• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kondisi Lingkungan NPC

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kondisi Lingkungan NPC"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

12 HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Nusantara Polo Club adalah klub polo berkuda eksklusif pertama di Indonesia yang dibangun oleh Bapak Prabowo Subianto di kawasan Jagorawi Golf & Country Club, Karanggan, Bogor pada tahun 2005. Sebelumnya, Nusantara Polo Club bernama Batavia Polo Club yang kemudian diambil alih oleh Prabowo Subianto pada tahun 2005. Setelah diambil alih, nama Batavia Polo Club berganti menjadi Nusantara Polo Club dan kemudian lahan diperluas sehingga memiliki dua kandang kuda yang berbeda dan lapangan polo yang luas. Selain itu, fasilitas, sarana prasarana, dan kuda yang dimiliki semakin lengkap dan banyak.

Selain menjadi klub yang terbuka untuk membina olahraga polo berkuda yang saat ini masih belum lazim dimainkan di Indonesia, Nusantara Polo Club juga membina tim nasional polo Indonesia yang pada bulan Desember 2007 berkesempatan mewakili Indonesia pada ajang turnamen polo SEA Games 2007 Thailand. Pada tahun 2011, Nusantara Polo Club akan dijadikan tempat penyelenggaraan turnamen polo berkuda pada South East Asian Games (SEA Games) 2011 Indonesia (Jakarta Press, 2010).

Kondisi Lingkungan NPC

Rataan suhu lingkungan di lokasi selama penelitian ialah sebesar 27 °C dengan kisaran suhu 22 °C sampai 40 °C. Kelembaban udara rata-rata selama penelitian berjalan ialah sebesar 71,3% dengan kisaran 45% sampai 99%. Suhu nyaman untuk kuda berkisar 7,22-23,88 °C, namun yang paling baik ialah 12,77 °C, sedangkan kelembaban yang dapat diterima berkisar 50-75%, namun yang paling baik adalah 60% (Ensminger, 2010).

Nusantara Polo Club memiliki dua bangunan kandang, yaitu kandang Alpha dan kandang Bravo. Kandang Alpha terletak di bagian atas dekat kantor NPC. Kandang tersebut merupakan kandang untuk kuda polo yang masih aktif bertanding. Kandang Bravo terletak di bagian bawah dan digunakan sebagai kandang untuk kuda tua pasca atlet yang masih dimanfaatkan untuk kuda olahraga dan kuda kawin. Selain itu, terdapat pula kuda yang dilatih untuk dijadikan sebagai kuda polo. Kedua kandang tersebut berjarak 200 meter. Selain kandang Alpha dan Bravo, terdapat pula

(2)

13 lapangan untuk bermain polo, lapangan untuk berkuda, kebun rumput untuk pakan, dan bangunan lain yang menunjang fasilitas, seperti kantor, pos satpam, gudang pakan, gudang peralatan, mees, dapur, kamar mandi, dan lounge bar. Gambar NPC secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Foto NPC Melalui Google Earth (2011), (a) Lapangan Polo, (b) Kandang Alpha, (c) Kandang Bravo, (d) Kantor dan Lounge Bar

Kuda yang berada di NPC merupakan kuda lokal, impor, dan kuda hasil persilangan. Indonesia merupakan negara beriklim tropis sehingga memiliki suhu diatas kisaran suhu yang nyaman untuk kuda. Stull (1997) menyatakan bahwa pada suhu comfort zone seekor kuda dapat tumbuh lebih baik karena kuda dapat melakukan homeotermi dalam tubuhnya dengan mudah, dan ketika suhu lingkungan mencapai suhu 24-32 °C ternak kuda biasanya akan meningkatkan intensitas bernafas dan keringat untuk menurunkan suhu tubuh. Kuda lokal dan kuda persilangan yang lahir di Indonesia dapat beradaptasi dengan suhu daerah tropis, namun bagi kuda impor agak sulit beradaptasi sehingga dibutuhkan perlakuan yang khusus pula, seperti menggunakan kipas angin di kandang, memandikan kuda, memberikan banyak air minum, serta kandang yang terbuka dan memiliki ventilasi yang bagus sehingga udara dapat mengalir lancar dan dapat menurunkan suhu tubuh. Tenaga Kerja

Nusantara Polo Club memiliki 72 karyawan yang terdiri dari manajer, bagian administrasi dan keuangan, petugas maintenance, pelatih, atlet, groomer, petugas

N A

C

D

(3)

14 tack room, dokter hewan, dan sebagainya. Petugas yang memiliki tanggungjawab pada kuda dan kandang secara langsung ialah groomer. Petugas groomer yang ada di kandang Alpha berjumlah 13 orang, empat diantaranya merupakan spare atau atlet junior yang bertugas untuk menggantikan groomer yang sedang libur. Di kandang Bravo terdapat 10 orang groomer, satu diantaranya merangkap sebagai petugas tack room atau orang yang bertanggungjawab terhadap pakan kuda.

Groomer bertugas sebagai pengurus kuda secara langsung, diantaranya ialah memandikan kuda, membawa kuda exercise, memberi makan kuda, mengganti dan memberi air minum pada kuda, menyikat badan kuda, dan mencukur rambut kuda. Menurut McBane (1991), perawatan dan manajemen kuda meliputi : pengawasan kuda di lapangan rumput, mengganti alas kandang, penanganan kotoran, perawatan, pemandian, pencukuran, merawat kuku, penanganan transportasi, higienis kandang, kegiatan pemberian pakan berupa hijauan dan konsentrat, dan pengecekan kesehatan. Selain itu, groomer juga bertanggungjawab atas kebersihan di dalam dan di luar kandang. Apabila di dalam kandang terdapat kotoran seperti feses dan serbuk gergaji yang basah, maka groomer harus segera mengeluarkan dan mengumpulkannya dalam satu karung. Serbuk gergaji yang sudah berkurang pun segera ditambahkan dengan yang baru oleh groomer dan apabila stok dalam gudang sudah berkurang maka groomer diharuskan melapor agar segera dikirimkan stok baru.

Kebersihan di sekitar kandang juga merupakan tanggungjawab para petugas groomer. Kotoran kuda yang tercecer di depan kandang harus segera dibersihkan oleh groomer. Peralatan yang sudah digunakan seperti tempat pakan, sapu, sekop, sepatu boot, selang, dan sebagainya harus dibersihkan dan diletakan di tempatnya kembali.

Setiap satu orang groomer bertanggung-jawab menangani rata-rata empat ekor kuda. Satu orang groomer rata-rata membutuhkan waktu 10-20 menit untuk membersihkan satu stall kandang. Kebanyakan petugas sudah memiliki pengalaman kerja di NPC lebih dari satu tahun. Seluruh petugas baik groomer, spare, maupun tack room berjenis kelamin laki-laki. Identitas groomer dan spare (kandang Alpha dan Bravo) seperti umur, pendidikan terakhir, dan pengalaman mengolah limbah dapat dilihat pada Tabel 1.

(4)

15 Tabel 1. Identitas Petugas Groomer dan Spare di NPC

Keterangan Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Umur (Tahun) - < 30 20 86,96 - ≥ 30 3 13,04 2. Pendidikan Terakhir - SD 5 21,74 - SMP 11 47,83 - SMA 7 30,43

3. Pengalaman Mengolah Limbah

- Ada 3 13,04

- Tidak 20 86,96

Umur para groomer berkisar antara 20 sampai 35 tahun, sedangkan para spare berkisar antara 18 sampai 20 tahun. Kebanyakan petugas berumur dibawah 30 tahun (86,96%). Latar belakang pendidikan para groomer maupun spare di NPC rata-rata adalah SMP (47,83%), sedangkan lainnya adalah SD (21,74%) dan SMA (30,43%). Dari keseluruhan groomer dan spare, sebanyak 13,04% petugas yang memiliki pengalaman dalam mengolah limbah dan sisanya sebanyak 86,96% belum berpengalaman. Pengalaman dalam mengolah limbah yang dimiliki petugas berupa pembuatan pupuk kandang dan mengelola biogas yang terdapat di sisi barat kandang Alpha. Limbah yang diolah berasal dari kotoran kuda yang terdapat di NPC. Pembuatan pupuk kandang hanya berjalan selama enam bulan sedangkan pengolahan feses menjadi biogas hanya berjalan selama satu bulan. Pengolahan feses di NPC selanjutnya akan dijelaskan pada bab Pengolahan dan Penggunaan Feses.

