• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN B. Latar Belakang - Tindak Pidana Bersyarat pada Pelaku Kecelakaan Lalu Lintas yang dilakukan oleh Anak Dalam Praktik (Studi Putusan Nomor: 217/Pid.Sus/2014/PT.Bdg)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN B. Latar Belakang - Tindak Pidana Bersyarat pada Pelaku Kecelakaan Lalu Lintas yang dilakukan oleh Anak Dalam Praktik (Studi Putusan Nomor: 217/Pid.Sus/2014/PT.Bdg)"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

B. Latar Belakang

Kejahatan merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia di

dunia. Segala aktifitas manusia baik politik, sosial dan ekonomi, dapat menjadi

kausa kejahatan. Sehingga keberadaan kejahatan tidak perlu disesali, tapi harus

selalu dicari upaya bagaimana menanganinya. Berusaha menekan kualitas dan

kuantitasnya serendah mungkin, maksimal sesuai dengan situasi dan kondisi yang

ada.

Upaya untuk menanggulangi kejahatan, yang dikenal dengan politik

kriminal (criminal policy) menurut G Peter Hoinagels dapat dilakukan dengan:

1. Penerapan hukum pidana (criminal law aplication)

2. Pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment)

3. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan

lewat mass media (influencing views of society on crime and punishment/mass

media).1

Penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat dilakukan dengan dua

cara, yaitu upaya penal (hukum Pidana) dan non penal (di luar hukum Pidana).

Upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur penal, lebih menitik beratkan pada

sifat represif (merupakan tindakan yang diambil setelah kejahatan terjadi).

Sebaliknya upaya non penal menitik beratkan pada sifat prepentif (menciptakan

(2)

kebijaksanaan sebelum terjadinya tindak pidana).2

Penanggulangan kejahatan melalui hukum Pidana, merupakan kegiatan

yang didahului dengan penentuan tindak pidana (kriminalisasi) dan penentuan

sanksi yang dapat dibebankan pada pelaku tindak pidana (pelaku kejahatan dan

pelanggaran). Sanksi dalam hukum pidana merupakan suatu derita yang harus

diterima sebagai imbalan dari perbuatannya yang telah merugikan korbannya dan

masyarakat. Kondisi seperti ini sering kali justru menjauhkan hukum pidana dari

tujuannya, yaitu mensejahterakan masyarakat. Dengan demikian sudah seharusnya

penentuan dan penjatuhan sanksi dilakukan dengan pertimbangan yang serius,

dengan harapan hukum Pidana akan mampu berfungsi melindungi kepentingan

negara, korban dan pelaku tindak pidana.

Salah satu bentuk sanksi pidana yang dijatuhkan kepada seorang pelaku

tindak pidana adalah pidana bersyarat. Pidana bersyarat pada dasarnya adalah

merupakan suatu bentuk penjatuhan hukuman kepada seorang yang telah terbukti

melakukan tindak pidana dan akan dikenakan apabila si pelaku melanggar

syarat-syarat yang ditentukan hakim dalam putusannya. Misalnya seorang pelaku

kejahatan dihukum selama 1 tahun dengan pidana bersyarat. Hukuman 1 tahun

akan dikenakan apabila syarat-syarat yang dijelaskan hakim dilanggar oleh pelaku

tindak pidana.

Dari aspek tujuan pemidanaan, sebenarnya pidana bersyarat ini lebih

ditujukan pada resosialisasi terhadap pelaku tindak pidana daripada pembalasan

terhadap perbuatannya. Hal ini tidak terlepas dari perkembangan aliran hukum

2

(3)

pidana modern yang berorientasi pada pelaku kejahatan yang pemidanaannya

ditekankan untuk kemanfaatan atau memperbaiki dengan mempertimbangkan

sifat-sifat serta keadaan terpidana. Dalam pidana bersyarat terdapat makna yang

tersimpul bahwa sanksi dijatuhkan bukan karena orang telah melakukan

kejahatan, melainkan supaya orang jangan melakukan kejahatan. Pada penelitian

ini objek pemberian pidana bersyarat tersebut anak sebagai pelaku kecelakaan lalu

lintas.

Negara sebagai organisasi kekuasaan mempunyai kewajiban untuk

melindungi anak, dan untuk memenuhi kewajibannya, Pemerintah Indonesia

mengundangkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak. Undang-Undang tersebut memberikan perlindungan kepada anak sebagai

korban perbuatan pidana serta mengatur tentang hak dan kewajiban anak.

