• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN DURIAN (

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN DURIAN ("

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Disusun oleh:

MICHARA GHIDA MOLLIE F1F118052

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANAN UNIVERSITAS JAMBI

2023

(2)

UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN DURIAN

(Durio zibethinus L.) TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA BAKAR PADA TIKUS PUTIH JANTAN

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana Farmasi pada Jurusan Farmasi FKIK Universitas Jambi

Disusun oleh:

MICHARA GHIDA MOLLIE F1F118052

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANAN UNIVERSITAS JAMBI

2023

(3)
(4)
(5)
(6)

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah atas limpahan rahmat dan karunia Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi dengan judul “Uji Aktivitas Ekstrak Etanol Daun Durian (Durio zibethinus L.) Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Pada Tikus Putih Jantan”. Skripsi dimaksudkan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Jurusan Farmasi Universitas Jambi.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan dukungan dan bantuan dari semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Dalam hal ini penulis mengucapkan terimakasih yang terdalam kepada:

1. Dr. dr. Humaryanto, Sp.OT, M.Kes. selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatanan Universitas Jambi.

2. Prof. Dr. rer. nat. Muhaimin, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatanan Universitas Jambi.

3. Prof. Dr. Revis Asra, S.Si., M.Si. selaku Pembimbing Utama yang telah bersedia membimbing serta meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. apt. Yuliawati, S.Farm., M.Farm. selaku Pembimbing Pendamping yang juga telah bersedia membimbing serta meluangkan waktu, pikiran dan tenaga dalam memberikan bimbingan kepada penulis.

5. Dr. Drs. Syamsurizal, M.Si., apt. Elisma, M.Farm. dan apt. Fathnur Sani K, M.Farm. selaku penguji yang telah meluangkan waktu, memberikan saran dan bimbingan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

6. Bapak/Ibu Dosen Jurusan Farmasi, staf dan karyawan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatanan Universitas Jambi.

7. Teristimewa penulis ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis Bapak Khoiruddin dan Ibu Erlindawati Ritonga yang selalu memberikan dukungan moril dan materil serta senantiasa mendoakan penulis dan memberikan semangat untuk menyelesaikan skripsi penulis.

8. drg. Junaidah selaku uwak penulis yang senantiasa mendukung penulis secara moril dan materil selama masa studi penulis. Terimakasih sebesar- besarnya penulis ucapkan kepada uwak atas dukungannya selama ini.

(7)

vi

9. Divacha Vicha Mollie, Chigara Chiza Rommie, dan Nigacha Xisha Mollie adik-adik penulis yang selalu mendukung dan menghibur penulis selama masa pengerjaan skripsi.

10. Teman-teman AINS yang menemani selama masa-masa perkuliahan.

11. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses penyelesaian skripsi penulis.

Jambi, 21 November 2022

Michara Ghida Mollie F1F118052

(8)

vii DAFTAR ISI

PERSETUJUAN SKRIPSI ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

RIWAYAT HIDUP ... xiii

ABSTRAK ... xiv

ABSTRACT ... xv

I. PENDAHULUAN ... 16

1.1 Latar Belakang ... 16

1.2 Rumusan Masalah ... 18

1.3 Tujuan Penelitian ... 18

1.4 Manfaat Penelitian ... 18

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 19

2.1 Deskripsi Tanaman... 19

2.1.1 Klasifikasi Durian ... 19

2.1.2 Morfologi Tanaman Durian ... 19

2.1.3 Kandungan Senyawa Kimia ... 20

2.1.4 Metode Ekstraksi ... 22

2.2 Anatomi dan Fisiologi kulit ... 23

2.3 Luka Bakar ... 24

2.3.1 Patofisiologi Luka Bakar ... 24

2.3.2 Klasifikasi Luka Bakar ... 24

2.3.3 Proses Penyembuhan Luka Bakar ... 26

2.3.4 Faktor yang Menghambat Penyembuhan ... 27

2.4 Hewan Uji ... 27

(9)

viii

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 29

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 29

3.2 Alat dan Bahan Penelitian ... 29

3.3 Hewan Percobaan ... 29

3.4 Metode Penelitian... 30

3.4.1 Pengambilan Sampel ... 30

3.4.2 Determinasi Sampel ... 30

3.4.3 Pembuatan Serbuk Simplisia ... 30

3.4.4 Pembuatan Ekstrak Daun Durian ... 31

3.4.5 Karakteristik Ekstrak ... 31

3.5 Uji Luka Bakar ... 33

3.5.1 Dasar Penentuan Konsentrasi ... 33

3.5.2 Perlakuan dan Rancangan Penelitian ... 33

3.5.3 Prosedur Pemberian Luka Bakar ... 34

3.5.4 Pengamatan Kandungan Hidroksiprolin ... 35

3.6 Analisis Data ... 37

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

4.1 Determinasi Tanaman Durian ... 38

4.2 Pembuatan Simplisia Daun Durian (Durio zibethinus L.) ... 38

4.3 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Durian... 39

4.4 Karakterisasi Ekstrak Daun Durian (Durio zibethinus L.) ... 40

4.4.1 Parameter Spesifik ... 40

4.4.2 Parameter Non Spesifik ... 41

4.5 Skrining Fitokimia ... 42

4.6 Pengujian Aktivitas Ekstrak Daun Durian Terhadap Penyembuhan Luka Bakar ... 42

4.6.1 Pengukuran Diameter Luka Bakar ... 44

4.6.2 Pengujian Kadar Hidroksiprolin ... 50

V. K ESIMPULAN DAN SARAN ... 56

5.1 Kesimpulan ... 56

5.2 Saran ... 56

(10)

ix

DAFTAR PUSTAKA ... 57 LAMPIRAN ... 62

(11)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kelompok Perlakuan Uji Luka Bakar ... 34

Tabel 4.1 Identitas dan Organoleptik Ekstrak Etanol Daun Durian... 41

Tabel 4.2 Hasil Uji Parameter Non Spesifik ... 41

Tabel 4 3 Hasil Uji Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Durian ... 42

Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Diameter dan Persentase Kesembuhan Luka Bakar 44 Tabel 4.5 Pengukuran Diameter Luka Bakar Interval 3 Hari ... 47

Tabel 4.6 Kadar Hidroksiprolin dari Jaringan Kulit Tikus ... 54

(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Daun Durian ... 19

Gambar 2.2 Tikus Putih ... 27

Gambar 4.1 Daun durian yang telah dirajang ... 38

Gambar 4.2 Persentase Kesembuhan Luka Bakar ... 45

Gambar 4.3 Kurva Standar Hidroksiprolin ... 53

Gambar 4.4 Kadar Hidroksiprolin Jaringan Kulit Tikus ... 54

(13)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Alur penelitian ... 62

Lampiran 2. Preparasi sampel daun durian ... 63

Lampiran 3. Pembuatan ekstrak etanol daun durian ... 64

Lampiran 4. Perlakuan pada hewan percobaan ... 65

Lampiran 5. Perhitungan Susut Pengeringan dan Kadar Abu... 66

Lampiran 6. Data Pengukuran Diameter Luka Bakar dan Perhitungan Persentase Kesembuhan Luka Bakar ... 67

Lampiran 7. Analisis Data Pengukuran Persentase Diameter Luka Bakar ... 71

Lampiran 8. Hasil Pengukuran Kurva Standar Hidroksiprolin ... 73

Lampiran 9. Data Absorbansi dan Perhitungan Kadar Hidroksiprolin ... 74

Lampiran 10. Perhitungan Kadar Hidroksiprolin... 75

Lampiran 11. Analisis Data Kadar Hidroksiprolin ... 78

Lampiran 12. Uji Fitokimia dan Karakterisasi Ekstrak ... 80

Lampiran 13. Uji Kadar Abu dan Susut Pengeringan ... 81

Lampiran 14. Pembuatan Konsentrasi Ekstrak ... 82

Lampiran 15. Induksi Luka Bakar ... 83

Lampiran 16. Pengukuran Diameter Luka ... 84

Lampiran 17. Uji Hidroksiprolin Pada Kulit TIkus ... 86

Lampiran 18. Surat Determinasi Tanaman ... 87

Lampiran 19. Surat Persetujuan Ethical Clearance ... 88

(14)

xiii

RIWAYAT HIDUP

Michara Ghida Mollie lahir di Kotapinang, pada tanggal 12 Juni 2000. Penulis merupakan anak pertama dari 4 bersaudara, dari pasangan Bapak Khoiruddin dan Ibu Erlindawati Ritonga.

Penulis mengawali pendidikan di SD Negeri 118235 Kotapinang, Kab. Labuhan Batu Selatan, Sumatera Utara pada tahun 2006 dan lulus tahun 2012. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Kotapinang selama tiga tahun.

