• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN TINGKAT KECENDERUNGAN NARSISTIK PADA SISWA INTROVERT DAN EKTROVERT DI SMA PIRI 1 YOGYAKARTA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBEDAAN TINGKAT KECENDERUNGAN NARSISTIK PADA SISWA INTROVERT DAN EKTROVERT DI SMA PIRI 1 YOGYAKARTA."

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN TINGKAT KECENDERUNGAN NARSISTIK PADA SISWA INTROVERT DAN EKTROVERT DI SMA PIRI 1 YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Fatmasari Widyastuti NIM 12104241022

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v MOTTO

“Sesungguhnya Allah Mewahyukan Kepadaku

Agar Kalian Bersikap Redah Hati Hingga Tidak Seorang Pun Yang Bangga Atas Yang Lain Dan Tidak Ada Yang Berbuat Aniaya Terhadap Yang Lain”

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Karya ini penulis persembahkan kepada:

 Agama, Nusa, dan Bangsa

 Alm. Ibu Endang Puji Astuti dan Bapak Amat Sachur

 Adik-adik tersayang

 Sahabat-sahabatku yang selalu ku rindukan

(7)

vii

PERBEDAAN TINGKAT KECENDERUNGAN NARSISTIK PADA SISWA INTROVERT DAN EKSTROVERT DI SMA PIRI 1 YOGYAKARTA

Oleh

Fatmasari Widyastuti NIM 12104241022

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan berdasarkan adanya fenomena narsistik yang terjadi pada remaja. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

perbedaan dan bagaimana perbedaan tingkat kecenderungan narsistikpada siswa

introvert dan ekstrovert di SMA.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian komparatif. Subyek dalam penelitian ini menggunakan populasi. Populasi penelitian ini yaitu 127 siswa kelas X, XI, dan XII SMA PIRI 1 Yogyakarta. Pengumpulan data melalui angket perilaku narsistik yang sebelumnya diberikan angket tipe kepribadian untuk membedakan tipe kepribadian introvert dan introvert. Keduanya menggunakan skala likert. Uji validitas instrumen menggunakan validitas isi melalui uji ahli sedangkan reliabilitas menggunakan Alpha Cronbach dengan koefisien 0,772 untuk variabel narsistik dan 0,720 untuk variabel tipe kepribadian. Teknik analisis data menggunakan teknik statistik uji-t.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan kecenderungan narsistik pada siswa introvert dan ekstrovert di SMA PIRI 1 Yogyakarta. Hal ini ditunjukkan dengan signifikasi perbedaan kecenderungan narsistik pada siswa introvert dan ekstrovert sebesar 0,023 dengan p < 0,05. Dalam penelitian ini menunjukkan tingkat kecenderungan narsistik pada siswa introvert lebih tinggi dari siswa ekstrovert, dengan rata-rata kecenderungan narsistik pada siswa tipe kepribadian introvert (98,31) lebih besar dibandingkan skor rata-rata kecenderungan narsistik pada siswa dengan tipe kepribadian ekstrovert (92,85).

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan

kasih sayang yang telah diberikan sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Perbedaan Tingkat Kecenderungan Narsisme Pada Siswa Introvert

dan Ekstrovert di SMA PIRI 1 Yogyakarta” ini dengan baik. Keberhasilan

penyusunan skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan ulur

tangan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis

menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Bapak Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang

telah memberikan izin penelitian.

3. Bapak Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang telah

memberikan izin penelitian.

4. Bapak Agus Triyanto, M.Pd., selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan masukan, kritik, saran, motivasi, dan arahan dengan sabar yang

sangat bermanfaat terhadap penelitian ini.

5. Ibu Dra. Sri Iswanti, M.Pd, selaku dosen pembimbing akademik yang telah

membantu selama proses perkuliahan.

6. Alm. Ibuku Endang Puji Astuti, yang selalu memberikan semangat, motivasi,

kasih sayang serta doa yang tulus hingga akhir usia.

7. Ayahku Amat Sachur, yang selalu menjadi inspirasiku untuk semangat tiada

henti, yang selalu memberikan kasih sayang tiada henti dan memberikan

(9)
(10)

x DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 13

C. Batasan Masalah ... 13

D. Rumusan Masalah ... 13

E. Tujuan Penelitian ... 14

F. Manfaat Penelitian ... 14

BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan tentang Narsistik ... 16

1. Pengertian Narsistik ... 16

2. Bentuk-bentuk Narsistik... 17

3. Karakteristik Kecenderungan Narsistik ... 19

4. Faktor-faktor Penyebab Narsistik ... 20

(11)

xi

1. Pengertian Kepribadian ... 24

2. Perkembangan Kepribadian ... 26

3. Kepribadian Ekstrovert ... 29

4. Kepribadian Introvert ... 32

5. Struktur Kepribadian ... 34

C. Tinjauan tentang Remaja ... 38

1. Pengertian Pengertian Remaja ... 38

2. Ciri-ciri Remaja ... 40

3. Tugas-tugas Perkembangan Remaja ... 43

D. Penelitian yang Relevan ... 46

E. Kerangka Berpikir ... 47

F. Hipotesis ... 52

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 53

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 53

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 53

D. Variabel Penelitian ... 54

E. Definisi Operasional ... 55

F. Teknik Pengumpulan Data ... 56

G. Instrumen Pengumpulan Data ... 57

H. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 59

1. Uji Validitas Instrumen ... 60

2. Uji Reliabilitas Instrumen ... 60

I. Teknik Analisis Data ... 65

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Penelitian ... 68

B. Deskripsi Waktu ... 69

C. Hasil Penelitian ... 69

1. Deskripsi Data Kecenderungan Narsistik ... 71

(12)

xii

D. Pengujian Prasyarat Analisis ... 73

1. Uji Normalitas ... 73

2. Uji Homogenitas ... 74

E. Pengujian Hipotesis ... 75

F. Pembahasan ... 76

G. Keterbasan Penelitian ... 81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 82

B. Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 85

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Jumlah Populasi Siswa ... 54

Tabel 2. Skor Alternatif Jawaban Skala Narsistik ... 56

Tabel 3. Kisi-kisi Skala Narsistik sebelum Uji Coba ... 57

Tabel 4. Kisi-kisi Variabel Tipe Kepribadian Introvert dan Ekstrovert Sebelum Uji Coba ... 58

Tabel 5. Item Gugur dan Item Sahih Skala Narsistik ... 62

Tabel 6. Item Gugur dan Item Sahih Skala Tipe Kepribadian Introvert dan Ekstrovert ... 63

Tabel 7. Deskripsi Data Narsistik ... 70

Tabel 8. Rumus Kategori Variabel Narsistik ... 71

Tabel 9. Hasil Perhitungan Skor Narsistik ... 72

Tabel 10. Persentase Tingkat Narsistik ... 72

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Intrumen Penelitian ... 90

Lampiran 2. Reliabilitas ... 102

Lampiran 3. Tabulasi data Penelitian ... 107

Lampiran 4. Hasil Analisis Data ... 118

(15)
(16)

16 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini kemajuan teknologi telah mendominasi terhadap berbagai

kegiatan yang dilakukan oleh individu. Bukan hanya di negara-negara maju,

negara berkembang sekalipun sudah turut merasakan perkembangan

teknologi tersebut termasuk negara Indonesia. Dengan penggunaan teknologi

juga mempermudah masyarakat untuk memperoleh informasi dengan

cepat.Saat ini banyak fasilitas atau hal hal tertentu yang membuatpara remaja

merasa dimudahkan dan nyaman, namun tidak sedikit pula yang merugikan

kehidupan mereka. Adanya teknologi modern seperti internet, ponsel, televisi

atau fasilitas game, bisa berdampak dua macam bagi kehidupan remaja yaitu

positif dan negatif.

Perkembangan digital yang sangat pesat, dikit demi sedikit mengubah

perilaku. Terlebih ketika berbagai aplikasi media sosial merambah hampir ke

seluruh rumah. Bukan hanya itu, bahkan setiap hari pertumbuhan pengguna

internet terus melejit tanpa henti. Namun dibalik segala kemudahan itu, ada

beberapa dampak negatif .