Populasi Kuda

Kuda yang berada di kandang Alpha sebanyak 35 ekor yang terdiri dari seekor jantan dewasa, tujuh ekor jantan kastrasi, dan 27 ekor betina dewasa. Jenis kuda meliputi kuda Arab (tiga ekor jantan dan satu ekor betina) dan kuda Pony Argentina (lima ekor jantan dan 26 ekor betina). Foto kuda dapat dilihat pada Gambar 4 dan populasi kuda di kandang Alpha NPC dapat dilihat pada Tabel 2.

(5)

16

(a) (b)

Gambar 4. Kuda di Kandang Alpha (a) Kuda Arab, (b) Kuda Pony Argentina Tabel 2. Populasi Kuda di Kandang Alpha NPC

Keterangan Jumlah (ekor) Persentase (%)

1. Umur (tahun) - ≤ 10 11 31,43 - 11-20 21 60,00 - > 20 3 8,57 2. Jenis Kelamin - Jantan 1 2,86 - Betina 27 77,14 - Jantan Kastrasi 7 20,00 3. Bangsa - Arab 4 11,43 - Pony Argentina 31 88,57

Kuda Pony Argentina merupakan kuda hasil persilangan Thoroughbred dan Criollo. Persilangan tersebut menghasilkan kombinasi yang kuat, karena kuda Thoroughbred memiliki bakat atletik sehingga tercipta kuda polo yang terbaik di dunia. Criollo sendiri memiliki sifat yng tangguh dan cerdas, daya tahan tubuh dan kecepatan yang baik, serta gerakan yang gesit (Kidd, 1995). Menurut Putri (2011), Kuda Pony Argentina di NPC memiliki bentuk badan yang kokoh, pertumbuhan otot dan tulang yang baik, bentuk kaki yang proporsional, gerakan yang cukup gesit dan berani, stamina yang terjaga, serta memiliki kecepatan lari yang cukup baik. Kuda Arab yang berada di kandang Alpha digunakan sebagai kuda pejantan breeding.

(6)

17 Kuda Arab sendiri memiliki kecepatan lari yang baik dan daya tahan tubuh yang kuat sehingga diharapkan dapat menghasilkan anak kuda dari hasil persilangan dengan kuda lokal maupun Pony Argentina dengan kemampuan yang sama baiknya untuk dimanfaatkan sebagai kuda polo.

Kuda yang berada di kandang Bravo NPC sebanyak 43 ekor yang terdiri dari kuda lokal, kuda persilangan, kuda breeding (jantan dan betina), dan kuda Pony Argentina non-atlet (Gambar 5). Umur kuda berkisar antara sembilan bulan sampai 31 tahun. Data umur kuda didapat dari perkiraan yang diketahui oleh groomer dan penanggungjawab stable karena kuda-kuda tersebut tidak memiliki recording. Selain itu, umur kuda juga dilihat dari bentuk dan jumlah gigi (Bogart dan Taylor, 1977).

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 5. Kuda di Kandang Bravo (a) Kuda Lokal, (b) Kuda Persilangan, (c) Kuda Breeding, (d) Kuda Pony Argentina Non-Atlet

Kuda-kuda di kandang Bravo umumnya digunakan oleh guest yang datang untuk latihan berkuda. Selain itu, terdapat pula kuda untuk breeding dan kuda yang

(7)

18 berpotensi untuk dilatih agar dapat digunakan sebagai kuda polo. Populasi kuda di kandang Bravo NPC dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Populasi Kuda di Kandang Bravo NPC

Keterangan Jumlah (ekor) Persentase (%)

1. Umur (tahun) - ≤ 10 13 30,23 - 11-20 9 20,93 - >20 21 48,84 2. Jenis Kelamin - Jantan 21 48,84 - Betina 22 51,16 3. Bangsa - Pony Argentina 25 58,14 - Throughbreed 2 4,65 - Lokal 2 4,65 - Persilangan 14 32,56 Sistem Perkandangan

Kandang Alpha terletak di bagian atas dekat dengan kantor dan lapangan polo. Lay out kandang Alpha dapat dilihat pada Lampiran 3. Petak kandang yang berada di kadang Alpha NPC adalah kandang individu (Gambar 6a). Kandang Alpha berjumlah 36 petak kandang yang terdiri dari tiga blok. Satu blok terdiri dari 12 kandang individu yang berjejer dan dibagi menjadi dua baris dengan masing-masing baris sebanyak enam petak kandang individu (Gambar 6b). Kandang memiliki ukuran 4 x 4 m² dengan tinggi 2,5 m yang terbuat dari tembok atau beton yang dicat berwarna putih. Menurut McBane (1991), tinggi minimal untuk dinding kandang ialah 3,66 m sedangkan menurut Morel (2008), ukuran kandang minimal untuk kuda dengan tinggi 150 cm sebaiknya 5 x 5 m2. Ukuran dan tinggi kandang di kandang Alpha kurang sesuai dengan kedua pernyataan tersebut karena kuda di kandang Alpha memiliki tinggi yang mencapai 150 cm.

Pintu kandang terbuat dari besi yang menyerupai pintu pagar. Pintu kandang yang terdapat anak kuda dilapisi dengan papan karet lunak agar besi pada pintu tidak

(8)

19 digigit oleh anak kuda. Setiap pintu kandang tidak dipasang kunci ganda atau gembok dan hanya sekedar diselot, hal tersebut tidak sesuai dengan pernyataan Suharjono (1990) bahwa sebaiknya kunci pintu dipasang ganda karena kebanyakan kuda dapat membuka pintu sendiri. Struktur kandang pada kandang Alpha hampir sesuai dengan pernyataan Soehardjono (1990), yaitu material kandang sebaiknya dibuat dari bahan yang kuat seperti campuran bahan beton, kayu yang kuat atau kayu gelondongan dengan pintu yang tertutup rapih dan lantai kandang sebaiknya yang mudah dibersihkan dan kering.

Menurut McBane (1991), bagian kandang harus tersedia air bersih. Di dalam petak kandang yang ada pada kandang Alpha terdapat tempat minum permanen berbentuk wastafel yang terletak di pojokan kandang dan sudah dilengkapi dengan kran dan saluran pembuangan sisa air minum sehingga memudahkan penyediaan air minum serta pembuangan sisa air minumnya. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Soehardjono (1990) bahwa setiap kandang kuda harus dilengkapi air bersih sehingga tidak sukar bagi karyawan untuk menyediakan air minum kuda secara terus-menerus karena kuda banyak minum, terutama pada musim panas.

Setiap kandang dilengkapi dengan kipas angin besar yang diletakkan di sisi samping atas kandang. Hal tersebut ditujukan agar kuda tetap merasa nyaman dan tidak kepanasan. Atap kandang terbuat dari genteng sehingga tidak memancarkan panas ke dalam kandang. Menurut Nozawa et al. (1981), ventilasi yang baik adalah berbentuk kerucut pada atapnya dan akan sangat berpengaruh pada penanganan masalah kuda dan jendela pada kandang kuda harus berada pada posisi sejajar dengan kepala kuda. Bentuk kandang Alpha sudah sesuai dengan pernyataan tersebut karena memilik atap yang berbentuk kerucut dan juga jendela yang sejajar dengan kepala kuda sehingga dapat memberikan kenyamanan untuk kuda (Gambar 6c).

