TELAAH ASBĀB AL-NUZŪL DALAM KITAB AL-ITQĀN KARYA
IMAM AL-SUYŪṬĪ
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Heri Muhammad Khoeri
NIM: 11140340000271
PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
TELAAH ASBĀB AL-NUZŪL DALAM KITAB AL-ITQĀN KARYA IMAM AL-SUYŪṬĪ
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Heri Muhammad Khoeri
NIM: 11140340000271
Pembimbing :
Muslih, M.Ag
NIP: 197210242003121002
PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
dc
PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH
Skripsi yang berjudul TELAAH ASBĀB NUZŪL DALAM KITAB AL-ITQĀN KARYA IMAM AL-SUYŪṬĪ telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 13 Juli 2021. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.
Jakarta, 6 Agustus 2021 Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,
Dr. Ahmad Fudhaili, M.Ag Fahrizal Mahdi, Lc, MIRKH NIP. 19740510 200501 1 009 NIP. 19820816 201503 1 004
Anggota,
Penguji I, Penguji II,
Drs. H. Ahmad Rifqi Muchtar, MA Maulana, M.Ag
NIP. 19690822 199703 1 002 NIP. 19650207 198903 1 005 Pembimbing,
Muslih, M.Ag NIP. 19721024003121 002
ix
ABSTRAK
Heri Muhamad Khoeri , NIM 11140340000271.
TELAAH ASBĀB AL-NUZŪL DALAM KITAB AL-ITQĀN KARYA IMAM AL-SUYŪṬĪ
Penelitian ini membahas tentang telaah asbāb Nuzūl dalam kitab
al-Itqān karya imam al-Suyūṭī. Dewasa ini, penelitian asbāb al-Nuzūl
cenderung membahas asbāb al-Nuzūl perspektif tokoh dan kajian asbāb
al-Nuzūl sebagai bagian dari kajian Ilmu Tafsir dan Ulūm al-Qur‟ān.
Sementara penelitian mengenai penjelasan ayat-ayat musykil yang ada di dalam al-Qur‟an masih belum ada yg membahas, padahal ini sangat penting. Dengan melalui pengklasifikasian penjelasan ayat musykil yang ada di dalam kitab al-Itqān dapat diketahui bahwa bagaimana kontribusi Suyūṭī dalam memberikan penjelasan ayat-ayat musykil dalam al-Qur‟an.
Agar penelitian ini mendapat pemahaman yang tepat, penulis menggunakan metode library research, bahan-bahan penelitian ini diperoleh dari data-data kepustakaan baik primer maupun sekunder.
Dalam temuannya penulis menemukan bahwa membaca al-Qur‟an itu tidak bisa hanya satu ayat saja, karena dikhawatirkan akan terjerumus nantinya. Lalu Temuan yang kedua bahwa Tidak semua sahabat itu memahami asbāb al-Nuzūl seperti Marwan Ibn Hakam, Utsman Ibn Ma‟zun, Amr bin Ma‟dikarib dll. Dan kesimpulan dari penelitian ini bahwa kontribusi al-Suyūṭī dalam memberikan penjelasan mengenai ayat yang dianggap musykil adalah yang pertama al-Suyuti memberikan penjelasan terkait ayat yang dianggap musykil oleh sebagian sahabat dengan menggunakan pendekatan riwayat (Hadis), adapun riwayat yang digunakan dalam setiap ayatnya sangatlah beragam, ada yang mencantumkan banyak riwayat seperti pada penjelasan ayat pada surah al-Maidah riwayat yang dicantumkannya adalah dari Musnad Imam Ahmad, al-Nasa‟i, al-Tirmidzi dan al-Hakim. Ada juga yang sedikit menggunakan riwayat seperti pada penjelasan surah al-„Imrān ayat 182 dimana al-Suyūṭī menggunakan penjelasan dari Bukhari dan Muslim saja, penjelasan surah
al-Talaq ayat 4 al-Suyūṭī menggunakan penjelasan dari al-Hakim saja,
namun ada juga penjelasan ayat yang mana al-Suyūṭī tidak mencantumkan sumber riwayat dari kitab Itqān, seperti pada penjelasan surah
al-Baqarah ayat 115 dan 158.
xi
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji serta syukur penulis haturkan kepada Allah yang Maha Suci yang telah memberikan begitu banyak kekuatan, petunjuknya, sehingga penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi ini. Dan tak lupa ṣalawat serta salam penulis persembahkan kepada junjungan alam, makhluk termulia di muka bumi, yang telah menuntun umatnya dari zaman jahiliah menuju ke zaman ilmiah, dari zaman kekufuran menuju zaman orang-orang yang bersyukur, dari zaman biadab menuju zaman orang-orang beradab, yakni Nabi Muhammad Dan semoga untaian do‟a tetap tercurahkan juga kepada keluarganya, para sahabatnya, dan kepada umatnya yang patuh dan taat sampai sang ajal menjemput kita.
Alḥamdulillah tiba juga waktunya seorang fakir ilmu seperti penulis
ini telah menyelesaikan salah satu tugas akhir yang UIN Syarif Hidayatullah berikan yang tentunya penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya orang-orang hebat di sekeliling penulis, yang telah banyak menuntun dan memberi arahan dalam proses penyusunan tugas akhir ini. Teruntuk itu penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Amany Burhanuddin Umar Lubis, MA. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, juga Rektor terdahulu dan segenap civitas akademika, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Yusuf Rahman, M.A selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Eva Nugraha, M.Ag Selaku Kaprodi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir, juga sebagai orangtua kedua penulis, guru, dan juga dosen penasehat baik secara akademik maupun non-akademik selama menempuh studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang begitu banyak memberikan
xii
pelajaran-pelajaran luar biasa, semoga Allah membalas semua kebaikan bapak dan keluarga dengan sebaik-baiknya balasan di dunia dan di Akhirat dan penulis bisa mendapatkan keberkahan ilmu dan manfaat ilmu dari beliau amīn
4. Bapak Muslih, M.Ag, selaku dosen pembimbing penulis yang telah berkenan meluangkan waktunya, untuk memberi arahan dan masukan demi terselesaikannya tulisan ini, semoga penulis mendapatkan keberkahan dan manfaat ilmu dari beliau. amīn
5. Segenap guru dan dosen Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberi bekal ilmu kepada penulis selama mengenyam bangku perkuliahan, semoga Allah Swt senantiasa memberi balasan yang mulia di dunia dan di akhirat, amīn
6. Teruntuk sahabat-sahabat seperjuangan penulis di IPPMK (Ikatan Pemuda Pemudi Mahasiswa Kuningan) Jabodetabek karena kalian telah menjadi partner selama berproses di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Teruntuk keluarga besar Lembaga Ta‟mir Masjid Nahdlatul Ulama‟
(LTM-NU) Kabupaten Kuningan, PMII Komfuspertum, terimakasih karena sudah menyediakan wadah bagi penulis untuk menambah ilmu-ilmu baru yang sebelumnya tidak didapatkan jika hanya berada di ruang kelas, semoga penulis bisa mengamalkan dan membawa sekantong bekal pengalaman yang sudah didapat di kemudian hari. 8. Teruntuk kawan-kawan seperjuangan Tafsir Hadis 2014, khususnya
THG, kawan-kawan KKN 2017, terimakasih karena kalian telah ikut memberikan goresan tinta dalam cerita penulis selama tinggal di Ciputat-Tangsel.
Teruntuk orang tua penulis, ayahanda K.H. Abdul Aziz, dan Ibunda Hj. Emoh yang begitu sabar dalam mendidik anak-anaknya, yang tak pernah lelah untuk memberikan segalanya kepada penulis sehingga
xiii alhamdulillah dengan segenap do‟a dan dukungan dari beliaulah penulis bisa menyelesaikan penelitian ini dan juga kepada kakak dan adik penulis, semoga Allah SWT senantiasa melindungi juga memberikan balasan yang paling mulia di dunia maupun di akhirat kelak, amīn
Peneliti menyadari bahwa keilmuan dan wawasan peneliti masih dangkal, apabila tulisan ini masih terdapat kekeliruan mohon untuk sekiranya dimaafkan, akan tetapi sampai sejauh ini peneliti sudah semaksimal mungkin dengan kemampuan yang ada untuk menyelesaikan skripsi ini, penulis berharap tulisan sederhana ini bisa memberikan manfaat bagi para pembaca sekalian, khususnya bagi penulis tersendiri.
xv
PEDOMAN LITERASI
Pedoman transliterasi huruf Arab-Latin dalam penulisan skripsi ini berpedoman pada “Pedoman Transliterasi Arab Latin” yang dikeluarkan berdasarkan keputusan bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI nomor: 158/1987 dan nomor 0543b/U/1987 sebagaimana dijelaskan dalam tabel di bawah ini:
A. Konsonan
Daftar huruf Bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf Latin dapat dilihat pada halaman berikut ini:
Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama
ا Alif tidak dilambangkan Tidak dilambangkan ب Ba b Be ت Ta t Te ث Sa ṡ Es (dengan titik di atas) ج Jim j Je ح Ha ḥ Ha خ Kha kh Ka dan ha د Dal d De ذ Dzal ż Zet ر Ra r Er ز Zai z Zet س Sin s Es
xvi ش Syin sy Es dan ye ص Sad ṣ Es ض Dat ḍ De ط Ta ṭ Te ظ Zat ẓ Zet ع A „ Apostrof terbalik غ G G Ge ف Fa F Ef ق Qaf Q Qi ك Kaf K Ka ل Lam L El م Mim M Em ن Nun N En و Wau W We ه Ha H Ha ء Hamzah „ Apostrof ي Ya Y Ye
Hamzah (ء) yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi tanda apapun, jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda („).