Beberapa alasan facebook menjadi wadah berkembangnya narsistik,

diantaranya facebook menawarkan hubungan sosial yang dangkal dan

terlepas dari komunikasi emosional serta pengguna facebook bisa mengontrol

apa saja informasi yang akan disampaikan kepada orang lain. UNICEF,

(17)

17

Center for Internet and Society, dan Harvard University, melakukan survey nasional mengenai penggunaan dan tingkah laku internet para remaja

Indonesia. Studi ini memperlihatkan bahwa ada setidaknya 30 juta orang

remaja di Indonesia yang mengakses internet secara reguler. Jika masyarakat

Indonesia sampai saat ini memiliki 75 juta pengguna internet, itu berarti

hampir setengahnya adalah remaja. (Diakses melalui : http://kominfo.go.id

tanggal 09 Februari 2016 pukul 21:37 WIB)

Pada masa remaja, memiliki tugas perkembangan yaitu mencapai

hubungan sosial lebih matang dengan teman sebayanya (Dadang Sulaeman,

1995: 14). Dalam hal ini remaja diharapkan dapat menciptakan hubungan

sosial dengan teman sebayanya. Melalui komunikasi yang baik, remaja

diharapkan dapat memiliki hubungan sosial yang baik. Selain itu, setiap

remaja memiliki dinamika perkembangan diri yang sangat beragam. Berbagai

cara dan gaya yang ditunjukkan dalam kesehariannya menggambarkan

bagaimana identitas diri menjadi sangat penting bagi mereka. Menurut

Santrock (2011: 437) identitas adalah potret diri yang tersusun dari berbagai

aspek seperti pandangan seseorang terhadap sesuatu, status sosial, jejak

prestasi, minat seseorang, karakteristik kepribadian dan citra tubuh seseorang.

Pada masa remaja khususnya pada jenjang sekolah menengah ke atas

sudah tidak menginginkan dianggap seperti anak kecil melainkan ingin

dianggap sama ataupun lebih seperti orang dewasa, sehingga individu yang

berada pada masa remaja memiliki ciri-ciri mencari identitas atau jati diri.

(18)

kanak-18

kanak ke masa remaja yang memungkinkan remaja untuk menyaring dan

beridentifikasi untuk mencapai kematangan individu (Santrock, 2011: 438).

Harapannya, untuk menggapai identitas diri hendaknya remaja menggunakan

cara-cara yang positif untuk mencapai kematangan individu yang optimal.

Namun pada kenyataannya, banyak kendala yang dialami oleh remaja yang

menghambat perkembangan diri pada remaja untuk mencapai perkembangan

individu yang optimal, salah satunya adalah narsistik. Narsistik adalah cinta

diri dimana memperhatikan diri sendiri secara berlebihan, paham yang

mengharapkan diri sendiri sangat superior dan amat penting, menganggap

diri sendiri sebagai yang paling pandai, paling hebat, paling berkuasa,

paling bagus dan paling segalanya (Chaplin, 2009).

Melalui kegiatan yang berkaitan dengan fenomena selfie yang kemudian

mengunggahnya ke media sosial dapat membuat individu menilai dirinya

sendiri atau dinilai oleh orang lain. Dengan demikian, dalam hal ini sangat

memuaskan batin jika kebanggaan akan kehebatan dirinya, bangga dengan

wajah dan bangga dengan fotonya sendiri dapat dilihat dan memikat oleh

orang lain untuk memberikan komentar positif. Menurut Riza Hardian (2014)

pada dasarnya, citra diri berkaitan erat dengan citra yang dipersepsikan

seseorang atas dirinya sendiri. Karena setiap orang ingin menampilkan sisi

terbaiknya kepada orang lain. Dengan demikian, kesan yang dimiliki orang

lain terhadap dirinya dapat bernilai positif. Hal tersebut akan menciptakan

dorongan dari dalam dirinya untuk berbuat dan mencapai sesuatu yang

(19)

19

orang menginginkan memiliki citra diri yang baik dihadapan orang lain

sehingga membuat seseorang tersebut memiliki dorongan untuk mencapai apa

yang diinginkan.

Muhammad Ngafifi (2014) menjelaskan bahwa manusia dengan

mudahnya muncul di layar kaca melalui internet. Situs You Tube akan

memfasilitasi untuk bergaya, bisa menjadi narsis, menampakkan dan

mempromosikan wajah dan penampilannya di internet, hanya dengan

berbekal kamera dan modem untuk dapat mengupload rekaman gambar

yang dimiliki. Perilaku tersebut mengarah pada perilaku narsistik, dimana

individu tersebut menginginkan gambar dirinya dapat dilihat dan diperhatikan

oleh orang lain. Hal tersebut menunjukkan narsistik di media sosial sudah

berlaku umum hampir kalangan masyarakat. Selain itu, individu narsistik

memanfaatkan hubungan sosial untuk mencapai popularitas, selalu asyik

dan hanya tertarik dengan hal-hal yang menyangkut kesenangan diri

sendiri. Tindakan tersebut tentunya akan mengganggu tercapainya

perkembangan diri yang optimal jika tindakan tersebut dilakukan dengan

intensitas yang semakin sering.

Pendapat lain Hurlock (1980: 207) yang menyatakan bahwa remaja

cenderung menggunakan media sosial (menggunakan internet) untuk

menunjukkan keberadaan dirinya kepada orang lain dengan menunjukkan

simbol, status, kecantikan atau barang-barang yang dimiliki. Dari pernyataan

tersebut menunjukkan bahwa yang dilakukan oleh remaja dengan tujuan

(20)

20

orang lain. Remaja yang kecanduan komentar postif tersebut akan

mengunggahnya kembali secara berulang ulang untuk mendapatkan ataupun

mempertahankan komentar postif yang didapatkan sebelumnya. Perilaku

yang ditunjukan oleh remaja tersebut mengarah pada perilaku narsistik.

Remaja yang menghabiskan sebagian besar waktunya di media sosial

seperti Facebook, cenderung menunjukkan tingkah laku narsistik serta

tanda-tanda masalah sikap lain. Hasil studi psikologi terbaru itu diungkapkan Larry

D. Rosen, seorang profesor psikologi di California State University pada

konvensi tahunan American Psychological Association ke-19. Pada

kesempatan itu, Rosen menjelaskan risiko-risiko psikologis apa saja yang

dihadapi remaja, jika terlalu banyak menghabiskan waktunya untuk

mengakses media sosial.Menurut Rosen, beberapa dampak negatif media

sosial pada remaja termasuk menjadikan mereka lebih rentan terhadap rasa

sakit, agresif serta menampilkan perilaku anti sosial. Para ilmuwan juga

menemukan bahwa remaja dan pra-remaja yang setiap harinya terlalu banyak

menggunakan teknologi maupun media sosial cenderung menunjukkan sikap

gelisah, depresi serta kelainan psikologis lain. Akses berlebihan ke situs-situs

seperti Facebook juga bisa berujung pada performa akademik yang

mengecewakan. Berdasarkan hasil studi, remaja yang mengecek media sosial

setidaknya sekali dalam kurun 15 menit waktu belajarnya diketahui memiliki

nilai lebih rendah dibandingkan teman-temannya yang lain. (Diakses melalui

(21)

21

Dari data-data diatas dapat disimpulkan bahwa remaja Indonesia aktif

dalam menggunakan media sosial seperti facebook, twitter, instagram, dan

lain sebagainya. Hal ini didukung oleh penelitian terbaru Valkenburg dan

Petter (dalam Santrock, 2011: 456) bahwa sekitar satu dari tiga remaja lebih

membuka diri secara online dibandingkan secara langsung. Oleh sebab itu

permasalahan yang muncul yang dialami oleh remaja yakni yang

berhubungan dengan kepercayaan diri pada remaja dalam penggunaan media

sosial. Selain permasalah tersebut, penghargaan diri seorang

remajamengindikasikan persepsi tentang menarik atau tidaknya individu

tersebut, namun persepsi itu tidak akurat. Dengan demikian penghargaan diri

yang tinggi mengacu pada keakuratan mengenai nilai seseorang, keberhasilan

serta pencapaian seseorang, namun hal tersebut dapat mengindikasikan

kesombongan yang berlebihan dan merasa paling baik dari yang lain.

Pendapat lain menurut Hurlock 1986 (dalam Syamsyu Yusuf dan Juntika

Nurihsan, 2011: 12) mengemukakan bahwa karakteristik kepribadian yang

sehat yakni salah satunya “mampu menilai prestasi yang diperoleh secara

realistik”. Yang berarti bahwa individu diharapkan menerima hasil prestasi

yang diperoleh secara realistik dan mereaksinya secara rasional. Tidak

menjadikan individu tersebut sombong, angkuh atau mengalami “superiority complex” ketika mendapatkan prestasi yang tinggi, atau kesuksesan dalam

hidupnya. Dengan demikian permasalahan yang muncul dalam hal tersebut

berkaitan dengan penerimaan diri individu, dimana individu dapat menerima

(22)

22

merasa berlebihan ketika mendapatkan hasil yang tidak sesuai dengan yang

diharapkan. Dari pernyataan-pernyataan diatas sejalan dengan indikasi gejala

perilaku narsistik.

