• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi Komposisi Pakan Untuk Memenuhi Kebutuhan Nutrisi Ayam Petelur dengan Biaya Minimum Menggunakan Improved Particle Swarm Optimization (IPSO)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Optimasi Komposisi Pakan Untuk Memenuhi Kebutuhan Nutrisi Ayam Petelur dengan Biaya Minimum Menggunakan Improved Particle Swarm Optimization (IPSO)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Fakultas Ilmu Komputer

1

Optimasi Komposisi Pakan Untuk Memenuhi Kebutuhan Nutrisi Ayam

Petelur dengan Biaya Minimum Menggunakan

Improved Particle Swarm

Optimization

(IPSO)

Nur Firra Hasjidla1, Imam Cholissodin2, Agus Wahyu Widodo3

Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya Email: 1firrapirraa@gmail.com, 2imamcs@ub.ac.id, 3a_wahyu_w@ub.ac.id

Abstrak

Dalam suatu usaha peternakan ayam petelur, biaya pakan menyita 60-70% dari biaya produksi keseluruhan. Peternak dapat menyusun ransum untuk ternak ayam petelurnya secara mandiri guna menghemat biaya pakan. Namun, dalam pembuatan ransum, peternak terlebih dahulu harus memeriksa kandungan nutrisi dan harga tiap bahan pakan yang akan dikombinasikan Peternak juga harus mengevaluasi secara manual apakah formula ransum yang akan diberikan dapat memenuhi kebutuhan nutrisi ayam petelur. Oleh karena itu, untuk meningkatkan efisiensi dalam pemberian pakan yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi ayam petelur dan dengan biaya minimum, pada penelitian ini dirancang sebuah sistem untuk menentukan komposisi pakan ayam petelur yang optimal menggunakan algoritme Improved Particle Swarm Optimization (IPSO), teknik optimasi yang merupakan pengembangan dari algoritme PSO. Partikel bergerak dalam ruang pencarian untuk menemukan solusi. Dari hasil pengujian didapatkan nilai yang optimal untuk masing-masing parameter IPSO yaitu ukuran populasi = 250, iterasi maksimal = 350, dan interval bobot bahan pakan = 1-70%. Algoritme IPSO mampu memberikan solusi komposisi pakan dengan biaya 50.41% lebih murah dibandingkan dengan data salah satu dari peternak ayam petelur.

Kata kunci: optimasi, komposisi pakan, ayam petelur, Improved Particle Swarm Optimization (IPSO),

nutrisi ayam petelur

Abstract

In a business of laying hens farm, the feed costs constitute as much as 60-70 percent of the total cost of livestock production. Breeders can compose rations for their laying hens independently to save the feed costs. However, in the making of rations, breeders must examine the nutrient content and price of each feed ingredient that will be combined first. Breeders also have to evaluate manually whether the ration formula that will be given can fulfill the nutritional needs of laying hens. Therefore, to improve the efficiency of feeding in accordance with the nutritional needs of laying hens and with minimum cost, this study designed a system to determine the optimal layer feed composition using Improved Particle Swarm Optimization (IPSO) algorithm, an optimization technique which is a development of the PSO algorithm. Particles move in search space to find solutions. From the test results obtained optimal values for each IPSO's parameter, population size = 250, maximum iteration = 350, and the interval of feed ingredient weight = 1-70%. IPSO algorithm is able to give solution of feed composition with cost 50.41% cheaper than one of the data from laying hens breeder.

Keywords: optimization, feed composition, laying hens, Improved Particle Swarm Optimization

(IPSO), nutritional needs of laying hens

1. PENDAHULUAN

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), produksi telur ayam petelur dari tahun 2009 hingga 2015 terus meningkat dan lebih banyak dibandingkan produksi telur ayam ras lainnya, yaitu mencapai angka 1.372.829 pada

tahun 2015.

(2)

petelur (Sudarmono, 2003).

Dalam suatu usaha peternakan ayam petelur, biaya pakan menyita 60-70% dari biaya produksi keseluruhan. Harga pakan sangatlah bervariasi dan hal ini menjadi salah satu pertimbangan bagi peternak dalam pemilihan pakan. Bagi peternak yang telah berpengalaman dalam bidang peternakan dapat menyusun ransum untuk ternak ayam petelurnya secara mandiri guna menghemat biaya pakan (Abidin, 2003). Namun, dalam pembuatan ransum, peternak terlebih dahulu harus memeriksa beberapa hal yaitu kandungan nutrisi tiap bahan yang akan dikombinasikan dan harga bahan pakan. Kemudian peternak juga harus melakukan perhitungan secara manual atau menggunakan cara konvensional untuk mengevaluasi apakah formula ransum yang akan diberikan dapat memenuhi kebutuhan nutrisi ayam petelur (Rasyaf, 1992).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Marginingtyas (2015) untuk menentukan komposisi pakan ayam petelur menggunakan algoritme genetika didapatkan solusi terbaik komposisi pakan ayam petelur dengan nilai fitness sebesar 3,175 (Marginingtyas, 2015). Namun, algoritme genetika yang digunakan memiliki beberapa keterbatasan, yaitu dalam algoritme genetika tidak diberikan kesempatan untuk memperbaiki diri, algoritme genetika juga membutuhkan proses yang lebih lama untuk mencapai konvergen (Mittal & Gagandeep, 2013). Oleh karena itu, algoritme IPSO dipilih untuk menyelesaikan permasalahan pada penelitian ini karena menurut Yonghe et al. (2015) IPSO lebih cepat dalam menemukan titik optimal dibandingkan dengan algoritme genetika dan algoritme Ant Colony Optimization (ACO) dan TVAC digunakan karena menurut Shayeghi & Ghasemi (2011) TVAC dapat meningkatkan pencarian global dan mendorong partikel agar konvergen pada global optimal selama akhir proses.

