Jµ(x)|Pi,
(4.1) untuk interaksi charge current, dan
−iM(νN →νX) =−iG√F 2
1 (1 +Q2/M2
Z)
[νγµ(1−γ5)ν]
Z
d4x eiq·xhX|Jν(x)|Pi ,
(4.2) untuk interaksi neutral current (disini kita telah menggunakan nilai GN = GF
untuk perhitungan dalam orde terendah). Koreksi boson gauge SU(6) akan di-tambahkan dalam amplitude invariant diatas tanpa mengubah interaksi boson gauge dalam teoriSM, maka jika kita melakukan hal tersebut akan kita dapatkan amplitude invariant dalam teoriSU(6) adalah sebagai berikut:
−iMSU(6)(νN →µX) = −i
1 √ 2
GF
(1 +Q2/M2
W)
+ GC
(1 +Q2/M2
C)
!
[µγµ(1−γ5)ν]
Z
d4x eiq·x
+
Gambar 4.1: Diagram Feynman untuk CC dan NC hamburan neutrino-quark dalam teori SU(6). denganGCdanMC adalah konstantacouplingdan massa dari boson gaugeSU(6)
untuk interaksi charge current. Sedangkan untuk interaksi neutral current, am-plitude invariant-nya berbentuk: denganGN danMN adalah konstantacouplingdan massa dari boson gaugeSU(6)
untuk interaksi neutral current. Kedua buah persamaan diatas dapat dituliskan dalam kaitannya dengan amplitude invariantteori SM sebagai berikut:
sehingga nilai |M|2 untuk setiap proses diatas adalah
Jika kita mengabaikan faktor dari propagator maka persamaan diatas menjadi
|M|2
Selanjutnya kita akan mengaitkan konstanta coupling GN dengan GC.
GC =a GN. (4.11)
Dengan menggunakan relasi diatas maka akan kita dapatkan perbandingan nilai
Rν
SU(6) dalam hubungannya dengan nilai RνSM adalah sebagai berikut:
RSUν (6) =
Jika kita membuat plot grafik Rν terhadap G
N/GF untuk hasil yang telah kita
peroleh diatas, maka akan kita peroleh grafik seperti dalam Gb.4.2.
Dari grafik tersebut kita dapatkan bahwa untuk nilaia= 1.1 akan kita dap-atkan rangenilai 0.0331< GN/GF <0.0818, sedangkan untuk nilaia = 1.5 akan
kita perolehrangenilai 0.0064< GN/GF <0.0154. Dari hasil tersebut dapat kita
simpulkan bahwa untuk nilai a yang semakin besar, akan kita peroleh range un-tuk nilai GN/GF semakin sempit, bahkan untuk nilai a≫1, akan kita dapatkan
nilai GN/GF ≈ 0. Ini berarti jika semakin besar konstanta coupling C
0 0.05 0.1 0.15 0.2 GN/GF
0.308 0.309 0.31 0.311 0.312 0.313 0.314 0.315
R
ν
RSU(6) ; a=1.1 RSU(6) ; a=1.5 RSM RNuTeV
Gambar 4.2: Grafik Rν vs G
N/GF untuk hasil yang diprediksiSMdengan global
fit, hasil eksperimen NuTeV dan hasil koreksi teori SU(6) untuk nilai a = 1.1 dan a = 1.5 .
interaksi charge current lebih kuat jika dibandingkan dengan interaksi neutral current-nya, hal ini berbeda dengan teori SM dimana interaksi neutral current lebih kuat dibandingkan dengan interaksi charge current-nya.
Jika kita membuat plot grafik Rν terhadap nilai a, maka akan kita dapatkan
grafik seperti dalam Gb.4.3. Dari grafik tersebut dapat kita lihat bahwa untuk nilai GN/GF = 0.01 akan kita peroleh range untuk nilai 1.3234 < a < 1.7637,
sedangkan untuk nilai GN/GF = 0.05 maka akan kita dapatkan range nilai
1.0672< a <1.1588.
