• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH RASIO LIMBAH KOTORAN GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumatranus) DAN SERUTAN KAYU TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PAPAN PARTIKEL SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH RASIO LIMBAH KOTORAN GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumatranus) DAN SERUTAN KAYU TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PAPAN PARTIKEL SKRIPSI"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH RASIO LIMBAH KOTORAN GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumatranus) DAN SERUTAN

KAYU TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PAPAN PARTIKEL

SKRIPSI

AHMAD MUBAROK DALIMUNTHE 161201089

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

KAYU TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PAPAN PARTIKEL

SKRIPSI

Oleh:

AHMAD MUBAROK DALIMUNTHE 161201089

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kehutanan

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Pengaruh Rasio Limbah Kotoran Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) Dan Serutan Kayu Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Papan Partikel

Nama : Ahmad Mubarok Dalimunthe

NIM : 161201089

Fakultas : Kehutanan

Departemen : Teknologi Hasil Hutan

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Rudi Hartono, S.Hut., M.Si Dr. Apri Heri Iswanto, S.Hut, M.Si

Ketua Anggota

Mengetahui

Arif Nuryawan, S.Hut, M.Si., Ph. D Ketua Departemen Teknologi Hasil Hutan

Tanggal lulus : 28 Juli 2021

(4)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Ahmad Mubarok Dalimunthe

NIM : 161201089

Judul Skripsi : Pengaruh Rasio Limbah Kotoran Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) Dan Serutan Kayu Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Papan Partikel

menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan skripsi ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Medan, Agustus 2021

Ahmad Mubarok Dalimunthe NIM. 161201030

(5)

ABSTRAK

AHMAD MUBAROK DALIMUNTHE: Pengaruh Rasio Limbah Kotoran Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) Dan Serutan Kayu Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Papan Partikel, dibimbing oleh DR. RUDI HARTONO, S.HUT., M.SI. dan DR. APRI HERI ISWANTO, S.HUT., M.SI.

Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan mamalia darat terbesar yang masih bertahan di dunia. Gajah Sumatera dapat memakan berbagai tanaman pakan sekitar 200 hingga 270 kg/hari dan akan mengeluarkan kotoran sekitar 100 hingga 130 kg/hari. Kotoran Gajah Sumatera memiliki karakteristik tinggi serat pakan karena pencernaan gajah tersebut hanya mampu menyerap 40% nutrisi dari pakan yang dicerna dan selebihnya akan dibuang menjadi kotoran sehingga cocok dijadikan sebagai bahan baku papan partikel.

Serutan kayu dapat dimanfaatkan dan diubah menjadi papan partikel karena memenuhi persyaratan sebagai bahan baku papan partikel. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kualitas papan partikel berbahan baku kotoran gajah dan limbah serutan kayu dengan berbagai rasio komposisi. Papan partikel dibuat berukuran 20x20x1 cm dengan target kerapatan 08 g/cm3. Rasio bahan baku yang digunakan antara kotoran gajah dan serutan kayu adalah 100/0, 90/10, 80/20, 70/30, 60/40 dan 50/50 dengan perekat isosianat 7%. Pengempaan panas dilakukan dengan kempa panas pada suhu 160 °C dalam waktu 5 menit dengan tekanan 30 kg/cm2. Hasil Penelitian ini menunjukkan komposisi bahan baku berupa kotoran gajah dan serutan kayu berpengaruh nyata terhadap sifat fisis dan mekanis papan partikel yang dihasilkan kecuali pada kadar air dan daya serap air.

Secara keseluruhan parameter yang diuji pada penelitian ini telah memenuhi standar JIS A 5908-2003 kecuali pada kadar air dan daya serap air. Berdasarkan hasil skoring diperoleh papan partikel dengan rasio 50/50 sebagai papan terbaik.

Kata kunci: Kotoran gajah, serutan kayu, isosianat, papan partikel

(6)

AHMAD MUBAROK DALIMUNTHE: The Effect of Sumatran Elephant (Elephas maximus sumatranus) Dung and Wood Shavings waste ratio againts Physical and Mechanical Properties of Particle Board, supervised by DR. RUDI HARTONO, S.HUT., M.SI. dan DR. APRI HERI ISWANTO, S.HUT., M.SI.

Sumatran Elephant (Elephas maximus sumatranus) is the largest land mammal that still lasts in the world. Sumatran Elephant can eat various plants around 200 until 270 kgs/day and will excrete dung around 100 until 130 kgs/day.

Sumatran Elephant dung characteristic is highly dietary fibrous due to its digestion that only able to absorb 40% nutritions from processed foods and the rest will be dumped into dung, make it suitable as a raw material for particle boards. Wood shavings can be utilized and converted into particle board due to its already fulfilled the requirements for particle boards raw material. This research was purposed to analyze the quality of elephant dung and wood shavings based particle boards with various composition. The particle boards were made with size 20x20x1 cm and density target 0,8 g/ cm3. Raw materials ratio between elephant dung and wood shavings are 100/0, 90/10, 80/20, 70/30, 60/40 and 50/50 with isocyanate adhesive 7%. The hot press was done at 160 °C in 5 minutes with pressure as big as 30 kg/cm2. Result of this research shown the raw materials composition such as elephant dung fiber and wood shavings significantly affect againts physical and mechanical properties of particle boards that have been made except in moisture content and water absorption. Generally, all parameters that have been used in this research have fulfilled JIS A 5908-2003 standard except in moisture content and water absorption. Based on scoring results particle boards with 50/50 ratio was accepted as the best.

Keywords : Elephant dung, wood shavings, isocyanate, particle board

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Padangsidimpuan, 13 Januari 1998 dari pasangan Bapak Palit Dalimunthe dan Ibu Marlini. Penulis adalah anak ke-2 dari 4 bersaudara. Adapun pendidikan formal yang pernah ditempuh, pada tahun 2004 penulis memasuki pendidikan tingkat dasar di MIN Sadabuan Padangsidimpuan dan lulus pada tahun 2010. Pada tahun 2010 penulis memasuki pendidikan tingkat lanjut di MTs Ibadurrahman Stabat dan lulus pada tahun 2013. Tahun 2013 penulis memasuki pendidikan tingkat atas di MAN 1 Padangsidimpuan dan lulus pada tahun 2016 dan pada tahun yang sama diterima di Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).

Penulis mengikuti kegiatan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) pada tanggal 10 Juli – 19 Juli 2018 di Desa Lubuk Kertang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Kemudian penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) pada tanggal 22 Juli – 22 Agustus 2019 di KPH IX Panyabungan.

Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara. dalam masa studi, penulis aktif sebagai anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) BKM Baytul Asyjaar tahun 2016-2019 dan menjadi pengurus pada tahun 2019-2020.

(8)

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Pengaruh Rasio Limbah Kotoran Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) Dan Serutan Kayu Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Papan Partikel”. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung nilai sifat fisis dan mekanis papan partikel dengan bahan dasar kotoran Gajah Sumatera serta limbah serutan kayu dengan beragam rasio campuran dan untuk mendapatkan papan partikek terbaik dari rasio tersebut.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Rudi Hartono, S.Hut., M.Si., selaku ketua pembimbing dan Dr. Apri Heri Iswanto, S.Hut., M.Si., selaku anggota pembimbing yang telah memberikan masukan dan saran berharga dalam penyusunan Skripsi ini. Terima kasih kepada Orangtua penulis yang senantiasa memberikan dukungan dan doa nya kepada penulis.

