• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 A n t o l o g i U P I V o l u m e E d i s i N o. J u n i 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "3 A n t o l o g i U P I V o l u m e E d i s i N o. J u n i 2016"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

APPROACH) UNTUK

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN CERITA

FIKSI

(Penelitian Tindakan Kelas di Kelas V Sekolah Dasar Negeri Cibiru 10 Kecamatan Cileunyi Kabupaten

Bandung) SANI ANGGRAENI

1205090

Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena tentunya manusia sangat

membutuhkan pendidikan dalam

kehidupannya. Melalui pendidikan tersebut manusia dapat menguasai berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta mampu memiliki keterampilan yang hebat. Melalui pendidikan inilah manusia dapat belajar segala sesuatu untuk mendapatkan perubahan yang lebih baik lagi, setiap manusia itu berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Hal tersebut sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”.

Pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya di Sekolah Dasar, memiliki peranan yang sangat penting, karena dengan adanya pembelajaran bahasa indonesia ini merupakan salah satu alat penting untuk berkomunikasi. Lebih

tepatnya untuk memupuk dan

mengembangkan kecakapan atau

kemampuan berbahasa Indonesia lisan maupun tulisan, sebagai sarana pembelajaran agar mampu berkomunikasi secara baik dan benar. Bertemali dengan hal tersebut, dalam pembelajaran Bahasa

menyimak, menulis, berbicara dan

membaca. Hubungan dari empat

keterampilan berbahasa tersebut sangat erat kaitannya. Kondisi prestasi belajar siswa akan berhasil dengan baik apabila proses pembelajarannya pun dikemas dengan baik pula. Namun, pada kenyataannya setelah melihat kondisi di lapangan, keterampilan membaca siswa kelas V khususnya membaca pemahaman masih sangat rendah dan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Rendahnya hal tersebut dapat dilihat dari 37 siswa yang terdapat di kelas V tersebut, hanya 6 siswa yang mampu memahami bacaan yang telah dibacanya, melihat hal tersebut masih sangat banyak siswa yang belum memahami apa yang telah dibacanya. Sejalan dengan hal tersebut, bahwa peserta didik dalam melaksanakan kegiatan membaca hanya ditujukan untuk menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan bahan bacaan saja, hal ini tentunya sangat mempengaruhi tingkat pemahaman peserta didik dalam kegiatan membaca.

Sebagaimana yang telah

dikemukakan oleh Abidin ( 2012) bahwa membaca adalah seluruh aktivitas yang dilakukan oleh seorang pembaca untuk memperoleh suatu informasi yang terkandung dalam sebuah bahan bacaan yang dibacanya, dengan kegiatan

membaca tersebut maka akan

mendapatkan sebuah pemahaman yang baik atas isi bacaan tersebut. Selanjutnya Sumadayo (2011) menyatakan bahwa membaca adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seorang pembaca secara interaktif untuk memetik serta memahami arti atau makna yang terkandung didalam bahan bacaan tersebut.

Berdasarkan kegiatan membaca yang dilakukan tentunya seorang yang melakukan kegiatan membaca tersebut memiliki tujuan yang ingin dicapainya,

(2)

( THE COGNITIVE ACADEMIC LANGUAGE LEARNING APPROACH) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN CERITA FIKSI

(Metode CALLA (The Cognitive Academic Language Learning Approach), membaca pemahaman cerita fiksi) | 4

salah satunya untuk mendapatkan informasi baru berdasarkan bahan bacaan yang telah dibaca dan dipelajarinya. Hal tersebut sebagaimana yang telah dikemukakan Tarigan (2015) bahwa tujuan utama dalam membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi yang hendak dicapai mencakup isi, serta dapat memahami makna dan isi bacaan. Dalam kegiatan membaca itu jangan hanya membaca untuk menjawab pertanyaan yang terdapat pada bahan bacaan saja melainkan harus dapat memahami isi bahan bacaan. Menurut Abidin (2010) menjelaskan bahwa

membaca pemahaman merupakan

serangkaian proses yang dilakukan pembaca untuk menemukan informasi

dan memahami informasi yang

terkandung dalam sebuah teks bacaan yang dibaca oleh seorang pembaca.