Jalan di depan pintu kandang yang terbuat dari semen digunakan sebagai tempat lalu lalang petugas. Jalan tersebut memiliki lebar lima meter sehingga mobil pengangkut feses dan bedding dapat masuk. Di depan kandang kuda terdapat gudang pakan dan gudang untuk berbagai macam peralatan (tack room). Di tembok sisi depan dan belakang kandang terdapat kran untuk tempat mandi kuda setiap pagi. Sekitar 10 m di belakang kandang atau di bagian selatan kandang terdapat lapangan rumput (Gambar 6d). Menurut Direktorat Jenderal Budidaya Peternakan (2000)

(9)

20 dalam Good Farming Practice untuk ternak sapi potong, konstruksi kandang yang digunakan sebaiknya terdiri dari bahan yang kuat yang dapat menjamin keamanan dan kenyamanan bagi pegawai ternak. Lantai kandang harus kuat dan tidak licin, sebaiknya terbuat dari coran semen untuk menjamin kebersihan dan untuk memudahkan didesenfeksi. Good Farming Practice yang digunakan ialah Good Farming Practice pada ternak sapi potong karena sejauh ini belum terdapat Good Farming Practice untuk tenak kuda.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 6. Kandang Alpha (a) Kandang Alpha Tampak Depan, (b) Kandang Individu Alpha, (c) Bentuk Atap, (d) Kebun Rumput di Belakang Kandang

Kandang Barvo terletak di daerah yang lebih rendah dibandingkan dengan kandang Alpha. Lay out kandang Bravo dapat dilihat pada Lampiran 4. Kandang Bravo memiliki dua jenis kandang, yaitu jenis permanen yang terbuat dari tembok atau beton dan jenis yang terbuat dari kayu dan bersifat tidak permanen (Gambar 7). Kandang permanen (Gambar 7a) merupakan kandang individu yang ditempati 10

(10)

21 ekor kuda dimana kuda tersebut adalah kuda pejantan breeding, kuda induk serta anaknya, dan kuda member (kuda yang dimiliki oleh guest atau anggota). Bangunan kandang terbuat dari tembok berukuran 4 x 4 m². Kandang ini memiliki atap berbentuk kerucut yang terbuat dari bahan seng. Pada bagian atas terdapat kipas angin yang berfungsi untuk menyejukkan kuda apabila suhu sedang tinggi. Selain itu, kipas angin ini digunakan agar sirkulasi udara dalam kandang menjadi lebih lancar.

(a) (b)

Gambar 7. Kandang Bravo, (a) Kandang Permanen Bermaterial Beton, (b) Kandang Non Permanen Bermaterial Kayu

Bentuk kandang permanen hampir menyerupai kandang Alpha namun lebih tertutup karena memiliki tembok yang lebih tinggi. Ventilasi pada kandang ini dapat dikatakan baik karena memiliki tembok atau dinding yang sebagian terbuka. Adapun kelemahan dari kandang ini ialah bahan atap terbuat dari seng menyebabkan suhu udara di dalam kandang menjadi tinggi karena dapat menyerap panas. Selain itu, tembok yang tinggi menyebabkan kuda tidak dapat berinteraksi dengan kuda disebelahnya.

Kandang kedua merupakan kandang individu yang terbuat dari bahan material kayu (Gambar 7b). Kandang ini ditempati 33 ekor kuda yang terdiri dari kuda tua, kuda betina breeding, kuda afkir, dan kuda lokal. Ukuran kandang ini ialah 3 x 3 m². Menurut Woolery (1985), idealnya ukuran kandang hendaknya sekitar 4.2 x 3.6 m2 untuk kuda, dan 3.6 x 3.6 m2 untuk poni. Ukuran kandang non permanen ini sesuai dengan ukuran kandang untuk kuda poni, namun kurang sesuai untuk kuda di kandang ini yang merupakan bukan kuda poni. Kandang ini merupakan kandang yang dibangun menggunakan kayu gelondongan yang disusun sedemikian rupa, bersifat non permanen dan terbuka sehingga walaupun ukuran kandang kurang sesuai

(11)

22 tetapi tidak membuat kuda merasa tidak nyaman karena kandang non permanen memiliki ventilasi yang dapat dibilang cukup terbuka. Bagian atap berbentuk kerucut dan dilengkapi dengan kipas angin yang dinyalakan saat cuaca panas.

Atap dari kandang ini terbuat dari lapisan bambu sehingga dapat menciptakan suasana sejuk. Kelemahan dari atap ini ialah atap menjadi bocor apabila hujan sehingga air hujan masuk dan menggenang disekitar kandang. Hal tersebut menyebabkan bedding (bantalan) menjadi basah sehingga perlu penggantian bedding yang lebih sering agar kesehatan kuda dapat terjaga. Selain itu, lantai pada lorong kandang menjadi becek dan banjir yang mengakibatkan kelembaban di dalam kandang menjadi tinggi sehingga perlu pembersihan sekitar kandang dan menjaga kandang tidak becek dan lembab agar dapat tercipta lingkungan yang sehat. Kelembaban kandang yang tinggi dapat menyebabkan kuda mudah terserang penyakit (Brady et al., 2010). Menjaga kebersihan dan perawatan kuda secara teratur dapat mempengaruhi kesejahteraan kuda (Bogart and Taylor, 1977). Keunggulan dari kandang terbuka ini ialah kuda dapat berinteraksi satu sama lain karena hanya dibatasi kayu gelondongan saja. Selain itu, sirkulasi udara berlangsung sangat lancar dan baik.

Setiap kandang, baik kandang permanen maupun non permanen, menggunakan tempat minum yang terbuat dari gentong. Hal tersebut agak menyulitkan dalam pemberian dan pembersihan air minum karena air harus dibawa terlebih dahulu ke kandang apabila akan mengisi air minum. Selain itu, saat membersihkan air sisa, tempat minum harus dibawa keluar terlebih dahulu agar air sisa dapat dibuang.

Lantai kandang Alpha umumnya terbuat dari paving block (Gambar 8a), namun terdapat beberapa kandang yang menggunakan ubin berbahan keramik sebagai lantainya (Gambar 8b). Lantai yang terbuat dari ubin keramik lebih mudah dibersihkan karena memiliki permukaan yang rata dan rapat, sedangkan lantai yang terbuat dari paving block terdapat jarak antar satu dengan yang lainnya sehingga serbuk gergaji kotor dan feses dapat terselip diantaranya. Hal tersebut agak menyulitkan saat pembersihan kandang sehingga kandang tidak dapat dibersihkan secara maksimal.

(12)

23

(a) (b)

Gambar 8. Lantai Kandang Alpha, (a) Lantai Kandang dari Pavling Block, (b) Lantai Kandang dari Ubin Keramik

Lantai kandang di kandang Bravo pun berbeda-beda. Lantai pada kandang permanen terbuat dari semen, sedangkan lantai pada kandang kayu terbuat dari tanah yang dipadatkan. Lantai semen lebih mudah dibersihkan dibandingkan dengan lantai tanah (Gambar 9a). Lantai tanah sulit dibersihkan apabila dalam kondisi becek akibat hujan (Gambar 9b). Tanah yang becek menyebabkan bedding menjadi lembab dan basah.

(a) (b)

Gambar 9. Lantai Kandang Bravo (a) Lantai Kandang dari Semen, (b) Lantai Kandang dari Tanah

Selain untuk alas tidur, bedding juga berfungsi untuk menyerap air dari air minum atau urin yang terdapat di dalam kandang agar kandang tidak lembab. Lantai tanah basah dan becek dapat menyebabkan seluruh bedding juga menjadi basah sehingga diperlukan tenaga yang lebih dalam pembersihan kandang karena bedding perlu dikeluarkan seluruhnya agar tidak menimbulkan penyakit terutama penyakit

(13)

24 yang menyerang kaki kuda. Selain itu, lantai yang terbuat dari tanah dapat terkikis karena air hujan sehingga air dapat tergenang.

Alas tidur atau bedding yang digunakan adalah serasah kayu (Gambar 10). Bedding digunakan untuk memberikan kenyamanan bagi kuda saat kuda tersebut istirahat ataupun saat tidur. Selain itu, alas tidur berbahan lunak berfungsi memberikan kehangatan dan melindungi kaki kuda, terutama kuda olah raga. Bahan lain yang dapat digunakan sebagai alas tidur diantarnya ialah gambut, sekam padi, sekam kacang, serbuk gergaji, dan bubur kertas (Brady et al., 2010).

Gambar 10. Alas Tidur dari Serasah Kayu

Serasah kayu yang diperoleh dari berbagai tukang kayu yang ada, kebanyakan didapat dari daerah Bogor, Gunung Putri, dan Citeureup. Serasah kayu yang digunakan sebagai stok disimpan dalam gudang yang berada di belakang mess. Serasah kayu biasanya dikirim ke NPC setiap dua minggu sekali oleh tukang kayu, tergantung pada banyaknya stok yang ada di gudang.

Bedding yang terdapat di kandang tidak pernah diganti secara keseluruhan, hanya yang sudah kotor dan basah saja yang dikeluarkan sedangkan sisanya yang relatif kering dibiarkan. Apabila serasah kayu sudah berkurang atau menipis, serasah kayu yang baru akan ditambahkan ke dalam kandang. Akan tetapi, pada kandang kayu terkadang seluruh alas tidur dikeluarkan dan diganti karena kondisi kandang yang kurang baik menyebabkan air hujan masuk ke dalam kandang sehingga seluruh alas tidur menjadi basah. Menurut Soehardjono (1990), rumput kering dan serbuk gergaji yang basah selain dapat menimbulkan bau yang tidak sedap dan kotor, juga mengakibatkan kuku kuda menjadi lembab dan berjamur.