Kedudukan anak sebagai pelaku perbuatan pidana harus mendapat perlindungan

dan perhatian secara khusus. Kasus-kasus perbuatan pidana yang melibatkan anak

sebagai pelakunya (dalam setahun sekitar 7000 kasus)3 membawa fenomena

tersendiri, karena anak merupakan individu yang masih labil. Selain itu, untuk

melaksanakan pembinaan dan perlindungan terhadap anak, diperlukan dukungan

baik menyangkut kelembagaan maupun perangkat hukum yang lebih mantap dan

memadai. Hal ini memberikan alasan kuat untuk disahkannya Undang Undang

Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Tetapi setelah ditelaah lebih dalam, terdapat kekurangan dan kelemahan di

dalam Undang Undang Nomor 3 Tahun 1997 tersebut. Terutama di dalam

3

(4)

ketentuan Pasal 73 Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak. Pasal tersebut menjelaskan bahwa Hakim dapat

menjatuhkan pidana pidana bersyarat terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana

dibawah ancaman pidana penjara dua tahun. Ketentuan dalam Pasal 73

Undang-Undang tersebut, merupakan ketentuan yang bersifat khusus dari ketentuan dalam

Pasal 14a-14f Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, terutama suatu syarat dapat

dijatuhkannya suatu pidana bersyarat oleh hakim. Di dalam ketentuan Pasal 73

tersebut tidak ditemukan adanya dasar pertimbangan yang jelas bagi Hakim Anak

untuk menjatuhkan pidana bersyarat bagi anak yang melakukan tindak pidana di

bawah ancaman pidana maksimal 2 (dua) tahun. Sehingga bisa ditarik kesimpulan

bahwa kewenangan untuk menjatuhkan pidana bersyarat tersebut merupakan

kewenangan dari Hakim Anak itu sendiri.

Padahal diketahui bahwa kewenangan yang dimiliki Hakim Anak untuk

menjatuhkan pidana bersyarat haruslah mempunyai dasar pertimbangan yang jelas

sehingga keputusan hakim tersebut dapat dipertanggungjawabkan kepada

masyarakat, korban terutama kepada anak yang divonis oleh hakim itu sendiri,

apabila tidak diterapkan secara benar oleh Hakim Anak, maka akan

mengakibatkan ketimpangan dan ketidak seragaman putusan hakim dalam

prakteknya terhadap kasus yang sama, terhambatnya pelaksanaan Pasal 73

Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

serta yang paling ditakutkan adalah terancamnya masa depan terpidana anak yang

(5)

Akibat yang ditakutkan itupun terbukti, dari survei KPAI pusat didapatkan

bahwasanya “dari 7000 kasus yang masuk peradilan, 90% mereka (anak) tidak di

dampingi oleh pengacara, dan 85% dari mereka dihukum dengan hukuman

perampasan kemerdekaan (penjara)”4

, Pada kenyataannya jika dilihat ketentuan

Pasal 73 ayat (1) Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak dijelaskan bahwa “Pidana dengan syarat dapat dijatuhkan

oleh Hakim dalam hal pidana penjara yang dijatuhkan paling lama 2 (dua) tahun".

Jika di dalam ketentuan Pasal 73 Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012

tentang Sistem Peradilan Pidana Anak terdapat dasar pertimbangan yang jelas

bagi Hakim Anak dalam memutus suatu perkara, maka penempatan anak pelaku

tindak pidana dalam lembaga pemasyarakatan anak dapat diminimalisir sebaik

mungkin. Tetapi dalam realita senyatanya sampai saat ini itu semua belum

terealisasi dan sampai saat ini juga masih banyak tindak pidana anak yang

seharusnya dapat dijatuhi pidana bersyarat tetapi dijatuhi pidana penjara karena

tidak adanya ketetuan atau syarat yang jelas mengenai penerapan pidana bersyarat

oleh Hakim Anak, khususnya dalam tindak pidana kecelakaan lalu lintas yang

mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain.

