• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H./2019 M.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H./2019 M."

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)

Oleh Sahroni

NIM: 1112034000058

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H./2019 M.

(2)
(3)
(4)
(5)

i

Analisis Al-Suyūṭī Terhadap Nama Surah-Surah Dalam Al-Qur’an

Skripsi ini membahas analisis al-Suyūṭī terhadap penamaan surah-surah di dalam al-Qur’an. Sejauh ini belum banyak penelitian yang dilakukan dalam tema ini. Melalui pengklasifikasian penamaan surah di dalam al-Qur’an, dapat di ketahui apakah penamaan surah dalam al-Qur’an adalah benar-benar tauqīfi atau tidak sebagaimana yang diutarakan oleh al-Suyūṭī.

Penelitian ini mengklasifikasikan argumentasi al-Suyūṭī terkait penamaan surah-surah di dalam al-Qur’an, untuk kemudian mendeskripsikannya berdasarkan riwayah ataupun tidak berdasarkan riwayah dengan menggunakan metode analisa deskriptik analitik. Sumber primernya adalah kitab al-Itqān Fī ‘Ulūm al-Qur’ān karya Jalāl al-Dīn al-Suyūṭī dan data sekundernya meliputi buku, jurnal yang berkaitan dengan penelitian ini.

Hasil penelitian ini menemukan bahwa pengklasifikasian argumentasi al- Suyūṭī atas penamaan surah-surah di dalam al-Qur’an terbagi menjadi dua bagian, pertama; sebagian nama-nama surah di dalam al-Qur’an adalah berdasarkan riwayah hadis. Kedua; sebagian nama-nama surah di dalam al-Qur’an tanpa berdasarkan riwayah adis.

Setelah penulis melakukan penelitian, penulis menganggap bahwa umgkapan al-Suyūṭī atas penamaan surah di dalam al-Qur’an adalah tauqīfi perlu adanya peninjauan ulang terhadap argumentasi tersebut. Apakah al-Suyūṭī mencantumkan pada kitab lain atau tidak. Karena jika fokus pada kitab al-Itqān saja, maka tidak cukup kuat untuk mengatakan bahwa penamaan surah di dalam al-Qur’an adalah tauqīfi.

Kata Kunci: al-Suyūṭī, Klasifikasi, Analisis, Surah, al-Qur’an

(6)

ii

ميحرلا نمحرلا الله مسب

Segala puji bagi Allah, Zat yang tiada bosan mendengar keluh kesah hamba- Nya. Dengan Rahmat dan kasih sayang-Nya, Alhamdulillah saya dapat menyelesaikan skripsi ini, Shalawat dan salam saya haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw, keluarga, sahabat dan semua penerus ajarannya.

Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan syafa’at.

Skripsi berjudul: (Analisis Al-Suyūtī Terhadap Nama Surah-surah Dalam Al- Qur’an ) merupakan karya ilmiah saya sebagai perjalanan terakhir, setelah sekian tahun menuntut ilmu di bangku perkuliahan. Guna memenuhi persyaratan untuk gelar Sarjana Strata Satu (S1) di Fakultas Ushuluddin, pada Jurusan Ilmu al- Qur’an dan Tafsir, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Proses penulisan skripsi ini tidak lepas dari sumbangsih berbagai pihak yang telah membatu dan memberi dukungan baik moril ataupun materil. Oleh karena itu, dengan segala hormat dan kerendahan hati kepada pihak-pihak yang telah dengan rela membantu dan mendukung dalam penyelesaian skripsi ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat:

1. Segenap civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Prof. Dr. Amany Burhanuddin Lubis, Lc, MA. selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Dr. Yusuf Rahman, M. Ag., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

(7)

iii

Qur’an dan Tafsir, Semoga Allah mempermudah segala urusannya.

4. Bapak Dr. Eva Nugraha, M.Ag., selaku dosen pembimbing skripsi yang saya kagumi dan saya cintai dengan keikhlasan dan kesabarannya membimbing, mengarahkan dan memotivasi penulis hingga memberikan tempat penginapan serta memberi makan ketika penulis kehabisan finansial sehingga penulisan skripsi ini selesai. Semoga Allah melindungi keluarganya, mempermudah segala urusan dan diberikan keberkahan hidup, āmīn

5. Segenap civitas akademika Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu kelancaran administrasi dan birokrasi. Segenap staf Perpustakaan Umum (PU), Perpustakaan Fakultas Ushuluddin (PF) yang telah membantu meminjamkan buku-buku dan beberapa literatur dalam penulisan skripsi ini.

6. Yang tercinta kedua orang tua Bapak H. Muchlis dan Hj. Syahriah yang senantiasa selalu mendukung, mendoakan, menginspirasi, membiayai, mendidik dan memotivasi dengan sabar dengan penuh kasih sayang, serta empat adik yang selalu memberikan doa dan semangat terhadap penulis

7. Terima Kasih penulis ucapkan kepada sahabat/i PMII KOMFUSPERTUM,

keluarga IKDAR TANG-SEL selama beberapa tahun menemani kehidupan ini

baik duka maupun suka semoga kedepannya PMII KOMFUSPERTUM semakin

maju dan kaya khususnya dari segi pemikiran, gerakan serta ketaqwaan kepada

Allah SWT.

(8)

iv

Th.I., Ipunk Brother, Idham Kholid, Khotman Ahdan Mubarok, M. Zaid, Bang Carman, Ali Akbar, Ahmad Fauzi, Bang Uponk, Bang Hudan dan Bang Amin yang punya kawasan PERMASINDO yang telah memberikan warna warni kehidupan di Ciputat, baik dari ilmu serta berbagai pengalaman. Semoga mereka semua diberikan kesehatan oleh Allah swt

9. Teman-teman Tafsir-Hadist angkatan 2012 khususnya TH B, kawan-kawan terhebat EVANGER COMMUNITY mereka adalah Kholik Ramdan Mahesa yang fokus menemani penulisan skripsi. Semoga diberikan keberkahan keluarga dan dirinya, Imam Konde, Aang Istichari, A.Rizal Sidiq, Acep Sabiq, Ali Muharram, Mumu Lazuardi, Yusuf Ramadhan, Herman Aan, yang terhebat adalah kalian semua penyemangat dan teman terbaik untuk saya sehingga memaksimalkan waktu studi yang telah ditetapkan kampus tercinta.

10. Untuk sahabat-sahabatku M. Fatih Akmal, Muhammad Faishal, Arsyad Prayogi, Yusuf Ramadhan, Indra Khaerudin, Mumu Lazuardi, Sugih Hidatullah, Hendri Muhammad, Fakhri, Angga, Dwiki, Najib Acil, Sahal, Yazid Rabbani, Wildan Husna, Indriawan (Dokter Iblis), serta adik-adik jelita yang selalu memberikan keceriaan, mereka; Winda Ayu, Afiyanti, Elis, Nadya, Nisfi, Dwie Febriyanti, Nazela, Nisrina dan lain-lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih atas keikhlasan menemani kebingungan hidup di Ciputat. Semoga sehat, barokah dan sukses semua. Āmīn.

11. Semua pihak yang telah memberikan bantuan, doa dan informasi yang bermanfaat

untuk penulisan dalam penyelesaian skripsi ini.

(9)

v

yang baik bagi yang membaca. Jazâkumullâh aẖsan al jazâ’, Âmîn...!

Ciputat, 03 Mei 2019

Sahroni

(10)

ix

Republik Indonesia

Nomor: 158 tahun 1987 dan Nomor: 0543 b/u/1987 1. Padanan Aksara

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

ا Tidak dilambangkan

ب B be

ت T te

ث ṡ es dengan titik atas

ج J je

ح ḥ ha dengan titik bawah

خ Kh ka dan ha

د D de

ذ Ż zet dengan titik atas

ر R er

ز Z zet

س S es

ش Sy es dan ye

ص ṣ es dengan titik bawah

(11)

x

ط ṭ te dengan titik bawah

ظ ẓ zet dengan titik bawah

ع ‘ Koma terbalik di atas hadap kanan

غ Gh ge dan ha

ؼ F ef

ؽ Q qi

ؾ K ka

ؿ L el

ـ M em

ف N en

ك W we

ق H ha

ء ’ Apostrof

م Y ye

2. Vokal

Vokal terdiri dari dua bagian, yaitu vokal tunggal dan vokal rangkap.

Berikut ketentuan alih aksara vokal tunggal:

(12)

xi

ﹻ I Kasrah

U Ḍammah

Adapun vokal rangkap ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

م Ai a dan i

ك Au a dan u

3. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang dalam bahasa Arab dilambangakan dengan harkat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

اَى Ā a dengan topi di atas

يِى Ī i dengan topi di atas

وُػى Ū u dengan topi di atas

4. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam system aksara Arab dilambangkan dengan huruf

ؿا dialih aksarakan menjadi huruf ‘l’ baik diikuti huruf syamsiyah maupun huruf

qamariyah. Contoh: al-rijāl bukan ar-rijāl.

(13)

xii

Syaddah atau tasydīd yang dalam system tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda ( ﹽ ), dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah. Misalnya, kata ةركرضلا tidak ditulis ad- ḍarūrah tapi al-ḍarūrah.