(14)

25 Setiap petak kandang di kandang Alpha rata-rata menggunakan 7-10 karung dalam setiap penambahan serasah kayu sebagai bedding, sedangkan di kandang kayu Bravo membutuhkan lebih sedikit serasah kayu, yaitu hanya lima sampai enam karung. Hal tersebut dikarenakan kandang permanen pada Alpha maupun Bravo memiliki ukuran yang lebih luas dibandingkan kandang kayu. Selain itu, lantai kedua kandang tersebut berbahan keras sehingga dibutuhkan alas tidur yang lebih tebal dibandingkan kandang kayu yang lantainya berbahan lunak (tanah). Satu karung serasah kayu memiliki berat sebesar 12 kg, sehingga setiap penambahan bedding untuk satu kandang permanen pada Alpha dan Bravo dibutuhkan 84-120 kg serasah kayu untuk menutupi lantai kandang yang bedding-nya sudah mulai menipis. Pada kandang kayu dibutuhkan 60-72 kg serasah kayu. Banyaknya bedding yang ditambahkan untuk menutupi lantai kandang juga menambah banyaknya limbah yang terbuang, selain feses dan urin. Penambahan serasah kayu dilakukan setiap satu sampai dua minggu sekali.

Pakan dan Air Minum

Makanan pokok kuda adalah rumput. Ada beberapa jenis rumput yang dapat diberikan kepada kuda, antara lain : Panicum muticum dan Brachiaria mutica (McBanne, 1994). Pakan yang diberikan kepada kuda di NPC ialah hijauan dan konsentrat (Gambar 11). Hijauan yang digunakan untuk kuda atlet maupun non atlet di NPC ialah B. mutica. Rumput ini merupakan jenis rumput merambat dengan stolon panjang dan besar, sangat berbulu, memiliki rhizoma, tangkai bunga panjang, dan memiliki kelompok bunga yang padat (Quattrocchi, 2006). Rumput ini didapat dari kebun rumput yang ditanam sendiri di sekitar area NPC, seperti disebelah belakang atau selatan kandang dan di lapangan dekat pemukiman penduduk sekitar. Kuda memiliki sekum yang besar dan mengandung mikroorganisme yang mempu mencerna pakan berserat sehingga kuda dapat memanfaatkan hijauan dan jerami serta mengubahnya menjadi zat-zat gizi yang dapat diserap (Blakely and Bade, 1991). Pemberian pakan dilakukan dengan sistem cut and carry. Rumput dipanen pada pagi hari kemudian diangkut ke tempat penyimpanan hijauan untuk dilayukan terlebih dahulu (Gambar 11a) agar kadar air berkurang sehingga kuda mampu mengkonsumsi lebih banyak bahan kering yang berasal dari rumput dan lebih banyak serat kasar yang dikonsumsi untuk mekanisme fisioogis pencernaan kuda.

(15)

26 Selanjutnya rumput diberikan pada siang dan sore hari sebanyak 10 kg per ekor per hari. Jumlah pemberian hijauan sudah sesuai dengan pendapat Pagan (2008) yang menyatakan pemberian rumput minimal 1% dari bobot badan atau sekitar 5 kg BK rumput.

(a) (b)

Gambar 11. Pakan Kuda, (a) Hijauan, (b) Konsentrat

Konsentrat merupakan pakan tambahan energi bagi kuda. Zat makanan yang terkandung dalam konsentrat adalah protein, karbohidrat, dan lemak. Konsentrat mengandung serat kasar kurang daripada 18% dari bahan keringnya (Crampton dan Harris, 1969). Menurut McBane (1994), konsentrat yang dapat diberikan antara lain konsentrat serelia yang terdiri dari gandum, jagung, sorgum, berbagai produk serela dan non sereal yang terdiri atas gula bit, legum seperti kacang dan kedelai. Konsentrat yang diberikan pada kuda atlet maupun non atlet adalah berupa pellet dari merk dagang tertentu (Gambar 11b) dengan jumlah yang berbeda-beda bagi setiap kuda sesuai dengan kebutuhan masing-masing kuda atau sekitar 3-4 kg per ekor per hari untuk kuda atlet (kandang Alpha) dan sekitar 2-6 kg per ekor per hari untuk kuda non atlet (kandang Bravo). Pemberian konsentrat di NPC lebih sedikit dibandingkan pernyataan Soehardjono (1990) bahwa pemberian pakan kuda bentuk pellet (konsentrat) untuk kuda olahraga sebanyak 3,75 kg pada pagi hari dan 4,5 kg pada sore hari, sedangkan untuk kuda istirahat sebanyak 3,75 kg pada pagi dan sore hari. Kuda istirahat meliputi kuda betina yang tidak bunting, pejantan sesudah masa kawin, dan kuda olahraga yang tidak dilatih karena cedera atau sedang memperbaiki kondisi. Adapun bahan baku konsentrat terdiri dari dedak gandum, tepung alfalfa, dedak padi, bungkil kedelai, molasses, minyak nabati, garam, trace elements,

(16)

27 vitamin, dan mannan-oligosaccharises dengan komposisi zat makanan yang dapat dilihat pada tabel 4. Konsentrat atau sereal biji-bijian merupakan pakan utama yang menjadi sumber energi dan seluruh biji-bijian kemungkinan bermanfaat bagi kuda (NRC, 1989).

Tabel 4. Komposisi Zat Makanan Konsentrat yang Diberikan

Zat Makanan Jumlah

Energi Tercerna (Kkal) 2.400

Protein (%) 12 Lemak (%) 2 Abu (%) 9 Serat Kasar (%) 13,5 Lisin (g) 4 Kalsium (g) 10 Fosfor (g) 5 Magnesium (g) 3

Kebutuhan pakan yang bersifat spesifik bervariasi tergantung pada peman-faatan kuda yang bersangkutan. Menurut Hamer (1993), kuda yang digunakan pada latihan dan berburu diberikan perbandingan yang seimbang antara konsentrat dan serat kasar, sedangkan kuda untuk perlombaan diberikan perbandingan konsentrat yang tinggi dibandingkan serat kasarnya. Adapun konsentrat tambahan adalah oat dan bran. Tidak semua kuda diberikan bahan makanan tambahan tersebut karena bahan makan tambahan tersebut hanya diberikan saat kuda aktif bertanding atau untuk kuda yang terlalu kurus. Menurut Parakkasi (1986), pemberian pakan hendaknya dibedakan berdasarkan umur, jenis, tipe kuda, dan aktivitas harian kuda (kegunaan).

Konsentrat dan biji-bijian perlu disediakan sebagai sumber energi agar tidak terjadi kekurangan energi dan protein yang cukup untuk diserap di saluran pencernaan kuda. Konsentrat diberikan setiap pagi dan sore hari, dimana pakan sore hari diberikan bersamaan dengan hijauan. Hasil perhitungan analisis proksimat dari rumput dan konsentrat yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 5.

(17)

28 Tabel 5. Hasil Perhitungan Analisis Proksimat dari Rumput dan Konsentrat yang

Diberikan pada Kuda di NPC Berdasarkan Bahan Kering

No. Zat Makanan Rumput Konsentrat

1. Bahan Kering (%) 100 100 2. Abu (%) 9,99 9,86 3. Protein Kasar (%) 7,36 14,69 4. Serat Kasar (%) 44,04 18,67 5. Lemak Kasar (%) 1,16 4,39 6. Beta-N (%) 37,45 52,39

7. Energi Bruto (Kkal) 2950 3624

Sumber : Putri (2011)

Berdasarkan hasil penelitian Putri (2011), dari hasil analisis proksimat pada konsentrat yang diberikan didapat bahwa kebutuhan energi, protein kasar, kalsium, dan fosfor sudah terpenuhi, namun nutrisi yang belum terpenuhi untuk kuda tersebut ialah lisin. Lisin merupakan salah satu jenis asam amino esensial yang dibutuhkan oleh ternak dalam jumlah banyak, sehingga asam amino lisin ini biasanya ditambahkan dari luar dalam bentuk feed supplement. Graham-Thiers dan Kronfeld (2005) menyatakan bahwa tambahan makanan berupa asam amino dibutuhkan untuk mempertahakan ukuran otot seekor kuda meskipun hanya melakukan sedikit exercise. Selain itu, lisin juga merupakan penyusun jaringan tubuh yang jumlahnya paling besar (Maryuni, 2003). Kandungan nutrisi yang juga mengalami kekurangan ialah magnesium. Magnesium merupakan mineral makro yang dibutuhkan dalam jumlah besar. Menurut Parakkasi (1986), gejala kekurangan magnesium adalah mata yang berkaca-kaca, mengalami gangguan syaraf, hipersensitif, ataksia, konvulsi, berkeringat, dan akhirnya tidak dapat sadarkan diri. Setiap pakan yang diberikan, baik hijauan maupun konsentrat, selalu tidak terdapat sisa. Pilliner (1992) menjelaskan pemberian pakan yang berlebihan atau kurang akan mempengaruhi performans kuda.