Terima kasih kepada Dr. Wanda Kuswanda, S.Hut., M.Sc., yang telah membantu kami dalam pengambilan sampel kotoran gajah sumatera di Aek Nauli Conservation Camp. Terima kasih kepada teman-teman seperjuangan penulis yang telah membantu penulis di lapangan maupun memberikan saran dalam penyusunan skripsi ini dan terima kasih kepada Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan penulis fasilitas sehingga dapat membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Agustus 2021

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

PENGESAHAN SKRIPSI ... i

PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR TABEL ... ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN Latar Belakang... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

Hipotesis ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) dan Kotorannya... 5

Limbah Serutan Kayu ... 5

Papan Partikel... 6

Perekat... 8

Komposisi Bahan ... 8

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat ... 10

Bahan dan Alat ... 10

Prosedur Penelitian ... 10

Pengujian Sifat Fisis Papan Partikel... 12

Pengujian Sifat Mekanis Papan Partikel... 14

Analisis Data... 15

Skoring Papan Partikel... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN Kerapatan ... 18

Kadar Air ... 20

Daya Serap Air... 21

Pengembangan Tebal... 23

Keteguhan Lentur (MOE)... 24

Keteguhan Patah (MOR)... 26

(10)

Kesimpulan ... 30

Saran ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 31

LAMPIRAN ... 35

(11)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Sifat mekanis partikel menurut JIS A 5908-2003 ... 7

2. Ukuran dan kemampuan daya serap air serutan kayu dan kotoran gajah ... 11

3. Kebutuhan bahan baku papan partikel... 11

4. Skoring papan partikel... 29

(12)

No Halaman

1. Partikel Serat kotoran gajah (A) dan partikel serutan kayu (B) ... 10

1. Pola pemotongan permukaan contoh uji ... 12

2. Pengujian MOE dan MOR ... 14

3. Pengujian keteguhan rekat (internal bound) ... 15

4. Kerapatan papan partikel ... 18

5. Springback papan partikel ... 18

6. Kadar air papan partikel ... 20

7. Daya serap air papan partikel ... 21

8. Pengembangan tebal papan partikel ... 23

9. Keteguhan lentur papan partikel ... 24

10. Keteguhan patah papan partikel ... 26

11. Keteguhan rekat papan partikel ... 27

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Kebutuhan bahan baku pembuatan papan partikel ... 35

2. Dokumentasi pembuatan dan pengujian papan partikel ... 36

3. Rekapitulasi hasil pengujian sifat fisis papan partikel ... 37

4. Rekapitulasi hasil pengujian sifat mekanis papan partikel ... 38

5. Analisis sidik ragam kerapatan papan partikel ... 39

6. Analisis sidik ragam kadar air papan partikel... 39

7. Analisis sidik ragam daya serap air papan partikel... 39

8. Analisis sidik ragam pengembangan tebal papan ... 39

9. Analisis sidik ragam MOE papan partikel ... 40

10. Analisis sidik ragam MOR papan partikel ... 40

11. Analisis sidik ragam IB papan partikel... 40

12. Uji lanjut DMRT kerapatan papan partikel... 40

13. Uji lanjut DMRT pengembangan tebal papan ... 41

14. Uji lanjut DMRT keteguhan lentur (MOE) papan partikel... 41

15. Uji lanjut DMRT keteguhan patah (MOR) papan partikel... 42

16. Uji lanjut DMRT keteguhan rekat (IB) papan partikel... 42

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Papan partikel (particle board) merupakan papan komposit yang terbentuk dari partikel kayu oleh tekanan panas dengan penambahan perekat.

Papan partikel dapat dikelompokkan berdasarkan kondisi surface atas dan bawah, bending strength ( MOR), water resistant, emisi formaldehid (JIS A 5908-2003).

Malony (1993) menjelaskan bahwa papan partikel juga dapat dibuat berdasarkan bahan yang mengandung lignoselulosa dan tidak mensyaratkan bahan dengan kualitas yang tinggi. Iswanto et al. (2012) melakukan penelitian papan partikel mengenai rasio antara kulit buah jarak dan serutan kayu dimana terlihat adanya peningkatan nilai fisis dan mekanis papan seiring dengan peningkatan rasio serutan kayu. Guller et al. (2006) juga melakukan penelitian papan partikel dengan berbagai rasio antara batang bunga matahari dan serbuk kayu pinus calabrian yang menunjukkan papan partikel terbaik pada rasio 50/50.

Limbah kotoran Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu bahan yang memiliki potensi sebagai bahan pembuatan papan partikel karena memiliki karakteristik tinggi serat, hal ini disebabkan Gajah Sumatera merupakan hewan ruminansia dan hanya dapat menyerap nutrisi sebanyak 40% (Masunga et al., 2006). Gajah Sumatera dapat menghasilkan kotoran hingga 100-130 kg perharinya dan umumnya masih dimanfaatkan sebagai biogas (Albani et al., 2018). Pemanfaatan lainnya yang umum dilakukan adalah sebagai pupuk organik (Dewi, 2016). Pemanfaatan lebih jauh telah dilakukan oleh Farah et al. (2014) dimana limbah kotoran gajah dimanfaatkan sebagai bahan untuk pembuatan kertas eksotis .

Penelitian kotoran gajah sebagai bahan pembuatan papan partikel sudah dilaksanakan oleh Jati et al. (2014) menggunakan PPAC dan asam sitrat dengan konsentrasi 5% dan 10% dengan target kerapatan 0,4 dan 0,8. Papan partikel tersebut memiliki sifat mekanis yang kurang bagus. Upaya perbaikan telah dilakukan oleh Dewi et al. (2015) dengan meningkatkan konsentrasi asam sitrat menjadi 10% dan 20% dengan target kerapatan 0,8. Hasil Penelitian tersebut menunjukkan peningkatan konsentrasi asan sitrat meningkatkan kekuatan papan

(15)

2

partikel baik dari segi fisis dan segi mekanis. Berdasarkan ketetapan JIS A 5908 perlakuan terbaik terdapat pada komposisi papan partikel ditambah asami sitrat konsentrasi 20%.

Widyorini et al. (2018) mengkaji papan partikel dengan bahan dasar kotoran gajah ditambah asam sitrat 0%, 10%, 20% dan 30 % dengan suhu kempa 180 oC dan 200 oC. Penelitian memperoleh hasil terbaik pada perlakuan dengan suhu 200 oC dengan konsentrasi asam sitrat 20% yang rata rata telah sesuai standar JIS A 5908-2003.

Salah satu bahan dengan kekuatan yang baik untuk menghasilkan papan partikel adalah limbah pengerjaan kayu. Limbah pengerjaan kayu merupakan limbah yang sering dijadikan bahan dasar papan partikel seperti limbah serutan kayu. Iskandar dan Supriadi (2011) membuat papan partikel menggunakan limbah serutan kayu dengan pengempaan 15 kg/cm , 20 kg/cm dan 25 kg/cm kurang lebih 10 menit. Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa pengempaan tidak terlalu berpengaruh dalam kekuatan papan. Papan partikel yang dihasilkan dengan serutan kayu memiliki kekuatan yang kuat dan memenuhi standar Indonesia dan Jepang.

Campuran limbah kotoran Gajah Sumatera dan serutan kayu diharapkan akan meningkatkan kekuatan papan partikel yang dihasilkan. Merujuk pada informasi diatas maka dilaksanakan riset mengenai pembuatan papan partikel berbahan kotoran gajah serta limbah serutan kayu.