2. DASAR TEORI

2.1Ayam Petelur

Ayam petelur merupakan jenis unggas yang sangat dikenal di kalangan masyarakat dan peternak unggas. Sebagian masyarakat lebih mengenal ayam petelur dengan sebutan ayam negeri. Ayam petelur dianggap memiliki kemampuan bertelur yang lebih baik daripada ayam lokal lainnya atau ayam kampung. Beternak ayam petelur dapat memberikan

keuntungan tersendiri bagi peternak karena dapat memanfaatkan telur, kotoran dan bulunya. Menurut Zulfikar (2013), fase ayam petelur terdiri fase starter (umur 0-8 minggu), fase grower (umur 9-16 minggu) dan fase layer (umur 19 minggu-apkir).

2.2 Ransum

Ransum adalah campuran bahan makanan seperti pada Gambar 1, yang dibuat dengan cara dan aturan tertentu dengan tujuan untuk mengoptimalkan produksi ternak. Ransum yang akan diberikan kepada ternak harus dipastikan telah memenuhi berbagai unsur gizi dari ternak tersebut karena jika tidak, dapat memberikan dampak buruk pada ternak. Bagi ayam petelur, kualitas ransum yang baik akan mempengaruhi tingkat produktivitas dalam bertelur. Apabila kualitas ransum baik, namun penyimpanannya tidak baik maka tidak dapat menjamin dapat menghasilkan ayam petelur dengan tingkat produktivitas yang baik (Rasyaf, 1991).

Bungkil kacang kedelai

Bungkil kacang tanah

Bungkil kelapa

Dedak gandum Dedak halus Tepung ikan

Tepung tulang Bekatul Dedak Jagung

Gambar 1 Ransum ayam petelur

Pada penelitian ini persamaan yang digunakan untuk menentukan jumlah pakan yang harus diberikan per hari adalah persamaan winter and funk (Marginingtyas, 2015).

8,3+2,2×𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑦𝑎𝑚 (𝑔𝑟)454 +0,1×𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 (%)

100 × 454(1)

Kandungan nutrisi ransum harus disesuaikan dengan kebutuhan nutrisi hewan ternak, karena kebutuhan nutrisi setiap hewan ternak tidaklah sama.

2.3 Nutrisi Pakan Ayam Petelur

(3)

faktor yang mempengaruhi banyaknya kebutuhan nutrisi pada ayam petelur seperti, berat ayam dan produksi telur (Sudarmono, 2003). Pada penelitian ini fase yang digunakan adalah ayam petelur pada fase layer, yaitu masa yang mana ayam tersebut berumur lebih dari 19 minggu sampai apkir. Kebutuhan nutrisi ayam petelur pada fase layer ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Kebutuhan nutrisi ayam petelur

Nutrisi Jumlah

Untuk menghitung kadar nutrisi yang terdapat pada ransum, digunakan persamaan berikut.

𝑁𝑥= 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡𝑝𝑎𝑘𝑎𝑛100 𝑖,𝑗(%)× 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟𝑛𝑢𝑡𝑟𝑖𝑠𝑖𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛𝑖(%) (2)

Keterangan:

- 𝑁𝑥 = Kadar nutrisi yang dihitung (protein, lemak, kalsium, ME, fosfor, serta kasar) - Bobot pakan i,j = bobot pakan partikel ke-i,

dimensi ke-j

- Kadar nutrisi bahan i = besar kadar nutrisi (protein, lemak, kalsium, ME, fosfor, serta kasar) bahan pakan ke-i

2.4Algoritme Improved Particle Swarm

Optimization (IPSO)

Pada penelitian ini, tipe algoritme IPSO yang digunakan mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Yonghe et al. (2015), yaitu IPSO yang menerapkan inertia weight (w) dan constriction factor (K) secara asinkron dan juga penelitian yang dilakukan oleh Shayeghi & Ghasemi (2011) untuk penerapan Time-Varying Acceleration Coefficients (TVAC) pada PSO.

