• Tidak ada hasil yang ditemukan

laporan fisiologi dan teknologi pasca pa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "laporan fisiologi dan teknologi pasca pa"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penanganan pasca panen secara garis besar dapat meningkatkan daya

gunanya sehingga lebih bermanfaat bagi kesejahteraan manusia. Hal ini dapat

ditempuh dengan cara mempertahankan kesegaran atau mengawetkannya dalam

bentuk asli maupun olahan sehingga dapat tersedia sepanjang waktu sampai ke

tangan konsumen dalam kondisi yang dikehendaki konsumen.

Umumnya produk hasil pertanian bersifat bulky, segar dan mudah rusak.

Hasil pertanian setelah dipanen merupakan bahan biologis yang masih memiliki

kandungan air yang tinggi. Oleh sebab itu, bahan tersebut masih akan

melangsungkan proses kehidupan yang jika tidak dikendalikan akan dapat

menurunkan mutunya sendiri. Kerusakan hasil pertanian dapat disebabkan oleh

dua faktor yaitu faktor dalam (internal) dan faktor luar (eksternal). Kerusakan

tersebut mengakibatkan penurunan mutu baik secara kuantitatif maupun kualitatif

yang berupa susut berat karena rusak, memar, cacat dan lain-lain. Kelemahan lain

yang juga mempengaruhi fluktuasi dan kontinuitasnya adalah hasil pertanian

biasanya musiman.

Teknologi pascapanen dapat mengamankan hasil panen dan mengolah hasil

menjadi komoditas bermutu, siap dikomsumsi, selain dapat pula meningkatkan

daya guna hasil maupun limbah hasil olahan. Petani melaksanakan proses

pengamanan produksi pada tahap paling rawan, yakni panen (pengumpulan,

perontokan, pembersihan, dan pengangkutan), pengeringan (penjemuran,

(2)

pembalikan dan pembersihan) dan pengolahan (penggilingan, pengemasan,

penyimpanan, pengangkutan). Upaya ini lebih banyak ditujukan untuk

menyelamatkan kehilangan hasil daripada mengurangi susut maupun

meningkatkan mutu karena terbatasnya kemampuan petani, baik dalam

penguasaan teknologi, penyediaan sarana, maupun permodalan.

Proses pascapanen merupakan rangkaian masalah yang luas dan kompleks,

yang tidak hanya ditentukan oleh masalah teknis tetapi juga melibatkan sosial dan

ekonomi. Teknologi pascapanen tepat guna mutlak diperlukan karena berkaitan

dengan jumlah dan mutu komoditas. Masalah pendayagunaan hasil dan limbah

hasil panen serta hasil olahan juga perlu mendapatkan perhatian untuk dapat

menunjang peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani.

B. Tujuan

1. Mengetahui kadar air dan beberapa produk paca panen yang diperdagangkan

dalam kondisi kering

2. Membandingkan kadar air anatar produk segar dan produk kering dari spesies

tanaman yang sama

3. Membandingkan daya simpan antara produk kering dan segar dari spesies

(3)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pascapanen atau lepas panen atau purna panen adalah bahan hasil pertanian

baik nabati maupun hewani yang merupakan hasil suatu pemetikan, penangkapan

atau bentuk pengambilan lainnya.Teknologi Pascapanen yang telah ada belum

dapat mengimbangi teknologi Pra-Panen, khususnya di tingkat Petani, sehingga

banyak terjadi susut maupun penurunan mutu yang tidak diinginkan. Pengalaman

masa lalu membuktikan bahwa banyak produksi pangan, seperti palawija dan

hortikultura, hasil ternak dan komoditi perikanan, yang hilang muspra (sia-sia)

sebagai akibat kurangnya perhatian terhadap proses pasca panen. Perlu diketahui

bahwa kehilangan produksi setelah panen adalah sebagai berikut :

1. Untuk beras, mencapai : 11% - 13%

2. Untuk buah-buahan dan sayuran : 20% - 40%

3. Untuk hasil-hasil peternakan : 15% - 20%

4. Untuk hasil perikanan lebih kurang : 20%

(Sulardjo, 2014).

Faktor-faktor yang mempengaruhi penanganan pascapanen buahan dan

sayuran adalah sebagai berikut:

1. Musim saat panen (hujan atau kemarau)

2. Waktu panen (pagi atau siang)

3. Cara penumpukan

4. Cara dan kemasan dalam pengangkutan

5. Cara pembersihan

(4)

6. Cara trimming

7. Cara dan bahan pengemasan

8. Cara dan suhu penyimpanan

(Aqil, 2013).

Buah atau hasil tanaman lainnya yang melangsungkan pemasakan pada

lingkungan alami, dalam menghadapi fluktuasi (ketidaktetapan) temperatur

lingkungan yang bagaimanapum. Kemungkinan untuk menerima pengaruh atau

akibat ketidaktetapan tadi tidak boleh diabaikan, seperti pengaruh atau akibat yang

dapat menimbulkan perlambatan atau sebaliknya percepatan reaksi-reaksi unsur.

Dalam keadaan ini metabolisma akan berubah, namun demikian tekanan

fisiologinya tidak menunjukan kejadiaan yang jelas, sehingga buah atau hasil

tanaman tampaknya tetap melangsungkan pemasakan (juga senescence) secara

wajar (Kartasapoetra, 1989).

Proses pengeringan pada prinsipnya menyangkut proses pindah panas dan

pindah massa yang terjadi secara bersamaan (simultan). Pertama panas harus di

transfer dari medium pemanas ke bahan. Selanjutnya setelah terjadi penguapan

air, uap air yang terbentuk harus dipindahkan melalui struktur bahan ke medium

sekitarnya. Proses ini akan menyangkut aliran fluida di mana cairan harus di

transfer melalui struktur bahan selama proses pengeringan berlangsung. Jadi

(5)

udara pengeringan makin cepat pula proses pengeringan berlangsung. Makin

tinggi suhu udara pengering, makin besar energi panas yang di bawa udara

sehingga makin banyak jumlah massa cairan yang di uapkan dari permukaan

bahan yang dikeringkan. Jika kecepatan aliran udara pengering makin tinggi maka

makin cepat massa uap air yang dipindahkan dari bahan ke atmosfer

(Halimatuddahliana, 2013).

Kelembaban udara berpengaruh terhadap proses pemindahan uap air. Pada

kelembaban udara tinggi, perbedaan tekanan uap air didalam dan diluar bahan

kecil, sehingga pemindahan uap air dari dalam bahan keluar menjadi terhambat.

Pada pengeringan dengan menggunakan alat umumnya terdiri dari tenaga

penggerak dan kipas, unit pemanas (heater) serta alat-alat kontrol. Sebagai sumber

tenaga untuk mengalirkan udara dapat digunakan blower. Sumber energi yang

dapat digunakan pada unit pemanas adalah tungku, gas, minyak bumi, dan elemen

pemanas listrik (Halimatuddahliana, 2013).

Pressure Bomb menukur potensi air dalam xylem, atau potongan buah dan

sayuran. Potongan daun atau batang tanaman dimasukkan dalam ruang

pengukuran yang kedap udara. Sampel tersebut dibungkus penutup yang fleksibel,

dan bagian terpotong bebas kontak dengan udara disekitarnya. Air dalam jaringan

dipaksa keluar dengan tekanan yang diberikan dalam ruang pengukuran. Tekanan

untuk mengeluarkan air dari sampel tersebut biasanya berkisar 5-4 bar

(Widjarnako, 2012).

(6)

III.METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah alat pengukur kadar air (moisture tester),

kantong plastik, karet gelang dan kertas label. Bahan yang digunakan adalah biji

jagung kering, biji jagung segar, gabah kering, gabah segar, kacang tanah kering

dan kacang tanah segar.

B. Prosedur Kerja

Kegitan 1

1. Produk pasca panen segar dan kering disiapkan

2. Produk pasca panen tersebut diukur kadar airnya menggunkan moisture tester

3. Perbangingan kadar air dibuat dengan membuat grafik batang.

Kegiatan 2

1. Produk pasca panen kering dan segar disiapkan

2. Produk kering dan segar dimasukkan ke dalam kantong plastik yang berbeda

3. Produk tersebut disimpan dilaboratorium selama 5 hari

4. Dilakukan pengamatan selama 5 hari secara berturut-turut

(7)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

1. Tabel Kadar Air Produk Pasca Panen (Basah/Kering)

No Jenis Produk Warna Kadar Air

1. Jagung Kering Orange 12,4 %

2. Jagung Basah Kuning 27,0 %

3. Kacang Tanah Basah Putih 28,5 %

4. Kacang Tanah Kering Putih Kecoklatan 15 %

5. Gabah Kering Kuning 15 %

6. Gabah Basah Kuning Kecoklatan 22,8 %

2. Grafik Kadar Air Produk Pasca Panen (Basah/Kering)

Jagung Kacang Tanah Gabah

0 5 10 15 20 25 30

12.4

14.9 15

27 28.5

22.8

Kering Basah

(8)