B. Tanda Vokal
Vokal dalam bahasa Arab-Indonesia terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau disebut dengan diftong, untuk vokal tunggal sebagai berikut:
xvii Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ﹷ a Fathah
ﹻ i Kasrah
ﹹ u Dammah
Adapun vokal rangkap sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan ﹷ
ي Ai a dan i
ﹷ
و Au a dan u
Dalam Bahasa Arab untuk ketentuan alih aksara vokal panjang (mad) dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
اى ā a dengan garis di atas
يى ī i dengan garis di atas
وى ū u dengan garis di atas
C. Kata Sandang
Kata sandang dilambangkan dengan (al-) yang diikuti huruf: syamsiyah dan qamariyah.
al-Qamariyah ُرْيِنُملا al-Munīr
al-Syamsiyah ُلاَج ِّرلا al-Rijāl
D. Syaddah (Tasydid)
Dalam bahasa Arab syaddah atau tasydid dilambangkan dengan ketika dialihkan ke bahasa Indonesia dilambangkan dengan huruf, yaitu
xviii
dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah, akan tetapi, itu tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah.
al-Qomariyah ُةِّوُقْلا al-Quwwah al-Syamsyiyah ُة َر ْو ُرَّضلا al-Ḍarūrah
E. Ta Marbūtah
Transliterasi untuk ta marbutah ada dua, yaitu: ta martujah yung hidup atau mendapat harakat fathah, kasrah dan dammah, transliterasi adalah (t), sedangkan ta marbūtah yang mati atau mendapat harakat sukun, transliterasinya adalah (h), kalau pada kata yang berakhir dengan ta
marbūtah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al-ser bacaan
yang kedua kata itu terpisah, maka ta marbūtah ditransliterasikan dengan ha (h) contoh:
No Kata Arab Alih Aksara
1 ُتَقْي ِرَّطلا Ṭarīqah
2 ُتَّيِم َلَْسِ ْلْا ُتَعِماَجْلا Al-Jāmi‟ah al-Islāmiah 3 ِد ْوُج ُوْلا ُةَدْح َو Waḥdat al-Wujūd
F. Huruf Kapital
Penerapan huruf kapital dalam alih aksara ini juga mengikuti Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) yaitu, untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal Nama tempat, nama bulan nama din dan lain-lain, jika Nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abu Hamid, al-Ghazali, al-Kindi.
xix Berkaitan dengan penulisan Nama untuk Nama-nama tokoh yang berasal dari Indonesia sendiri, disarankan tidak dialih aksarakan meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab, misalnya ditulis Abdussamad al-palimbadi, tidak “And al-Samad al-Palimbani Nuruddin al-Raniri, tidak Nur al-Din al-Raniri.
G. Penulisan Kata Arab yang Lazim digunakan dalam Bahasa Indonesia
Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia, Kata, istilah atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari perbendaharaan bahasa Indonesia, atau sudah sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas, Misalnya kata al-Qur‟ān (dari al-Qur‟ān), Sunnah, khusus dan umum, namun bila mereka harus ditransliterasi secara utuh.
Contoh: Fi Zilal Al-Qur‟an, Al-„Ibarat bi „umüm lafzi la khusüs al-shabab.
xxi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... xi
PEDOMAN TRANSLITERASI ... xv
DAFTAR ISI ... xxi
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Identifikasi Masalah ... 4 C. Pembatasan Masalah ... 4 D. Perumusan Masalah ... 5 E. Tujuan Penelitian ... 5 F. Manfaat Penelitian ... 5 G. Tinjauan Pustaka ... 6 H. Metodologi Penelitian ... 12 I. Sistematika Penulisan ... 14
BAB II DISKURSUS ASBĀB AL-NUZŪL ... 17
A. Pengertian Asbāb al-Nuzūl ... 17
B. Perkembangan Asbāb al-Nuzūl ... 18
C. Pentingnya Asbāb al-Nuzūl ... 23
D. Ayat-ayat Musykil ... 25
BAB III AL-ITQĀN DAN TEMA-TEMA ASBĀB AL-NUZŪL ... 27
A. Biografi al-Suyūṭī ... 27
1. Riwayat Hidup ... 27
2. Perjalanan Keilmuan ... 28
3. Karya-karya al-Suyūṭī ... 31
B. Struktur Kitab al-Itqān ... 33
xxii
2. Tema Pembahasan Dalam Kitab al-Itqān ... 35 3. Urgensi disusunnya kitab al-Itqān ... 39 4. Keutamaan Kitab Asbab al-Nuzul (al-Suyūṭī) ... 40 C. Tema-Tema Asbab al-Nuzūl ... 41
BAB IV KONTRIBUSI AL-SUYŪṬĪ ... 45
A. Penjelasan al-Suyuti atas Ayat-Ayat Yang Dianggap
Musykil Dalam Kitab Al-Itqān ... 45
1. Al-Qur‟an surah al-Mā‟idah ayat 93 ... 46 2. Al-Qur‟an surah al-Imrān‟ ayat 188 ... 47 3. Al-Qur‟an surah al-Talaq ayat 4 ... 48 4. Al-Qur‟an surah al-Baqarah 115 ... 50 5. Al-Qur‟an surah al-Baqarah 158 ... 51 B. Klasifikasi Riwayat-Riwayat yang digunakan al-Suyūṭī. ... 52 1. Banyak Menggunakan Riwayah ... 53 2. Sedikit Menggunakan Riwayah ... 58 3. Tidak Mencantumkan Riwayah ... 63
BAB V PENUTUP ... 67
A. Kesimpulan ... 67 B. Saran ... 68
xxiii
DAFTAR TABEL
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur‟an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad bukan cuma sebagai bukti kemukjizatan, melainkan juga sumber ajaran dan tentunya al-Qur‟an memiliki banyak keistimewaan. Salah satunya adalah keistimewaan dalam susunan bahasa yang mempesona dan redaksi ayat yang tidak dapat dijangkau secara pasti kecuali oleh pemilik redaksi tersebut, dan hal inilah yang menjadi penyebab adanya perbedaan keanekaragaman dalam penafsiran.1
Kaum Muslimin menjadikan al-Qur‟an sebagai pedoman hidup yang didalamnya berisikan kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Sekitar 23 tahun lamanya,2 al-Qur‟an tersendiri merupakan salah satu mukjizat Nabi Muhammad teragung yang sampai saat ini masih bisa disaksikan oleh kaum muslimin, dalam proses turunya malaikat Jibril lah yang menjadi perantara Allah dalam menurunkan setiap Wahyunya secara berangsur-angsur.3
Al-Qur‟an juga dijadikan petunjuk terhadap umatnya agar tidak tersesat dalam menjalani kehidupan, al-Qur‟an memberi informasi atas kejadian masa lalu, kejadian yang sekarang dan kejadian yang akan datang, sebagian besar al-Qur‟an pada mulanya diturunkan untuk tujuan umum ini, tetapi kehidupan para sahabat bersama Rasulullah telah menyaksikan banyak peristiwa sejarah, bahkan kadang terjadi di antara
1 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat (Bandung: Mizan, 1998), 75.
2 Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah al-Qur‟an (Yogyakarta: FKBA,
2001), 45.
3 Ramli Abdul Wahid, Ulumūl Qur‟an (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 1994),
2
mereka peristiwa khusus yang memerlukan penjelasan hukum Allah atau masih kabur bagi mereka, kemudian mereka bertanya kepada Rasulullah untuk mengetahui hukum Islam mengenai hal itu, maka al-Qur‟an turun untuk peristiwa khusus tadi atau untuk pertanyaan yang muncul itu, hal seperti itulah yang dinamakan asbāb al-Nuzūl.4 Adanya para sahabat yang bertanya kepada baginda Nabi Muhammad, menunjukan bahwa dikalangan sahabat sendiri masih adanya kekeliruan dalam memahami makna dari al-Qur‟an meskipun para sahabat mengetahui dan menyaksikan akan turunnya wahyu, mengetahui konteks ayat turun dan mengetahui struktur kosakata dan struktur bahasanya.5
Ketika penulis membaca kitab al-Itqān karangan al-Suyūṭī penulis membaca adanya kekeliruan atau kesulitan pemahaman oleh sebagian sahabat atas teks dari al-Qur‟an yang notabene hidup semasa dengan Nabi ini menandakan bahwa untuk memahami al-Qur‟an dibutuhkan data lain untuk menunjang pemahaman. Dalam penelusuran awal penulis menemukan ada sekitar 5 ayat yang dicontohkan dan dianggap sulit untuk dipahami oleh sebagian para sahabat dalam kitab Itqān Fī Ulūm
al-Qur‟ān. Namun dalam kitab tersebut al-Suyūṭī tidak menjelaskan secara
rinci dan lengkap atas penjelasan ayat, sehingga dibutuhkan data lain untuk menjelaskan penjelasan al-Suyūṭī atas ayat yang dianggap musykil salah satunya yaitu asbāb al-Nuzūl.