Berdasarkan data diatas, penulis bermaksud menganalisis lebih lanjut

mengenai hal tersebut dengan melakukan penelitian yang berjudul “Pidana

Bersyarat Pada Pelaku Kecelakaan Lalu Lintas Yang Dilakukan Oleh Anak

Dalam Praktik (Studi Putusan Nomor: 217/Pid.Sus/2014/PT.Bdg).

(6)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai

berikut :

1. Bagaimana tujuan penerapan pidana bersyarat dalam tindak pidana kecelakaan

lalu lintas yang dilakukan anak?

2. Bagaimana syarat-syarat yang Harus Diberikan Kepada Terpidana Anak

Dengan Dijatuhkannya Pidana Bersyarat?

3. Bagaimana pelaksanaan pidana bersyarat pada anak sebagai akibat kecelakaan

lalu lintas?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan apa yang telah dipaparkan pada latar belakang penelitian ini

maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui tujuan penerapan pidana bersyarat dalam tindak pidana

kecelakaan lalu lintas yang dilakukan anak.

2. Untuk mengetahui syarat-syarat yang Harus Diberikan Kepada Terpidana

Anak Dengan Dijatuhkannya Pidana Bersyarat.

3. Untuk mengetahui pelaksanaan pidana bersyarat pada anak sebagai akibat

kecelakaan lalu lintas.

Berdasarkan permasalahan yang menjadi fokus kajian penelitian ini dan

tujuan yang ingin dicapai maka diharapkan penelitian ini dapat memberikan

(7)

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis diharapkan dapat menambah informasi atau wawasan yang

lebih konkrit bagi aparat penegak hukum dan pemerintah, khususnya dalam

menangani kejahatan yang dilakukan anak dan hasil penelitian ini diharapkan

dapat memberikan sumbangan pemikiran ilmiah bagi pengembangan ilmu

pengetahuan hukum pada umumnya, dan pengkajian hukum khususnya yang

berkaitan dengan pelaksanaan penerapan pidana bersyarat pada anak.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pemikiran dan

pertimbangan dalam menangani kasus-kasus anak pelaku kecelakaan lalu lintas

dan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi aparat penegak hukum dan

pemerintah khususnya dalam pembinaan anak terpidana.

D. Keaslian Penulisan

Adapun penulisan skripsi yang berjudul “Pidana Bersyarat Pada Pelaku

Kecelakaan Lalu Lintas Yang Dilakukan Oleh Anak Dalam Praktik (Studi

Putusan Nomor: 217/Pid.Sus/2014/PT.Bdg)” ini merupakan luapan dari hasil

pemikiran penulis sendiri. Penlisan skripsi yang bertemakan mengenai anak

memang sudah cukup banyak diangkat dan dibahas, namun skripsi dengan

kaitannya dengan perjudian ini belum pernah ditulis sebagai skripsi. Dan

penulisan skripsi ini tidak sama dengan penulisan skripsi lainnya. Sehingga

penulisan skripsi ini masih asli serta dapat dipertanggungjawabkan secara moral

(8)

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Anak

Anak menurut Mohammad Ali, dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia

Moderen adalah: "Anak adalah turunan kedua”.5 Pengertian di atas memberikan

gambaran bahwa anak tersebut adalah turunan dari ayah dan ibu sebagai turunan

pertama. Jadi anak adalah merupakan suatu kondisi akibat adanya perkawinan

antara kedua orang tuanya.

Kedudukan anak yang sedemikian memberikan arti yang sangat penting

dalam melanjutkan sebuah keluarga.

Menurut Pitlo anak-anak terbagi atas :

a. Anak-anak yang lahir dalam perkawinan yaitu anak-anak sah, dan

b. Anak-anak yang lahir di luar perkawinan yaitu anak-anak alami.6

Dalam hukum, seseorang anak dapat dibedakan statusnya dalam dua

kategori, dimana setiap kategori membawa akibat hukum yang berbeda, yaitu :

a. Anak dewasa (meerderjarig) dan

b. Anak belum dewasa (di bawah umur = minderjarig).7

Seseorang anak dewasa umumnya dapat bertindak dalam hukum

sepenuhnya dan kepadanya dapat dipertanggung jawabkan segala akibat dari

perbuatannya. Kecuali dalam hal-hal tertentu maka seseorang yang sudah dewasa

tidak dapat dipertanggung-jawabkan kepadanya segala akibat dari perbuatannya,

Undang-Undang Hukum Perdata, Medan: Fak. Hukum USU, hal. 12.