3. Tabel Pengamatan Daya Simpan Produk Pasca Panen (Basah/Kering) No Tanggal Indika

tor

Hasil pengamatan

Gabah Jagung Kacang tanah Kering Basah Kering Basah Kering Basah

1. 5/5/2015 W K KH O K C P

Be T T T T T T

P S S S S S S

B TBk TBk TBk TBk TBk TBk

2. 6/5/2015 W K KH O K C P

Be T T T T T T

P S S S S S S

B TBk TBk TBk TBk TBk TBk

3. 7/5/2015 W K C O K PK C

Be T T T T T T

P S TS S S S S

B TBk TBk TBk TBk TBk TBk

4. 8/5/2015 W K CH O K PK C

Be T T T T T T

P S S S S S S

B TBk TBk TBk TBk TBk TBk

5. 9/5/2015 W K CH O K PK C

Be T T T T T T

P S S S S S S

B TBk TBk TBk TBk TBk TBk

Keterangan:

1. W (Warna) : K (Kuning), KH (Kuning Kehitaman), C (Coklat), CH (Coklat Kehitaman, O (Orange), P (Putih), PK (Putih Kehitaman)

2. B (Bentuk) : T (Tetap), K (Keriput)

3. P (Penampilan) : S (Segar), TS (Tidak Segar) 4. B (Bau) : B (Busuk), TBk (Tidak Busuk)

B. Pembahasan

(9)

pengeringan dilakukan sampai kadar air tertentu agar dapat disimpan lama. Pada

bawang merah pengeringan hanya dilakukan sampai kulit mengering. Tujuan

pengeringan untuk mengurangi kadar air bahan sampai batas perkembangan

organisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat

atau bakteri terhenti sama sekali. Dengan demikian bahan yang dikeringkan

mempunyai waktu simpan lebih lama (Halimatuddahliana, 2013).

Pengeringan dapat dilakukan dengan cara alami dan buatan. Pengeringan

alami dapat dilakuakan dengan cara menjemur produk pasca panen dibawah sinar

matahari. Efektifitas penjemuran sangat ditentukan oleh: 1) ketebalan lapisan

pengeringan, 2) suhu dan lama pengeringan, 3) bulk density serta 4) frekuensi

pembalikan yang dilakukan (Aqil, 2013). Menurut Marsaningtyas (2011), cara

pengeringan secara buatan dapat dilakukan dengan dua metode yaitu:

1. Pengeringan kontinyu/berkesinambungan (continuous drying), dimana

pemasukan dan pengeluaran bahan berjalan terus menerus.

2. Pengeringan tumpukan (batch drying), bahan masuk ke alat pengering sampai

pengeluaran hasil kering, kemudian baru dimasukkan bahan berikutnya.

Cara pengeringan secara umum ke dalam empat golongan menurut suhu

udara pengeringnya, yaitu :

1. Cara pengeringan dengan suhu sangat rendah (ultra low temperature drying

system)

2. Cara pengeringan dengan suhu rendah (low temperature drying system)

3. Cara pengeringan dengan suhu tinggi (high temperature drying system)

(10)

4. Cara pengeringan dengan suhu sangat tinggi (ultra high temperature drying

system).

Pengeringan secara mekanis adalah pengeringan dengan bantuan alat

pengering yang dioperasikan secara mekanis. Beberapa alat pengering mekanis

yang banyak dijumpai adalah: (a) alat pengering dengan sumber panas energi

bahan bakar minyak (solar, minyak tanah); (b) alat pengering dengan sumber

panas energi bahan bakar limbah pertanian; (c) alat pengering dengan sumber

panas energi sinar matahari (Firmansyah, et all. 2011).

Jenis-jenis pengeringan berdasarkan karakteristik umum dari beberapa

pengering konvensional dibagi atas 8 bagian, yaitu : (Sitanggang, 2011)

1. Baki atau wadah

Pengeringan jenis baki atau wadah adalah dengan meletakkan material yang akan dikeringkan pada baki yang lansung berhubungan dengan media pengering. Cara perpindahan panas yang umum digunakan adalah konveksi dan perpindahan panas secara konduksi juga dimungkinkan dengan memanaskan baki tersebut. 2. Rotary

(11)

dikeringkan dimasukkan dan mengalir bersama medium pengering dan proses pengeringan terjadi saat aliran medium pengering ikut membawa produk yang dikeringkan. Setelah proses pengeringan selesai, produk yang dikeringkan akan dipisahkan dengan menggunakan hydrocyclone.

4. Spray

Teknik pengeringan spray umumnya digunakan untuk mengeringkan produk yang berbentuk cair atau larutan suspensi menjadi produk padat. Contohnya, proses pengeringan susu cair menjadi susu bubuk dan pengeringan produk-produk farmasi. Cara kerjanya adalah cairan yang akan dikeringkan dibuat dalam bentuk tetesan oleh atomizer dan dijatuhkan dari bagian atas. Medium pengering (umumnya udara panas) dialirkan dengan arah berlawanan atau searah dengan jatuhnya tetesan. Produk yang dikeringkan akan berbentuk padatan dan terbawa bersama medium pengering dan selanjutnya dipisahkan dengan hydrocyclone. 5. Fluidized bed

Pengeringan dengan menggunakan kecepatan aliran udara yang relatif tinggi menjamin medium yang dikeringkan terjangkau oleh udara. Jika dibandingkan dengan jenis wadah, jenis ini mempunyai luas kontak yang lebih besar.

6. Vacum

Pengeringan dengan memanfaatkan ruangan bertekanan udara rendah. Dimana pada ruangan tersebut tidak terjadi perpindahan panas, tetapi yang terjadi adalah perpindahan massa pada suhu rendah.

7. Membekukan

(12)

Pengeringan dengan menggunakan suhu yang sangat rendah. Biasanya digunakan pada produk-produk yang bernilai sangat tinggi, seperti produk farmasi dan zat-zat kimia lainnya.

8. Batch dryer

Pengeringan jenis ini hanya baik digunakan pada jumlah material yang sangat sedikit, seperti penggunaan pompa panas termasuk pompa panas kimia.

Metode penentuan kadar air dapat dilakukan dengan dua cara yaitu metode

langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung menerapkan metode oven

dan metode destilasi. Pada metode oven, sampel bahan diletakkan ke dalam oven

hingga diperoleh berat konstan pada bahan. Penentuan kadar air pada metode

oven didasarkan pada banyaknya air yang hilang dari produk. Adapun pada

metode destilasi, kadar air dihilangkan dengan memanaskan biji ke dalam air dan

selanjutnya menentukan volume atau massa air yang hilang pada biji dalam uap

yang terkondensasi atau dengan pengurangan berat sampel. Pada prinsipnya

mekanisme penggunaan oven untuk pengukuran kadar air dapat diperoleh dengan

mengurangi bobot awal benih sebelum dioven terhadap bobot benih sesudah

dioven (Suma, 2009).

Moisture meter merupakan suatu instrumen atau peralatan yang dipakai

untuk mengukur jumlah kandungan air yang tedapat pada suatu zat. Alat tersebut

juga bisa digunakan untuk mengukur tingkat kelembaban suatu zat. Secara umum

(13)

penimbangan. Selisih berat sebelum pemanasan dan setelah pemanasan

merupakan nilai dari kandungan air yang ditentukan tersebut.

2. Konduktometri

Prinsip atau cara inilah yang dilakukan oleh alat moisture meter tersebut,

yakni salah satu teknik pengukuran kadar air dengan teknik elektrik, dimana

pengukura didasarkan pada konduktivitas atau hantaran listrik. Kadar air akan

berbanding linear terhadap kapasitas listrik yang diukur. Hantaran listrik

tersebut akan ditangkap oleh alat yang dinamakan detektor.

(Nuhasbi, 2008).

Menurut Utama dan Pratiwi (2009), biji dan bagian tanaman pascapanen

dapat pula bertahan akibat stress kelebihan air. Kadar air optimal untuk

penyimpanan adalah jauh lebih rendah dibandingkan dengan yang normal

mengalami perkecambahan, pertumbuhan dan perkembangan dan siklus

reproduksi. Dalam hal ini, kadar air rendah adalah diinginkan untuk menjaga

mutu dalam jangka panjang untuk kebanyakan biji. Pada kebanyakan biji,

peningkatan kadar air di atas optimum untuk penyimpanan berakibat pada

perubahan mutu yang tidak diinginkan, dimana dari pandangan pascapanen

mewakili stress, akibatnya akan mempengaruhi daya simpan produk pasca panen.

Stress kelebihan air juga umum terjadi untuk produk pascapanen bila air dibiarkan

tetap pada permukaan produk. Pada kondisi dimana bila suhu di bawah titik

embun dari uap air udara disekitar produk, maka akn terjadi kondensasi

dipermukaan produk dan akan merangsang invasi patogen.

(14)

Gamabar 1. Hubungan kadar air dengan pola respirasi yang mempengaruhi masa simpan produk pasca panen.

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, praktikum dilakanakan

di lab Hortikultura Universitas Jenderal Soedirman. Pengamatan dilakukan selama

5 hari dan diamati warna dari tiap komoditas (jagung, kacang tanah dan gabah).

Dihari pertama dilakukan pengukuran kadar air dari setiap komoditas baik

komoditas yang segar maupun kering (jagung, gabah dan kacang tanah). Dari

hasil praktikum yang telah dilakukan di hari pertama didapatkan data mengenai

jenis produk jagung kering berwarna orange dengan kadar air 12,4%, jagung

basah berwarna kuning dengan kadar air 27,0%. Komoditas kacang tanah basah

berwarna putih dengan kadar air 28,5% dan kacang tanah kering berwarna putih

(15)

(kering dan basah). Dilakukan pengamatan terhadap perubahan warna dari warna,

bentuk, penampilan dan bau. Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan

didapatkan data dari tiap komoditas. Variabel yang diamati yaitu warna, bentuk,

penampilan dan bau yang mengalami perubahan yaitu warnanya saja, sedangkan

untuk vaiabel bentuk, penampilan dab bau tidak mengalami perubahan selama 5

hari penyimpanan.