Ilmu asbāb Nuzūl merupakan ilmu yang penting dalam kajian al-Qur‟an, dikarenakan dengan asbāb al-Nuzūl dapat menunjukan hubungan dan dialektika antara teks dengan realitas. Fakta-fakta empiris berkenaan dengan teks juga menegaskan bahwa setiap ayat diturunkan ketika ada
4 Mannā Khalil al-Qaṭṭan, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur`an,Tj. Mudzakir (Bogor: Litera
Antarnusa, 2007), 106.
5 Muhammad Husain al-Zahabi, Al-Tafsir wa al-Mufassirun, Jilid I (Cet. II; Mesir:
3 suatu sebab khusus yang mengharuskannya turun dan bahwa sangat sedikit sekali ayat-ayat turun tanpa adanya sebab.6 Selain itu, asbāb
al-Nuzūl juga mempunyai peran dalam mengungkapkan makna yang
terkandung di dalam al-Qur‟an, terutama ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum, hal ini sangat logis didengar karena asbāb al-Nuzūl merupakan konteks eksternal pewahyuan al-Qur‟an.7
Dewasa ini Kajian mengenai asbāb al-Nuzūl sudah banyak para ulama yang menulis. Salah satu ulama yang menyusun kitab asbāb
al-Nuzūl adalah guru dari Imam Bukhari, yakni Ali Ibnu Madini. Selain itu
ada juga karangan dari al-Wahidi yang kemudian dalam proses pembuatannya dilanjutkan dan disusun secara ringkas oleh al-Jabari, lalu Syaikhul Islam Abdul Faḍl Ibn Hajar yang dalam prosesnya belum selesai dikarenakan terburu meninggal. Dan yang tentunya ada juga dari ulama yang telah mengarang sebuah karya yang fenomenal yakni Imam al-Suyuthi dengan kitab khusus dalam kajian asbāb al-Nuzūl nya yakni kitab
Lubab al-Nuqul fī Asbāb al-Nuzūl.8
kajian asbāb al-Nuzūl sejatinya sudah banyak orang yang membahas dan meneliti, dalam temuan awal penulis menemukan banyaknya 10 tulisan yang terdiri dari skripsi, tesis, dan jurnal. Namun dalam temuan sementara tersebut peneliti yang fokus membahas terkait ayat musykil dan kaitannya dengan asbāb al-Nuzūl ini masih belum ada, padahal ini sangat penting dilakukan karena kajian asbāb al-Nuzūl ini tidak bisa dilepaskan dalam memahami teks al-Qur‟an, dalam penelitian yang dilakukan di fakultas ushuluddin tersendiri kajian asbāb al-Nuzūl ini baru dibahas oleh
6 Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas al-Qur‟an: Kritik Terhadap Ulumūl Qur‟an
(Yogyakarta: LkiS, 2001), 125-126.
7 Alimin Mesra, dkk, Ulumul Qur‟an (Jakarta: Pusat Studi Wanita UIN Jakarta,
2005), 79.
8 Imam Suyūṭī, Al-Itqān Fī „Ulūm al-Qurān: Studi al-Qur‟an Komprehensif,
4
Siti Ngainur Rohmah dalam disertasinya yang berjudul Penerapan Asbāb
al-Nuzūl Dalam Perspektif Muḥammad „Alī al-Ṣābūnī dan Muhammad Quraish Shihab yang telah diselesaikannya pada tahun 2018.
Dari pemaparan diatas penulis merasa bahwa kajian atas asbāb
al-nuzūl ini masih dianggap perlu dan menjadi penting tentunya karena
dengan ini, bisa menjadi bagian dari pada kontribusi Muslim untuk menelaah kajian ulūm al-Qur‟ān atas dasar inilah penulis mengambil langkah untuk meneliti yang berjudul kontribusi al-Suyūṭī terhadap ayat-ayat musykil dalam al-Qur‟an (telaah asbāb al-Nuzūl dalam kitab al-Itqān karya Imam al-Suyūṭī) yang bertujuan untuk mengisi khazanah pemikiran dalam studi kajian al-Qur‟an di Indonesia dan membantu para peminat kajian bidang Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir dalam menganalisa beberapa tulisan atau penulisan yang berkaitan dengan ini.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang yang sudah penulis cantumkan di atas, penulis menemukan identifikasi masalah diantaranya:
1. Perdebatan para ulama mengenai faedah mengetahui asbāb al-Nuzūl.
2. Perdebatan para ulama mengenai hal al-„Ibrah bi „Umūm al-Lafzi lā bikhusūs al-Sabab
C. Pembatasan Masalah
Ada begitu banyak sekali pembahasan yang ada di kitab al-Itqān dan supaya penelitian ini mendapatkan hasil yang akurat penulis melihat membatasi pada masalah yang ada. Oleh karena itu penulis memfokuskan pembahasan pada masalah bagaimana kontribusi al-Suyūṭīi terhadap ayat-ayat musykil yang ada di dalam al-Qur‟an ? dan pembatasan selanjutnya yakni terdapat pada ayat yang diteliti. Penulis hanya meneliti pada ayat-ayat yang tercantum pada kitab al-Itqān dalam bab asbāb al-Nuzūl dalam hal ini ada 5 ayat yang penulis teliti, yakni terdapat pada al-Mā‟idah ayat
5 93 , Imrān‟ ayat 188, surah Talaq ayat 4, Baqarah ayat 115, dan al-Baqarah ayat 158.
D. Perumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dan adanya kesenjangan yang ada dan penulis telah melakukan pembatasan dalam kajian yang akan diteliti sehingga rumusan masalah yang penulis teliti adalah bagaimana telaah
asbāb al-Nuzūl dalam kitab al-Itqān karangan Imam al-Suyūṭī ?
E. Tujuan Penelitian
Sebelumnya penulis sudah menuliskan rumusan masalah yang ada. Maka pada penelitian ini penulis hendak memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui bagaimana cara al-Suyūṭī dalam menjelaskan
ayat-ayat musykil dalam al-Qur‟an
2. Untuk memenuhi tugas akhir masa studi di Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan untuk memperoleh gelar strata satu (S1) Fakultas Ushuluddin program studi Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian yang ditulis oleh peneliti ini diharapkan bisa menambah data atau memberikan kontribusi terhadap perkembangan kajian ulum al-Qur‟an yang ada di Indonesia. penulis juga berharap dalam skripsi ini bisa menjadi rujukan dalam mengembangkan kajian Qur‟an dengan tersedianya informasi yang ada terkait asbāb
al-Nuzūl, dengan demikian tumpang tindih masalah yang menjadi objek
kajian penulis dapat dihindarkan dan penataan bagi pengembangan ilmu dalam bidang pemikiran Islam dapat dilakukan.
6
G. Tinjauan Pustaka
Setelah melakukan penelitian dan eksplorasi data penulis banyak menemukan literatur ataupun karya ilmiah yang membahas terkait perkembangan kajian al-Qur‟an di Indonesia. Penelusuran ini dilakukan untuk melihat konstelasi tulisan-tulisan tentang tema yang diangkat dan meletakan posisi skripsi ini di antara tulisan-tulisan yang pernah ada Adapun sebagai bahan perbandingan bagi penulisan dan untuk mendukung kevalidan dalam skripsi ini, maka, akan penulis sampaikan beberapa karya yang mungkin terkait dengan skripsi yang penulis bahas: Naṣr Hāmid Abū Zaid
Skripsi yang ditulis oleh Ahmad Tajudin yang berjudul Asbāb
al-Nuzūl Menurut Naṣr Hāmid Abū Zaid pada tahun 2015. Skripsi ini
membahas pandangan Naṣr Hāmid Abū Zaid terhadap asbāb al-Nuzūl, dalam Penelitiannya, penulis skripsi ini menggunakan pendekatan hermeneutis dalam rangka membedah secara objektif pemikiran Naṣr Hāmid Abū Zaid yang berupaya merekonstruksi konsep asbāb al-Nuzūl yang pernah dibangun oleh ulama ulum al-Qur‟an. Dalam pandangan Nasr Hamid, konsep tentang Ulūm al-Qur‟ān mengenai asbāb al-Nuzūl dianggap belum mapan, dan belum bisa dikatakan memadai, karena mereka cenderung terjebak dengan metode tarjih yang dalam aplikasinya metode ini menyisakan beberapa problem serius, Untuk itu, Nasr Hamid menempatkan persoalan asbāb al-Nuzūl sebagai persoalan ijtihad, dan dalam menentukan asbāb al-Nuzūl melalui mekanisme analisis struktur teks dan analisis realitas yang membentuk teks tersebut.9
Penelitian Disertasi yang dilakukan oleh Siti Ngainur Rohmah yang berjudul Penerapan Asbāb al-Nuzūl Dalam Perspektif Muhammad „Ali
9 Ahmad Tajudin, (Asbāb al-Nuzūl Menurut Naṣr Hāmid Abū Zaid) (Skripsi S1
7
Sābūni dan Muhammad Quraish Shihab pada tahun 2018. Penelitian ini
bersumber pada buku Ṣafwah al-Tāfāsir, Tafsir al-Miṣbāḥ, karya-karya Muhammad Ali al-Ṣābūnī dan karya karya Muhammad Quraish Shihab yang lain. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa asbāb al-Nuzūl berfungsi sangat penting dalam pengambilan hukum dari al-Qur‟an. Adanya keberagaman dalam aplikasi asbāb al-Nuzūl disebabkan pemahaman para mufassir mengenai ayat al-Qur‟an ada yang thawābit dan ada yang
mutaghaiyyirāt. Muhammad Quraish Shihab memahami ayat-ayat
al-Qur‟an ada yang thawābit dan ada yang mutaghaiyyirāt. Pengabaian terhadap aplikasi asbāb al-Nuzūl berakibat kerancuan dalam pemahaman al-Qur‟an dan pengambilan hukum. Hal ini terlihat dalam pembahasan isu-isu nikah beda agama, isu-isu-isu-isu pluralisme, isu-isu-isu-isu abrogasi agama-agama, isu-isu nikah mut‟ah, yang mana hal ini menyebabkan konflik pemikiran pada sebagian masyarakat Indonesia.10
Penelitian yang dilakukan oleh M.Rifai Aly pada tahun 2019. Kesimpulan dalam penelitian ini bahwa untuk menafsirkan ayat al-Qur‟an riwayat asbāb al-Nuzūl dalam tafsir Ibnu Kaṣir sebagai instrumen utama dan memiliki peran yang sangat signifikan dalam menafsirkan al-Qur‟an, sebagaimana terlihat jelas banyak sekali riwayat-riwayat dalam tafsir Ibnu Katsir. Pembahasan mengenai khamr dan bencana alam pada penelitian ini menyimpulkan bahwa proses turunnya ayat al-Quran tentang pengharaman khamr melalui beberapa tahap, pada tahap awal khamr dibolehkan, setelah melalui beberapa peristiwa (tahapan kejadian berdasarkan riwayat yang melatarbelakangi diharamkannya mengkonsumsi khamr), Islam memberitahukannya secara perlahan-lahan dengan terlebih dahulu memaparkan bahaya yang dikandung oleh khamr
10 Siti Ngainur Rohmah, (Penerapan Asbāb al-Nuzūl Dalam Perspektif
Muhammad „Ali Al-Sābūni dan Muhammad Quraish Shihab) (Disertasi, Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018).