Dalam Fitri Apsari (2012) faktor-faktor yang mempengaruhi narsistik

diantaranya faktor biologis, faktor psikologis dan faktor sosiologis.

Berdasarkan DSM-V (APA, 2012) individu dikatakan narsistik jika

memiliki 5 dari 9 karakteristik berikut ini: melebih-lebihkan kemampuan

yang dimilik, percaya bahwa dirinya spesial dan unik, dipenuhi fantasi

tentang kesuksesan, kekuasaan, kecantikan atau ketampanan, memiliki 3

kebutuhan yang eksesif untuk dikagumi, merasa layak untuk diperlakukan

istimewa, kurang berempati, mengeksploitasi hubungan, memiliki rasa iri

terhadap orang lain atau menganggap orang lain iri kepadanya dan

angkuh.

Selain karakteristik di atas, remaja dengan kepribadian narsistik memiliki

karakteristik yang sebenarnya merupakan topeng bagi harga dirinya yang

rapuh (Davison, et al., 2010). Remaja menginginkan penghormatan dan

perhatian dari orang lain demi meningkatkkan harga diri yang dimilikinya.

Remaja dengan kepribadian narsistik mengalami kesulitan untuk menerima

kritik dari orang lain, dan selalu beranggapan bahwa dirinya istimewa.

Remaja yang berkepribadian narsistik juga mempunyai anggapan bahwa

dirinya spesial, ambisius, dan suka mencari keternaran (Ranni Merli Safitri,

(23)

23

orang lain, salah satu cara yang dilakukan dengan memperhatikan penampilan

fisiknya.

Jika membahas mengenai tingkah laku seorang individu tidak akan lepas

dengan kepribadian yang dimiliki oleh individu tersebut. Menurut Hall dan

Lindzey 1993 (dalam Lidya Catrunada, 2008) kepribadian adalah sesuatu

yang memberi tata tertib dan keharmonisan terhadap segala macam tingkah

laku berbeda-beda yang dilakukan individu termasuk didalamnya usaha-usaha

menyesuaikan diri yang beraneka ragam namun khas yang dilakukan oleh

tiap individu.Kepribadian turut mewarnai perbedaan antar individu. Berbagai

macam sifat dari kepribadian merupakan faktor penyebab adanya perbedaan

antar individu dalam berperilaku, berkomunikasi, berinteraksi dan

mempengaruhi cara individu dalam mengatasi sebuah konflik. Perilaku

tersebut salah satunya adalah perilaku narsistik.

Penggolongan tipe kepribadian ekstrovert dan introvertdapat

menggambarkan pola komunikasi dan interaksi sosial setiap individu. Pada

saat berkomunikasai dan berinteraksi dengan orang lain, individu dengan

tipe kepribadian ekstrovert adalah individu dengan karakteristik utama

yaitu mudah bergaul, impulsif, tetapi juga sifat gembira, aktif,cakap dan

optimis serta sifat-sifat lain yang mengindikasikan penghargaan atas

hubungan dengan orang lain, sedangkan individu dengan kepribadian

introvert adalah individu yang memiliki karakteristik yang berlawanan

(24)

24

tidak mudah bergaul, teliti, pesimis, tenang dan terkontrol (Feist & Feist,

2010).

Secara umum individu yang bertipe kepribadianintrovert akan lebih

berorientasi pada stimulus yang mengarah pada dirinya dibandingkan

dengan individu yang memiliki tipe kepribadianekstrovert. Individu yang

memiliki tipe kepribadianintrovert akan lebih memperhatikan pikiran,

suasana hati dan reaksi-reaksi yang terjadi dalam diri mereka. Hal ini

membuat individu yang bertipeintrovert cenderung lebih pemalu, dan

memiliki keterpakuan terhadap hal-hal yang terjadi dalam diri mereka serta

selalu berusaha untuk mawas diri, tampak pendiam, tidak ramah, lebih

suka menyendiri, dan mengalami hambatan pada kualitas tingkah laku

yang ditampilkan. Sedangkan individu yang tergolong ekstrovert

cenderung tampak lebih bersemangat, mudah bergaul, terkesan impulsif

dalam berperilaku.

Penelitian lain menyatakan bahwa pengguna hubungan yang signifikan

antara tipe kepribadian introvert dengan kecanduan internet pada

mahasiswa (Meiyanti Prihati, 2010), padahal dalam kesehariannya,

individu dengan tipe kepribadian introvert cenderung pemalu, tertutup

dan mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan interpersonal dengan

orang lain.

Selain itu menurut Septi Rohni Undari (2016) dalam penelitiannya

menyebutkan bahwa perilaku konsumtif pada tipe kepribadian ekstrovert

(25)

25

dengan penelitian Ranni Merli Safitri (2011) yang hasilnya menyebutkan

bahwa semakin tinggi kepribadian narsistik yang dialami individu

semakin tinggi pula perilaku konsumtif yang terjadi pada individu tersebut.

Remaja dengan perilaku konsumtif ini, akan membeli barang-barang yang

diinginkan namun tidak sesuai dengan apa yang mereka butuhkan.

Remaja akan cenderung mengikuti model-model terbaru dalam hal

atribut-atribut yang dikenakan seperti baju, tas, sepatu serta handphone.

Dari paparan di atas menunjukkan bahwa remaja yang tergolong introvert

maupun tergolong ekstrovert memungkinkan memiliki perilaku narsistik.

Dengan demikian, hal-hal tersebut menunjukkan bahwa seseorang yang

memiliki tipe kepribadian introvert dan ekstrovert yang akan memberikan

kontribusi yang berbeda-beda terhadap tingkat narsistik yang dimiliki pada

masing-masing individu tersebut

Subyek dalam penelitian ini yaitu remaja SMA PIRI 1 Yogyakarta.

Berdasarkan observasi awal pada saat peneliti PPL di SMA tersebut banyak

ditemukan siswa yang menujukkan identitas dirinya terdapat beberapa siswa

yang membutuhkan perhatian lebih dari teman-teman kelas maupun dari

guru. Diperkuat lagi dengan hasil wawancara dengan guru BK SMA PIRI 1

Yogyakarta menyatakan bahwa beberapa dari siswa ingin menjadi pusat

perhatian dihadapan teman-teman maupun guru. Selain itu, menurut Guru BK

SMA PIRI masih ditemukannya siswa-siswi yang memiliki perilaku ingin

pendapatnya selalu didengar. Contohnya pada satu kasus yang terjadi pada

(26)

26

selalu ingin pendapatnya didengar oleh teman yang lain. Pada kasus tersebut

siswa X merupakan anak yang dapat berkomunikasi dengan baik dengan

teman-temannya, namun tidak dapat diterima oleh teman yang lain karena

perilakunya yang menunjukkan sikap narsistik.

Selain perilaku yang ditunjukan diatas, penggunaan media sosial pada

dasarnya mampu memenuhi kebutuhan individu dalam berinteraksi

dengan orang lain dilingkungan sosialnya namun hal tersebut dapat

menimbulkan dampak perilaku lain pada remaja. Penelitian terdahulu yang

telah dilakukan diantaranya oleh Tri Listyawati (2012) meneliti tentang

narcissistic personality disorder pada siswa SMA pengguna jejaring sosial

dunia maya facebook di kota Yogyakarta. Hasil penelitian menyatakan

bahwa tingkat narcissistic personality disorder pada siswa pengguna facebook di kota yogyakartaberada dalam kategori tinggi. Hal ini berarti menunjukkan bahwa remaja yang menggunakan media sosial cenderung

memiliki tingkat narsistik yang tinggi.

Berdasarkan observasi di lapangan ditemukan siswa yang aktif

menggunakan media sosial, dimana siswa memiliki kecenderungan

menunjukkan diri dengan memposting foto maupun video untuk

mendapatkan komentar positif dari pengguna lain. Beberapa anak juga

ditemukan membuat “sensasi” yang cukup menghebohkan dengan

memposting foto-foto minim busana. Selain itu beberapa anak sangat

memperhatikan penampilan fisiknya ketika berada di sekolah. Hal tersebut

(27)

27

berinteraksi dengan teman-teman sebayanya. Kemungkinan-kemungkinan

munculnya narsistikdilakukan individu berkaitan dengan faktor tipe

kepribadian yang dimiliki yang dimiliki masing–masing individu, pada

tipe kepribadian ekstrovert maupun introvert..