7Ibid

(9)

atau perbuatannya tidak sah menurut hukum, seperti perbuatan dari seseorang

yang sakit berubah akal, di bawah pengampuan (curatele).

Akan tetapi dalam hal tertentu mereka tetap berhak atas sesuatu warisan

misalnya. Dengan kata lain walaupun demikian, mereka ini adalah ahli waris yang

sah dan berhak memiliki sesuatu barang.

Sedangkan anak yang belum dewasa, kepadanya tidak dapat

dipertanggung-jawabkan segala akibat dari perbuatannya. Dengan kata lain

perbuatan yang telah dilakukan oleh seorang anak di bawah umur adalah tidak

sah, karena ia tidak cakap bertindak. Akan tetapi ia adalah sebagai ahli waris yang

sah dan berhak memiliki barang.

Dengan demikian perbedaan antara seorang yang belum dewasa dan sudah

dewasa, yaitu untuk menentukan cakap tidaknya ia bertindak dalam hukum serta

dapat tidaknya dipertanggung-jawabkan kepadanya akibat dari perbuatan yang

dilakukannya.

Seperti diketahui dalam uraian sebelumnya bahwa masing-masing

undang-undang berbeda mengatur dan mendefinisikan tentang anak ini. Hal tersebut

dikarenakan dari latar belakang dan juga fungsi undang-undang itu sendiri.

Disinilah yang perlu disadari bahwa pada dasarnya pembedaan undang-undang

dalam menafsirkan tentang anak ini adalah dikarenakan dari latar belakang tujuan

dibuatnya undang-undang itu sendiri.

2. Pengertian Lalu Lintas

Transportasi mempunyai peranan penting dan strategis untuk

(10)

mempererat hubungan antar bangsa dalam usaha mencapai tujuan nasional

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Transportasi di jalan

sebagai salah satu moda (alat) transportasi tidak dapat dipisahkan dari moda-moda

transportasi lain yang didata dalam sistem transportasi nasional yang dinamis dan

mampu mengadaptasi kemajuan di masa depan, mempunyai karekteristik yang

mampu menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan dan memadukan moda

transportasi lainnya, perlu lebih dikembangkan potensinya dan ditingkatkan

peranannya sebagai penghubung wilayah, baik nasional maupun internasional,

sebagai penunjang, pendorong dan penggerak pembangunan nasional demi

peningkatan kesejahteraan rakyat.

Transportasi jalan diselenggarakan dengan tujuan untuk mewujudkan lalu

lintas dan angkutan jalan dengan selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur,

nyaman dan efisien, mampu memadukan moda transportasi lainnya, menjangkau

seluruh pelosok wilayah daratan, untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan

stabilitas sebagai pendorong, penggerak dan penunjang pembangunan nasional

dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat.

Membicarakan permasalahan transportasi di atas maka sarana yang sangat

penting bagi terciptanya transportasi tersebut adalah jalan raya. Jalan raya pada

umumnya dikenal oleh masyarakat sebagai alat bagi berlalu lalu lintas, dimana di

dalamnya ditemukan kaedah-kaedah hukum, termasuk halnya pengaturan agar

pemakai sarana transportasi dapat tertib memakai sarana transportasi tersebut.

Pengertian lalu lintas menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 22

(11)

gerak Kendaraan dan orang di Ruang Lalu Lintas Jalan”.

Sedangkan lalu lintas dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia “ (berjalan)

bolak-balik, hilir mudik.8

Dua sumber di atas dapat dipahami bahwa pada dasarnya pengertian lalu

lintas adalah bergerak baik orang maupun kendaraan dengan memakai jalan

sebagai sarana utamanya serta pemakai jalan raya sebagai objeknya.

Lalu lintas memberikan gambaran kepada kita tentang pemakaian sarana

jalan raya sebagai sebuah sarana bagi kebutuhan-kebutuhan berbagai kepentingan

di atasnya, termasuk hal tersebut perpindahan dari satu tempat ke tempat lainnya,

pelaksanaan pengangkutan. Dari keadaan yang sedemikian maka pentingnya

dalam berlalu lintas adalah hubungan yang tercipta antara pemakai jalan raya itu

sendiri serta saling keterikatan antara pemakai sarana jalan raya yang satu dengan

yang lainnya. Keadaan inilah yang disebut dengan berlalu lintas, dimana

hubungan- hubungan yang terjadi di jalan raya dengan berbagai sarana alat

angkutan mencerminkan keharmonisan dan keteraturan.