Untuk mencapai keberhasilan dalam pembelajaran membaca pemahaman, maka perlu diperhatikan beberapa prinsip dasar dalam pembelajaran membaca pemahaman. Hal tersebut sebagaimana yang dikemukakan Brown (dalam Abidin

2012) bahwa untuk mencapai

keberhasilan dalam pembelajaran membaca pemahaman terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan.Prinsip yang pertama adalah harus mempunyai keyakinan bahwa kita selalu mempunyai tujuan dari kegiatan pembelajaran membaca secara spesifik, prinsip yang kedua adalah harus mampu menggunakan teknik atau strategi membaca yang sesuai, prinsip yang ketiga adalah bahwa sebagai guru harus mengetahui dan memahami karakter berbagai siswanya, Prinsip yang keempat adalah melakukan kegiatan pembelajaran membaca dalam beberapa tahapan yaitu tahap prabaca, tahap membaca dan tahap pasca baca, Prinsip yang kelima adalah dengan membaca dalam hati, Prinsip yang

terakhir adalah penilaian. Bertemali dengan hal tersebut cerita fiksi merupakan suatu cerita khayalan ataupun pengimajinasian, bukan berdasarkan pada kejadian yang sebenarnya. Adi (2011) menyatakan bahwa cerita fiksi adalah sebuah cerita yang menceritakan suatu kejadian tidak berdasarkan pada kejadian sebenarnya. Lebih lanjut Nurgiyantoro (2013) menjelaskan fiksi merupakan sebuah karya imajinatif yang dilandasi dengan kesadaran dan tanggung jawab dari segi kreativitas sebagai suatu karya seni. Senada dengan hal tersebut Nurgoyantoro (2013) mengemukakan bahwa didalam sebuah karya fiksi itu terdapat tujuan memberikan hiburan, ketika seseorang membaca cerita fiksi berarti menikmati cerita untuk menghibur diri guna memperoleh pengalaman dalam kehidupannya. Bertemali dengan hal tersebut bahwa salah satu cerita yang termasuk ke dalam cerita fiksi yaitu cerita legenda. Cerita legenda merupakan asal-usul suatu tempat atau daerah yang belum tentu kebenarannya. Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Widjojoko dan Hidayat (2009) bahwa cerita legenda

adalah cerita purbakala yang

mengisahkan tentang masa lalu dan menceritakan asal-usul daerah atau tempat yang belum tentu kebenarannya namun dicari-cari hubungannya dengan kenyataan dalam alam.

Bertemali dengan pemaparan para ahli tersebut jelaslah bahwa cerita fiksi itu adalah karangan yang dibuat berdasarkan khayalan atau imajinasi pengarangnya bukan berdasarkan fakta atau kejadian yang sesungguhnya. Imajinasi sebenarnya menunjuk pada pengertian berpikir kreatif, berpikir untuk menciptakan dan menghasilkan sesuatu. Dengan berimajinasi, seseorang akan aktif berpikir memahami, mengkritisi dan mengevaluasi untuk menghasilkan

(3)

menggambarkan suatu kehidupan yang

sengaja dikreasikan dengan

mengandalkan kekuatan imajinasi. Nurgiyantoro (2013) menjelaskan bahwa membaca cerita fiksi sebaiknya dilakukan secara cepat, bahkan idealnya dapat diselesaikan pada satu waktu agar ketika membaca cerita fiksi tidak melupakan peristiwa penting dan manfaat yang terdapat dalam cerita yang dibaca yang dapat menghilangkan keruntutan alur cerita sehingga dapat membuat kurang memahami keseluruhan isi cerita yang dibaca. Maka sebaiknya, seorang yang akan melakukan kegiatan membaca cerita fiksi harus berusaha dapat menyelesaikan membacanya dalam sesedikit mungkin waktu agar tidak melupakan peristiwa-peristiwa yang penting serta manfaatnya

yang membuat kurang memahamai

keseluruhan bacaan.

Metode CALLA adalah salah satu metode dalam pembelajaran membaca

pemahaman yang dapat membantu

meningkatkan kemampuan membaca

pemahaman siswa. Faktor-faktor utama yang dapat mempengaruhi berhasilnya pemahaman siswa yang lebih baik adalah skemata yang dimiliki oleh siswa, struktur teks dan tentunya metode yang tepat dan sesuai yang digunakan dalam

pembelajaran membaca khususnya

pembelajaran membaca pemahaman.