Selanjutnya pada tahun 2015 penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Kotapinang Sumatera Utara. Pada tahun 2018, penulis diterima di Universitas Jambi sebagai mahasiswi Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatanan. Penulis telah menyelesaikan tugas akhir dan menyusun skripsi dengan judul Uji Aktivitas Ekstrak Etanol Daun Durian (Durio zibethinus L.) Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Pada Tikus Putih Jantan.

(15)

xiv ABSTRAK

Luka bakar adalah suatu kondisi hilangnya atau rusaknya jaringan kulit akibat adanya kontak antara kulit dengan sumber panas. Daun durian (Durio zibethinus L.) diketahui mampu membantu mempercepat proses penyembuhan luka bakar karena mengandung senyawa flavonoid, tanin dan saponin. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh pemberian ekstrak etanol daun durian serta mengetahui konsentrasi terbaik ekstrak dalam penyembuhan luka bakar.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan pendekatan Post Test Control Only Group Design menggunakan 25 ekor tikus putih jantan yang dibagi kedalam 5 kelompok (tiap kelompok terdiri dari 5 ekor tikus). Adapun kelompok perlakuannya yaitu K+ (bioplacenton), K- (vaselin flavum), ekstrak daun durian yang terdiri dari beberapa konsentrasi yaitu P1 (5%), P2 (10%), P3 (15%). Parameter yang diamati yaitu penurunan diameter luka bakar dan kadar hidroksiprolin pada kulit tikus. Berdasarkan hasil pengamatan penyembuhan luka bakar secara statistik menunjukkan perbedaan yang nyata antar kelompok dengan nilai p<0,05. Adapun konsentrasi terbaik dalam menyembuhkan luka bakar pada punggung tikus yaitu konsentrasi 15% dengan persentase kesembuhan sebesar 73,64%, diikuti konsentrasi 10% (66,71%), dan konsentrasi 5% (56,00%). Namun aktivitas penyembuhan luka bakar terbaik dipegang oleh kelompok kontrol positif dengan persentase kesembuhan 82,35%.

Kata Kunci: Luka Bakar, Durio zibethinus L., Hidroksiprolin, Tikus Putih

(16)

xv ABSTRACT

Burns are a condition of damage or damage to skin tissue due to contact between the skin and a heat source. Durian leaves (Durio zibethinus L.) are known to be able to help accelerate the healing process of burns because they contain flavonoid, tannin and saponin. The purpose of this study was to analyze the effect of giving durian ethanol extract and to find out the best concentration of the extract in healing burns. This study was a laboratory experimental study with the Post Test Control Only Group Design approach using 25 male white rats divided into 5 groups (each group consisted of 5 rats). The treatment groups were K+

(bioplacenton), K- (vaselin flavum), durian leaf extract which consisted of several concentrations, namely P1 (5%), P2 (10%), P3 (15%). Parameters observed were a decrease in burn diameter and hydroxyproline levels in the skin of rats. Based on the results of observations of healing of burns, statistically showed a significant difference between groups with p<0.05. The best concentration in healing burns on the laboratory rat’s back was concentration of 15% with healing percentage of 73.64%, followed by concentration of 10% (66.71%), and concentration of 5%

(56.00%). However, the best burn healing activity was held by the positive control group with a healing percentage of 82.35%.

Keywords: Burns Healing, Durio zibethinus L., Hydroxyproline, White Rats

(17)

16

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Indonesiaia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang sangat beragam sehingga potensinya sangat tinggi terhadap eksplorasi dan perkembangan obat tradisional1. Berbagai jenis tanaman telah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk pengobatan secara tradisional, salah satunya adalah daun durian. Daun durian telah dimanfaatkan sebagai obat penurun demam, serta sebagai antifungi pada genus Candida2. Selain itu daun durian juga memiliki aktivitas sebagai antibakteri serta sebagai antioksidan dan antiinflamasi3.

Daun durian banyak ditemukan di Indonesiaia serta dapat dijumpai setiap saat karena Indonesiaia merupakan salah satu negara penghasil durian terbesar di dunia. Daun durian sendiri diketahui mengandung senyawa flavonoid, fenolik, steroid, saponin, tanin2. Selain itu daun durian juga mengandung senyawa glikosida4. Adapun senyawa metabolit sekunder yang mampu memperbaiki kerusakan jaringan tubuh akibat luka bakar adalah senyawa flavonoid, saponin, tanin5. Senyawa flavonoid berperan sebagai agen antiinflamasi, antioksidan serta antimikroba, serta flavonoid juga berperan dalam mempercepat proses epitelisasi jaringan luka6. Saponin berperan mempengaruhi kolagen dengan cara menghambat produksi jaringan berlebihan7. Selain itu daun durian juga mengandung senyawa antioksidan yang dikategorikan kuat, dimana kandungan antioksidan yang kuat sangat berperan dalam proses penyembuhan luka bakar karena senyawa antioksidan dapat membantu mempercepat pertumbuhan jaringan epitel pada jaringan luka8,9.

Luka merupakan bentuk kerusakan kulit akibat hilangnya suatu jaringan yang diakibatkan oleh trauma panas seperti api, air panas, listrik, kimia, dan radiasi10. Pada tahun 2015, World Health Organization (WHO) telah melakukan pendataan dan memperoleh perkiraan bahwa telah terjadi 265.000 kasus kematian di seluruh dunia yang diakibatkan oleh luka bakar setiap tahunnya. Menurut data Riskesdas (Riset Kesehatanan Dasar), di Indonesiaia sendiri tingkat kejadian luka bakar berada diangka yang sangat tinggi, dimana setiap tahunnya lebih dari 250

(18)

jiwa meninggal karena mengalami luka bakar dan dari tahun 2014 – 2018 telah terjadi peningkatan prevalensi kejadian luka bakar sebesar 35% di Indonesiaia11.

Luka bukanlah suatu hal yang dianggap biasa karena jika dibiarkan terus maka luka dapat menyebabkan infeksi dan dapat membahayakan tubuh jika tidak diobati dengan benar12. Pada umumnya, perawatan luka bakar yang berkembang di masyarakat luas yaitu dengan cara mengolesi bagian kulit yang mengalami luka bakar menggunakan mentega atau pasta gigi. Padahal hal tersebut dapat menghambat penyembuhan luka serta meningkatkan risiko terjadinya infeksi pada bagian luka13. Penyembuhan luka merupakan proses pengembalian secara kontinuitas jaringan kulit yang rusak pada tubuh. Pada proses penyembuhan luka terjadi empat tahapan yaitu hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan maturasi.12

Saat terjadinya luka, biasanya akan terjadi inflamasi sebagai tanda perlawanan tubuh pada proses infeksi. Tanaman yang memiliki efek antiinflamasi memiliki potensi untuk mempercepat penyembuhan luka. Antiinflamasi merupakan efek terapeutik yang dapat menghambat dan mengurangi peradangan.

Inflamasi dapat disebabkan oleh luka fisik, infeksi bakteri, panas, interaksi antibodi dan antigen, dan lain-lain. Mekanisme kerja antiinflamasi adalah menghambat pelepasan hormon prostaglandin ke jaringan-jaringan yang mengalami kerusakan14.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Irwandi (2021), menggunakan ekstrak etanol biji durian terhadap penyembuhan luka bakar pada tikus jantan diketahui bahwa ekstrak etanol biji durian mengandung senyawa flavonoid, fenolik, terpenoid yang berperan pada penyembuhan luka bakar dan pada konsentrasi ekstrak 10% diperoleh persentase penyembuhan luka sebesar 73,95% dan pada konsentrasi ekstrak 15% diperoleh persentase penyembuhan luka sebesar 87,89%5.

Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa penelitian menggunakan ekstrak daun durian (Durio zibethinus L.) sebagai obat luka bakar belum pernah dilakukan. Sehingga dikarenakan bagian biji durian telah diuji dan memberikan hasil yang sangat baik dalam penyembuhan luka bakar, maka perlu dilakukan uji

(19)

pada bagian daun durian (Durio zibethinus L.) sebagai alternatif dalam pengobatan luka bakar.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh pemberian ekstrak daun durian (Durio zibethinus L.) dalam menyembuhkan luka bakar pada tikus?

2. Berapa konsentrasi terbaik dari ekstrak daun durian (Durio zibethinus L.) dalam menyembuhkan luka bakar pada tikus ?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun durian (Durio zibethinus L.) dalam menyembuhkan luka bakar pada punggung tikus ?

2. Menentukan konsentrasi terbaik ekstrak daun durian (Durio zibethinus L.) dalam menyembuhkan luka bakar pada punggung tikus ?

1.4 Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan kepada masyarakat bahwa penggunaan ekstrak daun durian (Durio zibethinus L.) dapat memberikan efek penyembuhan luka bakar.

2. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk melakukan penelitian lebih lanjut dalam pemanfaatan ekstrak etanol daun durian (Durio zibethinus L.) sebagai obat yang dapat berpotensi untuk mengobati luka bakar.

(20)

19

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman

2.1.1 Klasifikasi Durian

Menurut Sobir (2015), tanaman durian memiliki klasifikasi sebagai berikut15 :

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Superdivision : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Malvales

Family : Malvaceae

Genus : Durio

Spesies : Durio zibethinus (L.)

Gambar 2.1 Daun Durian (Dokumentasi pribadi,2022) 2.1.2 Morfologi Tanaman Durian

Tanaman durian merupakan tanaman asli dari Asia Tenggara dengan jumlah keanekaragaman tertinggi ditemukan di daerah Kalimantan. Durian digolongkan sebagai tanaman hutan basah. Tinggi pohon durian sendiri berkisar 30-40 meter dengan ukuran diameter batang 2-2,5 meter15. Tanaman durian merupakan tanaman yang memiliki batang tunggal. Kulit batang durian terasa kasar karena pada kulitnya terdapat kerak. Durian merupakan tanaman dikotil

(21)

dengan sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang atau akar primer, akar sekunder dan akar tersier. Akar durian 72-87% akan berada di dekat permukaan tanah sampai mencapai kedalaman 45 cm dan akan terus memanjang sampai kedalaman puluhan meter16.

Daun durian sendiri memiliki bentuk daun jorong hingga lanset. Daun durian memiliki panjang sekitar 10-17 cm dengan lebar daun yaitu antara 3-4,5 cm. Daun tersusun selang-seling di sisi kiri dan kanan ranting15. Ciri khas dari daun durian yaitu daun mudanya menyatu antara sisi kanan dengan sisi kiri dan membentuk setengah daun. Daun durian pada umumnya memiliki warna hijau di permukaan atas daun dan warna coklat muda di permukaan bawahnya16.

Tanaman durian berbunga pada cabang yang telah tua serta di bagian ujung ranting secara berkelompok16. Satu kelompok terdiri dari 3-10 kuntum, kuncup bunganya membulat dan memiliki diameter 2 cm, kelopak bunganya berbentuk tabung dengan panjang 3 cm. Mahkota bunga berbentuk sudip yang berjumlah 5 dan memiliki benang sari yang banyak dengan kepala putik yang berbentuk bongkol dengan tangkai berbulu15.

Buah durian merupakan komponen tanaman durian yang tumbuh dalam berbagai bentuk, antara lain bulat, oval, lonjong, jantung hingga bentuk yang tidak beraturan. Warna buah durian beragam mulai dari hijau, kuning hingga coklat.

Duri buah durian tajam dan bisa mencapai panjang 4 cm. Bobot buah durian bervariasi antara 0,5 hingga 7 kg bahkan bisa mencapai belasan kilogram 16. Buah durian memiliki kulit tebal dan aroma yang tajam, durian umumnya juga memiliki 5 ruang yang tiap ruangnya terdapat daging buah serta bijinya. Bijinya berbentuk lonjong dengan panjang 4 cm dan memiliki warna merah muda kecoklatan serta mengkilap15.

2.1.3 Kandungan Senyawa Kimia

Senyawa metabolit sekunder adalah suatu senyawa organik yang dihasilkan oleh tanaman yang mana walaupun diperlukan tetapi perannya tidak dianggap penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman17. Kandungan senyawa kimia atau metabolit sekunder pada tanaman umumnya memiliki peran penting untuk kelangsungan hidup organisme lain. Selain itu senyawa metabolit

(22)

sekunder juga digunakan oleh tanaman untuk melindungi diri dari gangguan organisme lain serta sebagai senyawa untuk menarik hewan lain18.

Daun durian memiliki beberapa kandungan senyawa metabolit sekunder yang telah diuji melalui proses skrining fitokimia diantaranya flavonoid, steroid/triterpenoid, saponin, tanin2.

1. Flavonoid

Flavonoid merupakan golongan senyawa fenol yang terbesar di alam.

Senyawa flavonoid diketahui mempunyai banyak aktivitas fisiologis, karenanya tanaman yang mengandung flavonoid banyak digunakan sebagai obat tradisional18. Flavonoid adalah senyawa yang mempunyai sifat antioksidan atau menangkal radikal bebas dengan cara menghambat kerja enzim untuk mencegah kerusakan sel atau pengkelatan radikal bebas dalam proses produksi zat radikal bebas, selain itu flavonoid juga dimanfaatkan sebagai antimikroba, antiinflamasi, dan antibakteri4.

2. Alkaloid

Alkaloid merupakan senyawa metabolit sekunder dan paling banyak ditemukan pada tanaman. Alkaloid pada tanaman berfungsi sebagai racun yang dapat melindunginya dari serangga dan hewan herbivora, selain itu alkaloid sebagai penyuplai nitrogen dan unsur-unsur lain yang diperlukan tanaman18. 3. Saponin

Senyawa saponin merupakan senyawa metabolit sekunder dengan rasa pahit dan diproduksi terutama oleh tumbuhan, tetapi juga diproduksi oleh hewan laut tingkat rendah dan beberapa bakteri. Kemampuan yang dimiliki senyawa saponin yaitu dapat membentuk busa stabil seperti sabun di dalam larutan berair dan mampu membentuk molekul dengan kolesterol. Saponin diketahui memiliki kemampuan antimikroba, menghambat jamur dan dapat melindungi tanaman dari serangan serangga, untuk itu saponin dianggap sebagai sistem pertahanan tanaman19. Saponin terdiri dari bagian gula, yang umumnya mengandung glukosa, galaktosa, xylosa, rhamnosa, dan asam glukoronat yang terikat secara glikosidik dengan hidrofobik aglikon (sapogenin) yang mungkin menjadi triterpenoid atau steroid17.

(23)

4. Steroid/Triterpenoid

Senyawa yang termasuk turunan steroid yaitu kortikosteroid, glukokortikosteroid, estrogen, metilprednisolon dan lainnya. Senyawa steroid dimanfaatkan dalam pengobatan penyakit akibat kelebihan atau kekurangan hormon, misalnya seperti radang sendi dan alergi20.

Terpenoid merupakan kelompok senyawa metabolit sekunder yang terbesar dan ditemukan berlimpah pada tanaman tingkat tinggi. Terpenoid di alam ditemukan dalam bentuk bebas dan dalam bentuk glikosida, glikosil ester, dan irioid. Terpenoid adalah penyusun utama minyak atsiri. Senyawa terpenoid disusun oleh karbon-karbon dengan kelipatan lima18.

5. Tanin

Tanin merupakan salah satu kandungan senyawa metabolit sekunder pada tanaman yang mempunyai rasa sepat. Tanin memiliki sifat fenol dan larut dalam pelarut organik yang bersifat polar. Kandungan tanin pada tanaman dapat mengusir hewan pengganggu atau pemakan tanaman. Tanin mempunyai efek sebagai antioksidan21.

Tanin sendiri dikelompokkan kedalam 2 jenis yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Tanin terkondensasi dibiosintesis melalui cara kondensasi katekin tunggal sehingga membentuk senyawa oligomer dan senyawa dimer yang tinggi. Untuk mendapatkan senyawa tanin terkondensasi dari tanaman,maka tanaman dapat diekstraksi dengan metanol 50-80%. Sedangkan tanin terhidrolisis mempunyai ikatan ester, dimana ikatan tersebut akan terhidrolisis jika dididihkan dalam asam klorida encer22.

2.1.4 Metode Ekstraksi

Ekstraksi ialah suatu proses dimana terjadinya penarikan senyawa- senyawa metabolit sekunder dari bagian simplisia dengan menggunakan bantuan pelarut yang sesuai dengan kelarutan dari masing-masing senyawa23. Proses ekstraksi dibedakan menjadi beberapa metode yaitu ada metode ekstraksi panas dan dingin. Pemilihan metode ekstraksi bergantung pada sifat dari senyawa yang akan diisolasi. Ada beberapa metode yang dilakukan untuk melakukan ekstraksi diantaranya maserasi, perkolasi, sokletasi, refluks dan destilasi uap24.

(24)

Maserasi adalah metode ekstraksi yang sederhana dan umumnya metode maserasi paling banyak dipakai sebab metode maserasi tidak menggunakan suhu tinggi sehingga cocok untuk senyawa yang termolabil atau tidak tahan panas17. Cara melakukan maserasi yaitu dengan memasukkan 1 bagian simplisia ke dalam bejana gelap lalu dibasahi dengan 10 bagian pelarut, kemudian dibiarkan sambil sering diaduk dan disimpan di tempat yang terlindung cahaya. Kemudian dilakukan penyaringan untuk mendapatkan maserat yang akan diuapkan pelarutnya untuk memperoleh ekstrak kental25. Metode maserasi memiliki beberapa kekurangan yaitu dalam pengerjaannya memakan banyak waktu dan memerlukan pelarut dalam jumlah yang banyak24.