IPSO dengan menerapkan inertia weight (w) dan constriction factor (K) secara asinkron terbukti menjadi model IPSO yang terbaik karena dapat menghasilkan nilai fitness terbaik dengan waktu konvergensi yang relatif cepat atau singkat. Inertia weight merupakan parameter penting pada PSO yang menentukan hasil operasi PSO dan juga sebagai penyeimbang antara penelusuran global dan lokal. Constriction factor pada PSO digunakan untuk memastikan tercapainya konvergensi terbaik (Yonghe, et al., 2015).

Pada penerapan inertia weight (w) dan constriction factor (K) secara asinkron, K digunakan untuk memastikan bahwa PSO dapat mencapai konvergensi pada titik optimal. Constriction factor (K) diformulasikan menjadi Persamaan 3 (Yonghe, et al., 2015).

𝐾 =cos(

Persamaan 4 merupakan formula yang digunakan Yonghe et al. (2015) untuk menentukan nilai inertia weight.

𝑤 =

Dikarenakan memiliki karakteristik yang berbeda, maka inertia weight dan constriction factor digunakan di waktu yang berbeda (asinkron). Pada setengah iterasi awal inertia weight digunakan untuk menyeimbangkan penelusuran global dan lokal. Setengah iterasi berikutnya, constriction factor digunakan untuk memastikan bahwa konvergensi mencapai titik optimal (Yonghe, et al., 2015). Persamaan 5 merupakan formula yang digunakan untuk pembaruan kecepatan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yonghe et al. (2015).

𝑣𝑖𝑑=

- pBestid= posisi terbaik partikel i

- gBestd= posisi terbaik partikel dalam swarm

(4)

Pada Persamaan 5, berdasarkan penelitian yang dilakukan Yonghe et al. (2015), nilai koefisien akselerasi (c1, c2) yang digunakan

konstan yaitu 2. Dalam hal ini akan diterapkan Time-Varying Acceleration Coefficients (TVAC) pada IPSO yang digunakan. Penggunaan metode ini bertujuan untuk meningkatkan pencarian global pada tahap awal dan mendorong partikel agar konvergen pada global optimal selama akhir proses. (Shayeghi & Ghasemi, 2011). Persamaan 6 merupakan formula yang digunakan Shayeghi & Ghasemi (2011) pada penerapan TVAC dalam proses update kecepatan pada PSO.

𝑐1= ((𝑐1𝑓− 𝑐1𝑖) ×𝑇𝑚𝑎𝑥𝑡 ) + 𝑐1𝑖

𝑐2= ((𝑐2𝑓− 𝑐2𝑖) ×𝑇𝑚𝑎𝑥𝑡 ) + 𝑐2𝑖 (6)

Keterangan:

- 𝑐1 = komponen kognitif - 𝑐2 = komponen sosial

- 𝑐1𝑖, 𝑐2𝑖 = nilai awal (initial) c1 dan c2

- 𝑐1𝑓, 𝑐2𝑓 = nilai akhir (final) c1 dan c2

- 𝑡 = iterasi pada saat itu - 𝑇𝑚𝑎𝑥 = iterasi maksimal

Nilai yang digunakan untuk c1i dan c1f yaitu

[2.5, 0.2], sedangkan untuk c2i dan c2f yaitu [0.2,

2.5] (Shayeghi & Ghasemi, 2011).

Proses pembangkitan himpunan solusi atau inisialisasi populasi dilakukan menggunakan Persamaan 7 sesuai dengan ukuran populasi yang telah ditentukan (Agalya, et al., 2013).

𝑥𝑖𝑗= 𝑥𝑚𝑖𝑛+ (𝑟𝑎𝑛𝑑[0,1]𝑖𝑗∗ (𝑥𝑚𝑎𝑥− 𝑥𝑚𝑖𝑛) (7)

Keterangan:

- 𝑥𝑖𝑗 = posisi partikel ke-i dimensi ke-j - 𝑥𝑚𝑖𝑛 = batas minimum nilai posisi - 𝑥𝑚𝑎𝑥 = batas maksimum nilai posisi

- 𝑟𝑎𝑛𝑑[0,1]𝑖𝑗 = nilai random antara 0 sampai 1

Pada proses update kecepatan, digunakan teknik velocity clamping seperti pada Persamaan 8 untuk mengontrol eksplorasi global partikel dan mencegah partikel melampaui batas ruang pencarian (Marini & Walczak, 2015).

𝑣𝑖𝑗𝑡+1= { 𝑣𝑚𝑎𝑥, 𝑣𝑖𝑗 𝑡+1> 𝑣

𝑚𝑎𝑥

−𝑣𝑚𝑎𝑥, 𝑣𝑖𝑗𝑡+1< −𝑣𝑚𝑎𝑥; 𝑣𝑚𝑎𝑥= 𝑘

(𝑥𝑚𝑎𝑥−𝑥𝑚𝑖𝑛) 2

(8)

Keterangan:

- 𝑣𝑖𝑗𝑡+1 = kecepatan untuk iterasi ke-(t+1) pada partikel ke-i dimensi ke-j

- 𝑣𝑚𝑎𝑥 = batas maksimum nilai kecepatan - 𝑘 = nilai konstan, random antara 0

sampai dengan 1

- 𝑥𝑚𝑖𝑛 = batas minimum nilai posisi - 𝑥𝑚𝑎𝑥 = batas maksimum nilai posisi

Pada penelitian ini nilai fitness suatu partikel yang merupakan komposisi pakan ayam petelur didapatkan dengan langkah-langkah berikut (Marginingtyas, 2015).