Tujuan Penelitian

1. Menghitung nilai sifat fisis dan mekanis papan partikel dengan bahan dasar kotoran Gajah Sumatera serta limbah serutan kayu dengan beragam rasio campuran.

2. Mendapatkan rasio komposisi terbaik dari papan partikel berbahan kotoran Gajah Sumatera dan serutan kayu.

Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi pengetahuan, data dan informasi tentang kualitas papan partikel dari kotoran gajah dan serutan kayu.

(16)

2. Sebagai upaya pemanfaatan kotoran gajah dan serutan kayu untuk bahan baku konstruksi ringan sehingga menambah jenis pasokan bahan baku kayu konstruksi.

Hipotesis

Rasio campuran kotoran Gajah Sumatera dan serutan kayu berpengaruh nyata terhadap sifat fisis dan mekanis papan partikel yang dihasilkan.

(17)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) dan Kotorannya

Gajah merupakan mamalia darat terbesar yang masih bertahan di dunia.

Secara umum, terdapat empat sub-spesies gajah asia, salah satunya adalah gajah Sumatera (Elephasmaximus sumatranus Temminck, 1847) yang berada dalam pulau Sumatera, Indonesia. Gajah hidup berkelompok atau disebut kawanan, bisa terdiri 25 hingga 35 individu atau kurang. Kawanan dipimpin oleh seekor gajah betina atau betina yang memiliki matriarchal sistem sosial. Hidup dalam kelompok sangat penting untuk melindungi anggota gajah yang lebih muda (Berliani et al., 2019).

Glastra (2003) menyatakan bahwa, dalam Indonesia terdapat dua jenis gajah asia yaitu Gajah Sumatera di Sumatera dan Gajah Kalimantan (Elephas maximus bornensis) di Kalimantan. Martiani (2002) dalam Salsabila (2018) menyatakan bahwa, gajah sumatera adalah salah satu subspesies gajah Asia yang merupakan hewan endemik di Pulau Sumatera, saat dewasa dapat mencapai tinggi 3,5 meter pada bahu dan berat maksimal 6 ton. Gajah Sumatera merupakan hewan pemakan tumbuhan (Herbivora) raksasa yang memiliki kecerdasan yang tinggi dibanding dengan hewan pemakan tumbuhan (Herbivora) darat lainnya. Elephas maximus merupakan nama dari Gajah Sumatera yang diperkenalkan oleh Temninck dan merupakan anak cabang dari spesies gajah Asia.

Kotoran Gajah Sumatera mengandung gas dan dapat dijadikan sebagai salah satu sumber biogas organik. Penelitian yang terdapat di Asia dan Afrika menunjukkan bahwa kotoran gajah dapat memproduksi gas alami yang sebanding dengan berbagai hewan yang mengandung gas alami lainnya seperti babi dan sapi.

Gajah Sumatera dapat memakan berbagai tanaman pakan sekitar 200 hingga 270 kg/hari dan akan mengeluarkan kotoran sekitar 100 hingga 130 kg/hari. Kotoran yang dikeluarkan berbentuk bola dengan diameter 100 hingga 150 mm, dan memiliki panjang serat 70 hingga 180 mm dan berat 1 hingga 2 kg, makanan yang dimakan akan dikeluarkan lima puluh hingga enam puluh persen karena makan tidak tercerna. Gajah Sumatera memiliki pencernaan yang buruk karena

(18)

kotoran yang dikeluarkannya sangat berserat karena mengandung banyak ranting, serat dan biji-bijian yang tak tersentuh (Sannigrahi, 2015).

Stepien et al. (2019) menyatakan bahwa, dalam skala global gajah diperkirakan ada sekitar 450.000, dimana 400.000 diantaranya ada di Afrika dan 50.000 di Asia. Di Afrika, mamalia ini hidup di 34 negara. Jumlah kotoran harian yang dihasilkan oleh satu gajah adalah 100–150 kg. Berat kotoran gajah tergantung pada jumlah air yang dikonsumsi. Dengan demikian, dengan mempertimbangkan perkiraan konservatif dari berat kotoran minimum (100 kg), produksi kotoran harian dan tahunan pada skala global adalah 45.000 ton dan lebih dari 16 juta ton, masing-masing, yaitu sejumlah besar biowaste yang dapat divalidasi.

Limbah Serutan kayu

Industri pengolahan kayu memiliki beberapa jenis limbah yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Limbah berupa serbuk gergaji (sawdust), sabetan (slabs), potong-potongan (trims), dan serutan (shaving). Salah satu limbah yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai hal adalah limbah pengolahan kayu, pemanfaatan yang dilakukan dapat berupa media tanam jamur, sumber energi dalam pembakaran batu bata/ genteng, sebagai sumber .energi dalam panas tanur dan sebagai bahan pembuatan papan.komposit (Marpaung et al., 2015).

Serutan kayu merupakan limbah yang umum diperoleh dari suatu proses pengolahan kayu. Serutan kayu adalah limbah hasil pengolahan kayu yang memenuhi syarat menjadi bahan dasar dalam produksi papan partikel. Jenis bahan dalam. pembuatan papan partikel lebih diminati pada pohon/ kayu yang memiliki kerapatan rendah sampai kerapatan sedang. karena lebih mudah. untuk dikempa, interaksi antar partikel. akan semakin baik sehingga panel yang dihasilkan lebih padat dan memiliki kekuatan yang lebih baik (Iskandar dan Supriadi, 2011).

Industri pengerjaan kayu memiliki rendemen yang berkisar antara 50-60%, kayu gergajian yang dihasilkan hanya sebanyak 15-20%. Jumlah. limbah serutan kayu gergajian yang dihasilkan di negara Indonesia diperkirakan kurang lebih 0,78 ton m3 per tahun. Apabila tidak dimanfaatkan dengan baik limbah serutan kayu dapat merusak lingkungan. Limbah serutan kayu gergajian pada industri

(19)

6

besar sering menggunakannya sebagai .briket arang yang dijual secara komersial.

Pada industri yang lebih kecil dengan jumlah ribuan.unit dan tersebar di berbagai wilayah, serutan kayu belum digunakan secara maksimal. Limbah serutan kayu ditinjau dari komponen dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi organik. Kayu memiliki kandungan primer berupa selulosa (40-50%), hemiselulosa (15-34%) dan lignin (17-35%) sedangkan kandungan lainnya berupa kandungan sekunder dari kayu yang tersusun atas zat ekstraktif sekitar 1-10% dan abu sekitar < 1%

(Pratiwi et al., 2019).

Papan Partikel

Produk yang dihasilkan dari pengempaan panas yang terdiri dari gabungan beberapa bahan berlignoselulosa seperti partikel kayu dengan perekat. organik dengan penambahan zat aditif lainnya disebut papan partikel (SNI 03-2105-2006).

Serutan kayu merupakan limbah yang bisa digunakan untuk bahan dasar produksi papan partikel.

Papan. partikel merupakan salah satu cara dalam memenuhi kebutuhan kayu. Potongan-potongan kayu kecil (limbah kayu) yang berbahan lignoselulosa dapat dijadikan sebagai bahan papan partikel. Penurunan hutan meningkatkan kebutuhan akan papan partikel. Setiap pabrik pembuatan mebel (furniture) membutuhkan kurang lebih 3.000 m3 papan partikel setiap bulannya, pasokan lokal tidak dapat memenuhi kebutuhan tersebut sehingga sebagian besar pasokan diambil dari negara china dan italia. Dalam rangka pengoptimalan limbah pemanenan kayu akasia untuk meminimalkan penggunaan sumber daya kayu yang terbatas dapat dijadikan sebagai bahan papan partikel. Data serta informasi dari sifat fisis dan mekanis dari limbah tersebut sangat penting untuk meningkatkan nilai dari limbah pemanenan kayu tersebut (Muhdi et al., 2013).