Hal ini dibuktikan dengan pendapat Marsaningtyas (2011), bahwa Salah satu penanganan pasca panen kacang tanah yang biasa dilakukan adalah dengan melakukan pengeringan dengan segera setelah panen. Dengan melakukan proses pengeringan, kadar air kacang tanah akan mengalami penurunan sampai batas aman tidak ditumbuhi mikroorganisme. Kadar air biji kacang tanah saat panen berkisar antara 35 – 50 %, dan pada kondisi tersebut jamur dari jenis Aspergillus akan tumbuh dan membentuk Aflatoksin. Kadar air yang aman untuk mencegah kontaminasi jamur pada kacang tanah adalah ≤ 10 %.

Dari literatur yang telah dilihat dapat disimpulkan untuk beberapa komoditas diperlukan penanganan pasca panen dengan cara pengaringan. Pengeringan mampu menurunkan kadar air pada produk pasca panen sehingga menghambat mikroorganime untuk tumbuh, dari hasil praktikum yang telah dilakukan menunjukan hasil bahwa komoditas yang diuji (jagung, kacang tanah dan gabah) tidak mengalami pembusukan yang menunjukan bahwa komoditas itu tidak terserang dengan patogen pascapanen. Sehingga daya simpan dari komoditas pascapanen lebih lama umur simpannya.

Menurut Chailani (2010), Kandugan air sangat berpengaruh terhadap

perkembangan jasad renik. Sebagai contoh beras dan gabah dapat disimpan pada

waktu tertentu, tanpa atau sedikit menurunkan kualitas bila kandungan airnya

antara 13-14%, sedang di atas 13-14% akan mempercepat perkembangan jasad

(16)

renik terutama jamur. Penyimpanan beras dengan kandungan air lebih dari 14%

akan menyebabkan proses metabolisme jasad renik dan serangan hama bertambah

cepat. Batas kemunduran air yang baik untuk penyimpanan gabah dengan

mempertimbangkan serangan jasad renik dan hama diperkirakan sekitar 13,5%

dengan lengas nisbi udara sekitar 70-75%. Jadi jelas bahwa untuk penyimpanan

beras maupun gabah diperlukan kandungan air sekitar 14%, dengan lengas nisbi

udara 75% dan suhu 27˚-32˚%.

V. SIMPULAN DAN SARAN

(17)

2. Kadar air jagung kering 12,4 sedangkan kadar air jagung segar 27, kadar air

kacang tanah kering 14,9 sedangkan kadar air kacang tanah segar 28,5 dan

kadar air gabah kering 15 sedangkan kadar air gabah segar 22,8.

3. Daya simpan antara produk pascapanen gabah, jagung dan kacang tanah baik

dalam keadaan kering dan basah yang memiliki daya simpan yang lebih lama

yaitu prouk pascapnen dalam keadaan kering karena tiap variabel yang

diamati tidak ada yang berubah.

B. Saran

Sebaiknya para praktikan memiliki foto dari setiap acara yang dilakukan,

dan melakukan perlakuan dari tiap acara agar lebih mengerti apa saja yang telah

diakukan dari tiap acara.

DAFTAR PUSTAKA

Aqil, M. 2013. Pengelolaan Proses Pasca Panen Sorgum Untuk Pangan. Seminar Nasional Serealia. Balai Penelitian Tanaman Serealia.

Chailani, S.R. 2010. Penyakit-penyakit pasca panen tanaman pangan. UB press. Universitas Bawijaya, Malang. 152 hlm.

(18)

Firmansyah, et all. 2011. Penanganan Pasca Panen. Baalai Penelitian Tanaman Serealia, Maros.

Halimatuddahliana. 2013. Jenis-jenis Alat Pengering. Departemen Teknik Kimia. Fakultas Teknik. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Kartasapoetra, A.G. 1989. Teknologi Penanganan Pasca Panen. Bina Aksara, Jakarta, 252 p.

Marsaningtyas, E. 2011. Penerapan DCS pada Rotary Dryer Untuk Pengeringan Kacang Tanah. Laporan Tugas Akhir. Universitas Diponegoro. Semarang.

Mutiarawati, T. 2007. Penanganan Pasca Panen. Workshop Pemandu Lapangan I (PL-1) Sekolah Lapangan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (SL-PPHP). Depatemen Pertanian.

Nurhasbi, J. 2008. Pengembangan Standar Pengujian Kadar Air dan Perkecambahan Benih Beberapa Jenis Tanaman Hutan Untuk Menunjang Program Penanaman Hutan Di Daerah Bogor. Balai Penelitian Teknologi Perbenihan, Bogor.

Sitanggang, H. 2011. Pengujian dan Simulasi Mesin Pengering Produk Pasca Panen.(Online)repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25988/3/Chapter %20II.pdf. Diakses 18 Mei 2015.

Sulardjo. 2014. Penanganan Pasca Panen Padi. Magistra. No. 88. Th. XXVI. ISSN 0215-9511. Hal: 44-58.

Suma, D. 2009. Teknologi Pasca Panen Untuk Peningkatan Mutu Jagung. Fakultas Teknik. UGM, Yogyakarta.

Utama, I.M.S dan Pratiwi, I.D.R. 2009. Stres Produk Pascapanen Hortikultura. Juruan Teknologi Pertanian. Universitas Udayana.

Widjarnoko, B. 2012. Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen. UB Press. Universitas Brawijaya.

(19)

pada keadaan mentah maupun setelah mencapai kematangannya. Sebagian besar

buah yang dimakan adalah buah yang telah mencapai tingkat kematangannya.

Untuk meningkatkan hasil buah yang masak baik secara kualias maupun

kuantitasnya dapat diusahakan dengan substansi tertentu antara lain dengan zat

pengatur pertumbuan Ethylen. Dengan mengetahui peranan ethylene dalam

pematangan buah kita dapat menentukan penggunaannya dalam industri

pematangan buah atau bahkan mencegah produksi dan aktifitas ethylen dalam

usaha penyimpanan buah-buahan.

Proses pematangan buah didahului dengan klimakterik (pada buah

klimakterik). Klimakterik dapat didefinisikan sebagai suatu periode mendadak

yang unik bagi buah dimana selama proses terjadi serangkaian perubahan biologis

yang diawali dengan proses sintesis ethylene. Meningkatnya respirasi dipengaruhi

oleh jumlah ethylene yang dihasilkan, meningkatnya sintesis protein dan RNA.

Proses klimakterik pada Apel diperkirakan karena adanya perubahan

permeabilitas selnya yang menyebabkan enzym dan susbrat yang dalam keadaan

normal terpisah, akan bergabung dan bereaksi satu dengan lainnya.

Perubahan warna dapat terjadi baik oleh proses-proses perombakan

maupun proses sintetik, atau keduanya. Pada jeruk manis perubahan warna ni

disebabkan oleh karena perombakan khlorofil dan pembentukan zat warna

karotenoid. Sedangkan pada pisang warna kuning terjadi karena hilangnya

khlorofil tanpa adanya atau sedikit pembentukan zat karotenoid. Sisntesis likopen

dan perombakan khlorofil merupakan ciri perubahan warna pada buah tomat.

(20)

Menjadi lunaknya buah disebabkan oleh perombakan propektin yang tidak

larut menjadi pektin yang larut, atau hidrolisis zat pati (seperti buah waluh) atau

lemak (pada adpokat). Perubahan komponen-komponen buah ini diatur oleh

enzym-enzym antara lain enzym hidroltik, poligalakturokinase, metil asetate,

selullose.

Seiring dengan perubahan tingkat ketuaan dan kematangan, pada umumnya

buah-buahan mengalami serangkaian perubahan komposisi kimia maupun

fisiknya. Rangkaian perubahan tersebut mempunyai implikasi yang luas terhadap

metabolisme dalam jaringan tanaman tersebut. Diantaranya yaitu perubahan

kandungan asam-asam organik, gula dan karbohidrat lainnya. Perubahan tingakat

keasaman dalam jaringan juga akan mempengaruhi aktifitas beberapa enzim

diantaranya adalah enzim-enzim pektinase yang mampu mengkatalis degradasi

protopektin yang tidak larut menjadi substansi pectin yang larut. Perubahan

komposisi substansi pektin ini akan mempengaruhi kekerasan buah-buahan.