1. Menentukan enam bahan pakan dengan bobot tertinggi.

2. Melakukan normalisasi bobot bahan pakan menggunakan Persamaan 9.

𝑁𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑝𝑎𝑘𝑎𝑛𝑖𝑗= 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑝𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑖𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑝𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑖,𝑗 (%)×

100% (9) Keterangan:

- bobot pakan i,j = bobot pakan pada partikel ke-i dimensi ke-j

- total bobot pakan i = total bobot pakan pada partikel ke-i

3. Menghitung kandungan keenam nutrisi pada masing-masing bahan pakan pada tiap partikel menggunakan Persamaan 2, kemudian dijumlahkan berdasarkan jenis nutrisinya untuk mendapatkan total kandungan nutrisi tiap partikel.

4. Menghitung penalty untuk mengetahui apakah kandungan nutrisi seluruh kandidat solusi (partikel) yang dibangkitkan telah memenuhi kebutuhan nutrisi ayam petelur. Nilai penalty dihitung berdasarkan Persamaan 10.

𝑃𝑒𝑛𝑎𝑙𝑡𝑦𝑖=

{𝐾𝑒𝑏𝑁𝑢𝑡 − 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙𝑁𝑢𝑡, 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙𝑁𝑢𝑡 < 𝐾𝑒𝑏𝑁𝑢𝑡0, 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙𝑁𝑢𝑡 ≥ 𝐾𝑒𝑏𝑁𝑢𝑡

(10) Keterangan:

- 𝑃𝑒𝑛𝑎𝑙𝑡𝑦𝑖 = penalty partikel ke-i - TotalNut = total kandungan nutrisi - KebNut = kebutuhan nutrisi

(5)

𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 = (𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑝𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑖,𝑗 (%)100 × 𝑘𝑒𝑏. 𝑝𝑎𝑘𝑎𝑛/ℎ𝑎𝑟𝑖) × ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑝𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑖 (11)

Keterangan:

- bobot pakan i,j = bobot bahan pakan ke-j pada partikel ke-i

- keb.pakan/hari = kebutuhan pakan ayam petelur per hari

- harga pakan i = harga bahan pakan ke-i 6. Langkah terakhir yaitu menghitung nilai

fitness masing-masing partikel menggunakan Persamaan 12, yang mana nilai fitness ini merepresentasikan kualitas partikel sebagai kandidat solusi (partikel).

𝑓𝑖𝑡𝑛𝑒𝑠𝑠𝑖 =𝑐𝑜𝑠𝑡𝑖+(𝑝𝑒𝑛𝑎𝑙𝑡𝑦1 𝑖×𝛼)× 𝐾 (12)

Keterangan:

- fitnessi= nilai fitness partikel ke-i

- costi= total biaya partikel ke-i

- penaltyi= nilai penalty partikel ke-i

- α = nilai konstan sebesar 20 - K = konstanta dengan nilai 1000

Pada perhitungan fitness, digunakan harga dan penalty sebagai acuan utama karena keduanya berbanding terbalik pada permasalahan optimasi. Nilai K juga yang merupakan konstanta, ditetapkan dengan nilai 1000 untuk mencegah didapatkannya nilai fitness yang terlalu kecil. Kemudian nilai α juga ditetapkan sebesar 20 dan dikalikan dengan penalty agar selisih antara penalty dan harga tidak terlalu jauh (Marginingtyas, 2015).

3. METODE PENELITIAN

Metode penelitian menjelaskan mengenai tahapan untuk menyelesaikan permasalahan yang diangkat pada penelitian ini. Data yang digunakan pada penelitian ini didapatkan dari Marginingtyas (2015). Data yang dikumpulkan untuk penelitian ini yaitu data kebutuhan nutrisi ayam petelur, serta harga dan kandungan nutrisi masing-masing bahan pakan ayam petelur. Seluruh data yang didapat akan digunakan pada proses komputasi dan analisis hasil. Siklus penyelesaian masalah pada sistem optimasi komposisi pakan ayam petelur menggunakan algoritme Improved Particle Swarm Optimization (IPSO) ditunjukkan pada Gambar 2.

Mulai

Parameter IPSO

Inisialisasi posisi & kecepatan awal

iterasi++ iterasi = 0

Update kecepatan

Menentukan pBest

Update posisi

Hitung fitness

Menentukan gBest

Hitung fitness

Menentukan pBest awal

Menentukan gBest awal

Selesai T

Y

iterasi iterasi maksimal Y

Komposisi pakan optimal T

Gambar 2 Diagram alir siklus algoritme IPSO

Tahap penyelesaian permasalahan optimasi komposisi pakan ayam petelur menggunakan algoritme IPSO adalah sebagai berikut:

1. Inisialisasi posisi & kecepatan awal

Pada tahap ini, proses inisialisasi posisi awal dilakukan berdasarkan Persamaan 7, sedangkan kecepatan awal bernilai 0.