Salah satu produk komposit yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat atas berkurangnya produk dari kayu solid ataupun bertambah kecilnya dimensi dari produk kayu solid adalah papan partikel. Papan partikel merupakan papan sintesis berupa lembaran turunan kayu yang dibuat dari potongan-potongan kayu berukuran kecil ataupun bahan yang mengandung lignoselulosa dicampur menggunakan perekat buatan ditambahi perlakuan berupa temperatur katalisator,

(20)

pengujian baik dalam negeri maupun luar negeri. Pengujian yang umum dilakukan adalah SNI untuk standarisasi di Indonesia dan JIS untuk luar negeri, Kedua standar ini sering digunakan karena memuat nilai minimum hasil pengujian papan.

Pengujian yang dilakukan meliputi .sifat fisis, mekanis dan .pengawetan papan.

Untuk pengujian .sifat fisis dan .mekanis dapat bersumber dari .SNI 03-2105- 2006 ataupun.JIS A 5908:2003 (Nuryawan, 2016).

Spesifikasi sifat fisis dan mekanis dari papan partikel menurut JIS A 5908- 2003 disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Sifat mekanis partikel menurut JIS A 5908-2003 No Parameter Sifat Fisis Mekanis Standar JIS A 5908:2003

1 Kerapatan (g/cm3) 0,4 - 0,9

2 Kadar air (%) 5 – 13

3 Daya serap air (%) -

4 Pengembangan tebal (%) <12

5 Keteguhan lentur (MOR) (Kg/cm2) >82 6 Keteguhan patah (MOE) (Kg/cm2) >20400

7 Internal bond (Kg/cm2) >1,5

8 pegang sekrup (Kg) >31

Sumber : JIS A 5908-2003

Perekat berbasis formaldehid sering digunakan pada pembuatan papan partikel. Kandungan emisi formalin yang dihasilkan oleh perekat berbasis formalin masih tinggi atau melebihi dari standar yang ditetapkan membuat hal tersebut kurang baik bagi kesehatan serta lingkungan. Sifat fisis dari papannpartikel terkhusus pengembangan tebal sering kali belum bisa mencapai kriteria. Pengembangan inovasi lain untuk menutupi hal tersebut seperti menambahkan bahan-bahan kimia untuk mengaktifkan komponen permukaan serta mempertahankan dari segi keamanan maupun kesehatan. Kualitas papan partikel tanpa perekat memiliki faktor yang mempengaruhi mirip keadaan saat digunakannya perekat antara lain bahan baku, kerapatan, geometri partikel dan kadar air, metode kempa berupa waktu kempa, besar tekanan, dan tingkat suhu juga turut berpengaruh (Widyorini et al., 2012).

(21)

8

Perekat

Industri papan partikel dan papan serat banyak menggunakan isosianat sebagai jenis perekat yang digunakan dalam pembuatannya. Perekat berbahan dasar minyak ini memiliki reaktivitas yang tinggi, daya rekat yang tinggi, memiliki keawetan tinggi serta dapat diformulasikan dengan polyols pada beberapa jenis kombinasi serta tidak mengandung formaldehida. Karena sifat-sifat yang menguntungkan tersebut membuat perekat isosianat ini dapat dikembangkan untuk mengurangi emisi formaldehida yang dihasilkan dari perekat berbahan dasar formalin (Daud et al., 2009).

Komposisi Bahan

Berdasarkan geometri dan jenis seratnya bahan komposit dibedakan menjadi berbagai tipe. Unsur utama dalam pembuatan papan partikel adalah serat.

Sifat bahan komposit berupa sifat mekanik antara lain kekakuan, kekuatan, ketahanan serta keliatan bergantung pada sifat serat penyusun dan geometrinya.

Bahan komposisi secara umum dibagi menjadi dua tipe yakni partikel komposit (particulat composite) serta bahan komposit serat (fiber composite). Matriks yang mengikat partikel merupakan bahan penyusun papan komposit. partikel tersebut memiliki bentuk yang beraneka ragam : kubik, bundar, etragonal hingga bentuk yang tidak simetris dan acak, namun secara umum memiliki ukuran yang sama.

Bahan komposit serat tersusun atas berbagai serat yang terikat dengan matriks.

Dalam pembuatan pembuatan papan partikel serat merupakan unsur utama dalam bahan pembuatannya (Sudarsono et al., 2010).

Nurihal (2017) melakukan penelitian papan partikel sekam padi dengan campuran serbuk pakan menggunakan perbandingan 70:30, 80:20, dan 90:10, ditambah tekanan kompaksi 3:1, 4:1, dan 5:1. Perlakuan terbaik diperoleh dalam variasi sekam padi dan serbuk pakan 80:20 pada kompaksi 5:1, dengan nilai keteguhan rekat, MOE, MOR, dan kerapatan secara berurutan sebesar 3,200 kg/cm2, 7585 kg/cm2, 70,523 kg/cm2. Nilai kerapatan dan kadar air terbesar terdapat di variasi sekam padi dan serbuk pakan 80:20 dan 70:30 keduanya pada kompaksi 5:1, yaitu 0,256 gr/cm3 dan 1,298%. secara umum papan ini belum memenuhi standar.

(22)

Cahyana (2013) melakukan penelitian mengenai papan partikel dari serbuk kayu dan limbah penyulingan kulit kayu gemor dengan komposisi 50:50, 60:40 dan 70:30 dengan menggunakan perekat kanji serta PVac dengan konsentrasi 5%.

Penelitian menunjukkan peningkatan serbuk gergajian meningkatkan kekuatan kayu. Kerapatan dengan nilai terbesar terdapat pada 50% : 50% ditambah perekat kanji yaitu 0,79 gr/cm3. Keteguhan patah (MOR) yang dihasilkan memiliki nilai tertinggi pada komposisi 70% : 30% dengan bahan perekat kanji. Keteguhan lentur (MOE) yang dihasilkan memiliki nilai tertinggi pada komposisi 60% : 40%

ditambah perekat kanji. Keteguhan tarik dengan nilai tertinggi terdapat pada komposisi gemor 50% : 50% ditambah perekat kanji.

Purwanto (2016) melakukan penelitian pembuatan papan partikel berbahan limbah serutan rotan serta serbuk kayu pada perbandingan 100%:0%, 75%:25%, 50%:50%, 25%:75%, dan 0%:100%. Perekat yang digunakan berupa urea formaldehida dengan konsentrasi 11%. Penelitian ini menunjukkan bahwa papan partikel dengan satu jenis bahan baku menghasilkan sifat fisis serta mekanis sesuai dengan SNI. 03- 2105-2006. Hasil yang diperoleh lebih baik dibanding menggunakan dua campuran limbah berupa serutan rotan dan serbuk kayu.