Berdasarkan pertimbangan tersebut, peneliti ingin mengetahui apakah

ada perbedaan kecenderungan tingkat narsistik pada siswa introvert dan

ekstrovert. Selain itu, banyaknya permasalahan di atas yang apabila tidak

ditanggulangi maupun ditangani dengan baik akan menjadi gangguan

kepribadian narsistik yang menjadikan penelitian ini penting untuk

dilakukan,khususnya untuk memberikan masukan terhadap guru BK dalam

memberikan layanan bimbingan dan konseling mengenai perilaku narsistik

pada siswa introvert dan ekstrovert di SMA PIRI 1 Yogyakarta.Perilaku

narsistik termasuk permasalahan dalam bimbingan dan konseling pribadi.

Ketika mengetahui permasalahan perilaku narsistik maka dalam melakukan

konseling, konselor lebih mudah dalam menangani permasalahan tersebut

sehingga layanan bimbingan dan konseling dapat berjalan sesuai harapan.

Salah satu usaha untuk dapat mewujudkan hal tersebut yaitu dengan

mengetahui perbedaan perilaku narsistik pada siswa introvert dan ekstrovert.

Selain itu, penelitian ini dapat bermanfaatkhususnya untuk memberikan

(28)

28 B. Identifikasi masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, identifikasi

masalahnya antara lain :

1. Tingkat narcissistic personality disorder pada siswa pengguna

facebook di kota Yogyakartaberada dalam kategori tinggi. Hal ini berarti menunjukkan bahwa remaja yang menggunakan media sosial

cenderung memiliki tingkat narsistik yang tinggi.

2. Adanya gejala-gejala yang menujukan perilaku narsistik pada remaja di

SMA PIRI 1 Yogyakarta, salah satunya yaitu beberapa siswa memiliki

kecenderungan memposting gambar diri pada akun media sosial untuk

mendapatkan komentar positif.

3. Belum adanya penelitian mengenai perilaku narsistik pada SMA PIRI 1

Yogyakarta

C. Batasan Masalah

Berdasakan identifikasi masalah yang telah dipaparkan di atas batasan

masalahnya yaitu adanya gejala-gejala yang menujukan sikap Narsistik pada

usia remaja di SMA PIRI 1 Yogyakarta.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah yang telah

(29)

29

yaitu apakah ada perbedaan tingkat kecenderungan narsistikpada siswa

introvert dan ekstrovertdi SMA PIRI 1 Yogyakarta.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui perbedaan tingkat

kecenderungan narsistik pada siswa introvert dan ekstrovertdi SMA PIRI 1

Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat secara teoritis maupun praktis.

Adapun manfaat yang akan didapat dari penelitin ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

Ditinjau dari manfaat teoritis, penelitian ini diharapkan dapat

memberikan sumbangan ilmu pengetahuan khususnya dalam ilmu

bimbingan dan konseling terkait dengan kecenderungan tingkat narsistik

pada siswa introvert dan ekstrovert.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Siswa

Hasil penelitian ini siswa dihaapkan mampu menggunakan

jejaring sosial secara proporsional dengan memperhatikan

(30)

30

b. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan data terkait

tingkat kecenderungan narsistik pada siswa yang memiliki tipe

kepribadian introvert maupun ekstrovert. Selain itu, hasil penelitian

ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam memberikan

layangan bimbingan dan konseling

c. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu referensi

guna mengembangkan penelitian selanjutnya, khususnya terkait

(31)

31 BAB II KAJIAN TEORI

A. Tinjauan tentang Narsistik 1. Pengertian Narsistik

Definisi dari Oxford English Dictionary dari kata narsisisme, sebuah

istilah yang dibuat oleh Wilhelm Nacke saat mengulas karya-karya Ellis,

sebagai “cinta diri yang tidak wajar atau pengaguman diri”. Dalam hal ini

perlu ditekankan pada kata sifat “tidak wajar” karena cinta diri sendiri

pada dasarnya tidak selalu problematis, dan malah sering kali dilihat

sebagai tanda kesehatan psikologis. (dalam Holmes 2003: 4)

Narsistik adalah perasaan cinta terhadap diri sendiri secara

berlebihan. Istilah ini pertama kali digunakan dalam psikologi oleh

Sigmun Freud berdasarkan cerita dalam mitologi yunani yakni seorang

pemuda bernama Narcissus yang menolak cinta echo dan sangat

terpesona dengan keelokan diri sendiri. Ia menghabiskan waktunya untuk

mengagumi bayangan dirinya yang tercermin di danau. Para

psikoanalaisis, termasuk sigmun freud menggunakan istilah narcisisstic

untuk mendiskripsikan orang-orang yang menunjukkan bahwa dirinya

adalah orang-orang penting secara berlebihan dan memiliki keinginan

yang kuat untuk mendapatkan perhatian lebih dan yang terokupasi

dengan keinginan mendapatkan perhatian (Cooper dan Ronningstam,

(32)

32

Menurut Gunderson, Ronningstam, dan Smith, 1995 (dalam Durand

dan Barlow, 2007: 212) penderita gangguan narsistik memiliki perasaan

tidak masuk akal bahwa dirinya orang penting dan sangat terokupasi

dengan dirinya sendiri sehingga mereka tidak memiliki sensitivitas dan

tidak memiliki rasa iba terhadap orang lain.

Pendapat lain, menurut Kernberg (dalam Holmes 2003: 10)

seseorang yang memiliki gangguan narsistik menunjukkan perilaku yang

mementingkan diri sendiri dan suka menuntut, menilai kemampuannya

terlalu tinggi, iri hati, eksploitatif, dan tidak mampu mempertimbangkan

perasaan-perasaan orang lain. Namun dibalik pemujaan diri yang

berlebihan ini, seseorang yang narsistik seringakali merasa depresi dan

mengalami perasaan-perasaan hampa.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli yang telah dipaparkan, dapat

disimpulkan bahwa narsistik ditandai dengan perasaan cinta yang

berlebihan terhadap diri sendiri, yang disertai dengan mengharapkan

perhatian khusus dari orang lain dan merasa dirinya berbeda dari orang

lain yang membuat dirinya merasa iri jika dihadapkan pada orang lain

yang lebih sukses. Mereka sering tidak mampu mewujudkan

harapan-harapannya sendiri, mereka sering merasa depresi dan merasa hampa.

2. Bentuk-bentukNarsistik

Wink, dkk (dalam Tri Listyawati, 2012: 23) mengelompokkan

perilaku narsistik dalam dua bentuk yaitu perilaku narsistik tidak tampak

(33)

33

narsistik nampak atau convert narcissism yang disebut grandiose

narcissism.

a. Narsistik tidak tampak (convert atau vulnerable narcissitic) Narsistik ini menunjukkan individu yang memiliki sikap mudah

tersinggung, disosiatif, sering mengalihkan perhatian, suka

mengeluh, gugup , memiliki perasaan curiga terhadap orang lain.

individu yang memiliki bentuk narisme ini memiliki harga diri yang

rapuh, sehingga mereka sangat sensitif jika mendapatkan kritikan

dari orang lain. Narsistik tidak tampak menggambarkan individu

dengan sikap bertahan, membela diri, menyangkal, rapuh, merasa

selalu kurang, ingin selalu lebih, ketidakcakapan, pengaruh negatif

(Miller, Widiger, and Campbell: 2010: 644).

b. Narsistik Tampak (Overt atau grandiose narcissitic)

Narsistik ini menunjukkan individu tersebut mudah tersinggung

nampak menggambarkan kecendurungan individu untuk

menganggap dirinya istimewa, kecenderungan untuk memerkan diri,

membutuhkan banyak pujian dari orang lain, melakukan agresi, dan

sikap mendominasi di lingkungannya. Selain itu individu dengan

narsistik nampak juga keras kepala, tidak sopan, suka dan pandai

berbicara, asertif, dan sering menjadi orang yang menentukan

sesuatu dalam lingkungannya.

Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa narsistik

(34)

34

tampak. Narsistik tidak tampak menunjukkan individu tersebut

memiliki sikap mudah tersinggung, disosiatif, sering mengalihkan

perhatian, suka mengeluh, gugup , memiliki perasaan curiga terhadap

orang lain. Sedangkan narsistik tampak menunjukkan individu

tersebut mudah tersinggung nampak menggambarkan kecendurungan

individu untuk menganggap dirinya istimewa, kecenderungan untuk

memerkan diri, membutuhkan banyak pujian dari orang lain,

melakukan agresi, dan sikap mendominasi di lingkungannya.