Air minum yang diberikan pada kuda di kandang Alpha adalah air bersih yang diisi ke dalam tempat minum yang tersedia dan diperoleh dari saluran air yang sudah ada di setiap kandang dengan kapasitas tampung yang sama (Gambar 12a). Tempat minum di kandang Alpha bersifat permanen berbentuk wastafel yang

(18)

29 tertempel di pojok kandang dan dilengkapi dengan dua kran air yang berbeda untuk memudahkan pengisian maupun pembuangan air minum. Air sisa dikeluarkan dengan cara membuka kran pembuangan yang terletak di bawah tempat minum.

(a) (b)

Gambar 12. Tempat Minum Kuda, (a) Kandang Alpha, (b) Kandang Bravo Berbeda dengan kandang Alpha, pemberian air minum di kandang Bravo dilakukan dengan menggunakan selang karena tempat minum bersifat non permanen (Gambar 12b) seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Air diberikan dua kali sehari, setiap pagi dan sore hari ad libitum atau selalu tersedia dengan cukup. Rata-rata kuda membutuhkan air minum sebanyak 45-54,6 liter air per harinya (Drummond, 1988). Kebutuhan air bagi kuda di NPC sudah mencukupi karena air minum diberikan ad libitum. Tingkat kebutuhan air dipengaruhi oleh bentuk dan jenis pakan, suhu dan kelembaban lingkungan, serta status fisiologi dari ternak tersebut (Pagan, 2008). Pemberian air di kedua kandang dilakukan dengan cara membuang air sisa dan mengisinya kembali dengan air baru dan bersih hingga penuh untuk mencegah timbulnya penyakit.

Proses Produksi

Menurut Hawcroft (1990), umumnya kuda mengeluarkan feses 10-15 kali dalam sehari. Warna, konsistensi, volume, bau dan frekuensi defekasi sangat tergantung pada jenis pakan dan program latihan yang diterima. Setiap ekor kuda di NPC dapat menghasilkan dua karung feses atau dengan rataan 16,8 kg per ekor per hari untuk kuda di kandang Alpha (Tabel 6) dan 33,1 kg per ekor per hari untuk kuda di kandang Bravo (Tabel 7). Kandang Alpha (35 ekor) dalam sehari dapat

(19)

30 menghasilkan 588 kg feses, sedangkan kandang Bravo (43 ekor) dapat menghasilkan 1.423,87 kg feses (Tabel 8).

Tabel 6. Hasil Pengukuran Jumlah Feses Kuda di Kandang Alpha Kuda Hari ke- Jumlah Rataan 1 2 3 --- (kg/ekor/hari) --- Segunda 15,8 13,5 16,0 45,3 15,1 ± 1,4 Gateada 23,3 14,0 19,0 56,3 18,7 ± 4,7 Franzeza 21,5 13,5 14,5 49,5 16,5 ± 4,4 Jumlah 60,6 41,0 49,5 151.1 50,3 Rataan 20,2 ± 3,9 13,7 ± 0,3 16,5 ± 2,3 50,37 ± 5,6 16,8 ± 1,9 Tabel 7. Hasil Pengukuran Jumlah Feses Kuda di Kandang Bravo

Kuda Hari ke- Jumlah Rataan 1 2 3 --- (kg/ekor/hari) --- Gatot 22 37,5 32,5 92 30,67 ± 7,9 Apolo 31,5 45,5 33 110 36,67 ± 7,7 Sanirae 32 45 19 96 32 ± 13 Jumlah 85,5 128 84,5 298 99,34 Rataan 14,25 ± 5,6 21,3 ± 4,5 14,1 ± 7,9 99,33 ± 9,5 33,1 ± 3,2

Tabel 8. Perkiraan Jumlah Feses dari Seluruh Kuda di Setiap Kandang per Hari Lokasi Kandang Jumlah Kuda

(ekor)

Rataan Feses

(kg/ekor/hari) Total (kg/hari)

Kandang Alpha 35 16,8 588

Kandang Bravo 43 33,1 1.423,3

Total 78 49,9 2011,3

Perbedaan jumlah feses pada kandang yang berbeda salah satunya disebabkan jumlah pakan yang dikonsumsi kuda. Pemberian konsentrat pada kuda di kandang Bravo lebih tinggi dibandingkan dengan kuda yang ada di kandang Alpha. Hal tersebut dikarenakan pemberian konsentrat pada kuda di kandang Alpha dibatasi agar kuda tidak terlalu gemuk sehingga tidak mengurangi performa kuda dalam bermain

(20)

31 polo. Selain jumlah pakan yang dikonsumsi, umur juga mempengaruhi jumlah feses. Menurut Hogan (1996), kuda muda memiliki tingkat metabolisme yang lebih tinggi dibandingkan dengan kuda tua, sehingga kuda di kandang Alpha yang berumur lebih muda masih dapat memanfaatkan pakannya dengan lebih optimal dan menghasilkan pengeluaran feses yang jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan kuda tua di kandang Bravo yang kemampuan penyerapan pakannya kurang optimal dan menghasilkan pengeluaran feses lebih banyak.

Menurut Wheeler dan Zajackowski (2001), limbah yang dihasilkan kuda terdiri dari 60% feses dan 40% urin. Rata-rata tiap ekor kuda dapat menghasilkan 0,05 kg feses dan 0,03 kg cairan urin per 0,454 kg berat badan setiap harinya. Kuda yang memiliki berat 454 kg dapat menghasilkan 22,7 kg dan 13,62 kg urin per hari, yang berarti total seluruhnya ialah 36,32 kg limbah yang dihasilkan per hari. Bagaimanapun juga, jumlah feses kuda yang dihasilkan dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi, umur, dan bobot badan.

Banyaknya feses yang dihasilkan menunjukan bahwa limbah yang dihasilkan dalam satu hari dapat menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan sekitar apabila tidak ditangani dengan baik dan benar. Kotoran ternak sendiri dapat menghasilkan emisi yang dapat merusak lingkungan apabila tidak diolah, terutama emisi yang dapat menimbulkan efek rumah kaca, yaitu gas CO2, CH4, dan NOx. Menurut Moss

(1993), kontribusi relatif komponen gas efek rumah kaca terhadap global warming adalah carbon dioxide (C02) sebesar 49%, methane (CH4) sebesar 18%, nitrous oxide

(N20) sebesar 6% dan gas lainnya 27%. Gas-gas tersebut membentuk suatu perisai

yang menyebabkan panas yang keluar dari permukaan bumi tidak dapat keluar dari apisan atmosfir, namun akan dipantulkan kembali ke bumi sehingga menyebabkan kenaikan suhu bumi atau disebut juga dengan global warming (Wardhana, 2004). Sektor petemakan dinyatakan mempunyai kontribusi C02 sebesar 9%, CH4 sebesar

37% (terutama ruminansia) dan N2O sebesar 65% terhadap anthropogenic gas rumah

kaca (Steinfeld et al., 2006). Emisi tersebut dinyatakan melebihi kontribusi dari sektor transportasi. Pada tahun 2007, emisi CH4 yang dihasilkan dari kegiatan

petemakan ini diperkirakan mencapai 897.000 ton (Djajadilaga et al., 2010). Total emisi CH4 sendiri di Indonesia lebih besar dibandingkan negara Filipina dan Cina.

(21)

32 faktor diantaranya ialah jumlah ternak, jenis ternak, manajemen pemeliharaan, serta manajemen penanganan limbah ternak (Aydinalp and Cresser, 2008). Selain menyebabkan emisi, besarnya jumlah feses juga dapat menimbulkan bau tidak sedap, serangga pembawa penyakit seperti lalat, serta hewan pengerat atau tikus apabila tidak ditangani dengan baik dan benar.

