• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Keterikatan Kerja Pada Karyawan Pimpinan Dan Pelaksana PT. Perkebunan Nusantara III

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbedaan Keterikatan Kerja Pada Karyawan Pimpinan Dan Pelaksana PT. Perkebunan Nusantara III"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

A. Keterikatan Kerja 1. Definisi

Keterikatan kerja marak dibicarakan di tahun-tahun belakangan ini,

namun yang pertama menyebutkan mengenai kosep ini adalah Kahn (1990),

sehingga banyak yang menyebut keterikatan kerja merupakan “old wine in

the new bottle”. Kahn (1990) menyebutkan bahwa keterikatan kerja

merupakan perilaku dimana individu membawa keseluruhan dirinya selama

performansi peran kerja. Kahn (1990) juga menggambarkan keterikatan kerja

sebagai konstruk yang memiliki dimensi kognitif, emosi dan fisik.

Keterikatan kerja merupakan keadaan pikiran, positif dan menyeluruh,

yang berkaitan dengan kerja yang dikarakteristikkan dengan vigor,

dedication, dan absorption. Vigor merupakan energi level tinggi dan

resiliensi mental ketika bekerja. Dedication mengacu kepada sense of significance, antusias, inspirasi, harga diri, dan tantangan. Absorption

mengarah pada menjadi sangat peduli dan senang terikat dengan pekerjaan,

sebuah keadaan yang sering disebut dengan “flow” (Schaufeli, 2004).

Maslach (2001) menyatakan bahwa keterikatan kerja merupakan antitesis dari

burnout yang dikarakteristikkan dengan energi (energy), keterlibatan

(involvement) dan efficacy.

Rothbard (2001) mendefinisikan keterikatan kerja sebagai keadaan

(2)

absorpsi (absorption). Perhatian (attention) adalah ketersediaan kognitif dan jumlah waktu yang dihabiskan seseorang memikirkan sebuah peran yang

dalam hal ini adalah pekerjaannya. Absorbsi (absorption) mengacu kepada menjadi asik (mengarahkan perhatian pada sebuah peran) dan mengacu pada

intensitas seseorang fokus terhadap pekerjaannya.

Mengenai asal keterikatan kerja, beberapa percaya bahwa keterikatan

kerja merupakan sesuatu yang dibawa individu ke tempat kerjanya (Harter, et

al., 2002), sedangkan kelompok lainnya percaya bahwa keterikatan kerja

merupakan sebuah fenomena yang dihasilkan oleh beberapa kondisi di tempat

kerja (Miles, 2001;Harter, Schmidt & Keyes, 2003).

2. Dimensi

Dimensi keterikatan kerja menurut Schaufeli (2004) adalah:

1. Vigor

Vigor dikarakteristikkan sebagai energi level tinggi dan mental resiliensi saat bekerja, kemauan untuk menginvestasikan usaha pada

pekerjaan dan persistensi saat menghadapi masalah.

2. Dedication

Dedication dikarakteristikkan dengan antusiasme, inspirasi, harga

(3)

3. Absorption

Absorption dikarakteristikkan dengan sangat konsentrasi atau fokus

dan senang saat bekerja, merasa waktu bekerja cepat berlalu, dan merasa

kesulitan memisahkan diri dengan pekerjaan.

3. Model Job Demand-Resources

Model JD-R dari Bakker (2008) menjelaskan bahwa terdapat job

resources, kondisi pekerjaan, dan personal resources, kondisi karyawan itu sendiri, yang saling berkaitan ditambah dengan job demand yang

mempengaruhi tingkat engagement seorang karyawan.

Job resources mengacu kepada aspek fisik, sosial atau organisasi yang dapat:

a. Mengurangi tuntutan pekerjaan (job demand) dan berasosiasi dengan pengeluaran (cost) fisik dan psikologis,

b. Berfungsi dalam mencapai tujuan kerja,

c. Menstimulasi pertumbuhan (growth) personal, pembelajaran dan

perkembangan.