(23)

10

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November 2020. Sampel kotoran gajah diambil dari Aek Nauli Conservation Camp, Pembuatan dan pengujian papan dilakukan di Laboratorium Teknik Kimia Fakultas Teknik dan Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam pembuatan papan partikel ini adalah pisau/gunting, timbangan, cetakan ukuran 20 cm x 20 cm, mesin kempa, oven, kertas label, kaliper, mesin kompresor dan mesin Universal Testing Machine (UTM). Sedangkan bahan yang digunakan adalah kotoran gajah (Elephas maximus sumateranus), limbah serutan kayu, dan perekat isosianat. Serat kotoran gajah dan serutan kayu mahoni (Swietenia mahagoni) dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1. Partikel serat kotoran gajah sumatera (A) dan partikel serutan kayu (B) Prosedur Penelitian

l. Pengambilan bahan baku

Bahan baku berupa kotoran gajah diambil di Aek Nauli Conservation Camp, Kabupaten Simalungun sedangkan limbah serutan kayu diperoleh di panglong.

2. Persiapan bahan baku.

Kotoran gajah yang telah diambil kemudian dicuci hingga bersih dan kemudian dijemur hingga kering. Dimensi dan daya serap air serat kotoran gajah dan serutan kayu dapat dilihat pada Tabel 2.

A B

(24)

Tabel 2. Ukuran dan kemampuan daya serap air serutan kayu dan kotoran gajah

Parameter Serutan kayu Serat kotoran gajah

Panjang (mm) 540 ± 336,56 37,31 ± 17,23

Lebar (mm) 15,84 ± 1,96 0,51 ± 0,24

Tebal (mm) 0,59 ± 0,22 0,26 ± 0,13

Daya serap air (%) 223,05 ± 16,19 372,21 ± 18,65

3. Pengovenan bahan baku

Bahan baku yang telah kering dioven pada suhu 1000C sampai diperoleh kadar air pada partikel kotoran gajah dan serutan kayu mencapai ±8 %.

4. Pencampuran (blending)

Papan partikel yang diinginkan memiliki dimensi 20x20x1 cm dengan kerapatan 0,8 g/cm3. Papan partikel yang dibuat memiliki perbandingan partikel kotoran gajah dan partikel serutan kayu adalah 100/0, 90/10, 80/20, 70/30, 60/40 dan 50/50. Bahan baku dan perekat yang dibutuhkan dalam proses pembuatan papan dapat dilihat pada Tabel 3. Kedua jenis partikel dicampurkan ke dalam ember dan di semprot isosianat dengan kandungan perekat sebanyak 7% dengan solid content 98% menggunakan mesin kompresor.

Tabel 3. Kebutuhan bahan baku papan partikel Rasio Kotoran

gajah dan Serutan kayu

Kadar perekat (%)

Berat (g)

Kotoran gajah Serutan kayu Isosianat

100/0 7 322,99 0 21,36

90/10 7 290,69 32,29 21,36

80/20 7 258,39 64,59 21,36

70/30 7 225,09 96,89 21,36

60/40 7 193,79 129,19 21,36

50/50 7 161,49 161,49 21,36

Total 1482,44 484,41 128,16

6. Pembentukan lembaran

Hasil campuran dimasukkan ke dalam cetakan, cetakan yang digunakan memiliki ukuran 20x20x10 cm.

(25)

12

7. Pengempaan panas_(hot pressing)

Papan yang telah dicetak dimasukkan ke dalam mesin kempa (hot press) dengan tekanan kempa kurang lebih 30 kg/cm2. Suhu yang digunakan adalah 160 °C selama kurang lebih 5 menit.

8. Pengkondisian (conditioning)

Papan partikel yang telah dihasilkan didiamkan selama kurang lebih 7 hari untuk menyamakan kadar air papan sehingga mencapai keadaan seimbang dan menghilangkan sisa tegangan pada papan.

9. Pemotongan contoh uji

Papan partikel dipotong sebagai contoh uji setelah pengkondisian. Pemotongan yang dilakukan disesuaikan menurut ukuran contoh uji pada standar pengujian JIS A 5908-2003 tentang papan partikel. Pola pemotongan papan partikel untuk contoh uji dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Pola pemotongan permukaan contoh uji Keterangan:

A =ccontoh uji pengembangan tebal dan contoh uji daya serap air (5x5 cm2) B =icontoh uji kerapatan dan contoh uji kadar air (10x10 cm2)

C =icontoh uji internal bond (5x5 cm2) D =icontoh uji MOE dan MOR (5x20 cm2) Pengujian Sifat Fisis Papan Partikel

Pengujian dilakukan meliputi kerapatan, kadar air, pengembangan tebal D

A

C B

(26)

a. Kerapatan

Uji kerapatan dilakukan dengan kondisi papan yang kering udara. Contoh uji memiliki ukuran 10x10 cm, kemudian dilakukan penimbangan beratnya (M).

kemudian diukur volume (V) dengan mengukur dimensi papan kemudian dihitung kerapatannya dengan rumus (JIS A 5908-2003) berikut:

ρ = M V Keterangan:

ρ = kerapatan (g/cm3)

M = berat contoh uji kering udara (g) V = volume contoh uji kering adm (cm3) b. Kadar air

Uji kadar air dilakukan dengan sampel kerapatan. sampel yang telah ditimbang pada kondisi kering udara (BA) kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 103 ± 2 °C kurang lebih 24 jam. kemudian ditimbang pada kondisi tanur (BKO) kemudian dihitung kadar airnya dengan rumus (JIS A 5908-2003) :

KA (%) = − x 100%

Keterangan:

KA = Kadar air (%) BA = Berat awal (g)

BKO = Berat kering oven (g) c. Daya Serap Air

Uji daya serap air dilakukan pada contoh uji dengan ukuran 5x5 cm kemudian ditimbang beratnya (B1) sebelum dan setelah perendaman (B2) pada air dingin selama 24 jam. Kemudian dihitung dengan rumus berikut, dimana rumus yang digunakaan sama dengan Raja (2020).

DSA =B2-B1B1 x 100%

(27)

14

Keterangan:

DSA = daya serap air (%)

B1 = berat sebelum perendaman (g) B2 = berat setelah perendaman (g) d. Pengembangan Tebal

Uji pengembangan tebal dilakukan pada contoh uji dengan ukuran 5x5 cm.

Papan diukur tebal sebelum (T 1) dan setelah perendaman (T2) dalam air selama selama 24 jam. kemudian dihitung nilai pengembangan tebalnya dengan rumus (JIS A 5908-2003):

TS (%) = 2 – 11 x 100%

Keterangan :

TS = daya serap air (%)

T1 = tebal sebelum perendaman (cm) T1 = tebal setelah perendaman (cm) Pengujian Sifat Mekanis Papan Partikel

a. MOE (Modulus of Elasticity) dan MOR (Modulus of Rupture)

Uji kelenturan papan (MOE) dan uji keteguhan patah (MOR) dilakukan dengan contoh uji berukuran 20x5 cm dengan kondisi kering udara dan beban diletakkan pada bagian tengah sangga papan. Laju pembebanan papan sebesar 10 mm/menit, kemudian dilakukan pengukuran beban yang dapat ditahan hingga batas proporsi. Desain pengujian dilakukan pada Gambar 3.

P

h

L b

(28)

Nilai MOE dan MOR dihitung dengan rumus berikut (JIS A 5908-2003):

MOE = 3

4∆ 3 MOR =3 G

2 ℎ2 Keterangan :

MOE = modulus of elasticity (kg/cm2) MOR = modulus of rupture ( kg/cm2)

∆P = perubahan beban yang digunakan (kg) Pmax = beban maksimum (kgf)

L = jarak sangga (15 cm)

∆y = perubahan defleksi setiap perubahan beban (cm) b = lebar contoh uji (cm)

h = tebal contoh uji (cm) b. Keteguhan rekat

Uji keteguhan rekat (IB) dilakukan dengan contoh uji ukuran 5x5 cm.