Proses Pengumpulan Feses

Pengumpulan feses dari kandang Alpha dan Bravo dilakukan bersamaan dengan waktu pembersihan kandang, yaitu pada pukul 06.00 dan 15.00 WIB oleh groomer. Pengumpulan feses dilakukan dua kali sehari agar feses di dalam kandang tidak menumpuk dan menimbulkan bau dan penyakit bagi kuda. Selain itu, pembersihan feses bertujuan agar saat kuda istirahat dan merebahkan badannya, feses tidak tertimpa dan menempel di badan kuda. Feses yang ada pada pagi hari adalah feses yang dihasilkan dari pukul 15.00 WIB sampai pukul 06.00 WIB keesokan harinya, sedangkan feses sore hari meliputi feses yang dihasilkan pada pukul 06.00 sampai pukul 15.00 WIB pada hari yang sama.

Pengumpulan feses dilakukan dengan menggunakan sekop besar dan dimasukkan ke dalam karung yang telah disediakan sebelumnya (Gambar 13a). Selain feses, bedding yang sudah basah dan kotor pun ikut diambil dan dimasukkan ke dalam karung yang sama dengan feses (Gambar 13b). Karung-karung yang telah berisi feses dikumpulkan dan kemudian diangkut ke kebun rumput pakan ternak (Gambar 13c). Proses pengumpulan feses secara tidak langsung berpengaruh terhadap sanitasi dalam kandang maupun luar kandang. Apabila proses pengumpulan tidak dilakukan secara maksimal, maka dapat menimbulkan penyakit bagi kuda maupun karyawan yang bertugas. Bagaimana pun juga sanitasi sangat penting untuk mengendalikan kuda dari serangan parasit (Bogart and Taylor, 1977). Menurut Wheeler dan Zajackowski (2001), feses kuda yang kelembabannya mencapai 50% dapat mendatangkan lalat untuk bertelur di dalam feses tersebut karena feses yang lembab merupakan media yang tepat untuk lalat bertelur. Oleh karena itu pembersihan kandang ataupun pengumpulan feses, baik di dalam maupun di luar kandang, diperlukan agar kesehatan dan kenyamanan kuda dan karyawan selalu terjaga dan tidak menimbulkan penyakit.

(22)

33 Untuk kandang Alpha, karung yang berisikan feses pada sore hari dikumpulkan terlebih dahulu di kebun rumput belakang kandang dan kemudian diangkut bersamaan dengan feses pada pagi harinya. Sedangkan pada kandang Bravo, karung yang berisikan feses dikumpulkan di dekat pintu masuk kawasan kandang untuk memudahkan proses pengangkutan selanjutnya. Selain feses yang berada di dalam kandang, feses yang tercecer di sekitar kandang ketika kuda sedang exercise atau dikeluarkan dari kandangnya juga dibersihkan, terutama feses yang berada dekat lingkungan kandang (Gambar 13d).

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 13. Pengumpulan Feses (a) Proses Pengumpulan Feses dalam Kandang, (b) Karung Berisikan Feses yang Akan Diangkut, (c) Feses yang Ditumpuk di Kebun Rumput Belakang Kandang, (d) Proses Pengumpulan Feses yang Tercecer di Luar Kandang

Proses Pengangkutan Feses

Feses yang telah dikumpulkan dari kandang Alpha, baik feses pagi maupun sore hari, diangkut pada pagi hari pukul 09.00 WIB. Sedangkan dari kandang Bravo, feses yang telah dikumpulkan tidak langsung diangkut pada hari yang sama. Feses

(23)

34 tersebut dikumpulkan terlebih dahulu selama 2-3 hari hingga jumlah karung berisikan feses mencapai jumlah yang diinginkan untuk diangkut. Proses pengangkutan dilakukan dengan menggunakan mobil pick up yang telah tersedia (Gambar 14a). Karung-karung berisikan feses dan bedding kotor diangkut menuju kebun rumput. Kebun rumput yang dimaksud adalah kebun rumput yang menghasilkan hijauan makanan ternak. Letak kebun rumput tersebut cukup jauh dari kandang (± 200 m), namun letaknya cukup dekat dengan pemukiman warga.

(a) (b)

Gambar 14. Pengangkutan Feses (a) Proses Pengangkutan Feses, (b) Pengangkutan Feses dari Kebun Rumput Belakang Kandang Alpha

Feses sore hari di kandang Alpha tidak semua dapat terangkut keesokan harinya karena feses tersebut disimpan terlebih dahulu dengan cara menumpuk di kebun rumput belakang kandang Alpha sehingga masih ada yang tersisa dan tercecer. Feses sore hari diangkut dengan menggunakan mobil pick up yang dimasukkan ke dalam lorong atau jalan di depan kandang untuk mempermudah pengangkutan (Gambar 14b). Jumlah feses yang banyak memerlukan sekitar 2-3 kali pengangkutan karena hanya terdapat satu mobil pengangkut. Dalam proses pengangkutan feses, tidak ada petugas khusus yang bertanggungjawab. Pengangkutan dilakukan oleh groomer yang telah selesai membersihkan kandangnya dan dilakukan secara bergantian.

Proses Pengolahan Feses dan Penggunaannya

Feses kuda yang dihasilkan di NPC saat ini belum diolah lebih lanjut menjadi suatu produk yang lebih bernilai dan hanya disebarkan saja secara langsung ke kebun

(24)

35 rumput. Adapun cara pengolahan yang pernah dilakukan adalah pembuatan pupuk kompos dan biogas, namun cara pengolahan ini tidak berjalan lama.

Feses bersama dengan serasah kayu yang tercampur digunakan sebagai pupuk dengan cara menyebarnya ke kebun rumput pakan ternak (Gambar 15). Penyebaran tersebut bertujuan untuk menyuburkan tanaman rumput yang akan digunakan sebagai pakan kuda. Kebun rumput yang disebar dengan pupuk tersebut lokasinya berdekatan dengan pemukiman warga yang hanya berjarak sekitar 20 m dari lokasi penyebaran feses.

(a)

(b)

Gambar 15. Penyebaran Feses Secara Langsung di Kebun Rumput Pakan Ternak (a) Pemukiman Warga yang Terletak di Belakang Kebun Rumput Pakan Ternak, (b) Feses Beserta Serasah Kayu yang Disebar Secara Langsung di Dekat Pemukiman Warga

Untuk mengetahui ada tidaknya dampak yang ditimbulkan dari penyebaran secara langsung di padang rumput, maka dilakukan wawancara kepada warga yang ada di pemukiman sekitar lokasi NPC dengan menggunakan kuisioner wawancara yang telah disiapkan (Lampiran 2). Sebagian besar warga yang diwawancara merupakan warga tetap daerah sekitar dan sudah tinggal lebih daripada 10 tahun. Wawancara dilakukan di dua tempat yang berbeda, yaitu responden yang tinggal ≤ 25 m (sebanyak 20 orang) dan responden yang tinggal > 25 m (sebanyak enam orang) dari feses beserta serasah kayu yang disebar. Berdasarkan hasil wawancara, hampir seluruh responden menyatakan menimbulkan dampak bagi warga disekitarnya akibat feses kuda beserta serasah kayu yang ditaburkan secara langsung tanpa diolah terlebih dahulu. Dampak yang ditimbulkan dapat dilihat pada Tabel 9.

(25)

36 Tabel 9. Tanggapan Masyarakat Terhadap Kenyamanan Lingkungan Sekitar

Keterangan

Responden

Jarak ≤ 25 m Jarak > 25 m Jumlah (orang) (%) Jumlah (orang) (%) 1. Merasakan Adanya Gangguan - Bau 7 35 - - - Muncul Binatang 20 100 - - 2. Kenyamanan Terhadap Lingkungan - Nyaman 20 100 6 100 - Tidak - - - -

Keterangan : Responden dengan jarak pemukiman ≤ 25 m sebanyak 20 orang dan responden jarak > 25 m sebanyak 6 orang

Hasil wawancara terhadap warga yang tinggal disekitar NPC menunjukan bahwa terdapat beberapa gangguan yang ditimbulkan dari feses yang disebarkan secara langsung tanpa diolah terlebih dahulu di kebun rumput pakan ternak, terutama terhadap warga yang tinggal ≤ 25 m dari kebun rumput tersebut. Gangguan yang ditimbulkan dari feses berupa bau dan munculnya binatang pengganggu, yaitu kaki seribu (Gambar 16).