Pasal 25 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan disebutkan :

(1) Setiap Jalan yang digunakan untuk Lalu Lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan Jalan berupa:

a. Rambu Lalu Lintas. b. Marka Jalan.

c. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas. d. Alat penerangan Jalan.

e. Alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan. f. Alat pengawasan dan pengamanan Jalan.

8

(12)

g. Fasilitas untuk sepeda, Pejalan Kaki, dan penyandang cacat; dan h. Fasilitas pendukung kegiatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang

berada di Jalan dan di luar badan Jalan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai perlengkapan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.

Rambu-rambu lalu lintas merupakan salah satu alat bagi keselamatan,

keamanan, ketertiban dan kelancaran berlalu lintas serta menciptakan kemudahan

bagi pengguna jalan raya.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tidak ada diatur tentang

pengertian rambu-rambu berlalu lintas, hanya fungsi dan kegunaannya saja diatur.

Pengaturan tentang rambu-rambu lalu lintas dapat dilihat di dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan tanpa

menyebutkan pengertian rambu-rambu lalu lintas.

Buku Penuntun Mengikuti Ujian SIM disebutkan rambu-rambu adalah

salah satu dari perlengkapan jalan, berupa lambang, huruf, angka, kalimat

dan/atau perpaduan di antaranya sebagai peringatan, larangam perintah dan

petunjuk bagi pemakai jalan.9

3. Pengertian Kecelakaan Lalu Lintas

Kecelakaan tidak terjadi kebetulan, melainkan ada sebabnya. Oleh karena

ada penyebabnya, sebab kecelakaan harus dianalisis dan ditemukan, agar tindakan

korektif kepada penyebab itu dapat dilakukan serta dengan upaya preventif lebih

lanjut kecelakaan dapat dicegah. Kecelakaan merupakan tindakan tidak

direncanakan dan tidak terkendali, ketika aksi dan reaksi objek, bahan, atau

9

(13)

radiasi menyebabkan cedera atau kemungkinan cedera. Kecelakaan dapat

diartikan sebagai tiap kejadian yang tidak direncanakan dan terkontrol yang dapat

disebabkan oleh manusia, situasi, faktor lingkungan, ataupun

kombinasi-kombinasi dari hal-hal tersebut yang mengganggu proses kerja dan dapat

menimbulkan cedera ataupun tidak, kesakitan, kematian, kerusakaan property

ataupun kejadian yang tidak diinginkan lainnya.

Pasal 1 Butir (24) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu

Lintas Dan Angkutan Jalan menjelaskan tentang kecelakaan Lalu Lintas adalah

suatu peristiwa di Jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan

Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan lain yang mengakibatkan korban

manusia dan/atau kerugian harta benda.

Kecelakaan lalu lintas merupakan peristiwa yang tidak diharapkan yang

melibatkan paling sedikit satu kendaraan bermotor dalam satu ruas jalan dan

mengakibatkan kerugian material bahkan sampai menelan korban jiwa.10

Kecelakaan adalah peristiwa yang terjadi pada suatu pergerakan lalu lintas

akibat adanya kesalahan pada sistem pembentuk lalu lintas, yaitu pengemudi

(manusia), kendaraan, jalan dan lingkungan. Pengertian kesalahan di sini dapat

dilihat sebagai suatu kondisi yang tidak sesuai dengan standar atau perawatan

yang berlaku maupun kelalaian yang dibuat oleh manusia.11

Kecelakaan lalu lintas merupakan kejadian yang sulit diprediksi kapan dan

dimana terjadinya. Kecelakaan tidak hanya mengakibatkan trauma, cedera,

10

Wibowo, D., dkk., 2005. Analisis Kecelakaan Lalu lintas Pada Ruas Jalan Raya Siliwangi – Mangkang Semarang, Simposium VIII FSTPT, Universitas Sriwijaya Palembang. hal. 57.