8
sampai pada hukum haram merupakan cermin pola dakwah Islam sangat bijaksana, kaitannya dengan tema ayat al-Qur‟an tentang bencana alam, bahwa kerusakan alam terjadi antara lain karena perbuatan tangan manusia sendiri.11
Tulisan Pan Suaidi tentang Asbāb al-Nuzūl Macam-Macam Redaksi
dan Urgensi dalam Jurnal almufida yang terbit pada tahun 2016, dalam
penelitian ini penulis menuturkan bahwa asbāb al-Nuzūl merupakan bahan sejarah yang dapat dipakai untuk memberikan keterangan terhadap turunnya ayat al-Qur‟an dan memberinya konteks dalam memahami perintah-perintahnya. Sudah tentu bahan-bahan ini hanya melingkupi peristiwa pada masa al-Qur‟an masih turun (ashr al-tanzil), dari segi jumlah sebab dan ayat yang turun, asbāb al-Nuzūl dapat dibagi kepada,
Ta‟addud al-Asbāb Wa al-Nazīl Wahid dan Ta‟addud al-naīil wa al-Asbāb wahid. Ungkapan-ungkapan atau redaksi yang digunakan oleh para
sahabat untuk menunjukkan turunnya al-Qur‟an tidak selamanya sama redaksi itu secara garis besar dikelompokkan dalam dua kategori yaitu jelas dan masih kemungkinan atau belum pasti. Asbāb al-Nuzūl mempunyai arti penting dalam menafsirkan al-Qur‟an. Seseorang tidak mencapai pengertian yang baik jika tidak memahami riwayat asbāb
al-Nuzūl suatu ayat, Pemahaman asbāb al-al-Nuzūl akan sangat membantu
dalam memahami konteks turunnya ayat, ini sangat penting untuk menerapkan ayat-ayat pada kasus dan kesempatan yang berbeda. Peluang terjadinya kekeliruan akan semakin besar jika mengabaikan riwayat asbāb
al-Nuzūl.12
11
M. Rifai Aly, Asbāb al-Nuzūl Dalam Perspektif Ibnu Katsir (Seputar Ayat Khamr Dan Ayar Bencana Alam) (Tesis, Program Pascasarjana UIN Raden Intan Lampung, 2019)
12 Pan Suaidi, “Asbāb a-Nuzūl: Pengertian, Macam-Macam, Redaksi dan
9 Penelitian yang ditulis oleh Nunung Susfita pada tahun 2015, dalam penelitian ini penulis berkesimpulan bahwa asbāb al-Nuzūl ayat dalam kegiatan penafsiran al-Qur‟an sangatlah urgen, karena tanpa berpijak pada sejarah munculnya sebuah teks maka kita tidak memiliki kajian analisis yang bersifat objektif. Oleh karena itulah pentingnya nilai-nilai historis dapat dijadikan sebagai barometer untuk melacak sejarah masa lalu dan yang akan datang. Sangatlah dilematis jika kita hanya melakukan interpretasi dengan mengedepankan tekstualitas tanpa mau melihat konteks saat ini, karena al-Qur‟an bukanlah teks-teks yang bisu akan tetapi teks-teks yang tetap bisa bersifat elastis dalam menguak nilai-nilai fundamental Islam yang berdasarkan Qur‟ani esensialnya. Pengetahuan terhadap nilai-nilai sejarah masa lalu dapat dijadikan sebagai indikator tersendiri dalam mencari ide moral yang akan dijadikan sebagai tujuan yang substansial dalam kegiatan penafsiran, sehingga dengan begitu, penulis melihat bahwa perlu ada semacam kolaborasi reinterpretasi nash dalam kaitannya dengan konteks sejarah, sehingga hasil penafsiran ersebut tidak mengandung nilainalai ahistori terhadap pola penafsiran terhadap teks-teks al-Qur‟an khususnya.13
Penelitiannya Niswatur Rohmah yang berjudul Studi Analisis
Kaidah asbāb al-Nuzūl: Kelebihan dan Kekurangannya pada tahun 2019.
Dalam penelitiannya penulis ini berpendapat bahwa Pemahaman tentang
asbāb al-Nuzūl menduduki posisi fundamental dalam kajian al-Qur‟an, hal
ini dikarenakan urgensinya sebagai salah satu piranti vital dalam memahami ayat Qur‟an, untuk itu pengembangan kaidah asbāb
al-Nuzūl perlu untuk dilakukan, khususnya kaidah yang dijadikan minoritas
ulama yaitu al-„Ibrah bi „Umūm al-Lafzi lā bikhusūs al-Sabab yang
13 Nunung Susfita, “Asbāb al-Nuzūl al-Qur‟an Dalam Perspektif Mikro Dan
10
menekankan perlunya analogi. Cakupan analogi ini seharusnya dilakukan lebih luas lagi yang didasarkan pada konsep al-Maslahah al-Mursalah yang bisa mengantarkan pada kemudahan pemahaman agama sebagaimana halnya pada masa Rasulullah Saw dan para sahabat, sehingga pengertian asbāb al-Nuzūl dengan demikian dapat diperluas cakupannya kepada kondisi sosial pada masa turunnya al-Qur‟an dan pemahamannya pun dapat dikembangkan melalui kaidah yang pernah dicetuskan oleh para ulama terdahulu dengan mengembangkan pengertian qiyas.14
Penelitiannya Munawir dalam jurnal al-Tibyan yang berjudul Arah
Baru perkembangan Ulumul Qur‟an: Telaah Metodologis Ilmu Asbāb al-Nuzūl pada tahun 2020, dalam penelitiannya Munawir berkesimpulan
bahwa Ilmu asbāb al-Nuzūl, semula hanya sebatas ilmu yang mengkaji konteks sejarah khusus (mikro) turunnya sebuah ayat berbasis tuturan para sahabat, kemudian karena adanya anomali dan krisis terkait dengan problematika memahami, al-Qur‟ani berkembang menjadi sebuah ilmu yang mengkaji tentang konteks sejarah luas (makro) yang melingkupi turunnya al-Qur‟an berbasis rekonstruksi situasi dan kondisi sosio-historis Jazirah Arab dalam kisaran waktu abad 6 M. Ilmu asbāb al-Nuzūl, semula hanya fokus pada problematika apakah sebuah ketetapan satu ayat itu berdasar redaksinya yang umum (al-„Ibratu bi umūm al-Lafḍi) ataukah sebabnya yang khusus (al-„Ibratu bi khusūs al-Sabab), kemudian berkembang menjadi pergulatan mencari dan menemukan maqāshid
al-Qur‟an.15
Skripsi yang ditulis oleh Ahmad Ghorib Rifa‟i yang berjudul Asbāb
Nuzūl Dalam Tafsir Marāh Labīd (Analisis Kualitas Riwayat Asbāb
14
Niswatur Rohmah , “Studi Analisis Kaidah Asbāb al-Nuzūl: Kelebihan dan Kekurangannya” al-Tadabbur: Jurnal Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir, Vol 04, No 02 (November 2019): 172.