3. Karakteristik kecenderungan Narsistik

Berdasarkan DSM-IV-TR (dalam Durand dan Barlow, 2007: 212),

kriteria gangguan kepribadian narsistikmeliputi:

a. Perasaan hebat (Grandiosa) bahwa dirinya orang penting

(membesar-besarkan talentanya, menuntut untuk dikenali sebagai

seseorang yang superior),

b. Kebutuhan untuk dipuji.

c. Terpreokupasi dengan fantasi-fantasi tentang kesuksesan,

kepintaran yang tiada tandingan (narsisis cerebral), kecantikan,

atau cinta ideal tanpa bebas.

d. Keyakinan bahwa dirinya “istimewa”, hanya dapat dipahami oleh

orang yang sepadan, dan merasa seharusnya berhubungan dengan

orang-orang istimewa atau orang-orang yang berstatus tinggi.

e. Membutuhkan untuk dikagumi dengan berlebihan (banyak pujian),

(35)

35

f. Mudah mengambil keuntungan dari orang lain untuk mencapai

tujuannya sendiri.

g. Tidak memiliki empati, tidak mau mengenali atau mengetahui

perasaan dan kebutuhan orang lain.

h. Sering iri hati terhadap orang lain atau percaya bahwa orang lain iri

kepadanya.

i. Menunjukkan perilaku atau sikap yang congkak atau sombong

digabung dengan kemurkaan jika merasa frustasi, ditentang atau

dilawan.

Berdasarkan paparan karakteistik perilaku narsistik diatas,

penelitian ini menggunakan karakteristik narsistik yang dikaji oleh

DSM-IV yang tersidi dari perasaan hebat (Grandiosa) bahwa dirinya

orang penting, kebutuhan untuk dipuji, asyik dengan fantasi-fantasi

tentang kesuksesan, keyakinan bahwa dirinya “istimewa”,

membutuhkan untuk dikagumi, mudah mengambil keuntungan dari

orang lain untuk mencapai tujuannya sendiri, tidak memiliki empati,

sering iri hati terhadap orang lain, menunjukkan perilaku atau sikap

yang congkak atau sombong.

4. Faktor-faktor yang menyebabkan Narsistik

Faktor yang mendorong seseorang memiliki perilakunarsistik dapat

(36)

36

ini yang nampak di luar memiliki perasaan yang luar biasa akan

pentingnya dirinya.

Penyebab Narsistik tersebut antara lain:

a. Sedikides, et al (2004: 402) memberikan hasil risetnya mengenai

faktor-faktor narsistik, adalah sebagai berikut:

1. Self-esteem (Harga Diri)

Harga dirinya tidak stabil dan terlalu tergantung pada interaksi

sosialnya.

2. Depression (Depresi)

Depresi sebagai suatu pemikiran negatif tentang dirinya, dunia,

dan masa depannya, adanya rasa bersalah dan kurang percaya

dalam menjalani hidup

3. Loneliness (Kesepian)

Kesepian adalah suatu perasaan yang tidak menyenangkan,

yaitu hal ini disebabkan oleh kurang mempunyai hasrat untuk

berhubungan dengan orang lain.

4. Subjective (“Perasaan Subyektif”)

Individu merasa bahwa dirinya seakan-akan menjadi

pribadi yang sempurna.

b. Millon, Grossman, Millon,Meagher, dan Ramnath (dalam Miller

dan Campbell 2008: 454) berpendapat bahwa narsistik berkembang

(37)

37

anak mereka dan memberikan penguatan yang tidak bergantung

pada perilaku aktual.

c. Menurut Kohut (dalam Bertens, 2006: 600), kegagalan

mengembangkan citra diri yang sehat terjadi bila orang tua tidak

merespons dengan baik kompetensi yang ditunjukkan oleh

anak-anaknya. Dengan demikian, anak tidak bernilai bagi harga diri

mereka sendiri, tetapi berharga untuk meningkatkan citra diri orang

tua.

d. Menurut Huniningstam (dalam Bertens, 2006: 581) menunjukkan

bahwa patologi narsistik disebabkan oleh faktor genetik asal-usul

di awal perkembangan. Walaupun masih belum jelas penyebab

pada masa kanak-kanak dan menjdi lebih terang-terangan terlihat

pada individu dewasa ketika menghadap orang lain dan

mengerjakan tugas dengan cara yang lebih narsistik.

e. Pendapat lain yaitu dari Mitcell JJ (1999: 78) menyebutkan lima

penyebab kemunculan narsis paa remaja, yaitu:

1) Mengharapkan perlakuan khusus

2) Kurang memiliki empati terhadap orang lain

3) Sulit memberikan ekspresi kasih sayangterhadap orang lain

4) Kurang memberikan kontrol yang kuat

5) Kurang bisa berpikir rasional

6) Kesalahan pola asuh orang tua

Keenam aspek inilah yang memberikan dampak buruk

terjadinnya perilaku narsistik pada diri seseorang. Kesalahan

(38)

38

gangguan narsistik pada seorang anak. Contohnya, orang tua

yang memanjakan anak, gagal menerapkan disiplin dan serba

memberikan pujian yang berlebihan kepada anaknya tanpa

mempertimbangkan realita yang ada. Hasilnya, orang yang

narsis secara umum merasa tidak siap untuk masa dewasa,

setelah dibesarkan dalam pandangan hidup yang tidak realistik.

Sebaliknya, seorang anak yang tidak menerima dukungan dan

dorongan yang cukup bissa juga mengidap penyakit narsistik.

Hal itu dipercaya disebabkan oleh kegagalan yang berulang

ulang dan serius pada pihak objek primer sang anak (orang tua

atau pengasuh).

Mitchell JJ (1999: 80), menjelaskan bahwa ketika kepuasan

narsistik yang jadi kebiasaan karena seringnya dipuji, diberikan

perlakuan khusus dan mengagumi diri sendiri terancam, hasilnya

mungkin adalah depresi, sedih tanpa alasan, gellisah, malu,

merusak diri sendiri atau kemarahan yang diarahkan pada orang

yang bisa jadi sasaran kesalahan atas situasi tersebut.

f. Menurut Nanik Handayani (2014: 6) dalam penelitiannya

menyebutkan salah satu faktor penyebab yang mempengaruhi

timbulnya narsistik adalah kontrol diri. Individu dengan kontrol

diri yang baik mampu mengarahkan, membimbing, serta

(39)

39

individu dengan kontrol diri rendah tidak memiliki ketrampilan

untuk mengarahkan, membimbing, serta tidak memikirkan

manfaat serta dampakyang dapat ditimbulkan dari media sosialnya

Dari beberapa mengenai penyebab narsistik, dapat ditarik

kesimpulan bahwa perilaku narsistik tumbuh dari dalam diri individu

berawal dari pola asuh yang diberikan orang tua saat individu kecil

dan juga kegagalan individu dalam mengembangkan citra diri.

Kegagalan pola asuh dan kegagalan mengembangkan citra diri ini,

memberikan dampak berupa perilaku narsistik dimana remaja selalu

ingin mendapat perlakuan khusus, merasa istimewa dan tidak

memiliki empati terhadap orang lain. Selain itu, individu yang

memiliki harga diri yang tidak stabil, perasaan depresi, kesepian,

perasaan subyektif, dan kontrol diri termasuk faktor yang berkaitan

dengan penyebab timbulnya seseorang memiliki perilaku narsistik.

B. Kajian Tentang Kepribadian 1. Pengertian Kepribadian

Kepribadian merupakan terjemahan dari bahasa inggris personality.

Kata personality sendiri berasal dari bahasa Latin persona yang berarti topeng yang digunakan oleh para aktor dalam suatu permainan atau

pertunjukan. Di sini para aktor menyembunyikan kepribadiannya yang

(40)

40

Hasil pemikiran dan temuan para ahli ternyata beragam, sehingga

melahirkan teori-teori yang beragam pula. Adanya keragaman tersebut

sangat dipengaruhi oleh aspek personal (refleksi pribadi), kehidupan

beragama, lingkungan sosial budaya, dan filsafat yang dianut oleh teori

tersebut.

Jung menjelaskan bahwa, “psyche embraces all thought, feeling, and

behavior, conscious, and unconsious”. Kepribadian itu adalah selirih pemikiran, perasaan, dan perilaku nyata baik yang disadari maupun yang

tidak disadari. (dalam Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan, 2011: 74)

Menurut Calvin S. Hall &Gardner Lindzey mengemukakan bahwa

secara populer kepribadian dapat diartikan sebagai: (1) ketrampilan atau

kecakapan sosial (social skill), dan (2) kesan yang paling menonjol, yang

ditunjukkan seseorang terhadap orang lain (seperti seseorang yang

dikesankan sebagai orang yang agresif atau pendiam). Selanjutnya

Allport mengemukakan pendapatnya tentang pengertian kepribadian,

yaitu “personality is the dynamic organization whitin the individual of

those psychophysical systems that determine his unique adjustment to his environment”. (kepribadian merupakan oraganisasi yang dinamis dalam

diri individu tentang sistem psikofisik yang menentukan penyesuaiannya

yang unik terhadap lingkungannya). (dalam Syamsu Yusuf dan Juntika,

2011: 3-4)

J. Feist dan G. J Feist (1998) mendefinisikan kepribadian seseorang

(41)

41

memperoleh reaksi positif dari berbagai orang dalam berbagai macam

keadaan. Selain itu, John J. Honingman (1953) mengatakan bahwa

kepribadian menunjukkan perbuatan-perbuatan (aksi), pikiran, perasaan

yang khusus bagi seseorang. (dalam M. Nur Ghufron & Rini Risnawita,

2014: 130).