Sebagaimana yang telah

dikemukakan Abidin (2012) bahwa CALLA diperkenalkan oleh Chamot, A.U. dan O’Malley (1994) dengan pertimbangan terbaru dalam kegiatan membaca telah difokuskan pada suatu proses pemahaman bacaan. Keberhasilan dalam membaca dengan pemahaman yang lebih baik dipengaruhi oleh tiga faktor yakni pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya, struktur teks dan

metode yang digunakan dalam

jelaslah bahwa kegiatan membaca itu telah terfokus pada kegiatan membaca pemahaman, tidak hanya membaca bahan bacaan untuk menjawab pertanyaan saja melainkan harus dapat memahami bacaan yang akan kita baca dan tentunya untuk mendapatkan pembentukan pemahaman terhadap wacana yang dibaca dengan didukung oleh berbagai faktor seperti yang telah disebutkan oleh Abidin (2012) yakni pengetahuan awal atau skemata, struktur teks dan metode yang digunakan dalam memproses bahan bacaan.

Pengetahuan awal atau skemata yang dimiliki seseorang sebagai hasil dari

pengalamannya dapat membantu

pembentukan pemahaman yang lebih baik terhadap bahan bacaan yang akan dibacanya. Ketika membaca cerita misalnya, seorang pembaca akan membandingkan kejadian yang terjadi dalam cerita dengan pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya untuk membantu memahami cerita tersebut. Apabila menemukan kata sulit dalam kegiatan membaca, maka pembaca akan

membuat kesimpulan berdasarkan

pengetahuan awal yang dimilikinya. Pembaca yang memiliki pengetahuan awal yang lebih tinggi mengenai sesuatu hal maka dapat lebih mudah untuk memahami bahan bacaan yang akan

dibacanya. Sebagaimana yang

dikemukakan Klingner, J., Sharon, V., & Alison, B. (2007) bahwa membaca pemahaman melibatkan lebih dari tanggapan pembaca teks, membaca pemahaman merupakan suatu proses yang sangat kompleks yang melibatkan banyak interaksi antara pembaca dengan apa yang dibacanya, pengetahuan awal yang dimilikinya serta penggunaan strategi yang tepat agar dapat memahami apa yang dibacanya.

Selanjutnya yaitu faktor yang dapat

(4)

( THE COGNITIVE ACADEMIC LANGUAGE LEARNING APPROACH) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN CERITA FIKSI

(Metode CALLA (The Cognitive Academic Language Learning Approach), membaca pemahaman cerita fiksi) | 6

struktur teks. Teks baik itu sastra, eksposisi maupun argumentasi harus memiliki struktur teks yang sistematis. Salah satunya yaitu cerita sederhana, cerita yang sistematis dan terstruktur yang menceritakan dari awal kejadian cerita sampai dengan akhir cerita sehingga akan lebih mudah untuk memahaminya.

a. Tahap-Tahap Penerapan Metode CALLA

Sebagaimana yang dikemukakan Abidin (2012) yang dimodifikasi dari Chamot, A.U dan O’Malley,1994 ada beberapa tahapan dalam metode CALLA adalah sebagai berikut.

1) Tahap Prabaca

a) Membangkitkan skemata

Pada tahap ini siswa mengidentifikasi pengetahuan awal yang dimilikinya mengenai bahasan atau tema. Guru menyiapkan gagasan penting dari teks cerita yang akan dibaca dan siswa menjelaskan pengetahuan awal yang dimilikinya yang berhubungan dengan gagasan yang telah disiapkan oleh guru. b) Menyusun perencanaan baca

Pada tahap ini guru memperlihatkan judul ataupun ilustrasi yang berkaitan dengan cerita yang akan dibaca lalu meminta siswa untuk meninjau ulang atau memprediksi ceritanya.

c) Diskusi tujuan

Pada tahap ini siswa dan guru membuat dan mendiskusikan tujuan

siswa membaca cerita. Guru

mengingatkan siswa bahwa menyiapkan tujuan sebelum dilakukannya kegiatan membaca dapat membantu siswa dalam membaca dengan pemahaman yang lebih baik.

2) Tahap Membaca a) Membaca cerita

Pada tahap ini siswa membaca cerita. Siswa dapat mengalami cerita dengan

cara yang berbeda. Misalnya guru dapat membacakan cerita ataupun siswa secara mandiri membaca ceritanya agar mendapatkan pemahaman yang lebih baik.

b) Diskusi kelompok

Pada tahap ini untuk membentuk pemahaman yang baik terhadap cerita yaitu melalui pembelajaran resiprokal. Siswa bekerja dalam kelompok kecil untuk membaca dan mendiskusikan cerita. Apabila terdapat kesulitan maka siswa akan memecahkan kesulitan tersebut dengan bekerjasama bersama kelompoknya.