Peningkatkan hasil buah yang masak baik secara kualias maupun

kuantitasnya dapat diusahakan dengan substansi tertentu antara lain dengan zat

pengatur pertumbuan Ethylene. Dengan mengetahui peranan ethylene dalam

pematangan buah kta dapat menentukan penggunaannya dalam industri

pematangan buah atau bahkan mencegah produksi dan aktifitas ethyelen dalam

(21)

1. Mengetahui dapat tidaknya pematangan buah dipacu dengan gas pematangan

buah

2. Membandingkan kecepatan pematangan buah secara alami dengan secara

dipacu dengan gas pematangan buah

3. Membandingkan mutu dari buah yang dimatangkan secara alami dan secara

dipacu.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Dari segi penampilan termasuk didalamnya ukuran, bentuk, warna, dan ada

tidaknya kerusakan dan luka pada buah. Sedangkan yang dimaksud dengan flavor

(22)

adalah pengukuran tingkat kemanisan (sweetness), keasaman (acidity),

astringency, rasa pahit (bitterness), aroma, dan off-flavor. Kandungan nutrisi pada

buah dapat berupa vitamin A dan C, kandungan mineral, dietari fiber, karbohidrat,

protein, antioxidan phytochemical (carotenoid, flavonoid, dan senyawa fenol

lainnya). Faktor-faktor keamanan yang juga mempengaruhi kualitas buah segar

adalah residu dari pestisida, keberadaan logam berat, mikotoxin yang diproduksi

oleh berbagai spesies fungi dan kontaminasi dari mikroba (Winarno, 2004).

Pematangan merupakan perubahan yang terjadi pada tahap akhir

perkembangan buah atau merupakan tahap awal penuaan (senescence) pada buah.

Selama perkembangan buah terjadi berbagai perubahan biokimiawi dan fisiologi.

Pada umumnya buah yang masih muda berwarna hijau karena memiliki kloroplas

sehingga dapat mengadakan fotosintesis, tetapi sebagian besar kebutuhan

karbohidrat dan protein diperoleh dari bagian tubuh tumbuhan lainnya. Buah

muda yang sedang tumbuh mengadakan respirasi sangat cepat sehingga dihasilkan

banyak asam karboksilat dari daur Krebs, misalnya asam isositrat, asam fumarat,

asam malat. Kadar asam-asam ini berkurang sejalan dengan berkembangnya buah

karena asam-asam ini digunakan untuk mensintesis asam amino dan protein yang

terus berlangsung dalam buah sampai buah masak (Sinay, 2008).

Pengaruh penting etilen dalam meningkatkan deteriorasi komoditi yang

(23)

3. “Russet spoting” pada selada

4. Pembentukan rasa pahit pada wortel

5. Pertunasan kentang

6. Gugurnya daun (kol bunga, kubis, tanaman hias)

7. Pengerasan pada asparagus

8. Mempersingkat masa simpan dan mengurangi kualitas bunga

9. Gangguan fisiologis pada tanaman umbi lapis yang berbunga

10. Pengurangan masa simpan buah dan sayuran

(Mutiarawati, 2007).

Pemeraman merupakan tindakan menaikkan konsentrasi etilen di sekitar

jaringan buah untuk mempercepat pemasakan buah. Pematangan dengan

menggunakan karbit adalah tindakan pembentukan asetilen (etuna atau gas

karbid), yang di udara sebagian akan tereduksi oleh gas hidrogen menjadi etilen.

Kalsium karbida berupa batu berwarna abu-abu dimana bersama air atau ruang

lembab, batu karbit akan terurai menjadi gas asetilen (C2H2) dan air kapur yang

berwarna putih (Ca(OH)2 ), gas asetilen akan merangsang aktivitas sel buah

sehingga akan memacu kematangan buah (Sunarjono, 2002).

Terjadi perubahan fisioko-kimia dan organoleptik selama buah dan sayur

memasuki fase perkembangan dan kemasakan sel. Konsumen menginginkan suatu

kualitas tertentu untuk komoditas buah dan sayur. Sayur biasanya enak untuk

dimakan pada saat masih muda, misalnya: kacang panjang, rebung, kapri,

mentimun, sayuran berdaun (kangkung, sawi dll), nangka dan lain-lain. Sedang

(24)

buah enak untuk dimakan bila telah masak (mangga, durian dll) (Widjanarko,

2012).

(25)

Alat yang digunakan adalah ember plastik, kain, kertas koran, karet gelang

dan kertas label. Bahan yang digunakan adalah buah pisang mentah, buah pisang

matang dan kalsium karbida (CaC2).

B. Prosedur Kerja

1. Alat dan bahan yang akan diguunakan disiapkan

2. Dari ketiga ember pada tiap ember diberi keterangan dengan kertas label,

ember 1 diberi keterangan PA (Pematangan Alami), ember kedua PPM

(Pematangan dengan Pisang Matang), ember ketiga menggunakan PK

(Pematangan dengan Karbit)

3. Kertas koran dimasukkan kedalam ketiga ember

4. Karbt dibungkus dengan kain secukupnya dan diikiat dengan karet gelang

5. Karbit diletakkan pada kertas koran yang ada di ember berlabel PK

6. 2 buah pisang matang diletakkan pada kertas koran yang ada pada ember

berlabel PPM

7. Kemudian dimasukkan 3 buah pisang mentah pada setiap ember

8. Kertas koran diletakkan diatas pisang mentah

9. Ember ditutup dengan penutupnya dengan rapat

10. Kemudian diberi keterangan pada etiap ember dengan tanggal dan nama

kelompok

11. Selama 10 hari dilakukan pengamatan setiap hari terhadap perubahan warna

kulit pisang mentahnya

(26)

12. Setelah warna pisang kuning merata dan kekerasan buahnya cukup dilakukan

(27)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

V. Tabel Hasil Pengamatan pisang dengan PA, PPM dan PK. VI.

VII. VIII. IX. X. XI. XII. XIII.XIV. XV. XVI. XVII.XVIII.XIX. XXI.

XXII. XXIII. XXVI.XXVII. XXX. XXXI. XXXV.

XXXVI.XXXVII. XL. XLI. XLIV. XLV. XLIX.

L. LI. LIV. LV. LVII. LVIII. LIX. LXI. LXIII.

LXIV. LXV. LXVIII.LXIX. LXXI. LXXII.LXXIII. LXXV. LXXVII.

LXXVIII.LXXIX. LXXXII.LXXXIII.LXXXV.LXXXVI.LXXXVII.LXXXIX. XCI.

XCII. XCIII. XCVI.XCVII. XCIX. C. CI. CIII. CV.

CVI. CVII. CX. CXI. CXIII. CXIV. CXV. CXVII. CXIX.

CXX. CXXI. CXXIV.CXXV. CXXVII.CXXVIII.CXXIX. CXXXI. CXXXIII.

CXXXIV.CXXXV.CXXXVII.CXXXVIII.CXXXIX.CXLI. CXLII.CXLIII. CXLV. CXLVII.

(28)

VII.

VIII.

IX.

X.

XI.

XII.

XIII.

XIV.

XV.

XVI.

XVII. FOTO HARI PERTAMA

(29)

XIX.

XX. Pematangan Pisang Matang Pematangan Alami Pematangan Karbit

XXI.

XXII. FOTO HARI TERAKHIR

(30)

XXIII.

(31)

B. Pembahasan

XXV. Menurut Santoso (2013), kebanyakan masyarakat mengartikan

matang (mature) dan masak (ripe) dengan konsep yang sama pada komoditi

hortikultura, terlebih-lebih terhadap komoditi buah. Dalam fisiologi pasca panen,

matang dan masak adalah istilah yang berbeda untuk stadia yang berbeda pada

masing-masing tingkat perkembangan. Matang didefinisikan sebagai komoditi

yang memiliki pertumbuhan dan perkembangan yang lengkap. Khususnya pada

buah, oleh US Grade mendefinisikan matang sebagai suatu tahapan atau stadia

yang akan menjamin penyelesaian proses pemasakan. Kebanyakan ahli teknologi

paska panen mendefinisikan matang sebagai suatu stadia pada saat komoditi

mencapai stadia perkembangan cukup setelah panen dan pada saat penanganan

paska panen keadaan kualitasnya masih dapat diterima oleh konsumen.

XXVI. Menurut Winarno (2004), dapat diketahui bahwa ethylene

merangsang pemasakan klimakerik. Buah-buahan non klimakterik akan

mengalami klimakterik setelah ditambahkan ethylene dalam jumlah yang besar.

Sebagai contoh buah non klimakterik untuk percobaannya adalah jeruk. Di

samping itu pada buah-buahan non klimakterik apabila ditambahkan ethylene

beberapa kali akan terjadi klimakterik yang berulang-ulang.

XXVII. Menurut Utama (2001), Etilen dalam ruang penyimpanan dapat berasal dari produk atau sumber lainnya. Sering selama pemasaran, beberapa jenis komoditi disimpan bersama, dan pada kondisi ini etilen yang dilepaskan oleh satu komoditi dapat merusak komoditi lainnya. Gas hasil bakaran minyak kendaraan bermotor mengandung etilen dan kontaminasi terhadap produk yang disimpan dapat

(32)

menginisiasi pemasakan dalam buah dan memacu kemunduran pada produk non-klimakterik dan bunga-bungaan atau bahan tanaman hias. Kebanyakan bunga potong sensitive terhadap etilen.