2. Hitung fitness

Proses perhitungan nilai fitness dilakukan untuk menunjukkan kualitas partikel tersebut sebagai kandidat solusi. Semakin tinggi nilai fitness suatu partikel, maka semakin besar kemungkinan terpilihnya partikel tersebut sebagai solusi yang paling optimal. Nilai fitness partikel didapatkan dengan melalui tahap-tahap yang telah dijelaskan pada subbab 2.2.

(6)

4. Menentukan posisi global terbaik (gBest) gBest merupakan partikel dengan fitness terbaik dari seluruh partikel yang ada pada swarm dan merepresentasikan solusi yang paling optimal yang didapatkan selama iterasi. Posisi global terbaik pada algoritme IPSO merupakan pBest dengan nilai fitness tertinggi.

5. Update kecepatan partikel

Tahap selanjutnya adalah melakukan update kecepatan partikel. Tahap ini mulai dilakukan saat memasuki iterasi ke-1 hingga iterasi akhir. Proses update kecepatan dilakukan untuk menentukan arah perpindahan suatu partikel. Setelah didapatkan nilai kecepatan yang baru, kemudian akan dilakukan proses perbaikan kecepatan menggunakan Persamaan 14.

6. Update posisi partikel

Proses update posisi dilakukan yaitu dengan menjumlahkan nilai posisi pada iterasi sebelumnya dengan nilai kecepatan baru. Nilai posisi baru yang didapatkan merupakan bobot bahan pakan baru partikel yang akan digunakan pada proses selanjutnya. Sama halnya dengan proses update kecepatan, setelah didapatkan nilai posisi baru akan dilakukan perbaikan nilai posisi.

4. PENGUJIAN DAN ANALISIS

Pada penelitian ini, pengujian dilakukan untuk mendapatkan nilai parameter yang paling tepat untuk digunakan pada algoritme IPSO agar solusi yang dihasilkan mampu mencapai titik optimal terbaik. Masing-masing pengujian dilakukan percobaan sebanyak 10 kali yang kemudian dihitung rata-rata fitness yang didapatkan untuk dianalisis.

4.1Pengujian Parameter IPSO

Pengujian parameter IPSO dilakukan untuk mendapatkan nilai parameter IPSO yang paling optimal agar dapat memaksimalkan pencarian solusi yang optimum. Pada pengujian ini nilai konstanta k untuk menentukan nilai vmax yang

digunakan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Chen, et al., (2011) yaitu 0,6. Nilai r1 dan r2 juga dibuat konstan dengan nilai

0,5 (Khusna, et al., 2016). Penggunaan nilai konstan pada r1 dan r2 dilakukan untuk

mengurangi tingkat stokastik pada perhitungan kecepatan serta meminimalkan peluang didapatkannya nilai fitness yang fluktuatif. Selain itu, parameter r1 dan r2 juga melekat pada

komponen kognitif dan sosial proses update kecepatan, yang mana hal tersebut dapat

mempengaruhi perpindahan partikel. Jika nilai r1

dan r2 dibuat acak dapat memungkinkan partikel

berpindah terlalu jauh atau terjebak pada kondisi yang sulit untuk mencapai konvergen. Parameter IPSO yang diuji adalah sebagai berikut:

a) Pengujian ukuran populasi (popsize)

Pengujian ukuran populasi dilakukan 10 kali percobaan untuk tiap variasi ukuran populasi. Berikut nilai parameter yang digunakan pada pengujian ukuran populasi:

- Berat ayam petelur : 1800 gram

- Tingkat produktivitas telur : 70%

- Iterasi maksimal (Tmax) : 100 - Interval bobot bahan pakan : 1-10%

- r1, r2 : 0,5

- Konstanta k : 0,6

Hasil dari pengujian ukuran populasi yang telah dilakukan ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3 Hasil pengujian jumlah partikel (popsize)

Berdasarkan grafik pada Gambar 3 rata-rata fitness tertinggi sebesar 3,55 didapatkan pada jumlah partikel 250. Dari hasil tersebut maka dapat dikatakan bahwa semakin besar jumlah partikel yang digunakan maka semakin beragam kandidat solusi yang ada dan ruang pencarian solusi optimal semakin luas. Hal tersebut dapat meningkatkan peluang untuk mendapatkan solusi yang optimal (Engelbrecht, 2007). Jika jumlah partikel terlalu kecil, solusi optimal akan lebih sulit didapatkan karena kandidat solusi yang ada tidak banyak. Salah satu kendala pada penggunaan jumlah partikel yang besar adalah membutuhkan proses iteratif yang lebih lama dan terkadang nilai fitness yang didapatkan tidak selalu tinggi karena proses pembangkitan populasi awal yang bersifat stokastik, yang mana terdapat bilangan yang didapatkan secara acak atau random pada persamaan yang digunakan untuk membangkitkan populasi awal.

b) Pengujian banyaknya iterasi

Pengujian ukuran populasi dilakukan 10 kali

(7)

dengan nilai parameter sebagai berikut:

- Berat ayam petelur : 1800 gram

- Tingkat produktivitas telur : 70%

- Ukuran populasi (popsize) : 250

- Interval bobot bahan pakan : 1-10%

- r1, r2 : 0,5

- Konstanta k : 0,6

Hasil dari pengujian ukuran populasi yang telah dilakukan ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4 Hasil pengujian banyaknya iterasi

Berdasarkan grafik pada Gambar 4 rata-rata fitness tertinggi sebesar 3,626 didapatkan pada jumlah iterasi 350. Dari hasil tersebut maka dapat dikatakan bahwa dengan jumlah iterasi yang terlalu kecil dapat menyebabkan sistem terjebak pada lokal optimum dan solusi yang didapatkan belum mencapai optimal. Jika jumlah iterasi terlalu besar maka proses iteratif akan lebih lama, namun peluang untuk mendapatkan solusi yang optimal akan lebih tinggi. Dalam hal ini, proses pembangkitan populasi awal juga mempengaruhi solusi yang akan didapatkan, yang mana jika proses pembangkitan populasi awal menghasilkan populasi yang cukup bagus maka tidak membutuhkan jumlah iterasi yang besar untuk mendapatkan solusi yang optimal dan begitu pula sebaliknya.

c) Pengujian interval bobot bahan pakan Pengujian ukuran populasi dilakukan 10 kali dengan nilai parameter sebagai berikut:

- Berat ayam petelur : 1800 gram

- Tingkat produktivitas telur : 70%

- Ukuran populasi (popsize) : 250

- Iterasi maksimal (Tmax) : 350

- r1, r2 : 0,5

- k : 0,6

Hasil dari pengujian ukuran populasi yang telah dilakukan ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5 Hasil pegujian interval bobot bahan pakan

Berdasarkan grafik pada Gambar 5 penggunaan interval 1-70 menghasilkan rata-rata fitness tertinggi dibandingkan dengan variasi interval lainnya yaitu sebesar 3,622. Dari hasil tersebut maka dapat dikatakan bahwa interval yang digunakan juga mempengaruhi nilai fitness yang didapatkan. Jika interval yang digunakan terlalu kecil, otomatis akan membatasi ruang pencarian solusi optimal. Jika menggunakan interval yang cukup besar, peluang tercapainya solusi yang optimal lebih besar saat menggunakan jumlah iterasi 350. Hasil yang didapatkan juga dipengaruhi oleh proses pembangkitan populasi awal yang bersifat stokastik, yang mana terdapat bilangan yang didapatkan secara acak atau random pada

persamaan yang digunakan untuk

membangkitkan populasi awal.

4.2 Pengujian Konvergensi

Pengujian ini dilakukan sebanyak 5 kali dengan jumlah iterasi sebanyak 1000 iterasi menggunakan parameter terbaik hasil pengujian yang telah dilakukan sebelumnya. Hasil dari pengujian konvergensi digambarkan dalam bentuk grafik pada Gambar 6.

3,4 3,45 3,5 3,55 3,6 3,65

0 100 200 300 400 500 600

R

at

a

-rat

a

fi

tn

es

s

Jumlah iterasi

Pengujian Banyaknya Iterasi

3,4 3,5 3,6 3,7

0 20 40 60 80 100 120

Fi

tn

es

s

Interval bobot bahan pakan

Pengujian Interval Bobot

(8)

Gambar 6 Hasil pengujian konvergensi

Pada grafik hasil pengujian konvergensi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa dengan penggunaan iterasi sebesar 1000 nilai fitness yang didapatkan terus meningkat tiap iterasinya. Berdasarkan grafik tersebut, dapat dilihat bahwa nilai fitness yang didapatkan pada awal iterasi cukup rendah namun terus mengalami perbaikan seiring dengan bertambahnya iterasi hingga mencapai konvergen saat mulai memasuki iterasi ke-600. Proses dikatakan telah konvergen ketika keragaman populasi menurun dan hal ini disebabkan oleh proses update yang iteratif dan juga selisih fitness yang didapatkan dari iterasi ke iterasi memiliki selisih 0 (Tian, 2013).

4.3Pengujian Perbandingan Algoritme

Pengujian perbandingan algoritme dilakukan dengan membandingkan hasil optimasi menggunakan algoritme IPSO dengan PSO konvensional, yang mana kedua algortima tersebut diterapkan pada sistem yang sama. Pengujian dilakukan sebanyak 10 kali menggunakan nilai parameter sebagai berikut:

- Berat ayam petelur : 1800 gram

- Tingkat produktivitas telur : 70%

- Ukuran populasi (popsize) : 250

- Iterasi maksimal (Tmax) : 350 - Interval bobot bahan pakan : 1-70%

- c1i, c1f : [2.5, 0.2]

- c2i, c2f : [0.2, 2.5]

Hasil dari pengujian konvergensi ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil pengujian perbandingan algortime

Harga Fitness Harga Fitness

1 180.8584042 3.82726515 165.0178919 4.17100244 2 192.8060357 4.020441648 169.2931016 4.180775137 3 192.8060357 4.020441648 165.0249092 4.170922231 4 197.2332507 3.951521884 173.5774097 3.802554821 5 195.3632348 3.728165271 165.0178919 4.17100244 6 194.7977082 3.971888883 176.8263191 4.086877247 7 191.7532811 4.029405438 193.1478204 3.949873938 8 192.5036725 4.017607559 190.7294834 3.909703049 9 191.4536761 3.992152479 165.6027104 4.182249946 10 189.795317 4.041219894 182.509769 4.140383191 Rata - rata 191.9370616 3.960010985 174.6747307 4.076534444 Percobaan

ke-PSO IPSO

Berdasarkan hasil pengujian yang terdapat pada Tabel 2, dengan 10 kali pengujian dapat dilihat bahwa penggunaan algoritme PSO dan IPSO pada sistem yang sama memberikan hasil yang berbeda. Selisih rata-rata fitness yang didapatkan dari kedua algoritme tidak terlalu besar yaitu hanya 0,116523459 dan selisih harga yang didapatkan sebesar 17,26233095. Hasil yang didapatkan dengan menggunakan algoritme IPSO lebih unggul dibandingkan dengan algoritme PSO. Dari hasil tersebut maka dapat dikatakan bahwa algoritme IPSO mampu memberikan solusi yang lebih optimal pada sistem optimasi komposisi pakan ayam petelur dibandingkan dengan algoritme PSO konvensional.

4.4 Pengujian Data

Pengujian data dilakukan untuk mengetahui kualitas solusi yang diberikan oleh sistem menggunakan algoritme IPSO. Solusi tersebut

2 2,5 3 3,5 4 4,5 5

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000

Fi

tn

es

s

Iterasi

Uji Konvergensi

(9)

dibandingkan dengan salah satu data yang didapatkan dari peternak ayam petelur di Desa Bangunrejo, Kecamatan Bangunrejo, Kabupaten Lampung Tengah. Bahan pakan dan harga bahan pakan yang digunakan pada sistem disesuaikan dengan harga bahan pakan dari peternak. Dalam hal ini, kondisi untuk satu ekor ayam petelur yang digunakan adalah ayam petelur dengan berat 1850 gram dan tingkat produktivitas telur sebesar 80%. Data yang didapatkan dari salah satu peternak ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3 Data peternak ayam petelur di Desa Bangunrejo, Kecamatan Bangunrejo, Kabupaten

Lampung Tengah

Keadaan Ayam

Petelur Bahan Pakan Harga /gram

Bobot Bahan

Berat ayam : 1850 gr Tingkat produktivitas telur : 80%

Jumlah

Peneliti juga melakukan perhitungan kandungan nutrisi komposisi pakan yang digunakan oleh peternak dan didapatkan nilai penalty sebesar 26.625, dengan kata lain komposisi yang digunakan oleh peternak masih belum memenuhi 26.625% dari kebutuhan nutrisi ayam petelur. Dari data tersebut, peneliti melakukan pengujian dengan keadaan ayam petelur yang sama seperti pada Tabel 3. Pengujian juga dilakukan menggunakan parameter IPSO terbaik hasil pengujian yang telah dilakukan sebelumnya. Hasil yang didapatkan dari pengujian ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil pengujian data menggunakan algoritme IPSO

Keadaan Ayam

Petelur Bahan Pakan Harga /gram

Bobot Bahan

Berat ayam : 1850 gr Tingkat produktivitas telur : 80%

Jumlah

Berdasarkan hasil pengujian menggunakan algoritme IPSO, dapat dikatakan bahwa penerapan algoritme IPSO untuk mencari komposisi pakan ayam petelur yang optimal mampu memberikan hasil dengan biaya 50.41% lebih murah dibandingkan dengan harga yang didapatkan dari peternak dengan selisih sebesar Rp 313,68, sehingga dengan menggunakan sistem ini peternak dapat menghemat biaya untuk tiap pemberian pakan ayam petelur. Selain itu, komposisi pakan yang diberikan sistem mendapatkan nilai penalty sebesar 9.685%, yang mana nilai tersebut lebih kecil jika dibandingkan

dengan nilai penalty komposisi pakan milik peternak, dengan kata lain komposisi pakan yang diberikan sistem dapat lebih mendekati terpenuhinya kebutuhan nutrisi ayam petelur.

5. KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian dan hasil pengujian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Algoritme IPSO dapat digunakan pada permasalahan optimasi komposisi pakan ayam petelur dengan melalui beberapa tahap algritma IPSO berikut:

a) Inisialisasi parameter, posisi, dan kecepatan awal partikel.

b) Menghitung nilai fitness.

c) Menentukan posisi lokal terbaik (pBest. d) Menentukan posisi global terbaik

(gBest).

e) Update kecepatan. f) Update posisi.

2. Berdasarkan hasil pengujian didapatkan nilai yang optimal untuk masing-masing parameter yaitu ukuran populasi = 250, iterasi maksimal = 350, dan interval bobot bahan pakan = 1-70%.

3. Untuk mengukur kualitas solusi yang diberikan sistem yang menerapkan algoritme IPSO pada permasalahan optimasi komposisi pakan ayam petelur dapat dilihat dari besarnya nilai fitness. Partikel dengan nilai fitness tertinggi merupakan partikel yang memiliki solusi paling optimal. Dikatakan optimal jika nilai penalty yang dihasilkan mendekati atau sama dengan 0 dan biaya yang dihasilkan juga rendah.

6. DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z., 2003. Meningkatkan Produktivitas Ayam Ras Petelur, Depok: Agromedia Pustaka.

Agalya, A., Nagaraj, B. & Rajasekaran, K., 2013. Concentration Control Of Continuous Stirred Tank Reactor Using Particle Swarm Optimization Algorithm. Transaction on Engineering and Sciences, 1(4).

Chen, H.-L.et al., 2011. A novel bankruptcy prediction model based on an adaptive fuzzy k-nearest. Knowledge-Based Systems, pp. 1348-1359.

(10)

Khusna, R. A., Cholissodin, I. & Wihandika, R. C., 2016. Implementasi Algoritma Particle Swarm Optimization Untuk Optimasi Pemerataan Guru Mata Pelajaran Kabupaten Lumajang. DORO: Repository Jurnal Mahasiswa PTIIK Universitas Brawijaya, Volume 8, No. 18.

Marginingtyas, E., 2015. Penentuan Komposisi Pakan Ternak Untuk Memenuhi Kebutuhan Nutrisi Ayam Petelur dengan Biaya Minimum Menggunakan Algoritma Genetika. Malang: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya. Marini, F. & Walczak, B., 2015. Particle Swarm

Optimization (PSO).A tutorial. Chemometrics and Intelligent Laboratory Systems.

Mittal, M. & Gagandeep, 2013. Comparison

between BBO and Genetic.

International Journal of Science, Engineering and Technology Research (IJSETR), 2(2), pp. 284-293.

Rasyaf, M., 1991. Pengelolaan Produksi Telur - Edisi Kedua. Yogyakarta: Kanisius. Rasyaf, M., 1992. Seputar Makanan Ayam

Kampung. Yogyakarta: Kanisius. Shayeghi, H. & Ghasemi, A., 2011. Application

Of PSO-TVAC to Improve Low Frequency Oscillations. International Journal on “Technical and Physical

Problems of Engineering” (IJTPE), 3,

No. 4(9).

Sudarmono, 2003. Pedoman Pemeliharaan Ayam Ras Petelur. Yogyakarta: Kanisius.

Tian, D. P., 2013. A Review of Convergence Analysis of Particle Swarm Optimization. International Journal of Grid and Distributed Computing, 6(6), pp. 117-128.

Yonghe, L., Minghui, L., Zeyuan, Y. & Lichao, C., 2015. Improved Particle Swarm Optimization Algorithm and Its Application in Text Feature Selection. Applied Soft Computing.

Gambar

Gambar 1 Ransum ayam petelur
Tabel 1 Kebutuhan nutrisi ayam petelur
Gambar 2 Diagram alir siklus algoritme IPSO
Gambar 3 Hasil pengujian jumlah partikel (popsize)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tugas utama dari lembaga ini adalah untuk menyelidiki tindakan korupsi sesuai Prevention of Corruption Act dan dalam pengembangannya juga diberi wewenang untuk menyelidiki kasus

It’s difficult for me to recapture how I truly felt about things then; how I went about my normal routine of working, the evening meal with my parents, going to the

Mewakili penutupan dan inversi dari laporan yang dibuat dengan jurnal pembalik dan jurnal kesimpulan Steinbart Romney (2006: 118) menegaskan bahwa profesi akuntan cukup

Setiap citra pada dataset citra posisi tergeletak ini diolah melalui metode background subtraction beserta thresholding , median fltering , hole-flling

The glass front door is pasted with flyers for dive trips and upcoming certification courses, and a bumper sticker tells us that “a bad day diving beats a good day at work.” This is

Paradigma pembelajaran mata kuliah Writing perlu digeser dari tradisi yang selama ini terlalu bergantung pada dosen ketika belajar, menjadi dorongan dari dosen

Paket Pekerjaan : Oversight Service Provider Regional Management Paket 5.. (Central Java &amp;

a) Mandat untuk memberikan rekomendasi, diperluas juga menjadi: Memberikan masukan dan menjadi pihak terkait tidak langsung dalam proses Judicial Review di Mahkamah Agung