3) Tahap Pascabaca

Pada tahap ini menentukan evaluasi yang dapat berbentuk apa saja sesuai dengan tujuan yang siswa miliki untuk membaca cerita dan menentukan apakah siswa harus mencapai tujuan tersebut. Dalam hal ini siswa dapat merespon cerita yang telah dibacanya dan dapat pula mengembangkan pertanyaan yang berkaitan dengan cerita yang telah dibacanya yang dapat dijawab oleh siswa lain. Selain itu siswa dapat pula menceritakan kembali isi cerita yang telah dibaca menggunakan bahasanya sendiri sebagai bentuk pemahaman dirinya terhadap cerita yang telah dibacanya.

METODE

Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri Cibiru 10,

Kecamatan Cileunyi, Kabupaten

Bandung. Pada penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah peserta didik kelas V sebanyak 37 orang yang terdiri dari 22 peserta didik berjenis kelamin perempuan, dan 15 peserta didik berjenis kelamin laki-laki. Metode penelitian yang penulis gunakan dalam penyusunan penelitian ini adalah dengan menggunakan metode penelitian tindakan

(5)

proses pembelajaran dikelas terutama dalam perbaikan hasil belajar siswa. Sedangkan desain penelitian yang penulis gunakan untuk penelitian tindakan kelas adalah desain penelitian dari John Elliot. Desain penelitian menurut John Elliot ini sesuai untuk dilakukan karena desain ini terdiri dari tiga siklus dan masing-masing siklus terdiri dari tiga tindakan.

Kemampuan membaca pemahaman cerita fiksi dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam menceritakan kembali isi cerita yang telah dibaca dengan menggunakan bahasa sendiri. Kemampuan ini dapat diukur melalui indikator (1) ketepatan bahasa, (2) kejelasan isi , dan (3) tampilan karya.

Kemampuan ini diukur dengan

menggunakan skoring rubrik dengan skor terendah adalah satu dan skor tertinggi adalah empat.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh melalui lembar penilaian, lembar observasi baik untuk guru maupun siswa, lembar catatan lapangan, dokumentasi, dan wawancara. Teknik analisis data dilakukan dengan teknik kualitatif dan teknik kuantitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan penelitian ini diawali

dengan perencanaan yaitu

mempersiapkan berbagai perlengkapan penelitian. Hal-hal yang dipersiapkan antara lain Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), alat dan media pembelajaran, serta berbagai instrumen penelitian.

Penelitian siklus I dilaksanakan pada tanggal 26, 27 dan 29 April 2016. Siklus II pada tanggal 03, 04 dan 09 Mei 2016. Siklus III pada tanggal 11, 12 dan 13 Mei 2016. Berdasarkan waktu tersebut, setiap siklus dilaksanakan selama 3 hari dengan setiap hari terdiri

kegiatan menuliskan hal yang sudah dan hal yang ingin diketahui dari isi cerita yang akan dibaca dan menuliskan informasi baru berdasarkan cerita yang telah dibaca. Tindakan dua berfokus pada siswa mengidentifikasi unsur intrinsik cerita dan menyimpulkan isi cerita yang dibaca dalam beberapa kalimat. Selanjutnya pada tindakan tiga siswa menceritakan kembali isi cerita yang telah dibaca dengan menggunakan bahasa sendiri dengan menggunakan media buku zigzag pada siklus I dan II kemudian kalender cerita pada siklus III. Setiap tindakan dilaksanakan dengan mengacu pada RPP yang terdiri dari kegiatan awal, inti, dan akhir.

Pada umumya pembelajaran

membaca pemahaman pada siklus I berlangsung dengan baik, namun berdasarkan catatan lapangan, terdapat beberapa temuan yang peneliti temukan pada saat berlangsungnya pembelajaran. Temuan tersebut diantaranya yaitu siswa menjawab pertanyaan yang disampaikan oleh peneliti secara serempak, namun ketika peneliti meminta salah satu siswa utuk menjawab sendiri, siswa kurang berani untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Sebagian peserta didik masih belum berani untuk menyampaikan pendapatnya, selain itu siswa kurang menyimak ketika peneliti memberikan penjelasan kepada siswa dan terdapat beberapa siswa yang sering mengganggu temannya sehingga keadaan kelas tidak dapat terkondisikan dengan baik.