Dilakukan pengukuran pada dimensi papan panjang serta lebar untuk memperoleh luas permukaan papannya. kemudian dua buah balok kayu direkatkan dengan pada kedua permukaan papan menggunakan perekat dexton dan tunggu hingga mengering kurang lebih 24 jam. Kedua blok ditarik secara tegak lurus permukaan papan hingga beban maksimum dengan universal testing machine (UTM).

Pengujian internal bond (IB) disajikan pada Gambar 4.

Arah

Blok

Contoh uji Blok

Arah

Gambar 4. Pengujian keteguhan rekat (internal bound)

(29)

16

Keteguhan rekat (internal bond) tersebut dihitung dengan menggunakan rumus (JIS A 5908-2003):

IB = ⸴㌷

Keterangan:

IB = keteguhan rekat (kg/cm2)

Pmax = beban maksimum yang bekerja (kg) A = luas permukaan contoh uji

Analisis Data

Dalam penelitian ini menggunakan model rancangan rancangan acak lengkap (RAL) non faktorial yang tersusun atas satu faktor perlakuan dengan ulangan sebanyak 3 kali. Faktor perlakuan tersebut adalah kadar perbandingan partikel kotoran gajah dan partikel serutan kayu adalah 100/0, 90/10, 8020, 70/30, 60/40 dan 50/0. Model umum rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yij = µ + Ai + єij

Keterangan :

Yijk : Pengamatan Faktor Utama taraf ke-i dan Ulangan ke-j µ : Rataan Umum

Ai : Pengaruh perlakuan ke-i

єij : Pengaruh galat percobaan pada perlakuan ke-i dan Ulangan ke-j

Analisis keragaman menggunakan uji F dengan tingkat selang kepercayaan 95% (nyata). Perlakuan berpengaruh secara nyata apabila F hitung >

tabel F dan perlakuan tidak berpengaruh secara nyata apabila F hitung≤ tabel F.

Apabila perlakuan berpengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut dengan duncan’s multiple range test (DMRT).

Skoring Papan Partikel

Penskoran papan partikel dilakukan untuk menentukan tipe papan partikel

(30)

dalam Raja (2020) dimana skoring papan partikel dibuat dengan melibatkan parameter uji sifat fisis dan mekanis serta keterpenuhan parameter tersebut berdasarkan standar JIS A 5908 (2003). Kriteria penentuan skor meliputi:

1. Nilai skor untuk parameter pengamatan kerapatan, MOE, MOR, dan IB dibagi menjadi 6 dengan perincian skor 1 untuk parameter yang memiliki nilai rataan terendah dan skor 6 untuk parameter yang memiliki nilai rataan tertinggi.

2. Nilai skor untuk parameter pengamatan kadar air, DSA, dan PT dibagi menjadi 6 dengan perincian skor 1 untuk parameter yang memiliki nilai rataan tertinggi dan skor 6 untuk parameter yang memiliki nilai rataan terendah.

3. Nilai skor untuk keterpenuhan parameter berdasarkan standar JIS A 5908- 2003 dikelompokkan menjadi 2 dengan perincian skor 1 untuk semua parameter yang memenuhi standar, dan skor 0 untuk semua parameter yang tidak memenuhi standar.

4. Papan yang terbaik ditentukan berdasarkan jumlah skor total yang paling tinggi.

(31)

18

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat Fisis Papan Partikel Kerapatan

Nilai kerapatan papan partikel yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Kerapatan papan partikel

Gambar 6. Springback papan partikel

Pada Gambar 5 terlihat nilai kerapatan papan partikel berkisar antara 0,63- 0,68 g/cm3. Kerapatan papan partikel dengan nilai tertinggi terdapat pada rasio 50/50 yaitu 0,68 g/cm3 dan kerapatan papan terendah terdapat pada rasio 100/0

(32)

Pada penelitian ini terlihat kecenderungan bahwa peningkatan rasio serutan kayu menyebabkan terjadinya peningkatan kerapatan papan. Hal ini dikarenakan perbedaan nilai kerapatan bahan baku yang digunakan dimana bahan yang digunakan berupa kotoran gajah memiliki kerapatan yang rendah. Widyorini et al. (2018) mengatakan kotoran gajah memiliki kepadatan bahan (bulk density) yang sangat rendah yaitu 0,11 ± 0,002 g/cm3. Penambahan serutan kayu yang memiliki kerapatan lebih tinggi yaitu 0,60 ± 0,08 g/cm3 menyebabkan nilai kerapatan dari papan partikel kotoran gajah dapat ditingkatkan. Bahan yang memiliki kerapatan rendah cenderung bersifat volumenus sehingga peluang terjadinya springback ketika dibuat papan akan lebih besar. Hal ini yang menyebabkan papan dengan 100% kotoran gajah memiliki kerapatan yang lebih rendah. Nilai springback papan partikel yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 6.

Kerapatan yang dihasilkan pada setiap perlakuan belum sesuai dengan target kerapatan yang ditetapkan yaitu 0,8 g/cm3. Hal ini dimungkinkan karena penambahan tebal papan yang terjadi pada saat pengkondisian (springback).

Penelitian ini memiliki nilai springback berkisar antara 3,43-12,63%. Nilai springback papan partikel tertinggi terdapat pada rasio 100/0 yaitu 12,63% dan Nilai springback papan terendah terdapat pada rasio 50/50 yaitu 3,43%.

Nuryawan et al. (2009) Menyatakan bahwa usaha pembebasan tekanan (spring back) yang dialami oleh papan partikel saat waktu pengempaan atau saat pengkondisian terjadi penyesuaian kadar air akan mengakibatkan penambahan tebal papan partikel yang akhirnya akan menurunkan kerapatannya.

Kerapatan papan partikel yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan kerapatan papan partikel campuran serutan rotan dan serbuk kayu dengan nilai 0,571-0,602 g/cm3(Purwanto, 2016), dan papan partikel campuran serbuk sabut kelapa dan serbuk kayu sengon dengan kerapatan berkisar 0,54-0,58 g/cm3(Roza et al., 2015). Nurwati (2011) menyatakan bahwa, struktur fisik dari bahan dasar dalam pembuatan papan turut berpengaruh dalam kerapatan yang dihasilkan.

Analisis data berdasarkan Lampiran 5 menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% terhadap kerapatan yang dihasilkan. Uji lanjutan berupa duncan’s multiple range test

(33)

20

(DMRT) sebagaimana disajikan pada Lampiran 12 menunjukkan bahwa rasio 50/50 berbeda nyata dengan rasio lainnya, sedangkan rasio 90/10, 80/20, 70/30 dan 60/40 berbeda tidak nyata satu dengan lainnya. Berdasarkan ketetapan JIS A 5908-2003 seluruh nilai kerapatan papan partikel yang diperoleh telah sesuai standar yaitu dalam rentang 0,4–0,9 g/cm3.

Kadar Air

Nilai kadar air papan partikel yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Kadar air papan partikel

Pada Gambar 7 terlihat kadar air papan partikel memiliki nilai yang berkisar antara 8,36-9,78%. Kadar air papan partikel dengan nilai tertinggi terdapat pada rasio 100/0 yaitu 9,78%, sedangkan kadar air papan partikel dengan nilai terendah terdapat pada rasio 60/40 yaitu 8,36%.