15 Munawir, “Arah Baru perkembangan Ulumul Qur‟an: Telaah Metodologis Ilmu
11
Nuzūl Terhadap Surat al-Baqarah ayat 1-141 dalam Tafsir Marāh Labīd Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani) pada tahun 2020. Pada
kesimpulannya penelitian ini menerangkan bahwa dalam surat al-Baqarah ayat 1-141 diketahui bahwa terdapat 11 riwayat asbāb al-Nuzūl, Yakni 5 riwayat dengan keterangan sanad, 6 riwayat tidak disertai keterangan sanad, dengan mengkaji dan meneliti riwayat-riwayat ini, dapat diketahui keberadaan suatu riwayat dalam kitab-kitab rujukan dan kualitasnya, karena yang diteliti adalah riwayat yang hanya mencantumkan matan, tidak terdapat keterangan sanad, Maka riwayat pertama dan kelima berstatus ḥasan li ghairih, riwayat ketiga berstatus sahih, riwayat keempat berstatus gharib, riwayat kedua dan keenam tidak ditemukan informasi riwayat yang berkaitan.16
Tulisan Muhammad Fatoni pada judul Penafsiran Kontekstual
Ayat-ayat Tarbawi (Pendekatan Asbāb al-Nuzūl) pada tahun 2019, pada
penelitian ini Muhammad Fatoni membahas tentang ayat ayat pendidikan dilihat dengan melalui perspektif asbāb al-Nuzūl, pada kesimpulannya Muhamad Fatoni mengungkapkan bahwa ayat-ayat al-Qur‟an menerangkan tentang keutamaan Ilmu. Ilmu memiliki arti penting bagi umat Islam, orang yang tidak berilmu tidaklah sama dengan orang yang tidak berilmu. Kontekstualisasi ayat-ayat di era kekinian, bahwa menuntut ilmu merupakan hal wajib yang tidak boleh ditinggalkan oleh umat Islam, baik itu ilmu agama, maupun ilmu lainnya karena sesungguhnya semua ilmu itu bersumber dari Dzat yang sama, Yakni Allah Swt. dan
16 Ahmad Ghorib Rifa‟i, (Asbāb al-Nuzūl Dalam Tafsir Marāh Labīd (Analisis
Kualitas Riwayat Asbāb al-Nuzūl Terhadap Surat al-Baqarah ayat 1-141 dalam Tafsir Marāh Labīd Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani) (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin IAIN Ponorogo, 2020)
12
menanamkan nilai ketauhidan pada diri peserta didik hendaknya lebih diprioritaskan semenjak dini. 17
Artikel Muhammad Yunan yang berjudul Nuzūl al-Qur‟ān dan
Asbāb al-Nuzūl yang terbit pada tahun 2020 menyebutkan bahwa turunya
al-Qur‟an tidak dapat dipahami serta merta secara harfiah semata, karena al-Qur‟an tidak berbentuk fisik atau materi. Juga al-Qur‟an dari aspek turunnya berbeda dengan kitab-kitab sebelumnya yang dengan ini mengandung hikmah bahwa teks al-Qur‟an tidak hanya merespon kondisi penerima wahyu semata, tetapi dalam cakupan perhatiannya meliputi realitas kultural yang ada. Memahami asbāb al-Nuzūl harus menelaah secara historis melalui pendekatan riwayat yang telah ada dalam berbagai karya para ulama guna memberikan pemahaman bagi para mufassir terhadap kandungan yang ada didalam teks.18
Dari beberapa penelitian mengenai asbāb al-Nuzūl di atas masih sedikit atau belum ada yang membahas mengenai ayat-ayat musykil dan kaitannya dengan asbāb al-Nuzūl yang ada didalam kitab al-Itqān oleh karenanya penulis berusaha dengan meneliti telaah asbāb al-Nuzūl dalam kitab al-Itqān karya imam al-Suyūṭī.
H. Metode Penelitian
Dalam menulis karya ilmiah ada beberapa metode yang bisa dipakai peneliti dalam pembahasannya, guna mencapai penulisan yang akurat penulis menggunakan metode seperti yang ada di bawah ini:
1. Jenis Penelitian
Pada Skripsi ini penulis menggunakan metode library research atau kajian pustaka yakni dengan mencari data terkait melalui menelaah pada
17 Muhammad Fatoni, “Penafsiran Kontekstual Ayat-ayat Tarbawi (Pendekatan
Asbāb al-Nuzūl)”, Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin, Vol 07, No 01 (Juli 2019): 33-35.
18 Muhammad Yunan, “Nuzūl al-Qur‟an dan Asbāb al-Nuzūl”, al-Mustasfa:
13 catatan tulisan, buku, atau jurnal yang ada sehingga penulis bisa memperoleh data dan memecahkan masalah yang ada19 dan lalu mengumpulkan data terkait ayat-ayat musykil dalam bab asbāb al-Nuzūl yang ada di dalam setiap buku atau karya tulis ilmiah yang dinilai relevan untuk membantu pembahasan asbāb al-Nuzūl, dalam hal ini penulis menggunakan kitab al-Itqān Fī Ūlūm al-Qur‟ān, penelitian ini termasuk kedalam penelitian Kualitatif dan metode analisisnya menggunakan metode deskriptif.
2. Sumber Data
Untuk mencapai penelitian yang sempurna penulis menggunakan sumber rujukan yang terbagi kedalam dua bagian, diantaranya:
a. Data Primer
Dalam proses penulisan skripsi ini Sumber data utama atau sumber data primer yang penulis pakai adalah buku Itqān dan kitab Lubāb
al-Nuqūl karya Jalāl al-Dīn al-Suyūṭī.
b. Data Sekunder
Untuk data sekunder atau data tambahan yang penulis gunakan adalah data dari karya yang berkaitan dengan pembahasan asbāb al-Nuzūl, baik itu dari skripsi, tesis, jurnal, dan tulisan-tulisan lainnya.
3. Teknik Penulisan
Adapun dalam skripsi ini penulis menggunakan tulisannya yang berpedoman pada SK Rektor no 507 Tahun 2017 dan tulisan ayat al-Qur‟an dan terjemahan penulis mengacu pada terjemahan al-al-Qur‟an kemenag tahun 2002.
14
I. Sistematika Penulisan
Rangkaian pembahasan dalam sebuah penelitian harus berkaitan satu sama lain dalam setiap pembahasannya. Oleh karena itu, dalam penelitian skripsi ini penulis membaginya kedalam lima pembahasan
Pada Bab I berisikan tentang pendahuluan dimana pada pendahuluan ini menggambarkan secara utuh seputar penelitian ini, ulasan pada bab ini terdiri dari: latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian terdahulu yang relevan, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Pada bab II sebagai permulaan dari masalah yang ada, penulis menerangkan awal pembahasan masalah, penulis menjelaskan terkait diskursus dari asbāb al-Nuzūl yang terdiri dari pertama definisi atau pengertian dari asbāb al-Nuzūl, perkembangan kajian asbāb al-Nuzūl, pentingnya asbāb al-Nuzūl dan pembahasan tentang ayat-ayat musykil.
Pada bab III berisikan data dari buku yang penulis cantumkan, dimana dalam bab ini mencantumkan beberapa data yang kemudian bisa penulis analisis pada pembahasan selanjutnya. Pada bab ini penulis menjelaskan tentang biografi dari al-Suyūṭī, struktur pembahasan dalam kitab Itqān dan yang terakhir tema-tema asbāb Nuzūl dalam kitab
al-Itqān.
Pada Bab IV merupakan inti dari penulisan ini yakni temuan dari data pada bab sebelumnya, pada bab ini penulis menuliskan tentang penjelasan suyūṭī atas ayat ayat yang dianggap musykil dalam kitab
Itqān, lalu klasifikasi riwayat yang digunakan Suyūṭī dalam kitab al-Itqān.
Pada bab V, sebagai pembahasan terakhir yang ada dalam penelitian ini penulis mencantumkan kesimpulan. Kesimpulan ini merupakan jawaban atas pertanyaan di bab I, selain itu pada bab ini penulis juga
15 menyertakan saran atas penulisan ini, penulis merekomendasikan kepada para pembaca akan pembahasan selanjutnya yang masih bisa dibahas dalam skripsi ini. sehingga, pembaca sekalian bisa melengkapi atas kajian yang penulis teliti ini.
17
BAB II
DISKURSUS ASBĀB AL-NUZŪL
Pada bab ini penulis menjelaskan landasan teori yang penulis gunakan dalam penelitian ini, terkait landasan teori yang digunakan penulis menuliskan tentang pengertian asbāb al-Nuzūl, sejarah perkembangan asbāb al-Nuzūl, dll.
A. Pengertian Asbāb al-Nuzūl
Secara bahasa asbāb al-Nuzūl ini mempunyai arti: Asbāb al-Nuzūl adalah terdiri dari kata asbāb merupakan jamak dari kata sabab (sebab, alasan atau „illat dan nuzūl bermakna turun1
, sedangkan pengertian asbāb
al-Nuzūl menurut istilah, penulis mencantumkan beberapa pendapat dari
beberapa ulama sebagai berikut:
Menurut Naṣr Ḥāmid Abū Zaid “Ilmu asbāb al-Nuzūl merupakan ilmu yang paling penting dalam menunjukan hubungan dialektika antara teks dengan realitas.“ Naṣr Ḥāmid Abū Zaid ini memberikan penjelasan atas kedudukan asbāb al-Nuzūl2
Menurut Syaikh Muhammad Abdul Adzim al-Zarqani:
ِوِعْوُ قُو َمَّيََأ ِوِمْكُِلِ ًةَنَّ يَ بُم ْوَأ ُوْنَع ًةَثَّدَحَتُم ُتَيََلأا ِتَلَزَ ن اَم
“sesuatu yang (karenanya) satu atau beberapa ayat turun membicarakannya atau menjelaskan hukumnya pada hari-hari terjadinya.”3Menurut Alimin Mesra bahwa asbāb Nuzūl adalah “apa yang al-Qur‟an diturunkan karena keberadaannya pada saat terjadinya seperti sebuah peristiwa atau pertanyaan”
atau “apa yang karenanya satu atau beberapa ayat turun membicarakannya atau menjelaskannya, atau menjelaskan hukumnya pada waktu peristiwa itu sendiri terjadi” dari dua definisi ini, meskipun rumusannya berbeda namun menunjukan maksud yang sama. Jika dilihat lebih
1 Muhammad Yunan, “Nuzūl al-Qur‟an dan Asbāb al-Nuzūl”, 68
2 Naṣr Ḥāmid Abū Zaid, Tekstualitas al-Qur;an: Kritik Terhadap Ulūm al-Qur‟ān,
terj. Khoiron Nahdliyyin (Yogyakarta: LkiS, 2001), 125.