6. Tā’ Marbūṭah

Kata Arab Alih Aksara Keterangan

ةقيرط Ṭarīqah Berdiri sendiri

ةيملاسلإا ةعمالجا Al-jāmi‘ah al-

islāmiyyah Diikuti oleh kata sifat

دوجولا ةدحك waḥdat al-wujūd Diikuti oleh kata benda

7. Huruf Kapital

Meskipun dalam system tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, alih aksara huruf kapital ini juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang berlaku dalan Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain untuk menuliskan permukaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama seseorang, dan lain-lain. Jika nama seseorang didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital adalah huruf awal nama tersebut. Misalnya: Abū ‘Abdullāh Muhammad al- Qurṭubī bukan Abū ‘Abdullāh Muhammad Al-Qurṭubī

Berkaitan dengan judul buku ditulis dengan cetak miring, maka demikian

halnya dengan alih aksaranya, demikian seterusnya. Jika terkait nama, untuk

nama-nama tokoh yang berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak

(14)

xiii 8. Cara Penulisan Kata

Setiap kata, baik kata kerja, kata benda, maupun huruf ditulis secara terpisah. Berikut contohnya dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan diatas:

Kata Arab Alih Aksara

ُباَتِك لا َكِلذ Żālika al-Kitāb

َك لِن ُتاَي ﺁ

ُباَتِك لا Tilka āyāt al-Kitāb

تُم لِل لندُه

َ يِق Hudan li al-muttaqīn

ِنِّإ

َامُكِلذ اَنََ Innī anā Żālikumā

9. Singkatan

Huruf Latin Keterangan

Swt. Subḥāh wa ta‘ālā

Saw. Ṣalla Allāh ‘alaih wa sallam

QS. Quran Surat

M Masehi

H Hijriyah

w. Wafat

h. Halaman

ed. Editor

(15)

xiv

ABSTRAK…….. ... ... i

KATA PENGANTAR ... ... ii

PEDOMAN TRANSLITERASI ... ... ix

DAFTAR ISI…... ... ... xiv

DAFTAR TABEL…... ... ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... ... 1

B. Permasalahan ... ... 6

C. Tujuan Penelitian... ... 7

D. Manfaat Penelitian... ... 7

E. Tinjauan Pustaka ... ... 7

F. Metode Penelitian ... ... 13

G. Sistematika Penulisan ... ... 13

BAB II PERDEBATAN SEPUTAR SURAH DALAM AL-QUR’AN ... ... 15

A. Definisi dan Pengrtian Surah... ... 15

B. Ijtihādi dan Tauqīfi Dalam Susunan Surah al-Qur’an ... 17

C. Pembagian Surah Dalam al-Qur’an... ... 21

BAB III GAMBARAN UMUM KITAB AL-ITQĀN ... ... 24

A. Biografi Jalāl al-Dīn al-Suyūṭī ... ... 24

B. Penjelasan Ringkas Isi Kitab al-Itqān Fī ‘Ulūm al-Qur’ān... 27

C. Penjelasan Ringkas Bagian Ke-17 “Fī Ma’rifati Asmāihi Wa Asmā Suwārihi ... ... 32

BAB IV KLASIFIKASI AL-SUYUTI TERHADAP NAMA SURAH-SURAH DALAM AL-QUR’AN ... ... 34

A. Klasifikasi Penamaan Surah ... ... 34

1. Berdasarkan Jumlah Nama Lain ... ... 34

a. Surah yang Memiliki Satu Nama Lain ... 35

(16)

xv

2. Klasifikasi Penamaan Surah Dengan Motivasinya ... 38

a. Klasifikasi Penamaan Surah Berdasarkan Motivasinya ... 39

b. Ketiadaan Motivasi dalam Penamaan Surah ... 43

B. Klasifikasi Analisis Penamaan Surah Berdasarkan Riwayah ………... 44

1. Berdasarkan Kitab Hadis ………... 45

2. Berdasarkan Kitab Hadis Tanpa Rujukan ... 48

3. Berdasarkan Kitab Non Hadis ... ... 51

C. Klasifikasi Analisis Penamaan Surah Berdasarkan Tanpa Riwayah ... 52

BAB V PENUTUP ... ... 55

A. Kesimpulan ... ... 55

B. Saran ... ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... ... 57

(17)

xviii Tabel 4. 1: Klasifikasi Jumlah Nama Lain Surah Tabel 4. 2: Klasifikasi Alasan Dalam Nama Lain Surah

Tabel 4. 3: Klasifikasi Argumentasi Penamaan Surah Berdasarkan Riwayah

(18)

1

AL-QUR’AN A. Latar Belakang Masalah

Skripsi ini terinspirasi saat penulis belajar Ulūm al-Qur‟ān di kelas, beberapa materi yang telah dipaparkan atau dipresentasikan di kelas salah satunya di antara sekian materi yang telah dipresentasikan adalah topik pembahasan tentang surah dalam al-Qur‟an. Pembahasan tentang surah dalam al-Qur'an walaupun sudah dijelaskan di kelas tapi pemahaman saya tentang pembahasan surah ini tidak begitu luas. Akhirnya atas dorongan keingin tahuan saya tentang pembahasan surah di dalam al-Qur‟an, keesokan harinya penulis berupaya untuk melihat ulang kembali apa yang dipaparkan oleh buku-buku „Ulūm al-Qur‟ān terkait tentang kajian surah di dalam al-Qur‟an.

Setelah penulis membuka kembali buku-buku „Ulūm al-Qur‟ān seperti Manāhil al-„Irfān fī „Ulūm al-Qur‟ān,

1

Studi Ilmu-Ilmu al-Qur‟ān,

2

Ilmu-ilmu al- Qur‟ān Media-media Pokok dalam Menafsirkan al-Qur‟ān

3

Ulumul Qur‟ān,

4

dari beberapa buku „Ulūm al-Qur‟ān yang telah penulis baca, pembahasan tentang surah di dalam al-Qur‟an meliputi beberapa pembahasan: Pertama, pembahasan tentang turunnya surah, dalam pembahasan turunnya surah dalam al-Qur‟an

1

Muhammad Abd Aẓīm al-Zarqānī, Manāhil al-„irfan Fī „Ulūm al-Qur‟ān (Dār al-Kutub al-„Ilmiah 19960).

2

Mannā‟ Khalîl al-Qaṭṭān, Studi Ilmu-ilmu al-Qur‟an (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa,1996).

3

M Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-ilmu al-Qur‟an (Jakarta: cetakan kedua PT Bulan Bintang, 1988).

4

Alimin Mesra, Ulumul Qur‟an (Jakarta: Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Jakarta, 2005).

(19)

dikaitkan dengan Makiyah

5

dan Madaniyah

6

serta tentang penurunan surah yang pertama dan yang terakhir.

7

Kedua, tentang urutan surah di dalam al-Qur‟an (tartīb al-Suwār), pembahasan ini meliputi tentang apakah urutan surah di dalam al-Qur‟an adalah tauqīfī atau Ijtihādi

8

Ketiga, tentang pembahasan pengelompokan surah-surah di dalam al-Qur‟an, seperti al-Ṭiwāl

9

, al-Mi‟ūn

10

, al- Mufaṣal

11

dan al-Maṡāni

12

. Keempat, tentang penamaan surah di dalam al- Qur‟an.

13

5

Nama Makiyah mempunya beberap arti, pertama diartikan sebagai ayat yang diturunkan sebelum nabi hijrah meskipun ayat tersebut diturunkannya bukan dikota Mekah. Kedua diartikan sebagai ayat yang diturunkan di mekah dan sekitarnya seperti, Mina, Arafah dan Hudaibiyah.

Ketiga Makiyah diartikan sebagai ayat yang seruannya ditunjukan kepda penduduk Mekah. Lihat Mannā‟ Khalîl al-Qaṭṭān, Studi Ilmu-ilmu al-Qur‟an. Penerjemah Mudzakir AS (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa 1996), h. 83-85.

6

Sama halnya dengan Makiyyah, Madaniyyah mempunya tiga pengertian yang dipakai para ulama dalam mengartikan Madaniyyah, Pertama diartikan sebagai ayat yang diturunkan di Madinah. Kedua diartikan sebagai yang mengkhitobi penduduk kota Madinah. Ketiga diartikan sebagai ayat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad setelah Nabi berhijrah walaupun turunnya ayat tersebut di Mekah. Lihat Muḥammad Abdl Azīm Al-Zarqāni, Manahil Al-„urfan Fi „„Ulūm al-Qur‟ān. Penerjemah H.M. Qadirun Nur (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), h. 199-202.

7

Ada beberapa pendapat ulama tentang surah yag pertama dan yang terakhir diturunkan, tetapi yang paling masyhur dikalangan para ulama ayat yang pertama kali turun adalah surah al-

„Alaq ayat 1-5 sedangkan ayat yang yang terakhir diturunkan ulama berbeda pendapat dalam menentukannya karena memang tidak ada hadis marfu‟ yang menguatkannya. Diantara beberapa pendapat ulama menyatakan ayat yang terakhir turun adalah surah al-Baqārah ayat 278, adapula yang mengatakan ayat yang terakhir diturunkan adalah surah al-„Imrān ayat 195 dan surah al- Maidah ayat 3. Lihat Muḥammad Abdl Azīm Al-Zarqāni, Manahil Al-„urfan Fi „„Ulūm al-Qur‟ān, h. 97-107.

8

Dalam kajian tartīb al-Suwar para ulama berbeda pendapat, pendapat yang pertama mengatakan bahwa tarīb al-Suwar itu tauqīfī, pendapat yang kedua mengatakan bahwa tarīb al- Suwar itu berdasarkan ijtihādi sedangkan pendapat yang ketiga bahwa sebagian surah dalam al- Qur‟an tartībnya tauqīfī dan sebagiannya lagi adalah ijtihādi. al-Qaṭṭān, Studi Ilmu-ilmu al-Qur‟an, h. 207-209.

9

al-Ṭiwāl yaitu tujuh buah surat yang panjang-panjang. Ketujuh surat ini adalah al- Baqarah, Ali Imran, an-Nisa‟, al-A‟raf, al-An‟am, al-Maidah, dan Yunus. Lihat A. Athaillah, Sejarah al-Qur‟an: Verifikasi tentang Otensitas al-Qur‟an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 24.