1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 a
0.31
R
ν
RSU(6) ; GN/GF=0.05 RSU(6) ; GN/GF=0.01 RSM
RNuTeV
Gambar 4.3: Grafik Rν vs a untuk hasil yang diprediksi SM dengan global fit,
hasil eksperimen NuTeV dan hasil koreksi teoriSU(6) untuk nilaiGN/GF = 0.01
Bab 5
Kesimpulan dan Saran
Setelah dilakukan perhitungan dan hasilnya ditunjukkan oleh grafik, maka anoma-li NuTeV dapat dijelaskan dengan teoriSU(6) -dengan cara menambahkan gauge boson baru yang tidak muncul dalam teori SM- untuk nilai a = 1.1 maka di-dapatkan range nilai 0.0331 < GN/GF <0.0818, sedangkan untuk nilai a = 1.5
maka akan kita dapatkan range nilai 0.0064 < GN/GF < 0.0154. Nilai a pada
perhitungan diatas harus lebih besar dari satu (a > 1) agar dapat menjelaskan anomali NuTeV. Sebaliknya jika kita memfit nilai GN/GF = 0.01 akan kita
da-patkan range nilai 1.3234 < a < 1.7637, sedangkan untuk nilai GN/GF = 0.05
akan kita dapatkan rangenilai 1.0672< a <1.1588.
Saran untuk penelitian lebih lanjut adalah menerapkan teori SU(6) untuk eksperimen-eksperimen lain yang belum dapat dijelaskan oleh teoriSM, misalnya untuk menjelaskan peluruhan proton. Hal ini akan memberikan batasan (con-straint) untuk nilai GN/GF serta nilai a, sehingga akan dapat nilaiGN/GF dan
Lampiran A
Notasi
Sistem satuan yang digunakan dalam perhitungan ini adalah sistem satuan alami (natural system of units), di mana didefinisikan ¯h=c= 1 dan tidak berdimensi. Energi, massa, dan momentum, seluruhnya berdimensi energi, yakni dengan sa-tuan MeV. Dengan demikian, dimensi panjang dan luas masing-masing menjadi energi−1 dan energi−2. Untuk mendapatkan nilai dan mengembalikan dimensi
besaran yang ingin diketahui, digunakan konversi berikut [14]:
¯
h = 6.58212233(49)×10−22 MeV s (A.1) ¯
Lampiran B
Perhitungan
Pers.(3.15) dapat diperoleh dengan cara berikut:
dσ= 1 dalam perhitungan orde terendah nilai GN = GF. Jµ dalam pers.(B.2) adalah
quark charge current, sedangkan Jν dalam pers.(B.3) adalah quark neutral
cur-rent, sehingga akan didapatkan nilai
|M|2 = G
faktor 4π berasal dari normalisasi Wµν, untuk nilai
Selanjutnya dengan menggunakan pers.(3.2) dan (3.4) kita dapatkan
dengan menggunakan relasi momentum-energi relativistik, kita dapatkan
dσ= 1
dengan menggunakan pers.(3.7) dan (3.8), kita mengubahdE′dΩ kedalam bentuk
dν dQ2 dengan relasi berikut:
dE′ dΩ = 2π
kemudian kita mengubah dν dQ2 kedalam bentuk dx dy dengan menggunakan
pers.(3.10) dan (3.12), sehingga akan didapatkan relasi:
dν dQ2 = 2ME2y dx dy, (B.10) langkah terakhir adalah dengan cara mengubah suku ketiga dari pers.(B.8) kedalam kaitannya dengan x dan y sebagai berikut:
(E′2−m′2)1/2
Daftar Acuan
[1] NuTeV: G. P. Zeller et. al., Phys. Rev. Lett.88, (2002) 091802.
[2] V. A. Uvarov et. al., “A Combination of Preliminary Electroweak Mea-surements and Constraint on the Standard Model”, CERN-EP/2001-98,hep-ex/0112021.
[3] M. Gruenewald, private communication, for the fit of Ref.[2] without neutrino-nucleon scattering data included.
[4] S. L. Glashow, Nucl. Phys. 22,(1961) 579. [5] S. Weinberg, Phys. Rev. Lett. 19,(1967) 1264.
[6] A. Salam, in Elementary Particle Theory, (edited by N. Svartholm), Almquist and Forlag, Stokcholm, 1968.
[7] M. Kobayashi dan T. Maskawa, Prog. Theor. Phys. 49,(1973) 652. [8] N. Cabibbo, Phys. Rev. Lett. 10,(1963) 531
[9] Particle Data Group, Review of Particle Physics, Phys. Lett. B, (2004) 592 [10] A. Hartanto dan L.T. Handoko, Physics Journal of the Indonesian Physical
Society C8, (2004) 0502.
[11] R. P. Feynman dan M. Gell-Mann, Phys. Rev. 109 (2002) 193. [12] C. G. Callan dan D. G. Gross, Phys. Rev. Lett 22, (1969) 156.
[14] M. E. Peskin dan D. V. Schroeder, An Introduction to Quantum Field The-ory, Westview, USA, 1995.