3 Muhammad Abdul Adzim al-Zarqani, Manāhil al-Urfān terj. Qadirun Nur & Ahmad
18
jauh maka asbāb al-Nuzūl adalah peristiwa atau pertanyaan yang terjadi yang disusul turunnya ayat membicarakan peristiwa –peristiwa tersebut.4
Menurut M. Hasbi al-Shiddieqy bahwa makna asbāb al-Nuzūl adalah
ِوِعْوُ قُو َنَمَز ِوِمْكُِلِ ًةَنِّيَ بُمْوَا ُوْنَع ُةَبْ يُِمُ ْوَأ ُوَل ُةَنِّمَضَتُم ِوِبَبَسِب ُتَيَ َلأا ِتَلِزُناَم
“Sesuatu yang dengan sebabnyalah turun suatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung sebab itu, atau memberi jawaban tentang sebab itu, atau menerangkan hukumnya, pada masa terjadinya peristiwa itu,”Lebih jelasnya adalah suatu kejadian yang terjadi pada masa Nabi Saw atau sesuatu pertanyaan yang dihadapkan kepada Nabi dan turunlah satu atau beberapa ayat dari Allah Swt yang berhubungan dengan kejadian itu, atau dengan penjawaban pertanyaan itu baik peristiwa pertengkaran, maupun hal lainnya yang berhubungan dengan peristiwa saat itu.5
B. Perkembangan Asbāb al-Nuzūl
1. Fase Pertama
Fase ini terbentang sejak abad ke 1 hingga paruh pertama abad ke 2, fase ini mencakup masa Nabi dan para sahabatnya berikut peristiwa-peristiwa sosial politik yang dialami umat Islam awal, mulai dari penurunan wahyu, konflik politik, terbentuknya pemerintahan Islam, hingga peresmian Mushaf Usmani., peristiwa-peristiwa yang tercantum dalam riwayat-riwayat asbaā
al-nuzūl sebenarnya adalah peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa kenabian
dan masa penurunan wahyu kepada Nabi Muhammad., karena itu, Nabi dan para sahabatnya mengetahui dengan pasti peristiwa, pertanyaan, pernyataan, atau pengaduan yang melatarbelakangi penurunan ayat-ayat al-Qur‟an, karena tulis-menulis belum menjadi budaya yang populer dikalangan masyarakat Arab masa itu, maka untuk melestarikan riwayat-riwayat asbāb al-Nuzūl, para sahabat mengingat dan menghafal dengan baik ayat-ayat al-Qur‟an yang turun
4 Alimin Mesra, Ulumul Qur‟an (Jakarta: Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Jakarta,
2005), 80.
5 M. Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-Ilmu al-Qur‟an: Media-media Pokok dalam
19 berikut peristiwa-peristiwa yang melatarbelakanginya.6
Pada masa itu, para sahabat belum menaruh perhatian serius untuk mengkodifikasi secara khusus asbāb al-Nuzūl sebagai ilmu yang penting dalam upaya memahami ayat-ayat al-Qur‟an, hal itu karena para sahabat adalah generasi yang menyaksikan secara langsung penurunan wahyu dan peristiwa serta lingkungan yang mengiringi penurunannya, bahkan, beberapa ayat turun berkenaan dengan diri mereka sendiri, Dengan demikian, pada saat itu belum ada faktor yang menuntut perlunya perhatian atau kodifikasi atas asbāb
al-Nuzūl ayat-ayat al-Qur‟an7
2. Fase Kedua
Setelah Nabi wafat, tonggak misi penyebaran Islam beralih tugas ke para sahabat, Merekalah yang kemudian menyebarkan petunjuk dan ajaran yang pernah disampaikan oleh Nabi, dari para sahabat inilah generasi tabi‟in menimba informasi terkait dengan al-Qur‟an, perhatian umat Islam terhadap
asbāb al-Nuzūl sesungguhnya bisa dikatakan dimulai pada masa tabiin ini,
mereka menerima banyak data dan informasi yang berkaitan dengan latar belakang penurunan ayat-ayat al-Qur‟an dari informasi yang disampaikan para sahabat sepeninggal Nabi Muhammad karena itulah, dalam sumber-sumber
asbāb al-Nuzūl, banyak ditemukan riwayat-riwayat yang bersumber dari para
sahabat terkenal, seperti Ibnu „Abbas, „Aisyah, „Abdullah ibn Mas„ud, dan lain-lain.8
Kepada para sahabat inilah perawi-perawi terkenal dari kalangan tabi‟in berguru, seperti Zirr bin Hubays, Abu Wa‟il Syaqiq bin Salamah, „Alqamah, Aswad, Sa‟id ibn Jubair, „‟Atha bin Abi Rabah, Thawus ibn Kaisan al-Yamani, „Urwah ibn Zubair, Abu Salamah ibn Abd al-Rahman, dan lain-lain.
6 Muhammad Abu Zahwu, Hadis Wa Muhaddisun (Riyadh: Idarah
al-Buhus al-„Ilmiyah wa al-Ifta‟, 1984), 49.
7 Yudi Setiadi, Asbāb al-Nuzūl (Makalah Program Magister, Fakultas Ushuluddin,
UIN Syarif Hidayatullah jakarta, 2021), 7.
20
Riwayat-riwayat seputar asbāb al-Nuzūl dinukil oleh para tabiin dari para sahabat yang menyaksikan atau mendengar langsung dari Rasulullah., namun demikian, pada fase ini, ilmu asbāb al-Nuzūl juga masih menjadi bagian ilmu yang partikular dan belum mendapat perhatian besar dari para ulama, sebagaimana perhatian terhadap sejarah hidup atau tonggak perjuangan Nabi Muhammad.9
3. Fase Ketiga
Fase ini dimulai dari masa kodifikasi hadis dan ilmu-ilmu keislaman lainnya, seperti tafsir fiqih, sejarah, dan sebagainya, pada paruh kedua abad ke 2 Hijriah mulai berkembang upaya kodifikasi ilmu- ilmu Islam yang dimulai dengan perintah Khalifah „Umar ibn „Abd al-„Aziz untuk mulai mendokumentasikan hadis-hadis Nabi, seiring berkembangnya kodifikasi hadis, perhatian terhadap asbāb al-Nuzūl juga meningkat, generasi akhir tabiin dan generasi sesudah tabi‟in semakin menunjukkan keingintahuan mereka terhadap berbagai peristiwa yang melatarbelakangi penurunan ayat-ayat al- Qur‟an, rasa ingin tahu generasi pasca tabi‟in ini mendapatkan jawaban dari riwayat-riwayat yang disampaikan oleh para tabiin, yang kemudian mereka kodifikasikan dalam berbagai karya terkait al-Qur‟an. Pada masa inilah muncul ulama-ulama yang mengkodifikasi hadis-hadis Nabi dan riwayat-riwayat lainnya dari para sahabat, seperti Ibnu Juraij, Ibnu Ishaq, Malik, Rabi ibn Sabih, Sa‟id ibn Abi „Urabah, Hammad ibn Salamah, Sufyan al-Tsauri, al-Auza‟i, Ibn al-Mubarak, dan lain sebagainya. Pada masa berikutnya muncul pula ulama-ulama yang secara khusus mengumpulkan hadis-hadis Nabi dalam karya-karya tersendiri, seperti Abu Dawud Thayalisi, Ahmad ibn Hanbal, al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud al-Sijistan, Abu „Isa al-Tirmidzi, al-Nasa‟i, Ibnu Majah, dan lain-lain, karya-karya para ulama inilah yang merupakan sumber
9 Yudi Setiadi, Asbāb al-Nuzūl, 7
21 utama riwayat-riwayat asbāb al-Nuzūl.10
Perhatian terhadap asbāb al-Nuzūl meningkat seiring munculnya karya-karya dalam tafsir, hadis, qiraat, fikih, dan sebagainya, namun demikian, perkembangan yang membuat para ulama klasik menaruh perhatian serius terhadap asbāb al-Nuzūl adalah penukilan riwayat-riwayat asbāb al-Nuzūl dalam buku-buku tafsir yang disusun oleh para ulama sejak akhir abad ke 3, terutama sejak kemunculan tafsir Qur‟an lengkap yang ditulis oleh al-Thabari, sejak itulah asbāb al-Nuzūl sebagai sebuah ilmu mulai mendapat perhatian sehingga secara perlahan berubah menjadi sebuah disiplin ilmu tersendiri. Menurut sebagian pakar ilmu al-Qur‟an, bangunan ilmu asbāb
al-Nuzūl mulai menemukan bentuk finalnya pada paruh kedua abad ke-4 H.