Dari pendapat ahli di atas dapat disimpulkan kepribadian adalah

keseluruhan sikap, ekspresi, pikiran, perasaan, ciri khas dan juga prilaku

seseorang.

2. Perkembangan Kepribadian

Banyak teoritikus psikologi yang mungkin mengambil petunjuk dari

Freud, berpendapat bahwa perkembangan manusia berhenti sekitar usia 5

tahun, dalam pandangan ini, bentuk dan kodrat kepribadian ditentuka

oleh apa yang telah dialami seseorang pada masa bayi danawal masa

anakanak, dan terdapat sedikit kemungkinan untuk mengubah

kepribadian sesudahnya.

Jung berpendapat bahwa kepribadian berkembang melalui

serangkaian tahap yang mencapai puncaknya pada individuasi. Berbeda

dengan Freud, dia menekankan setengah bagian kedua kehidupan dimana

seseorang mengalami perubahan yang menentukan pada usisa sesuadah

35 atau 40 tahun. Pandangan ini akan memberika pengharapan bagi

orang-orang yang sekarang berada dalam pergolakan yang hebat karena

krisis usia setengah baya. Sekurang-kurangnya tidk dihukum menjadi

(42)

42

Tahap perkembangan oleh Jung dikelompokkan menjadi empat

periode umum yaitu (1) masa kanak-kanak, (2) masa remaja (muda), (3)

masa usia setengah baya, (4) masa tua.

a. Masa kanak-kanak

Jung berpendapat tidak yakin bahwa tahap perkembangan pada

maasa kanak-kanak sangat penting dalam pembentukan kepribadian.

Tingkah laku bayi dikuasi oleh insting-insting dan tidak ada masalah

psikologis selama periode awal ini, karena memerkukan adanya ego

sadar yang pada waktu itu belum terbentuk.

b. Masa remaja

Periode dari usia pubertas sampai usia setengah baya disebut

masa remaja. Pada periode ini kepribadian mulai mengembangkan

bentuk dan isi tertentu. Jung menyebut pubertas sebagai “kelahiran

psikis” individu dan itulah yang mengandung banyak masalah,

konflik dan adaptasi. Dunia yang nyata menempatkan

tuntutan-tuntutan baru pada anak remaja iyu yang tidak dapat ditemuai

dengan tingkah laku dan fantasi masa kanak-kanak. Dari masa

adolesen sampai massa remaja dewasa (sebelum memasuki usi

setengah baya), tugas-tugas utama yang menantang individu adalah

persiapan untuk bekerja dan menerima tanggung jawab orang

dewasa. Bagi orang yang berhasi, masa remaja dewasa merupakan

masa kehidupan yang menantang, pergantian pandangan,

(43)

43

Menurut Jung (dalam Semiun Yustinus 2013: 128), itu adalah

masa meningkatnya aktivitas kematangan seksualitas, pertumbuhan

kesadaran, dan pengakuan bahwa masa bebas dari masalah yang

dialami pada masa kanak-kanak hilang untuk selama-lamanya.

c. Usia setengah baya

Jung berpendapat bahwa usia setengah baya mulai kira-kira pada

usia 35 atau 40 tahun. Meskipun beberapa mengalami penurunan

yang menyebabkan kecemasan-kecemasan yang meningkat pada

orang yang berusia setengah baya (perubahan-perubahan yang

muram dan radikal dalam kepribadian), namun masa usia setengah

baya merupakan suatu periode potensialitas yang sangat hebat. Masa

usia setengah baya merupakan periode kepuasan yang luar biasa

dengan penyesuaian diri yang agak baik yang dilakukan oleh

kebnyakan orang diantara kita terhadap tuntutan-tuntutan hidup.

d. Usia tua

Usia tua adalah tahap akhir kehidupan. Jika orang-orang takut

pada kehidupan tahun-tahun awal maka mereka hampir pasti akan

takut terhadap kematian pada tahun-tahun kemudian. Orang tua tidak

dapat melihat kebelakang. Mereka membutuhkan suatu tujuan untuk

mengarahkan mereka kemasa depan. Ketakutan terhadap kematian

sering dianggap normal, tetapi Jung berpendapat bahwa kematian

adalah tujuan hidup dan kehidupan akan menjadi penuh bila

(44)

44

Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa tahap perkembangan

dikelompokkan menjadi empat periode umum yaitu masa kanak-kanak, (

masa remaja (muda), masa usia setengah baya, masa tua. Pada masa (1)

kanak-kanak tingkah laku bayi dikuasi oleh insting-insting dan tidak ada

masalah psikologis selama periode awal ini, karena memerkukan adanya

ego sadar yang pada waktu itu belum terbentuk, (2) pada masa remaja

disebut dengan pubertas sebagai “kelahiran psikis” individu dan itulah

yang mengandung banyak masalah, konflik dan adaptasi, (3) usia setengah

baya merupakan periode kepuasan yang luar biasa dengan penyesuaian

diri yang agak baik yang dilakukan oleh kebanyakan orang diantara kita

terhadap tuntutan-tuntutan hidup, sedangkan untuk (4) usia tua adalah

tahap akhir kehidupan.

3. Kepribadian Ekstrovert

Menurut Jung (dalam Feist and Feist 2010: 137), ekstrovert adalah

sebuah sikap yang menjelaskan aliran psikis ke arah luar sehingga orang

yang bersangkutan akan memiliki orientasi objektif dan menjauh dari

subjektif.

Menurut McCrae dan Costa (dalam M. Nur Ghufron & Rini

Risnawita 2014: 134), tipe kepribadian ekstrovert merupakan dimensi

yang menyangkut hubungan dengan perilaku suatu individu khususnya

dalam kemampuan mereka menjalin hubungan dengan dunia luarnya.

Tipe kepribadian ini dapat ditinjau dari luasnya suatu hubungan

(45)

45

individu tersebut menjalin hubungan dengan individu lain, khususnya

berada di lingkungan baru.

a) Menurut M. Nur Ghufron & Rini Risnawita (2014: 131),

karakteristik tipe kepribadian ekstrovertdapat ditunjukkan melalui:

a. Sikapnya yang hangat

b. Ramah dan penuh kasih sayang

c. Selalu menunjukkan keakraban terutama pada orang yang

telah dikenal.

d. Tegas mengambil keputusan serta tidak segan-segan

menempatkan posisinya dalam posisi kepemimpinan.

e. Selalu aktif terhadap perubahan.

f. Sikapnya cenderung periang dalam mengapresiasikan emosi

mereka.

Selain uraian di atas, pendapat lain yaitu menurut Syamsyu

Yusuf dan Juntika Nurihsan (2011: 77) karakteristik kepribadian

Ekstrovert meliputi:

1. Orang yang memiliki tipe ekstrovert terutama dipengaruhi oleh

dunia objektif, yaitu dunia di luar dirinya.

2. Orientasinya terutama tertuju ke luar

3. Pikiran, perasaan, dan tindakannya terutama ditentukan oleh

lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan

(46)

46

4. Orang bertipe ekstrovert besifat positif terhadap

masyarakatnya, hatinya terbuka, mudah bergaul dan hubungan

dengan orang lain efektif.