Job resources diasumsikan memainkan peran baik sebagai motivasi intriksik maupun motivasi ekstrinsik. Berperan sebagai motivasi intrinsik karena

membantu peningkatan perkembangan, pembelajaran dan pertumbuhan

karyawan. Sebagai motivasi ekstrinsik karena merupakan instrumen dalam

(4)

Personal resources berperan sebagai psychological capital, yaitu perkembangan kondisi psikologi positif individu yang dikarakteristikkan

dengan memiliki kepercayaan diri (self efficacy) dalam menghadapi dan melibatkan usaha untuk sukses pada tugas yang menantang, memiliki atribusi

positif (optimism) tentang kesuksesan sekarang dan akan datang, tekun mencapai tujuan, dan jika penting akan mengubah arah tujuan untuk sukses,

dan ketita ditimpa masalah dan kesulitan akan bertahan dan menjadi lebih

kuat untuk mencapai kesuksesan. Karyawan dengan psychological capital

yang tinggi, dikarakteristikkan dengan keuletan dan ketekunan, didorong oleh

kepercayaan akan sukses dimasa depan, mereka terus memiliki harapan untuk

mencapai tujuan meskipun menghadapi tantangan (Luthan et al,. 2007).

B. PTPN III

1. Sejarah Perusahaan

PT Perkebunan Nusantara III (Persero), selanjutnya disebut PTPN III

atau Perusahaan, merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang

bergerak dalam bidang usaha Agro Bisnis dan Agro Industri Kelapa Sawit

dan Karet. PTPN III merupakan hasil peleburan dari PT Perkebunan III, IV

dan V sesuai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 8 tahun 1996

tanggal 14 Februari 1996.

Perusahaan didirikan pada tanggal 11 Maret 1996 dengan dasar hukum

(5)

Hingga saat ini, Anggaran Dasar Perusahaan telah mengalami beberapa kali

perubahan, terakhir dengan Akta No. 7 tanggal 15 Oktober 2012 dari Nanda

Fauz Iwan, SH, MKn. Akta perubahan ini telah diterima dan dicatat didalam

database Sistem Administrasi Badan Hukum Departemen Hukum dan Hak

Asasi Manusia Republik Indonesia No. AHU-54923.AH.01.02 tahun 2012

tanggal 24 Oktober 2012.

Selain kegiatan usaha Agro Industri dan Agro Bisnis Kelapa Sawit serta

Karet, PTPN III juga mengupayakan kegiatan – kegiatan lain seperti

pengusahaan budi daya tanaman meliputi pembukaan dan pengelolaan lahan,

pembibitan, penanaman serta pemeliharaan dan pemungutan hasil tanaman,

proses produksi hasil tanaman menjadi barang setengah jadi atau barang jadi

serta produk turunannya, menyelenggarakan kegiatan perdagangan serta

pemasaran berbagai hasil produksi serta pengembangan usaha bidang

perkebunan misalnya agro wisata.

Hingga saat ini, Perusahaan memiliki 11 pabrik kelapa sawit dengan

kapasitas olah sebesar 555 ton tandan buah segar per jam dan delapan pabrik

karet dengan kapasitas olah sebesar 200 ton karet kering per hari. Produk

utama PTPN III antara lain adalah Minyak Kelapa Sawit (Crude Palm Oil –

CPO), Inti Kelapa Sawit (Kernel) dan karet, serta produk turunan kedua

komoditas tersebut seperti Cultivated Palm, Saturated Latex, Crumb Rubber

(6)