XXVIII. Etilen adalah senyawa organik hidrokarbon paling sederhana (C2H4) berupa gas berpengaruh terhadap proses fisiologis tanaman. Etilen dikategorikan sebagai hormon alami untuk penuaan dan pemasakan dan secara fisiologis sangat aktif dalam konsentarsi sangat rendah

XXIX. Menurut Winarno (2004) Karbit yang terkena uap air akan

menghasilkan gas asetilen yang memiliki struktur kimia mirip dengan etilen

alami, zat yang membuat proses pematangan di kulit buah. Proses fermentasi

berlangsung serentak sehingga terjadi pematangan merata. telah menunjukkan

bahwa C2H2 meningkatkan kegiatan enzym-enzym katalase, peroksidase, dan

amylase dalam irisanirisan mangga sebelum puncak kemasakannya. Serta selama

pemacuan juga diketemukan zat-zat serupa protein yang menghambat pemasakan,

dalam irisan-irisan itu dapat hilang dalam waktu 45 jam. Perlakuan dengan C2H2

mengakibatkan irisan-irisan menjadi lunak dan tejadi perubahan warna yang

menarik dari putih ke kuning, yang memberi petunjuk timbulnya gejala-gejala

kematangan yang khas.

XXX. Menurut Mutiarawati (2007), menentukan waktu panen atau

kematangan yang tepat juga tergantung dari komoditas dan tujuan/ jarak

(33)

dapat disimpan lama, kita harus mempertimbangkan jarak atau waktu tersebut

dengan proses kematangan yang terjadi dari tiap komoditas.

XXXI. Bila panen terlalu awal, kualitas hasil akan rendah, begitu juga bila

panen terlambat, komoditas tidak tahan lama disimpan. Selain menentukan

kematangan yang tepat, saat akan melakukan panen juga harus memperhatikan

kondisi lingkungan yang sesuai. Menentukan “kematangan” yang tepat dan saat

panen yang sesuai, dapat dilakukan berbagai cara, yaitu :

1. Cara visual / penampakan : misal dengan melihat warna kulit, bentuk buah,

ukuran, perubahan bagian tanaman seperti daun mengering dan lain-lain

2. Cara fisik : misal dengan perabaan, buah lunak, umbi keras, buah mudah

dipetik dan lain-lain

3. Cara komputasi, yaitu menghitung umur tanaman sejak tanam atau umur buah

dari mulai bunga mekar

4. Cara kimia, yaitu dengan melakukan pengukuran/analisis kandungan zat atau

senyawa yang ada dalam komoditas, seperti: kadar gula, kadar tepung, kadar

asam, aroma dan lain-lain.

XXXII. Menurut Setyabudi (2013), Buah-buahan secara umum dapat

dikelompokkan ke dalam buah-buahan klimaterik dan non-klimaterik.

Karakteristik buah-buahan klimaterik berbeda dengan non-klimaterik, sehingga

penanganan yang diterapkan juga berbeda. Identifikasi buah-buahan klimaterik

dan non-klimaterik dapat dilakukan melalui pola-pola respirasi terhadap produksi

karbon dioksida (Co2) dan etilen (C2H4). Buah-buahan klimaterik menunjukan

peningkatan produksi karbon dioksida dan etilen selama pematangan. Disamping

(34)

terjadi fase pelunakan, fase peningkatan kemanisan dan fase berkurangnya rasa

asam. Sementara buah non-klimaterik fase-fase seperti pelunakan, peningkatan

produksi karbon dioksida dan fase kemanis-keasaman tidak terjadi, tetapi tetap

landai selama pematangan dan tidak terjadi fase pelunakan.

XXXIII.

XXXIV. Sumber: Utama, 2001. XXXV.

XXXVI. Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, pada ember

yang berisi pematangan alami (mentah) pisang tersebut baru matang pada hari

ke-9 dengan tekstur keras dan rasa yang manis dan berwarna kuning. Dihari ke 1-7

pisang yang berada dalam ember pematangan alami warna masih hijau dan pada

hari ke 8 warna berubah menjadi hijau kekuningan, untuk tekstur pisang dengan

pematangan alami di hari ke 1-9 pisang masih bertekstur keras dan di hari ke 10

tekstur pisang dengan pematangan alami mulai terasa cukup lunak.

(35)

pisang matang tekstur berubah menjadi lunak dengan rasa sangat manis. Warna

pisang pada hari pertama berwarna hijau, di hari ke-3 warna berubah menjadi

warna hijau kekuningan dan di hari ke 4-6 warna pisang berubah menjadi warna

kuning sedangkan pada hari ke 7-10 warna pisang yang diperam menggunkan

pematangan pisang alami warna kulit pisang berubah menjadi kuning kehitaman.

XXXVIII. Ember yang berisi pematangan karbit, pisang tersebut

dihari ke-4 sudah matang. Tekstur pisang pada hari ke 1-2 tekstur pisang masih

keras dengan rasa netral. Pada hari ke 3-4 tekstur pisang cukup lunak dengan rasa

yang manis. Pada hari ke 5-10 tekstur pisang berubah menjadi lunak dengan rasa

sangat manis. Warna kulit pisang berwarna hijau pada hari ke 1-2. Pada hari ke

3-10 warna kulit pisang berubah menjadi hijau kekuningan. Berdasarkan hasil

pengamatan yang telah dilakukan warna pisang yang lebih cepat berubah

dibandingkan dengan pemtangan pisang oleh karbit.

XXXIX. Selanjutnya, buah pisang pada suhu 16-20˚C mengalami puncak

klimakterik pada 19 hari penyimpanan dan pada saat tersebut buah berwarna

kuning namun tekstur keras dan rasa manis asam sedikit sepat sedangkan buah

pada suhu 27˚C mencapai puncak klimakterik pada 12 hari simpan dengan warna

buah kuning, ujung hijau, tekstur lunak dan rasa manis. Buah yang berada pada

suhu 27˚C, cepat lunak dan buah mudah lepas dari sisirannya. Dengan demikian,

pematangan pada suhu sejuk menghasilkan buah dengan warna kuning, rasa

manis, namun tekstur belum lunak dan tidak mudah rontok.

XL. Cara pemeraman sederhana dilakukan dengan menempatkan buah

pisang di dalam tanah, selanjutnya dilakukan pengasapan dari bahan pertanian,

(36)

misalnya daun kelapa, sabut kelapa yang dikenal dengan cara pengomposan.

Disamping itu, yang juga banyak dilakukan pedagang pisang, yakni menggunakan

peti kayu yang dilapisi kertas semen, kemudian ditambahkan karbit, dan

selanjutnya ditutup menggunakan kertas bekas pembungkus semen (Prabawati, et

all, 2008).

XLI. Deskripsi kematangan buah pisang berdasarkan indeks warna kulit

(37)

XLII.

XLIII.

XLIV.

XLV.

XLVI.

XLVII. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Pematangan buah pisang dapat dilakukan dengan cara menggunakan pemacu

gas pematangan buah

2. Kecepatan buah pisang yang lebih cepat yaitu pematangan menggunakan

pematangan karbit

3. Mutu dari buah pisang yang lebih bermutu baik yaitu pematangan

menggunakan pematangan pisang matang.

XLVIII.

B. Saran

XLIX. Sebaiknya para praktikan memiliki foto dari setiap acara yang

dilakukan, dan melakukan perlakuan dari tiap acara agar lebih mengerti apa saja

yang telah diakukan dari tiap acara.

L.

LI.

LII.

(38)

LIII.

LIV.

LV.

LVI. DAFTAR PUSTTAKA

LVII.

LVIII. Mutiarawati, T. 2007. Penanganan Pasca Panen. Workshop Pemandu Lapangan I (PL-1) Sekolah Lapangan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (SL-PPHP). Depatemen Pertanian.

LIX.

LX. Prabawati, Suyanti dan Setyabudi. 2008. Teknologi Pescapanen dan Teknik Pengolahan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

LXI.

LXII.Santoso, B. 2013. Kematangan Produk dan Indeks Panen. Fakultas Teknik. Universitas Sumatera Utara, Sumatera.

LXIII.

LXIV. Setyabudi, D.A. 2013. Memperpanjang Daya Simpan Segar Buah-buahn dengan Edible Coating. Buletin Teknologi Pasca Panen. 9(1): 10-19.

LXV.

LXVI. Sinay, H. 2008. Kontrol Pemasakan Buah Tomat Menggunakan Rna Antisesne. Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta.

LXVII.

LXVIII. Suhaidi, I. 2003. Pengaruh Pencelupan Banlate Dan Pelapisan Lilin Terhadap Mutu Buah Pisang Barangan Selama Penyimpanan. Skripsi. Fakultas Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian. Universitas Sumatera Utara.

LXIX.

LXX. Sunarjono, dkk. 2002. Penanganan Pasca Panen. Pustaka Jaya. Yogyakarta.

LXXI.

(39)

LXXVI. Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT.Gramedia. Jakarta.

LXXVII. LXXVIII. LXXIX. LXXX. LXXXI. LXXXII. LXXXIII. LXXXIV. LXXXV. LXXXVI.

LXXXVII.

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

LXXXVIII. Buah-buahan dan sayur-sayuran setelah dipanen masih

melangsungkan proses fisiologi, antara lain ditandai dengan proses respirasi dan

transpirasi. Penanganan pasca panen buah-buahan dan sayur-sayuran untuk

kesegaran atau memperpanjang daya simpan diawali penekanan atau melalui

pendekatan proses penghambatan respirasi dan transpirasi. Cara mempertahankan

komoditas hasil hingga kepada konsumen tetap bermutu prima memerlukan dasar

keilman yakni teknologi penanganan pasca panen.