10

al-Mi‟un, yaitu surat-surat yang terdiri dari 100 ayat atau lebih, seperti surat Hud dan surat Yusuf. Lihat A. Athaillah, Sejarah al-Qur‟an: Verifikasi tentang Otensitas al-Qur‟an, h. 24

11

al-Mufaṣal, yaitu surat-surat yang pendek-pendek, seperti surat-surat al-„Alaq, al-Qadr, dan al-Nās. Lihat A. Athaillah, Sejarah al-Qur‟an: Verifikasi tentang Otensitas al-Qur‟an, h. 24

12

al-Maṡāni, yaitu surat-surat yang terdiri kurang dari 100 ayat, seperti surat alAnfal, at- Taubah, dan al-Haj. Lihat A. Athaillah, Sejarah al-Qur‟an: Verifikasi tentang Otensitas al- Qur‟an, h. 24.

13

Muhammad Sālim Muhaisin, Tārikh al-Qur‟ān al-Karîm (Madinah: Dār Muhaisin,

2002).

(20)

Beberapa ulama berbeda pendapat tentang penamaan surah di dalam al- Qur‟an, diantaranya Imam Ibn Jarīr al-Ṭabarī (w. 310 H) mengatakan bahwa

“Semua surah-surah dalam al-Qur‟an mempunuyai nama yang diberikan oleh rasulullah”.

14

Demikian juga pendapat Syaikh Sulaimân al-Bajīramī (w. 1221 H) mengatakan bahwa nama-nama surah menurut petunjuk Rasulullah. Karena menurutnya nama-nama surah beserta urutan-urutan surah dan ayat di dalam al- Qur‟an semuanya menurut petunjuk Rasulullah SAW atas bimibingan malaikat Jibril.

15

Senada dengan al-Ṭabarī dan Sulaimân, al-Suyūṭī (w. 910 H/1505 M) menegaskan dengan berani bahwa semua penamaan surah dalam al-Qur‟an telah ditentukan oleh Rasulullah dan semuanya berdasarkan hadis dan atsar yang sahih.

Andaikan tidak khawatir berpanjang lebar aku sanggup sebutkan semua hadits itu.

16

Berbeda dengan ketiga ulama tadi, para ulama Saudi Arabia yang terhimpun dalam Fatwa Lajnah Daimah (Lembaga Fatwa Ulama) mereka berpendapat bahwa ada sebagian nama-nama surah yang itu adalah hasil dari ijtihad para sahabat. Tidak semua nama surah dalam al-Qur‟an diberikan oleh Rasulullah, ada sebagian nama surah yang diberikan langsung oleh Rasulullah dan ada juga yang hasil dari Ijtihad para sahabat. Berikut fatwanya:

14

Muḥammad Ibn Jarīr al-Ṭabarī, Jāmi‟ al-Bayān Fī al-Taˈwīl al-Qur‟ān. Tahqīq:

Aḥmad Muḥammad Syākir (Bayrūt: Muassah al-Risālah 2000), cet 1, jilid 1, h. 100.

15

Sulaimân al-Bajīramī, Tuhfah al-Ḥabīb „Alā Sarḥ al-Khaṭīb (Bayrūt: Dār al-Fikr, 2007), Juz 2, h, 163.

16

Jalāl al-Dīn al-Suyūṭī, al-Itqān Fī „Ulūm al-Qur‟ān (Bayrūt: Muassah al-Risālah 2008),

h. 119.

(21)

درو نكلو ، اهعيجم روسلا ةيمست ىلع لدي ملسو هيلع للها ىلص للها لوسر نع اصن ملعن لا نارمع لآو ، ةرقبلاك ، ملسو هيلع للها ىلص بينلا نم اهضعب ةيمست ةحيحصلا ثيداحلأا ضعب في ىهتنا "مهنع للها يضر ةباحصلا نم تعقو اهتيمست نأ رهظلأاف روسلا ةيقب امأ ،

“Kami tidak mengetahui adanya dalil dari Rasulullah yang menunjukkan bahwa beliau memberi nama beberapa surah dari Rasulullah, seperti al-Baqārah, atau al-Imrān. Sementara nama-nama surah yang lainnya itu lebih dekat dari para sahabat Ijtihādī.

17

Dalam pembahasan penamaan surah di dalam al-Qur‟an, penulis hanya menemukan beberapa penjelasan yang detail terkait penamaan surah di dalam al- Qur‟an. Penjelasan yang detail terkait penamaan surah di dalam al-Qur‟an terdapat di dalam kitab al-Itqān Fī „Ulūm al-Qur‟ān, itupun setelah saya membaca salah satu buku karya Dr. Muḥammad Salīm Muhaisin.

18

Pendapat beliau dalam buku tersebut mengatakan ada sejumlah surah yang tidak hanya memiliki satu nama saja, termasuk di antaranya adalah surah al-Fātihah. Surah ini memiliki banyak nama, ada yang sesuai petunjuk nabi (tauqīfī), ada yang sesuai ijtihad ṣahābah atau tābi‟īn. Nama-nama surah al-Fatihāh, yang sesuai dengan petunjuk nabi adalah sebagai berikut:

1. Fatḥ al-Kitāb 2. Al-Sab‟u al-Maṡānī 3. „Umm al-Qur‟an

17

Lihat Fatāwā al-Lajnah al-Daˈimah Lilbuhūṡ al-„Ilmiah, Jilid 4, h. 16.

18

Muḥammad Sālim Muhaisin, Tārikh al-Qur‟ān al-Karîm (Madinah: Dār Muhaisin,

2002). 80.

(22)

Adapun nama-nama atas ijtihad nama sahabat atau tabi‟in beserta alasan penamaannya adalah sebagai berikut:

1. al-Kafīah, karena mencakup seluruh makna yang terkandung dalam al-Qur‟an.

2. al-Munajah, karena bacaan al-Fatīhah mencukupi dalam shalat.

3. al-Wafīah, karena seorang hamba bermunajad kepada tuhannya dengan ucapan Iyyāka Na‟budu Wa Iyyāka Nastaʹīn.

19

Setelah penulis menemukan pembahasan penamaan surah di dalam al- Qur‟an secara detail yang terdapat di dalam kitab al-Itqān melalui buku Dr.

Muḥammad Sālim Muḥaisin, lalu penulis melanjutkan penelusuran kepada kitab al-Itqān tersebut, ternyata setelah ditelusuri, ada yang harus diteliti secara mendalam dari penjelasan al-Suyūṭī terkait pembahasan penamaan surah di dalam al-Qur‟an. Walaupun al-Suyūṭī menjelaskan secara detail terkait penamaan surah di dalam al-Qur‟an, namun al-Suyūtī tidak juga memberikan penjelasan alasannya terkait penamaan surah-surah tersebut. Mengapa sebuah surah dinamai dengan nama tertentu, kemudian apa dasar dari al-Suyūṭī membuat kesimpulan tanpa adanya riwayah.

Maka dari itulah yang menjadi dorongan bagi penulis untuk memetakan nama surah mana saja yang diberikan penjelasan riwayah dan nama surah yang tidak menggunakan riwayah penjelasannya.

Maka penulis menganggap bahwa adanya inkonsistensi yang dilakukan oleh al-Suyūṭī, apakah al-Suyūṭī melakukan hal yang sama terhadap semua surah. Misalnya surah tersebut dijelaskan dengan nama lainnya beserta penjelasan

19

Muhammad Sālim Muhaisin, Tārikh al-Qurān al-Karîm, h. 80-81.

(23)

perawi dan mufassir, kemudian sebagian surah lagi dengan penjelasan nama lain, akan tetapi tanpa penjelasan perawi dan mufassir.

Oleh karena itulah, penulis menganggap bahwa kajian tentang “Analisis al-Suyūṭī Terhadap Nama Surah-surah Dalam al-Qur’an” ini menjadi hal yang sangat penting untuk dijadikan penelitian. Hal ini dilakukan penulis untuk ikut serta menguatkan pendapat ulama, bahwa hanya sebagian nama surah dalam al-Qur‟an yang penamaannya berasal dari Rasulullah (Tauqīfīy).

B. Permasalahan 1. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang telah ditulis, ada beberapa identifikasi masalah yang akan dijadikan bahan penelitian, sebagai berikut:

a. Problem tentang penamaan surah di dalam al-Qur‟an menimbulkan pertanyaan apakah tauqīfī ataupun ijtihādi.

b. Penyusunan surah di dalam al-Qur‟an terdapat perdebatan dikalangan ulama, bahwa penyusunan ayat di dalam al-Qur‟an langsung dari nabi sedangkan surah terdapat perbedaan pendapat.

2. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini dapat dilakukan lebih fokus, sempurna dan mendalam, maka penulis memandang permasalahan penelitian yang diangkat harus dibatasi.

Oleh sebab itu, penulis membatasi diri hanya berkaitan dengan analisis al-Suyūṭī dalam menjelaskan nama-nama surah di dalam kitab al-Itqān pada paṣal Fī al- Asmā al-Sūrah .

3. Rumusan Masalah

(24)

Bagaimana al-Suyūṭī memberikan analisis pada penjelasan nama-nama surah dalam al-Qur‟an ?

C. Tujuan Penelitian

Untuk memperoleh hasil yang diharapkan, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menjelaskan analisis al-Suyūṭī tentang penamaan surah di dalam al-Qur‟an.

2. Mengetahui analisis al-Suyūṭī di dalam kitab al-Itqan.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis penelitian ini menguatkan pendapat Dr. Muḥammad Salīm Muhaisin tentang penamaan surah di dalam al-Qur‟an.

2. Secara praktis penelitian ini memberikan tambahan kurikulum pada matakuliah

„Ulūm al-Qur‟ān di jurusan Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir.