2.2 Anatomi dan Fisiologi kulit

Kulit merupakan organ tubuh terbesar dimana kulit membentuk 15% dari berat badan total. Kulit berfungsi sebagai perlindungan tubuh dari berbagai ancaman pengaruh luar serta melindungi tubuh dari pengaruh virus, bakteri dan jamur. Kulit terdiri dari 3 lapisan yang masing-masingnya memiliki peranannya masing-masing. Adapun lapisan kulit terdiri dari lapisan epidermis, lapisan dermis dan lapisan subkutan26,27.

1. Epidermis

Epidermis adalah lapisan kulit yang letaknya paling luar dan tersusun dari epitel skuamosa bertingkat. Lapisan epidermis paling tebal terdapat di telapak tangan dan kaki26. Epidermis terdiri dari beberapa lapisan yaitu stratum corneum yang merupakan lapisan terluar bersifat keras dan kering, lapisan corneum merupakan lapisan yang paling tebal pada epidermis. Lalu ada stratum germinativum yang meliputi stratum spinosum dan basalis dimana lapisan ini lembut juga lembab dan memiliki kemampuan untuk berproliferasi untuk mengganti sel mati pada stratum corneum. Diantara lapisan tadi terdapat lapisan stratum lucidum dan stratum granulosum28.

2. Dermis

Dermis merupakan lapisan kulit yang terdiri dari kolagen, jaringan fibrosa, dan elastin. Lapisan dermis terletak dibawah lapisan epidermis adapun bagian dari lapisan dermis yaitu lapisan papiler dan lapisan retikuler26. Pada lapisan dermis

(25)

banyak ditemui pembuluh darah dan saraf, sehingga apabila kulit terbakar atau teriris akan mengalami pendarahan dan dehidrasi serius28.

3. Hipodermis

Lapisan hipodermis atau disebut lapisan subkutan adalah lapisan kulit paling dalam yang berfungsi melekatkan kulit pada tubuh , dimana lapisan ini terdiri dari jaringan ikat elastis dan lemak. Jaringan lemak (adiposa) berperan sebagai depo energi, cadangan makanan, serta mempertahankan suhu tubuh28,29. 2.3 Luka Bakar

Luka bakar merupakan kerusakan kulit tubuh yang diakibatkan oleh trauma panas atau trauma dingin (frostbite). Penyebab terjadinya luka bakar bisa berasal dari api, air panas, listrik, kimia, radiasi. Kerusakan akibat luka bakar dapat mengenai jaringan bawah kulit. Luka bakar sendiri memiliki angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi10.

2.3.1 Patofisiologi Luka Bakar

Luka bakar yang terjadi pada tubuh terjadi karena konduksi panas langsung ataupun karena radiasi elektromagnetik. Saat terjadi luka bakar maka protein akan terdenaturasi. Pada suhu 44oC sel-sel dapat bertahan tanpa kerusakan yang bermakna namun jika diatas 51oC maka protein sel akan terdenaturasi disertai kerusakan jaringan30. Setelah terjadinya denaturasi, maka sebagian sel akan mengalami nekrosis traumatik. Saat proses denaturasi maka kulit dapat kehilangan ikatan kolagen yang mana mengakibatkan munculnya gradien tekanan osmotik yang abnormal yang mengakibatkan perpindahan cairan intravaskuler ke dalam ruang interstisial. Cedera sel juga memicu pelepasan mediator inflamasi yang turut menimbulkan peningkatan permeabilitas kapiler secara sistemik31. 2.3.2 Klasifikasi Luka Bakar

a. Berdasarkan Mekanisme

Luka bakar berdasarkan mekanisme terjadinya, dibedakan menjadi 4, yaitu32 :

1. Luka Bakar Termal

Luka bakar termal (panas) adalah luka karena trauma yang berasal dari sumber panas misalnya kontak dengan api,cairan panas dan lain sebagainya.

(26)

2. Luka Bakar Kimia

Luka bakar kimia disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan asam atau basa kuat. Konsentrasi zat kimia, banyaknya jaringan yang terpapar, dan durasi kontak menentukan luasnya luka karena zat kimia ini.

3. Luka Bakar Radiasi

Luka bakar radiasi disebabkan terpaparnya kulit dengan sumber radioaktif.

Umumnya luka ini terbentuk oleh alat-alat radioaktif misalnya alat-alat teurapetik pada dunia kedokteran.

4. Luka Bakar Elektrik

Luka bakar elektrik disebabkan oleh panas dari energi listrik yang berkontak dengan kulit.

b. Berdasarkan Kedalaman Luka Bakar

Luka bakar berdasarkan kedalamannya dapat dibedakan menjadi 3 yaitu sebagai berikut33 :

1. Luka Bakar Derajat Satu

Luka bakar derajat satu atau disebut luka bakar superfisial merupakan luka bakar yang hanya mengenai bagian epidermis dan ditandai dengan kemerahan.

2. Luka Bakar Derajat Dua

Luka bakar derajat dua merupakan luka bakar yang mengenai lapisan epidermis dan dermis, tetapi tidak mengenai sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan folikel rambut. Biasanya luka bakar derajat dua disertai lepuh dan edema.

Luka bakar derajat dua dibagi menjadi luka derajat dua yaitu yang dangkal dan dalam. Luka dangkal terjadi di bagian superfisial epidermis dan sebagian lapisan dermis. sedangkan luka dalam terjadi hingga mencapai keseluruhan dermis.

3. Luka Bakar Derajat Tiga

Luka bakar derajat tiga merupakan luka bakar yang mengenai seluruh lapisan kulit yaitu seluruh lapisan epidermis dan dermis serta mungkin mengenai subkutis, sehingga tidak terdapat lagi elemen epitel yang hidup. terjadinya koagulasi protein memberikan gambaran luka bakar berwarna keabuan.

(27)

2.3.3 Proses Penyembuhan Luka Bakar

Proses penyembuhan luka bakar terbagi menjadi beberapa fase, yaitu34 : 1. Fase Inflamasi

Fase ini muncul dimulai dari saat terjadinya luka bakar sampai hari ketujuh. Tujuan utama fase ini adalah hemostasis yaitu hilangnya jaringan yang mati dan mencegah terjadinya infeksi oleh agen mikrobial patogen. Pada luka bakar, di fase ini akan terjadi vasodilatasi lokal dengan ekstravasasi cairan dalam ruang. Dalam luka bakar yang luas, adanya peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan ekstravasasi plasma yang cukup banyak dan membutuhkan penggantian cairan34.

2. Fase Proliferasi

Fase ini akan berlangsung di akhir fase inflamasi sampai akhir minggu ketiga. Pada luka bakar superfisial, migrasi keratinosit yang berada pada tepi luka sesungguhnya telah mulai bekerja beberapa jam pasca trauma, menginduksi terjadinya re-epitelisasi yang biasanya menutup luka selama 5-7 hari. Setelah proses re-epitelisasi maka akan terbentuk membran basalis diantara epidermis dan dermis. Pembentukan kembali dermis dibantu oleh proses angiogenesis dan fibrogenesis. Pada fase ini fibroblas akan mensintesis terbentuknya kolagen untuk mempercepat proses regenerasi jaringan baru sehingga kolagen dapat menautkan luka sehingga luka akan tertutup, selain itu fibroblas juga akan membentuk jaringan ikat yang baru untuk memberikan kekuatan pada luka sehingga menghasilkan kesembuhan yang baik34,35.

3. Fase Maturasi

Fase ini berlangsung selama berbulan-bulan dan akan dinyatakan berakhir jika semua tanda-tanda radang sudah lenyap. Pada fase ini akan terjadi proses pematangan dan rekonstruksi atau penyusunan kembali jaringan-jaringan dan sel baru pada daerah luka serta terjadi tahap pengembalian kekuatan dan bentuk kulit mendekati kekuatan dan bentuk kulit awal sebelum terjadinya luka. Kecepatan penyembuhan luka dipengaruhi oleh zat-zat yang terdapat dalam obat yang diberikan. Salah satu upaya terapi luka bakar adalah dengan pemberian bahan yang efektif mencegah inflamasi sekunder34,36.

(28)

2.3.4 Faktor yang Menghambat Penyembuhan

Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka bakar adalah sebagai berikut :

1. Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka, dimana pada anak-anak dan dewasa waktu penyembuhan lukanya berbeda. Pada anak-anak proses penyembuhan luka dan kontraksi terjadi dengan cepat daripada orang dewasa. Karena pada usia dewasa terjadi penurunan densitas kolagen serta vaskularisasi dermal37.