LXXXIX. Faktor penyebab tingginya tingkat kehilangan atau

keruakan pasca panen adalah kurangnya memahami perubahan karakteristik, daya

beli konsumen yang berhubungan dengan standar mutu, dan penerapan

penanganan pasca panen yang baik dan benar, disamping kebijakan dan

implementasi peraturan yang ada. Oleh karena itu, penanganan pasca panen

seharusnya ditujukan untuk mengurangi susut bobot, mempertahankan mutu dan

(40)

memperpanjang daya simpan segarnya. Hal ini dapat ditempuh melalui

pemahaman karakteristiknya, interaksi terhadap lingkungan dan penanganan

pasca panen yang layak secara teknis maupun ekonomis dan mudah diterapkan.

XC. Aktivitas metabolisme pada buah dan sayuran segar dicirikan

dengan adanya proses respirasi. Respirasi menghasilkan panas yang menyebabkan

terjadinya peningkatan panas. Sehingga proses kemunduran seperti kehilangan air,

pelayuan, dan pertumbuhan mikroorganisme akan semakin meningkat.

Mikroorganisme pembusuk akan mendapatkan kondisi pertumbuhannya yang

ideal dengan adanya peningkatan suhu, kelembaban dan siap menginfeksi sayuran

melalui pelukaan-pelukaan yang sudah ada. Selama transportasi ke konsumen,

produk sayuran pascapanen mengalami tekanan fisik, getaran, gesekan pada

kondisi dimana suhu dan kelembaban memacu proses pelayuan. Oleh karena itu

diperlukan pengemasan yang baik pada produk buah maupun sayuran.

XCI.

B. Tujuan

1. Dapat menbedakan komoditas yang dikemas maupun yang tidak dikemas dari

segi masa kesegaran, estetik dan ekonomis

2. Dapat mendemostrasikan proses pengemasan suatu komoditas.

XCII.

(41)

XCVII.

XCVIII.

XCIX.

C.

CI.

CII.

CIII.

II. TINJAUAN PUSTAKA

CIV. Besarnya tingkat kerusakan komoditas akan membuat harga

komoditas menjadi makin mahal setalah sampai di tingkat pedagang eceran.

Besarnya tingkat kebusukan pada setiap jalur perdagangan, baik di tingkat

pedagang, gudang transportasi dsb. Buah dan sayuran merupakan komoditas yang

mudah rusak, faktor-faktor ini yang menyebabkan harga jual beberapa komoditas

terutama jenis buah dan sayuran mudah rusak dan bernilai ekonomis (Widjarnako,

2012).

CV. Dalam keseluruhan sistem penanganan pascapanen, pengemasan

dapat sebagai baik alat bantu maupun sebagai penghambat untuk mencapai masa

simpan mutu yang maksimum. Pengemas membutuhkan ventilasi namun harus

cukup kuat untuk mencegah kerusakan karena beban. Jika produk dikemas untuk

memudahkan penanganan, karton berlapis lilin, krat kayu dan kemasan plastik

yang kaku adalah lebih baik dibandingkan kantongan atau keranjang terbuka,

karena kantongan dan keranjang tidak memberikan perlindungan terhadap produk

(42)

jika ditumpuk. Terkadang kemasan yang dibuat secara lokal dapat lebih kuat

untuk memberikan perlindungan tambahan terhadap produk (Utama. 2002).

CVI. Kemasan transportasi untuk komoditi hortikultura perlu

diperhatikan persyaratan-persyaratan berikut:

1. Ventilasi kemasan harus cukup, sehingga dapat mengeluarkan gas hasil

metabolisme produk dan menurunkan panas yang timbul. Selain itu, juga dapat

menahan laju transpirasi dan respirasi dari produk.

2. Bahan untuk kemasan harus cukup kering sehingga beratnya tetap (konstan),

dan tidak mengabsorpsi air dan perisa (flavour) produk.

3. Kemasan harus benar-benar berfungsi sebagai wadah yang dapat diisi produk

4. Kemasan harus bersih dan tidak memindahkan infeksi penyakit ke produk,

bahan kemasan juga harus tahan serangan jamur, gigitan serangga dan tikus.

5. Kemasan harus ekonomis dan bahan kemasan terdapat di sentra produksi.

6. Kemasan harus mudah diangkat dan dapat disusun pada bak-bak alat angkut

dengan sistem pallet (khusus untuk ekspor).

7. Permukaan bagian dalam kemasan harus halus sehingga produk tidak rusak

selama pengangkutan

8. Kemasan harus tahan dan tidak berubah bentuk selama pengangkutan.

(Mutiarawati, 2007).

(43)

sebagaimana layaknya tanaman hidup, karena produk tersebut terdiri ats sel-sel

yang masih hidup. Sebagi sel-sel hidup, maka respirasi masih tetap berjalan,

bahkan pada produk tertentu respirasi justru makin meningkat setelah dipanen.

Tingginya laju respirasi akan menyebabkan cepatnya degredasi mutu produk,

bahkan dapat terjadi pembusukan oleh bakteri dan cendawan (Zulkarnain, H.

2009).

CVIII.

CIX. Kebanyakan pascapanen produk hortikultura segar sangat ringkih

dan mengalami penurunan mutu sangat cepat. Berbeda dengan bagian tanaman

yang masih melekat pada tanaman induknya yang mendapat suplay air dan nutrisi

atau makanan secara berlanjut, bagian tanaman yang telah dipanen atau dilepas

dari tanaman induknya tidak lagi mendapatkan suplai air dan makanan. Untuk

aktifitas hidupnya setelah panen, produk segar tersebut melulu menggunakan

bahan yang ada pada dirinya sendiri untuk bertahan hidup pada kondisi

lingkungan yang sering diluar dari kondisi untuk dapat menjalankan fungsi

metabolisme optimalnya (Utama, 2004).

CX.

CXI.

CXII.

CXIII.

(44)

CXIV.

CXV.

CXVI.

III.METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

CXVII. Bahan yang digunakan pada praktikum acara tiga yaitu sayuran

dan buah-buahan (buncis, wortel, cabai, tomat, dan duku), bayclin, serta mama

lemon. Sedangkan alat yang digunakan yaitu ember/baskom, pisau, nampan,

sendok, saringan, cutting board, styrofoam, strech film plastik/plastik

pembungkus.

CXVIII.

B. Prosedur kerja

1. Sterilkan peralatan (pisau, sendok, dll) dan tangan dengan merendam dalam

larutan Bayclin 10 cc/liter dan mama lemon 1 cc/liter selama 5 menit.

2. Rendam sayuran dalam larutan bayclin 10 cc/liter dan mama lemon 1 cc/liter

(45)

6. Angkat dan atur sayuran di atas piring styrofoam dan tutup dengan plastik

pembungkus.

CXIX.

CXX.

CXXI.

CXXII.

(46)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

V. Tabel hasil pengamtan produk pengemsan pada produk pasca panen VI.

(47)

XXX. K

(48)

t LXXVIII. Tidak

(49)

kulkas

(50)

a CLIX. Kemas kulkas CLX. W

(51)

n CLXXXII. Tidak

(52)

a d a

(53)

n

Tidak ada Tidak ada CCXLI. Tidak ada

Tidak ada Tidak a CCLII. Kemas kulkas CCLIII.

(54)

a CCCV. Tidak kemas

(55)

n

Tidak ada ga

r CCCXXXVIII. Ada

Tidak ada Tidak ada Tidak a CCCLII. Kemas

(56)
(57)

CDXX. 5 CDXXI.

CDXXII. Kemas terbuka CDXLV. Kemas

kulkas CDXLVI.Warna CDXLVII.

CDLXVII.CDLXVIII. Tid CDLXIX. CDLXXII. CDLXXV. CDLXXVIII. CDLXXXI. CDLXXXIV. CDLXXXVII.

(58)

ak kemas CDXCI. Tidak

(59)

a

(60)
(61)
(62)

a

DCXVII. 7 DCXVIII.

DCXIX. Kemas terbuka

(63)

DCLII. DCLV. K

Tidak ada r

DCLXVII.

(64)

i DCCIV. Tidak kemas

(65)

a si DCCXXXI.

(66)

B. Pembahasan

C. Menurut Mareta (2011), Pengemasan merupakan sistem

yang terkoordinasi untuk menyiapkan barang menjadi siap untuk

ditransportasikan, didistribusikan, disimpan, dijual, dan dipakai. Adanya

wadah atau pembungkus dapat membantu mencegah atau mengurangi

kerusakan, melindungi produk yang ada di dalamnya, melindungi dari

bahaya pencemaran serta gangguan fisik (gesekan, benturan, getaran). Di

samping itu pengemasan berfungsi untuk menempatkan suatu hasil

pengolahan atau produk industri agar mempunyai bentuk-bentuk yang

memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan dan distribusi. Dari segi

promosi wadah atau pembungkus berfungsi sebagai perangsang atau daya

tarik pembeli. Karena itu bentuk, warna dan dekorasi dari kemasan perlu

diperhatikan dalam perencanaannya. Dalam perkembangannya di bidang

pascapanen, sudah banyak inovasi dalam bentuk maupun bahan pengemas

produk pertanian.

D. Menurut Utama (2011), Panduan tahapan proses kerja

untuk bangsal pengemasan merupakan panduan penunjang untuk

melaksanakan proses kendali kerja lainnya seperti standard operating

procedurs (SOP), sanitary standard operating procedures (SSOP), hazard

(67)

E.