Pendapat lain, menurut Laney (2002: 22) ekstrovert merupakan

pengguna energi. Karakter tipe kepribadian ekstrovert memiliki

karakter yang menonjol yaitu tenaganya yang selalu diisi oleh

dunia luar atau kegiatan, tempat, orang dan benda. Tipe ini akan

merasa kurang stimulus saat mereka berada di suatu tempat untuk

waktu yang lama, merenungkan sesuatu dengna mendalam, atau

ketika sendirian atau hanya ditemani satu orang saja. Akan tetapi,

kaum ekstrovert perlu menyeimbangkan waktu yang mereka

gunakan untuk berkegiatan dengan waktu yang mereka gunakan

untuk tidak berkegiatan, atau mereka yang menyita pikiran dan

tenaga mereka. Kaum Ekstrovert menawarkan banyak hal bagi

masyarakat dengan bisa mengekspresikan diri dengan mudahnya,

mereka berkonsentrasi pada hasil yang akan dicapai, dan mereka

menikmati keramaian dan kegiatan.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

individu ekstrovert memiliki karekteristik mudah bergaul, terbuka,

aktif terhadap perubahan, bertipe ekstrovert besifat positif terhadap

(47)

47 4. Kepribadian Introvert

Menurut Jung (dalam Semiun Yustinus, 2013: 93), introvert adalah

membalikkan energi psikis ke dalam dengan orientasi ke hal yang

subyektif. Orang-orang introvert kembali pada dunia batin mereka

dengan bias-bias, fantasi-fantasi, mimpi-mimpi, dan persepsi-persepsi

individual. Tentu saja orang-orang ini mempersepsikan dunia luar,

tetapi mereka melakukannya secara selektif dan dengan pandangan

subyektif mereka sendiri.

Cerita mengenai Jung menunjukkan adanya dua tahapan yang

terjadi saat introversi menjadi sikap dominan. Tahap pertama terjadi

pada saat remaja, pada saat ia baru memahami tentang kepribadiannya

yang lain, yang berada siluar kepribadian ektrovertnya. Sedangkan

tahapan kedua, terjadi saat Jung menghadapi konfrontasi pada krisis

paruh baya dengann ketidaksadarannya sendiri, yaitu saat ia

mengalami percakapan dengan anima, mengalami mimpi-mimpi yang

aneh, dan mendapatkan visi tentang psikosis yang tidak dapat

dijelaskan. (Jung 1961, dalam Feist and Feist 2010: 137)

Tipe kepribadian Introvert ditunjukkan melalui rendahnya

kemampuan individu dalam menjalin hubungan dengan lingkungan

sosial mereka. Hal ini dapat ditinjau dari terbatasnya hubungan mereka

(48)

48

Karakteristik terkuat yang membedakan kaum introvert adalah

sumber kekuatan yang didapat dari dunia luar yang berisi ide, emosi

dan pengalaman milik mereka sendiri. (Laney 2002: 22)

a. Menurut Ghufron & Risnawita (2014: 131) karakteristik tipe

kepribadian Introvert dapat ditunjukkan melalui:

1. Sikap dan perilaku cenderung formal.

2. Pendiam.

3. Tidak ramah.

4. Kurang terampil dalam mengekspresikan emosi dan tidak

berlebihan.

5. Cenderung mudah menyerah pada keadaan.

6. Tertinggal dalam mengikuti keadaan.

Selain uraian di atas, pendapat lain yaitu menurut Syamsyu Yusuf

dan Juntika Nurihsan (2011: 77) karakteristik kepribadian introvert

meliputi:

1. Orang yang bertipe introvert terutama dipengaruhi oleh dunia

subyektif, yaitu dunia di dalam dirinya sendiri

2. Orientasinya terutama tertuju ke dalam dirinya

3. Pikiran, perasaan, serta tindakannya terutama ditentukan oleh

faktor subjektif

4. Penyesuaian diriinya dengan dunia luar kurang baik, jiwanya

(49)

49

5. Penyesuaian dengan batinnya sendiri baik.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulka bahwa tipe

introvert memiliki karakteristik cenderung lebih pemalu, dan memiliki

keterpakuan terhadap hal-hal yang terjadi dalam diri mereka serta

selalu berusaha untuk mawas diri, tertinggal dalam mengikuti

keadaan, tampak pendiam, tidak ramah, lebih suka menyendiri, dan

mengalami hambatan pada kualitas tingkah laku yang ditampilkan.

5. Struktur kepribadian

a) Fungsi

Kedua sisi introvert dan ekstrovert dapat dikombinasikan dengan

satu atau lebih dari empat fungsi dan membentuk delapan

kemungkinan orientasi atau jenis. Empat fungsi tersebut-sensing,

thingking, feeling, dan intuiting dapat di deskripsikan sebagai berikut: Sensing membuat orang dapat menjelaskan bahwa sesuatu itu

benar-benar ada, thingking membuat kita dapat mengerti sesuatu, feeling

membuat manusia mengerti nilai atau seberapa berharganya sesuatu,

serta intuition dapat membuat manusia mengetahui sesuatu tanpa

mengetahui bagaimana caranya.

a. Thingking

Aktivitas intelektual logika dapat memproduksi serangkaian

(50)

50

dapat dikatakan introvert atau ekstrovert, bergantung pada sikap

seseorang.

Orang yang memiliki karakteristik berpikir ekstrovert sangat

bergantung pada pemikiran yang nyata, tetapi mereka juga

menggunakan ide abstrak jika ide tersebut dapat ditrasmisikan

kepada mereka secara langsung, contohnyadari guru atau orang

tua. Menurut Jung, tanpa interpretasi dari beberapa individu, ide

dapat dikatakan fakta tanpa keaslian atau kreativitas. (dalam Feist

and Feist, 2010: 139)

Orang orang yang memiliki karakteristik berpikir introvert

bereaksi terhadap rangsangan eksternal, tetapi interpretasi mereka

tehadap suatu kejadian lebih diwarnai oleh pemaknaan internal

yang mereka bawa dalam dirinya sendiri dibanding dengan fakta

objektif yang ada. Menurut Jung (1921), saat mereka terbawa

dalam situasi yang ekstrem, mereka akan terbawa dalam

pemikiran mistis yang tidak produktif dan sangat individualistis

sehingga mereka menjadi tidak berguna bagi orang lain. (dalam

Feist and Feist, 2010: 139)

b. Feeling

Orang-orang dengan perasaan ekstrovert menggunakan data

objektif untuk melakukan evaluasi . mereka tidak banyak

dipandiu oleh opini subyektif mereka, tetapi lebih oleh nilai

(51)

51

dimudahkan oleh situasi sosial, dengan mengetahui saat yang

tepatuntuk mengatakan sesuatu dan bagaimana cara

mengatakannya.Mereka juga biasanya disukai karena kemampuan

sosialnya.

Orang-orang dengan perasaan introvert mendasarkan

penilaian mereka sebagian besar pada persepsi subjektif

dibanding dengna fakta objektif. Kritik terhadap berbagai bentuk

seni membutuhkan perasaan introvert karena membuat penilaian

terhadap sesuatu berdasarkan data individual objektif, dan kerap

kali menyebabkan orang-orang sekitar merasa tidak nyaman dan

bereaksi dingin terhadap mereka.

c. Sensing

Orang-orang dengan sensing ekstrovert menerima rangsangan

eksternal secara objektif kurang lebih sama seperti ransangan

eksis daam kenyataan. Sensasi mereka tidak dipengaruhi secara

signifikan oleh sikap subjektifnya.

Orang-orang dengan sensing introvert biasanya sangat

dipengaruhi oleh sensasi subjek akan penglihatan, pendengaran,

rasa, sentuhan dan lainnya. Mereka dipengaruhi oleh interpretasi

mereka akan ransangna sensing dibanding dengan ransangan itu

(52)

52 d. Intuisi

Orang-orang dengan intuisi ekstrovert selalu berorientasi

fakta dalam dunia eksternal dibanding melakukan sensing secara

keseluruhan, mereka lebih suka mengidentifikasi fakta secara

subliminal. Oleh karena ransangan sensori yang kuat kerap

mengintervensiintuisi, maka orang yang intuitif menekan sensasi

mereka dan dipandu oleh firasatdan perkiraan yang kontras jika

dibandingkan dengan data dari indra.

Mereka dengan intuisi introvert dipandu oleh persepsi

ketidaksadaran terhadap fakta yang umumnya subjektif dan

memiliki sedikit atau bahkan tidak ada kesamaan dengan

kenyataan eksternal. Persepsi subjektif intuisi mereka kerap

digambarkan sangat kuat dan mampu memotivasi pengambilan

keputusan yang besar.

Dari paparan di atas dapat disimpulkan sisi introvert dan ekstrovert

dapat dikombinasikan dengan satu atau lebih dari empat fungsi dan

membentuk delapan kemungkinan orientasi atau jenis. Empat fungsi

tersebut yaitu sensing, thingking, feeling, dan intuiting.Thingking pada karakteristik berpikir ekstrovert sangat bergantung pada pemikiran yang

nyata, tetapi mereka juga menggunakan ide abstrak jika ide tersebut

dapat ditrasmisikan kepada mereka secara langsung. memiliki

karakteristik berpikir introvert bereaksi terhadap rangsangan eksternal,

(53)

53

pemaknaan internal yang mereka bawa dalam dirinya sendiri dibanding

dengan fakta objektif yang ada. Orang dengan perasaan ekstrovert

menggunakan data objektif untuk melakukan evaluasi, sedangkan orang

dengan perasaan introvert mendasarkan penilaian mereka sebagian

besar pada persepsi subjektif dibanding dengna fakta objektif.