(14)

ataupun kecacatan tetapi juga kematian. Kasus kecelakaan sulit diminimalisasi

dan cenderung meningkat seiring pertambahan panjang jalan dan banyaknya

pergerakan dari kendaraan.12

Beberapa definisi kecelakaan lalu lintas dapat disimpulkan bahwa

kecelakaan lalu lintas merupakan suatu peristiwa pada lalu lintas jalan yang tidak

diduga dan tidak diinginkan yang sulit diprediksi kapan dan dimana terjadinya,

sedikitnya melibatkan satu kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang

menyebabkan cedera, trauma, kecacatan, kematian dan/atau kerugian harta benda

pada pemiliknya (korban).

4. Pidana Bersyarat

Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan hukum pidana, makin

dirasakan bahwa pidana tidaklah semata-mata lagi merupakan pembalasan,

melainkan harus juga berfungsi memperbaiki terpidana itu sendiri. Atas pengaruh

sistem pidana penjara di Inggeris (progressive system) pada tahun 1881 secara

hati-hati sistem pelepasan bersyarat (voorwaardelijke invrijheid stelling/v.i.)

dimasukkan dalam W.v.S. Belanda. Seperti diketahui “pelepasan bersyarat” ini

dimaksudkan sebagai pelaksanaan sisa pidana terakhir dalam rangka

pengembalian terpidana dengan baik ke dalam masyarakat. Perkembangan

kesadaran hukum (dalam hal ini pelaksanaan pidana) di Negeri belanda pada

tahun 1915 telah menentukan adanya pidana bersyarat atau pemidanaan bersyarat

12Universitas Sumatera Utara, “Bab II Tinjauan Pustaka”,

(15)

(voorwaardelijke veroordeling) untuk orang dewasa, dalam W.v.S Nederland.13

Indonesia pada tahun 1926 untuk pertama kalinya ditetapkan adanya

pemidanaan bersyarat yang dituangkan dalam Stb. 1926/261 jo 486. Akan tetapi

baru pada tanggal 1 Januari 1927 dimasukkan dalam KUHP berupa Pasal 14 a

sampai dengan 14 f dan diberlakukan.14

Kata-kata pidana bersyarat atau pemidanaan bersyarat adalah sekedar

suatu istilah umum, sedangkan yang dimaksudkan bukanlah pemidanaannya yang

bersyarat, melainkan pelaksanaannya pidana itu yang digantungkan kepada

syarat-syarat tertentu. Artinya kendati suatu pidana telah dijatuhkan kepada

pelaku/terpidana namun pidana tidak/belum dijalani sepanjang terpidana tidak

melanggar syarat-syarat yang diwajibkan padanya ketika putusan itu diterimanya.

Karenanya dilihat dari sudut istilah, adalah lebih tepat jika disebut sebagai

pelaksanaan pidana yang dipersyaratkan.

Pidana bersyarat adalah merupakan perintah dari hakim, bahwa pidana

yang diputuskan/dijatuhkan tidak akan dijalani terpidana kecuali kemudian hakim

memerintahkan supaya dijalani karena terpidana:

a. Sebelum habis masa percobaan, melanggar syarat umum yaitu melakukan

suatu tindak pidana, atau.

b. Dalam masa percobaan tersebut, melanggar suatu syarat khusus (jika

diadakan) atau.

13

EY Kanter dan SR Sianturi, EY Kanter dan SR Sianturi, 2002, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Jakarta: Storia Grafika, hal. 173.

(16)

c. Dalam masa yang lebih pendek dari percobaan tersebut, tidak melaksanakan

syarat yang lebih khusus, berupa kewajiban mengganti kerugian pihak korban

sebagai akibat dari tindakan terpidana.15

Point pertama adalah syarat mutlak, sedangkan point kedua dan ketiga

adalah fakultatif. Artinya tergantung kepada hakim apakah ia memerintahkan

persyaratan 2/3 atau tidak dari jumlah hukuman pokok. Dalam hal hakim hanya

menjatuhkan pidana penjara lebih dari 3 bulan, atau pidana kurungan dalam hal

terjadi pelanggaran tersebut Pasal 492, 504, 505 atau 536, KUHP hakim dapat

juga mensyaratkan sebagai syarat khusus lainnya mengenai tingkah laku terpidana

yang harus dipenuhi selama masa percobaan itu atau sebahagiannya.