F. Produk dapat dikemas dengan tangan untuk membuat

kemasan yang menarik, sering digunakan perhitungan jumlah dari

unit-unit ukuran yang seragam. Bahan pengemasan seperti nampan,

mangkokan, pembungkus, bahan sekat dan bantalan dapat ditambahkan

untuk membantu menghalangi pergerakan produk. Sistem pengemasan

mekanik sederhana sering mengunakan metode pengisian volume atau

metode pengisian ketat dalam mana produk yang telah disortasi

dihantarkan dalam box-box, sehingga vibrasi terbatasi. Kebanyakan alat

pengisi volume dirancang menggunakan berat sebagai estimasi volume,

dan penyesuaian akhir dilakukan dengan tangan (Kader, 2002).

G. Menurut Sulchan (2007), Plastik dibuat dengan cara

polimerisasi yaitu menyusun dan membentuk secara sambung

menyambung bahan-bahan dasar plastik yang disebut monomer. Misalnya,

plastik jenis PVC (Polivinil Chlorida), sesungguhnya adalah monomer

dari vinil klorida. Disamping bahan dasar berupa monomer, di dalam

plastik juga terdapat bahan non plastik yang disebut aditif yang diperlukan

untuk memperbaiki sifat-sifat plastik itu sendiri. Bahan aditif tersebut

berupa zat-zat dengan berat molekul rendah, yang dapat berfungsi sebagai

pewarna, antioksidan, penyerap sinar ultraviolet, anti lekat, dan masih

banyak lagi. Berikut jenis-jenis plastik yang biasanya digunakan dalam

pengemasan:

1. Politen/Polietilen (PE)

(68)

H. Merupakan polimerasi adisi gas etilen dari hasil samping

industri minyak.

2. Poliester/Polietilen Tereptalat (PET)

I. Biasa digunakan untuk kemasan buah kering, makanan beku dan permen. 3. Polipropilen (PP)

J. Syarat utama PP antara lain ringan, mudah dibentuk, transparan, jernih

(kemasan kaku tidak transparan) 4. Polistirene (PS)

K. Sifat utamanya adalah kekuatan tarik dan tidak mudah sobek; titik lebur

rendah (80°C) L.

M.

5. Polivinil Khlorida (PVC)

N. Ada tiga jenis yaitu plasticized vinyl chloride, vinyl co polimer, dan

oriented film. Sifat umumnya adalah tembus pandang 6. Film Plastik

O. Contoh dari plastik film adalah film larut air dan dapat dimakan, yaitu

amilosa pada bungkus permen dan sosis; 7. Kertas Plastik

P. Merupakan modofikasi plastik yang dimbuat mirip dengan kertas. Kertas

tertentu yang dilapisi oleh polistiren adalah Q-kote (lapisan polistiren dua sisi)

dan Q-per (tidak dilapisi, tetapi permukaan kertas diolesi oleh larutan yang

mengandung stiren); penemu: Japan Synthetic Paper co. Sifatnya tahan

minyak; tahan air/lembab; tidak ditumbuhi kapang; dan sering disebut kertas

sintetik

8. Kemasan Gelas

Q. Tergolong bahan yang tua dilihat dari segi pemakaian oleh manusia,

(69)

pangsa total kemasan. Wadah plastik besar, misalnya botol gamma; wadah

fleksibel tinggi, misalnya retort pouch; teknologi kemasan tinggi, misalnya

aseptic packaging

R. Penggunaan mama lemon dan larutan bayclin

berguna untuk mencegah agar selama penyimpanan produk pasca panen

tidak mudah mengalami kontaminasi. Pada saat praktikum sebelum

dilakukan pengemasan dilakukan pencucian menggunakan mama lemon

dan bayclin. Pertama seluruh komoditas dicuci kedalam larutan mama

lemon, lalu ditiriskan setelah itu dicelupkan lagi kedalam bayclin dan

ditiriskan kembali. Setelah semua komoditas kering dengan perlakuan

kering angin kemudian produk dikemas dan ada yang dibiarkan terbuka

serta ada yang dimasukkan ke dalam kulkas dan dibiarkan di tempat yang

terbuka.

S. Menurut Utama (2006) Beberapa fungisida terdapat

digunakan untuk pengendalian pembusukan oleh mikroorganisme,

dibandingkan dengan fungisida pra-panen yang jenisnya banyak, jenis

fungisidia pascapanen lebih sedikit. Beberapa jenis fungisida yang

digunakan pascapanen, sekarang ini tidak lagi diijinkan karena kaitannya

residu yang diidentifikasi berpengaruh toksik kaitannya dengan kesehatan

manusia dan factor lingkungan. Beberapa produk sudah kehilangan daya

racunnya karena tumbuhnya resistansi pada mikroorganisme pembusuk.

Contoh bahan fungisida pascapanen yang sedang digunakan adalah

thiabendazole, dichloran, dan imazalil. Akan tetapi, resistansi terhadap

thiabendazole dan imazalil meningkat maka penggunaan sebagai bahan

(70)

kimia efektif berkurang. Perlakuan pencucian dengan detergen dan

aplikasi pelilinan dapat mengendalikan false red mite (Brevipalvus

chilensis) dari anggur. Sedangkan penggunaan surfaktan dan klorin dapat

mengendalikan semut hitam pada buah manggis dan rambutan

T. Berdasarkan hasil praktikum yng telah dilakukan adalah

mengamati kualitas produk pasca panen yang dikemas dan tidak dikemas.

Antara produk kemas dan tidak kemas ada yang disimpan di lemari

pendingin dan di tempat terbuka. Setelah itu produk pasca panen diamati

warna, kesegaran dan kontaminasinya. Pengamatan dilakukan selama 7

hari.

U. Pada hari pertama pada produk kemas terbuka, kemas

kulkas, tidak kemas terbuka dan tidak kemas kulkas dengan indikator

warna, kesegaran dan kontaminasi seluruh komoditas seprti tomat, cabai,

caisim, buncis, wortel dan duku warnanya masih tetap, kesegaran segar

dan kontaminasi tidak ada. Sedangkan pada hari ke 7, pada produk kemas

terbuka warna buah tomat tetap, kesegaran tidak segar dan kontaminasi

tidak ada. Pada komoditas wortel warna berubah, kesegaran tidak segar

dan ada kontaminasi. Komoditas buncis warna tetap, dengan kesegaran

segar dan tidak ada kontaminasi. Pada komoditas duku warna berubah

dengan kesegaran tidak segar dan ada kontaminasi. Untuk produk pasca

(71)

V. Produk pasca panen dengan perlakuan kemas kulkas semua

komoditas seperti tomat, wortel, buncis cabe dan caisim produk masih

berwarna tetap dan tidak berubah serta masih segar dan tidak ada

kontaminasi sedangkan untuk buah duku produk mengalami kontaminasi.

Pada produk tidak kemas terbuka pada komoditas tomat, buncis dan cabe

produk masih berwarna tetap, namun kesegarannya berkurang serta tidak

ada kontaminasi dan untuk komoditas wortel, duku dan caisim warnanya

berubah dan produk tidak segar dan terdapat kontaminasi. Untuk produk

tidak kemas kulkas pada produk wortel, cabe dan caisim warna masih

tetap, segar dan tidak ada kontaminas, sedangkan bada komoditas wortel

dan duku warna dari produk tersebut berubah, tidak segar dan untuk duku

ada kontaminasi. Sedangkan pada komoditas wortel dengan perlakuan

tidak kemas kulkas warna dari produk tersebut tetap, dengan kesegaran

yang berkurang dan tidak ada kontaminasi.

W. Menurut Mutiarawati (2007), untuk buah-buahan dan

sayuran buah. Buah setelah dipanen segera disimpan di tempat yang

dingin/sejuk, tidak terkena sinar matahari, agar panas yang terbawa dari

kebun dapat segera didinginkan dan mengurangi penguapan, sehingga

kesegaran buah dapat bertahan lebih lama. Bila fasilitas tersedia,

precooling ini sebaiknya dilakukan pada temperatur rendah (sekitar 10°C)

dalam waktu 1 – 2 jam. X.

Y. Z. AA. BB. CC.

(72)

DD. EE. FF.

DCCXXXII. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan

1. Pembusukan pada produk pasca panen yang dimasukkan ke dalam kulkas

lebih segar dan tahan lama dibandingkan dengn produk yang tidak

dimasukkan ke dalam kulkas.

2. Untuk mngurangi kontak udara secara langsung terhadap produk pasca panen

dapat dilakukan dengan cara mengemas menggunakan plastik pengemas. 3. Untuk menjaga kesegaran komoditas pasca panen dapat dilakukan dengan cara

menyimpannya dalam lemari pendingin dan melakukan pengemasan. GG.

B. Saran

HH. Sebaiknya para praktikan memiliki foto dari setiap acara

yang dilakukan, dan melakukan perlakuan dari tiap acara agar lebih

mengerti apa saja yang telah diakukan dari tiap acara.

II.

JJ. KK. LL. MM.

NN. DAFTAR PUSTAKA

(73)

SS. Mutiarawati, T. 2007. Penanganan Pasca Panen. Workshop Pemandu Lapangan I (PL-1) Sekolah Lapangan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (SL-PPHP). Depatemen Pertanian.

TT.

UU. Sulchan, M. 2007. Pengemasan Bahan Pangan. Ebookpangan.com. www.google.co.id/url?

sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=6&cad=rja&uact=8&ved=0CDs QFjAF&url. Diakses 19 Mei 2015.