E. Tinjauan Pustaka

Ketertarikan penulis atas kajian tentang surah dalam „Ulūm al-Qur‟ān, bahwasanya dari berbagai macam nama surah yang ada di dalam al-Qur‟an haya menjadi sebatas perdebatan urutannya saja, pengelompokan surah dan makiyah madaniyah. Padahal ada hal yang harusnya lebih diperhatikan dalam surah yaitu penamaan surahnya. Penulis mengumpulkan beberapa penelitian terdahulu yang dianggap berkaitan dengan penulisan skripsi ini di antaranya adalah:

1. Trisna Hafifudin, Mahasiswa Jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir Fakultas

Ushuluddin Dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2013,

dalam skripsinya berjudul “Kesatuan Tematik Dalam Surah-Surah Al-Qur‟an”,

menjelaskan tentang langkah islahi dalam membuktikan kesatuan tematik dalm

(25)

surah-surah al-Qur‟an, mengetahui metode yang islahi terapkan dalam menentukan „amud, baik dalam surah maupun kelompok surah.

Mengklasifikasikan surah-surah dalam al-Qur‟an menjadi tujuh kelompok.

Klasifikasi yang ditawarkan islhai lebih didasarkan atas fenomena susunan surah surah makiyyah dan madaniyyah dalam al-Qur‟an

20

. Sedangkan skripsi yang penulis akan kaji mengenai klasifikasi penamaan surah menggunakan riwayah atau tidak menggunakan riwayah.

2. Rahmawati,

21

M.Jabir,

22

menjelaskan tentang Pengertian Munasabat al-Ayat Wa al-Suwar, sejarah perkembangan al-ayah wa al-suwar, macam-macam munasabat al-ayat wa al-suwar. Dengan demikian jurnal tersebut memaparkan bahwa munasabat al-ayat wa al-suwar penjelasan mengenai hubungan antara satu ayat dengan ayat yang lain, satu surah dengan surah yang lain antara awal surah dengan isi surah serta awal dengan akhir surah dalam al-Qur‟an, perkembangan ilmu munasabah pada awalnya dicangkan oleh Imam Abu Bakr al-Naisabūrī, akan tetapi tidak mendapatka perhatian yang serius dari para pemerhati al-Qur‟an.

3. Wahyuddin dan M.Saifulloh, dengan judul “„Ulūm al-Qur‟ān Sejarah dan Perkembangannya” menjelaskan tentang pembahasan „Ulūm al-Qur‟ān yang terkait dengan al-Qur‟an dari segi tempat, waktu dan sebab turunnya wahyu, lafal dan ushlub bahasanya, kesusastraan (bhalagah) nya, penulisannya, pengumpulannya, bacaannya, nask-mansukhnya, dan hal-hal lain yang termasuk

20

Trisna Hafifudin, Kesatuan Tematik Dalam Surah-surah Al-Qur‟an; Analisis atas Pemikiran Amin Ahsan Islahi dalam Kitab Tadabbur Al-Qur‟an, Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam,Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2013.

21

Rahmawati, Munasabat al-Ayat Wa al-Suwar, Adabiyah Vol. XIII Nomor 2/2013.

22

Muh.Jabir, Dosen STAIN Palu DPK Universitas Alkhairaat Palu, Korelasi

(Munasabah) Ayat dan Surah Dalam al-Qur‟an, Jurnal Hunafa Vol. 3 No. 4, Desember 2006.

(26)

dengan al-Qur‟an. Melalui proses perkembangan dapat dibagi menjadi tiga fase yaitu: pertama, fase periwayahan mulai dari Rasulullah SAW hingga abad ke-2.

Kedua, fase lahirnya cabang-cabang „Ulūm al-Qur‟ān dan kodifikasinya mulai abad ke-2 hingga abad ke-5 dan ketiga, fase kodifikasi „Ulūm al-Qur‟ān sebgai suatu ilmu yang mencakup berbagai ilmu al-Qur‟an sejak abad ke-5 hingga saat ini. Hingga saat ini telah lahir tokoh di bidang „Ulūm al-Qur‟ān, di antara mereka yang paling masyhur adalah Jalāl al-Dīn al-Suyūṭī pengarang kitab al- Itqān Fī „Ulūm al-Qur‟ān dan al-Zarkasyī pengarang kitab al-Burhān Fī „Ulūm al-Qur‟ān.

23

4. Fadhli Lukman, dengan judul “Pendekatan Semiotika dan Penerapannya Dalam Teori Asma‟ al-Qur‟an” menjelaskan tentang gambaran sederhana tentang pendekatan semiotika, perkembangannya dan bagaimana penerapannya dalam studi al-Qur‟an, kemudian mengemukakan salah satu contoh cara kerja semiotika dalam pengembangan Ulumul Qur‟an, yaitu Asma‟ al-Qur‟an. Dan disinilah semiotika diaplikasikan untuk mengembangkan konsep Asma‟ al- Qur‟an yang lebih progresif. Teori konotasi Roland Barthes bisa dijadikan pisau analisis untuk mengembangkan konsep Asma‟ „Ulūm al-Qur‟ān menjadi konsep self-identity al-Qur‟an.

24

5. Muhammad Ridho, dengan judul “Konsep Munasabah al-Qur‟an Sebagai Metodologi Tafsir” menjelaskan tentang munasabah ialah aspek hubungan atau ketertarikan antara satu kalimat dengan kalimat lain dalam satu ayat, atau antara satu ayat dengan ayat yang lain dalam serangkaian ayat-ayat al-Qur‟an, atau

23

Wahyuddin dan M.Saifulloh, „Ulūm al-Qur‟ān Sejarah dan Perkembangannya, Jurnal Sosial Humaniora, Vol 6 No. 1, Juni 2013.

24

Fadhli Lukman, “Pendekatan Semiotika dan Penerapannya Dalam Teori Asma‟ al-

Qur‟an,” Religia vol. 2, (Oktober 2015).

(27)

antara satu surah dengan surah yang lai. Munasabah itu merupakan suatu hal yang tauqīfī (petunjuk Rasulullah). Penelusurannya dalam ayat-ayat atau surah- surah al-Qur‟an dapat dilakuakan dengan berpedoman pada beberapa segi yaitu segi makna, talazum dzihny dan talazum kharijy. Secara global munasabah mempunya arti penting dari sisi balaghah disamping sebagai salah satu metode dalam memahami makna al-Qur‟an itu sendiri dan munasabah juga bisa memperkuat kemukjizatan al-Qur‟an.

25

6. Mohammad Zamzami „Urif, dengan judul “Faḍāil al-Suwar Dalam Kitab Zubdatu al-Bayan fi Bayani Fadail al-Suwar al-Qur‟an Karya KH. Shodiq Hamzah Semarang” dalam skripsinya menjelaskan tentang faḍāil al-Suwar yang merupakan bagian dari fadhail al-Qur‟an yang berarti keutamaan yang dikandung oleh surah-surah dalam al-Qur‟an, dalam kajian Faḍāil al-Suwar lebih memfokuskan pada kitab Zubdat al-Bayān Fī Bayāni Faḍāil al-Suwār al- Qur‟ān karya KH. Shodiq Hamzah Dalam kitab Zubdat al-Bayān secara spesifik hanya membahas tentang Faḍāil al-Suwar secara praktis, kemudian untuk menjelaskan sumber pengetahuan dari kitab Zubdat al-Bayān menggunakan teori Sam D.Gill tentang aspek fungsi informatif dan performative dalam al- Qur‟an..

26

7. Alfian Nur Muhammad, dengan judul Faḍāil al-Suwar Dalam Kitab Anwār Al- Tanzīl Wa Asrār al-Tawil dalam skripsinya menjelaskan tentang Faḍāil al- Suwar dalam kitab Anwār al-Tanzīl Wa Asrār al-Tawīl karya al-Baiḍāwī semuanya berjumlah seratus dua puluh Sembilan dan terletak di tiap akhir

25

Muhammad Ridho, Konsep Munasabah al-Qur‟an Sebagai Metodologi Tafsir, Kontemplasi, Vol. 01 No. 01, (Juni 2004).

26

Mohammad Zamzami „Urif, “Faḍāil al-Suwar Dalam Kitab Anwār Al-Tanzīl Wa Asrār

al-Tawil, Karya KH. Shodiq Hamzah Semarang,” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran

Islam, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015).

(28)

penafsiran surah. Kemudian semua Fadha‟il al-Suwar berbentuk targib, ini menandakan bahwa al-Baidawi bermaksud memberikan informasi dalam bentuk janji-janji yang memiliki dampak keindahan dan kebahagiaan.

8. Wardatun Nadhiroh, dengan judul Hermeneutika al-Qur‟an Muhammad al- Gazhali (Telaah Metodologis atas Kitab Naḥwa Tafsīr Mauḍū‟i li Suwar al- Qur‟ān al-Karīm) menerangkan tentang kesatuan tematik al-Qur‟an dan surah- surahnya dalam kitab tafsirnya Naḥwa Tafsīr Mauḍū‟i li Suwar al-Qur‟ān al- Karīm. Dalam muqaddimah tafsirnya al-Ghazali mengatakan “tujuan yang saya usahakan adalah menghadirkan sebuah tafsir tematik untuk setiap surah al- Qur‟an. Kemudian hermeneutika filosofis kontekstual Muhammad al-Ghazali mempunyai kemiripan dengan teori hermeneutika filosofis yang digagas oleh Gadamer dalam prakteknya. Satu hal yang sangat ditekankan oleh al-Ghazali dalam penafsirannya bahwa al-Qur‟an itu merupakan satu kesatuan yang utuh sehingga memahaminya pun harus dalam konteks satu kesatuan.