Menurut Pasal 14 KUHP Hakim dapat memerintahkan pidana bersyarat,

jika putusan hakim dijatuhkan:

a. Pidana penjara maksimum satu tahun, atau.

b. Pidana kurungan (tidak termasuk pidana kurungan pengganti).

c. Pidana denda (akan tetapi tidak termasuk pidana denda dalam perkara-perkara

pemasukan uang negara, atau pengembalian uang negara seperti pidana denda

dalam perkara perpajakan, bea, cukai perkara tindak pidana ekonomi dan

perkara korupsi).

Menurut KUHP, disamping selama masa percobaan si terpidana tidak boleh melakukan suatu tindak pidana, hakim dapat menetapkan syarat khusus bahwa selama masa percobaannya si terpidana harus mengganti seluruh atau sebagian kerugian yang ditimbulkan dari perbuatan pidananya. Disamping itu, dapat pula ditentukan syarat khusus lainnya mengenai tingkah laku si terpidana yang harus dipenuhi sepanjang atau sebagian dari masa percobaannya. Namun, syarat-syarat itu tidak boleh mengurangi kemerdekaan agama atau kemerdekaan politik dari si

15

(17)

terpidana. 16

Jadi, sebenarnya sistem hukum di Indonesia memungkinkan hakim untuk

memutuskan pidana bersyarat bagi seseorang dengan syarat khusus melakukan

pelayanan masyarakat untuk suatu waktu tertentu selama masa percobaan.

Sebenarnya penerapan pidana bersyarat mengandung beberapa

keuntungan. Beberapa keuntungan itu antara lain:

a. Memberikan kesempatan kepada terpidana untuk memperbaiki dirinya di dalam masyarakat;

b. Memberikan kesempatan kepada terpidana untuk berpartisipasi dalam pekerjaan-pekerjaan, yang secara ekonomis menguntungkan masyarakat dan keluarga; dan

c. Biaya yang harus ditanggung Negara lebih murah dibandingkan dengan pidana penjara atau pidana kurungan.17

Muladi mengemukakan bahwa dalam prakteknya lembaga pidana

bersyarat ini tidak dapat diterapkan secara optimal karena beberapa alasan, yaitu

antara lain,

a. Belum adanya pedoman yang jelas tentang penerapan pidana bersyarat, yang mencakup hakekat, tujuan yang hendak dicapai serta ukuran-ukuran di dalam penjatuhan pidana bersyarat.

b. Belum melembaganya pola-pola pengawasan dan pembinaan dan sistem kerjasama dalam pengawasan dan pembinaan terhadap terpidana yang dijatuhi pidana bersyarat.

c. Jaksa dan hakim masih sangat selektif dan membatasi diri dalam menuntut dan menjatuhkan sanksi pidana bersyarat. Padahal sebenarnya KUHP memberikan kemungkinan untuk menerapkan sanksi pidana bersyarat secara lebih luas.18

Seandainya saja semua pidana penjara paling lama satu tahun atau pidana

kurungan yang diputuskan hakim dapat diterapkan sanksi pidana bersyarat dengan

16Ibid

., hal. 33.

17 Ari Juliano Gema, “Naomi Campbell, Sanksi Pidana dan Lembaga Pidana Bersyarat”,

http://arijuliano.blogspot.com/2007/03/naomi-campbell-sanksi-pidana-dan.html, Diakses tanggal 28 April 2015.

(18)

salah satu syarat khususnya adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Pidana bersyarat bukan merupakan pidana pokok tetapi hanya salah satu bentuk

dari cara pelaksanaan pidana penjara yang kewenangannya diserahkan pada

hakim. Meskipun dalam pidana bersyarat terkandung pengertian terpidana tidak

perlu menjalankan hukumannya di penjara, namun tidak berarti dia bebas

hukuman. Ada batas waktu percobaan yang ditetapkan oleh hakim kepada

terpidana untuk tidak melakukan suatu tindak pidana. Bila melanggarnya pidana

penjara yang telah diputuskan harus dijalankan oleh terpidana.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat yuridis normatif, yaitu penelitian yang

bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat terhadap

suatu keadaan yang menjadi objek penelitian dengan mendasarkan penelitian pada

ketentuan hukum normatif. Dalam penelitian yuridis normatif ini akan

digambarkan keadaan atau suatu fenomena yang berhubungan dengan pidana

bersyarat pada pelaku kecelakaan lalu lintas yang dilakukan anak dalam praktik

(Studi Putusan Nomor: 217/Pid.Sus/2014/PT.Bdg).