2. Visi dan Misi Perusahaan

Visi

- Menjadi perusahaan agribisinis kelas dunia dengan kinerja prima dan

melaksanakan tata kelola bisnis terbaik

Misi

- Mengembangkan industri hilir berbasis perkebunan secara

berkesinambungan

- Menghasilkan produk berkualitas untuk pelanggan

- Memperlakukan karyawan sebagai aset strategis dan mengembangkan

secara optimal

- Berupaya menjadi perusahaan yang terpilih yang memberikan imbal

hasil terbaik bagi investor

- Menjadikan perusahaan yang paling menarik untuk bermitra bisnis

- Memotivasi karyawan untuk berpartisipasi aktif dalam pengembangan

komunitas

- Melaksanakan seluruh aktivitas perusahaan yang berwawasan

lingkungan

3. Tata Nilai Perusahaan

- Proaktif

Selalu bersikap proaktif, penuh inisiatif dan sadar akan resiko yang

(7)

- Kesempurnaan

Selalu memperhatikan keunggulan berbisnis dan bekerja keras dalam

mencapai hasil maksimal sesuai kompetensi perusahaan.

- Kerja Sama Tim

Selalu mengutamakan kerja sama tim, agar mampu menghasilkan

sinergi optimal bagi perusahaan.

- Inovasi

Selalu menghargai kreativitas dan menghasilkan inovasi dalam metode

maupun produk baru.

- Bertanggung Jawab

Selalu bertanggung jawab untuk setiap keputusan yang diambil

maupun tindakan yang dilakukan.

C. Kelompok Karyawan

PTPN III membagi karyawan mereka menjadi dua kelompok besar

yaitu pimpinan dan pelaksana. Karyawan pimpinan berada di golongan IIIA

sampai IVD atau level middle hingga top management yang dominasi

kebutuhan keahliannya adalah humanis (hubungan dengan orang lain)

dibandingkan dengan dua keahlian lain menurut Katz (1955). Selanjutnya,

Karyawan pelaksana berada di golongan IA sampai IID atau level lower

management yang dominasi kebutuhan keahliannya adalah teknis

dibandingkan dengan dua keahlian lain menurut Katz (1955), yaitu humanis

(8)

Kedua kemlompok karyawan memiliki perbedaan karakter kerja, sesuai

dengan model job characteristic yang menyatakan bahwa lima karakteristik

pekerjaan, yaitu:

a. skill variety

Tingkat dimana sebuah pekerjaan membutuhkan variasi

aktivitas dalam melaksanakan kerja.

b. task identity

Tingkat dimana pekerjaan membutuhkan penyelesaian secara

keseluruhan, mengerjakan pekerjaan dari awal dengan hasil akhir

yang tampak.

c. task significance

Tingkat dimana pekerjaan memiliki dampak terhadap hidup

orang lain.

d. otonomi

Tingkat dimana pekerjaan membutuhkan kebebasan dan

kebijaksanaan karyawan terhadapjadwal kerja dan prosedur yang

dipakai untuk melaksanakannya.

e. Feedback

Tingkat dimana aktivitas kerja dilaksanakan dengan

menyediakan informasi yang jelas dan langsung tentang efektivitas

performansi karyawan

Lima karakteristik di atas mendorong munculnya tiga kondisi psikologis

(9)

mengarahkan seseorang pada manfaat personal (personal benificial) dan keluaran kerja (work output, Hackman dan Oldham, 1980). Dari kelima

karakter di atas karyawan pimpinan memiliki karakter kerja yang lebih tinggi

dari karyawan pelaksana.

D. Perbedaan Work Engagement pada Karyawan Pimpinan dan Karyawan Pelaksana

Job Demand Resources (JD-R) Model dari Bakker (2008), menjelaskan

bahwa tuntutan pekerja merupakan mediator antara resources (personal dan job resources) dengan keterikatan (work engagement). Model ini sejalan

dengan social exchange theory yang menyatakan engagement dihasilkan dari interaksi berulang antara pekerja dan organisasi dalam kondisi saling

resiprokal. Asumsi pertama dalam model ini adalah job resources seperti dukungan dari rekan kerja dan atasan, feeedback performansi, dan autonomi

menimbulkan proses motivasi yang mengarahkan pada engagement, dan konsekuensinya pada performansi yang lebih baik.