27

9. Nelfi Westi, dengan judul Munāsabah Dalam Sūrah al-Jumu‟ah (Kajian Munasabah Pada Tafsir al-Asās Karya Sa‟id Ḥawwā). Skripsi ini menjelaskan tentang Munāsabah sūrah dan ayat. Dalam Sūrah al-Jumu‟ah Pada Tafsir al- Asās Karya Sa‟id Ḥawwā serta pengklasifikasian sūrah al-Jumu'ah‟menurut Sa‟id Ḥawwā.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Nelfi ada sedikit kesamaan dengan penelitian oleh Rifa‟at Syauqi Nawawi dalam disertasinya,

28

yang berjudul al- Wahdah al-Qur‟aniyyah dalam Tafsir al-Asās (Sttudi atas Munasabah al-

27

Wardatun Nadhiroh, “Hermeneutika al-Qur‟an Muhammad al-Gazhali (Telaah Metodologis atas Kitab Naḥwa Tafsīr Mauḍū‟i li Suwar al-Qur‟ān al-Karīm)” Jurnal Studi Ilmu- ilmu al-Qur‟an dan Hadis, vol. 15, No. 2 (Juli 2014).

28

Rifa‟at Syauqi Nawawi, “al-Wahdah al-Qur‟aniyyah dalam Tafsir al-Asās (Sttudi atas

Munasabah al-Qur‟an menurut Sa‟id Ḥawwa),” (Disertasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012).

(29)

Qur‟an menurut Sa‟id Ḥawwa) menjelaskan tentang kesatuan munasabah ada tiga kelompok, studi ini mendukung pendapat Hamid al-Din al-Farahi (1862- 1930) dalam Majmu‟ah Fi Tafsir Farahi menyatakan bahwa setiap surah di dalam al-Quran mempunyai tema sentral „Amud yang semua surah terintegrasi pada tema sentral ini.

10. Adapun yang pernah mengkaji mengenai kitab al-Itqān ada dua: pertama, Taufiqurrohman Fauzi,

29

yang kedua, Usep Dedi Rostandi.

30

F. Metode Penelitian 1.Jenis penelitian

Jenis penelitian di dalam skripsi ini merupakan penelitian pustaka (Library research) yaitu dengan mengumpulkan data-data kepustakaan baik berupa buku, media masa, serta karya tulis ilmiyah yang dinilai relevan untuk membantu pembahasan penamaan surah dalam al-Qur‟an khususnya dalam kitab al-Itqān Fī „Ulūm al-Qur‟ān. Oleh karena itu penelitian ini termasuk dalam kategori kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif analitis.

2. Sumber Data

Sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini dapat di kategorisasikan menjadi dua, yaitu:

a. Sumber data primer, dalam penulisan ini sumber yang digunakan sebagai penelitian, yaitu kitab al-Itqān Fī „Ulūm al-Qur‟ān karya Jalāl al-Dīn al-Suyūṭī.

29

Taufiqurrahman Fauzi, Nida‟ Terhadap Para Nabi Dalam al-Qur‟an “Studi Komparatif Dalam Kitab al-Itqān dan al-Burhan,” (Skripsi UIN Sunan Ampel Surabaya, 2016).

30

Usep Usep Dedi Rostandi, Konsep Asbab al-Nuzul Dalam Menafsirkan al-Qur‟an

“Kajian Atas Konsep al-Ibroh bi Umumi Lafzhy laa bi Khushush Sabab dalam Kitab al-Itqān”,

Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya, UIN Sunan Gunung Djati, 2011.

(30)

b. Sumber data sekunder, yaitu bahan-bahan pustaka yang berkaitan dengan sumber primer, serta yang berkaitan dengan penamaan surah dalam ulum al- Qur‟an.

G. Sistematika Penulisan

Sebagai karya ilmiah, skripsi ini terbagi menjadi lima bab. maka penulis membagi pembahasan menjadi beberapa bab, sebagai berikut:

Bab pertama, pendahuluan yang terdiri dari: latar belakang masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, sistematika penulisan.

Bab kedua, pada bab ini diuraikan tentang biografi Jalaluddin al-Suyūṭī, gambaran umum kitab al-Itqān, penjelasan ringkas nama-nama al-Qur‟an dan nama-nama surahnya, bagian ke-17 dalam kitab al-Itqān. Karena tokoh yang diangkat dalam penelitian ini adalah Jalaāl al-Dīn al-Suyūṭī, maka sangat perlu untuk menguraikan biografinya.

Bab ketiga, pada bab ini di uraikan perdebatan seputar penamaan surah yang terdiri dari: Definisi dan pengertian surah, Ijtihādī dan tauqīfī dalam susunan surah, nama-nama surah yang lebih dari satu. Dengan demikian, akan mempermudah mencari titik temu permasalahn yang sedang dikaji.

Bab keempat, pada bab ini diuraikan klasifikasi argumen pemahaman

surah yang terdiri dari: Riwayah sebagai argument penamaan surah, nama-nama

surah tanpa analisis riwayah. Bab keempat merupakan inti dalam pembahasan

skripsi penelitian ini dan merupakan kelanjutan dari bab-bab sebelumnhya.

(31)

Bab kelima, merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dan

jawaban atas permasalahan penelitian yang diangkat, serta direkomendasikan

untuk manfaat penulis dan penelitian lebih lanjut.

(32)

15

Pembahasan seputar surah adalah salah satu dari pembahasan yang prinsipil dalam mempelajari ilmu-ilmu al-Qur‟an, adanya pembagian seputar surah dalam al-Qur'an membantu kita untuk memahami pokok pokok pembahasan dalam studi al-Qur'an. Pembagian al-Quran menjadi surah surah merupakan pembagian yang telah dituliskan oleh al-Qur'an sendiri. Umumnya, pemberian nama dalam al-Qur‟an disesuaikan dengan tema yang dipembicarakan surah tersebut atau nama yang telah ada dalam surah, seperti "al-Baqārah", "al-

„Imrān","al-Isra" dan sebagainya.

A. Definisi dan Pengertian Surah

Mengetahui surah secara etimologi dan terminologi, dalam surah ada dua bahasa. Secara etimologi al-Sūrah adalah Manzilah yang berarti kedudukan, yaitu kedudukan setelah kedudukan, dan al-Syaraf atau kemuliaan.

1

al-Sūrah Secara terminologi juga diartikan sesuatu yang sempurna atau lengkap.

2

Sedangkan al-

„Utabī berpendapat kata “al-Sūrah” ( ةروسلا ) ada yang menambahkan hamzah dan

ada yang tidak. Jika ditambahkan hamzah, berarti menjadi lafadz “Asˈartu” ( ترأس ا ) yang berarti “Afḍaltu” ( تلضفأ ) yang berasal dari kata “al-Suˈru” yang mempunyai

makna minuman yang tersisa dalam sebuah bejana. Jadi surah ini seakan-akan bagian yang tidak terpisahkan dari al-Qur‟an. Surah juga diartikan sebagai ( روس

1

Muḥammad Abdul Azīm Al-Zarqāni, Manahil Al-„urfan Fi „„Ulūm al-Qur‟ān.

Penerjemah H.M. Qadirun Nur (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), h. 367.

2

Ahmad Izzan, Ulumul Qur‟an: Telaah Tekstualitas al-Qur‟an (Bandung: Tafakkur,

2009), h. 33.

(33)

ءانبلا ) “Pagar satu bagunan” adapula yang mengartikan sebagai ( ةنيدلما روس ) “Pagar

suatu kota”. Karena surah ini mengelilingi ayat-ayat yang berkumpul dengannya, seperti berkumpulnya rumah dengan rumah. Ada yang mengatakan; dinamakan surah karena surah satu sama lainnya saling menyusun dan membangun. Yaitu dari kata al-Tasawwur ( روستلا ) yang berarti al-Taṣā‟ud ( دعاصتل ا ) yang mempunyai arti “mengangkat dan memanjat” dan al-Tarākub ( بكاترلا ) “Saling menyusun”.

3

Sedangkan secara terminologi, para ulama ahli ilmu al-Qur‟an berbeda-beda dalam mendefinisikan surah diantaranya:

al-Ja‟barī mendefinisikan surah sebagai:

اهلقاو ةتماخو ةتحاف يذ يا ىلع لمتشي نارق تايا ثلاث

“al-Qur’an yang mencangkup bagian macam ayat, yang mempunyai pembukaan dan penutup dan jumlah yang paling sedikit adalah tiga ayat”.

4

Khālid Ibn „Uṡmān al-Sabt seorang ulama kontemporer mendefinisikan surah sebagai:

عطقمو علط تاذ نارقلا تايا نم ةلقتسم ةفئاط

“Sekelompok atau sekumpulan ayat-ayat al-Qur‟an yang berdiri sendiri, yang mempunyai permulaan dan penghabisan”.

5

Selanjutnya Manna Khalil al-Qaṭān mendefinisikan surah sebagai berikut:

عطقلماو عطلما تاذ نارقلا تايا نم ةلملجا ىه: ةروسلا

3

Jalāl al-Dīn al-Suyūṭī, al-Itqān Fī „Ulūm al-Qur‟ān (Bayrūt: Muassah al-Risālah 2008), h. 118.

4

Jalāl al-Dīn al-Suyūṭī, al-Itqān Fī „Ulūm al-Qur‟ān, h. 118.

5

Khālid Ibn „Uṡmān al-Sabt, al-Qawāid al-Tafsīr Jam‟ān Wa Dirāsatan (T.tp: Dār Ibn

„Affān 1421 H), h. 100.

(34)

“Surah adalah kumpulan atau jumlah ayat-ayat al-Qur‟an yang memiliki permulaan dan akhiran”.