Pada tahap prabaca, ketika guru menyampaikan beberapa pertanyaan untuk merefleksikan pengetahuan sebelumnya yang dimiliki oleh siswa mengenai cerita yang akan dipelajari. Beberapa peserta didik ada yang mampu menjawab dan adapula yang masih terlihat bingung dan ragu untuk

(6)

( THE COGNITIVE ACADEMIC LANGUAGE LEARNING APPROACH) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN CERITA FIKSI

(Metode CALLA (The Cognitive Academic Language Learning Approach), membaca pemahaman cerita fiksi) | 8

menyampaikan pendapatnya. Ketika guru memberikan LKP tentang menuliskan hal yang sudah diketahui dan menuliskan hal yang ingin diketahui oleh siswa terhadap cerita yang akan dibaca, siswa masih terlihat kesulitan dalam menjawabnya. Walaupun pada awal pembelajaran guru sudah menjelaskan petunjuk atau langkah-langkah dalam mengerjakan LKP tersebut. Hal ini disebabkan karena pada saat guru menjelaskan, siswa tidak menyimak dengan baik.

Selanjutnya setelah siswa

mengerjakan LKP tentang menuliskan hal yang sudah diketahui dan menuliskan hal yang ingin diketahui dari isi cerita, siswa melanjutkan dengan kegiatan membaca cerita yaitu cerita Situ Bagendit. Siswa membaca dalam hati cerita tersebut. Pada saat membaca dalam hati, terdapat dua orang siswa yang bercanda dan sengaja membaca cerita dengan nyaring, tentunya hal tersebut sangat mengganggu siswa lain. Setelah kegiatan membaca selesai,

guru memberikan LKP tentang

menuliskan informasi baru yang terkandung dalam cerita yang telah dibacanya berdasarkan hal-hal yang ingin diketahui oleh siswa sebelumnya. Namun, siswa masih kesulitan dalam

menemukan informasi baru yang

terkandung dalam isi cerita, maka peneliti memberikan penjelasan berulang-ulang agar siswa mengerti. Tentunya hal

tersebut menyita waktu dalam

pembelajaran.

Pada tahap mengidentifikasi unsur intrinsik cerita dan menyimpulkan isi cerita dalam beberapa kalimat, masih banyak siswa yang tidak mengerti bagaimana menyimpulkan isi cerita. Guru memberikan penjelasan kembali agar siswa lebih mengerti. Hanya ada dua orang siswa yang cukup mengerti dalam menyimpulkan isi cerita dalam beberapa kalimat.

Pada tahap terakhir yaitu

menceritakan kembali isi cerita yang telah dibaca menggunakan bahasa sendiri dalam sebuah buku zigzag. Masih terdapat beberapa siswa yang kesulitan dalam melipat kertas agar menjadi buku zigzag, siswa terus bertanya kepada peneliti sehingga membuat kelas menjadi gaduh. Selain itu, terdapat pula satu orang siswa yang mengandalkan temannya untuk membuat buku zigzag karena alasan dari siswa tersebut tidak bisa menggambar. Sebelumnya guru sudah menjelaskan bahwa siswa harus fokus menceritakan kembali isi cerita terlebih dahulu untuk selanjutnya dapat dilengkapi dengan gambar agar buku zigzag lebih menarik.

Selanjutnya pada siklus II, pada tahap prabaca, ketika guru menyampaikan beberapa pertanyaan untuk merefleksikan pengetahuan sebelumnya yang dimiliki oleh siswa mengenai cerita yang akan dipelajari. Beberapa peserta didik ada yang mampu menjawab dan adapula yang masih terlihat bingung dan ragu untuk menyampaikan pendapatnya. Ketika guru memberikan LKP tentang menuliskan hal yang sudah diketahui dan menuliskan hal yang ingin diketahui oleh siswa terhadap cerita yang akan dibaca, satu orang siswa masih terlihat kesulitan dalam menjawabnya. Walaupun pada awal pembelajaran guru sudah menjelaskan petunjuk atau langkah-langkah dalam mengerjakan LKP tersebut. Hal ini disebabkan karena pada saat guru menjelaskan, siswa tidak menyimak dengan baik.

Selanjutnya setelah siswa

mengerjakan LKP tentang menuliskan hal yang sudah diketahui dan menuliskan hal yang ingin diketahui dari isi cerita, siswa melanjutkan dengan kegiatan membaca cerita yaitu cerita Gunung Tangkuban Perahu. Siswa membaca dalam hati cerita

(7)

0 20 40 60 80 100

Siklus I Siklus II Siklus III 50.56

69.57 89 Rata-Rata Nilai Aktivitas tentunya hal tersebut sangat mengganggu

siswa lain. Setelah kegiatan membaca selesai, guru memberikan LKP tentang menuliskan informasi baru yang terkandung dalam cerita yang telah dibacanya berdasarkan hal-hal yang ingin diketahui oleh siswa sebelumnya. Namun, siswa masih kesulitan dalam

menemukan informasi baru yang

terkandung dalam isi cerita, maka peneliti memberikan penjelasan berulang-ulang agar siswa mengerti. Tentunya hal

tersebut menyita waktu dalam

pembelajaran.