Model job characteristic merupakan model yang juga menjelaskan

tentang kaitan karakteristik pekerjaan dengan keluaran kerja. Lima

karakteristik pekerjaan (skill variety, task identity, task significance, otonomi

dan feedback) mendorong munculnya tiga kondisi psikologis (Meaningfulness of work, Responsibility, Knowledge of outcomes) yang mengarahkan seseorang pada keluaran kerja (work output) seperti motivasi

(10)

semakin tinggi karakter kerja seseorang semakin tinggi pula tingkat keluaran

kerjanya(Hackman dan Oldham, 1980).

Gambar 2.1 Model JD-R

Bakker (2010) menyatakan keterikatan kerja (work engagement) akan tinggi ketika karakteristik pekerjaan yaitu sumber daya kerja (job resources)

yang tinggi berhadapan dengan tuntutan kerja (job demand) yang tinggi. Sejalan dengan model job characteristic menyatakan karakteristik kerja yang tinggi akan mengarahkan pada motivasi internal yang tinggi, kepuasan kerja

dan efektivitas kerja (Hackman dan Oldham, 1980).

Kelompok karyawan pimpinana PTPN III memiliki karakter kerja lebih

tinggi, yaitu variasi keahlian yang di butuhkan kelompok karyawan ini lebih

tinggi dibandingkan dengan karyawan pelaksana, begitu juga dengan

karakteristik kerja lainnya yaitu task identity, task significance, otonomi dan

feedback. Perbedaan ini memungkinkan adanya perbedaan dalam keluaran kerja (workoutput) yang dalam hal ini adalah keterikatan kerja atau Hackman

Job Resources

Engagement Job Demands

Personal Resources/ psychological Capital

(11)

dan Oldham (1980) menyebutnya dengan motivasi internal (internal motivation).

Core Job

Characteristics

Critical Psychological

Reactions/States Outcomes

skill variety

Meaningfulness of

work,

Internal motivation

task identity work effectiveness

task significance growth satisfaction

Otonomi Responsibility

general job

satisfaction

Feedback

Knowledge of

outcomes

work effectiveness

Gambar 2.2 Model Job Characteristic

E. Hipotesis

Terdapat perbedaan keterikatan kerja (work engagement) antara karyawan pimpinan dan karyawan pelaksana di PTPN III dimana keterikatan

Gambar

Gambar 2.1 Model JD-R
Gambar 2.2 Model Job Characteristic

Referensi

Dokumen terkait

Keberadaan motivasi kerja dalam diri karyawan di perusahaan sangat penting karena dengan motivasi kerja tinggi akan membangun dan mengembangkan organisasi ke arah yang

Dengan demikian, maka arah koefisien regresi positif yang berarti bahwa motivasi kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas kerja.. Kata Kunci :

Analisis Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Pada Perusahaan Daerah Air Minum Kota Makassar. Makassar: Fakultas Ekonomi

Hasil yang didapat dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan lingkungan kerja dan karakteristik individu berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan dan

Sedangkan kategori yang terendah dalam variabel Kepuasan Kerja yang termasuk pada kategori “Cukup Puas” yaitu pada sub-variabel Rekan Kerja dengan skor 3,24 dan Pekerjaan

Apabila akan ada pembaharuan terkait peraturan kerja, ada baiknya perusahaan tetap memperhatikan keseimbangan kehidupan kerja karyawan dengan memberlakukan

Sedangkan kategori yang terendah dalam variabel Kepuasan Kerja yang termasuk pada kategori “Cukup Puas” yaitu pada sub-variabel Rekan Kerja dengan skor 3,24 dan Pekerjaan

Pengaruh Stress Kerja, Budaya Organisasi, Dan Kepuasan Kerja Terhadap Keinginan Berpindah Kerja Turn over Intention Pada Karyawan PT Alas Watu Emas Kabupaten Kampar,Vol 4JOMFekon,No1..