6

Dari definisi di atas dapat penulis simpulkan bahwa surah adalah sekumpulan ayat-ayat al-Qur‟an yang berdiri sendiri yang memiliki permulaan dan akhiran sebagai tingkatan untuk membedakan antara surah yang satu dengan surah yang lainnya.

B. Ijtihādi dan Tauqīfi Dalam Susunan Surah Al-Qur'an

Selama ini al-Qur‟an yang diketahui adalah al-Qur‟an yang sudah tersusun dengan rapi yang dimulai dari surah al-Fātihah dan diakhiri dengan surah al-Nas.

Tidak pernah memikirkan tentang penyusunan surah di dalam al-Qur‟an yang selama ini yang dibaca dan yakini. Apakah penyusunan surah di dalam al-Qur‟an adalah tauqīfi atau ijtihādi?.

Jauh sebelum itu, para ulama dan ilmuwan sudah terlebih dahulu mencoba untuk menggali dan memberikan analisis masing-masing dengan mengemukakan beberapa argumen yang didukung berbagai referensi. Dari upaya tersebut ternyata para ahli mendapatkan kesimpulan yang berbeda, ada yang beranggapan bahwa susunan surah dalam al-Qur‟an bersifat ijtihādi, ada yang berpendapat tauqīfi.

Kemudian diambillah jalan tengah, susunan surah tersebut sebagian merupakan hasil ijtihad dan sebagian lainnya tauqīfi.

7

sahabat bersepakat untuk mengumpulkan semua al-Qur‟an sebagaimana yang diketahui saat ini. Dalam masalah ini, ada tiga pendapat ulama tentang penyusunan surah di dalam al-Qur‟an, antara lain

6

Mannā‟ Khalîl al-Qaṭṭān, Mabāhiṡ Fī „Ulūm al-Qur‟ān (al-Qāhirah: Maktabah Wahbah, 2000), h. 133

7

Acep Hermawan, „Ulumul Qur‟an: Ilmu untuk Memahami Wahyu (Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya 2016), h. 108-109.

(35)

1. Ijtihad Sahabat Nabi

Pendukung pendapat ini antara lain: Imam Mālik, al-Qaḍī Abū Bakr dan Ibn al-Farīs. Adapun dalil ulama yang menyatakan susunan al-Qur‟an sebagai Ijtihad para sahabat sebagai berikut:

a. Mushaf-mushaf yang dimiliki beberapa Sahabat itu berbeda-beda dalam penyusunan surah di dalam al-Qur‟an, seperti Mushaf „Alī Ibn Abī Ṭalib, Mushaf „Abdullāh Ibn Mas‟ūd dan Mushaf „Uṡmān Ibn „Affān. Susunan surah di dalam Mushaf „Alī berdasarkan turunnya ayat, dengan demikian surah pertama dalam mushaf Alī bukannya surah al-Fātihah melainkan surah al-

„Alaq. Surah selanjutnya adalah al-Mudaṡṡir al-Nūr, al-Muzammil, al-Lahab dan al-Takwīr. Sementara Mushaf „Abdullāh Ibn Mas‟ūd sususan surahnya dimulai dengan al-Baqārah, al-Nisā, al-Nūr dan al-„Imrān.

Sedangkan susunan surah pada Mushaf Uṡmān Ibn „Affān seperti susunan surah yang kita saksikan sekarang, karena memang sejak penulisan al-Qur‟an pada zaman „Uṡmān dan diseragamkannya tata cara penulisan al-Qur‟an oleh

„Uṡmān.

b. Berdasarkan atas hadis Nabi yang diriwayahkan Ibn Astah dari Ismā‟il Ibn Abbās dari Hibban Ibn Yahā dari Muḥammad al-Quraṣi, Nabi bersabda:

مه رما س لعجف لاوطلا اوعباتي نا نامثع عبسلا في ةبوتلا ةروسو لافنلا ةرو

امهني لصفي لمو

رلا للها مسبب حم

ممي رلا ن

“Usman memerintahkan kepada para sahabat agar mengurutkan surah-surah yang panjang. Kemudian ia menjadikan surah al-Anfāl dan surah al-taubah di dalam kelomok “tujuah” dan surah yang ketujuh. Dan ia tidak memisahkan antara al-Anfāl dan al-Taubah dengan Basmalah”.

8

8

Ansharuddin M, “Sistematika Susunan Surah di dalam Al-Qur‟an: Telaah Historis”,

Cendekia: Jurnal Studi Keislaman Volume 2, Nomor 2, (Desember 2016): h. 213.

(36)

2. Berdasarkan Pernyataan Nabi (Tauqīfi)

Para pendukung pendapat ini beranalisis pada ketetapan yang diambil dalam penulisan Mushaf „Uṡmān. Sebab pada saat itu, semua sahabat sepakat (ittifaq). Tidak seorang pun di antara mereka yang kontra terhadap susunan dalam Mushaf „Uṡmān, bisa disimpulkan karena para Sahabat tahu bahwa susunan surah-surah al-Qur‟an itu datang dari Nabi. Selanjutnya merujuk kepada perkataan Abū Ja‟far al-Nuhas, ia mengatakan “Yang bisa dipilih adalah bahwasannya tertib urutan surah atau susunan surah datang dari Rasulullah”. Ia merujuk kepada hadis yang diriwayahkan Wa‟ilah yang berbunyi:

ةاروتلا ناكم لاوطلا عبسلا تمطعا

“Aku diberi tujuh surah yang panjang yang posisinya sama dengan Taurat”.

Menurut riwayah dari Sulaimān ibn al-Hilāl, ia telah mendengar Rabi‟ah telah ditanya, kenapa surah al-Baqārah dan al-Imrān didahulukan letaknya, padahal sebelumnya sudah lebih 80 surah Makkiyah yang diturunkan di Madinah.

Ia menjawab, “Keduanya didahulukan, karena al-Qur‟an disusun berdasarkan pemberitahuan dari Rasulullah saw yang telah menyusunnya. Itulah yang sampai kepada kami; karena itu, jangan lagi ditanyakan hal itu”.

Senada dengan Abū Ja‟far al-Nuhas, Ibn al-Hiṣar berpendapat susunan surah-surah di dalam al-Qur‟an ditetapkan dengan wahyu. Ia merujuk kepada satu riwayah yang mengatakan bahwa Nabi pernah bersabda: “Letakanlah ayat ini di surah ini”. Ibn al-Hiṣar berkeyakinan penyusunan surah-surah di dalam al-Qur‟an bersumber naql dari Rasulullah.

9

3. Sebagian Surah-surah Tauqīfi dan Sebagian Surah-surah Ijtihādi

9

Acep Hermawan, „Ulumul Qur‟an: Ilmu untuk Memahami Wahyu, h. 107-108.

(37)

Di tengah-tengah sengitnya perdebatan kedua kubu yang berpendapat susunan surah di dalam al-Qur‟an adalah tauqīfi atau ijtihādi, muncul pendapat ketiga yang menengahi antara kedua kubu di atas. Pendapat ketiga ini berpendapat sususan surah-surah di dalam al-Qur‟an berdasarkan perintah Rasulullah, tetapi tidak semuanya. Selain surah-surah yang di susun berdasarkan tauqīfi, tidak jarang pula susunan surah didalam al-Qur‟an berdasarkan ijtihādi.

10

Pendapat ketiga ini didukung beberapa ulama terkemuka, antara lain :

a. al-Zarqāni berpendapat kelompok ketiga inilah yang paling tepat, sebab pendapat yang pertama ada kelemahannya, yaitu terdapat hadis-hadis yang menunjukan adanya tauqīfi pada sebagian susunan surah-surah. Sedangkan pendapat kedua juga ada kelemahannya. Sebab ternyata ada hadis-hadis yang menunjukan adanya tauqīfi pada tertib sebagian surah-surah. Sedangkan pendapat kedua juga ada kelemahannya. Sebab ternyata hadis Ibn Abbās yang telah dikutip oleh pendapat pertama memang menunjukan adanya ijitihad pada tertib sebagian surah-surah al-Qur‟an („Usman berijtihad di dalam melakukan tertib surah al-Anfal, Bara‟ah dan Yunus).

b. Al-Qādī Abū Muḥammad Ibn Aṭiyah berpendapat sebenarnya kebanyakan surah-surah al-Qur‟an telah diketahui tertibnya pada waktu nabi masih hidup, seperti tujuh surah, al-Ṭiwāl, yang dimulai dengan (مي) dan surah-surah al-

Mufaṣṣal. Sedangkan surah-surah selain tersebut diatas, tertibnya diserahkan kepada umat Islam sesudah nabi wafat.

11

10

Acep Hermawan, „Ulumul Qur‟an: Ilmu untuk Memahami Wahyu, h. 109.

11

Acep Hermawan, „Ulumul Qur‟an: Ilmu untuk Memahami Wahyu, h. 109.

(38)

Demikian beberapa pendapat ulama tentang penyusunan surah al-Qur‟an, ada yang berpendapat hasil ijtihad sahabat, tauqīfi dan ada pula yang mengatakan bahwa sebagian besar merupakan tauqīfi dan hanya sebagian kecil ijtihad sahabat.

C. Pembagian Surah dalam al-Qur’an

Para Ulama mengklasifikasikan surah-surah al-Qur'an yang berjumlah 114 itu menjadi empat macam. Berdasarkan hadis marfu' yang diriwayahkan oleh Abū „Ubaid dari Basyīr, dari Qatādah, dari Abī Malih dari Wailah bin Al Asqa‟

dari Nabi Muhammad saw. Bersabda:

م ُتمِطْعُأ ِلمِْنِْلإا نا ك م ُتمِطْعُأ و ، ينِئ مْلا ِروُبَّزلا نا ك م ُتمِطْعُأ و ، عْبَّسلا ِةا رْوَّ تلا نا ك

ِلَّص فُمْلاِب ُتْلِّضُف و ، ِنِا ث مْلا

“Aku diberi (oleh Allah) tujuh (surah) athiwal pada posisi Taurat dan aku diberi Maˈin pada posisi zabur, dan aku diberi a posisi al-Maṡāni pada injil dan aku dilebihkan dengan Mufaṣal”.