Bahan baku yang digunakan masih dapat menyerap kadar air di udara pada saat pengkodisian papan, hal ini dikarenakan bahan baku yang memiliki sifat higroskopis. Nuryawan et al. (2009) menyatakan bahwa partikel-partikel yang menyusun papan partikel masih memiliki kemampuan menyerap ataupun melepas air dari lingkungan sekitarnya tergantung pada tingkat kelembapan udara di lingkungan tempat pengkondisian papan partikel tersebut, papan akan menyerap uap air dari lingkungannya pada saat pengkondisian apabila ruangannya memiliki kelembapan udara yang tinggi untuk mengisi kekosongan pada rongga partikel

(34)

antar partikel. Hal ini karena partikel pada papan partikel masih memiliki sifat higroskopis.

Kadar air yang diperoleh berkisar antara 8,36-9,78%. Nilai ini relatif sama apabila dibandingkan dengan papan partikel berbahan sekam padi yang berkisar antara 8,75-9,92% (Fauziah et al., 2014), dan papan partikel dari campuran kulit pinang serta serbuk kayu mahang yang berkisar antara 8,8-10,6% (Tifani dan Puluhulawa, 2018).

Analisis data berdasarkan Lampiran 6 menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan berbeda tidak nyata pada selang kepercayaan 95% terhadap kadar air yang dihasilkan. Berdasarkan ketetapan JIS A 5908-2003 kadar air yang diperoleh pada papan partikel pada setiap kombinasi bahan baku telah memenuhi standar yaitu 5-13%.

Daya Serap Air

Nilai daya serap air (DSA) papan partikel yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Daya serap air papan partikel

Berdasarkan Gambar 8 terlihat daya serap air yang dihasilkan dalam penelitian ini berkisar antara 58,32-67,74 % dengan nilai daya serap air tertinggi terdapat pada rasio 100/0 yaitu 67,74 %, sedangkan nilai terendah terdapat pada rasio 50/50 yaitu 58,32 %.

(35)

22

Pada penelitian terlihat kecenderungan peningkatan rasio serutan kayu menyebabkan penurunan daya serap air. Hal ini dikarenakan partikel kotoran gajah yang memiliki kerapatan rendah sehingga cenderung memiliki daya serap air yang lebih besar yaitu 372,21 ± 18,65 % dibanding dengan serutan kayu yang memiliki daya serap air sebesar 223,05 ± 16,19 %. Aminah et al. (2018) menyatakan bahwa bahan baku pada papan partikel yang digunakan memiliki sifat higroskopis sehingga ukuran partikel yang digunakan turut mempengaruhi daya serap air papan yang dihasilkan.

Bahan baku yang digunakan memiliki ukuran partikel yang berbeda dimana ukuran serutan kayu lebih besar dari serat kotoran gajah yang menyebabkan terjadi penurunan daya serap air. Hal ini disebabkan penggunaan partikel berukuran kecil berdampak pada semakin sulitnya proses pelapisan perekat secara maksimal dikarenakan semakin kecil ukuran partikel maka luas permukaan/bidang kontaknya akan semakin besar yang berakibat pada sifat fisis dan mekanis dari papan partikel itu sendiri. Wang dan Sun (2002) dalam Pan et al.

(2007) menyatakan bahwa luas permukaan/bidang kontak dengan partikel yang halus (40-60 mesh), terlalu besar untuk dilapisi oleh perekat dibandingkan dengan partikel yang lebih kasar (20-40 mesh) dengan rasio perekat yang sama.

Daya serap air pada papan partikel selama perendaman 24 jam berkisar antara 58,32-67,74%. Nilai yang dihasilkan memiliki kisaran yang lebih kecil dibanding papan partikel campuran kulit buah jarak dan serutan kayu yang berkisar antara 36,81-113,31% (Iswanto et al., 2012), dan lebih rendah dibandingkan papan partikel dari ampas sagu yang memiliki nilai antara 72,5- 127,44% (Lestari et al., 2018). Daya serap air cukup tinggi disebabkan karena sifat higroskopis bahan yang menyusun papan partikel tersebut. Haygreen dan Bowyer (1996) menyatakan bahwa setiap bahan dengan kandungan selulosa dan lignin memiliki sifat higroskopis.

Analisis data berdasarkan Lampiran 7 menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan berbeda tidak nyata pada selang kepercayaan 95% terhadap daya serap air papan yang dihasilkan. Nilai daya serap air papan partikel cukup besar tetapi dalam standar JIS A 5908-2003 tidak memiliki nilai daya serap air sehingga tidak dapat dilakukan perbandingan.

(36)

Pengembangan Tebal

Nilai pengembangan tebal yang dihasilkan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Pengembangan tebal papan partikel

Berdasarkan Gambar 9 terlihat pengembangan tebal memiliki nilai berkisar antara 20,69-36,5 % dengan dengan nilai tertinggi terdapat pada rasio 100/0 yaitu 36,5 % dan nilai terendah terdapat pada rasio 50/50 yaitu 20,69%.

Pada penelitian ini terlihat kecenderungan semakin tinggi rasio serutan kayu maka nilai pengembangan tebal yang diperoleh akan semakin menurun. Hal ini diduga karena penambahan serutan kayu yang memiliki berat jenis lebih tinggi dari pada serat kotoran gajah menjadi penyebab menambahnya stabilitas papan yang dihasilkan. Dapat dilihat pada nilai springback papan yang dihasilkan dimana penambahan serutan kayu menurunkan persentase pengembangan tebal papan tersebut. Penelitian yang dilakukan Martawijaya et al. (2005) menunjukkan, penurunan pengembangan tebal papan partikel terjadi seiring dengan penambahan partikel kayu mahoni yang disinyalir karena faktor berat jenis dari partikel mahoni tersebut lebih tinggi, yaitu sebesar 0,64.

Hasil pengembangani tebal papan pada perendaman 24 jam berkisar antara 20,69% - 36,5% lebih rendah apabila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jamaluddin (2018) tentang papan partikel campuran batang sorgum dan kayu akasia yaitu sebesar 28,81-42,53% dimana kadar perekat yang digunakan sebesar 8%, dan memiliki kisaran yang lebih kecil dibanding papan

(37)

24

partikel campuran kulit buah kakao dan kayu jabon yaitu sekitar 11,73-72,06%

(Wulandari et al., 2020). Surdiding dan Erwinsyah (2011) menyatakan bahwa tingkat absorsi air pada sifat fisik maupun perekat yang digunakan turut berpengaruh pada nilai pengembangan tebal papan partikel yang dihasilkan.

Analisis data berdasarkan Lampiran 8 menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% terhadap pengembangan tebal papan yang dihasilkan. Uji lanjutan berupa duncan’s multiple range test (DMRT) sebagaimana disajikan pada Lampiran 13 menunjukkan bahwa rasio 100/0 berbeda tidak nyata dengan 90/10 tetapi berbeda nyata dengan rasio lainnya, sedangkan rasio 90/10, 80/20, 70/30 dan 60/40 berbeda tidak nyata satu dengan lainnya. Berdasarkan ketentuan JIS A 5908-2003 nilai pengembangan tebal seluruh variasi papan partikel belum memenuhi standar, dimana standar maksimum pengembangan tebal sebesar 12 %.