2. Sumber Data

Sumber penelitian yang dipergunakan bersumber dari data sekunder.

Data sekunder yakni dengan melakukan pengumpulan referensi yang berkaitan

(19)

a. Bahan hukum primer, dalam penelitian ini dipakai adalah Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang-Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum

Acara Pidana, serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak.

b. Bahan hukum sekunder, berupa bacaan yang relevan dengan materi yang

diteliti.

c. Bahan hukum tertier, yaitu dengan menggunakan kamus hukum dan kamus

Bahasa Indonesia.

3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dipergunakan untuk mengumpulkan data

dalam penelitian ini adalah melalui studi dokumen yang berupa pengambilan data

yang berasal dari bahan literatur atau tulisan ilmiah sesuai dengan objek yang

diteliti.

4. Analisis Data

Jenis analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis

normatif yang menjelaskan pembahasan yang dilakukan berdasarkan ketentuan

hukum yang berlaku seperti perundang-undangan.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa Bab, dimana dalam bab

terdiri dari unit-unit bab demi bab. Adapun sistematika penulisan ini dibuat dalam

(20)

Bab I. Pendahuluan

Dalam Bab ini akan diuraikan tentang uraian umum seperti penelitian

pada umumnya yaitu, Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah,

Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan

Kepustakaan, Metode Penulisan serta Sistematika Penulisan.

Bab II. Tujuan Penerapan Pidana Bersyarat Dalam Tindak Pidana Kecelakaan

Lalu Lintas Yang Dilakukan Anak

Dalam bab ini akan diuraikan pembahasan tentang: Jenis-Jenis

Kecelakaan Lalu Lintas, Faktor Penyebab Terjadinya Kecelakaan

Lalu Lintas serta Tujuan Penerapan Pidana Bersyarat Dalam Tindak

Pidana Kecelakaan Lalu Lintas Yang Dilakukan Anak.

Bab III. Syarat-Syarat Yang Harus Diberikan Kepada Terpidana Anak Dengan

Dijatuhkannya Pidana Bersyarat

Dalam bagian ini akan diuraikan pembahasan tentang: Perlindungan

Anak, Tujuan Pemidanaan, Teori-Teori Pemidanaan, Pedoman

Pemidanaan, serta Syarat-Syarat Yang Harus Diberikan Kepada

Terpidana Anak Dengan Dijatuhkannya Pidana Bersyarat.

Bab IV. Penerapan Pidana Bersyarat Pada Kecelakaan Lalu Lintas Yang

Dilakukan Anak

Dalam bagian ini akan diuraikan pembahasan terhadap Tujuan Pidana

Bersyarat, Kasus Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor:

217/Pid.Sus/2014/PT.Bdg serta Penerapan Pidana Bersyarat Pada

(21)

Bab V. Kesimpulan dan Saran

Bab ini adalah bab penutup, yang merupakan bab terakhir dimana

Referensi

Dokumen terkait

surat masyarakat desa Jonggrangan berbasis visual basic yang dapat menghasilkan beberapa surat, diantaranya : surat pengajuan skck, surat keterangan kematian, surat

Jika nilai piksel pada citra lebih besar dari nilai threshold yang ditentukan maka nilai piksel tersebut akan diubah menjadi warna putih dan diinisialkan dengan

Since the digital facade reconstructions are created out of huge data sets, a detailed damage detection and characterization can already be done on the basis of the

Capaian Pembelajaran : Memiliki kemampuan membuat, menganalisis, menyajikan rencana pembelajaran matematika serta mendemonstasikan pembelajaran sebaya untuk materi

Memikirkan dan mencari elemen pendukung terkait dengan garapan yang akan dibuat, seperti pendukung tari, pendukung karawitan, penata iringan, dan iringan yang akan

Deskripsi Singkat : Mata Diklat ini membekali para peserta dengankemampuan penerapan pelaksanaan Proyek Perubahan ditempat kerjanya melalui pembelajaran pengelolaan

Program Gerak Gempur Bengkel Bersama Industri, Auto Count Sdn Bhd, menggunapakai AutoCount Computerized Accounting diadakan demi meningkatkan kefahaman tentang

Teknik pengumpulan data yang peneliti lakukan dalam penelitian ini adalah literatur (kepustakaan), sehingga penelitian ini menggunakan kajian dengan cara mempelajari,