Hal ini terlihat dari buku- buku tafsir yang muncul setelah al-Thabari yang meneguhkan penggunaan asbāb al-Nuzūl dalam menjelaskan makna-makna al-Qur‟an, khususnya tafsir-tafsir yang memiliki corak fikih atau menekankan pada penafsiran ayat-ayat hukum dalam Qur‟an, seperti Tafsìr Ahkam Qur‟an karya Abu Bakar Ahmad ibn „Ali yang masyhur dengan sebutan al-Jashash (w. 370 H).11
Ilmu asbāb al-Nuzūl semakin mengukuhkan dirinya sebagai disiplin ilmu tersendiri mulai awal abad ke 5 H setelah kurang lebih satu abad sebelumnya selalu menjadi bagian dari pembahasan tafsir al-Qur‟an secara umum, fase peneguhan asbāb al-Nuzūl, buku al-Wahidi ini merupakan buku pertama yang secara khusus memuat riwayat-riwayat asbāb al-Nuzūl. Buku ini sangat terkenal dan mendapat kedudukan istimewa setidaknya karena dua hal: pertama, dalam buku-buku sejarah maupun ensiklopedi keilmuan Islam klasik dan modern tidak disebutkan ada sebuah buku yang secara khusus mengkaji asbab al-nuzul sebelum munculnya buku al-Wahidi ini, dan kedua,
10 Yudi Setiadi, Asbāb al-Nuzūl, 7-8. 11 Yudi Setiadi, Asbāb al-Nuzūl
22
buku ini adalah satu-satunya buku dari masa abad ke 1 H hingga ke 5 H yang sampai ke tangan kaum muslimin saat ini.12
Al-Zarkasyi dan kemudian dikuatkan oleh al-Suyūṭī mengetengahkan pendapat bahwa ulama yang pertama menyusun karya khusus dalam bidang asbāb al-Nuzūl adalah „Ali ibn al-Madini, namun, pendapat ini tidak terlalu kuat karena dua hal, Pertama, buku al-Madini yang menurut Ibn al-Nadim berjudul Kitab al-Tanzil belum pernah ditemukan naskahnya sehingga tidak ada ulama yang memberi informasi jelas mengenai kandungan buku tersebut, Ibnu al-Nadìm juga tidak memasukkan buku tersebut dalam kelompok buku-buku yang secara khusus membahas asbāb
al-Nuzūl Kedua, al-Madini lebih dikenal sebagai seorang ahli hadis daripada ahli
tafsir, ia wafat pada paruh pertama abad ke 3 H (234 H.), menurut Ibnu al-Nadim, al-Madini memiliki beberapa karya dalam disiplin hadis dan ilmu hadis, sementara hingga akhir abad ke 3 H, saat al-Thabari meluncurkan tafsirnya, istilah asbāb a-Nuzūl belum populer sebagai sebuah ilmu yang independen. Hingga masa ini asbāb al-Nuzūl masih menjadi bagian dari pembahasan tafsir al-Qur‟an dan belum menjadi disiplin ilmu yang independen, Jadi, sulit untuk menyimpulkan bahwa istilah asbāb al-Nuzūl sudah mulai digunakan sebagai sebuah judul buku tersendiri sejak pertengahan pertama abad ke 3 H.13
Karena itu, tonggak kemunculan asbāb al-Nuzūl sebagai sebuah ilmu yang independen dalam „Ulūm Qur‟ān dapat dikatakan dimulai oleh al-Wahidi melalui karyanya asbāb al-Nuzūl, pada abad ke 5 H meski begitu, kemunculan karya khusus terkait asbāb al-Nuzūl ini bisa dianggap cukup belakangan bila dibandingkan karya- karya dalam bidang-bidang „ulum
al-Qur‟an lainnya, yang sudah muncul sejak akhir abad ke 2 H, dengan
12 Yudi Setiadi, Asbāb al-Nuzūl 13 Yudi Setiadi, Asbāb al-Nuzūl
23 demikian, secara umum, fase-fase perkembangan ilmu asbāb a-Nuzūl ini sesungguhnya selaras dengan fase-fase perkembangan keilmuan Islam di masa abad pertengahan Islam, yang dimulai dengan masa kemunculan, pertumbuhan, dan perkembangan, hingga masa kematangannya, sebagaimana disiplin-disiplin keilmuan lainnya, ilmu asbāb al-Nuzūl juga tumbuh-berkembang secara alami hingga menjadi disiplin keilmuan yang independen seperti sekarang ini.14
C. Pentingnya Asbab al-Nuzul
Mengetahui dan mempelajari asbāb a-Nuzūl adalah suatu hal yang penting, terutama dalam membantu memahami ayat-ayat yang berkenaan dengan hukum, banyak para ulama‟ yang telah banyak menulis tentang
asbāb al-Nuzūl dan menekankan pentingnya hal tersebut sehingga salah seorang ulama‟ mengomentari terkait hal yang menganggap bahwa asbāb
a-Nuzūl tidak terlalu penting, Imam al-Zarkasyi berkata “Orang yang
mengatakan bahwa asbāb a-Nuzūl itu tidak penting dalam rangka pemahaman ayat-ayat al-Qur‟an adalah merupakan pandangan yang salah.”15
Beberapa tanggapan terkait pentingnya mempelajari asbāb a-Nuzūl adalah, menurut al-Ṣabuni dengan pendapat yang tegas bahwa untuk mengetahui hukum-hukum yang terkandung dalam suatu ayat dapat ditemukan dengan sinar dari asbāb a-Nuzūl, Kemudian al-Wahidi pun berpendapat bahwa tidak mungkin mengetahui tafsir ayat tanpa mengetahui sejarah dan penjelasannya turunnya ayat.16 Menurut Ibn Taimiyah mengetahui sebab turunnya ayat dapat membantu untuk memahami makna dari ayat tersebut, karena mengetahui sebab-sebabnya maka hal tersebut akan mewarisi pengetahuan terhadap apa yang
14 Yudi Setiadi, Asbāb al-Nuzūl
15 Imam As-Suyuthi, Asbabun Nuzul, Sebab-sebab Turunnya Ayat Al-Qur‟an
(Jakarta: Al-Kautsar, 2014. Vii.
24
disebabkannya. Sedangkan Menurut Ibn Daqiq al-„Ied, Penjelasan turunnya ayat al-Qur‟an adalah cara yang paling kuat untuk memahami makna dari al-Qur‟an.17
Muncul wasiat yang masyhur, yakni sebuah kaidah uṣul “Al-„Ibratu
bi „Umūmi al-lafdzi lā bi al-khuṣūṣ al-sabab”artinya adalah sebuah ibrah
(ungkapan) diambil dari keumuman lafadz, bukannya dari kekhususan sebab, maksudnya adalah, beberapa ayat yang turun dalam perkara yang khusus atau tertentu, hukumnya dapat menjadi umum, yakni tidak terpaku pada kejadian dan perkara sebab turunnya saja, hal tersebut berkenaan dengan istilah zihar, li‟an, dan ilā.18
Karena pentingnya terkait asbāb al-Nuzūl terhadap ilmu tafsir, dari beberapa ulama‟ ada yang menyusun kitab dan sebagian lagi mempelajarinya, guna mengetahui hukum-hukum yang terkandung di dalam al-Qur‟an, sedangkan sebagian yang lain ada yang memilih untuk menakwil dan menafsirkan isyarat-isyarat yang terdapat di dalamnya, selain itu, ada beberapa kelompok ulama‟ yang berusaha memperdalam beberapa disiplin ilmu al-Qur‟an, dari kelompok tersebut terdapat beberapa ulama‟ yang berkontribusi dengan memberikan konsentrasinya untuk menjelaskan sebab-sebab turunnya ayat.
Dalam hal ini, muncul nama seorang ulama‟ yakni Imam al-Wahidi,19 dalam bidang ini beliau telah banyak mendahului ulama‟, akan tetapi buku yang beliau susun masih terdapat banyak kekurangan perihal kejelasan ayat yang tidak beliau lewatkan, setelah beliau, selanjutnya ada
17 Imam As-Suyuthi, Asbabun Nuzul Sebab-sebab Turunnya Ayat Al-Qur‟an, xv. 18
Imam As-Suyuthi, Asbabun Nuzul Sebab-sebab Turunnya Ayat Al-Qur‟an, xi.
19 Beliau adalah al-Imam al-„Allamah Abu al-Hasan Ali Ibn Ahmad Ibn
Muhammad al-Wahidi al-Naisaburi al-Syafi‟i. Beliau adalah anak dari seorang pedagang yang berasal dari Khurasan, beliau mempunyai banyak karya di bidang sastra, dan wafat di kota Naisabur pada tahun 468 H.
25 Imam al-Suyūṭī yang menyempurnakan kekurangan yang terkandung pada kitab-kitab yang telah ulama‟-ulama sebelumnya tulis.
D. Ayat-ayat yang dianggap Musykil
Menurut kamus KBBI arti kata dari musykil ialah sulit atau sukar, dan dalam kitab al-Itqān penjelasan mengenai musykil ini dibahas pada bab 48. Dalam memberikan penjelasannya al-Suyūṭī mengutip dari perkataan banyak ulama seperti al-Qurtubi, al-Zarkasyi dan lain lain.