12

Adapun keempat macam tersebut adalah:

1. al-Ṭiwāl, yaitu surah-surah al-Qur‟an yang panjang. Surah surah yang tergolong dari kelompok ini adalah tujuh surah yang panjang-panjang ( عبسلا لاوطلا ) yaitu surah al-Baqārah, al-„Imrān, al-Nisā, al-Maidah, al-An'ām, al-

A'rāf dan surah Yūnus. Mengenai surah terakhir ini, ada yang mengatakan bukan surah Yūnus, tetapi gabungan antara surah al-Anfāl dan surah al- Taubah. Karena kedua surah tersebut tidak dipisahkan dengan lafadz Basmalah.

12

Aḥmad Ibn Ḥanbal, Musnad Aḥmad Ibn Ḥanbal (Bayrūṭ: Muˈasas al-Risālah 1998),

Juz 4, h. 107.

(39)

2. al-Miˈūn, yaitu surah-surah yang ayat-ayatnya lebih dari seratus atau sekitar itu.

3. al-Maṡānī, yaitu kelompok surah-surah yang jumlah ayatnya dibawah al- Mi'ūn. Dinamakan al-Maṡānī karena surah itu di ulang-ulang bacaannya lebih banyak dari pada al-Ṭiwāl dan al-Mi'ūn.

4. al-Mufaṣal, yaitu surah-surah yang dimulai dari Qāf, adapula yang berpendapat dimulai dari surah yang lain. Mufaṣal dibagi menjadi tiga bagian, yaitu Mufaṣal a-Ṭiwāl, al-Awsāṭ dan al-Qiṣār. Mufaṣal al-Ṭiwāl dimulai dari surah Qāf atau al-Hujurat sampai dengan surah „Amma. Mufaṣal al-Awṣāṭ dimulai dari surah „Amma sampai dengan surah al-Ḍūḥā atau Lam Yakun.

Sedangkan Mufaṣal al-Qiṣār dimulai dari surah al-Ḍūḥā atau Lam yakun sampai surah yang terakhir didalam al-Qur‟an. Disebut al-Mufaṣal yang berarti terputus-putus, karena seringnya terputus. Sebab surah itu pendek.

13

13

Zainal Arif, Ulumul Qur‟an: Cara Memahami Kandungan al-Qur‟an (Serang: Pustaka

Getok Tular 2017), h. 104-105.

(40)

24

GAMBARAN UMUM KITAB AL-ITQĀN A. Biografi Jalāl al-Dīn al-Suyūṭī

Nama lengkapnya adalah Abd al-Rahmān al-Kamal Abī Bakr Ibn Muḥammad Ibn Sabiq al-Dīn Ibn al-Fakhr Uṡmān Ibn Nazīr al-Dīn al-Hamām al- Khudairi al-Suyūṭī.

1

Ada yang menambahkan Aṭaluni al-Miṣri al-Syaāfi‟ī, dan beri gelar Jalal al-Dīn, serta dipanggil dengan nama Abū Faḍl. Kata al-Suyūṭi diambil dari nama daerah kelahirannya yaitu al-Syūt yang terletak di kota Mesir.

2

Selain di beri gelar dengan nama Jalāl al-Dīn, beliau juga di beri gelar al-Kutub karena dilahirkan diantara buku-buku milik ayahnya.

3

al-Suyūṭī dilahirkan di sebuah daerah yang terletak di kota Mesir yakni al- Syūt pada awal bulan Rajab tahun 849 H/ 1445 M, Pada masa Dinasti Mamluk abad ke-15 M. Beliau berasal dari keluarga keturunan Persia yang mulanya bermukim di Baghdad kemudian pindah ke daerah al-Suyut. Al-Suyūṭī menjadi seorang piatu setelah ibunya wafat sesaat setelah beliau dilahirkan. Setelah usia beliau beranjak lima tahun, al-Suyūṭī menjadi yatim piatu setelah ayahnya menyusul ibunnya, dan beliau hidup di lingkungan yang penuh dengan keilmuan serta ketakwaan.

Dalam kondisi yatim piatu al-Suyūṭī tidak patah semangat dalam menuntut ilmu dan menulis yang beliau sangat menekuninya. Salah satu karya tulisan yang di hasilkan al-Suyūṭī adalah kitab al-Asibāh Wa al-Naḍāir yang merupakan

1

Muḥammad Husain al-Dzahabi, Ilmū Tafsīr ( Darr al-Ma‟arif, tt), h. 180

2

Jalaluddin al-Suyuthi, al-Itqān Fī ‘Ulūm al-Qur’ān, Cet. Ke- 1, juz I (Mesir: Dár al- Salam 2008), , hal. 6-7

3

Sri Mahrani, “Metode Jalaluddin al-Suyuti Dalam Menafsirkan al-Qur‟an: Tinjauan

Terhadap Tafsir al-Durr al-Mantsur Fi al-Tafsir al-Ma‟tsur,” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin,

Universitas Islam Negeri Jakarta, 2011), h. 20.

(41)

penyempurnaan dari kitab al-Asybāh Wa al-Naḍāir karya al-Subkhi. Sehingga di usia tujuh belas tahun al-Suyūṭī telah diberi wewenang oleh guru-gurunya untuk mengajarkan beberapa ilmu diantaranya, Ilmu sastra Arab, ilmu hukum, bahkan al-Suyūṭī telah diberi wewenang untung memberikan fatwa, dan dinobatkan sebagai salah satu guru besar di beberapa sekolah seperti Ibn al-Ṭulūs, al- Syaikhuniah dan al-Bibrisiyah.

4

Al-Żahabī berpendapat bahwa Jalāl al-Dīn al- Suyūṭī merupakan orang yang paling alim pada zamannya dalam segala disiplin keilmuan, baik yang berkaitan dengan al-Qur‟an, hadis, rijal dan gharib al-hadis.

5

Pada usia 40 tahun al-Suyūṭī sangatlah sibuk dengan ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah, sehingga beliau meninggalkan profesinya sebagai mufti, mengajar dan mengurangi kesibukannya dalam menulis demi beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah swt.

6

Jalāl al-Dīn al-Suyūṭī menempuh pendidikannya dari beberapa ulama besar yang terkenal, diantaranya: Imam Sirajuddin al-Qalyubi dan Syaikh al-Islam al-„Ilm al-Din al-Bulqaini dari kedua ulama tersebut al-Suyūṭī mempelajari ilmu Fiqh dan ilmu Fara‟id. Setelah itu al-Suyūṭī mempelajari ilmu hadis dan bahasa arab melalui Imam Taqiyyuddin al-Samni dan Syihabuddin, sedangkan ilmu tafsir diperoleh dari gurunya yang bernama Imam Jalāl al-Dīn al-Mahallī yang terkenal sebagai ulama besar dalam bidang tafsir dan pengarang kitab Tafsīr al-Jalālain.

7

Kemudian al-Suyūṭī belajar kitab Sahīḥ Mulim kepada gurunya yang bernama al- Syam al-Syairami, sedangkan al-Suyūṭī belajar ilmu kedokteran kepada

4

H.Nadjih Ahjad, Terjemahan Al-Jami’al-Shaghir, Jilid 1, (Surabaya: PT. Bina Ilmu 1995), h. 7-10.

5

Muḥammad Husain al-Dzahabi, Ilmū Tafsīr, h. 180

6

Mani‟ Abdul Halim Ahmad, Manhaj al-Mufassirin, terj. Faisal Saleh dan Syahdianor (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006)

7

Jalaluddin al-Suyuthi, Al-Itqan fi Ulum al-Qur‟an, Vol.I (Mesir: Dar al-Salam, 2008)

(42)

Muḥammad Ibn al-Dawani salah seorang pakar dibidang kedokteran yang berasal dari roma yang pindah ke Mesir.

8

Selain guru laki-laki, al-Suyūṭī mempunyai guru dari kalangan perempuan seperti Aisyah binti Ali, Niswan binti Abdullah al- Kanani, Hajar binti Muhammad al-Misriyah.

9

Pada usia 40 tahun al-Suyūṭī disibukan dengan beribadah dan mendekatkan diri kepda Allah, berpaling dari dunia dan segala kemewahan.

Beliau tinggalkan profesinya sebagai mufti, mengajar sekaligus kegiatan menulis.

Kemudian Jalāl al-Dīn al-Suyūṭī wafat pada usia 61 tahun 10 bulan 18 hari, yaitu pada malam jum‟at tanggal 19 Jumadil Ula tahun 911 H/1505 M di Khusyi Qusun di luar pintu Qarafah Kairo Mesir. Jasad mulianya disemayamkan berdekatan dengan makam al-Imām al-Syāfi‟ī dan al-Imām Wāki‟ (guru Imām al-Syāfi‟ī).

Tempat pemakamannya selalu tertutup, tidak bisa masuk ke dalam kecuali menghubungi juru kunci.

10

Adapun karya-karya Jalāl al-Suyūṭī yang dapat penulis sebutkan antara lain adalah:

1. Bidang Tafsir

a. Tafsir Turjum ān Al-Qurān

b. Tafsir al-Qur’ān al-’Adzīm (tafsir jalālain) c. Tafsir al-Dūr al-Manṡur Fī Tafsīr Bi al-Ma’ṡur 2. Bidang Ulum Alquran

a. al-Itqān Fī ‘Ulūm al-Qur’ān

8

Yusrin Abdul Ghani Abdullah, Historiografi Islam Dari Klasik Hingga Modern, cet. ke- 1 (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 2004), h. 87.