2. Infeksi pada daerah luka dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka.

Infeksi pada luka dapat menghambat proses penyembuhan luka. Infeksi bisa disebabkan oleh organisme lain seperti Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, dll38.

3. Obat-obatan juga mempengaruhi proses penyembuhan luka, misalnya proses kemoterapi .

4. Diabetes juga mempengaruhi penyembuhan luka karena penyakit diabetes memungkinkan terjadinya infeksi pada luka.

2.4 Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus (Rattus norvegicus). Tikus tergolong kedalam kelas mamalia sehingga efek yang diterima dari sebuah perlakuan uji tidak akan jauh berbeda dibandingkan dengan mamalia lainnya. Tikus digunakan sebagai hewan uji berdasarkan beberapa pertimbangan, seperti dari segi ekonomis yang relatif murah dan kemampuan berkembang biak tikus yang tergolong cepat39.

Gambar 2.2 Tikus Putih (Dokumentasi pribadi,2022)

(29)

Klasifikasi dari tikus putih adalah sebagai berikut40 : Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Kelas : Mamalia Ordo : Rodentia Famili : Muridae Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus

Tikus yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih yang berjenis kelamin jantan dan memiliki berat badan 200-300 g. Semua hewan uji dipelihara dengan kondisi yang sama yaitu didalam ruangan dengan suhu ruang. Sebelum dilakukan pengujian, maka hewan uji diaklimatisasi terlebih dahulu selama 7 hari agar dapat beradaptasi dengan lingkungannya serta diberi makan dan minum yang cukup39.

(30)

29

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Peternakan Universitas Jambi yang dimulai pada bulan Oktober-November 2022.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian a. Alat

Alat yang dipakai dalam penelitian ini adalah alat perlindungan diri seperti masker dan sarung tangan. Alat untuk membuat simplisia yaitu gunting, nampan, oven dan grinder. Alat ekstraksi yang dipakai yaitu timbangan analitik, rotary evaporator, kertas saring, gelas beaker (pyrex), corong, batang pengaduk, botol gelap, aluminium foil. Alat untuk mengukur parameter non spesifik ekstrak yaitu krus porselen, penjepit, timbangan, desikator, oven. Alat untuk melakukan uji fitokimia terdiri dari tabung reaksi (iwaki), pipet tetes, rak tabung, gelas ukur (pyrex). Alat untuk melakukan uji luka bakar adalah pembakar spiritus, spektrofotometer UV-Vis, oven, logam besi, jangka sorong, kapas, dan cotton bud.

b. Bahan

Sampel yang digunakan yaitu daun durian (Durio zibethinus L.) dan sampel dideterminasi di Universitas Padjadjaran. Bahan lain yang digunakan adalah Bioplacenton, Vaseline flavum (kuning), krim perontok bulu, kloroform, hidroksiprolin. Reagen uji fitokimia yang digunakan adalah aquades, H2SO4 pekat, HCl pekat, reagen dragendorff, reagen mayer, FeCl3, serbuk Mg dan asam asetat anhidrat.

3.3 Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus putih jantan (Rattus norvegicus) dengan berat 200-300 g. Adapun jumlah hewan percobaan yang digunakan ditentukan dengan menggunakan rumus Federer .

Perhitungan berdasarkan rumus Federer adalah sebagai berikut : ( t-1 ) ( n-1 ) ≥ 15

(5-1) (n-1) ≥ 15 4 (n-1) ≥ 15

(31)

4n ≥ 15 +4 4n ≥ 19 n

n = 4,75 dibulatkan 5 Keterangan :

t = Jumlah kelompok

n = Jumlah hewan dalam tiap kelompok

Jumlah hewan percobaan yang digunakan adalah 5 ekor untuk masing- masing kelompok dan jumlah kelompok yang akan diuji terdapat 5 kelompok.

Sehingga jumlah tikus yang digunakan pada percobaan kali ini yaitu 25 ekor.

3.4 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang dilaksanakan dalam beberapa tahap, yaitu:

3.4.1 Pengambilan Sampel

Sampel daun durian (Durio zibethinus L.) diambil di desa Ibru, Kecamatan Mestong, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi. Pengambilan sampel dilakukan pada pagi hari dengan mengambil bagian daun yang masih segar untuk dijadikan simplisia.

3.4.2 Determinasi Sampel

Sampel dideterminasi di Herbarium Universitas Padjadjaran. Determinasi dilakukan dengan mengambil beberapa bagian tanaman yaitu akar, batang, dan daun.

3.4.3 Pembuatan Serbuk Simplisia

Proses pembuatan simplisia diawali dengan penyiapan sampel. Sampel daun durian segar yang telah diambil dengan cara pemetikan lalu ditimbang sebanyak 5 kg. Setelah itu dilakukan proses sortasi basah untuk memisahkan sampel dari tulang daun dan pengotor yang menempel pada daun, kemudian sampel dicuci dengan air mengalir. Setelah itu sampel dirajang menggunakan pisau dan gunting, untuk memperkecil ukuran daun sehingga mempercepat proses pengeringan. Selanjutnya sampel dikeringkan dan dilakukan proses sortasi kering.

Terakhir simplisia kering kemudian dihaluskan menggunakan grinder41.

(32)

3.4.4 Pembuatan Ekstrak Daun Durian

Ekstrak daun durian dibuat dengan menggunakan metode ekstraksi cara dingin yaitu menggunakan metode maserasi. Pada proses maserasi digunakan pelarut etanol 70%. Serbuk simplisia daun durian diekstraksi dengan cara memasukkan serbuk simplisia ke dalam botol maserasi gelap dan ditambahkan pelarut etanol 70%. Selanjutnya direndam selama 6 jam pertama sambil diaduk sesekali, lalu didiamkan selama 18 jam. Kemudian maserat disaring menggunakan kertas saring, lalu sisa serbuk simplisia dimaserasi kembali sebanyak 2 kali.

Maserat yang didapat lalu dipekatkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 50oC sehingga didapatkan ekstrak kental. Ekstrak kemudian ditimbang dan dihitung persen rendemen42,2.

Rendemen ekstrak = erat ekstrak yang diperoleh

erat simplisia x 100%

3.4.5 Karakteristik Ekstrak

Penentuan Parameter Non Spesifik 1. Susut Pengeringan

Sebanyak 1 g ekstrak dimasukkan ke dalam krus porselen. Krus porselen yang digunakan harus sudah dikeringkan sebelumnya pada oven dengan suhu 105oC selama 1 jam dan bobot cawan ditimbang. Selanjutnya ekstrak dimasukkan ke dalam oven dan dipanaskan dengan suhu 105oC hingga mencapai bobot tetap, kemudian didinginkan dengan desikator lalu cawan beserta isinya ditimbang43.

Susut Pengeringan = erat cawan kosong sampel) g)- erat cawan sampel ) g)

g) x 100%

2. Kadar Abu

Sebanyak 1 g ekstrak ditimbang dan dimasukkan ke dalam krus silikat yang telah dipijarkan sebelumnya dan telah ditara. Lalu pijarkan perlahan-lahan ekstrak sampai arang habis di dalam tanur listrik pada suhu 600oC sampai pengabuan sempurna kemudian didinginkan di dalam desikator. Setelah dingin kemudian krus silikat berisi abu ditimbang dan diulangi perlakuan yang sama hingga diperoleh bobot tetap43.

Kadar Abu Ekstrak (%) = ) -

) x 100%

(33)

Penentuan Parameter Spesifik

1. Identifikasi dan Parameter Organoleptik

Identifikasi dilakukan untuk mengenali identitas spesifik dari ekstrak.

Adapun identitas yang diamati meliputi nama ekstrak, nama latin tumbuhan, nama Indonesiaia dan bagian tumbuhan yang digunakan pada penelitian. Sedangkan parameter organoleptik dilakukan untuk mendeskripsikan bentuk ekstrak, warna, rasa, dan bau dari ekstrak menggunakan panca indera43.