Menurut al-Qurtubi telah menulis permasalahan ayat yang dianggap
musykil ini sudah dijelaskan dalam kitab tersendiri, dan yang dimaksud
musykil adalah adalah sesuatu yang disangka sebagai kontradiksi antar ayat, namun, kadang-kadang seorang pemula mengira ada sesuatu yang disangkanya sebagai perbedaan, padahal sebenarnya tidak demikian, maka hal itu harus dihilangkan. Sebagaimana di bidang hadis telah disusun kitab-kitab tentang mukhtalif al-Hadits dan dijelaskan cara mengumpulkan antara hadis-hadis yang zahirnya saling bertentangan maka Ibnu Abbas telah berbicara tentang hal ini, Diceritakan bahwa dia tawaquf pada beberapa permasalahan.
Al-Zarkasyi berkata di dalam kitab al-Burhān, “Perbedaan-perbedaan itu memiliki sebab, yaitu: Terjadinya sesuatu yang diberitakan itu pada keadaan yang bermacam-macam dan perkembangan yang berbeda-beda, Karena perbedaan tempat, Karena perbedaan keduanya dari sisi perbuatannya, Karena perbedaan keduanya dari sisi hakikat dan majaz, Karena ditinjau dari dua sisi dan dua iktibar yang berbeda
Menurut al-Ustadz Abu Ishaq al-Isfarayini, “Jika ayat-ayat itu saling kontradiksi dan tidak mungkin dikumpulkan antara keduanya maka dicarilah sejarahnya dan yang terdahulu ditinggalkan untuk melaksanakan yang kemudian, Jadilah hal itu sebagai nasakh dan Jika tidak diketahui sedangkan ijma‟ umat ini mengamalkan salah satu dari kedua ayat itu maka dengan ijma‟ itu diketahuilah bahwa ayat yang menasakh adalah ayat yang telah terjadi ijma‟ untuk diamalkan” dia berkata, “dan di dalam al-Qur‟an tidak ada dua ayat pun yang berlawanan yang keadaannya keluar dari dua macam keadaan ini.”
27
BAB III
AL-ITQĀN DAN TEMA-TEMA ASBĀB AL-NUZŪL
A. Biografi al-Suyūṭī 1. Riwayat Hidup
Al-Hafiz Abdurrahman Ibn Kamal Abu Bakr Ibn Muhammad Ibn Sabiquddin Ibnul Fakhr Utsman Ibn Ḍaḍirruddin al-Hammam al-Haḍairi al-Suyūṭī, beliau dilahirkan di Suyūṭ pada pertengahan bulan Rajab 849 h, tepatnya setelah maghrib malam Ahad, dan wafat pada tahun 911 H.1 Beliau ditinggalkan oleh ayahnya pada usia 5 tahun,2 karena meninggal dunia. Namun, dalam kitab beliau disebutkan yakni beliau ditinggal wafat oleh ayahnya pada usia enam tahun.3
Dalam kitab lain dijelaskan bahwa nama beliau adalah Abdul al-Rahman Ibn Kamal Ibn Abu Bakr Muhammad Ibn Sabiqudin Ibn Fakhr Utsman Ibn Nazirudin Muhammad Ibn Saipudin, Hadir Ibn Najmudin, Abi Ṣalah Ayyub Ibn Naṣirudin, Muhammad Ibn Syaikh Hamamuddin al-Hamam al Huḍairi al-Suyūṭī al-Syafi‟i.4 Al-Suyūṭī memiliki nama laqob Jalaludin, sedangkan kunyahnya adalah Abu al-Faḍl, beliau bukanlah orang yang memiliki keturunan asli dari tanah Arab (ʻajam)5, sebagaimana beliau jelaskan bahwa kakeknya bernama Hamamuddin, yakni seorang ahli ma‟rifat dan syaikh sebuah tarekat. Meskipun beliau salah satu keturunan yang mengikuti jejak kakek ayahnya, yang berfokus pada dunia
1 Imam Jalaluddin as-Suyuthi, Al-Itqān Fī ʼUlūm al-Qur‟an (Surakarta: Indiva
Pustaka, 2008), 9.
2 Husein Al-Dzahabi, Al-Tafsir wa al-Mufassirun Juz 1 (Kairo: Dar al-Hadis, 2005),
216.
3 Imam Jalaluddin as-Suyuthi, Al-Itqān Fī ʼUlūm al-Qur‟an, 12.
4 Jalaluddin al-Suyūṭī, al-Asybah Wa al-Nadzair (Al-Qahirah: Maktabah al-Saqafi,
2007), 15.
28
ilmu pengetahuan, akan tetapi selain dari itu tidak ada keluarga atau keturunan yang sedemikian dengan perjalanan hidupnya.6
Kehidupan al-Suyūṭī yang berpengaruh besar terhadap khasanah keislaman dibidang ilmu, yang terutama pada bidang tafsir dan hadis, akan tetapi beliau berada pada dua keadaan yang berlawanan, diposisikan mulia oleh sebagian ulama‟, dan sebagian lagi merendahkannya, selayaknya hidup seorang manusia.7 dimana kondisi pada masa itu disebut dengan masa kegoncangan, karena tidak adanya ketenangan akibat dari tersebarnya kezaliman, hal tersebut terjadi karena pada masa itu terjadi perebutan kekuasaan antara tiga sultan yang terjadi dalam kurun waktu satu tahun singkatnya.8
Keadaan politik yang demikianlah yang mempengaruhi penduduk dan Imam al-Suyūṭī salah satunya, penduduk yang sebagian besar menerima dampak atas hal tersebut, maka pada kondisi sosial pada masa itu terkenal dengan kondisi yang rapuh tanpa ikatan yang kokoh, baik ikatan antar penduduk sumber daya manusianya, yang terpecah atas tingkatan (kelas) yang saling bertentangan tanpa adanya keterikatan menuju satu hal yang sama. Keadaan politik dan sosial yang sedemikian, maka mengakibatkan dampak lain pada bidang ilmiah, padahal sebelumnya mereka semakin berkembang dan maju.9
2. Perjalanan Keilmuan
Imam al-Suyūṭī menghafal al-Qur‟an pada usia dini, beliau telah menghafal dengan sempurna sebelum mencapai umur delapan tahun, selain itu beliau pun menghafal kitab-kitab, seperti Minhāj Fiqh wa
6 Jalāludīn Suyūṭī, Al-Durr Mansūr fī Tafsīr bi Ma‟sūr (Beirut: Dār
al-Kutub al-„Ilmiyah, 2015), 5.
7 Imam Jalaluddin al-Suyūṭī, Al-Itqān Fī ʼUlūm al-Qur‟an (Surakarta: Indiva
Pustaka, 2008), 9.
8 Imam Jalaluddin as-Suyuthi, Al-Itqān Fī ʼUlūm al-Qur‟an, 10. 9 Imam Jalaluddin as-Suyuthi, Al-Itqān Fī ʼUlūm al-Qur‟an, 11.
29
Uṣul, Al-Umdah, dan Alfiyah Ibnu Malik10 Oleh orang tua beliau, dihadirkan pada majelis al-Hafiẓ Ibnu Hajar.
Imam al-Suyūṭī mulai aktif pada bidang keilmuan pada awal tahun 864 Hijriyah, ketika beliau menginjak usia enam belas tahun, beliau melakukan perjalanan (rihlah) untuk menuntut ilmu ke beberapa daerah, yang tidak jauh dari tempat tinggalnya seperti al-Fuyun, al-Mahallah, dan Dimyat, hingga menuju daerah yang jauh ke negeri Syam, Maroko, Hijjaz, India dan Yaman, adapun beberapa pencapaian beliau dalam bidang tersebut, mempelajari ilmu nahwu dan fiqih dari sejumlah ulama‟, kemudian beliau telah menuntut ilmu dari seorang alim yang bernama Syekh Syihabuddin al-Syarmasahi, pada bidang ilmu faraid.
Selain dari pada orang tersebut, al-Suyūṭī juga melakukan
mulazamah dalam bidang fiqih kepada syaikhul Islam al-Bulqini, dan
membacakan padanya kitab-kitab, dan setelah Bulqini wafat, imam Suyūṭī melanjutkan mulazamah-nya kepada putranya yakni ʼIlmuddin al-Buqini, kemudian ber-mulazamah dengan putranya yakni Muhyi al-Din al-Kafiyaji (ustaẓ al-wujud) selama 14 tahun, dan Imam al-Suyūṭī diberi ijazah atas berbagai bidang ilmu darinya seperti, ushul, „arabiyah, al-makna, dan tafsir.11 Selain bermulazamah dengan ʼulama yang telah penulis sebutkan sebelumnya, beliau pun melanjutkannya kepada syekh Syaraf al-Manawi hingga wafat dan membaca padanya kitab-kitab yang tidak terhitung banyaknya, Kepada al-Bulqini, Imam al-Suyūṭī belajar ilmu hadis, dan selain kepadanya, Imam al-Suyūṭī belajar pula kepada Taqiyuddin al-Subki al-Hanafi perihal ilmu tersebut (hadis).12
10 Imam Jalaluddin as-Suyuthi, Al-Itqān Fī ʼUlūm al-Qur‟an, 12. 11 Imam Jalaluddin as-Suyuthi, Al-Itqān Fī ʼUlūm al-Qur‟an, 13.
12 Jalāluddīn al-Suyūṭī, Al-Durr Al-Mansūr fi Tafsir bi al-Ma‟tsur, vol.1 (Kairo: