• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH TENTANG ISPA. pdf (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH TENTANG ISPA. pdf (1)"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH PRAKTIKUM PRESKRIPSI INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT

( ISPA )

KELOMPOK 2 KELAS : FARMASI B

Disusun oleh :

RIEKA NURUL DWI A. 201510410311053 SALSABILA AZ ZAHRA 201510410311057

DINDA FARIDA 201510410311071

BAIQ RIZKY LESTARI 201510410311075 DIAN PRAWITASARI 201510410311086 M. RAIHAN AROZAK 201510410311087 TRIMIANTI HIDAHYATUN N. 201510410311100

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS ILMU KESEHATAN

(2)

ii

KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Allah SWT karena atas petunjuk dan hidayah-Nya serta dorongan dari semua pihak sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan seksama. Makalah mengenai “INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA)” ini disusun dengan sistematis untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Preskripsi, Program Studi Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Malang.

Dengan selesainya makalah ini, maka tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan laporan ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput dari kekurangan-kekurangan, baik dari segi materi maupun teknis penulisan. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan pembaca sangat dibutuhkan untuk penyempurnaanya. Semoga laporan praktikum ini dapat memberikan manfaat untuk rekan-rekan yang membaca terkait penyakit ISPA.

Malang, 2 Maret 2018

(3)

iii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penulisan ... 3

1.4 Manfaat Penulisan ... 4

BAB II ... 5

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Pengertian Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA ) ... 5

2.2 Epidemiologi dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA ) ... 5

2.3 Patofisiologi Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA ) ... 7

2.4 Klasifikasi Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA ) ... 9

2.5 Etiologi Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA ) ... 11

2.6 Tanda dan Gejala Klinis dari Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA ) ... 12

2.7 Diagnosis Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA ) ... 13

2.8 Komplikasi Penyakit ISPA ... 14

2.9 Pengobatan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA ) ... 16

2.10 Pencegahan Penyakit Gastritis ... 51

BAB III ... 52

PENUTUP ... 52

3.1 Kesimpulan ... 52

3.2 Saran ... 54

(4)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat. Infeksi saluran napas berdasarkan wilayah infeksinya terbagi menjadi infeksi saluran napas atas dan infeksi saluran napas bawah. Infeksi saluran napas atas meliputi rhinitis, sinusitis, faringitis, laringitis, epiglotitis, tonsilitis, otitis. Sedangkan infeksi saluran napas bawah meliputi infeksi pada bronkhus, alveoli seperti bronkhitis, bronkhiolitis, pneumonia. Infeksi saluran napas atas bila tidak diatasi dengan baik dapat berkembang menyebabkan infeksi saluran nafas bawah. Infeksi saluran nafas atas yang paling banyak terjadi serta perlunya penanganan dengan baik karena dampak komplikasinya yang membahayakan adalah otitis, sinusitis, dan faringitis.

Secara umum penyebab dari infeksi saluran napas adalah berbagai mikroorganisme, namun yang terbanyak akibat infeksi virus dan bakteri. Infeksi saluran napas dapat terjadi sepanjang tahun, meskipun beberapa infeksi lebih mudah terjadi pada musim hujan. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran infeksi saluran napas antara lain faktor lingkungan, perilaku masyarakat yang kurang baik terhadap kesehatan diri maupun publik, serta rendahnya gizi. Faktor lingkungan meliputi belum terpenuhinya sanitasi dasar seperti air bersih, jamban, pengelolaan sampah, limbah, pemukiman sehat hingga pencemaran air dan udara.Perilaku masyarakat yang kurang baik tercermin dari belum terbiasanya cuci tangan, membuang sampah dan meludah di sembarang tempat. Kesadaran untuk mengisolasi diri dengan cara menutup mulut dan hidung pada saat bersin ataupun menggunakan masker pada saat mengalami flu supaya tidak menulari orang lain masih rendah.

(5)

2

hilangnya hari kerja ataupun hari sekolah, bahkan berakibat kematian (khususnya pneumonia).

(6)

3 1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)? 2. Bagaimana Epidemiologi dari penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut

( ISPA ) ?

3. Bagaimana patofisiologis dari penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA ) ?

4. Apa saja klasifikasi dari penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA ) ?

5. Bagaimana etiologi dari penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA ) ?

6. Apa saja tanda dan gejala yang ditimbulkan dari penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA ) ?

7. Bagaimana cara mendiagnosis penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA ) ?

8. Apa saja komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA ) ?

9. Apa saja pengobatan yang dapat dilakukan pada penderita penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA ) ?

10. Apa saja pencegahan yang dapat dilakukan pada penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA ) ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Menjelaskan tentang pengertian Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA )

2. Mengetahui Epidemiologi dari penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA )

3. Mengetahui patofisiologis dari penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA )

4. Mengetahui klasifikasi dari penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA )

(7)

4

6. Mengetahui tanda dan gejala yang ditimbulkan dari penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA )

7. Mengetahui cara mendiagnosis penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA )

8. Mengetahui komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA )

9. Mengetahui pengobatan yang dapat dilakukan pada penderita penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA )

10.Mengetahui pencegahan yang dapat dilakukan pada penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA )

1.4 Manfaat Penulisan

1. Untuk memberikan informasi berupa pengetahuan kepada pembaca dan masyarakat mengenai bahaya yang ditimbulkan dari penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA).

(8)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA )

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernafasan akut yang menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru yang berlangsung kurang lebih 14 hari, ISPA mengenai struktur saluran di atas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan bawah secara stimulan atau berurutan (Muttaqin, 2008). ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran pernafasan mulai dari hidung hingga alveoli termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Nelson, 2003). Jadi disimpulkan bahwa ISPA adalah suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi disetiap bagian saluran pernafasan atau struktur yang berhubungan dengan pernafasan yang berlangsung tidak lebih dari 14 hari.

2.2 Epidemiologi dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA )

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada anak di negara sedang berkembang. Infeksi Saluran Pernafasan Akut ini menyebabkan empat dari 15 juta perkiraan kematian pada anak berusia dibawah lima tahun pada setiap tahunnya, dan sebanyak dua per tiga kematian tersebut adalah bayi (khususnya bayi muda usia kurang dari dua bulan) (WHO, 2003).

(9)

6

ISPA merupakan penyakit yang penting untuk diketahui oleh ibu-ibu, karena merupakan penyakit yang tingkat kejadiannya sangat tinggi. Menurut survei kesehatan rumah tangga Indonesia pada tahun 1992 dan tahun 1995, persentase kematian bayi akibat ISPA masing-masing adalah 36,4 % dan 29,5 %. Angka kematian bayi akibat ISPA adalah 3 per 100 balita (Anonim, 1995).

Anak-anak akan mendapatkan 3 – 6 kali infeksi / tahun, tetapi beberapa orang mendapatkan serangan dalam jumlah yang lebih besar lagi terutama selama masa tahun ke-2 sampai ke-3 kehidupan mereka. Rata-rata setiap anak akan menderita ISPA sebanyak 3 kali di daerah pedesaan dan kira-kira 6 kali di daerah perkotaan per tahun. Di perkotaan kemungkinan kejadian ISPA lebih tinggi dibanding daerah pedesaan karena berkaitan dengan perbedaan kebersihan udara di kedua daerah tersebut. Demikian pula anak-anak dengan status gizi yang jelek (kurang gizi) akan lebih mudah menderita ISPA atau ISPA nya menjadi lebih berat dibandingkan anak dengan status gizi yang baik (Dwi prahasta dkk, 1988).

Ada banyak salah informasi berkenaan dengan infeksi saluran pernafasan akut sehingga menimbulkan beberapa masalah penting, pertama sebagian besar ISPA tidak diperhatikan, akibatnya penderita mendapatkan pengobatan yang tidak diperlukan dan dengan antibiotik menambah biaya pengobatan, kedua sering terlupakan bahwa faringitis, tonsilitis akut adalah infeksi saluran pernafasan akut paling penting dan harus diobati dengan antibiotik yang memadai, dan yang ketiga dokter sering tidak memperhatikan kenyataan bahwa tidak mungkin membedakan secara meyakinkan antara ISPA karena virus atau karena bakteri atas dasar klinis saja. Untuk membedakan kedua penyebab tersebut diperlukan uji diagnostik sederhana seperti biakan tenggorok. Uji diagnostik diperlukan untuk menanggulangi suatu bakteri yang secara keliru dinyatakan sebagai penyebab infeksi (Shulman dkk, 1994).

(10)

7

diberikan sebelum penyakit berkembang lebih lanjut. Disamping itu perlu antibiotika yang sesuai dengan penyakit (Cherniack, 1998).

Antibiotika merupakan obat anti infeksi yang secara drastis telah menurunkan morbiditas dan mortalitas berbagai penyakit infeksi, sehingga penggunaannya meningkat tajam. Hasil survei menunjukkan bahwa kira-kira 30% dari seluruh penderita yang dirawat di rumah sakit memperoleh satu atau lebih terapi antibiotik, dan berbagai penyakit infeksi yang fatal telah berhasil diobati. Sejalan dengan itu antibiotika menjadi obat yang paling sering disalahgunakan, sehingga akan meningkatkan resiko efek samping obat, resistensi dan biaya (Sastramihardja S dan Herry S, 1997).

Antibiotika bertujuan untuk mencegah dan mengobati penyakit-penyakit infeksi. Pemberian pada kondisi yang bukan disebabkan oleh infeksi banyak ditemukan dalam praktek sehari-hari, baik di pusat kesehatan primer (puskesmas) rumah sakit maupun praktek swasta. Ketidaktepatan diagnosis pemilihan antibiotik, indikasi, dosis, cara pemberian, frekwensi dan lama pemberian menjadi penyebab tidak akuratnya pengobatan infeksi dengan antibiotika (Nelson, 1995).

Penyakit infeksi saluran pernafasan akut perlu mendapat perhatian, demikian pula dengan penggunaan antibiotika untuk pengobatannya, karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa antibiotik sering diberikan pada pasien. Pemberian antibiotik yang tidak memenuhi dosis regimen dapat meningkatkan resistensi antibiotik. Jika resistensi antibiotik tidak terdeteksi dan tetap bersifat patogen maka akan terjadi penyakit yang merupakan ulangan dan menjadi sulit disembuhkan (Anonim, 2003).

2.3 Patofisiologi Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA )

(11)

8

Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering (Jeliffe, 1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi normal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending and Chernick, 1983). Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk. Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri- bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut (Kending dan Chernick, 1983).

Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980). Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell, 1980).

(12)

9

jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas (Siregar, 1994). Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu:

a. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum menunjukkan reaksi apa-apa.

b. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang sudah rendah.

c. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit.Timbul gejala demam dan batuk.

d. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat pneumonia.

2.4 Klasifikasi Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA )

Klasifikasi penyakit ISPA dibedakan untuk golongan umur di bawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun (Muttaqin, 2008):

a. Golongan Umur Kurang 2 Bulan 1) Pneumonia Berat

Bila disertai salah satu tanda tarikan kuat di dinding pada bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 6x per menit atau lebih.

2) Bukan Pneumonia (batuk pilek biasa)

Bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau napas cepat.

Tanda bahaya untuk golongan umur kurang 2 bulan, yaitu:

1. Kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari ½ volume yang biasa diminum)

2. Kejang

(13)

10 4. Stridor

5. Wheezing 6. Demam / dingin.

b. Golongan Umur 2 Bulan-5 Tahun 1) Pneumonia Berat

Bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan di dinding dada bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik nafas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang, tidak menangis atau meronta). 2) Pneumonia Sedang

Bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah:

a. Untuk usia 2 bulan-12 bulan = 50 kali per menit atau lebih b. Untuk usia 1-4 tahun = 40 kali per menit atau lebih. 3) Bukan Pneumonia

Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat.

Tanda bahaya untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun yaitu: 1. Tidak bisa minum

2. Kejang

3. Kesadaran menurun 4. Stridor

5. Gizi buruk

Klasifikasi ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah : 1. ISPA ringan

Seseorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan gejala batuk, pilek dan sesak.

2. ISPA sedang

ISPA sedang apabila timbul gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih dari 390 C dan bila bernafas mengeluarkan suara seperti mengorok.

3. ISPA berat

(14)

11

2.5 Etiologi Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA )

Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofillus, Bordetelia dan Korinebakterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain (Suhandayani, 2007).

ISPA disebabkan oleh bakteri atau virus yang masuk kesaluran nafas. Salah satu penyebab ISPA yang lain adalah asap pembakaran bahan bakar kayu yang biasanya digunakan untuk memasak. Asap bahan bakar kayu ini banyak menyerang lingkungan masyarakat, karena masyarakat terutama ibu-ibu rumah tangga selalu melakukan aktifitas memasak tiap hari menggunakan bahan bakar kayu, gas maupun minyak. Timbulnya asap tersebut tanpa disadarinya telah mereka hirup sehari-hari, sehingga banyak masyarakat mengeluh batuk, sesak nafas dan sulit untuk bernafas. Polusi dari bahan bakar kayu tersebut mengandung zat-zat seperti Dry basis, Ash, Carbon, Hidrogen, Sulfur, Nitrogen dan Oxygen yang sangat berbahaya bagi kesehatan (Depkes RI, 2002).

Faktor resiko timbulnya ISPA menurut Dharmage (2009) : Faktor Demografi yang terdiri dari 3 aspek yaitu :

1) Jenis kelamin

Bila dibandingkan antara orang laki-laki dan perempuan, laki lakilah yang banyak terserang penyakit ISPA karena mayoritas orang laki-laki merupakan perokok dan sering berkendaraan, sehingga mereka sering terkena polusi udara.

2) Usia

Anak balita dan ibu rumah tangga yang lebih banyak terserang penyakit ISPA. Hal ini disebabkan karena banyaknmya ibu rumah tangga yang memasak sambil menggendong anaknya.

3) Pendidikan

(15)

12

dan upaya penanggulangannya, sehingga banyak kasus ISPA yang datang kesarana pelayanan kesehatan sudah dalam keadaan berat karena kurang mengerti bagaimana cara serta pencegahan agar tidak mudah terserang penyakit ISPA.

2.6 Tanda dan Gejala Klinis dari Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA )

ISPA merupakan proses inflamasi yang terjadi pada setiap bagian saluran pernafasan atas maupun bawah, yang meliputi infiltrat peradangan dan edema mukosa, kongestif vaskuler, bertambahnya sekresi mukus serta perubahan struktur fungsi siliare (Muttaqin, 2008). Tanda dan gejala ISPA banyak bervariasi antara lain demam, pusing, malaise (lemas), anoreksia (tidak nafsu makan), vomitus (muntah), photophobia (takut cahaya), gelisah, batuk, keluar sekret, stridor (suara nafas), dyspnea (kesakitan bernafas), retraksi suprasternal (adanya tarikan dada), hipoksia (kurang oksigen), dan dapat berlanjut pada gagal nafas apabila tidak mendapat pertolongan dan mengakibatkan kematian. (Nelson, 2003).

Sedangkan tanda gejala ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah : a. Gejala dari ISPA Ringan

Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:

1. Batuk

2. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misal pada waktu berbicara atau menangis).

3. Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung.

4. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370 C atau jika dahi anak diraba.

b. Gejala dari ISPA Sedang

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:

(16)

13

dengan menghitung jumlah tarikan nafas dalam satu menit. Untuk menghitung dapat digunakan arloji.

2. Suhu lebih dari 39º C (diukur dengan termometer). 3. Tenggorokan berwarna merah.

4. Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak. 5. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.

6. Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur). 7. Pernafasan berbunyi menciut-ciut.

c. Gejala dari ISPA Berat

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:

1. Bibir atau kulit membiru.

2. Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernafas.

3. Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.

4. Pernafasan berbunyi seperti orang mengorok dan anak tampak gelisah. 5. Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas.

6. Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba. 7. Tenggorokan berwarna merah.

2.7 Diagnosis Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA )

Diagnosis ISPA umumnya ditegakkan melalui anamnesa (wawancara seputar riwayat penyakit dan gejala), pemeriksaan fisik, dan apabila diperlukan, pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksaan fisik, suara napas anda akan diperiksa untuk mengetahui apakah ada penumpukan cairan atau terjadinya peradangan pada paru-paru. Hidung dan tenggorokan juga akan diperiksa. Pemeriksaan tambahan yang mungkin dilakukan adalah prosedur pulse oxymetry. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa seberapa banyak oksigen yang masuk ke paru-paru, dan biasanya dilakukan pada pasien yang mengalami kesulitan bernafas.

(17)

14

bertujuan untuk menentukan jenis virus atau bakteri penyebab ISPA. Apabila infeksi dicurigai telah masuk sampai ke dalam paru-paru, maka pemeriksaan dengan X-Ray atau CT scan mungkin akan direkomendasikan oleh dokter. Kedua jenis pemeriksaan ini dilakukan untuk mengamati kondisi paru-paru.

Penentuan klasifikasi pneumonia berat dan pneumonia sekaligus merupakan penegakan diagnosis, sedangkan penentuan klasifikasi bukan pneumonia dianggap sebagai penegakan diagnosis. Jika seorang baliita keadaan penyakitnya termasuk dalam klasifikasi bukan pneumonia maka diagnosis penyakitnya adalah: batuk pilek biasa. Diagnosis pneumonia pada balita didasarkan pada adanya batuk atau kesukaran bernafas disertai peningkatan frekuensi nafas (nafas cepat) sesuai umur, adanya nafas cepat ini ditentukan dengan cara menghitung frekuensi pernafasan. Batas nafas cepat adalah frekuensi pernafasan sebanyak 50 kali permenit atau lebih pada anak usia 2 bulan kurang dari 1 tahun dan 40 kali permenit atau lebih pada anak usia 1 tahun kurang dari 5 tahun. Pada anak usia kurang dari 2 bulan tidak dikenal dosis pneumonia.

Diagnosis pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernafas disertai nafas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah kedalam. pada anak usia 2 bulan sampai 5 tahun. Untuk kelompok umur kurang dari 2 bulan diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya nafas cepat, yaitu frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali permenit atau lebih, atau adanya penarikan yang kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam. Untuk tatalaksana penderita di Rumah sakit atau sarana kesehatan rujukan bagikelompok umur 2 bulan sampai 5 tahun. Dikenal pada diagnosis pneumonia sangat berat yaitu gejala batuk atau kesukaran bernafas yang disertai adanya gejala sianosis sentral dan tidak dapat minum.

2.8 Komplikasi Penyakit ISPA

(18)

15

eustachi, empiema, meningitis dan bronkopneumonia serta berlanjut pada kematian karena adanya sepsis yang menular (Ngastiyah, 2005).

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah sinusitis, faringitis, infeksi telinga tengah, infeksi saluran tuba eustachii, hingga bronkhitis dan pneumonia (radang paru).

Infeksi saluran pernapasan parah dan menyebabkan dehidrasi yang signifikan, kesulitan bernafas dengan oksigenasi buruk ( hipoksia ), kebingungan yang signifikan, kelesuan, dan pembengkakan napas pendek pada paru-paru kronis dan penyakit jantung ( chronic obstructive pulmonary disease atau COPD, gagal jantung kongestif ).

ISPA Parah Akan Mendapatkan Komplikasi Seperti : a. Radang dalam selaput lendir

Sinusitis adalah kondisi peradangan akut dari satu atau lebih sinus paranasal. Infeksi memainkan peran penting dalam penderitaan ini. Sinusitis sering terjadi akibat infeksi pada situs lain dari saluran pernafasan karena sinus paranasal bersebelahan dengan, dan berkomunikasi dengan, saluran pernapasan bagian atas.

b. Otitis

Infeksi telinga adalah peristiwa umum yang ditemui dalam praktik medis, terutama pada anak kecil. Otitis externa adalah infeksi yang melibatkan kanal pendengaran eksternal sementara otitis media menunjukkan radang pada telinga tengah.

c. Faringitis

Faringitis adalah radang faring yang melibatkan jaringan limfoid faring posterior dan lateral faring. Etiologi dapat berupa infeksi bakteri, virus dan jamur serta etiologi non-infeksi seperti merokok. Sebagian besar kasus disebabkan oleh infeksi virus dan menyertai flu biasa atau influenza. d. Epiglotitis dan Laryngotracheitis

(19)

16

berasal dari virus. Sebagian besar kasus laryngotracheitis disebabkan oleh virus yang menyebabkan ISPA.

e. Bronchitis dan Bronchiolitis

Bronkitis dan bronkiolitis melibatkan peradangan pada pohon bronkus. Bronkitis biasanya didahului oleh infeksi saluran pernafasan bagian atas atau merupakan bagian dari sindrom klinis pada penyakit seperti influenza, rubeola, rubella, pertusis, demam berdarah dan demam tifoid. Bronkitis kronis dengan batuk terus-menerus dan produksi sputum tampaknya disebabkan oleh kombinasi faktor lingkungan, seperti merokok, dan infeksi bakteri dengan patogen seperti H influenzae dan S pneumoniae. f. Pneumonia

Pneumonia adalah radang parenkim paru. Konsolidasi jaringan paru-paru dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan fisik dan rontgen dada. Dari sudut pandang anatomis, pneumonia lobar menunjukkan proses alveolar yang melibatkan seluruh lobus paru-paru sementara bronkopneumonia menggambarkan proses alveolar yang terjadi dalam distribusi yang tidak rata tanpa mengisi seluruh lobus.

Waspadai bahaya penyakit ISPA, segera lakukan pengobatan penyakit ISPA untuk mencegah penyakit lebih parah dan mendapatkan komplikasi berbahaya, karena harus Anda ketahui ISPA termasuk penyakit yang mematikan. ( Baca juga Tanaman Obat Penyakit ISPA )

2.9 Pengobatan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA )

a. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigen dan sebagainya.

b. Pneumonia : diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kotrimoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.

(20)

17

demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari. Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus diberikan perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya.

A. Terapi Farmakologi

Obat – Obat yang biasanya digunakan untuk Penyakit ISPA 1. Antibiotik

a. PENICILIN

Penicilin merupakan derifat β-laktam tertua yang memiliki aksi bakterisidal dengan mekanisme kerja menghambat sintesis dinding sel bakteri. Masalah resistensi akibat penicilinase mendorong lahirnya terobosan dengan ditemukannya derivat penicilin seperti methicilin, fenoksimetil penicilin yang dapat diberikan oral, karboksipenicilin yang memiliki aksi terhadap Pseudomonas sp. Namun hanya Fenoksimetilpenicilin yang dijumpai di Indonesia yang lebih dikenal dengan nama Penicilin V. Spektrum aktivitas dari fenoksimetilpenicilin meliputi terhadap Streptococcus pyogenes, Streptococcus pneumoniae serta aksi yang kurang kuat terhadap Enterococcus faecalis. Aktivitas terhadap bakteri Gram negative sama

sekali tidak dimiliki. Antibiotika ini diabsorbsi sekitar 60-73%, didistribusikan hingga ke cairan ASI sehingga waspada pemberian pada ibu menyusui. Antibiotika ini memiliki waktu paruh 30 menit, namun memanjang pada pasien dengan gagal ginjal berat maupun terminal, sehingga interval pemberian 250 mg setiap 6 jam.

Nama obat

Indikasi Dosis Kontraindik asi

Efek samping Perhatian

Amoxic ilin

Pengobatan

telinga,

Dewa sa

Hipersensiti

vitas

SSP: Pusing;

kelelahan;

Kehamilan:

(21)

18

sampai dermatitis

eksfoliatif; erupsi

vesikular; eritema

multiforme; ruam

kulit EUL: Mata

gatal; glossitis;

stomatitis; mulut

atau lidah yang

sakit atau kering;

lidah hitam

"berbulu";

Sensasi rasa tidak

normal;

laringospasme;

edema laringeal

GI: Gastritis;

anoreksia; mual;

muntah; sakit

perut atau kram;

kesusahan

epigastrik; diare

atau diare

berkisar dari

ringan

n alergenitas

(22)

19 dalam

dosis

terbag

i q 8

jam.

kolitis

pseudomembran.

GU: Nefritis

interstisial

(misalnya

oliguria,

proteinuria,

hematuria, gips

hyaline, pyuria);

nefropati;

vaginitis HEMA:

Anemia; anemia

hemolitik;

trombositopenia;

purpura

thrombocytopeni

c; eosinofilia;

leukopenia;

granulocytopenia;

neutropenia;

depresi sumsum

tulang;

agranulositosis;

mengurangi

hemoglobin atau

hematokrit;

pendarahan yang

berkepanjangan

dan waktu

protrombin;

bertambah atau

menurun jumlah

organisme

bakteri atau

jamur

nonsusceptib

(23)

20

limfosit;

peningkatan

monosit, basofil,

trombosit. HEPA:

hepatitis transien;

ikterus kolestatik.

META:

Peningkatan

serum alkaline

phosphatase dan

hypernatremia;

mengurangi

potasium serum,

albumin, protein

total, dan asam

Tromboflebitis di

tempat suntikan.

SSP: Pusing;

berkisar dari

ringan

sampai yang

mengancam

jiwa.

(24)

21

kejang, kejang).

DERMATOLOG

I: Urtikaria;

makulopapular

sampai dermatitis

eksfoliatif; erupsi

vesikular; eritema

multiforme; ruam

kulit EUL: Mata

gatal;

laringospasme;

edema laringeal

GI: Diare; kolitis

hematuria, gips

hyaline, pyuria);

nefropati;

peningkatan BUN

dan kreatinin;

vaginitis

HEMATOLOGI:

Penurunan Hgb,

Hct, RBC, WBC,

n alergenitas

(25)

22 6 jam.

Anak-anak

20 kg

atau

kuran

g PO

50

mg /

kg /

hari

denga

n

dosis

terbag

i

sama

q 6

samp

ai 8

jam

trombosit;

peningkatan

limfosit, monosit,

basofil, eosinofil,

dan trombosit.

METABOLIK:

Peningkatan

serum alkaline

phosphatase,

glutamic

oxaloacetic

transaminase,

ALT, AST, dan

LDH;

mengurangi

serum albumin

dan protein total.

LAIN: Sakit di

tempat suntikan;

hipertermia

b. CEFALOSPORIN

(26)

23

Gram positif lemah, sehingga sebaiknya agen ini disimpan untuk mengatasi infeksi nosokomial yang melibatkan pseudomonas. Spektrum aktivitas generasi keempat sangat kuat terhadap bakteri Gram positif maupun negatif, bahkan terhadap Pseudominas aeruginosa sekalipun, namun tidak terhadap B. fragilis. Mekanisme kerja golongan cefalosporin sama seperti β-laktam lain yaitu berikatan dengan penicilin protein binding (PBP) yang terletak di dalam maupun permukaan membran sel sehingga dinding sel bakteri tidak terbentuk yang berdampak pada kematian bakteri.

Nama obat

Indikasi Dosis Kontraindik asi

berkisar dari

(27)

24

sensitif penis

karena

fungsi ginjal

dan hati

mungkin

diperlukan.

(28)

25

hepatik;

Hasil tes

fungsi hati

abnormal.

LAIN:

Hipersensitiv

itas,

termasuk

sindrom

Stevens-Johnson,

eritema

multiforme,

pruritus,

demam,

nekrolisis

epidermal

toksik;

pertumbuhan

berlebih;

serum seperti

sakit reaksi

(misalnya,

ruam kulit,

polyarthritis,

artralgia,

demam);

flebitis,

tromboflebiti

s dan nyeri

pada tempat

Dapat

menyebabka

n bakteri atau

jamur

berlebih dari

mikroorganis

me yang

tidak mudah

(29)

26

suntikan.

c. MAKROLIDA

Eritromisina merupakan prototipe golongan ini sejak ditemukan pertama kali th 1952. Komponen lain golongan makrolida merupakan derivat sintetik darieritromisin yang struktur tambahannya bervariasi antara 14-16 cincin lakton. Derivat makrolida tersebut terdiri dari spiramysin, midekamisin, roksitromisin, azitromisin dan klaritromisin. Aktivitas antimikroba golongan makrolida secara umum meliputi Gram positif coccus seperti Staphylococcus aureus, coagulase-negatif staphylococci, streptococci β-hemolitik dan Streptococcus spp. lain,enterococci, H. Influenzae, Neisseria spp, Bordetella spp, Corynebacterium spp, Chlamydia, Mycoplasma, Rickettsia dan Legionella spp. Azitromisin memiliki aktivitas yang lebih poten terhadap Gram negatif, volume distribusi yang lebih luas serta waktu paruh yang lebih panjang. Klaritromisin memiliki fitur farmakokinetika yang meningkat (waktu paruh plasma lebih panjang, penetrasi ke jaringan lebih besar) serta peningkatan aktivitas terhadap H. Influenzae, Legionella pneumophila.36 Sedangkan roksitromisin memiliki aktivitas setara dengan eritromisin, namun profil farmakokinetiknya mengalami peningkatan sehingga lebih dipilih untuk infeksi saluran pernapasan. Hampir semua komponen baru golongan makrolida memiliki tolerabilitas, profil keamanan lebih baik dibandingkan dengan eritromisin. Lebih jauh lagi derivat baru tersebut bisa diberikan satu atau dua kali sehari, sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pasien.

Nama obat

Indikasi Dosis Kontraindi kasi

Efek samping Perhatian

Eritromis Penggunaa n oral /

DEWAS

A: PO

Hipersensit

ivitas

DERM: Ruam;

photosensitivita

Kehamilan:

(30)

27

flebitis vena

(31)
(32)

29

Palpitasi; sakit

dada. SSP:

Pusing; sakit

kepala; vertigo;

(33)

30

dispepsia; perut

kembung;

melena GU:

Vaginitis;

monilia; nefritis

(34)

31

(35)

32

ventrikel. SSP:

sakit kepala;

tinnitus; indera

penciuman yang

dispepsia; sakit

perut /

ketidaknyamana

n; glossitis;

stomatitis;

moniliasis oral;

muntah. GU:

Peningkatan

BUN.

HEMATOLOG

I: Peningkatan

(36)
(37)

34

gangguan

fungsi hati

namun

fungsi

ginjal

normal.

2. Golongan Obat Antitusif a. Kodein

Kodein merupakan obat antitusif golongan narkotik yang bekerja pada SSP. Kodein sejak lama digunakan sebagai „gold standard‟ pembanding obat-obatan antitusif baru yang bekerja pada SSP. Kodein kemungkinan merupakan obat yang paling sering diresepkan sebagai antitusif karena dapat memberikan efek analgesik dan antitusif yang baik pada pemberian secara peroral (Chung, 2003).

Kodein merupakan golongan opiat yang selektif pada reseptor μ opioid, seperti pada analognya morfin, namun dengan afinitas yang jauh lebih kecil. Kemampuan analgesiknya diduga berasal dari konversi dari kodein ke morfin. Reseptor μ opioid merupakan reseptor yang berpasangan dengan G-protein yang berfungsi sebagai regulator transmisi sinaps melalui G-protein yang mengaktifkan protein efektor. Terikatnya opiat menstimulasi pertukaran dari GTP (Guanosin Trifosfat) menjadi GDP (Guanosin Difosfat) di G-protein kompleks. Sebagai sistem efektor adalah adenylate cyclase dan cylcic adenosin monophospate (cAMP) yang terletak di bagian dalam permukaan membran plasma. Opioid mengurangi cAMP intraselular dengan cara menghambat adenylate cyclase. Akibatnya, pelepasan nociceptive neurotransmitter seperti substansi P, GABA (Gamma Amino Butyric Acid), dopamine, asetilkolin dan noradrenaline ikut terhambat. Opioid

(38)

35

rectifying potassium channels (OP3 dan OP1 receptor agonist). Hal ini

mengakibatkan hiperpolarisasi dan mengurangi sensitivitas neuron (Schroeder dan Fahey, 2004).

Kodein merupakan sebuah prodrug. Dia akan aktif setelah melewati metabolisme menjadi morfin melalui hepar. Kodein mengalami demetilasi menjadi morfin oleh enzim hepar CYP2D6 (Cytochrome P450 family 2 subfamily D member 6). Sekitar 70-80%

dosis yang diberikan mengalami glukoronidasi membentuk codeine-6-glucoronide. Proses ini dimediasi oleh UDP-glukoronosiltranferase

UGT2B7 (UDP-Glucoronyltransferase 2B7) dan UGT2B4 (UDP-Glucoronyltransferase 2B4). Lima hingga sepuluh persen dari dosis

mengalami O-demetilasi menjadi morfin dan 10% lainnya mengalami N-demetilasi membentuk norcodeine. CYP2D6 memfasilitasi biotransformasi menjadi morfin. CYP3A4 (Cytochrome P450 family 3 subfamily A member 4) adalah enzim yang memfasilitasi konversi menjadi norcodeine. Baik morfin maupun norcodeine dimetabolisme lebih lanjut dan mengalami glukoronidasi. Metabolit glukoronid dari morfin adalah morphine-3-glucoronide (M3G) dan morphine-6-glucoronide (M6G). Baik morfin maupun M6G merupakan senyawa aktif dan memiliki aktivitas analgesik. Sedangkan norcodeine dan M3G tidak memiliki aktivitas analgesik (Vree dkk., 2000).

Efek samping yang ditimbulkan kodein antara lain mengantuk, mual dan muntah, serta konstipasi. Selain itu, kodein dapat mengakibatkan ketergantungan seperti layaknya pada obat-obatan morfin, namun dengan skala yang lebih kecil (Chung, 2003).

Nama obat Kodein

Indikasi Meringankan nyeri ringan sampai sedang; penekan batuk.

(39)

36

akut; Diare disebabkan oleh keracunan atau racun.

Dosis ANALGESIK

Dewasa: IM / lambat IV / PO / SC 15-60 mg q 4-6 jam (maksimum 360 mg / hari). ANAK (³ 1 YR): IM / PO / SC 0,5 mg / kg q 4-6 jam. ANTITUSSIVE

Dewasa: PO 10-20 mg q 4-6 jam (maksimal 120 mg / hari). ANAK (6-12 YR): PO 5-10 mg 4-6 jam (maksimum 60 mg / hari). ANAK (2-6 YR): PO 2,5-5 mg q 4-6 jam (maksimal 30 mg / hari). Efek Samping CV: Hipotensi; hipotensi ortostatik; bradikardia;

takikardia; syok.

SSP: ringan kepala; pusing; sedasi; disorientasi;

ketiadaan koordinasi; euforia; igauan.

DERM: Berkeringat; pruritus; urtikaria

GI: Mual; muntah; sembelit; sakit perut;

anoreksia; kejang saluran empedu.

GU: Retensi urin atau keragu-raguan.

RESP: Laringospasme; depresi refleks batuk;

depresi pernapasan

Perhatian KehamilanTerapeutik dosis kodein telah meningkatkan durasi persalinan. Laktasi: Ekskresi

dalam ASI. Anak-anak: Jangan berikan IV kepada

anak-anak <12 thn. Anak-anak lebih peka

terhadap efek obat. Pasien lanjut usia: Lebih peka

(40)

37

Gunakan dengan hati-hati pada pasien dengan

myxedema, alkoholisme akut, riwayat potensi

penyalahgunaan obat terlarang, kondisi perut

akut, kolitis ulserativa, penurunan cadangan

pernafasan, cedera kepala atau peningkatan

tekanan intrakranial, hipoksia, takikardia

supraventrikular, volume darah habis, syok

peredaran darah , hipotiroidisme, dan masalah

eliminasi urin / usus. Ketergantungan: Codeine

memiliki potensi penyalahgunaan. Kerusakan

ginjal atau hati: Durasi tindakan mungkin akan

berlangsung lama; mungkin perlu mengurangi

dosis.

b. Dextrometorphan

Dektrometorfan (d-3-metoksin-N-metilmorfinan) merupakan antitusif non-opioid. Dekstrometorfan merupakan stereoisomer dektrorotatorik dari suatu susunan metorfanol termetilasi. Obat ini diharapkan bebas dari sifat adiktif dan lebih jarang menyebabkan konstipasi daripada kodein (Katzung, 2012)

Zat ini meningkatkan ambang rangsang refleks batuk secara sentral dan kekuatannya kira-kira sama dengan kodein. Berbeda dengan kodein, zat ini jarang menimbulkan kantuk atau gangguan salran cerna. Dalam dosis terapi dektrometorfan tidak menghambat aktivitas silia bronkus dan efek antitusifnya bertahan 5-6 jam. Toksisitas zat ini rendah sekali, tetapi dosis sangat tinggi mungkin menimbulkan depresi napas. Dektrometorfan tersedia dalam bentuk tablet 10 mg dan sebagai sirup dengan kadar 10 mg dan 15 mg/5 ml. Dosis dewasa 10-3- mg diberikan 3-4 kali sehar (FKUI, 2007).

(41)

38

tidak memiliki efek analgesik maupun sedatif sehingga obat ini diperjual belikan secara luas. Efek antitusif dari deksrometrofan sama besar dengan efek antitusif dari kodein (Reynolds dkk., 2003).

Dekstrometorfan merupakan obat batuk antitusif yang ditujukan untuk batuk kering. Dekstrometorfan menekan refleks batuk dengan cara langsung bertindak pada pusat batuk di dalam medulla pada otak. Dekstrometorfan menunjukkan afinitas ikatan yang tinggi pada beberapa region di otak, termasuk pusat batuk medulla. Senyawa aktif dekstrometorfan merupakan antagonis reseptor NMDA (N-Methyl D-Aspartate) dan bertindak sebagai non-competitive channel blocker. (Hargreaves dkk., 1994).

Dekstrometorfan merupakan opioid-like drug yang berikatan dan sekaligus bertindak sebagai antagonis pada reseptor NMDA glutamatergic. Dekstrometorfan juga merupakan agonis pada reseptor opioid σ1 dan σ2, sekaligus juga merupakan antagonis reseptor α3/β4 nikotinik dan bertarget pada serotonin reuptake pump (Hernandez dkk., 2000). Dekstrometorfan diabsorpsi secara cepat dari saluran pencernaan, dimana dia akan masuk ke aliran darah dan melewati blood-brain barrier (BBB). Dekstrometorfan diubah menjadi dextrorphan, sebagai senyawa metabolit aktif setelah melewati first-pass hepatic portal (Olney dan Labruyere, 1989).

Indikasi : Perawatan untuk batuk tidak berdahak (A to Z drug) Dosis :

Dosis sirup:

a. Dewasa 10-20 mg setiap 4 jam sehari atau 30 mg 3-4 kali sehari (maksimal 120mg/hari)

b. Anak 6-12 tahun 15 mg 3-4 kali sehari (maksimal 60 mg/hari) c. Anak 2-5 tahun 7,5 mg 3-4 kali sehari (maksimal 30 (A to Z drug

facts)

(42)

39

Perhatian : Kategori C, Jangan gunakan untuk batuk persisten atau kronis (misalnya asma, emfisema) atau bila batuk disertai dengan sekresi yang berlebihan (A to Z drug facts)

3. Golongan Obat Antikonvulsan ( Phenobarbital ) Komposisi : Phenobarbital

Indikasi : Pada bayi dan anak kecil, fenobarbital efektif dalam pencegahan kejang demam ; Pengobatan jangka pendek untuk insomnia ; obat penenang preanestetik

Dosis : Dewasa :Sedasi: Oral, I.M .: 30-120 mg / haridalam 2-3 dosis terbagi

Anak-anak : Oral: Children: 2 mg/kg 3 kali sehari

Kontraindikasi : Hipersensitivitas terhadap barbiturat; kecanduan obat penenang ; kerusakan hati parah; penyakit pernafasan dengan dyspnea; pasien nephritis

Efek samping : Mual muntah, konstipasi, bradikardi, hipotensi, ngantuk, sakit kepala

Perhatian : Toleransi atau ketergantungan psikologis dan fisik dapat terjadi.

4. Golongan Obat Ekspektoran Nama Obat GUAIFENESIN

digunakan sebagai ekspektoran dalam penanganan simtomatik batuk yang berhubungan dengan flu biasa, bronkitis, radang tenggorokan, faringitis, pertusis, influenza, dan batuk yang dipicu oleh sinusitis paranasum kronis (AHFS DI)

(43)

40

Dosis Anak 2-6 tahun: PO 50 sampai 100 mg setiap 4 jam (maks, 600 mg / hari)

6-12 tahun: 100 sampai 200 mg setiap 4 jam (maks, 1,2 g / hari).

Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap guaifenesin

Efek samping SSP: Pusing; sakit kepala.

DERMATOLOGI: Ruam; urtikaria GI: Mual; muntah

Perhatian dosis guaifenesin lebih besar dari yang dibutuhkan untuk tindakan ekspektoran dapat menghasilkan emesis ( ahfs di) Kehamilan Kehamilan: Kategori C. Laktasi: Belum ditentukan. Batuk

terus-menerus: Bisa mengindikasikan kondisi serius. Beritahu dokter, apoteker, atau perawat jika batuk bertahan lebih dari 1 minggu, cenderung kambuh atau disertai demam tinggi, ruam, atau sakit kepala yang terus-menerus. ( a to z)

5. Golongan Obat Anti Inflamasi Non steroid ( OAINS ) a. Ibu Profen

(44)

41

dengan memberikan dosis 1200-2400 mg sehari (Wilmana dan Gan, 2007).

Penggunaan ibuprofen untuk mengurangi penyakit sebagai analgetik-antipiretik. Ibuprofen ketika digunakan secara oral akan diabsorpsi secara cepat oleh usus dengan konsentrasi puncak dalam plasma terjadi dalam waktu1-2 jam. Ibuprofen akan terikat oleh protein plasma sekitar 90-99%. Metabolisme ibuprofen melalui hidroksilasi maupun karboksilasi. Ekskresi ibuprofen sangat cepat sekitar lebih dari 90% pada urin dalam bentuk metabolit (Tjay dan Raharja, 2002). Ibuprofen sering diresepkan sebagai analgetik-antipiretik terutama pada anak-anak. Ibuprofen lebih sering digunakan karena obat ini cederung lebih aman dibandingkan dengan obat yang memiliki khasiat sama seperti parasetamol. Ibuprofen sering digunakan tetapi obat ini memiliki permasalahan kelarutan pada proses formulasi.

Karakteristik ibuprofen termasuk dalam Biopharmaceutics Classification System (BCS) kelas II dengan ciri sifat permeabilitas tinggi dan kelarutannya rendah (Amidon dkk., 1995). Obat yang termasuk

dalam karakteristik BCS kelas II memiliki ciri bioavailabilitasobat tergantung pada jenis sediaan dan kecepatan pelepasan zat aktifnya. Ibuprofen ketika diformulasikan perlu pengatasan masalah kelarutan obat tersebut. Teknik yang digunakan untuk memperbaiki kelarutan obat BCS kelas II antara lain dengan penggunaan kosolven, pembentukan kompleksasi (misalnya dengan pembentukan kompleks inklusi dengan penambahan zat pengompleks seperti β- siklodekstrin), dan pendekatan melalui prodrug(Agoes, 2012).

Nama obat Ibu profen

(45)

42

6. Golongan Obat Analgesik - Antipiretik a. Parasetamol

Nama Obat Acetaminofen/Parasetamol

Mengurangi demam karena aksinya yang langsung ke pusat pangatur panas di hipotalamus yang berdampak vasodilatasi serta pengeluaran keringat.

Dosis Dewasa 325-650 mg setiap 4-6 jam atau 3-4 x 1000 mg, tidak drug fact)

Kontra indikasi

Hipersensitivitas terhadap aspirin, iodida, atau NSAID lainnya(a to z drug fact)

Efek samping

Jarang terjadi; mual, muntah, ganggguan saluran cerna. Pernah dilaporkan adanya ruam kulit; trombositopennia dan limfopenia. Penurunan ketajaman pengelihatan (sangat jarang). (Iso Vol 49, 19)

Dosis - Anak: 1 sampai 12 thn: £ 39,2 ° C (102,5 ° F) dianjurkan dosis PO 5 mg / kg; > 39,2 ° C (102,5 ° F) dianjurkan dosis PO 10 mg / kg; dosis harian maksimum 40 mg / kg. (a to z drug fact)

- Dewasa: sehari 2-4 kali 1-2 kapl atau menurut petunjuk dokter (Iso Vol 49, 19)

(46)

43 melebihi 4g/hari

Dosis Anak < 12 th: 10-15mg/kg setiap 4-6jam, max 2,6g/hari >12 th: seperti dosis dewasa.

Kontraindikasi Hipersensitivitas yang terdokumentasi, Defisiensi Glukosa-6-fosfat.

ROB Rifampicin dapat mengurangi efek acetaminophen, pemberian bersama dengan barbiturate, karbamazepin, hydantoin INH dapat meningkatkan hepatotoksisitas.

Interaksi Rifampicin dapat mengurangi efek acetaminophen, pemberian bersama dengan barbiturate, karbamazepin, hydantoin INH dapat meningkatkan hepatotoksisitas.

Kehamilan Klasifikasi B: Biasanya aman, namun tetap dipertimbangkan keuntungan terhadap risikonya.

Monitoring

Perhatian Hepatotoksisitas pada pasien alkoholik dapat terjadi setelah terpapar dosis yang bervariasi. Nyeri yang sangat, berulang atau demam mengindikasikan sakit yang serius.

7. Golongan Obat Antihistanin a. Chorpheniramin maleat

(47)

44

Indikasi : Sementara relief bersin, gatal, mata berair, hidung gatal atau tenggorokan, dan hidung meler akibat alergi hayati (alergi) rhinitis atau alergi pernafasan lainnya.

Kontraindikasi: Hipersensitivitas terhadap antihistamin; glaukoma sudut sempit; stenosing tukak peptik; hipertrofi prostat simtomatik; serangan asma; obstruksi leher kandung kemih; obstruksi pyloroduodenal; Terapi MAO; gunakan pada bayi yang baru lahir atau bayi prematur dan ibu menyusui.

Dosis :

1) Gejala Kondisi Alergi Dewasa dan Anak di atas 12 tahun: PO 4 mg q 4 sampai 6 jam (bentuk pelepasan segera) atau 8 sampai 12 mg pada waktu tidur atau q 8 sampai 12 jam (bentuk pelepasan yang bertahan) (maks, 24 mg / 24 jam). Efidac: 16 mg q 24 jam (maks, 16 mg / 24 jam). SC / IM / IV: 5 sampai 20 mg sebagai dosis tunggal (maks, 40 mg / 24 jam).

2) Anak-anak 6 sampai 12 tahun: PO 2 mg q 4 sampai 6 jam (bentuk pelepasan segera) atau 8 mg pada waktu tidur atau siang hari seperti yang ditunjukkan (formulir pelepasan yang bertahan) (maks, 12 mg / 24 jam).

3) Anak-anak 2 sampai 6 tahun PO (hanya tablet atau sirup; pelepasan yang tidak dianjurkan) 1 mg q 4 sampai 6 jam (maks, 4 mg / 24 jam). 4) Reaksi alergi terhadap Darah atau Plasma Dewasa: SC / IM / IV 10

sampai 20 mg sebagai dosis tunggal (maks, 40 mg / 24 jam). 5) Anafilaksis Dewasa: IV 10 sampai 20 mg sebagai dosis tunggal. Interaksi :

1) Alkohol dan depresan SSP: Dapat menyebabkan efek depresan SSP tambahan.

2) Inhibitor MAO: Dapat meningkatkan efek antikolinergik dari chlorpheniramine

(48)

45

terganggu; kegugupan; kegelisahan. gi: mulut kering; kesusahan epigastrik; anoreksia; mual; muntah; diare; sembelit; perubahan kebiasaan buang air besar. gu: frekuensi atau retensi urin; disuria. hematologi: anemia hemolitik; trombositopenia; agranulositosis metabolik: meningkatnya nafsu makan; penambahan berat badan. respiratory: penebalan sekresi bronkial; dada sesak; mengi; kotoran hidung; hidung kering dan tenggorokan; sakit tenggorokan; depresi pernapasan lain: reaksi hipersensitivitas; fotosensitivitas.

Perhatian : Kehamilan: Kategori B. Jangan gunakan selama trimester ketiga. Laktasi: Kontraindikasi pada ibu menyusui. Anak-anak: Overdosis dapat menyebabkan halusinasi, kejang, dan kematian. Antihistamin dapat mengurangi kewaspadaan mental. Pada anak kecil, mereka mungkin menghasilkan eksitasi paradoks. Kontraindikasi pada bayi baru lahir atau bayi prematur. Bentuk pelepasan berkelanjutan yang tidak dianjurkan pada anak-anak kurang dari 6 tahun. Lansia: Kemungkinan besar pusing, sedasi berlebihan, sinkop, keadaan bingung dan hipotensi pada pasien di atas 60 tahun. Pengurangan dosis mungkin diperlukan. Pasien berisiko khusus: Gunakan obat dengan hati-hati pada pasien dengan predisposisi retensi urin, riwayat asma bronkial, peningkatan IOP, hipertiroidisme, penyakit kardiovaskular, atau hipertensi. Hindari pada penderita sleep apnea. Kerusakan hati: Gunakan obat dengan hati-hati pada pasien dengan sirosis atau penyakit hati lainnya. Reaksi hipersensitivitas: Mungkin terjadi. Memiliki epinefrin 1: 1000 segera tersedia. Penyakit pernafasan: Umumnya tidak disarankan untuk mengobati gejala saluran pernapasan bagian bawah termasuk asma.

b. Difenhidramin HCl

Indikasi : Mengurangi gejala rhinitis alergi musiman dan musiman, rinitis vasomotor dan konjungtivitis alergi; melegakan sementara pilek dan bersin yang disebabkan oleh flu biasa;melegakan gejala pruritus alergi dan non-alergi (A to Z drug facts)

(49)

46 Menekan batuk :

Dewasa 25 mg setiap 4 jam (maksimal 150 mg/ hari)

Anak 6-12 tahun 12.5 mg setiap 4 jam (maksimal 75mg/ hari)

Anak 2-5 tahun 6.2.5 mg setiap 4 jam (maksimal 25mg/ hari) (A to Z drug facts)

Kontraindikasi : Hipersensitivitas terhadap antihistamin; serangan asma; obstruksi leher kandung kemih; obstruksi pyloroduodenal; Terapi MAOI; riwayat apnea tidur; pada bayi yang baru lahir atau bayi prematur dan pada wanita menyusui. (A to Z drug facts)

Efek samping : Bradikardi, takikardi, mengantuk, pusing, hidung tersumbat, mulut dan kerongkongan kering (A to Z drug Fact)

Perhatian : Kategori B. Dapat dieksresikan lewat ASI. Gunakan dengan hati-hati pada pasien yang cenderung mengalami retensi urin, hipertrofi prostat, riwayat asma bronkial, peningkatan tekanan intraokular, hipertiroidisme, penyakit kardiovaskular, atau hipertensi (A to Z drug Fact.)

c. Cetirizin

Indikasi : Gejala gejala akut (nasal dan nonnasal) terkait dengan rinitis alergi musiman dan abadi; pengobatan manifestasi kulit yang tidak rumit dari urtikaria idiopatik kronis.

Kontraindikasi :Pertimbangan standar.

Dosis : dewasa & anak  6 tahun : PO 5 atau 10 mg setiap hari. Penurunan Hepatik: PO 5 mg setiap hari.

Interaksi : Tidak ada yang terdokumentasi dengan baik

Efek Samping : takikardia; hipertensi; gagal jantung; SSP: kelelahan; pusing; sakit kepala; paresthesia; kebingungan; hiperkinesia; hipertensi; DERM: Pruritus; kulit kering; urtikaria; jerawat; infeksi kulit; ruam eritematosa GI: Mulut kering; mual; muntah; sakit perut; diare;

(50)

47

lansia: Efek sampingan profil serupa dengan pasien yang lebih muda. Gangguan ginjal dan hati: Penyesuaian dosis mungkin diperlukan. 8. Golongan Obat Steroid

a. Dexamethasone

Aksi : Synthetic long-acting glukokortikoid yang menekan pembentukan, pelepasan dan aktivitas mediator inflamasi endogen termasuk prostaglandin, kinin, histamin, enzim liposomal dan sistem komplemen. Juga memodifikasi respon imun tubuh.

Indikasi : Pengujian hiperfungsi korteks adrenal; pengelolaan insidensi korteks adrenal primer atau sekunder, gangguan rematik, penyakit kolagen, penyakit dermatologis, keadaan alergi, proses alergi alergi, inflamasi, gangguan hematologi, penyakit neoplastik, edema serebral yang terkait dengan tumor otak primer atau metastasis, kraniotomi atau cedera kepala. , keadaan edematosa (disebabkan oleh sindrom nefrotik), penyakit GI, multiple sclerosis, meningitis tuberkulosis, trichinosis dengan keterlibatan neurologis atau miokard.

Kontraindikasi: Infeksi jamur sistemik; Penggunaan IM pada purpura thrombocytopenic idiopatik; pemberian vaksin virus hidup; monoterapi topikal pada infeksi bakteri primer; penggunaan intranasal pada infeksi lokal yang tidak diobati yang melibatkan mukosa hidung; Penggunaan oftalmik pada keratitis herpes simpleks akut superfisial, penyakit jamur pada struktur okular, vaccinia, varicella dan okular tuberkulosis.

Dosis :

1) Dosis awal: po 0.75 sampai 9 mg / hari. tes penguji: sindrom cushing: po 1 mg pada pukul 11 malam.

2) Alternatif: po 0,5 mg q 6 jam selama 48 jam. untuk membedakan sindrom cushing - menyebabkan kelebihan acth pituitary dari penyebab lain: po 2 mg q 6 jam selama 48 jam. sickness mountain akut: po 4 mg q 6 jam. antiemetik: po 16 sampai 20 mg. diagnosis depresi: po 1 mg. hirsutisme: po 0,5 sampai 1 mg / hari.

(51)

48

antikolinesterase pada miastenia gravis. Antikoagulan, oral: Dapat mengubah persyaratan dosis antikoagulan. Barbiturat: Dapat menurunkan efek deksametason. Hydantoins: Dapat meningkatkan pembersihan dan mengurangi efikasi terapeutik deksametason. Rifampisin: Dapat meningkatkan pembersihan dan mengurangi efikasi terapeutik deksametason. Salisilat: Dapat mengurangi kadar serum dan khasiat salisilat. Troleandomycin: Dapat meningkatkan efek deksametason.

(52)

49

Kehamilan: Kategori Kehamilan belum ditentukan (penggunaan sistemik); Kategori C (penggunaan topikal). Laktasi: Ekskresi dalam ASI. Anak-anak: Mungkin lebih rentan terhadap reaksi merugikan dari penggunaan topikal daripada orang dewasa. Amati pertumbuhan dan perkembangan bayi dan anak-anak dengan terapi yang berkepanjangan. Lansia: Mungkin memerlukan dosis lebih rendah. Penekanan adrenal: Terapi yang berkepanjangan dapat menyebabkan penekanan hipotalamus-hipofisis-adrenal. Keseimbangan cairan dan elektrolit: Dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, retensi garam dan air dan peningkatan ekskresi kalium dan kalsium. Pembatasan garam diet dan suplementasi potassium mungkin diperlukan. Hepatitis: Dapat berbahaya pada hepatitis aktif kronis yang positif terhadap antigen permukaan hepatitis B. Infeksi: Dapat menutupi tanda-tanda infeksi. Dapat menurunkan mekanisme pertahanan host untuk mencegah penyebaran infeksi. Efek okuler: Gunakan secara sistemik dengan hati-hati pada herpes simpleks okular karena kemungkinan perforasi kornea. Penggunaan mata: Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan glaukoma atau komplikasi lainnya. Ulkus peptikum: Dapat berkontribusi pada ulserasi peptikum, terutama dalam dosis besar. Kerusakan ginjal: Gunakan dengan hati-hati; memantau fungsi ginjal Stres: Peningkatan dosis kortikosteroid dengan cepat dapat diperlukan sebelum, selama dan setelah situasi stres. Sulfit: Beberapa produk mengandung natrium bisulfit, yang dapat menyebabkan reaksi alergi pada beberapa individu. Penarikan: penghentian tiba-tiba dapat menyebabkan insufisiensi adrenal. Hentikan secara bertahap.

b. Prednisone

Nama obat

Prednison

(53)

50 B. Terapi Non Farmakologi

Perawatan di rumah

Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA.

1) Mengatasi panas (demam)

Untuk anak usia 2 bulan sampai 5 tahun demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).

penyakit dermatologis; keadaan alergi; proses alergi dan inflamasi; penyakit pernafasan; gangguan hematologi; penyakit neoplastik; keadaan edematosa (karena sindrom nefrotik); Penyakit GI; multiple sclerosis; meningitis tuberkulosis; trichinosis dengan keterlibatan neurologis atau miokard. (a to z drug fact)

Kontra indikasi

Infeksi jamur sistemik; pemberian vaksin virus hidup (a to z drug fact)

Efek samping

Gangguan caira n dan elektrolit, musculoskeletal, gastroinstentinal, dermatologi, neurologi, endoktrin, metabolic, reaksi hipersensitiv (Iso vol 49, hal 282)

Dosis Dewasa: PO 5 sampai 60 mg / hari (a to z drug fact) 1-4 tablet atau menurut petunjuk dokter (Iso vol 49, hal 282)

(54)

51 2) Mengatasi batuk

Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh, diberikan tiga kali sehari.

3) Pemberian makanan

Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulangulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.

4) Pemberian minuman

Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.

5) Lain-lain

a. Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam.

b. Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah.

c. Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap.

d. Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas kesehatan. e. Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan

diatas usahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh. Dan untuk penderita yang mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak

2.10 Pencegahan Penyakit Gastritis

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA pada anak antara lain :

(55)

52

2. Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya tahan tubuh terhadap penyakit baik.

3. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan agar tetap bersih. 4. Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA. Salah satu cara

adalah memakai penutup hidung dan mulut bila kontak langsung dengan anggota keluarga atau orang yang sedang menderita penyakit ISPA.

5. Ventilasi rumah cukup

6. Membiasakan memakai masker saat berkendara agar terhindar dari polusi

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan

ISPA adalah suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi disetiap bagian saluran pernafasan atau struktur yang berhubungan dengan pernafasan yang berlangsung tidak lebih dari 14 hari.

ISPA disebabkan oleh virus, bakteri maupun riketsia. Bakteri-bakteri yang paling sering terlibat adalah Streptococcus grup A, Pneumococcus-pneumococcus, H.influenza yang terutama dijumpai pada anak-anak kecil. Penatalaksanaan infeksi saluran pernafasan akan berhasil dengan baik apabila diagnosis penyakit ditegakkan lebih dalam sehingga pengobatan dapat diberikan sebelum penyakit berkembang lebih lanjut. Penyakit infeksi saluran pernafasan akut perlu mendapat perhatian, demikian pula dengan penggunaan antibiotika untuk pengobatannya, karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa antibiotik sering diberikan pada pasien. Pemberian antibiotik yang tidak memenuhi dosis regimen dapat meningkatkan resistensi antibiotik. Jika resistensi antibiotik tidak terdeteksi dan tetap bersifat patogen maka akan terjadi penyakit yang merupakan ulangan dan menjadi sulit disembuhkan.

(56)

53

Klasifikasi ISPA menurut Depkes RI adalah ISPA ringan, ISPA sedang, dan ISPA berat. Tanda dan gejala ISPA banyak bervariasi antara lain demam, pusing, malaise (lemas), anoreksia (tidak nafsu makan), vomitus (muntah), photophobia (takut cahaya), gelisah, batuk, keluar sekret, stridor (suara nafas), dyspnea (kesakitan bernafas), retraksi suprasternal (adanya tarikan dada), hipoksia (kurang oksigen), dan dapat berlanjut pada gagal nafas apabila tidak mendapat pertolongan dan mengakibatkan kematian.

Diagnosis ISPA umumnya ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik, dan apabila diperlukan, pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pneumonia pada balita didasarkan pada adanya batuk atau kesukaran bernafas disertai peningkatan frekuensi nafas (nafas cepat) sesuai umur, adanya nafas cepat ini ditentukan dengan cara menghitung frekuensi pernafasan. Diagnosis pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernafas disertai nafas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah kedalam. pada anak usia 2 bulan sampai 5 tahun. Untuk kelompok umur kurang dari 2 bulan diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya nafas cepat, yaitu frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali permenit atau lebih, atau adanya penarikan yang kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam.

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah sinusitis, faringitis, infeksi telinga tengah, infeksi saluran tuba eustachii, hingga bronkhitis dan pneumonia (radang paru). Infeksi saluran pernapasan parah dan menyebabkan dehidrasi yang signifikan, kesulitan bernafas dengan oksigenasi buruk ( hipoksia ), kebingungan yang signifikan, kelesuan, dan pembengkakan napas pendek pada paru-paru kronis dan penyakit jantung ( chronic obstructive pulmonary disease atau COPD, gagal jantung kongestif ). ISPA parah akan mendapatkan komplikasi seperti radang dalam selaput lendir, otitis, faringitis, epiglotitis dan lryngotracheitis, bronchitis dan bronchiolitis, pneumonia.

(57)

54

antihistamin (chlorpheniramin), golongan obat steroid (dexamthasone, prednisone).

Selain itu terapi non farmakologik yang dapat dilakukan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA antara lain mengatasi panas (demam) dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, mengatasi batuk dengan obat batuk yang aman, pemberian makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulangulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan, pemberian minuman dengan

pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA pada anak antara lain :

1. Mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik, diantaranya dengan cara memberikan makanan kepada anak yang mengandung cukup gizi.

2. Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya tahan tubuh terhadap penyakit baik.

3. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan agar tetap bersih. 4. Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA. Salah satu cara

adalah memakai penutup hidung dan mulut bila kontak langsung dengan anggota keluarga atau orang yang sedang menderita penyakit ISPA.

5. Ventilasi rumah cukup

6. Membiasakan memakai masker saat berkendara agar terhindar dari polusi

3.2 Saran

(58)

55

DAFTAR PUSTAKA

Aberg, J.A., Lacy,C.F, Amstrong, L.L, Goldman, M.P, and Lance, L.L., 2009. Drug Information Handbook, 17th edition, Lexi-Comp for the American Pharmacists Association Comparison

American Society for Hospital-System Pharmacist.2008.AHFS Drug Information Handbook. USA : ASHP Inc. Bethesda MD

Anonim.2014.ISO Informasi Spesialite Obat Indonesia Vol. 49.Jakarta : Penerbit PT ISFI

Bertram G.Katzung. 2013. Farmakologi Dasar dan Klinik. 12th ed. Jakarta: EGC Gunawan, Gan Sulistia. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Departemen. Jakarta:

Farmakologi dan Terapeutik

Referensi

Dokumen terkait

Kajian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Balita di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang Tahun

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada anak di negara sedang berkembang.. ISPA menyebabkan empat dari 15

Meskipun hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan tentang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dengan perilaku pencegahan pada balita,

Ispa merupakan infeksi saluran pernafasan akut yang bisa menyerang saluran pernafasan atas maupun bawah.penyakit ini sering terjadi pada balita karena balita

Skripsi berjudul “Analisis Faktor -faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi Sekunder pada Pasien Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) ” ini telah diuji dan

Infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) adalah infeksi saluran pernafasan akut yang menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru yang berlangsung kurang lebih 14

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ISPA adalah suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi di setiap bagian saluran pernafasan atau

Data profil kesehatan tahun 2020 menunjukkan bahwa, penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) menduduki peringkat pertama dari 10 besar penyakit yang paling