2. Skrining Fitokimia

Sebelum dilakukannya proses skrining fitokimia, dibuat terlebih dahulu larutan induk dari ekstrak daun durian untuk memisahkan antara larutan bersifat polar dan non polar sehingga dalam mengamati perubahan warna yang terjadi pada masing-masing senyawa metabolit sekunder akan lebih mudah44. Pembuatan larutan induk dilakukan dengan cara menimbang 0,5 gram ekstrak kental kemudian ekstrak dilarutkan dengan 5 ml aquades pada tabung reaksi lalu dikocok hingga homogen. Selanjutnya ditambahkan 5 ml kloroform asetat ke tabung reaksi yang sama lalu didiamkan sehingga akan terbentuk lapisan air dan lapisan kloroform.

a. Uji Alkaloid

Lapisan kloroform dimasukkan ke dalam tabung reaksi , lalu ditambahkan dengan kloroform amoniak 0,05 N. Setelahnya diteteskan 2 sampai 3 tetes larutan asam sulfat 2N dan didiamkan sampai memisah. Diambil lapisan asam dan dimasukkan ke dalam 2 tabung reaksi baru kemudian tabung 1 ditambahkan dengan reagen mayer, apabila ekstrak positif mengandung alkaloid akan ditandai dengan munculnya endapan atau gumpalan putih. Tabung 2 ditambahkan dengan reagen dragendorff dan positif alkaloid apabila terjadi perubahan warna menjadi merah44.

b. Uji Flavonoid

Beberapa tetes lapisan air dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan dengan serbuk Mg dan beberapa tetes HCl pekat lalu dikocok.

Sampel dinyatakan positif mengandung flavonoid apabila terbentuk warna merah atau jingga44.

(34)

c. Uji Tanin

Sebanyak 10 tetes lapisan air sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan beberapa tetes FeCl3. Jika terbentuk warna hijau kehitaman menandakan bahwa sampel positif terdapat senyawa tanin22,44.

d. Uji Saponin

Sekitar 5 tetes lapisan air dimasukkan kedalam tabung reaksi lalu ditambahkan dengan 10 ml aquades. Kemudian campuran dikocok kuat selama 10 detik. Jika terbentuk busa setinggi 1-10 cm yang stabil dan bertahan tidak kurang dari 10 menit, dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes HCl 2N memberikan indikasi adanya saponin44.

e. Uji Steroid/Triterpenoid

Beberapa tetes lapisan kloroform dimasukkan kedalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 0,5 ml asam asetat anhidrat dan H2SO4 melalui dinding tabung. Jika terbentuk cincin biru kehijauan menandakan sampel positif steroid, sedangkan bila terbentuk cincin kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan menandakan sampel positif terpenoid45.

3.5 Uji Luka Bakar

3.5.1 Dasar Penentuan Konsentrasi

Pembuatan konsentrasi ekstrak dibuat dalam berbagai konsentrasi yaitu konsentrasi 5%, 10%, dan 15% yang masing-masing konsentrasi kemudian ditambahkan vaselin flavum ad 50 gram5. Kontrol positif mengacu pada penelitian luka bakar sebelumnya yaitu menggunakan bioplacenton46.

3.5.2 Perlakuan dan Rancangan Penelitian

Pada penelitian ini digunakan metode RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan menggunakan pendekatan Post Test Only Group. Uji dilakukan pada 5 kelompok perlakuan sebagai berikut :

K(+) = Bioplacenton 15 gram K(-) = Vaselin flavum

K1 = Ekstrak daun durian 5% dalam vaselin flavum 100%

K2 = Ekstrak daun durian 10% dalam vaselin flavum 100%

K3 = Ekstrak daun durian 15% dalam vaselin flavum 100%

(35)

3.5.3 Prosedur Pemberian Luka Bakar

Pertama-tama tikus dikelompokkan menjadi 5 kelompok yang tiap kelompoknya terdiri dari 5 ekor tikus. Kemudian ditentukan daerah pada punggung tikus yang akan dibuat luka bakar. Setelah itu bagian tersebut dicukur rambutnya dan didiamkan sehari. Keesokan harinya dilanjutkan dengan melakukan anestesi pada tikus menggunakan castran (acepromazine maleat).

Selanjutnya area kulit yang akan dibuat luka bakar di desinfektan menggunakan etanol untuk mensterilkan permukaan kulit tikus. Lalu besi berdiameter 2,5 cm dipanaskan di api selama 5 menit dan ditempelkan di punggung tikus selama 5 detik46. Setelah terbentuk luka lalu punggung tikus dikompres dengan aquades.

Penelitian ini berlangsung selama 14 hari setelah masa aklimatisasi.

Dimana punggung tikus yang sudah diberikan luka bakar kemudian diberikan perlakuan yang berbeda untuk tiap kelompoknya yaitu pemberian bioplacenton, vaselin flavum, serta ekstrak etanol daun durian yang dicampurkan dengan vaselin flavum dengan masing-masing konsentrasi ekstrak 5%, 10%, dan 15%. Setiap perlakuan akan dioleskan sediaan sebanyak 2 kali sehari pada pagi dan sore hari44. Adapun perlakuan untuk tiap kelompok sebagai berikut :

Tabel 3.1 Kelompok Perlakuan Uji Luka Bakar

Kelompok Perlakuan

Kontrol (+) Pemberian bioplacenton Kontrol (-) Pemberian vaselin flavum

Perlakuan 1 Pemberian ekstrak daun durian 5% ad vaselin flavum Perlakuan 2 Pemberian ekstrak daun durian 10% ad vaselin flavum Perlakuan 3 Pemberian ekstrak daun durian 15% ad vaselin flavum

Proses penyembuhan luka bakar kemudian diamati setiap hari dan berlangsung selama 14 hari. Pengamatan dimulai pada saat pemberian luka bakar di punggung tikus dan kemudian diamati secara visual. Pengamatan proses penyembuhan luka dilakukan dengan cara mengukur diameter zona luka bakar menggunakan jangka sorong digital berskala 0,01 mm. Luka bakar yang telah sembuh akan ditandai dengan tertutupnya luka. Setelah 14 hari pengukuran diameter luka bakar dilakukan kemudian akan dihitung diameter rata-rata luka

(36)

serta persentase kesembuhan luka bakar. Adapun untuk menghitung diameter rata- rata zona luka bakar digunakan rumus berikut47 :

dx = dx1 dx2 dx3 dx4

4 Keterangan :

dx = diameter luka hari ke x dx1 = diameter luka hari pertama dx2 = diameter luka hari kedua dx3 = diameter luka hari ketiga dx4 = diameter luka hari keempat,dst.

Perhitungan persentase kesembuhan luka menggunakan rumus berikut48 : P%

=

d1- dx

d1 x 100%

Keterangan :

P% = Persentase penyembuhan luka d1 = Diameter luka awal

dx = Diameter luka pada hari pengamatan 3.5.4 Pengamatan Kandungan Hidroksiprolin

Pengamatan kadar hidroksiprolin pada kulit tikus dilakukan dengan menggunakan hidroksiprolin murni, dimana dibuat terlebih dahulu larutan induk hidroksiprolin dengan cara menimbang hidroksiprolin sebanyak 50 mg dan dilarutkan dengan aquades sampai 50 ml sehingga menghasilkan larutan induk hidroksiprolin 1000 ppm. Selanjutnya dibuat larutan hidroksiprolin dengan konsentrasi 100 ppm dengan cara mencampurkan 5 ml larutan induk 1000 ppm dengan aquades sampai 50 ml.

dx(1)

dx(2) dx(3)

dx(4)

(37)

Panjang gelombang serapan maksimum didapatkan dari pengenceran larutan hidroksiprolin 100 ppm menjadi konsentrasi 9 ppm dengan cara menggabungkan 0,9 ml larutan hidroksiprolin 100 ppm sampai volume 10 ml dengan aquades hingga homogen. Kemudian 1 ml dari larutan hidroksiprolin 9 ppm ditambahkan CuSO4, NaOH, dan H2O2 masing-masing sebanyak 1 ml dan dioven pada suhu 80oC selama 5 menit. Setelah itu, 4 mL H2SO4 dan 2 mL 2- dimetilaminobenzaldehid ditambahkan lalu dipanaskan dalam oven pada suhu 70oC selama 16 menit. Nilai absorbansi kemudian diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 200-800 nm untuk mencari panjang gelombang maksimum44.

Setelah diketahui panjang gelombang maksimumnya kemudian dibuat kurva standar hidroksiprolin sebagai acuan untuk menentukan kadar hidroksiprolin pada kulit tikus bekas luka bakar. Adapun caranya yaitu dengan membuat 6 variasi konsentrasi larutan hidroksiprolin dari larutan hidroksiprolin 100 ppm. 6 konsentrasi tersebut terdiri dari konsentrasi 9, 18, 27, 36, 45, dan 54 ppm. Untuk membuat larutan hidroksiprolin dengan tersebut maka dipipet larutan hidroksiprolin 100 ppm sebanyak 0,9; 1,8; 2,7; 3,6; 4,5 dan 5,4 ml kemudian ditambahkan aquades sampai mencapai volume 10 ml.