Sensasiyang dimiliki orang ekstrovert mereka tidak dipengaruhi secara

signifikan oleh sikap subjektifnya, namun orang-orang dengan sensing

introvert biasanya sangat dipengaruhi oleh sensasi subjek akan

penglihatan, pendengaran, rasa, sentuhan dan lainnya. Selanjutnya pada

orang-orang dengan intuisi ekstrovert selalu berorientasi fakta dalam

dunia eksternal dibanding melakukan sensing secara keseluruhan,

mereka lebih suka mengidentifikasi fakta secara subliminal. Namun

mereka dengan intuisi introvert dipandu oleh persepsi ketidaksadaran

terhadap fakta yang umumnya subjektif dan memiliki sedikit atau

bahkan tidak ada kesamaan dengan kenyataan eksternal.

C. Tinjauan tentang Remaja. 1. Pengertian Remaja.

Masa remaja sering disebut sebagai masa adoselen, yang berasal dari

kata Latin adolescere yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi

dewasa”. Kedewasaan atau kematangan ini mencangkup kematangan

(54)

54

Suatu analisis yang cermat mengenai semua aspek perkembangan

dalam masa remaja, menurut Monks (1982 : 262) masa remaja

berlangsng antara umur 12- 21 yang dibagi 3 bagian yaitu:

a. 12-15 tahun, merupakan masa remaja awal.

b. 15-18 tahun, merupakan masa remaja madya.

c. 18-21 tahun, merupakan masa remaja akhir.

Masa remaja dimulai ketika anak secara seksual menjadi matang

dan berakhir saat anak mencapai kedewasaan secara hukum. Sering

dikatakan bahwa masa adoselen adalah suatu masa transisi atau

perpindahan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

Menurut Papalia and Olds (dalam Jahja Yudrik, 2011 : 220), masa

remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak

dan dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun

yang berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluh

tahunan.

Yang dimaksud dengan perkembangan adalah perubahan yang

terjadi pada rentang kehidupan. Perubahan yang terjadi secara

kuantitatif, misalnya pertambahan tinggi atau berat badan; dan

kualitaitif, misalnya perubahan cara berpikir secara konkrit menjadi

abstrak. Perkembangan dalam kehidupan manusia terjadi pada

aspek-aspek yang berbeda. Ada tiga aspek-aspek perkembangan yang dikemukakan

(55)

55

(3) kepribadian dan sosial. (Papalia dan Olds dalam Jahja Yudrik, 2011

: 221)

Berdasarkan beberapa paparan ahli mengenai pengertian masa

remaja di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa masa remaja

merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa

yang ditandai dengan adanya perkembangan pesat yang meliputi

perkembangan secara fisik, mental, sosial-ekonomi, dan seksual

sekunder.

2. Ciri-ciri Masa Remaja.

Hurlock (Rita Eka Izzaty, dkk. 2008: 124) menjelaskan beberapa

hal yang menandai masa remaja, yaitu:

a. Periode yang penting : hal ini berkaitan dengan akibat langsung

maupun akibat jangka panjangnya. Perkembangan fisik dan mental

yang begitu pesat dan penting khususnya pada masa remaja awal

menuntut penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap,

nilai, dan minat baru.

b. Periode peralihan : peralihan dari satu tahap perkembangan ke

tahap berikutnya. Tahap yang sudah dilalui meninggalkan bekas

pada apa yang terjadi sekarang maupun yang akan datang.

c. Periode perubahan : perubahan dalam sikap dan perilaku selama

masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Dapat

dikatakan bahwa perubahan fisik berkorelasi positif dengan

(56)

56

d. Usia bermasalah : masalah masa remaja sering merupakan masalah

yang sulit di atasi baik oleh anak laki-laki maupun perempuan.

e. Masa mencari identitas : pada akhir masa kanak-kanak

penyesuaian diri dengan standar kelompok merupakan hal yang

sangat penting. Pada tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian

diri dengan kelompok masih tetap penting baik bagi anak laki-laki

maupun perempuan. Lambat laun anak ingin menunjukkan

identitas dirinya, sudah tidak puas lagi hanya sama

teman-temannya.

f. Usia yang menimbulkan ketakutan : Gambaran umum tentang

remaja biasanya bersifat negatif. Pandangan ini mempengaruhi

konsep diri dan sikap remaja terhadap dirinya sendiri. Sering

terjadi pertentangan atau jarak antara orangtua dengan anak.

g. Masa yang tidak realistik : remaja melihat dirinya maupun

oranglain sebagaimana yang diinginkan bukan sebagaimana

adanya, terutama dalam hal cita-cita. Semakin tinggi cita-citanya

semakin remaja mudah marah.

h. Ambang masa dewasa : dengan mendekatnya usia kematangan,

remaja gelisah meninggalkan masa belasan tahunnya. Munculah

perilaku yang menggambarkan perilaku orang dewasa seperti :

merokok, minum minuman keras, terlibat perbuatan seks dan

sebagainya dengan harapan memberikan citra yang mereka

(57)

57

Pendapat lain yaitu menurut Jahja Yudrik (2011) masa remaja

adalah masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang

cepat baik fisik maupun psikologis.

Ada beberapa perubahan yang terjadi selama remaja:

a. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja

awal yang dikenal sebagai masa storm &stress. Peningkatan

emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama

hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial,

peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada

dalam konsisi baru yang berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa

ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditunjukkan pada remaja.

Seperti mereka harus lebih mandiri dan bertanggung jawab.

b. Perubahan fisik secara meningkat disertai pula peningkatan

kematangan seksual. Pada perubahan ini terkadang membuat

remaja merasa tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka

sendiri.perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik perubahan

internal sistem sirkulasi, pencernaan dan sistem respirasi maupun

perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proposi

tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja.

c. Perubahan hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan

orang lain. Selama masa remaja banyak halhal yang menarik bagi

dirinya dibawa dari masa kanak-kanak digantikan dengna hal

(58)

58

dalam hubungna dengan orang lain. Remaja tidak lagi berhubungan

hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama, tetapi juga

dengan lawan jenis, dan dengan orang dewasa.

d. Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada

masa kanak-kanak menjadi kurang penting ketika ia mendekati

dewasa.

e. Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi

perubahan yang terjadi. Dimana remaja menginginkan kebebasan

namun disisi lain ia takut akan memikul tanggung jawab.

Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa remaja memiliki

ciri-ciri dimana pada masa remaja memiliki periode yang penting khususnya

pada perkembangan fisik dan mental. Masa remaja juga disebut memiliki

ciri sebagai masa peralihan d

Gambar

Tabel 1. Jumlah Populasi Siswa
Tabel 2. Skor Alternatif Jawaban Skala Narsistik
Tabel 3.Kisi-Kisi SkalaNarsistik sebelum Uji Coba.
Tabel 3.Kisi-Kisi SkalaNarsistik sebelum Uji Coba.
+7

Referensi

Dokumen terkait

PERBEDAAN TOLERANSI TERHADAP STRES PADA REMAJA BERTIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT.. DI KELAS XI SMA

Penulis menentukan lokasi penelitian kecenderungan narsistik melalui media sosial Path pada siswa Kelas 12 SMU Al-Kautsar Bandar Lampung karena penulis menganggap

mereka yang lebih cenderung Introvert dari pada Ekstrovert, karena seseorang.. yang bertipe kepribadian Introvert cenderung pendiam, atau tidak

Dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa “Ada perbedaan penyesuaian diri di sekolah antara siswa yang berkepribadian ekstrovert dengan yang berkepribadian introvert

Hasil penelitian tentang perbedaan antara tipe kepribadian ekstrovert dan introvert dengan tingkat stres pada mahasiswa fakultas hukum Universitas Muhammadiyah

Hal ini didukung juga oleh penelitian yang dilakukan oleh Sandra widyaningrum (2016) terkait perbedaan perilaku konsumtif ditinjau dari kepribadian ekstrovert dan

Terdapat hubungan antara tipe kepribadian introvert dan ekstrovert dengan tingkat kecemasan pada siswa kelas XII SMA Negeri 01 Capkala dalam menghadapi ujian

Kesulitan yang dialami pada saat menyusun skripsi tidak merata pada tiap bab sehingga dari hasil penelitian menunjukkan kecenderungan prokrastinasi yang lebih tinggi pada saat