VV.

WW. Utama, M.S. 2002. Praktik-praktik Penanganan Pascapanen Skala Kecil: Manual untuk Produk Hortikultura. Universitas Udayana Denpasar. Bali. XX.

YY. Utama, M.S. 2004. Teknologi Pasca Panen Hortikultura: Permasalahan dan Usaha Perbaikan. Lokakarya Srategi Pengembangan Hotikultura di Bali. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Bali. 30-31 Juli 2004.

ZZ.

AAA. Utama, M.S. 2006. Pengendalian Organisme Pengganggu Pascapanen Produk Hortikultura dalam Mendukung GAP. Pemberdayaan Petugas dalam Pengelolaan OPT Hortikultura dalam Rangka Mendukung Good Agriculture Practies (GAP). Bali 3-8 Juli 2006.

BBB.

CCC.Utama, M.S. 2011. Peta Tahapan Proses Penanganan Passcapanen Hortikultura di Bangsal Pengemasan. Universitas Udayana Begudul. Tabanan.

DDD.

EEE. Widjarnoko, B. 2012. Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen. UB Press. Universitas Brawijaya.

FFF. GGG. HHH. III. JJJ. KKK. LLL. MMM.

NNN.

I. PENDUHULUAN A. Latar Belakang

OOO. Meningkatnya permintaan buah dan sayuran segar yang

dapat dikonsumsi secara langsung berdampak pada peningkatan

permintaan terhadap produk buah dan sayuran terolah minimal (fresh cut).

(74)

Penyediaan produk buah dan sayuran terolah minimal masih banyak

menghadapi kendala terkait umur simpannya yang pendek dan mudah

mengalami perubahan komposisi kandungan gizi dan rasa. Hal ini terjadi

karena jaringan tumbuhan merupakan jaringan hidup yang dapat

mengisolasi berbagai reaksi dan substrat. Dalam proses penanganan

produk terolah minimal terjadi luka pada jaringan tanaman, baik yang

disengaja maupun yang tidak disengaja.

PPP. Salah satu rangkaian kegiatan penting dalam penanganan

pasca panen adalah penyimpanan. Penyimpanan merupakan suatu kegiatan

mempertahankan kondisi bahan pangan dari susut bobot dan susut mutu

sebelum digunakan atau diproses lebih lanjut. Teknologi penyimpanan

yang tepat perlu diterapkan terutama untuk komoditas pangan musiman

dan mudah rusak seperti misalnya produk buah-buahan dan sayuran jenis

daun.

QQQ. Produk pascapanen hortikultura segar juga sangat mudah

mengalami kerusakankerusakan fisik akibat berbagai penanganan yang

dilakukan. Kerusakan fisik ini terjadi karena secara fisik-morfologis,

produk hortikultura segar mengandung air tinggi (85-98%) sehingga

benturan, gesekan dan tekanan sekecil apapun dapat menyebabkan

kerusakan yang dapat langsung dilihat secara kasat mata dan dapat tidak

(75)

pencegahan dan penanggulangannya tidak direncanakan dan dilakukan

dengan baik. RRR.

B. Tujuan

1. Untuk mengetahui perubahan kualitas awal komoditas setelah panen

2. Untuk menentukan dan membuat grade kualitas awal komoditas setelah panen 3. Untuk mengdentifikasi kualitas pasca panen

4. Untuk mengetahui perlakuan pasca panen yang mampu mempertahankan

kualitas.

SSS.

TTT. UUU. VVV. WWW. XXX. YYY. ZZZ.

II. TINJAUAN PUSTAKA

AAAA. Setelah diketahui bahwa produk hortikultura sudah cukup

tua untuk dipanen, panen dapat segera dilakukan dan produk harus

dikumpulkan di lahan secepat mungkin. Panen harus dilakukan secepat

mungkin, dengan kerusakan produk sekecil mungkin, dan biaya semurah

mungkin. Umumnya panen masih dilakukan secara manual menggunakan

tangan dan peralatan-peralatan sederhana. Meskipun memerlukan banyak

tenaga kerja, panen secara manual masih lebih akurat, pemilihan sasaran

panen juga dapat lebih baik dilakukan, kerusakan fisik yang berlebihan

dapat dihindari, dan membutuhkan biaya yang lebih kecil dibandingkan

dengan panen menggunakan peralatan mekanis (Suparlan, 1990).

(76)

BBBB. Produk hortikultura yang telah dipanen dari induk

tanamannya masih melakukan aktivitas metabolisme namun aktivitas

metabolismenya tidaklah sama dengan pada waktu produk tersebut masih

melekat pada induknya. Berbagai macam stress atau gangguan dialaminya

mulai dari saat panen, penanganan pascapanen, distribusi dan pemasaran,

ritel dan saat ditangan konsumen seblum siap dikonsumsi atau diolah.

Stress terjadi karena kondisi hidupnya tidak pada kondisi normal saat di

lapangan. Kondisi stress diakibatkan oleh perlakuan-perlakuan

pascapanennya seperti kondisi suhu, atmosfer, sinar serta

perlakuan-perlakuan fisik diluar batas kehidupan normalnya. Stress adalah gangguan,

hambatan atau percepatan proses metabolisme normal sehingga dipandang

tidak menyenangkan atau suatu keadaan negatif (Utama, 2006).

CCCC. Di Indonesia penyebab kerusakan dan kehilangan produk

holtikultura atau buah-buahan terutama pada tingkat petani karena

penanganan dan perlakuan pasca panen masih dengan cara sederhana

(tradisional) dan tidak efisien. Salah satu bentuk kerusakan yang terjadi

selama transportasi dan distribusi biasanya adalah kerusakan fisik dan

mekanis yang terjadi pada tahap-tahap pengangkutan, grading dan

pengemasan sebelum produk diangkut (Gunarto, 1996). Mutu yang baik

diperoleh apabila pemanenan hasilnya dilakukan pada tingkat kemasakan

(77)

DDDD. Kualitas komoditi hortikultura segar merupakan kombinasi

dari ciri-ciri, sifat, dan nilai harga yang mencerminkan nilai total komoditi

tersebut baik untuk bahan pangan (buah dan sayuran) maupun sebagai

bahan kesenangan (tanaman hias bunga potong). Sedangkan kualitas akhir

dari suatu komoditi panenan sangat dipengaruhi oleh beberapa aspek

kualitas pula. Aspek-aspek yang mempengaruhi kualitas akhir suatu

komoditi sangat relatif tergantung dari mana kita melihatnya. Bagi petani

sebagai produsen, kualitas dilihat pada aspek potensi hasil tinggi, tahan

penyakit, mudah dipanen, dan tahan bilamana dikirim jauh. Sedangkan

bagi konsumen ataupun distributor (penjual), aspek kualitas yang

diutamakan berupa kualitas penampilan. Kedua belah pihak juga tertarik

untuk menilai komoditi pada aspek kualitas ketahanan simpan yang

panjang dan tingkat kekerasan komoditi (Kamarani,1986). EEEE.

III.METODE PRAKTIKUM A. Alat dan Bahan

FFFF. Alat yang digunakan adalah lemari pendingin, penetro

meter, hand refraktometer, pisau, dan gunting. Bahan yag digunakan

meliputi buah duku, sayuran wortel, cabai, cabe, caisim dan buncis.

Styrofoam, dan streech film plastik/plastik pembungkus. GGGG.

B. Prosedur Kerja

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan dipergunakan

2. Dipilih beberapa komoditas buah dan sayur yang akan diidentifikasi dan

diperlakukan dari kelompok yang segar dan tidak segar

Gambar

Tabel Hasil Pengamatan pisang dengan PA, PPM dan PK.
Tabel hasil pengamtan produk pengemsan pada produk pasca panen
Gambar 1. Alat Hand held refractometer

Referensi

Dokumen terkait

Penulis menyelesaikan tugas akhirnya dengan melakukan penelitian yang berjudul ” Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah terhadap Mutu Beras Giling Varietas Ciherang

Pengeringan batubara (coal drying) bertujuan untuk menghilangkan atau menurunkan kadar air yang terkandung pada batubara, sehingga dengan berkurangnya moisture content ini mampu

Pengeringan batubara (coal drying) bertujuan untuk menghilangkan atau menurunkan kadar air yang terkandung pada batubara, sehingga dengan berkurangnya moisture content ini mampu

Grafik kadar air terhadap waktu dengan menggunakan minyak tanah Begitu juga pada proses pengeringan ikan kayu dengan menggunakan bahan bakar minyak tanah

Ditinjau dari segi metode, kadar air simplisia Klaster Biofarmaka masih di atas 10% karena pengelolaan pasca panen tanaman Kumis Kucing belum dilakukan

Penulis menyelesaikan tugas akhirnya dengan melakukan penelitian yang berjudul ” Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah terhadap Mutu Beras Giling Varietas Ciherang

Permasalahan yang muncul dalam penanganan panen dan pasca panen terutama berkenaan dengan aplikasi sabit bergerigi dan power threser adalah (a) Petani belum

* Dinginkan sampel dalam desikator selama 15 menit, kemudian timbang cawan W2 dan hitung kadar air sampel dengan cara sebagai berikut: % 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = 𝑊1−𝑊2 / 𝑊1−𝑊0 × 100% Keterangan :