Masing-masing konsentrasi dipipet sebanyak 1 ml kemudian ditambahkan dengan 1 ml CuSO4 0,01 N, 1 ml NaOH 2,5 N dan 1 ml H2O2 6%. Selanjutnya seluruh larutan dipanaskan dalam oven dengan suhu 80oC selama 5 menit setelahnya ke-6 larutan ditambahkan lagi dengan larutan H2SO4 3M sebanyak 4 ml dan 2 ml 2-dimetil-aminobenzaldehid 5% lalu sampel dioven suhu 70oC selama 16 menit. Kemudian dibaca serapannya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 560 nm. Setelah masing-masing konsentrasi terbaca serapannya maka dapat dibuat kurva standar dari hasil absorbansi ke-6 konsentrasi larutan hidroksiprolin tadi yang mana nantinya kadar hidroksiprolin pada kulit tikus yang terkena luka bakar dapat dihitung menggunakan kurva standar yang telah diperoleh44.

Mekanisme pengukuran kadar hidroksiprolin dilakukan dengan melakukan biopsi pada bagian kulit bekas luka pada tikus kemudian dimasukkan ke dalam

(38)

aluminium foil dan dikeringkan di oven suhu 60oC selama 12 jam, lalu dihidrolisis dengan larutan HCl 6N selama 24 jam di dalam oven menggunakan suhu 110oC. Kemudian dinetralkan NaOH sampai pH 7 dan dipertahankan pHnya menggunakan dapar. Ditambahkan lagi setelahnya CuSO4, NaOH dan H2O2 masing-masing dalam volume 1 ml, lalu campuran larutan yang terbentuk dipanaskan pada oven selama 5 menit memakai suhu 80oC. Setelah dingin, maka ditambahkan 4 ml H2SO4 3M dan 2 ml 2-dimetil-aminobenzaldehid berikutnya dioven dengan suhu 70oC dalam kurun waktu 16 menit. Setelah itu larutan didiamkan hingga suhunya turun dan diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV-Vis49. Penetapan kadar hidroksiprolin pada kulit tikus dihitung dengan menggunakan persamaan regresi linear yang diperoleh dari kurva standar hidroksiprolin44.

3.6 Analisis Data

Analisis data yang digunakan untuk melihat aktivitas penyembuhan luka bakar dari ekstrak daun durian dilakukan menggunakan program SPSS. Data diameter luka selama 14 hari akan dianalisis menggunakan metode analisa variasi one way anova (ANOVA) untuk menentukan homogenitas dan normalitas.

Apabila terdapat perbedaan ataupun pengaruh secara nyata (P<0,05) maka akan dilanjutkan dengan uji post hoc duncan untuk melihat perbedaan nyata pada kelompok perlakuan.

Data nilai absorbansi dari masing-masing jaringan kulit tikus yang diperoleh akan digunakan untuk menghitung kadar hidroksiprolin pada jaringan kulit tikus. Caranya dengan mensubstitusikan nilai absorbansi (y) yang didapatkan ke dalam persamaan regresi linear (y=a+bx) yang diperoleh dari kurva standar yang telah didapatkan. Kemudian kadar hidroksiprolin ini akan dianalisis menggunakan uji one way anova dengan mencari terlebih dahulu nilai normalitas dan homogenitasnya. Selanjutnya dilakukan uji post hoc duncan untuk melihat perbedaan nyata pada masing-masing kelompok.

(39)

38

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Determinasi Tanaman Durian

Penelitian ini menggunakan sampel berupa daun durian yang dipetik di Desa Ibru, Kecamatan Mestong, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi. Daun durian yang diperoleh dilakukan determinasi untuk mengetahui kebenaran identitas dari jenis tanaman yang digunakan dalam penelitian, dimana dilakukan identifikasi tanaman seperti nama, famili serta jenis tumbuhan secara spesifik50. Determinasi tanaman dilakukan di Herbarium Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Universitas Padjajaran dengan nomor: 16/HB/10/2022. Berdasarkan hasil determinasi menyatakan bahwa sampel yang digunakan benar merupakan tanaman durian dengan spesies Durio zibethinus L. dari famili malvaceae. Adapun untuk pengujian identitas tanaman dapat dilihat pada lampiran 18.

4.2 Pembuatan Simplisia Daun Durian (Durio zibethinus L.)

Proses pembuatan simplisia daun durian dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu pertama dipetik daun durian segar, selanjutnya dilakukan sortasi basah dengan tujuan menghilangkan kotoran seperti tulang daun dan benda asing yang terdapat pada daun durian41. Setelahnya daun durian dicuci dengan air bersih yang mengalir untuk menghilangkan pengotor seperti tanah yang masih menempel pada daun durian, lalu daun durian dirajang untuk memperkecil luas permukaan daun sehingga mempercepat proses pengeringan2,41.

Gambar 4. 1 Daun durian yang telah dirajang (Dokumentasi pribadi,2022) Daun durian yang telah dirajang kemudian dikeringkan menggunakan oven suhu 500 C untuk mengurangi kadar air pada daun durian. Setelah daun durian kering yang ditandai dengan bobot daun durian yang konstan, berikutnya dilakukan proses sortasi kering untuk memastikan kembali tidak terdapat pengotor pada simplisia yang dapat mempengaruhi aktivitas simplisia2.

(40)

Simplisia daun durian kemudian dihaluskan agar memperkecil luas permukaan simplisia, dimana semakin kecil ukuran suatu komponen maka semakin mudah senyawa aktifnya untuk larut pada pelarut41. Serbuk simplisia daun durian yang diperoleh yaitu sebanyak 1,2 kg dari 2 kg daun durian segar.

Setelah dihitung, diperoleh nilai rendemen simplisia sebesar 60%.

4.3 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Durian

Ekstrak etanol daun durian dikerjakan menggunakan metode maserasi.

Metode maserasi merupakan metode ekstraksi cara dingin sehingga tidak melibatkan pemanasan yang dapat mengakibatkan senyawa-senyawa metabolit sekunder yang bersifat termolabil tidak akan rusak oleh adanya pemanasan51. Sebanyak 500 gram serbuk simplisia daun durian dimaserasi memakai pelarut etanol 70%. Perbandingan antara simplisia dan pelarut yang digunakan adalah 1 : 10, 1 bagian simplisia dilarutkan dengan 10 bagian pelarut.

Pelarut yang dipakai yaitu etanol 70% merupakan pelarut yang bersifat magic solvent dimana etanol dengan konsentrasi 70% dapat melarutkan senyawa- senyawa metabolit sekunder yang bersifat polar, semi polar, dan non polar karena etanol 70% lebih polar dari etanol 96% dan lebih non polar dari etanol 50%52. Hal ini mengakibatkan semua senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada simplisia dapat tertarik seperti senyawa flavonoid, tanin, saponin yang telah diketahui memiliki aktivitas untuk menyembuhkan luka bakar. Etanol 70% bisa melarutkan senyawa fitokimia lebih maksimal karena mengandung 30% air yang mana senyawa fitokimia akan lebih banyak tertarik karena air ikut membantu proses penarikan dari senyawa tersebut53. Selain itu etanol dipilih karena penggunaan etanol cukup aman untuk ekstraksi bahan yang akan digunakan sebagai obat54.

Proses ekstraksi simplisia daun durian dilakukan dengan merendam serbuk simplisia menggunakan pelarut etanol 70% dengan sesekali dilakukan pengadukan agar seluruh bagian dari serbuk simplisia dapat terbasahi dan penyarian bisa terdistribusi merata. Proses perendaman ini akan mengakibatkan dinding sel dan membran sel pecah sehingga menyebabkan bagian luar sel dan bagian dalam sel mengalami perbedaan tekanan yang mengakibatkan senyawa

(41)

metabolit sekunder yang terdapat di dalam sel berdifusi keluar sel55. Senyawa metabolit pada sel akan keluar dari vakuola dan terlarut pada pelarut. Selanjutnya dilakukan proses maserasi ulang sebanyak 2 kali agar senyawa metabolit sekunder

yang terkandung di dalam simplisia daun durian dapat ditarik secara maksimal51. Hasil maserasi kemudian disaring untuk memperoleh maseratnya,

kemudian maserat ini dikentalkan dengan cara menguapkan pelarutnya menggunakan alat rotary evaporator pada suhu 50oCuntuk memisahkan ekstrak dengan pelarutnya. Adapun suhu yang digunakan pada proses rotary adalah 60oC. Hal ini karena titik didih etanol adalah 70-78oC sehingga untuk menguapkan pelarut etanol dari ekstrak perlu dilakukan dengan pemanasan pada suhu tersebut agar senyawa-senyawa yang bersifat termolabil tidak ikut menguap dan rusak56. Hasil ekstrak kental yang diperoleh adalah sebanyak 68.87 gram dengan nilai rendemen ekstrak sebesar 13,77%.

4.4 Karakterisasi Ekstrak Daun Durian (Durio zibethinus L.)

Untuk mengidentifikasi ekstrak yang diperoleh perlu dilakukannya karakterisasi ekstrak. Adapun karakterisasi ekstrak meliputi pemeriksaan parameter spesifik dan parameter non spesifik dari ekstrak57. Pemeriksaan karakteristik ekstrak bertujuan untuk menjamin keamanan serta mutu ekstrak sebagai bahan baku dalam pembuatan obat43.