Sebanyak 35% warga yang tinggal di belakang kebun rumput memcium bau tidak sedap, terutama bagi warga yang tinggalnya lebih dekat atau sekitar 20 m dari kebun rumput. Sedangkan 65% warga tidak merasakan bau tersebut karena jarak rumah dengan kebun rumput tidak terlalu dekat, yaitu sekitar 23 m dari kebun rumput yang disebar feses kuda. Bau tersebut berasal dari feses kuda yang disebar secara langsung tanpa diolah terlebih dahulu. Menurut warga yang telah diwawancara, bau yang timbul sering terasa pada siang hari terutama pada saat cuaca panas.

Binatang pengganggu warga sekitar adalah kaki seribu atau disebut juga leluwe oleh penduduk setempat. Kaki seribu merupakan binatang yang masuk ke dalam kingdom Animalia, phylum Artropoda, subphylum Myriapoda, dan klasifikasi Diplopoda dengan nama latin Julus nomerensis.

(26)

37 Gambar 16. Kaki Seribu (Julus nomerensis)

Kaki seribu muncul dari feses kuda yang telah bercampur dengan serasah kayu karena pada dasarnya hewan Myriapoda seperti kaki seribu dapat memecah bahan organik seperti serasah untuk membentuk humus (Irnaningtyas et al., 2011). Berdasarkan kemampuan tersebut, dapat diperkirakan kemunculan kaki seribu bermula dari campuran feses dan serasah kayu yang menjadi tempat tinggalnya mengalami proses perombakan menjadi pupuk kandang dengan bantuan kemampuan kaki seribu dalam memecah bahan organik untuk membentuk humus. Setelah merombak bahan organik tersebut, kaki seribu yang telah berkembangbiak keluar dan menuju pemukiman warga terdekat untuk mencari tempat tinggal yang baru dan lebih nyaman. Kaki seribu tersebut meresahkan warga setempat karena warga merasa terganggu dan tidak nyaman akibat kaki seribu masuk ke dalam rumah dalam jumlah yang besar. Dampak yang ditimbulkan cukup membuat warga tidak nyaman sehingga akan lebih baik apabila pupuk kandang tidak disebarkan secara langsung ke kebun rumput tetapi harus diolah terlebih dahulu. Kaki seribu dapat dimanfaatkan sebaik mungkin untuk membantu proses perombakan bahan organik seperti serasah kayu dan dedaunan yang tidak dapat dirombak oleh mikroorganisme lain. Banyak yang belum mengetahui kelebihan dari hewan ini sehingga hewan ini hanya dianggap sebagai hewan pengganggu bagi manusia.

Selain gangguan yang dirasakan oleh warga, kenyamanan terhadap lingkungan sekitar pun dipertanyakan. Warga yang tinggal dengan jarak ≤ 25 m dari kebun rumput merasa sudah nyaman dengan lingkungan sekitar karena sudah tinggal

(27)

38 lebih lama dibandingkan keberadaan NPC. Hanya saja warga menjadi terganggu akibat munculnya bau dan binatang dari feses yang disebar. Warga yang tinggal lebih jauh dari 25 m tidak merasakan dampak yang ditimbulkan dari feses kuda di NPC.

Kotoran ternak yang masih segar tidak cocok untuk digunakan secara langsung sebagai pupuk karena baunya yang tidak sedap, kotor, dan lengket. Masalah bau busuk, mikroorganisme patogen, parasit, dan benih gulma dapat diatasi dengan pengomposan (Harada et al., 1993). Selain itu, menurut Sutanto (2002), apabila senyawa residu (feses) diberikan langsung ke tanah tanpa proses pengomposan maka akan merugikan tanaman karena residu memanfaatkan unsur hara nitrogen (N) yang ada di dalam tanah. Menurut Sugiharo (1987), limbah padat dapat diolah menjadi kompos, yaitu dengan cara menyimpan atau menumpuknya kemudian diaduk-aduk atau dibolak-balikkan. Kotoran ternak juga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik dan penghasil biogas atau bahan bakar.

Nusantara Polo Club membangun koperasi karyawan pada tahun 2007 yang tujuannya mengembangkan tanaman hias komersial (nursery). Pembuatan pupuk kompos dari feses kuda yang akan digunakan sebagai pupuk tanaman hias tersebut dilakukan untuk mengembangkan tanaman hias. Pupuk kompos merupakan bahan organik yang telah mengalami proses perombakan dan perubahan warna menjadi gelap, mudah hancur, dan bau menyerupai tanah (Starbuck, 2004). Menurut Gaur (1981), kotoran ternak dapat dimanfaatkan sebagai aktivator, yaitu bahan yang dapat merangsang pertumbuhan mikroorganisme dalam pengomposan. Hal ini menunjukkan kotoran ternak merupakan suatu media hidup yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme karena masih mengandung karbohidrat, protein, mineral, dan vitamin (yang larut dalam air) yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk hidup (Lodha, 1974).

Pupuk kompos tersebut diolah dengan menggunakan EM4 sebagai aktivator dengan campuran media berupa serasah kayu atau bedding. Menurut Wididana et al. (1996), EM4 merupakan kultur campuran dalam medium cair berwama coklat kekuning-kuningan, berbau asam, dan terdiri dari mikroorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. Bahan tersebut mampu meningkatkan dekomposisi bahan organik dan sampah organik, meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman, menekan aktivitas serangga hama dan mikroorganisme patogen,

(28)

39 mempercepat pengomposan sampah organik atau kotoran hewan, membersihkan air limbah, dan dapat melarutkan senyawa fosfat yang tidak tersedia bagi tanaman. Pupuk tersebut selanjutnya didiamkan selama 28 hari atau hingga matang. Menurut BSN (2004) tentang kualitas kompos, kematangan kompos ditunjukan dari : (1) nilai ratio C/N 10-20, (2) suhu sesuai dengan suhu air tanah, (3) berwarna kehitaman dan tekstur menyerupai tanah, dan (4) berbau seperti tanah.

Berdasarkan hasil wawancara dengan karyawan yang pernah mengolah pupuk kompos, kandungan unsur N yang terdapat pada pupuk kompos tersebut kurang mencukupi sehingga nilai ratio C/N masih tinggi. Indriani (2002) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi pengomposan diantaranya adalah nilai C/N bahan yang digunakan, komposisi bahan, kelembaban bahan, aerasi, temperatur, dan pH. Kurangnya unsur N yang terkandung pada pupuk kompos feses kuda dapat diatasi dengan penyediaan media pembuatan pupuk kompos dari serasah kayu atau serbuk gergaji kasar menjadi hijauan atau rumput sisa pakan. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara, ketidakaktifan koperasi juga menjadi salah satu penyebab terhentinya pembuatan pupuk kompos.

Selain pembuatan pupuk kompos, digester dibangun untuk menghasilkan biogas (Gambar 17). Biogas merupakan gas yang dilepaskan jika bahan-bahan organik seperti kotoran ternak, kotoran manusia, jerami, sekam, dan daun-daun hasil sortiran sayur difermentasi atau mengalami metanisasi (Hambali, 2007). Proses methanogenesis pada pengolahan limbah secara anaerob terjadi dan dapat membentuk asam lemak rantai pendek menjadi H2, CO2, dan asetat. Asetat akan mengalami dekarboksilasi dan reduksi CO2, kemudian bersama-sama dengan H2 dan CO2 menghasilkan produk akhir, yaitu metan (CH4) dan karbondioksida (CO2) (Hvelplund, 1991).

Digester biogas dibangun di sisi barat sebelah kandang Alpha. Digester yang berada di NPC merupakan tipe kubah tetap atau permanen berbentuk berupa kubah dan permanen yang tertanam didalam tanah. Pada dasarnya, feses kuda dapat diolah menjadi biogas, namun membutuhkan tenaga lebih karena feses kuda memiliki tekstur yang lebih padat dibandingkan dengan feses sapi. Proses pencernaan yang terjadi di dalam rumen adalah pencernaan protein, polisakarida, dan fermentasi selulosa oleh enzim selulase yang dihasilkan oleh bakteri dan jenis protozoa tertentu.

(29)

40 Saluran pencernaan ternak kuda tidak seefektif sapi karena proses pencernaan selulosa terjadi satu kali pada sekum sehingga kotoran kuda menjadi lebih kasar dan padat. Pada sapi proses pencernaan terjadi dua kali, yakni pada lambung dan sekum yang keduanya dilakukan oleh bakteri dan protozoa tertentu (Blakely dan Bade, 1991). Berbeda dengan peternakan sapi, limbah yang dihasilkan oleh peternakan kuda merupakan limbah padat berupa feses yang dihasilkan memiliki tekstur dan bentuk yang padat serta urin yang dihasilkan langsung terserap oleh alas tidur (bedding) berbahan serasah kayu. Dalam pengolahannya menjadi biogas, feses kuda sebaiknya dihancurkan terlebih dahulu dan diencerkan menggunakan air sehingga feses tersebut dapat terurai di dalam digester.