Pada tahap mengidentifikasi unsur intrinsik cerita dan menyimpulkan isi cerita dalam beberapa kalimat, masih beberapa orang siswa yang tidak mengerti bagaimana menyimpulkan isi cerita. Siswa terus bertanya kepada guru. Guru memberikan penjelasan kembali agar siswa lebih mengerti. Hanya sekitar 20 orang siswa yang cukup mengerti dalam menyimpulkan isi cerita dalam beberapa kalimat.

Pada tahap terakhir yaitu

menceritakan kembali isi cerita yang telah dibaca menggunakan bahasa sendiri dalam sebuah buku zigzag. Pada tahap ini, tidak banyak siswa yang bertanya. Hal tersebut berarti bahwa siswa sudah mengerti.

Dalam pembelajaran siklus III, kegiatan pembelajaran berjalan dengan baik dan sesuai dengan perencanaan pembelajaran yang peneliti susun. Pembelajaran siklus III ini mengalami peningkatan dari siklus I dan siklus II. Hal ini dikarenakan dilakukannya upaya-upaya perbaikan sesuai dengan refleksi pada siklus II. Dalam pembelajaran siklus III, siswa terlihat semangat dan antusias dalam belajar, tentunya dalam kegiatan membaca pemahaman yang dilakukan. Pada siklus terakhir yaitu siklus III siswa menceritakan kembali isi cerita yang

adalah sebuah media yang menyerupai kalender dinding yang digunakan sebagai

media dalam pembelajaran yang

didalamnya menyajikan beragam

informasi baik dari bidang ilmu bahasa, sains, matematis maupun sosial.

Sama halnya dengan pembelajaran yang telah dilakukan pada siklus I dan siklus II, pembelajaran siklus III ini pun menggunakan penilaian aktivitas dan penilaian hasil kemampuan membaca pemahaman cerita fiksi.

Berdasarkan serangkaian tindakan yang telah dilaksanakan, aktivitas pembelajaran siswa dalam membaca pemahaman cerita fiksi mengalami peningkatan dalam setiap siklusnya. Peningkatan aktivitas pembelajaran siswa dalam membaca pemhaman cerita fiksi dapat diketahui dari sajian gambar di bawah ini.

Berdasarkan gambar tersebut, dapat diketahui bahwa rata-rata nilai aktivitas yang diperoleh pada siklus I adalah 50,56, rata-rata nilai aktivitas yang dipeoleh pada siklus II adalah 69,57 dan rata-rata nilai aktivitas yang diperoleh pada siklus III adalah 89. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa nilai aktivitas yang diperoleh siswa mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan siswa mengalami peningkatan nilai pada setiap indikator yang dinilai dalam aktivitas membaca pemahaman cerita fiksi.

(8)

( THE COGNITIVE ACADEMIC LANGUAGE LEARNING APPROACH) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN CERITA FIKSI

(Metode CALLA (The Cognitive Academic Language Learning Approach), membaca pemahaman cerita fiksi) | 10 20 40 60 80 100 63.44 75.81 84.77

Rata-rata Nilai Kemampuan

Rata-rata Nilai

Kemampuan Senada dengan penilaian aktivitas, penilaian kemampuan dalam membaca

pemahaman cerita fiksi dengan

menggunakan metode CALLA juga mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata nilai kemampuan yang diperoleh siswa pada siklus I sampai dengan siklus III. Peningkatan rata-rata nilai kemampuan membaca pemahaman cerita fiksi dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Berdasarkan gambar tersebut, dapat diketahui bahwa rata-rata nilai kemampuan yang diperoleh pada siklus I adalah 63,44, rata-rata nilai kemampuan membaca pemahaman cerita fiksi yang diperoleh siswa pada siklus II adalah 75,81 dan rata-rata nilai kemampuan membaca pemahaman cerita fiksi yang diperoleh siswa pada siklus III adalah

84,77. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa rata-rata nilai kemampuan membaca pemahaman cerita fiksi dengan menggunakan metode CALLA mengalami peningkatan. Hal ini

dikarenakan siswa mengalami

peningkatan skor pada setiap indikator yang dinilai pada penilaian kemampuan membaca pemahaman cerita fiksi. Indikator yang dinilai dalam penilaian kemampuan ini adalah ketepatan bahasa, kejelasan isi dan tampilan karya.