Sifat Mekanis Papan Partikel

Keteguhan Lentur atau Modulus of Elasticity (MOE)

Nilai keteguhan lentur atau modulus of elasticity (MOE) yang dihasilkan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Keteguhan lentur papan partikel

Pada Gambar 10 terlihat nilai keteguhan lentur (MOE) yang dihasilkan berkisar antara 19520,45-25732,32 Kg/cm2. Nilai keteguhan lentur (MOE) papan

(38)

partikel tertinggi terdapat pada rasio 50/50 yaitu 25732,32 Kg/cm2, sedangkan nilai MOE papan partikel terendah terdapat pada rasio 100/0 yaitu 19520,45 Kg/cm2.

Pada penelitian ini terlihat kecenderungan semakin tinggi rasio serutan kayu maka nilai keteguhan lentur (MOE) yang dihasilkan semakin meningkat. Hal ini diduga karena penambahan partikel serutan kayu yang memiliki dimensi lebih besar (panjang 540 ± 336,56 mm, tebal 0,59 ± 0,22 mm, lebar 15,84 ± 1,96 mm) dibanding dengan serat kotoran gajah (panjang 37,31 ± 17,23 mm, tebal 026 ± 0,13 mm, lebar 0,51 0,24 mm). Lias et al. (2014) menambahkan, kekuatan lentur papan (MOE) akan memiliki nilai yang lebih tinggi dengan menggunakan partikel berupa serutann(shaving) yang kasar dari pada yang halus.

Nilai keteguhan patah (MOE) yang diperoleh berkisar antara 19520,45- 25732,32 Kg/cm2. Nilai ini jika dibandingkan dengan papan partikel dari sekam padi yang bernilai antara 8695,99 - 10465,26 Kg/cm2(Fauziah et al. 2014) lebih tinggi, dan memiliki kenaikan nilai yang sama dengan papan partikel dari kulit buah jarak dan serutan kayu dimana Iswanto et al. (2012) yang melaporkan adanya peningkatan nilai MOE seiring dengan penambahan serutan kayu. Suroto (2010) menjelaskan bahwa kekuatan lentur papan partikel akan meningkat dengan penggunaan partikel yang lebih panjang, hal ini karena bidang yang saling mengait antar partikel semakin luas dengan penggunaan partikel yang panjang.

Analisis data berdasarkan Lampiran 9 menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% terhadap keteguhan lentur (MOE) papan yang dihasilkan. Uji lanjutan berupa duncan’s multiple range test (DMRT) sebagaimana disajikan pada Lampiran 14 menunjukkan bahwa rasio 50/50 berbeda nyata dengan rasio lainnya, sedangkan rasio 90/10, 80/20, 70/30 dan 60/40 berbeda tidak nyata satu dengan lainnya, tetapi berbeda nyata dengan 50/50. Rasio 100/0 berbeda tidak nyata dengan 90/10, 80/20 dan 70/30 tetapi berbeda nyata dengan 60/40 dan 50/50. Berdasarkan ketentuan JIS A 5908-2003 nilai MOE seluruh variasi papan partikel telah memenuhi standar kecuali rasio 100/0, dimana standar minimal MOE sebesar 20400 Kg/cm2.

(39)

26

Keteguhan Patah atau Modulus of Rufture (MOR)

Nilai keteguhan patah atau modulus of rufture (MOR) yang dihasilkan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Keteguhan patah papan partikel

Pada Gambar 11 dapat dilihat bahwa nilai keteguhan patah (MOR) papan partikel berkisar antara 186,04-274,0 Kg/cm2. Keteguhan patah (MOR) tertinggi terdapat pada papan dengan rasio 50/50, sedangkan nilai keteguhan patah (MOR) terendah terdapat pada papan dengan rasio 90/10. Maloney (1993) menyatakan bahwa jenis kayu yang digunakan, ukuran partikel, jumlah perekat, panjang serat, kadar air, kerapatan, serta bahan tambahan turut mempengaruhi nilai MOR yang dihasilkan.

Berdasarkan Gambar 11, rasio 50/50 menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap kontrol dibanding perlakuan lainnya. Peningkatan nilai MOR pada rasio 50/50 diduga terjadi karena penggunaan partikel serutan kayu yang kasar dan berdimensi besar sehingga proses penyaluran tekanan yang diterima papan partikel semakin baik. Maulana et al. (2015) menyatakan, papan partikel yang menggunakan partikel kasar dimensi partikelnya lebih besar sehingga dapat menyalurkan tekanan dari beban yang diterima lebih baik dibandingkan papan partikel dengan partikel halus. Adapun penyebab beberapa rasio memiliki nilai yang lebih rendah dari rasio 50/50 diduga karena penyebaran perekat yang kurang merata saat dilakukan penyemprotan perekat. Junaedi (1996) dalam Mulyadi et al.

(2016) menyatakan bahwa partikel yang memiliki ukuran tidak seragam dapat

(40)

Guller et al. (2006) juga memperoleh sifat mekanis berupa MOR tertinggi terdapat pada rasio 50/50 antara batang bunga matahari dan pinus calabrian.

Analisis data berdasarkan Lampiran 10 menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% terhadap keteguhan patah (MOR) papan yang dihasilkan. Uji lanjutan berupa duncan’s multiple range test (DMRT) sebagaimana disajikan pada Lampiran 15 menunjukkan bahwa rasio 50/50 berbeda nyata dengan rasio lainnya, sedangkan rasio 100/0, 90/10, 80/20, 70/30 dan 60/40 berbeda tidak nyata satu dengan lainnya. Berdasarkan ketentuan JIS A 5908-2003 nilai MOR seluruh variasi papan partikel telah memenuhi standar, dimana standar minimal MOR sebesar 82 Kg/cm2.

Keteguhan Rekat atau Internal Bond (IB)

Nilai keteguhan rekat atau internal bond (IB) yang dihasilkan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Keteguhan rekat papan partikel

Pada Gambar 12 terlihat keteguhan rekat (IB) papan partikel memiliki nilai yang berkisar antara 1,69-3,48 Kg/cm2 dimana nilai tertinggi terdapat pada rasio 50/50 sedangkan nilai terendah terdapat pada rasio 10/0.

Pada penelitian ini terlihat kecenderungan peningkatan rasio serutan kayu menyebabkan nilai IB yang dihasilkan semakin tinggi. Aminah et al. (2018) melaporkan bahwa nilai keteguhan rekat yang semakin tinggi dengan penggunaan partikel yang lebih besar. Faktor lain yang diduga mempengaruhi adalah

Referensi

Dokumen terkait

Produk Metil Tersier Butil Eter diperoleh pada hasil atas menara distilasi MD-02 dengan kemurnian 99,9% (w/w).. Pabrik juga didukung laboratorium yang mengontrol mutu bahan

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) serta Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak,

Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2006 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia

Apabila dikemudian hari ternyata saya terbukti menerima beasiswa lain, saya sanggup dikenakan sanksi dan bersedia mengembalikan beasiswa tersebut kepada pihak yang berwenang. Blitar,

Sebagai bagian integral dari Rencana Strategis Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi untuk mendorong perkembangan kapasitas perguruan tinggi Indonesia

[r]

The camera pose is computed using the entire images intensities under a photometric visual and virtual servoing (VVS) framework1. The camera extrinsic and intrinsic parameters

Pembentukan usaha baru yang berakar dari sumber daya yang ada serta optimalisasi kegiatan-kegiatan ekonomi masyarakat desa yang telah adad. Meningkatkan kesejahteraan