9

Saiful Amin Ghofur, M.Alaika Salamullah (Ed.), Profil Para Mufassir al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008), h. 112.

10

Mani „Abdul Halim Ahmad, Manhāj al-Mufassirīn, terj: Faisal Saleh dan Syahdianor,

Cet.1 (Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2006), hal. 126.

(43)

b. Mutasyābih al-Qurān

c. Lubāb al-Nuqūl Fī Asbāb al-Nuzūl

d. al-Madzhab Fīmā Waqā’a Fī al-Qur’ān Min al-Mu’rab e. Mufḥamāt al-Aqrān Fī Mubhamāt Al-Qur’ān

3. Bidang Hadis

a. Al-Dibaj ‘Alā Ṣahīh Muslīm bin al-Hajjāj

b. Tanwīr al-Hawālik ‘Alā Muwaṭṭaˈ al-Imām Mālik c. aljāmi’ al-Ṣaghīr

d. Jam’u al-Jawāmi’ (Jāmi’ al-Kabīr)

e. Misbāh al-Zujājah ‘Alā Sunan ibn Mājah.

11

B. Penjelasan Ringkas Isi Kitab al-Itqān Fī ‘Ulū al-Qur’ān

Kitab al-Itqān Fī ‘Ulūm al-Qur’ān adalah kitab yang begitu fenomenal dari beberapa kitab yang ditulis oleh Jalāl al-Dīn al-Suyūṭī. Kitab ini ditulis karena al-Suyūṭī merasa heran pada saat karya-karya dibidang hadis telah banyak ditulis, tetapi belum ada karya representatif yang mendalam di bidang studi al-Qur‟an.

Padahal. al-Qur‟an itu lebih penting dan lebih tinggi derajatnya dibandingkan hadis. Kitab al-Itqān adalah karya kedua tentang studi al-Qur‟an yang ditulis oleh al-Suyūṭī, dan merupakan memperluas dari kitab studi al-Qur‟an yang ditulis oleh al-Suyūṭī yaitu kitab al-Tahbīr Fī ‘Ulūm al-Tafsīr. Didalam kitab tersebut, al- Suyūṭī menggabungkan dua penjelasan terkait studi al-Qur‟an, Pertama dari kitab

11

Karya-karya al-Suyūṭī yang ditulis oleh penulis hanya sebagian kecil saja lengkapnya

lihat Siradjuddin Abbas, Thabaqatus Syafi’iyyah: Ulama Syafi’i dan Kitab-kitabnya dari Abad ke

Abad (Jakarta : Pustaka Tarbiyah Baru, 2011), h. 280-28

(44)

Mawāqi’ al-‘Ulūm karya al-Bulqaini. Sedangkan yang kedua dari kitab al-Burhān Fī ‘Ulūm al-Qur’ān karya al-Zarkasyī.

12

Kitab al-Itqān ini sangatlah tinggi nilainya, penjelasan-penjelasannya begitu akurat dan terdapat faidah yang mendalam. Sususan kitab al-Itqān berdasarkan kitab al-Burhān dan sebagiannya dimasukan kedalam bagian yang lain, oleh karena itu kitab ini diberi nama al-Itqān Fī ‘Ulūm al-Qur’an dengan harapan bahwa kitab ini bagaikan sumber air segar yang dapat menghilangkan dahaga. Dan kitab ini juga dijadikan pengantar kitab tafsir besar yang ditulis oleh al-Suyūṭī dan deri beri nama Jam’u al-Bahrain (kumpulan dua lautan) dan Maṭla’

al-Badrain (terbit dua bulan purnama) yang menyatukan antara riwāyah dan dirāyah. Didalam kitab al-Itqān dijelaskan secara luas mengenai 80 bagian yang penting dalam mempelajari ilmu al-Qur‟an. Bagian-bagian tersebut antara lain sebagai berikut:

Bagian pertama tentang Makī dan Madanī, bagian kedua tentang Ḥadarī dan Safarī, bagian ketiga tentang al-Nahārī dan al-Lailī, bagian keempat tentang al-Ṣaifī dan al-Syitāˈī, bagian kelima tentang al-Firāsyī dan al-Naumī, bagian keenam tentang al-Arḍī dan al-Samāˈī, bagian ketujuh tentang yang pertama kali diturunkan dari al-Qur‟an, bagian kedelapan tentang yang terakhir diturunkan dari al-Qur‟an, bagian kesembilan tentang Asbāb al-Nuzūl, bagian kesepuluh tentang yang diturunkan atas lidah sebagian sahabat, bagian kesebelas tentang ayat-ayat al-Qur‟an yang diturunkan secara berulang, bagian kedua belas tentang ayat-ayat yang diturunkan lebih dahulu dari hukumnya dan ayat-ayat yang diturunkan setelah hukumnya berlaku terlebih dahulu, bagian ketiga belas tentang al-Qur‟an

12

Jalāl al-Dīn al-Suyūṭī, al-Itqān Fī ‘Ulūm al-Qur’ān (Bayrūt: Muassah al-Risālah 2008),

h. 23.

(45)

yang diturunkan secara terpisah dan yang diturunkan secara keseluruhan, bagian

keempat belas tentang al-Qur‟an yang diturunkan secara berkelompok dan secara

sendiri-sendiri, bagian kelima belas tentang yang diturunkan kepada sebagian

nabi-nabi dan tidak diturunkan kepada nabi-nabi sebelum nabi Muhammad SAW,

bagian keenam belas tentang cara diturunkannya al Qur‟an, bagian ketujuh belas

tentang mengetahui nama-nama al Qur‟an dan nama-nama surat, bagian

kedelapan belas tentang cara penghimpunan dan penyusunannya, bagian

kesembilan belas tentang jumlah surat, ayat-ayat, kata-kata dan huruf-hurufnya,

bagian kedua puluh tentang para penghafal dan perawi al Qur‟an, bagian kedua

puluh satu tentang al-‘Ālī (riwayat yang derajatnya tinggi) dan al-Nāzil (riwayat

yang derajatnya rendah, bagian kedua puluh dua tentang al-Mutawātir, bagian

kedua puluh tiga tentang al-Mashūr, bagian kedua puluh empat tentang al-Āhād,

bagian kedua puluh lima tentang al-Syādz, bagian kedua puluh enam tentang al-

Mauḍū’. bagian kedua puluh tujuh tentang al-Mudraj. bagian kedua puluh delapan

tentang Waqaf dan al-Ibtidāˈ, bagian kedua puluh sembilan tentang

ketersambungan secara lafadz, bagian ketiga puluh tentang Imālah dan fathah dan

lainnya, bagian ketiga puluh satu tentang Idghām, Idẓhār, Ikhfāˈ, dan Iqlāb,

bagian ketiga puluh dua tentang Mad (panjang) dan Qasr (pendek), bagian ketiga

puluh tiga tentang Hamzah dibaca dengan ringan, bagian ketiga puluh empat

tentang tata cara Taḥammul, bagian ketiga puluh lima tentang adab Tilāwah,

bagian ketiga puluh enam tentang Gharīb al-Qur’an (kata-kata asing), bagian

ketiga puluh tujuh tentang kata-kata yang terdapat dalam al Qur‟an yang bukan

berasal dari bahasa Hijaz, bagian ketiga puluh delapan tentang kata-kata yang

terdapat dalam al Qur‟an yang bukan berasal dari bahasa arab, bagian ketiga puluh

Gambar

Tabel 4. 3: Klasifikasi Argumentasi Penamaan Surah Berdasarkan Riwayah
Tabel 4. 1: Klasifikasi Nama Surah Dengan Menambahkan Nama Lain  No  Klasifikasi Jumlah Nama
Tabel  4.  1  di  atas  menunjukan  bahwa  surah  di  dalam  al-Qur‟an  bisa  diklasifikasikan  berdasarkan  jumlah  penamaan  nama  lain  dari  surah  tersebut
Tabel 4. 2: Klasifikasi Penamaan Surah Dengan Motivasinya
+2

Referensi

Dokumen terkait

28 Wawancara dengan guru PAUD Smart Raudhoh, Triyani, Jakarta, 20 Juli 2018.. Dari pernyataan diatas, penulis menganalisa adanya ketimpangan antara pendidikan yang telah

PENGEMBANGAN APLIKASI MOBILE ACADEMIC INFORMATION SYSTEM ( AIS ) BERBASIS ANDROID UNTUK PENGGUNA DOSEN DAN MAHASISWA ( Studi Kasus : Pusat Teknologi Informasi dan

12 Dalam al-Qur‟an terdapat beberapa kata sahabat atau term-term yang bermakna dengan kata sahabat itu sendiri, hal tersebut akan menilik bagaimana arti

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode dan praktik menghafal al-Qur’an yang diterapkan mahasiswa yang memiliki hafalan di Fakultas Ushuluddin khususnya

Terakhir dilihat secara keseluruhan dengan melihat kata yang muncul untuk setiap tahunnya dapat disimpulkan bahwa kata-kata yang berkaitan dengan Islam terdapat beberapa yang

19 Danang Sunyoto, Manajemen Pemasaran, (Pendekatan Konsep, Kasus, dan Psikologi Bsinis), (Yogyakarta: CAPS (Center Of Academic Publishing Service), 2013), h.55.. ditempuh

Shinto bukanlah suatu kepercayaan yang hanya memiliki satu objek Tuhan yang harus disembah, melainkan Tuhan atau yang disebut dengan Kami diyakini berada disetiap makhluk

Penelitian tentang cara baca al-Qur‟an mulai muncul pada akhir abad ke dua Hijriah, ketika fenomena munculnya ragam bacaan al- Qur‟an di tengah masyarakat semakin