KESIMPULAN

Penelitian ini berfokus pada pada

pembelajaran membaca pemahaman

cerita fiksi dengan menggunakan metode CALLA. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti,dapat disimpulkan bahwa penelitian ini menunjukan peningkatan yang baik.

Peningkatan-peningkatan tersebut meliputi

peningkatan aktivitas dan hasil pembelajaran. Peningkatan-peningkatan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. 1. Aktivitas siswa dalam pembelajaran

membaca pemahaman cerita fiksi ini mengalami peningkatan. Hal tersebut terlihat pada siklus I siswa belum dapat menuliskan 5 hal yang sudah dan ingin diketahui dari isi cerita yang akan dibaca, siswa belum dapat

menuliskan informasi baru

berdasarkan cerita yang telah dibaca dan menyimpulkan cerita dalam beberapa kalimat, namun siswa sudah dapat mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik cerita. Pada siklus II siswa sudah mampu menuliskan 5 hal yang sudah dan ingin diketahui dari isi cerita yang akan dibaca dan

menuliskan informasi baru

berdasarkan cerita yang telah dibaca namun belum mampu menyimpulkan cerita dalam beberapa kalimat. Selanjutnya pada siklus III siswa sudah mampu menuliskan 5 hal yang sudah dan ingin diketahui dari isi cerita yang akan dibaca, menuliskan informasi baru berdasarkan cerita yang telah dibaca, mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik cerita dan menyimpulkan cerita dalam beberapa kalimat dengan menggunakan metode CALLA.

2. Sejalan dengan peningkatan aktivitas

pembelajaran dalam membaca

pemahaman cerita fiksi, kemampuan siswa dalam membaca pemahaman

(9)

dalam membaca pemahaman cerita fiksi yang diperoleh siswa mulai dari siklus I sampai dengan siklus III. Pada siklus I, rata-rata nilai kemampuan membaca pemahaman cerita fiksi yang diperoleh siswa adalah 63,44, pada siklus II rata-rata

nilai kemampuan membaca

pemahaman cerita fiksi yang diperoleh siswa adalah 75,81 dan rata-rata nilai yang diperoleh siswa pada siklus III adalah 84,77. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode CALLA sangat diperlukan untuk meningkatkan aktivitas dan kemampuan siswa dalam membaca pemahaman cerita fiksi.

Berdasarkan simpulan penelitian di atas, dapat dikemukakan beberapa implikasi dan rekomendasi antara lain sebagai berikut :

1. Dengan diterapkannya metode

CALLA, kemampuan membaca

pemahaman cerita fiksi siswa meningkat.

2. Pembelajaran dengan menggunakan metode CALLA mampu melatih jiwa kreatif, komunikatif, kolaboratif, dan membentuk karakter ulet, tekun, gigih, dan kerja keras karena didasarkan oleh berbagai aktivitas dalam membaca pemahaman cerita fiksi.

3. Dalam menggunakan metode CALLA

ini guru hendaknya memberi

motivasi, penguatan dan bimbingan kepada siswa dalam setiap proses atau tahapannya sehingga kemampuan membaca pemahamannya dapat lebih baik dan berkualitas.

4. Bagi peneliti selanjutnya, peneliti menghimbau agar tidak selalu menggunakan media teks wacana dan media gambar dalam pembelajaran karena hal tersebut merupakan hal yang sudah biasa dan tidak

menyenangkan bagi siswa. Misalnya ketika akan melakukan kegiatan membaca cerita Gunung Tangkuban Perahu, maka guru dapat menyajikan video mengenai cerita tersebut ataupun guru dapat menghadirkan benda-benda yang berkaitan dengan cerita yang akan dipelajari. Hal ini dimaksudkan agar siswa tidak merasa bosan untuk membaca dan dapat

menganggap bahwa membaca

merupakan kegiatan yang sangat menyenangkan.

5. Selain itu, penelitian selanjutnya juga diharapkan dapat menggunakan berbagai media representasi yang menarik bagi siswa seperti big book,

mini book, booklet maupun poster.

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3

Abidin, Y. (2010). Strategi Membaca

Teori dan Pembelajarannya.

Bandung : Rizqi Press

Abidin, Y. (2012). Pembelajaran Bahasa

Berbasis Pendidikan Karakter.

Bandung : PT Refika Aditama. Abidin, Y. (2012). Pembelajaran

Membaca Berbasis Pendidikan Karakater. Bandung : PT Refika

Aditama.