4.4.1 Parameter Spesifik

Uji parameter spesifik dari ekstrak terdiri dari identitas ekstrak dan sifat organoleptik ekstrak. Uji parameter spesifik dilakukan sebagai pengenalan awal pada ekstrak58. Identitas nama dari tanaman yang dipakai telah dibuktikan dengan melakukan proses determinasi yang membuktikan bahwa sampel yang digunakan benar merupakan daun durian dengan spesies Durio zibethinus L. serta famili Malvaceae.

Pengamatan organoleptik ekstrak daun durian dilakukan dengan mengamati bentuk, bau, rasa dan warna ekstrak. Adapun setelah dilakukannya uji organoleptik dari ekstrak daun durian menggunakan indra penglihatan, penciuman dan perasa maka diperoleh bentuk ekstrak daun durian berupa cairan kental, berbau khas daun durian, memiliki rasa sepat, dan berwarna hijau kehitaman.

(42)

Tabel 4. 1 Identitas dan Organoleptik Ekstrak Etanol Daun Durian

Parameter Hasil

Identitas Ekstrak

Nama Ekstrak Ekstrak daun durian

Nama Latin Tumbuhan Durio zibethinus L.

Nama Indonesiaia Tanaman durian

Bagian tumbuhan yang digunakan Daun durian Organoleptis Ekstrak

Bentuk Ekstrak kental

Warna Hijau kehitaman

Rasa Sepat

Bau Khas daun durian

4.4.2 Parameter Non Spesifik

Parameter non spesifik dari ekstrak daun durian meliputi pengujian susut pengeringan dan kadar abu. Hasil pengujian dari susut pengeringan dan kadar abu dari ekstrak daun durian dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4. 2 Hasil Uji Parameter Non Spesifik

Karakterisasi %Rata-rata ± SD

Susut Pengeringan 20,98%±0,005

Kadar Abu 13,07%±0,009

Penetapan persentase susut pengeringan ekstrak bertujuan untuk memberikan batasan maksimal dari besarnya senyawa yang hilang selama proses pengeringan sampel. Besar persentase susut pengeringan dihitung untuk mengetahui sisa zat setelah pengeringan pada suhu 105oC sampai diperoleh berat konstan59. Persentase susut pengeringan yang diperoleh pada penelitian ini yaitu 20,98%.

Kadar abu total dari ekstrak dihitung untuk memberikan gambaran mengenai jumlah mineral yang terkandung dalam sampel ekstrak. Untuk mengetahui kadar abu total maka ekstrak dipanaskan hingga senyawa-senyawa organik dan turunanya tereduksi dan kemudian akan menguap sehingga yang tersisa hanya unsur mineral dan senyawa anorganik58.

Pengujian kadar abu total erat kaitannya dengan kandungan mineral dari sampel yang digunakan saat penelitian, baik berupa garam organik, garam anorganik, dan senyawa-senyawa kompleks yang bersifat organik54. Pada

(43)

penelitian ini persentase kadar abu total yang diperoleh dari proses pemijaran sampel ekstrak etanol daun durian di dalam tanur pada suhu 600oC adalah sebesar 13,07%.

4.5 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui senyawa-senyawa metabolit sekunder yang terkandung di dalam sampel ekstrak etanol daun durian.

Pengerjaan skrining fitokimia ini dilakukan dengan cara menambahkan beberapa reagen pada tiap senyawa metabolit sekunder yang diamati, yang mana setiap senyawa metabolit sekunder diuji menggunakan reagen yang berbeda-beda serta kemudian diamati perubahan yang terbentuk pada tiap uji metabolit sekunder yang dilakukan. Hasil uji skrining fitokimia dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4. 3 Hasil Uji Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Durian

Senyawa Metabolit Sekunder Reagen Hasil

Flavonoid Mg stearat + HCl +

Alkaloid Mayer dan Dragendorff +

Saponin Aquades dan HCl +

Terpenoid Asam asetat anhidrat+H2SO4 -

Steroid Asam asetat anhidrat+H2SO4 +

Tanin FeCl3 +

Keterangan :

(+) = Positif mengandung metabolit sekunder (-) = Negatif mengandung metabolit sekunder

Berdasarkan hasil uji skrining fitokimia yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa ekstrak daun durian (Durio zibethinus L.) mengandung senyawa metabolit sekunder berupa flavonoid, alkaloid, saponin, steroid dan tanin. Hal ini sesuai dengan penelitian Sonia et al. (2021), bahwa daun durian mengandung senyawa flavonoid, alkaloid, saponin, steroid dan tanin2.

4.6 Pengujian Aktivitas Ekstrak Daun Durian Terhadap Penyembuhan Luka Bakar

Pada penelitian digunakan hewan uji berupa tikus berjenis kelamin jantan karena tikus memiliki struktur anatomi dan fisiologis yang mirip dengan manusia

(44)

dan memiliki luas permukaan tubuh yang cukup besar sehingga akan memudahkan dalam proses pengamatan penyembuhan luka bakar. Adapun alasan pemilihan tikus berjenis kelamin jantan adalah karena kondisi hormonal tikus jantan lebih stabil dibandingkan dengan tikus betina yang akan mengalami perubahan hormonal pada masa kehamilan dan menyusui.

Sebelum dilakukannya uji aktivitas ekstrak daun durian terhadap penyembuhan luka bakar pada tikus putih, terlebih dahulu dilakukan proses aklimatisasi terhadap hewan uji tikus putih selama 7 hari dengan tujuan agar hewan uji dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat dilakukannya percobaan sehingga hewan uji tidak mengalami stres yang dapat mempengaruhi tingkah laku dan metabolisme dari hewan uji yang akhirnya akan mengganggu hasil penelitian.

Tujuh hari setelah masa aklimatisasi kemudian hewan uji dicukur rambutnya untuk memudahkan proses penginduksian luka bakar pada punggung tikus putih. Sebelum dicukur, tikus putih diberi anestesi menggunakan injeksi castran® (acepromazine maleat) dengan dosis 0,1 ml/ 200 gram BB melalui intramuskular. Anestesi yang digunakan adalah jenis anestesi lokal yang melumpuhkan saraf secara lokal sehingga dapat menghilangkan sensasi tanpa menghilangkan kesadaran tikus60. Setelah anestesi, rambut pada punggung tikus digunting terlebih dahulu hingga pendek kemudian sisa bulu dihilangkan seluruhnya menggunakan krim veet, setelahnya tikus diistirahatkan selama 1 hari untuk memastikan kulit tikus tidak mengalami infeksi setelah dilakukannya pencukuran.

Luka bakar kemudian diinduksi pada bagian punggung tikus yang telah bersih dari rambut menggunakan besi berdiameter 25 mm atau 2,5 cm yang dipanaskan terlebih dahulu pada nyala api dan kemudian ditempelkan pada kulit punggung tikus selama 5 detik sehingga terbentuk luka bakar pada punggung tikus. Luka bakar yang terbentuk merupakan luka bakar derajat II karena luka yang terbentuk merusak kulit di bagian epidermis dan dermis yang dapat diamati dengan ciri kulit melepuh, terdapat cairan eksudat, dasar luka memiliki warna yang merah serta pucat61.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis statistik perubahan diameter luka bakar dan persentase kontraksi luka pada hari ke 21 menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna terhadap efek penyembuhan

Ekstrak etanol daun binahong dengan basis gel manakah yang lebih efektif terhadap penyembuhan luka bakar, HPMC atau carbopol 940?...

Ekstraksi dan Fraksinasi Komponen Ekstrak Daun Senduduk (Melastoma malabathricum L.) serta Pengujian Efek Sediaan Krim Terhadap Penyembuhan Luka Bakar. Medan: Universitas

Ekstrak etanol daun binahong dengan basis gel manakah yang lebih efektif terhadap penyembuhan luka bakar, HPMC atau carbopol 940?...

Hasil analisis statistik perubahan diameter luka bakar dan persentase kontraksi luka pada hari ke 21 menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna terhadap efek penyembuhan

Penelitian efek penyembuhan luka bakar ekstrak metanol kayu colok  (Samanea saman) dalam bentuk sediaan krim diujikan pada tikus putih (Rattus novergicus) yang telah

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun alpukat konsentrasi 20%, 35% dan 50% memiliki aktivitas terhadap penyembuhan luka bakar

2460-9560 https://ppjp.ulm.ac.id/journal/index.php/pharmascience Research Article Uji Preklinik: Aktivitas Penyembuhan Luka Bakar Ekstrak Air Daun Singkong Manihot esculenta