Gambar 17. Digester Biogas yang Terdapat di NPC

Saat pengolahan menjadi biogas di NPC, feses kuda terkadang tercampur dengan alas tidurnya (bedding) yang berupa serasah kayu. Serasah kayu tersebut menyulitkan perombakan oleh mikroba karena pada dasarnya mikroba pemecah bahan organik hanya dapat mengurai kotoran untuk menghasilkan gas. Pada dasarnya feses kuda baik untuk digunakan sebagai sumber biogas. Menurut Hartono (2009), rasio C/N antara 20-30 merupakan rentang optimum untuk proses penguraian anaerob (biogas). Kotoran kuda mempuyai kandungan ratio C/N 25% dan lebih tinggi dibandingkan ratio C/N sapi, yaitu 18%. Selain itu, kotoran kuda juga mempunyai kadar nitrogen (N) sebesar 2,8% dan lebih tinggi daripada kadar N dalam kotoran sapi (Suriawiria dan Sastramihardja, 1980). Akan tetapi, bila dilihat dari segi tekstur feses kuda yang padat, pembuatan biogas dengan menggunakan

(30)

41 feses kuda kurang efektif dan efisien karena membutuhkan tenaga dan waktu yang lebih untuk mengencerkan kotoran kuda agar lebih homogen, terutama pada peternakan yang tidak memiliki divisi atau petugas khusus untuk menangani limbah.

Digester yang terdapat di NPC tidak berfungsi lagi karena feses kuda beserta serasah kayu langsung dimasukkan secara utuh ke dalam digester tanpa dihancurkan atau diencerkan terlebih dahulu sehingga digester menjadi tersumbat dan tidak dapat menghasilkan gas. Tipe digester yang permanen menyulitkan dalam memperbaiki fungsi digester menjadi normal karena perlu dirombak kembali untuk mengeluarkan isi yang tidak terurai dari digester tersebut. Adapun jalan keluar yang dapat dilakukan adalah menggunakan semprotan air bertekanan tinggi sehingga feses kuda yang terdapat di dalam digester dapat hancur dan tercampur. Tetapi membutuhkan biaya yang besar dan tenaga tambahan sehingga kurang efisien.

Keunggulan NPC adalah memiliki lahan yang luas dan terjangkau (dekat dengan area kandang kuda) yang dapat dimanfaatkan untuk pengolahan limbah. Lahan tersebut dapat dimanfaatkan untuk membangun tempat pengolahan feses kuda menjadi pupuk kompos. Selain cocok dengan feses kuda yang memiliki tekstur padat, pupuk kompos lebih mudah ditangani karena hanya membutuhkan tempat terbuka dan beratap selanjutnya dapat ditambahkan aktivator agar lebih cepat matang. Menurut Isroi (2003), pengomposan alami terjadi selama 3-4 bulan, sedangkan pengomposan dengan adanya penambahan aktivator mikroba (dekomposer) dapat dipercepat menjadi 2 minggu.

Indriani (2002) menyatakan bahwa pengomposan mempunyai beberapa keuntungan, yaitu : (1) memperbaiki tanah berlempung sehingga menjadi ringan, (2) memperbesar daya ikat tanah berpasir sehingga tanah tidak saling lepas, (3) menambah daya ikat air pada tanah, (4) memperbaiki tata udara dalam tanah, (5) mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara, (6) mengandung hara yang lengkap meskipun dalam jumlah yang sedikit, (7) mempercepat dalam proses pelapukan bahan mineral, (8) memberikan bahan makanan untuk mikroba, dan (9) menurunkan aktivitas mikroba yang merugikan. Bass et al. (1992) menambahkan bahwa, manfaat dari pupuk kompos ialah (1) meningkatkan bahan organik, (2) memperbaiki sifat fisik tanah, (3) menyediakan nutrisi esensial dan kemampuan tanah untuk pertumbuhan tanaman, (4) mempertahankan kelembaban, (5) mengendalikan

(31)

42 pertumbuhan gulma, (6) mengurangi erosi, dan (7) menjaga tanah dari peningkatan atau kehilangan panas yang terlalu cepat.

Proses pengomposan dapat menimbulkan panas, sehingga dapat membunuh telur cacing yang berasal dari feses kuda dan memutuskan siklus hidup dari telur cacing tersebut. Panas yang ditimbulkan juga dapat mengurangi jumlah binatang pengganggu tersebut karena suhu sekitarnya sudah tidak nyaman lagi bagi binatang pengganggu. Selain itu, pupuk yang sudah matang lebih mudah diaplikasikan ke lahan karena hasil akhirnya sudah berubah bentuk menjadi remah serta penanganannya lebih mudah karena bobot volume pupuk kompos hanya 30-40% dari bobot awal sehingga dapat mengurangi tenaga kerja, biaya transpostasi, dan penyebarannya di lapangan. Tenaga yang dibutuhkan dalam pengolahan pupuk kompos juga tidak terlalu berat karena pengolahan pupuk kompos tidak dilakukan setiap hari dan hanya dibalik-balik beberapa hari sekali hingga matang. Jumlah feses yang dihasilkan dalam sehari sebagai pupuk kandang dapat melebihi jumlah kebutuhan tanaman rumput pakan ternak, sehingga jumlah pupuk kompos yang berlebih tersebut dapat digunakan sebagai pupuk komersial yang dapat menambah income untuk NPC.

Pemanfaatan lahan yang ada di dekat kandang dapat mengefisiensikan waktu dan tenaga dalam pengangkutan feses. Selain itu, jarak antara pengolahan feses dengan pemukiman warga menjadi lebih jauh. Binatang pengganggu yang meresahkan warga mungkin dapat berkurang apabila pupuk yang disebar di kebun rumput pakan ternak adalah pupuk organik yang sudah matang. Binatang pengganggu tersebut dapat membantu perombakan bahan organik sebagai bahan makanannya menjadi humus. Apabila pupuk sudah matang, binatang tersebut akan mencari tempat tinggal lain yang lebih nyaman dan menyediakan sumber makanan.

Gambar

Gambar 3.  Foto NPC Melalui Google Earth (2011), (a) Lapangan Polo, (b) Kandang  Alpha, (c) Kandang Bravo, (d) Kantor dan Lounge Bar
Gambar 4.  Kuda di Kandang Alpha (a) Kuda Arab, (b) Kuda Pony Argentina  Tabel 2.  Populasi Kuda di Kandang Alpha NPC
Gambar 5.  Kuda di Kandang Bravo (a) Kuda Lokal, (b) Kuda Persilangan, (c) Kuda   Breeding, (d) Kuda Pony Argentina Non-Atlet
Tabel 3.  Populasi Kuda di Kandang Bravo NPC
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tikus yang diinduksi bising dengan intensitas 90-95 dB selama 8 jam sehari dalam jangka waktu 12 hari kemudian pada hari ke-13 sampai hari ke-19 tidak diberikan perlakuan

dengan warga negara mayoritas muslim, tentunya menjadi tolak ukur tersendiri bagi pelaku usaha dalam memproduksi produk yang halal dan boleh dikonsumsi sesuai dengan syar’i, oleh

Beberapa upaya yang telah dilakukan untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang dipengaruhi banjir rob adalah dengan memilih bibit padi yang dapat beradaptasi

Yang menjadi target pemecahan masalah pada pelaksaan KP ini adalah melakukan perancangan jaringan fiber optic di lokasi-lokasi perumahan yang menjadi tempat

Hasil analisis korelasi menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat sosial ekonomi terhadap sikap peduli lingkungan pada ibu rumah tangga di

Universitas Muhammadiyah Pruworejo, Vol.. menyaksikan upacara tersebut, penulis baru bisa memberikan kesimpulan bahwa upacara tersebut adalah upacara adat pernikahan

Sistem penentuan posisi hiperbola yang juga dikenal sebagai teknik penentuan posisi Time Difference of Arrival (TDOA) adalah suatu teknologi yang bisa memberikan informasi

Tujuan penelitian ini adalah: (1) Mengidentifikasi pola sebaran spasial dan pola pencampuran lahan yang ada di Kota Makassar, (2) Menganalisis pengaruh pola spasial