Abidin,Y. dkk . (2015). Pembelajaran

Literasi. Bandung: Rizqi Press

Adi, I.R. (2011). Fiksi Populer: Teori

dan Metode Kajian. Yogyakarta :

Pustaka Pelajar

Ahmadi, F. (2010). Meningkatkan minat membaca siswa Sekolah Dasar dengan

Finaryanti, O. (2012). Peningkatan

Keterampilan Membaca Pemahaman Melalui Teknik Quantum Reading Di Kelas V

(10)

( THE COGNITIVE ACADEMIC LANGUAGE LEARNING APPROACH) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN CERITA FIKSI

(Metode CALLA (The Cognitive Academic Language Learning Approach), membaca pemahaman cerita fiksi) | 12 SDN Dadaplangu 02 Kabupaten

Blitar. Skripsi Kependidikan

Sekolah Dasar dan Prasekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Malang. Halimah, L. (2013). Sikap Profesional

Guru. Bandung : Rizqi Press

Klingner, J., Sharon, V., & Alison, B. (2007). Teaching Reading Comprehension to Students with Learning Difficulties. New York London : The Guilford Press Kurniasih,I & Sani, B. (2014). Penelitian

Tindakan Kelas. Jakarta : Kata

Pena

Laily, I. F. (2014). Hubungan kemampuan membaca

pemahaman dengan kemampuan memahami soal cerita matematika Sekolah Dasar. III (1) metode Glenn Doman berbasis Multimedia. XXVII (1)

Mulyati,T, dkk. (2011). Statistika terapan

untuk penelitian pendidikan dasar dan PAUD . Bandung : Rizqi

Press

Nurgiyantoro, B. (2013). Teori

Pengkajian Fiksi. Yogyakarta :

GADJAH MADA UNIVERSITY PRESS.

Nursandi, S.R. (2014). Penerapan

Metode CALLA ( The Cognitive Academic Language Learning Approach) untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca

Pemahaman Non Fiksi. Skripsi

PGSD UPI Bandung : Tidak diterbitkan.

Rachman,M. (1997). Manajemen Kelas. Semarang : Depdikbud

Rahim, F. (2011). Pengajaran Membaca

di Sekolah Dasar. Jakarta : PT

Bumi Aksara

Stanton, R. (2012). Teori Fiksi Robert

Stanton. Yogyakarta : Pustaka

Pelajar

Sumadayo, S. (2011). Strategi dan Teknik

Pembelajaran Membaca.

Yogyakarta : Graha Ilmu. Sumadayo, S. (2013). Penelitian

Tindakan Kelas. Yogyakarta : Graha

Ilmu

Tarigan, H.G. (2015). Membaca sebagai

suatu Keterampilan Berbahasa.

Bandung : Offset Angkasa. Trianto. (2011). Mendesain Model

Pembelajaran Inovatif-Progresive. Jakarta: Kencana

Widjojoko & Endang, H. (2009). Teori

Sejarah dan Sastra Indonesia.

Bandung : UPI Press

Wiriaatmadja. (2014). Metode Penelitian

Tindakan Kelas. Bandung : PT

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju pertumbuhan, kandungan klorofil, protein dan karbohidrat pada tanaman suweg (Amorphophallus campanulatus) pada

yang dipilih ialah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan desain penelitian Elliot. Penelitian ini terdiri dari 3 siklus yang setiap siklusnya terdiri dari 3

Berdasarkan beberapa karakteristik tersebut, guru sebaiknya mempunyai keterampilan dalam memilih pendekatan pembelajaran agar kelas dapat terkondisikan dengan baik

Gerak Non-Lokomotor adalah salah satu gerak dasar yang harus dikuasai yang mengharuskan anak untuk bergerak tanpa

Kegiatan ini bertujuan untuk melakukan pendampingan pada kelompok peternak dalam satu kawasan untuk menerapkan inovasi tenologi pemeliharaan ternak sapi dan

Penelitian tindakan kelas siklus II dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan. Pertemuan pertama dilaksanakan pada tanggal 21 Juli 2008 membahas tentang bacaan niat

Untuk membantu mengambil keputusan calon konsumen dalam memilih rumah, maka dibuatlah sebuah sistem pendukung keputusan menggunakan metode ELECTRE (Elimination and

Hal ini dikarenakan, menurut Kurniawan (2009) unsur yang kuat dalam puisi anak hanyalah diksi, rima dan imaji yang berupa struktur fisik, sedangkan struktur